4
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Buah dan Minyak Kelapa serta Komposisi Hampir seluruh wilayah Indonesia, yaitu sekitar 3.7 juta hektar dan sebagian besar wilayah Nanggroe Aceh Darussalam merupakan area yang banyak ditanami pohon kelapa. Indonesia merupakan negara penghasil buah kelapa terbanyak di dunia, yang 50% dari hasil buahnya dimanfaatkan menjadi minyak kelapa (Punchihewa dan Arancon 2004). Sebagian besar daging buah kelapa lebih banyak dimanfaatkan untuk mendapatkan minyak kelapa dibandingkan untuk lainnya. Kelapa yang sudah matang memiliki berat antara 3-4 kg, terdiri dari sabut 35%, tempurung 12%, daging kelapa 22% dan air kelapa 25% (Grimwood 1975, diacu dalam Guarte et al. 1996). Selanjutnya berdasarkan rata-rata, daging buah kelapa segar terdiri dari air 50%, lemak 34%, karbohidrat 7.3%, protein 3.5%, serat 3.0% dan abu 2.2% (Banzon dan Velasco 1982, diacu dalam Guarte et al. 1996). Menurut Enig (2000), kelapa merupakan makanan fungsional yang sangat berperan dalam kehidupan manusia karena mengandung komponen yang secara fisiologis sangat bermanfaat. Komponen fungsional penting tersebut terletak pada lemak kelapa yang terdapat pada daging buah dan minyak kelapa. Minyak kelapa diklasifikasikan dalam minyak tumbuhan kelompok asam laurat, berbeda dengan minyak tumbuhan lainnya dan menempati pangsa pasar dunia karena komposisinya dapat digunakan sebagai bahan mentah untuk aplikasi oleokimia dalam berbagai industri (industri makanan dan non-makanan).
Menurut Libanan (2000), banyak
aplikasi non-makanan yang menggunakan minyak kelapa, yang berdasarkan lima unsur oleokimia dasar, yaitu asam lemak, metil ester, lemak alkohol, lemak amin dan gliserin. Komposisi utama minyak dan daging buah kelapa terdiri dari asam lemak jenuh rantai pendek dan rantai sedang, yaitu masing-masing terdiri dari panjang rantai karbon C14, C12, C10, C8 dan C6, yang tidak berpengaruh buruk terhadap kesehatan (Libanan 2000). Menurut Wang et al. (1993); Guarte et al. (1996), komponen utama minyak kelapa adalah asam lemak jenuh (90-92%), yang didominasi oleh asam laurat (45-48%), dan asam lemak rantai pendek dan sedang (30-36%), diantaranya asam kaprilat (8%), asam kaprat (7%), dan asam kaproat (0.5%) dan sisanya dalam jumlah yang sangat sedikit adalah asam lemak tidak jenuh (asam oleat, linoleat dan linolenat) antara 3.7-8.3%. Oleh karena kadar asam lemak tak jenuhnya rendah maka minyak
5
kelapa tahan terhadap proses oksidatif (ketengikan), sehingga makanan yang mengandung minyak kelapa lebih tahan lama (Hui 1996). Berdasarkan karakteristik tersebut, maka selain sebagai minyak goreng, penggunaannya sangat meluas pada produk permen, kue, dan juga sebagai bahan pembuatan margarin, sabun, deterjen, minyak pelumas serta kosmetik. Selanjutnya gliserida rantai sedang dan pendek digunakan dalam bidang kedokteran. Ampas kelapa kering sudah banyak dimanfaatkan sebagai pakan sapi, babi dan ayam karena masih mengandung protein, karbohidrat dan lemak yang seimbang. Disamping itu juga sangat baik sebagai pakan sapi laktasi, yang bisa menghasilkan butter dengan kualitas yang baik. Sapi-sapi tetap berproduksi dengan baik dan menghasilkan kualitas susu dan aroma yang baik, namun biaya untuk memproduksi pakan jenis ini sangat besar (Guarte et al. 1996). 2.2. Minyak Pliek u dan Pliek u Minyak pliek u dan pliek u merupakan salah satu makanan khas tradisional Aceh, yang dihasilkan dari proses fermentasi daging buah kelapa.
Fermentasi
merupakan salah satu bentuk teknologi pengawetan makanan tertua di dunia, yang bertahun-tahun sudah dilakukan dan dikonsumsi khususnya oleh masyarakat pedalaman atau pedesaan berdasarkan adat dan tradisi mereka (Battcock dan AzamAli 1998, Prajapati dan Nair 2003). Tujuan fermentasi adalah untuk mengawetkan makanan yang mudah rusak sehingga makanan yang dihasilkan mempunyai masa simpan yang lebih lama dan dapat mempengaruhi kualitas nutrisi bahan makanan tersebut. Proses fermentasi adalah proses dekomposisi lambat dari substansi organik yang disebabkan oleh mikroorganisme atau enzim dari bahan asal tumbuh-tumbuhan dan hewan (Walker 1988, diacu dalam Battcock dan Azam-Ali 1998). Makanan fermentasi sangat baik bagi tubuh karena selain mengandung bahan yang mudah dicerna juga mengandung mikroorganisme, enzim dan/atau komponen aktif yang dihasilkan selama berlangsungnya proses fermentasi. Makanan fermentasi yang mengandung mikroorganisme yang sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh merupakan makanan fungsional, yang juga dikenal dengan nama lain yaitu probiotik (Farnworth 2003). Pengetahuan tentang teknologi fermentasi tradisional biasanya diturunkan dari satu generasi ke generasi selanjutnya selama berabad-abad. Produk fermentasi yang dihasilkan secara tradisional biasanya jarang mengalami penyimpangan atau rusak.
6
Sama halnya dengan minyak pliek u dan pliek u, produk fermentasi ini menjadi bagian yang tak terpisahkan dari menu sehari-hari masyarakat Aceh, terutama pliek u digunakan sebagai bumbu masak. Secara turun menurun sejak berpuluh tahun bahkan ratusan tahun yang lalu masyarakat NAD sudah memanfaatkan minyak pliek u atau minyeuk brôk untuk menggoreng dan sebagai obat. Selain itu pliek u yang dihasilkan juga dimanfaatkan sebagai bumbu untuk memasak sayur (gulé pi’u), sambal dan bumbu rujak. Gulé pi’u merupakan makanan khas Aceh yang terdiri dari campuran bumbu pliek u, sayur nangka muda, pisang muda, ikan kering (keumamah) dan teri (karéng) (Hurgronje 1985). Minyak pliek u
memiliki nama-nama khusus sesuai dengan
proses
pengolahannya. Berdasarkan kamus Aceh-Indonesia (Bakar et al. 1985), minyak pliek u adalah minyeuk brôk, namun berdasarkan informasi dari wawancara yang penulis lakukan di tempat produksi minyak pliek u dan pliek u menyebutkan bahwa daging buah kelapa yang diperam (difermentasi) selama beberapa hari sehingga menghasilkan minyak pliek u, diberi nama berdasarkan tahap proses fermentasi dan penjemuran menggunakan sinar matahari, yaitu minyak pliek u yang tidak dijemur disebut minyeuk simplah/minyeuk reték/minyeuk lepi, sedangkan yang dijemur disebut minyeuk brôk. Pliek u adalah ampas yang diperoleh dari daging buah kelapa yang telah diperam dan diparut (dikukur) dan setelah diperoleh minyak pliek u. Pliek u memiliki namanama yang lain seperti pi, piek atau piu (Bakar et al. 1985), nama-nama tersebut juga tercantum dalam kamus Aceh-Belanda yaitu pi, pië’, plië’ dan pi oe (Djajadiningrat dan Drewes 1934). 2.3. Aktivitas dan Efektivitas Daging Buah dan Minyak Kelapa sebagai Antimikrob Kandungan asam lemak jenuh (terutama rantai karbon pendek dan sedang) dalam minyak kelapa ternyata memiliki aktivitas utama sebagai obat. Penelitian terhadap minyak kelapa sudah dilakukan sejak tahun 1966, terutama terhadap aktivitas asam laurat sebagai agen antimikrob (Kabara 1978; Enig 1998). Komponen terbesar asam lemak jenuh pada daging buah dan minyak kelapa adalah asam laurat (48-50%), yang sangat berperan dalam makanan berkaitan dengan fungsinya sebagai antibakteri, antijamur, antivirus dan antiprotozoa (Enig 2000) serta tidak toksik terhadap mukosa saluran pencernaan (Kabara 2000). Selain itu mengkonsumsi daging buah dan air
7
kelapa secara alami dapat menormalkan lemak tubuh, mencegah kerusakan hati akibat alkohol, dan dapat meningkatkan sistem imun terhadap respon anti-inflammasi. Kabara (1978), melaporkan bahwa asam lemak jenuh dengan panjang rantai karbon sedang dan derivatnya (monogliserida) mempunyai aktivitas antimikrob terhadap beberapa mikrob, yaitu terhadap bakteri, jamur dan virus penyebab infeksi pada mukosa dan kulit. Asam laurat adalah asam lemak jenuh rantai sedang (C12) yang fungsinya sangat penting karena dapat diubah menjadi monolaurat dalam tubuh manusia dan hewan. Monolaurat bersifat antibakteri, antivirus dan antiprotozoa. Monolaurat adalah monogliserida, paling aktif dibandingkan dengan asam laurat itu sendiri, yang digunakan untuk menghancurkan mikrob patogen. Menurut Wang et al. (1993), kandungan asam lemak jenuh rantai pendek dan rantai sedang yang sangat tinggi di dalam minyak kelapa menyebabkan substrat ini penting untuk sintesis monogliserida sebagai antimikrob. Monogliserida yang diisolasi dari minyak kelapa yang sudah dipatenkan dengan nama monolaurin mempunyai aktivitas antibakteri dan antivirus dan tidak menimbulkan resistensi, namun monogliserida dalam bentuk sintetis tidak memperlihatkan aktivitas antimikrob (Kabara 2000).
Monolaurat (MC12) atau
monolaurin diketahui mempunyai aktivitas antimikrob yang baik terhadap bakteri Gram positif, kapang dan khamir serta sebagian bakteri Gram negatif (Kabara 1993; Wang dan Johnson 1992; Rohani-Razavi dan Griffith 1994).
Pendapat tersebut
didukung oleh Isaacs dan Thormar (1991), yang menyatakan bahwa monolaurat ternyata tidak aktif terhadap bakteri Gram negatif seperti E. coli yang diisolasi dari saluran pencernaan dan Salmonellae Enteritidis. Monolaurat
juga
aktif
terhadap
beberapa
patogen
seperti
Listeria
monocytogenes, Staphylococcus aureus, Streptococcus agalactiae grup A, F dan G, dan juga sebagai antiprotozoa seperti Giardia lamblia. Beberapa hasil penelitian menyatakan
bahwa
asam
laurat
mempunyai
aktivitas
antibakteri
terhadap
Carnobacterium piscicola, Lactobacillus curvatus dan Lactobacillus sake (Quattara et al. 1997). Pengujian aktivitas antimikrob dari monogliserida juga sedang dilakukan terhadap Helicobacter pylori (Kabara 2000). Monolaurin juga digunakan untuk mengobati HIV/AIDS (Dayrit
2000).
Penelitian yang dilakukan terhadap tujuh pasien HIV/AIDS yang diterapi dengan monolaurin asal minyak kelapa pada dosis 2.4 g memberikan hasil yang sangat baik. Pasien HIV/AIDS yang diterapi selama 3 bulan menunjukkan penurunan jumlah virus
8
pada 5 pasien, namun satu pasien meninggal setelah terapi 2 minggu. Dari lima pasien tersebut yang pengobatannya diteruskan selama 6 bulan ternyata 2 pasien sembuh total. Monolaurin juga efektif terhadap virus lain seperti cytomegalovirus (CMV), measles, herpes simplex (HSV-1), virus penyebab vesicular stomatitis dan visna virus (Enig 2000). Penelitian semakin dikembangkan pada derivat asam lemak lainnya yaitu monokaprat dari asam kaprat, efeknya hampir sama baiknya dengan asam laurat. Asam kaprat juga merupakan asam lemak jenuh rantai sedang, yang akan berfungsi jika diubah menjadi monokaprat di dalam tubuh manusia dan hewan. Menurut Enig (2000), monokaprat juga aktif melawan HIV dan sedang diuji terhadap beberapa virus lainnya, selain itu juga bersifat antibakteri terhadap Chlamydia sp. 2.4. Mekanisme Kerja Asam Lemak dan Minyak sebagai Antimikrob Secara umum kerja asam lemak jenuh sebagai antimikrob adalah langsung beraksi ke target membran sel sehingga menyebabkan kerusakan membran, walaupun secara rinci mekanisme selanjutnya belum dapat dijelaskan (Kabara 2000). Penelitian mengenai mekanisme antibakteri monogliserida masih terus dilakukan (Wang dan Johnson 1992). Pada dasarnya mekanisme kerja agen antimikrob diperantarai adanya interaksi agen antimikrob dengan stereospesifik, misalnya protein reseptor, enzim dan lain-lain. Selain itu sifat-sifat fisikokimia antimikrob (tegangan dan hidrofobisitas) merupakan faktor penentu utama efektivitas antimikrob. Efektivitas suatu antimikrob sangat bergantung pada kemampuannya mencapai target sasaran, terutama bagian-bagian sel sasaran dan sifat hidrofilik-hidrofobik antimikrob ataupun sel mikrob (Hogan 2003).
Menurut Davidson (2001), ada
beberapa faktor yang mempengaruhi aktivitas antimikrob terhadap mikrob sasaran, yaitu 1) merusak komponen penyusun sel, terutama pada bagian luar (permukaan sel), 2) adanya reaksi antimikrob dengan membran sel yang mengakibatkan perubahan permiabilitas dan hilangnya komponen penyusun sel, 3) menghambat kerja enzim yang berperan pada metabolisme sel, 4) mempengaruhi fungsi material genetik, dan 5) mempengaruhi kandungan ion Mg2+ dan Ca2+ pada membran. Sasaran awal antimikrob adalah permukaan luar sel mikrob, walaupun permukaan setiap mikrob tidak sama sehingga akan mempengaruhi aktivitas antimikrob. Asam lemak dan monogliserida mampu merusak penyelubung virus dan membran sel bakteri. Sifat lipofilik dari monogliserida memungkinnya untuk menembus membran plasma dan menghambat aktivitas enzim yang terlibat dalam
9
produksi energi atau transpor nutrisi (Wang dan Johnson 1992). Monolaurat diduga mengakibatkan kerusakan membran, menyebabkan kebocoran protein intraseluler dan asam nukleat, sehingga menurunkan aktivitas enzim yang berperan dalam metabolisme (Kabara 1993). Aktivitas monolaurin pada virus berkaitan dengan kemampuannya melarutkan lemak dan fospolipid yang menyebabkan disintegrasi penyelubung virus. Selain itu kerja monolaurin sebagai antivirus juga berpengaruh pada pembentukan virus dan kematangan virus.
Menurut Projan et al. (1994), aktivitas monolaurin sebagai
antibakteri adalah mempengaruhi atau mengganggu signal transduksi bakteri, hal yang sama juga terjadi pada asam laurat terhadap perangkat virus (Hornung et al. 1994). Sebagian asam lemak jenuh, seperti asam laurat (C12) mempunyai aktivitas tinggi sebagai antiviral dibandingkan asam kaprilat (C8), asam kaprat (C10) atau asam miristat (C14).
Gabungan antara beberapa monogliserida seperti gabungan
monolaurin dengan monokaprin sangat efektif membunuh bakteri Gram negatif seperti E. coli. Aktivitas antibakteri asam lemak dan monogliserida dapat bersifat bakterisidal yang mengakibatkan distorsi irreversible karena efeknya seperti surfaktan pada membran sel bakteri dan menyebabkan dislokasi komponen sistem energi pada mitokondria dan menghambat sistesa ATP (Kabara 1993). Asam lemak dan monogliserida menyebabkan penurunan glikolisis dan menstimulasi glukoneogenesis. Pengaruh kerja dari asam lemak dan monogliserida terhadap sistem oksidasi NADH2 memiliki kesamaan. Aktivitas sistem ini menurun 50%. Pengaruh kedua antimikrob ini adalah terhadap respirasi seluler, namun ada perbedaan aksi diantara keduanya. Efek penghambatan monogliserida terhadap sistem enzim menunjukkan bahwa monogliserida hanya bekerja pada sisi oksigen dan gugus flavin dari NADH2 dehidrogenase, sedangkan asam lemak merupakan penghambat kurang spesifik yang aktivitasnya beraksi pada beberapa sisi dan aksinya belum jelas. Perbedaan membran sel antara bakteri Gram positif dengan bakteri Gram negatif menyebabkan perbedaan kemampuan antimikrob. Bakteri Gram positif mengandung 90% peptidoglikan yang terdiri dari turunan gula, asam amino L-alanin, D-alanin, Dglutamat dan lisin serta lapisan tipis asam teikoat dan asam teikuronat (Lay dan Hastowo 1992). Pada bagian luar bakteri Gram negatif terdapat peptidoglikan yang sangat tipis (5-20%) yang berbeda dengan bakteri Gram positif (Gambar 1), namun dilapisi oleh membran luar yang terdiri dari lipopolisakarida, fosfolipid dan protein.
10
Membran luar bakteri, terutama membran luar bakteri Gram negatif berfungsi untuk mempertahankan permiabilitas sel, yang bertanggung jawab terhadap masuknya molekul lain, seperti antibiotik, deterjen, pewarna untuk mencapai membran sitoplasma (Galvez et al. 1991). Hanya molekul yang bersifat hidrofilik yang mampu melewati lipopolisakarida membran sel bakteri Gram negatif. Pada bakteri Gram positif tidak ada lapisan lipopolisakarida, sehingga molekul yang bersifat hidrofilik dan hidrofobik mampu melewati permukaan luar sel.
flagella Bakteri Gram positif
Bakteri Gram negatif
lipopolisakarida Asam teikoat
kait lipoprotein
porin
Protein M Lipid A Membran luar Jembatan silang peptida Peptidoglikan Ruang periplasma Membran sitoplasma protein rotor fosfolipid
Gambar 1 Perbedaan permukaan sel bakteri Gram positif dan Gram negatif (Moat dan Foster 1988) Mekanisme kerja antimikrob yang berasal dari lemak kelapa dapat disebabkan struktur lemak senyawa tersebut, yaitu monogliserida yang lebih aktif sebagai antimikrob dibandingkan asam lemaknya (Kabara 2000). Selain itu hanya monogliserida yang aktif sebagai antimikrob, sedangkan digliserida dan trigliserida tidak aktif. Efek senyawa antimikrob minyak sangat dipengaruhi oleh spesifikasi minyak, misalnya metode untuk memperoleh minyak atau cara ekstraksinya (penggunaan larutan organik untuk ekstraksi) (Maguire 2000). Secara umum mekanisme kerja minyak sebagai antibakteri terjadi dalam dua kategori, yaitu 1), secara langsung merusak membran sel, dan 2), secara tidak langsung berinteraksi dengan membran melalui peningkatan permiabilitas, yang akhirnya sama-sama menyebabkan sel pecah (Gambar 2).
11
antimikrob Bakteri Gram negatif
Bakteri Gram positif
tidak bisa masuk Membran luar porin antimikrob Ruang periplasma peptidoglikan Membran sitoplasma Antimikrob
Bakteri berfilamen lisis Bakteri berfragmen
Gambar 2 Mekanisme kerja antimikrob pada bakteri (Maguire 2000) Pada kategori pertama minyak bisa bertindak seperti deterjen atau larutan organik, melarutkan lemak pada membran bakteri dan langsung merusaknya. Pada kategori kedua, interaksi terjadi lebih spesifik pada lemak bilayer pada membran dan membentuk lubang atau sumur, yang menyebabkan berbagai macam bahan masuk ke dalam sel, sehingga sel membengkak dan pecah.
Pada beberapa kasus, minyak
kemungkinan mempunyai lebih banyak interaksi spesifik dengan beberapa bagian pelengkap metabolik pada sel, sehingga minyak dengan mudah dapat menghambat kerja enzim yang membantu fungsi sel pada proses metabolisme, sehingga minyak menjadi toksik bagi bakteri.