IDENTITAS DAN PENGESAHAN 1. Judul Penelitian
:
Penerapan Prinsip Good Corporate Governance Pada Lembaga Amil Zakat (Studi Kasus di Wisma Zakat DKD Magelang) 2. Bidang Penelitian
: Sosial Ekonomi
3. Ketua Peneliti a. Nama Lengkap b. Jenis Kelamin c. NIS d. Disiplin ilmu e. Pangkat/Golongan f. Jabatan g. Fakultas/Jurusan h. Alamat i. Telepon/Faks/E mail j. Alamat Rumah k. Telepon/E mail
: Andi Triyanto, SEI. : Laki-laki : 058106017 : Ekonomi Islam : Penata Muda/III a : Asisten Ahli : Agama Islam/Ekonomi Syari‟ah : Jl. Tidar No. 21 Magelang : 0293 362082 : Karanglo Rt.05/02, Tegalrejo, Magelang : 081578042004/
[email protected]
4. Jumlah Anggota Peneliti Nama Anggota
: 1 orang : Nasyithotul Jannah, MSI.
5. Lokasi Penelitian
: Magelang
Magelang, Agustus 2014 Mengetahui Dekan FAI UMM
Ketua Peneliti
Dr. Imam Mawardi, M.Ag. NIS. 017308176
Andi Triyanto, SEI. NIS. 058106017 Menyetujui Ketua LP3M UMM
Dr. Suliswiyadi, M.Ag. NIS. 966610111
1
RINGKASAN
Penelitian ini mencoba mengungkap pilar-pilar dasar pengelolaan lembaga amil zakat yang menurut peneliti menjadi kunci profesionalisme lembaga untuk membentuk akuntabilitas, terdiri dari hukum syariah sebagai pilar agama, hukum positif/UU sebagai pilar negara/pemerintah, PSAK sebagai pilar kesehatan keuangan, dan pilar masyarakat. Peneliti memasukkan konsep good governance yang memiliki nilai-nilai yang relevan terhadap pembentukan akuntabilitas lembaga amil zakat secara umum. Metode penelitian bersifat lapangan dengan pengambilan data dari wawancara dan observasi. Wisma Zakat DKD memiliki karakteristik profesionalisme lembaga yang tercermin pada: (1) kecakapan, (2) pendidikan, (3) penghasilan, (4) keterikatan pada asosiasi profesi, (5) etika profesi, (6) totalitas, (7) keterbukaan atau transparansi dan memiliki karakteristik good governance, yang tercermin pada: (1) transparency, (2) accountability, (3) responsibility, (4) independency, (5) fairness serta mendasarkan pengelolaan dana ZIS pada sistem pentasyarufan QS. At Taubah: 60. Upaya mewujudkan konsep akuntabilitas organisasi diwujudkan pembinaan dan pengawasan DPS, pembinaan ruhiyah karyawan dalam menjalankan roda organisasi. Konsep akuntabilitas hukum positif/UU sebagai pilar negara/pemerintah diwujudkan dengan tergabung dalam asosiasi zakat nasional, mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti berbadan hukum/akta pendirian sah, merujuk UU 23 Tahun 2011. Konsep akuntabilitas dalam keterikatan PSAK sebagai pilar kesehatan keuangan diwujudkan dengan merujuk pada PSAK 109 dalam menyusun laporan keuangan. Kata kunci: good corporate covernance, profesionalisme, good corporate governance, dan tasyaruf zakat
2
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah atas segenap karunia dan limpahan rahmat-Nya, salawat dan salam semoga senantiasa tercurah pada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang setia di atas sunnah sampai akhir zaman. Peneliti sangat bersyukur dengan segenap keterbatasan dan kekurangan akhirnya mampu menyelesaikan penelitian yang diberi judul “Penerapan Prinsip Good Corporate Governance Pada Lembaga Amil Zakat (Studi Kasus di Wisma Zakat DKD Magelang)”. Penelitian ini mampu diselesaikan dengan banyak dibantu, didorong dan dibimbing oleh banyak pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Namun demikian, dalam lembar sederhana ini, secara khusus penulis ingin menghaturkan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1.
Pimpinan Universitas Muhammadiyah Magelang yang memberi motivasi dan kesempatan bagi seluruh dosen untuk mengembangkan Tri Dharma Pendidikan terutama penelitian dan pengabdian.
2.
Dr. Suliswiyadi, M.Ag., selaku Kepala LP3M UMM yang memfasilitasi penelitian dan pengabdian dosen-dosen di UMM.
3.
Dra. Kanthi Pamungkassari, M.Pd, selaku Kepala Pusat Penelitian yang mendukung penelitian dosen-dosen di UMM.
4.
Dr. Imam Mawardi, M.Ag. selaku Dekan FAI UMM yang mendukung dan memberi kesempatan dosen-dosen mengembangkan penelitian dan pengabdian untuk menambah khazanah keilmuan.
5.
Rakhmat Raafi, SS. selaku Direktur dan seluruh rekan-rekan pengelola Wisma Zakat DKD Magelang yang memberi ruang diskusi dan tempat penelitian secara terbuka dan kekeluargaan.
6.
Rekan-rekan dosen FAI UMM atas segala bentuk diskusi yang kemudian menjadi ide penelitian, semoga seluruh yang kita lakukan bermanfaat dunia dan akhirat.
7.
Teman-teman mahasiswa khususnya program studi Muamalat FAI UMM yang banyak memberi semangat dan selalu memberi inspirasi.
8.
Segenap pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
3
Semoga Allah SWT melimpahkan karunia dan pahala yang setinggitingginya atas semua bantuan dan keikhlasan yang telah mereka berikan kepada peneliti. Akhirnya peneliti berharap semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat yang seluas-luasnya bagi pengembangan lembaga amil zakat pada khususnya dan ekonomi Islam pada umumnya serta dicatat oleh Allah sebagai amal jariyah yang dapat dipetik di akhirat kelak. Amin ya Rabbal ‘alamin.
Magelang, 20 Agustus 2014
Peneliti
4
DAFTAR ISI Halaman Judul Identitas dan Pengesahan Ringkasan Kata Pengantar Daftar Isi BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian BAB II Tinjauan Pustaka A. Konsep Good Governance B. Hukum Syariah C. Lembaga Amil Zakat D. Undang-Undang Zakat BAB III Metode Penelitian A. Jenis Penelitian B. Tempat dan Waktu C. Jenis Data D. Metode dan Desain E. Teknik Pengumpulan Data F. Analisis Data BAB IV Hasil dan Pembahasan A. Profil Lembaga B. Penerapan Good Corporate Governance BAB V Penutup A. Simpulan B. Saran Daftar Pustaka Lampiran
5
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Lembaga Amil Zakat (LAZ) merupakan satu dari sekian banyak jenis lembaga keuangan syariah yang berdiri seiring perkembangan ekonomi Islam. Hal ini menjadi indikator dan babak baru kesadaran ummat Islam terhadap peran dan fungsi zakat sebagai penyeimbang kehidupan perekonomian baik dalam skala individu maupun masyarakat bahkan negara, sehingga zakat memiliki potensi memegang peran sentral dalam mendukung kemajuan perekonomian di Indonesia. LAZ adalah institusi keuangan nirlaba, yaitu lembaga yang dibiayai oleh masyarakat melalui donasi atau sumbangan yang berbasis keagamaan (Nainggolan, 2005: 2-3). Lembaga ini secara khusus menangani masalah ubudiyyah-transendental dan ta’awuniyyah-filantrophi sekaligus, berdasarkan hal tersebut menuntut setiap pengelolanya mengaplikasikan tanggungjawab ganda, sehingga harus dikelola secara profesional, untuk meraih kesempurnaan amal yang telah dilaksanakan agar bermanfaat dunia dan akhirat. LAZ dituntut agar seluruh proses, peraturan dan operasionalnya harus mengacu pada hukum positif yang berlaku, aturan bisnis yang harus dikompromikan dengan hukum syar‟i dan nilai-nilai Illahiyah. Banyak kriteria profesionalisme untuk dijadikan pijakan pengelolaan sebuah lembaga keuangan, baik yang berorientasi laba maupun nirlaba. Adnan dalam Widodo dan Kustiawan (2001) menyebut profesinalisme seseorang atau lembaga dapa ditandai dengan beberapa karakteristik, yaitu: (1) kecakapan, kompetensi teknis dan manajemen; (2) pendidikan; (3) penghasilan; (4) keterikatan pada asosiasi profesi; (5) etika profesi; (6) totalitas; (7) keterbukaan atau transparansi. Sejalan
dengan
hal
tersebut
Bhatta
(1996) dan
Irwanto
(2013)
mengungkapkan pula bahwa unsur utama governance, tata kelola yang baik memiliki
karakteristik
yaitu:
akuntabilitas
(accountability),
transparan (transparency), keterbukaan (opennes), dan aturan hukum (rule of law) ditambah dengan kompetensi manajemen (management competence) dan hak-hak asasi manusia (human right). Berdasarkan dua pendekatan tersebut, salah satu kata
6
yang mewakili profesionalisme dan good governance, sehingga sering mewakili kata profesional dalam pengelolaan sebuah lembaga adalah akuntabilitas. Akuntabilitas memiliki arti secara umum bertanggungjawab dengan apa-apa yang dilaksanakan di dalam lembaga. Menurut Irwanto (2013) akuntabel, diterjemahkan secara harfiah sebagai tanggung gugat, sebuah lembaga dan para pengelolanya harus dapat mempertanggungjawabkan pelaksanaan kewenangan yang diberikan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Demikian halnya dengan kebijakan, program, dan kegiatan yang dilakukannya dapat dipertanggungjawabkan. Pertanggungjawaban ini penting selain karena memang tuntutan logis dari sebuah perjalanan lembaga, apalagi mengelola uang juga untuk mengukur kinerja lembaga yang secara tidak langsung berguna untuk memotret kemampuan lembaga untuk bertahan dan berkembang. Perkembangan LAZ kemudian diakui sebagai bagian lembaga keuangan yang memiliki peran ekonomis, setidaknya dilihat dari peluang kerja yang diciptakan LAZ dan dikeluarkannya PSAK Zakat oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Peluang kerja LAZ terwujud dalam skala nasional melalui BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional), BAZDA (Badan Amil Zakat Daerah) di tingkat propinsi dan kota/kabupaten, maupun Lembaga Amil Zakat bentukan masyarakat secara mandiri dan swadaya. Kehadiran lembaga-lembaga tersebut membuka lapangan kerja, memerlukan orang yang memiliki keahlian dan konsentrasi waktu dan pikiran untuk mengelola zakat secara profesional. Pengesahan PSAK 109 sebagai PSAK Zakat oleh IAI sejak 2010 menunjukkan urgensi transparansi laporan keuangan lembaga, yang berarti bahwa obyek yang dikelola LAZ memiliki signifikansi materiil untuk dipertanggungjawabkan secara terstruktur dan terbuka. Penelitian ini mencoba mengungkap pilar-pilar dasar pengelolaan lembaga amil zakat yang menurut peneliti menjadi kunci profesionalisme lembaga untuk membentuk akuntabilitas, terdiri dari hukum syariah sebagai pilar agama, hukum positif/UU sebagai pilar negara/pemerintah, PSAK sebagai pilar kesehatan keuangan, dan pilar masyarakat. Peneliti memasukkan konsep good governance yang memiliki nilai-nilai yang relevan terhadap pembentukan akuntabilitas lembaga amil zakat secara umum. Esensi dari good governance adalah peningkatan kinerja perusahaan melalui supervisi atau pemantauan kinerja manajemen dan adanya
7
akuntabilitas manajemen terhadap pemangku kepentingan lainnya, berdasarkan kerangka aturan dan peraturan yang berlaku (Kaihatu, 2006). Berdasar hal tersebut, Tim Peneliti menilai sangat penting dan strategis untuk meneliti akuntabilitas lembaga nirlaba amil zakat dan memilih Wisma DKD Magelang sebagai obyek penelitian dengan pertimbangan merupakan lembaga amil zakat yang terbukti eksis dan sudah menjadi iconic pengelola zakat di Kota Magelang. Tim Peneliti mengangkat judul: Penerapan Prinsip Good Corporate Governance Pada Lembaga Amil Zakat (Studi Kasus di Wisma Zakat DKD Magelang).
B. RUMUSAN MASALAH Rumusan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana konsep dan penerapan prinsip-prinsip GCG di Wisma Zakat DKD Magelang? 2. Bagaimana mewujudkan konsep akuntabilitas yang merupakan salahsatu prinsip GCG di Wisma Zakat DKD Magelang, khususnya hukum syariah sebagai pilar agama? 3. Bagaimana mewujudkan konsep akuntabilitas yang merupakan salahsatu prinsip GCG di Wisma Zakat DKD Magelang, khususnya hukum positif/UU sebagai pilar negara/pemerintah? 4. Bagaimana mewujudkan konsep akuntabilitas yang merupakan salahsatu prinsip GCG di Wisma Zakat DKD Magelang, khususnya PSAK sebagai pilar kesehatan keuangan? Untuk mendapatkan keakuratan data sesuai dengan rencana jadwal, penelitian ini dibatasi pada Wisma Zakat DKD Magelang.
C. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini secara umum bertujuan untuk memberikan informasi deskriptif terhadap penerapan prinsip-prinsip good corporate governance di Wisma Zakat DKD Magelang. Lebih khusus: a. Mengetahui konsep dan penerapan prinsip-prinsip GCG di Wisma Zakat DKD Magelang
8
b. Mengetahui perwujudan konsep akuntabilitas yang merupakan salahsatu prinsip GCG di Wisma Zakat DKD Magelang, khususnya hukum syariah sebagai pilar agama c. Mengetahui perwujudan konsep akuntabilitas yang merupakan salahsatu prinsip GCG di Wisma Zakat DKD Magelang, khususnya hukum positif/UU sebagai pilar negara/pemerintah d. Mengetahui perwujudan konsep akuntabilitas yang merupakan salahsatu prinsip GCG di Wisma Zakat DKD Magelang, khususnya PSAK sebagai pilar kesehatan keuangan.
D. MANFAAT PENELITIAN a. Bagi Peneliti/Bidang Akademik Mendapatkan informasi riil pelaksanaan kegiatan dan dinamika ekonomi syariah bidang lembaga keuangan syariah di lapangan. b. Bagi LAZ/Praktisi Mengukur implementasi prinsip-prinsip good corporate governance di lembaga.
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP GOOD GOVERNANCE Kaihatu (2006) mengutip (Chinn, 2000; Shaw, 2003) menyebut dua teori utama yang terkait dengan corporate governance adalah stewardship theory dan agencytheory. Stewardship theory dibangun di atas asumsi filosofis mengenai sifat manusia yakni bahwa manusia pada hakekatnya dapat dipercaya, mampu bertindak dengan penuh tanggung jawab, memiliki integritas dan kejujuran terhadap pihak lain. Sementara itu, agency theory yang dikembangkan oleh Michael Johnson, memandang bahwa manajemen perusahaan sebagai “agents” bagi para pemegang saham, akan bertindak dengan penuh kesadaran bagi kepentingannya sendiri, bukan sebagai pihak yang arif dan bijaksana serta adil terhadap pemegang saham, dalam konteks corporate governance yang bertumpu pada agency theory, pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku. Kaitannya dengan lembaga amil zakat, Irwanto (2011) menjelaskan konsep dasar good governance yang sering dipahami secara sempit, secara sederhana, banyak
pihak
menerjemahkan governance sebagai
tata
pemerintahan.
Tata
pemerintahan disini bukan hanya dalam pengertian struktur dan manajemen lembaga yang disebut eksekutif, karena pemerintah (government) hanyalah salah satu dari tiga aktor besar yang membentuk lembaga yang disebut governance. Dua aktor lain adalah private sektor (sektor swasta) dan civil society (masyarakat madani). Berdasarkan hal tersebut memahami governance adalah memahami bagaimana integrasi peran antara pemerintah (birokrasi), sektor swasta dan civil society dalam suatu aturan main yang disepakati bersama. Lembaga pemerintah harus mampu menciptakan lingkungan ekonomi, politik, sosial budaya, hukum dan keamanan yang kondusif. Sektor swasta berperan aktif dalam menumbuhkan kegiatan perekonomian yang akan memperluas lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan, sedangkan civil society harus mampu berinteraksi secara aktif dengan berbagai macam aktivitas perekonomian, sosial dan politik termasuk bagaimana melakukan kontrol terhadap jalannya aktivitas-aktivitas tersebut.
10
Rasul (2009) menambahkan ketiga institusi governance, pemerintah (good public governance), dunia usaha swasta (good private governance), dan masyarakat (civil society) harus saling berkaitan dan bekerjasama dengan prinsip-prinsip kesetaraan tanpa ada upaya untuk mendominasi satu pihak terhadap pihak yang lain. Lembaga Amil Zakat sebagai sektor swasta, termasuk yang milik pemerintah, harus berperan aktif dalam menumbuhkan kegiatan perekonomian yang akan memperluas lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan negara yang tentu untuk kemakmuran rakyat. Berbeda dengan UNDP tentang prinsip good governance yang berjumlah 14 (Irwanto, 2011; Rasul 2009) Kaihatu (2006) menyebutkan secara umum terdapat lima prinsip dasar dari good corporate governance yaitu: 1) Transparency (keterbukaan informasi), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan. 2) Accountability (akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. 3) Responsibility (pertanggungjawaban), yaitu kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku. 4) Independency (kemandirian), yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manajemen yang tidak sesuai dengan peraturan dan perundangan-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. 5) Fairness (kesetaraan dan kewajaran), yaitu perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku. B. HUKUM SYARIAH Zakat adalah ibadah amaliyah yang memadukan aspek transendensi sosial, untuk mengatur kehidupan manusia dalam hubungannya dengan Allah SWT dan dalam hubungannya dengan sesama manusia. Nilai ibadah dari zakat inilah yang mengharuskan amalan zakat yang ekonomis tidak sekadar diukur dengan ukuran
11
good governance tetapi sekaligus diatur dengan hukum syariah, hukum bagi umat Islam yang bersumber pada Al Qur‟an, Hadits dan Ijma ulama. Ketaatan pada hukum syariah yang dilaksanakan pengelola zakat di LAZ menambah nilai (added value) good governance dalam hal ketaatan pada aturan yang berlaku. Masalah zakat diatur dalam syariah mengenai wajib zakat (muzaki), penerima zakat (mustahiq), rukun dan syarat zakat, jenis zakat, serta distribusi (tasyaruf) zakat. Al Afifi dalam Budi (2011) menyebutkan orang yang wajib mengeluarkan zakat: (1) Islam, (2) Baligh dan Berakal, (3) Merdeka, (4) Harta yang dizakati adalah milik penuh/sempurna, (5) Harta yang dizakati telah mencapai nishab atau senilai dengannya, (6) Kepemilikan harta telah mencapai setahun (haul), menurut hitungan tahun qamariyah, (7) Genapnya nishab pada kedua ujung haul, (8) Harta tersebut bebas dari hutang, (9) Adanya kemampuan untuk menunaikan zakat, (10) Mengetahui kewajiban zakat, khusus bagi orang Islam yang dalam peperangan. Pendapat Al Afifi yang dikutip oleh Budi (2011) ini merupakan kompilasi pendapat ulama-ulama fiqhiyah, Imam Hanafi, Maliki, Syafi‟i, dan Hanbali. Adapun masalah pendistribusian zakat sekaligus terkait pihak yang berhak menerima zakat (mustahiq) mengacu pada QS. At Taubah (9): 60; “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, penguruspengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang (terbelit) berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. Jenis zakat dibedakan menjadi 2 (dua); zakat fithr (sering dikenal dengan zakat fitrah) dan zakat maal (zakat atas harta yang masuk kriteria wajib dizakati). Zakat fithr adalah zakat makanan pokok yang dikeluarkan per individu muslim yang memenuhi syarat muzaki menjelang 1 syawal dengan batas maksimal sebelum khatib naik mimbar pelaksanaan shalat Idul Fithri. Adapun zakat maal ketentuan dan syarat sebagaimana terlampir dalam bagan, sebagai berikut dalam Su‟aidi dikutip Muhajjir (2004):
12
C. LEMBAGA AMIL ZAKAT Dalam Undang-undang 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat disebutkan antara lain: Pengelolaan zakat dilakukan oleh Badan Amil Zakat yang dibentuk oleh pemerintah sesuai dengan tingkatan dan Lembaga Amil Zakat yang dibentuk masyarakat dan dikukuhkan oleh pemerintah. Badan Amil Zakat terdiri: 1) Badan Amil Zakat Nasional dibentuk oleh Presiden atas usul Menteri Agama. 2) Badan Amil Zakat Daerah Provinsi dibentuk oleh Gubernur atas usul Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi. 3) Badan Amil Zakat Daerah Kabupaten/Kota dibentuk oleh Bupati/Walikota atas usul Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota.
13
4) Badan Amil Zakat Daerah Kecamatan dibentuk oleh Camat atas usul Kepala kantor Urusan Agama. 5) Dalam melaksanakan pengumpulan zakat, Badan Amil Zakat sesuai dengan tingkatan membentuk Unit Pengumpul Zakat untuk melayani Muzakki, yang berada pada desa/kelurahan, instansi-instansi pemerintah maupun luar negeri. Lembaga Amil Zakat terdiri : 1) Lembaga Amil Zakat tingkat pusat dikukuhkan oleh Menteri Agama 2) Lembaga Amil Zakat tingkat daerah provinsi dikukuhkan oleh Gubernur atas usul Kepala Kanwil Departemen Agama Provinsi. Pengelolaan zakat juga mencakup pengelolaan infaq, shadaqah, hibah, wasiat, waris, dan kafarat. D. UNDANG-UNDANG ZAKAT Signifikansi peran zakat zakat bagi perekonomian bagi umat Islam secara khusus dan warga masyarakat secara umum menjadi salah satu dasar diperlukannya peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk menguatkan secara hukum di kehidupan bernegara. Maka pemerintah secara bertahap mengeluarkan undangundang tentang pengelolaan zakat, sebagai berikut: 1) UU No 38 Tahun 1999 Mufraini (2006: 41) menyebutkan undang-undang ini sebagai prestasi pemerintah yang memberlakukan undang-undang yang mengatur pengelolaan zakat melalui lembaga resmi (badan zakat), ditambahkan juga bahwa dengan disusul Ketetapan UU Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, berlaku sejak tahun 2001 bahwa zakat menjadi item pengurang pajak. Seiring perkembangan waktu Kurniawan (2013) menyebut bahwa pengelolaan zakat pada saat menggunakan payung UU No 38 tahun 1999 dirasakan kurang optimal dan memiliki kelemahan dalam menjawab permasalahan zakat di Indonesia. Selain itu pasal-pasal yang termaktub di dalamnya sudah tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat sehingga butuh pembaruan. Berdasarkan hal tersebut, lahirlah kemudian UU Nomor 23 tahun 2011 pengelolaan lebih terintegrasi dan terarah dengan mengedepankan perencanaan, pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Kurniawan (2013) mengutip pendapat
14
HM.Busro anggota Komisi VIII DRR-RI dari Fraksi Golkar bahwa problem mendasar yang dihadapi pada rezim zakat terdahulu adalah adanya kesimpangsiuran siapa yang harus menjadi leading sector. 2) UU No 23 Tahun 2011 Undang-undang ini adalah yang paling mutakhir berlaku di Indonesia tentang pengelolaan zakat, sebagaimana disebutkan bahwa berdasarkan undang-undang ini diharapkan pengelolaan lebih terintegrasi dan terarah dengan mengedepankan perencanaan, pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat (Kurniawan, 2103). Perkembangan selanjutnya masih menurut Kurniawan (2013) terdapat pasalpasal yang dianggap krusial dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Zakat adalah: a) Pasal 5 ayat (1). Untuk melaksanakan pengelolaan zakat, Pemerintah membentuk BAZNAS. b) Pasal 7 ayat (1). Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, BAZNAS menyelenggarakan fungsi: (a) perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; (b) pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian,dan pendayagunaan zakat; (c) pengendalian pengumpulan, pendistribusian,
dan
pendayagunaan
zakat;
dan
(d)
pelaporan
dan
pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat. c) Pasal 17. Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ. d) Pasal 38. Setiap orang dilarang dengan sengaja bertindak selaku amil zakat melakukan pengumpulan, pendistribusian, atau pendayagunaan zakat tanpa izin pejabat yang berwenang. e) Pasal 41. Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00
(lima
puluh
juta
rupiah).
(http://www.dsniamanah.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id =178:menyambut-uu-zakat-baru-3&catid=66:ulasan-a-opini&Itemid=167).
15
Berdasarkan pasal-pasal tersebut sejumlah pihak mengajukan gugatan uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 23/2011 tentang Pengelolaan Zakat kepada Mahkamah Konstitusi (MK) yang kemudian dikabulkan. 3) Mahkamah Konstitusi (MK) merivisi UU Nomor 23/2011 Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 23/2011 tentang Pengelolaan Zakat. MK memutuskan mengabulkan sebagian gugatan dari pemohon yang terdiri dari Dompet Dhuafa, Yayasan Rumah Zakat Indonesia, Yayasan Yatim Mandiri, dan beberapa yayasan pengelolaan zakat swasta lain. "Mahkamah mengabulkan sebagian permohonan para pemohon terkait Pasal 18, Pasal 38, dan Pasal 41 UU Pengelolaan Zakat," kata Wakil Ketua MK Hamdan Zulva dalam sidang gugatan di Jakarta, Kamis (31/10/2103). Wakil Sekretaris BAZNAS Fuad Nasar berpendapat, dengan dikabulkannya gugatan ini, semakin memperkuat posisi lembaga zakat dan pengaturannya. Menurut Fuad, selama ini LAZ belum sepenuhnya terorganisasi secara baik dan gugatan ini untuk
merapikan
koordinasi
serta
menjaga
profesionalisme
LAZ.
(http://www.ikadi.or.id/berita/nusantara/1002-mahkamah-konstitusi-revisi-undangundang-zakat.html) E. AKUNTANSI SYARIAH DAN PSAK ZAKAT Pembahasan mengenai lembaga keuangan, baik laba maupun nirlaba terlebih dikaitkan dengan akuntabilitas maka tidak dapat dipisahkan dari pembahasan open management, berupa transparansi laporan keuangan. Laporan keuangan dalam sebuah lembaga merupakan jembatan informasi, pengukur kinerja, dan sarana pertanggungjawaban pihak-pihak terkait dalam aktivitas lembaga, sekaligus menjadi pijakan untuk menentukan arah kebijakan ke depan. Akuntansi sebagai ilmu yang mempelajari cara menyusun laporan keuangan memiliki peranan penting untuk mendukung profesionalisme lembaga keuangan, termasuk lembaga amil zakat. Wacana akuntansi syariah bergulir seiring kebutuhan praktik di lapangan para praktisi lembaga keuangan syariah serta arus pemikiran para akademisi yang melihat perkembangan lembaga-lembaga keuangan berbasis syariah di Indonesia. Akuntansi syariah dapat didefinisikan sebagai suatu „proses akuntansi‟ yang menyajikan informasi (tidak terbatas pada data finansial) kepada para stakeholder (pihak-pihak
16
yang berkepentingan) suatu entitas yang dapat menjamin mereka bahwa entitas beroperasi secara terus-menerus dalam lingkaran Syariah Islam dan mengantarkan pada tujuan sosio-ekonomisnya (Ibrahim, 2004). Keniscayaan terbentuknya sinergi dari berbagai kalangan yang berkompeten untuk mewujudkan produk yang mengatur dan menjadi pedoman khususnya dalam pelaporan keuangan. PSAK yang merupakan produk Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) kemudian memasukkan draft pedoman aplikasi akuntansi sesuai syariah. Hal ini menunjukkan pengakuan sekaligus babak baru perkembangan akuntansi syariah, lebih dari itu menjadi dukungan bagi perkembangan ekonomi Islam secara umum di Indonesia dari Pemerintah maupun IAI yang merupakan persatuan para pakar akuntansi di Indonesia. Bulan Mei Tahun 2008 telah dilakukan Public Hearing Exposure Draft PSAK No. 109: Akuntansi Zakat dan Infaq/Sedekah oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan dan Ikatan Akuntan Indonesia. PSAK khusus untuk Oganisasi Pengelola Zakat ini diharapkan menjembatani setiap lembaga zakat agar mampu menghasilkan laporan keuangan yang sesuai dengan standar dan dapat menghasilkan laporan yang sepadan antar lembaga zakat. Sehingga laporan keuangan yang dihasilkan merupakan laporan yang relevan, handal, dapat dibandingkan dan dapat dipertanggungjawabkan baik dari sisi manajemen keuangan maupun dari sisi syariah. Sebelum ini, akuntansi untuk LAZ mengacu pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan tentang Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba, PSAK No. 45. Secara bertahap lembaga amil zakat menyediakan laporan keuangan merujuk pada PSAK No. 45, kemudian seiring perkembangan entitas syariah yang direspon IAI sehingga diterbitkan PSAK-PSAK untuk entitas syariah, kemudian lembaga amil zakat yang bernaung di bawah satu entitas dan aktivitas utamanya tidak mengumpulkan dan mendistribusikan zakat merujuk pada PSAK 101, sedangkan lembaga dengan aktivitas utama sebagai pengelola zakat merujuk pada PSAK 109 yang terbit sejak 6 April 2010 dan secara efektif diberlakukan untuk tahun buku 1 Januari 2012.
17
BAB III METODE PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN Model penelitian ini adalah studi kasus dengan obyek penelitian lembaga syariah nirlaba/non profit. Fokus masalah yang diangkat adalah penerapan prinsip good corporate governance yang membentuk akuntabilitas lembaga dengan subyek penelitian direktur lembaga atau pihak yang mewakili, termasuk akan melibatkan karyawan dalam keperluan indeep data. B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Wisma Zakat DKD Magelang, dilaksanakan di bulan Juni-Agustus Tahun 2014. C. JENIS DATA Data dalam penelitian ini terdiri dari: a) Data primer yaitu data yang secara langsung diperoleh dari obyek penelitian atau sumber utama, dalam hal ini pihak lembaga. b) Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan membaca buku-buku, literature, majalah, internet, makalah-makalah yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. D. METODE DAN DESAIN Berdasarkan timbulnya variabel penelitian ini merupakan jenis penelitian gabungan field research. Penelitian dilakukan sebagai tindakan eksplorasi terhadap konsep keilmuan prinsip-prinsip good corporate governance dan kemudian diteliti aplikasi di lapanngan dengan menggunakan metode pendekatan penelitian deskriptif kualitatif. E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA Teknik pengumpulan data dilakukan dengan: 1.
Wawancara Wawancara dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai
prinsip-prinsip good corporate governance kepada pihak-pihak yang relevan dalam lembaga. 2.
Observasi
18
Observasi dengan melakukan pengamatan mendalam implementasi di lapangan terhadap prinsip-prinsip good corporate governance di dalam lembaga. 3.
Dokumentasi Mendokumentasikan
segala
hal
yang
relevan
terhadap
upaya
mengimplementasikan prinsip-prinsip good corporate governance di dalam lembaga. F. ANALISIS Eksplorasi data Prinsip umum GCG
Implementasi GCG
Evaluasi implementasi GCG di lembaga
Reduksi dan Verifikasi Data
Simpulan
19
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROFIL WISMA ZAKAT DANA KEMANUSIAAN DHU’AFA (DKD) 1.
Sejarah Berdirinya Berawal dari diskusi kecil beberapa orang merasa resah dengan keadaan ummat yang masih terpuruk dalam berbagai bidang, maka dimulailah sebuah gerakan sosial untuk memberdayakan ummat. Wisma Zakat DKD didirikan pada 12 Juli 2004 dari sudut ruangan yang kecil Masjid Mujahidin. Saat itulah menandai sebagai gerakan kepedulian bersama untuk membangun kemandirian ummat yang bermartabat. Wisma Zakat DKD adalah lembaga nirlaba yang dibentuk Yayasan Dana Kemanusiaan Dhu‟afa dengan tujuan pemberdayaan masyarakat dhu‟afa melalui pendayagunaan sumber daya dan partisipasi publik serta tidak berorientasi pada pengumpulan profit bagi pengurus organisasi. Lembaga DKD dibentuk oleh badan Yayasan DKD melalui Akte Notaris Kun Setyowati, SH. No. 6 tanggal 12 Juli 2004 dan disahkan melalui SK. Menkumham RI AHU89.AH.02.04 tahun 2009.
2.
Visi dan Misi Wisma Zakat DKD memiliki visi menjadi teladan lembaga amil zakat yang amanah, professional, inovatif, dan transparan dalam pengelolaan dana zakat, infaq, shodaqoh, dan wakaf. Misi Wisma Zakat DKD ialah mengoptimalkan pengelolaan dana zakat infaq, shodaqoh wakaf yang amanah, professional, inovatif, dan transparan sehingga berdampak pada kemandirian umat yang bermartabat.
3.
Struktur Kepengurusan Wisma Zakat DKD Kepengurusan Wisma Zakat DKD terdiri dari: a. Dewan Syari‟ah 1) Ketua
: Ust. Dr. Nurodin Usman, Lc. MA.
2) Anggota
: Ust. Abdul Karim, S.Ag.
b. Dewan Pembina 1) Ketua
: Drs. Koesdiharno
20
2) Anggota
: H. Muhammad Suparlan H. AM. Fadjeri
c. Dewan Pengawas 1) Heriyono, M.Pd 2) Ir. Rudi Prayoga 3) Drs. Priyo Waspodo 4) Arief Hariyadi, SE.Akt 5) Ir. Teguh Priyo Utomo, MM 6) Efendi Wahyu Priantoro, A.Md d. Badan Pengurus Yayasan 1) Ketua
: Drs. Sumarsono Hadi, M.Pd
2) Sekretaris : Nasrodin, S.Kep. NS 3) Bendahara : H.A. Rahman A.B. SE. e. Badan Pelaksana Lembaga DKD 1) Direktur
: Rakhmat Raafi, SS.
2) Administrasi
: Juavides Carolina, A.Md.
3) Keuangan
: Lestari Agustin
4) Humas
: Iksan Maksum
5) Fundrising
: Buddy Fatmanto, Agung SE.
6) Pendayagunaan: Surahmanto, Tulus Asmadi.
B. PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE No. 1.
Komponen Pengurus Yayasan
Keterangan a. Tanggungjawab
Penjelasan Pengurus Ada dan
Yayasan
terdokumentasi
b. Pengungkapan
prosedur
penetapan remunerasi c. Struktur renumerasi yang menunjukkan renumerasi nominal
21
komponen dan
per
jumlah
komponen
untuk
setiap
anggota
pengurus d. Frekuensi pertemuan dan tingkat kehadiran pengurus yayasan dalam pertemuan e. Program
pelatihan
rangka
dalam
meningkatkan
kompetensi pengurus f. Pengungkapan board
mengenai
charter
(Pedoman
dan Tata Tertib Yayasan) 2.
Dewan Syariah
Pengawas
a. Ruang lingkup pekerjaan Ada dan dan tanggungjawab masing- terdokumentasi, masing anggota DPS b. Pengungkapan penetapan
namun tidak
prosedur maksimal dalam
remunerasi/gaji memberikan
(jika ada dan ditetapkan) c. Struktur renumerasi yang menunjukkan renumerasi
komponen
nominal
dan per
jumlah
komponen
untuk setiap anggota DPS d. Frekuensi pertemuan dan tingkat
kehadiran
DPS
dalam pertemuan e. Program
pelatihan
rangka
dalam
meningkatkan
kompetensi DPS f. Pengungkapan board
charter
mengenai (Pedoman
dan Tata Tertib DPS)
22
pengawasan.
3.
Pengelola
a. Ruang lingkup pekerjaan dan tanggungjawab masingmasing anggota pengelola b. Pengungkapan penetapan
prosedur
remunerasi/gaji
(jika ada dan ditetapkan) c. Struktur renumerasi yang menunjukkan
komponen
renumerasi
dan
nominal
per
untuk
jumlah
komponen
setiap
anggota
pengelola d. Frekuensi pertemuan dan tingkat kehadiran pengelola dalam pertemuan e. Program
pelatihan
rangka
dalam
meningkatkan
kompetensi pengelola f. Pengungkapan board dan
mengenai
charter Tata
(Pedoman
Tertib
Kerja
Pengelola) 4.
Assesment
Terhadap
Kinerja
Anggota
Pengurus
Yayasan
dan/atau DPS
a. Proses
pelaksanaan Belum terlaksana
assesment b. Kriteria
yang
digunakan
dalam assesment c. Pihak
yang
melakukan
assesment 5.
Komite Audit
a. Nama dan jabatan anggota Belum ada komite audit b. Kualifikasi pendidikan dan
23
pengalaman kerja anggota komite audit c. Independensi
anggota
komite audit d. Uraian
tugas
dan
tanggungjawab e. Laporan
pelaksanaan
kegiatan komite audit f. Frekuensi pertemuan dan tingkat
kehadiran
komite
audit 6.
Audit Internal
a. Nama
ketua
unit
audit Belum ada
internal b. Kedudukan internal
unit
dalam
audit struktur
lembaga c. Uraian pelaksanaan tugas d. Pihak
yang
mengangkat/
memberhentikan unit audit 7.
Sistem
Pengendalian
Internal
a. Penjelasan singkat mengenai Terlaksana namun SPI,
antara
lain belum
pengendalian keuangan dan terdokumentasi operasional b. Kerangka
dengan baik SPI
dalam
lembaga c. Penjelasan
mengenai
evaluasi yang dilakukan atas efektivitas SPI 8.
Corporate Responsibility
Social
a. Kebijakan lembaga b. Ragam dilakukan
24
kegiatan
Seluruh kegiatan yang mencerminkan CSR
yang
c. Dampak keuangan terkait berorientasi pada dengan peduli lingkungan
pemberdayaan
d. Dampak keuangan terkait kaum dengan
dhuafa,
peduli sehingga
ketenagakerjaan
terbangun
e. Dampak keuangan terkait kepedulian dengan
peduli
sosial lingkungan,
kemasyarakatan
ketenagakerjaan, dan
sosial
kemasyarakatan. 9.
Akses informasi dan Ketersediaan data lembaga
akses
terhadap Akses informasi
informasi dan data lembaga relatif masih terhadap publik, misal melaui terbatas, terutama website,
10.
Kode etik
media
massa, dari sumber on-
mailinglist, buletin, dsb.
line/website.
a. Isi kode etik
Kode
b. Pengungkapan bahwa kode didasarkan
etik pada
etik berlaku bagi seluruh pembentukan level
organisasi
lembaga c. Upaya
Islamiyah dengan penerapan
penegakan d. Corporate culture
25
dalam syaksiyah
dan pembinaan ruhiyah rutin.
BAB V PENUTUP
A. SIMPULAN Berdasarkan hasil wawancara dan observasi didapatkan hal-hal sebagai berikut: 1.
Konsep dan penerapan prinsip-prinsip GCG di Wisma Zakat DKD Magelang.
a) Wisma Zakat DKD memiliki karakteristik profesionalisme lembaga yang tercermin pada: (1) kecakapan, kompetensi teknis dan manajemen; dipenuhi dengan pembekalan dan pelatihan manajemen zakat baik internal maupun eksternal (asosiasi lembaga amil zakat), (2) pendidikan; tingkat pendidikan beragam, (3) penghasilan; sistem penggajian karyawan (amil) teratur dan sistematis, (4) keterikatan pada asosiasi profesi; tergabung dalam forum zakat yang merupakan asosiasi organisasi pengelola zakat Indonesia, (5) etika profesi; pembinaan ruhiyah rutin terjadwal, (6) totalitas; seluruh amil mendedikasikan seluruh waktunya sebagai pengelola zakat (tidak bekerja part-time), (7) keterbukaan atau transparansi: melaporkan aktivitas kelembagaan dan keuangan kepada stakeholder (donatur) namun belum publish secara on line. b) Wisma Zakat DKD memiliki karakteristik good governance, yang tercermin pada:
(1)
transparency
(keterbukaan
informasi),
melaporkan
aktivitas
kelembagaan dan keuangan kepada stakeholder (donatur) namun belum publish secara on line. (2) accountability (akuntabilitas), memiliki kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan pertanggungjawaban organ lembaga sehingga pengelolaan menjadi
efektif.
(3)
responsibility
(pertanggungjawaban),
menunjukkan
kepatuhan di dalam pengelolaan lembaga pada peraturan perundangan yang berlaku. (4) independency (kemandirian), lembaga dikelola secara profesional tidak berafiliasi pada ormas tertentu. (5) fairness (kesetaraan dan kewajaran), sebagai lembaga profesional menerapkan perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder sesuai peraturan perundangan yang berlaku. c) Wisma Zakat DKD mendasarkan pengelolaan dana ZIS pada sistem pentasyarufan QS. At Taubah (9): 60; fakir, miskin, amil zakat, muallaf, budak, orang-orang yang (terbelit) berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang
26
sedang dalam perjalanan dengan mengedepankan keshalihan sosial, dalam arti pertimbangan sosial beriringan dengan kemashlahatan syiar agama.
2.
Upaya mewujudkan konsep akuntabilitas yang merupakan salahsatu prinsip GCG di Wisma Zakat DKD Magelang, khususnya hukum syariah sebagai pilar agama diwujudkan pembinaan dan pengawasan DPS, pembinaan ruhiyah karyawan dalam menjalankan roda organisasi.
3.
Upaya mewujudkan konsep akuntabilitas yang merupakan salahsatu prinsip GCG di Wisma Zakat DKD Magelang, khususnya hukum positif/UU sebagai pilar negara/pemerintah diwujudkan dengan tergabung dalam asosiasi zakat nasional, mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti berbadan hukum/akta pendirian sah, merujuk UU 23 Tahun 2011.
4.
Upaya mewujudkan konsep akuntabilitas yang merupakan salahsatu prinsip GCG di Wisma Zakat DKD Magelang, khususnya PSAK sebagai pilar kesehatan keuangan diwujudkan dengan merujuk pada PSAK 109 dalam menyusun laporan keuangan.
B. SARAN Berdasarkan simpulan penelitian penulis memberikan saran sebagai berikut: 1.
Konsep dan penerapan prinsip-prinsip GCG di Wisma Zakat DKD Magelang Karakteristik profesionalisme di Wisma Zakat DKD berupa: (1) kecakapan, (2) pendidikan, (3) penghasilan, (4) keterikatan pada asosiasi profesi, (5) etika profesi, (6) totalitas, (7) keterbukaan atau transparansi maupun karakteristik good governance, yaitu: (1) transparency, (2) accountability, (3) responsibility, (4) independency, (5) fairness belum disadari seluruhnya oleh pihak lembaga sehingga belum terekam dalam sebuah sistem yang lebih baik. Sedangkan dasar pengelolaan dana ZIS pada sistem pentasyarufan harus senantiasa up date pada dinamika permasalahan pengelolaan zakat.
27
2.
Upaya mewujudkan konsep akuntabilitas khususnya hukum syariah sebagai pilar agama selain DPS melakukan pembinaan dan pengawasan juga dilaksanakan assesment dan evaluasi kinerjanya.
3.
Upaya mewujudkan konsep akuntabilitas khususnya hukum positif/UU sebagai pilar negara/pemerintah hendaknya dengan menaati dan bertindak kritis terhadap seluruh UU yang ditetapkan negara.
4.
Upaya mewujudkan konsep akuntabilitas selain merujuk PSAK 109 dalam menyusun laporan keuangan hendaknya dilaporkan kepada publik dalam ragam media.
28
G. DAFTAR PUSTAKA Arianto, Henry, 2006, Implementasi Konsep Good Governance di Indonesia, Forum Ilmiah 24 INDONUSA ♦ Vol 3 No 2 Mei 2006 Budi, Iman Setya, 2011, Tata Kelola Zakat Dalam Perspektif Hukum Islam dan Positif, Thesis UIN Sunan Kalijaga Ikatan Akuntan Indonesia, 2010, PSAK No. 109 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah, DSAK, Jakarta Kaihatu, Thomas S. 2006, Good Corporate Governance dan Penerapannya di Indonesia. Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan, Vol.8, No. 1, Maret 2006: 1-9 Kurniawan, Puji, 2013, Legislasi Undang-Undang Zakat, Ar Risalah Vol 13 Nomer 1 Mei 2013 Mufriani, M. Arif, 2006, Akuntansi dan Manajemen Zakat; Mengomunikasikan Kesadaran dan Membangun Jaringan, Kencana Prenada Media Group, Jakarta Nainggolan, Pahala, Akuntansi Keuangan Yayasan dan Lembaga Nirlaba Sejenis, RajawaliPress, Jakarta, 2005 Prayitno, Budi, 2008, Optimalisasi Pengelolaan Zakat Pada Badan Amil Zakat Daerah (Tinjauan Terhadap Badan Amil Zakat Daerah Kabupaten Muna Propinsi Sulawesi Tenggara), Thesis Universitas Diponegoro Rasul, Sjahrudin, 2009, Penerapan Good Governance di Indonesia dalam Upaya Pencegahan Tindak Pidana Korupsi, Jurnal Mimbar Hukum Vol 21 Nomor 3, Oktober 2009 Shahul Hameed bin Mohamed Ibrahim, Islamic Accounting – a Primer, http://www.iiu.edu.my/accessed Uzaifah, 2010, Manajemen Zakat Pasca Kebijakan Pemerintah Tentang Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak, La_Riba: Jurnal Ekonomi Islam Vol IV No 1, Juli 2010 Widodo, Hertanto dan Kustiawan, Teten, Akuntansi Manajemen Keuangan untuk OPZ, IMZ, Bandung, 2001 http://www.ikadi.or.id/berita/nusantara/1002-mahkamah-konstitusi-revisi-undangundang-zakat.html
29
http://www.dsniamanah.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=17 8:menyambut-uu-zakat-baru-3&catid=66:ulasan-aopini&Itemid=167 http://www.salafy.or.id/download/zakat.gif: Manfaat Zakat Hati dan Zakat Harta (Maal), Syamsu Muhajir dengan muraja‟ah Al Ustadz Usamah Mahri, Malang http://www.inkindo-jateng.web.id/?p=779: Irwanto, Governance dalam Bernegara
30
Arief:
Memahami
Good
LAPORAN PENELITIAN DOSEN PENERAPAN PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE PADA LEMBAGA AMIL ZAKAT (STUDI KASUS DI WISMA ZAKAT DKD MAGELANG)
1. Andi Triyanto, SEI. 2. Nasyitotul Jannah, M.SI.
Oleh: 058106017 057108193
Fakultas Agama Islam Fakultas Agama Islam
Dibiayai LP3M Universitas Muhammadiyah Magelang Tahun Anggaran 2012/2013
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG 2014
31