PENGELOLAAN ZAKAT FITRAH BERDASARKAN KONSEP MASLAHAT LIL UMMAT (Studi Kasus di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang)
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam
Oleh: Nur Salim NIM : 211 11 020
JURUSAN AHWAL AL- SYAKHSHIYYAH FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2015
i
ii
PENGELOLAAN ZAKAT FITRAH BERDASARKAN KONSEP MASLAHAT LIL UMMAT (Studi Kasus di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang)
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh GelarSarjana Hukum Islam
Oleh: Nur Salim NIM : 211 11 020
JURUSAN AHWAL AL- SYAKHSHIYYAH FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2015
iii
NOTA PEMBIMBING Lamp : 4 (empat) eksemplar Hal
: Pengajuan Naskah Skripsi
KepadaYth. Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga Di Salatiga Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Di sampaikan dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan dan koreksi, maka naskah skripsi mahasiswa : Nama
: Nur Salim
NIM
: 211 11 020
Judul
: PENGELOLAAN ZAKAT FITRAH BERDASARKAN KONSEP MASLAHAT LIL UMMAT (Studi Kasus di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang)
dapat diajukan kepada Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga untuk diujikan dalam sidang munaqasyah. Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan digunakan sebagaimana mestinya. Wassalamu’alaikumWarahmatullahi Wabarakatuh
Salatiga, 26 Juni 2015 Pembimbing,
Tri Wahyu Hidayati, M. Ag. NIP.19741123 2000 03 2002
iv
PENGESAHAN Skripsi Berjudul: PENGELOLAAN ZAKAT FITRAH BERDASARKAN KONSEP MASLAHAT LIL UMMAT (Studi Kasus di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang ) Oleh Nur Salim NIM: 21111020 telah dipertahankan di depan sidang munaqasyah skripsi Fakultas Syari‟ah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada Selasa, 11 Agustus 2015 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana dalam hukum Islam
Dewan Sidang Munaqasyah Ketua Penguji
: Dra. Siti Zumrotun, M.Ag.
Sekretaris Penguji
: Tri Wahyu Hidayati, M.Ag.
Penguji I
: Nafis Irkhami, M.Ag., MA.
Penguji II
: Luthfiana Zahriani, SH., MH.
Salatiga, 11 Agustus 2015 Dekan Fakultas Syari‟ah
Dra. Siti Zumrotun, M.Ag NIP. 19670115 199803 2 002 v
PERNYATAAN KEASLIAN Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Nur Salim
NIM
: 21111020
Jurusan
: Ahwal Al-Syakhshiyyah
Fakultas
: Syari‟ah
Judul Skripsi
: PENGELOLAAN ZAKAT FITRAH BERDASARKAN KONSEP MASLAHAT LIL UMMAT (Studi Kasus di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang)
menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Salatiga, 26 Juni 2015 Yang menyatakan,
Nur Salim NIM. 211 11 020
vi
MOTTO
“Hiduplah dengan petunjuk hati nurani mu, niscaya engkau akan selamat!” “Hidupkanlah hidupmu dengan kesibukan dan kesuksesan!” “Investasikan hidupmu untuk meraih ridla-Nya!” “Bahagiakanlah ibundamu, niscaya engkau akan dapatkan kebahagiaan hakiki!” “Cinta itu memang indah, namun ketahuilah bahwa cinta-Nya itu Maha Indah!” “Keluarlah dari kamarmu, nikmatilah kekuasaan dan keindahan pemandangan yang Allah cipatakan!” “Bekerjalah untuk masa depan bangsa dan agamamu!” “Carilah guru yang dapat mendekatkan engkau kepada Allah!” “Nikmati cintamu dengan membuat acara khusus dengan kekasih halalmu!”
vii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada Sang Maha Cinta, Allah Swt, Nabi Muhammad Saw, Ibunda Siti Asiyah, Ayahanda Isrofi, Guru Pembuka hatiku Habib Abdillah Al-Aydrus, Kakak Musyafa‟, Kakak Rofiqoh, Adik Azizah, Sahabat sekaligus motivatorku M. Syukron Rofiq; Semua teman-temanku di organisasi LDK Darul Amal IAIN Salatiga, Al-Khidmah Kampus Kota Salatiga, JQH Al-Furqon IAIN Salatiga, PMII Komisariat Joko Tingkir Salatiga, Ma‟had Al-Ishlaah Tingkir Lor, Ma‟had IAIN Salatiga, guru-guru MI Al-Manaar Bener Tengaran yang senantiasa memotivasiku; Semua dosen, karyawan dan temanteman baik di kampus satu maupun kampus dua, khususnya Safitri Nur Annisah, Puji Tri Utami yang senantiasa menyemangatiku; Asatidz-asatidzah, tetanggaku yang menyayangiku, warga desaku yang ramah, dan semua teman wanita yang pernah aku kenal terutama yang membuatku tegar dalam menghadapi beberapa masalah. Terimakasih atas dukungan kalian semua, aku mampu menyelesaikan perjuanganku menuju gelar sarjana Hukum Islam dan menjadi orang yang besar seperti sekarang ini, Semoga amal-amal kalian dicatat sebagai amal yang memenuhi timbangan kelak di akhirat dan mendapatkan ridha-Nya, Amiin.
viii
KATA PENGANTAR
Dengan Asma Allah Yang Maha Penyayang.Segala puji hanya milik Allah swt atas segala kenikmatan yang bersifat lahir maupun batin yang senantiasa diberikan kepada kita. Shalawat salam semoga senantiasa Allah swt limpahkan kepada teladan kita, Nabi Muhammad saw beserta keluarga, keturunan, dan para sahabat beliau. Semoga Allah memberikan ampunan_Nya kepada para pemimpin yang adil, serta kaum mukminin dan mukminat yang setia kepada ajaran Allah dan Rasul-Nya. Kita perlu mengerti akan pentingnya pengelolaan zakat fitrah secara baik, benar dan tepat sasaran. Maka pengelolaan yang berdasarkan hukum positif dan hukum Islam sangatlah diperlukan untuk teru diperhatikan baik hal yang disebut sebagai rukun maupun syaratnya. Sehingga kemaslahatan masyarakat akan tercapai. Dalam hal ini peneliti mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada: 1. Dr. Rachmat Hariyadi, M. Pd selaku Rektor IAIN Salatiga. 2. Dra. Siti Zumrotun, M. Ag selaku Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga. 3. Bapak Syukron Makmun, M. Si selaku Kajur Ahwal Al- Syakhshiyyah IAIN Salatiga. 4. Ibu Evi Ariyani, M. H selaku Dosen Pembimbing Akademik. 5. Ibu Tri Wahyu Hidayati, M. Ag selaku Dosen Pembimbing Skripsi. 6. Seluruh dosen IAIN Salatiga dan karyawan akademik yang tidak dapat saya sebut satu persatu. 7. Bapak Moh. Khusen, M. Ag. M. A beserta staf jajarannya selaku Wakil Rektor di Bidang Kemahasiswaan. 8.
Seluruh pegawai perpustakaan kampus IAIN Salatiga.
9. Teman-teman baik itu di organisasi, kampus IAIN Salatiga, maupun santri di Ma‟had STAIN Salatiga dan Ma‟had Al-Ishlaah Tingkir Lor, Salatiga.
ix
10. Warga Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang, dan 11. Keluarga tercinta di rumah. Yang bersedia memberikan motivasi, arahan, bimbingan dan do‟a sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.Peneliti menyadari karya tulis ini masih banyak kekurangan di dalamnya. Maka peneliti mengharapkan kritik dan saran para pembaca untuk perbaikan karya tulis ini. Salatiga, 26 Mei 2015 Peneliti
x
ABSTRAK Salim, Nur. 2015. Pengelolaan Zakat Fitrah Berdasarkan Konsep Maslahat Lil Ummat (Studi Kasus Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang). Skripsi. Fakultas Syari‟ah. Jurusan Ahwal Al-Syakhshiyyah.Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Tri Wahyu Hidayati.
Kata Kunci: Pengelolaan, Zakat fitrah, dan Konsep Maslahat. Penelitian ini merupakan upaya untuk mengembangkan potensi zakat dan pencarian kembali dalil-dalil untuk memperbaiki administrasi dan pengelolaan yang sudah terlaksana di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang selama bertahun-tahun. Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimana mekanisme pengelolaan zakat fitrah di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang?, (2) Apa faktor-faktor penyebab tokoh agama desa Tengaran menerapkan prinsip maslahah lil ummat dalam pengelolaan zakat fitrah di Desa Tengaran?, (3) Bagaimanakah konsep maslahat lil ummat dalam pengelolaan zakat fitrah menurut warga Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kabupaten Semarang?, dan (4) Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap prinsip maslahah lil ummat ini berkaitan dengan pengelolaan zakat fitrah? Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa mekanisme pengelolaan zakat fitrah meliputi: pembentukan panitia, rapat musyawarah, pendataan muzakki dan mustahiq zakat fitrah, pengumpulan dan pendistribusian. Sementara untuk faktor penyebab masyarakat memakai prinsip maslahat lil ummat ini adalah untuk tujuan pemerataan distribusi zakat. Hal ini diambil dari dalil-dalil yang ada di Kitab Fikih Syarah Fathul Qarib dan untuk respon dari masyarakat sendiri ada pro dan kontra mengenai pengelolaan dan administrasinya. Mengacu pada temuan tersebut, maka penelitian ini diharapkan mampu mengarahkan masyarakat untuk memperbaiki istimbat hukum dan administrasi serta pengelolaan zakat fitrah ke depannya.
xi
DAFTAR ISI SAMPUL……………………………………………………………….
i
LEMBAR BERLOGO…………………………………………………
ii
JUDUL…………………………………………………………………
iii
NOTA PEMBIMBING………………………………………………..
iv
PENGESAHAN………………………………………………………. PERNYATAAN KEASLIAN …………..…………………………….
v vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN…………………………………….
vii
KATA PENGANTAR………………………………………………….
ix
ABSTRAK……………………………………………………………...
xi
DAFTAR ISI……………………………………………………………
xii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………
1
Latar Belakang Masalah………………………………………… Rumusan Masalah………………………………………………. Tujuan Penelitian……………………………………………….. Kegunaan Penelitian……………………………………………. Penegasan Istilah……………………………………………….. Tinjauan Pustaka……………………………………………….. Metode Penelitian……………………………………………… 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian…………………………… 2. Lokasi Penelitian…………………………………………… 3. Sumber Data……………………………………………….. 4. Kehadiran Peneliti…………………………………………. 5. Teknik Pengumpulan Data………………………………… 6. Analisis Data………………………………………………. 7. Pengecekan Keabsahan Data……………………………… 8. Tahap Penelitian…………………………………………… H. Sistematika Penulisan…………………………………………. A. B. C. D. E. F. G.
BAB II KAJIAN PUSTAKA………………………………………… A. Pengertian Zakat Fitrah……………………………………….. B. Pengertian Pengelolaan dan Distribusi Zakat Fitrah…………...
xii
1 4 5 5 6 7 13 13 14 14 15 15 16 17 18 18 20 20 29
1. Pengertian Pengelolaan…………………………………….. 2. Pengertian Distribusi……………………………………….. C. Konsep Maslahat Menurut Ushul Fikih………………………... 1. Pengertian Maslahat………………………………………... 2. Konsep Maslahat dalam Ushul Fikih………………………. BAB III PELAKSANAAN PENGELOLAAN ZAKAT FITRAH…..
29 31 36 36 36 48
A. Kondisi Geografis Masyarakat Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kabupaten Semarang …………………………………………… 48 B. Kondisi Sosial dan Keberagamaan Masyarakat Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kabupaten Semarang………………………………… 49 1. Kondisi Sosial Masyarakat Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kabupaten Semarang………………………………………... 49 2. Kondisi Keberagamaan Masyarakat Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kabupaten Semarang………………………………………... 50 C. Pelaksanaan Pengelolaan Zakat Fitrah………………………….. 1. SejarahPengelolaan Zakat Fitrah…………………………… 2. Tata Cara Pengelolaan Zakat Fitrah………………………… 3. Pandangan Masyarakat terhadap Pengelolaan Zakat Fitrah… a. Pandangan Panitia Musyawarah………………………… b. Pandangan Panitia Pengumpul Zakat Fitrah…………….. c. Pandangan Pendata Zakat Fitrah………………………... d. Pandangan Mustahiq Zakat Fitrah………………………. e. Pandangan Tokoh Agama……………………………….. BAB IV. ANALISIS……………………………………………………
52 52 52 55 55 55 60 61 62 64
A. Analisis Pengelolaan Zakat Fitrah di Dusun Kaliwaru Berdasarkan Hukum Positif……………………………………………………………. 64 B. Analisis Pengelolaan Zakat Fitrah di Dusun Kaliwaru Berdasarkan Hukum Islam…………………………………………………….. 67 BAB V KESIMPULAN DAN PENUTUP……………………………...
71
A. Kesimpulan………………………………………………………. B. Saran……………………………………………………………… 1. Untuk Panitia Pengumpul Zakat Fitrah Dusun Kaliwaru…….. 2. Untuk Lembaga Kampus……………………………………...
71 74 74 74
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….
75
xiii
LAMPIRAN-LAMPIRAN 1. Data Zakat Fitrah tahun 1434 H 2. Data Zakat Fitrah tahun 1435 H
xiv
PENGESAHAN Skripsi Berjudul: PENGELOLAAN ZAKAT FITRAH BERDASARKAN KONSEP MASLAHAT LIL UMMAT (Studi Kasus di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang ) Oleh Nur Salim NIM: 21111020 telah dipertahankan di depan sidang munaqasyah skripsi Skripsi Fakultas Syari‟ah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada Selasa, 11 Agustus 2015 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana dalam hukum Islam
Dewan Sidang Munaqasyah Ketua Penguji
: Dra. Siti Zumrotun, M.Ag.
Sekretaris Penguji
: Tri Wahyu Hidayati, M.Ag.
Penguji I
: Nafis Irkhami, M.Ag., MA.
Penguji II
: Luthfiana Zahriani, SH., MH. Salatiga, 11 Agustus 2015 Dekan Fakultas Syari‟ah
Dra. Siti Zumrotun, M.Ag NIP. 19670115 199803 2 002
xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Harta adalah karunia dan amanah yang diberikan oleh Allah Swt kepada manusia.Harta bukanlah menjadi hak pribadi saja. Dia memiliki fungsi sosial, artinya selain menjadi hak individu, dia juga harus ditasharufkan kepada individu yang lain.Manusia dibekali dengan akal yang mampu mengarahkan mereka untuk hidup dan bertahan hidup.Cara untuk bertahan hidup adalah dengan mengelola kekayaan alam dan kekayaan berupa harta. Dalam pandangan Islam terhadap harta itu sangat ideal.Islam mengajarkan kepada umatnya agar mempunyai etos kerja yang tinggi, bekerja dan mencari harta dengan sungguh-sungguh. Pada saat yang sama, harta itu harus dibelanjakan dengan baik, untuk beribadah, untuk sanak keluarga dan sebagiannya lagi disedekahkan kepada yang membutuhkan. (Yusuf, 2004: v) Ada bagian harta untuk orang lain yang memerlukannya karena dia memiliki fungsi sosial tadi.Dalam Islam dikenal dengan zakat, infaq, dan shadaqah.Zakat, infaq dan shadaqah merupakan salah satu ketetapan-Nya yang menyangkut harta. Karena Allah SWT menjadikan harta benda sebagai sarana kehidupan untuk manusia seluruhnya, maka ia harus diarahkan untuk kepentingan bersama (Yusuf. 2004:34)
1
Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang seringkali ditemukan dalam Al-Qur‟an disandingkan dengan kewajiban shalat.Hal ini diatur dalam QS. Al-Baqarah: 43 yang berbunyi: “Dan dirikanlah shalat, dan bayarkanlah zakat, dan rukuklah kamu bersama orang-orang yang rukuk!”
Zakat dalam Islam dibagi menjadi dua.Yaitu zakat fitrah dan zakat mal.Zakat fitrah adalah zakat yang dikeluarkan oleh muzakki dalam bentuk bahan makanan pokok sesuai kadarnya. Sementara zakat mal adalah zakat yang dikeluarkan oleh muzakki dalam bentuk barang/ benda sesuai kadar dan nishabnya. Berbicara mengenai zakat fitrah yang berupa makanan pokok tadi, tentunya harus sesuai dengan kadarnya yaitu sebesar 2,5 kilogram atau sebanyak 3,5 liter. Zakat fitrah ini biasanya dikeluarkan pada tanggal 1 Ramadhan hingga malam 1 Syawal atau maksimal sebelum shalat idhul fitri. Yusuf (2004: 49) menjelaskan bahwa kadar zakat fitrah untuk tiap orang, jika dibayar dalam bentuk biji-bijian makanan, seperti beras, gandum, atau jagung adalah sebanyak satu sha‟ (setara dengan 3,5 liter). Jika dibayar dalam bentuk uang, besarnya adalah senilai harga 3,5 liter biji-bijian makanan tersebut. Zakat fitrah ini diberikan/diperuntukkan kepada 8 asnaf yang disebut dengan mustahiq. Mereka yang disebut sebagai mustahiq meliputi: fakir, miskin, ghorim (orang yang mempunyai hutang), amil (panitia
2
pengelola zakat), sabilillah (orang yang berjuang untuk agama Allah), ibnu sabil (orang yang mengabdikan diri untuk kemajuan Islam), hamba sahaya, dan muallaf (orang yang baru masuk Islam). Hal ini sudah diatur dalam QS. At-Taubah: 60 yang berbunyi: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orangorang miskin , pengurus-pengurus zakat (amil/panitia), para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” Zakat bertujuan untuk mensejahterakan umat, sebagai ungkapan rasa syukur karena telah diberikan nikmat dan sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah.swt. Dalam perkembangannya, Negara Indonesia membentuk sebuah lembaga pengelola zakat yang diberi nama BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional). Hanya lembaga tersebut yang dilegalkan untuk mengelola zakat.Hal ini sesuai dengan amanah UndangUndang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Zakat.Namun kenyataan yang terjadi di negara ini setiap desa membentuk lembaga pengelola zakat mandiri seperti halnya yang dilakukan oleh takmir masjid. Terkadang dalam pengelolaannya, zakat ini diberikan secara merata dan didistribusikan bukan hanya untuk 8 asnaf tetapi semua warga yang ada.Seperti halnya yang terjadi di sekolah-sekolah dan di desadesa.Tidak berbeda dengan yang terjadi di Desa Tengaran. Ada sebuah keunikan yang terjadi di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kecamatan 3
Tengaran, Kabupaten Semarang dimana zakat dikumpulkan di malam hari raya Idul Fitri, ditakar kembali dengan kadar sesuai jumlah anggota keluarga mustahiq (kaum dhuafa) dan didistribusikan secara merata tanpa melihat latar belakang profesi apakah dia tergolong 8 asnaf atau tidak. Terkadang juga beras yang dibayarkan sebagai zakat diperuntukkan kepada keluarga janda kaya ataupun orang tua yang memiliki jaminan sosial atau jaminan dana pensiun. Sehingga kurang sesuai dengan tuntuanan sunnah yang diajarkan oleh Rasulullah. Akan tetapi hal ini sudah menjadi tradisi turun-menurun semenjak Penjajahan Belanda dan disepakati oleh tokoh agama yang ada di desa.Mereka mendasarkan pada prinsip maslahat lil ummat.Atau dapat dikatakan sebagai mensejahterakan warga desa melalui zakat.
Maka
dalam hal ini saya mencoba mengangkatnya dalam sebuah penelitian skripsi dengan judul : ”Pengelolaan Zakat Fitrah berdasarkan Konsep Maslahat Lil Ummat: Studi Kasus di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang.”
B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana mekanisme pengelolaan zakat fitrah di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang? 2. Apa faktor-faktor penyebab tokoh agama desa Tengaran menerapkan prinsip maslahah lil ummat dalam pengelolaan zakat fitrah di Desa Tengaran?
4
3. Bagaimanakah konsep maslahat lil ummat dalam pengelolaan zakat fitrah menurut warga Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kabupaten Semarang? 4. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap prinsip maslahah lil ummat ini berkaitan dengan pengelolaan zakat fitrah?
C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui mekanisme pengelolaan zakat fitrah di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang. 2. Untuk mengetahui alasan mengapa tokoh agama Desa Tengaran memilih prinsip maslahah lil ummat dalam pengelolaan zakat fitrah di Desa Tengaran. 3. Untuk mengetahui konsep maslahat lil ummat dalam pengelolaan zakat fitrah menurut waga Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kabupaten Semarang. 4. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap prinsip maslahah lil ummat berkaitan dengan zakat fitrah.
D. Kegunaan Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan sebagai berikut: 1. Manfaat Teoretis: a. Memperluas wawasan dalam ranah keilmuan perzakatan.
5
b. Sebagai bahan referensi pembelajaran ilmu Mata Kuliah Hukum Zakat dan Wakaf khususnya tentang pengelolaan zakat fitrah. c. Sebagai bahan referensi pembelajaran ilmu tentang pengelolaan zakat fitrah bagi masyarakat. 2. Manfaat Praktis a. Bagi pembaca Dapat menambah wawasan tentang pengelolaan zakat fitrah serta bahan diskusi fikih kontemporer mengenai zakat fitrah dan problematikanya. b. Bagi peneliti 1. Menerapkan ilmu yang didapatkan dari Mata Kuliah Hukum Zakat dan Wakaf dalam menjawab persoalan zakat fitrah di masyarakat khususnya di Desa Tengaran. 2. Menambah pengalaman berharga dari kegiatan penelitian yang terkait dengan pengelolaan zakat fitrah yang dilakukan di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kabupaten Semarang. 3. Untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar sarjana strata satu (S.1) dalam bidang hukum perdata Islam (syari‟ah).
E. Penegasan Istilah Penegasan istilah dalam hal ini berguna untuk mengurangi kesalahan, ambiguitas dan ketidakpahaman pembaca dalam menelaah dan mengkaji
6
penelitian. Maka dari itu, peneliti akan memberikan beberapa gambaran pengertian mengenai ruang lingkup dalam penelitian sebagaimana berikut ini: 1. Menurut UU No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan zakat, Pengelolaan
adalah
pengoordinasian
kegiatan
dalam
perencanaan,
pengumpulan,
pelaksanaan
dan
pendistribusian,
dan
pendayagunaan zakat. 2. Zakat adalah nama atau sebutan dari sesuatu hak Allah Ta‟ala yang dikeluarkan seseorang kepada fakir miskin. Dinamakan zakat karena di dalamnya terkandung harapan untuk beroleh berkat, membersihkan jiwa dan memupuknya dengan pelbagai kebaikan (Sabiq. 1978: 5). Sementara menurut UU No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, zakat diartikan sebagai harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam. Sementara zakat fitrah berarti zakat yang wajib dikeluarkan oleh setiap muslim, baik yang masih kecil (dalam kandungan) atau telah dewasa, lakilaki maupun perempuan dan orang merdeka maupun hamba sahaya, dikeluarkan pada akhir bulan Ramadhan sampai menjelang shalat idul fitri (Farkhani, 2013: 111). Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengelolaan zakat fitrah adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat yang wajib dikeluarkan oleh setiap muslim, baik yang masih kecil (dalam kandungan) atau telah dewasa, laki-
7
laki maupun perempuan dan orang merdeka maupun hamba sahaya, dikeluarkan pada akhir bulan Ramadhan sampai menjelang shalat idul fitri. 3. Maslahat menurut Imam Al-Ghazali adalah mengambil manfaat dan menolak kemudharatan dalam rangka memelihara tujuan-tujuan syara‟ (Haroen, 1996: 114). 4. Ummat adalah khalayak umum, publik, orang banyak. Hal ini disarikan dari pengertian maslahah al-„Ammah, yaitu kemaslahatan yang menyangkut kepentingan orang banyak (Haroen. 1996: 116). Sehingga maslahat lil ummat dapat diartikan sebagai sistem dalam usaha
mengambil
manfaat
dan
menolak
kemadharatan
guna
kepentingan orang banyak dalam rangka menjaga tujuan-tujuan syara‟.
5. Tinjauan Pustaka Setelah penulis melaksanakan penelusuran literatur yang membahas mengenai zakat fitrah dan pengelolaannya, penulis telah menemukan beberapa referensi khususnya dari skripsi dan buku. Diantaranya yang dapat dijadikan sumber telaah pustaka adalah sebagai berikut: Dalam skripsi yang berjudul UrgensiTa‟mir Masjid dalam Pengelolaan Zakat Pasca Terbitnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat di takmir Masjid Al-Huda Dukuh Ledok, Nurul Hidayah Dukuh Jurang Gunting dan Al-Musyarofah Dukuh Cebongan Kota Salatiga STAIN Salatiga 2012 Achmad Saifudin menjelaskan pengelolaan zakat yang dilakukan setiap tahun setiap bulan Ramadhan di Dukuh Ledok, Dukuh
8
Jurang Gunting dan Dukuh Cebongan. Penelitiannya terfokus pada mengapa masyarakat khususnya takmir masjid membentuk panitia pengumpul zakat dalam mengelola zakat tanpa ijin dari pejabat yang berwenang. Padahal sebagaimana diatur dalam UU Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat pasal 18 ayat 1 bahwa pembentukan LAZ wajib mendapat ijin dari menteri atau pejabat yang berwenang.Sementara itu, masyarakat di Dukuh Ledok, Dukuh Jurang Gunting, dan Dukuh Cebongan melakukan pengelolaan zakat secara swakelola karena adanya sikap kurang percaya dengan UPZ resmi dan kekhawatiran warga jika penyaluran zakat kurang tepat sasaran. Dia menjelaskan bahwa kinerja ta‟mir masjid dalam pengelolaan zakat memiliki potensi yang baik untuk dijadikan sebagai kantong pengentasan kemiskinan meski cakupan kerja dalam lingkup lokal dan akibat hukum bagi takmir masjid yang melakukan pengelolaan zakat secara swadaya belum dapat dilaksanakan. Apabila dilaksanakan, maka banyak ketua takmir masjid yang akan dikenai hukuman pidana kurungan dan dikenai denda. KemudianCatur Dyah Handayani dalam skripsi yang berjudul Peranan Badan Amil Zakat (BAZ) Kota Salatiga Terhadap Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Tahun 2003-2006 STAIN Salatiga Tahun 2006 menjelaskan tentang peran BAZ Kota Salatiga dalam mengelola zakat untuk memberdayakan perekonomian umat khususnya di Kota Salatiga dari tahun 2003 hingga 2006. Dari hasil penelitiannya, BAZ melakukan pengumpulan dana zakat yang dipungut dari para pegawai dan karyawan di wilayah Kota Salatiga, lalu disetorkan di Bank BPD cabang Kota Salatiga dengan nomor
9
rekening 1.033.00075.2. dan didistribusikan kepada asnaf dengan prosentase 50% untuk fakir miskin, 40% untuk sabilillah, dan 10% untuk ibnusabil, muallaf dan ghorim. Selain itu, dengan adanya wadah BAZ ini, warga Salatiga
bisa
memaksimalkan
saling kerja
menolong saudaranya dalam
organisasinya
(mustahiq), dalam
BAZ
telah
meningkatkan
kesejahteraan masyarakat khususnya fakir miskin dan memperbaiki kualitas Sumber Daya Manusia yaitu dengan pemberian bantuan bagi siswa SD, MI, dan SMP di Salatiga. Muhammad Fauzi dalam skripsi yang berjudul “Pelaksanaan Penyaluran Zakat Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat (Studi Kasus di Desa Salamkanci Kecamatan Bandongan Kabupaten Magelang)
STAIN Salatiga Tahun 2012 menjelaskan bahwa selama ini
potensi zakat di Indonesia belum dikembangkan secara optimal dan belum dikelola secara profesional. Sementara Pelaksanaan penyaluran zakat di Desa Salamkanci Kecamatan Bandongan Kabupaten Magelang sudah sesuai syari‟at dan ketentuan undang-undang yang berlaku dimana pengurus BAZIS menggunakan sistem pasif dan sistem aktif. UU No. 23 Tahun 2011 belum memberikan pengaruh positif di Kabupaten Magelang dibuktikan dengan belum adanya kantor sendiri bagi lembaga-lembaga pengelola zakat tidak terkecuali di Desa Salamkanci. Dalam hal mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan sebagaimana diamanahkan di UU No. 23 Tahun 2011 Pasal 3 ayat (2), tidak mudah dilaksanakan oleh BAZIS di Desa Salamkanci dikarenakan terbatasnya kesadaran masyarakat
10
akan kewajiban zakat, sifat manusia yang kikir, pembenturan kepentingan selain membayar zakat mereka juga membayar tagihan listrik, PDAM, kredit motor dan sebagainya. Kemudian masalah faktor pendukung dalam pelaksanaan penyaluran zakat demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat adalah adanya peraturan daerah sebagai landasan
bagi BAZIS dalam
pengelolaan zakat, banyaknya ulama‟ sebagai fasilitator dalam pengelolaan zakat, SDM yang terampil dan profesional, pengelolaan zakat yang tertata dengan baik dan fasilitas dana operasional, sarana kerja dan dukungan kebijakan yang memadai. Rina Yatimatul Faizah dalam skripsi yang berjudul “Pelaksanaan dan Pengelolaan Zakat Profesi dalam Tinjauan Fiqh dan Perundang-undangan di Indonesia (Studi di LAZIS PT. PLN (Persero) APJ Salatiga” STAIN Salatiga Tahun 2012)menjelaskan bahwa mekanisme penghimpunan zakat di PT. PLN unit layanan Kota Salatiga dilakukan berdasarkan Surat Keterangan General Manager PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor: 059.K/GM.DJTY/2005. Zakat tersebut diambil dari 2,5 % dari gaji bersih karyawan setiap bulannya. Kinerja LAZIS sudah cukup profesional dan optimal dalam pengelolaan dan pendistribusian dalam membantu masyarakat miskin untuk mengakses pendidikan. Tri Wahyu Hidayati dalam penelitiannya yang berjudul “Implikasi UU No. 23 Tahun 2011 Terhadap Pengelolaan Zakat di Indonesia: (Studi terhadap Lembaga Pengelola Zakat di Jawa Tengah)” menjelaskan bahwa pemahaman BAZ dan LAZ terhadap UU No. 23 Tahun 2011 beragam, ada
11
yang memahaminya secara detail dan ada pula yang hanya secara global saja. Ada beberapa BAZ dan LAZ yang menyambut Undang-undang ini dengan menunggu Peraturan Pemerintah (PP) sebagai aturan lanjut, ada pula beberapa LAZ yang tidak menyetujui beberapa pasal di dalamnya menyangkut keberadaan LAZ itu sendiri. Belum ada perubahan yang signifikan terhadap BAZ dan LAZ dalam melaksanakan pengelolaan zakat berdasarkan UU terbaru, sehingga mereka masih menggunakan UU No. 38 tahun 1999.Hal ini dikarenakan UU No. 23 Tahun 2011 masih menunggu PP dan uji materi dari Mahkamah Konstitusi terhadap beberapa pasal. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat dinyatakan bahwasanya amil zakat memiliki peran untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat dalam hal mengumpulkan, mengambil dan mendistribusikan kepada mustahiq secara tepat sasaran dan benar caranya. Sementara dalam Pasal 17 menjelaskan fungsi dari amil itu sendiri yakni untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaanpengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaanzakat, masyarakat dapat membentuk LAZ.Maka dari itu, sangatlah perlu adanya pengawasan dan pendidikan berkala terhadap amil dalam hal pengelolaan dan pendistribusian ini. Sementara itu, peneliti akan memfokuskan penelitian dalam melihat bagaimana tata cara
pelaksanaan pengelolaan zakat
fitrah dengan
menggunakan konsep maslahat lil ummat beserta faktor-faktor yang menjadikan mereka bersikukuh untuk membagikan zakat fitrah yang seharusnya disalurkan kepada orang fakir-miskin tetapi juga dibagikan
12
kepada orang-orang kaya. Peneliti juga akan mengkaji secara mendalam mengenai sistem yang telah dibangun bertahun-tahun dalam hal pengelolaan zakat fitrah yang menerapkan prinsip kesetaraan dan kemerataan khususnya di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kabupaten Semarang.
6. Metode Penelitian Adapun metode penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah sebagai berikut: 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian a. Metode dan Pendekatan Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menekankan pada makna, penalaran, definisi suatu situasi tertentu (dalam konteks tertentu), lebih banyak meneliti hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari (Munawaroh: 2012: 17). Adapun pendekatan yang digunakan oleh peneliti adalah pendekatan sosiologis dan yuridis-normatif. Pendekatan sosiologis merupakan pengumpulan
pendekatan data,
yang
diantaranya
menggunakan metode
berbagai
metode
pengamatan,
metode
wawancara, metode analisis life history, metode analisis folklore, metode mencatat mimpi, metode survei lintas budaya dan metodemetode lain (Bungin, 2011: 94). Dalam hal ini peneliti akan menggunakan metode wawancara dan pengamatan. Sementara itu,
13
pendekatan yuridis-normatif adalah pendekatan yang digunakan untuk menemukan apakah suatu perbuatan hukum sesuai dengan perundangundangan yang berlaku atau tidak.Dengan pendeketan ini dapat diketahui apakah konsep maslahat lil ummat dalam pengelolaan zakat sesuai dengan perundang-undangan dan hukum Islam. 2. Lokasi Penelitian Penelitian ini berlokasi di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kabupaten Semarang.Peneliti bertindak sebagai pengumpul data sekaligus terjun langsung dan mewawancarai masyarakat Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kabupaten Semarang. 3. Sumber data Penelitian ini menggunakan dua sumber data sebagai berikut: a. Data Primer Merupakan keterangan atau fakta yang terjadi di lapangan. Data primer ini dapat diperoleh langsung dari tindakan panitia pengelola zakat Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kabupaten Semarang yang kurang sesuai dengan tuntunan hukum Islam, melainkan berdasarkan ijtihad tokoh agama desa melalui prinsip maslahat lil ummat. b. Data Sekunder Merupakan data yang mencakup dokumen-dokumen resmi baik berupa buku, majalah, artikel, hasil penelitian sebelumnya atau media lain yang menunjang sebagai landasan teori.
14
4. Kehadiran Peneliti Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai instrumen sekaligus pengumpul data.Instrumen yang peneliti gunakan adalah alat tulis, dan alat dokumentasi.Akan
tetapi
instrumen
tersebut
hanyalah
sebagai
pendukung.Oleh karena itu, kehadiran peneliti di lapangan mutlak diperlukan.Kehadiran peneliti disini adalah untuk mencari data-data mengenai pelaksanaan pengelolaan zakat fitrah berdasarkan konsep maslahat lil ummatdan dokumen-dokumen yang dapat dijadikan bahan analisis serta untuk melakukan wawancara terhadap panitia zakat fitrah guna menggali keterangan yang diperlukan. 5. Teknik Pengumpulan Data Teknik yang dipakai oleh peneliti dalam mengkaji objek adalah dengan metode wawancara (interview). Menurut Mulyana (2004: 180), wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu (Maslikhah, 2013: 321). Wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan beberapa narasumber diantaranya: a. Panitia pendata muzakki dan mustahiq untuk mengetahui kalkulasi kadar zakat yang telah terjadi beberapa tahun ke belakang. b. Panitia musyawarah pemutus muzakki dan mustahiq dalam hal ini tokoh agama Desa Tengaran guna mengetahui tata cara penunjukan mana warga yang termasuk muzakki dan mana yang sebagai mustahiq.
15
c. Panitia pengumpul zakat fitrah guna mengetahui tata carapengelolaan zakat fitrah melalui konsep maslahat lil ummat. d. Panitia distributor/pembagi zakat fitrah untuk mengetahui cara pendistribusian zakat fitrah. e. Tokoh agama dan tokoh masyarakat guna mengetahui manfaat dari pengelolaan zakat fitrah melalui konsep maslahat lil ummat. 6. Analisis Data Dalam melakukan penganalisisan data, peneliti menggunakan metode analisis model alir Mells-Huberman yakni dengan mengumpulkan dan menyajikan data yang ada, lalu direduksi data yang tidak digunakan. Jika perlu ada yang ditambah, maka peneliti akan kembali ke lapangan untuk mengumpulkan data, direduksi lagi dan didapatkan kesimpulan akhir. Reduksi data merujuk pada proses pemilihan, pemokusan, penyederhanaan, abstraksi, dan pentransformasian “data mentah” yang terjadi dalam catatan-catatan lapangan tertulis (Emzir, 2011: 130). Reduksi data adalah suatu bentuk analisis yang mempertajam, memilih, memokuskan, membuang dan menyusun data dalam suatu cara dimana kesimpulan akhir dapat digambarkan dan diverifikasikan (Emzir. 2011:
130).
Dengan
kata
lain
reduksi
data
digunakan
untuk
menyederhanakan dan mentransformasikan data kualitatif dalam aneka macam cara: melalui seleksi ketat, melalui ringkasan atau uraian singkat, menggolongkannya dalam suatu pola yang lebih luas dan sebagainya (Miles dan Huberman, 1992: 16).
16
Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Hal ini bertujuan untuk memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan – lebih jauh menganalisis ataukah mengambil tindakan - berdasarkan atas pemahaman yang didapat dari penyajianpenyajian tersebut. (Miles dan Huberman, 1992: 17). Langkah yang terakhir dari model alir ini adalah verifikasi data.Verifikasi data atau penarikan kesimpulan bertujuan untuk menguji kebenaran data, kekokohannya dan kecocokannya yang pada akhirnya disebut validitas (Miles dan Huberman. 1992: 19). 7. Pengecekan Keabsahan Data Peneliti tidak hanya menerima informasi mentah dari satu informan saja.melainkan dengan mengadakan konfirmasi ke informan lain mengenai data yang diberikan oleh informan pertama. Hal ini merupakan salah satu dari jenis strategi triangulasi (Patton. 2006: 279).Peneliti juga tidak menerima data yang janggal atau bisa dikatakan menggunakan data yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan. 8. Tahap Penelitian Dalam melakukan penelitian ini peneliti melakukan penelitian pendahuluan ke Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kabupaten Semarang untuk mencari data awal mengenai kasus pengelolaan zakat fitrah berdasarkan konsep maslahat lil ummat.Kemudian peneliti melakukan pengembangan desain dari data awal yang didapatkan tadi, selanjutnya
17
peneliti melakukan penelitian yang sebenarnya dan menyusunnya dalam bentuk laporan hasil penelitian (skripsi).
7. Sistematika Penulisan Untuk memberikan gambaran umum yang lebih jelas mengenai penelitian ini, peneliti akan menyajikannya dalam sistematika penulisan penelitian sebagai berikut: BAB I adalah Pendahuluan. Bab ini meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, tinjauan pustaka, metode penelitian yang berisi tentang pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data dan sistematika penulisan. BAB II adalah Zakat Fitrah dan Konsep Maslahat Lil Ummat. Bab ini menjelaskan pembahasan tentang pengelolaan zakat fitrah yang meliputi pengertian zakat, macam-macam zakat, hikmah zakat fitrah, harta yang wajib dizakati, kadar dan syarat-syarat zakat fitrah, serta tata cara pelaksanaan pembagian zakat. Dalam bab ini juga akan dijelaskan tentang konsep maslahat. BAB III adalah Kondisi Sosial, Keberagamaan dan Tata Cara Pengelolaan Zakat Fitrah di Dusun Kaliwaru.Bab ini menjelaskan tentang gambaran umum kondisi sosial masyarakat di sekitar Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran Kabupaten Semarang yang meliputi: letak geografis Dusun Kaliwaru, penduduk Dusun Kaliwaru dalam angka, gambaran kehidupan
18
beragama dan sosialnya, serta kondisi umum Dusun Kaliwaru yang meliputi sejarah berdiri dan program tahunan dalam pengelolaan zakat fitrah. BAB IV adalah Tinjauan Hukum Islam Mengenai Pengelolaan Zakat Fitrah berdasarkan Konsep Maslahat Lil Ummat.Bab ini menjelaskan analisis pemahaman masyarakat mengenai pengelolaan zakat melalui konsep maslahat lil ummat, analisis dampak pengelolaan zakat fitrah sebagai upaya kemaslahatan masyarakat di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kabupaten Semarang. BAB V Kesimpulan dan Saran.Bab ini meliputi: kesimpulan, saransaran baik untuk amil zakat fitrah di Dusun Kaliwaru maupun untuk lembaga kampus.
19
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Zakat Fitrah Zakat secara bahasa berarti tumbuh dan bertambah, pujian, baik.Sementara menurut syara‟ berarti hak yang wajib (dikeluarkan dari) harta. Mazhab Maliki mendefinisikannya dengan “Mengeluarkan sebagian yang khusus dari harta yang khusus pula yang telah mencapai nishab (batas kuantitas yang mewajibkan zakat) kepada orang-orang yang berhak menerimanya (mustahiq)-nya. Dengan catatan, kepemilikan itu penuh dan mencapai haul (setahun), bukan barang tambang dan bukan pertanian (Zuhayly, 1995:83). Zakat adalah sesuatu yang dikeluarkan oleh sesorang dari rezeki yang diperoleh dari Allah.Swt untuk orang-orang faqir (Farkhani, 2013:103).Zakat terdiri dari dua macam yaitu zakat fitrah dan zakat harta (mal).Zakat mal terdiri dari zakat mata uang, zakat perniagaan, zakat tanaman, zakat ternak, zakat rikaz (barang temuan), dan zakat profesi. Sementara itu zakat fitrah adalah zakat yang wajib dikeluarkan oleh setiap muslim, baik yang masih kecil (dalam kandungan) atau telah dewasa, laki-laki maupun perempuan dan orang merdeka maupun hamba sahaya, dikeluarkan pada akhir bulan Ramadhan sampai menjelang shalat idul fitri (Farkhani, 2013: 111).
Syarat benda yang wajib dikeluarkan zakatnya sebagai zakat fitrah adalah:
20
1. Makanan pokok, yang menguatkan di suatu negara. (Pendapat ini yang dianggap paling shahih menurut jumhur ulama). 2. Menguatkan dirinya. 3. Boleh memilih diantara jenis-jenis tersebut. Dalam hal ini seperti beras, gandum, kacang kedelai, sagu, kurma kering, kurma basah, biji-bijian dan lain-lain (Qardhawi, 1991: 952). Syarat benda yang dikeluarkan untuk zakat fitrah: 1. Hendaklah berlebih dari kebutuhan-kebutuhan penting atau vital bagi seseorang, seperti buat: makan, pakaian, tempat kediaman, kendaraan dan sarana untuk mencari nafkah. 2. Berlangsung selama satu tahun masa (tahun hijrah), permulaannya dihitung saat memiliki nishab, dan harus cukup selama satu tahun penuh. seandainya terjadi kekurangan di tengah tahun, lalu kembali cukup, maka permulaan tahun dihitung dari saat cukupnya itu (Sabiq, 1982: 22). Zakat fitrah itu wajib atas setiap Muslim yang merdeka, yang memiliki kelebihan makanan selama satu hari satu malam sebanyak satu sha‟ dari makanannya bersama keluarganya.Zakat itu wajib atas seseorang, baik buat dirinya, maupun buat keluarga yang menjadi tanggungannya seperti istri dan anak-anaknya, begitu pun khadam yang mengurus pekerjaan dan urusan rumah tangganya (Sabiq. 1982: 154). Masa membayar zakat fitrah adalah sebelum hari raya atau sebelum orang-orang pergi shalat „ied. Dalam sebuah hadis disebutkan:
21
Berkata Ibnu Umar r/a: “Kami dititah oleh Rasulullah saw mengenai zakat fitrah, agar dibayarkan sebelum orang-orang pergi shalat.” Akan tetapi menurut Imam
Abu
Hanifah,
boleh
memajukannya
hingga
sebelum
Bulan
Puasa.Menurut Imam Syafi‟I boleh memajukannya hingga awal bulan (Sabiq, 1982: 157). Hukum zakat fitrah dalam madzhab Syafi‟i: 1. Waktu jawaz/boleh yaitu mulai awal puasa Ramadhan hingga awal bulan Syawal (Ash-Shiddieqy, 1984: 263). 2. Waktu wajib yaitu mulai terbenamnya matahari akhir Ramadhan hingga 1 Syawal. Pagi hari raya dari terbit fajar hingga ke tempat sembahyang hari raya (Ash-Shiddieqy, 1984: 261) 3. Waktu sunnat yaitu setelah fajar dan menurut Ibnu Hazm, sebelum sembahyang hari raya (Ash-Shiddieqy, 1984: 262). 4. Waktu makruh yaitu setelah shalat idul fitri hingga terbenamnya matahari pada hari raya itu (BKM, 1991: 119). 5. Waktu haram yaitu setelah tenggelamnya matahari pada tanggal 1 Syawal kecuali jika ada udzur syar‟i. Menta‟khirkan zakat sesudah sembahyang hari raya, hukumnya haram ( Ash-Shiddieqy, 1984:261) Sayyid Sabiq (1982:..) menerangkan lebih jauh tentang mustahiq zakat. Mereka itu adalah sebagai berikut: 1. Orang fakir, yaitu orang-orang yang berada dalam kebutuhan dan tidak mendapatkan apa yang mereka perlukan. Kebalikannya adalah orang kaya dan berkecukupan.
22
2. Orang miskin, yaitu orang-orang yang memiliki pekerjaan tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhannya. Jika mereka tidak memiliki benda yang dapat dijual untuk membayar zakat, maka mereka berhak untuk mendapatkan zakat. 3. Amil zakat, yaitu orang-orang yang bertugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat. 4. Golongan muallaf, yaitu orang-orang yang diusahakan merangkul dan menarik serta mengukuhkan hati mereka dalam keislaman disebabkan belum mantapnya keimanan mereka atau buat menolak bencana yang mungkin mereka lakukan terhadap kaum Muslimin, dan mengambil keuntungan yang mungkin dimanfaatkan untuk kepentingan mereka. 5. Untuk memerdekakan budak belian, yaitu budak mukatab yakni budak yang telah dijanjikan oleh tuannya akan merdeka bila telah melunasi harga dirinya yang telah ditetapkan, dan budak-budak biasa. 6. Orang yang berhutang, yaitu orang-orang yang berutang dan sukar untuk membayarnya. Baik utang untuk mendamaikan sengketa, menjamin utang orang lain hingga harus menghabiskan hartanya untuk keperluan itu, atau orang yang terpaksa hutang untuk keperluan hidup atau membebaskan dirinya dari maksiat. 7. Untuk biaya di jalan Allah Swt, yaitu jalan yang menyampaikan kepada keridhaan Allah, baik berupa ilmu, maupun amal. Menurut jumhur, mereka adalah orang yang berperang sukarelawan. Mereka berhak mendapatkan zakat meskipun kaya.
23
8. Ibnu Sabil, atau orang yang bepergian demi kemaslahatan umum, yang manfaatnya kembali pada agama Islam. Mereka adalah musafir yang terputus dari negerinya, diberi zakat yang akan dapat membantunya mencapai maksud, jika tidak sedikitpun dari hartanya yang tersisa, disebabkan kemiskinan yang dialaminya. Penjelasan di atas didasarkan pada ayat Al-Qur‟an Surat At-Taubah ayat 60 yang berbunyi:
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orangorang miskin , pengurus-pengurus zakat (amil/panitia), para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” Zakat ini berguna untuk membersihkan harta sekaligus jiwa dari sifatsifat tercela terutama sifat kikir dan suka menumpuk harta.Selain itu, zakat berguna untuk memperpendek atau menghilangkan kesenjangan ekonomi. Berikut ini hikmah dari zakat fitrah: Pertama, yang berhubungan dengan orang yang berpuasa pada bulan Ramadhan.Mereka tidak lepas dari omongan dan perbuatan yang tidak ada manfaatnya, dan dilarang oleh Allah Swt. Berdasarkan hikmah yang pertama di atas, maka kedatangan kewajiban zakat fitrah di akhir bulan, yang seperti pembersih atau kamar mandi yakni untuk 24
membersihkan orang dari kemadharatan yang menimpa dirinya, atau membersihkan kekotoran puasanya, atau menambal segala yang kurang, sesungguhnya kebaikan-kebaikan itu adakan menghilangkan segala yang kotor. Kedua, yang berhubungan dengan masyarakat, menumbuhkan rasa kecintaan orang-orang miskin dan orang-orang yang membutuhkannya.Dalam hal ini orang-orang yang berpuasa tidak melupakan mereka yang membutuhkan pertolongan dan menghindarkan orang miskin dari perbuatan meminta-minta (Qardhawi, 1991: 925-926). Sementara menurut Zuhayly (1995: 86-88), hikmah zakat meliputi: Pertama, zakat menjaga dan memelihara harta dari incaran mata dan tangan para pendosa dan pencuri. Kedua, zakat merupakan pertolongan bagi orang-orang fakir dan orang-orang yang sangat memerlukan bantuan.Zakat bisa mendorong mereka untuk bekerja dengan semangat-ketika mereka mampu melakukannya-dan bisa mendorong mereka untuk meraih kehidupan yang layak. Ketiga, zakat menyucikan jiwa dari penyakit kikir dan bakhil, melatih seorang Muslim untuk menjadi pemberi dan bersikap dermawan. Pengelolaan di Masa Nabi Muhammad SAW. Zakat diperintahkan kepada umat Islam melalui ajaran Nabi Muhammad.Meskipun pada masa-masa sebelum Nabi Muhammad sudah pernah diwajibkan kepada umat Nabi Ibrahim, Ishaq, dan Ya‟qub (QS. AlAnbiya‟: 73), Ismail (QS. Maryam: 54-55), Bani Israil (QS.Al-Baqarah: 83),
25
Isa (QS. Maryam: 31), dan seluruh umat dari golongan ahli kitab secara umum (QS. Al-Bayyinah: 5). Awal pemerintahan Nabi Muhammad dalam memimpin Islam, zakat diwajibkan untuk penduduk di Madinah.Meskipun kepedulian terhadap kaum miskin sudah dituntunkan di Makkah (Hidayati. 2013: 11).Dalam sebuah riwayat, Nabi Muhammad Saw telah menginstruksikan Mu‟adz bin Jabal r.a untuk menjadi kadhi di Yaman, beliau memerintahkan untuk berdakwah demi kalimat tauhid kepada golongan Ahli Kitab.Jika mereka menerimanya, maka diserukanlah perintah shalat dan perintah zakat.Setelah itu do‟a merupakan sesuatu yang disunahkan.Riwayat dari Ibnu Abbas .ra ini menjadi dasar ijma‟ shahabat dalam rangka pengelolaan zakat. Rasulullah Saw mengumpulkan zakat dari orang-orang yang datang langsung di hadapan beliau, yang menyerahkan zakat kepada Nabi secara sukarela dan tidak terpaksa (Abu Zahrah. 1995: 133).Dari para penerima, Nabi juga memerintahkan kepada mereka untuk mendoakan para muzakki. Kewajiban zakat di Makkah adalah tidak dibatasi berapa besar harta yang wajib dikeluarkan zakatnya, tidak
pula jumlah
yang harus
dizakatkan.Setelah menginjak tahun kedua setelah hijrah, baru dirincikan besar dan jumlah setiap jenis harta yang wajib dizakati (Sabiq. 1982: 7). Hal ini dijelaskan dalam sebuah hadis riwayat Bukhari sebagai berikut: Dalam sebuah riwayat disebutkan, dari Anas. r.a, bahwa Abu Bakar r.a. berkirim surat kepadanya yang berisi sebagai berikut: “Inilah sedekah fardhu yang telah difardhukan oleh Rasulullah. Saw, atas kaum muslim, dan Allah telah memerintahkan Rasul-Nya untuk melaksanakannya. Yaitu pada tiap-tiap dua puluh empat ekor unta ke bawah zakatnya berupa kambing, untuk tiap lima ekor zakatnya satu
26
ekor kambing. Apabila ternak unta mencapai dua puluh lima ekor hingga tiga puluh ekor, maka zakatnya seekor unta betina bintu makhadh, jika unta betina bintu makhadh tidak ada, maka diganti dengan unta jantan labun. Apabila jumlah ternak unta mencapai tiga puluh enam hingga empat puluh lima ekor, maka zakatnya adalah seekor unta hiqqah yang siap didatangi oleh unta pejantan. Apabila jumlah ternak mencapai enam puluh satu ekor hingga tujuh puluh lima ekor, maka zakatnya adalah seekor unta jaz‟ah. Apabila ternak unta mencapai tujuh puluh enam ekor hingga sembilan puluh ekor, maka zakatnya adalah dua ekor unta betina labun.Apabila jumlah ternak unta mencapai sembilan puluh satu ekor hingga seratus dua puluh ekor, maka zakatnya adalah dua ekor unta betina hiqqah yang siap didatangi unta pejantan. Apabila jumlah ternak unta mencapai lebih seratus dua puluh ekor, maka zakatnya adalah tiap-tipa lima puluh ekor seekor unta hiqqah. Dan barangsiapa yang tidak memiliki ternak unta selain empat ekor, maka tidak perlu sedekah kecuali pemiliknya menghendaki.Mangenai sedekah ternak kambing yang berada dalam penggembalaannya, apabila jumlahnya empat puluh ekor hingga seratus dua puluh ekor, maka zakatnya seekor kambing.Apabila jumlahnya lebih dari seratus dua puluh ekor hingga mencapai dua ratus ekor, maka zakatnya adalah dua ekor kambing.Apabila jumlah ternak kambing mencapai lebih dari tiga ratus ekor, maka tiap-tipa seratus ekor kambing adalah seekor kambing.Apabila jumlah kambing gembalaan seseorang kurang dari empat puluh ekor, misalnya kurang satu ekor, maka tidak perlu sedekah kecuali jika pemiliknya menghendaki. Tidak boleh mengelompokkan ternak yang terpisahpisah, tidak boleh pula memisahkan ternak yang bersatu karena khawatir akan terkena sedekah. Bila ternak dimiliki dua orang yang berserikat, maka kedua pemilik harus saling merujuk dengan cara yang adil. Hewan yang telah berusia lanjut, cacat, dan pejantan tidak boleh digunakan untuk sedekah kecuali jika pemungut sedekah menghendakinya (mengizinkannya).Mengenai zakat logam dan perak, bila jumlahnya mencapai dua ratus dirham, maka zakatnya adalah dua setengah persen.Apabila jumlah logam perak hanya seratus sembilan puluh dirham, maka tidak perlu sedekah kecuali bila pemiliknya yang menghendaki. Dan barangsiapa yang memiliki ternak unta dalam jumlah yang mewajibkan membayar sedekah berupa seekor unta jadz‟ah, sedangkan ia tidak memiliki unta jadz‟ah, tetapi hanya memiliki unta hiqqah, maka untuk hiqqah diterima dengan ditambah dua ekor kambing-bilamana ia memiliki dua ekor kambing-atau uang sebesar dua puluh dirham. Barangsiapa yang meiliki ternak dengan jumlah yang mewajibkannya membayar sedekah berupa unta hiqqah, sedangkan ia tidak memiliki unta hiqqah, tetapi hanya meiliki unta jadz‟ah, maka unta jadz‟ah dapat diterima dan si wajib sedekah menerima pengembalian uang sebesar dua puluh dirham atau dua ekor kambing.” (HR. Bukhari) (Al-Asqalani. 2011: 156)
27
Rasulullah pernah menarik zakat atas berbagai harta kekayaan secara keseluruhan baik itu berupa hewan ternak, hasil panen maupun emas dan hasil niaga.Beliau menghimpunkan zakat emas dan hasil niaga melalui orangorang yang datang secara langsung.(Abu Zahrah. 1995: 136).Sehingga konsep amil belum terpikirkan kala itu.Intinya adalah zakat dibayarkan langsung kepada imam. Zakat fitrah lebih utama jika dikeluarkan sebelum orang-orang keluar pergi shalat „ied. Hal ini didasarkan pada hadis riwayat Ibnu Umar. ra. Zakat fitrah ini dibayarkan guna mencukupi kebutuhan orang-orang miskin dan agar orang-orang miskin tidak mengemis.Karena mereka merupakan golongan yang paling utama untuk menerimanya.Hal ini didasarkan pada hadis riwayat Baihaqi dan Daruquthni. Sementara itu, di era Madinah, hukum zakat yang lebih terperinci diturunkan. Yang meliputi siapa saja yang wajib mengeluarkan zakat, siapa yang berhak menerima zakat, tata cara menunaikannya dan jenis harta yang diwajibkan zakat, termasuk zakat fitrah. Baginda Rasul juga melantik para amil zakat dan membagikannya ke seluruh wilayah pemerintahan Islam. Sebelum wafat, beliau juga meninggalkan wasiat kepada khalifah selanjutnya,
Abu
Bakar
r.a
untuk
menarik
zakat
madu.Beliau
memperkenalkan prinsip pembagian tugas dan elemen penguat dalam pengelolaan zakat dengan adanya amil. Beliau mengamanahkan kepada Bilal Bin Rabbah r.a untuk menjaga ketika Zubair bin Awwam r.a dilantik sebagai pencatat pemasukan zakat. Beliau juga melantik Jahm bin Al-Suth r.a sebagai
28
juru audit dan pendaftar, Uttab bin Usayd r.a sebagai amil di Kota Makkah, Huzaimah bin Yaman r.a di Kota Hijaz dan Abdullah bin Rawahar r.a di Kota Khaibar. Beliau juga meletakkan konsep fauran (segera) dalam hal penarikan zakat.(www. umarfarouq.blogspot.com)
B. Pengertian Pengelolaan dan Distribusi Zakat Fitrah 1. Pengertian Pengelolaan Menurut UU Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan zakat, Pengelolaan adalah adalah kegiatan pengoordinasian
perencanaan,pelaksanaan, dan
dalampengumpulan,
pendistribusian,
dan
pendayagunaanzakat. Sementara itu dalam pasal dua dan tiga dijelaskan bahwa pengelolaan zakat meliputi asas-asas sebagai berikut: a. Syariat Islam; artinya sesuai dengan tuntunan dan ajaran Nabi Muhammad. Saw melalui bimbingan para imam fikih meliputi empat madzhab: Maliki, Hanafi, Syaf‟i, dan Hanbali. b. Amanah; artinya dalam mengelola zakat, harus dapat dipercaya oleh masyarakat
baik
dari
sisi
pelaksanaan
maupun
pertanggungjawabannya. c. Kemanfaatan; artinya dilakukan sepenuhnya untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi mustahiq zakat. d. Keadilan; artinya dilakukan secara non-diskriminatif atau tidak melihat berasal dari suku apa, warna kulitnya seperti apa.
29
e. Kepastian hukum; artinya adanya kepastian hukum bagi muzakki dan mustahiq zakat. f. Terintegrasi; artinya dilaksanakan secara hierarkis dari pusat (BAZNAS) hingga ke daerah-daerah (BAZDA, LAZ, UPZ) dalam upaya peningkatan pengelolaan dan g. Akuntabilitas;
artinya
dapat
dipertanggungjawabkan
pelaporan
pelaksanaannya dan dapat diakses secara mudah oleh masyarakat. Pengelolaan zakat bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanandalam pengelolaan zakat dan meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan. Sistem Pemungutan Zakat menurut Mursyidi (2006: 100) adalah sebagai berikut: a. Self assessment, yaitu zakat dihitung dan dibayarkan sendiri oleh muzakki atau disampaikan ke lembaga swadaya masyarakat atau badan amil zakat untuk dialokasikan kepada yang berhak. Disini zakat merupakan kewajiban yang pelaksanaannya merupakan kesadaran orang Islam yang berkewajiban. Dengan kata lain tidak ada pemaksaan oleh pihak yang berwenang. Muzakkiakan berurusan langsung dengan Allah Swt dan para mustahiq. Sistem ini didasari pada penjelasan kewajiban seorang muslim yang harus mengeluarkan zakat.
30
b. Official assessment, yaitu zakat akan dihitung dan dialokasikan oleh pihak yang berwenang, misalnya badan-badan yang ditunjuk oleh pemerintah. Ini dapat dilakukan apabila penyelenggara pemerintahan adalah pihak-pihak yang dianggap berwenang berdasarkan syari‟at Islam dan sudah menjadi kebijakan umum. Disini muzakki hanya memberikan informasi tentang kekayaannya kepada para pihak penilai dan penghitung zakat kekayaan. Sistem ini didasari pada perintah Allah Swt kepada para penguasa yang berwenang untuk mengambil (khudz) sebagian dari kekayaan orang Islam yang berkecukupan.
2. Pengertian Distribusi Distribusi adalah penyaluran atau pembagian sesuatu kepada pihak yang berkepentingan. Sementara sistem distribusi zakat merupakan kumpulan atau komponen baik fisik maupun nonfisik yang saling berhubungan satu sama lain dan bekerja sama secara harmonis untuk menyalurkan zakat yang terkumpul kepada pihak-pihak tertentu dalam meraih tujuan sosial ekonomi dari pemungutan zakat (Mursyidi, 2006: 169). Misi distribusi zakat adalah menciptakan masyarakat muslim yang kokoh
baik
di
bidang
ekonomi
maupun
nonekonomi.
Untuk
melaksanakan misi tersebut, perlu adanya sistem alokasi zakat yang memadai (Mursyidi, 2006: 180).
31
Sistem tersebut mencakup: a. Prosedur alokasi zakat yang mencerminkan pengendalian yang memadai sebagai indikator praktek yang adil. b. Sistem seleksi mustahiq dan penetapan kadar zakat yang dialokasikan kepada kelompok mustahiq. c. Sistem informasi muzakki dan mustahiq (SIMM). d. Sistem dokumentasi dan pelaporan yang memadai. Menurut UU Nomor 23 tahun 2011 tentang Zakat, dalam rangka pengelolaan zakat, baik itu zakat fitrah maupun zakat mal dilaksanakan oleh Badan Amil Zakat Nasional atau lebih dikenal sebagai BAZNAS (dulu disebut dengan Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah/BAZIS). Berdasarkan Pasal 7, dalam melaksanakan tugasnya, BAZNAS ini menjalankan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Selain itu juga bertugas untuk membuat pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat. Dalam amanat UU Zakat yang baru ini, dijelaskan bahwa masyarakat diperbolehkan untuk membentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ) guna membantu BAZNAS. Dan sebagaimana telah diatur dalam Pasal 29 ayat (3), LAZ ini wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah dan dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS dan pemerintah secara berkala. Namun pada kenyataan yang berjalan di masyarakat, mereka justru membentuk panitia/amil mandiri
32
baik itu secara kelompok atau dikoordinir di masjid-masjid melalui kepengurusan takmir. Dalam Pasal 38 dijelaskan bahwa dilarang bagi setiap orang yang sengaja bertindak selaku amil
zakat
melakukan penghimpunan,
pendistribusian atau pendayagunaan zakat tanpa ijin pejabat yang berwenang. Dia akan ditindak sebagaimana diatur dalam Pasal 41 dengan pidana paling lama satu tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). Dengan penjelasan Pasal 66 PP Nomer 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2011 tentang Zakat, bahwa: “(1) Dalam hal di suatu komunitas dan wilayah tertentu belum terjangkau oleh BAZNAS dan LAZ, kegiatan pengelolaan zakat dapat dilakukan oleh perkumpulan orang, perseorangan tokoh umat Islam (alim ulama), atau pengurus/takmir masjid/musholla sebagai amil zakat.(2) Kegiatan Pengelolaan Zakat oleh amil zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memberitahukan secara tertulis kepada kepala kantor urusan agama kecamatan.” Maka dari itu, pengelolaan di dusundusun yang dikelola secara mandiri melalui kepengurusan takmir itu diperbolehkan oleh negara. Maka dari itu, masalah penditribusian harus dilaksanakan sesuai dengan syari‟at Islam meskipun dilakukan oleh panitia/ amil mandiri. Berdasarkan Pasal 25, Pasal 26 menjelaskan bahwa pendistribusian zakat
33
dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan, dan kewilayahan. Zuhayly (1995: 278-279) menjelaskan bahwa apabila yang membagikan zakat itu adalah imam, dia harus membaginya menjadi delapan bagian.Yang pertama kali mengambil bagian itu seharusnya adalah panitia zakat, karena dia mengambilnya sebagai ganti jerih payah yang dikeluarkannya untuk memungut zakat. Adapun kelompokkelompok yang lain mengambil zakat atas dasar kesamaan hak diantara mereka. Dan jika yang membagikan zakat itu adalah pemilik harta itu sendiri atau orang yang mewakilinya, gugurlah hak panitia zakat itu, kemudian dibagikan kepada tujuh kelompok yang tersisa jika semua kelompok itu masih ada; jika tidak, zakat itu hanya dibagikan kepada kelompok yang ada saja. Akan tetapi tidak dapat dipungkiri jika umat Islam melakukan optimalisasi fungsi sosial masjid dalam hal penggalangan dan penyaluran zakat. Mufraini (2006:134) menjelaskan dalam bukunya Akuntansi dan Manajemen Zakat, bahwa ada beberapa hal yang bisa dilaksanakan dalam mengoptimalkan pola kerja ta‟mir masjid khususnya dalam tataran zakat, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Kelembagaan masjid, yang diwakili oleh ta‟mir masjid ataupun yang lainnya, dapat mencoba membuat database kesejahteraan dan kemiskinan para jama‟ahnya. Sehingga dapat dijadikan acuan yang valid untuk dimanfaatkan oleh BAZ/LAZ guna kepentingan
34
pengembangan sistem informasi pengumpulan dan penyeluran zakat dan sebagai jalan untuk menjadikan zakat terdistribusikan secara tepat sasaran. 2. Organisasi ta‟mir masjid atau yang lainnya menyusun kalender pelaksanaan zakat terpadu, baik untuk zakat fitrah maupun zakat mal, untuk mengingatkan jama‟ah surplus calon muzakkiakan waktu haul. 3. Organisasi kelembagaan masjid dapat menjadi corong pengeras suara sistem komunikasi masa untuk sosialisasi pelaksanaan kewajiban zakat yang sekarang terus digalakkan. Terutama oleh lembaga BAZ/LAZ, seperti halnya dompet dhuafa sebagai contoh. Menurut Madzhab Syafi‟i, membolehkan zakat fitrah dibayarkan kepada tiga orang fakir atau miskin, sedangkan al-Rawyani dari Madzhab Syafi‟i berpendapat bahwa zakat itu hendaknya dibagikan kepada paling tidak tiga kelompok yang berhak menerima zakat. Menurut madzhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali, zakat boleh dibagikan hanya kepada satu kelompok saja.Bahkan Madzhab Hanafi dan Maliki memperbolehkan pembayaran zakat kepada satu orang dari delapan kelompok yang ada.Dan menurut Madzhab Maliki, memberikan zakat kepada orang yang sangat memerlukan dibandingkan dengan kelompok lainnya merupakan sunnat.
35
C. Konsep Maslahat Menurut Ushul Fikih 1. Pengertian Maslahat Maslahat menurut Imam Al-Ghazali adalah mengambil manfaat dan menolak kemudharatan dalam rangka memelihara tujuan-tujuan syara‟ (Haroen, 1996: 114). Tujuan syara‟ itu dijelaskan lebih lanjut oleh Al-Ghazali bahwa tujuan yang harus dipelihara ada lima bentuk yaitu: memelihara agama, jiwa, akal, keturuanan dan harta. Apabila seseorang melakukan perbuatan yang pada intinya untuk memelihara kelima aspek tujuan syara‟ di atas, maka dinamakan maslahah(Haroen, 1996: 114). Sementara menurut Al-Khwarizmi memberikan definisi yang hampir sama dengan definisi Al-Ghazali, yaitu memelihara tujuan syara‟ (dalam menetapkan hukum) dengan cara menghindarkan kerusakan dari manusia
(Syarifuddin.
2011:
346).
Menurut
Imam
Al-Syatibi,
kemaslahatan itu tidak dibedakan antara kemaslahatan dunia dengan kemaslahatan akhirat. Jadi intinya jika seseorang hendak mencapai kemaslahatan dunia, dia harus melakukannya demi kemaslahatan akhirat pula (Haroen, 1996: 114).Sementara menurut Abdul Wahhab Khalaf menjelaskan: “maslahat yaitu maslahah yang ketentuan hukumnya tidak digariskan oleh Tuhan dan tidak ada dalil syara‟ yang menunjukkan tentang kebolehan dan tidaknya maslahah tersebut.”(Zuhri, 2011:81). Menurut ahli ushul fikih, Maslahat adalah menetapkan hukum suatu masalah yang tidak ada nasnya atau tidak ada ijma‟ terhadapnya, dengan berdasarkan pada kemaslahatan semata (yang oleh syara‟ tidak
36
dijelaskan ataupun dilarang). Abu Zahrah dalam kitabnya usul fikih menyebutkan: “maslahah atau istishlah yaitu segala kemaslahatan yang sejalan dengan tujuan-tujuan syar‟i (dalam menentukan hukum) dan kepadanya tidak ada dalil khusus yang menunujuk tentang diakui atau tidaknya (Zuhri, 2011: 82). At-Tufy menetapkan bahwa maslahat adalah dalil syar‟i dalam bidang muamalat (Salam, dkk.1994: 116-117). Jadi dapat disimpulkan dari beberapa pengertian yang dijelaskan oleh para ulama dan pakar ushul fikih bahwa maslahat itu adalah hal-hal yang bersifat baik untuk manusia meskipun tidak dijelaskan dalam nash ataupun syara‟. Sebagai contoh maslahah ini dapat kita ketahui, misalnya dalam pengumpulan
Al-Qur‟an
dalam
Mushaf
Utsmani,
memerangi
pembangkang zakat di zaman Abu Bakar, pewarisan kekhalifahan dari Abu Bakar kepada Umar, pencetakan mata uang, pencatatan pernikahan (Zuhri, 2011: 85). Kesemuanya ini tidak dijelaskan melalui dalil-dalil nash dan syara‟ akan tetapi bertujuan baik bagi manusia di dunia dan akhirat. Adapun maslahah yang dikehendaki oleh suasana sekeliling kenyataan-kenyataan baru yang datang setelah terputusnya wahyu, sedangkan syari‟ belum mensyari‟atkan hukum untuk merealisir maslahah-maslahah tersebut, dan juga tidak terdapat dalil syari‟ mengenai pengakuan atau pembatalan maslahah-maslahah tersebut, maka akan disebut maslahah mursalah(Khalaf, 1996: 132). Adapun tujuan dari
37
pembentukan hukum melalui maslahah mursalah ini adalah menjadikan fikih dan hukum islam mampu dinamis dan mengikuti perputaran zaman (tidak beku/jumud dalam ijtihad) (Khalaf, 1996: 133). 2. Konsep Maslahat dalam Ushul Fikih Adapun menurut para ulama, alasan mereka menerima maslahat sebagai dalil syar‟i, diantaranya ialah: a. Kemaslahatan yang diharapkan manusia itu tumbuh dan bertambah. Sekiranya hukum tidak menampung untuk menetapkan kemaslahatan manusia yang dapat diterima, berarti kurang sempurna syari‟at itu, atau bekulah syari‟at Islam itu. Padahal nyatanya tidak demikian. b. Kalau diamati benar-benar, para sahabat dan tabi‟in serta imam-imam mujtahid, berdasarkan
mereka pada
telah
menetapkan
kemaslahatan.
hukum-hukum
Abu
Bakar
dengan
Ash-Shidiq
memerintahkan untuk menyusun mushaf yang tadinya belum berkumpul. Demikian pula tindakannya memerangi orang yang ingkar dan enggan membayar zakat. Lalu maslahat ini masih memiliki syarat jika dijadikan hujjah/dasar keputusan. Biasanya, manusia akan terganggu dengan adanya campur tangan nafsu dalam memutuskan suatu perkara. Maka dari itu, syarat-syarat berhujjah dengan maslahat antara lain: a. Kemaslahatan yang dicapai dengan maslahat itu harus kemaslahatan hakiki. Maksudnya maslahah yang bisa mendatangkan kemanfaatan dan menjauhi kemadharatan.
38
b. Kemaslahatan yang dicapai dengan maslahat itu harus kemaslahatan umum, bukan kemaslahatan perorangan atau golongan. Jelasnya, kemaslahatan itu harus dapat dan mampu memberi manfaat kepada sebagian besar dari masyarakat juga tidak membawa madlarat pada sebagian yang lainnya. c. Kemaslahatan yang dicapai dengan maslahat itu tidak bertentangan dengan nas syara‟ atau ijma‟. Kekuatan maslahah dapat dilihat dari segi tujuan syara‟ dalam menetapkan hukum, yang berkaitan-secara langsung atau tidak langsungdengan lima prinsip pokok bagi kehidupan manusia, yaitu: agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Juga dapat dilihat dari segi tingkat kebutuhan dan tuntutan kehidupan manusia kepada lima hal tersebut (Syarifuddin, 2011: 348). 1. Dari segi kekuatannya sebagai hujjah dalam menetapkan hukum, maslahah ada tiga macam, yaitu: maslahah dharuriyah, maslahah hajiyah, dan maslahah tahsiniyah. a. Maslahah dharuriyah adalah kemaslahatan yang keberadaannya sangat dibutuhkan oleh kehidupan manusia, artinya kehidupan manusia tidak punya arti apa-apa bila satu saja dan prinsip yang lima itu tidak ada. Segala usaha yang secara langsung menjamin atau menuju pada keberadaan lima prinsip tersebut adalah baik atau maslahah dalam tingkat dharuri.
39
Jadi memeluk agama, hak hidup dan berkembang biak merupakan naluri insani dan hak asasi setiap manusia. Maka Allah mensyari‟atkan kepada manusia untuk memelihara akidah, ibadah dan muamalah dalam rangka memelihara agamanya. Allah juga mensyari‟atkan manusia untuk mengelola sumber daya alam untuk dikonsumsi dan mengatur hukum perkawinan untuk meneruskan generasi manusia (Haroen, 1996: 115). b. Maslahah hajiyah adalah kemaslahatan yang tingkat kebutuhan hidup manusia kepadanya tidak berada tingkat dharuri. Bentuk kemaslahatannya tidak secara langsung bagi pemenuhan kebutuhan pokok yang lima (dharuri), tetapi secara tidak langsung menuju ke arah sana seperti dalam hal memberi kemudahan bagi pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Jadi jika tidak terpenuhi, tidak secara langsung menyebabkan kerusakan, tetapi secara tidak langsung juga bisa menyebabkan kerusakan. Contohnya adalah menuntut ilmu agama untuk tegaknya agama, sebaliknya ada perbuatan yang secara langsung akan berdampak pada pengurangan atau perusakan lima kebutuhan pokok, seperti menghina agama berdampak pada memelihara agama. Kemudian kebolehan untuk berbuka puasa bagi musafir, berburu binatang, kerjasama dalam pertanian (musaqqah), dan jual beli pesanan (bay‟ al salam) (Haroen, 1996: 116).
40
c. Maslahah tahsiniyah adalah maslahah yang kebutuhan hidup manusia kepadanya tidak sampai tingkat dharuri, juga tidak sampai tingkat haji, namun kebutuhan tuhan tersebut perlu dipenuhi
dalam
rangka
memberikan
kesempurnaan
dan
keindahan bagi manusia. Intinya kebutuhan yang lebih penting didahulukan. Contoh: mendahulukan agama atas jiwa dan harta, memakan makanan yang bergizi, berpakaian yang bagus-bagus dan menghilangkan najis dari badan (Haroen, 1996: 116). Dari ketiga kemaslahatan ini seorang Muslim dapat memprioritaskan maslahat yang akan diambilnya, yang harus diutamakan adalah maslahat dharuriyah, baru maslahat hajiyah, dan yang terakhir maslahat tahsiniyah. 2. Dari adanya keserasian dan kesejalanan anggapan baik oleh akal itu dengan tujuan syara‟ dalam menetapkan hukum, ditinjau dari maksud usaha mencari dan menetapkan hukum, maslahah itu disebut juga dengan munasib atau keserasian maslahah dengan tujuan hukum. Maslahah terbagi menjadi tiga macam: a. Maslahah al-Mu‟tabarah yaitu maslahah yang diperhitungkan oleh syar‟i. Maksudnya, ada yang memberi petunjuk pada adanya maslahah yang menjadi alasan dalam menetapkan hukum. Dari langsung tidaknya petunjuk (dalil) terhadap maslahah terbagi dua: 1) Munasib mu‟atstsir, yaitu ada petunjuk langsung dari pembuat hukum
(syar‟i)
yang
41
memerhatikan
maslahah
tersebut.
Maksudnya, ada petunjuk syara‟ dalam bentuk nash atau ijma‟ yang menetapkan bahwa maslahah itu dijadikan alasan dalam menetapkan
hukum.Contohnya
tidak
baiknya
mendekati
perempuan yang sedang haid dengan alasan penyakit haid itu adalah penyakit. Hal ini diatur dalam QS. Al-Baqarah: 222. 2) Munasib mulaaim yaitu tidak adanya petunjuk dalil secara langsung dalam bentuk nashatau ijma‟ tentang perhatian syara‟ terhadap maslahah tersebut, namun secara tidak langsung ada. Maksudnya, meskipun syara‟ secara langsunng tidak menetapkan suatu keadaan menjadi alasan
untuk menetapkan hukum yang
disebutkan, namun ada petunjuk syara‟ bahwa keadaan itulah yang ditetapkan syara‟ sebagai alasan untuk hukum yang sejenis. Contoh: bolehnya shalat jama‟ bagi orang yang muqim karena hujan. Hukum yang sejenis dari itu adalah bolehnya jama‟ bagi orang yang sedang bepergian (safar). b. Maslahah al-Mulghah, atau maslahah yang ditolak, yaitu maslahat yang dianggap baik oleh akal, tetapi tidak diperhatikan oleh syara‟ dan ada petunjuk syara‟ yang menolaknya. Hal ini berarti akal menganggapnya baik dan telah sejalan dengan tujuan syara‟, namun ternyata syara‟ menetapakan hukum yang berbeda dengan apa yang dituntut oleh maslahat itu. Contoh: raja yang mencampuri istrinya di siang hari di Bulan Ramadhan. Untuknya sanksi terbaik adalah disuruh puasa dua bulan berturut-turut. Hal ini sesuai dengan akal karenadapat
42
membuat jera si pelaku. Namun tidak begitu dengan syara‟ yang memerintahkan untuk memerdekakan hamba sahaya. Meskipun tidak relevan untuk membuat pelaku jera. c. Maslahah Mursalah, yaitu apa yang dipandang baik oleh akal, sejalan dengan tujuan syara‟ dalam menetapkan hukum, namun tidak ada petunjuk syara‟ yang memperhitungkannya dan tidak ada pula petunjuk syara‟ yang menolaknya (Syarifuddin. 2011: 348-354). Maka dalam rangka mengeliminasi atau menghilangkan kekhawatiran akan tergelincir pada sikap semaunya dan sekehendak nafsu, maka dalam berijtihad dengan menggunakan maslahah mursalah itu sebaiknya dilakukan secara bersama-sama (Syarifuddin. 2011: 364). Dilihat dari segi kandungan maslahah, para ulama ushul fikih membaginya kepada: a. Maslahat al-„Ammah, yaitu kemaslahatan umat yang menyangkut kepentingan orang banyak. Meskipun tidak berarti untuk kepentingan semua orang, tetapi bisa berbentuk kepentingan mayoritas umat atau kebanyakan umat. Contohnya, para ulama‟ membolehkan membunuh para ahli bid‟ah yang merusak akidah umat. b. Maslahat al-Khashshah, yaitu kemaslahatan pribadi. Contohnya, para ulama‟ membolehkan putusnya pernikahan karena suami dinyatakan hilang (maqfud). Lalu maslahat dapat diterima dengan syarat-syarat sebagai berikut:
43
a. Menurut Haroen (1996: 122), ulama Malikiyah dan Hanabilah mensyaratkan tiga syarat, yaitu: 1. Kemaslahatan itu sejalan dengan kehendak syara‟ dan termasuk dalam jenis kemaslahatan yang didukung nash secara umum. 2. Kemaslahatan itu bersifat rasional dan pasti, bukan sekedar perkiraan
sehingga
benar-benar
bermanfaat
dan
menolak
kemudharatan. 3. Kemaslahatan itu bersifat menyangkut kepentingan orang banyak, bukanlah untuk kepentingan kelompok kecil atau pribadi. b. Sementara Al-Ghazali mensyaratkan tiga pula, yaitu: 1. Maslahat itu sejalan dengan jenis-jenis tindakan syara‟. 2. Maslahat itu tidak meninggalkan atau bertentangan dengan nash syara‟. 3. Maslahat itu termasuk ke dalam kategori maslahat dharuri, baik kemaslahatan pribadi maupun kemaslahatan orang banyak dan universal. c. Menurut Zuhri (2011: 102), Zakaria Al-Farisi dalam kitabnya masadirul ahkamil Islamiyah memberikan syarat-syarat antara lain: 1. Hendaknya maslahat itu hakiki sifatnya, tidak imajinatif dalam arti apabila orang berkesempatan dan yang memusatkan perhatian pada itu yakin sepenuhnya bahwa membina hukum berdasarkan kemaslahatan tersebut akan dapat menarik manfaat dan menolak madarat bagi manusia.
44
2. Kemaslahatan itu sifatnya universal dan totalitas. Contohnya, kalau dalam perang melawan orang kafir mereka membentengi diri dan membuat pertahanan melalui beberapa orang muslim yang tertawan. sedang orang kafir tersebut dikhawatirkan akan melancarkan agresi dan menghancurkan mayoritas kaum Muslim. Maka penyerangan terhadap mereka harus dilakukan meskipun akan mengakibatkan kematian beberapa orang Muslim yang seharusnya dilindungi keselamatan jiwanya. hal ini didasarkan pada
pertimbangan
kepentingan
umum
dengan
tetap
mementingkan suatu kemenangan dan ketahanan. 3. Hendaknya kemaslahatan bukan merupakan kemaslahatan yang mulgha yang jelas ditolak. Seperti hukuman raja yang mencampuri istrinya di siang hari di bulan Ramadhan. Pendapat seperti ini didasarkan pada nash Al-Qur‟an yang menunjukkan kepada kafarat itu tidak mendiskriminasikan raja dengan lainnya. Jadi intinya adalah tidak sembarangan dalam membuat kesepakatan hukum
berdasarkan
kemaslahatan
jika
tanpa
mengetahui
dasar
kehujjahannya. Dan juga, kemaslahatan yang diambil akan berdampak pada kemanfaatan bersama/mensejahterakan orang banyak. Contoh-contoh penggunaan prinsip maslahah di Indonesia: 1.
Memperhatikan kualitas daripada kuantitas. Misalkan, terhadap seleksi tentara nasional. Akan dipilih dari mereka yang memiliki fisik kuat, besar dan tinggi serta hati yang bersih. Yang memiliki badan
45
kurus pendek dan cita-cita serta tekad
yang rendah akan
didiskualifikasi meskipun mereka berjumlah banyak. Contoh lain adalah memilih menabung di bank muamalat/syari‟ah karena memiliki keuntungan dunia-akhirat daripada menabung di bank konvensional meskipun memiliki tawaran hadiah undian yang menarik sedemikian rupa tetapi di dalamnya terdapat riba dari bunga bank. 2. Lebih mengutamakan ilmu daripada jihad. Sudah terbukti ketika di Timur Tengah dilanda konflik, maka banyak organisasi menggalang dana secara kontinyu dan mengirimkan pasukan kesana, baik berdasarkan perintah pemerintah (Pasukan Garuda) maupun bersifat sukarela (Syam Organizer, save Palestina, dan lain-lain). Maka, sebagai orang Muslim yang jauh dari negara konflik, penjajahan di negeri ini lebih mengarah ke pemikiran. Tidak wajib untuk ikut berjihad jika alangkah lebih baik untuk belajar ilmu agama dan memahami akidah. Karena memang sudah ada pasukan resmi yang dikirim pemerintah kesana. 3. Lebih mengutamakan amal yang bermanfaat daripada yang kurang. Misalkan, banyak gelandangan mengamen dan mengemis di lampu merah. Alangkah lebih baik seorang Muslim tidak memberi mereka uang seribudua ribu. Akan tetapi merelokasi mereka ke Dinas Sosial dan melatih mereka dengan berbagai keterampilan. Sehingga ketika lulus dari pelatihan kerja, mereka lebih berdaya untuk mengembangkan usaha.
46
4. Lebih mengutamakan amal psikis daripada amal fisik. Kebanyakan dari para da‟i mengajak warga untuk banyak-banyak berpuasa, banyak shalat sunnah. Tetapi alangkah lebih baik, mulai sekarang para da‟i mengajak warga atau jama‟ahnya untuk lebih memperbaiki akhlak dan rutinitas wirid karena tidak dapat dipungkiri bahwa seorang Muslim tidak hanya membutuhkan sarapan saja, tetapi juga siraman rohani. 5. Lebih mengutamakan reformasi mental daripada amandemen undangundang. Hari ini DPR lebih sibuk di kursi dewan untuk menggodok banyak sekali peraturan dan Rancangan Undang-Undang tanpa melihat apakah siap warga Indonesia untuk melaksanakannya. Maka alangkah lebih baik DPR disibukkan dengan program memperbaiki akhlak bangsa dengan mendirikan Islamic Centre, mengembangkan sekolah-sekolah negeri, memajukan sekolah di perbatasan dan memperbanyak pengajar atau paling tidak menaikkan gaji guru disana.
47
BAB III Pelaksanaan Pengelolaan Zakat Fitrah
A. Kondisi Geografis Masyarakat Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kabupaten Semarang Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran Kabupaten Semarang terletak persis di bawah kaki Gunung Merbabu. Dusun ini merupakan daerah di dataran tinggi yang memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: Utara: berbatasan dengan Dusun Gumuk, Klero Selatan: berbatasan dengan Dusun Krakal Mukti Barat: berbatasan dengan Dusun Purwosalam Timur: berbatasan dengan Dusun Duren Sawit, Sruwen Dengan daerah yang merupakan dataran tinggi, maka daerah tersebut sangat potensial untuk dikembangkan budidaya bercocok tanam.Mayoritas penduduk bermata pencaharian berkebun atau menggarap sawah, sebagian diantaranya bekerja di sektor industri dan usaha rumahan /wiraswasta. Sementara potensi yang lain untuk pengembangan ekonomi adalah jumlah penduduk. Jumlah penduduk Dusun Kaliwaru adalah sekitar 1281 jiwa, semuanya beragama Islam. (data tahun lalu berdasarkan wawancara dengan Pak Kadus, data tidak dilampirkan karena data-data sensus per dusun 5 tahun yang lalu tidak diarsipkan/hilang). Sehingga potensi untuk membayar zakat fitrah dan mengembangkan ekonomi Islam sangatlah besar.
48
B. Kondisi Sosial dan Keberagamaan Masyarakat Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kabupaten Semarang 1. Kondisi Sosial Masyarakat Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kabupaten Semarang Masyarakat di Dusun Kaliwaru adalah masyarakat yang rukun dan tradisional.Terbukti dari terjaganya budaya kumpul dan adat istiadat Jawa yang ada.Warganya juga terkesan tertutup dibuktikan dengan tertutupnya pintu rumah setiap warganya walaupun itu di siang hari.Karena
tergolong
sebagai
masyarakat
tradisionalis,
maka
mayoritas para among desa bersifat kolot terhadap adat dan sulit berkembang.Bahkan ada warga pendatang yang mengatakan bahwa warga Kaliwaru itu sulit berkembang baik dari sisi ekonomi maupun infrastruktur.Jikalau itu berubah membutuhkan waktu yang sangat lama.Mungkin sekitar 15 tahun untuk berubah. Berbicara mengenai mata pencaharian warga, maka warga Kaliwaru
lebih
memilih
untuk
menjadi
petani
ataupun
mengglondhong.Karena memang jika dilihat dari tanah dan tumbuhan yang ada mereka sangat cocok di bidang tersebut.Tanah yang subur berupa pertegalan sangat cocok untuk ditanami pohon sengon dan suren.Mereka memilih dua pohon tersebut karena dapat tumbuh dengan cepat dan mudah diolah.Selain menjadi petani, beberapa juga menggantungkan hidup dari hasil berdagang.Kebanyakan dari mereka
49
menjual sayuran dan makanan kecil di pasar atau disetorkan ke pabrikpabrik. Namun semenjaklima tahun terakhir ini, banyak pemuda yang lulus dari sekolah menengah atas lebih memilih jalur industri (pabrik) atau perbengkelan. Karena mereka banyak yang lulus dari sekolah menengah kejuruan dan menjamurnya pabrik-pabrik di sekitar Desa Tengaran seperti pabrik tekstil, pabrik papan, meubel dan kosmetik. Hal ini mempengaruhi cara pandang warga terhadap gaya hidup yang awalnya sederhana menjadi materialistis. Otomatis selama kurun waktu lima tahun terakhir ini banyak bermunculan orang kaya baru di Dusun Kaliwaru atau bisa dikatakan taraf ekonominya telah mengarah pada kelayakan/positif. Terbukti dengan desain rumah yang lebih menyerupai rumah-rumah di kota.
2. Kondisi Keberagamaan Masyarakat Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kabupaten Semarang Mayoritas penduduk di Dusun Kaliwaru adalah beragama Islam, 1 % nya beragama Kristen.Dari penduduk yang beragama Islam, masing-masing bergabung dengan ormas-ormas tertentu.Seperti Nahdlatul Ulama‟, Muhammadiyyah, Al-Irsyad, dan sebagian kecil adalah MTA.Meskipun seperti itu, mereka hidup dengan rukun dan damai. Saling menjaga satu sama lain.
50
Mayoritas dari mereka adalah warga Muslim yang menjunjung tinggi tradisi luhur.Terutama tradisi dalam berkumpul seperti kumpulan tahlil, jamaah yasin, jamaah nariyah, jamaah waqi‟ah, jamaah dziba‟an, jamaah qur‟anan. Terlebih dalam hal tradisi Jawa masih dijaga dengan baik hingga saat ini seperti mitonan, nyewu, mitung dino, matang puluh, nyatus, mendhak, haul. Tradisi ini sangat dijaga secara turun temurun disebabkan adanya kaderisasi pemimpin yang dipercaya dapat melestarikan adat tradisi yang ada.Biasanya, pemimpin majelis itu dipilih dari intensitas sering hadirnya seseorang dalam majelis tertentu. Hal ini tidak terbatas pada kalangan bapak-bapak dan sesepuh saja.Bahkan para pemudanya yang dulunya terkesan tertutup dan sulit berkembang, kini mulai bergerak membangun desa.Yang dibangun adalah sisi spiritual dan nilai-nilai Islami.Seperti mengadakan safari dziba‟an dari masjid ke masjid di Desa Tengaran dan merti (bersih) desa. Mereka masih menjaga falsafah Jawa: “makan nggak makan asal kumpul” Dalam hal pembayaran zakat fitrahpun dilakukan secara gotong-royong dan tidak dibayarkan ke BAZ yang ada di kabupaten. Melainkan dilakukan dan dipusatkan di masjid-masjid jami‟ yang ada di desa. Hal ini berlangsung selama bertahun-tahun dan membuktikan bahwa mereka hidup rukun dan damai.
51
C. Pelaksanaan Pengelolaan Zakat Fitrah 1. Sejarah Pengelolaan Zakat Fitrah Awal pengelolaan zakat fitrah di Dusun Kaliwaru yang dilaksanakan di masjid An-Nuur Kaliwaru adalah sekitar tahun 1970 M atau sekitar kepemimpinan takmir masjid Bapak K.H. Kamil Yasin dan K. Nasihun Yasin. Sebelumnya, zakat fitrah dibayarkan melalui pemberian langsung ke rumah mustahiq oleh muzakki.Maka dengan adanya program dari takmir dalam pengelolaan zakat fitrah sedusun ini mampu memperlancar pemerataan distribusi. 2. Tata Cara Pengelolaan Zakat Fitrah Berdasarkan keterangan dari salah satu informan yang termasuk dalam kepanitiaan pembagi zakat fitrah, peneliti dapat memetakan mekanisme pengelolaan zakat fitrah yang dilaksanakan di Dusun Kaliwaru Tengaran, Kabupaten Semarang menjadi sebagai berikut: a. Pelaksanaan pengumpulan zakat fitrah di Dusun Kaliwaru dipusatkan di Masjid An-Nuur Kaliwaru yang dikelola oleh panitia yang terdiri dari tokoh agama selaku panitia musyawarah, perwakilan masing-masing RT sebagai ketua panitia pengumpul zakat fitrah, seorang warga selaku panitia pendata tunggal, dan beberapa pemuda selaku panitia pembagi zakat fitrah yang kemudian disebut “anak buah” bagi perwakilan RT dari panitia pengumpul zakat fitrah.
52
b. Pertama, dilakukan pembentukan panitia yang biasanya terdiri dari orang-orang yang biasa diamanahi sebagai panitia. Hal ini dilakukan agar terjadi kemudahan dalam pengelolaan. Panitia yang dimaksud adalah seperti yang tertera dalam poin a. c. Kemudian diadakan pembahasan musyawarah oleh panitia musyawarah untuk menentukan harga beras yang berlaku di pasaran yang diawali dengan sedikit pengajian tentang urgensi zakat fitrah. Harga dipilih dalam musyawarah adalah harga yang termahal karena dengan tujuan beras yang disetorkan adalah bukan beras
sembako
melainkan
beras
terbaik.
Rapat
tersebut
dilaksanakan pada tanggal 23 Ramadhan malam hari. Sementara penentutan muzakki dan mustahiq dilakukan pada malam 24 Ramadhan. Selain menentukan dua subjek dalam ibadah zakat tersebut,
panitia
musyawarah
turut
mengundang
panitia
pengumpul zakat fitrah untuk membagi tugas pendataan muzakki dan mustahiq tiap RT di Dusun Kaliwaru. d. Lalu panitia pengumpul zakat fitrah akan melakukan pendataan pada esok harinya dengan cara mengunjungi rumah warga dan mendata apakah muzakki akan meyetorkan zakat fitrah mereka ke masjid atau tidak. Setoran yang akan ditarik bisa berupa beras maupun uang. Jika berbentuk uang harus disesuaikan dengan harga beras dan ukuran 2,5 kilogram, maka setelah itu panitia pengumpul akan menukarkannya dengan beras untuk disetorkan ke masjid.
53
Jadi semua setoran ketika berkumpul di masjid harus berupa beras agar mudah untuk ditakar.Data muzakki dan mustahiq diserahkan ke panitia musyawarah pada tanggal 27 Ramadhan malam hari. e. Kemudian beras akan disetorkan ke masjid. Langkah berikutnya adalah pendataan dan kalkulasi. Kalkulasi disini adalah dengan membagi jumlah beras yang diterima/disetorkan ke masjid dengan jumlah cacah jiwa penerima zakat fitrah. Jika dalam hal kalkulasi masih terdapat sisa liter, maka yang dilakukan oleh panitia musyawarah adalah menambahkan liter sisa tadi ke jatah normal mustahiq. Sehingga terkadang seorang mustahiq bisa mendapatkan jatah hingga 10 kilogram berdasarkan jumlah anggota keluarga penerima/ jumlah anak yang ditanggung. f.
Terakhir adalah pendistribusian zakat fitrah. Hal ini dilakukan dengan mengerahkan anak buah ke rumah warga yang tercatat sebagai mustahiq. Jika masih ada sisa, maka menjadi hak dari panitia. Terkadang dalam hal pendistribusian, ada perwakilan dari panitia musyawarah turut mengeluarkan zakat mal berupa uang sebesar Rp. 100.000,- untuk diserahkan kepada keluarga janda yang tercatat sebagai mustahiq.
3. Pandangan Masyarakat terhadap Pengelolaan Zakat Fitrah a. Pandangan Panitia Musyawarah Berdasarkan
data
yang
dikumpulkan
dari
panitia
musyawarah, dapat disimpulkan bahwa penakaran beras kembali di
54
masjid berfungsi untuk checking akhir berapa liter beras yang didapatkan dari seluruh muzakki di Dusun Kaliwaru. Kesesuaian data dan ketelitian jumlah beras dan jumlah pembagian kepada mustahiqakan didapatkan dari penakaran kembali. Zakat fitrah diartikan sebagai zakat jiwa, sehingga tidak didasarkan kaya atau miskinnya muzakki.Intinya zakat didasarkan pada berapa cacah jiwa yang ada dalam pada malam hari raya Idul Fitri sebuah keluarga tercukupi makannya.Pembagian keluarga muzakki, bukan jumlah kepala keluarga melainkan jumlah anggota keluarga. Dan itu diperbolehkan oleh agama Islam, demi pemerataan/maslahat yang akan dicapai dari pembagian model seperti itu (berdasarkan cacah jiwa). b. Pandangan Panitia Pengumpul Zakat Fitrah Salah satu informan ketika ditanya mengenai pengelolaan zakat fitrah menyebutkan bahwa warga masyarakat di Dusun Kaliwaru khususnya yang menjadi panitia pengumpul zakat fitrah masih kurang paham dalam hal pengelolaan dan aturan pembagian zakat fitrah. Sehingga mereka akan mengikuti arahan dari panitia musyawarah yang biasanya mendasarkan masalahat pada dalil-dalil yang ada di kitab fikih klasik. Meskipun dalam pendalaman dalildalil maslahat, ditemukan dalil-dalil yang menerima dan adapula yang menolak konsep maslahat.
55
Panitia musyawarah dalam menetapkan siapa yang menjadi muzakki dan siapa yang menjadi mustahiq, lebih menfokuskan dalil dari kitab fikih klasik tanpa merujuk kembali pada dalil Al-Qur‟an dan Al-Hadits.Sehingga sangat diperlukan adanya pengkajian ulang
dalil-dalil
dan
syarah-syarah
kitab
fikih
mengenai
pengelolaan zakat dan sosialisasi hasil musyawarah kepada panitia pengumpul. Dalam hal ini, panitia pengumpul zakat fitrah lebih terkesan taklid
secara
buta
tanpa
mengkonfirmasi
alasan
panitia
musyawarah menetapkan bahwa bolehnya seorang muzakki menerima jatah zakat.Sementara ada salah satu informan menyebutkan bahwa mekanisme pembagian zakat fitrah yang dilaksanakan di masjid itu bersifat stagnan dan kurang efektif meskipun ada banyak kemanfaatan.Kurang efektif karena dinilai di beberapa wilayah tugas seperti di Dukuh Kaliwaru Wetan, Kaliwaru Lor, Dukuh Serang Sari dan Dukuh Kaliwaru Utara terjadi defisit bagian.Artinya, jumlah beras yang disetorkan di masjid lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah yang diberikan kepada mustahiq.Hal ini dikarenakan amil mendaftarkan dirinya dalam data mustahiq, padahal seharusnya jatah panitia pengumpul adalah sisa dari kalkulasi.Selain itu mereka yang didata sebagai muzakki dan menyetorkan beras (dalam artian mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari) justru didata pula sebagai mustahiq.Jadi
56
pembagian beras bertujuan untuk pemerataan.Mereka yang notabene sebagai panitia pengumpul tidak mempertimbangkan taraf hidup dan pencapaian pemenuhan kebutuhan sehari-hari dari mustahiq. Sehingga dari tahun ke tahun akan terjadi defisit bagian dan kurangnya kesadaran masyarakat kelas menengah untuk menolak menerima bagian zakat fitrah. Sementara yang terjadi di Dukuh Kaliwaru Selatan sangat berbeda dengan tiga wilayah yang disebutkan di atas.Karena dalam penentuan
muzakki
dan
mustahiq,
panitia
pengumpul
mempertimbangkan taraf hidup dan pencapaian pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Jikalau muzakki adalah janda, jika taraf hidupnya sudah mampu maka tidak akan didata dobel (sebagai mustahiq). Hal ini sudah dilakukan dari tahun-tahun sebelumnya agar terwujud dari tujuan zakat fitrah itu sendiri yakni mengentaskan derajat yang sebelumnya sebagai mustahiq menjadi muzakki. Pelaksanaan pengelolaan zakat fitrah di beberapa dukuh di Dusun Kaliwaru selalu menjadi masalah di bulan Ramadhan hanya gara-gara defisit bagian dan pendistribusian yang dilakukan pada malam hari raya yang terkesan kemrungsung karena distribusi dilakukan setelah penakaran kembali oleh panitia pengumpul pada pukul 22.00 WIB dan harus mengetuk pintu mustahiq di waktu istirahat malam. Padahal secara umum panitia pengumpul menolak
57
mekanisme pembagian yang dijelaskan di atas itu terjadi kembali.Bahkan diantara mereka yang notabene sarjana lulusan hukum Islam juga lebih memilih untuk diam dan mengikuti pendapat panitia musyawarah dikarenakan rikuh terhadap panitia musyawarah yang usianya lebih tua dari mereka. Sebenarnya ada pandangan bahwa pengelolaan yang dilakukan di desa tetangga (Desa Tengaran Kulon yang juga dilakukan di masjid jami‟) itu lebih efektif karena menggunakan model girik dan muzakki tinggal menyetorkan beras langsung ke masjid (berbeda yang dilakukan di Dusun Kaliwaru yang harus mengunjungi tiap rumah muzakki. Distribusipun dilakukan pada siang hari tanggal 27/28 Ramadhan oleh perwakilan Ketua RT sehingga tidak kemrungsung.Hal ini dipandang efektif dan efisien karena kemanfaatan beras yang diterima oleh mustahiq lebih besar dibanding dengan beras yang diterima oleh mustahiq Warga Kaliwaru yang datang pada malam hari raya sementara mereka di pagi harinya sudah mipik untuk keperluan hari raya. Sementara yang terjadi di Dukuh Kaliwaru Wetan menurut salah satu informan adalah terjadinya penggelembungan jatah zakat fitrah.Hal ini terjadi karena panitia pengumpul zakat dari RT yang bersangkutan hanya menerima instruksi untuk membagikannya kepada sejumlah keluarga kecuali 8 KK yang dinilai sebagai orang mampu (dalam hal ini memiliki sawah yang banyak dan beberapa
58
ekor ternak sapi) atau pegawai negeri di sebuah instansi, seperti pengadilan agama dan kantor-kantor. Padahal dalam pembagiannya terkadang, seorang janda yang memiliki anak yang bekerja (kelas menengah) dan mampu membeli mobil masih juga mendapat jatah zakat fitrah meskipun keluarganya mampu membayarkan zakat ke masjid.Anehnya, setelah penakaran kembali oleh panitia mereka yang membayarkan zakat untuk keluarganya justru mendapatkan jatah lebih banyak dari yang dibayarkan.Sehingga mendapatkan keuntungan lebih, Hal ini terjadi dari tahun ke tahun tanpa adanya pertimbangan jika di tahun berikutnya yang terdaftar sebagai muzakki tidak mendapatkan jatah zakat. Di sisi lain, ada panitia pengumpul yang mendapatkan jatah zakat fitrah dobel. Satu jatah karena terdaftar sebagai mustahiq meskipun dia mampu dan jatah sebagai panitia pengumpul.Jadi artinya dia mendapatkan dua keuntungan sekaligus.Permasalahan muzakki juga terdaftar sebagai mustahiq tidak hanya terjadi di Kaliwaru Wetan tetapi juga terjadi di Dukuh Kaliwaru Tengah sebelah utara dan Dukuh Kaliwaru Utara. c. Pandangan Pendata Zakat Fitrah Informan
tunggal
yang
menjadi
panitia
pendata
menyebutkan bahwa pengelolaan zakat fitrah di Dusun Kaliwaru sudah tepat.Dikarenakan ketika penakaran beras kembali di masjid
59
berfungsi untuk mencampur antara kualitas beras yang baik dengan yang agak baik.Sebab dalam hal penyetoran beras sebagai objek zakat fitrah, tidak semua warga menggunakan beras dengan kualitas terbaik. Sementara data yang diberikan oleh warga tidak semua seperti yang tertera dalam formulir isian data muzakki dan mustahiq (sering ada penambahan atau pengurangan jumlah liter), maka dengan terpaksa panitia pendata akan mengentry data sesuai jumlah beras yang terkumpul dan dibagikan per cacah jiwa (KK) bertujuan untuk pemerataan (kemaslahatan). (bisa dilihat pada lampiran data kalkulasi zakat fitrah tahun 1434 dan 1435 H) Data yang diterima oleh panitia pendata hanya diarsipkan dalam bentuk softfile dan tidak dilaporkan ke Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Tengaran .Hal ini disebabkan KUA setempat tidak berperan aktif dalam pengelolaan zakat fitrah terutama di Dusun Kaliwaru dan atau modin tidak meminta data ke panitia pendata untuk selanjutnya dilaporkan ke KUA.Yang terpenting adalah pengelolaan zakat fitrah di Dusun Kaliwaru berjalan lancar meskipun tanpa arahan KUA. d. Pandangan Mustahiq Zakat Fitrah Ada sesuatu yang menarik ketika informan-informan ditanya mengenai pengelolaan zakat fitrah yang terjadi di Dusun Kaliwaru. Salah seorang informan menjawab bahwa dirinya telah
60
terdaftar menjadi muzakki, akan tetapi juga didata sebagai mustahiq. Karena merasa bingung, maka dia melapor ke tokoh agama RT tempat dia tinggal.Tetapi setelah mendengar jawaban dari tokoh agama tersebut yang meyakinkannya untuk boleh menerima zakat fitrah meskipun sudah terdaftar sebagai muzakki, maka dia mengambil kesimpulan jika seorang muzakki meskipun kaya dan mampu untuk membayar zakat fitrah juga berhak untuk menerima zakat (sebagai mustahiq). Dia juga menjelaskan bahwa di RT dimana dia tinggal, masih saja ada seorang muzakki yang terdaftar, juga menerima zakat.Diantaranya adalah seorang janda yang memiliki seorang anak yang memiliki pekerjaan.Alasan diberi zakat fitrah karena profesi anak hanya sebagai petani glidhik (berpenghasilan tidak tetap).Sehingga panitia pembagi zakat fitrah, memberi jatah zakat kepada
keluarga
dikategorikan
tersebut
sebagai
dikarenakan
keluarga
miskin
keluarga
tersebut
meskipun
dalam
kenyataannya, mereka mampu untuk membayar zakat fitrah dan mampu mencukupi kebutuhannya di saat hari raya Idul Fitri. Sementara menurut mustahiq dari dusun sebelah (masih disetor zakat dari Dusun Kaliwaru) mengatakan bahwa mereka sebenarnya sudah tidak layak untuk mendapatkan zakat fitrah karena mampu membayar zakat setiap tahunnya.Dan jika dilihat dari tata dhahirnya, keluarga yang bisa mipik di malam hari raya
61
Idul fitri, membangun rumah dan membeli perabotan listrik ini mengaku sudah tidak layak disebut miskin lagi.Jadi jika ingin menanyakan alasan mengapa keluarga tersebut masih menerima zakat, maka perlu dikaji kembali data-data dari panitia yang notabene memakai data-data tahun lalu untuk mustahiq sebagai patokan selamanya.Padahal jika dilihat secara seksama barangkali untuk keluarga yang dulunya miskin kini sudah meningkat status ekonominya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kepanitiaan yang mendadak dan menyimpulkan bahwa mustahiq selamanya itu tidak efektif sama sekali. e. Pandangan Tokoh Agama Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan beberapa tokoh agama yang ada di Dusun Kaliwaru, ditemukan beberapa keterangan bahwa pengelolaan zakat fitrah yang dilakukan di masjid dengan mekanisme “ditakar kembali” itu dihukumi mubah (boleh) dengan alasan agar beras yang dikumpulkan terbagi rata untuk semua mustahiq. Untuk ukuran beras yang didapatkan setiap jiwa itu juga tidak bermasalah meskipun ditambahkan dari sisa beras yang ada.Misalkan ada muzakki yang juga didata sebagai mustahiq, itu juga diperbolehkan bahkan ketika zakat fitrah itu berputar kembali ke muzakki juga dihukumi mubah. Semua keterangan ini dapat dilihat di kitab klasik rujukan fikih Imam Syafi‟i yaitu Syarah Kitab Taqrib. Dijelaskan bahwa
62
muzakki dapat diberi zakat fitrah meskipun dia tidak miskin, akan tetapi digolongkan sebagai ghorim (orang yang berhutang). Sementara di Dusun Kaliwaru, untuk memenuhi kebutuhan seharihari sering mengandalkan dana dari hutang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa muzakki dapat diberi jatah beras zakat fitrah dengan pertimbangan dia adalah ghorim.
63
BAB IV ANALISIS
A. Analisis Pengelolaan Zakat Fitrah di Dusun Kaliwaru Berdasarkan Hukum Positif Pengelolaan zakat diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011.Dalam undang-Undang ini mengatur segala sesuatu khususnya tentang kegiatan pengelolaan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat (Pasal 1 ayat 1).Dalam hal ini, pengelolaan zakat fitrah di Dusun Kaliwaru sudah sesuai dengan pengertian pengelolaan zakat berdasarkan Pasal 1 ayat 1.Yakni kegiatan perencanaan yang diwujudkan pada tanggal 24 Ramadhan dengan diadakannya rapat musyawarah di Masjid An-Nuur guna membahas harga beras terbaik yang ada di pasaran. Kemudian kegiatan pelaksanaan dengan adanya pendataan database warga miskin (mustahiq) dan pemberi zakat (muzakki), kegiatan pengoordinasian dalam pengumpulan yaitu dengan adanya panitia pengumpul zakat yang menyetorkan database kepada panitia musyawarah guna pertimbangan selanjutnya dan ditunjuknya beberapa “anak buah” oleh panitia pengumpul zakat guna membantu pendistribusian ketika malam 1 Syawal,
kegiatan pendistribusian dan
pendayagunaan yaitu dengan adanya zakat fitrah yang diberikan dapat digunakan oleh warga sebagai pemenuh kebutuhan pangan atau kebutuhan lain ketika beras itu dijual kembali oleh mustahiq. Selain dapat digunakan
64
juga untuk tambahan modal usaha apapun bentuknya.Seharusnya panitia pendata zakat fitrah melakukan pelaporan ke BAZ Kabupaten Semarang atau minimal ke KUA setempat sehingga ada tindak lanjut dari masalah defisit bagian di dukuh-dukuh yang ada di Dusun Kaliwaru ini.Jika sudah ada pelaporan yang baik dan kontinyu setiap tahunnya, maka dapat diadakan koordinasi antara panitia pengelola zakat fitrah di Dusun Kaliwaru
dengan
balai
pelatihan
kerja
atas
arahan
dari
BAZ
setempat.Tentunya lebih baik lagi jika dibentuk kepanitian pengelolaan zakat mal yang belum ada di dusun tersebut.Hal yang demikian dirancang jika memang akar masalah sosialnya adalah kemiskinan.Sehingga dengan tambahan modal usaha dan keterampilan yang diberikan oleh balai pelatihan kerja dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat ke depannya. Pengelolaan yang dilakukan oleh panitia sudah sesuai dengan asas syari‟at Islam, akuntabilitas dan kemanfaatan berdasarkan Pasal 2.sesuai syari‟at Islam yaitu dilaksanakan pada waktu wajib (malam 1 Syawal sebelum shalat „Ied), dengan ukuran sebanyak 2,5 kilogram berupa beras dan dibayarkan oleh muzakki agar didistribusikan oleh panitia pengumpul kepada mustahiq. Sesuai dengan asas akuntabilitas karena panitia musyawarah memilki table database jumlah beras/zakat yang dibayarkan dan jumlah penerima zakat.Meskipun hal itu masih jauh dari kesempurnaan dan perlu perbaikan di setiap tahunnya.Sesuai dengan asas kemanfaatan yaitu karena dengan adanya pendistribusian zakat kepada
65
warga miskin diharapkan mereka tercegah dari perbuatan meminta-minta dan tercukupinya kebutuhan pangan mereka di bulan Syawal. Sayangnya dalam hal pertanggungjawaban laporan dalam rangka pengelolaan zakat fitrah yang telah dilaksanakan, panitia musyawarah tidak melaporkan kepada BAZ Kabupaten Semarang dalam mengawal kesejahteraan warga dan panitia pengumpul tidak melaporkan telah selesainya
pendistribusian
kepada
panitia
musyawarah
sebagai
pertimbangan selanjutnya. Karena dalam hal ini panitia musyawarah merupakan pucuk pimpinan sekaligus monitor bagi pengelolaan zakat di Dusun Kaliwaru. Jadi memang membutuhkan penyempurnaan di sisi-sisi tertentu.Peran BAZ Kabupaten juga diharapkan tidak cepat percaya terhadap masyarakat dalam rangka pengelolaan.Mereka harus secara kontinyu mengawal dan mengarahkan masyarakat dalam mengelola zakat fitrah yang baik dan benar.Baik melalui sosialisasi setiap tahunnya maupun pengawasan terhadap pelaporan pengelolaan zakat dan database mustahiq dari tahun ke tahun.Apakah jumlah mustahiq berkurang dari tahun ke tahun, ajeg, atau justru bertambah.Karena visi-misi dari BAZ adalah mengentaskan mustahiq menjadi muzakki. Karena selama ini masyarakat dalam mengelola zakat fitrah belum semuanya paham secara baik akan pengelolaan zakat fitrah yang baik dan benar sesuai syari‟at Islam dan hukum positif yang ada. Mereka sangat membutuhkan bimbingan dan arahan yang sifatnya kontinyu.Misalnya saja, panitia pengumpul yang termasuk golongan kelas menengah
66
(artinya mereka mampu mencukupi kebutuhan pangan sehari-hari masih meminta jatah zakat, penakaran beras yang dilebihkan untuk janda dan orang tua yang berlebihan sehingga warga Dusun Kaliwaru enggan melirik dusun sebelah yang juga membutuhkan zakat).Seharusnya zakat dapat mensejahterakan warga miskin bukan hanya diratakan dalam satu dusun saja.Tetapi bisa diratakan ke seluruh desa dengan pendistribusian yang jauh-jauh hari sudah dilaksanakan sebelum malam 1 Syawal.Hal ini bertujuan agar tercapainya asas keadilan dan pemerataan kesejahteraan. B. Analisis Pengelolaan Zakat Fitrah di Dusun Kaliwaru Berdasarkan Hukum Islam Zakat Fitrah yang dikeluarkan oleh warga Kaliwaru sudah sesuai dengan syarat wajib dikeluarkannya zakat fitrah yaitu makanan pokok, menguatkan dirinya dan boleh memilih diantara jenis-jenis makanan pokok yakni utamanya beras. Dimana kewajiban zakat fitrah itu dilaksanakan ketika adanya kelebihan makanan dalam hal ini dipilihkan beras terbaik selama satu hari satu malam sebanyak 2,5 kilogram setiap “kepala”nya dan dibayarkan sebelum hari raya. Zakat fitrah dibayarkan kepada orang-orang yang membutuhkan yaitu warga miskin, panitia pengumpul zakat di Dusun Kaliwaru.Begitu pula hikmah dari pengelolaan zakat fitrah terlaksana yaitu menghindarkan warga miskin dari perbuatan meminta-minta.Hal ini sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad.saw berdasarkan hadis riwayat Baihaqi dan Daruquthni. Dan pengelolaan sudah sesuai dengan bimbingan jumhur ulama‟ yaitu
67
diberikan kepada satu golongan mustahiq saja.Mereka adalah kaum miskin. Berdasarkan kriteria yang disebutkan oleh Mufraini (2006:134), Pengelolaan zakat fitrah yang dilaksanakan di Dusun Kaliwaru telah mengoptimalkan pola kerja takmir masjid.Yakni kelembagaan masjid yang diwakili oleh takmir masjid dalam membuat database warga miskin (mustahiq zakat) setiap tahunnya.Sehingga zakat dapat terdistribusikan secara tepat sasaran. Konsep maslahat juga sudah sesuai dengan pengertian dari AlGhazali yaitu memelihara tujuan syara‟ guna memelihara diri dan menghindarkan dari kerusakan.Yang dimaksudkan dengan kerusakan adalah perbuatan meminta-minta. Perbuatan ini akan menghancurkan keluarga. Jika keluarga yang notabene merupakan komponen terkecil dalam masyarakat, maka kesimpulannya adalah jika keluarga hancur, maka masyarakat juga akan hancur pula. Jika masyarakat adalah komponen kecil dari suatu bangsa, maka intinya adalah masayarakat hancur bangsa dan umat Islam ini akan hancur pula. Akhirnya lemah dan dapat terjajah oleh musuh-musuh Allah. Maslahat yang dimaksudkan dalam pengelolaan zakat fitrah di Dusun Kaliwaru adalah sesuai dengan ketetapan ulama At-Tufy yaitu dalam hal muamalat. Zakat yang dilaksanakan di dusun tersebut adalah transaksi muamalat dalam bidang bantu-membantu warga miskin yang membutuhkan kebutuhan akan pangan dan kebutuhan lain jika beras yang
68
diterima dijual kembali. Transaksi ini bernilai ibadah ketika sesuai dengan dalil-dalil syar‟i yang ada.Konsep maslahat merupakan dalil syar‟i yang diterapkan oleh ulama‟ salafunassahlih.Dan sesuai dengan
yang
diutarakan oleh ulama ushul fikih bahwa maslahat adalah harus bisa mendatangkan kemanfaatan dan menjauhi kemadharatan. Kemanfaatan dalam hal ini adalah warga miskin mampu mencukupi kebutuhan pangannya selama hari raya Idul Fitri dan atau dapat mencukupi kebutuhan lain ketika beras dijual dan digantikan dengan barang/jasa yang lain. Kemaslahatan yang terpenuhi di Dusun Kaliwaru juga merupakan kemaslahatan umum.Kemaslahatan umum disini adalah tersejahterakannya warga miskin di Dusun Kaliwaru.Artinya bukan kemaslahatan untuk golongan
berkepentingan
maupun
perorangan.Penggunaan
prinsip
maslahat khususnya dalam pengelolaan zakat fitrah adalah dengan mengutamakan amal yang bermanfaat daripada yang kurang.Dalam hal ini amal yang bermanfaat adalah memberikan zakat kepada mustahiq daripada membiarkan warga miskin meminta-minta hanya untuk mencukupi kebutuhan pangan dan kebutuhan lainnya. Didapatkan dari keterangan tokoh agama bahwa penakaran dan penambahan jatah zakat fitrah per jiwa dari sisa beras yang dibagi rata untuk semua mustahiq itu dihukumi mubah.Hal ini bertujuan agar beras terbagi rata untuk semua mustahiq yang ada.Selain itu, dihukumi mubah seorang muzakki mendapatkan bagian zakat fitrah dengan pertimbangan
69
dia adalah seorang ghorim, walaupun tidak miskin.Meskipun nantinya zakat fitrah yang terkumpul berputar ke muzakki kembali.Kesimpulannya adalah muzakki layak mendapatkan zakat fitrah (sebagai mustahiq).
70
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Mekanisme pengelolaan zakat fitrah di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kabupaten Semarang adalah sebagai berikut: a. Kegiatan pengelolaan dilaksanakan dan dipusatkan di Masjid AnNuur, Kaliwaru Tengaran. Yang pertama dilakukan adalah pembentukan panitia. b. Kemudian diadakan pembahasan musyawarah oleh panitia musyawarah dan panitia pengumpul zakat untuk menentukan harga beras yang berlaku di pasaran yang diawali dengan sedikit pengajian tentang urgensi zakat fitrah. c. Lalu panitia pengumpul zakat fitrah akan melakukan pendataan pada esok harinya dengan cara mengunjungi rumah warga dan mendata apakah muzakki akan meyetorkan zakat fitrah mereka ke masjid atau tidak. d. Kemudian beras akan disetorkan ke masjid untuk pendataan dan kalkulasi. Kemudian beras yang terkumpul didistribusikan yaitu dengan mengerahkan anak buah ke rumah warga yang tercatat sebagai mustahiq. Jika masih ada sisa, maka menjadi hak dari panitia. 2. Faktor-faktor yang menyebabkan tokoh agama desa memilih prinsip maslahah lil ummat dalam pengelolaan zakat fitrah antara lain adalah
71
untuk memudahkan pembagian jatah zakat (pemerataan jatah per cacah jiwa), memenuhi kesejahteraan ghorim (warga yang dibelit hutang demi memenuhi kebutuhan) dan untuk memudahkan akses bagi muzakki dalam menunaikan ibadah zakat dengan dikumpulkannya (kegiatan dipusatkan) zakat fitrah di masjid. 3. Pendapat warga Dusun Kaliwaru terhadap pengelolaan berdasarkan konsep maslahat lil ummat ini antara lain: a. Menurut Panitia Musyawarah, kemaslahatan akan dicapai jika pengelolaan zakat fitrah tetap dilaksanakan dengan berdasarkan cacah jiwa yang ditanggung oleh mustahiq zakat fitrah yang ada. b. Menurut Panitia Pengumpul Zakat Fitrah, adakalanya pengelolaan zakat fitrah berdasarkan konsep ini sudah cocok karena taklid kepada panitia musyawarah. Akan tetapi perlu kajian lebih lanjut dan harus diadakan pelaporan dari panitia pendata zakat fitrahkepada
KUA
setempat
agar
tidak
ditemukan
lagi
ketidakefektifan kerja terutama terhadap dukuh-dukuh yang mengalami defisit bagian. c.
Menurut Pendata Zakat Fitrah, pengelolaan berdasarkan konsep maslahat lil ummat ini sudah tepat melihat adanya penakaran beras kembali yangmana menjadikan kualitas beras yang terkumpul menjadi sama-sama baik dan dengan melalui pemerataan distribusi itulah kemaslahatan dapat tercapai.
72
d. Menurut Mustahiq Zakat Fitrah, pengelolaan berdasarkan konsep ini ada baik dan buruknya. Masyarakat ada yang pro dan ada yang kontra. Sehingga perlu adanya kajian ulang mengenai pengelolaan zakat fitrah di tahun-tahun yang akan datang. e. Menurut tokoh agama setempat, pengelolaan zakat berdasarkan konsep maslahat ini sudah baik dan boleh dilakukan. Melihat adanya dalail yang menguatkan meskipun hanya dari kitab fikih klasik. 4. Tinjauan hukum Islam terhadap prinsip maslahat lil ummat dalam kaitannya dengan distribusi zakat fitrah ini adalah merujuk pada dalil kaidah fikih Imam Syafi‟i dalam kitab fikih klasik “Syarah Taqrib” tentang golongan yang mendapatkan jatah zakat fitrah salah satunya adalah ghorim (orang yang berhutang demi memenuhi kebutuhan hidup. Sehingga meskipun seseorang mustahiq itu tidak tergolong sebagai miskin, tetapi dia memenuhi syarat sebagai mustahiq karena dia adalah seorang yang ghorim. Selain mekanisme pengelolaan semacam ini memudahkan panitia pengumpul zakat dalam pemerataan distribusi, akses muzakki dalam menyalurkan zakat fitrah dipermudah karena kegiatan dipusatkan di masjid, kebutuhan ghorim juga terpenuhi. Inilah yang menjadi alasan panitia dalam menerapkan prinsip maslahat dan mereka menfatwakan mekanisme ini dengan hukum mubah (boleh).
73
B. Saran 1. Untuk Panitia Pengumpul Zakat Fitrah Dusun Kaliwaru a. Penentuan tanggal rapat musyawarah baik itu pembentukan panitia, penentuan jadwal pendataan muzakki dan mustahiq, penarikan
zakat
fitrah,
pengumpulan
kembali,
maupun
pendistribusian lebih diawalkan agar tidak terkesan kemrungsung. b. Harus dibukukan/diadakan pengarsipan untuk semua data yang ada dan dilaporkan ke BAZ Kabupaten/minimal ke KUA Kecamatan Tengaran sebagai pertanggung jawaban pengelolaan. c. Panitia pengumpul zakat fitrah dapat mengusulkan kepada panitia musyawarah agar pendistribusian zakat fitrah tidak hanya terbatas di dua dusun, tetapi diratakan ke seluruh Desa Tengaran, khususnya yang membutuhkan agar tidak terjadi penumpukan ukuran dan ditambahkan ke masing-masing mustahiq (terfokus di satu dusun saja). 2. Untuk Lembaga Kampus a. Mengadakan sosialisasi pengelolaan zakat fitrah yang baik dan benar sesuai dengan hukum Islam kepada masyarakat. b. Bekerjasama dengan BAZ Kabupaten Semarang untuk memberikan sosialisasi dan mengawasi pengelolaan zakat fitrah di desa-desa khususnya di Desa Tengaran berdasarkan Undang-Undang Pengelolaan Zakat yang terbaru, UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
74
DAFTAR PUSTAKA
Abu Zahrah, Muhammad. Zakat Dalam Perspektif Sosial.Terjemahan oleh Ali Zawawi. 1995. Jakarta: PT. Pustaka Firdaus. Al-Asqalani, Al-Hafidz Ibnu Hajar.Terjemah Bulughul Maram. Terjemahan oleh Ahmad Najieh. 2011. Semarang: Pustaka Nuun. Ash-Shiddieqy, M. Hasbi. 1984. Pedoman Zakat. Jakarta: N.V. Bulan Bintang. BKM Pusat. 1991. Pembantu Pegawai Pencatat Nikah. Jakarta: BKM Pusat. Bungin,
Burhan.
2011.
Metodologi
Penelitian
Kualitatif. Jakarta:
PT.
Rajagrafindo Persada. Emzir. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. Farkhani. 2013. Studi Keislaman. Salatiga: Salatiga Press. Haroen, Nasrun. 1996. Ushul Fiqh 1. Ciputat: Logos Publishing House. Hidayati, Tri Wahyu. 2013. Implikasi UU No. 23 Tahun 2011 Terhadap Pengelolaan Zakat di Indonesia (Studi terhadap Lembaga Pengelola Zakat di Jawa Tengah). Salatiga: P3M STAIN Salatiga. Khalaf, Abdul Wahhab. Kaidah-Kaidah Hukum Islam.Terjemahan oleh Noer Iskandar Al-Barsany dan Moh. Tolchah Mansoer. 1996. Jakarta: PT. Raja Grafindo Perkasa. Maslikhah. 2013. Melejitkan Kemandirian Menulis Karya Ilmiah Bagi Mahasiswa. Yogyakarta: Trustmedia.
75
Mufraini, Arif. 2006. Akutansi dan Manajemen Zakat: Mengkomunikasikan Kesadaran dan Membangun Jaringan. Jakarta: Kencana. Munawaroh. 2012. MetodologiPenelitian. Jombang: Intimedia. Mursyidi. 2006. Akuntansi Zakat Kontemporer. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Patton, Michael Quinn. Metode Evaluasi Kualitatif. Terjemahan oleh Drs. Budi Puspo Priyadi, M. Hum. 2006. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sabiq, Sayyid. 1982. Fikih Sunnah 3. Bandung: PT. Al Ma‟arif. Salam, Zarkasji Abdul, dkk. 1994. Pengantar Ilmu Fiqh Usul Fiqh. Yogyakarta: LESFI. Syarifuddin, Amir. 2011. Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. UU RI Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Qardhawi, Yusuf. Hukum Zakat. Terjemahan oleh Dr. Salman Harun, Drs. Didin Hafidhuddin dan Drs. Hasanuddin. 1991. Jakarta: PT. Pustaka Litera AntarNusa Bogor Baru. Yusuf, Muhammad Asror. 2004. Kaya Karena Allah: Sikap dan Pandangan Islam terhadap Dunia Materi. Jakarta: PT. Kawan Pustaka. www. umarfarouq.blogspot.com. 17 Desember 2014 pukul 09.37 WIB. Zuhayly, Wahbah. Zakat Kajian BerbagaiMadzhab. Terjemahan oleh Agus Effendi
dan
Bahruddin
Fananny.
1995.Bandung:
PT.Remaja
Rosdakarya. Zuhri, Saifudin. 2011. Ushul Fiqih: Akal Sebagai Sumber Hukum Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
76
DAFTAR PENERIMAAN ZAKAT FITRAH 1434 H MASJID AN-NUR KALIWARU TENGARAN WILAYAH KALIWARU SELATAN KOORDINATOR : BP. SHODIK NO. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
NAMA
MUZAKKI
SUKIRAH MUNIR ANA FARIDA CHUMAIDI SARDI SARDIYAH SLAMET MARHABAN TAMAMI SURURI MUJIB MUHYIN SUPRIYADI NGATIROH BADRUS SARMIYANTO MUNIRI SLAMET NAWAWI BIARSO SRI HIDAYATI JOKO SAMUDRO MUJIONO JAWAD ERWANTO LESTARI SUYATNO M. FARRAJ SUMADI TUGINO SULASIH PAMUJI ANIK ERWANTO MAURINA
1 1 1 1 1 1 1 1 77
MUSTAHIQ 5 4 5 3 1 2 3 3 3 4 2 1 7 5 3 5 2 4 5 1 4 4 1 3
KETERANGAN
33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69
FAHRUL ROIF AR RINIF BUDI P SRI MULYANI ANDIKA B W AUFA WIDYA H SUHARSONO NARYADI FANDI SISWANTI CHRIS WIDIATNOKO SETYO WAHYUNI ASTINA ARTI M BELA ARTI D CELIKA ARTI D DEFAN DEKARTA IIS ETIK SUSANTI ISTIQOMAH MARIYATUN SUYATNO UMI ZAHROTUN HASNA DITA H. ZIDNI SARSONO M. MAEMUN SAWALDI DEDEH M. LATIF SHOHIBAH DEDEN KHILDA INDIARTO HANIF M. MAHZUM YAHYA IMRON NUR AINI W A NABIL LIA JOKO SAMUDRO ABI CANDRA PARMIN MITA
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
78
HERU HENDI DINDA PUTRI IBRAHIM DEWI MAR'ATUS MASLIKHATUN RIFA'I SIGIT RESTU SANTI ABSAL FAJAR NURUL BADRUS TITIK ANASIR BENASIR BASYIR PUTRI SYAKIRIN ISTIQOMAH 2 JUMLAH
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 69
80
DAFTAR PENERIMAAN ZAKAT FITRAH 1434 H MASJID AN-NUR KALIWARU TENGARAN WILAYAH KALIWARU TENGAH 1 KOORDINATOR : BP. MUNIRUN NO. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
NAMA AHMAD ARIF KURNIANTO ARJIATUN AS'AD BADRUS DAROK H. BAKIRI H. SAHAL H. SJAKIR IBNU DZAKWAN
MUZAKKI 1 1 1 2 2 1 1 1 2 4
79
MUSTAHIQ 10
4 6
KETERANGAN
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
JARIR IBRAHIM MASRUR MASYKURI MUHAMMAD MUHYIDIN MUNIRUN MURYONO ROHMAN SOLIHAN SUMIAH TA'AT/SAROYAH TADZKIR YEPPY/ZAKIYAH ANSORI JUMLAH
1 1 1 1 5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 34
2 3 4 5 6 5 2 3 4 4 3 4 65
DAFTAR PENERIMAAN ZAKAT FITRAH 1434 H MASJID AN-NUR KALIWARU TENGARAN
WILAYAH KALIWARU TENGAH 2 KOORDINATOR : BP. ASYROFI
NO.
MUZAKKI
MUSTAHIQ
ABRORI
1
4
3
ALFU
1
4
AMIN
1
5
ANGGIA
2
1
NAMA
2
80
KETERANGAN
6
ANSORI
1
7
ARIFATUL H
1
8
ASOMAH
3
9
DIKAH
5
10
ELMA
1
11
FADHILA SALSABILA
1
12
FAIZ
1
13
HJ. MARYUTI
1
14
INA LUTFIA
1
15
INDAH H PRATIWI
1
16
ISROFI
17
JUMALI
1
18
LAMI
1
19
M. RIF'AN AFANDI
1
20
MAHMUD CHOZI
1
21
MAHSUNUDDIN
1
5
4
22 23
MISBAHUDDIN
24
MUSTAIN
9 1
6
25 26
NIAMAH
27
NUR AZIZAH
5 1 81
28
RIZKI
1
29
ROFIAH
3
30
ROHINI
4
31
SAID
2
32
SITI CHOLISAH
1
33
SLAMET MAMIK
34
TOHA
1
35
UMI ISNA
1
36
YUNI
1
37
YUSUF
1
38
ZUHROTUN
1
2
JUMLAH
29
50
DAFTAR PENERIMAAN ZAKAT FITRAH 1434 H MASJID AN-NUR KALIWARU TENGARAN WILAYAH KALIWARU TIMUR KOORDINATOR : BP. MUKHLAS NO. 1 2 3 4 5 6 7 8
NAMA AHMAD FAUZI AMINAH BAMBANG/RAGIL BANANI BASHORI BUDI PURNOMO DIMYATI FATHONAH
MUZAKKI 2 1 3 1 1 1 1 2
82
MUSTAHIQ 8
4
3
KETERANGAN
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
HAMIYATUN/KATUN JADI JAWAD MUJAB JOKO TRI SUBEKTI KANDIK KHALIM MUDRIK M KOMARUN MAHMUDI MAKMUN MA'RUF MASNURI MUAWANAH MUBAROK MUHAIMIN MUHDI MUJAB MUKHLAS MUKMINAN MUKTI MUNJAMIL MURYOTO MUSTAJAB MUTHO'I NAPSIYAH NASIKI NUR KHAMID NUR KHAMIM PANUT PIATUN POMO PRONI ROKHIM ROYATI ROZI SITI MAESURI SLAMET PON SLAMET SHOLIKIN SUBARDI SUHARTI SUJIMAH SULAIMAN SULKHANI
1 1 2 4 1 1 1 2 1 1
3
8 2 5 2 6
1 2 1 1 1 2 1 3 3 1 2 2 2 1 1 1 1 1 1 3 2 3 2 2 1 1 1
83
4 4 4 5 1 7 6 3 2 6 7 3 5 1 7 3 1 7 3 6 8 4 9 4 1 2 4
51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
SUPRIH SURURI TINAH SALIM TOHIR TOPIK TUKIMIN TUMIN/MUSBIKAN UNARIYAH YONO YUSRI JUMLAH
2 1
1 3 5 2 83
5 2 1 3 8 5 5 4 8 200
DAFTAR PENERIMAAN ZAKAT FITRAH 1434 H MASJID AN-NUR KALIWARU TENGARAN WILAYAH KALIWARU UTARA 1 KOORDINATOR : BP. ARIFIN NO. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
NAMA ABDUL LATHIF ABID AHYADI ANSORI ARIF RAHMAN ARIFIN BASHOIR BASITH BASITH NUR LAILI H. FAUZAN H. MAHMUD HJ. KAROMAH IRFANI JALILAH KASTOLANI MASRUHIN MAWAHIB MUCHAMMAD MUCHID MUKHLAS NUR CHOLIS NUSIMI
MUZAKKI 3 2 1 2 2 1 2 1 2 1 4 2 2 1 1 1 1 1 2 1
84
MUSTAHIQ 4 6 2 4 2 3 5 3
1 2 4 5 4 5 1 2
KETERANGAN
23 24 25 26 27 28
PAK POS REFATI SITI NARDI SLAMET SYALTUT USTAD FAIQ JUMLAH
1 2 1 1 1 39
2 3 3 4 65
DAFTAR PENERIMAAN ZAKAT FITRAH 1434 H MASJID AN-NUR KALIWARU TENGARAN WILAYAH KALIWARU UTARA 2 KOORDINATOR : BP. HUMAM NO. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
NAMA ADITYA AGUS PRIYANTO ANDI ARI WIDODO ARIF MUSTOFA CATUR DARSONO GINANJAR HENDRIK HENDRO HJ. AMNAH HUMAM JOKO PITOYO JOKO SUPRIYANTO JOYO MAFIYAH MAHMUDI MAN MUHLISIN MULYONO PARWANI PRABOWO RIBUT ROFI'I SIS SLAMET MULYONO SLAMET RAHARJO SUKARJO
MUZAKKI 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1
85
MUSTAHIQ
2 3 4 3
5 4 3 3 1 4 2 3 3 5 4
4 1 3
KETERANGAN
29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
SUKIJO SUMERI SUPINAH SUPRIHATI SURONO SUS TANWIR TRIYONO TUGIRIN UTARI WAHYUDI WARSITO WIYONO SURONO
3 7 8
1 1 1
4 1 5 4 8
1 1
3 5 3
2 5 35
JUMLAH
108
DAFTAR PENERIMAAN ZAKAT FITRAH 1435 H MASJID AN-NUR KALIWARU TENGARAN NO . 1 2 3 4 5 6 7
WILAYAH KALIWARU BARAT KALIWARU SELATAN KALIWARU TENGAH 1 KALIWARU TENGAH 2 KALIWARU TIMUR KALIWARU UTARA 1 KALIWARU UTARA 2 JUMLAH
KOORDINATO R MUALLIF RIDWAN
MUZAKKI
MUSTAHI Q
AMI L
0
SHODIQ
0
84
4
MUNIRUN
0
85
6
ISROFI
0
51
4
MUKHLAS
0
199
10
SOBIRIN
0
73
5
HUMAM
0
120
5
0
612
68 696
JUMLAH PENERIMAAN ZAKAT FITRAH SEHARUSNYA JUMLAH
JANDA/DUD A
1041 1076
86
4 1 0 7 2 2 16
PENERIMAAN ZAKAT FITRAH REAL JUMLAH PENYALURAN ZAKAT FITRAH
1.54597701 1
DAFTAR PENERIMAAN ZAKAT FITRAH 1434 H MASJID AN-NUR KALIWARU TENGARAN WILAYAH KALIWARU SELATAN KOORDINATOR : BP. SHODIK NO. NAMA MUZAKKI 1 ABI CANDRA 2 ABSAL 3 AMRI 4 5 ANA FARIDA 6 ANASIR 7 ANDIKA B W 8 ANIK 9 ASTINA ARTI M 10 AUFA WIDYA H 11 12 13 BADRUS 14 BASYIR 15 BELA ARTI D 16 BENASIR 17 18 BIARSO 19 CELIKA ARTI D 20 CHRIS WIDIATNOKO 21 CHUMAIDI SARDI 22 DEDEH 23 DEDEN 24 DEFAN DEKARTA 25 DEWI MAR'ATUS 26 DINDA PUTRI 27 DITA 28 ERWANTO 29 ERWANTO
87
1044
MUSTAHIQ
2 4
6
3
KETERANGAN
30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69
FAHRUL ROIF AR FAJAR FANDI H. ZIDNI HANIF HASNA HENDI HERU HUMAIDI IBRAHIM IIS ETIK SUSANTI ISTIQOMAH ISTIQOMAH 2 JAWAD
3
JOKO SAMUDRO KHILDA INDIARTO KIPRI LESTARI
5 2 1
1
LIA M. FARRAJ M. LATIF M. MAEMUN M. MAHZUM MARIYATUN MASLIKHATUN MAURINA MITA MUHYIN
4
MUJIB MUJIONO
4 1
MUNIR
5
MUNIRI NABIL NARYADI NGATIROH
3
1
NUR AINI W A NURUL
88
1
1
PAMUJI PARMIN PUTRI SYAKIRIN RESTU RIFA'I RINIF BUDI P SANTI SARDIYAH
1
SARMIYANTO SARSONO SAWALDI SETYO WAHYUNI SHOHIBAH SIGIT SISWANTI
5
SLAMET MARHABAN
2
SLAMET NAWAWI SRI AID SRI HIDAYATI SRI MULYANI SUHARSONO
3 5
SUKIRAH SULASIH SUMADI SUPRIYADI SURURI SURURI SUYATNO SUYATNO SUYITNO TAMAMI TAMAMI TITIK TUGINO UMI ZAHROTUN YAHYA IMRON ZAINAL M
4
1
3
3 3
70 JUMLAH
0
89
3 8 84
4
DAFTAR PENERIMAAN ZAKAT FITRAH 1434 H MASJID AN-NUR KALIWARU TENGARAN WILAYAH KALIWARU TENGAH 1 KOORDINATOR : BP. MUNIRUN NO. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
NAMA
MUZAKKI
AHMAD AHYADI ALFI MARYAM ANSORI ARIF KURNIANTO ARJIATUN/MAHMUDI AS'AD BADRUS DAROK FAIZAH H. BAKIRI H. SAHAL H. SJAKIR IBNU DZAKWAN JARIR IBRAHIM MASRUR MASYKURI MAUNAH MISKIYAH MUHAMMAD MUHYIDIN MUNIRUN MUNTADHIROH MURYONO ROHMAN SOLIHAN SUMIAH TA'AT/SAROYAH TADZKIR YEPPY/ZAKIYAH JUMLAH
MUSTAHIQ 10 4 4
KETERANGAN
3 4 5 6 3
4 4 5 2 3
0
90
6 1 4 2 3 2 3 3 4 85
1
1
DAFTAR PENERIMAAN ZAKAT FITRAH 1434 H MASJID AN-NUR KALIWARU TENGARAN WILAYAH KALIWARU TENGAH 2 KOORDINATOR : BP. ASYROFI NO. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
NAMA
MUZAKKI
ABRORI ALFU AMIN ANGGIA ANSORI ARIFATUL H ASOMAH DIKAH ELMA FADHILA SALSABILA FAIZ HJ. MARYUTI INA LUTFIA INDAH H PRATIWI ISROFI JUMALI LAMI M. RIF'AN AFANDI MAHMUD CHOZI MAHSUNUDDIN MISBAHUDDIN MUSTAIN NIAMAH NUR AZIZAH RIZKI ROFIAH ROHINI SAID SITI CHOLISAH SLAMET MAMIK TOHA UMI ISNA YUNI
MUSTAHIQ 4
3 6
5
4 10 4 5
3 4
3
91
KETERANGAN
34 35
YUSUF ZUHROTUN JUMLAH
0
51
0
MUSTAHIQ 4
KETERANGAN
MASJID AN-NUR KALIWARU TENGARAN WILAYAH KALIWARU UTARA 1 KOORDINATOR : BP. ARIFIN NO. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
NAMA
MUZAKKI
ABDUL LATHIF ABID AHYADI ANSORI ARIF RAHMAN ARIFIN BASHOIR BASITH NUR LAILI BASITH ZUHRIYAH H. FAUZAN H. MAHMUD HAMDANI HJ. KAROMAH IRFANI JALILAH KASTOLANI MASRUHIN MAWAHIB MUCHAMMAD MUCHID MUHAMMAD MUHID MUKHLAS MURTAFIAH NUR CHOLIS/NUR SADIMAN NUSIMI PAK POS
6 2 4 2 5 3 3 3
1 2 3 4
1
2 5 2 1 2
92
1
28 29 30 31 32 33 69
2 3
REFATI SHOLEH SITI NARDI SLAMET WIDODO SYALTUT USTAD FAIQ JUMLAH
0
3 3 4 4 73
2
DAFTAR PENERIMAAN ZAKAT FITRAH 1434 H MASJID AN-NUR KALIWARU TENGARAN WILAYAH KALIWARU UTARA 2 KOORDINATOR : BP. HUMAM NO. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
NAMA ADITYA AGUS PRIYANTO ANDI ARI WIDODO ARIF MUSTOFA BOWO CATUR DARSONO DAVID GINANJAR HENDRIK HENDRO HJ. AMNAH HUMAM JOKO PITOYO JOKO SUPRIYANTO JOYO KARJO LATIF LISIN MAFIYAH MAHMUDI MAN MERI MULYONO PARWANI RIBUT ROFI'I ROSYID
MUZAKKI
MUSTAHIQ
KETERANGAN
3 3 3 3 4 3 5
3 4 5 4 3 3 2 4 7 3 5 1 3
93
1
30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51
SIS SLAMET HARJO PLUS JOKO SLAMET MULYONO SLAMET RAHARJO SOFIYAH CEMPLUK SUKARJO SUKIJO SUKIMAN SUMERI SUPINAH SUPRIHATI SURONO SUSANTO TANWIR TRI D TRIYONO TUGIRIN UTARI WAHYUDI WARSITO WIYONO MASRUR JUMLAH
4 4
2 3 5 2 3 1 4 2 3 5
0
5 3 3 120
1
2
Kaltim: NO. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
NAMA AHMAD FAUZI BAMBANG/RAGIL BANANI BASHORI BUDI PURNOMO DIMYATI FATHONAH HAMIYATUN/KATUN JADI JAWAD MUJAB JOKO TRI SUBEKTI KANDIK KHALIM MUDRIK M KOMARUN MAHMUDI MAKMUN MA'RUF MASNURI
MUZAKKI
MUSTAHIQ 8
KETERANGAN
4
3 1 3
7 2 5 2
94
1
19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61
MUAWANAH MUBAROK MUHAIMIN MUHDI MUJAB MUKHLAS MUKMINAN MUKTI MUNJAMIL MURYOTO MUSTAJAB MUTHO'I NAPSIYAH NASIKI NUR KHAMID NUR KHAMIM PANUT PIATUN POMO RIFATI ROHMATUR ROHIM ROKHIM ROYATI ROZI SITI AMINAH SITI MAESURI SLAMET PON SLAMET SHOLIKIN SUBARDI SUHARTI SUJIMAH SULAIMAN SULKHANI SURURI TINAH SALIM TOHIR TOPIK TUKIMIN TUMIN/MUSBIKAN UNARIYAH YONO YUSRI ZUMRONI MILA JUMLAH
6 4 4 5 6 1 3 6
1
3 2 6 7 3 5 1 7 2 3 1 7 3 1 6 8 4 9 4 1 2 4 5 2 1 3 8 5 5
0
95
8 3 199
1
1
1
1
1
7
FORMULIR PENILAIAN SATUAN KREDIT KEGIATAN (SKK) MAHASISWA IAIN SALATIGA
Nama : Nur Salim NIM
: 21111020
Jurusan: Ahwal Al-Syakhshiyyah/Syari‟ah No.
Nama Organisasi
1.
Dewan Mahasiswa (DEMA)
2.
ITTAQO-CEC
3.
4.
5.
6. 7.
Nama Kegiatan OPAK 2011
Achievement Motivation Training (AMT) Panitia ODK Orientasi Dasar Keislaman (ODK) KOPMA-KSEI Seminar Entrepreneurship dan Koperasi UPT User Education PERPUSTAKAAN (Pendidikan Pemakai) LDK Darul Amal IBTIDA‟ LDK DA JQH Penerimaan Anggota Baru
8.
STAIN SALATIGA Jurusan Syari‟ah
9.
LDK Darul Amal
Tanggal Jabatan Pelaksanaan 20-22 Peserta Agustus 2011 23 Agustus Peserta 2011
2
24 Agustus 2011
Peserta
2
25 Agustus 2011
Peserta
1
19 September 2011 8-9 Oktober 2011 3-4 Desember 2011 14 Januari 2012
Peserta
2
Peserta
3
Peserta
3
Peserta
1
Peserta
4
Seminar Ekonomi Islam: “Peran Ekonomi Islam dalam Mengatasi Krisis Ekonomi Global” Seminar 30 April Regional: 2012 “Urgensi Media dalam Mencerahkan
96
Skor SKK 3
Umat” 10.
HMJ Syari‟ah
11.
Assafa
12.
Dewan Mahasiswa
13.
Pyramid English Course
14. 15.
PMII Joko Tingkir Salatiga LDK Darul Amal
16.
PMII Kota Salatiga
17.
HMJ Syari‟ah
18.
JQH
19.
UPK STAIN Salatiga
20.
Dewan Mahasiswa
Pelatihan Advokasi Seminar Nasional: “Publikasi Karya Ilmiah” Seminar Nasional: “Mewaspadai Gerakan Islam Garis Keras di Perguruan Tinggi” Program Kursus Bahasa Inggris MAPABA 2012 Islamic Public Speaking Training (IPST) Dialog Publik dan Silaturahmi Nasional Seminar Nasional: “Peran Lembaga Perbankan Syari‟ah dengan Adanya Otoritas Jasa Keuangan.” Tablig Akbar: “Tafsir Tematik” SK Pengangkatan Pengurus LDK DA Masa Bakti 2013 Seminar Nasional: “Ahlussunnah Waljama‟ah dalam Perspektif 97
16-17 Mei 2012 29 Mei 2012
Peserta
3
Peserta
6
23 Juni 2012
Peserta
6
10 Juli-9 Peserta Agustus 2012 5-7 Oktober Peserta 2012 25 Oktober Peserta 2012
4
10 Nopember 2012 29 Nopember 2012
Peserta
6
Peserta
6
1 Desember 2012 31 Januari 2013
Peserta
1
Pengurus
4
26 Maret 2013
Peserta
6
3 3
21.
LDK Darul Amal
22.
HMJ Tarbiyah dan Syari‟ah
23.
Prodi Ahwal AlSyakhsiyyah
24.
LDK Darul Amal
25.
LDK Darul Amal
26.
LDK Darul Amal
27.
LPM-DINAMIKA
28.
LDK Darul Amal
29.
Al-Khidmah Kampus Kota Salatiga UPK STAIN SALATIGA
30.
31.
Senat Mahasiswa
Islam Indonesia” Training Kader I Seminar Nasional dan Dialog Publik: “Minimnya Pasokan Energi dalam Negeri” Program Kursus Singkat: Politik Jihad dan Terorisme MILAD XI LDK DA GARDIKA: Pesantren Kilat SMPN 3 Salatiga Training Kader II
Lomba Cerpen dalam rangka Anniversary LPM DINAMIKA Ibtida‟ LDK DA
Pendidikan Anggota Dasar (PAD) SK Pengangkatan Pengurus LDK DA Masa Bakti 2014 Dialog Interaktif dan Edukatif: “Diaspora Politik Indonesia di Tahun 2014, Memilih Untuk Salatiga Hati Beriman”
98
6-7 April 2013 20 April 2013
Panitia
3
Peserta
6
FebruariApril 2013
Peserta
4
14 Juni 2013 29-31 Juli 2013
Panitia
1
Pemateri
4
28 September 2013 7 Oktober 2013
Peserta
3
Peserta
2
19-20 Oktober 2013 28-29 Desember 2013 31 Januari 2014
Panitia
3
Panitia
3
Pengurus
4
1 April 2014
Peserta
1
32.
34.
KKN Posdaya Tematik IAIN Walisongo Semarang Prodi Ahwal AlSyakhsiyyah Jurusan Syari‟ah dan Ekonomi Islam LDK Darul Amal
35.
Senat Mahasiswa
36.
HMPS PS S-1 STAIN SALATIGA LDK Darul Amal
33.
37.
Training Entrepreneurship dan Leadership
11 Mei 2014
Peserta
3
Seminar Imsakiyah Ramadhan 1435 H Lomba Cerpen Islami di MILAD XII LDK DA Public Hearing: “STAIN menuju IAIN dari Mahasiswa untuk Mahasiswa Training and TOEFL Test
26 Mei 2014
Peserta
1
28 Mei 2014
Peserta
2
10 Juni 2014
Peserta
1
8-9 Peserta Nopember 2014 19 Juli 2014 Panitia
3
GARDIKA
1
38.
STAIN SALATIGA
SK Panitia Orientasi Dasar Keislaman OPAK STAIN 2014
9 Agustus 2014
Panitia
2
39.
LDK Darul Amal
Training Kader II 27 September 2014
Panitia
3
40.
LDK Darul Amal
Ibtida‟ LDK DA 2014
Panitia
3
41.
STAIN SALATIGA
SK Penyelenggara Gebyar seni AlQur‟an JQH AlFurqan STAIN SALATIGA 2014
Panitia
1
99
18-19 Oktober 2014 5 Nopember 2014
42.
CEC-ITTAQO
Perbandingan Bahasa Arab bahasa Inggris (PERBASIS)Comparison English Arabis (CEA)
27 Nopember 2014
Peserta
1
43.
Al-Khidmah Kampus Kota Salatiga
Pendidikan Anggota Dasar (PAD) 2014
6-7 Desember 2014
Panitia
3
Total
127
Salatiga, 19 Juni 2015 Mengetahui, Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama Fakultas Syari‟ah
Illya Muhsin, S.H.I,.M.Si. NIP. 19790930 200312 1 001
100
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANGPENGELOLAAN ZAKATDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiappenduduk untuk memeluk agamanya masing-masingdan untuk beribadat menurut agamanya dankepercayaannya itu; b. bahwa menunaikan zakat merupakan kewajiban bagiumat Islam yang mampu sesuai dengan syariat Islam;bahwa zakat merupakan pranata keagamaan yangbertujuan untuk meningkatkan keadilan dankesejahteraan masyarakat; c. bahwa dalam rangka meningkatkan dayaguna danhasil guna, zakat harus dikelola secara melembagasesuai dengan syariat Islam; d. bahwa Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999tentang Pengelolaan Zakat sudah tidak sesuai denganperkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat,sehingga perlu diganti; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimanadimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d,dan huruf e perlu membentuk Undang-Undangtentang Pengelolaan Zakat; Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 29, dan Pasal 34 ayat (1)UndangUndang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama
101
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIAdanPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan,pelaksanaan, dan pengoordinasian dalampengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaanzakat. 2. Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan olehseorang muslim atau badan usaha untuk diberikankepada yang berhak menerimanya sesuai dengansyariat Islam. 3. Infak adalah harta yang dikeluarkan oleh seseorangatau badan usahan di luar zakat untukkemaslahatan umum. 4. Sedekah adalah harta atau nonharta yang dikeluarkanoleh seseorang atau badan usaha di luar zakatuntuk kemaslahatan umum. 5. Muzaki adalah seorang muslim atau badan usahayang berkewajiban menunaikan zakat. 6. Mustahik adalah orang yang berhak menerima zakat. 7. Badan Amil Zakat Nasional yang selanjutnya disebutBAZNAS adalah lembaga yang melakukanpengelolaan zakat secara nasional. 8. Lembaga Amil Zakat yang selanjutnya disebut LAZadalah Lembaga yang dibentuk masyarakat yangmemiliki tugas membantu pengumpulan,pendistribusian dan pendayagunaan zakat. 9. Unit Pengumpul Zakat yang selanjutnya disebut UPZadalah satuan organisasi yang dibentuk olehBAZNAS untuk membantu mengumpulkan zakat.
102
10. Setiap orang adalah orang perseorangan atau badanhukum. 11. Hak Amil adalah bagian tertentu dari zakat yangdapat dimanfaatkan untuk biaya operasional dalampengelolaan zakat sesuai dengan syariat Islam. 12. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakanurusan pemerintahan di bidang agama. Pasal 2 Pengelolaan zakat berasaskan: a. syariat Islam; b. amanah; c. kemanfaatan; d. keadilan; e. kepastian hukum; f. terintegrasi; dan g. akuntabilitas. Pasal 3 Pengelolaan zakat bertujuan: a. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanandalam pengelolaan zakat; danmeningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan b.kesejahteraan masyarakat dan penanggulangankemiskinan. Pasal 4 Zakat meliputi zakat mal dan zakat fitrah. (1) Zakat mal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) (2) meliputi: emas, perak, dan logam mulia lainnya; a.uang dan surat berharga lainnya;
103
b.perniagaan; c.pertanian, perkebunan dan kehutanan; d.peternakan dan perikanan; e.pertambangan; f.perindustrian; g.pendapatan dan jasa; dan h.rikaz. (3)Zakat mal sebagaimana dimaksud pada ayat (2)merupakan harta yang dimiliki oleh muzakiperseorangan atau badan usaha. (4) Syarat dan tata cara penghitungan dilaksanakan sesuai dengan syariatIslam.
zakat
mal
danzakat
fitrah
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata carapenghitungan zakat mal dan zakat fitrahsebagaimana dimaksud pada ayat (4) akan diaturdengan Peraturan Menteri. BAB II BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL Bagian Kesatu Umum Pasal 5 (1) Untuk melaksanakan pengelolaan zakat ,Pemerintah membentuk BAZNAS. (2) BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)berkedudukan di ibu kota negara. (3) BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)merupakan lembaga pemerintah nonstruktural yangbersifat mandiri dan bertanggung jawab kepadaPresiden melalui Menteri. Pasal 6
104
BAZNAS merupakan zakat secara nasional.
lembaga yang berwenangmelakukan tugas pengelolaan
Pasal 7 (1) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksuddalam Pasal 6, BAZNAS menyelenggarakan fungsi: a. perencanaan pengumpulan, pendistribusian, danpendayagunaan zakat; b. pelaksanaan pengumpulan, danpendayagunaan zakat;
pendistribusian,
c. pengendalian pengumpulan, pendistribusian,dan pendayagunaan zakat;pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan d.pengelolaan zakat. (2)Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya,BAZNAS dapat bekerjasama dengan pihak terkaitsesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) BAZNAS melaporkan hasil pelaksanaan tugasnyasecara tertulis kepada Presiden melalui Menteri dankepada Dewan Perwakilan Rakyat RepublikIndonesia paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu)tahun. Bagian Kedua Keanggotaan Pasal 8 (1) BAZNAS terdiri atas 11 (sebelas) orang anggota. (2) Keanggotaan BAZNAS sebagaimana dimaksudpada ayat (1) terdiri atas 8 (delapan) orang dariunsur masyarakat dan 3 (tiga) orang dari unsur pemerintah. (3) Unsur masyarakat sebagaimana dimaksud padaayat (2) terdiri atas unsur ulama, tenaga profesional,dan tokoh masyarakat Islam. (4) Unsur Pemerintah sebagaimana dimaksud padaayat (2) dapat ditunjuk dari kementerian/instansiyang berkaitan dengan pengelolaan zakat. (5) BAZNAS dipimpin oleh seorang ketua dan seorangwakil ketua. Pasal 9
105
Masa kerja anggota BAZNAS dijabat selama 5 (lima)tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masajabatan. Pasal 10 (1) Anggota BAZNAS diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri. (2) Anggota BAZNAS dari unsur masyarakat diangkat oleh Presiden atas usul Menteri setelah mendapat pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. (3) Ketua dan Wakil Ketua BAZNAS dipilih olehanggota. Pasal 11 Persyaratan untuk dapat diangkat sebagai anggotaBAZNAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 palingsedikit harus:warga negara Indonesia; a.beragama Islam; b.bertakwa kepada Allah SWT; c.berakhlak mulia; d.berusia minimal 40 (empat puluh) tahun; e.sehat jasmani dan rohani; f.tidak menjadi anggota partai politik; g.memiliki kompetensi di bidang pengelolaan zakat; h.dantidak pernah dihukum karena melakukan tindak i.pidana kejahatan yang diancam dengan pidanapenjara paling singkat 5 (lima) tahun. Pasal 12 Anggota BAZNAS diberhentikan apabila: a. meninggal dunia; b. habis masa jabatan; c. mengundurkan diri;
106
d. tidak dapat melaksanakan tugas selama 3 (tiga) e. bulan secara terus menerus; atautidak memenuhi syarat lagi sebagai anggota. Pasal 13 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan dan pemberhentian anggota BAZNAS sebagaimanadimaksud dalam Pasal 10 diatur dengan PeraturanPemerintah. Pasal 14 (1) Dalam melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibantuoleh sekretariat. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tatakerja sekretariat BAZNAS sebagaimana dimaksudpada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Bagian Ketiga BAZNAS ProvinsiDan BAZNAS Kabupaten/Kota Pasal 15 (1) Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan zakat padatingkat provinsi dan kabupaten/kota dibentukBAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota. (2) BAZNAS provinsi dibentuk oleh Menteri atas usulgubernur setelah mendapat pertimbanganBAZNAS. (3) BAZNAS kabupaten/kota dibentuk oleh Menteriatau pejabat ditunjuk atas usul
yang
bupati/walikota setelah mendapat pertimbanganBAZNAS. (4) Dalam hal gubernur atau bupati/walikota tidakmengusulkan pembentukan BAZNAS provinsi atauBAZNAS kabupaten/kota, Menteri atau pejabatyang ditunjuk dapat membentuk BAZNAS provinsiatau kabupaten/kota setelah mendapatpertimbangan BAZNAS. (5) BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kotamelaksanakan tugas dan fungsi BAZNAS diprovinsi atau kabupaten/kota masing-masing. Pasal 16
107
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, (1) BAZNAS, BAZNAS provinsi, BAZNASkabupaten/kota dapat membentuk UPZ pada instansi pemerintah, badan usaha milik negara,badan usaha milik daerah, perusahaan swasta, danperwakilan Republik Indonesia di luar negeri sertadapat membentuk UPZ pada tingkat kecamatan,kelurahan atau nama lainnya, dan tempat lainnya. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tatakerja BAZNAS provinsi dan BAZNASkabupaten/Kota diatur dengan PeraturanPemerintah. Bagian Keempat Lembaga Amil Zakat Pasal 17 Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaanpengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaanzakat, masyarakat dapat membentuk LAZ. Pasal 18 (1) Pembentukan LAZ wajib mendapat izin Menteriatau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri. (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanyadiberikan apabila memenuhi persyaratan palingsedikit: a. terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatanIslam yang mengelola bidang pendidikan,dakwah, dan sosial; b. berbentuk lembaga berbadan hukum; c. mendapat rekomendasi dari BAZNAS; d. memiliki pengawas syariat; e. memiliki kemampuan teknis, administratif dan keuangan untuk melaksanakan kegiatannya;bersifat nirlaba; f.memiliki program untuk mendayagunakan g.zakat bagi kesejahteraan umat; danbersedia keuangan secara berkala. Pasal 19
108
diaudit
syariah
dan
diaudit
LAZ wajib melaporkan pelaksanaan pengumpulan,pendistribusian, pendayagunaan zakat yang telahdiaudit kepada BAZNAS secara berkala.
dan
Pasal 20 Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan organisasi,mekanisme perizinan, pembentukan perwakilan,pelaporan, dan pertanggungjawaban LAZ diaturdengan Peraturan Pemerintah. BAB III PENGUMPULAN, PENDISTRIBUSIAN,PENDAYAGUNAAN, DAN PELAPORAN Bagian Kesatu Pengumpulan Pasal 21 (1) Dalam rangka pengumpulan zakat, muzaki melakukan penghitungan sendiri atas kewajiban zakatnya. (2) Dalam hal tidak dapat menghitung sendirikewajiban zakatnya, muzaki dapat memintabantuan BAZNAS. Pasal 22 Zakat yang dibayarkan oleh muzaki kepada BAZNASatau LAZ dikurangkan dari penghasilan kena pajak. Pasal 23 (1) BAZNAS atau LAZ wajib memberikan bukti setoranzakat kepada setiap muzaki. (2) Bukti setoran zakat sebagaimana dimaksud padaayat (1) digunakan sebagai pengurang penghasilankena pajak. Pasal 24 Lingkup kewenangan pengumpulan zakat olehBAZNAS, BAZNAS provinsi, dan BAZNASkabupaten/kota diatur dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Kedua
109
Pendistribusian Pasal 25 Zakat wajib didistribusikan kepada mustahik sesuaisyariat Islam. Pasal 26 Pendistribusian zakat, sebagaimana dimaksud dalamPasal 25 dilakukan berdasarkan skala prioritas denganmemperhatikan prinsip pemerataan, keadilan, dankewilayahan. Bagian Ketiga Pendayagunaan Pasal 27 (1) Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktifdalam rangka penanganan fakir miskin danpeningkatan kualitas umat. (2) Pendayagunaan zakat untuk usaha produktifsebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukanapabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimanadimaksud pada ayat (1) diatur dengan PeraturanMenteri. Bagian Keempat Pengelolaan Infak, Sedekah,Dan Dana Sosial keagamaan Lainnya Pasal 28 (1) Selain menerima zakat, BAZNAS atau LAZ jugadapat menerima infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya. (2) Pendistribyusian dan pendayagunaan infak,sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnyasebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukansesuai dengan syariat Islam dan dilakukan sesuai dengan peruntukkan yang diikrarkan oleh pemberi. (3) Pengelolaan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya harus dicatat dalampembukuan tersendiri. Bagian Kelima Pelaporan
110
Pasal 29 (1) BAZNAS kabupaten/kota wajib menyampaikanpelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah, dandana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNASprovinsi dan pemerintah daerah secara berkala. (2) BAZNAS provinsi wajib menyampaikan laporanpelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah dandana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNASdan pemerintah daerah secara berkala. (3) (4) LAZ wajib menyampaikan laporan pelaksanaanpengelolaan zakat, infak, sedekah dan dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS danpemerintah daerah secara berkala. (5) BAZNAS wajib menyampaikan laporanpelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah dandana sosial keagamaan lainnya kepada Menterisecara berkala. (6) Laporan neraca tahunan BAZNAS diumumkanmelalui media cetak atau media elektronik. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaporanBAZNAS kabupaten/kota, BAZNAS provinsi, LAZ,dan BAZNAS diatur dengan PeraturanPemerintah. BAB IV PEMBIAYAAN Pasal 30 Untuk melaksanakan tugasnya, BAZNAS Pendapatan dan Belanja Negara danHak Amil.
dibiayaidengan
Anggaran
Pasal 31 (1) Dalam melaksanakan tugasnya, BAZNAS provinsidan BAZNAS kabupaten/kota sebagaimanadimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), dibiayai denganAnggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan HakAmil. (2) Selain pembiayaan sebagaimana dimaksud padaayat (1) BAZNAS provinsi dan BAZNASkabupaten/kota dapat dibiayai dengan AnggaranPendapatan Belanja Negara. Pasal 32 LAZ dapat menggunakan hak amil untuk membiayaikegiatan operasional.
111
Pasal 33 (1) Pembiayaan BAZNAS dan penggunaan Hak Amil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31 ayat (1), dan Pasal 32 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. (2) Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7ayat (3) dan pembiayaan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 30 dan Pasal 31 dilaksanakan sesuaidengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB V PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 34 (1) Menteri melaksanakan pembinaan dan pengawasanterhadap BAZNAS, BAZNAS provinsi, BAZNASkabupaten/kota, dan LAZ. (2) Gubernur dan Bupati/Walikota melaksanakanpembinaan dan pengawasan terhadap BAZNASprovinsi, BAZNAS kabupaten/kota, dan LAZ sesuaidengan kewenangannya. (3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dan ayat (2) meliputi fasilitasi, sosialisasi, danedukasi. BAB VI PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 35 (1) Masyarakat dapat berperan serta dalam pembinaandan pengawasan terhadap BAZNAS dan LAZ. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dilakukan dalam rangka: a. meningkatkan kesadaran masyarakat untuk b. menunaikan zakat melalui BAZNAS dan LAZ;dan memberikan saran untuk peningkatan kinerja BAZNAS dan LAZ. (3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dilakukan dalam bentuk : a. akses terhadap informasi tentang pengelolaanzakat yang dilakukan oleh BAZNAS dan LAZ;dan b. penyampaian informasi apabila terjadipenyimpangan dalam pengelolaan zakat yangdilakukan oleh BAZNAS dan LAZ. BAB VII
112
SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 36 (1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 19, Pasal 23 ayat (1), Pasal 28ayat (2) dan ayat (3), serta Pasal 29 ayat (3) dikenaisanksi administratif berupa: a. peringatan tertulis; b. penghentian sementara dari kegiatan; dan/atau c. pencabutan izin. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administrasisebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur denganPeraturan Pemerintah. BAB VIII LARANGAN Pasal 37 Setiap orang dilarang melakukan tindakan memiliki,menjaminkan, menghibahkan, menjual, dan/ataumengalihkan zakat, infak, sedekah, dan/atau danasosial keagamaan lainnya yang ada dalampengelolaannya. Pasal 38 Setiap orang dilarang dengan sengaja bertindak selakuamil zakat melakukan pengumpulan, pendistribusian,atau pendayagunaan zakat tanpa izin pejabat yangberwenang. BAB IX KETENTUAN PIDANA Pasal 39 Setiap orang yang dengan sengaja melawan hukumtidak melakukan pendistribusian zakat sesuai denganketentuan Pasal 25 dipidana dengan pidana penjarapaling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana dendapaling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Pasal 40
113
Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukummelanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalamPasal 37 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5(lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyakRp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Pasal 41 Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukummelanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 38dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu)tahun dan/atau pidana denda paling banyakRp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Pasal 42 (1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dan Pasal 40 merupakan kejahatan. (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal41 merupakan pelanggaran. BAB X KETENTUAN PERALIHAN Pasal 43 (1) Badan Amil Zakat Nasional yang telah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku tetap menjalankan tugas dan fungsi sebagai BAZNAS berdasarkan Undang-Undang ini sampai terbentuknya BAZNAS yang baru sesuai dengan Undang-Undang ini. (2) Badan Amil Zakat Daerah provinsi dan Badan AmilZakat Daerah kabupaten/kota yang telah adasebelum Undang-Undang ini berlaku tetapmenjalankan tugas dan fungsi sebagai BAZNASprovinsi dan BAZNAS kabupaten/kota berdasarkanUndang-Undang ini sampai terbentuknyakepengurusan baru berdasarkan Undang-Undangini. (3) LAZ yang telah dikukuhkan oleh Menteri sebelumUndang-Undang ini berlaku dinyatakan sebagaiLAZ berdasarkan Undang-Undang ini. (4) LAZ sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajibmenyesuaikan diri paling lambat 5 (lima) tahunterhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan. BAB XI KETENTUAN PENUTUP
114
Pasal 44 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semuaPeraturan Perundangundangan tentang PengelolaanZakat dan peraturan pelaksanaan UndangUndangNomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat(Lembaran Negera Republik Indonesia Tahun 1999Nomor 164; Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 3885) dinyatakan masih tetap berlakusepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalamUndang-Undang ini. Pasal 45 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang PengelolaanZakat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun1999 Nomor 164; Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 3885) dicabut dan dinyatakan tidakberlaku. Pasal 46 Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harusditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejakUndang-Undang ini diundangkan. Pasal 47 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggaldiundangkan.Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkanpengundangan Undang-Undang ini denganpenempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakartapada tanggal 25 November 2011 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakartapada tanggal 25 November 2011 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. AMIR SYAMSUDIN
115
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 115 Salinan sesuai dengan aslinya KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGERA RI Asisten Deputi Perundang-undangan Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat, ttd. Wisnu Setiawan
116
PENJELASANATASUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 23 TAHUN 2011TENTANGPENGELOLAAN ZAKAT Umum I.
Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untukmemeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurutagamanya dan kepercayaannya itu. Penunaian zakat merupakankewajiban bagi umat yang mampu sesuai dengan syariat Islam.Zakat merupakan pranata keagamaan yang bertujuan untukmeningkatkan keadilan, kesejahteraan masyarakat, danpenanggulangan kemiskinan.Dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna, zakatharus dikelola secara melembaga sesuai dengan syariat Islam,amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum, terintegrasi, danakuntabilitas sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensipelayanan dalam pengelolaan zakat.Selama ini pengelolaan zakat berdasarkan UndangUndangNomor 38 Tahun 1999 tentan Pengelolaan Zakat dinilai sudah tidaksesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hokum dalammasyarakat sehingga perlu diganti. Pengelolaan zakat yang diaturdalam Undang-Undang ini meliputi kegiatan perencanaan,pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan.Dalam upaya mencapai tujuan pengelolaan zakat, dibentukBadan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang berkedudukan di ibukota Negara, BAZNAS provinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota.BAZNAS merupakan lembaga yang pemerintah nonstruktural yangbersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melaluiMenteri. BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukantugas pengelolaan zakat secara nasional.Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan,pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapatmembentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ). Pembentukan LAZ wajibmendapat izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri.LAZ wajib melaporkan secara berkala kepada BAZNAS ataspelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaanzakat yang telah diaudit syariah dan keuangan.Zakat wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai dengansyariat Islam. Pendistribusian dilakukan berdasarkan skala prioritasdengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan, dankewilayahan. Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktifdalam rangka peanganan fakir miskin dan peningkatan kualitasumat apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi.Selain menerima zakat, BAZNAS atau LAZ juga dapatmenerima infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan
117
lainnya.Pendistribusian dan pendayagunaan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya dilakukan sesuai dengan syariat Islam dandilakukan sesuia dengan peruntukkan yang diikrarkan oleh pemberidan harus dilakukan pencatatan dalam pembukuan tersendiri. Untuk melakukan tugasnya, BAZNAS dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Hak Amil. Sedangkan BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Hak Amil, serta juga dapat dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Huruf a Cukup jelas Huruf b Yang dimaksud dengan asas ”amanah” adalah pengelolazakat harus dapat dipercaya. Huruf c Yang dimaksud dengan asas ”kemamfaatan” adalahpengelolaan zakat dilakukan untuk memberikanmanfaat yang sebesar-besarnya bagi mustahik. Huruf d Yang dimaksud dengan asas ”keadilan” adalahpengelolaan zakat dalam pendistribusiannya dilakukansecara adil. Huruf e Yang dimaksud dengan asas ”kepastian hukum” adalahdalam pengelolaan zakat terdapat jaminan kepastianhukum bagi mustahik dan muzaki. Huruf f
118
Yang dimaksud dengan asas ”terintegrasi” adalahpengelolaan zakat dilaksanakan secara hierarkis dalamupaya meningkatkan pengumpulan, pendistribusiandan pendayagunaan zakat. Huruf g Yang dimaksud dengan asas ”akuntabilitas” adalah pengelolaan zakat dapat dipertanggungjawabkan dandiakses oleh masyarakat. Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Huruf a Cukup jelas
Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Huruf f Cukup jelas Huruf g
119
Cukup jelas Huruf h Cukup jelas Huruf i Yang dimaksud dengan ”rikaz” adalah hartatemuan. Ayat (3) Yang dimaksud dengan ”badan usaha” adalah badanusaha yang dimiliki umat Islam yang meliputi badanusaha yang tidak berbadan hukum seperti firma danyang berbadan hukum seperti perseroan terbatas. Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Pasal 5 Cukup jelas Pasal 6 Cukup jelas Pasal 7 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan “pihak terkait” antara lainkementerian, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), ataulembaga luar negeri. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 8
120
Cukup jelas Pasal 9 Cukup jelas Pasal 10 Cukup jelas Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 Cukup jelas Pasal 13 Cukup jelas Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15 Ayat (1) Di Provinsi Aceh, penyebutan BAZNAS provinsi atauBAZNAS kabupaten/kota dapat menggunakan istilahbaitu mal. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas
121
Pasal 16 Ayat (1) Yang dimaksud ”tempat lainnya” antara lain masjid danmajelis taklim. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 17 Cukup jelas Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas Pasal 21 Cukup jelas Pasal 22 Cukup jelas Pasal 23 Cukup jelas Pasal 24 Cukup jelas Pasal 25 Cukup jelas Pasal 26 Cukup jelas
122
Pasal 27 Ayat (1) Yang dimaksud dengan ”usaha produktif adalah usahayang mampu meningkatkan pendapatan, taraf hidup dankesejahteraan.Yang dimaksud dengan ”peningkatan kualitas umat”adalah peningkatan sumber daya manusia. Ayat (2) Kebutuhan dasar mustahik meliputi kebutuhan pangan,sandang, perumahan, pendidikan dan kesehatan. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 28 Cukup jelas Pasal 29 Cukup jelas Pasal 30 Cukup jelas Pasal 31 Cukup jelas Pasal 32 Cukup jelas Pasal 33 Cukup jelas Pasal 34 Cukup jelas Pasal 35 Cukup jelas
123
Pasal 36 Cukup jelas Pasal 37 Cukup jelas Pasal 38 Cukup jelas Pasal 39 Cukup jelas Pasal 40 Cukup jelas Pasal 41 Cukup jelas Pasal 42 Cukup jelas Pasal 43 Cukup jelas Pasal 44 Cukup jelas Pasal 45 Cukup jelas Pasal 46 Cukup jelas Pasal 47 Cukup jelas
124
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIANOMOR 5255
125
126