II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manfaat Kelapa Sawit Bagian tanaman kelapa sawit yang bernilai ekonomis adalah buah. Buah tersusun dalam sebuah tandan dan disebut TBS (Tandan Buah Segar). Buah diambil minyaknya dengan hasil sabut (daging buah/mesocrap) menghasilkan minyak sawit kasar (CPO) 2024% dan inti sawit sebanyak 6% yang menghasilkan inti sawit (PKO) 3-4%.
Manfaat
minyak kelapa sawit diantaranya sebagai bahan baku untuk industri pangan dan industri non pangan. 2.1.2. Minyak Sawit Untuk Industri Pangan Minyak sawit yang digunakan sebagai produk pangan dihasilkan dari minyak sawit maupun minyak inti sawit. Produksi CPO Indonesia sebagian besar difraksinasi sehingga dihasilkan fraksi olein cair dan fraksi strein padat. Fraksi olein tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik sebagai pelengkap minyak goreng dari minyak kelapa (Fauzi dkk, 2005). Sebagai bahan baku untuk minyak makan, minyak sawit antara lain digunakan dalam bentuk minyak goreng, margarin, butter dan bahan untuk membuat kue-kue. Sebagai bahan pangan, minyak sawit mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan minyak goreng lain, antara lain mengandung karoten yang diketahui berfungsi sebagai anti kanker dan tokoferol sebagai sumber vitamin E (Fauzi dkk, 2005). Disamping itu, kandungan asam linoleat dan lenolenatnya rendah sehingga minyak goreng yang terbuat dari buah sawit memiliki kemantapan kalor
(Heat steability) yang
tinggi dan tidak mudah teroksidasi. Oleh kerena itu, minyak sawit sebagai minyak goreng bersifat lebih awet dan makanan yang digoreng menggunakan minyak sawit tidak mudah tengik (Fauzi dkk, 2005). 2.1.3. Minyak Sawit Untuk Industri Non Pangan a. Bahan Baku Untuk Industri Farmasi
Minyak sawit mempunyai potensi yang cukup besar digunakan untuk industri-industri non pangan, industri farmasi, dan industri oleokimia. Produk non pangan yang dihasilkan dari minyak sawit diproses melalui proses hidrolisis (splinting) untuk menghasilkan asam lemak dan gliserin (Fauzi dkk, 2005). Minyak kelapa sawit juga mempunyai potensi yang cukup besar untuk industri kosmetik dan farmasi karena mempunyai sifat sangat mudah diabsorpsi oleh kulit yang banyak dipakai untuk pembuatan shampo, krim (cream), minyak rambut, sabun cair, lipstik dan lain-lain (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005). Minyak kelapa sawit mengandung β-karotena yang cukup tinggi.
Karotena ini
banyak dipakai untuk obat kanker paru-paru dan kanker payudara (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005). Menurut Fauzi dkk. (2005), selain menghasilkan minyak, hasil sampingan dari prosessing buah kelapa sawit yaitu : -
Ampas dan tandan buah yang dapat diabukan dan digunakan sebagai pupuk kalium dan ampas sebagai bahan bakar boiler.
-
Ampas inti sawit dapat digunakan sebagai pakan ternak.
- Cangkang atau tempurung dapat diolah menjadi arang dan sebagai bahan pengeras jalan.
2.1.4. Minyak Sawit Sebagai Bahan Bakar Alternatif ( Palm Biodiesel )
Palm biodiesel dibuat
menggunakan bahan baku minyak sawit (CPO) maupun
minyak inti sawit (PKO). Produksi palm biodiesel dapat dilakukan melalui transesterifikasi minyak sawit dengan metanol.
Proses ini dianggap lebih efisien dan ekonomis bila
dibandingkan dengan cara esterifikasi hidrolisis dengan metanol (Fauzi dkk, 2005).
Palm biodiesel mempunyai sifat kimia dan fisika yang sama dengan minyak bumi (peatroleum diesel) sehingga dapat digunakan langsung untuk mesin diesel atau dicampur dengan petroleum diesel. Namun, palm biodiesel memiliki keunggulan lain yaitu
mengandung oksigen. Selain itu, palm biodiesel merupakan bahan bakar yang lebih bersih dan mudah ditangani karena tidak mengandung sulfur atau senyawa benzene yang karsinogenik (Fauzi dkk, 2005). Pengembangan palm biodiesel yang berbahan baku minyak sawit terus dilakukan karena selain untuk mengantisipasi cadangan minyak bumi yang semakin terbatas, produk biodiesel termasuk produk yang bahan bakunya dapat diperbaharui dan ramah limgkungan. Di samping itu, produksi gas karbondioksida (CO2) dari hasil pembakarannya dapat dimanfaatkan kembali oleh tanaman.
Penggunaan palm biodiesel juga dapat mereduksi
efek rumah kaca, polusi tanah, serta melindungi kelestarian perairan dan sumber air minum (Fauzi dkk, 2005). 2.1.5. Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit a. Hasil Olahan TBS (Tandan buah segar) Tandan buah segar yang diolah tidak hanya menghasilkan minyak sawit dan minyak inti sawit saja, tetapi ada beberapa hasil ikutan dari limbah yang masih dapat dimanfaatkan. Misalnya makanan ternak dan sebagai pupuk ( Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005 ).
Sebagai Pupuk Menurut Mangoensoekarjo dan Semangun (2005), bahwa limbah pabrik adalah
produk sampingan yang dihasilkan pabrik CPO dan PKO dari proses pengolahan TBS. Terdapat dua macam limbah pabrik yaitu limbah padat dan limbah cair.
Limbah padat
adalah tandan kosong, fiber. cangkang , sampah loading ramp, dan solid decanter. Sementara limbah cair adalah limbah cair dari kolam limbah. Kedua jenis limbah pabrik tersebut dapat diaplikasikan ke tanaman dengan tujuan adalah : 1. Dari sisi pabrik adalah untuk mengurangi biaya pengolahan limbah. 2. Dari sisi kebun adalah untuk mengganti sebagian atau seluruh hara yang biasanya diberikan melalui pupuk anorganik dengan tujuan menghemat biaya pemupukan, mendaur-ulang limbah pabrik ke kebun dengan tujuan menghindari pencemaran
lingkungan, memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologis serta menambah bahan organik di dalam tanah sehingga perkembangan akar dapat meningkat.
Sebagai Bahan Bakar dan Energi Cangkang tempurung kelapa sawit dan tandan kosong dapat dimanfaatkan sebagai
bahan bakar. Pemanfaatan tempurung sebagai bahan bakar dapat langsung digunakan atau dibuat arang. Tandan kosong, cangkang dan serat dapat digunakan sebagai bahan bakar pembangkit tenaga listrik. Dari TBS sebanyak 10.000 ton mampu menghasilkan listrik sebesar 1.000 KW. Skema kerjanya adalah limbah tersebut dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk menguapkan air, kemudian dialirkan untuk menggerakkan turbin pembangkit listrik (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005). b. Tempurung Buah Sawit Untuk Arang Aktif Tempurung kelapa sawit merupakan salah satu limbah pengolahan minyak kelapa sawit yang cukup besar yaitu mencapai 60 % dari produksi minyak. Tempurung buah kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai arang aktif. Arang aktif dimanfaatkan oleh berbagai macam industri antara lain industri minyak, karet, gula, dan farmasi. Selama ini diperkebunan, tempurung kelapa sawit digunakan hanya sebagai bahan bakar pembangkit tenaga uap dan bahan pengeras jalan (Fauzi dkk, 2005). c. Batang dan Tandan Sawit Untuk Pulp Kertas Kebutuhan pulp kertas di Indonesia sampai saat ini masih dipenuhi dari import. Padahal potensi untuk menghasilkan pulp di dalam negeri cukup besar. Salah satu alternatif adalah dengan memanfaatkan batang dan tandan kosong kelapa sawit untuk digunakan sebagai bahan pulp kertas dan papan serat.
Di Indonesia sudah mulai banyak industri
kertas memanfaatkan limbah kelapa sawit tersebut sebagai alternatif bahan baku. Proses pembuatan pulp kertas dapat dilakukan dengan dua cara yaitu proses dengan NaOH dan proses dengan sulfat (sulfat tissue).
Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa
pengolahan dengan sulfat tissue memenuhi Standart Industri Indonesia (Fauzi dkk, 2005).
d. Batang Kelapa Sawit Untuk Perabot dan Papan Partikel Batang kelapa sawit yang sudah tua dapat dibuat sebagai bahan perabot rumah tangga seperti mebel, furniture atau sebagai papan partikel. Setiap batang kelapa sawit dapat diperoleh kayu sebanyak 0,34 m3. Sifat-sifat yang dimiliki kayu kelapa sawit tidak berbeda jauh dengan kayu-kayu yang biasa digunakan untuk perabot rumah tangga sehingga berpeluang untuk dimanfaatkan secara luas (Fauzi dkk, 2005). e. Batang Dan Pelepah Sawit Untuk Pakan Ternak Batang dan pelepah dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Pada prinsipnya terdapat 3 cara pengolahan batang kelapa sawit untuk dijadikan pakan ternak yaitu pengolahan menjadi silase, perlakuan NaOH dan pengolahan dengan menggunakan uap. Untuk pelepah sawit, pengolahan yang paling efisien adalah dengan membuat silase. Pengalaman peternak sapi di Malaysia pada usaha penggemukan sapi dengan skala 1.500 ekor, menggunakan komposisi makanan campuran dengan perbandingan 50 % pelepah kelapa sawit dan 50 % konsentrat (Fauzi dkk, 2005) 2.2. Sistematika Tanaman Kelapa Sawit Upaya klasifikasi kelapa sawit sudah dimulai sejak abad ke-16, dimana para ahli berbeda pendapat mengenai klasifikasi kelapa sawit. Hal ini disebabkan pada masa lampau Ilmu Taksonomi maupun ilmu yang berkaitan dengan kelapa sawit belum berkembang seperti sekarang, dan peralatan yang tersedia masih sederhana. Dalam dunia botani, semua tumbuhan diklasifikasikan untuk memudahkan dalam identifikasi secara ilmiah. Metode pemberian nama ilmiah (Latin) ini dikembangkan oleh Carolus Linnaeus (Pahan, 2008). Taksonomi kelapa sawit yang umum diterima sekarang adalah sebagai berikut : Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledoneae
Ordo
: Spadiciflorae (Arecales)
Famili
: Palmae (Arecaceae)
Sub famili
: Cocoideae
Genus
: Elaeis
Spesies
: Elaeis guineensis Jacq.
Kata Elaeis (Yunani) berarti minyak, sedangkan kata Guineensis dipilih berdasarkan keyakinan Jacquin bahwa kelapa sawit berasal dari Guinea yaitu Pantai Barat Afrika (Pahan, 2008). 2.3. Morfologi Tanaman Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit dapat dibedakan menjadi 2 bagian yaitu bagian vegetatif dan bagian generatif. Bagian vegetatif kelapa sawit meliputi akar, batang dan daun, sedangkan bagian generatif terdiri dari bunga dan buah (Pahan, 2008). 2.3.1. Bagian Vegetatif a. Akar (Radix) Akar kelapa sawit berfungsi sebagai penyerap unsur hara di dalam tanah dan respirasi. Selain itu, akar juga sebagai penyangga berdirinya tanaman pada ketinggian yang mencapai puluhan meter sampai tanaman berumur 25 tahun.
Sistem perakaran kelapa
sawit merupakan sistem akar serabut, yang terdiri dari akar primer, sekunder, tersier dan kuarter. Akar primer umumnya berdiameter 6–10 mm., keluar dari pangkal batang dan menyebar secara horisontal dan menusuk ke dalam tanah dengan sudut yang beragam. Akar primer bercabang membentuk akar sekunder yang diameternya 2-4 mm. Akar sekunder bercabang membentuk akar tersier yang berdiameter 0,7-1,2 mm dan umumnya bercabang lagi membentuk akar kuarterner (Pahan, 2008). Secara umum, sistem perakaran kelapa sawit lebih banyak berada dekat dengan permukaan tanah, tetapi pada keadaan tertentu akar juga dapat menusuk lebih dalam. Pada areal tanaman kelapa sawit umur 5 tahun seluas 1 ha, permukaan absorpsi dari akar tersier dan kuarterner 5 kali lebih
besar dari pada akar primer dan akar sekunder yang
digolongkan sebagai akar penjelajah (Pahan, 2008). Gambar penampang perakaran kelapa sawit dapat dilihat pada gambar 1 berikut.
Gambar 1. Penampang perakaran kelapa sawit b. Batang (Caulis) Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil dan umumnya tidak bercabang. Pada ujung batang terdapat titik tumbuh yang terus berkembang membentuk daun dan ketinggian batang. Batang berfungsi sebagai penyangga tajuk serta menyimpan dan mengangkut bahan makanan (Fauzi dkk, 2008). Batang kelapa sawit terdiri dari pembuluh–pembuluh yang terikat secara diskrit dalam jaringan parenkim. Meristem pucuk terletak di ujung batang. Aktivitas meristem pucuk hanya memberikan sedikit kontribusi terhadap jaringan batang karena fungsi utamanya untuk menghasilkan daun dan influorescen bunga. Batang kelapa sawit diselimuti oleh pangkal pelepah daun tua sampai pada umur 11 – 15 tahun. Setelah itu bekas pelepah daun mulai rontok, yang biasanya di mulai pada bagian tengah batang kemudian meluas ke atas dan ke bawah (Pahan, 2008). Batang kelapa sawit tumbuh tegak lurus dan pelepah daun menempel membalut batang. Pada tanaman dewasa diameternya dapat mencapai 40–60 cm, bagian bawah batangnya lebih gemuk disebut bongkol bawah.
Kecepatan tumbuh berkisar 35–75
cm/tahun. Sampai tanaman berumur 3 tahun batang belum terlihat karena masih terbungkus pelepah yang belum ditunas. Karena sifatnya yang phototropi dan heliotropi (menuju cahaya dan arah matahari) maka pada keadaan terlindung, tumbuhnya akan lebih cepat tetapi diameter batang lebih kecil (Pahan, 2008) Tinggi batang kelapa sawit bertambah 25–45 cm/tahun. Jika kondisi lingkungan sesuai, pertambahan tinggi batang kelapa sawit dapat mencapai 100 cm.tahun-1. Tinggi maksimum tanaman kelapa sawit yang ditanam di perkebunan antara 15–18 m, sedangkan di alam dapat mencapai 30 m. Pertumbuhan batang kelapa sawit tergantung pada jenis tanaman, kesuburan lahan dan iklim setempat. Gambar 2 penampang batang kelapa sawit dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 2. Penampang batang kelapa sawit
c. Daun ( Folium ) Daun kelapa sawit terdiri dari beberapa bagian yaitu: (1) Kumpulan anak daun
(leaflets) yang mempunyai helaian (lamina) dan tulang anak daun (midrib), (2) Rachis yang merupakan tempat melekatnya anak daun, (3) Tangkai daun (petiole) yang merupakan bagian antara daun dan batang, (4) Seludang daun (sheath) yang berfungsi sebagai perlindungan dari kuncup dan memberikan kekuatan pada batang. Daun kelapa sawit mirip
dengan daun kelapa yaitu membentuk susunan daun majemuk, bersirip genap dan bertulang sejajar. Daun-daun membentuk satu pelepah yang panjangnya mencapai lebih dari 7,5-9 m. Jumlah anak daun disetiap pelepah berkisar antara 250-400 helai, daun muda yang masih kuncup berwarna kuning pucat. Pada tanah yang subur, daun cepat membuka sehingga makin efektif melakukan fungsinya sebagai tempat berlangsungnya fotosintesis dan respirasi. Semakin lama proses fotosintesis berlangsung, semakin banyak bahan makanan yang dibentuk sehingga produksi akan meningkat. Jumlah pelepah, panjang pelepah, dan jumlah anak daun tergantung pada umur tanaman. Tanaman yang berumur tua, jumlah pelepah dan anak daun lebih banyak. Begitu pula pelepahnya akan lebih panjang dibandingkan dengan tanaman yang masih muda (Fauzi dkk, 2005). Daun pertama yang keluar pada stadia bibit berbentuk lanset (lanceolate), beberapa minggu kemudian terbentuk daun terbelah dua (bifurcate) dan setelah beberapa bulan terbentuk daun seperti bulu (pinnate). Misalnya bibit berumur 12 bulan susunan daun terdiri atas 5 lanceolate, 4 bifurcate dan 10 pinnate.
Pangkal pelepah daun (petiole) adalah
tempat duduknya helaian daun (leaflet) dan terdiri dari rachis (basis foli), tangkai daun (petiole) dan duri (spine), helaian anak daun (lamina), ujung daun (apex foli), lidi (nervatio), daun (margo folii) dan daging daun (intervenium) (Fauzi dkk, 2005). Filotaksis adalah pola susunan daun-daun pada batang dan sangat menarik pada tanaman kelapa sawit, terutama karena polanya sangat jelas dan dapat diamati dari bekas (rumpang) daun yang dapat bertahan lama di batang. Primordia dalam pola spiral mulai dari titik tumbuh (apex).
Umumnya spiral genetik kelapa sawit memutar ke kanan dan
hanya sejumlah kecil yang memutar ke kiri (Pahan, 2008). Daun mempunyai rumus kedudukan dengan rumus 3/8, artinya 8 buah pelepah daun berurutan terdapat pada 3 lingkaran spiral dimana daun kesembilan akan segaris dengan daun pertama. Daun pertama adalah daun termuda dengan kondisi yang telah membuka
sempurna. Lingkaran ada yang berputar ke kiri dan ada yang berputar ke kanan tetapi kebanyakan berputar ke kanan. Pengenalan ini penting untuk diketahui agar dapat mengetahui letak daun ke-9, ke-17 dan lain-lain yang dipakai sebagai standar pengukuran pertumbuhan maupun pengambilan contoh daun dan pengamatan lainnya.
Produksi
pelepah daun selama setahun dapat mencapai 20–30, kemudian akan berkurang sesuai dengan umur menjadi 18-25 atau kurang (Fauzi dkk, 2005). Gambar kedudukan daun (phylotaxis) kelapa sawit dapat dilihat pada gambar 3 berikut.
Gambar 3. Kedudukan daun ( phylotaxis ) kelapa sawit 2.3.2. Bagian Generatif a. Bunga ( Flos ) Kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu (monoecious), artinya bunga jantan dan bunga betina terdapat dalam satu tanaman dan masing-masing terangkai dalam satu tandan. Rangkaian bunga jantan terpisah dengan bunga betina.
Setiap rangkian bunga
muncul dari pangkal pelepah daun. Sebelum bunga mekar dan masih diselubungi seludang, bunga dapat dibedakan antara bunga jantan dan bunga betina dengan melihat bentuknya (Fauzi dkk, 2005). Tanaman kelapa sawit akan berbunga pada umur ± 14-18 bulan. Pada mulanya keluar bunga jantan kemudian secara bertahap akan muncul bunga betina.
Terkadang
ditemui bunga banci yaitu bunga jantan dan bunga betina ada pada satu rangkain (Lembaga Pendidikan Perkebunan, 2000).
Tandan bunga betina dibungkus oleh seludang yang akan pecah 15–30 hari sebelum anthesis. Satu tandan bunga betina memiliki 100–200 spikelet dan setiap spikelet 15–20 bunga betina dan yang akan diserbuki tepung sari. Pada tandan tanaman dewasa dapat diperoleh 600–2000 buah tergantung pada
besarnya tandan dan setiap pokok dapat
menghasilkan 15–25 tandan/pokok/tahun (Lembaga Pendidikan Perkebunan, 2000 ). Bunga jantan bentuknya lonjong memanjang dengan ujung kelopak agak meruncing dan garis tengah bunga lebih kecil. Letak bunga jantan yang satu dengan yang lainnya sangat rapat dan membentuk cabang bunga yang panjangnya antara 10–12 cm.
Pada
tanaman dewasa satu tandan mempunyai ± 200 cabang bunga. Setiap cabang bunga mengandung 700–1200 bunga jantan. Bunga jantan terdiri dari 6 helai benang sari dan 6 perhiasan bunga. Hari pertama kelopak terbuka dan mengeluarkan tepung sari dari ujung tandan bunga, pada hari kedua bagian tengah dan hari ketiga di bagian bawah tandan yang akan keluar serbuk sari. Serbuk sari berwarna kuning pucat dan berbau spesifik. tandan bunga jantan dapat menghasilkan 25–50 gram tepung sari.
Satu
Setiap bunga akan
dibuahi dengan serbuk sari yang menghasilkan buah tersusun pada tandan
(
Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005 ). Gambar penampang bunga kelapa sawit dapat dilihat pada gambar 4 berikut.
Gambar 4. Penampang bunga jantan dan bunga betina kelapa sawit. b. Buah ( Fructus ) Buah kelapa sawit termasuk jenis buah keras (drupe), menempel dan bergerombol pada tandan buah. Jumlah per tandan dapat mencapai 1.600, berbentuk lonjong sampai
membulat. Panjang buah 2-5 cm, beratnya 15-30 gram. Bagian-bagian buah terdiri atas kulit buah (exocarp), sabut (mesocarp).
Eksokarp dan mesokarp disebut perikarp
(pericarp). Biji terdiri atas cangkang (endocarp) dan inti (kernel), sedangkan inti sendiri terdiri atas endosperm atau putih lembaga dan embrio. Dalam embrio terdapat bakal daun (plumula), bakal akar (radicula) ( Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005 ). Buah yang ditanam umumnya adalah varietas nigrescens dengan warna buah ungu kehitaman saat mentah dan buah akan matang 5-6 bulan setelah penyerbukan. Buah yang matang dibedakan atas matang morfologis yaitu buah telah sempurna bentuknya serta kandungan minyaknya sudah optimal sedangkan matang fisiologis adalah buah yang sudah matang sempurna yaitu telah siap untuk tumbuh dan berkembang. Gambar penampang buah mentah dan matang kelapa sawit dapat dilihat pada gambar 5 berikut.
Gambar 5. Penampang buah mentah dan matang kelapa sawit 2.4. Varietas Tanaman Kelapa Sawit Varietas tanaman kelapa sawit dapat dibedakan berdasarkan tebal cangkang /tempurung dan daging buah, serta warna kulit buahnya.
Berdasarkan ketebalan
cangkang/tempurung dan daging buah varietas kelapa sawit dibedakan : a. Dura Varietas ini memiliki tempurung yang cukup tebal yaitu antara 2 - 8 mm dan tidak terdapat lingkaran sabut pada bagian luar cangkang. Daging buah relatif tipis yaitu 35 – 50 % terhadap buah, kernel (daging biji) lebih besar dengan kandungan minyak sedikit.
b. Tenera Berdasarkan tebal tipisnya cangkang sebagai faktor homozygote tunggal yaitu Dura bercangkang tebal jika dikawinkan dengan Pisifera bercangkang tipis maka akan menghasilkan varietas baru yaitu Tenera. c.
Pisifera Ketebalan cangkang sangat tipis, bahkan hampir tidak ada tetapi daging buahnya
tebal, lebih tebal dari buah Dura, daging biji sangat tipis, tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis lain dan dipakai sebagai pohon induk jantan. Berdasarkan warna kulit buahnya kelapa sawit dibedakan atas tiga varietas kelapa sawit yaitu : a. Nigrescens yaitu
buah muda bewarna ungu kehitam–hitaman dan buah masak
berwarna jingga kehitam–hitaman. b. Virescens yaitu buah berwarna hijau waktu muda dan matang menjadi orange. c. Albescens yaitu buah muda warna keputih–putihan dan buah masak kekuning-kuningan dan ujungnya ungu kehitaman ( Fauzi dkk, 2005). Gambar penampang buah kelapa sawit dapat dilihat pada gambar 6 berikut.
Gambar 6. Penampang buah kelapa sawit 2.5. Syarat Tumbuh Kelapa Sawit 2.5.1. Iklim Faktor iklim sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tandan kelapa sawit. Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropika basah di sekitar lintang
Utara (U) - Selatan (S) 12 derajat pada ketinggian 0-500 m dpl. Beberapa unsur iklim yang penting dan saling mempengaruhi adalah curah hujan, sinar matahari, suhu, kelembapan udara, dan angin (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005). a.
Curah Hujan Curah hujan optimum yang diperlukan tanaman kelapa sawit rata-rata 2000-2500
mm/tahun
dengan
distribusi
merata
sepanjang
tahun
tanpa
bulan
kering
yang
berkepanjangan. Curah hujan yang merata dapat menurunkan penguapan dari tanah dan tanaman kelapa sawit. Namun, yang terpenting adalah tidak terjadi defisit air sebesar 250 mm. Bila tanah dalam keadaan kering, akar tanaman sulit menyerap mineral dari dalam tanah. Oleh sebab itu, musim kemarau yang berkepanjangan akan menurunkan produksi. (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005). b. Temperatur Suhu optimal untuk pertumbuhan kelapa sawit adalah 29-30º C, terendah 180 C dan tertinggi 32º C serta kelembaban rata-rata 32º C. Kelembaban optimum yang ideal sekitar 80–90 %. Intensitas penyinaran matahari sekitar 5-7 jam/hari. Jika penyinaran matahari kurang dari 5 jam/hari dapat menyebabkan berkurangnya asimilasi, gangguan penyakit, dan rusaknya jalan karena lambat kering dan lain–lain (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005). Kelembaban rata-rata yang tinggi akan merangsang perkembangan penyakit. Ketinggian dari permukaan laut yang optimal adalah 0-400 meter. Pada ketinggian yang lebih dari 400 meter akan terhambat dan produksi lebih rendah (Pahan, 2008). c.
Intensitas Penyinaran Sinar matahari diperlukan untuk produksi karbohidrat dan memacu pembentukan
bunga dan buah. Untuk itu, intensitas, kualitas,dan lama penyinaran amat berpengaruh. Lama penyinaran optimum yang diperlukan tanaman kelapa sawit antara 5-7 jam/hari (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005).
d. Angin Kecepatan angin 5-6 km/jam sangat baik untuk membantu proses penyerbukan. Angin yang terlalu kencang akan menyebabkan tanaman akan doyong atau miring (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005). 2.5.6. Tanah Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah seperti Podsolik, Latosol, Regosol, Andosol, Organosol dan Aluvial. Sifat fisik tanah yang baik untuk kelapa sawit adalah :
Tebal solum 80 cm, solum yang tebal merupakan media yang baik bagi perkembangan akar sehingga penyerapan hara tanaman akan lebih baik.
Tekstur ringan, memiliki pasir 20-60 %, debu 10-40 %, liat 20-50 %.
Perkembangan struktur baik, kosistensi gembur sampai agak teguh dan permeabilitas sedang.
pH tanah sangat terkait pada ketersediaan hara yang dapat diserap oleh akar. Kelapa sawit dapat tumbuh pada pH 4,0-6,0 namun yang terbaik adalah pH 5-6. Tanah yang mempunyai pH rendah dapat dinaikkan dengan pengapuran, namun membutuhkan biaya yang tinggi. Tanah pH rendah ini biasanya dijumpai pada daerah pasang surut terutama tanah gambut (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005).
2.5.3. Tinggi Tempat Dan Topografi Kelapa sawit akan tumbuh dengan baik pada daerah dengan ketinggian 0-400 m dari permukaan laut, namun yang terbaik adalah pada ketinggian 0-200 m. Tinggi tempat dari permukaan laut erat kaitannya dengan suhu udara. Akibat sulitnya mendapatkan areal yang datar sampai dengan bergelombang saat ini, maka areal topografi berbukit sampai dengan curam juga menjadi pertanaman kelapa sawit, namun tentunya dibutuhkan perlakuan khusus dalam hal konservasi tanah. Agar areal berbukit atau curam yang ditanami kelapa
sawit dapat menguntungkan, diperlukan pembuatan teras-teras yang terencana dan penataan jalan yang baik (Pahan, 2008). 2.6. Budidaya Kelapa Sawit Teknik budidaya perlu diperhatikan untuk mengahasilkan buah kelapa sawit dengan mutu yang
baik, yang
meliputi
pembukaan lahan, pembibitan, penanaman dan
pemeliharaan tanaman yang benar (Fauzi dkk, 2005). 2.6.1. Pembukaan lahan Pembukaan lahan merupakan kegiatan yang dilakukan mulai dari perencanaan tata ruang dan tata letak lahan sampai dengan pembukaan lahan secara fisik.
Kegiatan
membersihkan lahan dari vegetasi yang ada dari daerah bekas hutan, alang–alang dan sebagainya.
Daerah tersebut memiliki topografi yang berbeda–beda dan hal yang perlu
diperhatikan dalam pembukaan areal perkebunan adalah tetap terjaganya lapisan–lapisan olah (Fauzi dkk, 2005). 2.6.2. Imas Pengimasan adalah pekerjaan memotong dan menebas semua jenis kayu maupun semak belukar yang berdiameter kurang dari 10 cm. Pemotongan kayu dilakukan sedapat mungkin dengan permukaan tanah. Pengimasan dilakukan secara manual dengan menggunakan parang dan kapak. Pengimasan bertujuan untuk memudahkan penumbangan (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005). 2.6.3. Tumbang Penumbangan adalah suatu pekerjaan menumbang kayu yang berukuran diameter lebih dari 10 cm dengan gergaji mesin (chain sow). Penebangan dilakukan dengan arah yang sejajar, artinya jika penumbangan awal dilakukan dari arah Utara–Selatan maka penumbangan selanjutnya juga dilakukan dengan arah yang sama. Hal ini bertujuan agar kayu hasil tebangan tidak tumpang- tindih. Setelah penumbangan selesai dilakukan
perumpukan kayu oleh alat berat. Sebelum perumpukan dilakukan sebaiknya batang–batang yang terlalu panjang dan besar dipotong–potong rata–rata sepanjang 6–8 meter. Sedangkan batang–batang yang kecil dan pendek tidak perlu dipotong lagi (Pahan, 2008). 2.6.4. Pembuatan Jalan Jalan merupakan sarana yang sangat penting dan merupakan urat nadi transportasi. Jalan
yang
baik
akan
mampu
mendukung
semua
kegiatan
kebun.
Menurut
Mangoensoekarjo dan Semangun (2005), pembuatan jalan di wilayah pengembangan tanaman kelapa sawit pada umumnya dibedakan dalam beberapa kelas : 1. Jalan Utama (Main Road), adalah jalan yang menghubungkan kantor kebun dengan afdeling, antar afdeling, emplasmen ke luar dengan ukuran 8 meter (5 meter isi jalan, 2 meter bahu jalan dan 1 meter parit). 2. Jalan produksi (Production Road), adalah jalan yang dibuat antara blok yang mengarah Timur–Barat sebagai sarana transportasi buah (panen). Jalan ini berukuran 7 meter (4 meter isi jalan, 2 meter bahu jalan dan 1 meter parit). 3. Jalan koleksi (Collection Road) adalah jalan produksi atau jalan blok yang digunakan sebagai tempat pemungutan hasil dengan ukuran 6 meter (3 meter isi jalan, 2 meter bahu jalan dan 1 meter parit). 4. Jalan peringgan (Pinggir Kebun) adalah jalan yang dibuat dipinggir afdeling atau kebun sebagai sarana untuk pengawasan dan batas wilayah. 5.
Jalan Pikul, yaitu jalan kecil yang sejajar dengan barisan tanaman untuk mengangkut buah ke TPH dan pupuk. Ukuran jalan pikul ini adalah 0,7-1 m.
2.6.5. Pembuatan Saluran Draenase Menurut Pahan (2008), pembuatan saluran air dimaksudkan untuk mengendalikan tata air di wilayah perkebunan. Metode pengendalian tata air yang umum digunakan yaitu irigasi dan draenase. Irigasi merupakan usaha untuk menambah air ke dalam wilayah, sedangkan draenase kebalikannya. Hal ini perlu disadari agar tidak terjadi kekeliruan dalam pemakaian
terminologi irigasi untuk tata nama draenase. Karena kedua sistem ini saling berlawanan dan tidak mungkin digabung menjadi satu kesatuan. Untuk mencegah timbulnya kerancuan dalam tata nama sistem draenase, berikut dijelaskan tipe dan ukuran saluran. a) Draenase Lapangan Draenase lapangan berfungsi menyekap air yang ada dan mengalirkannya di permukaan tanah. Dalam keadaan tertentu berfungsi menurunkan permukaan air tanah dan merupakan parit buatan. b) Draenase Pengumpul Berfungsi mengumpulkan air dari suatu areal tertentu dan mengalirkannya ke pembuangan. Draenase pengumpul merupakan buatan manusia dan dapat berbentuk saluran (parit), kolam, waduk, dan lainnya. Draenase pengumpul juga berupa teras bersambung dan benteng, dimana bentuk pengumpulannya berdiri sendiri dan pembuangannya melalui peresapan tanah. c) Draenase Pembuangan Berfungsi mengeluarkan air dari suatu areal tertentu. Umumnya memanfaatkan kondisi alam yang ada seperti sungai, jurang, rendahan, dan lainnya. Jika tidak dapat memanfaatkan kondisi alam juga dapat berupa saluran buatan, sistem pompa, dan lainlain. 2.6.6. Pengajiran (memancang) Pengajiran sebaiknya dilakukan setelah kegiatan pembersihan lahan dilakukan. Jarak tanam yang dipakai tergantung pada kerapatan tanaman. Kerapatan tanaman adalah jumlah tanaman yang ditanam dalam luas tertentu dan sangat dipengaruhi oleh faktor bahan tanaman, lingkungan dan sistem tanam (Pahan, 2008).
Bila keadaan tanah subur maka jarak tanam yang digunakan semakin lebar dan sebaliknya. Pada umumnya jarak tanam yang sering digunakan adalah 9 x 9 x 9 meter dengan jumlah populasi 143 pohon (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005). 2.6.7. Pembuatan Lubang Tanam Pembuatan lubang tanam dapat dilakukan satu minggu sebelum penanaman. Pembuatan lubang tanam lebih dari satu minggu akan memungkinkan tertimbunnya kembali sebagian tanah yang sudah digali dengan tanah yang berada di sekitar galian lubang itu sendiri. Ukuran lubang tanam 60 cm x 60 cm x 60 cm. Tanah hasil galian dipisahkan antara tanah lapisan atas (top soil) dan bawah (sub soil) (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005). 2.6.8. Persiapan Bahan Tanam dan Pembibitan Pada umumnya tanaman kelapa sawit di Indonesia berasal dari bibit yang dikembangbiakan dengan cara generatif yaitu dengan biji. Na mun sejalan dengan perkembangan
teknologi,
pengadaan
bibit
kelapa
sawit
dapat
dilakukan
dengan
menggunakan kultur jaringan (Fauzi dkk, 2005). Dalam pembibitan dikenal ada dua sistem pembibitan yaitu sistem pembibitan satu tahap ( single stage ) dan sistem pembibitan dua tahap (double stage ). Pada penerapan sistem tahap ganda penanaman bibit dilakukan sebanyak dua kali yaitu tahap pertama kecambah ditanam pada polibag kecil dan dipelihara selama 3 bulan, dan tahap kedua ditanam pada polibag besar dan dipelihara selama 9–10 bulan. Pada prinsipnya, sistem pembibitan ini memiliki tujuan yang sama yaitu untuk menghasilkan bibit yang berkualitas dengan daya tahan tinggi dan kemampuan adaptasi terhadap lingkungan lebih baik. Sehingga faktor kematian bibit di pembibitan dan di lapangan dapat ditekan sekecil mungkin (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005). Adapun kegiatan pelaksanaan pembibitan sebagai berikut :
a.
Syarat Tempat Pembibitan, yaitu : Areal pembibitan harus datar dan rata. Dekat dengan sumber air. Letaknya ditengah–tengah areal yang akan ditanami dan mudah diawasi. Dekat dengan sumber tanah sebagai pengisian kantong plastik.
b. Pengolahan Lahan Pembibitan Lahan pembibitan harus diratakan dan dibersihkan dari segala macam gulma dan dilengkapi dengan instalasi penyiraman (Springkle Irrigation) serta dilengkapi dengan jalan– jalan dan parit–parit draenase. Luas kompleks pembibitan harus sesuai dengan kebutuhan (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005). 2.6.9. Pemeliharaan Pembibitan Bibit yang telah ditanam di pre-nursery atau main-nursery pelu dipelihara dengan baik agar pertumbuhannya sehat dan subur, sehingga bibit akan dapat dipindahkan ke lapangan sesuai dengan umur dan saat tanam yang tepat.
Pemeliharaan bibit meliputi
penyiraman, penyiangan, pemupukan, pengawasan dan seleksi
(Mangoensoekarjo dan
Semangun, 2005). a.
Penyiraman Penyiraman bibit dilakukan dua kali sehari, kecuali bila jatuh hujan lebih dari 7–8
mm/hari yang bersangkutan.
Air untuk menyiram bibit harus bersih dan cara
penyiramannya harus dengan semprotan halus agar bibit dalam polybag tidak rusak dan tanah tempat tumbuhnya tidak padat. Kebutuhan air ± 2 liter/polybag/hari, disesuaikan dengan umur bibit (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005). b. Penyiangan Gulma yang tumbuh di polybag dan antar polybag harus dibersihkan. Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan mencabutnya atau dikoret atau dengan herbisida, sesuai
dengan kondisi dan kerapatan gulma. Penyiangan gulma harus dilakukan 2–3 kali dalam sebulan atau disesuaikan dengan pertumbuhan gulma (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005). c.
Pemupukan Pemupukan bibit sangat penting untuk memperoleh bibit yang sehat, tumbuh cepat
dan subur. Pupuk yang diberikan adalah urea dalam bentuk larutan dan pupuk majemuk. Dosis dan jenis pupuk yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Dosis dan jenis pupuk untuk bibit kelapa sawit. Umur bibit (minggu ke)
Jenis pupuk
4–5
Larutan Urea 0,2 %
6–7
Larutan Urea 0,2 %
6 – 16 17 – 20 21 – 28 29 – 40 41 – 48
Rustika (N,P,K,Mg) 15. 6. 4 Rustika (N,P,K,Mg) 12. 17. 2 Rustika (N,P,K,Mg) 12. 17. 2 Rustika (N,P,K,Mg) 12. 17. 2 Rustika (N,P,K,Mg) 12. 17. 2
Dosis 3 – 4 ltr larutan / 100 bibit 4 – 5 ltr larutan / 100 bibit
15. 12. 12. 12. 12.
Rotasi 1 minggu 1 minggu
1 gram / bibit
1 minggu
5 gram / bibit
2 minggu
8 gram / bibit
2 minggu
15 gram / bibit
2 minggu
17 gram / bibit
2 minggu
Sumber : Prabowo, (2007). c.
Pengawasan dan Seleksi Pengawasan bibit ditujukan terhadap petumbuhan bibit dan perkembangan
gangguan hama dan penyakit.
Bibit yang tumbuh kerdil, abnormal, berpenyakit dan
mempunyai kelainan genetik harus dibuang.
Pembuangan bibit (thinning out) dilakukan
pada saat pemindahan ke main-nursery yaitu pada saat bibit berumur 4 bulan dan berumur 12 bulan pada saat pemindahan bibit ke lapangan (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005).
2.6.10. Penanaman Penutup Tanah (Leguminosa Cover Crop ) Menurut Pahan (2008), jenis dan spesies tanaman penutup tanah ada beberapa macam, yaitu: 1. Pueraria javanica (PJ), pertumbuhanya semula agak lambat akan tetapi dapat bertahan lama dan lebih tahan terhadap naungan dari pada CM dan CP. 2. Colopogonium mucunoides (CM), cepat tumbuh tetapi tidak dapat bertahan lama dan tidak tahan terhadap naungan. 3. Centrocema pubescent (CP), sifatnya sama dengan CM, cepat tumbuh tetapi tidak dapat bertahan lama dan tidak tahan terhadap naungan. 4. Psophocarpus palustris (PP) hampir sama dengan PJ tetapi lebih tahan terhadap air/rendaman hanya bibitnya tidak tahan lama disimpan. 5. Mucuna chocinesis (MC) cepat tumbuh tetapi umurnya pendek ± 3 bulan dan MC memiliki bau spesipik yang tidak disukai oryctes sp. 6. Colopogonium caerulium (CC) pertumbuhan awalnya agak lama tetapi tahan terhadap naungan dan umurnya panjang. Penanaman kacangan di areal bukaan baru menggunakan sistem larikan dengan jarak tanam 1 x 1 m. sedalam 5 cm. Kacangan sebaiknya dicampur dengan pupuk RP (Rock phospat) pada saat penanaman dengan perbandingan 1 : 1 dan pada umur 2 bulan dipupuk kembali dengan pupuk fosfat alam untuk mempercepat pertumbuhan kacangan.
2.6.11. Penanaman Di Lapangan Bibit yang sudah berumur 10–12 bulan dibawa ke lapangan dan siap untuk ditanam. Lubang tanam diberi pupuk fosfat alam sebanyak 20 gr/lubang an dicampur dengan lapisan
top soil. Dasar polybag disayat dan bibit dimasukan dalam lobang dan plastik ditarik ke atas dan dikumpulkan. Untuk daerah yang terdapat serangan hama tikus 1/3 bagian polybag dibiarkan dalam tanah dan bagian atas diikatkan ke pangkal bibit atau pada pancang tanam.
Top soil yang bercampur dengan pupuk dimasukan ke dalam lubang tanam, kemudian sekeliling bibit dipadatkan (Fauzi dkk, 2005). 2.6.12. Pemeliharaan Tanaman Di Lapangan a.
Penyulaman Penyulaman bertujuan untuk mengganti tanaman yang mati atau pertumbuhanya
kurang baik dengan tanaman yang baru.
Kematian atau kurang baiknya pertumbuhan
dapat disebabkan beberapa hal yaitu penanaman yang kurang teliti, kekeringan, terendam air, ataupun terserang hama atau penyakit.
Penanaman dikatakan berhasil jika jumlah
sulaman maksimal 2 – 3 % dari seluruh bibit yang ditanam. Pada perkebunan besar, jumlah cadangan bibit dapat mencapai 5% dari jumlah bibit yang ditanam. Cara penyulaman pun sama dengan penanaman sebelumnya (Fauzi dkk, 2005). b. Pembuatan Piringan Piringan di sekitar pohon kelapa sawit harus tetap bersih. Oleh karena itu tanah di sekitar pohon kelapa sawit dengan jari–jari 1–2 meter dari pohon kelapa sawit harus bersih dari gulma yang tumbuh dengan jalan dibabat/disemprot dengan herbisida (Fauzi dkk, 2005). c.
Pemupukan Salah satu tindakan perawatan tanaman yang berpengaruh besar terhadap
pertumbuhan tanaman dan produksi adalah pemupukan. Pemberian pupuk pada tanaman harus memperhatikan beberapa hal yang menjadi kunci keefektifan pemberian pupuk, diantaranya daya serap akar, cara pemberian dan penempatan pupuk, waktu pemberian serta jenis dan dosis pupuk yang diberikan. Cara pemupukan adalah bersihkan terlebih dahulu piringan dari rumput, alang–alang yang tumbuh di sekitar piringan, kemudian pupuk ditabur merata mulai 0,5 m dari pohon sampai pinggir piringan (Pahan, 2008). Contoh dosis pemupukan pada tanaman yang sudah menghasilkan adalah :
Urea
: 2,0 – 2,5 kg/pohon/tahun diberikan 2 x aplikasi.
KCl : 2,5 – 3,0 kg/pohon/tahun diberikan 2 x aplikasi. Kiserit
: 1,0 – 1,5 kg/pohon/tahun diberikan 2 x aplikasi.
TSP
: 0,75 – 1,0 kg/pohon/tahun diberikan 2 x aplikasi.
Borax
: 0,05 – 1,0 kg/pohon/tahun diberikan 2 x aplikasi.
Untuk tanaman belum menghasilkan yang berumur 0–3 tahun dosis pemupukan per pohon per tahunnya adalah sebagai berikut : Urea
: 0,40 – 0,60 kg/pohon/tahun
KCl : 0,20 – 0,50 kg/pohon/tahun Kiserit
: 0,10 – 0,20 kg/pohon/tahun
TSP
: 0,25 – 0,30 kg/pohon/tahun
Borax
: 0,02 – 0,05 kg/pohon/tahun
Pada tanaman belum menghasilkan pupuk N, P, K, Mg dan B ditaburkan merata di piringan mulai jarak 20 cm dari pokok sampai ujung tajuk daun. Sedangkan tanaman yang sudah menghasilkan pupuk N ditaburkan merata mulai jarak 50 cm dari pokok sampai di pinggir luar piringan. Pupuk P, K dan Mg harus ditaburkan merata pada jarak 1–3 meter dari pokok. Pupuk B ditaburkan merata pada jarak 30–50 cm dari pokok. Waktu pemberian pupuk sebaiknya dilaksanakan pada awal musim hujan (September–Oktober) untuk pemupukan yang pertama dan akhir musim hujan (Maret–April) untuk pemupukan yang kedua (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005). d. Pemangkasan Daun Pemangkasan atau penunasan adalah pembuangan daun-daun tua atau yang yang tidak produktif pada tanaman kelapa sawit. Pada tanaman muda sebaiknya tidak dilakukan pemangkasan, kecuali dengan maksud mengurangi penguapan oleh daun pada saat tanaman akan dipindahkan dari pembibitan ke areal lapangan (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005).
Pemangkasan pemeliharaan adalah pemangkasan yang dilakukan setelah tanaman berproduksi dengan maksud membuang daun–daun songgo dua sehingga setiap saat hanya terdapat daun sejumlah 28–54 helai per pohon. Sisa daun pada pemangkasan ini harus sependek
mungkin
(mepet),
agar
tidak
menggangu
dalam
pelaksanaan
panen
(Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005). e.
Kastrasi Bunga Kastrasi adalah pemotongan atau pembuangan secara menyeluruh bunga jantan dan
bunga betina. Tujuan dari kastrasi ini selain untuk sanitasi juga konsentrasi penyerapan zat– zat hara bagi pertumbuhan vegetatif tanaman.
Kastrasi dilakukan sejak tanaman
mengeluarkan bunga yang pertama (12–20 bulan setelah tanam) sampai tanaman berumur 33 bulan atau selambat–lambatnya 6 bulan sebelum panen pertama. Kastrasi dilakukan 1 bulan sekali atau sebanyak 10–20 kali selama masa TBM dengan menggunakan alat dodos (Fauzi dkk, 2005). f. Pengendalian Hama dan Penyakit Hama yang biasa menyerang pada tanaman belum menghasilkan dan tanaman yang sudah mengahasilkan tidak selalu sama. Ada hama yang bersifat permanen seperti ulat api dan ulat kantong serta ada pula yang bersifat sementara seperti gangguan jenis mamalia misalnya gajah, babi dan lain–lain.
Dalam hal ini sistem pengendaliannya tentu jelas
berbeda (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005). Agar tidak terjadi kesulitan dalam pengendalian, maka yang lebih ditekankan adalah tindakan pencegahan. Beberapa penyakit yang harus diamati baik pada TBM maupun TM antara lain: 1.
Busuk pangkal batang disebabkan oleh jamur Ganoderma sp.
2.
Penyakit tajuk (Crown deseases) yang disebakan oleh jamur yang belum diketahui dan kemungkinan disebabkan oleh faktor genetik.
3.
Busuk tandan yang disebabkan oleh jamur Marasmius palmivorus.
2.6.13. Panen Panen adalah serangkaian kegiatan yang dimulai dari memotong tandan matang panen yang sesuai dengan kriteria matang panen, mengumpulkan dan mengutip brondolan serta menyusun tandan dan brondolan di tempat pemungutan hasil (TPH). Kriteria matang panen merupakan indikasi yang dapat memabantu pemanen agar memotong buah pada saat yang tepat.
Kegiatan pemanenan dapat dilakukan bila tanaman telah berumur 2,5
tahun dari mulai ditanam dilapangan dan buah yang akan dipanen telah masak atau telah berumur 5,5 bulan setelah penyerbukan. Kriteria matang panen ditentukan pada saat kandungan minyak maksimal dan kandungan ALB (asam lemak bebas) minimal. Pada saat ini, kriteria umum yang banyak dipakai adalah berdasarkan jumlah brondolan segar yang terdapat pada piringan, yaitu tanaman dengan umur kurang dari 10 tahun jumlah brondolan kurang dari 4-10 butir dan umur lebih dari 10 tahun jumlah brondolan sekitar 15–20 butir.
Namun secara praktis
digunakan kriteria umum yaitu pada setiap 10 kg terdapat 2 brondol (Pahan, 2008). Rotasi panen adalah waktu yang diperlukan untuk panen terakhir sampai
panen
berikutnya. Perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada umumnya memakai rotasi panen 7 hari, artinya satu areal panen harus dimasuki oleh pemetik tiap 7 hari sekali (Fauzi dkk, 2005). Menurut Fauzi dkk. (2005), ada 2 sistem ancak panen yaitu ancak giring dan ancak tetap: a. Sistem Ancak Giring Sistem ancak giring yaitu apabila suatu ancak telah dipanen maka pindah ke ancak berikutnya yang telah ditunjuk oleh mandor. Sistem ini memudahkan dalam pengawasan pekerjaan dan hasil panen lebih cepat sampai ke TPH dan pabrik. Namun pemanen
cenderung memanen buah yang mudah dipanen sehingga ada tandan buah dan brondol yang tertinggal di lapangan. b. Sistem Ancak Tetap Sistem ancak tetap yaitu pemanen diberi ancak dengan luasan tertentu dan tidak berpindah–pindah. Hal ini menjamin diperolehnya TBS dengan kematangan yang optimum namun kelemahan sistem ini adalah buah lambat keluar sehingga lambat sampai ke pabrik. 2.7. Pengolahan Hasil Tanaman Kelapa Sawit Pengolahan tandan buah segar (TBS) di pabrik bertujuan untuk memperoleh minyak sawit yang berkualitas baik. Proses tersebut berlangsung cukup panjang dan memerlukan kontrol yang cermat, dimulai dari pengangkutan TBS atau berondolan dari TPH ke pabrik sampai dihasilkan minyak sawit dan hasil sampingannya (Fauzi dkk, 2005). Pada dasarnya ada dua macam hasil olahan utama TBS di pabrik yaitu minyak sawit yang merupakan hasil pengolahan daging buah dan minyak inti sawit yang dihasilkan dari eksatraksi inti sawit. Secara ringkas, tahap-tahap proses pengolahan TBS sampai dihasilkan minyak adalah sebagai berikut : 2.7.1. Pengangkutan TBS Ke Pabrik Tandan buah segar (TBS) hasil pemanenan harus segera diangkut ke pabrik untuk diolah lebih lanjut. Buah yang telah dipanen apabila tidak segera diolah, maka kandungan ALB nya semakin meningkat. Untuk menghindari hal tersebut, maksimal 8 jam setelah panen TBS harus segera diolah. Asam lemak bebas terbentuk karena adanya kegiatan enzim lipase yang terkandung di dalam buah dan berfungsi memecah lemak atau minyak menjadi asam lemak dan gliserol. Kerja enzim tersebut semakin aktif bila struktur sel buah matang mengalami kerusakan. Untuk itu, pengangkutan TBS ke pabrik mempunyai peranan yang sangat penting. Pemilihan alat angkut yang tepat dapat membantu mengatasi masalah kerusakan buah selama pengangkutan. Ada beberapa alat angkut yang dapat digunakan untuk
mengangkut TBS dari lapangan ke pabrik yaitu: lori, jonder atau traktor gandeng, atau truk. Setelah TBS sampai di pabrik segera lakukan penimbangan. Penimbangan sangat mutlak diperlukan sebab dengan dilakukanya penimbangan akan diperoleh angka–angka yang berkaitan dengan produksi perkebunan, pembayaran upah para pekerja, perhitungan rendemen minyak sawit, dan lain–lain (Fauzi dkk, 2005). 2.7.2. Perebusan TBS TBS dimasukkan ke dalam lori dan selanjutnya direbus dalam sterilizer atau dalam ketel rebus. Perebusan dilakukan dengan mengalirkan uap panas selama 1 jam atau tergantung besarnya tekanan uap. Pada umumnya, besarnya tekanan uap yang digunakan adalah 2,5 atm. dengan suhu uap 125 ºC. Perebusan yang terlalu lama dapat menurunkan kadar minyak dan pemucatan karnel. Sebaiknya, perebusan dalam waktu yang terlalu pendek menyebabkan semakin banyak buah yang tidak rontok dari tandannya (Fauzi dkk, 2005). Pada dasarnya tujuan perebusan adalah : Merusak enzim lipase yang menstimulir pambentukan ALB. Mempermudah pelepsan buah dari tandan dan inti dari cangkang. Memperlunak daging buah sehingga mempermudah proses pemerasan. Untuk mengkoagulasikan (mengendapkan) protein sehingga memudahkan pemisahkan minyak. 2.7.3. Perontokan dan Pelumatan Buah Lori-lori yang berisikan TBS ditarik keluar dan diangkat dengan alat Hoisting Crane yang digerakkan dengan motor. Hoisting Crane akan membalikkan TBS ke atas mesin perontok buah (thresher). Brondolan yang telah terpipil dari stasiun penebahan diangkat ke bagian pegadukan/pencacah (digister). Untuk lebih memudahkan penghancuran daging
buah dan pelepasan daging biji, selama proses digester dipanasi atau diuapi (Fauzi dkk, 2005). 2.7.4. Pemerasan Atau Ekstraksi Minyak Sawit Untuk memisahkan biji sawit dari hasil lumatan TBS, perlu dilakukan pengadukan selama 25-30 menit.
Setelah lumatan buah bersih dari biji sawit, langkah selanjutnya
adalah pemerasan atau ekstraksi. Tujuan ekstraksi adalah untuk mengambil minyak sawit dari massa adukan (Fauzi dkk, 2005). Ada beberapa alat dan cara yang digunakan dalam proses ekstraksi minyak yaitu : 2.7.5. Pemurnian dan penjernihan Minyak Sawit Minyak kasar yang diperoleh dari hasil pengempaan perlu dibersihkan dari kotoran, baik yang berupa padatan (solid), lumpur (sludge), maupun air. Tujuan dari pembersihan /penjernihan minyak kasar yaitu agar diperoleh minyak dengan kualitas sebaik mungkin dan dapat dipasarkan dengan harga yang layak (Pahan, 2008). Minyak sawit yang keluar dari tempat pemerasan atau pengepresan masih berupa minyak sawit kasar, karena mengandung kotoran berupa partikel–partikel kasar dari tempurung dan serabut serta 40-50 % air. Agar diperoleh minyak sawit yang bermutu baik, minyak sawit kasar tersebut diolah lebih lanjut yaitu dialirkan dalam tangki minyak kasar (crude oil tank). Setelah melalui pemurnian atau klarifikasi yang bertahap, akan menghasilkan minyak sawit mentah (CPO).
Proses penjernihan dilakukan untuk
menurunkan kandungan air dalam minyak. Minyak sawit yang telah dijernihkan ditampung dalam tangki-tangki penampung dan siap dipasarkan atau dilakukan pengolahan lebih lanjut sampai dihasilkan minyak sawit murni (Fauzi dkk, 2005). 2.7.6. Pengeringan dan Pemecahan Biji Biji sawit yang telah dipisah pada proses pengadukan, diolah lebih lanjut untuk diambil minyaknya. Sebelum dipecah, biji-biji sawit dikeringkan dalam silo minimal 14 jam
dengan sirkulasi udara kering pada suhu 50 ºC. Akibat proses pengeringan ini, inti sawit akan mengerut sehingga memudahkan pemisahan inti sawit dari tempurungnya. Biji-biji sawit yang sudah kering kemudian dibawa ke alat pemecah biji (Fauzi dkk, 2005). 2.7.7. Pemisahan Inti Sawit Dari Tempurung Pemisahan inti sawit dari tempurung dilakukan berdasarkan perbedaan berat jenis antara inti sawit dan tempurung. Alat yang digunakan adalah hydrocyclone seperator. Inti sawit dan tempurung dipisahkan oleh aliran air yang berputar dalam sebuah tabung atau dapat juga dengan mengapungkan biji-biji yang pecah dalam larutan lempung yang mempunyai berat jenis 1,16.
Dalam keadaan tersebut inti sawit akan mengapung dan
tempurungnya tenggelam. Proses selanjutnya adalah pencucian inti sawit dan tempurung sampai bersih. Untuk menghindarkan kerusakan akibat mikroorganisme, maka init sawit harus segera dikeringkan pada suhu 80 ºC. Setelah kering inti sawit dapat dipakai atau diolah lebih lanjut dengan ekstrakasi agar menghasilkan minyak inti sawit (Maksi, 2007). 2.8. Manajemen Perusahaan Perkebunan Berdasarkan rencana kerja tahunan, dan ringkasan kerja tahunan, yang dibuat oleh asisten divisi pada bulan sebelum pelaksanaan. 2.8.1. Rencana Kerja Harian (RKH) Rencana kerja harian ini merupakan penjabaran dari rencana kerja bulanan yang berisikan nomor perkiraan, jenis pekerjaan, blok, karyawan (laki–laki dan perempuan), tenaga pemborong dan taksiran produksi hari ini.
Rencana kerja harian ini dibuat oleh
masing-masing mandor sesuai tugasnya masing-masing sehari sebelum pelaksManajemen dalam arti umum adalah pengelolaan atau ketatalaksanaan yang merupakan suatu proses yang khas, yang terdiri dari tindakan perencanaan, pengorganisasian, pergerakan dan pengawasan yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya. Berhasil
atau tidaknya suatu perusahaan perkebunan kelapa sawit biasanya ditentukan oleh kemampuan dari pengusaha dalam mengelola dan melaksanakan manajemen tersebut. Manajemen yang baik harus dilengkapi 4 (empat) unsur manajemen diantaranya : -
Perencanaan ( Planning )
-
Organisasi perusahaan ( Organization )
-
Penggerak ( Actuating )
-
Pengawasan dan evaluasi ( Controlling ) Bila semua unsur manajemen dapat dilakukan dengan sebaik - baiknya maka
sasaran tujuan dari perusahaan dapat tercapai. a.
Perencanaan ( Planning ) Sebelum melakukan suatu kegiatan terlebih dahulu disusun perencanaan yang
berguna sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan yang dimaksud.
Perencanaan
yang baik akan memberikan pengaruh yang baik terhadap mutu dari kegiatan yang dilaksanakan. Menurut ilmu manajemen keberhasilan suatu kegiatan yang terlihat sebesar 40 % dari perencanaan dan 60 % dari pelaksanaan. Perencanaan disusun sebelum melaksanakan suatu kegiatan. Sebab dengan adanya perencanaan, pedoman dalam melaksanakan suatu kegiatan telah ada. Pada PT. Selago Makmur Plantation dalam menyusun perencanaan melibatkan seluruh aparat kebun. Pada tingkat divisi melibatkan Asisten, Mandor I dan para Mandor lainnya.
Perencanaan ini
berupa perencanaan sarana dan prasarana, penggunaan alat dan bahan yang mendukung produksi yang semuanya berdasarkan atas ketetapan oleh pihak-pihak perusahaan yang tertuang pada SOP (Standart Operating Procedure). b. Pengorganisasian ( Organization ) Suatu perusahaan dalam mencapai tujuan dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satu faktor yang menentukan kesuksesan dalam mencapai tujuan perusahaan adalah organisasi yang tersusun dengan baik dan teratur. Struktur organisasi yang baik dengan
garis-garis koordinasi yang jelas akan memberikan kemudahan dan kelancaran dalam melaksanakan kegiatan disuatu perusahaan. Dengan garis-garis koordinasi yang jelas maka semua tugas dan tanggung jawab yang diberikan oleh perusahaan akan dapat dijalankan dengan baik dan tidak akan terjadi tumpang tindih aktifitas di perusahaan. Selain itu juga akan terjadi hubungan yang harmonis antara pimpinan dan bawahan sehingga tujuan yang diinginkan akan dapat tercapai. Struktur organisasi perusahaan dibuat dengan tujuan memberikan gambaran tentang jalur-jalur perintah dan koordinasi serta birokrasi dii perusahaan, dan terlihat jabatan yang menjalankan perintah. C. Pelaksanaan ( Actuating ) Pelaksanaan di kebun merupakan tanggung jawab manajer yang pelaksanaannya dilimpahkan kepada asisten kepala dan dibantu oleh asisten divisi.
Dalam pelaksanaan
kegiatan di lapangan, field asissten divisi berpedoman pada budget dan dibantu oleh mandor I dalam menginstruksikan kepada mandor lapangan. Mandor lapangan mengawasi serta mengarahkan tenaga kerja dalam pelaksanaan kerja di lapangan, namun pekerjaan tersebut dibimbing oleh asisten divisi dan dikontrol oleh asisten kepala dan Manajer. Untuk mendorong, memacu dan meningkatkan mutu kerja dan karyawan dalam mengerjakan pekerjaan di lapangan perlu adanya suatu motivasi. Gunanya motivasi adalah agar karyawan bermotivasi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, perusahaan dengan diwakili Estate memberikan imbalan dan penyediaan fasilitas. D. Pengawasan dan evaluasi (Controlling ) Pengawasan pada perusahaan perkebunan sangat penting sekali karena banyaknya pemakaian sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber dana.
Pengawasan
harus dilakukan pada seluruh proses kegiatan di semua lini. Pengawasan yang baik akan lebih mempermudah manajemen dalam mengukur kemajuan usaha, pengambilan keputusan
atau kebijaksanaan lain. Untuk itu diperlukan organisasi pengawasan yang terorganisir dari lini paling bawah sampai lini teratas. Pengawasan pada pada PT. Selago Makmur Plantation melibatkan semua tingkat staf yang terkait, mulai dari asisten divisi sampai pada dewan direksi. Pengawasan dilakukan terhadap semua kegiatan yang sedang berlangsung baik di lapangan maupun di pabrik. Pengawasan ini berpedoman kepada rencana-rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Evaluasi dilakukan secara administratif yang dituangkan dalam laporan. Laporan ini terdiri dari laporan harian, mingguan, bulanan dan tahunan. Dalam laporan ini dituangkan bagaimana akibat dari kesalahan dan penyimpangan yang ada selama rencana dijalankan. Disamping itu diterangkan juga tentang kebijaksanaan yang telah diambil dalam menanggulangi. Selain laporan bulanan, manajer juga membuat laporan belanja atau tata buku bulanan. Tata buku bulanan ini berisi jumlah biaya dalam regional dan setiap jenis kegiatan langsung dibantu oleh EAA yang khusus memeriksa pekerjaan di bidang produksi disamping asisten kepala dan asisten divisi. Manajemen perkebunan memiliki tujuan tertentu yang telah ditetapkan dalam program kerja jangka panjang maupun jangka pendek. Tujuan tersebut dijabarkan dalam bentuk sasaran yang dibagi berdasarkan waktu kerja misalnya harian, mingguan, bulanan dan tahunan.