IDENTIFIKASI POTENSI KAWASAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA TANAMAN BAMBU DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL (STUDI KASUS DI KECAMATAN PLAYEN) SKRIPSI
Oleh: Aris Tata Fauzi 20100210022 Program Studi Agroteknologi
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA 2016
ii
IDENTIFIKASI POTENSI KAWASAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA TANAMAN BAMBU DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL (STUDI KASUS DI KECAMATAN PLAYEN)
Diajukan kepada Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta untuk memenuhi salah satu persyaratan guna memperoleh Drajat Sarjana Pertanian
Oleh: Aris Tata Fauzi 20100210022 Program Studi Agroteknologi
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA 2016
ii
Sekripsi yang berjudul IDENTIFIKASI POTENSI KAWASAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA TANAMAN BAMBU DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( STUDI KASUS DI KECAMATAN PLAYEN )
Yang dipersiapkan dan disusun oleh: Aris Tata Fauzi 20100210022 Program Studi Agroteknologi Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal 23 Agustus 2016 Skripsi telah diterima sebagai syarat yang diperlukan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian
Pembimbing Utama
Anggota Penguji
Dr. Ir. Gunawan Budiyanto, M.P NIP. 196011201989031001
Dr. Ir. Indira Prabasari, M.P. NIP. 19680820 199203 2 018
Pembimbing Pendamping
Lis Noer Aini, S.P, M.Si NIK. 19730724 200004 133 051
Yogyakarta,
September 2016 Dekan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Ir. Sarjiyah, MS NIP. 19610918.199103.2.001 iii
PERNYATAAN Dengan ini saya mengatakan : 1. Karya tulis saya, skripsi ini, adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik, baik di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta maupun di perguruan tinggi lainnya. 2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan dan penilaian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing. 3. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan dan penilaian saya setelah mendapatkan arahan dan saran dari Tim Pembimbing. Oleh karena itu, saya menyetujui pemanfaatan karya tulis ini dalam berbagai forum ilmiah, maupun pengembangannya dalam bentuk karya ilimiah lain oleh Tim Pembimbing 4. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis sengaja dengan jelas dicantumkan dalam daftar pustaka. 5. Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah saya peroleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku diperguruan tinggi ini.
Yogyakarta, September 2016 Yang membuat pernyataan ini
Aris Tata Fauzi 20100210222 iv
MOTTO ‘’Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain) dan hanya kepada tuhanmulah engkau berharap.‘’ (QS. Al-Insyirah, 6-8)
v
PERSEMBAHAN
Segala puji bagi Allah SWT tidak ada sesembahan selain DIA yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancer sebagaimana mestinya. Shalat serta salam selalu tercurah kepada Nabi kita Muhammad SAW, untuk keluarga, para sahabat, dan seluruh pengikutnya hingga hari kiamat. Skripsi yang berjudul “Identifikasi Potensi Kawasan Pengembangan Budidaya Tanaman Bambu Di Kabupaten Gunung Kidul (Studi Kasus Di Kecamatan Playen)” disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh derajar Sarjana
Pertanian
pada
Fakultas
Pertanian
Universitas
Muhammadiyah
Yogyakarta. Dari awal hingga terselesaikannya skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karenanya, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada: 1. Allah SWT, atas nikmat dan karuniaNya atas pinjaman segala pasilitas kehidupan. 2. Nabi Muhammad SAW, yang cintaNya senantiasa menaburi di setiap langkah kehidupan dapat di rasakan. 3. Para malaikat Allah di segala penjuru bumi 4. Bapak Aa Rukman dan Ibu Poniati kasih sayangmu tak pernah tergantikan 5. Aprilia
Wiharjanti,
istriku
terimakasih
atas
dukungan
dan
kasihsayanya 6. Aliando Dico Tsaqib, anakku yang aku banggakan 7. Arif Kamil Ansori, Nando Akbar Iskandar, Isnarti, Sujilah Intan Kurnia, Aki, Nini, Mamang, Bibi, Pak’de dan Bu’de.
vi
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb Pujisyukur atas kenikmatan dan kesempatan yang selalu di berikan oleh allah SWT serta atas kehadirat-Nya ditengah-tengah perjalanan hidup hamba-Nya. Shalawat serta salam tetap tercurah kepata nabi muhammad SAW yang cintanya setia ber pendar-pendar sehingga terciptalah kedamaian sebagai mana yang telah diajarkanya. Atas nikmat yang diberikan oleh allah SWT penulis dapat menyelesaikan penulisan sekripsi dengan judul ‘’Identifikasi Potensi Kawasan Pengembangan Budidaya Tanaman Bambu di Kabupaten Gunungkidul ( Studi Kasus di Kecamatan Playen )’’, guna memenuhi syarat memperoleh gelar
sarjana
jurusan
Agroteknologi,
Fakultas
Pertanian,
Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta. Pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terimakasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. H. Bambang Cipto, MA. Selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 2. Ibu Ir. Sarjiyah M.Si, selaku Dekan Fakultas Pertanian 3. Ibu Dr. Innaka Ageng Rineksane SP, M.Si selaku Ketua Kaprodi Jurusan Agroteknologi 4. Bapak Dr. Ir. Gunawan Budiyanto, M.P selaku dosen pembimbing utama, yang telah memberikan kepercayaan, pengetahuan, masukan dan bimbingan dengan penuh kesabaran serta mengajarkan banyak haldalam penyusunan skripsi ini. 5. Ibu Lis Noer Aini, S.P, M.Si selaku pembimbing pendamping yang dengan sabar memberikan bimbingan, masukan dan dukungan dalam penyusunan skripsi ini. 6. Ibu Dr. Ir. Indira Prabasari, M.P. selaku dosen Penguji Skripsi 7. Bpk Yuliantoro trimakasih atas bantuanya menganalisis sampel untuk penelitian saya
vii
8. Seluruh dosen Agroteknologi yang senantiasa menemani selama saya belajar 9. Bapak Wawan dan pak Broo Haryanto serta seluruh staf TU Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 10. Bapeda Kabupaten Gunungkidul 11. Bapak Suyanto, S. IP selaku Bapak Camat di Kecamatan Playen 12. Sebagian warga di Kecamatan Playen yang telah memberikan segumpal tanahnya untuk diambil sebagai bahan untuk penelitian 13. Teman seperjuangan penelitian Dwi Yuda Lian Saputra 14. Teman seangkatan wisuda M. jamaludin Malik, Aditya Puspa Mahardika V dan Sapto Nugroho N 15. Teman-teman kontrakan Sidoarum, Adit Kucrit, Aim, Ardhi Codot, Bekti Jo, Cak Sodiq, Dian Kekwo. SP, Djamul, Faizal Icot, Lian Ihiirr, Yasfi Bro, Widhi Mbah Nggot dan segenap Fasilitasnya. 16. Teman satu angkatan 2010 Agroteknologi 17. Teman kost Rofik, Arista, Arif dan Alfin Penulis menyadari
bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat
banyak kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu saran yang membangun sangat penulis harapkan, semoga persembahan kecil ini dafat memberikan manfaat. Amiin Yaa Robbal ‘Alamin.
Yogyakarta, September 2016 Penulis
Aris Tata Fauzi
viii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ................................................................................................vii DAFTAR ISI................................................................................................................ix DAFTAR TABEL........................................................................................................xi DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................xii INTISARI...................................................................................................................xiii ABSTRACT.................................................................................................................xiv I.
PENDAHULUAN ................................................................................................. 1 A. Latar Belakang ................................................................................................... 1 B. Perumusan Masalah ........................................................................................... 3 C. Tujuan Penelitian ............................................................................................... 3 D. Manfaat Penelitian ............................................................................................. 3 E. Batasan Studi...................................................................................................... 4 F.
Kerangka Pikir Penelitian .................................................................................. 5
II. Tinjauan Pustaka.................................................................................................... 7 A. Bambu (Bambusa Sp)......................................................................................... 7 B. Jenis-Jenis Tanaman Bambu ............................................................................ 10 C. Karakteristik lahan Tanaman Bambu............................................................... 12 D. Karakteristik lahan Penduga ............................................................................ 16 E. Budidaya tanamana bambu .............................................................................. 20 III. Karakteristik Wilayah Studi................................................................................. 25 A. Letak Geografis................................................................................................ 25 B. Kondisi Iklim ................................................................................................... 26 C. Kondisi Sosial Ekonomi................................................................................... 27 IV. Tata Cara Penelitian............................................................................................. 30 A. Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................................... 30 B. Metode Penelitian dan Analisis Data ............................................................... 30 C. Jenis Data ......................................................................................................... 33 D. Luaran Penelitian ............................................................................................. 35 V. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 36
ix
A. Karakteristik Fisiografi Kecamatan Playen ..................................................... 36 B. Analisis Kesesuaian Budidaya Tanaman Bambu............................................. 42 C. Potensi Kawasan untuk Pengembangan Bambu .............................................. 53 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 55 a.
Kesimpulan ...................................................................................................... 55
b.
Saran................................................................................................................. 55
Daftar Pustaka ............................................................................................................. 56
x
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Karakteristik Jenis Tanah Untuk Bambu .................................................. 9 Tabel 2. Jenis-jenis Tanaman Bambu yang Tersebar di Pulau Jawa .................... 11 Tabel 3. Struktur dan tekstur tanah latosol dan laterit .......................................... 15 Tabel 4. Karakteristik Lahan Bambu .................................................................... 17 Tabel 5. Karakteristik Lahan Penduga .................................................................. 19 Tabel 6. Jenis dan dosis pupuk tanaman bambu secara umum ............................. 22 Tabel 7. Letak Geografis dan Kemiringan Lahan setiap Desa.............................. 26 Tabel 8. Curah rata-rata tahunan selama tiga puluh (30) tahun .......................... 27 Tabel 9. Luas Desa di Kecamatan Playen menurut Desa...................................... 27 Tabel 10. pekerjaan masyarakat Kecamatan Playen ............................................. 28 Tabel 11. Pendidikan masyarakat kecamatan Playen ........................................... 29 Tabel 12. Jenis data penelitian .............................................................................. 34 Tabel 13. Letak Geografis dan Kemiringan Lahan 4 (empat) Desa ..................... 37 Tabel 14. Luas Desa di Kecamatan Playen menurut Desa.................................... 37 Tabel 15. Curah Hujan di Kecamatan Playen ....................................................... 38 Tabel 16. Kandungan Hara Tersedia di Kecamatan Playen per Desa................... 49
xi
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian...................................................................... 5 Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian ......................................................................... 25 Gambar 3. Karakteristik wilayah Kecamatan Playen ........................................... 36 Gambar 4. Jenis Tanaman Bambu ........................................................................ 39 Gambar 5. Keadaan Wilayah Per Desa ................................................................ 43 Gambar 6. Pengukuran kedalaman Tanah ............................................................ 47
xii
INTISARI Sebuah penelitian dengan judul ‘‘Identifikasi Potensi Kawasan Pengembangan Tanaman Bambu di Kabupaten Gunungkidul’’ dilaksanakan di Kecamatan Playen dari bulan Febuari sampai dengan Mei 2016. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi budidaya tanaman bambu di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul. Penelitian ini dilaksanakan menggunakan metode observasi melalui pengumpulan data primer dan sekunder. Data primer didapatkan melaluiteknik wawancara dan analisis sampel tanah untuk mengetahui karakteristi tanah. Sedangkan data sekunder didapatkan dari hasil penelaahan pustaka dan pencuplikan data dari instansi terkait. Hasil penelitian menunjukan bahwa Kecamatan Playen memiliki potensi kesuburan yang memadai bagi upaya pengembangan budidaya tanaman bambu. Kata kunci : Potensi kawasan, Pengembangan Tanaman Bambu, Kecamatan Playen
xiii
ABSTRACT A research entitled ‘‘Identification of Potencies of Plant Bamboo Development Zone in Gunungkidul’’ Was heldin the Sub-district of Playen from Febuary up to May 2016. This study aims to assess the potential for the cultivation of bamboo in the district of Playen, Gunungkidul. This research was was conducted using the observation method through primary and secondary data collection. The primary data obtained through primary and analysis of soil samples in determining soil characteristics. While scondary data obtained frm a review of the literature and relevant agencies The results showed that the Sub-district of Playen had potency of adequate fertility for the development of bamboo cultivation. Keywords : Potency of Zone, development of bamboo cultivation, district of Playen Gnungkidul.
xiv
xv
I.
PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Bambu merupakan kelompok hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang potensial dapat mensubstitusi penggunaan kayu. Dalam rangka menunjang industri berbasis bahan baku bambu, diperlukan tegakan-tegakan rumpun dengan produktivitas dan kualitas yang lestari (Sutiyono, 2002). Banyak manfaat yang didapatkan dengan adanya pengembangan tanaman bambu. Selain untuk mengatasi lahan kritis, budidaya juga untuk memenuhi bahan baku industri kerajinan tangan berbahan dasar anyaman. Dari data yang dimiliki Dinas Kehutanan dan Perkebunan Gunungkidul, permintaan kerajinan bambu ke luar negeri mencapai 2.000 kontainer, tetapi bambu dapat dipenuhi sebanyak 730 kontainer. Menurut Bambang Wisnu Broto (2015), prospek bambu sangat bagus, sehingga dimasukkan dalam budidaya di Gunungkidul. Budidaya ini dilakukan karena Gunungkidul masih kekurangan bambu untuk bahan anyaman. Dari luas lahan yang ada, baru bisa memasok 30% saja, sedang kekurangan tersebut para pengrajin banyak mendatangkan bahan baku dari luar daerah. Dalam pertumbuhannya. Tanaman bambu tentunya tidak terlepas dari pengaruh kondisi lingkungan tempat tumbuh, pola tanam dan teknik pemeliharaan yang memadai. Dengan demikian, faktor lingkungan penting untuk diketahui agar dapat berproduksi secara optimal. Peningkatan penggunaan beberapa jenis bambu menyebabkan tanaman bambu rakyat tereksploitasi secara tidak terkendali tanpa diimbangi dengan tindakan pembudidayaan (Kementrian Perdagangan, 2011). 1
2
Menyatakan bahwa salah satu bentuk penurunan, pengrusakan dan pemusnahan ragam hayati adalah pemanenan tanpa upaya budidaya, penebangan dan mengintroduksi jenis baru. Belum membudayanya usaha pelestarian terhadap bambu disebabkan tegakan-tegakan bambu yang umumnya hidup pada lahanlahan rakyat nampaknya masih dianggap cukup. Selain itu, informasi dan pengetahuan tentang budidaya jenis-jenis bambu masih sangat kurang, demikian pula pengenalan terhadap jenis-jenis bambu yang ada di Indonesia serta pemanfaatannya. Untuk itu diperlukan suatu sarana pengembangan tanaman bambu khususnya pada jenis-jenis yang umumnya telah digunakan maupun yang belum dikenal oleh masyarakat namun mempunyai banyak manfaat. Kecamatan Playen merupakan salah satu kawasan yang membutuhkan bambu untuk digunakan sebagai bahan baku kerajinan tangan maupun bahan bangunan pembuatan kandang, namun masih kekurangan pasokan bambu. Selain itu Kecamatan Playen merupakan sentra tempat Pabrik bambu di Kabupaten Gunungkidul. Di sisi lain, sebagian wilayah di Kecamatan Playen merupakan daerah lereng yang mempunyai potensi terjadinya erosi, sehingga dengan adanya pengembangan budidaya tanaman bambu dapat mencegah terjadinya erosi. Saat ini Pasokan bahan baku bambu banyak didatangkan dari Madiun, Sleman, Magelang hingga Pacitan bahkan untuk jenis wulung satu truk bambu, perajin merogoh kocek hingga Rp 20 juta, Kalau dilihat dari sisi bisnis, bambu memiliki prospek yang sangat bagus. Adapun manfaat lainnya, tanaman ini juga bisa digunakan sebagai tanaman konsevasi mencegah terjadinya banjir.
3
B. Perumusan Masalah Kabupaten Gunungkidul masih kekurangan pasokan bambu sebagai bahan baku anyaman sekitar 1.270 kontainer. Bahkan dari luas lahan yang ada saat ini Kabupaten Gunungkidul baru bisa memasok sekitar 30% saja, sedangkan kekurangan tersebut masih mendatangkan dari luar daerah. Maka perlu dilakukan ekspansi budidaya di tempat lain. Berdasarkan hasil observasi di Kecamatan Playen, wilayah tesebut banyak memiliki berbagai potensi sumberdaya alam untuk budidaya tanaman bambu, namun potensi yang ada belum termanfaatkan dengan baik, maka diperlukan upaya untuk mengidentifikasi potensi kawasan untuk budidaya tanaman bambu di Gunungkidul (Studi Kasus di Kecamatan Playen). C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi potensi kawasan pengembangan budidaya tanaman bambu di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul. D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah dapat menjadi acuan untuk mengetahui areal kawasan yang potensial untuk pengembangan budidaya tanaman bambu di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul. Potensi produksi tanaman bambu diharapkan dapat mengatasi kebutuhan pasar dan menjadi tanaman konservasi yang dapat dipenuhi dengan baik
4
E. Batasan Studi Penelitian ini dilakukan di daerah Gunungkidul. Obyek penelitian yang diambil yaitu kawasan kebun bambu para penduduk yang ada di daerah Gunungkidul Kecamatan Playen.
5
F. Kerangka Pikir Penelitian Pelaksanaan penelitian ini menggunakan kerangka pikir sebagai berikut: Pengembangan tanaman bambu di Kabupaten Gunungkidul (Studi Kasus di Kecamatan Playen)
Karakterisasi Fisiografi
Analisis Kondisi Fisiografi Wilayah
Kawasan pengembangan Tanaman Bambu di Kec. Playen
Persyaratan tumbuh Tanaman Bambu
Analisis Sampel Tanah
Karakteristik Lahan
Potensi Kawasan untuk Budidaya Tanaman Bambu Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian Kecocokkan suatu lahan dipengaruhi oleh beberapa sifat tanah, diantaranya sifat fisik, sifat kimia, tofografi serta ketingian tempat. Untuk mengetahui kecocokkan atau kesesuaian lahan untuk tanaman bambu harus
6
dikeahui syarat tumbuh tanaman bambu terlebih dulu, persyaratan tersebut terdiri dari jenis tanah, pH, ketinggian tempat, iklim dan topografi. Dalam melakukan budidaya tanaman bambu langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan kawasan untuk tempat pengembangan budidaya tanaman bambu. pemilihan kawasan pengembangan tanaman bambu dilakukan di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul. Setelah menentukan kawasan budidaya bambu kemudian dilakuan tiga tahapan pendekatan untuk mendapatkan informasi pada kawasan pengembangan bambu. Pertama karakteristik fisografi khususnya di wilayah Kecamatan Playen. Setelah didapatkan data karakteristik fisiografi kemudian dilakukan analisi tentang kondisi fisiografi di wilayah kecamatan Playen. Selanjutnya tahapan pendekatan kedua yaitu melakukan analisis sampel tanah dengan cara mengambil sampel tanah di Kecamatan Playen. Selanjutnya yang ketiga mencari data dari literatur untuk syarat tumbuh tanaman bambu. Kemudian setelah terkumpul semua data dari hasil analisi di lapangan dapat di ketahui karakteristik lahan yang ada di Kecamatan Playen. Setelah diketahui karakteristiknya lahan, kemudian di sesuaikan dengan kebutuhan syarat tumbuh tanaman bambu pada literatur, jika kondisi karakteristik lahan di kawasan tersebut sesuai dengan kebutuhan syarat tumbuh pada tanaman bambu, maka kawasan tersebut berpotensi untuk pengembangan budidaya tanaman bambu. Sebagai mana yang terdapat pada Gambar 1. kerangka pikir diatas.
II.
TINJAUAN PUSTAKA A. Bambu (Bambusa Sp)
Bambu tergolong keluarga Gramineae (rumput-rumputan) disebut juga Giant Grass (rumput raksasa), berumpun dan terdiri dari sejumlah batang (buluh) yang tumbuh secara bertahap, dari mulai rebung, batang muda dan sudah dewasa pada umur 3-4 tahun. Batang bambu berbentuk silindris, berbuku-buku, beruasruas berongga, berdinding keras, pada setiap buku terdapat mata tunas atau cabang (Otjo dan Atmadja, 2006). Salah satu jenis bambu yang sudah banyak dikenal dan sering dimanfaatkan oleh masyarakat adalah bambu tali atau bambu apus. Bambu ini termasuk dalam genus Gigantochloa, Berikut ini urutan klasifikasi bambu tersebut. Devisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Klas
: Monocotiledonae
Ordo
: Graminales
Famili
: Gramineae
Subfamili
: Bambusoideae
Genus
: Gigantochloa (Bl. Ex Schult.) Kurz (Berlin, N. V. A., dan Estu Rahayu 1995).
Spesies
: Bambu sp
7
8
Tanaman bambu yang sering kita kenal umumnya berbentuk rumpun. Padahal dapat pula bambu tumbuh sebagai batang soliter atau perdu. Tanaman bambu yang tumbuh subur di Indonesia merupakan tanaman bambu yang simpodial, yaitu batang-batangnya cenderung mengumpul didalam rumpun karena percabangan rhizomnya di dalam tanah cenderung mengumpul (Agus, dkk., 2006). Batang bambu yang lebih tua berada ditengah rumpun, sehingga kurang menguntungkan dalam proses penebangannya. Arah pertumbuhan biasanya tegak, kadang-kadang memanjat dan batangnya mengayu. Tanaman ini dapat mencapai umur panjang dan biasanya mati tanpa berbunga (Berlin, N. V. A., dan Estu Rahayu 1995). Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bambu antara lain: 1. Tanah Semua jenis tanah dapat ditumbuhi bambu kecuali tanah-tanah yang terdapat dekat pantai. Jenis-jenis tanah yang ditumbuhi pusat bambu adalah jenis tanah asosiasi latosol merah, latosol merah keckelatan dan laterit. Jenis tanah latosol ckelat kemerahan dan jenis tanah asosiasi latosol dan regosol untuk daerah bogor (Sutiyono, dkk. 1996). Tanaman bambu dapat tumbuh pada tanah yang bereaksi masam dengan pH 3,5 dan kondisi optimalnya tanah yang memiliki pH 5,0 sampai 6,5. Karakteristik jenis tanah untuk pengembangan tanaman bambu dapat dilihat pada tabel berikui ini.
9
Tabel 1. Karakteristik Jenis Tanah Untuk Bambu No. Jenis tanah Tekstur tanah Asosiasi latosol merah Lempung sapai 1. liat Latosol merah keckelatan Lempung sapai 2. liat Laterit Beranekaragam 3. dan umumnya berpasir Latosol ckelat kemerahan Lempung 4.
Struktur tanah Remah sampai mengumpal Remah sampai mengumpal Gumpal konsistensi lekat
gumpal berselaput lempung, berciri plintip dan lapisan sesquiosiid.
Sumber : Sutiyono dkk., 1996. 2. Lahan Topografi Bambu tumbuh mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi 100 – 2.200 m di atas permukaan laut. Tidak semua jenis bambu dapat tumbuh dengan baik di tempat yang tinggi. Namun, pada tempat-tempat yang lembab atau yang kondisi curah hujannya tinggi dapat mencapai pertumbuhan terbaik, seperti di tepi sungai, di tebing-tebing yang curam. (Sutiyono dkk., 1996). Pada tempat-tempat yang disenangi, umur tanaman 4 tahun perumpunan sudah dapat terjadi secara normal, yang mana jumlah rumpun sudah mencapai 30 batang dengan diameter ratarata di atas 7 cm. Bentuk topografi lahan pengembangan bambu secara umum dapat dibagi 3 macam: berombak, bergelombang dan bergunung. Satuan topografi berombak mempunyai kemiringan 3%–8%, bergelombang 9%–15% dan bergunung > 30%.
10
3. Ketinggian tempat Tanaman bambu bisa dijumpai dari daerah rendah sampai dataran tinggi, dari pegunungan berbukit-bukit dengan kelerengan curam sampai landai (Sastrapradja 1977). Menurut (Departemen Kehutanan, 1992). Tanaman bambu dapat tumbuh dengan baik pada dataran rendah maupun dataran tinggi yaitu antara Ketinggian tempat, 0 – 2.000 m. dpl. 4. Iklim Faktor iklim yang berpengaruh terhadap kemampuan tumbuh bambu adalah curah hujan dan kelembaban udara. Ketiga hal tersebut saling terkait satu sama lain. (Huberman, 1959) diacu dalam (Sutiyono, dkk.,1996) menyebutkan suhu udara yang cocok untuk pertumbuhan bambu berkisar 8,8 0C–36 0C, curah hujan minimal 1.020 mm/tahun, dan kelembaban udara minimal 80 %.3. Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, di Indonesia tumbuhan bambu dapat tumbuh pada berbagai tipe iklim mulai dari tipe iklim A, B, C, D, sampai E, atau dari tipe iklim basah sampai kering. Makin basah tipe iklimnya, makin banyak jumlah jenis bambunya (Sutiyono, dkk., 1996). B. Jenis-Jenis Tanaman Bambu Tanaman bambu dimasukkan ke dalam subfamily bambusoideae. Dalam klasifikasi selanjutnya bambu terdiri dari beberapa marga atau genus dan setiap marga mempunyai beberapa jenis atau spesies (Berlin, N. V. A., dan Estu Rahayu 1995). Di seluruh dunia terdapat 75 genus dan 1.500 spesies bambu. Di Indonesia sendiri dikenal ada 10 genus bambu, antara lain Arundinaria, Bambusa,
11
Dendrocalamus, Dinochloa, Gigantochloa, Melocanna, Nastus, Phyllostachys, Schizostachyum dan Thyrsostachys. Diperkirakan terdapat sedikitnya 159 jenis bambu di Indonesia yang 88 diantaranya merupakan spesies endemik Indonesia. jenis (spesies) bambu yang ditemukan tumbuh di pulau jawa, dapat disajikan dalam Tabel berikut ini. Tabel 2. Jenis-jenis Tanaman Bambu yang Tersebar di Pulau Jawa No
Nama Jenis
Nama Lokal
1 2 3 4 5 6 7
Arundinaria japonica Sieb & Zuc ex Stend Bambusa arundinacea (Retz.) Wild. Bambusa balcooa Roxb. Bambusa blumeana Bl. ex Schul. f. Bambusa glaucescens (Wild) Sieb ex Munro. Bambusa horsfieldii Munro. Bambusa multiplex
8 9 10 11
Bambusa polymorpha Munro. Bambusa tulda Munro. Bambusa tuldoides Bambusa vulgaris Schard.
12 13 14 15 16 17 20 21 22 23
Dendrocalamus asper Dendrocalamus giganteus Munro. Dendrocalamus strictur (Roxb) Ness. Dinochloa scandens Gigantochloa apus Kurz. Gigantochloa atroviolacea Gigantochloa atter Gigantochloa hasskarliana Gigantochloa kuring Gigantochloa manggong Widjaja.
24 25 26 27
Gigantochloa nigrocillata Kurz Gigantochloa psedoarundinaceae Gigantochloa robusta Kurz. Gigantochloa verticillata
Bambu Jepang Pring Ori Bambu Duri Bambu pagar Bambu embong Bambu Cendani, Mrengenani Haur hejo Pring kuning, Awi ampel Bambu petung Bambu Sembilan Bambu batu Kadalan Bambu apus, tali Bambu hitam Bambu ater Buluh lengka tali Awi belang Bambu manggong Bambu terung Bambu andong Bambu mayan Bambu Hitam
Sumber : Widjaja, E.A. 2001.
Daerah Ditemukan Jawa Jawa Jawa Jawa Jawa Jawa Jawa Jawa Jawa Jawa Jawa Jawa Jawa Jawa Jawa Jawa Jawa Jawa Jawa Jawa Jawa Jawa Jawa Jawa Jawa
12
C. Karakteristik lahan Tanaman Bambu Lahan yang akan ditanami bambu dapat di lahan kering yang tidak pernah tergenang air atau lahan basah yaitu tanah-tanah yang sering atau sesekali tergenang air. Jenis-jenis yang harus di lahan kering adalah dari kelompok Dendrocalamus dan Gigantochloa seperti bambu petung (D. asper), bambu apus (G. apus), bambu legi (G. atter), dan bambu surat (G. pseudoarundinacae). Sedangkan jenis-jenis bambu yang dapat ditanam di lahan basah adalah kelompok Bambusa seperti bambu ampel gading (B. vulgaris v. striata), bambu ampel hijau (B. vulgaris v. vitata) dan bambu ori (B. blumeana). Kelompok Bambusa selain dapat di tanam di lahan basah juga dapat ditanam di lahan kering. Pemilihan jenis bambu dan lahan yang akan ditanami sangat tergantung dari jenis produk yang akan dihasilkan karena berkenaan kesesuaian jenis bahan baku bambu yang dibutuhkan. a. Topografi Bambu tumbuh mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi 100 – 2.200 m di atas permukaan laut. Walaupun demikian, tidak semua jenis bambu dapat tumbuh dengan baik di tempat yang tinggi. Namun, pada tempat-tempat yang lembab atau yang kondisi curah hujannya tinggi dapat mencapai pertumbuhan terbaik, seperti di tepi sungai, di tebing-tebing yang curam. Pada tempat-tempat yang disenangi, umur tanaman 4 tahun perumpunan sudah dapat terjadi secara normal, yang mana jumlah rumpun sudah dapat mencapai 30 batang dengan diameter rata-rata di atas 7 cm. Bentuk topografi lahan pengembangan
13
bambu secara umum dapat dibagi 3 macam: berombak, bergelombang dan bergunung. Satuan topografi berombak mempunyai kemiringan 3%–8%, bergelombang 9%–15% dan bergunung > 30%. b. Ketinggian Tempat Tanaman bambu dapat tumbuh dengan baik pada dataran rendah maupun dataran tinggi yaitu antara ketinggian tempat, 0 – 2.000 m. dpl (Depatemen Kehutanan, 1992). Bahkan jenis –jenis yang berbatang kecil dijumpai tumbuh pada ketinggian antara 2.000-3.750 m dari permukaan laut. Pada ketinggian 3.750 m dari atas permukaan laut, habitusnya berbentuk rumput. c. Tanah Bambu dapat tumbuh baik pada semua jenis tanah terutama jenis tanah asosiasi latosol cokelat dengan regosol kelabu. pH tanah yang dikehendaki antara 5,6 – 6,5. Semua jenis tanah dapat ditumbuhi bambu kecuali tanah-tanah yang terdapat dekat pantai. Jenis-jenis tanah yang ditumbuhi pusat bambu adalah jenis tanah asosiasi latosol merah, latosol merah keckelatan, dan laterit, jenis tanah latosol ckelat kemerahan dan jenis tanah asosiasi latosol dan regosol untuk daerah bogor (Sutiyono, dkk., 1996). Latosol merupakan suatu jenis tanah yang terbentuk pada daerah yang bercurah hujan sekitar 2.000 sampai 4.000 mm tiap tahun, bulan kering lebih kecil tiga bulan dan tipe iklim A, B (Schmidt/Ferguson). Di Indonesia Latosol umumnya terdapat pada bahan induk volkan baik berupa tupan volkan maupun batuan beku di daerah tropika basah, tersebar pada daerah-daerah dengan
14
ketinggian antara 10 – 1.000 meter dengan curah hujan antara 2.000 – 7.000 mm per tahun dan bulan kering < 3 bulan, dijumpai pada topografi berombak hingga bergunung, dengan vegetasi utama adalah hutan tropika lebat (Goeswono Soepardi, 1983). Menurut (Buringh, P. 1970) Latosol terbentuk oleh proses feralisasi dan latosolisasi. Proses ini meliputi : 1.
Pelapukan yang intensif secara kontinu dan proses hidrolisis silika.
2.
Pencucian
basa-basa
dan
silika
yang
mengakibatkan
tertimbunnya
seskuioksida secara relatif pada horison B. 3.
Pembentukan mineral liat kaolinit. Sifat-sifat tanah yang dijumpai mulai dari sifat fisik tanah yaitu berwarna merah hingga ckelat. Berhorizon A (horizon di permukaan dan merupakan campuran bahan organik dan bahan mineral serta merupakan horison eluviasi (pencucian), B2 (horizon penimbunan (iluviasi) maksimum liat, Fe dan Al oksida), C (horizon Bahan induk dan sedikit terlapuk). Sifat kimia yang dijumpai adalah memiliki kemasaman tinggi (pH 4,5 - 6,5), kandungan hara rendah, berkadar bahan organik rendah hingga sedang (3 - 10 %) di lapisan atas dan semakin kebawah semakin rendah, kapasitas tukar kation rendah, kejenuhan basa rendah sampai sedang (20 - 65 %), kandungan Al dan Fe yang dapat dipertukarkan relatif tinggi, kandungan silika dan seskuioksida tinggi, strukturnya baik, permeabilitas dan stabilitas
agregat
tinggi,
(Soepraptohardjo, 1979).
dan
kepekaan
terhadap
erosi
rendah
15
Tanah latosol merupakan jenis tanah yang banyak digunakan dalam budiaya pertanian. Tanah ini mempunyai sifat fisik (struktur) yang baik tetapi berkemampuan rendah untuk menahan kation (sangat mirip dengan tanah berpasir), bertekstur lempung sampai liat, struktur remah sampai menggumpal dan konsistensi gembur. Warna tanah kemerahan tergantung dari susunan mineralogi bahan induknya, draenasi, umur, keadaan iklimnya dan membutuhkan pemberian pupuk yang lebih intensif. Warna seragam dengan batas-batas horizon yang kabur, solum dalam ( lebih dari 150 cm) kejenuhan basa kurang dari 10% umumnya mempunyai epipedan umbrik dan horizon kambik. Tanah laterit atau podsolik merah kuning tanah mineral telah berkembang, solum (kedalaman) dalam, tekstur lempung hingga berpasir, struktur gumpal, konsistensi lekat bersifat agak masam (pH kurang dari 5,5). Sifat-sifat tanah laotosol dan laterit dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel 3. Struktur dan tekstur tanah latosol dan laterit No. Jenis tanah Tekstur tanah Asosiasi latosol merah Lempung sampai 1. liat Latosol merah Lempung sampai 2. keckelatan liat Laterit Beraneka ragam dan 3. umumnya lempung berpasir Latosol ckelat Lempung 4. kemerahan Sumber: Sutiyono, dkk,. 1996.
Struktur tanah Remah sampai menggumpal Remah sampai menggumpal Gumpal, konsistensi lekat gumpal berselaput lempung, berciri plintip dan lapisan sesquiosiid.
16
d. Iklim Umumnya tanaman bambu dapat tumbuh dengan baik dan tersebar di mana-mana, walaupun dalam pertumbuhannya dapat dipengaruhi oleh keadaan iklim. Unsur-unsur iklim meliputi sinar matahari, suhu, curah hujan dan kelembaban. Tempat yang disukai tanaman bambu adalah lahan yang terbuka di mana sinar matahari dapat langsung memasuki celah-celah rumpun sehingga proses fotosintesis dapat berjalan lancar, selain itu juga dapat mencegah tumbuhnya cendawan yang akan mengganggu kesuburan tanaman bambu dan dapat berakibat merubah warna bambu tersebut menjadi kurang baik. Lingkungan yang sesuai untuk tanaman bambu adalah bersuhu 8,8°C - 36°C. Tipe iklim untuk tumbuhan bambu mulai dari A, B, C, D sampai E (mulai dari iklim basah sampai kering). Semakin basah tipe iklim, makin banyak jenis bambu yang dapat tumbuh. Sebab, tanaman bambu termasuk tanaman yang banyak membutuhkan air, yaitu curah hujan minimal 1.020 mm/tahun dan kelembaban minimum 76% (Kementrian Perdagangan, 2011). D. Karakteristik lahan Penduga Faktor yang mempengaruhi adalah curah hujan, suhu udara dan kelembapan udara. Adapun kondisi yang baik adalah sebagai berikut Suhu 8,8 36°C, curah hujan tahunan minimal 1.020 mm, sedangkan kelembaban 80%. (Departemen Kehutanan, 1992). Menurut (Sarwono Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007). Karakteristik lahan (land characteristics) mencakup faktor-faktor lahan yang dapat diukur atau
17
ditaksir besarnya seperti lereng, curah hujan, tekstur tanah, air tersedia, dan sebagainya (Tabel 3). Satu jenis karakteristik lahan dapat berpengaruh terhadap lebih dari satu jenis kualitas lahan, misalnya tekstur tanah dapat berpengaruh terhadap tersedianya air, mudah tidaknya tanah diolah, kepekaan erosi, dan lainlain. Bila karakteristik lahan digunakan secara langsung dalam evaluasi lahan, maka kesulitan dapat timbul karena adanya interaksi dari beberapa karakteristik lahan. Contohnya, bahaya erosi tidak hanya disebabkan oleh curamnya lereng saja, melainkan merupakan interaksi antara curamnya lereng, panjang lereng, permeabilitas, struktur tanah, interaksi curah hujan, dan sifat-sifat lain. Karakteristik lahan yang sesuai untuk kebutuhan budidaya tanaman bambu dapat dilihat pada pada tabel berikut ini. Tabel 4. Karakteristik Lahan Bambu No. Kualitas Lahan Keterangan 1. Temperatur udara Temperatur udara tahunan dan dinyatakan dalam oC. 2. Curah Hujan Curah hujan rerata tahunan dan dinyatakan dalam mm. 3. Lamanya Masa Jumlah bulan kering berturut-turut dalam setahun Kering dengan jumlah curah hujan kurang dari 60 mm. 4. Kelembaban Kelembaban udara rerata tahunan dan dinyatakan dalam Udara %. 5. Drainase Pengaruh laju perkolasi air ke dalam tanah terhadap aerasi udara dalam tanah. 6. Tekstur Menyatakan istilah dalam distribusi partikel tanah halus dengan ukuran < 2 mm. 7. Bahan Kasar Menyatakan volume dalam % dan adanya bahan kasar dengan ukuran > 2 mm. 8. Kedalaman Menyatakan dalamnya lapisan tanah dalam cm yang Tanah dapat dipakai untuk perkembangan perakaran dari tanaman yang dievaluasi. 9. Ketebalan Digunakan pada tanah gambut dan menyatakan tebalnya Gambut lapisan gambut dalam cm dari permukaan.
18
10.
Kematangan Gambut
11.
Kapasitas Tukar Kation (KTK) liat Kejenuhan Basa
12. 13.
Reaksi Tanah (pH)
14.
C-organik
15.
Salinitas
16. 17. 18.
Alkalinitas Lereng Bahaya Erosi
19.
Genangan
20.
Batuan di Permukaan Singkapan Batuan Sumber Air Tawar Amplitude Pasang-Surut
21. 22. 23.
24.
Digunakan pada tanah gambut dan menyatakan tingkat kandungan seratnya dalam bahan saprik, hemik atau fibrik, semakin banyak seratnya menunjukan belum matang atau mentah (fibrik). Menyatakan kapasitas tukar kation dari fraksi liat.
Jumlah basa-basa (NH4OAc) yang ada dalam 100 g contoh tanah. Nilai pH tanah di lapangan. Pada lahan kering dinyatakan dengan data laboratorium atau pengukuran lapangan, sedang pada tanah basah diukur di lapangan. Kandungan karbon organik tanah. Kandungan garam terlarut pada tanah yang dicerminkan oleh daya hantar listrik. Kandungan natrium dapat ditukar. Menyatakan kemiringan lahan diukur dalam %. Bahaya erosi diprediksi dengan memperhatikan adanya erosi lembar permukaan (sheet erosion), erosi alur (reel erosion), dan erosi parit (gully erosion), atau dengan memperhatikan permukaan tanah yang hilang (rata-rata) per tahun. Jumlah lamanya genangan dalam bulan selama satu tahun. Volume batuan (dalam %) yang ada di permukaan tanah atau lapisan tanah. Volume batuan (dalam %) yang ada dalam solum tanah. Tersedianya air tawar untuk keperluan tambak guna mempertahankan pH dan salinitas air tertentu. Perbedaan permukaan air pada waktu pasang dan surut (dalam meter).
Oksigen
Ketersediaan oksigen dalam tanah untuk keperluan pertumbuhan tanaman atau ikan. Sumber Data : Ade Setiawan, 2010 Karakteristik lahan sebagai penduga potensi kawasan budidaya tanaman bambu dapat dilihat pada tabel berikut:
pengembangan
19
Tabel 5. Karakteristik Lahan Penduga No. Lingkup Pengertian/Satuan 1. Topografi Topografi merupakan bentuk lanskap yang ditentukan oleh aspek lereng dan ketinggian. Topografi dinyatakan dalam %. 2. Ketinggian tempat Ketinggian tempat merupakan ketinggian permukaan bumi yang dilihat atau diukur dari permukaan laut. Ketinggian tempat memiliki satuan mdpl atau meter diatas permukaan laut. 3. Tanah Tanah merupakan medium alam tempat tumbuhnya tumbuhan dan tanaman yang tersusun dari bahan-bahan padat, gas dan cair. Bahan penyusun tanah dapat dibedakan atas partikel meneral, bahan organik, jasad hidup, air dan gas. Fungsi tanah bagi tanaman sebagai tempat berdiri tegak dan bertumpunya tanaman, tempat tumbuh yang menyediakan unsur hara dan pertukaran unsur hara antara tanaman dengan tanah dan sebagai penyediaan dan gudangnya air bagi tanaman 4. Iklim Iklim merupakan kebiasaan alam yang digerakkan oleh gabungan beberapa unsur yaitu, radiasi matahari, temperatur, kelembapan awan, presipitasi, evaporasi, tekanan udara dan angin.Pengaruh iklim terhadap tanaman diawali oleh pengaruh langsung cuaca terutama radiasi dan suhu terhadap fotosintesis, respirasi, transpirasi dan proses-proses metabolisme di dalam sel organ tanaman. a. Tipe iklim Tipe iklim merupakan pengklasifikasian iklim berdasarkan suhu, temperatur dan kelembapan udara serta berdasrakan vegetasi disuatu tempat. Menurut koeppen dan geiger ada lima tipe iklim yang sudah diklasifikasikan, yaitu: 1. Iklim A iklim tropika basah 2. Iklim B iklim kering atau setengah kering 3. Iklim C iklim dengan variasi suhu tahunan yang jelas 4. Iklim D iklim sirkumpolar 5. Iklim E iklim kutub
20
b. Suhu/temperatur e
Suhu/temperatur merupakan ukuran kuantitatif terhadap temperatur; panas dan dingin dinyatakan dalam oC, diukur dengan termometer. Suhu merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman, seperti buka dan menututupnya stomata, transpirasi, penyerapan air dan nutri (unsur hara), fotosintesis, respirasi dan pembentukan primordia bunga. c. Curah hujan Curah hujan merupakan faktor penyuplai ketersediaan air bagi tanaman. Curah hujan (mm) mempengaruhi tanaman melalui proses evaporasi (proses kesediaan air pada pori-pori tanah yang menguap karena peningkatan suhu dan radiasi surya). 5. pH tanah pH tanah merupakan suatu ukuran intensitas keasaman, bukan ukuran total asam yang ada di tanah tersebut. Nilai pH tanah tidak sekedar menunjukkan suatu tanah asam atau alkali, tetapi juga memberikan informasi tentang sifat-sifat tanah yang lain, seperti ketersediaan fosfor, status kation-kation basa, status kation atau unsur racun. 6. Hara tersedia Unsur hara yang diperlukan oleh tanaman tersedia baagi tanaman dalam bentuk ion (anion dan kation, seperti Nitrogen dalam bentuk NO3- dan NH4+., Kalium dalam bentuk K+, Calsium dalam bentuk Ca2+, Phospat dalam bentuk H2PO4-, dan lain-lain) a. Total N Kandungan kadar Nitrogen dinyatakan dalam % b. P2O5 Kandungan kadar Phospat dinyatakan dalam % c. K2O Kandungan kadar Kalium dinyatakan dalam % Sumber : Sutiyono, dkk., 1996. E. Budidaya tanamana bambu Cara budidaya bambu sebenarnya tidaklah terlampau sulit. Meskipun demikian, diperlukan pengetahuan yang lengkap tentang teknik budidaya yang baik agar tanamannya tumbuh baik dan menghasilkan rumpun yang hidup berkesinambungan. Diperlukan persiapan yang matang terkait budidaya pohon bambu mulai dari pembibitan, penanaman sampai tanaman siap panen.
21
a. Pembibitan Pembibitan dilakukan untuk memperbanyak tanaman. Perbanyakan tanaman ini dapat dilakukan dengan cara generatif dan vegetatif. Perbanyakan dengan generatif adalah dengan bijinya. Sedangkan perbanyakan vegetatif antara lain dengan stek batang, stek cabang atau stek rhizome (akar). Untuk mendapatkan bibit bambu dalam skala yang besar dan cepat dapat juga dilakukan dengan teknik kultur jaringan (Berlin, N. V. A., dan Estu Rahayu 1995). b. Penanaman Penanaman bambu bisa dilakuan di kebun, tanah yang latar, tepi sungai atau di pakarangan. Sebelum dilakukan penanaman sebaiknya dilakukan persiapan lahan seperti pembersihan areal dari semak belukar, bebatuan dan kotoran lain. Penanaman bambu sebainya dilakukan pada musim penghujan dan bibit yang digunakan sebaiknya dalam keadaan segar. Pada saat menanam bibit hendaknya ditambahkan pupuk buatan yaitu Urea, TSP dan KCl, dengan perbandingan 3 : 2 : 1 sebaiknya 600 Kg/hektar. Pupuk diberikan melingkari tanaman karena rumpun akan tumbuh di sekeliling tanaman induknya. Setelah itu tanah disekitar bibit dipadatkan dan ditinggikan sekitar 5 – 10 cm (Berlin, N. V. A., dan Estu Rahayu 1995). c. Pemeliharaan Tanaman bambu yang dibudidayakan perlu juga pemeliharaan. Meskipun demikian pemeliharaan tanaman bambu tidak perlu intensif, sehingga tidak terlalu merepotkan pemiliknya. Tindakan pemeliharaan tanaman bambu antara lain
22
meliputi pemangkasan, penyiangan, pembumbunan dan pemupukan (Berlin, N. V. A., dan Estu Rahayu 1995). Pemupukan pada tanaman bambu yang diusahakan secara intensif ditujukan untuk memelihara kesuburan tanah sehubungan dengan diangkutnya biomasa yang cukup besar (40-60 ton/hektar/tahun). Selain itu, pemupukan ditujukan untuk menstimulir tunastunas batang yang terdapat pada rhizom di dalam tanah dan
mempertahankan
produktivitas
batang/rumpun.
Jenis
pupuk
dapat
menggunakan urea (N) dan TSP dan kompos atau pupuk kandang dengan dosis tergantung dari umur rumpun seperti terlihat pada tabel berikut : Tabel 6. Jenis dan dosis pupuk tanaman bambu secara umum Jenis dan dosis pupuk Umur rumpun Urea/kg/hektar TSP/kg/hektar 1 Tahun 40 2 Tahun 80 3 Tahun 120 4 Tahun 200 5 Tahun 300 6 Tahun 320 ≥ 7 tahun 400 Sumber : (Sutiyono, dkk., 1996).
40 80 120 200 300 320 400
Kompos/pupuk kandang ton/hektar 2,5 2,5 5,0 10,0 10,0 10,0 10,0
Pupuk diberikan 1 (satu) kali setahun yakni menjelang musim hujan. Pemberian pupuk dengan cara ditaburkan pada parit sedalam 10 cm yang dibuat mengelilingi rumpun. Sedangkan pupuk kandang diberikan dengan cara ditaburkan di tengah rumpun agar pada musim hujan akan tersebar ke samping.
23
d. Penjarangan (Thinning) Penjarangan dilakukan dengan cara menghilangkan batang yang tidak produktif/rusak/tidak dikehendaki. Tujuannya mengatur kerapatan batang dan memperoleh batang berkualitas. Kegiatan penjarangan bambu pertama kali dapat dimulai pada umur rumpun 4 (empat) tahun yang ditujukan terhadap batang pertama (yang sangat kecil) dan batang lain yang rusak atau tumbuh tidak teratur. e. Mengatur struktur dan komposisi batang dalam rumpun Pengaturan struktur dan komposisi batang dalam rumpun sangat penting untuk mengatur kegiatan penebangan dalam rangka mendapatkan batang berkualitas, seumur dan lestari. Makin basah tipe iklim (A,B) makin banyak kelompok generasi umur batang yang harus dibuat dan makin kering (C, D) makin sedikit generasi batang yang harus dibuat. Bambu industri yang ditanam di daerah basah bertipe iklim A (sangat basah) yang akan digunakan untuk bambu lamina, playbambu, tusuk gigi, tusuk sate, sumpit, tangkai dupa dan arang bambu harus diatur dalam satu rumpun ada 5 (lima) generasi umur batang yaitu 1, 2, 3, 4 dan 5 tahun. Demikian juga bambu yang ditanam di daerah bertpe iklim B (basah) harus diatur dalam satu rumpun paling tidak ada 4 (empat) struktur generasi umur batang yaitu 1, 2, 3, dan 4 tahun. f. Pengaturan drainase Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa bambu industri yang tergolong jenis yang tidak tahan tergenang air sehingga di lapangan perlu dibuatkan drainase. Oleh karena itu terutama di lahan yang datar, pengaturan
24
drainase harus direncanaka dengan baik. Sedangkan, untuk jenis-jenis bambu industri yang tahan tergenang pengaturan drainase juga dilakukan agar mudah melakukan pemeliharaan dan pemanenan. g. Penebangan atau pemanenan Tanaman bambu dipanen pertama kali pada umur 5 tahun yang dilakukan terhadap batang generasi ketiga. Setelah itu, panen dilakukan setiap tahun terhadap batang-batang bambu generasi keempat, kelima dan seterusnya. Penebangan dilakukan pada musim kemarau agar diperoleh kualitas batang yang baik. Batang ditebang pada bagian pangkal (5 – 10 cm) dengan kapak atau golok dan setelah itu ditarik untuk dipangkas cabang-cabangnya. Selanjutnya batang dipotong-potong sekitar 4 (empat) meter dari pangkal untuk memudahkan pengangkutan. Bersamaan dengan kegiatan penjarangan sebenarnya bambu sudah dimulai penebangan pertama. Batang-batang yang ditebang adalah batang-batang generasi pertama dan kedua. Penebangan pertama ini sebenarnya produk dari kegiatan pemeliharaan sehingga batang-batang yang ditebang tergolong masih kecil-kecil. Penebangan kedua, ketiga dan seterusnya akan dilakukan setiap tahun dan batang batang yang ditebang adalah batang-batang dari generasi ke tiga, ke empat dan seterusnya.
III.
KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis
Kecamatan Playen adalah Salah satu Kecamatan yang berada di Kabupaten Gunungkidul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan Ibukotanya Wonosari. Luas wilayah Kecamatan Playen 1.485,36 km2 .Kecamatan Playen teretak di sebelah selatan Kota Wonosari dengn Koordinat : 070 55’ 17,3” LS, 1100 34’ 35,7” BT (Playen), jumlah Desa dibagi menjadi 13 Desa. Dengan letak geografis dan kemiringan lahan sebagai berikut:
Sumber: BAPPEDA Gunungkidul DIY, 2011 Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian 25
26
Letak geografis dan kemiringan lahan sebagai kawasan pengembangan budidaya tanaman bambu pada setiap Desa di Kecamatan Playen dapat dilihat Pada tabel berikut ini. Tabel 7. Letak Geografis dan Kemiringan Lahan setiap Desa di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul, 2014. No Kecamatan/Desa Letak Geografis Kemiringan lahan Banyusoco Lereng Sedang 1 Plembutan Hamparan Landai 2 Bleberan Hamparan Landai 3 Getas Lembah Sedang 4 Dengok Hamparan Landai 5 Ngunut Hamparan Landai 6 Playen Hamparan Landai 7 Ngawu Hamparan Landai 8 Bandung Hamparan Landai 9 Hamparan Landai 10 Logandeng Hamparan Landai 11 Gading Hamparan Landai 12 Banaran Hamparan Landai 13 Ngleri Sumber : Bagian Administrasi Pemerintah Umum Sekertariat Daerah Kabupaten Gunungkidul 2014. B. Kondisi Iklim Wilayah Kecamatan Playen termasuk daerah beriklim tropis dengan topografi wilayah yang didominasi dengan daerah kawasan hamparan dan lereng. Kondisi umum klimatologi Kecamtan Playen secara umum menunjukkan dengan curah hujan berjumlah 2.198 per30 tahun dengan rata-rata 187 hari/ tahun. Bulan basah 7 bulan sedangkan bulan kering berkisar 5 bulan.
Kecamatan Playen
memiliki suhu udara rata-rata harian 27,7oC, suhu minimum 23,2oC dan suhu maksimum 32,4oC. kelembapan nisbi berkisar antara 80% - 85%, tidak terlalu
27
dipengaruhi oleh tinggi tempat, tetapi lebih dipengaruhi oleh musim. Berikut data tabel curah hujan utnuk wilayah Kecamatan Playen. Tabel 8. Curah rata-rata tahunan selama tiga puluh (30) tahun periode 1981-2010 di Kecamatan Playen Curah Hujan (Milimeter) Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des Jmlh 392 394 313 200 120 64 28 17 24 97 230 319 2.198 Sumber : BMKG stasiun klimatologi Yogyakarta. 2016 C. Kondisi Sosial Ekonomi 1. Jumlah Penduduk Jumlah penduduk Kecamatan Playen sampai dengan akhir bulan Agustus 2014 berjumlah 56.388 jiwa, terdiri dari 27.265 laki-laki dan 29.123 perempuan. Jumlah kepala keluarga sebanyak 16.100 KK. Tabel 9. Luas Desa di Kecamatan Playen menurut Desa No
Nama Desa
Kelurahan 1 Banyusoco 2 Plembutan 3 Bleberan 4 Getas 5 Dengok 6 Ngunut 7 Playen 8 Ngawu 9 Bandung 10 Logandeng 11 Gading 12 Banaran 13 Ngeleri Kecamatan Playen 2013
Luas Desa Hektar 2.035,11 533,89 1.626,10 723,20 401,11 236,41 430,80 344,38 401,33 667,97 1.311,25 751,11 986,42 10.448,08
Sumber: BPS Gunungkidul DIY 2014.
Persentase Luas Desa Terhadap Luas Kecamatan % 19,48 5,11 15,56 6,92 3,84 2,26 4,12 3,30 3,84 6,38 12,55 7,19 9,44 100,00
28
2. Jenis Pekerjaan Jumlah berdasarkan jenjang pendidikan di Kecamatan Patuk berdasarkan Bagian Kependudukan Biro Tata Kepemerintahan Setda DIY dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 10. pekerjaan masyarakat Kecamatan Playen berdasarkan jenis pekerjaan G et as 10 29 55 8
Kelurahan De Ng Pla ngo un ye k ut n 448 38 79 5 7 235 28 64 6 7
851
0
327
31 4
27
105
67
53
69
46
81
70
7 2 0
6 1 0
4 1 0
80
80
164
2180
1576
490
Jenis Pekerjaa n Belum bekerja Menguru s rumah tangga Pelajar/ mahasis wa Pensiuna n PNS
Bany usoc o 1055
Plem buta n 819
Ble bera n 908
Ng aw u 78 8 52 2
Ban dun g 643
Loga nden g 1441
Ga din g 12 07 38 7
Ban ara n 703
485
310
263
609
1047
763
624
62 4
56 9
672
1441
86 0
598
39 5
92
43
12
84
107
186
85
103
46
55
48
1 2 0
1 2 0
3 5 0
16 8 7 12 0
13 0 7 7 0
198
469
72
50
4 11 0
15 29 1
20 0 10 10 2
TNI Polri Pejabat negara Buruh/tu kang Sektor pertania n Kryawan bumn/bu md Karyawa n swasta Wiraswa sta Tenaga medis Pekerjaa n lainya Total
15 6 1
1 3 0
158
96
210 1
19 6 17 32
24 1 56 1
496
585
626
1139
56 8 18 97
271
52 6
29 3 78 0
105 4
17 3 98 7
811
3
2
0
1
3
7
8
14
26
9
11
3
490
210
321
158
33 7 39 9 2
32 3 65 6 7
194
225
1102
7
18
49 4 47 2 4
282
0
16 9 27 5 1
263
1
25 9 56 8 0
7
18 2 14 5 1
464
416
515
0
3
20
21
24
17
16
15
20
14
21
22
24
18
16
5707
4636
534 1
51 99
251 2
21 69
42 05
39 17
389 6
8315
62 29
411 1
26 99
247
705
265
Sumber: Bagian Kependudukan Biro Tata Kepemerintahan Setda DIY 2014.
Ng ler i 44 2 25 5
29
3. Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu faktor pembentk kaltas penduduk, selain kesehatan dan ekonomi.pembangnan bidang pendidikan bertujuan untuk menceraskan kehidupan bangsa. Tabel 11. Pendidikan masyarakat kecamatan Playen berdasarkan tingkat pendidikan Kelurahan Ng Pla unu ye t n
Tngk at pendi dikan Tidak sekol ah Belo m tamat SD tamat SD SLTP
Bany usoco
Plem butan
Bleb eran
Ge tas
De ngo k
Ng aw u
Ban dun g
Loga nden g
Ga din g
Ban aran
Ng leri
1196
1161
118 5
10 80
543
395
76 6
767
736
1539
130 6
822
59 3
586
344
762
61 5
224
28
42 6
465
368
715
128 5
397
32 0
1921
1305
1232
912
SLT A Diplo ma 1/11 Akad emi Dplm 111/ s. Mud Diplo ma IV/st ara I Stara II Stara III Total
601
809
131 2 107 4 810
66
25
66
17 52 92 8 63 6 61
501
488
617
739
1559
615
417
739
682
1365
110 1 962
105 0 861
520
507
102 9 66
114
127 2 68
857
31
103 0 52
2293
33
72 8 85 8 11 09 54
19
69 6 57 5 43 5 22
23
27
25
13
18
21
72
54
88
166
48
32
11
75
46
101
10 3
55
74
17 0
180
174
512
173
88
44
3
3
5
9
3
5
18
12
8
47
10
2
3
4
6
1
2
0
3
4
1
6
5
4
1
0
5707
4638
534 1
51 99
251 2
216 9
42 05
391 7
389 6
8315
622 9
411 1
26 99
Sumber: Bagian Kependudukan Biro Tata Kepemerintahan Setda DIY 2014.
IV.
TATA CARA PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di bulan Febuari sampai Mei 2016 di Kecamatan Playen Gunungkidul. Yang meliputi 4 Desa, yaitu Desa Banyusoco Desa Bandung, Desa Bleberan dan Desa Dengok. Analisis sampel dilakukan di laboratorium Tanah Fakutas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogakarta dan LPPT UGM. B. Metode Penelitian dan Analisis Data Metode penelitian yang digunakan yaitu metode observasi dan wawancara dengan menentukan lokasi observasi kemudian menentukan titik sampel dengan overlay peta. Selanjutnya dilakukan survei lapangan dan pengamatan laboratorium dengan metode Spektrofotometri UV-vis dan SSA (Spektrometri Serapan Atom). Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif guna untuk mendapatkan gambaran, penjelasan, dan uraian hubungan atara satu faktor dengan faktor lain berdasarkan fakta data dan informasi kemudian dibuat dalam bentu tabel atau gambar. 1. Jenis Penelitan Penelitian ini dilakukan dengan metode survei, yang teknis pelaksanaanya dilakukan dengan observasi, wawancara, dan pengumpulan data sekunder. Menurut Widyatama (2010) dalam Adhi Sudibyo (2011) metode survei adalah penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala yang ada dan mencari keterangan secara faktual. 30
31
2. Metode Pemilihan Lokasi Observasi dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang kondisi wilayah yang menggambarkan keadaan kawasan wilayah tersebut. Pemilihan lokasi sampel secara sengaja dipilih berdasarkan tujuan penelitian (Masri Singarimbun, 1989). Selain tingkat permintaan kebutuhan bambu yang tinggi, sebagian daerah Playen juga merupakan kawasan pegunungan dengan tingkat erosi yang tinggi. Diharapkan dengan adanya pengembangan tanaman bambu pada kawasan tersebut dapat mengurangi tingkat erosi pada kawasan tersebut. Teknis pengambilan sampel tanah di lokasi penelitian berdasarkan pada luasan areal tanam bambu di 4 Desa yakni Banyusoco, Bandung, Beleberan dan Dengok. Hal-hal yang menjadi perhatian dalam observasi ini adalah identifikasi parameter sifat-sifat tanah yang akan diuji di Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan LPPT UGM, diantaranya kadar hara tersedia dalam tanah dan retensi hara. Data yang diperoleh dalam observasi ini berupa data kualitatif dan gambaran umum serta hasil pemotretan yang dapat mewakili kondisi wilayah secara keseluruhan. 3. Metode Penentuan Sampel Tanah Sampel Tanah diambil pada beberapa titik di lokasi penelitian, hal ini dilakukan guna untuk mewakili dari beberapa jenis tanah yang berada pada beberapa titik di tempat penelitian tersebut. Sampel tanah tersebut digunakan untuk pengujian analisis kadar hara tersedia dalam tanah dan pengamatan jenis tanah
di
Laboratorium
Fakultas
Pertanian
Universitas
Muhammadiyah
32
Yogyakarta. Titik lokasi pengambilan sampel tersebar di 4 Desa di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa Yogyakarta berjumlah 20 titik, masing –masing sampel tanah diambil lima titik pada setiap satu Desa, kemudian ke lima sampel tanah tersebut disatukan secara komposit guna untuk mewakili karakteristik pada satu kawasan tesebut. 4. Analisis sampel tanah yang dilakukan meliputi : a). N Total menggunakan metode Metode Walkley dan Black b). P2O5 menggunakan metode Spektrofotometri UV-vis, c). K2O menggunakan metode SSA-nyala d). Bahan Organik menggunakan Metode Walkley dan Black e). pH tanah menggunakan Metode Elektrometri 5. Analisis Data Analisis data pada penelitian ini dengan menggunakan analisis deskriptif, yaitu dengan cara mencocokkan serta mengevaluasi data karakteristik lahan yang diperoleh di lapangan dan analisis di laboratorium dengan kriteria kesesuaian pertanaman Bambu. Data-data yang terkumpul kemudian dianalisis secara deskriptif dan spasial (Adhi Sudibyo, 2011). Analisis deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran, penjelasan, dan uraian hubungan antara satu faktor dengan faktor lain berdasarkan fakta, data dan informasi kemudian dibuat dalam bentuk tabel atau gambar.
33
C. Jenis Data Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dari hasil observasi secara langsung di lapangan. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari hasil studi pustaka dan penelusuran ke berbagai instansi terkait dengan penelitian (Adhi Sudibyo, 2011). yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: 1. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung baik melalui penyelidikan di lapangan maupun di laboratorium. Data primer meliputi tanah, iklim, Ketingian tempat, topografi dan hara. 2. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi literatur sebagai pendukung dan pelengkap dari data-data primer. Berupa kondisi lapangan saat pengambilan sampel, ketentuan-ketentuan dari standar pengukuran, hasil percobaan-percobaan sebelumnya dan buku-buku literatur lainnya. Jenis data yang diambil dari lapangan pada kawasan pengembangan budidaya tanaman bambu di Kecamatan Playen pada empat desa dapat dilihat pada tabel berikut ini.
34
Tabel 12. Jenis data penelitian No. Jenis data 1. Temperatur
Lingkup Rata-rata temperatur (0C)
Bentuk data Hard & soft copy
2.
Curah hujan/pertahun (mm) Lama masa kering (<75 mm)
Hard & soft copy
Ketersediaan air
3
Media perakaran
4.
Bahaya erosi
5.
Hara tersedia
Tekstur kedalaman tanah (cm) Lereng atau kemiringan tanah Bahaya erosi Total N P2O5 K2O
Hard & soft copy Hard & soft copy Hard & soft copy Hard & soft copy
Sumber Bagian Tata Pemerintahan Dan BMKG (Badan Meteorologi Klimatolgi Dan Geofisika) Dinas Pertanian Dan Kehutanan Gunungkidul Dinas Pertanian Dan Kehutanan Gunungkidul Survei Lapangan
Survei Lapangan Survei Lapangan Analisis laboraturium Analisis laboraturium Analisis laboraturium
Sumber : Adhi Sudibyo, 2011. 3. Cara Pengolahan Data Data dianalisis secara deskriptif dengan cara mengumpulkan data yang diperoleh dari hasil literatur maupun hasil observasi di lapangan. Dengan memberikan gambaran, penjelasan dan uraian hubungan antara satu faktor dengan faktor lain. Berdasarkan fakta, data dan informasi kemudian dibuat dalam bentuk tabel atau gambar. dan data analisis sampel tanah di Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian UMY dan LPPT UGM.
35
D. Luaran Penelitian Luaran yang diharapkan dari penelitian ini yaitu data kesesuaian budidaya tanaman bambu di Gunungkidul serta naskah akademik yang nantinya akan dipublikasikan melalui jurnal ilmiah.
V.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Fisiografi Kecamatan Playen Kecamatan Playen adalah salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Gunungkidul Provinsi Daerah Isimewa Yogyakarta, dengan Ibukotanya Wonosari. Wilayah Kecamatan Playen
berada di
Zona Tengah disebut
wilayah
pengembangan Ledok Wonosari, dengan ketinggian 150 m - 200 m. dpl. Jenis tanah didominasi oleh asosiasi mediteran merah dan grumosol hitam dengan bahan induk batu kapur. Sehingga meskipun musim kemarau panjang, partikelpartikel air masih mampu bertahan. Terdapat sungai di atas tanah, tetapi dimusim kemarau kering. Kedalaman air tanah berkisar antara 60 m - 120 m di bawah permukaan tanah. Karakteristik wilayah Kecamatan Playen sebagai kawasan pengembangan budidaya tanaman bambu dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 3. Karakteristik wilayah Kecamatan Playen 36
37
Wilayah Kecamatan Playen merupakan daerah yang sebagian besar bertopografi datar, namun ada juga Desa yang memiliki topografi yang curam. Dari gambar 1. di atas dapat dilihat ada pegunungan dan juga dilewati oleh aliran sungai yang cukup besar. Tabel 13. Letak Geografis dan Kemiringan Lahan 4 (empat) Desa di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul, 2014 No Kecamatan/Desa Letak Geografis Kemiringan Lahan Banyusoca Lereng Sedang 1 Bandung Hamparan Landai 2 Bleberan Hamparan Landai 3 Dengok Hamparan Landai 4 Sumber : Bagian Administrasi Pemerintah Umum Sekertariat Daerah Kabupaten Gunungkidul Luas wilayah Kecamatan Playen 1.485,36 km2. Kecamatan Playen teretak di sebelah selatan Kota Wonosari dengan Koordinat : 070 55’ 17,3” LS, 1100 34’ 35,7” BT (Playen), jumlah Desa dibagi menjadi 13 Desa. Dengan letak geografis dan kemiringan lahan sedang dan landai. Tabel 14. Luas Desa di Kecamatan Playen menurut Desa No Nama Kelurahan Luas Desa Persentase Luas Desa Terhadap Luas Kecamatan (%) Banyusoca 2.035,11 19,48 1 Bandung 401,33 3,84 2 Bleberan 1.626,10 15,58 3 Dngok 401,11 3,84 4 Sember : BPS Gunungkidul 2014 Penilaian kesesuian lahan dilakukan dengan cara mencocokkan antara kualitas lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman bambu. Wilayah Kecamatan Playen termasuk daerah beriklim tropis dengan topografi wilayah yang didominasi
38
daerah kawasan hamparan dan lereng. Kondisi umum klimatologi Kecamatan Playen secara umum menunjukkan dengan curah hujan berjumlah 2.198 mm per 30 tahun dengan rata-rata 187 hari/tahun. Bulan basah 7 bulan sedangkan bulan kering berkisar 5 bulan. Tabel 15. Curah Hujan di Kecamatan Playen Curah Hujan (Milimeter) Jan 392
Peb 394
Mar 313
Apr 200
Mei 120
Jun 64
Jul 28
Ags 17
Sep 24
Okt 97
Nop 230
Des 319
Jmlh 2.198
Sumber : BMKG stasiun klimatologi Yogyakarta. 2016 Kecamatan Playen memiliki suhu udara rata-rata harian 27,7oC, suhu minimum 23,2oC dan suhu maksimum 32,4oC. kelembapan nisbi berkisar antara 80% - 85%, tidak terlalu dipengaruhi oleh tinggi tempat, tetapi lebih dipengaruhi oleh musim. Dari hasil observasi dilapangan tanaman bambu yang banyak berkembang di daerah Kecamatan Playen ada tiga jenis bambu, yaitu bambu petung (Dendrocalamus asper back), bambu wulung (Gigantochloa atrovilacae Widjaja) dan bambu apus (Gigantrochloa apus). Jenis tanaman bambu yang banyak tumbuh di wilayah Kecamatan Playen pada empat desa dapat dilihat pada gambar berikut ini.
39
a. Bambu Petung (Dendrocalamus asper back)
b. Bambu Apus (Gigantrochloa apus).
c. Bambu Wulung (Gigantochloa atrovilacae Widjaja) Gambar 4. Jenis Tanaman Bambu
40
Ketiga jenis tanaman bambu tersebut memiliki karakteristik dan manfaat yang berbeda antara satu sama lain. a. Bambu Petung (Dendrocalamus asper Back) 1. Karakteristik : Rumpun agak Jarang 2. Batang : Besar, Diameter pangkal batang ckelat, petung biru, petung hitam, ruas berbulu ckelat keabu - abuan, jumlah 51 ruas, buku 1-11 ada likar akar udara yang sangat menonjol. 3. Cabang : mulai buku pertengahan sampai ujung batang, 1 cabang menonjol besar, 4-5 cabang; daun lebar x panjang 3,9 x 40 cm; rebung cokelat, lidah pelepah rebung berwarna ungu, 100-400 rumpun/hektar 4. Tempat tumbuh : tumbuh pada tempat dataran rendah, daerah berbukit-bukit mulai ketinggian 10-1.000 m dpl. Termasuk jenis tidak tahan genangan air sehingga jika dibudidayakan harus dipilih di lahan kering. Pertumbuhan paling baik pada tempat-tempat dengan tipe hujan A dan B dengan curah hujan <2.000 mm/tahun. 5. Persebaran : Banyusoco, Bandung, Bleberan dan Dengok 6. Pemanfaatan : kontruksi bangunan Kandang Ayam, b. Bambu Apus (Gigantrochloa apus ) 1. Karakteristik : rumpun padat, 2 (dua) macam yaitu tegak dan doyong, batang berukuran sedang, diameter beukuran 7-12 cm, tinggi 14-16 meter, tebal dinding 11-14 mm. Batang muda, tertutup oleh bulu warna cokelat dan merata, setelah tua menghilang dan batang lebih terlihat hijau keunguan,
41
ruas buku 50,8 cm sebanyak 32 buah, dengan diameter batang 4-12 cm, percabangan mulai batang bagian tengah, terdiri dari 5-10 cabang, satu cabang berukuran besar dan menonjol jelas, pelepah batang tertutup bulu warna ckelat, tidak mudah luruh sampai umur 2 tahun, dari jauh tampak berbelang-belang teratur antara warna hijau batang dengan warna cokelat tua pelepah batang, daun 13-49 x 2-9 cm, bagian bawah permukaan daun agak berbulu. Rebung hijau tertutup pelepah rebung berbulu cokelat dan sangat pahit. 2. Tempat tumbuh : pada tanah kering, tidak tahan tergenang air. Tumbuh pada berbagai ketinggian mulai dari dataran rendah agak jauh dari pantai sampai ketinggian > 1.700 m dpl dengan sebaran tipe iklim A yang sangat basah, tipe iklim B yang basah kering sampai tipe iklim C yang kering. 3. Persebaran : Banyusoca, Bandung, Bleberan dan Dengok 4. Pemanfaatan : Konstruksi anyaman dan bangunan c. Bambu Wulung (Gigantochloa atrovilacae) 1. Karakteristik : batang berwarna hitam sampai hitam keunguan. Di beberapa tempat juga sering di jumpai warna hitam/ ungunya agak bercampur dengan hijau. Ruas-ruas agak sedikit membengkok pada buku. Percabangan dimulai dari buku bagian tengah sampai jujung, terdapat akar-akar areal di buku bagian tengah sampai ujung, terdapat akar-akar area buku bagian bawah. Tinggi batang dapat mencapai 14 meter dengan diameter 11 cm.
42
2. Tempat Tumbuh : tumbuh baik di daerah bertipe iklim A, B dan C dengan curah hujan > 1.800 mm/tahun, pada tanah-tanah tidak tergenang air, dari dataran rendah sampai ketinggian > 1.000 m. dpl. 3. Penyebaran : Banyusoca, Bandung, Bleberan dan Dengok 4. Pemanfaatan : aneka kerajinan furnitur dan alat musik B. Analisis Kesesuaian Budidaya Tanaman Bambu Kecocokkan suatu lahan dipengaruhi beberapa sifat tanah dan karakteristik suatu lahan, diantaranya sifat fisik dan kimia. Untuk mengetahui kecocokkan suatu lahan untuk budidaya tanaman bambu, harus diketahui syarat tumbuh tanaman bambu terlebih dulu, berdasarkan data dari literatur persyaratan tersebut terdiri dari jenis tanah, iklim, ketinggian tempat dan topografi, temperatur, curah hujan, media perakaran, bahaya erosi dan hara tersedia. Karakteristik lahan pada empat desa di Kecamatan Playen dapat dilihat pada gambar berikut ini.
a. Desa Banyusoca
c. Desa Bandung
43
b. Desa Bleberan d. Desa Dengok Gambar 5. Keadaan Wilayah Per Desa Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan pada empat Desa di Kecamatan Playen, diketahui keadaan geografis wilayah pada kawasan tersebut didominasi dengan kawasan hamparan dan lereng (Gambar 5). Di Desa Bandung, Bleberan dan Dengok didominasi oleh kawasan hamparan namun pada kawasan di Desa Banyusoca didominasi oleh lereng. Dari hasil observasi di empat Desa tersebut ditemukan berbagai jenis tanaman bambu yang tumbuh pada wilayah tersebut. Maka secara teknis ketiga jenis tanaman bambu tersebut sesuai untuk dibudidayakan pada wilayah Kecamatan Playen. Karakteristik kondisi lahan pada empat Desa di Kecamatan Playen sebagai kawasan budidaya tanaman bambu dapat dilihat pada tabel berikut ini.
44
Tabel 15. Karakteristik kondisi lahan di Kecamatan Playen diempat Desa. No Karakteristik Lokasi (Desa) Lahan Banyusoca Bandung Bleberan Dengok 1 Jenis Tanah Mediteran Grumusol Grumusol Grumus ol 2 Topografi Bergunung Berombak Berombak Beromb ak 3 Ketinggian 94 – 241 200 – 221 167 – 183 m. 176 – Tempat m. dpl m. dpl Dpl 196 (mdpl) m. dpl 4 Iklim a. Temperatur 0C 27,7oC 27,7oC 27,7oC 27,7oC b. Curah Hujan 2.198 mm 2.198 mm 2.198 mm 2.198 per tahun mm (mm) 5 Media Perakaran a. Tekstur Lempung Lempung Lempung Lempu b. Kedalaman 60 75 80 ng Tanah (cm) 75 6 Bahaya Erosi atau 5 % - 55% 2% - 5% 5% - 18% 2% Kemiringan (%) 30 - 280 10 - 30 30 - 100 5% 10 - 30 Sumber : Hasil Penelitian di Kecamatan Playen 2016 Berdasarkan hasil observasi jenis tanah yang terdapat di wilayah Kecamatan Playen diketahui ada dua jenis, yaitu tanah mediteran dan tanah grumusol. Tanah mediteran adalah tanah hasil pelapukan batuan kapur keras dan batuan sedimen. Warna tanah ini berkisar antara merah sampai keckelatan. Tanah mediteran banyak terdapat pada dasar-dasar dolina (cekungan batuan kapur) dan merupakan tanah pertanian yang subur di daerah kapur dari pada jenis tanah kapur yang lainnya dan tanah grumusol merupakan tanah dengan warna kelabu hingga hitam serta memiliki pH netral hingga alkalis. Di Indonesia, jenis tanah ini terbentuk pada tempat-tempat yang tingginya tidak lebih dari 300 m di atas permukaan laut dengan topografi agak
45
bergelombang hingga berbukit, temperatur rata-rata 25oC, curah hujan < 2.500 mm, dengan pergantian musim hujan dan kemarau yang nyata. Dari hasil penelitian jenis tanah di Desa Bandung, Desa Bleberan dan Desa Dengok di dominasi oleh jenis tanah gurumusol Dan di Desa Banyusoca di dominasi oleh tanah mediteran. Menurut data dari literatur budidaya tanaman bambu. Kebutuhan jenis tanah untuk tanaman bambu adalah jenis tanah asosiasi latosol merah, latosol merah keckelatan, Laterit dan Grumusol (Sutiyono, dkk.,1996). Jadi potensi pengembangan bambu pada jenis tanah tersebut sesuai untuk tanaman bambu. 1. Faktor Iklim a. Temperatur Berdasarkan tabel 14. temperatur udara rata-rata di 4 (empat) Desa tersebut menunjukkan nilai yang sama 27,70 C. Lingkungan yang sesuai dengan tanaman bambu adalah yang bersuhu sekitar 8,8-36o C (Berlin, N.V.A., dan Estu Rahayu 1995). Pertumbuhan tanaman yang dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti temperatur akan pada umumnya akan menunjukkan pengaruh yang besar terhadap pertumbuhannya. Setiap tumbuhan memiliki adaptasi terhadap perubahan temperatur seperti tumbuhan tropis yang peka terhadap temperatur tinggi namun tidak peka terhadap temperatur yang mencapai titik. Menurut data hasil observasi dan literatur kondsi suhu di wilayah kecamatan Playen berpotensi untuk pengembangan budidaya tanaman bambu.
46
b. Curah Hujan Berdasarkan Tabel 14. curah hujan rata-rata per tahun di 4 empat Desa di Kecamatan Playen berjumlah 2198 mm per tahun. Menurut data dari literatur, kebutuhan curah hujan minimum untuk budidaya tanaman bambu adalah 1.020 mm per tahun (Kementerian Perdagangan, 2011) Dari data curah hujan yang di peroleh pada wilayah tersebut, pengembangan budidaya bambu di wilayah tersebut sesai untuk tanaman bambu karna memiliki curah hujan yang cukup untuk tanaman bambu. 2. Ketinggian Tempat Berdasarkan
Tabel 1. ketinggian tempat pada 4 empat Desa di
kecamatan playen memiliki ketinggian yang berbeda-beda di Desa banyusoca ketinggian tempat 94-241 m. dpl Desa bandung 200-221 m. dpl Desa bleberan 167-183 m. dpl dan Desa dengok 176-196 m. dpl. Menurut data literatur karakteristik ketinggian tempat untuk budidaya tanaman bambu bisa dijumpai dari daerah rendah sampai dataran tinggi, dari pegunungan berbukit-bukit dengan kelerengan curam sampai landai (Sastrapradja, dkk., 1977). 3. Topografi Berdasarkan Tabel 14. Kondisi Topografi di wilayah Kecamatan Playen Terdapat dua jenis topografi, wilayah Desa Banyusoca do dominasi oleh kondisi topografi bergunung/lereng. Sedangkan di wilayah Desa Bandung, Desa Bleberan dan Desa Dengok, kondisi topografi wilayah
47
berombak. Menurut kebutuhan untuk budidaya tanaman bambu, bambu dapat tumbu pada tiga bentuk topografi, dari berombak, bergelombang, sampai bergunung (Sastrapradja, dkk., 1977). Jadi tanaman bambu sesuai untuk di kembangkan pada topografi di kawasan tersebu. 4. Media Perakaran Pengukuran media perakaran pada tanaman bambu pada empat Desa di wilayah Kecamatan Playen dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 6. Pengukuran kedalaman Tanah
48
Berdasarkan Tabel 14. Tekstur tanah dan kedalaman tanah pada 4 empat Desa di Kecamatan Playen memiliki tekstur dan tingkat kedalaman tanah yang berbeda-beda. Di Desa Banyusoca tekstur tanah berpasir dengan kedalaman tanah 60 cm, Desa Bandung tekstur tanah lempung dengan kedalaman tanah 75 cm, Desa Bleberan tekstur tanah lempung dengan kedalaman tanah 80 cm dan Desa Dengok tekstur tanah lempung berpasir dengan kedalaman tanah 75 cm. Bambu dapat tumbuh diberbagai jenis tanah, mulai dari tanah berat sampai ringan, tanah kering sampai becek dan dari subur sampai kurang subur. Juga dari tanah pegunungan yang berbukit sampai tanah yang landai. Perbedaan jenis tanah dapat berpengaruh terhadap kemampuan perebungan bambu (Setiyanto 2013). 5. Bahaya Erosi Berdasarkan Tabel 14. Lereng atau kemiringan tanah pada 4 empat Desa di Kecamatan Playen memiliki kemiringan yang berbeda-beda di Desa banyusoca kemiringan lahan 5-55%, Desa Bandung kemiringan lahan 2-5%, Desa Bleberan kemiringan lahan 5-18% dan Desa Dengok kemiringan lahan 2-5%. Menurut data yang diperoleh maka Desa Bandung, Desa Bleberan dan Desa Dengok tidak memilk potensi terjadinya erosi, karna pada wilayah tersebut didominasi oleh wilayah hamparan. Sedangkan di Desa Banyusoco, potensi terjadinya bahaya erosi cukup tinggai menurut data yang di peroleh wilayah tersebut didominasi oleh pengunungan atau lereng yang curam. Namun berdasarkan data kebutuhan tanaman bambu. Bambu dapat tumbuh
49
pada kemiringan 3 % sampai > 30 % (Sastrapradja, dkk., 1977). Maka tanaman bambu sesuai untuk di kembangkan di wilayah tersebut. 6. Hara Tersedia Kandungan unsur hara yang tersedia pada empat Desa di Kecamatan Playen sebagai kawasan budidaya tanaman bambu dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 16. Kandungan Hara Tersedia di Kecamatan Playen per Desa No Hara Tersedia Lokasi (Desa) Banyusoca Bandung Bleberan Dengok 1 N total (%) 0,27 0,38 0,36 0,38 2 P2O5 mg/kg 662,38 1082,19 1072,19 1115,83 3 K2O mg/kg 666,19 939,47 525,55 673,71 4 pH 7,00 7,22 7,16 7.05 5 Bahan Organik (%) 7,292 2,646 5,959 5,254 Sumber : Hasil Uji di Laboratorium LPPT UGM dan Laboratotium FP UMY 2016 a. N total Berdasarkan Tabel 14. hasil uji kandungan Total N yang dilakukan di Laboratorium LPPT UGM kandungan Total N di Desa Banyusoca 0.27 %, Desa Bandung 0.38 %, Desa Bleberan 0.36 %, Desa Dengok 0.38 %. Kandungan N total Paling tinggi terdapat di Desa Bandung dan Desa Dengok. Serta kandungan N total terendah terdapat di Desa Banyusoca. Namun dari data hasil observasi tanaman bambu yang banyak tumbuh subur yaitu tedapat di Desa Dengok, Bleberan dan Bandung. Jadi bisa disimpulkan bahwa kandungan N total yang sesuai untuk kebutuhan tanaman bambu
50
adalah 0,36 sampai 0,38 % Karna unsur nitrogen sangat penting dalam tahap awal pertumbuhan tanaman. Fungsi nitrogen bagi pertumbuhan tanaman bambu secara umum adalah untuk memperbaiki pertumbuhan vegetatif tanaman. Tanaman yang tumbu pada tanah yang cukup N, biasanya akan berwarna lebih hijau, selain itu nitrogen berfungsi dalam pembentukan protein. Maka tanaman bambu yang tumbuh pada wilayah Bandung dan Dengok akan terlihat lebih hijau karena di wilayah tersebut memiliki kandungan nitrogen yang lebih tinggi. Sehingga pertumbuhan tanaman bambu pada fase vegetatifnya lebih baik. Sedangkan untuk fase generatif, tanaman yang kekurangan unsur nitrogen otomatis pertumbuhannya akan menjadi lambat bahkan menjadi kerdil, sehingga akan menghambat dalam pembentukan bunga dan akar muda untuk pertumbuhan anakan tanaman bambu yang baru. b. Fosfor P2O5 Berdasarkan
hasil
uji
kandungan
P2O5
yang
dilakukan
di
Laboratorium LPPT UGM dengan metode Spektrofotometri UV-vis di ketahui kandungan P2O5 di Desa Banyusoca 662,38 Mg/kg, Desa Bandung 1072,19 Mg/kg, Desa Bleberan 1082,14, Desa Dengok 1115,83 Mg/kg. Kandungan fosfor paling tinggi terdapat di Desa Dengok. Namun dari data hasil observasi tanamanan bambu di Desa Bandung, Bleberan dan Dengok terlihat lebih banyak dan subur, sehingga dapat di ketahui bahwa kandungan
51
fosfor yang sesuai untuk kebutuhan tanaman bambu adalah 1072,19 sampai 1115,83. kandungan fosfor paling rendah terdapat di Desa Banyusoca. Fungsi fosfor terhadap pertumbuhan tanaman bambu secara umum adalah untuk pembelahan sel, pembentukan albumin, pembentukan bunga, buah dan biji. Jadi kaitannya unsur fosfor untuk tanaman bambu pada fase vegetatif adalah sebagai perangsang tumbuhan akar pada masa awal pertumbuhan, sedangkan kaitannya unsur fosfor pada fase generatif adalah sebagai pembawa sifat genetik tanaman dan perkembangbiakan tanaman yang baru. Sehingga tanaman bambu yang kekurangan unsur fosfor akan lebih lambat dalam berkembangbiak,
seperti yang dapat di Desa
Banyusoco, rumpun yang terdapat di wilayah tersebut lebih sedikit. c. Kalium K2O Berdasarkan hasil uji kandungan kalium yang dilakukan di Laboratorium LPPT UGM dengan metode SSA-nyala di ketahui kandungan kalium di Desa Banyusoca 666,19 Mg/kg, Desa Bandung 939,47, Mg/kg, Desa Bleberan, 525,55 Desa Dengok 673,71 Mg/kg. Kandungan kalium tertinggi terdapat di Desa Bandung dan kandungan kalium paling rendah terdapat di Desa Bleberan. Kebutuhan kalium yang sesuai dengan kebutuhan tanaman bambu adalah 939,47 sampai 525,55. Karena diketahui dari hasil observasi dilapangan tanaman bambu yang tumbuh di Desa Bandung, Bleberan dan Dengok lebih subur.
52
Fungsi kalium terhadap tanaman adalah untuk meningkatkan proses fotosintesis, mengefisienkan penggunaan air, mempertahankan tugor, membentuk batang lebih kuat, sebagai aktivator bermacam-macam enzim, memperkuat akar tanaman sehingga tanaman tidak mudah rebah dan meninggkatkan ketahanan terhadap penyakit ( Dobermann dan Fairhurst. 2000). Secara umum kaitanya unsur kalium pada fase vegetatif terhadap pertumbuhan tanaman adalah sebagai pengatur proses potosintesis terhadap pertumbuhan tanaman jika unsur fosfor dimaksimalkan maka proses fotosintesis akan turun dan pertmbuhan tanaman akan menjadi terhambat. Kemudian peranan unsur kalium pada fase generatif yaitu untuk meningkatkan kualitas batang, buah dan biji. Maka unsur kalium juga bisa menjadikan batang bambu menjadi lebih kuat dan tahan terhadap serangan hama. d. pH Tanah Berdasarkan Tabel 14. Kandungan pH tanah pada 4 empat Desa di Kecamatan Playen memiliki kandungan pH yang berbeda-beda. Di Desa Banyusoco 7,00, Desa Bandung 7,22, Desa Bleberan 7,16 dan Desa Dengok 7,05. Karakteristik pH tanah untuk budidaya bambu menurut literatur, Bambu dapat tumbuh pada tanah yang bereaksi masam dengan pH 3,5, dan umumnya menghendaki tanah yang pH nya 5,0 sampai 6,5. Pada tanah yang subur tanaman bambu akan tumbuh dengan baik karena kebutuhan makanan
53
bagi tanaman tersebut akan terpenuhi (Berlin dan Estu, 1995). Dari hasil penelitian kandungan pH di empat Desa di Kecamatan Playen memiliki pH yang relatif basah sehingga kurang sesuai untuk kebutuhan tanaman bambu yang memerlukan pH tanah asam. e. Bahan Organik Berdasarkan Tabel 14. Kandungan kandungan bahan organik pada 4 (empat) Desa di Kecamatan Playen memiliki kandungan bahan organik yang berbeda-beda di Desa Banyusoco kandungan bahan organik 7,292%, Desa Bandung 2,646%, Desa Bleberan 5,959% dan Desa Dengok 5,254%. Dari hasil observasi, tanaman bambu tidak terlalu banyak membutuhkan bahan organik yang tinggi, terlihat dari data yang di peroleh dari hasil penelitian Desa Bandung, Bleberan dan Dengok tanaman bambu lebih tumbu subur dari pada di Desa Banyusoca. Bahan organik memiliki peranan kimia di dalam menyediakan N, P dan S untuk tanaman peranan biologis di dalam mempengaruhi aktifitas organisme mikroflora dan mikrofauna, serta peranan fisik di dalam memperbaiki struktur tanah dan lainnya. Hal ini akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang tumbuh di tanah tersebut. Besarnya pengaruh ini bervariasi tergantung perubahan pada setiap faktor utama lingkungan. C. Potensi Kawasan untuk Pengembangan Bambu Berdasarkan hasil analisis karakteristik fisiografi wilayah dan hasil analisis sampel tanah yang dilakukan di wilayah Kecamatan Playen, menurut data Tabel
54
15. Dan Tabel 16. diperkirakan wilayah Kecamatan Playen merupakan kawasan yang memiliki potensi sebagai wilayah kawasan pengembangan budidaya tanaman bambu, khususnya jenis bambu petung (Dendrocalamus asper back), bambu wulung (Gigantochloa atrovilacae Widjaja)
dan bambu apus
(Gigantrochloa apus). Potensi yang ada dapat di ketahui berdasarkan data yang telah di peroleh dari hasil penelitian yang berupa hasil analisi karakteristik wilayah dan kandungan unsur hara pada tanah di wilayah Kecamatan Playen. Kemudian di padukan dengan data yang di peroleh dari literatur persyaratan tumbuh tanaman bambu. Data yang sudah dianalisis kemudian disesuaikan dengan kebutukan syarat tumbuh tanaman bambu sehingga dapat diketahui karakteristik lahan yang sesuai untuk kebutuhan tanaman bambu. potensi kawasan yang terdapat di Kecamatan Playen untuk pengembangan budidaya tanaman bambu diantaranya : 1. Kondisi fisiografi wilayah Berdasarkan data dari hasil penelitan kondisi fisiografi wilayah di Kecamatan Playen banyak memiliki kesesuaian dengan kebutuhan syarat tumbuh tanaman bambu, salah satu diantaranya adalah ketinggian tempat, jenis tanah, unsur hara, kedalaman air tanah, topografi, curah hujan dan suhu. 2. Kandungan unsur hara di tanah Berdasarkan hasil analisis sampel tanah yang dilakukan di laboratorium, kandungan unsur hara yang terdapat pada tanah di wilayah Kecamatan Playen, memilik banyak kesesuaian dengan kebutuhan syarat tumbuh tanaman bambu.
VI.
KESIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan
Dari hasil survei, uji laboraturium dan analisis dari sampel Desa yang ada di Kecamatan Playen yaitu Desa Banyusoco, Desa Bandung Desa Bleberan dan Desa Dengok memiliki potensi serta syarat tumbuh untuk tanaman bambu yang sesuai dan Kecamatan Playen memiliki potensi sebagai kawasan pengembangan budidaya tanaman bambu. Ada tiga jenis tanaman bambu yang tumbuh subur di Kecamatan Playen yaitu bambu petung (Dendrocalamus asper back), bambu wulung (Gigantochloa atrovilacae Widjaja) dan bambu apus (Gigantrochloa apus). b. Saran Dalam penelitian ini masih terbatas oleh sumber yang mengacu pada kebutuhan kadungan unsur hara untuk tanaman bambu. Sehingga dalam menganalisis kandungan unsur hara yang di butuhkan tanaman bambu belum begitu spesifik dan adanya penyuluhan dari pihak pemerintahan terhadap masyarakat tentang prospek dan manfaat tanaman bambu agar tanaman bambu dapat di manfaatkan dengan baik.
55
56
Daftar Pustaka Ade
Setiawan. 2010. Artikel Survey dan Evaluasi Lahan. http://www.ilmutanah.unpad.-ac.id/resources/artikel/survey-dan-evaluasilahan/. Diakses Tanggal 15 Desember 2015.
Adhi Sudibyo. 2011. Zonasi Konservasi Mangrove di Kawasan Pesisir Pantai Kabupaten Pati. Skripsi Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 101 halaman. Diakses Tanggal 15 Desember 2015. Agus, I., Krisdianto, Sumarni G. 2006. Sari Hasil Penelitian Bambu. http://www.dephut.go.id/INFORMASI/litbang/teliti/bambu.htm (online). Diakses pada tanggal 12 desember 2015. Bambang Wisnu Broto. 2015 arikel gununkidul galakan budidaya bambu. http://harianjogja.bisnis.com/read/20151007/1/5253/gunungkidul-galakkanbudidaya-tanaman-bambu. Dikses tanggal 12 januai 2016. Berlin, N. V. A., dan Estu, R. 1995. Jenis dan Prospek Bisnis Bambu. Penebar Swadaya. Jakarta. Dikses tanggal 12 januari 2016. BPS Kabupaten Gunung Kidul, 2010. Data administatif kabupaten Gunung Kidul. Diakses pada tanggal 23 maret 2016. Buringh, P. 1970. Introduction to the Study oh Soil in Tropical and Subtropical. Departemen Ilmu-Ilmu Tanah. 1978. Penuntun Praktikum Tanah Umum. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Dikses tanggal 12 januari 2016. Departemen Kehutanan Republik Indonesia. 1992. Manual Kehutanan. Depertemen Kehutanan Republik Indonesia. Jakarta. Diakses pada tanggal 12 desember 2015. Desi Ekawati, Sutiyono, Heri Kusriyanto. 2013 pusat penelitian dan pengembangan peningkatan produktivitas Hutan Badan Litang Kehutanan, Kementrian Kehutanan. Diakses pada tanggal 12 desember 2015. Doubermann, A. Dan T. Fairhurst. 2000. Rice : Nutrient Disorders & Nutrient // Managemen. Potash & Potash Institute/ Potash & Potash Intitute of Canada. Diakses pada tanggal 12 januari 2016. Goeswono Soepardi. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor : Departemen Ilmu-Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Diakses pada tanggal 15 desember 2015.
57
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. 2011. Menggali Peluang Ekspor Untuk Produk Bambu. SST: DJPEN/MJL/002/12/2011 Edisi Desember. Diakses pada tanggal 12 maret 2016. Masri Singarimbun. 1989. Metode Penelitian Survai. LP3ES. Jakarta. Diakses pada tanggal 18 desember 2015. Sarwono Hardjowigeno dan Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Lahan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Diakses pada tanggal 12 desember 2015. Sastrapradja S, Widjaja EA, Prawiroatmodjo, Soenarko S. 1977. Beberapa Jenis Bambu. Bogor: Lembaga Biologi Nasional-LIPI. Diakses pada tanggal 22 desember 2015. Setianto. 2013 https://www.facebook.com/notes/mastok-setyanto/pemberdayaanmasyarakat-dengan-mengembangan-bambu-menuju-masyarakatmandiri/10152003012661215/. Dikses tanggal 24 januai 2016. Sofyan Ritung, Wahyunto, Fahmuddin Agus dan Hapid Hidayat. 2007 http://balittanah.litbang.deptan.go.id. tanggal 26 januai 2016 Soepraptoharjo, 1979. Telaah Kesuburan Tanah dan Pemupukan Tanah Pertanian. Bandung : Pustaka Buana. Diakses pada tanggal 12 desember 2015. Sutiyono, 2012. Budidaya dan Pemanfaatan Bambu. Bahan presentasi. Tidak diterbitkan. Pusat Litbang Peningkatan Produktivitas Hutan. Bogor. Sutiyono, Hendromono, Marfu’ah, Ihak. 1996. Teknik Budidaya Tanaman Bambu. Pusat Litbang Hasil Hutan, Bogor. Diakses pada tanggal 12 desember 2015. Nasih. 2010 Evaluasi lahan DIkutip dari http://bbsdlp.litbang.deptan.go.id Dikses tanggal 26 januai 2016 Nurliasari, F. R. 2006. Bab 3. Metodelogi Penelitian 3.1 Tahapan Penelitian. eprints.un-dip.ac.id/34721/6/1717_chapter_111.pdf. Diakses tanggal 14 November 2014 Otjo dan Atmadja, 2006. Bambu, Tanaman Tradisional Yang Terlupakan. http://www.freelists.org/archives/ppi/09-2006/msg00010.html. Diakses pada 25 Desember 2015.
58
Widjaja, E.A. 2001. Identifikasi Jenis-jenis bambu di Jawa. Pusat Penelitian dan Pengembangan Bilologi. LIPI. Bogor. Diakses pada tanggal 12 april 2016.