KONSEP DESA WISATA BERBASIS OLAH RAGA (STUDI KASUS DESA TEGALWATON, KEC. TENGARAN, KAB. SEMARANG)
KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Dalam Rangka Mengikuti Lomba Karya Ilmiah Remaja Tingkat SMA/SMK/MA Se-Jateng dan DIY
Oleh: Ismy Muzaro’ah
NIS. 4646
Giarti
NIS. 4565
Azwar Ali Ma’ruf
NIS. 4314
SMK NEGERI 1 TENGARAN 2016
i
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT., yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penelitian
ini dapat terselesaikan tentu atas
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, sudah sepatutnya ucapan terima kasih diberikan kepada berbagai pihak. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1.
Kepala SMK N 1 Tengaran, yang telah memberi dukungan dan bimbingan selama penulis melakukan penelitian;
2.
Guru pembimbing, yang telah memberi bimbingan dan arahan selama penulis melakukan penelitian
3.
Penduduk desa Tegalwaton yang menjadi narasumber dalam penulisan karya ilmiah ini;
4.
Semua pihak yang telah memberikan bantuan, motivasi, dan doa dalam penyelesaian karya ilmiah ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih banyak terdapat kekurangan.
Oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan demi kesempurnaan penyusunan karya ilmiah di masa yang akan datang. Akhirnya,
semoga
karya ilmiah ini dapat bermanfaat sebagaimana
mestinya.
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................................
i
PENGESAHAN .........................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR ...............................................................................................
iii
DAFTAR ISI ..............................................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................
v
BAB I
BAB II
BAB III
BAB IV
PENDAHULUAN A. Latar Belakang .............................................................................
1
B. Pumusan Masalah .........................................................................
3
C. Tujuan Penulisan ..........................................................................
4
D. Manfaat.........................................................................................
4
LANDASAN TEORI A. Konsep Desa Wisata ...................................................................
5
B. Beberapa Desa Wisata yang Populer di Indonesia ......................
7
C. Kerangka Berfikir........................................................................
12
METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ............................................................................
14
B. Teknik Pengambilan Data ...........................................................
14
C. Teknik Analisis Data ...................................................................
14
ISI DAN PEMBAHASAN A. Potensi Desa Tegalwaton Menuju Desa Wisata Berbasis Olah
BAB IV
Raga.............................................................................................
15
B. Konsep Desa Wisata Berbasis Olah Raga .................................
21
PENUTUP A. Simpulan .....................................................................................
27
B. Saran ............................................................................................
27
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................
28
LAMPIRAN ...............................................................................................................
29
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Pesona di Desa Pakraman Jasri ..............................................................
9
Gambar 2.2 Pesona di Desa Pentingsari ....................................................................
12
Gambar 4.1 Peta desa Tegalwaton .............................................................................
16
Gambar 4.2. Arena pacuan kuda Tegalwaton ............................................................
17
Gambar 4.3. Sekolah berkuda Arrowhead .................................................................
18
Gambar 4.4. Umbul Senjoyo ......................................................................................
20
Gambar 4.5. Festival Mata Air 2009 di Umbul Senjoyo ...........................................
20
Gambar 4.5. Bumi Perkemahan Senjoyo ...................................................................
21
Gambar 4.6. Warga sedang berlatih Drumblek ..........................................................
25
v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Dari sekian banyak sumber pendapatan devisa negara dari sektor non migas, pariwisata menduduki posisi paling strategis. Berdasarkan data UNWTO (The United Nation World Tourism Organization) Tourism Highlihts tahun 2016 menunjukkan bahwa sektor pariwisata memberikan sumbangan sebesar 10% terhadap GDP dunia, menyumbang sebesar 7% terhadap ekspor dunia dan merupakan penyumbang kesempatan kerja yang cukup besar - satu dari sebelas kesempatan kerja dunia disumbang oleh sektor pariwisata. Untuk Indonesia sendiri, sumbangan sektor pariwisata terhadap perekonomian juga menunjukkan peningkatan yang signifikan. Jika pada tahun 2007 sumbangan sektor pariwisata terhadap PDB mencapai angka 13,3% pada tahun 2013 meningkat menjadi 17,7%. Jumlah kunjungan wisatawan pada tahun 2015 tercatat sebanyak 10,4 juta (3,7% dari jumlah wisatawan dunia) dan pendapatan USD 10,7 Milyar (2,6% dari jumlah penerimaan pariwisata dunia). Angka ini memang hanya berada di posisi ke-4 di antara negara-negara kawasan Asia Tenggara setelah Thailand, Malaysia dan Singapura (Remi, dkk, 2016: 2). Namun, tingkat pertumbuhan sektor pariwisata di Indonesia terbilang bagus, mencapai 7,2 % per tahun. Angka ini bahkan lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan pariwisata dunia yang hanya 4,2 %. Di tengah turunnya ekspor Indonesia akibat lesunya perdagangan dunia, sektor pariwisata berpeluang menjadi andalan Indonesia untuk mendulang devisa negara. Terlebih, kebutuhan investasinya pun rendah, hanya US$ 3 ribu per orang- jauh lebih rendah dari investasi di industri padat modal yang memerlukan US$ 100 ribu per orang (Kemenpar, 2015) Selain
menyumbangkan
devisa
bagi
negara,
pariwisata
juga
mempunyai peran yang strategis lain sebagai katalisator pembangunan yang dapat memberikan dampak positif bagi penciptaan dan peningkatan kesempatan bekerja dan kesempatan berusaha, peningkatan penerimaan pajak
1
dan pendapatan nasional serta memperkuat posisi neraca pembayaran. Inilah yang menyebabkan pariwisata menjadi industri yang bersifat multidimensi serta multidisiplin akibat adanya interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, pengusaha serta pemerintah setempat. Sejalan dengan dinamika perkembangan pariwisata, pengembangan kepariwisataan saat ini tengah mengusung pariwisata yang tidak hanya untuk “kesenangan” saja, melainkan lebih pada “pengetahuan dan pengalaman”. Muncullah wisata alternatif seperti desa wisata. Kemunculan desa wisata selain memberikan alternatif tempat wisata yang selama ini cenderung didominasi daerah perkotaan, juga memberi peluang bagi desa untuk mengembangkan dirinya agar memberi dampak pada sosial ekonomi bagi masyarakat sekitarnya (Sastrayuda, 2010:2). Nah, sehubungan dengan hal tersebut ada sebuah potensi menarik di sebuah desa yang hanya berjarak sekitar 2 km dari sekolah di mana penulis menuntut ilmu. Potensi itu terletak di desa Tegalwaton Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang. Desa ini sering disebut sebagai desa coboy karena saking banyaknya penduduk yang memilih untuk memelihara kuda, entah itu kuda milik sendiri, kuda milik para joki maupun kuda milik para pengusaha dan birokrat yang gemar olahraga berkuda. Mengapa? Karena desa ini terdapat arena pacuan kuda berstandart internasional dan termasuk salah satu arena pacuan kuda terbaik di Indonesia. Dengan suhu udara yang relatif sejuk, akses masuk yang mudah, dan sirkuitnya menggunakan pasir yang tidak membuat kuda mudah cedera ketika berlaga membuat arena ini sering digunakan untuk arena pacuan kuda tingkat lokal dan nasional. Dengan potensi ini kemudian muncul wacana agar desa Tegalwaton dijadikan desa wisata. Dan benar, di paparan setra kluster unggulan Kabupaten Semarang tahun 2012 telah tercantum bahwa kawasan desa Tegalwaton menjadi desa wisata (www.semarangkab.go.id) Namun pada kenyataannya, keberadaan desa wisata ini belum memberi manfaat yang signifikan bagi masyarakat sekitar. Memang benar, seiring dengan banyaknya event yang digelar, telah memberi dampak ekonomi bagi penduduk sekitar arena. Selain hasil parkir, berjualan makanan dan minuman,
2
sebagian besar warga di Desa Tegalwaton juga mendapat penghasilan dari persewaan lahan untuk kandang kuda dan juga sewa rumah untuk para pekathik (tukang rawat kuda) yang sebagian besar adalah pendatang. Adanya sekolah berkuda Arrowhead di samping arena pacuan juga seringkali menjadi tujuan wisatawan untuk menjajal olahraga berkuda. Namun sebenarnya, potensi ini bisa digarap lebih serius lagi. Olah raga berkuda dikenal sebagai olah raga mahal, yang tidak semua daerah memiliki potensi serupa. Jika di sela-sela event itu kuda yang biasanya hanya dihela pekathik tiap pagi atau sore di aren pacuan atau di jalan-jalan bisa disewakan kepada wisatawan tentunya akan mendatangkan pendapatan. Terlebih jika hal itu digabung dengan praktek merawat kuda, misalnya, akan menjadi paket wisata yang menarik. Penduduk juga bisa menyewakan sepeda dan memandu wisatawan berjalan-jalan untuk mengelilingi area desa Tegalwaton yang masih asri. Keberadaan Bumi Perkemahan Senjoyo dan Umbul Senjoyo yang juga berada di desa tersebut semakin memberi banyak pilihan wisatawan untuk melakukan olah raga di alam terbuka dengan suasana yang berbeda. Nah, jika desa wisata lain mayoritas “menjual” kekayaan alam, budaya, dan adat istiadatnya, desa wisata Tegalwaton ini dapat lebih banyak “menjual” keragaman sarana olah raganya, tak sekedar bertumpu pada arena pacuan kuda yang memang sudah terkenal itu. Konsep desa wisata berbasis olah raga inilah yang akan penulis jabarkan dalam karya tulis ini.
B. Rumusan Masalah Rumusan masalah yang diangkat dalam karya tulis ini adalah: 1. Potensi apa saja yang menjadikan desa Tegalwaton berpeluang untuk dikembangkan menjadi desa wisata berbasis olah raga? 2. Bagaimana konsep desa wisata berbasis olah raga yang dapat dijadikan alternatif untuk mengembangkan desa Tegalwaton
3
C. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah 1. Mengetahui potensi apa saja yang menjadikan desa Tegalwaton berpeluang untuk dikembangkan menjadi desa wisata. 2. Mengetahui konsep desa wisata berbasis olah raga yang dapat dijadikan alternatif untuk mengembangkan desa Tegalwaton.
D. Manfaat Adapun manfaat dapat diperoleh dari penulisan karya ilmiah ini, antara lain sebagai berikut. 1.
Bagi peserta didik, penulisan karya ilmiah ini diharapkan dapat wawasan tentang berbagai potensi pariwisata di lingkungan sekitar.
2.
Bagi guru, dapat menjadi sumber belajar dalam menggali potensi berbasis khas lokal.
3.
Bagi instansi yang terkait, dapat menjadi sumber rujukan bagaimana mengambil langkah yang tepat dalam pengembangan potensi wisata desa Tegalwaton pada khususnya dan pengembangan potensi khas lokal lain pada umumnya.
4
BAB II LANDASAN TEORI
A. Konsep Desa Wisata Pengertian desa wisata
menurut Wiendu Nuryati adalah suatu
bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku. (Nuryati, 1993: 2). Definisi lain dari Pariwisata Inti Rakyat (PIR) (Hadiwijoyo, 2012) mendefinisikan desa wisata sebagai suatu kawasan pedesaan yang mencerminkan keaslian pedesaan baik dari kehidupan sosial ekonomi, sosial budaya, adat istiadat, kehidupan seharihari, memiliki arsitektur bangunan dan struktur tata ruang desa yang khas, atau kegiatan perekonomian yang unik dan menarik serta mempunyai potensi untuk dikembangkannya berbagai komponen kepariwisataan, misalnya : atraksi, akomodasi, makanan minuman, dan kebutuhan wisata lainnya. Ditarik dari definisi di atas, terdapat dua komponen utama dalam sebuah desa wisata, yakni akomodasi dan atraksi. Akomodasi menyangkut sebagian dari tempat yang bisa disinggahi wisatawan berupa tempat tinggal para penduduk setempat dan atau unit-unit yang berkembang atas konsep tempat tinggal penduduk. Sedangkan atraksi menyangkut seluruh kehidupan keseharian penduduk setempat beserta setting fisik lokasi desa yang memungkinkan wisatawan berinteraksi secara aktif, misalnya berupa kursus tari, bahasa dan lain-lain yang bersifat spesifik. Namun, agar disebut dapat sebagai desa wisata, suatu desa harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut: 1.
Aksesibilitas yang baik, sehingga mudah dikunjungi wisatawan dengan menggunakan berbagai sarana transportasi
2.
Memiliki obyek-obyek yang menarik berupa alam, seni budaya, legenda, makanan khas, dan sebagainya untuk dikembangkan sebagai atraksi wisata
3.
Masyarakat dan aparat desa menerima dan memberikan dukungan yang tinggi terhadap desa wisata dan para wisatawan yang datang ke desanya
5
4.
Keamanan di desa tersebut terjamin
5.
Tersedia akomodasi, telekomunikasi dan tenaga kerja yang memadai
6.
Beriklim sejuk atau dingin
7.
Berhubungan dengan obyek wisata lain yang sudah dikenal masyarakat Berdasarkan studi UNDP (United Nation Development Program)
dan WTO (World Tourism Organization) dan beberapa konsultan Indonesia, terdapat dua model pendekatan pasar yang dapat gunakan untuk mengembangkan desa wisata di Indonesia: 1.
Interaksi tidak langsung Dalam model ini desa mendapat manfaat menjadi desa wisata tanpa ada interaksi langsung dengan wisatawan. Bentuk kegiatanya bisa berupa tayangan atau penulisan buku-buku tentang desa, kehidupandesa, arsitektur tradisional, latar belakang sejarah, pembuatan kartu pos dan sebagainya.
2.
Interaksi setengah langsung Bentuk dari interaksi setengah langsung contohnya paket one trip. Jadi, setelah
wisatawan
selesai
melalukan
kegiatan-kegiatan
bersama
penduduk, mereka dapat kembali ke tempat akomodasinya. Prinsip model ini adalah wisatawan hanya singgah dan tidak tinggal bersama dengan penduduk. 3.
Interaksi langsung Dalam model ini, wisatawan tinggal/bermalam di desa tersebut, misalnya dengan menyewa rumah singgah yang dimiliki warga desa. Penentuan tipe pengembangan di atas berdasarkan kriteria apa saja
atraksi wisata yang disajikan, jarak tempuh, besaran desa, sistem kepercayaan dan kemasyarakatan dan ketersediaan infrastruktur; meliputi fasilitas dan pelayanan transportasi, fasilitas listrik, air bersih, drainase, telepon dan sebagainya. Masing-masing kriteria digunakan untuk melihat karakteristik utama suatu desa untuk kemudian menetukan apakah suatu desa akan menjadi desa dengan tipe berhenti sejenak, tipe one day trip atau tipe tinggal inap. Kemudian, berdasarkan pendekatan fisik, pengembangan desa wisata dapat dilakukan dengan:
6
1. Mengonservasi sejumlah rumah yang memiliki nilai budaya dan arsitektur lalu mengubah fungsi rumah tinggal menjadi sebuah museum desa dimana hasilnya akan digunakan untuk perawatan dari rumah tersebut. Contoh pendekatan dari tipe pengembangan model ini adalah Desa Wisata di Koanara, Flores. 2. Mengonservasi keseluruhan desa dan menyediakan lahan baru untuk menampung perkembangan penduduk desa tersebut dan sekaligus mengembangkan lahan tersebut sebagai area pariwisata dengan fasilitasfasilitas wisata. Contoh pendekatan pengembangan desa wisata jenis ini adalah Desa wisata Pentingsari, Cangkringan, Sleman 3. Mengembangkan bentuk-bentuk akomodasi di dalam wilayah desa tersebut yang dioperasionalkan oleh penduduk desa tersebut sebagai industri skala kecil. Contoh dari bentuk pengembangan ini adalah Desa wisata Wolotopo di Flores. Wisata di daerah ini dikembangkan dengan membangun sebuah perkampungan skala kecil di dalam lingkungan Desa Wolotopo yang menghadap ke laut dengan atraksi-atraksi budaya yang unik. Fasilitas-fasilitas wisata ini dikelola sendiri oleh penduduk desa setempat. (Anonim, 2014) B. Beberapa Desa Wisata yang Populer di Indonesia Tren desa wisata mulai muncul pada tahun 2006, dan sekarang jumlah desa wisata di Indonesia sekitar 980 buah. Untuk mengapresiasi keberadaan desa wisata Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) mengadakan anugrah desa wisata terbaik setiap tahunnya sejak tahun 2010. Pada tahun 2012 telah dipilih 3 desa wisata yakni Desa Bejiharjo Kecamatan
Karangmojo,
Kabupaten
Gunung
Kidul,
DIY,
meraih
penghargaan utama. Disusul oleh Desa Banjarasri, Kalibawang Kulonprogo, DIY, dan Kelurahan Kauman, Pekalongan Timur, Jawa Tengah. Kemudian, pada tahun 2013 Desa Pekraman Jasri, di Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali terpilih menjadi Desa Wisata Terbaik 2013. Menyusul di posisi 2 adalah Desa Nglanggeran di Gunung Kidul, Yogyakarta, dan posisi ke-3 Desa Samiran, di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Selanjutnya, pada tahun 2014
7
Desa Wisata Terbaik yang diraih oleh Desa Dieng Kulon Banjarnegara, Jawa Tengah disusul oleh Desa Penglipuran Kabupaten Bangli, Bali dan Desa Gubug Klakah, Kabupaten Malang, Jawa Timur (Casmudi, 2015). Berikut ini adalah contoh beberapa desa wisata terbaik yang pernah mendapat penghargaan dari dalam maupun luar negeri. 1. Desa Pekraman Jasri di Kecamatan Karangasem, Bali Desa ini dinobatkan menjadi desa wisata terbaik tahun 2013. Dengan luas kurang lebih 445,62 Ha, desa Jasri memiliki kriteria lengkap untuk dijadikan desa wisata. Memiliki pemukiman tradisional di bagian yang di bagian tengah, dikelilingi oleh sawah dan kebun dengan tiga ruas aliran sungai, deretan pebukitan serta laut di sebelah selatan menjadikan desa ini berpotensi besar sebagai daerah wisata. Apalagi ditambah dengan kekayaan adat, seni dan budayanya yang masih terpelihara, upacara upacara adat, tari - tarian adat, seni - seni kerajinan. Ada beberapa pilihan tour tersedia bagi wisatawan yang berkunjung. Misalnya, wisata pedesaan (Village Tour), yang mengajak wisatawan berkeliling desa mengunjungi beberapa objek kerajinan dan bangunan tradisioanal serta memahami aktivitas penduduk dalam kesehariannya. Contoh objek yang dikunjungi misalnya Pasar Tradisional, Istana Raja Karangasem, Water Palace di Ujung dan Tirtagangga dan lainnya. Dari potensi alam, seni dan budaya yang dimiliki, Desa Wisata Jasri juga menyediakan beberapa wisata minat khusus seperti tracking dimana wisatawan akan diajak menyusuri alam persawahan, melewati sungai, mendaki pebukitan, yang berakhir di Pantai Jasri. Atau, wisata bersepeda atau cycling tours yang menyediakan dua jalur bersepeda, jalur yang pertama dengan rest point di Taman Ujung dan jalur kedua dengan rest point di Pasir Putih. Di pantainya, desa wisata Jasri juga menyediakan
wisata
selancar
air,
memancing,
outbound, wisata
Konservasi Tumbuhan dan Binatang dan wisata air lain. Kemudian, ada pula wisata belajar, di mana wisatawan akan diajak mengetahui lebih dalam, dengan mempelajari secara singkat mengenai
8
adat dan tradisi yang terdapat di Desa Wisata Jasri, seperti memasak, musik dan tari tradisonal, membuat keramik, membuat persembahan, dan bertani. Selain atraksi dan paket wisata di atas, ada satu seni pertunjukkan budaya yang tidak dimiliki daerah lain yakni tradisi kuno ter-teran atau perang api Tradisi tersebut dilakukan setiap tahun, sehari sebelum Nyepi yang melambangkan penghormatan kepada roh-roh jahat dari Bhuta Kala sehingga
mereka
tidak
akan
mengganggu
kehidupan
rakyat.
Dengan berbagai keunggulan itulah, tak heran jika Jasri menjadi desa andalan turis asing maupun turis domestik jika berwisata di pulau Bali. Bahkan, beberapa sineas film Hollywood menggunakan Desa Pekraman Jasri untuk lokasi pengambilan gambar. Seperti film "Eat, Pray and Love", film thriller "I, Alex Cross", "The Fast and The Furious" dan film "XXX". Ini membuktikan bahwa dimata dunia, pesona Jasri susah untuk diabaikan (Anonim, 2016).
Gambar 2.1 Pesona di Desa Pakraman Jasri (searah jarum jam): tradisi Ter-teran, tari Rejang, kelas membuat keramik, objek wisata pantai Jasri
9
2.
Desa Wisata Pentingsari, Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta Dusun wisata Pentingsari mulai ditetapkan sebagai desa wisata sejak tahun 2008. Walaupun tergolong paling muda diantara desa-desa wisata lainnya, akan tetapi telah banyak penghargaan yang didapatkan. Salah satu yang paling bergengsi adalah penghargaan tingkat dunia atas keberhasilannya dalam mengelola desa wiasata sesuai dengan kaidah Kode Etik Kepariwisataan Dunia pada tahun 2011 dari WCTE (World Committee on Tourism Ethics). Desa dinilai berhasil menerapkan prinsipprinsip kode etik pariwisata dunia yang mencakup: pelestarian lingkungan dan kearifan budaya lokal, pelibatan masyarakat lokal dalam pengelolaan desa wisata, dan pemberian kesan positif kepada setiap wisatawan yang datang berkunjung. Dengan begitu, rasanya optimisme warga bahwa projek ini akan terus berjalan dari generasi ke generasi adalah hal yang cukup berdasar dan bukanlah sesuatu yang muluk-muluk untuk diraih. Dusun Pentingasi berbentuk seperti semenanjung dimana sebelah barat terdapat lembah yang sangat curam yaitu kali Kuning dan sebelah selatan terdapat lebah yang berupak Goa Ledok / Ponteng dan Gondoran sebelah timur terdapat lembah yang curam yaitu Kali Pawon dan sebelah utara merupakan dataran yang dapat berhubungan langsung dengan tanah di sekeliling kelurahan Umbulharjo sampai ke pelataran gunung Merapi .Daya tarik utama dari desa wisata Pentingsari juga mengedepankan keaslian budaya, alam dan sosial. Selain panorama yang indah di latari landskap megahnya gunung Merapi, desa wisata ini memiliki 3 aspek unggulan yang membuatnya selalu ramai dikunjungi. Yang pertama adalah keunikan alamnya yang terjaga. Selain hamparan sawah yang luas membentang, perkampunyan yang masih alami, ada beberapa tempat wisata pula yang cukup menarik untuk dikunjungi. Diantaranya, pancuran Sendangsari (Pancuran Sendang Panguripan Kendaliwesi); Watu Dakon; Watu Persembahan; Watu Gajah; Watu Payung; Watu Gandul; Luweng yang merupkan tempat untuk memasak yang terbuat dari batu cadas, Kali Pawon, Dam Panahan yang
10
berfungsi untuk menahan aliran air sungai yang berasal dari Gunung Merapi; dan Tempuran tempat bertemunya Kali Pawon dan Kali Kuning. Kedua sistem kerja dan perberdayaan masyarakat sekitar. Hampir semua tenaga kerja dan pengelola desa wisata Pentingsari adalah warga lokal. Dan yang ketiga adalah budayanya. Warga lereng Merapi pada umumnya masih memegang teguh budaya Jawa, tak terkecuali penduduk Pentingsari. Itu mengapa, selain berkunjung ke tempat wisata yang ada, wisatawan juga dapat mengikuti berbagai paket dan atraksi yang ditawarkan. Tentunya, dengan biaya yang terjangkau, seperti: atraksi dan paket wisata, atraksi dan paket budaya, dan paket kunjungan ke luar. Atraksi dan paket
wisata terdiri dari Pelatihan pertanian/
perkebunan; atraksi bajak sawah/ tanam padi; traksi wiwitan/ panen padi; memancing/ tangkap ikan; tracking/ petualangan; sepak bola lumpur; dan Out bond/ Field Trip. Atraksi dan paket budaya meliputi atraksi penyambutan/ punokawan; cokekan/ karawitan; belajar gamelan; belajar tari klasik; paket Kenduri; paket atraksi kuliner pedesaan; kreasi janur; dan membatik. Sedangkan paket kunjungan ke luar wisatawan dapat memilih untuk Lava dan Vulcano Tour Merapi; kunjungan ke sentra jamu godhog; kunjungan ke sentra sapi perah; dan kunjungan ke Museum Gunung Merapi (Vitasurya, 2014: 3) Untuk menuju desa wisata Pentingsari bisa di tempuh dalam waktu kurang lebih satu jam perjalanan dari kota Jogja. Dari Jogja ke utara melintasi
di
Jalan
Kaliurang.
kemudian
setelah
sampai
perempatan Pakem, belok ke kanan (timur) menuju rumah makan Morolejar. jalan menajak dan terus naik lagi sekitar 2 km di sebelah kiri jalan sudah ada plang petunjuknya desa wisata Pentingsari. Selain akses yang mudah, sarana transportasi dari airport menuju Dusun Pentingsari, parkiran, toilet umum dan homestay juga sudah tersedia dengan jumlah yang memadai dan fasilitas yang sudah memenuhi standar. Selain itu, tersedia pula Camping Ground yang merupakan tanah kosong yang biasanya dipakai untuk kegiatan outbond dan perkemahan dan Joglo
11
adalah tempat pertemuan yang biasanya dipakai untuk penyambutan tamu atau mengadakan kegiatan berkumpul bersama.
Gambar 2.2 Pesona di Desa Pentingsari (searah jarum jam): landskap desa Pentingsari, objek wisata Watu Dakon, atraksi Punokawan, kelas kreasi janur C. Kerangka Berfikir Menyadari peran strategi sektor pariwisata sebagai sumber devisa negara dan juga katalisator pembangunan selayaknya membuat geliat sektor ini cukup berkembang akhir-akhir ini. Muncullah pengembangan kepariwisataan saat ini yang tidak hanya untuk “kesenangan” saja, melainkan lebih pada “pengetahuan dan pengalaman” dalam wisata alternatif seperti desa wisata. Kemunculan desa wisata selain memberikan alternatif tempat wisata yang selama ini cenderung didominasi daerah perkotaan, juga memberi peluang bagi desa untuk mengembangkan dirinya agar memberi dampak pada sosial ekonomi bagi masyarakat sekitarnya. Sehubungan dengan hal tersebut ada sebuah potensi menarik di sebuah desa yang hanya berjarak sekitar 2 km dari sekolah di mana penulis menuntut ilmu. Potensi itu terletak di desa Tegalwaton Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang. Di desa ini terdapat arena pacuan kuda berstandart internasional dan termasuk salah satu arena pacuan kuda terbaik di Indonesia.
12
Dengan suhu udara yang relatif sejuk, akses masuk yang mudah, dan standar sirkuitnya yang baik membuat arena ini sering digunakan untuk arena pacuan kuda tingkat lokal dan nasional. Dengan potensi ini kemudian muncul wacana agar desa Tegalwaton dijadikan desa wisata. Dan benar, di paparan setra kluster unggulan Kabupaten Semarang tahun 2012 tercantum bahwa kawasan desa Tegalwaton menjadi desa wisata. Namun pada kenyataannya, keberadaan desa wisata ini belum memberi manfaat yang signifikan bagi masyarakat sekitar. Memang benar, seiring dengan banyaknya event yang digelar, telah memberi dampak ekonomi bagi penduduk sekitar arena. Selain hasil parkir, berjualan makanan dan minuman, sebagian besar warga di Desa Tegalwaton juga mendapat penghasilan dari persewaan lahan untuk kandang kuda dan juga sewa rumah untuk para pekathik (tukang rawat kuda) yang sebagian besar adalah pendatang. Adanya sekolah berkuda Arrowhead di samping arena pacuan juga seringkali menjadi tujuan wisatawan untuk menjajal olahraga berkuda. Namun sebenarnya, potensi ini bisa digarap lebih serius lagi. Olah raga berkuda dikenal sebagai olah raga mahal, yang tidak semua daerah memiliki potensi serupa. Jika di sela-sela event itu kuda yang biasanya hanya dihela pekathik tiap pagi atau sore di aren pacuan atau di jalan-jalan bisa disewakan kepada wisatawan tentunya akan mendatangkan pendapatan. Terlebih jika hal itu digabung dengan praktek merawat kuda, misalnya, akan menjadi paket wisata yang menarik. Selain itu di dalam arena pacuan juga telah ada arena motor cross. Ini bisa menjadi alternatif olahraga yang bisa dipilih wisatawan. Penduduk juga bisa menyewakan sepeda dan memandu wisatawan berjalan-jalan untuk mengelilingi area desa Tegalwaton yang masih asri. Keberadaan Bumi Perkemahan Senjoyo dan mata air Senjoyo yang juga berada di desa tersebut semakin memberi banyak pilihan wisatawan untuk melakukan olah raga di alam terbuka dengan suasana yang berbeda. Keragaman sarana olah raga inilah
yang menurut
hemat
penulis
dapat
dijadikan
bekal
untuk
mengembangkan desa Tegalwaton menjadi menjadi desa wisata berbasis olah raga.
13
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan “kajian literatur” mengkaji atau meninjau secara kritis pengetahuan, gagasan, atau temuan yang terdapat di dalam berbagai literatur, baik cetak maupun elektronik. B. Teknik Pengambilan Data Dalam karya tulis ini, data diperoleh melalui dua cara: (1) studi pustaka, dari sumber pustaka yang relevan dengan permaslahan yang dibahas; (2) dokumentasi, yang berasal surat kabar baik online maupun cetak, buletin ilmiah, majalah, dsb yang kemudian dihimpun berdasarkan prioritas manfaat; (3) wawancara dengan beberapa warga desa Tegalwaton C. Teknik Analisis Data Proses analisis data mencakup tiga komponen pokok, yakni: 1.
Reduksi data Adalah proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi dari data yang diperoleh berdasarkan sumber pustaka. Reduksi data merupakan bagian dari analisis yang mempertegas, memperpendek, membuat fokus, dan membuang data yang tidak penting.
2.
Sajian data Merupakan susunan informasi yang dapat ditarik dalam penulisan karya tulis ini dapat disajikan secara lengkap, baik data yang diperoleh melalui studi pustaka maupun dokumentasi kemudian dianalisis antar kategori dalam permasalahan yang ada guna mendapatkan sajian data yang jelas dan sistematis sehingga data dapat tersaji dengan baik.
3.
Penarikan simpulan Data yang telah direduksi dan dideskripsikan dalam bentuk sajian data, kemudian diinterpretasikan. Setelah itu baru dapat ditarik kesimpulan akhir yang sistematis dan perumusan saran yang sesuai dengan masalah yang dikaji.
14
BAB IV ISI DAN PEMBAHASAN
A. Potensi Desa Tegalwaton Menuju Desa Wisata Berbasis Olah Raga Dalam paparan sentra kluster unggulan binaan Fedep Kabupaten Semarang tahun 2012 Desa Tegalwaton telah disebut sebagai desa wisata bersama dengan enam desa lain di wilayah Tengaran yakni desa Gemawang Kec. Jambu, desa Gogik, Kec. Ungaran, desa Kemetul Kec. Susukan, desa Candi Kec. Bandungan, desa Keseneng, Kec. Sumowono, desa TanonNgrawang
Kec.
Getasan
(www.semarangkab.go.id).
Namun
pada
kenyataannya, “kondisi” desa wisata ini masih jauh dari panggang api. Padahal dengan pengelolaan yang lebih baik, desa Tegalwaton memiliki beberapa keunggulan yang cukup dijadikan bekal untuk menjadi “benarbenar” desa wisata. Pertama, dalam hal aksesibilitas atau kemudahan wisatawan mengunjungi lokasi. Lokasi desa Tegalwaton letaknya hanya sekitar 2-3 km dari jalan raya Solo-Salatiga. Ada tiga alternatif masuk desa ini. Pertama melalalui jalan raya Suruh-Salatiga di sebelah Terminal Tingkir Salatiga. Akses ini dapat ditempuh dengan mobil angkutan umum jurusan SuruhSalatiga yang tersedia dari pagi sampai malam hari. Seiring dengan pembangunan jalur tol Semarang-Solo, di mana salah satu dari tujuh gerbangnya berada di jalan ini, akan membuat jalur ini semakin mudah untuk ditempuh. Akses kedua, melalui Jl. Senjoyo IV. Di jalan ini tidak ada angkutan umum namun ada jasa ojek yang dapat melayani wisatawan sepanjang hari. Akses ketiga, melalui jalan masuk di dekat Pasar Kembangsari Baru, Kec. Tengaran. Di jalan ini tersedia angkutan umum trayek Kembangsari-Suruh dari pagi sampai sore hari. Namun tersedia jasa ojek yang dapat melayani wisatawan sepanjang hari
15
Gambar 4.1 Peta desa Tegalwaton
Kedua, dalam hal obyek-obyek wisata yang menarik. Ada banyak objek wisata yang terdapat di desa Tegalwaton, diantaranya Lapangan pacuan kuda, sekolah berkuda Arrowhead, Umbul Senjoyo, Petilasan Joko Tingkir, Wot Senggol, Pleret Karebet, Makam Ki Ageng Slamet, Ringin Ambruk Ngadek dan Bumi perkemahan Senjoyo. Namun, mengingat konsep desa wisata yang akan dikembangkan berbasis olah raga, maka pembahasan objek wisata dititikberatkan pada tiga lokasi: 1. Arena Pacuan Kuda Tegalwaton Geliat peternakan kuda di desa Tegalwaton sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1965 silam. Adalah Mbah Priyo, panggilan akrab Supriyono yang memiliki ide brilian untuk mengembangkan potensi desa yang belum tergarap. Jadilah di desa kecil ini warganya telah memiliki 250 kuda. Tahun berlalu, akhirnya atas prakarsa Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo di desa ini mulai dibangun tahun 2006 dengan pembiayaan dari APBD Provinsi. Meskipun sempat diterpa isu korupsi, namun yang jelas sejak saat itu kawasan arena pacuan kuda berstandart internasional dan termasuk salah satu arena pacuan kuda terbaik di Indonesia itu terus berkembang. Selain kondisi lapangan yang terus diperbaiki, daerah sekitar arena pacuan juga turut berbenah. Tribun untuk penonton dibangun secara permanen persis di depan arena. Kemudian dibangun pula pendapa joglo di samping tribun sebagai tempat untuk pertemuan yang membahas urusan perlombaan kuda.
16
Gambar 4.2. Arena pacuan kuda Tegalwaton (dari kiri ke kanan): pemandangan arena pacuan dengan latar Gunung Merbabu; tribun; pendopo joglo di samping arena pacuan Seiring dengan banyaknya event yang digelar, memang telah memberi dampak ekonomi bagi penduduk sekitar arena. Namun itu hanya terbatas pada bagi hasil parkir saat ada event, berjualan makanan dan minuman, penghasilan dari persewaan lahan untuk kandang kuda sekitar 150 ribu per-bulan, upah mencari rumput untuk pakan kuda. Selebihnya, keuntungan yang selayaknya diperoleh dari gelar desa wisata masih jauh dari panggang api. Di hari-hari reguler (saat tidak ada event) jarang dijumpai wisatawan dari luar daerah yang berkunjung. Yang ada adalah pengunjung dari penduduk lokal baik yang berasal dari desa Tegalwaton maupun desa-desa sekitarnya yang mengajak keluarganya melihat kuda yang dihela di arena pacuan tiap pagi dan sore hari. Itupun jumlahnya tidak seberapa. Sedangkan wisatawan dari luar daerah, objek yang dituju adalah sekolah berkuda Arrowhead di samping arena pacuan. Arrowhead Horse Riding School di dirikan sejak tahun 2010. Di sekolah itu mulanya terdapat sekitar 40 kuda tunggang atau ecostrian dan 10 poni atau kuda kecil yang cocok untuk anak-anak. Melayani wisatawan secara perorangan atau kelompok (biasanya anak-anak sekolah), tempat tersebut menawarkan beberapa pilihan wisata berkuda, di antaranya menungang kuda (horse ride), menunggang poni (pony ride), dan pelajaran naik kuda (riding lesson). Meskipun peminatnya cukup banyak, namun karena pengelolaan yang tidak terpadu alhasil wisata ke arena pacuan ini lebih bersifat one day trip: selesai bermain
17
dengan kuda, langsung pulang. Akibatnya, masyarakat sekitar arena pacuan hampir tidak mendapat manfaat dari wisatawan yang berkunjung. Buktinya, di sekitar arena pacuan hanya dijumpai satu dua penjual makanan dan minuman itupun dengan kondisi yang “sederhana”.
Gambar 4.3. Sekolah berkuda Arrowhead (kiri); penjual makanan dan minuman di depan arena pacuan (kanan) Fasilitas penginapan yang tersebar dari beberapa tempat, seperti Griya Sakinah dan Havana Horse (kandang kuda yang dilengkapi dengan penginapan) juga tidak mendapat sambutan semestinya. Jarang ditemui wisatawan yang menginap pada hari-hari saat tidak ada event. Kalaupun ada event, para pemilik kuda lebih memilih menginap di rumah penduduk dimana kudanya dititipkan, atau memilih datang ke arena saat lomba digelar, mengingat lokasi arena yang memang sangat strategis. 2. Umbul Senjoyo Ada banyak mitos yang melegenda di Umbul Senjoyo, sebuah mata air dari Desa Tegalwaton, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Beberapa sumber menyebutkan bahwa nama Senjoyo atau Sanjaya, berasal dari kata Panembahan Senopati Senjaya atau Sobrah Jaya, nama lain dari Joko Tingkir. Namun berdasarkan cerita dari Jasmin, juru kunci Senjoyo, nama Senjoyo diambil dari nama Eyang Senjoyo, seorang pinisepuh keturunan non muslim (antara Hindu atau Budha masih menjadi perdebatan). Saat terjadi perang Baratayudha, Senjoyo yang waktu itu berpihak kepada Pandawa terkena panah. Senjoyo yang terluka parah terpental hingga ke lereng Merbabu. Di sana ia membersihkan semua lukanya. Setelah sembuh, Eyang Senjoyo bergegas kembali ke medan pertempuran.
18
Sepeninggal Eyang Senjoyo itulah, tiba-tiba muncul puluhan too’ (mata air-jawa) di beberapa tempat. Dan untuk mengenangnya, masyarakat di lereng Merbabu (yang sekarang menjadi desa Tegalwaton) menamainya Sendang Senjoyo. Adapun hubungannya dengan legenda Mas Karebet (Joko Tingkir), sebelum mengabdi di (Kesultanan) Demak, Mas Karebet merendam diri di sini untuk berolah kesaktian di umbul ini. Kemudian ada pula cerita air sendang yang biasanya tenang tiba-tiba menyembur deras. Jika dibiarkan bisa terjadi banjir. Akhirnya Joko Tingkir memotong rambut gondrongnya untuk menahan debit air yang keluar sekaligus menyaring mata air sendang hingga air mengucur bening sampai hari ini. Terlepas dari cerita mana yang benar, yang jelas di lokasi ini selain dijumpai mata air yang tak pernah kering juga banyak ditemukan pepohonan yang berusia ratusan tahun. Ada tujuh tuk (mata air) yang dianggap penting oleh masyarakat, yakni Sendang Slamet, Sendang Bandung, Sendang Teguh, Sendang Lanang, Sendang Putri, Tuk Sewu, dan Umbul Senjoyo. Ketujuh sendang tersebut airnya selalu bersih dan jernih. Dengan banyaknya debit air yang keluar dari Sendang Senjoyo, Salatiga dan sebagian Kabupaten Semarang adalah sedikit wilayah yang kecipratan berkahnya. Tercatat PDAM Pemkot Salatiga, PDAM Kabupaten Semarang, markas TNI Salatiga, perusahaan tekstil PT Damatex yang memanfaatkan airnya. Selebihnya digunakan penduduk sekitar, masuk ke saluran irigasi atau dibuang melalui aliran Sungai Senjoyo. Sayangnya kesan kumuh lokasi ini sangat kentara. Banyak sampah yang berserakan di berbagai sudut terasa mengganggu kenyamanan pengunjung.
19
Gambar 4.4. Umbul Senjoyo (searah jarum jam): mata air di Senjoyo, petilasan Joko Tingkir, warga yang memanfaatkan air Senjoyo, tumpukan sampah yang mengganggu pemandangan. Selain dikenal sebagai tempat wisata, kawasan ini juga terkenal sebagai tempat laku ritual tertentu, biasanya pada malam Selasa Kliwon, Jumat Kliwon maupaun malam tanggal 1 Suro. Tercatat beberapa event digelar di kawasan tersebut. Salah satu yang terkenal adalah Festival Mata Air pada 9-11 Oktober 2009. Festival Mata Air (FMA) adalah sebuah festival tahunan yang diadakan oleh Komunitas TUK (Tanam Untuk Kehidupan), sebuah perkumpulan anak-anak muda Salatiga yang peduli dengan permasalahan lingkungan dan menganggap seni merupakan wadah yang sesuai untuk menyampaikan pesan peduli lingkungan terhadap masyarakat. FMA tidak hanya sebagai sebuah pesta atau pagelaran seni biasa, melainkan merupakan kumpulan dari program-program kerja Komunitas TUK selama setahun yang bisa dinikmati secara serentak dalam festival ini.
Gambar 4.5. Festival Mata Air 2009 di Umbul Senjoyo
20
3. Bumi Perkemahan Senjoyo Bumi perkemahan Senjoyo terletak di samping umbul Senjoyo. Tak jelas sejak kapan bumi perkemahan ini dibangun. Namun yang jelas bumi perkemahan ini menyajikan pemandangan yang sedikit berbeda di banding bumi perkemahan lain. Meskipun tidak terlalu luas, bumi perkemahan ini dinaungi pepohonan besar yang cukup rapat. Alhasil hawa dingin menjadi sajian khas dari bumi perkemahan ini. Beberapa fasilitas telah dibangun, diantaranya pendopo di tengah area dan beberapa fasilitas MCK. Sayangnya, tidak ada pengelolaan yang memadai di area ini. Pemanfaatannya hanya terbatas untuk lokasi perkemahan pelajar. Selebihnya sangat jarang. Itu mengapa kawasan ini relatif sepi, padahal letaknya sangat dekat dengan Umbul Senjoyo.
Gambar 4.5. Bumi Perkemahan Senjoyo (searah jarum jam): papan nama Bumi Perkemahan Senjoyo, kemah anak sekolah, pembukaan pawai budaya Kab. Semarang tahun 2015, area bumi perkemahan yang sepi B. Konsep Desa Wisata Berbasis Olah Raga Berdasarkan analisis potensi yang ada di desa Tegalwaton, paket wisata olah raga yang memungkinkan untuk dikembangkan antara lain: 1) olah raga berkuda; 2) tracking (jelajah alam); 3) cycling (bersepeda); 4) senam kesegaran jasmani; 5) outbond.
21
1. Olah raga berkuda Paket olah raga berkuda menggunakan kuda yang ada di sekitar arena. Tentu saja sebelumnya harus dibentuk terlebih dahulu koordinator yang mendata kuda-kuda siapa yang yang dijinkan pemiliknya untuk disewakan berikut pekathik-nya, menyusun jadwal penggunaan kuda, serta mengatur pembagian pendapatan antar pihak yang terlibat seperti pemilik, pekathik, dan koordinator. Olah raga berkuda yang ditawarkan ada dua macam yakni khusus di area pacuan atau berjalan-jalan menyusuri area desa Tegalwaton. Untuk olah raga berkuda yang dilakukan di area pacuan tidak terpaku pada jam tertentu. Namun untuk berkuda mengelilingi area desa lebih disarankan pada pagi atau sore hari, mengingat pada jam itu kuda niasanya dihela menyusuri desa untuk pemanasan. Dalam paket olah raga berkuda, tidak hanya menyuguhkan bagaimana mengendarai kuda tetapi juga dipadukan dengan praktek memandikan kuda bersama pekathik, memasang perlengkapan kuda (seperti tali kekang, bantalan untuk duduk, mengecek sepatu kuda, dan sebagainya); meramu makanan (termasuk mengenali jenis rumput yang baik), dan menyiapkan kandang yang sesuai standar. Setelah itu baru diakhiri dengan mengendarai kuda, baik di arena pacuan maupun di luar pacuan. 2. Tracking (jelajah alam) Tracking dilakukan dengan menyusuri area desa Tegalwaton mulai dari Umbul Senjoyo (termasuk situs-situs sejarah di Umbul itu), menyusuri area persawahan di utara desa, arena pacuan kuda, kembali lagi ke Umbul Senjoyo. Di sela-sela tracking, wisatawan juga dapat menjajal aktivitas bertani atau berkebun yang dilakoni warga (sesuai musim), misalnya membajak sawah, menanam padi, atau memanen palawija. Setelah beristirahat sejenak, wisatawan disuguhi wedang ronde dan jajanan tradisional yang bahan bakunya merupakan bahan pangan lokal desa Tegalwaton. Seusai menikmati hidangan, wisatawan dipersilahkan untuk
22
mandi di pancuran yang ada di Umbul Senjoyo. Paket tracking di akhiri dengan kembali ke pos utama desa wisata di sekitar arena pacuan. 3. Cycling (bersepeda) Sama halnya dengan tracking, clycling juga dilakukan dengan menyusuri area desa Tegalwaton mulai dari Umbul Senjoyo (termasuk situs-situs sejarah di Umbul itu), menyusuri desa, arena pacuan kuda, kembali lagi ke Umbul Senjoyo. Bedanya, jika tracking mengambil jalur melalui pelosok desa seperti area persawahan, cycling mengambil jalur yang
bisa
dilewati
sepeda.
Objek
yang
disinggahi
bukan
persawahan/perkebunan, melainkan rumah-rumah warga yang sedang memanen/mengolah komoditas panen tertentu. Misalnya, jika sedang musim panen jahe-komoditas biofarma yang memang banyak dikembangkan di daerah ini, wisatawan bisa berhenti sejenak untuk belajar mengenali jenis-jenis jahe, menyortir jahe sesuai dengan kelas kualitasnya, belajar pengolahan pasca panen, dan mencari informasi ke mana jahe-jahe itu akan dikirim berikut harga yang diperoleh petani. Atau, mengunjungi rumah warga yang tengah mengolah nira menjadi gula kelapa. Nira biasanya diambil pada pagi dan sore hari. D sini, wisatawan dapat melihat nira, sebagai bahan baku gula kelapa, melihat demontrasi cara memperoleh nira, membedakan kualitas nira yang baik (terutama pada saat musim penghujan), melihat pengolahan nira menjadi gula kelapa, praktek mencetak adonan gula kelapa, dan membuat minuman sederhana dari bahan baku nira. Wisatawan juga dapat menggali informasi ke mana gula itu akan dikirim berikut harga yang diperoleh. Setelah kunjungan selesai, wisatawan kembali diajak meneruskan perjalanan berakhir di bumi perkemahan Senjoyo. Di sini wisatawan dapat beristirahat sejenak sembari disuguhi wedang ronde dan jajanan tradisional yang bahan bakunya merupakan bahan pangan lokal desa Tegalwaton. Seusai menikmati hidangan, wisatawan dipersilahkan untuk mandi di pancuran yang ada di Umbul Senjoyo. Paket clycling di akhiri dengan kembali ke pos utama desa wisata di sekitar arena pacuan.
23
4. Senam kesegaran jasmani Paket wisata senam dipusatkan di bumi perkemahan Senjoyo. Jika biasanya senam hanya diisi kegiatan senam saja, pada paket senam desa wisata Tegalwaton
dirangkai
dengan
praktek mengolah
pangan
tradisional. Satu rombongan yang mengambil paket wisata senam dibagi menjadi beberapa kelompok. Masing-masing kelompok disediakan bahan yang berbeda untuk diolah berikut alat-alat yang diperlukan. Resep yang dipraktekkan diusahakan merupakan makanan yang unik, tau jarang ditemui di pasaran namun dengan proses pembuatan yang mudah dan tidak memakan waktu lama. Acara memasak dilakukan dengan arahan pendamping tiap kelompok. Setelah selesai, wisatawan dipandu untuk membersihkan area dengan prinsip pengolahan sampah yang benar. Setelah acara memasak selesai, senam bersama dimulai dengan panduan instruktur. Seusai senam, masing-masing kelompok saling bertukar makanan yang dibuat pada sesi memasak. Paket wisata senam ini kemudian ditutup dengan bersih-bersi area senam dari sisa makanan yang dinikmati. 5. Outbond Seperti paket wisata senam, kegiatan outbond juga dipusatkan di bumi perkemahan Senjoyo. Berbagai paket outbond disediakan kordinator desa wisata, sesuai dengan wisatawan yang hendak melakukan outbond. Ada outbond untuk anak-anak dan juga dewasa dengan berbagai tingkatan umur. Untuk mempermudah, koordinator dapat melakukan kerjasama dengan praktisi outbond dengan pembagian pendapatan yang disepakati. Jadi, pihak desa wisata menyiapkan tempat dan konsumsi, sementara pihak praktisi menyiapkan materi. Agar bumi perkemahan tidak rusak, sarana dan prasarana outbond diharuskan bersifat portabel, artinya tidak dipasang secara permanen di lokasi. Setelah beristirahat sejenak, wisatawan disuguhi wedang ronde dan jajanan tradisional yang bahan bakunya merupakan bahan pangan lokal desa
Tegalwaton. Seusai
menikmati
hidangan,
wisatawan
dipersilahkan untuk mandi di pancuran yang ada di Umbul Senjoyo. Paket
24
outbond di akhiri dengan kembali ke pos utama desa wisata di sekitar arena pacuan. Terkait dengan model pendekatan pasar desa wisata Tegalwaton dapat dikembangkan dengan interaksi setengah langsung dan interaksi langsung. Interaksi setengah langsung diwujudkan dalam paket one trip. Jadi, setelah wisatawan selesai melakukan kegiatan mereka dapat kembali ke tempat asalnya. Paket yang dipilih bisa dari kelima paket wisata olah raga di atas. Sedangkan untuk model interaksi tidak langsung, wisatawan dapat tinggal/bermalam di desa tersebut. Cara bermalam di desa Tegalwaton ini dapat ditempuh dengan dua cara. Pertama, dengan menyewa rumah singgah (home stay) yang dimiliki warga desa atau berkemah di bumi perkemahan Senjoyo. Kedua alternatif bermalam tersebut sama-sama mendapat fasilitas paket makan besar yang disediakan penduduk dan juga bonus paket seni. Dalam paket seni, wisatawan dapat memilih untuk belajar seni rebana pada grup rebana yang ada di desa Tegalwaton, atau belajar menabuh drumblek. Drumblek sebenarnya adalah kesenian Salatiga. Berkat kedekatan historislah yang menyebabkan kesenian ini juga berkembang di sebagian wilayah Kabupaten Semarang terutama yang berdekatan dengan Kotamadya Salatiga, termasuk di desa Tegalwaton sendiri. Drumblek pada dasarnya seperti marching band. Bedanya, jika marching band menggunakan peralatan asli, sedangkan drumblek hanya menggunakan bekas jirigen, ember, kaleng dan bambu. Hasilnya? Tetap nyaman dan asyik di telinga.
Gambar 4.6. Warga sedang berlatih Drumblek
25
Untuk mewujudkan hal tersebut tentunya perlu dukungan dari berbagai pihak terutama dalam hal: 1. Perbaikan infrastruktur jalan menuju lokasi 2. Perbaikan sarana prasarana di area objek wisata unggulan. Misalnya, pembersihan area Sendang Senjoyo dan pembangunan sarana pendukung yang memadai, perbaikan sarana MCK di bumi perkemahan Senjoyo dan pengadaan aliran listrik yang memadai, serta penataan pedagang di sekitar arena pacuan 3. Pendukung paket wisata. Misalnya, koordinasi dengan pemilik kuda berikut pekathik nya agar kuda mereka boleh disewakan, proporsi pembagian pendapatan, dan jadwal pemakaian. Koordinasi dilakukan pula dengan pihak penyedia materi outbond, instruktur senam, penduduk yang rumahnya dikunjungi, dan pihak lainnya. 4. Pengadaan homestay. Di sini koordinator juga harus dapat merangkul warganya agar mereka mau menyewakan rumahkan saat ada wisatawan berikut harga dan fasilitas yang diberikan. Sehingga saat ada wisatawan berkunjung, mereka dapat memilih akomodasi yang sesuai dengan kemampuan mereka. 5. Publikasi Sebaik apapun pengemasan desa wisata, jika tidak dikukung publikasi yang memadai, tak akan memperoleh hasil seperti yang diharapkan. Andaikan ide ini direalisasikan, publikasi jelas dibutuhkan baik lewat jalur fisik seperti menyebar leaflet atau jalur digital lewat web atau media sosial.
26
BAB V PENUTUP
A. Simpulan 1. Potensi
yang
menjadikan
desa
Tegalwaton
berpeluang
untuk
dikembangkan menjadi desa wisata berbasis olah raga antara lain adanya Lapangan pacuan kuda, Umbul Senjoyo dan Bumi perkemahan Senjoyo. 2. Konsep desa wisata berbasis olah raga yang dapat dijadikan alternatif untuk mengembangkan desa Tegalwaton dengan mengakomodasi potensi di atas dalam lima paket wisata olah raga yakni: 1) olah raga berkuda; 2) tracking (jelajah alam); 3) cycling (bersepeda); 4) senam kesegaran jasmani; 5) outbond. Kelima paket wisata tersebut kemudian dikemas dalam dua model pengembangan yakni dengan interaksi setengah langsung dalam paket one trip dan interaksi langsung dengan menginap di lokasi wisata. B. Saran 1. Perlu adanya kajian lebih lanjut tentang ide ini agar dapat segera diaplikasikan guna pengembangan desa wisata Tegalwaton, pada umumnya dan desa-desa wisata lain di Kab. Semarang pada umumnya. 2. Perlu adanya kerja sama dari seluruh instansi terkait jika ide ini benarbenar direalisasikan.
27
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2015. Pariwisata Kini Jadi Andalan Pendulang Devisa Negara. Tersedia dalam www.kemenpar.go.id/asp/detil.asp?c=16&id=2959. Diakses tanggal 30 September 2016 Anonim, 2014. Pekraman Jasri, Desa Wisata International dalam Hal Ekplorasi Tradisi. Tersedia dalam https://www.goodnewsfromindonesia.org/2016/08/10/pekraman-jasridesa-wisata-international-dalam-hal-ekplorasi-tradisi Casmudi. 2015. Harapan Mengembangkan Desa Wisata sebagai Subjek Pembangunan-untuk Meningkatkan Ekonomi Pariwisata. Tersedia dalam http://www.kompasiana.com/casmudi/harapan-mengembangkan-desawisata-sebagai-subjek-pembangunan-untuk-meningkatkan-ekonomipariwisata_54f37fd47455137c2b6c7969. Diakses tanggal 26 September 2016. Hadiwijoyo, Suryo Sakti. 2012. Perencanaan Pariwisata Berbasis Masyarakat ( Sebuah Pendekatan Konsep ). Yogyakarta : Graha Ilmu. Nuryati, Wiendu, 1993. “Concept, Perspective and Challengers”. Makalah bagian dari Laporan Konferensi Internasional Mengenai Pariwisata Budaya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Remi, SS, Sihono Dwi Waluyo, dan Bagdja Muljarijadi. 2016. Peran Pariwisata Dalam Perkembangan Perekonomian Daerah (Studi Kasus Provinsi DKI Jakarta). Tersedia dalam http://www.feb.unpad.ac.id/dokumen/files/Sutyastie-Penelitian-PaperPariwisata-ISEI-2016.pdf. Diakses tanggal 1 Oktober 2016 Sastrayuda, Gumelar S. 2010. Hand Out Mata Kuliah Strategi Pengembangan dan Pengelolaan Resort And Leisure. Tersedia dalam file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND...PARIWISATA/desa_wisata. pdf. Diakses tanggal 25 September 2016. Vitasurya, VR. 2014. Sawitri (Sampah Wisata Pentingsari): Model Pengelolaan Sampah Aktivitas Wisata Desa Pentingsari, Yogyakarta. Jurnal Arsitektur Komposis Prodi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Atmajaya No. 5 / Vol.10 / April 2014
28
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Ketua Kelompok Nama Tempat, tanggal lahir Agama Alamat Asal sekolah
: Ismy Muzaro’ah : Kab. Semarang, 21 Juni 1999 : Islam : Krajan RT 16/03 Tengaran, Kec. Tengaran, Kab. Semarang : SMK Negeri 1 Tengaran Jl. Darun Naim, Kelurahan Karangduren, Kec. Tengaran, Kab. Semarang No. HP / email : 085726997389 /
[email protected] Prestasi yang pernah diraih: Nama Lomba dan Prestasi yang Diraih Tahun Juara 1 Lomba Karya Ilmiah Lingkungan Hidup yang 2015 diselenggarakan Balai Lingkungan Hidup (BLH) Kab. Semarang Juara III Lomba Artikel Populer Tk. SMA/SMK/MA Badan 2016 Arsip dan Perpustakaan Provinsi Jawa Tengah Anggota Kelompok 1 Nama : Giarti Tempat, tanggal lahir : Kab. Semarang, 7 Mei 1998 Agama : Islam Alamat : Kragilan RT 21/07 Regunung, Kec. Tengaran, Kab. Semarang Asal sekolah : SMK Negeri 1 Tengaran Jl. Darun Naim, Kelurahan Karangduren, Kec. Tengaran, Kab. Semarang No. HP / email : Prestasi yang pernah diraih: Anggota Kelompok 2 Nama : Ali Azwar Ma’ruf Tempat, tanggal lahir : Kab. Semarang, 30 Juli 1999 Agama : Islam Alamat : Krekesan RT 21/11 Butuh, Kec. Tengaran, Kab. Semarang Asal sekolah : SMK Negeri 1 Tengaran Jl. Darun Naim, Kelurahan Karangduren, Kec. Tengaran, Kab. Semarang No. HP / email :
29