IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMASARAN PRODUK DARI HUTAN RAKYAT BAMBU (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat)
SKRIPSI
Oleh:
SIGIT PRASTIYO 051201043
DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
LEMBAR PENGESAHAN
Judul
: Identifikasi Potensi dan Pemasaran Produk dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat)
Nama
: Sigit Prastiyo
Nim
: 051201043
Program studi
: Manajemen Hutan
Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing
(Oding Affandi, S.Hut, MP) Ketua
(Ridwanti Batubara, S.Hut, MP) Anggota
Mengetahui,
(Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar, MS) Ketua Departemen Kehutanan
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
ABSTRAK
SIGIT PRASTIYO: Identifikasi Potensi dan Pemasaran Produk dari Hutan Rakyat Bambu (studi kasus: Desa Pertumbukan, Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat). Dibimbing oleh ODING AFFANDI dan RIDWANTI BATUBARA Tanaman bambu merupakan tanaman yang mudah untuk dibudidayakan dan memiliki potensi ekonomi yang cukup tinggi. Akan tetapi sayangnya potensi yang tinggi tersebut tidak dimanfaatkan secara maksimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi, sistem pengelolaan, produk-produk bambu yang dihasilkan oleh petani bambu dan pemasaran produk-produk bambu di Desa Pertumbukan, Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat. Data diambil dengan melakukan inventarisasi hutan rakyat bambu dan wawancara terhadap petani bambu. Kemudian dihitung pendapatan petani dari sektor bambu, margin pemasaran dan margin keuntungan dari data yang telah diperoleh. Data dianalisis secara deskriptif dan tabulasi. Jenis bambu yang ditemukan di Desa Pertumbukan adalah bambu tipis/talang (Schizostachyum brachycladum Kurz.), dengan potensi 77 rumpun/ha. Produk bambu yang dihasilkan oleh petani bambu di Desa Pertumbukan adalah tepas, yang terdiri dari tepas kodean dan tepas kupas sisik. Pemasaran produk hutan rakyat bambu yang berupa tepas terdiri dari 5 pola distribusi. Kata kunci: Bambu, Potensi, Pemasaran
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
ABSTRACT
SIGIT PRASTIYO: The Identifying of Potential and Marketing Products from Bamboo Forest (study case: Pertumbukan Village, Wampu District, Langkat Regency). Under Supervision of ODING AFFANDI and RIDWANTI BATUBARA Bamboo are an easycrop tobe cultivated and have a high potential economy. But, unfortunately the high potential is not utilized optimally. This research are purpose to determine the potency, management system and bamboo product that produced by farmers and the marketing of bamboo products in Pertumbukan Village, Wampu District, Langkat Regency. Data retrivied by taking an inventory of bamboo forest and bamboo farmers interviewed. Then the income of farmers from the bamboo sector, marketing margin and the margin profit from the result of the data were calculated. The data were analyzed descriptively and tabulation. The species of bamboo that were found in Pertumbukan Village are bambu tipis/talang (Schyzostachyum bracycladum Kurz.), which potency is 77 clumps/ha. The bamboo main products that produced by bamboo farmers in Pertumbkan Village is tepas, which is consist of kodean tepas and scales peeled tepas. The marketing product of bamboo forest which is tepas is consist of distribution patterns. Keywords: Bamboo, Potency, Marketing
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 01 Juni 1987 di Medan (Sumatera Utara), sebagai anak ke empat dari lima bersaudara. Ayah bernama Prawoto dan Ibu bernama Suparmi. Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar pada SD Negeri 060791 Medan dan lulus tahun 1999. Kemudian saya melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama pada SMP Negeri 4 Medan dan lulus tahun 2002 dan lulus dari Sekolah Menengah Atas pada tahun 2005 di SMA YPT Teladan Medan . Penulis sekarang kuliah di Program Studi Manajemen Hutan Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis pernah menjadi asisten pada praktikum Keteknikan Hutan. Penulis mengikuti kegiatan Praktek Pengenalan Pengelolaan Hutan (P3H) di Tanjung Tiram Kabupaten Asahan dan di Law Kawar Kabupaten Karo pada tahun 2007. Penulis melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) pada tanggal 12 Januari - 12 Maret 2009 di KPH Bandung Utara.
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan Berkat dan Rahmad-Nya berupa kesehatan dan kesempatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian ini tepat pada waktunya dan sesuai yang diharapkan. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua orang tua saya yang telah banyak memberi bantuan baik moril maupun materil. Kepada Bapak Oding Affandi, S.Hut, M.P dan Ibu Ridwanti Batubara, S.Hut, M.P selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian ini. Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih banyak kekurangan dan kesalahan. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk penyempurnaan hasil penelitian ini. Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk kita semua.
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
DAFTAR ISI Hal. ABSTRAK ...............................................................................................
i
ABSTRACT ...............................................................................................
ii
RIWAYAT HIDUP ..................................................................................
iii
KATA PENGANTAR ..............................................................................
iv
DAFTAR ISI ............................................................................................
v
DAFTAR TABEL ....................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
x
PENDAHULUAN Latar Belakang ................................................................................... Perumusan Masalah ........................................................................... Tujuan Penelitian................................................................................ Manfaat Penelitian ..............................................................................
1 4 5 5
TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Hutan .......................................................................................... Tinjauan Hutan Rakyat ............................................................................. Defenisi dan Sejarah Hutan Rakyat ..................................................... Manfaat, Sasaran dan Tujuan Pembangunan Hutan Rakyat ................. Pola dan Jenis Hutan Rakyat ............................................................... Tinjauan Bambu ....................................................................................... Jenis dan Klasifikasi Tanaman Bambu ................................................ Syarat Tumbuh Bambu ....................................................................... Kelebihan Bambu ............................................................................... Kelemahan Bambu ............................................................................. Pemanfaatan Bambu Berdasarkan Teknologi Pengolahan .................. Tinjauan Pemasaran ..................................................................................
6 6 6 9 11 13 13 15 16 18 18 23
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian ..................................................................... Alat dan Bahan ......................................................................................... Metode Penelitian ..................................................................................... Metode Pengumpulan Data ................................................................. Teknik Pengambilan Data ................................................................... Metode Inventarisasi Bambu .............................................................. Analisis Data ............................................................................................ Hasil Inventarisasi Bambu ..................................................................
25 25 25 25 26 27 28 28
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
Pendapatan dan Pengelolaan Hutan Rakyat Bambu............................. Pengolahan Bambu dan Nilai Tambah Pengolahan .............................
28 29
HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi dan Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat Bambu .............................. Analisis Biaya Usaha Tani ........................................................................ Produk Utama dari Hutan Rakyat Bambu .................................................. Nilai Pendapatan dari Pengelolaan Hutan Rakyat Bambu .......................... Lembaga Tataniaga Pada Pola Distribusi Produk Hutan Rakyat Bambu .... Pola Distribusi Produk Hutan Rakyat Bambu ............................................ Biaya Tataniaga Pada Pedagang Pengepul II ............................................. Biaya Tataniaga Pada Pedagang Pengepul III ............................................ Analisis Margin Tataniaga dan Margin Keuntungan .................................. Kendala dalam Pengelolaan Hutan Rakyat Bambu ....................................
32 36 37 39 40 42 45 45 46 53
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan............................................................................................... Saran ........................................................................................................
56 57
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
56
LAMPIRAN .............................................................................................
56
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
DAFTAR TABEL
No.
Hal.
1. Jenis-Jenis Bambu yang Tumbuh di Indonesia ...............................
14
2. Matrik Metodologi yang Digunakan dalam Penelitian ...................
30
3. Biaya Pengusahaan Tanaman Bambu ............................................
37
4. Kontribusi Tanaman Bambu untuk Menambah Pendapatan Masyarakat Tahun 2008 (Rp./tahun) ..............................................
40
5. Rekapitulasi Biaya Tataniaga Bambu dari Pedagang Pengepul II ke Petani, Pedagang Pengepul I dan Pedagang Pengepul III ...............
45
6. Rekapitulasi Biaya Tataniaga Bambu dari Pedagang Pengepul III ke Petani, dan Pedagang Pengepul I ...................................................
46
7. Biaya Tataniaga Bambu Pada Berbagai Pola Distribusi (Rp./lembar) 46 8. Analisis Margin Keuntungan (profit margin) Distribusi Tepas (Pola 1) .......................................................................................
47
9. Analisis Margin Pemasaran (marketing margin) Distribusi Tepas (Pola 1) .......................................................................................
47
10. Analisis Margin Keuntungan (profit margin) Distribusi Tepas (Pola 2) .......................................................................................
48
11. Analisis Margin Pemasaran (marketing margin) Distribusi Tepas (Pola 2) .......................................................................................
48
12. Analisis Margin Keuntungan (profit margin) Distribusi Tepas (Pola 3) .......................................................................................
49
13. Analisis Margin Pemasaran (marketing margin) Distribusi Tepas (Pola 3) .......................................................................................
50
14. Analisis Margin Keuntungan (profit margin) Distribusi Tepas (Pola 4) .......................................................................................
50
15. Analisis Margin Pemasaran (marketing margin) Distribusi Tepas (Pola 4) .......................................................................................
51
16. Analisis Margin Keuntungan (profit margin) Distribusi Tepas (Pola 5) .......................................................................................
51
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
17. Analisis Margin Pemasaran (marketing margin) Distribusi Tepas (Pola 5) .......................................................................................
52
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
DAFTAR GAMBAR No.
Hal.
1. Bentuk Jalur Inventarisasi Bambu .................................................
27
2. Keadaan Hutan Rakyat Bambu di Desa Pertumbukan ....................
35
3. Bambu yang Telah Siap untuk Dipanen .........................................
36
4. Proses Pembuatan Tepas ...............................................................
38
5. Bagan Posisi Pemasaran Tepas di Desa Pertumbukan ....................
41
6. Pengangkutan Tepas ke Atas pick-up oleh Para Pembeli Tepas......
42
7. Pola Distribusi 1 ............................................................................
43
8. Pola Distribusi 2 ............................................................................
43
9. Pengangkutan Tepas Menggunakan Gerobak Kerbau ....................
44
10. Pola Distribusi 3 ............................................................................
44
11. Pola Distribusi 4 ............................................................................
44
12. Pola Distribusi 5 ............................................................................
45
13. Robohnya Rumpun Bambu Akibat Longsornya Tanah ..................
54
14. Tanaman Sawit di Sekitar Tanaman Bambu...................................
55
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
DAFTAR LAMPIRAN No.
Hal.
1. Data potensi hutan rakyat bambu di Desa Pertumbukan Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat (tahun 2008)......................................
58
2. Sumber pendapatan masyarakat Desa Pertumbukan dari sektor bambu (tahun 2008).......................................................................
59
3. Produksi tepas Desa Pertumbuhan Kecamatan Wampu Kabupaten langkat (tahun 2008) ......................................................................
60
4. Kuisioner.......................................................................................
61
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Potensi hutan dicirikan keanekaragaman vegetasi karena merupakan sumberdaya paling dominan dari komponen hutan, memiliki multifungsi, dan mudah digunakan. Secara umum ada dua fungsi utama vegetasi hutan alam yaitu fungsi material dan ekologis. Fungsi material menunjuk pada penyedia barang atau bahan yang diperlukan manusia untuk berbagai keperluannya, sedangkan fungsi ekologis menunjuk pada regulator kondisi alam yang memungkinkan sumberdaya lainnya tumbuh dan berkembang di dalamnya (Rijai, 2003). Teknologi pemanfaatan vegetasi dalam fungsi material semakin baik sehingga meningkatkan nilai ekonomi hasil hutan dan menjadi sumber devisa andalan bagi negara-negara yang memiliki hutan. Multimanfaat vegetasi tersebut meningkatkan kecenderungan eksploitasi hutan secara berlebihan yang dilakukan secara legal maupun ilegal oleh negara-negara pemilik hutan. Pendekatan ekologis dalam pemeliharaan kawasan hutan di Indonesia sukar dilakukan karena hutan masih merupakan sumber devisa andalan dan sumber pendapatan masyarakatnya. Karena itu diperlukan strategi pengelolaan hutan yang bernilai ekonomi tinggi dan berwawasan lingkungan /berkelanjutan (Rijai, 2003). Hutan rakyat mempunyai peran yang positif baik secara ekonomi maupun secara ekologi. Secara ekonomi hutan rakyat dapat meningkatkan pendapatan pemilik hutan rakyat, penyediaan lapangan kerja dan memacu pembangunan ekonomi daaerah. Sedangkan dari aspek ekologi, hutan rakyat mampu berperan positif dalam mengendalikan erosi dan limpasan permukaan, memperbaiki Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
kesuburan tanah dan menjaga keseimbangan tata air. Berdasarkan manfaat tersebut, maka hutan rakyat sering digunakan sebagai program penanggulangan lahan
kritis,
perbaikan
DAS
dan
pengentasan
kemiskinan
(Mustari, 1998 dalam Suharjito, 2000). Pada praktek-praktek pengelolaan hutan rakyat sekarang ini masih dibawah tekanan sosial politik yang tidak menguntungkan, akan tetapi masih juga dapat bertahan dan menunjukkan kemampuannya untuk mewujudkan kelestarian sumberdaya alam. Pola pengelolaan hutan rakyat memiliki berbagai manfaat bagi masyarakat dan lingkungan, baik secara ekonomi, sosial, budaya, religi dan lingkungan ekologis setempat (Suharjito dkk, 2000). Sesungguhnya, besar kecilnya peranan hutan rakyat terhadap pendapatan rumah tangga tergantung pada beberapa faktor misalnya: kondisi alam setempat, kondisi sosial ekonomi mayarakat setempat dan cara pandang mayarakat tentang hutan rakyat. Alternatif pendapatan lain dari sektor non-kehutanan juga menjadi pertimbangan bagi masyarakat dalam memungut hasil hutan (Awang dkk, 2001). Sampai saat ini hutan rakyat telah diusahakan di tanah milik yang diakui secara formal oleh pemerintah maupun tanah milik yang diakui pada tingkat lokal (tanah adat). Dalam hutan rakyat diusahakan tanaman pohon-pohon yang hasil utamanya kayu: misalnya sengon (Paraserianthes falcataria) dan akasia (Acacia auriculiformis); yang hasil utamanya getah: kemenyan (Styrax benzoin), damar (Agathis sp.); maupun hasil utamanya buah: pala (Myristica fragrans) serta hutan bambu (Bamboo sp.) (Suharjito dkk, 2000). Dalam kehidupan masyarakat pedesaan di Indonesia, bambu memegang peranan yang sangat penting. Bahan bambu dikenal oleh masyarakat memiliki Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
sifat-sifat yang baik untuk dimanfaatkan antara lain : batangnya kuat, lurus, rata, keras, mudah dibelah, mudah dibentuk, dan mudah dikerjakan serta mudah diangkut. Dari aspek sosial dan ekonomi, tanaman bambu yang telah merata di daerah-daerah pedesan dan dapat dikatakan merupakan tanaman yang merakyat telah mampu mengangkat perekonomian masyarakat sebagai penghasilan yang utama atau tambahan (Batubara, 2002). Tanaman bambu merupakan tanaman yang mudah untuk dibudidayakan dan memiliki potensi ekonomi yang cukup tinggi. Akan tetapi sayangnya potensi yang tinggi tersebut tidak dimanfaatkan secara maksimal. Masyarakat masih menganggap bambu sebagai tanaman yang kurang komersial sehingga pengusahaan bambu kurang diminati. Permasalahan-permasalahan yang sering dihadapi oleh para petani bambu diantaranya adalah permodalan dan pemasaran komoditi bambu tersebut. Pemasaran bambu pada saat ini masih didominasi oleh bambu batangan dan permintaannya tergantung atas permintaan perusahaan penampung, sehingga jumlah bambu yang dijual sangat tergantung kepada perusahaan tersebut. Kondisi ini menyebabkan kelesuan harga di tingkat petani bambu yang menyebabkan banyak lahan bambu berubah menjadi lahan tanaman lain. Selanjutnya banyak bambu yang seharusnya sudah dipanen tetapi belum dipanen. Permasalahan ini berdampak negatif terhadap upaya pengembangan budidaya bambu. Ada kecenderungan bahwa pengembangan hutan rakyat bambu sangat dipengaruhi oleh pemasaran bambu itu sendiri (Diniaty dan Sofia, 2000). Bambu bisa ditanam di dekat rumah, di lahan, serta menjadi bagian dari sistem yang dikelola. Perkebunan bambu merupakan cara yang paling efisien untuk menghasilkan bambu berkualitas tinggi. Hasil dari perkebunan bambu juga Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk berbagai macam fungsi, misalnya tunasnya sebagai sayuran, daunnya untuk pakan hewan dan arang bambu, dan rumpun-rumpun bambu tersebut bisa difungsikan sebagai penahan angin, pagar hidup, dan pengendali erosi (Idepfoundation, 2008).
Perumusan Masalah Pengembangan usaha hutan rakyat mempunyai arti penting bagi peningkatan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang berada disekitar dan di dalam hutan, disamping itu upaya tersebut berkaitan erat dalam menjaga kelestarian lingkungan lingkungan seperti pencegahan bahaya banjir dan erosi, serta pemanfaatan lahan kering dan terlantar. Selain itu, dapat pula dihasilkan hasil kayu maupun hasil selain kayu yang saat ini telah berkembang menjadi suatu komoditas yang mempunyai nilai ekonomis yang cukup baik dan dirasakan oleh masyarakat bahwa usaha ini dapat memberikan tambahan pendapatan. Pengembangan hutan rakyat bambu sekarang ini masih belum banyak dikembangkan dan sistem pengelolaannya pun masih sederhana. Pada dasarnya pengembangan hutan rakyat bambu dapat membantu pendapatan masyarakat sekitar. Dengan demikian, penelitian identifikasi potensi dan pemasaran produk dari hutan rakyat bambu sangat diperlukan untuk mengetahui besarnya peranan hutan rakyat bambu tersebut terhadap pendapatan masyarakat sekitar dan dalam menjaga kelestarian sumberdaya alam.
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui potensi dan sistem pengelolaan hutan rakyat bambu di Desa Pertumbukan Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat. 2. Untuk mendapatkan informasi mengenai produk-produk bambu yang dihasilkan oleh masyarakat pengelola hutan rakyat bambu. 3. Untuk mengetahui saluran pemasaran produk-produk bambu di Desa Pertumbukan Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi pentingnya hutan rakyat bambu dalam menambah pendapatan masyarakat Desa Pertumbukan Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat.
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
TINJAUAN PUSTAKA
Defenisi Hutan Hutan secara singkat dan sederhana didefinisikan sebagai suatu ekosistem yang didominasi oleh pohon. John A. Helms (1998) dalam Suharjito (2000) memberi pengertian bahwa hutan adalah suatu ekosistem yang dicirikan oleh penutupan pohon yang kurang lebih padat dan tersebar, seringkali terdiri dari tegakan-tegakan yang beragam ciri-cirinya seperti komposisi jenis, struktur, kelas umur, dan proses-proses yang terkait, dan umumnya mencakup padang rumput, sungai-sungai kecil, ikan dan satwa liar. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undangundang tersebut, Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan (Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 1999 dalam Rahmawaty, 2004).
Tinjauan Hutan Rakyat Defenisi dan Sejarah Hutan Rakyat Dalam UU No.41/1999, hutan rakyat dimaksudkan sebagai hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik. Definisi diberikan untuk membedakannya dari hutan negara, yaitu hutan yang tumbuh di atas tanah yang tidak dibebani hak milik atau tanah negara. Dalam pengertian ini, tanah negara mencakup tanah-tanah yang dikuasai oleh masyarakat berdasarkan ketentuan-
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
ketentuan atau aturan-aturan adat atau aturan-aturan masyarakat lokal (biasa disebut masyarakat hukum adat) (Suharjito, 2007). Sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 101/KPR-V/1996 hutan Rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik maupun hak lainnya dengan ketentuan luas minimum 0,25 ha dan penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan lebih dari 50% dan atau pada tanaman tahun pertama sebanyak 500 pohon tiap hektar. Pada umumnya hutan rakyat merupakan hutan buatan, melalui penanaman tanaman tahunan (tanaman keras) di lahan hak milik, baik
secara
perorangan,
marga
maupun
kelompok
(Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Tengah, 2008). Menurut Simon (1999) mengajukan batasan istilah hutan rakyat, yaitu hutan yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat, ditujukan untuk menghasilkan kayu atau komoditas ikutannya yang secara ekonomis bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Selain diatas lahan milik, hutan rakyat dapat pula dibangun di atas lahan produksi dengan kontrol dari Departemen Kehutanan atau Departemen lain yang terkait. Secara formal ditegaskan bahwa hutan rakyat adalah hutan yang dibangun diatas lahan milik. Pengertian semacam ini kurang mempertimbangkan kemungkinan adanya hutan diatas tanah milik yang tidak dikelola rakyat, melainkan oleh perusahaan swasta. Penekanan pada kata ‘rakyat’ kiranya lebih ditujukan kepada pengelola yaitu ‘rakyat kebanyakan’, bukan pada status pemilikan tanahnya. Dengan menekankan pada kata ‘rakyat’ membuka peluang bagi rakyat sekitar hutan untuk mengelola hutan di lahan Negara. Apabila istilah hutan rakyat yang berlaku saat ini akan dibakukan, maka diperlukan penegasan Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
kebijakan yang menutup peluang perusahaan swasta (menengah dan besar) menguasai
tanah
milik
untuk
mengusahakan
hutan
(Darusman dan Suharjito, 1997). Hardjosoediro (1980) menyebutkan, hutan rakyat atau hutan milik adalah semua hutan yang ada di Indonesia yang tidak berada di atas tanah yang dikuasai oleh pemerintah, hutan yang dimiliki oleh rakyat. Proses terjadinya hutan rakyat bisa dibuat oleh manusia, bisa juga terjadi secara alami, tetapi proses hutan rakyat terjadi adakalanya berawal dari upaya untuk merehabilitasi tanah-tanah kritis. Jadi hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh diatas tanah milik rakyat, dengan jenis tanaman kayu-kayuan, yang pengelolaannya dilakukan oleh pemiliknya atau oleh suatu badan usaha, dengan berpedoman kepada ketentuan yang telah digariskan oleh pemerintah. Istilah hutan rakyat sudah lebih lama digunakan dalam program-program pembangunan kehutanan dan disebut dalam UUPK tahun 1967 dengan terminology ‘hutan milik’. Di Jawa hutan rakyat dikembangkan pada tahun 1930an oleh pemerintah kolonial. Setelah merdeka, pemerintah Indonesia melanjutkan pada tahun 1952 melalui gerakan “Karang Kitri”. Secara nasional, pengembangan hutan rakyat selanjutnya berada di bawah program penghijauan yang diselenggarakan pada tahun 1960-an dimana Pekan Raya Penghijauan I yang diadakan pada tahun 1961. Sampai saat ini hutan rakyat telah diusahakan di tanah milik yang diakui secara formal oleh pemerintah maupun tanah milik yang diakui pada tingkat lokal (tanah adat) (Awang dkk, 2001). Di dalam hutan rakyat ditanam aneka pepohonan yang hasil utamanya bisa beraneka ragam. Untuk hasil kayu misalnya, sengon (Paraserianthes falcataria), Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
jati (Tectona grandis), akasia (Acacia sp), mahoni (Swietenia mahagoni) dan lain sebagainya. Sedangkan hasil utamanya getah antara lain kemenyan (Styrax benzoin), damar (Shorea javanica). Sementara itu hasil utamanya buah antara lain, kemiri (Aleurites moluccana), kelapa (Cocos nucifera) dan ada juga mengutamakan bambu (Bamboo sp) (Darusman dan Suharjito, 1997).
Manfaat, Sasaran dan Tujuan Pembangunan Hutan Rakyat Manfaat hutan rakyat menurut Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Tengah (2008) yaitu: 1. Untuk
meningkatkan
pendapatan
petani
sekaligus
meningkatkan
kesejahteraan hidupnya. 2. Memanfaatkan lahan yang tidak produktif secara maksimal dan lestari agar menjadi lahan yang subur sehingga akan lebih baik untuk usaha tani tanaman pangan. 3. Meningkatkan produksi kayu dalam mengatasi kekurangan kayu bakar, kayu perkakas, bahan bangunan dan alat rumah tangga 4. Menyediakan bahan baku industri yang memerlukan bahan baku kayu, seperti pabrik kertas, pabrik korek api. 5. Menambah lapangan kerja bagi penduduk pedesaan 6. Membantu mempercepat usaha rehabilitasi lahan dan mewujudkan terbinanya lingkungan hidup sehat dan kelestarian Sumber Daya Alam. Dalam perkembangannya selain untuk rehabilitasi dan konservasi lahan, pembuatan hutan tanaman terus digalakkan khususnya dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku industri. Dari hutan rakyat dapat diperoleh manfaat langsung dan tidak langsung. Manfaat langsung seperti peningkatan produktivitas Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
lahan, pendapatan, kesejahteraan masyarakat dan sumber bahan baku industri, sedangkan manfaat tidak langsung berupa kelestarian fungsi ekologi seperti pengaturan tata air, udara bersih, erosi terkendali, dan lain-lain (Hindra, 2006). Sasaran pembangunan hutan rakyat menurut Jaffar (1993), adalah lahan milik dengan kriteria: a. Areal kritis dengan keadaan lapangan berjurang dan bertebing yang mempunyai kelerengan lebih dari 30%, b. Areal kritis yang telah diterlantarkan atau tidak di garap lagi sebagai lahan pertanian tanaman pangan semusim, c. Areal kritis yang karena pertimbangan-pertimbangan khusus, seperti untuk perlindungan mata air dan bangunan pengairan perlu dijadikan areal tertutup dengan tanaman tahunan. Selain sasaran hutan rakyat, adapun tujuan pembangunan hutan rakyat Menurut Jaffar (1993) diantaranya: 1. Meningkatkan produktivitas lahan kritis atau areal yang tidak produktif secara optimal dan lestari, 2. Membantu
penganekaragaman
hasil
pertanian
yang
dibutuhkan
masyarakat, 3. Membantu masyarakat dalam penyediaan kayu bangunan dan bahan baku industri serta kayu bakar, 4. Meningkatkan pendapatan masyarakat tani di pedesaan sekaligus meningkatkan kesejahteraannya, dan 5. Memperbaiki tata air dan lingkungan, khususnya pada lahan milik rakyat yang berada di kawasan perlindungan daerah hulu DAS. Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
Pola dan Jenis Hutan Rakyat Pola hutan rakyat berdasar jenis tanaman menurut Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Tengah (2008) ada tiga macam yaitu: 1. Pola hutan rakyat didominasi oleh satu jenis tanaman Pada pola ini hanya terdapat satu jenis tanaman yang ditanam pada satu areal lahan misalnya; Jati, Akasia, Mahoni dan lain-lain. Pola ini sangat sedikit diminati oleh masyarakat, karena hasil panennya dalam jangka panjang. 2. Pola hutan rakyat campuran Pola campuran ini merupakan suatu perpaduan/didominasi dua atau lebih jenis tanaman kehutanan yang di tanam pada satu areal lahan seperti; Jati dan Mahoni atau Jati, Mahoni dan Sengon. 3. Pola hutan rakyat Agroforestry Pola ini merupakan hutan rakyat campuran antara tanaman kehutanan, tanaman perkebunan, tanaman hijau makan ternak yang dipadukan dengan tanaman pangan semusim (ubi kayu, jagung,) dan tanaman obat-obatan (emponempon, kunyit, jahe, dan lain-lain). Pola hutan rakyat Agroforestry ini merupakan pola yang paling diminati oleh masyarakat, karena bisa menghasilkan panen harian, mingguan, bulanan dan tahunan (jangka panjang). Jenis Hutan Rakyat berdasarkan pendanaannya menurut Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Tengah (2008) yaitu: 1. Hutan Rakyat Subsidi Hutan Rakyat ini adalah hutan rakyat yang dibangun pada tanah milik dengan biaya sebagian atau seluruhnya dari pemerintah, umumnya dikembangkan
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
di daerah hulu DAS (Inpres Penghijauan, Rehabilitasi Hutan dan Lahan serta Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan/GNRHL). 2. Hutan Rakyat Swadaya Hutan rakyat ini adalah hutan rakyat yang dibangun oleh masyarakat mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pendanaannya oleh masyarakat sendiri. Umumnya hutan rakyat dibangun oleh para petani yang mempunyai lahan yang cukup dan jenis tanaman yang diusahakan sudah berorientasi pada pasar. 3. Hutan Rakyat Pola Kemitraan Hutan rakyat ini adalah hutan rakyat yang dikembangkan oleh petani/kelompok tani hutan rakyat yang bekerja sama dengan industri pengolah kayu secara notariat yang difasilitasi oleh Pemerintah Propinsi maupun Kabupaten. Dasar pelaksanaan Fasilitasi Hutan Rakyat Pola Kemitraan adalah SK Gubernur Jawa Tengah Nomor 67 Tahun 2002 tentang Pedoman Bantuan Dana Bergulir Usaha Hutan Rakyat Pola Kemitraan. Pemerintah memberikan pinjaman dalam bentuk Bantuan Bergulir Usaha Hutan Rakyat Pola Kemitraan pada industri pengolah kayu dan petani untuk membangun hutan rakyat dimana hasilnya dibagi sesuai kesepakatan kedua belah pihak. Dengan pola kemitraan manfaat yang diperoleh adalah sebagai berikut : a) Petani •
meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani,
•
memperoleh bantuan modal melalui pinjaman dari pemerintah,
•
memperoleh bimbingan teknologi dari mitra usaha dan pemerintah
b) Mitra Usaha •
mempunyai stock/cadangan bahan baku kayu
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
•
memperoleh bantuan modal melalui pinjaman dari pemerintah
c) Pemerintah •
salah satu program pemerintah dalam membangun hutan tanaman yang lestari dapat terwujud
Tinjauan Bambu Jenis dan Klasifikasi Tanaman Bambu Menurut Maudy (1992) dalam Berlian dan Estu Rahayu (1995), di Indonesia terdapat lebih kurang 125 jenis bambu. Ada yang masih tumbuh liar dan masih belum jelas kegunaannya. Beberapa jenis bambu tertentu mempunyai manfaat atau nilai ekonomis tinggi seperti: bambu apus, bambu ater, bambu andong, bambu betung, bambu kuning, bambu hitam, bambu talang, bambu tutul, bambu cendani, bambu cengkoreh, bambu perling, bambu tamiang, bambu loleba, bambu batu, bambu belangke, bambu sian, bambu jepang, bambu gendang, bambu bali dan bambu pagar. Bambu termasuk jenis tanaman rumput-rumputan dari suku Gramineae. Bambu tumbuh menyerupai pohon berkayu, batangnya berbentuk buluh berongga. Tanaman bambu memiliki cabang-cabang (ranting) dan daun buluh yang menonjol (Gerbono dan Abbas, 2009).
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
Adapun jenis-jenis bambu di Indonesia yang telah diketahui menurut Sastrapradja et al. (1977) dalam Manalu (2008), dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Jenis-Jenis Bambu yang Tumbuh di Indonesia No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Nama Botani Arundinaria japonica Sieb. & Zucc. ex Steud. Bambusa arundinacea (Retz.) Willd. B. atra Lindl. B. balcooa Roxb. B. blumeana Bl. ex Schult. f. B. glaucescens (Wild.) Sieb. ex Munro B. horsfieldii Munro B. polymorpha Munro B. tulda Munro B. vulgaris Schard.
Nama Lokal ---
Lokasi Jawa
Pring ori
Jawa, Sulawesi, Nusatenggara Maluku Jawa Jawa, Sulawesi, Nusatenggara Jawa
Loleba --Bambu duri Bambu pagar, cendani, gandani Bambu embong ----Awi ampel, haur
Jawa Jawa Jawa Jawa, Sumatera, Sulawesi, Maluku Jawa
Dendrocalamus giganteus Munro D. strictus (Roxb.) Ness. D. asper
Bambu sembilang
Bambu cangkoreh, kadalan Bambu apus, tali Bambu hitam, wulung Bambu ater, Jawa, benel, buluh Buluh apu Bambu lengka tali Buluh suluk Bambu manggong Bambu lengka, terung terasi Buluh regen Bambu andong, gombong surat Tiying kaas Bambu mayan, temen, serit Buluh dabo --Bambu eul-eul Bambu unceu
Jawa Jawa
32.
Dinochloa scandens O. K. Gigantochloa apus Kurz. G. atroviolacea G. atter G. achmadii Widjaja G. hasskarliana G. levis (Blanco) Merr. G. manggong Widjaja G. nigrocillata Kurz. G. pruriens G. pseudoarundinacea G. ridleyi Holtum G. robusta Kurz. G. waryi Gamble Melocanna baccifera (Roxb) Kurz Nastus elegantissimus Phyllostachys aurea A. & Ch. Riviere Schizostachyum brachycladum Kurz. S. blumei Ness.
Jawa Jawa, Bali, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi Jawa Jawa Jawa Jawa Sumatera Jawa, Bali, Sumatera Kalimantan Jawa Jawa Sumatera Jawa Bali Jawa, Bali, Sumatera Sumatera Jawa
Buluh nehe, awi buluh, ute wanat, tomula Bambu wuluh, tamiang
33. 34. 35.
S. caudatum Backer ex Heyne S. lima (Blanco) Merr. S. longispiculatum Kurz.
Jawa, Sumatera, Sulawesi, Maluku Jawa, Nusatenggara, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku Sumatera Sulawesi, Maluku, Irian Jawa, Sumatera, Kalimantan Jawa, Sumatera Jawa
12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31.
Bambu batu Bambu petung
Buluh bungkok Bambu toi Bambu jalur
36. S. zollingeri Steud. Bambu jalar, lampar, cakeutruk 37. Thyrsostachys siamensis Gamble --Sumber: LBN-LIPI, Beberapa Jenis Bambu (1977).
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
Bambu memiliki beberapa karakteristik yang menurut Swara (1997) ada terbagi atas lima karakteristik dari bambu yaitu: 1. Memiliki batang berbentuk pipa, 2. Mempunyai lapisan khusus pada bagian luar dan dalam pipa, bagian luar memiliki kekuatan hampir dua kali lipat bagian dalam, 3. Memiliki buku-buku, 4. Kuat dalam arah axial, dan 5. Tidak ada ray cells, sehingga cairan mudah bergerak.
Syarat Tumbuh Bambu Pertumbuhan bambu tidak terlepas dari pengaruh kondisi lingkungan. Dengan demikian perlu diketahui faktor-faktor yang berkaitan dengan syarat tumbuh tanaman bambu. Tanaman ini akan tumbuh dengan baik di tempat yang sesuai untuk pertumbuhannya. Menurut Berlian dan Estu Rahayu (1995) faktor lingkungan tersebut meliputi kondisi iklim dan jenis tanah. 1. Iklim Lingkungan yang sesuai untuk tanaman bambu adalah yang bersuhu sekitar 8,8-360C. Suhu ini juga dipengaruhi oleh ketinggian tempat. Tanaman bambu bisa dijumpai mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi, dengan ketinggian 0 sampai 200 mdpl. Walaupun demikian, tidak semua jenis bambu dapat tumbuh dengan baik pada semua ketinggian tempat. Curah hujan yang dibutuhkan untuk tanaman bambu minimum 1.020 mm per tahun dan kelembapan udara yang dikehendaki minimum 80%.
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
2. Tanah Bambu dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, mulai dari tanah berat sampai ringan, tanah kering sampai basah dan dari tanah subur sampai tanah kurang subur. Juga dari tanah pegunungan yang berbukit terjal sampai tanah yang landai. Perbedaan jenis tanah dapat berpengaruh terhadap kemampuan perebungan bambu. Tanaman bambu dapat tumbuh pada tanah yang bereaksi masam dengan pH 3,5 dan umumnya menghendaki tanah yang pH-nya 5,0 sampai 6,5. Pada tanah yang subur tanaman bambu akan tumbuh baik karena kebutuhan makanan bagi tanaman tersebut akan terpenuhi.
Kelebihan Bambu Bambu mudah menyesuaikan diri dengan kondisi tanah dan cuaca yang ada, serta dapat tumbuh pada ketinggian sampai dengan 3800 m di atas permukaan laut. Bambu tumbuh berumpun dan memiliki akar rimpang, yaitu semacam buhul yang bukan akar maupun tandang. Bambu memiliki ruas dan buku. Pada setiap ruas tumbuh cabang-cabang yang berukuran lebih kecil dibandingkan dengan buluhnya sendiri. Pada ruas-ruas ini, tumbuh akar-akar yang memungkingkan untuk memperbanyak tanaman dari potongan-potongan setiap ruasnya, disamping tunas-tunas rimpangnya. Menurut Wahyudin (2008), setidaknya ada tiga kelebihan bambu jika dibandingkan dengan tanaman kayukayuan antara lain: 1. Tumbuh dengan Cepat Bambu merupakan tanaman yang dapat tumbuh dalam waktu yang singkat dibandingkan dengan tanaman kayu-kayuan. Dalam sehari bambu dapat bertambah panjang 30-90 cm. Rata-rata pertumbuhan bambu untuk mencapai usia Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
dewasa dibutuhkan waktu 3-6 tahun. Pada umur ini, bambu memiliki mutu dan kekuatan yang paling tinggi. Bambu yang telah dipanen akan segera tergantikan oleh batang bambu yang baru. Hal ini berlangsung secara terus menerus secara cepat sehingga tidak perlu dikhawatirkan bambu ini akan mengalami kepunahan karena dipanen. Berbeda dengan kayu, setelah ditebang akan memerlukan waktu yang cukup lama untuk menggantinya dengan pohon yang baru. 2. Tebang Pilih Bambu yang telah dewasa yakni umur 3-6 tahun dapat dipanen untuk digunakan dalam berbagai keperluan. Dalam pemanenan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan metode tebang habis dan tebang pilih. Tebang habis yaitu menebang semua batang bambu dalam satu rumpun baik batang yang tua maupun yang muda. Metode ini kurang menguntungkan karena akan didapatkan kualitas bambu yang berbeda-beda dan tidak sesuai dengan yang diinginkan, selain itu akan memutuskan regenarasi bambu itu sendiri. Metode tebang pilih adalah metode penebangan berdasarkan umur bambu. Metode ini sangat efektif karena akan didapatkan mutu bambu sesuai dengan yang diinginkan dan kelangsungan pertumbuhan bambu akan tetap berjalan. 3. Meningkatkan Volume Air Bawah Tanah Tanaman bambu memiliki akar rimpang yang sangat kuat. Struktur akar ini menjadikan bambu dapat mengikat tanah dan air dengan baik. Dibandingkan dengan pepohonan yang hanya menyerap air hujan 35-40% air hujan, bambu dapat menyerap air hujan hingga 90 %.
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
Kelemahan Bambu Kelemahan bambu terdapat pada sifat dari keawetannya/ketahanannya. Keawetan/ketahanan bambu adalah daya tahan bambu terhadap berbagai faktor perusak bambu terhadap serangan rayap, bubuk kayu kering dan jamur perusak bambu. Ketahanan
alami bambu lebih rendah dibandingkan dengan kayu.
Ketahannan bambu tergantung pada kondisi iklim dan lingkungan. Bambu tanpa perlakuan khusus dapat bertahan antara satu sampai tiga tahun jika berinteraksi dengan tanah dan udara, jika berinteraksi dengan air laut usianya kurang dari satu tahun. Jika diawetkan usianya bisa mencapai 4–7 tahun dan dalam kondisi tertentu bisa mencapai 10–15 tahun (Swara, 1997).
Pemanfaatan Bambu Berdasarkan Teknologi Pengolahan Bambu sampai saat ini sudah dimanfaatkan sangat luas di masyarakat mulai dari penggunaan teknologi yang paling sederhana sampai pemanfaatan teknologi tinggi pada skala industri. Pemanfaatan di masyarakat umumnya untuk kebutuhan rumah tangga dan dengan teknologi sederhana, sedangkan untuk industri biasanya ditujukan untuk orientasi eksport. Menurut Batubara (2002), pemanfaatan bambu berdasarkan teknologi pengolahannya terbagi atas: 1. Bambu Lapis Seperti halnya kayu diolah menjadi kayu lapis maka bambu juga digunakan sebagai bahan baku kayu lapis. Berbagai macam produk bambu lapis dibuat baik dari sayatan bambu maupun pelepah bambunya. Jenis yang umum dipakai untuk bambu lapis adalah bambu tali (Gigantocloa apus). Kadang-kadang bambu lapis ini dicampur dengan veneer kayu meranti untuk lapisan dalamnya, atau sebaliknya lapisan luarnya berupa veneer kayu Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
2. Bambu Lamina Bambu lamina adalah produk olahan bambu dengan cara merekatkan potongan-potongan dalam panjang tertentu menjadi beberapa lapis yang selanjutnya dijadikan papan atau bentuk tiang. Lapisannya umumnya 2-5 lapis. Banyaknya lapisan tergantung ketebalan yang diinginkan dan penggunaannya. Kualitas bambu lamina ini sangat ditentukan oleh bahan perekatnya. Dengan bahan perekat yang baik maka kekuatan bambu lamina dapat disejajarkan dengan kekuatan kayu kelas III. 3. Papan Semen Papan semen bambu terbuat dari bambu, semen dan air kapur. Bambu terlebih dahulu diserut, kemudian direndamkan dalam air selama dua hari. Selanjutnya dicampur ketiga bahan tersebut dan kemudian dibentuk papan pada suhu 56 0C dengan waktu selama 9 jam. 4. Arang bambu Pembuatan arang dari bambu dilakukan dengan cara destilasi kering dan cara timbun skala semi pilot. Bambu yang sudah dicobakan adalah bambu tali, bambu ater, bambu andong dan bambu betung. Nilai kalor arangnya rata-rata 6602 kal/gr, dan yang paling baik dijadikan arang adalah bambu ater dimana sifat arang yang dihasilkan relatif sama dengan sifat arang dari kayu bakau. 5. Pulp Pabrik kertas sangat potensial dalam memanfaatkan bambu sebagai bahan kertas. Cara pembuatan bahan kertas dari bambu mula-mula bambu dipotong dan diserpih dengan ukuran 25 mm x 25 mm x 1 mm. Dengan tekanan dan suhu tertentu serpihan bambu tersebut dimasak selama 1,5 jam. Kemudian pulp dicuci Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
dan disaring. Kemudian pulp diurai dengan pengaduk 3-4 jam. Hasil uraian disaring, dicuci dan diputihkan. Setelah dicuci pulp dibuat lembaran sebagai bahan pembuat kertas. Bambu memiliki kandungan selulosa yang sangat cocok untuk dijadikan bahan kertas dan rayon. Pemanfaatan bambu sebagai bahan kertas di Indonesia telah diterapkan pada industri di Gowa dan Banyuwangi. Namun industri ini memiliki kendala dari segi bahan baku sehingga dibuat modifikasi yaitu campuran pulp bambu dengan perbandingan 70 % : 30 %. 6. Kerajinan dan Handicraft Berbagai kerajinan dan handycraft dibuat dari bambu antara lain : tempat pulpen, gantungan kunci, cup lampu, keranjang, tas, topi dan lain-lain. Dalam hal ini yang dibutuhkan adalah keterampilan dan kreativitas dalam memanfaatkan bambu. 7. Supit Pengembangan bahan bambu sebagai bahan industri telah pula mencakup kebutuhan peralatan makan berupa supit, tusuk sate dan tusuk gigi. Perkembangannnya sangat cepat karena mudah dalam pengerjaan apalagi bila dikerjakan dengan mesin secara otomatis. Bambu yang bagus untuk dijadikan supit adalah bambu mayan dan bambu andong. Bambu yang bagus untuk supit bambu yang berumur 3 tahun dimana untuk meningkatkan kualitasnya setelah ditebang sebaiknya jangan langsung diproses tetapi dikeringkan terlebih dahulu selama kurang lebih 4 hari.
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
8. Furniture dan Perkakas Rumah Tangga Bambu yang dipergunakan untuk mebel harus memenuhi beberapa syarat. Selain warna yang menarik juga dapat dibentuk secara istimewa dengan nilai seni yang tinggi tetap memenuhi kekokohannya. Olesan pengawet dan penghias, seperti pernis meningkatkan keawetan dan penampilan dengan tetap berkesan alami. Perkakas rumah tangga dan hiasan dari bambu digemari karena disamping tidak berkarat juga mencerminkan kesederhanaan tapi anggun. Bambu hitam dan bambu betung banyak digunakan untuk furniture antara lain: meja, kursi, tempat tidur, meja makan lemari pakaian dan lemari hias. Disamping itu bambu juga banyak dipakai menjadi peralatan rumah tangga dan assesoris penghias rumah. 9. Komponen Bangunan dan Rumah Bambu yang dipergunakan sebagai bahan bangunan sebaiknya diawetkan lebih dahulu dengan cara perendaman dalam air selama beberapa minggu kemudian dikeringkan. Kadang-kadang juga dilakukan pengasapan belerang agar hama yang ada mati dan tidak dikunjungi oleh hama perusak. Sebagai bahan kontruksi yang tidak mementingkan keindahan, ter juga sering dipergunakan untuk menutup pori-pori buluh. Bambu bersama dengan kayu dan bahan organik lainnya banyak digunakan pada pembangunan rumah rakyat di pedesaan. Dengan perkembangan harga bahan dasar dan kebutuhan perumahan rakyat yang sederhana, maka pengembangan rumah berbahan kayu dan bambu sesuai untuk membantu rakyat yang berpenghasilan rendah, terutama di daerah yang mempunyai ketersediaan bambu. Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
Penggunaan bambu oleh masyarakat sebagai bahan bangunan perumahan selain mudah didapat, bahan bambu dipercaya oleh masyarakat sebagi bahan yang kuat dan awet dengan catataan penggunaan terhindar untuk berhubungan langsung dengan air. 10. Rebung Bambu dapat dimanfaatkan sebagai sayuran dalam bentuk rebung. Jenisjenis tertentu rebungnya dapat dimakan karena kadar HCN kecil atau sama sekali tidak ada, rasanya memenuhi selera, lunak dan warnanya menarik. Kandungan gijinya cukup memadai sebagai sumber mineral dan vitamin. 11. Bahan Alat Musik Tradisional Sesuai dengan ketebalan dinding, diameter dan panjang buluh, bambu dapat dibuat alat musik tradisional yang menghasilkan nada dan alunan suara yang khas. Faktor ketepatan memilih jenis dan tingkat pengeringan diperlukan guna memperoleh kualitas yang memadai. Bambu dapat dibuat alat musik tiup, alat musik gesek maupun alat musik pukul. Contoh yang terkenal adalah seruling, angklung, gambang, calung, kentongan, dll. Pembuatan alat musik dari bambu dituntut pengetahuan nada dan ketelatenan penanganan pekerjaan. Misalnya pada pembuatan angklung, bambu dipilih dari jenis bambu tertentu. Bambu temen, bambu hitam, bambu lengka dan bambu tali cocok dipergunakan untuk membuat kerangkanya. Waktu penebangan bambu harus cukup umur (2-3 tahun) tepat waktunya yakni pada musim kemarau. Pengeringan dilakukan dalam ruang, tidak boleh langsung dengan sinar matahari. Setelah bambu dibentuk, kemudian distem nadanya sebelum dan sesudah dipasang tabung-tabung nadanya.
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
Tinjauan Pemasaran Pembiayaan pemasaran adalah pembiayaan kegiatan dan investasi modal terhadap barang dan fasilitas-fasilitas yang diperlukan dalam proses tataniaga. Besar kecilnya biaya tataniaga hasil pertanian tergantung dari volume (besar kecilnya) lembaga-lembaga tataniaga melakukan kegiatan fungsi-fungsi tataniaga, dan jumlah fasilitas yang diperlukan dalam proses transfer barang. Semakin banyak lembaga tataniaga yang terlibat dalam pemasaran suatu produk (atau dapat disebut semakin panjang saluran tataniaga), akan dapat diperkirakan akan semakin tinggi biaya pemasaran komoditi tersebut, karena semua lembaga tataniaga yang terlibat tersebut akan mengambil balas jasa berupa keuntungan (profit) dari kegiatan tataniaga yang dilakukan, dan biaya ini akan dibebankan kepada konsumen akhir (Kamaluddin, 2008). Margin pemasaran atau margin tataniaga menunjukkan selisih harga dari dua tingkat rantai pemasaran. Margin tataniaga adalah perubahan antara harga petani dan harga eceran (retail). Perbedaan nilai ini juga direpresentasikan sebagai jarak vertikal dan jarak antara kurva permintaan atau antara kurva penawaran. Margin tataniaga hanya merepresentasikan perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima petani, tetapi tidak menunjukkan jumlah kuantitas produk yang dipasarkan. Margin tataniaga merupakan penjumlahan antara biaya tataniaga dan margin keuntungan. Nilai margin pemasaran adalah perbedaan harga di kedua tingkat sistim pemasaran dikalikan dengan kuantitas produk yang dipasarkan. Cara perhitungan ini sama dengan konsep nilai tambah (value added). Pengertian ekonomi nilai margin pemasaran adalah harga dari sekumpulan jasa pemasaran/tataniaga yang merupakan hasil dari interaksi antara Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
permintaan dan penawaran produk–produk tersebut. Oleh karena itu nilai margin pemasaran dibedakan menjadi dua yaitu marketing costs dan marketing charges. Hubungan antara elastisitas permintaan di tingkat rantai tataniaga yang berbeda memberikan beberapa kegunaan analisis. Hubungan bergantung pada perilaku dari margin pemasaran (Kustiari, 2003). Efisiensi pemasaran adalah kemampuan jasa-jasa pemasaran untuk dapat menyampaikan suatu produk dari produsen ke konsumen secara adil dengan memberikan kepuasan pada semua pihak yang terlibat untuk suatu produk yang sama. Kriteria efisiensi yang digunakan dalam penelitian ini adalah: margin pemasaran, share petani (produsen), distribusi keuntungan, dan volume penjualan (Rahayu dkk, 2004). Saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung yang terlibat dalam proses untuk menjadikan produk atau jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi (Kotler, 2005). Saluran pemasaran mempunyai tugas menyalurkan barang dari produsen ke konsumen. Menurut Soekartawi (1993), dalam pemasaran komoditi pertanian seringkali panjang, sehingga banyak juga pelaku lembaga pemasaran yang terlibat dalam saluran pemasaran tersebut. Akibanya adalah terlalu besarnya keuntungan pemasaran yang diambil oleh para pelaku pemasaran tersebut (Arinong dan Edi Kadir, 2008).
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2009 di Desa Pertumbukan Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat. Di Desa Pertumbukan ini masih banyak ditemukan hutan rakyat bambu yang masih dikelola oleh petani pada lahan milik mereka.
Alat dan Bahan Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera, alat tulis, tali plastik, pita ukur dan kalkulator. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, peta wilayah kabupaten dan dokumen lain yang berkaitan dengan lokasi studi.
Metode Penelitian Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, digunakan data primer dan data sekunder. Data primer yang dikumpulkan antara lain adalah data hasil inventarisasi bambu, data sosial ekonomi, bentuk pengelolaan dan hasil pemasaran. Data sekunder yang dikumpulkan antara lain adalah: kondisi umum lokasi penelitian atau data umum yang ada pada instansi pemerintahan desa dan kecamatan. Dalam pengambilan sampel akan digunakan metode sensus. Dalam metode sensus, sampel yang diambil adalah seluruh petani hutan rakyat bambu yang ada di Desa Pertumbukan.
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
Teknik Pengambilan Data Pengambilan data dilakukan secara langsung pada lokasi penelitian, sebagai berikut: 1. Inventarisasi tanaman bambu pada hutan rakyat bambu. 2. Melakukan observasi dan analisis pengelolaan di lapangan guna mengetahui sistem pengelolaan hutan rakyat bambu. 3. Wawancara dan diskusi dengan menggunakan kuesioner terhadap para pelaku (aktor utama atau yang mewakili) dan para pihak pemangku kepentingan dalam pengelolaan hutan rakyat bambu. 4. Keseluruhan data, baik primer maupun sekunder yang selanjutnya ditabulasikan sesuai dengan kebutuhan sebelum dilakukan pengolahan dan analisis data. Data primer selanjutnya dianalisis secara deskriptif sesuai dengan tujuan penelitian, serta dilakukan analisis para pihak yang terkait dalam pengelolaan hutan rakyat bambu. Sedangkan data yang bersifat kuantitatif diolah secara tabulasi. Teknik untuk memperoleh informasi dan data dari responden dilakukan dengan wawancara dan dengan pengukuran langsung di lapangan. Informasi yang diperoleh dari setiap responden diantaranya: a) Identitas diri responden. b) Luas lahan yang dimiliki. c) Jenis kegiatan yang dilakukan dalam pengelolaan tanaman bambu atau teknik budidayanya (persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan dan pemanenan) serta waktu kegiatan tersebut dilaksanakan.
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
d) Kebutuhan input untuk kegiatan budidaya dan harga input yang digunakan (pemupukan, pemberantasan hama penyakit dan lain sebagainya). e) Metode penjualan hasil pemanenan dan harga jualnya.
Metode Inventarisasi Bambu Teknik penempatan petak ukur pada inventarisasi bambu dilakukan secara sistematik. Bentuk satuan contoh tegakan bambu dewasa berupa jalur dengan lebar 10 meter mengikuti jalur pada setiap jarak 100 meter. Teknik penempatan petak ukur untuk tegakan bambu tingkat permudaan mengikuti jalur ukur pada setiap 100 meter berselang seling dengan ukuran petak ukur 5 x 5 meter. Secara skematis gambar jalur ukur dan petak ukur dalam inventarisasi bambu menurut Departemen Kehutanan dan Perkebunan (1998), dapat dilihat pada Gambar 1. A1
a1
A2
A3
a2 Hm-1
Gambar 1. Bentuk Jalur Inventarisasi Bambu
Keterangan: A1, A2, A3 Hm-1 a1 a2
= Petak ukur permudaan (5 x 5 meter) = Petak ukur tingkat pertumbuhan dewasa (10 x 100 meter) = Garis sumbu jalur = Garis tepi
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
Analisis Data Hasil Inventarisasi Bambu Dari inventarisasi bambu yang telah dilakukan di lapangan dengan menggunakan metode jalur. Kemudian data tersebut dihitung jumlah batang pada setiap rumpun bambu menggunakan taksiran jumlah batang tiap rumpun suatu jenis bambu menurut Departemen Kehutanan dan Perkebunan (1998), dengan rumus:
di mana, Kr Bi Ri
= Jumlah batang tiap rumpun suatu jenis bambu = Jumlah batang suatu jenis bambu tiap jalur ke i = Jumlah rumpun suatu jenis bambu tiap jalur ke i
Pendapatan dan Pengelolaan Hutan Rakyat Bambu Untuk menghitung besarnya pendapatan masyarakat pada saat penelitian, hasil pengelolaan hutan rakyat bambu dihitung dengan menggunakan rumus menurut Rahayu dkk (2004) sebagai berikut : I = TR – TC Keterangan : I TR TC
= Pendapatan = Total penerimaan = Total biaya
Selanjutnya dihitung pendapatan total petani dengan menggunakan rumus: I Total = IBambu + INon Kemudian dihitung Persentase besarnya pendapatan masyarakat dengan menggunakan rumus:
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
Besarnya pemanfaatan bambu terhadap kontribusi masyarakat yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabulasi, kemudian data-data tersebut dianalisis dengan analisis deskriptif.
Pengolahan Bambu dan Nilai Tambah Pengolahan Untuk
mengetahui
sistem
pengolahan
bambu
dilakukan
dengan
wawancara mengenai produk yang dihasilkan oleh masyarakat yang kemudian dikaitkan dengan harga jual tiap produknya. Sehingga diketahui besarnya nilai tambah yang diperoleh oleh masyarakat. Kemudian data hasil wawancara dihitung dengan menggunakan rumus margin pemasaran dan margin keuntungan menurut Andayani (2004) dalam Awang, (2005). Secara matematis margin pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut: Mji
= Pr – Pf
Keterangan: Mji Pr Pf
= Marjin pemasaran = Harga penjualan pemasaran di tingkat konsumen = Harga pembelian pemasaran di tingkat produsen
Secara matematis parameter pengukur distribusi keuntungan dirumuskan sebagai berikut:
Keterangan: Ski Ki Pr
= Analisis distribusi keuntungan = Margin keuntungan = Harga penjualan pemasaran di tingkat konsumen
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
Keterangan: Sp Pf Pr
= Harga yang diterima petani = Harga pembelian pemasaran di tingkat produsen = Harga penjualan pemasaran di tingkat konsumen
Adapun matrik metodologi yang akan digunakan dalam penelitian dan dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Matrik Metodologi yang Digunakan dalam Penelitian.
Tujuan Studi
Pokok Bahasan
Data Kunci
Sumber dan Metoda
Hasil yang di Harapkan
1 Identifikasi potensi dan sistem pengelolaan hutan rakyat bambu di Desa Pertumbukan Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat.
Kondisi umum lokasi penelitian
Kondisi alam : Tipe bentang alam, iklim, geologi dan tanah, topografi, flora dan fauna.
Pustaka, data statistik, peta, wawancara, observasi lapangan, dokumentasi.
Gambaran umum kondisi lingkungan lokasi penelitian.
Kondisi sosial, ekonomi, dan budaya
Kondisi sosekbud :
Pustaka, data statistik, wawancara.
Informasi kemungkinan dan kendala dalam kegiatan pengelolaan hutan rakyat bambu
Kondisi terkini hutan rakyat bambu di lokasi studi
Potret lokasi studi; Visi dan misi, peluang, tantangan, dan permasalahan pengelolaan hutan rakyat bambu.
Pustaka, wawancara, diskusi, observasi lapangan, data statistik, dokumentasi.
Informasi kondisi terkini pengelolaan hutan rakyat bambu, pemasaran dan produk olahannya
Strategi dan kebijakan yang dibuat dalam pengelolaan hutan rakyat bambu
Strategi pengelolaan: pengakuan instiusi lokal; peningkatan kualitas SDM; resolusi konflik; penegakan hukum;
Pustaka, wawancara, diskusi kelompok, observasi lapangan, dokumentasi, dan data statistik
Informasi strategi dan kebijakan dalam pengelolaan hutan rakyat bambu
Kependudukan, pemukiman, sosial budaya, administrasi pemerintahan.
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
Kebijakan: Perda, SK Bupati, dan peraturan sah lainnya
Tabel 2. Lanjutan Tujuan Studi 2. Analisis pengolahan produkproduk bambu yang dihasilkan oleh petani bambu
3. Analisis saluran pemasaran produkproduk bambu
Pokok Bahasan
Data Kunci
Sumber dan Metoda Wawancara, pustaka, observasi, telaahan terhadap: dokumentasi,
Hasil yang di Harapkan Informasi produk yang dihasilkan dari pengolahan bambu
Dinamika pegolahan dan perkembangan produk-produk yang dihasilkan
Perencanaan pengolahan, pelaksanaan
Faktor internal
Demografi : Perkembangan penduduk
Pustaka, wawancara, diskusi kelompok, Sosial ekonomi : observasi lapangan, Potensi SDM , orientasi ekonomi, dokumentasi, dan Data Sosial budaya : statistik Perkembangan budaya dan teknologi
Informasi yang berasal dari masyarakat yang mempengaruhi pembuatan dan perkembangan pelaksanaan pengolahan bambu
Faktor Eksternal
Sumberdaya alam: Ketersedian sumber daya
Pustaka, wawancara, diskusi kelompok
Informasi di luar masyarakat yang
Dinamika ekonomi: Perhubungan, pasar, kerjasama dengan pihak lain
Observasi lapangan, dokumentasi, dan data statistik
mempengaruhi pembuatan dan perkembangan pengolahan bambu
Sumberdaya manusia:
Analisis pustaka, wawancara, observasi lapangan, dokumentasi
Potensi lokal terkait pemberdayaan masyarakat yang perlu dibenahi dalam pemasaran bambu dan mengetahui pola distribusi serta lembaga pemasaran yang
Pemberdayaan masyarakat dalam pemasaran hutan rakyat bambu serta mengetahui pola-pola pemasaran produk hutan rakyat bambu
Peningkatan kapasitas SDM, pelibatan masyarakat dalam pengolahan bambu
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
Kelembagaan: Pembenahan dan kesiapan kelembagaan lokal
terkait dalam pemasaran produk bambu
Kegiatan pemasaran yang dilakukan masyarakat di wilayah studi
Industri, rumah tangga, pedagang, respon masyarakat dan kegiatan lain
Wawancara, observasi lapangan, dokumentasi,
Besarnya pendapatan yang diperoleh masyarakat dari kegiatan pemasaran
Pengaruh dari pengolahan dan pemasaran produk-produk yang dihasilkan
Positif: Kemandirian, peningkatan taraf perekonomian
Analisis pustaka, wawancara, diskusi kelompok, observasi lapangan, dokumentasi
Kesesuaian antara pengelolaan bambu dan pengaruhnya terhadap perekonomian masyarakat
Negatif: kerusakan lingkungan, perubahan sosial dan budaya
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Potensi dan Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat Bambu Desa Pertumbukan Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat memiliki luas 1200 ha dan memiliki lahan bambu sebesar 11,92 ha. Hutan rakyat bambu di Desa Pertumbukan merupakan warisan turun temurun dan mulai dikembangkan pada tahun 80-an. Mulanya masih ditemukan beberapa jenis bambu yang tumbuh di desa ini, seperti bambu apus/tali dan bambu talang/tipis. Karena bambu tipis adalah bambu yang digunakan untuk membuat tepas dan masih banyaknya permintaan pasar, maka petani memprioritaskan bambu ini untuk dikembangkan dan dibudidayakan. Pada umumnya petani bambu di Desa Pertumbukan hanya mengutamakan produksi tepas saja dan keterampilan mereka yang terbatas hanya membuat tepas secara turun temurun. Hal inilah yang menyebabkan hanya ada satu jenis bambu yaitu bambu tipis/talang yang sekarang terdapat di Desa Pertumbukan. Berikut ini adalah klasifikasi bambu tipis menurut Plantamor (2008). Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta (menghasilkan biji)
Sub Divisi
: Angiospermae (tumbuhan berbunga)
Kelas
: Liliopsida (berkeping satu/monokotil)
Sub Kelas
: Commelinidae
Ordo
: Poales
Famili
: Poaceae (suku rumput-rumputan)
Genus
: Schizostachyum
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
Spesies
: Schizostachyum brachycladum Kurz.
Nama lokal
: bambu tipis, bambu talang, buluh sero (Maluku), pring lampar (Jawa)
Bambu talang tumbuh membentuk rumpun dan memiliki ranting yang cukup banyak pada setiap buku dan ukuran setiap ranting hampir sama. Bambu talang memiliki buluh berdiameter sedang (8-10 cm), berdinding buluh relatif tipis, berserat lemas dan mudah dibelah, warna batang kekuning-kuningan, hijau muda atau hijau tua. Ranting-rantingnya pendek dan pada buku-buku bagian tengah keatas ditumbuhi daun (Gerbono dan Abbas, 2009). Dari inventarisasi yang telah dilakukan, maka diperoleh data potensi hutan rakyat bambu di Desa Pertumbukan Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat (Lampiran 1). Luas lahan yang dikelola petani sebagai lahan milik dengan pola kawasan rakyat diperkirakan mencapai 1188,08 ha (99,01%). Lahan ini digunakan oleh masyarakatsebagai lahan pemukiman dan lahan pertanian dari total luas desa. Dari luas lahan milik tersebut berdasarkan hasil wawancara, luas total lahan yang ditanami bambu mencapai 11,92 ha (0,99%) dengan luas lahan yang dimiliki petani berkisar antara 0,08 ha sampai 8 ha. Pengukuran yang dilakukan di lapangan memperoleh data potensi bambu yang terdapat di Desa Pertumbukan sebesar 77 rumpun/ha, dimana terdapat 3.446 batang tiap hektarnya dan untuk bambu permudaan ada 13 batang/ha. Jumlah batang tiap rumpun (KR) bambu pada hutan rakyat bambu di Desa Pertumbukan sebesar 45 batang tiap rumpun/hektarnya (Lampiran 1). Di Desa Pertumbukan terdapat 16 KK yang merupakan petani bambu dengan total luas lahan bambu
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
sebesar 11,92 ha. Produksi bambu di Desa Pertumbukan cukup besar, mencapai 285.360 batang/tahun (Lampiran 3). Dimana Manalu (2008), mengemukakan bahwa di Desa Empus yang terdapat 15 KK yang merupakan petani bambu dengan total luas lahan (ladang bambu) 4,32 ha. Dari total luas lahan tersebut produksi bambu yang dihasilkan adalah sekitar 23.220 batang/tahun dan di Desa Timbang Lawan terdapat 26 KK yang memiliki lahan (ladang bambu) dengan total luas lahan 12,88 ha. Dari total luas lahan tersebut produksi bambu yang dihasilkan sekitar 66.350 batang/tahun. Dalam kegiatan silvikulturnya, sistem pengelolaan hutan rakyat bambu di Desa Pertumbukan dapat mencakup beberapa kegiatan yang diantaranya: 1. Persiapan Lahan Responden petani hutan rakyat bambu di Desa Pertumbukan tidak melakukan kegiatan persiapan lahan untuk penanaman bambu. Akan tetapi, setelah selesai lahan dibabat dan dibersihkan maka langsung dibuat lubang tanam dan bambu segera ditanam. Alat yang digunakan dalam pembabatan dan pembersihan lahan ini sangat sederhana seperti cangkul, alat babat dan parang. 2. Penanaman Bambu tipis/talang banyak ditanam di Desa Pertumbukan. Selain bambu jenis ini sudah sejak lama tumbuh di kawasan desa, bambu ini juga cukup menambah penghasilan petani. Berdasarkan hasil wawancara, penanaman bambu dilakukan dengan tunas yang berjarak 4 x 6 meter. Penanaman bambu dilakukan dengan pola monokultur (penanaman dengan satu jenis tanaman). Sejak awal penanaman (pada tahun 80-an) dan sampai saat ini petani tidak melakukan penanaman, akan tetapi mereka hanya memanen hasilnya saja. Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
3. Pemeliharaan Sejak mulai awal penanaman, tanaman bambu ini tidak dilakukan pemeliharaan secara intensif. Hal ini dikarenakan bambu ini cepat tumbuh dan berkembang, sehingga hanya dilakukan pembersihan pada saat pemanenan dilakukan. Pembersihan dilakukan terhadap rumput, serasah dan tumbuhan yang melilit dan memanjat tanaman bambu. Pembersihan ini dilakukan agar anakan tanaman bambu dapat tumbuh dengan baik sebagai pengganti bambu yang telah ditebang.
Gambar 2. Keadaan Hutan Rakyat Bambu di Desa Pertumbukan
4. Pemanenan Bambu yang telah ditanam dapat dipanen untuk pertama kali sekitar umur 3 tahun dan untuk pemanenan selanjutnya dapat dilakukan jika bambu sudah berumur 3 sampai 5 bulan dan sistem pemanenan bambu yang diterapkan di Desa Pertumbukan yaitu sistem tebang pilih. Adapun bambu tersebut memiliki ciri-ciri seperti batang berwarna hijau tua kusam dan adanya lingkaran putih pada batang atau batang berpanu (Gambar 3.).
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
Banyaknya bambu yang siap untuk ditebang berkisar antara 2-4 batang/rumpun. Menurut responden petani hutan rakyat bambu, banyaknya bambu yang siap untuk ditebang dipengaruhi oleh kebersihan lahan dan lamanya waktu pemanenan. Berlian dan Estu (1995), menyatakan bahwa pemanenan bambu yang biasa diterapkan di Indonesia adalah tebang pilih. Panen bambu dengan cara ini dapat dimulai setelah tanaman berumur 3 tahun. Dalam pemanenan hendaknya jangan terlalu banyak menebang batang dari setiap rumpunnya, sebaiknya pilih yang sudah tua atau cukup umur.
Gambar 3. Bambu yang Telah Siap untuk Dipanen
Analisis Biaya Usahatani Biaya usahatani pengusahaan bambu di tingkat petani bambu di Desa Pertumbukan dapat diklasifikasikan menjadi biaya pemanenan, biaya penggantian peralatan dan biaya transportasi. Karena tanaman bambu cepat tumbuh dan tidak perlu perawatan yang intensif, maka petani bambu tidak mengeluarkan banyak biaya dalam pengelolaan hutan rakyat bambu yang mereka miliki. Secara singkat, komponen biaya dan rekapitulasinya diuraikan pada Tabel 3. Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
Tabel 3. Biaya Pengusahaan Tanaman Bambu Tipis/Talang, Rp/ha No. 1.
Jenis Biaya Biaya Investasi Langsung Biaya Pemanenan Biaya Investasi Tetap Peralatan Biaya Operasional Transportasi
2. 3.
Biaya Usahatani (Rp./ha) 296.900.000 250.000 390.000
Sumber: Analisis data primer, tahun 2008.
Keterangan: • Biaya Pemanenan meliputi penebangan, pembersihan dan penganyaman dari bambu gelondongan menjadi tepas • Biaya Peralatan meliputi biaya penggantian peralatan yang dikeluarkan petani dalam pengelolaan hutan rakyat bambu • Biaya transportasi yang dibayar oleh petani jika petani menyewa gerobak kerbau untuk mengangkut bambu dari dalam hutan ke luar hutan
Produk Utama dari Hutan Rakyat bambu Produk utama dari hutan rakyat bambu di Desa Pertumbukan adalah tepas. Dalam pembuatan 1 lembar tepas diperlukan 6 batang bambu dengan ukuran 2x2 meter. Alat yang digunakan oleh para pengrajin untuk membuat tepas yaitu parang, kapak, gergaji dan papan broti. Adapun prosedur dalam pembuatan tepas yaitu; 1.
Dilakukan peninjauan lokasi tanaman bambu
2.
Dipilih batang bambu yang sudah siap tebang dan kemudian ditebang
3.
Bagian ujung dan pangkal bambu dipotong dan diratakan dengan gergaji yang kemudian diambil batang bambu dengan ukuran 2 meter. Agar bambu rata dan tidak rusak, pada saat pemotongan/perataan ujung dan pangkal bambu maka bambu dialasi dengan papan broti.
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
4.
Bambu yang telah diratakan tersebut, kemudian bambu dipukul-pukul dengan menggunakan kapak (untuk pembuatan tepas kupas sisik; kemudian bagian dalam bambu dikupas dan dibuang dengan menggunakan parang).
5.
Setelah selesai 6 batang bambu dipukul-pukul, maka bambu siap untuk dianyam menjadi tepas. Proses pembuatan tepas dapat dilihat Gambar 4.
(a)
(c)
(b) (d) Gambar 4. Proses Pembuatan Tepas, Proses Pemotongan (a), Proses Pemukulan (b), Proses Pengupasan pada Tepas Kupas Sisik (c), Proses Penganyaman (d) Produk bambu talang banyak juga dimanfaatkan untuk kerangka atap rumah, dinding, lantai rumah adat Toraja dan bahan baku anyaman (Gerbono dan Abbas, 2009). Namun, petani bambu Desa Pertumbukan hanya memproduksi tepas saja, mereka memilih tepas karena pembuatannya telah dipelajari secara
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
turun temurun dengan proses pembuatannya yang sederhana, harga yang relatif stabil dan masih tinggi serta masih adanya minat pembeli. Rebung dari bambu ini tidak dimanfaatkan oleh petani karena rasanya yang pahit. Menurut Sitorus (1997), menyatakan bahwa sebenarnya rebung dari bambu ini dapat dimakan, tetapi kurang disukai karena pahit rasanya. Tepas dimanfaatkan untuk dinding dan atap rumah. Sebelumnya petani juga pernah membuat anyaman keranjang parcel dan itupun tidak berlangsung lama. Hal ini dikarenakan tidak adanya pembeli yang datang membeli keranjang tersebut dan mereka pun mengalami kerugian. Oleh sebab itu, mereka hanya memproduksi tepas saja sebagai produk utama dari hutan rakyat bambu yang mereka miliki. Karena masih banyaknya minat pembeli terhadap tepas menyebabkan petani hanya memproduksi tepas saja. Selain itu, petani bambu juga memiliki keterbatasan modal, keterampilan dan kurangnya promosi hasil produksi dari hutan rakyat bambu.
Nilai Pendapatan dari Pengelolaan Hutan Rakyat Bambu Bambu memegang peranan yang sangat penting bagi masyarakat desa Pertumbukan Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat. Hal ini dikarenakan bambu merupakan sumber penghasilan yang paling utama bagi petani yang masih mengembangkan hutan rakyat bambu di desa tersebut. Dimana produk utama yang dihasilkan dari hutan rakyat bambu ini adalah tepas. Sumber pendapatan masyarakat Desa Pertumbukan dari sektor bambu dapat dilihat pada Lampiran 2.
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
Tabel 4. Kontribusi Tanaman Bambu dalam Menambah Pendapatan Masyarakat Tahun 2008 (Rp/tahun) Sumber Pendapatan (I)
Bambu Olahan (Tepas)
Nilai Pendapatan (Rp) %I
546.715.000 81,89
Selain bambu (petani palawija, pedagang dan petani tanaman perkebunan) 120.900.000 18,11
Jumlah 667.615.000 100
Sumber: Analisis data primer, tahun 2008.
Angka-angka pada persentase pendapatan yang diperoleh dari produk bambu yang berupa tepas sebesar 81,89% lebih besar di bandingkan dengan pendapatan selain bambu yang hanya 18,11% (Tabel 4). Ini menunjukkan bahwa sebagian besar pendapatan petani diperoleh dari hasil hutan rakyat bambu dan hampir sepenuhnya petani bergantung pada keberadaan hutan rakyat bambu tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari, petani bambu di Desa Pertumbukan pada umumnya membuat tepas. Tepas dapat dibuat sebanyak 4 lembar dalam sehari oleh seorang petani/pengrajin bambu.
Lembaga Tataniaga Pada Pola Distribusi Produk Hutan Rakyat Bambu Lembaga tataniaga pada pola distribusi produk hutan rakyat bambu di Desa Pertumbukan terdiri dari produsen (petani bambu), pedagang pengepul (1,2 dan 3) dan konsumen (pemakai). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam deskripsi pelaku ekonomi sebagai berikut: 1.
Produsen (petani) Sebagian besar petani pemilik lahan merupakan produsen bambu dalam bentuk olahan seperti tepas. Tepas dipilih sebagai komoditi yang dominan diusahakan petani karena jenis bambu untuk membuat tepas tersebut merupakan jenis yang pengusahaannya (budidaya), proses, dan pemasarannya telah lama dikuasai dan dikembangkan oleh petani secara turun-temurun.
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
Petani dapat memproduksi tepas apabila tanaman bambu telah berumur 3 sampai 5 bulan. 2.
Pedagang Pengepul (I, II dan III) Pedagang pengepul I adalah petani bambu yang sekaligus sebagai agen lokal di Desa Pertumbukan. Pengepul I ini menerima tepas jika ada petani bambu lainnya yang menjual bambu olahannya berupa tepas kepada pengepul I. Pedagang pengepul II merupakan agen yang datang dari luar desa secara langsung membeli tepas kepada petani dan kepada pengepul I yang kemudian pengepul II menjual tepas tersebut kepada pengepul III. Pengepul III adalah pengusaha panglong (agen yang datang dari luar desa) yang membeli tepas dari petani, pengepul I dan pengepul II. Selanjutnya oleh pengepul III tepas dijual kepada konsumen, baik dalam jumlah yang banyak ataupun eceran tergantung permintaan konsumen.
3.
Konsumen (end user) Konsumen akhir dalam penelitian ini adalah pemakai/pengguna tepas. Konsumen membeli tepas dari pengepul III, baik eceran ataupun dalam jumlah yang banyak. Untuk mengetahui bagan posisi jalur pemasaran produk bambu di Desa Pertumbukan dapat dilihat pada Gambar 5. 7 4
5
2
1 3
6
Gambar 5. Bagan Posisi Pemasaran Tepas di Desa Pertumbukan Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
Keterangan : Nomor 1
: Desa Pertumbukan Nomor 5
: Pengepul III
Nomor 2
: Petani bambu
Nomor 6
: Konsumen
Nomor 3
: Pengepul I
Nomor 7
: Di luar kawasan desa
Nomor 4
: Pengepul II
Pola Distribusi Produk Hutan Rakyat Bambu Masyarakat Desa Pertumbukan tidak menjual bambu dalam bentuk bambu bulat, akan tetapi dalam bentuk olahan seperti tepas. Masyarakat desa tidak menawarkan atau mempromosikan produk mereka ke para pedagang. Akan tetapi mereka hanya menunggu para pembeli yang datang ke tempat mereka, sehingga mereka tidak dikenakan biaya pemasaran (Gambar 5). Oleh karena itu, penjualan tepas mereka tergantung pada pembeli yang datang. Menurut Rasyaf (1995), biaya pemasaran adalah biaya-biaya yang dikeluarkan dalam pergerakan barang dari tangan produsen sampai konsumen akhir atau setiap biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pemasaran. Besar kecilnya biaya pemasaran berbeda untuk masingmasing lembaga pemasaran yang bersangkutan.
Gambar 6. Pengangkutan Tepas ke Atas pick-up oleh Para Pembeli Tepas
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
Pemasaran tepas di Desa Pertumbukan terdiri dari 5 pola distribusi pasar dimana lembaga pemasarannya terdiri dari produsen (petani bambu), pedagang pengepul (1,2 dan 3) dan konsumen (pemakai).
1. Pola Distribusi 1 Pada pola ini, petani (produsen) menjual hasil produksinya yang berupa tepas kepada pengepul III (pengusaha panglong) yang datang dari luar desa. Kemudian pengepul III tersebut memasarkan tepas kepada konsumen akhir yang pada umumnya adalah masyarakat.
Pengepul III
Petani
Konsumen akhir
Gambar 7. Pola Distribusi 1 2. Pola Distribusi 2 Pada pola ini, petani (produsen) menjual tepas kepada pengepul I (petani sekaligus agen lokal). Kemudian pengepul I tersebut memasarkan tepas ke pengepul II (agen dari luar desa) dan selanjutnya oleh pengepul II, tepas tersebut dijual ke pengepul III (pengusaha panglong). Kemudian dari pengepul III, tepas dijual kepada konsumen akhir yaitu masyarakat. Petani
Pengepul I
Pengepul II
Pengepul III
Konsumen akhir
Gambar 8. Pola Distribusi 2 Adapun pengangkutan tepas dari dalam hutan rakyat bambu ke luar hutan yaitu dengan menggunakan gerobak kerbau, seperti pada Gambar 8. Pengangkutan ini dilakukan agar mempermudah pengangkutan tepas ke mobil pick-up. Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
Gambar 9. Pengangkutan Tepas Menggunakan Gerobak Kerbau
3. Pola Distribusi 3 Pada pola distribusi 3, petani (produsen) menjual tepas ke pengepul I (petani sekaligus agen lokal), kemudian dari pengepul I tepas tersebut dijual ke pengepul III (pengusaha panglong). Dari pengepul III, selanjutnya tepas tersebut dipasarkan ke konsumen akhir (masyarakat).
Petani
Pengepul I
Pengepul III
Konsumen akhir
Gambar 10. Pola Distribusi 3
4. Pola Distribusi 4 Pada pola ini, pengepul I (produsen/petani sekaligus agen lokal) menjual tepas ke pengepul II (agen dari luar desa), kemudian dari pengepul II tepas dijual ke pengepul III (pengusaha panglong). Kemudian oleh pengepul III, tepas dijual ke masyarakat sebagai konsumen akhir. Pengepul I
Pengepul II
Pengepul III
Konsumen akhir
Gambar 11. Pola Distribusi 4 Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
5. Pola Distribusi 5 Pada pola ini, pengepul I (produsen/petani sekaligus agen lokal) menjual tepas ke pengepul III (pengusaha panglong). Kemudian oleh pengepul III, tepas dijual ke masyarakat sebagai konsumen akhir.
Pada pola ini pengepul III
dikenakan biaya pemasaran. Pengepul I
Pengepul III
Konsumen akhir
Gambar 12. Pola Distribusi 5
Biaya Tataniaga Pada Pedagang Pengepul II Berdasarkan data dilapangan sebagaimana diuraikan terdahulu, diperoleh kesimpulan bahwa pedagang pengepul II di wilayah penelitian membeli tepas kepada petani dan pengepul I. Kemudian pengepul II menjual tepas ke pengepul III. Dengan demikian pengepul II mengeluarkan biaya-biaya pemasaran. Untuk lebih jelas, rekapitulasi biaya tataniaga tersebut disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rekapitulasi Biaya Tataniaga Bambu dari Pedagang Pengepul II ke Petani, Pedagang Pengepul I dan Pedagang Pengepul III No. 1
Jenis Biaya Tataniaga Pengepul II ke Petani, Pengepul I dan Pengepul III Transportasi Tenaga Kerja Total Biaya
Produk Bambu
Biaya (Rp/Lembar)
Tepas Tepas Tepas
1000 200 1200
Sumber: Analisis data primer, tahun 2008.
Biaya Tataniaga Pada Pedagang Pengepul III Berdasarkan data dilapangan sebagaimana diuraikan terdahulu, diperoleh kesimpulan bahwa pedagang pengepul III di wilayah penelitian membeli tepas kepada petani dan pengepul I, rekapitulasi biaya tataniaga tersebut disajikan pada Tabel 6. Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
Tabel 6. Rekapitulasi Biaya Tataniaga Bambu dari Pedagang Pengepul III ke Petani dan Pedagang Pengepul I No. 1
Jenis Biaya Tataniaga Pengepul III ke Petani dan Pengepul I Transportasi Tenaga Kerja Total Biaya
Produk Bambu
Biaya (Rp/Lembar)
Tepas Tepas Tepas
3000 400 3400
Sumber: Analisis data primer, tahun 2008.
Pada Tabel 5 dan Tabel 6, maka dapat diketahui besarnya biaya tataniaga dari pola distribusi yang telah diuraikan sebelumnya. Untuk dapat mengetahui besarnya biaya tataniaga pada berbagai pola distribusi dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Biaya Tataniaga Bambu Pada Berbagai Pola Distribusi (Rp/Lembar) No.
Pola Distribusi
1 2 3 4 5
Pola 1 Pola 2 Pola 3 Pola 4 Pola 5
Biaya Tataniaga Masing-Masing Pedagang (Rp/Lembar) Pedagang Pedagang Pedagang Total Biaya Pengepul I Pengepul II Pengepul III 1200 1200 1200 1200 3400 4200 1200 1200 3400 3400
Sumber: Analisis data primer, tahun 2008.
Analisis Margin Tataniaga dan Margin Keuntungan 1. Pola Distribusi 1 Pada pola distribusi 1 ini, tingkat keuntungan (profit margin) terbesar diterima petani (produsen), yaitu sebesar Rp. 14.000/lembar (untuk tepas kupas sisik) dan Rp. 10.000/lembar (untuk tepas kodean). Sedangkan keuntungan yang dinikmati masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat pada sistem distribusi secara singkat disajikan pada Tabel 8. Untuk mengetahui besarnya margin pemasaran produk bambu (tepas) di lokasi penelitian, pada Tabel 9 disajikan hasilnya secara singkat. Tabel tersebut menunjukkan bahwa harga di tingkat petani hanya sebesar 22,86% (untuk tepas kupas sisik) dan 26,67% (untuk tepas kodean) dari harga di tingkat konsumen akhir.
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
Tabel 8. Analisis Margin Keuntungan (Profit Margin) Distribusi Tepas (Pola 1) Distribusi Harga Pada Pola Tataniaga (Rp/lmbr) Tepas Kupas Tepas Jenis Harga Sisik Kodean Petani Harga produksi 8.000 8.000 Harga jual 22.000 18.000 Biaya tataniaga --Magin keuntungan 14.000 10.000 Persen Margin Keuntungan Pengepul II Harga beli 22.000 18.000 Harga jual 25.000 22.000 Biaya tataniaga 1200 1200 Magin keuntungan 1800 2800 Persen Margin Keuntungan Pengepul III Harga beli 25.000 22.000 Harga jual 35.000 30.000 Biaya tataniaga --Magin keuntungan 10.000 8.000 Persen Margin Keuntungan Konsumen Harga beli 35.000 30.000 akhir Total Margin 25.600 20.600 Keuntungan Sumber: Analisis data primer, tahun 2008. Pelaku Pasar
Persen (%) Tepas Tepas Kupas Sisik Kodean
63,60
55,50
7,20
12,73
28,57
26,67
Tabel 9. Analisis Margin Pemasaran (marketing margin) Distribusi Tepas (Pola 1) Pelaku Pasar Petani
Jenis Harga Harga Produksi Harga beli Harga beli Harga beli
Pengepul II Pengepul III Konsumen Akhir Margin Pemasaran Sumber: Analisis tabel 9.
Nilai (Rp/lmbr) Tepas Kupas Tepas Sisik Kodean 8.000 8.000 22.000 25.000 35.000
18.000 22.000 30.000
27.000
22.000
Persentase Tepas Kupas Tepas Sisik Kodean 22,86 26,67 62,86 71,43 100
60,00 73,33 100
2. Pola Distribusi 2 Pada pola ini margin keuntungan (profit margin) terbesar diterima oleh pedagang pengepul III (pengusaha panglong), yaitu sebesar Rp. 10.000/lembar (untuk tepas kupas sisik) dan Rp. 8.000/lembar (untuk tepas kodean). Pada pola ini tingkat keuntungan yang diperoleh petani (produsen) relatif lebih kecil dibanding dengan pola 1. Hal ini dikarenakan petani menjual tepas pada pengepul I (petani sekaligus agen) yang bertempat tinggal satu desa dengan petani. Oleh Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
sebab itu, petani menjual dengan harga yang relatif lebih murah di banding dengan harga jual kepada pengepul yang datang dari luar desa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 10 dan untuk margin pemasaran pada Tabel 11. Tabel 10. Analisis Margin Keuntungan (Profit Margin) Distribusi Tepas (Pola 2) Distribusi Harga Pada Pola Tataniaga (Rp/lmbr) Tepas Pelaku Pasar Tepas Jenis Harga Kupas Kodean Sisik Petani Harga produksi 8.000 8.000 Harga jual 16.000 13.000 Biaya tataniaga --Magin keuntungan 8.000 5.000 Persen Margin Keuntungan Pengepul I Harga beli 16.000 13.000 Harga jual 22.000 18.000 Biaya tataniaga --Magin keuntungan 6000 5000 Persen Margin Keuntungan Pengepul II Harga beli 22.000 18.000 Harga jual 25.000 22.000 Biaya tataniaga 1200 1200 Magin keuntungan 1800 2800 Persen Margin Keuntungan Pengepul III Harga beli 25.000 22.000 Harga jual 35.000 30.000 Biaya tataniaga --Magin keuntungan 10.000 8.000 Persen Margin Keuntungan Konsumen akhir Harga beli 35.000 30.000 Total Margin Keuntungan 25.800 20.800 Sumber: Analisis data primer, tahun 2008.
Persen (%) Tepas Tepas Kupas Kodean Sisik
50,00
27,27
38,46
27,78
7,20
12,73
28,57
26,67
Tabel 11. Analisis Margin Pemasaran (marketing margin) Distribusi Tepas (Pola 2) Pelaku Pasar Petani
Jenis Harga Harga Produksi Harga beli Harga beli Harga beli Harga beli
Pengepul I Pengepul II Pengepul III Konsumen Akhir Margin Pemasaran Sumber: Analisis tabel 10.
Nilai (Rp/lmbr) Tepas Tepas Kupas Sisik Kodean 8.000 8.000 16.000 22.000 25.000 35.000 27.000
13.000 18.000 22.000 30.000 22.000
Persentase Tepas Kupas Tepas Sisik Kodean 22,86 26,67 45,71 62,86 71,43 100
43,33 60,00 73,33 100
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
3. Pola Distribusi 3 Pada pola distribusi 3 ternyata margin keuntungan (profit margin) terbesar juga diterima oleh pedagang pengepul III (pengusaha panglong), yaitu sebesar Rp. 9.600/lembar (untuk tepas kupas sisik) dan Rp. 8.600/lembar (untuk tepas kodean). Hal ini karena petani menjual tepas kepada pengepul I yang merupakan agen yang tinggal satu desa dengan petani. Pada pola ini juga tingkat keuntungan yang diperoleh petani lebih kecil dibandingkan dengan pola 1. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 12 dan untuk margin pemasaran dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 12. Analisis Margin Keuntungan (profit margin) Distribusi Tepas (Pola 3) Distribusi Harga Pada Pola Tataniaga (Rp/lmbr) Tepas Kupas Tepas Jenis Harga Sisik Kodean Petani Harga produksi 8.000 8.000 Harga jual 16.000 13.000 Biaya tataniaga --Magin keuntungan 8.000 5.000 Persen Margin Keuntungan Pengepul I Harga beli 16.000 13.000 Harga jual 22.000 18.000 Biaya tataniaga --Magin keuntungan 6000 5000 Persen Margin Keuntungan Pengepul III Harga beli 22.000 18.000 Harga jual 35.000 30.000 Biaya tataniaga 3400 3400 Magin keuntungan 9.600 8.600 Persen Margin Keuntungan Konsumen Harga beli 35.000 30.000 akhir Total Margin 23.600 18.600 Keuntungan Sumber: Analisis data primer, tahun 2008. Pelaku Pasar
Persen (%) Tepas Tepas Kupas Sisik Kodean
50,00
38,46
27,27
27,78
27,43
28,67
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
Tabel 13. Analisis Margin Pemasaran (marketing margin) Distribusi Tepas (Pola 3) Pelaku Pasar Petani
Jenis Harga Harga Produksi Harga beli Harga beli Harga beli
Pengepul I Pengepul III Konsumen Akhir Margin Pemasaran Sumber: Analisis tabel 12.
Nilai (Rp/lmbr) Tepas Kupas Tepas Sisik Kodean 8.000 8.000 16.000 22.000 35.000
13.000 18.000 30.000
27.000
22.000
Persentase Tepas Kupas Tepas Sisik Kodean 22,86 26,67 45,71 62,86 100
43,33 60,00 100
4. Pola Distribusi 4 Pada pola distribusi 4 sama dengan pola 1, Pada pola distribusi 4 ini, tingkat keuntungan (profit margin) terbesar diterima pengepul I (produsen/petani sekaligus agen), yaitu sebesar Rp. 14.000/lembar (untuk tepas kupas sisik) dan Rp. 10.000/lembar (untuk tepas kodean). Sedangkan keuntungan yang dinikmati masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat pada sistem distribusi secara singkat disajikan pada Tabel 14 dan margin pemasaran pada Tabel 15. Tabel 14. Analisis Margin Keuntungan (profit margin) Distribusi Tepas (Pola 4) Distribusi Harga Pada Pola Tataniaga (Rp/lmbr) Tepas Kupas Tepas Jenis Harga Sisik Kodean Pengepul I Harga produksi 8.000 8.000 Harga jual 22.000 18.000 Biaya tataniaga --Magin keuntungan 14.000 10.000 Persen Margin Keuntungan Pengepul II Harga beli 22.000 18.000 Harga jual 25.000 22.000 Biaya tataniaga 1200 1200 Magin keuntungan 1800 2800 Persen Margin Keuntungan Pengepul III Harga beli 25.000 22.000 Harga jual 35.000 30.000 Biaya tataniaga --Magin keuntungan 10.000 8.000 Persen Margin Keuntungan Konsumen Harga beli 35.000 30.000 akhir Total Margin 25.800 20.800 Keuntungan Sumber: Analisis data primer, tahun 2008. Pelaku Pasar
Persen (%) Tepas Tepas Kupas Sisik Kodean
63,6
55,5
7,20
12,73
28,57
26,67
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
Tabel 15. Analisis Margin Pemasaran (marketing margin) Distribusi Tepas (Pola 4) Pelaku Pasar Petani
Jenis Harga Harga Produksi Harga beli Harga beli Harga beli
Pengepul II Pengepul III Konsumen Akhir Margin Pemasaran Sumber: Analisis tabel 14.
Nilai (Rp/lmbr) Tepas Kupas Tepas Sisik Kodean 8.000 8.000 22.000 25.000 35.000
18.000 22.000 30.000
27.000
22.000
Persentase Tepas Kupas Tepas Sisik Kodean 22,86 26,67 62,86 71,43 100
60,00 73,33 100
5. Pola Distribusi 5 Pada pola distribusi 5 ternyata juga sama dengan pola distribusi 1, dimana margin keuntungan (profit margin) terbesar juga diterima oleh pedagang pengepul I (produsen/petani sekaligus agen lokal), yaitu sebesar Rp. 14.000/lembar (untuk tepas kupas sisik) dan Rp. 10.000/lembar (untuk tepas kodean). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 16 dan untuk margin pemasaran dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 16. Analisis Margin Keuntungan (profit margin) Distribusi Tepas (Pola 5) Distribusi Harga Pada Pola Tataniaga (Rp/lmbr) Tepas Kupas Tepas Jenis Harga Sisik Kodean Pengepul I Harga produksi 8.000 8.000 Harga jual 22.000 18.000 Biaya tataniaga --Magin keuntungan 14.000 10.000 Persen Margin Keuntungan Pengepul III Harga beli 22.000 18.000 Harga jual 35.000 30.000 Biaya tataniaga 3.400 3.400 Magin keuntungan 9.600 8.600 Persen Margin Keuntungan Konsumen Harga beli 35.000 30.000 akhir Total Margin 23.600 18.600 Keuntungan Sumber: Analisis data primer, tahun 2008. Pelaku Pasar
Persen (%) Tepas Tepas Kupas Sisik Kodean
63,6
55,5
27,43
28,67
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
Tabel 17. Analisis Margin Pemasaran (marketing margin) Distribusi Tepas (Pola 5) Pelaku Pasar Pengepul I
Jenis Harga Harga Produksi Harga beli Harga beli
Pengepul III Konsumen Akhir Margin Pemasaran Sumber: Analisis tabel 16.
Nilai (Rp/lmbr) Tepas Kupas Tepas Sisik Kodean 8.000 8.000 22.000 35.000
18.000 30.000
27.000
22.000
Persentase Tepas Kupas Tepas Sisik Kodean 22,86 26,67 62,86 100
60,00 100
Pada pembagian margin keuntungan, terlihat bahwa petani hutan rakyat bambu (produsen) memperoleh margin keuntungan yang terbesar jika petani langsung menjual hasil produksinya kepada pengepul yang datang dari luar desa. Sementara itu lahan hutan merupakan lahan milik petani bambu, dan mereka saat ini hanya memungut hasil saja tanpa ada penanaman kembali. Menurut Andrio (2004), menyatakan bahwa petani hutan rakyat memperoleh margin keuntungan terbesar, hal ini dikarenakan komponen-komponen seperti sewa lahan, harga bibit dan lainnya belum dimasukkan dalam perhitungan. Komponen-komponen tersebut tidak dimasukkan karena pada umumnya petani mempunyai lahan milik sendiri yang merupakan warisan turun-temurun, bibit tidak diperjualbelikan dalam lokasi penelitian dan semenjak awal penanaman sampai sekarang petani tidak lagi menanam bambu tetapi mereka sekarang hanya memungut hasilnya saja. Apabila komponen-komponen diatas dimasukkan dalam perhitungan, mungkin margin keuntungan yang diperoleh petani/produsen menjadi lebih kecil. Margin keuntungan (profit margin) total yang terbesar terdapat pada pola distribusi 1, 2 dan 4 yaitu sebesar Rp 25.800 untuk tiap lembar tepas kupas sisik dan Rp 20.800 untuk tiap lembar tepas kodean. Hal ini dapat dilihat pada tabel dari pola distribusi. Besarnya margin keuntungan total dipengaruhi oleh biaya Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
tataniaga yang dikeluarkan oleh pengepul II. Sementara itu, pada tabel pola distribusi 3 dan 5 jelas terlihat jumlah total margin keuntungannya sama, karena jelas terlihat pengepul III yang mengeluarkan biaya tataniaga. Untuk margin pemasaran (marketing margin) distribusi tepas diperoleh sebesar Rp 27.000,untuk tiap lembar tepas kupas sisik dan sebesar Rp 22.000,- untuk tiap lembar tepas kodean. Pola pemasaran yang efektif dari produk bambu yang berupa tepas di Desa Pertumbukan tidak ditemukan. Penelitian ini dilakukan di Desa Pertumbukan, oleh karena itu peneliti tidak menemukan responden yang merupakan konsumen/pengguna tepas. Para konsumen pada umumnya berasal dari luar Desa Pertumbukan dan umumnya membeli tepas pada pengepul III. Menurut Kamaluddin (2008), yang menyatakan bahwa meningkatnya biaya tataniaga tidak menjadi indikator bahwa pemasaran suatu komoditi tidak efisien. Jika peningkatan biaya tataniaga yang diikuti oleh peningkatan kepuasan konsumen (misal peningkatan kualitas barang), maka tataniaga komoditi tersebut tetap dikatan efisien. Tetapi peningkatan biaya tataniaga yang tidak diikuti oleh peningkatan kepuasan konsumen, maka pemsaran komoditi tersebut dapat dikatakan tidak efisien.
Kendala dalam Pengelolaan Hutan Rakyat Bambu Kendala dalam pengelolaan hutan rakyat bambu yaitu kurangnya modal, keterampilan dan kurangnya promosi dari hutan rakyat bambu menyebabkan terbatasnya jenis produk dari hasil hutan rakyat bambu. Petani hanya dapat membuat tepas yang merupakan produk utama dari hutan rakyat bambu, karena penganyaman tepas telah mereka pelajari secara turun-temurun. Pemasaran Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
produk bambu yang berupa tepas hanya mengharapkan pembeli yang datang dari luar desa dan pembelinya pun adalah orang yang telah lama menjadi pelanggan mereka. Hal ini dikarenakan petani tidak mempunyai modal yang cukup besar untuk memasarkan tepas yang telah mereka buat. Sampai saat ini luas hutan rakyat bambu di Desa Pertumbukan Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat kian menurun. Hal ini disebabkan oleh hujan lebat, sehingga terjadinya longsor di tepi Sungai Wampu yang mengakibatkan robohnya rumpun bambu yang tepat berada di pinggir sungai (Gambar 12). Hal lain yang menyebabkan berkurangnya minat masyarakat terhadap bambu yaitu, karena pemasarannya hanya mengharapkan adanya pembeli yang datang ke desa mereka dan tidak selalu rutin ada. Maka kebanyakan masyarakat mengganti lahan bambu dengan tanaman sawit (Gambar 13). Karena menurut mereka sawit mudah dipasarkan, tidak perlu pengolahan, banyak peminatnya dan produksi sawit cukup besar dalam sekali panen.
Gambar 13. Robohnya Rumpun Bambu Akibat Longsornya Tanah
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
Gambar 14. Tanaman Sawit di Sekitar Tanaman Bambu Solusi untuk mengatasi kendala dalam pengelolaan hutan rakyat bambu diantaranya yaitu: 1. Para petani hutan rakyat bambu bekerjasama membentuk Kelompok Tani Hutan (KTH) rakyat bambu dan menyediakan koperasi peminjaman modal bagi petani yang kekurangan modal. 2. Adanya peran serta pihak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan pemerintah dalam melakukan penyuluhan-penyuluhan terhadap petani bambu. Agar dapat meningkatkan keterampilan (skill) para petani dan produk yang dihasilkan lebih bervariasi. 3. Pemerintah Daerah (PEMDA) turut serta dalam melakukan pemasaran produk bambu yang dihasilkan oleh para petani. Hal ini bertujuan agar pemasaran dari produk yang dihasilkan lebih meluas.
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan 1. (a). Potensi bambu yang terdapat di Desa Pertumbukan sebesar 77 rumpun/ha, dimana terdapat 3.446 batang/ha dan untuk bambu permudaan ada 13 batang/ha. Jumlah batang tiap rumpun (KR) pada hutan rakyat bambu di Desa Pertumbukan sebesar 45 batang tiap rumpun/ha dengan produksi bambu 285.360 batang/tahun. (b). Sistem pengelolaan hutan rakyat bambu di Desa Pertumbukan yaitu tidak melakukan persiapan lahan pada penanaman, penanaman dilakukan pada tahun 80-an dengan tunas berjarak 4 x 6 meter, pembersihan dilakukan dari tumbuhan penggangu tanaman bambu seperti rumput dan tumbuhan yang melilit pada batang bambu, pemanenan bambu pertama kali dilakukan saat bambu berumur 3 tahun dan pemanenan selanjutnya dilakukan jika bambu berumur 3 sampai 5 bulan. 2. Produk utama yang dihasilkan oleh masyarakat Desa Pertumbukan yaitu tepas. Tepas yang di produksi ada 2 jenis yaitu tepas kodean dan tepas kupas sisik. Tepas kodean yaitu bambu yang dianyam tanpa dibuang bagian dalam batangnya (daging bambu). Tepas kupas sisik yaitu bambu yang dianyam dengan bagian dalam batangnya dibuang dan hanya kulit bagian luarnya yang dipakai. 3. Saluran pemasaran produk hutan rakyat bambu yang berupa tepas terdiri dari 5 pola distribusi. Dimana lembaga pemasarannya terdiri dari petani, Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
pengepul I (petani yang sekaligus agen lokal), pengepul II (agen yang datang dari luar desa), pengepul III (pengusaha panglong) dan konsumen akhir (masyarakat).
Saran Diperlukan adanya pihak penyuluh dan tenaga ahli dalam pengelolaan hutan rakyat bambu agar masyarakat lebih terampil dalam menghasilkan produk yang lebih beraneka ragam dan bervariasi serta diperlukan adanya promosi produk yang dihasilkan dari hutan rakyat bambu.
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
DAFTAR PUSTAKA Andrio, M. 2004. Kajian Pemasaran Getah Kemenyan (Styrax sumatrana dan Styrax benzoin) di Kabupaten Tapanuli Utara Provinsi Sumatera Utara (Skripsi) (skripsi). Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan. Arinong, A.R., dan Edi Kadir. 2008. Analisis Saluran dan Margin Pemasaran Kakao di Desa Timbuseng, Kecamatan Pattalassang, Kabupaten Gowa. Jurnal Agrisistem, Vol. 4 No. 2. Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) Gowa. [23 November 2009]. Awang, S.A., Heri Santoso, Wahyu Tri Widayanti, Yuli Nugroho, Kustomo dan Sapardiono. 2001. Gurat Hutan Rakyat di Kapur Selatan. CV Debut Press. Yogyakarta. Awang, S.A., 2005. Jurnal Hutan Rakyat (volume II nomor 2 tahun 2005). Pusat kajian Hutan Rakyat Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta. Batubara, R. 2002. Pemanfaatan Bambu di Indonesia. http://library.usu.ac.id/ download//fp/hutan -ridwanti4/pdf. [22 Juli 2008]. Berlian, N. dan Estu Rahayu. 1995. Jenis dan Prospek Bisnis Bambu. Penebar Swadaya. Jakarta. Darusman, D dan Didik Suharjito. 1997. Kehutanan Masyarakat: Beragam Pola Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1998. Panduan Kehutanan Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan. Jakarta. Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Tengah. 2008. Portal Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Tengah. http://www.dinashutjateng.go.id/mod.php?mod= userpage& page_id =28. [24 November 2008]. Diniaty, D. dan Sofia Rahmayanti. 2000. Potensi Ekonomi Pengusahaan Bambu Rakyat Di Desa Telagah, Sumatera Utara. http://www.fordamof.org/informasi.asp?kategoriid=25&rootid=13&page=9. [18 Desember 2008]. Frick, Heinz. 2004. Ilmu Kontruksi Bangunan Bambu. Kanisius. Semarang http://id.wikipedia.org/wiki/Pemanasan_global. Pemanasan Global. [13 Oktober 2008]. Gerbono, A. dan Abbas Siregar Djarijah. 2009. Aneka Anyaman Bambu. http://books.google.co.id/books?id=NHJMvKdiONgC&pg=PA13&lpg=P Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
A13&dq=kegunaan+bambu+talang&source=bl&ots=_LyNmmoS0k&sig =HXHVhx5F5a0BPQB1BX9NHruW0Zk&hl=id&ei=h6aOStSGFabm6gO 8mOC8Cg&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=2#v=onepage&q =kegunaan%20bambu%20talang&f=false. [21Agustus 2008]. Hardjosoediro, S. 1980. Pemilihan Jenis Tanaman Reboisasi dan Penghijauan Hutan Alam dan Hutan Rakyat. Lokakarya pemilihan Jenis Tanaman Reboisasi. Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta. Hindra, B. 2006. Potensi dan Kelembagaan Hutan Rakyat. Prosiding Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan. p: 14-23. Idepfoundation. 2008. Panduan Permakultur Modul 8. Hutan, Penanaman Pohon dan Bambu. http://www.idepfoundation.org/download_files/permakultur /MOD 8-reboisasi.pdf. [08 Oktober 2008]. Jaffar, E.R. 1993. Pola Pengembangan Hutan Rakyat Sebagai Upaya Peningkatan Luasan Hutan dan Peningkatan Pendapatan Masyarakat di Propinsi DI Yogyakarta. Makalah pada pertemuan Persaki Propinsi DI Yogyakarta tanggal 17 Juli 1993. Yogyakarta. Kamaluddin. 2008. Biaya dan Margin Pemasaran. Ilmu Pertanian Agrobisnis Fakultas Pertanian UNRI. http://kamaluddin86.blogspot.com/2009/06/biaya -dan-margin-pemasaran.html. [23 November 2009]. Kottler, P., 1997, Manajemen Pemasaran : Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian. P.T. Prenhallindo, Jakarta Manalu, E. A., 2008. Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Bambu Oleh Masyarakat Kota Binjai dan Kabupaten Langkat (skripsi). Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan. Plantamor. 2008. Situs Dunia Tumbuhan. http://www.plantamor.com/index.php? plant=1624. [21 Agustus 2009]. Rahayu, M., Kunto Kumoro, Suyudi, dan Yunus. 2004. Efisiensi Pemasaran Buah Manggis Di Kecamatan Lingsar, Lombok Barat. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat. NTB. Rahmawaty. 2004. Hutan: Fungsi dan Perananya Bagi Masyarakat. Fakultas Pertanian Program Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara. Medan. Rasyaf. M, 1995. Memasarkan Hasil Peternakan. Penebar Swadaya. Jakarta. Rijai, L. 2003. Bioprospeksi Suatu Paradigma Baru Dalam Pengelolaan Hutan Berkelanjutan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
Simon, H. 1999. Pengelolaan Hutan Bersama Rakyat. BIGRAF Publishing. Yogyakarta. Sitorus, R. 1997. Analisa Pemanfaatan Bambu Di Daerah Transmigrasi Desa Margorukun Kecamatan Oransbari Kabupaten Manokwari (skripsi). Jurusan Kehutanan Program Studi Manajemen Hutan Fakultas Pertanian Universitas Cenderawasih. Manokwari Suharjito, D. 2000. Hutan Rakyat di Jawa. Program Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Masyarakat (P3KM). Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Suharjito, D., Azis Khan, Wibowo A. Djatmiko, Martua T. Sirait dan santi Evelyna. 2000. Pengelolaan Hutan Berbasiskan Masyarakat. Pustaka Kehutanan Mayarakat. Aditya Media. Yogyakarta. Sastrapradja, S., A. Widjaya, S. Prawiroatmodjo dan S. Soenarko. 1977. Beberapa Jenis Bambu. LBN-LIPI. Jakarta. Suharjito, D. 2007. Hutan Rakyat: Kreasi Budaya Bangsa. WALHI Jawa Barat. http://walhijabar.blogspot.com/2007/12/hutan-rakyat-kreasi-budayabangsa .html. [31 Desember 2007]. Swara, P. 1997. Pengawetan Kayu dan Bambu. KDT. Jakarta. Wahyudin. 2008. Pelestarian Hutan Bambu Untuk Menanggulangi Illegal Logging Dan Global Warming. http://www.pewarta-kabarindonesia. blogspot.com/. [20 Oktober 2008].
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
Lampiran 1. Data Potensi Hutan rakyat Bambu Desa Pertumbukan Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat (tahun 2008) No
Nama
Luas (Ha)
Jumlah rumpun bambu masak tebang 43
Jumlah bambu masak tebang (batang) 1736
Jumlah bambu permudaan (3 Petak Ukur) 7
1
Selamat
0,08
2
Arifin
0,08
41
1642
8
3
M. Yusuf
0,08
42
1364
17
4
Mahyudin
0,08
40
2174
5
5
Rifai
0,08
39
1678
3
6
Hamjah
0,12
56
1985
5
7
Mujir
0,24
42
2365
10
8
Bahrum
0,48
52
2191
10
9
Sadikul
0,40
50
2686
7
10
Aled
8,00
51
2464
11
11
H.Bahrin
1,00
49
2190
10
12
Abdulrahman
0,52
51
1948
13
13
M. Ruslan
0,16
76
3113
10
14
Norma
0,20
99
5004
14
15
Ansyari
0,24
112
5108
12
16
Sopyan
0,16
77
3425
9
Jumlah
11.92
920
41073
151
Sumber: Analisis data primer, tahun 2008 Banyaknya rumpun bambu dalam 1 ha =
920 = 77 rumpun/ha 11,92
Banyaknya jumlah batang bambu dalam 1 ha =
Banyaknya bambu permudaan dalam 1 ha =
41073 = 3446 batang/ha 11,92
151 =13 batang/ha 11,92
Jumlah batang tiap rumpun (KR) dalam 1 ha =
3446 = 45 batang/ha 77
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
Lampiran 2. Pendapatan Masyarakat Desa Pertumbukan Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat dari Sektor Bambu (tahun 2008) Sumber Penghasilan
Pengeluaran (biaya anyam, transportasi dan peralatan)
1
Selamat
14.400.000
Lain-lain (petani palawija, tanaman perkebunan, pedagang) 3.600.000
2
Arifin
18.360.000
6.000.000
--
18.360.000
24.360.000
3
M. Yusuf
20.160.000
5.400.000
--
20.160.000
25.560.000
4
Mahyudin
15.480.000
2.400.000
--
15.480.000
17.880.000
5
Rifai
15.480.000
4.800.000
--
15.480.000
20.280.000
6
Hamjah
24.840.000
3.000.000
--
24.840.000
27.840.000
7
Mujir
5.400.000
--
5.400.000
5.400.000
8
Bahrum
7.920.000
7.200.000
--
7.920.000
15.120.000
9
Sadikul
6.600.000
18.000.000
2.445.000
4.155.000
24.600.000
10
Aled
547.200.000
18.000.000
259.600.000
287.600.000
565.200.000
11
H. Bahrin
69.600.000
3.000.000
23.150.000
46.450.000
72.600.000
12
Abdulrahman
28.800.000
20.400.000
13.190.000
25.610.000
49.200.000
13
M. Ruslan
10.800.000
7.500.000
--
10.800.000
18.300.000
14
Norma
9.360.000
1.200.000
--
9.360.000
10.560.000
15
Ansyari
21.900.000
9.600.000
--
21.900.000
31.500.000
16
Sopyan
28.800.000
10.800.000
--
28.800.000
39.600.000
No
Nama
Produk Bambu (tepas)
--
Pendapatan bersih dari bambu (I)
Pendapatan total
--
14.400.000
18.000.000
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
Lampiran 3. Produksi Tepas Desa Pertumbukan Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat (tahun 2008). No.
Bambu Olahan (lembar) Nama Tepas kupas sisik
Tepas kodean
1
Selamat
--
360
2
Arifin
--
720
3
M. Yusuf
--
720
4
Mahyudin
--
360
5
Rifai
--
360
6
Hamjah
--
7
Mujir
--
360
8
Bahrum
360
--
9
Sadikul
--
300
10
Aled
11
H. Bahrin
12
1080
7.200
28.800
900
2100
Abdulrahman
--
1600
13
M. Ruslan
--
600
14
Norma
--
720
15
Ansyari
--
300
16
Sopyan
--
720
Total
8.460
39.100
Total produksi tepas seluruhnya adalah 47.560 lembar/tahun. Untuk membuat 1 lembar tepas diperlukan 6 batang bambu, maka produksi bambu yang dihasilkan sebesar 285.360 batang/tahun.
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
KUESIONER RESPONDEN/PETANI HUTAN RAKYAT
IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMASARAN PRODUK DARI HUTAN RAKYAT BAMBU DESA PERTUMBUKAN KECAMATAN WAMPU KABUPATEN LANGKAT PENGENALAN TEMPAT Dusun Desa
Pertumbukan
Kecamatan
Wampu
Kabupaten
Langkat
Propinsi
Sumatera Utara
No urut sampel
PETUGAS Enumerator Tanggal
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN MARET 2009
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
I. Identitas Responden 1.
Nama/Usia
:
2.
Jenis Kelamin :
3.
Suku
:
4.
Pendidikan
:
5.
Pekerjaan utama
6.
Pekerjaan sampingan :
7.
Jumlah anggota keluarga:
:
II. Data Umum Hutan Rakyat Bambu Yang Dikelola 1. Berapa luas total lahan yang Bapak miliki? .............................Ha (atau satuan lain seperti rante) 2. Berapa luas lahan yang digunakan untuk tanaman bambu ....................Ha 3. Penggunaan lahan yang lain: Penggunaan lahan
4.
Luas
Penggunaan lahan
Perumahan
Perkebunan
Sawah
Kosong
Ladang
Lainnya
Luas
Status lahan yang digunakan untuk hutan rakyat bambu a Lahan milik/pribadi
b. Lahan sewa
c. Lahan adat/marga
d. Lainnya 5. Apakah semua lahan yang Bapak miliki bersertifikat?
a. Ya
b. Tidak
6. Jika tidak bersertifikat, apa alasannya................................... 7. Jika
tidak
bersertifikat,
apa
bentuk
bukti
kepemilikan
lahannya?.................................................... 8. Sejak kapan tanaman bambu yang Bapak miliki dikembangkan (ditanam pertama kali) ...................... 9. Alasan mengembangkan hutan rakyat bambu Alasan
Urutan alasan
Alasan
Lahan milik sendiri
Supaya lahan subur/hijau lagi
Pasti akan memanen hasilnya
Supaya tidak terjadi longsor
Lahan masih luas
....
Supaya lahan tidak diambil orang
......
Urutan alasan
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
III. Kegiatan Silvikultur A. Persiapan lahan 1. Berapa lama waktu untuk mempersiapkan lahan? a. 1 bulan sebelum penanaman b. 2 Bulan Sebelum penanaman c. Lainnya …………………………………. 2. Berapa orang tenaga kerja yang dibutuhkan? ................................................orang 3. Apa jenis kegiatan dalam persiapan lahan dan berapa biayanya? Kegiatan
Biaya (Rp)
Kegiatan
Biaya (Rp)
4. Apa saja alat yang dibutuhkan dalam persiapan lahan? …………………………………… 5. Adakah aturan tradisional (adat) dalam persiapan lahan a. Ya
b. Tidak
6. Jika Ya, tolong jelaskan! ................................................................................................................................................ ................................................................................................................................................ ............................................................................................................................. B. Penanaman 1. Jenis tanaman bambu apa saja yang ditanami di lahan Bapak? Jenis tanaman
Banyaknya (btg)
Jenis tanaman
Banyaknya (btg)
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
2. Mengapa Saudara memilih menanam jenis bambu tersebut? a. Karena cukup menambah penghasilan, jelaskan! ........................... b. Karena bisa menjadi pelindung dari angin, jelaskan! .............................. c. Sebagai batas lahan, jelaskan! .............................. d. Guna perbaikan dan perlindungan lahan, jelaskan! .............................. e. Karena alasan adat/budaya, , jelaskan! .............................. f. lainnya …………………................................ 3. Bagaimana Bapak menanam bambu tersebut............ a. Tunas
b. Stek
c. Lainnya..................................
4. Berapa jarak tanam bambu tiap rumpunya yang Bapak tanam?.................................. 5. Apa jenis kegiatan dalam penanaman lahan dan berapa biayanya? Kegiatan
Biaya (Rp)
Kegiatan
Biaya (Rp)
C. Pemeliharaan 1. Kegiatan apa saja yang dilakukan dalam pemeliharaan bambu dan berapa biayanya? Kegiatan
Biaya (Rp)
Kegiatan
Biaya (Rp)
2. Berapa kali dilakukan penyiangan dalam 1 tahun? a. 1 kali
b.2 kali c. Lainnya................
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
3. Berapa kali tanaman dipupuk dalam setahun? a. 1 kali
b. 2 kali c. Lainnya …………………
4. Coba Bapak sebutkan hama dan penyakit yang menyerang tanaman: ……………., ………….., ………………, ………….. 5. Bagian mana saja tanaman yang diserang? a. Perakaran, batang, daun. b. Perakaran, cabang, ranting c. Lainnya ……………………………………………… 6. Bagaimana cara memberantas hama dan penyakit dilakukan? a. Menyemprot pestisida, fungisida, insectisida b. Melakukan pemusnahan pada tanamanan yang terkena penyakit. c. Lainnya ……………………………………………………………… ………………………………………………………………………….. 7. Coba jelaskan dampak kerugian yang diakibatkan hama dan penyakit? ………………………………………………………………………….. ………………………………………………………………………….. 8. Selain hama dan penyakit, apa saja yang lain yang menjadi ancaman tanaman? a. Penggembalaan liar, kebakaran, angin keras. b. Pencurian, tanah longsor, banjir c. Lainnya ………………………………………………
9. Coba jelaskan dampak kerugian yang disebabkan oleh beberapa ancaman diatas: ………………………………………………………………………….. Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
………………………………………………………………………….. 10. Bagaimana cara penanggulangan ancaman tersebut? ………………………………………………………………………….. ………………………………………………………………………….. 11. Apakah ada perlakukan khusus dalam pemeliharanan tanaman? Jika ada tolong jelaskan: ………………………………………………………………………….. ………………………………………………………………………….. D. Produksi dan Pemanenan. 1. Tujuan produksi utama dari tanaman hutan rakyat bambu yang dianam? a. Bambu bulat b. Kayu bakar
c. Rebung
d. Daun
f. Gabungan.......
e. Bambu olahan
2. Pemungutan produksi hasil hutan rakyat bambu Jenis Produksi Hasil Hutan dari Hutan Rakyat Bambu yang Dipungut Selama Satu Tahun
Rincian
Usia panen
Frekuensi panen
Satuan produksi
Banyaknya produksi
Dikonsumsi Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
Dijual
Harga/satuan produksi
Nilai Produksi Total
3. Kegiatan pemungutan produksi hasil hutan rakyat bambu dan biayanya Jenis Produksi Hasil Hutan Bambu yang Dipungut Selama Satu Tahun
Rincian biaya (Rp)
Biaya pemanenan
Upah pekerja
Biaya pemasaran
Biaya lainnya
Total Biaya
4. Bagaimana perubahan produksi utama dari hutan rakyat selama tiga tahun terkahir a. Menurun, jelaskan mengapa. ................................................ b. Sama saja, jelaskan mengapa .............................................. c. Meningkat, jelaskan mengapa .............................................
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
5. Jika terjadi penurunan produksi, tindakan apa yang dilakukan agar produksi meningkat kembali, Jelaskan............................................................................................................. 6. Bagaimana sistem pemanenan bambu dari hutan rakyat dilakukan? a. Sistem tebang habis b. Sistem tebang pilih
c. lainnya ……………………
7. Adakah peraturan/kebijakan pemerintah (setempat) dalam pengembangan hutan rakyat bambu (seperti IPKTM = Ijin Pemanfaatan Kayu pada Tanah Milik) ? a. Ya
b. Tidak
8. Siapa yang mengeluarkan ijin tersebut? ................................................................................ 9. Apakah Saudara punya izin tersebut? a. Tidak
b. Ya
10. Jika Tidak, mengapa? ................................................................................................................................ 11. Jika Ya, mengapa ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... .................................... ....... 12. Bagaimana prosedur yang dilakukan dalam pembuatan izin tersebut, jelaskan? ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... .................................................. 13. Apakah harus membayar dalam mendapatkan ijin tersebut a. Ya
b. Tidak
14. Jika "Ya", berapa biaya yang dikeluarkan untuk pengurusan ijin tersebut? Rp................................ 15. Apakah ada aturan adat dalam pemanfaatan produksi hasil hutan rakyat bambu? a. Ya
b. Tidak
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
16. Jika "Ya", apakah peraturan tersebut masih dipatuhi, jelaskan? ........................................................................................................................................... ..................................................................................................... 17. Bagaimana isi peraturan tersebut? ........................................................................................................................................... .................................................................................................................................... E. Metode Penjualan (pemasaran) Hasil Produksi Hutan Rakyat Bambu 1. Adakah aturan pemerintah dalam penjualan hasil bambu (bambu bulat dan hasil olahan bambu), seperti Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) kayu? A. Ya
b. Tidak
2. Jika "Ya" Siapa yang mengeluarkan izin tersebut? ........................................................................................................................ 3. Apakah harus membayar untuk surat (ijin) tersebut a. Ya
b. Tidak
4. Jika "Ya", berapa biaya yang dikeluarkan untuk pengurusan surat (ijin) tersebut? Rp................................ 5. Bagaimana prosedur yang dilakukan dalam pembuatan izin tersebut, jelaskan? ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ....................................................................... 6. Bambu tersebut bapak olah menjadi produk apa saja? ................................................................................................................................................ ........................................................................................................ 7. Produk tersebut selanjutnya akan di jual atau digunakan sendiri? ................................................................................................................................................ ....................................................................................................................................... 8. Jika produk tersebut di jual, berapa harga jualnya setiap produknya Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
............................................................................................................................................ ............................................................................................................................................... 9. Bagaimana sistem penjualan hasil dilakukan? Komoditi
Tempat Jual
Asal Pembeli
Bentuk jenis
Status
tranksaksi
Pembeli
(A/B/C/D)
(a/b/c/d)
(1/2/3)
(1) / (2)
(A/B/C/D)
(a/b/c/d)
(1/2/3)
(1) / (2)
(A/B/C/D)
(a/b/c/d)
(1/2/3)
(1) / (2)
(A/B/C/D)
(a/b/c/d)
(1/2/3)
(1) / (2)
(A/B/C/D)
(a/b/c/d)
(1/2/3)
(1) / (2)
(A/B/C/D)
(a/b/c/d)
(1/2/3)
(1) / (2)
(A/B/C/D)
(a/b/c/d)
(1/2/3)
(1) / (2)
(A/B/C/D)
(a/b/c/d)
(1/2/3)
(1) / (2)
Keterangan
... Keterangan : A
:
Rumah
a
:
Satu Desa
1
:
Uang Muka
B
:
Pasar
b
:
Satu Kecamatan
2
:
Tunai
C
:
Koperasi
c
:
Satu Kabupaten
3
:
Tidak Tunai
D
:
Lainnya
d
:
Luar Kabupaten
(1)
:
Konsumen Langsung
(2)
:
Pedagang
IV. Kelompok Tani Hutan (KTH) 1. Apakah ada KTH di desa ini? 2. Apakah Bapak menjadi anggota KTH tersebut Ya, jelaskan ....................... Tidak, jelaskan ................. 3. Kapan KTH tersebut dibentuk 4. Apakah KTH tersebut masih berfungsi? Ya, jelaskan .................................. Tidak, jelaskan ............................. 5. Apakah KTH mempunyai rencana pengelolaan hutan rakyat bambu Ya, jelaskan .................................. Tidak, jelaskan ............................. Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
V. Permasalahan dan Penyelesaiannya 1. Apa yang menjadi kendala dalam pengelolaan hutan rakyat bambu, jelaskan? .......................... ........................... .......................... ......................... ........................... .......................... 2. Apa solusi yang dilakukan dari permasalahan di atas, jelaskan? .......................... ........................... .......................... ......................... ........................... .......................... VI.
SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DI LUAR PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT BAMBU
No.
Nama
Sumber Penghasilan Bambu
Bambu Olahan
Pendapatan Non-Bambu
Bulat Gaji
pengeluaran
Jumlah
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.
VII.
CATATAN
Sigit Prasetyo : Identifikasi Potensi Dan Pemasaran Produk Dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat), 2010.