IDENTIFIKASI RISIKO OPERASIONAL BIDANG PEMBIAYAAN PADA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO (STUDI KASUS KBMT WIHDATUL UMMAH)
Oleh FAUZIAH NURUL HAYATI H24102013
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
ABSTRAK Fauziah Nurul Hayati. H24102013. Identifikasi Risiko Operasional Bidang Pembiayaan Pada Lembaga Keuangan Mikro (Studi Kasus KBMT Wihdatul Ummah). Di bawah bimbingan Ali Mutasowifin.
KBMT Wihdatul Ummah merupakan lembaga keuangan mikro yang aktif memberikan pembiayaan kepada masyarakat khususnya golongan mikro. Risiko operasional yang mungkin muncul pada saat pemrosesan pembiayaan sangat penting untuk dikelola dalam rangka meningkatkan kualitas pembiayaan yang pada akhirnya dapat meminimalkan pembiayaan yang bermasalah. Penelitian ini bertujuan (1) Mengetahui faktor-faktor yang dijadikan pertimbangan dalam pemberian pembiayaan oleh KBMT Wihdatul Ummah, (2) Mengetahui risikorisiko operasional yang timbul dari pemberian pembiayaan oleh KBMT Wihdatul Ummah, (3) Mengetahui pengelolaan risiko operasional terhadap pembiayaan yang diberikan oleh KBMT Wihdatul Ummah. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara, pengamatan langsung terhadap objek serta pengumpulan data melalui dokumen pembiayaan. Data sekunder diperoleh dari laporan keuangan yang diterbitkan oleh KBMT Wihdatul Ummah serta literatur-literatur yang mendukung penelitian ini. Analisis penelitian dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Pemberian pembiayaan yang dilakukan oleh KBMT Wihdatul Ummah memperhatikan syarat yaitu berupa pendekatan syarat BMT serta pendekatan terhadap 5C (Character, Capital, Capacity, Collateral dan Condition). Risiko pembiayaan berasal dari tiga kelompok utama. Kelompok pertama adalah kondisi makro Indonesia secara global yang menyangkut keadaan ekonomi maupun politik. Kelompok risiko yang kedua berkaitan dengan kebijakan pemerintah daerah. Sedangkan kelompok risiko yang ketiga berkaitan dengan aktivitas KBMT Wihdatul Ummah itu sendiri. Identifikasi terhadap risiko operasional pada pembiayaan yang timbul mencakup manajemen risiko pembiayaan, proses dan pengajuan pembiayaan serta pada saat tindak lanjut setelah pembiayaan diberikan. Risiko yang muncul dinilai dampak dan kemungkinan terjadinya untuk menunjukkan tingkatan risiko. Risiko yang dinilai sangat tinggi diantaranya: perhitungan pencadangan penghapusan piutang yang tidak dilakukan setiap bulan, kurangnya sumber daya manusia yang menangani pembiayaan, analisis data mitra yang kurang tepat dalam menilai kelayakan usaha serta nilai taksasi jaminan, tidak memungkinkan pemantauan kondisi finansial dari mitra. KBMT Wihdatul Ummah melakukan beberapa upaya pengelolaan terhadap risiko operasional yang muncul tersebut dengan beberapa cara yaitu: adanya monitoring tiap satu minggu sekali untuk menilai prestasi angsuran mitra dan mengawasi prestasi angsuran mitra tersebut untuk membuat tindakan yang tepat untuk penanganan pembiayaan bermasalah. Evaluasi bulanan dan semesteran juga dilakukan untuk mengevaluasi aktivitas pembiayaan selama satu bulan dan membuat perencanaan untuk bulan berikutnya serta menyusun rencana penanganan pembiayaan yang bermasalah.
IDENTIFIKASI RISIKO OPERASIONAL BIDANG PEMBIAYAAN PADA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO (STUDI KASUS KBMT WIHDATUL UMMAH)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh FAUZIAH NURUL HAYATI H24102013
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN IDENTIFIKASI RISIKO OPERASIONAL BIDANG PEMBIAYAAN PADA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO (STUDI KASUS KBMT WIHDATUL UMMAH)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh FAUZIAH NURUL HAYATI H24102013
Menyetujui, Juni 2006
Ali Mutasowifin, SE, M.Ak Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc Ketua Departemen
Tanggal Ujian: 31 Mei 2006
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Boyolali pada tanggal 12 Mei 1984. Penulis merupakan anak kelima dari lima bersaudara dari ayah Muhammad Syaifudin Zuhri dan ibu Churryah. Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Athfalussalim pada tahun 1990 kemudian melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri 1 Tumang. Pada tahun 1996 penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Cepogo dan pada tahun 2002 penulis berhasil menyelesaikan studinya dari SMU Negeri 1 Boyolali. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasisiwa Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI.
KATA PENGANTAR
Segala puji kehadirat Allah SWT yang atas Kuasa dan Kekuatan-NYA penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini mengambil judul “ Identifikasi Risiko Operasional Bidang Pembiayaan Pada Lembaga Keuangan Mikro (Studi Kasus KBMT Wihdatul Ummah)”. Risiko pembiayaan merupakan salah satu risiko terbesar yang dihadapi oleh KBMT dalam aktivitasnya sebagai lembaga penyalur pembiayaan kepada mitranya, untuk itu perlu diketahui risiko-risiko operasional bidang pembiayaan yang terjadi pada KBMT Wihdatul Ummah untuk dapat meningkatkan kualitas pembiayaan. Penyusunan skripsi ini banyak dibantu oleh berbagai pihak baik moril maupun materiil. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Ali Mutasowifin, SE, M.Ak, yang telah memberikan bimbingan, masukan dan wawasan yang tidak ternilai harganya selama menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Ir. Budi Purwanto, ME dan Ibu Heti Mulyati, S.TP, MT selaku penguji yang telah memberikan banyak masukan dan wawasan baru bagi penulis. 3. Bapak Ade Rachmawan selaku manajer KBMT Wihdatul Ummah, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian. 4. Ibu Juhariah selaku pembimbing lapang yang telah memberikan masukan dan informasi serta kritik kepada penulis. 5. Ibu Agri, Mba Lia, Mba Novi, Mba Juli, Mba Yeti, Mas Apin, Mas Puji, Pak Surya dan semua staf KBMT Wihdatul Ummah yang telah memberikan banyak masukan dan informasi demi terselesaikannya skripsi ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada semuanya yang telah dengan sabar untuk direpotkan oleh penulis.
6. Tim Satgas Tugas Akhir dan Seluruh Staf Pengajar serta karyawan/wati di Departemen Manajemen FEM IPB. 7. Ayahanda, Ibunda serta kakak-kakak yang senantiasa memberikan dukungan dan kasih sayang sehingga penulis tetap tegar dalam menghadapi masa-masa yang sulit. 8. Wira, Rani, Novi, Anet, Erma, Lady, Putu, Ricky, Ganjar, Hana, terima kasih atas dukungan, kebersamaan dan keceriaan selama ini. terimakasih atas perhatian & pengertiannya. 9. Mba Reni, terima kasih atas semua dukungan, kritik, saran dan masukannya. 10. Inne Wulandari teman seperjuangan terima kasih atas kebersamaannya serta dukungan dan masukannya. 11. Jasminer’s : uCiL, Isyana, Ririn, Ana, dan semuanya yang telah bersamasama melewati hari-hari bersama, keep our friendship. 12. Anak-anak Manajemen’ 39 : Firsta, Nanien, Rihza, Bima R, Mala, Via, Manal, Hendra, Ferdie, Nanto, Okka, Apri, Prima, Asep, Dhika, Demmy, dan semuanya yang tidak bisa disebutkan satu persatu terima kasih atas kebersamaannya dan keceriaan selama ini. 13. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan pahala atas kebaikannya.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Juni 2006
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ iii KATA PENGANTAR .................................................................................... iv DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. x I.
PENDAHULUAN ................................................................................... 1.1. Latar Belakang .................................................................................. 1.2. Perumusan Masalah .......................................................................... 1.3. Tujuan Penelitian .............................................................................. 1.4. Kegunaan Penelitian ......................................................................... 1.5. Batasan Penelitian .............................................................................
1 1 5 5 6 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 2.1. Manajemen Risiko ............................................................................ 2.1.1. Konsep Risiko ........................................................................ 2.1.2. Pengertian Manajemen Risiko ................................................ 2.1.3. Klasifikasi Risiko ................................................................... 2.1.4. Siklus Manajemen Risiko ....................................................... 2.2. Pembiayaan ....................................................................................... 2.2.1. Pengertian Pembiayaan .......................................................... 2.2.2. Jenis-jenis Pembiayaan ........................................................... 2.2.3. Tujuan Pembiayaan ................................................................ 2.3. Lembaga Keuangan Mikro (LKM) ................................................... 2.4. Baitul Maal wat-Tamwil (BMT) ....................................................... 2.4.1. Pengertian BMT ..................................................................... 2.4.2. Cara Kerja BMT ..................................................................... 2.4.3. Prinsip Operasional BMT ....................................................... 2.5. Koperasi ............................................................................................ 2.5.1. Pengertian Koperasi ................................................................ 2.5.2. Unsur-unsur Organisasi Koperasi ........................................... 2.5.3. Prinsip-prinsip Koperasi Indonesia ........................................ 2.5.4. Fungsi dan Peran Koperasi ..................................................... 2.6 Tinjauan Penelitian Terdahulu .........................................................
7 7 7 8 8 11 12 12 13 15 16 17 17 19 19 20 20 21 22 23 23
III. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................... 3.1. Kerangka Pemikiran .......................................................................... 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................ 3.3. Metode Pengumpulan Data ............................................................... 3.4. Metode Pengolahan Data .................................................................. 3.5. Metode Analisis Data ........................................................................
25 25 27 27 27 30
3.6. Metode Pengujian Keabsahan Data .................................................. 31 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 33 4.1. Gambaran Umum Perusahaan ........................................................... 33 4.1.1. ......................................................................................... Sejar ah Pendirian KBMT Wihdatul Ummah .................................. 33 4.1.2. Status Hukum KBMT Wihdatul Ummah ............................... 33 4.1.3. Misi dan Tujuan KBMT Wihdatul Ummah ............................ 34 4.1.4. ......................................................................................... Struk tur Organisasi dan Fungsi Jabatan KBMT Wihdatul Ummah..................................................................... 35 4.1.5. ......................................................................................... Prod uk-produk KBMT Wihdatul Ummah ..................................... 41 4.1.6. ......................................................................................... Kara kteristik Portofolio Pembiayaan Mitra KBMT Wihdatul Ummah ...................................................... 43 4.1.7. ......................................................................................... Perk embangan KBMT Wihdatul Ummah ..................................... 45 4.2.................................................................................................... Pros edur Pemberian Pembiayaan di KBMT Wihdatul Ummah ............... 48 4.3.................................................................................................... Fakt or-faktor yang dijadikan Pertimbangan dalam Pemberian Pembiayaan di KBMT Wihdatul Ummah ....................... 53 4.4.................................................................................................... Risik o-risiko Operasional Bidang Pembiayaan di KBMT Wihdatul Ummah.............................................................. 56 4.5.................................................................................................... Peng elolaan Risiko Operasional Bidang Pembiayaan di KBMT Wihdatul Ummah.............................................................. 58 4.6.................................................................................................... Peng elolaan Pembiayaan Bermasalah ....................................................... 60 KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 63 1. Kesimpulan .............................................................................................. 63 2. Saran ......................................................................................................... 63 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 65 LAMPIRAN .................................................................................................... 67
DAFTAR TABEL
No. 1. 2. 3. 4.
Halaman
Register risiko ........................................................................................... Penilaian risiko ......................................................................................... Perkembangan kesehatan KBMT Wihdatul Ummah ............................... Perkembangan kolektibilitas KBMT Wihdatul Ummah ..........................
29 29 47 48
DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman
1. Perkembangan BMT Indonesia ................................................................ 2. Klasifikasi risiko ....................................................................................... 3. Siklus manajemen risiko ........................................................................... 4. Jenis-jenis pembiayaan ............................................................................. 5. Bentuk dan regulasi LKM di Indonesia .................................................... 6. Cara kerja BMT ....................................................................................... 7. Kerangka pemikiran konseptual ............................................................... 8. Hubungan impact dan probability untuk menggambarkan rating risiko .. 9. Komponen dalam analisis data (interactive model) ................................. 10. Karakteristik Portofolio pembiayaan KBMT WU berdasarkan sektor usaha ............................................................................................... 11. Karakteristik Portofolio pembiayaan KBMT WU berdasarkan plafond .. 12. Karakteristik Portofolio pembiayaan KBMT WU berdasarkan wilayah .. 13. Perkembangan aktiva KBMT WU ........................................................... 14. Perkembangan pembiayaan KBMT WU ..................................................
2 10 11 15 17 19 26 30 30 43 44 45 46 46
DAFTAR LAMPIRAN
No. 1. 2. 3. 4.
Halaman Register risiko ........................................................................................... Struktur organisasi KBMT WU ................................................................ Perkembangan finansial KBMT WU tahun 2000 - 2005 ......................... Uji reliabilitas ...........................................................................................
68 74 75 77
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Lembaga keuangan (financial institution) adalah lembaga yang kegiatan utamanya mengumpulkan dana dan menyalurkan dana dari pihak yang memiliki kelebihan dana (unit surplus) kepada pihak yang membutuhkan dana (unit defisit), (Manurung dan Rahardja, 2004). Lembaga ini merupakan lembaga perantara yang menghubungkan pihak yang membutuhkan dana (unit defisit) dengan pihak yang kelebihan dana (unit surplus). Dalam dunia usaha peran lembaga tersebut sangat diperlukan dalam mendukung kegiatan usaha melalui pemberian kredit untuk mengembangkan usaha. Kesulitan yang dihadapi oleh pengusaha kecil dalam berhubungan langsung dengan lembaga keuangan karena kebijakan perkreditan yang ketat, menyebabkan munculnya lembaga keuangan mikro (LKM). Sebagai bagian dari sistem keuangan mikro, LKM telah lama menjadi sarana yang efektif untuk mengembangkan perekonomian rakyat dan memberdayakan rakyat miskin atau kecil. Pada saat intermediasi sektor perbankan belum berfungsi secara optimal, maka keberadaan LKM semakin penting dalam menggerakkan sektor riil (Abdullah, 2004) Keuangan mikro merupakan salah satu pendekatan dalam upaya pemberdayaan dan pengembangan usaha mikro untuk penanggulangan kemiskinan. Banyaknya perhatian dan usaha untuk mengembangkan keuangan mikro, terutama didasarkan pada motivasi untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan.
LKM secara umum dikelompokkan dalam dua jenis yaitu formal dan non formal, (Abdullah, 2004). LKM formal, misalnya bank (seperti BPR dan BRI Unit) dan non bank seperti KSP atau USP (termasuk Credit Union atau Koperasi Kredit), LDKP (Lembaga Dana dan Kredit Pedesaan) dan pegadaian. Sedangkan LKM non formal, misalnya KSM atau LSM (Kelompok atau Lembaga Swadaya Masyarakat), BMT (Baitul Maal wa Tamwil), LEPM (Lembaga Ekonomi Produktif Masyarakat Mandiri), dan UEDSP (Unit Ekonomi Desa Simpan Pinjam). BMT (Baitul Maal wa Tamwil) sebagai kelompok swadaya masyarakat
sebagai
lembaga
ekonomi
rakyat
yang
berupaya
mengembangkan usaha produktif dan investasi dengan sistem bagi hasil untuk meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha bawah dan kecil dalam upaya pengentasan kemiskinan ( Rasyid, 2001). Selain memiliki landasan syariah BMT juga memiliki landasan filosofis di mana BMT lebih berorientasi pada pemberdayaan. Setiap penggunaan nama BMT harus mengacu pada landasan filosofis di mana hal ini yang membedakan antara BMT dengan lembaga keuangan lain. Berdasarkan data Pusat Inkubasi Bisnis dan Usaha Kecil (PINBUK) tahun 2005, saat ini tercatat sebanyak 3.037 BMT di seluruh Indonesia dengan berbagai kondisi dan tingkat perkembangannya. BMT yang memiliki aktiva di bawah Rp 1 milliar sekitar 85 persen, BMT memiliki aktiva antara Rp 1-5 milliar sebesar 9,8 persen, sedangkan BMT memiliki aktiva antara Rp 5-15 miliar sebesar 4,9 persen dan baru 0,3 persen BMT yang berhasil menembus aktiva di atas Rp 15 milliar. Secara lebih jelas perkembangan BMT di Indonesia dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Perkembangan BMT 3000
2577
Jumlah
2500 2000 1500 1000 300
500
150
10
0 1M>
1-5M
5-15M
>15M
Aktiva
Gambar 1. Perkembangan BMT Indonesia (Data PINBUK, 2005)
Sebagai LKM, BMT dapat melakukan kegiatan-kegiatan keuangan mikro (micro finance) yakni penyedia jasa keuangan bagi anggotanya yang berprofesi sebagai pengusaha mikro maupun kecil. Pada umumnya, LKM BMT memberikan jasa keuangan dalam bentuk simpanan, pembiayaan, dan jasa-jasa lain seperti penerimaan zakat, infaq dan shodaqoh. Berkaitan dengan hal tersebut, BMT menghimpun dana masyarakat dan menyalurkan kembali kepada masyarakat melalui pemberian pembiayaan. Seiring dengan perkembangannya, lembaga ini terbukti mampu memberdayakan para pengusaha kecil. Selama sepuluh tahun terakhir, lembaga keuangan mikro ini terbukti mampu memberdayakan sedikitnya 1,5 juta pengusaha kecil dengan total asset sekitar Rp 1,5 triliun (http://www.republika.co.id,
2005).
Ketika
bank
menaikkan
suku
bunganya, BMT justru menjadi alternatif pembiayaan bagi pengusaha mikro karena kemudahan prosedur dan jangkauan layanannya. Untuk itu BMT dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pembiayaan bagi para pengusaha kecil. BMT didirikan dari, oleh dan untuk masyarakat setempat sehingga mengakar pada masyarakat dan perputaran dana semaksimal mungkin digunakan untuk masyarakat setempat. Prinsip syariah yaitu sistem bagi hasil yang digunakan oleh BMT dinilai sesuai dan menguntungkan kedua
pihak yaitu antara pemberi modal dan yang membutuhkan modal karena prinsip profit and loss sharing, di mana keuntungan dan kerugian ditanggung bersama oleh kedua pihak sesuai dengan proporsi masingmasing. BMT bertujuan membantu pengusaha mikro dan kecil dengan memberikan pembiayaan yang dipergunakan sebagai modal dalam rangka mengembangkan usahanya. Dengan demikian, usaha anggota berkembang dan
BMT
memperoleh
pendapatan
sehingga
kegiatan
BMT
berkesinambungan secara mandiri. Permasalahan LKM di Indonesia seperti yang dihadapi oleh BMT pada umumnya adalah dasar hukum, kelembagaan dan pengawasan yang kurang jelas sehingga menimbulkan kekhawatiran dianggap sebagai bank gelap atau illegal banking. Masalah lain yang dihadapi adalah keterbatasan kapasitas dan infrastruktur pendukung. Salah satunya adalah keterbatasan permodalan. Menurut ketentuan perbankan, hanya perbankan yang diperbolehkan memobilisasi dana masyarakat. Ironisnya, jika ingin menabung, para pengusaha mikro atau kecil harus ke bank. Namun, apabila mereka memerlukan dana maka mereka terpaksa mengakses LKM nonbank. Hal inilah yang menyulitkan LKM non-bank, sebab mereka harus meminjam ke bank dan memberikan pinjaman pada pengusaha mikro dengan bunga lebih tinggi karena cost of fund yang tinggi pula. KBMT Wihdatul Ummah merupakan salah satu BMT di kota Bogor yang aktif memberikan pembiayaan kepada golongan mikro. Menurut data per Desember tahun 2005 total pembiayaan yang diberikan KBMT Wihdatul
Ummah
selama
tahun
2005
mencapai
angka
Rp 5.711.935.000, hal ini merupakan angka tertinggi dari total pembiayaan yang diberikan sejak berdiri tahun 1994. Perkembangan dunia usaha menuntut KBMT Wihdatul Ummah untuk mengelola usahanya dengan baik. Hal ini dilakukan dengan tujuan memaksimalkan nilai perusahaan ataupun nilai pemegang saham. Dalam pengelolaannya, KBMT Wihdatul Ummah menghadapi tantangan maupun hambatan yang dapat menghambat kelancaran usaha. Hal itu merupakan risiko yang harus dihadapi oleh KBMT Wihdatul Ummah dalam pengelolaannya.
Pengelolaan risiko harus dilakukan dengan sebaik-baiknya agar tidak menghambat pencapaian tujuan perusahaan. KBMT Wihdatul Ummah menghadapi berbagai macam risiko, di antaranya risiko keuangan yang meliputi risiko pasar, risiko likuiditas, risiko pembiayaan serta risiko nonkeuangan yang meliputi risiko operasional. Risiko dalam pemberian pembiayaan merupakan salah satu risiko yang memiliki peluang terjadi sangat besar. Pada tahun 2005 KBMT Wihdatul Ummah mengalami penurunan kesehatan khususnya dari segi pembiayaan karena nilai NPF yaitu sebesar 10 persen. Nilai NPF tersebut tinggi karena menurut Ketua Inkopsyah BMT nilai dari rata-rata NPF BMT hanya sebesar 5 persen (http://www.republika.co.id, 2005). Salah satu faktor yang menyebabkan tingginya nilai NPF tersebut adalah adanya risiko operasional yang muncul saat pemrosesan pembiayaan. Risiko operasional merupakan risiko yang muncul karena faktor sumber daya mamnusia (SDM), teknologi, sistem, dan sebagainya. Risiko operasional yang mungkin muncul pada saat pemrosesan pembiayaan sangat penting untuk dikelola dalam rangka meningkatkan kualitas pembiayaan yang pada akhirnya dapat meminimalkan pembiayaan yang bermasalah. 1.2.
Perumusan Masalah Peranan BMT sebagai lembaga yang memberikan pembiayaan kepada golongan mikro menuntut peran manajemen yang baik dalam pengelolaan risiko operasional dari pemberian pembiayaan yang diberikan sehingga pada akhirnya akan diperoleh kualitas pembiayaan yang baik. Pada tahun 2005 KBMT Wihdatul Ummah mengalami penurunan kualitas kesehatan khususnya dari sisi pembiayaan di mana nilai NPF lebih tinggi dari rata-rata BMT yang di bawah 5 persen dan sampai saat ini belum ada pengaturan khusus mengenai pengelolaan risiko pada suatu BMT. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penulis akan mengarahkan pembahasan pada manajemen risiko dalam tujuannya untuk mengelola risiko operasional bidang pembiayaan yang timbul, sehingga permasalahan yang akan dibahas meliputi:
1. Faktor-faktor
yang
dijadikan
pertimbangan
dalam
pemberian
pembiayaan oleh KBMT Wihdatul Ummah? 2. Risiko-risiko operasional yang timbul dari pemberian pembiayaan oleh KBMT Wihdatul Ummah? 3. Bagaimana pengelolaan risiko operasional terhadap pembiayaan yang diberikan oleh KBMT Wihdatul Ummah? 1.3.
Tujuan Penelitian 1. Mengetahui
faktor-faktor
yang
dijadikan
pertimbangan
dalam
pemberian pembiayaan oleh KBMT Wihdatul Ummah. 2. Mengetahui risiko-risiko operasional yang timbul dari pemberian pembiayaan oleh KBMT Wihdatul Ummah. 3. Mengetahui pengelolaan risiko operasional terhadap pembiayaan yang diberikan oleh KBMT Wihdatul Ummah. 1.4.
Kegunaan Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna khususnya bagi KBMT Wihdatul Ummah untuk mengetahui risiko operasional yang timbul
dari
pemberian
pembiayaan
sehingga
diharapkan
dapat
memperkecil atau menghilangkan risiko tersebut untuk meningkatkan kualitas pembiayaan sehingga dapat memperkecil pembiayaan yang tidak terbayar. Selain itu hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahasan penelitian selanjutnya untuk membuat perumusan standar manajemen risiko bagi BMT. 1.5.
Batasan Penelitian Penelitian ini berfokus pada pengkajian konsep manajemen risiko operasional bidang pembiayaan yang dilaksanakan pada KBMT Wihdatul Ummah.
Proses
identifikasi
terhadap
risiko
operasional
bidang
pembiayaan dibatasi pada risiko-risiko yang timbul pada manajemen pembiayaan, proses pembiayaan serta administrasi pembiayaan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Manajemen Risiko 2.1.1. Konsep Risiko Kata risiko banyak dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari oleh kebanyakan orang. Berikut ini beberapa definisi dari risiko: Vaughan dalam Darmawi (1997) mengemukakan beberapa definisi risiko, yaitu: 1. Risk is the chance of loss (Risiko adalah kans kerugian) Chance of loss biasanya dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan di mana terdapat suatu keterbukaan (exposures) terhadap kerugian atau suatu kemungkinan kerugian. 2. Risk is the possibility of loss (Risiko adalah kemungkinan kerugian) Istilah “possibility” berarti bahwa probabilitas sesuatu peristiwa berada di antara nol dan satu. Definisi ini barangkali sangat mendekati pengertian risiko yang dipakai sehari-hari. Akan tetapi definisi ini agak longgar, tidak cocok dipakai dalam analisis kuantitatif. 3. Risk is Uncertainty (Risiko adalah ketidakpastian) Risiko berhubungan dengan ketidakpastian (uncertainty) yaitu adanya risiko karena adanya ketidakpastian. Tampubolon (2004) mendefinisikan risiko sebagai bentukbentuk peristiwa yang mempunyai pengaruh terhadap kemampuan seseorang atau sebuah institusi untuk mencapai tujuannya. Dari beberapa definisi risiko tersebut, dapat disimpulkan bahwa risiko banyak dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya sesuatu hal yang buruk atau suatu kerugian yang tidak diinginkan atau tidak diharapkan dan terjadi secara tidak terduga.
2.1.2. Pengertian Manajemen Risiko Manajemen risiko sebagai suatu usaha untuk mengetahui, menganalisis serta mengendalikan risiko dalam setiap kegiatan perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh efektifitas dan efisiensi yang lebih tinggi (Darmawi, 1997). Bank Indonesia mendefinisikan manajemen risiko sebagai serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko yang timbul akibat kegiatan usaha bank (Tampubolon, 2004). Thornhill
dalam
Tampubolon
(2004)
mendefinisikan
manajemen risiko sebagai sebuah disiplin pengelolaan yang tujuannya adalah memproteksi aset dan laba sebuah organisasi dengan mengurangi potensi kerugian sebelum hal tersebut terjadi, dan pembiayaan melalui asuransi atau cara lain atas kemungkinan rugi besar karena bencana alam, keteledoran manusia, atau karena keputusan pengadilan. Dalam prakteknya, proses ini mencakup langkah-langkah logis seperti pengidentifikasian risiko, pengukuran dan penilaian atas ancaman (exposures) yang telah diidentifikasi, pengendalian ancaman tersebut melalui eliminasi atau pengurangan; dan pembiayaan ancaman yang tersisa agar apabila kerugian tetap terjadi, organisasi dapat terus menjalankan usahanya tanpa terganggu stabilitas keuangannya. Manajemen risiko diartikan sebagai kemampuan seorang manajer untuk menata kemungkinan variabilitas pendapatan dengan menekan sekecil mungkin tingkat kerugian yang diakibatkan oleh keputusan yang diambil dalam menggarap situasi yang tidak pasti (Sofyan, 2005). 2.1.3. Klasifikasi Risiko Djohanputro (2004) mengklasifikasikan risiko atas: a. Risiko murni dan spekulatif Risiko murni adalah risiko yang dapat mengakibatkan suatu kerugian pada perusahaan, tapi tidak ada kemungkinan untuk
menguntungkan. Sedangkan risiko spekulatif adalah risiko yang dapat menguntungkan atau merugikan. b. Risiko sistematik dan spesifik Risiko sistematik juga disebut sebagai risiko yang tidak dapat didiversifikasi yaitu risiko yang tidak dapat dihilangkan atau dikurangi dengan penggabungan berbagai risiko. Sedangkan risiko spesifik adalah risiko yang dapat didiversifikasikan melalui proses penggabungan (pooling). Risiko perusahaan atau risiko korporat adalah fluktuasi dari eksposur korporat sebagai akibat keputusan atau kondisi saat ini. Risiko tersebut dapat dikategorikan ke dalam empat jenis risiko yaitu: risiko keuangan, operasional, strategis dan eksternalitas. 1. Risiko Keuangan, adalah fluktuasi target keuangan atau ukuran moneter perusahaan karena gejolak berbagai
variabel makro.
Risiko keuangan terdiri atas risiko pasar, likuiditas, kredit dan permodalan. a. Risiko pasar, berkaitan dengan potensi penyimpangan hasil keuangan karena pergerakan variabel pasar selama periode likuidasi dan perusahaan harus secara rutin melakukan penyesuaian terhadap nilai pasar (mark to market). Risiko pasar dikelompokkan menjadi empat, yaitu risiko suku bunga, risiko nilai tukar, risiko komoditas dan risiko ekuitas. b. Risiko likuiditas adalah ketidakpastian atau kemungkinan perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran jangka pendek atau pengeluaran tak terduga. c. Risiko kredit adalah risiko bahwa debitur atau pembeli secara kredit tidak dapat membayar utang dan memenuhi kewajiban seperti tertuang dalam kesepakatan. d. Risiko permodalan disebut juga risiko solvensi, yaitu risiko yang dihadapi perusahaan berupa kemungkinan tidak dapat menutup kerugian.
Risiko tingkat bunga Risiko Pasar
Risiko Keuangan
Risiko likuiditas
Risiko nilai tukar
Risiko kredit Risiko komoditas Risiko permodalan Risiko ekuitas Risiko SDM Risiko produktivitas
Risiko Operasional
Risiko teknologi Risiko inovasi
Risiko Korporat
Risiko sistem Risiko proses
Risiko Strategis
Risiko bisnis Risiko leverage operasi Risiko transaksi strategis
Risiko Eksternalitas
Risiko lingkungan Risiko reputasi
Risiko hukum
Gambar 2. Klasifikasi Risiko (Djohanputro, 2004) 2. Risiko operasional adalah potensi penyimpangan dari hasil yang diharapkan karena tidak berfungsinya suatu sistem, SDM, teknologi atau faktor lain. Risiko operasional terdiri atas: risiko SDM, produktivitas, teknologi, inovasi, sistem, proses. 3. Risiko strategis adalah risiko yang dapat mempengaruhi eksposur korporat dan eksposur strategis (terutama eksposur keuangan) sebagai akibat keputusan strategis yang tidak sesuai dengan
lingkungan eksternal dan internal perusahaan. Risiko ini terdiri atas: risiko bisnis, leverage operasi, dan transaksi strategis. 4. Risiko eksternalitas adalah potensi penyimpangan hasil pada eksposur korporat dan strategis, dan bisa berdampak pada potensi penutupan usaha, karena pengaruh dari faktor eksternal. Yang termasuk faktor eksternal yaitu reputasi, lingkungan sosial dan hukum. 2.1.4. Siklus Manajemen Risiko Menurut Djohanputro (2004), siklus manajemen risiko terdiri dari lima tahap sesuai gambar di bawah ini: Evaluasi pihak berkepentingan
Identifikasi risiko
Pengukuran risiko
Pengawasan dan pengendalian risiko
Model pengelolaan risiko
Pemetaan risiko
Gambar 3. Siklus Manajemen Risiko ( Djohanputro, 2004) Tahap 1. Identifikasi Risiko Tahap ini mengidentifikasi apa saja risiko yang dihadapi oleh perusahaan. Langkah pertama dalam mengidentifikasi risiko adalah melakukan analisis pihak yang berkepentingan (stakeholders). Langkah kedua dapat menggunakan 7S dari McKenzie yaitu: shared value, strategy, strucrure, staff, skill, system, dan style. Tahap 2. Pengukuran Risiko Pengukuran risiko mengacu pada dua faktor yaitu kuantitatif dan kualitatif. Kuantitas risiko menyangkut berapa banyak nilai atau eksposur
yang
rentan
terhadap
risiko,
sedangkan
kualitatif
menyangkut kemungkinan suatu risiko muncul, semakin tinggi kemungkinan risiko terjadi maka semakin tinggi pula risikonya. Tahap 3. Pemetaan Risiko Pemetaan risiko ditujukan untuk menetapkan prioritas risiko berdasarkan kepentingannya bagi perusahaan. Adanya prioritas dikarenakan perusahaan memiliki keterbatasan dalam sumber daya manusia dan jumlah uang sehingga perusahaan perlu menetapkan mana yang perlu dihadapi terlebuh dahulu dan mana yang dinomor duakan dan mana yang perlu untuk diabaikan. Selain itu prioritas juga ditetapkan karena tidak semua risiko memiliki dampak pada tujuan perusahaan. Tahap 4. Model Pengelolaan Risiko Model pengelolaan risiko terdapat beberapa macam diantaranya model pengelolaan risiko secara konvensional, penetapan modal risiko, struktur organisasi pengelolaan, dan lain-lain. Tahap 5. Monitor dan Pengendalian Monitor dan pengendalian penting karena: a. Manajemen perlu memastikan bahwa pelaksanaan pengelolaan risiko berjalan sesuai dengan rencana. b. Manajemen
juga
perlu
memastikan
bahwa
pelaksanaan
pengelolaan risiko cukup efektif. c. Risiko itu sendiri berkembang, monitor dan pengendalian bertujuan
untuk
memantau
kecenderungan-kecenderungan
perkembangan berubahnya
profil
terhadap risiko.
Perubahan ini berdampak pada pergeseran peta risiko yang otomatis pada perubahan prioritas risiko. 2.2. Pembiayaan 2.2.1. Pengertian Pembiayaan Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka
waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil (Undang-Undang Perbankan Nomor 10 tahun 1998) Antonio (2001) mengemukakan bahwa pembiayaan adalah pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan unit defisit. Muhammad
(2004)
mendefinisikan
pembiayaan
sebagai
penyediaan dana dan/atau tagihan berdasarkan akad mudharabah dan/atau musyarakah dan/atau pembiayaan lainnya berdasarkan prinsip bagi hasil. 1. Mudharabah Adalah perjanjian antara penanam dan pengelola dana untuk melakukan
kegiatan
usaha
tertentu,
dengan
pembagian
keuntungan antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya. 2. Musyarakah Adalah perjanjian di antara pemilik modal atau dana untuk mencampurkan dana/modal mereka pada usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan di antara pemilik modal/dana berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya. 2.2.2. Jenis-jenis Pembiayaan Menurut Antonio (2001), jenis-jenis pembiayaan adalah sebagai berikut: A. Pembiayaan Konsumtif Yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk
memenuhi
kebutuhan. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan primer (pokok) dan kebutuhan
sekunder.
Bank
syariah
dapat
menyediakan
pembiayaan komersial untuk pemenuhan kebutuhan barang konsumsi dengan menggunakan skema sebagai berikut: 1. Al-bai’bitsaman ajil (salah satu bentuk murabahah) atau jual beli dengan angsuran.
2. Al-ijarah al-muntahia bit-tamlik atau sewa beli. 3. Al-musyarakah mutanaqishah atau decreasing participation, di mana secara bertahap bank menurunkan jumlah partisipasinya. 4. Ar-Rahn untuk pemenuhan kebutuhan jasa. B. Pembiayaan Produktif Yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan dunia usaha, baik usaha produksi, perdagangan maupun invetasi. Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dibagi dua yaitu: 1. Pembiayaan Modal Kerja Merupakan pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan produksi baik secara kuantitatif maupun kualitatif dan untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place suatu barang. Jenis-jenis pembiayaan modal kerja meliputi: a. Pembiayaan Likuiditas (Cash Financing) Pembiayaan ini pada umumnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan apabila ada ketidaksesuaian antara cash inflow dengan cash outflow pada perusahaan nasabah. b. Pembiayaan Piutang (Receivable Financing) Kebutuhan pembiayaan ini timbul karena perusahaan menjual barangnya dengan kredit, tetapi baik jumlah maupun jangka waktunya melebihi kapasitas modal yang dimiliki. c. Pembiayaan Persediaan (Inventory Financing) Pola pembiayaan ini pada prinsipnya sama dengan kredit untuk mendanai komponen modal kerja lainnya, yaitu untuk memberikan pinjaman dengan bunga.
d. Pembiayaan Modal Kerja untuk Perdagangan 1) Perdagangan Umum Merupakan perdagangan yang dilakukan dengan target, pembeli siapa saja yang datang untuk membeli barangbarang yang telah disediakan. 2) Perdagangan Berdasarkan Pesanan Pembeli biasanya telah memesan terlebih dahulu barangbarang yang dibutuhkan kepada penjual berdasarkan contoh barang dan daftar harga barang tersebut. 2. Pembiayaan Investasi Merupakan pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan barangbarang modal (capital goods) serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu. PEMBIAYAAN
Konsumtif
Investasi
Produktif
Modal kerja
Gambar 4. Jenis-jenis Pembiayaan (Antonio, 2001) 2.2.3. Tujuan Pembiayaan Pembiayaan merupakan sumber pendapatan bagi bank syariah. Menurut Muhammad (2004), tujuan pembiayaan yang dilakukan oleh bank syariah terkait dengan stakeholders yaitu: 1. Pemilik Dari sumber pendapatan di atas, para pemilik mengharapkan akan memperoleh penghasilan atas dana yang ditanamkan pada bank tersebut. 2. Pegawai Memperoleh kesejahteraan dari bank yang dikelolanya.
3. Masyarakat 1) Pemilik dana Memperoleh bagi hasil atas dana yang diinvestasikannya. 2) Debitur yang bersangkutan Pada debitur, dengan penyediaan dana baginya mereka terbantu guna menjalankan usahanya (sektor produktif) atau terbantu
untuk
pengadaan
barang
yang
diinginkan
(pembiayaan konsumtif). 3) Masyarakat umumnya-konsumen Mereka dapat memperoleh barang yang dibutuhkannya. 4. Pemerintah Akibat penyediaan pembiayaan, pemerintah terbantu dalam pembiayaan pembangunan negara, di samping itu akan diperoleh pajak (berupa pajak penghasilan atas keuntungan yang diperoleh dari bank dan perusahaan-perusahaan juga). 5. Bank Bagi bank yang bersangkutan, hasil dari penyaluran pembiayaan, diharapkan bank dapat meneruskan dan mengembangkan usahanya agar tetap survival dan meluas jaringan usahanya, sehingga semakin banyak masyarakat yang dilayaninya. 2.3.
Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Menurut Manurung dan Rahardja (2004), lembaga keuangan (financial
institution)
adalah
lembaga
yang
kegiatan
utamanya
mengumpulkan dana dan menyalurkan dana dari pihak yang memiliki kelebihan dana (unit surplus) kepada pihak yang membutuhkan dana (unit defisit). Lembaga ini merupakan lembaga perantara yang menghubungkan antara pihak yang membutuhkan dana (unit defisit) dengan pihak yang kelebihan dana (unit surplus). Lembaga keuangan mikro (LKM) adalah suatu lembaga yang melayani keuangan mikro (Abdullah, 2004). BMT Center (2005) menggambarkan bentuk dan regulasi lembaga keuangan mikro di Indonesia adalah sebagai berikut:
BPR/BPRS Pengaturan: UU Perbankan No. 7/92 jo UU No.10/98 Perizinan: Bank Indonesia Pengawasan: Bank Indonesia BRI Unit Pengaturan: UU Perbankan No. 7/92 jo UU No.10/98 Perizinan: Bank Indonesia Pengawasan:*BRI Cabang *Bank Indonesia untuk BRI keseluruhan
Bank
Badan Kredit Desa (BKD) Pengaturan: UU Perbankan No.10/98 Perizinan: Bank Indonesia Pengawasan: BRI atas nama Bank Indonesia
Lembaga Keuangan
Formal
Koperasi Simpan Pinjam (KSP)/Syariah Pengaturan: UU. Koperasi No. 25/1992/Kepmen tahun 2004 Perizinan: Kementrian negara Koperasi dan UKM Pengawasan: Kementrian negara Koperasi dan UKM
Lembaga Dana dan Kredit Pedesaan (LDKP) Pengaturan: Peraturan Daerah Perizinan : Gubernur setiap provinsi Pengawasan : Pemda Tk. I
Non Bank
Non Formal
♦ ♦ ♦ ♦
LSM BMT UEDSP UPPKS
Gambar 5. Bentuk dan regulasi LKM di Indonesia (BMT Center, 2005) 2.4. Baitul Maal wa Tamwil (BMT) 2.4.1. Pengertian BMT Rasyid (2001) mendefinisikan BMT sebagai kelompok swadaya masyarakat sebagai lembaga ekonomi rakyat yang berupaya mengembangkan usaha produktif dan investasi dengan sistem bagi hasil untuk meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha bawah dan kecil dalam upaya pengentasan kemiskinan.
Ridwan
(2004)
menyatakan
bahwa
BMT
merupakan
organisasi bisnis yang juga berperan sosial. Peran sosial BMT akan terlihat pada definisi baitul maal yaitu pengumpulan dana seperti zakat, infaq, sedekah, wakaf dan sumber dana sosial yang lain. Sedangkan peran bisnis BMT terlihat dari definisi baitul tamwil yaitu lembaga bisnis yang bermotif laba. BMT (Baitul Maal wa Tamwil) atau padanan kata Balai Usaha Mandiri Terpadu adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil, menumbuhkembangkan bisnis usaha mikro dan kecil dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin (Aziz, 2004). BMT melaksanakan dua jenis kegiatan yaitu Baitul Tamwil dan Baitul Maal. a.
Baitul Tamwil (Bait = rumah, at-Tamwil = pengembangan harta),
melakukan
kegiatan
pengembangan
usaha-usaha
produktif dan investasi dalam rangka meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil terutama mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. b.
Baitul Maal (bait = rumah, Maal = harta), menerima titipan dana Zakat, Infaq dan Shadaqah serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan amanah.
2.4.2. Cara Kerja BMT Anggota Pemrakarsa Min 20
pendiri
A N G G O T A
Modal awal
A N G G O T A
SHU
BMT Pembiayaan
Simpanan
PENYIMPAN
PEMINJAM
PENGURUS Basil
Basil
PENGELOLA Basil= bagi hasil Gambar 6. Cara kerja BMT (Aziz, 2004) 2.4.3. Prinsip Operasional BMT Aziz (2004) menyatakan pada BMT terdapat tiga prinsip operasional yaitu: a. Penumbuhan 1. Tumbuh dari masyarakat sendiri dengan dukungan kuat tokoh masyarakat, orang berada dan kelompok usaha muamalah yang berada pada daerah tersebut. 2. Modal awal (20-30juta) dikumpulkan oleh para pendiri dalam bentuk simpanan pokok dan simpanan pokok khusus. 3. Jumlah pendiri minimum 20 orang. 4. Landasan sebaran keanggotaan yang kuat sehingga BMT tidak dikuasai perseorangan dalam jangka panjang. 5. BMT adalah lembaga bisnis, membuat keuntungan, tetapi juga memiliki komitmen yang kuat untuk membela kaum yang lemah dalam penanggulangan kemiskinan. b. Profesionalitas 1. Pengelolaan profesional, bekerja penuh waktu, pendidikan S-1 dan minimum D-3, mendapat pelatihan pengelolaan BMT oleh
PINBUK paling sedikit dua minggu, memiliki komitmen kerja penuh
waktu,
penuh
hati
dan
perasaannya
untuk
mengembangkan BMT. 2. Menjemput bola, aktif membaur dengan masyarakat. 3. Pengelolaan profesional berlandaskan sifat-sifat amanah, siddiq, tabligh, fatonah, shobar dan istiqomah. 4. Berlandaskan sistem dan prosedur: SOP, Computerized Software Sistem Akuntansi. 5. Bersedia mengikat kerja sama dengan PINBUK untuk menerima dan membayar (secara cicilan) jasa manajemen dan teknologi informasi (termasuk on-line system). 6. Pengurus mampu melaksanakan fungsi pengawasan yang efektif. 7. Akuntabilitas dan transparansi dalam pelaporan. c. Prinsip Islamiyah 1. Menerapkan cita-cita Islam (salaam: keselamatan berkeadilan, kedamaian dan kesejahteraan) dalam kehidupan ekonomi masyarakat banyak. 2. Akad yang jelas. 3. Rumusan penghargaan dan sanksi yang jelas dan penerapannya yang tegas atau lugas. 4. Berpihak pada yang lemah 5. Menerapakan
nilai-nilai
Islam
(salaam:
keselamatan
berkeadilan, kedamaian dan kesejahteraan) dalam semua hubungan sosial. 6. Program pengajian atau penguatan ruhiyah yang teratur dan berkala secara berkelanjutan sebagai bagian dari program tazkiah Da’i Fi-ah Qaliilah (DFQ). 2.5. Koperasi 2.5.1. Pengertian Koperasi Undang Undang No. 25 tahun 1992 koperasi didefinisikan sebagai “badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan
hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan” (Widjaya, 2000). International Cooperative Alliance mendefinisikan koperasi sebagai kumpulan orang-orang atau badan hukum, yang bertujuan untuk perbaikan sosial ekonomi anggotanya dengan memenuhi kebutuhan ekonomi anggotanya dengan jalan berusaha bersama-sama saling membantu satu sama lainnya dengan cara membatasi keuntungan, usaha tersebut harus didasarkan prinsip-prinsip koperasi (Hendar dan Kusnadi, 1999). Hatta mendefinisikan koperasi adalah usaha bersama untuk memperbaiki nasib penghidupan ekonomi berdasarkan tolongmenolong. Semangat tolong-menolong tersebut didorong oleh keinginan memberi jasa kepada kawan berdasarkan ‘seorang buat semua dan semua buat seorang’ (Sitio dan Tamba, 2001) 2.5.2. Unsur-unsur Organisasi Koperasi Sitio dan Tamba (2001) menyatakan unsur-unsur organisasi yang ada pada
koperasi pada umumnya adalah rapat anggota,
pengurus, pengawas, dan pengelola 1. Rapat Anggota Rapat anggota merupakan suatu wadah dari para anggota koperasi yang diorganisasikan oleh pengurus koperasi, untuk membicarakan kepentingan organisasi maupun usaha koperasi, dalam rangka mengambil suatu keputusan dengan suara terbanyak dari anggota yang hadir. Rapat anggota merupakan pemegang
kekuasaan
tertinggi
dalam
koperasi
yang
berwewenang untuk menetapkan: a. Anggaran dasar b. Kebijaksanaan umum di bidang organisasi, manajemen dan usaha koperasi. c. Pemilihan, pengangkatan, pemberhentian pengurus dan pengawas
d. Rencana kerja, rencana anggaran pendapatan, dan belanja koperasi serta pengesahan laporan keuangan. e. Pengesahan
pertanggungjawaban
pengurus
dalam
pelaksanaan tugasnya. f. Pembagian sisa hasil usaha g. Penggabungan,
peleburan,
pendirian
dan
pembubaran
koperasi. 2. Pengurus Pengurus adalah perwakilan anggota koperasi yang dipilih melalui rapat anggota yang bertugas mengelola organisasi dan usaha. 3. Pengawas Adalah perangkat organisasi yang dipilih dari anggota dan diberi mandat untuk melakukan pengawasan terhadap jalannya roda organisasi dan usaha koperasi. 4. Pengelola Adalah orang yang diangkat dan diberhentikan oleh pengurus untuk mengembangkan usaha koperasi secara efisien dan professional. 2.5.3. Prinsip-prinsip Koperasi Indonesia Widjaya (2000) mengamukakan bahwa prinsip-prinsip koperasi menurut Undang Undang No. 25 tahun 1992 yang berlaku di Indonesia saat ini adalah sebagai berikut: 1. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka 2. Pengelolaan dilakukan secara demokratis 3. Pembagian SHU dilakukan secara adil sesuai dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota 4. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal 5. Kemandirian 6. Pendidikan perkoperasian 7. Kerja sama antar koperasi
2.5.4. Fungsi dan Peran Koperasi Menurut Widjaya (2000), koperasi mempunyai fungsi dan peran: 1. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya. 2. Berperan secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat. 3. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan katahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai sokogurunya. 4. Berusaha
untuk
mewujudkan
dan
mengembangkan
perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. 2.6. Hasil Penelitian Terdahulu Jatmiko (1994) meneliti tentang Asset-Liability Management sebagai salah satu alternatif manajemen risiko. Pelaksanaan manajemen risiko untuk industri perbankan pada dasarnya sama dengan industri usaha lainnya yaitu terdiri atas tahap analisa risiko dan pengawasan risiko. Tahap identifikasi risiko yang dihadapi bank meliputi tiga risiko utama yaitu risiko tingkat suku bunga, risiko kredit serta risiko likuiditas. Pada penilaian risiko kredit terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingginya tingkat risiko kredit, faktor tersebut antara lain: berubahnya kondisi perekonomian baik mikro maupun makro, dan kurang tepat dalam penilaian analisis kredit. Tinggi rendahnya risiko kredit tersebut sulit untuk diukur secara tepat karena secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi risiko kredit sulit dikendalikan dan sangat bergantung pada pelaksanaan
manajemen
kredit
dari
masing-masing
bank
yang
bersangkutan. Herdianto (2001) meneliti tentang manajemen risiko kredit dalam rangka mempertahankan KAP (Kualitas Aktiva Produktif) pada sebuah
bank X. Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas aktiva produktif di antaranya melalui restrukturisasi yang terdiri atas reshceduling, reconditioning, restructuring sebagai bentuk penyelamatan kredit untuk meningkatkan KAP. Selain itu juga dapat dilakukan dengan penagihan, penguasaaan jaminan, pengikatan jaminan secara sempurna dan rekaan hukum untuk mengikat jaminan yang bukti kepemilikannya belum sempurna serta melaksanakan pemantauan debitur secara periodik/bulanan melalui on the spot usaha debitur secara periodik.
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Kerangka Pemikiran Fungsi BMT di antaranya adalah sebagai lembaga intermediasi yang menghimpun dan menyalurkan dana kepada masyarakat yang meliputi kegiatan funding dan financing. Dalam menjalankan fungsi intermediasi tersebut BMT dihadapkan pada suatu kondisi ketidakpastian yang berpotensi untuk mempengaruhi kinerjanya. Risiko ketidakpastian yang dihadapi BMT meliputi kecenderungan perubahan kondisi moneter, tatanan dunia politik, regulasi serta kondisi internal dalam BMT itu sendiri. Aktivitas BMT dalam menyalurkan pembiayaan mengandung berbagai risiko, untuk itu identifikasi risiko operasional bidang pembiayaan tersebut sangatlah penting, karena hal ini dapat berpengaruh pada kinerja pembiayaan khususnya kualitas pembiayaan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada tinggi rendahnya tingkat pembiayaan yang bermasalah. Manajemen risiko sebagai serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan
untuk
mengidentifikasi,
mengukur,
memantau
dan
mengendalikan risiko yang timbul akibat suatu kegiatan usaha. Proses manajemen risiko operasional bidang pembiayaan meliputi langkahlangkah sebagai berikut : 1. Identifikasi Risiko Operasional Bidang Pembiayaan Dalam proses mengidentifikasi risiko yang perlu diperhatikan yaitu: a. Melakukan Analisis Lingkungan Menganalisis lingkungan yang berpotensi memberikan pengaruh terhadap pemberian pembiayaan, misalnya: keadaan ekonomi, politik, dan sebagainya. b. Menganalisis Prosedur Pembiayaan Melakukan analisis terhadap prosedur pembiayaan untuk dapat mengidentifikasi
risiko-risiko
pembiayaan diberikan.
operasional
yang
terjadi
saat
2. Mengukur Risiko Pembiayaan Pengukuran risiko didasarkan atas analisis dampak risiko serta kemungkinan terjadinya risiko bagi KBMT Wihdatul Ummah. 3. Pengelolaan Risiko Operasional Bidang Pembiayaan Pengelolaan terhadap risiko operasional pembiayaan yang dilakukan oleh KBMT Wihdatul Ummah. Pada
akhir
penelitian
ini
diharapkan
akan
teridentifikasi
risikooperasional pada proses pembiayaan di KBMT Wihdatul Ummah untuk selanjutnya dipetakan sesuai dengan tingkat kepentingan atau prioritas terhadap risiko yang timbul. Sehingga pada akhirnya BMT dapat meminimalkan risiko operasional yang terjadi sebagai akibat pemberian pembiayaan dalam rangka peningkatan kualitas pembiayaan. Pembiayaan
Manajemen Pembiayaan
Proses Pembiayaan
Administrasi Pembiayaan
Risiko Operasional
Identifikasi Risiko
Pengukuran Risiko: Analisis Dampak dan Probabilitas
Pengelolaan Risiko Operasional Bidang Pembiayaan
Gambar 7. Kerangka Pemikiran Konseptual
3.2.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di KBMT Wihdatul Ummah di Jalan Raya Gunung Batu No. 1A, Bogor. Waktu penelitian dimulai dari bulan Februari 2006 sampai dengan April 2006.
3.3.
Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. a. Data Primer Data
primer
diperoleh
melalui
pengamatan,
pencatatan,
pengumpulan data dengan dokumen dan wawancara langsung dengan staf ahli yang terkait dengan bidang penelitian. Pengamatan dilakukan dengan mengikuti kegiatan monitoring setiap hari Selasa, mengikuti rapat evaluasi serta penulis masuk ke lapangan untuk mengamati proses pembiayaan yang terjadi. Pengumpulan data melalui dokumen dilakukan dengan mengananalisis dokumendokumen yang berkaitan dengan pemberian pembiayaan. Sedangkan wawancara dilakukan dengan Kepala Bagian Marketing, Kepala Bagian Operasional serta para Account Officer. Data primer tersebut digunakan untuk menganalisis secara deskriptif konsep manajemen risiko yang dilaksanakan di BMT dan menganalisis indikator risiko b. Data Sekunder Data sekunder yang digunakan adalah berupa laporan keuangan yang diterbitkan oleh BMT serta bahan penunjang lain yang relevan dengan penelitian yang diperoleh dari studi literatur, koran, laporan penelitian dan publikasi elektronik. 3.4.
Metode Pengolahan Data Untuk
dapat
mengetahui
risiko-risiko
operasional
bidang
pembiayaan di KBMT Wihdatul Ummah sesuai dengan butir-butir rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, maka digunakan metode penelitian kualitatif dan kuantitatif. Menurut Sugiyono (2005), metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang sering digunakan untuk meneliti pada kondisi
obyek yang alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen) di mana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan pada makna daripada generalisasi. Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian kualitatif karena dengan metode ini akan diperoleh informasi yang lengkap dan mendalam sehingga diharapkan tujuan dari penelitian akan tercapai. Selain itu dengan metode kualitatif akan mampu menjawab pertanyaan bagaimana suatu proses
pembiayaan
sehingga
pada
akhirnya
dapat
dilakukan
pengidentifikasian risiko operasional pada setiap prosesnya. Sedangkan metode penelitian kuantitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk mengamati suatu realitas yang dianggap konkrit, sehingga peneliti dapat menentukan hanya beberapa variabel saja dari obyek yang diteliti, dan kemudian dapat membuat instrumen untuk mengukurnya. 1. Metode Kualitatif Digunakan untuk mengidentifikasi risiko dan pengelolaan risiko operasional bidang pembiayaan oleh KBMT Wihdatul Ummah. 2. Metode Kuantitatif Digunakan untuk mengukur risiko operasional bidang pembiayaan di KBMT Wihdatul Ummah. Penilaian risiko operasional dilakukan secara kualitatif untuk nantinya dikuantifikasi (scoring) agar bisa diukur. Risiko dianalisis menurut kemungkinan kejadiannya dan impact yang dihasilkan. Risiko dianalisis secara subyektif dan diberi nilai mulai dari angka 1 sampai dengan 10, semakin besar risiko maka semakin besar pula angka yang diberikan.. Dalam pengidentifikasian risiko dipergunakan tabel register risiko untuk mengetahui risiko operasional pada setiap proses pembiayaan yang mungkin timbul.
Tabel 1. Register Risiko Sumber Pernyataan Taksiran Potensi Risiko mengenai Dampak Risiko risiko (H-M-L)
Taksiran Potensi Terjadi Risiko (H-M-L)
Nilai Risiko
Sumber: Tampubolon, 2005 Penilaian terhadap risiko berdasarkan analisis dampak dan kemungkinan terjadinya risiko (probabilitas) dinilai berdasarkan tabel di bawah ini. Tabel 2. Penilaian Risiko Aspek High Dampak Mengakibatkan risiko organisasi tidak dapat mencapai semua atau sebagian sasaran dan tujuan dalam jangka panjang Kemungkinan Hampir pasti terjadi risiko/probab ility Sumber: Tampubolon, 2005
Medium Mencegah organisasi memenuhi tujuannya untuk periode tertentu saja Mungkin
Low Menyebabkan sedikit ketidak nyamanan tapi tidak terlalu berpengaruh pada pencapaian tujuan Kemungkinan kecil
Hasil Assessment pada tabel 1 tersebut kemudian dimasukkan ke dalam alat bantu yaitu gambar 8 yang memberikan pedoman untuk dapat menanggapi risiko dengan baik. Semakin tinggi tingkat kemungkinan terjadi risiko dan semakin tinggi dampak risiko tersebut diberikan penilaian risiko yang tinggi juga. Apabila tingkat kemungkinan terjadi tinggi dan tingkat dampak risiko tinggi maka nilai risiko yang dihasilkan sebesar 10.
P High (5) R O B A B Medium (3) I L I T Low (1) Y
Moderat
Cukup tinggi
Sangat tinggi
(5)
(8)
(10)
Rendah
Moderat
Cukup tinggi
(2)
(6)
(9)
Rendah
Rendah
Moderat
(1)
(3)
(7)
Low (1)
Medium
(3)
High
(5) DAMPAK RISIKO YANG DIIDENTIFIKASI Gambar 8. Hubungan impact dan probability untuk menggambarkan rating risiko ( Tampubolon, 2004) 3.5.
Metode Analisis data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif. Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2005), mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus pada setiap tahapan penelitian sehingga sampai tuntas, dan datanya sampai jenuh. Aktivitas dalam analisis data yaitu: data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification. Langkah tersebut ditunjukkan pada gambar di bawah ini:
Data collection Data dispaly
Data reduction
Conclusions: Drawing/verifying
Gambar 9. Komponen dalam analisis data (interactive model) (Sugiyono, 2005)
Keterangan: 1. Data Reduction Langkah pertama dalam analisis data kualitatif adalah reduksi data. Data yang diperoleh di lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu data perlu untuk direduksi yaitu merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. 2. Data Display (Penyajian Data) Pada penelitian kualitatif penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk tabel, grafik, phie chard, pictogram dan sejenisnya. 3. Conclussions Drawing atau Verification Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang sejak awal dirumuskan, tetapi mungkin juga tidak, karena masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti berada di lapangan. 3.6.
Metode Pengujian Keabsahan Data Pengujian keabsahan data yang dapat dilakukan dalam penelitian kualitatif ini diantaranya: 1. Meningkatkan Ketekunan Dengan meningkatkan ketekunan, maka peneliti dapat melakukan pengecekan kembali apakah data yang telah ditemukan itu salah atau tidak. Demikian juga dengan menigkatkan ketekunan, maka peneliti dapat memberikan deskripsi data yang akurat dan sistematis tentang apa yang diamati. 2. Member Check (Pengecekan Anggota) Member Check adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data. Tujuan Member Check adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Apabila data yang ditemukan disepakati oleh pemberi data maka data tersebut semakin valid sehingga semakin kredibel.
3.
Pengujian keabsahan data dengan menggunakan software CDC EZText Menurut Patilima (2005), Pengujian keabsahan data yang dilakukan melalui pengoperasian aplikasi reliabilitas CDC EZ-Text melewati dua tahapan penting. Kedua tahapan yang dimaksudkan adalah: o Pembuatan file pembanding untuk alat penguji reliabilitas; dan o Reliabilitas Pada tahap ini dilakukan pengujian enam informan terhadap delapan pertanyaan yang diajukan apakah telah sesuai (matched) dengan kode yang diberikan. Hasil pengujian reliabilitas diperoleh pengujian yang reliabel, hal ini dapat terlihat tingkat persentase matched sebesar 100 persen, hal ini dapat dilihat pada Lampiran 4.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1. Sejarah Pendirian KBMT Wihdatul Ummah Sejarah berdirinya, Koperasi Baitul Maal wa Tamwil Wihdatul Ummah tidak dapat dilepaskan dari Yayasan PERAMU (Pemberdayaan Dhuafa wal Mustadh’afin) yang berdiri pada tanggal 13 Februari 1993 dengan akte notaris Supiah Nurbiati No. 169. Pada tanggal 17-21 Agustus 1994, diadakan pelatihan BMT oleh Yayasan PERAMU. Pesertanya adalah para kader PERAMU, utusan lembagalembaga Islam, Pesantren, dan lain-lain. Beberapa lulusan dari pelatihan tersebut akhirnya menjadi pengelola KBMT Wihdatul Ummah hingga saat ini. Setelah melalui beberapa persiapan, akhirnya pada tanggal 1 November 1994 KBMT Wihdatul Ummah secara efektif beroperasi. BMT yang berkantor pusat di Jalan Raya Gunung Batu No. 1A Bogor ini bertujuan meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, serta membangun tatanan perekonomian yang berkeadilan dan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Motivasi lain pendirian KBMT Wihdatul Ummah juga untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan dengan memberi alternatif dalam memanfaatkan fungsi dan jasa-jasa perbankan kepada masyarakat yang berkeyakinan bahwa pengenaan bunga oleh bank konvensional merupakan riba, yang menurut akidah Islam adalah haram. Dengan berdirinya BMT yang beroperasi sesuai dengan
syariah
Islam
maka
hambatan-hambatan
dalam
memaksimalkan fungsi lembaga keuangan akan dapat terbantu. 4.1.2. Status Hukum KBMT Wihdatul Ummah Pada awalnya KBMT Wihdatul Ummah dibentuk oleh kelompok swadaya masyarakat yang tidak berbadan hukum, kemudian KBMT Wihdatul Ummah dilegalkan dengan bentuk badan hukum koperasi, yang terdaftar pada Kantor Wilayah Departemen
Koperasi dan PPK Propinsi Jawa Barat pada tanggal 28 Juli 1998 dengan No. 822/BH/KWK 10/VII.1998. Sebagai koperasi, BMT akan memiliki kekuatan hukum, sehingga dapat beroperasi lebih luas dan memperoleh pengakuan yang sah sebagai institusi keuangan. Status koperasi juga akan memudahkan akses ke sumber-sumber pengembangan ekonomi yang lebih luas. Namun dengan status hukum koperasi, BMT terkena kewajiban-kewajiban yang melekat pada koperasi seperti iuran anggota, dan pembagian sisa hasil usaha (SHU). Selain itu terdapat penambahan perangkat kerja yaitu Dewan Pengawas Syariah yang baru dibentuk oleh KBMT Wihdatul Ummah setelah berstatus koperasi. Fungsi Dewan Pengawas Syariah adalah untuk memberikan jaminan kepada masyarakat tentang konsistensi pengembangan BMT syariah. Keanggotaan KBMT Wihdatul Ummah dibagi tiga: 1.
Anggota Penegak, yaitu anggota yang memiliki hak untuk memilih dan dipilih (sebagai pengurus), mendapatkan SHU serta kontrol penuh. Mempunyai kewajiban membayar simpanan pokok sebesar Rp 500.000 dan simpanan wajib Rp 60.000 per tahun. Para pendiri BMT masuk sebagai anggota penegak ini.
2.
Anggota Penggerak, yaitu anggota yang mempunyai hak untuk bicara (dalam Musyawarah Anggota Tahunan) dan pembagian SHU, tetapi tidak mempunyai hak untuk dipilih. Kewajibannya membayar simpanan pokok sebesar Rp 50.000.
3.
Anggota Penggembira, yaitu anggota yang hanya berhak atas pelayanan jasa-jasa BMT. Kewajibannya membayar simpanan pokok sebesar Rp 5.000 ketika pertama kali bergabung menjadi anggota BMT. Setiap mitra otomatis akan menjadi anggota penggembira.
4.1.3. Misi dan Tujuan KBMT Wihdatul Ummah KBMT Wihdatul Ummah memiliki misi yaitu “Menjadi Lembaga Keuangan Syariah Terbaik dan Memberdayakan”. Terbaik berarti mampu menjaga keberlangsungan hidup lembaga secara
mandiri sehingga ukuran-ukuran bisnis bagi lembaga mikro perlu dijaga dengan demikian pelayanan akses permodalan kepada para pengusaha akan tetap bisa dilaksanakan. Memberdayakan berarti mempertahankan skala usaha mitra dan mengembangkan usaha mitra. Di samping misi yang diembannya, KBMT Wihdatul Ummah memiliki tujuan usaha yang ingin dicapai dalam jangka panjang. Tujuan-tujuan tersebut adalah: 1.
Meningkatkan dan mengembangkan ekonomi umat, khususnya pengusaha kecil informal.
2.
Meningkatkan
produktivitas
usaha
dengan
memberikan
pembiayaan bagi pengusaha kecil yang membutuhkan dana. 3.
Membebaskan umat atau pelaku usaha dari cengkraman bunga atau rente.
4.
Meningkatkan kuantitas dan kualitas usaha, sehingga dapat menambah kesempatan kerja dan pendapatan.
5.
Menghimpun dana umat yang selama ini tidak mau menyimpan uangnya di bank- bank atau lembaga keuangan yang masih menggunakan sistem bunga.
4.1.4. Struktur Organisasi dan Fungsi Jabatan KBMT Wihdatul Ummah Struktur organisasi KBMT Wihdatul Ummah sesuai dengan struktur organisasi yang ada pada BMT secara umum. Sebagai lembaga yang berbentuk koperasi maka kekuasaan tertinggi di tangan MAT (Musyawarah Anggota Tahunan). Fungsi utama dan tanggung jawab pengurus adalah sebagai berikut: a. Dewan Pengawas Syariah (DPS) Fungsi utama: Mengawasi jalannya operasional BMT sehari-hari agar selalu sesuai dengan ketentuan syariah. Tanggung Jawab: 1. Membuat pernyataan secara berkala bahwa lembaga keuangan berjalan sesuai syariah.
2. Meneliti dan merekomendasikan produk baru dari lembaga keuangan yang diawasi. 3. Memberi
teguran
apabila
lembaga
keuangan
syariah
menyimpang dari garis panduan yang telah ditetapkan. b. Dewan Pengawas Manajemen Fungsi utama: Mengawasi proses manajemen. Pada dasarnya fungsi dewan ini sama seperti DPS, yang menjadi beda terletak pada substansinya yaitu DPS mengawasi sampai pada hal akad apakah melanggar dari koridor atau tidak, sedangkan dewan pengawas manajemen hanya sebatas manajemennya saja. c. Ketua Fungsi Utama: Melakukan kontrol atau pengawasan secara keseluruhan atas aktivitas lembaga dalam rangka menjaga kekayaan BMT dan memberikan arahan dalam upaya lebih meningkatkan dan mengembangkan kualitas BMT. Tanggung Jawab: 1. Bertanggung jawab atas aktivitas BMT dan melaporkan perkembangan unit BMT kepada seluruh anggota melalui mekanisme rapat yang disepakati. 2. Terseleksinya calon karyawan sesuai dengan formasi yang dibutuhkan dan mengeluarkan surat keputusan pengangkatan atau pemberhentian karyawan. 3. Terkendalinya aktivitas simpan pinjam di BMT. 4. Terjaganya kondisi kerja yang aman dan nyaman di BMT. 5. Terbukanya hubungan kerjasama dengan pihak-pihak luar dalam rangka mengembangkan usaha BMT. 6. Menjaga BMT agar dalam aktivitasnya senantiasa sesuai dengan visi dan misinya. 7. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia BMT.
b. Sekretaris Fungsi Utama: Melakukan pengelolaan pengadministrasian segala sesuatu yang berkaitan dengan badan pengurus. Tanggung Jawab: 1. Mengadministrasikan seluruh berkas yang menyangkut keanggotaan BMT. 2. Mengadministrasikan semua surat-surat masuk dan keluar, khususnya yang berkaitan dengan badan pengurus. 3. Merencanakan rapat rutin koordinasi dan evaluasi kegiatan pengurus. 4. Mendistribusikan setiap hasil rapat pengurus atau anggota kepada pihak-pihak yang berkepentingan. c. Bendahara Fungsi Utama: Melakukan pengelolaan keuangan BMT secara keseluruhan di luar unit-unit yang ada. Tanggung Jawab: 1. Mengeluarkan laporan keuangan BMT kepada pihak yang berkepentingan. 2. Memberikan laporan mengenai perkembangan simpanan pokok dan wajib anggota. d. Manajer Fungsi Utama: Merencanakan, mengkoordinasi, dan mengendalikan seluruh aktivitas lembaga yang meliputi penghimpunan dana dari pihak ketiga dan penyaluran dana yang merupakan kegiatan utama lembaga serta kegiatan yang secara langsung berhubungan dengan aktivitas utama tersebut dalam upaya mencari target. Tanggung Jawab: 1. Tersusunnya sasaran, rencana jangka pendek, jangka panjang, serta proyeksi (finansial dan non finansial) tahunan.
2. Tercapainya target yang telah ditetapkan secara keseluruhan. 3. Terselenggaranya penilaian prestasi kerja karyawan. 4. Tercapainya lingkup kerja yang nyaman untuk semua pekerja yang berorientasi pada pencapaian target. 5. Terjalinnya kerjasama dengan pihak lain dalam rangka memenuhi kebutuhan lembaga. 6. Terjaganya keamanan dana-dana masyarakat yang dihimpun dan pembiayaan yang diberikan serta seluruh aktiva BMT. 7. Menjaga BMT agar dalam aktivitasnya senantiasa sesuai dengan visi dan misinya. e. Kepala Bagian Operasional Fungsi Utama: Merencanakan, mengarahkan, mengontrol serta mengevaluasi seluruh rangkaian aktivitas di bidang operasional baik yang berhubungan dengan pihak internal maupun eksternal yang dapat meningkatkan profesionalisme BMT khususnya dalam pelayanan terhadap mitra maupun anggota BMT. Tanggung Jawab: 1. Terselenggaranya pelayanan yang memuaskan (service excellent) kepada mitra atau anggota BMT. 2. Terevaluasi dan terseleksinya seluruh permasalahan yang ada dalam operasional BMT. 3. Terbitnya
laporan
keuangan,
laporan
perkembangan
pembiayaan dan laporan penghimpunan dana masyarakat secara lengkap, akurat dan sah baik harian, bulanan atau periode yang ditentukan. 4. Terarsipkannya
seluruh
dokumen
keuangan,
dokumen
lembaga, dokumen pembiayaan serta dokumen lainnya. 5. Terarsipkannya surat masuk dan surat keluar serta hasil rapat rapat manajemen dan rapat operasional. 6. Terselenggaranya seluruh aktivitas rumah tangga BMT yang mendukung aktivitas BMT.
7. Terselenggaranya
absensi
kehadiran
karyawan
dan
dokumentasi hasil penilaian seluruh karyawan. f. Teller Fungsi Utama: Merencanakan dan melaksanakan segala sesuatu transaksi yang sifatnya tunai. Tanggung Jawab: 1. Terseleksinya laporan kas harian. 2. Terjaganya keamanan kas. 3. Tersedianya laporan cash flow pada akhir bulan untuk keperluan evaluasi. g. Jasa Nasabah Fungsi Utama: Memberikan pelayanan prima kepada mitra berhubungan dengan produk funding yang dimiliki oleh BMT dalam hal ini tabungan, deposito serta produk pembiayaan. Tanggung Jawab: 1. Pelayanan terhadap pembukaan dan penutupan rekening tabungan dan deposito serta mutasinya. 2. Pengarsipan tabungan dan deposito. 3. Pelayanan informasi pembiayaan. 4. Pelayanan terhadap pengajuan pembiayaan. 5. Pelaporan tentang perkembangan dana masyarakat dan pembiayaan. h. ADMP (Administrasi Pembiayaan) Fungsi Utama: Mengelola admistrasi pembiayaan mulai dari pencairan hingga pelunasan. Tanggung Jawab: 1. Penyiapan administrasi pencairan pembiayaan (dropping). 2. Pengarsipan seluruh berkas pembiayaan. 3. Pengarsipan jaminan pembiayaan.
4. Penerimaan angsuran dan pelunasan pembiayaan. 5. Penyiapan kupon dan kontrol terhadap kupon. 6. Pembuatan laporan pembiayaan sesuai dengan periode laporan. 7. Membuat surat teguran dan peningkatan kepada mitra yang akan dan telah jatuh tempo. i. Pembukuan Fungsi Utama: Mengelola administrasi keuangan hingga ke pelaporan keuangan. Tanggung Jawab: 1. Pembuatan laporan keuangan. 2. Pengarsipan laporan keuangan dan berkas-berkas yang berkaitan secara langsung dengan keuangan. 3. Menyiapkan
laporan-laporan
untuk
keperluan
analisis
keuangan lembaga. j. Kepala Bagian Marketing Fungsi Utama: Merencanakan, mengarahkan serta mengevaluasi target financing dan funding serta memastikan strategi yang digunakan sudah tepat dalam upaya mencapai sasaran, termasuk dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah. Tanggung Jawab: 1. Tercapainya target marketing baik funding maupun financing. 2. Terselenggaranya rapat marketing dan terselesaikannya permasalahan di tingkat marketing. 3. Menilai dan mengevaluasi kinerja bagian marketing. 4. Melakukan
penilaian
pengembangan pasar.
terhadap
potensi
pasar
dan
k. Account Officer (AO) Fungsi Utama: Melayani pengajuan pembiayaan, melalui analisis kelayakan serta memberikan rekomendasi atas pengajuan pembiayaan sesuai dengan hasil analisis yang telah dilakukan. Tanggung Jawab: 1.
Memastikan seluruh pengajuan pembiayaan telah diproses sesuai dengan proses yang sebenarnya.
2.
Memastikan analisis pembiayaan telah dilakukan dengan tepat dan lengkap sesuai dengan kebutuhan dan mempresentasikan dalam rapat komite.
3.
Terselesaikannya pembiayaan bermasalah.
4.
Melihat peluang dan potensi pasar yang ada dalam upaya pengembangan pasar.
5.
Melakukan penanganan atas angsuran pembiayaan yang dijemput ke lokasi pasar.
l. Collector Fungsi Utama: Menjemput setoran baik angsuran pembiayaan maupun setoran tabungan mitra. Tanggung Jawab: 1.
Memastikan angsuran yang harus dijemput telah ditagih sesuai dengan waktunya.
2.
Memastikan tidak ada selisih dana antara yang dijemput dengan dana yang disetor ke BMT.
4.1.5. Produk-produk KBMT Wihdatul Ummah A. Produk Funding 1. Tabungan a. Tamam (Tabungan Mitra Muamalah) Jenis tabungan yang ditujukan untuk kalangan umum. b. Taawun (Tabungan untuk Tolong-Menolong) Jenis tabungan yang ditujukan hanya untuk anggota.
2. Deposito Merupakan
produk
funding
dengan
setoran
minimal
Rp 100.000 dan kelipatannya serta menggunakan akad mudharabah. B. Produk Financing (Pembiayaan) 1. Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Jual Beli Pembiayaan
berdasarkan
prinsip
jual
beli
merupakan
penyediaan barang modal maupun investasi untuk pemenuhan kebutuhan modal kerja maupun investasi. Karena sifatnya jual beli maka transaksi ini harus memenuhi rukun jual beli. Dilihat dari segi manfaatnya sistem jual beli ini dapat dibagi menjadi: Al Murabahah dan Al Ijaroh. a. Al Murabahah Jual beli ini dapat berlaku secara umum untuk semua barang yang dapat diadakan seketika ketika terjadi transaksi. b. Al Ijaroh Merupakan akad perpaduan antara sewa dengan jual beli. Yakni sewa-menyewa yang diakhiri dengan pembelian karena terjadi pemindahan hak. BMT sebagai penyedia barang pada hakikatnya tidak berhajat akan barang tersebut, sehingga angsuran dari nasabah bisa dihitung sebagai biaya pembelian, dan di akhir waktu setelah lunas barang menjadi milik anggota/nasabah. 2. Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Jasa Pada pembiayaan ini biasanya dalam bentuk Al Hiwalah yaitu pengalihan hutang dari orang yang berhutang kepada si penanggung. Dalam prakteknya Al Hiwalah ini berupa factoring atau anjak piutang yakni mitra /anggota yang memiliki piutang mengalihkan piutang tersebut kepada BMT dan BMT membayarkan kepada mitra dan BMT akan menagih kepada orang yang berhutang.
3. Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Kerja Sama Merupakan pembiayaan kepada anggota atau mitra BMT yang menyertakan sejumlah modal baik uang tunai maupun barang untuk meningkatkan produktivitas usaha. Atas dasar ini BMT akan bersepakat dalam nisbah bagi hasil. 4. Pinjaman Kebajikan Pembiayaan yang diberikan kepada mitra BMT yang tujuannya untuk kebajikan (tolong menolong), sehingga besarnya pengembalian pinjaman adalah sama dengan besarnya pinjaman. 4.1.6. Karakteristik Portofolio Pembiayaan Mitra KBMT Wihdatul Ummah Secara umum portofolio pembiayaan mitra KBMT Wihdatul Ummah terdiferensiasi atas sektor usaha, wilayah, serta berdasarkan tingkat plafond pinjaman. Berdasarkan sektor usaha, portofolio pembiayaan mitra KBMT Wihdatul Ummah terbagi atas sektor perdagangan, jasa, industri rumahan, industri, dan sektor lain-lain. Pada tahun 2005 sektor perdagangan memiliki persentase paling besar yaitu 63 persen, sektor jasa 32 persen, industri rumahan tiga persen, industri sebesar satu persen dan sektor lain-lain satu persen. Hal ini dapat dilihat pada gambar grafik di bawah ini. industri, 1% industri rumahan, 3% lain-lain, 1%
jasa, 32%
, perdagangan 63%
Gambar 10. Karakteristik portofolio pembiayaan mitra KBMT WU berdasarkan sektor usaha (Data internal KBMT WU)
Sedangkan dari besarnya tingkat plafond, portofolio pembiayaan mitra KBMT Wihdatul Ummah pada tahun 2005 dengan tingkat plafond Rp 200.000- Rp 500.000 sebesar 9,7 persen; Rp 500.000- Rp 1.000.000 sebesar 14,6 persen;
Rp 1.000.000–
Rp 3.000.000 sebesar 30,5 persen; Rp 3.000.000– Rp 5.000.000 sebesar 15,5 persen; Rp 5.000.000– Rp 1000.000 sebesar 10,5 persen dan plafond diatas Rp 10.000.000 sebesar 19,2 persen.
>10 Jt, 19.20%
200-500 Rb, 9.70% 500-1 Jt, 14.60%
5-10 Jt, 10.50%
3-5 Jt, 15.50%
1-3 Jt, 30.50%
Gambar 11. Karakteristik portofolio pembiayaan mitra KBMT WU berdasarkan plafond (Data internal KBMT WU) Berdasarkan wilayah portofolio pembiayaan mitra KBMT Wihdatul Ummah pada tahun 2005 terbagi atas: 1. Wilayah inti sebesar 71,49 persen mencakup wilayah Gunung batu, pasar Anyar, Merdeka, Taman Topi, Panaragan, Ciomas. 2. Wilayah non inti sebesar 14,05 persen mencakup wilayah Jakarta. 3. Wilayah sekitar inti sebesar 13,22 persen mencakup wilayah Sukasari, Sindang Barang, Cilendek, Warung Jambu 4. Di luar kabupaten sebesar 1,24 persen mencakup Bandung, Ciasem. Seperti yang terlihat pada gambar 12.
luar kabupaten, 1.24%
sekitar inti, 13.22%
non inti, 14.05% inti, 71.49%
Gambar 12. Karakteristik portofolio pembiayaan mitra KBMT WU berdasarkan wilayah (Data internal KBMT WU) 4.1.7. Perkembangan KBMT Wihdatul Ummah A. Perkembangan Aktiva dan Pembiayaan KBMT Wihdatul Ummah Sejak didirikan pada tahun 1994 hingga sekarang KBMT Wihdatul Ummah mengalami perkembangan baik dari sisi aktiva maupun pembiayaan yang diberikan. Perkembangan jumlah aktiva KBMT Wihdatul Ummah mengalami kenaikan dalam lima tahun terakhir ini. Pada tahun 2000 aktiva KBMT Wihdatul Ummah sebesar Rp 993.109.586,25 kemudian meningkat pada tahun 2001 menjadi Rp 1.350.712.534,80 tetapi pada tahun 2003 mengalami penurunan aktiva dari Rp 1.619.450.205,14
pada
tahun
1.506.605.721,00.
Pada
tahun
peningkatan
aktiva
yang
2002
menjadi
selanjutnya
sangat
drastis
Rp
mengalami yaitu
Rp
2.147.573.077,00 dan pada akhirnya tahun 2005 aktiva KBMT Wihdatul Ummah sebesar Rp 2.660.520.280,00. Seperti yang terlihat pada gambar 13.
Pertumbuhan Aktiva BMT Wihdatul Ummah 3000000000
Rupiah
2500000000 2000000000 1500000000 1000000000 500000000 0 2000
2001
2002
2003
2004
2005
Tahun
Gambar 13. Perkembangan aktiva KBMT WU (Data internal KBMT WU) Demikian juga pembiayaan mengalami kenaikan yang cukup pesat dalam lima tahun terakhir ini. Pembiayaan pada tahun 2000 sebesar Rp 1.798.600.000,00 kemudian meningkat pada tahun 2001 menjadi Rp 2.034.739.479,00. Pada tahun 2003 jumlah Rp
pembiayaan 2.259.322.500,00
mengalami pada
penurunan
tahun
2002
dari menjadi
Rp 2.214.713.050,00. Pada tahun 2004 terjadi kenaikan pembiayaan menjadi Rp 3.347.312.150,00 dan pada akhirnya tahun 2005 juga meningkat pesat menjadi Rp 5.711.935.000,00. seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini. Pertumbuhan Pembiayaan BMT Wihdatul Ummah 6000000000
Rupiah
5000000000 4000000000 3000000000 2000000000 1000000000 0 2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Gambar 14. Perkembangan pembiayaan (Data internal KBMT WU)
2005
B. Perkembangan Kondisi Kesehatan KBMT Wihdatul Ummah Perkembangan KBMT Wihdatul Ummah jika ditinjau dari tingkat kesehatan dapat dilihat dari tingkat kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR), kualitas aktiva produktif (KAP), rentabilitas, serta likuiditas. Tabel 3. Perkembangan kesehatan KBMT Wihdatul Ummah Tahun 2004 Tahun 2005 Laba Bersih 32.539.151 41.012.448 Dana Pihak Ketiga 2.025.854.695 2.507.557.573 Pembiayaan 1.847.605.372 2.269.539.831 CAR 5.70 % 6.25 % NPF Gross 3.7 % 10 % NPF Net 2.28 % 7.71 % FDR 92.53 % 90.51 % Rasio CPP/ PPAP 105 % 94.95 % ROA 1.52 % 1.54 % BOPO 97.25 % 96.16 % Sumber: Laporan Keuangan KBMT WU 2004 dan 2005 (diolah) Tabel di atas menunjukkan kondisi kesehatan KBMT Wihdatul
Ummah
pada
tahun
2004
dan
2005.
CAR
mencerminkan kemampuan BMT dalam hal permodalan, CAR yang semakin tinggi adalah semakin bagus karena terkait dalam kemampuan BMT untuk menampung kerugian yang lebih tinggi. Data per Desember 2005 menunjukkan CAR KBMT Wihdatul Ummah sebesar 6.25 persen, meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 5.7 persen. Apabila dilihat dari sisi rentabilitas kualitas kesehatan KBMT Wihdatul Ummah cenderung meningkat, hal ini dapat dilihat dari kenaikan tingkat ROA (Return On Asset) dari 1.52 persen pada tahun 2004 meningkat menjadi 1.54 persen pada tahun
2005.
ROA
mencerminkan
kemampuan
untuk
menghasilkan laba. Pada aspek likuiditas dapat terlihat dari tingkat FDR (Financing To Deposit Ratio) yang dibentuk dimana hanya
mengalami sedikit perubahan yaitu 92.53 persen pada tahun 2004 ke tingkat 90.51 persen pada tahun 2005. Jika dilihat dari tingkat kesehatan dalam pembiayaan KBMT Wihdatul Ummah mengalami penurunan dalam kualitas pembiayaan. Hal ini dapat dilihat dari kenaikan NPF (Non Performing Financing) yaitu pembiayaan yang tidak tertagih serta adanya penurunan rasio CPP dari 105 persen pada tahun 2004 ke tingkat 94.95 persen pada tahun 2005. Hal ini mencerminkan penurunan kualitas terhadap pencadangan yang dilakukan terhadap
pembiayaan
bermasalah
yang
terjadi.
Tingkat
kolektibilitas pembiayaan pada tahun 2004 dan 2005 dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4. Perkembangan kolektibilitas KBMT Wihdatul Ummah Klasifikasi 2004 2005 Lancar 96.3 % 90.0 % Kurang lancar 2.4 % 8.2 % Diragukan 0.1 % 0.7 % Macet 1.1 % 1.1 % Sumber: Laporan Keuangan KBMT WU 2004 dan 2005 Persentase pembiayaan macet cenderung tidak mengalami perubahan, sedangkan untuk kolektibilitas diragukan mengalami peningkatan pada tahun 2005. Hal ini lebih disebabkan adanya penggusuran pedagang kaki lima yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Bogor yang berdampak pada pedagang yang sebagaian besar adalah mitra KBMT Wihdatul Ummah. 4.2. Prosedur Pemberian Pembiayaan di KBMT Wihdatul Ummah Mitra yang melakukan pengajuan ke KBMT Wihdatul Ummah terbagi dua, yaitu mitra anggota dan mitra biasa. a. Mitra Anggota Merupakan mitra BMT yang berasal dari mitra biasa yang telah mendapatkan pelatihan dari KBMT Wihdatul Ummah dan bersedia menjadi anggota KBMT Wihdatul Ummah. Proses yang harus dilewati oleh mitra ini adalah PCAG (Pelatihan Calon Anggota) dan PAG (Pelatihan Anggota). KBMT Wihdatul Ummah memberikan tawaran
kepada anggota yang dipandang berprestasi untuk mengikuti pelatihan dalam rangka seleksi untuk menjadi anggota. Proses yang harus ditempuh adalah sebagai berikut: 1. Pelatihan Tahap 1 (bulan Januari) Pada pelatihan ini mitra diberikan materi mengenai koperasi dan BMT baik yang menyangkut anggaran dasar koperasi, hak dan kewajiban anggota serta mengenai SHU (Sisa Hasil Usaha). 2. Pendalaman Materi 1 Pendalaman materi dalam pelatihan 1 yang dilakukan pada bulan Februari, Maret, April dan Mei setiap 1 bulan sekali di KBMT Wihdatul Ummah selama 2 jam. 3. Pelatihan Tahap 2 Pada pelatihan ini mitra diberikan pembekalan untuk menghitung Beban Pokok Penjualan, pengaturan ekonomi rumah tangga, pembukuan sederhana, analisis kebutuhan modal. Pelatihan dilakukan pada bulan Juni/Juli. 4. Pendalaman Materi 2 Pendalaman materi dalam pelatihan 2 yang dilakukan pada bulan Juli, Agustus, September, Oktober dan November setiap 1 bulan sekali di KBMT Wihdatul Ummah selama 2 jam. 5. Penerimaan Anggota Pelatihan yang diselenggarakan pada bulan Desember untuk menentukan penerimaan anggota. b. Mitra Biasa Merupakan mitra KBMT Wihdatul Ummah yang tidak menjadi anggota. Proses pengajuan pembiayaan pada KBMT Wihdatul Ummah meliputi proses sebagai berikut. 1.
Pengajuan Pembiayaan Untuk memperoleh fasilitas pembiayaan maka tahap pertama mitra mengajukan permohonan pembiayaan kepada KBMT Wihdatul Ummah. Mitra dapat melakukan pengajuan pembiayaan secara
langsung datang ke BMT atau secara tidak langsung (hal ini berlaku untuk mitra lama). Untuk pengajuan pembiayaan dilakukan oleh bagian Janas (Jasa Nasabah), di mana mitra pengaju akan diwawancara untuk pengisian APP (Aplikasi Permohonan Pembiayaan). Informasi-informasi mitra yang terdapat pada APP menyangkut: a. Identitas diri mitra pengaju b. Tujuan penggunaan dana, jumlah yang diajukan, aqad pembiayaan, rencana pembayaran, jaminan. c. Pendekatan syarat BMT yaitu menyangkut: lama usaha minimal 1 tahun, plafond di bawah BMPK, jangka waktu di bawah 18 bulan, persetujuan istri/suami dan pembiayaan diangsur dari modal kerja. d. Gambaran aktiva keluarga e. Profil keuangan rumah tangga f. Profil usaha g. Denah lokasi rumah dan lokasi usaha Apabila pendekatan syarat BMT tidak terpenuhi maka Janas dapat menyampaikan langsung penolakan pembiayaan kepada mitra pengaju. Setelah data lengkap dan mitra telah melampirkan salinan identitas diri beserta kartu keluarga, maka Janas mendistribusikan APP kepada Kepala Bagian Marketing untuk kemudian diproses selanjutnya. Kepala bagian marketing bertugas untuk menunjuk AO (Account Officer) yang akan memproses pembiayaan yang diajukan tersebut. 2.
Analisis Pengajuan Pembiayaan Sementara usulan pembiayaan diproses oleh AO, AO mengajukan permohonan
investigasi
pembiayaan,
seperti
taksasi
(penilaian
jaminan), permohonan informasi calon peminjam melalui analisis yuridis ke bagian administrasi pembiayaan. Investigasi informasi yang berkaitan dengan calon peminjam juga dapat dilakukan dengan wawancara informal kepada pihak-pihak lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha atau calon peminjam seperti tetangga, supplier bahan baku, rekanan usaha, karyawan, dan sebagainya. Hal ini dilakukan untuk memastikan capacity (kemampuan) calon peminjam untuk
mengembalikan pinjamannya dan nilai pinjaman yang harus diberikan oleh BMT. Proses ini merupakan proses yang paling penting bagi pihak pemberi dana (BMT), untuk memastikan keamanan dana yang diberikan serta meminimalkan risiko yang mungkin terjadi di waktuwaktu yang akan datang. AO yang memproses pembiayaan melakukan investigasi usulan pembiayaan. Langkah awal yang dilakukan adalah analisis data pada APP untuk bahan dalam melakukan survei usaha dan rumah atau biasa disebut dengan On The Spot (OTS). Hal ini dilakukan untuk penyelidikan data yang ada pada APP apakah sesuai dengan di lapangan untuk selanjutnya akan dibuat MAP (Memorandum Analisa Pembiayaan). Apabila ternyata tidak terdapat kesesuaian antara data pada APP dengan hasil survei maka pembiayaan yang diajukan akan ditolak. Hasil survei digunakan untuk menyusun MAP, di mana terdapat informasi-informasi berupa: a.
Profil keluarga
b.
Profil usaha
c.
Pengajuan
d.
Analisis dan rekomendasi Dalam bagian ini terdapat pendekatan syarat BMT, pendekatan karakter, pendekatan kelayakan usaha, pendekatan jaminan, pendekatan
saving
power,
pendekatan
titik-titik
kritis,
rekomendasi dari AO proses untuk menentukan plafond dan jumlah angsuran. e.
Keputusan akhir rapat komite
Secara umum dalam MAP terdapat penilaian 5 C (Character, Capacity, Capital, Collateral, dan Condition). 3.
Persetujuan Komite Sirkuler BMT Berkas MAP yang telah diproses oleh AO selanjutnya diajukan ke komite sirkuler. Dalam hal ini disebut komite sirkuler yang terdiri dari pejabat 1 yaitu kepala bagian marketing dan pejabat 2 adalah Manajer.
Berkas MAP didistribusikan kepada komite 1 dan 2 untuk selanjutnya ada RTL (Rencana Tindak Lanjut) apabila ada pertanyaan dari komite 1 dan 2 tentang hasil MAP, dan kemudian dikembalikan kepada AO untuk dijawab. Jika pembiayaan telah mendapat persetujuan dari komite
maka
AO melakukan
negosiasi
dengan
mitra
untuk
memberitahu besarnya plafond, jumlah angsuran dan cara pembayaran. Apabila mitra menyetujui maka mitra menandatangani lembar persetujuan negosiasi untuk selanjutnya dibuat Surat Persetujuan Pembiayaan (SPP) dan semua berkas pembiayaan diserahkan kepada bagian Administrasi pembiayaan untuk selanjutnya dimintakan tanda tangan komite pembiayaan. 4.
Pengikatan Pembiayaan dan Dropping Dana Setelah usulan pembiayaan tersebut mendapat persetujuan dari Komite Pembiayaan,
tahap
selanjutnya
bagian
admistrasi
pembiayaan
mempersiapkan pengikatan pembiayaan (akad pembiayaan). Sebelum dilakukan pengikatan, semua dokumen asli dan dokumen jaminan harus telah diterima. Setelah dilakukan pengikatan pembiayaan, proses dropping (realisasi) dana dapat dilakukan. Dropping dana dilakukan oleh Kepala Bagian Operasional, apabila yang bersangkutan tidak ada maka
diganti
oleh
Kepala
Bagian
Marketing,
apabila
yang
bersangkutan juga tidak ada maka dilakukan oleh Admp (Admisitrasi Pembiayaan) dan apabila tidak ada juga maka diganti oleh AO tetapi bukan AO yang memproses pembiayaannya. Pada waktu droping dibacakan akadnya dan
dilakukan verifikasi tanda tangan calon
peminjam. 5. Monitoring Kegiatan ini dilakukan setiap hari Selasa dengan tujuan untuk melihat prestasi angsuran dari mitra dalam satu minggunya khususnya untuk mitra dengan sistem angsuran harian. Selain itu tujuan kegiatan ini adalah menentukan tindakan yang seharusnya dilakukan untuk menangani pembiayaan yang bermasalah dari mitra yang angsuran prestasinya kurang bagus.
4.3. Faktor-faktor yang Dijadikan Pertimbangan dalam Pemberian Pembiayaan di KBMT Wihdatul Ummah Dalam memberikan pembiayaan kepada mitranya KBMT Wihdatul Ummah menetapkan beberapa syarat yang harus dipenuhi agar pembiayaan yang diajukan dapat terfasilitasi. Penilaian yang dilakukan berdasarkan pendekatan syarat BMT dan penilaian terhadap prinsip pemberian pembiayaan yaitu 5C (Character, Capacity, Capital, Colleteral, Condition). a. Pendekatan syarat BMT o Lama usaha minimal 1 tahun o Plafond di bawah BMPK o Jangka waktu di bawah 18 bulan o Persetujuan istri/suami o Angsuran di bayar dari modal kerja o Wilayah usaha berada pada wilayah usaha BMT b. Character Yaitu penilaian terhadap karakter atau kepribadian calon peminjam dengan tujuan untuk memperkirakan kemungkinan bahwa peminjam dapat memenuhi kewajibannya. Penilaian yang menyangkut character meliputi: pendapat AO tentang mitra yang bersangkutan dengan melakukan investigasi, sebagai penguatnya AO dapat melakukan wawancara dengan tetangga, teman, rekan sekerja, dan sebagainya untuk memperoleh informasi tentang pribadi mitra. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam character adalah tanggung jawab hutang kepada pihak lain dari mitra apakah ada, kolektibilitas pembiayaan sebelumnya (untuk mitra lama), ibadah langsung, tanggung jawab terhadap keluarga, hemat, pergaulan dengan tetangga, kesabaran, keterbukaaan dengan BMT, keterbukaan pada keluarga, keuletan, kerendahatian serta penampilannya. Sehingga dari informasi tersebut dapat disimpulkan karakter dari mitra apakah baik, meragukan atau tidak baik.
c. Capacity(capability) Yaitu penilaian tentang kemampuan mitra untuk mengelola bisnisnya apakah layak atau tidak layak untuk mendapatkan pembiayaan. Kemampuan diukur dengan catatan prestasi peminjam di masa lalu (untuk mitra lama) yang didukung dengan pengamatan di lapangan atas sarana usahanya seperti toko, karyawan, alat-alat, pabrik serta metode kegiatannya. Penilaian capacity ditujukan untuk menilai apakah usaha dari mitra layak/tidak layak untuk mendapatkan pembiayaan. Informasi yang dibutuhkan untuk penilaian kelayakan usaha adalah tahun pendirian usaha, cara mempertahankan karyawan, lokasi usaha (bila tidak strategis bagaimana cara mengatasinya), sumber dan cara memperoleh barang, jenis dan cara mendapatkan konsumen, cara penjualan, faktor yang
mempengaruhi
harga,
sarana
penunjang
usaha,
pesaing,
kemampuan mitra (capability mitra) dalam mengelola usaha, serta tingkat perputaran persediaan barang. Sehingga pada akhirnya dapat diberikan kesimpulan apakah usaha mitra pengaju layak/tidak layak untuk mendapatkan pembiayaan. d. Capital Yaitu penilaian terhadap kemampuan modal yang dimiliki oleh calon peminjam, yang diukur dengan posisi pendapatan secara keseluruhan yang ditunjukkan oleh rasio finansialnya dan penekanan pada komposisi modalnya. Penilaian capital terkait dengan pendekatan saving power yaitu kemampuan mitra untuk melakukan angsuran dengan plafond yang sesuai. Hal ini dinilai dari laba bersih usahanya setelah dikurangi dengan kebutuhan rumah tangga sehingga akan diperoleh saving power. Rasio angsuran besarnya maksimal 75 persen dari saving power. e. Collateral Yaitu jaminan yang dimiliki calon peminjam. Penilaian ini bertujuan untuk lebih meyakinkan bahwa jika suatu risiko kegagalan pembayaran terjadi, jaminan dapat dipakai sebagai pengganti dari kewajibannya.
Selain itu jaminan digunakan sebagai penguat apabila kepribadian mitra tersebut meragukan. Informasi yang disajikan berupa: jenis jaminan, nama pemilik, persetujuan pemilik, tahun pembuatan, kondisi jaminan, nilai taksasi sekarang dan saat jatuh tempo, dan proyeksi plafond maksimal adalah 80persen dari nilai taksasi saat jatuh tempo. Sehingga diperoleh kesimpulan apakah jaminan memadai atau tidak. Batasan jaminan disesuaikan dengan besarnya plafond, yaitu: < 5 juta
: jaminan dapat berupa harta lancar
5 – 10 juta : jaminan berupa BPKB > 10 juta
: jaminan berupa surat tanah, AJBT (akte jual beli
tanah) f. Condition Yaitu pihak BMT harus melihat kondisi ekonomi yang terjadi di masyarakat dan secara spesifik melihat adanya keterkaitan dengan jenis usaha yang dilakukan oleh calon peminjam. Hal tersebut dilakukan karena kondisi eksternal berperan besar dalam proses berjalannya usaha calon peminjam. Penilaian condition didasarkan pada titik kritis yang dihadapi oleh mitra baik dari sisi usaha, keluarga, maupun BMT. 1.
Usaha Pendekatan tentang faktor yang berpengaruh terhadap kinerja mitra
dari
segi
konsumen,
supplier,
karyawan,
pesaing,
kemampuan mitra dalam mengelola usaha, serta situasi eksternal yang dapat memperburuk kondisi usahanya. Apabila ada faktorfaktor
tersebut
maka
harus
diketahui
bagaimana
cara
mengatasinya. 2.
Keluarga Kesehatan, keharmonisan, pendidikan merupakan faktor yang dapat berpengaruh bagi usaha mitra dari segi keluarga untuk itu harus diketahui cara mengatasinya.
3.
BMT Menyangkut faktor internal yang digunakan oleh BMT tentang penilaian terhadap mitra dan bagaimana cara mengatasinya.
4.4. Risiko-risiko Operasional Bidang Pembiayaan di KBMT Wihdatul Ummah Kinerja KBMT Wihdatul Ummah berkaitan erat dengan kondisi ekonomi, politik, sosial, dan sebagainya. Berbagai faktor eksternal maupun internal tersebut memberikan pengaruh terhadap kinerja KBMT Wihdatul Ummah. Secara umum risiko yang dihadapi oleh KBMT Wihdatul Ummah berasal dari tiga kelompok utama. Kelompok pertama adalah kondisi makro Indonesia secara global yang menyangkut keadaan ekonomi maupun politik. Kelompok risiko yang kedua berkaitan dengan kebijakan pemerintah daerah. Sedangkan kelompok risiko yang ketiga berkaitan dengan aktivitas KBMT Wihdatul Ummah itu sendiri. Kondisi makro ekonomi, sosial dan politik merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi kinerja KBMT Wihdatul Ummah dan tidak bisa dikendalikan. Perubahan dalam perekonomian secara langsung berdampak pada KBMT Wihdatul Ummah melalui berbagai pihak yang terkait kewajibannya dengan KBMT Wihdatul Ummah. Kondisi sosial, politik juga berpengaruh terhadap KBMT Wihdatul Ummah, di mana ketidakstabilan politik akan mempengaruhi perubahan dalam dunia usaha yang pada akhirnya berpengaruh terhadap iklim investasi pada bisnis. Kelompok risiko kedua menyangkut kebijakan pemerintah daerah. Misalnya, penggusuran yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Bogor terhadap para pedagang kaki lima berpengaruh terhadap angsuran pembiayaan bagi mitra yang terkena penggusuran yang menjadi mitra KBMT Wihdatul Ummah. Kelompok risiko ketiga menyangkut aktivitas internal KBMT Wihdatul Ummah. Risiko yang dihadapi menyangkut risiko pembiayaan, risiko likuiditas, risiko permodalan, risiko operasional, dan sebagainya. Risiko pembiayaan merupakan salah satu risiko utama yang dihadapi oleh KBMT Wihhdatul Ummah. Salah satu hal penting yang
berpengaruh terhadap risiko pembiayaan tersebut adalah risiko operasional. Risiko ini disebabkan oleh faktor sumber daya manusia, teknologi, sistem, proses, dan sebagainya. Dalam proses pemberian pembiayaan tersebut muncul risiko-risiko operasional yang harus dapat ditanggulangi karena hal ini berpengaruh terhadap kinerja pembiayaan yang pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas pembiayaan dalam rangka mengurangi tingginya pembiayaan yang bermasalah. Proses
identifikasi risiko operasional yang muncul saat KBMT
Wihdatul Ummah memberikan pembiayaan kepada mitra terbagi atas tiga bagian yaitu: a. Umum Identifikasi risiko operasional menyangkut bagian yang secara umum yang terdiri dari: peran pengawas, perhitungan PPAP, Manajemen
Risiko
pembiayaan,
disiplin
pembiayaan
serta
pendidikan dan pelatihan anggota b. Prosedur pemberian pembiayaan Identifikasi terhadap risiko operasional yang muncul saat proses pemberian pembiayaan. Terdiri dari: 1. Koordinasi berkas APP (Aplikasi Pengajuan Pembiayaan) 2. Menerima & Mempelajari MAP lama 3. OTS (On The Spot) usaha 4. OTS rumah 5. Pengisian MAP 6. Komite sirkuler 7. Rencana tindak lanjut 8. Komite sirkuler tambahan 9. Negosiasi 10. Investigasi jaminan 11. Pembuatan surat persetujuan pembiayaan 12. Persetujuan 13. Droping
c. Administrasi pembiayaan Identifikasi risiko yang muncul pada tindak lanjut pembiayaan, termasuk di dalamnya pemantauan terhadap mitra pembiayaan kurang lancar dan pengelolaan jaminan. Hasil penilaian risiko operasional bidang pembiayaan dapat dilihat pada Lampiran 1. Hasil identifikasi risiko operasional bidang pembiayaan mengindikasikan beberapa risiko yang nilainya sangat tinggi yaitu: perhitungan pencadangan yang tidak dilakukan setiap bulannya, konsentrasi mitra pembiayaan yang kurang terdiversifikasi dengan baik, kurang teliti dalam analisis data mitra untuk menilai kelayakan usaha maupun nilai taksasi jaminan, kurangnya SDM yang menangani proses pembiayaan, serta tidak memungkinkan pemantauan secara berkala terhadap kondisi finansial mitra. 4.5. Pengelolaan Risiko Operasional Bidang Pembiayaan di KBMT Wihdatul Ummah Risiko operasional pada pembiayaan sangat terkait erat dengan kualitas pembiayaan, adanya risiko operasional dalam proses pemberian pembiayaan akan berpengaruh terhadap kinerja pembiayaan yaitu kelancaran dalam proses pemberian pembiayaan, kecermatan dalam analisis pengajuan pembiayaan, yang pada akhirnya kesemuanya itu akan mempengaruhi kualitas pembiayaan dalam usaha untuk memperkecil tingkat pembiayaan yang bermasalah. KBMT Wihdatul Ummah melakukan beberapa tindakan untuk mengendalikan
risiko
operasional
pada
pembiayaan
yang
timbul.
Pengelolaan risiko yang timbul dari pembiayaan dikelompokkan atas dua bagian yaitu: 1.
Sebelum permohonan disetujui dengan pencegahan kerugian dengan cara merancang prosedur (SOP) dengan berbagai persyaratan yang harus dipenuhi dan adanya analisis pembiayaan dengan berpandangan pada 5C.
2.
setelah disetujui atau selama masa pembayaran yaitu melalui tindakan sebagai berikut: a.
Monitoring Kegiatan ini dilakukan setiap hari Selasa dengan tujuan untuk melihat prestasi angsuran dari mitra dalam satu minggunya khususnya untuk mitra dengan sistem angsuran harian. Selain itu tujuan kegiatan ini adalah menentukan tindakan yang seharusnya dilakukan untuk menangani pembiayaan yang bermasalah dari mitra yang angsuran prestasinya kurang bagus.
b.
Evaluasi Bulanan Kegiatan evaluasi bulanan ditujukan untuk mengevaluasi aktivitas pembiayaan
yang
dilakukan
bulan
tersebut
serta
untuk
menentukan rencana perbaikan bagi bulan selanjutnya. Dalam kegiatan ini dievaluasi masalah-masalah yang timbul dalam aktivitas pembiayaan termasuk didalamnya evaluasi terhadap pembiayaan
yang
bermasalah
serta
penentuan
tindakan
penanganan yang tepat. c. Evaluasi Semesteran Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengevaluasi kegiatan yang telah dilakukan selama enam bulan sebelumnya dan membuat perbaikan perencanaan dalam enam bulan berikutnya dengan disesuaikan dengan hasil evaluasi yang telah dilakukan untuk enam bulan sebelumnya. Pengelolaan risiko pembiayaan lain yang dilakukan KBMT Wihdatul Ummah, diantaranya: a. Penyaringan mitra sesuai dengan tingkat kolektibilitas pembiayaan KBMT Wihdatul Ummah melakukan penyaringan terhadap mitra pembiayaan dengan tujuan untuk mengetahui prestasi angsuran mitra. b. Diversifikasi pembiayaan Diversifikasi pembiayaan pada KBMT Wihdatul Ummah didasarkan atas jenis usaha, wilayah geografisnya, besarnya tingkat plafond yang diajukan serta berdasarkan lamanya usaha mitra. Berdasarkan jenis
usaha pembiayaan terbagi atas sektor perdagangan, jasa, industri dan lain-lain. Sedangkan berdasarkan wilayahnya KBMT Wihdatul Ummah mendiversifikasi wilayah yang terdiri Wilayah inti sebesar mencakup wilayah Gunung batu, pasar Anyar, Merdeka, Taman Topi, Panaragan, Ciomas. Wilayah non inti mencakup wilayah Jakarta. Wilayah sekitar inti mencakup wilayah Sukasari, Sindang Barang, Cilendek, Warung Jambu dan wilayah di luar kabupaten mencakup Bandung, Ciasem. c. Memenuhi BMPK Pembiayaan yang diberikan harus memenuhi syarat BMPK (Batas Maksimum Pemberian Kredit), untuk KBMT Wihdatul Ummah BMPK sebesar 30 juta. Kebijakan ini berlaku sejak tahun 2003. 4.6. Pengelolaan Pembiayaan Bermasalah Pembiayaan bermasalah disebabkan oleh tiga kelompok utama, kelompok pertama yang disebabkan oleh kondisi ekonomi, sosial dan politik global. Kelompok kedua adalah yang disebabkan oleh internal BMT dan kelompok ketiga adalah yang disebabkan oleh pihak mitra. a. Kondisi ekonomi, sosial dan politik global Penyebab pembiayaan bermasalah dari kelompok ini adalah adanya perubahan dalam kondisi ekonomi, politik, kebijakan pemerintah daerah, dan sebagainya. Kenaikan BBM belum lama ini sangat berpengaruh terhadap kelancaran angsuran pembiayaan pada KBMT Wihdatul Ummah karena mitra merasa pendapatan usaha menurun karena kenaikan BBM. Selain itu adanya kebijakan pemerintah daerah Bogor yang melakukan penggusuran terhadap pedagang kaki lima yang menjadi mitra KBMT Wihdatul Ummah di sekitar Taman Topi menyebabkan angsuran menjadi macet. b. BMT (internal) Pembiayaan yang bermasalah kadang disebabkan dari internal BMT, yaitu pada proses investigasi pengajuan. Misalnya: o Kesalahan dalam analisis nilai taksasi jaminan o Terlalu mempercayai mitra PAG atau PCAG
o Analisis usaha yang tidak detail o Penegasan barang jaminan yang kurang jelas o Penggunaan avalist atau rekomendasi orang yang bisa dipercaya sebagai jaminan yang akan menanggung apabila pembiayaan macet. c. Mitra Sedangkan penyebab pembiayaan bermasalah dari kelompok ketiga disebabkan oleh mitra itu sendiri. Hal ini biasanya disebabkan oleh: o Mitra kemalingan o Mitra yang pindah tempat tinggal o Kondisi keluarga mitra - Konflik keluarga - Apabila ada kelurga yang sakit sehingga butuh biaya untuk pengobatan yang pada akhirnya akan menghambat pembayaran angsuran. o Mitra kesulitan untuk memperolah barang dagangan Pengelolaan pembiayaan bermasalah terbagi atas dua bagian, yaitu: dalam perhatian khusus dan dalam perhatian umum. a. Dalam perhatian umum Pada kasus ini biasanya penangannya dilakukan oleh AO yang memproses pembiayaan dari yang bersangkutan. Kolektibilitas 2 mendapatkan penanganan dalam perhatian umum. Tindakan yang dilakukan adalah memonitoring usaha dari mitra dan adanya teguran dari pihak BMT melalui AO yang memprosesnya. b. Dalam perhatian khusus Kolektibilitas 2 yang sudah membahayakan, kolektibilitas 3 dan kolektibilitas 4 masuk ke dalam penanganan khusus. Penanganannya dilakukan oleh AO yang memproses pembiayaan dengan dibantu oleh bagian KAP, tetapi pada akhirnya yang menangani adalah bagian KAP. Sebagai badan usaha yang berfungsi sebagai intermediary, KBMT Wihdatul Ummah dituntut untuk dapat mempertanggungjawabkan aktivitas penyaluran dananya terhadap publik penyimpan dana. Untuk itu kualitas pembiayaan haruslah diperhatikan, karena hal ini berkaitan dengan
pembentukan kualitas aktiva produktif bagi KBMT Wihdatul Ummah. Peningkatan pembiayaan bermasalah mewajibkan KBMT Wihdatul Ummah untuk membentuk cadangan pengahapusan piutang yang diambil dari pendapatan atau laba yang diperoleh. Peningkatan pembiayaan bermasalah (NPF= Non Performing Financing) menyebabkan peningkatan jumlah cadangan penghapusan piutang sehingga akan mengurangi modal KBMT Wihdatul Ummah. Sadar akan pentingnya hal tersebut maka KBMT Wihdatul Ummah berupaya untuk dapat mengurangi jumlah pembiayaan bermasalah melalui berbagai cara penyelamatan pembiayaan bermasalah. Teknik penyelesaian pembiayaan bermasalah pada KBMT Wihdatul Ummah dilakukan dengan beberapa metode yaitu: a. Rescheduling Pada metode ini KBMT Wihdatul Ummah memberikan kelonggaran kepada mitranya untuk membayar hutang yang telah jatuh tempo, dengan jalan menunda tanggal jatuh tempo tersebut. Dalam hal ini KBMT Wihdatul Ummah menggunakan istilah pembaharuan, yaitu menyusun jadwal baru untuk angsuran setelah dilakukan analisis kelayakan usaha mitra. Besar dan lama angsuran dipengaruhi oleh kondisi keuangan mitra. b. Restructuring KBMT Wihdatul Ummah melakukan langkah ini dengan memberikan tambahan jumlah pembiayaan kepada mitra apabila dirasa dengan penambahan jumlah pembiayaan tersebut mitra dapat memperbaiki usaha sehingga meningkatkan prestasi angsuran. c. Penyitaan jaminan Penyitaan jaminan dilakukan apabila pembaharuan sudah tidak mungkin lagi dilakukan. Jaminan yang disita adalah jaminan yang tercatat pada memorandum analisa pembiayaan.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang identifikasi risiko operasional pada pembiayaan di KBMT Wihdatul Ummah, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1.
Proses pengajuan pembiayaan pada KBMT Wihdatul Ummah dimulai dari pengajuan pembiayaan, analisis pengajuan pembiayaan, persetujuan komite sirkuler, pengikatan pembiayaan dan droping dana serta dilakukan
monitoring.
pertimbangan
dalam
Sedangkan pemberian
faktor-faktor pembiayaan
yang yaitu
dijadikan pendekatan
persyaratan BMT dan analisis terhadap 5C (Character, Capital, Capacity, Collateral dan Condition). 2.
Identifikasi risiko operasional bidang pembiayaan di KBMT Wihdatul Ummah memberikan sejumlah risiko yang bernilai sangat tinggi sehingga diperlukan pengelolaan secara ketat.
3.
Selama ini, KBMT Wihdatul Ummah melakukan beberapa kegiatan untuk pengelolaan risiko operasional bidang pembiayaan dalam rangka meningkatkan kualitas pembiayaan yaitu melalui kegiatan monitoring, evaluasi bulanan dan evaluasi semesteran. Sedangkan penyelamatan terhadap pembiayaan yang bermasalah dilakukan melalui beberapa teknik yaitu rescheduling, restructuring, dan penyitaan jaminan.
2. Saran 1.
Berdasarkan hasil dalam identifikasi risiko operasional terdapat sejumlah risiko yang dapat timbul pada proses pembiayaan sehingga diperlukan tindakan yang efektif untuk menanggulangi atau mengurangi risiko yang timbul tersebut. Salah satu hal yang bisa dilakukan yaitu melalui penambahan sumber daya manusia yang menangani pembiayaan (AO= Account officer) karena selama ini AO yang tersedia tidak sesuai dengan tingkat atau jumlah mitra pembiayaan.
2.
Apabila dilihat dari tingkat kesehatan maka KBMT Wihdatul Ummah perlu meningkatkan tingkat CAR karena hal ini berkaitan dengan kemampuan KBMT Wihdatul Ummah dalam menghadapi risiko yang timbul. Peningkatan nilai CAR secara jangka pendek dapat ditempuh melalui peningkatan jumlah modal yaitu dengan menambah jumlah anggota, sedangkan dalam jangka panjang peningkatan nilai CAR dapat tercapai melalui peningkatan kualitas pembiayaan sehingga pada akhirnya dapat menurunkan cadangan penghapusan piutang sehingga dapat meningkatkan laba.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, I. 2004. Berbagai Masalah yang Dihadapi oleh Usaha Simpan Pinjam Koperasi seabagai Lembaga Keuangan Mikro. http://www.smecda.com/deputies7/file:infokop/edisi%2024/ismeth.htm. [ 24 Desember 2005] Antonio, M. S. 2001. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktek. Gema Insani Press, Jakarta. Aziz, A. 2004. Pedoman Pendirian BMT. Pinbuk Press, Jakarta. BMT Wihdatul Ummah. 2000. Laporan Tahunan BMT Wihdatul Ummah Tahun. . 2001. Laporan Tahunan BMT Wihdatul Ummah Tahun. . 2002. Laporan Tahunan BMT Wihdatul Ummah Tahun. . 2003. Laporan Tahunan BMT Wihdatul Ummah Tahun. . 2004. Laporan Tahunan BMT Wihdatul Ummah Tahun. . 2005. Laporan Tahunan BMT Wihdatul Ummah Tahun. Darmawi, H. 1997. Manajemen Risiko. Bumi Aksara, Jakarta. Djohanputro, B. 2004. Manajemen Risiko Korporat Terintegrasi. PPM, Jakarta. Hendar dan Kusnadi. 1999. ekonomi Koperasi. Lembaga Penerbit FE UI, Jakarta. Herdianto, A. 2001. Analisis Manajemen Risiko Kredit dalam mempertahankan KAP (Studi Kasus pada Kebijakan Bank X Tahun 1998). Tesis pada Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Jakarta Jatmiko, BA. 1994. Asset-Liability Management Sebagai Salah Satu Alternatif Manajemen Risiko: Suatu Tinjauan Umum atas Neraca Perbankan. Skripsi pada Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Jakarta Manurung, R dan P. Rahardja. 2004. Uang Perbankan dan Ekonomi Moneter (Kajian Kontekstual Indonesia). Lembaga Penerbit FE UI, Jakarta. Muhammad. 2004. Manajemen Dana Bank Syariah. EKONISIA, Yogyakarta. NPL
Rata-rata BMT di Bawah Lima Persen. 2005. http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=214553&kat_id=256. [ 24 September 2005]
Patilima, H. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Alfabeta, Bandung. Profil Perhimpunan BMT Indonesia (BMT Center). 2005. Jakarta. Rasyid, S. A. Konsep Dasar BMT. 2001. http://www.tazkiaonline.com/artikel.php3?sid:242. [14 Desember 2005] Ridwan, M. 2004. Manajemen BMT (Baitul Maal wa Tamwil). UII Press, Yogyakarta. Sitio, A dan Halomoan T. 2000. Koperasi: Teori dan Praktek. Erlangga, Jakarta. Sofyan, I. 2005. Manajemen Risiko. Graha Ilmu, Yogyakarta. Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. ALFABETA, Bandung. Tampubolon, R. 2004. Risk Management. Elex Media Komputindo, Jakarta. . 2005. Risk and System-Based Internal Auditing. Elex Media Komputindo, Jakarta. Tim SOP Yayasan PERAMU. 1999. Panduan KBMT (Koperasi Baitul Maal wa Tamwil). PERAMU, Bogor. Widjaya, I. G. R. 2000. Hukum Perusahaan dan Undang-Undang dalam Peraturan Pelaksanaan di Bidang Usaha. Kesaint Blanc , Jakarta. 10
Tahun, BMT Berdayakan 1,5 Juta Pengusaha http://www.republika.co.id. [ 21 September 2005]
Mikro.
2005.
LAMPIRAN
REGISTER RISIKO Sumber Risiko
A. Umum 1. Peran pengawas 2. Perhitungan PPAP 3. Manajemen risiko pembiayaan secara terpadu ♦ Konsentrasi pembiayaan ♦ Sistem pelaporan 4. Disiplin Pembiayaan ♦ Pengadministrasian Pembiayaan ♦ Menindaklanjuti kondisi pinjaman ♦ Pelanggaran disiplin Pembiayaan 5. Pendidikan dan pelatihan Pejabat Pembiayaan
Pernyataan Mengenai Risiko
Taksiran Potensi Dampak Risiko (H-M-L)
Pengawasan yang dilakukan kurang berjalan High secara efektif Perhitungan pencadangan tidak dilakukan High setiap bulannya
Taksiran Potensi Terjadi Risiko (H-M-L)
Nilai Risiko
Medium
7
High
10
Konsentrasi mitra pembiayaan yang kurang High terdiversifikasi dengan baik Keterlambatan dalam pelaporan pembiayaan High
High
10
Low
7
High
Low
7
Low
1
Low
3
Medium
6
Berkas hilang
Pengecekan ulang terhadap persetujuan Low pembiayaan Pemrosesan pembiayaan mitra kerabat AO Medium oleh AO itu sendiri Belum ada pendidikan dan pelatihan bagi Medium pejabat pembiayaan dan administrasi pembiayaan yang dilaksanakan secara
berkala B. Prosedur Pembiayaan 1. Koordinasi (Aplikasi Pembiayaan)
Pemberian
berkas APP ♦ Data dari Janas kurang bisa dimengerti Pengajuan menyebabkan sulit untuk menganalisis ♦ Distribusi APP lama (menumpuk) karena terlalu banyak proses karena SDM yang tersedia minim. ♦ Keterlambatan membagikan APP ke AO 2. Menerima & Mempelajari ♦ Kurang teliti dalam analisis data mitra MAP lama ♦ MAP lama kurang bisa dimengerti sehingga butuh waktu tambahan untuk menanyakan kepada AO yang sebelumnya memprosesnya 3. OTS (On The Spot) usaha ♦ Lokasi jauh dan sulit untuk dijangkau. ♦ OTS dijadwal ulang karena tidak ketemu dengan mitra, karena adanya kegiatan internal di BMT, banyaknya pengajuan dari mitra ♦ Kurang tepat dalam analisis taksasi nilai jaminan ♦ Kesalahan menaksir persediaan barang ♦ Legalitas usaha ♦ Tidak dapat mengetahui informasi karakteristik mitra 4. OTS rumah ♦ Lokasi jauh dan sulit untuk dijangkau.
Medium
Medium
6
High
High
10
Medium High Medium
Medium High Low
6 10 3
High Medium
Low Low
7 3
High
Medium
9
High High High
High Medium Medium
10 9 9
High
Low
7
5. Pengisisan MAP
6. Komite sirkuler
♦ OTS dijadwal ulang karena tidak bertemu dengan mitra, karena adanya kegiatan internal di BMT, banyaknya pengajuan dari mitra ♦ Kurang tepat dalam analisis taksasi nilai jaminan ♦ Tidak dapat mengetahui informasi karakteristik mitra ♦ Proses pengisian MAP butuh waktu yang lama untuk menganalisa data dari mitra ♦ MAP lama kurang bisa dimengerti sehingga butuh waktu tambahan untuk menanyakan kepada AO yang sebelumnya memprosesnya. ♦ MAP mitra biasa tertunda apabila ada pengajuan dari mitra PAG/PCAG yang lebih didahulukan. ♦ Kurang teliti dalam analisis data mitra ♦ Kurang tepat dalam analisis taksasi nilai jaminan ♦ Kesalahan menaksir persediaan barang ♦ Kesalahan dalam menuangkan hasil analisis data mitra ♦ Pejabat komite sirkuler tidak ada di tempat sehingga waktu proses pengajuan pembiayaan menjadi mundur ♦ Pembiayaan diberikan tanpa pendapat
Medium
Low
3
High
Medium
9
High
Medium
9
High
High
10
Medium
Low
3
Medium
Medium
6
High
High
10
High
Medium
9
High
High
10
High
Medium
9
Medium
High
10
High
High
10
7. RTL (Rencana Tindak Lanjut)
8. Komite sirkuler tambahan (apabila ada nego tambahan) 9. Negosiasi
10. Investigasi jaminan
dan saran dari komite sirkuler ♦ Pejabat komite kurang teliti dalam analisis data mitra ♦ Pejabat komite sirkuler tidak ada di tempat sehingga untuk diskusi perlu menunggu yang bersangkutan ♦ Berkas yang tidak lengkap dalam MAP sehingga komite sirkuler kesulitan untuk menganalisis ♦ Kurang teliti dalam analisis MAP Memperpanjang proses pengajuan pembiayaan ♦ Mitra tidak dapat dihubungi lewat telepon dan lokasinya jauh ♦ Kesulitan dalam menjelaskan isi perjanjian kesepakatan apabila mitra masih melakukan negosiasi lagi tentang jumlah plafond, besar angsuran, dll. ♦ Investigasi jaminan tidak selesai waktu OTS sehingga butuh waktu tambahan untuk investigasi jaminan ♦ Lokasi jaminan yang jauh ♦ Jaminan melibatkan pihak ketiga ♦ Kurang tepat dalam analisis nilai taksasi jaminan ♦ Petugas yang melakukan investigasi jaminan belum/ tidak berlatar belakang
High
Medium
9
High
High
10
Medium
Medium
6
High Medium
High Low
10 3
High
Low
7
Medium
Medium
6
Medium
Low
3
High High High
Medium Medium Medium
9 9 9
High
Medium
9
11. Pembuatan SPP (Surat Persetujuan Pembiayaan) 12. Persetujuan
13. Droping
C. Administrasi pembiayaan 1. Tindak lanjut (follow up) ♦ Pelaporan Pembiayaan
pendidikan hukum ♦ Pejabat pembuat keputusan (komite sirkuler) tidak di tempat ♦ Pejabat pembuat keputusan (komite sirkuler) tidak di tempat ♦ Mitra kadang masih melakukan nego lagi ♦ Pemalsuan dokumen oleh petugas ♦ Mitra fiktif ♦ Jawaban persetujuan dari mitra lama sehingga droping tertunda ♦ Mitra tidak memahami isi perjanjian/akad
Medium
High
8
Medium
High
8
Medium High High Medium
Medium Low Low Medium
6 7 7 8
High
Medium
9
High
10
High
10
High
10
High
10
High
10
Tidak memungkinkan laporan High perkembangan usaha dari mitra yang memperoleh pembiayaan dari BMT ♦ Pernantauan berkala atas Tidak memungkinkan pemantauan secara High berkala terhadap perubahan kondisi kinerja usaha Mitra keuangan mitra dengan mengumpulkan estimasi pendapatan bulanan maupun triwulanan mitra High Perkumpulan mitra grup yang tidak teratur ♦ Pemantauan mitra grup 2. Mengelola mitra kurang lancar ♦ Sistem Pengadministrasian Tidak memungkinkan pemantauan secara High berkala terhadap kinerja usaha mitra serta Mitra Kurang Lancar aliran dana atau arus kas mitra secara teratur ♦ Pedoman menangani Mitra ♦ Kurangnya SDM dalam penanganan High
bermasalah
mitra yang bermasalah (masih terdapat tumpang tindih dalam jabatan) ♦ Tindak lanjut penanganan mitra High bermasalah tidak sesuai dengan waktu yang telah dijadwalkan
4. Kolateral dan jaminan ♦ Tidak ada pengikatan hukum yang kuat High ♦ Memelihara dan menilai untuk jaminan dalam bentuk harta lancar kolateral/jaminan bersifat umum ♦ Kurang tepat dalam analisis nilai taksasi High ♦ Mengkonfirmasi kemampuan jaminan Penjamin Analisis kemampuan penjamin tidak akurat High
High
10
High
10
Medium
9
Medium
9
MAT
Pengurus: Ketua
Pengawas Manajemen
DPS
Bendahara Sekretaris
Manajer
Kepala Bagian Operasional
Pembukuan
Administrasi
Teller
Kepala Bagian Marketing
Janas
Collector
House Keeper
Bagian umum
Asisten AO
AO
Lampiran 4. Uji reliabilitas
Lanjutan lampiran 4. Uji reliabilitas
Lanjutan lampiran 4. Uji reliabilitas