7
II TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1
Asal Usul Kuda Nenek moyang kuda yang pertama kali ditemukan adalah Hyracotherium
dikenal di daerah Amerika sebagai Eophippus yang ditemukan di Amerika utara dari sebuah fosil yang berumuran 50 juta tahun, dan fosil yang sama ditemukan didaerah Keturunan Hyracoyherium terdapat 50 – 38 juta tahun yang lalu, yang
Eropa.
merupakan hewan hutan yang masih belum berkembang.
Bentuk fosil tersebut
berukuran seperti domba dengan tinggi sekitar 60 cm dan panjang sekitar 8 -9 inchi atau 20 cm yang memikiki 4 buah jari pada kaki depan dan 3 buah jari di kaki belakang. Hyracotherium ini pertama kali muncul di daerah Amerika utara dan kemudian bermigrasi ke Eropa (Blakely dan Bade 1998). Kuda termasuk hewan yang bertulang belakang dan mempunyai kelenjar susu untuk menyusui anaknya. Dengan perkembangan setiap zamannya kuda mempunyai klasifikasi zoologis menurut Blakely dan Bade (1998) secara umum klasifikasi zoologis ternak kuda adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum
: Chordata
Sub Filum : Vertebrata Kelas
: Mamalia
Ordo
: Perissodactyla
Famili
: Equidae
Genus
: Equus
Spesies
: Equus caballus
8
Kuda (Equus caballus) yang saat ini terdapat di seluruh dunia berasal dari binatang kecil yang oleh beberapa ilmuwan disebut sebagai Eohippus. Leluhur nenek moyang kuda berasal dari binatang kecil yang tingginya itu hanya 25-45 cm dengan setiap kakinya memiliki 3 teracak.
Dilihat dari perkembangan leluhur kuda
mempunyai daya adaptasi yang membuat perubahan pada kaki. Pada kaki terdapat perubahan karena adaptasi terhadap lingkungannya, yang awalnya berjari lima berubah menjadi empat, berjari empat menjadi tiga, hingga akhirnya berjari satu. Satu jari depan mengalami retraksi menjadi splint (Blakely dan Bade, 1991). Kuda termasuk hewan yang bertulang belakang dan mempunyai kelenjar susu untuk menyusui anaknya.
Evolusi yang terjadi pada kuda diakibatkan karena
perubahan iklim dan vegetasinya. Adaptasi kuda menjadikan kuda dengan ciri – ciri fisiknya beruah menjadi kuda yang memiliki perubahan – perubahan tubuh seperti perubahan kaki yang lebih panjang dan lebih cepat pegerakannya dan jumlah jari kaki depan maupun kaki belakang berkurang menjadi tiga. Kuda – kuda yang mengalami evolusi kemudian berkembang menjadi dua kelompok yaitu kelompok kuda yang memakan daun - daunan (browsers) dan kelompok kuda pemakan rumput – rumputan (grazers). Kuda pemakan daun – daunan muncul lebih dulu dibandingkan kuda pemakan rumput, namun kuda pemakan daunan ini lebih dahulu punah yaitu sekitar 11 tahun yang lalu, sedangkan kuda pemakan rumput yang muncul sekitar 10 -15 ribu tahun yang lalu memiliki kaki yang lebih panjang dan dapat memanfaatkan makanan – makanan yang dapat dikonsumsinya dengan baik sehingga memiliki tubuh lebih besar kemudian mulai muncul kuda berjari satu yang berkembang dari kuda pemakan rumput. Kuda – kuda ini memiliki tubuh yang besar, kaki yang lebih, panjang, tulang dan rahang yang lebih besar kuda pemakan rumput dapat berlari dengan kecepatan yang baik. (Blakely dan Bade 1998)
9
Berdasarkan catatan sejarah dan pertimbangan arkeolog menujukkan bahwa kuda telah terpisah dengan filum mamalia lainnya sejak dahulu kala dan didomestikasi didaerah Eurasian, negara bagian Ukarania pada tahun 4000 SM yaitu hewan ini dimanfaatkan untuk tunggangan dan sumber daging (Vila et al. 2001). Terdapat juga beberapa daerah lain yang diduga telah mendomestikasi kuda seperti di Cina, Mesopotamia, Turkistan dan wilayah bagian utara pengununggan Persia (FAO 2001) (Walker 2008). Secara umum kuda dapat diklasifikasikan berdasarkan darah, ukuran, berat dan kegunaannya. Kuda ringan (light horses) memiliki tulang belulang yang sangat kecil, kakinya tipis, dan memiliki berat 900 – 1200 lbs (450-600kg) saat dewasa, tinggi 14,4 – 17 hands (146 – 173 cm). kegunaan utama jenis kuda ini adalah untuk kuda pacu, kuda tunggang, atau untuk membantu dalam peternakan. Kuda ringan (light horses) umumnya lebih lincah, lebih aktif dan lebih cepat dibandingkan dengan kuda berat (heavy horses). Pada umumnya kuda ini memiliki darah panas (hotblood). Kuda Berat (heavy horses) kuda ini memiliki tulang – tulang yang besar dan kaki tebal dan kuat dengan berat 1400 lb (700kg) atau lebih saat dewasa dan tinggi 14,5 – 15,5 hands (147 – 157 cm). umumnya kuda ini berdarah dingin (coldblood). Kegunaan utama dari kuda ini adalah untuk kuda Tarik beban, kuda tunggang, dan kuda dipakai untuk pekerjaan berat lainya. Kuda terakhir adalah kuda poni yang memiliki berat kurang dari 800 lbs (400kg) saat dewasa dan tinggi kuda ini dibawah 14,5 hands (147cm). kuda ini memiliki darah hangat (warmblood) dengan keuntungan dapat beradaptasi dengan lingkungan. Pada umumnya kuda ini dipakai untuk kuda pacu atau kuda tunggang. (Ensminger, 1962) (Maswarni, 2014). Ada beberapa
kegunaan yang dimiliki kuda, yaitu (1) sebagai hewan
kesenangan, (2) diternakkan, (3) tenaga kerja, (4) pertunjukan, dan (5) olah raga. Akan tetapi secara umum, seekor kuda tidak dapat mengunakan semua kegunaan tersebut.
10
Kuda seharusnya diseleksi terlebih dahulu untuk menentukan kegunaan utamanya (Gillespie dalam Dian, 2011).
2.2.
Tinjauan Kuda Lokal Indonesia
2.2.1
Kuda Indonesia Indonesia mempunyai beberapa jenis kuda yang semuanya termasuk tipe kuda
Pony dengan tinggi pundak kurang dari 140 cm. Kuda tersebut yang dianggap sebagai keturunan kuda-kuda Mongol (Przewalski) dan kuda Arab. Kuda-kuda tersebut pada umumnya diberi nama sesuai dengan asalnya di Indonesia, yaitu Sandel (dari Sumba), Sumbawa, Bima, Timor, Subu (dari Sawo), Flores, Lombok, Bali, Batak, Sulawesi, Jawa dan Priangan (Prakkasi, 2006). Tempat hidup kuda adalah lingkungan yang terbuka dan berawan seperti padang savana dan ternak tersebut memakan rerumputan serta dedaunan. Kuda yang ada di Indonesia memiliki darah hangat (warmblood) dikarenakan Indonesia memiliki iklim tropis yang mengakibatkan kuda – kuda lokal Indonesia memiliki badan yang kecil dibandingkan dengan kuda – kuda yang memilik darah panas (hotblood) dan darah dingin (coldblood). Kuda yang ada di Indonesia memiliki tinggi berkisar 1,15-1,35 meter. Bentuk kepalanya itu umumnya lebih besar daripada kuda Arab, wajah rata, tegak, sinar mata hidup serta daun telinga kecil. Dilihat dari beberapa cirinya kuda lokal Indonesia termasuk kuda poni (Edward, 1994) Ciri-ciri lain, bentuk leher tegak dan lebar, tengkuk umumnya kuat, punggung lurus, dan pinggul kuat. Letak ekornya tinggi dan berbentuk lonjong, kakinya berotot kuat, dada lebar, persediannya baik tetapi tulang rusuk berbentuk lengkung serasi, sedangkan bentuk kuku kecil dan berada di atas telapak yang kuat (Blakely dan Bade, 1998).
Menurut Edward (1994), kuda lokal Indonesia tersebar di beberapa daerah
dengan jenis dan karakteristik yang disajikan pada Tabel 1.
11
Tabel 1 . Jenis dan Karakteristik Kuda Lokal Indonesia Jenis kuda Kuda Sumbawa
Tinggi (m) 1,27
Kuda Timor
1,22
Kuda Sandel
1,35
Kuda Batak
1,32
Kuda Jawa
1,27
Sumber : Edward (1994)
Karakteristik - Bentuk kepala terlihat lebih besar dibandingkan ukuran badannya dengan leher yang pendek - Sifatnya jinak dan cerdas - Konformasi badan kurang sempurna, tetapi bagian punggungnya kuat. - Bentuk badan lurus dan leher pendek - Bagian punggung lurus dengan bahu dan ekor yang tinggi - Bagian tengkuk dan ekor yang tinggi - Ukuran tubuh kecil - Bentuk kepala kecil dan bagus serta mata yang besar - Bulu lembut dan berkilauan - Mempunyai kecepatan yang baik dan sangat aktif - Mempunyai kuku kaki yang keras dan kuat. - Ekor dan tengkuk mempunyai rambut yang bagus dengan posisi ekor cukup tinggi sehingga baik dalam pergerakan - Kaki belakang ramping - Mempunyai rump yang tinggi serta punggung yang panjang dan sempit - Kepalanya bagus dengan muka lurus - Leher yang lemah dan pendek serta kurang berkembang. - Mempunyai stamina yang baik dan tahan terhadap panas - Sifatnya jinak - Kaki dan persendiannya tidak berkembang dengan baik sehingga mempengaruhi kekuatannya.
12
2.2.2
Kuda Sumba (Sandelwood) Kuda Sumba (Sandelwood) berasal dari kuda poni Sumba di pulau Sumba,
Nusa Tenggara Timur. Poni Sumba dan juga poni Timor, merupakan turunan-turunan dari hasil persilangan antara kuda liar Asia dan kuda Tarpan yang dibawa Kubilaikan ke Indonesia sebagai kuda kavaleri ketika menaklukkan Indonesia di tahun 1292 (Australian Pony Study Book/APSB, 2011). Kuda sumba atau sering disebut kuda Sandelwood memiliki penampilan yang primitive, Kuda Sumba memiliki ciri khas tersendiri yaitu memiliki tinggi 123 – 133 cm, memiliki postur tubuh proposional, telinga kecil, leher pendek, suri tegak, kaki yang kuat, daya tahan tubuh baik dan mata ekspresif (Simon dan Schuster’s , 1988). Perbandingan kepala lebih besar dari pada badan dan bagian kepala lebih mengarah tipe Mongolian dengan leher yang pendek. Konformasi kuda Sumba tidak sempurna tetapi bagian punggung sangat kuat (Edwards, 1994). Kuda ini merupakan kuda terbaik Indoneisa dan termasuk kuda ringan (Tim Karya Tani Mandiri, 2010). Kuda sumba tergolong kuda poni yang memiliki tinggi kurang dari 1,45 m jika berdiri dan bobot badan 250-450 kg (Edward, 1994). Kuda lokal yang paling banyak disilangkan dengan kuda Thouroughbred adalah kuda Sumba (Sandelwood) yang memiliki daya tahan terhadap iklim tropis, kaki yang cukup kuat, intelegensia yang tinggi, dan kecepatan lari yang baik (Soehardjono, 1990). Poni lokal sumba setelah di grading up dengan kuda Arab yang didatangkan dari Australia diberi nama kuda Sandelwood atau lengkapnya Sandelwood pony. Nama Sandelwood diambil dari nama
13
pohon cendana (Santalum album) yang pada masa lampau pernah menjadi komoditas unggulan dan diekspor dari pulai Sumba dan pulau-pulau Nusantara ke Negara Asia lainnya, seperti India. (Bamualim dan Wirdahayati, 2002). Pengeluaran kuda Sandelwood dari pulau sumba dimulai dari thaun 1841, yang selanjutnya dalam lima tahun pertama telah dikeluarkan lebih dari 4000 ekor yang ternyata memberikan dampak perekonomian yang cukup besar di pulau Sumba saat itu (Fox, 1977). Kuda Sumba menjadi komoditas export utama dari
pulau Sumba sejak 1841 dan
mempengaruhi ekonomi politik dan sosial budaya masyarakat di pulau Sumba terutama transportasi, pembayaran belis (Mas Kawin), upacara kematian, perang dan festival Pasola (Fox,1977) (Ormeling, 1957) dan (Ngongo,2011). Populasi kuda Sumba dalam 5 tahun terakhir tercatat sekitar 48.916 yang tersebar hampir di semua kabupaten dengan tingkat populasi yang berbeda terutama di kabupaten Sumba Timur 30.350 (62,05%), Sumba Tengah 5.738 ekor (11,73%). Sumba Barat 4664 ekor (9,53%), dan Sumba Barat Daya 8.164 ekor (16,69) dari populasi kuda Sandelwood di pula Sumba (BPS,2011). Sifat kuantitatif Kuda Sumba (Sandelwood) di sajikan pada tabel 2 . Kuda sumba termasuk kuda poni berdarah sedang dengan tinggi pundak tidak lebih dari 132 cm dengan bobot badan sebesar 200 kg. Tabel 2 . Karakteristik Sifat Kuantitatif Kuda Sumba Tinggi pundak Ukuran Tubuh
Panjang badan Lingkar dada
Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina
131 ± 2,0 cm 131 ± 1,3 cm 133 ± 1,3 cm 140 ± 0,7 cm 138 ± 1,1 cm 151 ± 0,9 cm
14
Bobot badan Tinggi pinggul
Jantan Betina Jantan Betina
Umur dewasa kelamin Umur beranak pertama Jarak beranak Lama berahi Siklus berahi Sumber : Dinas Peternakan Sumba Timur, 2012
209 ± 5,6 kg 246 ± 2,3 kg 130 ± 1,4 cm 130 ± 1,2 cm 1,5 – 2 tahun 2,5 – 3 tahun 1 tahun 5 – 6 hari 10 – 39 hari
Kuda Sumba (Sandelwood) dari tabel 2 diketahu panjang badan kuda betina lebih panjang dibandingkan dengan kuda jantan dan mempuntai lingkar dada yang lebih besar dibandingkan kuda jantan.
2.2.3
Kuda Jawa Kuda jawa ditemukan di Pulau Jawa sejitar abad 17, dibentuk melalui
persilangan antara kuda lokal dengan kuda Arab dan Barbarian. Kavaleri Belanda menggunakan kuda ini untuk melancarkan operasi militer antara lain untuk menumpas perlawanan Dipenogoro. Saat ini kuda jawa tidak memiliki konformai yang sama dengan kuda Arab, akan tetapi memiliki ketahanan terhadap cuaca panas yang tinggi seperti kuda Arab. Daya tahan serta stamina untuk belari dalam jarak jauh juga diturunkan oleh Kuda Arab, meskipun ukuran tubuhnya kebih kecil (Kingdom, 2006). Tinggi pundak kuda jawa sekitar 115 cm dan bertemperamen labil. Kuda ini dikenal jinak dan berkuku lembek. Kuda jawa cukup tangguh dan kuat meikipun memiliki ukuran tubuh yang kecil, ukuran kepala yang sedang dank has, telinga panjang dan pandangan mata yang tajam, muka kencang atau agak tegak, rahang besar, leher pendek, pundak pendek, pinggang baik, dada cukup lebar dan dalam, akan tetapi
15
kuku kuda ini tidak baik. Pertulangan dapat dinyatakan baik tetapi kurang berkembang dengan tulang cannon yang panjang (Kingdon, 2006).
2.2.4
Kuda Pacu Indonesia (KPI) Pacuan kuda di Indonesia berada di bawah naungan PORDASI (Persatuan
Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia). Pacuan kuda di Indonesia merupakan olahraga warisan dari penajahan Belanda. Kuda yang digunakan dalam pacuan tersebut adalah kuda Thoroughbred. Impian untuk menciptakan kuda idaman yang sesuai keadaan alam dan masyarakat, telah muncul bahkan sebelum kemerdekaan, namun upaya sitematis dari Bangsa Indonesia sendiri yang hendak mewujudkan impian itu, baru muncul pada dekade 1960-an. Impian yang menggerakkan upaya sistematis adalah juga menciptakan kuda pacu seperti Thoroughbred, namun yang memiliki identitas Indonesia, yang bisa disebut sebagai Kuda Pacu Indonesia (KPI). Untuk mewujudkan impian kua pacu Indonesia itu, maka pada 1967 dan 1968, diimpor empat (4) ekor kuda pejantan jenis Thoroughbred (TB) dari Australia untuk dikawinkan dengan kuda-kuda betina lokal. Hasil persilangan yang pertama antara pejantan TB dan betina lokal lahir pada 1970 (Soehardjono, 1990). Kuda pacu Indonesia (KPI) merupakan ternak yang dibentuk melalui program grading up untuk memenuhi permintaan kuda pacu. Proses pembentukan KPI dimulai dari G1 yang merupakan hasil persilangan betina lokal dengan pejantan Thoroughbred dengan darah lokal 50% dan darah Thoroughbred 50%. G2 merupakan hasil silang betina G1 pada umur 3 atau 4 tahun dengan pejantan Thoroughbred. Kuda betina G2 disilangkan dengan jantan Thoroughbred akan menghasilkan G3 dengan komposisi darah lokal 12,5% dan darah Thoroughbred 87,5% yang dirasa sudah cukup baik untuk
16
dijadikan bibit pejantan (parent-stock) pembentukan Kuda Pacu Indonesia. G4 selanjutnya dibentuk untuk dijadikan sebagai betina indukan KPI dengandarah lokal 6,25% dan darah Thoroughbred 93,75%, yang merupakan hasil persilangan antara betina G3 dan jantan Thoroughbred. Betina G4 selanjutnya disilangkan dengan jantan G4 atau G3 dan menghasilkan kuda pacu Indonesia saat ini (Soehardjono, 1990). Pembentukan kuda pacu harus memenuhi standar kuda pacu Indonesia yang sesuai dengan SK Dirjenak no: 105/TN.220/Kpts/DJP/Deptan/95 tanggal 24/02/1995 yang dikuatkan dengan Keputusan Menteri Pertanian No. 4468/Kpts/SR.120/7/2013 tanggal 09/07/2013 dengan syarat-syarat sebagai berikut: (1) standar komposisi darah, (2) standar fisik atau performans seperti tinggi gumba, lebar dada, panjang badan, dan kecepatan lari, (3) standar warna bulu, (4) standar mutu atau siklus mutu seperti mutu istal, mutu pejantan atau induk, mutu pemeliharaan, mutu reproduksi, mutu pemuliabiakan (seleksi), mutu hasil keturunan, dan evaluasi mutu hasil, (5) sebagai bibit kuda pacu Indonesia harus mempunyai sertifikat lahir, sertifikat pacu dan kecepatan lari, dan sertifikat pemacek (PORDASI, 2003). 2.3
Karakteristik Kuda Kuda adalah hewan yang bersifat social dan bersemangat tinggi. Kuda lebih
banyak digunakan untuk kepentingan olahraga, berkerja atau dimanfaatkan tenaganya dan rekreasi atau pun tidak jarang kuda digunakan sebagai bahan pangan manusia. pengangkutan dengan kuda masih ditemukan dibanyak daerah yang belum dapat dillalui oleh kendara bermotor (Parakkasi, 1986). Dalam meraki beban, kuda kecil mampu menarik beban 77% dari berat tubuhnya, sedangkan pada kuda besar dapat menarik beban sebesar 68% dari berat tubuhnya (Tim Karya Mandiri, 2010).
17
Kuda memiliki kemampuan belajar yang baik dalam mengenal suatu obyek (Kilgour dan Dalton, 1984). Makanan kuda jerami dan rumput meskipun kuda bukanlah hewan ruminansia. Kuda termasuk monogastrik yang memiliki caecum (usus buntu) yang besar dan mengandung mikroorganisme yang mampu mencerna pakan berserat sehingga dapat memanfaatkan hijauan dan diubah menjadi zat – zat yang dapat diserap (Blakey dan Bade, 1991). Dalam satu kelompok betina yang pemanen yaitu kelompok kuda yang terdiri dari kuda betina dewasa dan anak anak kuda yang di pimpin oleh saekor kuda jantan terjadi lah hubungan social kuda betina yang berhubungan hanya pada satu ekor kuda saja yang menjadi pemimpin kelompok kuda tersebut (Mills dan Nakervis, 1999). Kuda jantan yang memimpin dan menguasai sekelompok kuda betina akan melindungi kuda betina dewasa yang merupakan bagian kelompoknya dari gangguan kuda jantan lain khususnya pada saat kuda betina mengalami masa estrus (Kilgour dan Dalton, 1984).
2.4
Hubungan Tinggi Pundak dan Panjang Badan dengan Kecepatan Lari Ukuran tubuh merupakan sifat kuantitatif yang mudah untuk diamati. Sifat
kuantitatif adalah sifat yang dapat diukur dan dipegaruhi oleh banyak pasangan gen dan factor lingkungan (Hardjosubroto, 1994). Sifat kuantitatif yang dapat diamati dari kuda adalag tinggi pundak, panjang badan, bobot badan, lingkar dada, dalam dada, lebar dada, bobot lahir, dan bobot sapih. Tinggi pundak diukur dengan cara tegak lurus pada suatu dataran dengan ketinggian yang sama dan mengukur dari titik tertinggi pundak sampai ketanah (Ensminger, 1991). Keadaan pundak sangat menentukan kecepatan dan ketangkasan seekor kuda. Pundak yang baik harus panjang, tojolan pundak terlihat jelas dan miring Menurut Sasimowski (1978). Kecepatan lari pada kuda dihasilkan oleh perpaduan antara panjang langkah dan frekuensi melangkah (Hickman, 1987). Terutama pada
18
langka kuda Trot dan Center pada langkah ini tinggi pundak sangat mempengaruhi gerakan – gerakan belari seperti kuda yang memiliki tinggi pundak yang pendek akan susah untuk melakukan langkah Trot dikarenakan ruang gerak terlalu sempit. Tinggi pundak dengan kecepatan lari, semakin tinggi pundak semakin baik sehingga mempunyai daya mobilitas dan daya tahan (endurance) yang tinggi (Bandiati, 1990). Panjang badan diukur dari jarak garis miring antara titik bahu (point of shoulder) sampai bagian pangkal ekor (points of buttocks). Panjang badan pada umumnya memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan tinggi pundak. Menurut (Gay 1964) yang dikutip oleh Bandiati (1990) bahwa panjang badan relative pendek akan membantu pergerakan badan sehingga akan lebih cepat dan akan menjamin kesinambungan gerak. Akan tetapi pada penelitian Bandiati (1990) menyatakan bahwa semakin panjang badan akan semakin cepat larinya ketika pada lintasan yang cukup pendek. Kecepatan belari seekor kuda adapun dipengaruhi dari kinematika kuda yang menggambarkan pergerakan tungkai dan sendi termasuk dengan latihan kuda itu sendiri ( Johnston et al. 1995). Kecepatan lari kuda rata – rata 4 m/s untuk kuda normal sedangkan untuk kecepatan lari kuda trot dan center kuda dapat berlari dengan kecepatan (6-9 m/s) dikarenakan pergerakan tungkai dan sendi – sendi berkerja optimal pada langkah ini ruang gerak kuda sangat berpengaruhi kinerja kuda (Blakely dan Bade, 1991) ( Vila et al. 2001).
2.5
Panjang Langkah Proposi kaki dan bentuk tulang sangat mempengaruhi kemampuan gerakan dari
kuda. Pengamatan kaki depan kuda dapat dilihat dari sisi depan dan sisi belakang. Kaki kuda haruslah dan terletak disetiap tepat tubuh sudut samping. Hubungan antara konformasi dan karakteristik kecepatan lari pada anak kuda umur 6-8 bulan menyatakan bahwa peningkatan kecepatn yang dihasilkan anak kuda disebabkan
19
panjang langkah. Pada anak kuda yang berlarinya cepat diketahui kuda tersebut memiliki kaki yang lebih berat dan frekuensi langkah yang lebih tinggi dan hal tersebut terjadi pada kuda yang relatif tinggi. Pada kuda Thoroughbred yang lebih tua kecepatan maksimum juga dapat dijelaskan dengan panjang langkahnya (Bowling dan Ruvinsky 2000). Panjang langkah dapat dipengaruhi oleh panjang kaki, jarak pengerakan tulang sendi, kapasitas percepatan, rancangan internal otot. Frekuensi melangkah dipengaruhi oleh frekuensi kebiasan otot dan mekanisme posisi otot. Jenis lapangan pun akan mempengaruhi panjang langkah seperti lapang pasir yang teksturnya recah dan tidak padat sehingga kuda kurang kurang mendapatkan tekanan pada kakinya, dibandingkan dengan langkah pada lapang rumput yang memiliki keras akan memberi tekanan yang lebih pada kaki kuda sehingga langkahnya akan lebih panjang (Hickman, 1987).
2.6
Sistem Otot Kuda Otot – otot kerangka kuda mempunyai perkembangan yang pesat khusunya
pada kuda atletik. Berbeda dengan kebanyakan mamalia dimana 30-40% dari bobot badan terdiri dari otot dan bangsa kudan bukan atletik sekitar 42% bobot badan terdiri dari otot pada kuda atletik lebih dari separuh sekitar 55% dari berat badan dewasa bangsa kuda atletik terdiri dari otot rangka (Hinchcliff et al, 2008). Sel –sel otot sangat mengalami penghususan untuk berlangsungnya kontraksi. Salah satu dari fungsi otot adalah pergerakan, berjalan, dan berlari. Kegiatan kontraksi dan reaksi merupakan peran dari myofibril. Otot garis melintang terdiri dari serat – serat otot / Fibers yang dibungkus dengan perimycium. Setiap fiber terdiri atas myofibril. Serabutan otot rangka terdiri dari berates – ratus myofibril yang mempunyai diameter 1-2µm (Soeharsono 2010). Myofibril terdiri dari 2 macam myofilamen yaitu aktin dan myosin.
20
Kemampuan berlari tergantung pada cepatnya kontraksi dari sebagian besar serabut – serabut otot (Frape 1986). Karena pada Kerja otot memiliki hubungan dengan energy dan konsumsi oksigen oleh tubuh. Banyaknya proporsi otot dengan serat –serat yang berkontraksi cepat ( fast – contracting fiber ) dibutuhkan untuk menghasilkan kecepatan lari kuda. Dapat dipahami bahwa proposi otot rangka kuda dapat mempengaruhi kecepatan. Proporsi otot rangka kuda dan suatu potensi kekuatan otot adalah sebanding dengan bobotnya. Pada massa otot yang besar memiliki potensi kekuatan yang besar dalam menunjang kecepatan lari kuda namun akan diikuti dengan bertambahnya bobot badan (Kearns dan Keever, 2001).
2.7
Sifat Kuantitatif Sifat kuantitatif merupakan sifat yang dapat diukur dalam satuan misalnya
meter, kilogram, liter, dan sebagainya. Sifat kuantitatif ini sangat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan dan topografi. Sifat kuantitatif dikontrol oleh banyak pasangan gen, bersifat aditif, lebih ekonomis, dan keragaman sifat kuantitatif bersifat kontinyu (Martojo, 1992). Sifat kuantitatif adalah sifat-sifat yang dapat diukur pada seekor ternak baik untuk produksi seperti ukuran morfologi tubuh, kecepatan lari, daya tahan kerja dan tenaga tarik, juga untuk reproduksi seperti lama kebuntingan, lama berahi dan produksi susu (Martojo,1992). Pertumbuhan seekor ternak merupakan kumpulan dari pertumbuhan bagianbagian komponen dengan kadar laju yang berbeda. Perubahan ukuran komponen menghasilkan diferensiasi karakteristik individual sel dan organ yang berakibat pada perbedaan morfologis atau kimiawi. Faktor jenis kelamin, pakan, hormon, kastrasi dan genotip mempengaruhi perbedaan pertumbuhan ternak (Soeparno, 2005). Sifat kuantitatif pada kuda diantaranya ukuran tinggi dan bobot badan , laju pertumbuhan dan kecepatan lari. Setiap sifat kuantitatif yang diekspresikan hewan
21
disebut fenotipe. Fenotipe merupakan hasil keseluruhan pengaruh-pengaruh genotype, lingkungan dan interaksi antara keduanya (Martojo, 1992). Menurut The Pony Club (1993) warna dasar pada kulit kuda diantaranya hitam (seluruh badan berwarna hitam), cokelat (kulit berwaena cokelat gelap atau hampir hitam dengan warna cokelat dibagian point), Bay (kulit berwarna cokelat dan point warna hitam. Light, bright and dark merupakan variasi warnannya), Chesnut (kuning jingga atau cokelat kemerahan, termasuk surai dan ekor. Ligt, dark and liver chesnut merupakan variasinya), Grey (warna antara putih dan hitam. Iron grey untuk kuda yang cenderung hitam, dappled grey untuk kuda yang memiliki corak melingkar berwarna cerah diantara kulit yang gelap, flea bitten grey
untuk yang memiliki rambut berwarna gelap menumpuk
sehingga Nampak berbintik, light grey untuk dominan warna putih), Dun (biasanya memiliki point berwarna hitam dan beberapa nampak seperti zebra di bagian tungkai), Roan ( terdapat warna bulu merah diantara bulu bulu putih. Variasi warna diantaranya strawberry roan, red roan, blue roan). Piebald (bercak putih tidak beraturan pada warna yang lebih gelap), Skewbald (corak putih dan beberapa warna selain hitam yang tidak teratur). Totol – totol (tipe warna yang dikenal diantaranya leopard, blanket and snowflake), Palomino (badan berwarna merah tembaga , pirang atau kekuningan namun warna surai dan ekornya lebih muda) dan warna gajil yang tidak sesuai dengan warna standar. Istilah yang sering muncul untuk tanda putih dikepala yaitu star, stripe,blaze, white face, wall eye, star & stripe, stripe & snip, dan bold. Istilah untuk tanda dikaki yaitu whrite pastern, while to fetlock, while to halfconnon, stocking, sock, ermine, coronet, ankle, dan white outside heels (The Pony Club, 1993;Ensminger, 1991).
2.8
Seleksi Kuda Menilai atau judging seekor kuda tidak ubah seperti melihat sebuah lukisan
yang indah, semua bagaian dari lukisan itu haruslah menyenagkan untuk dipandang.
22
Pada kuda kita dapat bergerak lebha jauh dan dapat mengatakan bahawa segala seduatu yang kita lihat ada hubungan langsung dengan performans kuda itu. (Blakely dan Bade, 1991). Menurut BlakelydanBade, 1991 pada dasar nya seleksi kuda ada 3 cara untuk seleksi kuda yitu dengan menggunakan informasi tetang silsilahnya, performans dan oservasi visual. Cara yang terbaik adalah memanfaatkan ketiganya. Salah satu nya adalah penilaian (judging). Kuda atau kelompok kuda dari suatu kelas tertentu harus selalu dinilai dengan cara yang lagis. Cara yang umum adalah pertama melihat kuda dari arah samping kemudian sari depan dan terakhir dari belakang. Setelah itu kuda akan diamati dalam keadaan bergerak.
Setelah mengamati dengan cepat dan
pandangan secara keseluruhan, kemudian dimulai dengan melihat pada bagian – bagian tertentu. 2.8.1
Kepala dan Leher Kepala seekor kuda yang baik yaitu telingan nya harus pendek, tegak dan
menyerupai telinga serigala (Blakely dan Bade, 1991). Telinga dapat merupakan pertujuk yang baik atas temperamen dan kecerdasannya. Telinga yang pendek, tegak dan mengarah kedepan mengambarkan bahwa kuda dalam kondisi yang baik, waspada dan memeberi cukup perhatian pada sesuatu yang sedang terjadi hal itu penting bagi jenis – jenis kuda untuk berbagai tujuan pemeliharaan. Mata nya harus cukup menonjol dan letak nya cukup terisah satu dan yang lain. Daerah yang lebar diantara 2 mata lebih disukai pada koformasi kuda Quarter Horse, sehingga kuda meiliki apa yang disebut visual latitude, artinya kuda itu dapat melihat kedepan dan kebelakang tampa harus memalingkan kepala. Hal ini memungkinkan kuda dapat bereaksi lebih cepat sebab dapat melihat sesuatu yang dating dari arah belakang, samping atau depan. Lubang hidungnya juga penting, lebih disukai lubang hidung yang besar agar dapat menghirup udara yang banyak, terutama untuk kuda yang berkerja keras. Mesikipun memiliki kapasitas paru – parunya cukup besar tetapi apabila lubang
23
hidungnya kecil, paru – paru tidak dapat dipenuhi udara maksimum jadi akan meurunlah daya tahannya. (Blakely dan Bade, 1991) Rahang merupakan petunjuk yang bagus atas kekuatan tulang serta konstitusi (ketangguhannya). Tipe yang disukai adalah salah satu rang piring makan atau dalam istilah asingnya rahang ‘dinner plate’, yaitu besar dan bulat. Mulutnya hedaknya relative dangkal sehingga tali kendali yang dipasang dimulut dapat mengontrol kuda itu dengan tekanan yang sekecil mungkin. Mulut kuda yang terlalu dalam akan merupakan kuda yang agak sulit untuk di kendalikan. Lehernya secara relatif tipis dan hal ini akan merpakan cermin apakah seekor kuda dapat berputar cepat ketika sedang engikuti anaknya atau sedang melakukan perkerjaan lain. (Blakely dan Bade, 1991) 2.8.2
Bahu, Pundak dan Kaki Depan Kemiringan bahu dan kemirinan pasterna adalah hal yang sangat penting.
Kemiringan bahu hendak nya adalah 450 dan harus sesuai dengan kemiringan pasterna yang berguna untuk menyerap guncangan (shock absorber) pada bagian tubuh depan hingga punggung kuda akan lebih merasa nyaman apabila sudut yang dimaksudkan tadi jauh melebihi 450, kuda akan cenderung lelah. Sebaliknya bila terlalu kecil maka tunggangan mejadi terasa nyaman, khususnya untuk waktu yang lama. Otot kaki depan tentunya juga merupakan bagian yang penting untuk gerakan kaki depan. Jadi dengan otot yang semakin berkembang, semakin baik pulalah pergerakan kuda itu. (Blakely dan Bade, 1991) pada hal ini sangat lah penting karena kuda akan mampu mengadakan gerakan silang pada kai depannya ketika sedang berlari, sehingga dapat tampil lincah jadi kelincahan itu sangat berkaitan dengan konformasi otot seperti halnya otot – otot seorang atlet pelari. 2.8.3
Seleksi Diluar Faktor Fisik Keturunan (pedigree) merupakan indicator yang sangat baik untuk mengetahui
konstitusi genetic dari suatu hewan dan transmisinya kepada generasi selanjutnya. Memilih kuda dengan melihat keturunanatau dasar dari nenek moyang adalah penting
24
dimana hewan yang terlalu kurus tempramen mereka akan berpengaruh pada generasi selanjutnya. Latihan adalah bagian penting yang sangat menentukan dalam pertandingan, baik prestasi atau baik pencapaian prestasi atau kemenangan. Ini merupakan metode yang kurang baik dibandingkan dengan melihat silsilahnya akan tetapi kualitas dan prestasinya di lapangan merupakan suatu petunjuk yang berharga untuk menentukan pilihan.
2.9
Analisis Korelasi dan Regresi Linier Berganda Secara umum ada dua hubungan antara dua variabel atau lebih, yaitu bentuk
hubungan dan keeratan hubungan. Untuk mengetahui bentuk hubungan digunakan analisa regresi dan untuk keeratan hubungan dapat diketahui dengan analisa korelasi. Analisis regresi dipergunakan untuk menelaah hubungan antara dua variabel atau lebih, terutama untuk menelusuri pola hubungan yang modelnya belum diketahui dengan sempurna, atau untuk mengetahui bagaimana variasi dari beberapa variabel independen mempengaruhi variabel dependen dalam suatu fenomena yang kompleks. Jika X 1, X2,.....Xn adalah variabel-variabel independen dan Y adalah variabel dependen, maka terdapat hubungan fungsional antara X dan Y, dimana variasi dari X akan diiringi pula oleh variasi dari Y. Secara matematika hubungan di atas dapat dijabarkan sebagai berikut: Y = f(X1, X2,.....Xn, e), dimana Y adalah variabel dependen dan X adalah variabel independen dan e adalah variabel residu (distubance term). Hubungan antara dua ubahan secara statistik dapat dinyatakan secara korelasi dan regesi (Hardjosubroto, 1994). Analisis korelasi merupakan alat yang dipakai untuk mengukur keeratan hubungan antara dua variabel. Perhitungan dari derajat keeratan didasarkan pada persamaan regresi. Korelasi r adalah hubungan timbal balik atau asosiasi yaitu saling bergantungnya dua variabel misalnya Y1 dan Y2. Ada dua hubungan antara dua variabel
25
tersebut, yaitu hubungan negatif dan hubungan positif. Bila variabel-variabel memiliki hubungan negatif, maka hubungannya tidak searah yaitu semakin tinggi variabel Y 1 maka semakin rendah variabel Y2. Begitupun sebaliknya jika dua variabel berhubungan positif, maka hubungan di antara keduanya bersifat searah yaitu semakin tinggi variabel Y1 maka semakin tinggi pula variabel Y2 (Kustituanto, 1984). Analisa regresi ganda merupakan pengembangan dari analisa regresi sederhana. Kegunaannya yaitu untuk meramalkan nilai variabel terikat (Y) apabila variabel bebasnya (X) dua atau lebih. Analisa regresi berganda adalah alat untuk meramalkan nilai pengaruh dua variabel bebas atau lebih terhadap satu variabel terikat atau untuk membuktikan ada tidaknya hubungan fungsional atau hubungan kausal antara dua atu lebih variabel bebas X1, X2,......., Xn terhadap suatu variabel terikat Y. Persamaan regresi berganda dirumuskan sebagai beikut: 1. Dua variabel bebas : Ŷ = a + b1 x1 + b2 x2 2. Tiga variabel bebas: Ŷ = a + b1 x1 + b2 x2 + b3 x3 3. n variabel bebas : Ŷ = a + b1 x1 + b2 x2 + .....+ bnxn
Pengambilan keputusan dalam uji regresi sederhana dapat mengacu pada dua hal, yakni dengan membandingkan nilai t hitung dengan t tabel, atau dengan membandingkan nilai signifikansi dengan nilai probabilitas 0,05. Analisa korelasi bertujuan untuk mengukur kekuatan asosiasi (hubungan) liniear antara dua variabel atau lebih. Besarnya koefisien korelasi berkisar antar +1 sampai dengan -1, dimana koefisien korelasi menunjukkan kekuatan (stregth) hubungan linear dan arrah hubungan dua variabel acak (Sarwono, 2006). Korelasi sama dengan +1 menunjukkan bahwa untuk setiap unit peningkatan dalam satu variabel akan terjadi satu unit peningkatan pada sifat yang berkorelasi itu. Koefisien korelasi dapat terletak dimanapun diantara keduanya, dengan nilai 0 yang berarti tidak ada hubungan antara dua peubah. Korelasi populasi signifikan
26
(keberadaannya nyata) apabila P-value (Sig.(2 tailed)) ≤ α, dengan P-value probabilitas kesalahan yang dihasilkan oleh pengujian dan α merupakan probabilitas kesalahan yang ditentukan oleh penguji biasanya sebesar 1%, 5%, dam 10%. Nilai koefisien korelasi menurut Sarwono (2006) akan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Nilai Koefisien Korelasi Nilai korelasi
Indikator
0,00
- 0,199
Sangat Rendah
0,20
- 0,399
Rendah
0,40
- 0,599
Sedang
0,60
- 0,799
Kuat
0,80
- 1,000
Sangat Kuat
Sumber: Sarwono (2006)