I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Ada beberapa fenomena ekonomi Indonesia yang menarik untuk dicennati selama tiga dasa warsa terakhir, fenomena tersehut adalah:
Pertama, sejalan dengan merosotnya
harga minyak pada pertengahan 1980-an, [ndonesia mulai mengubah kebijakan perdagangan luar negerinya dari stmtegi subtitusi impor menjadi ke promosi ekspor non migas khususnya untuk barang-barang industri. [ni awal perekonomian Indonesia menjadi perekonomian yang semakin terbuka dengan perekonomian intemasiona1. Kebijakan-kebijakan ekonomi yang menonjol saat itu adalah kebijakan dengan tema sentral deregulasi antara lain, (1) kebijakan Paket 6 Mei 1986 berupa kebijakan kemudahan modal asing masuk untuk membantu kemampuan pengusaha nasional memasuki pasar ekspor, (2) kebijakan perdagangan paket 25 Oktober 1986 yang dikenal dengan kebijakan penurunan biaya produksi. Kebijakan ini berupa penurunan tarif impor untuk barang bahan baku dan bahan baku penolong yang masih diimpor tapi masih sangat diperlukan oleh industri domestik,
(3) Kebijakan deregulasi Paket 1987, yaitu penyempumaan dan
penyederhanaan ketentuan perdagangan serta penyempumaan klasifikasi barang dalam pos tariff, dan (4) kebijakan 24 Desember 1987 yang bertujuan memperlancar perizinan dalam bidang produksi. Kebijakan ini disusul oteh kebijakan dalam sektor moneter yang dikenal dengan paket 27 Oktober 1988 dan 21 November 1988 yang bertujuan merangsang pertumbuhan produksi dalam negen sehingga diharapkan memacu ekspor non migas. Kebijakan-kebijakan yang dilakukan oteh pemerintah Indonesia selanjutnya untuk mendorong ekspor non migas terns berjalan. Paket kebijakan 28 Mei 1990, dimana dalam rangka meningkatkan daya saing perekonomian telah dilakukan melalui penyederhanaan
2 prosedur izin usaha.
Dalam rangka kebijakan tarif dari 2481 pos tarif sebanyak 2363
diturunkan tarifnya. Se lanj utnya di susul dengan paket 6 J ul i 1992 dan paket 10 Juni 1993. Dalam bidang ekspor impor telah di)akukan penurunan tarif sebesar 5 sampai 15 persen terhadap 198 pos tanf. selanjutnya disusul dengan paket 23 Mei 1995 yang bempa paket deregulasi di bidang ekspor impor dan tarif tataniaga impor.
Penurnnan tarif mencakup
64.16 persen dari keseluruhan pos tarif Di penghujung kekuasaan orde barn keterbukaan ekonomi Indonesia semakin besar ketika krisis ekonomi memaksa pemerintah menandatangani
l~eller
of Intent yang pertarna
pada 15 Januari 1998. Akselarasi liberalisasi perekonomian yang begitu intensif terjadi di era refonnasi 6 tahun terakhir karena imbas persyaratan kesepakatan bantuan lMF terhadap Indonesia dimana Indonesia diharuskan melakukan deregulasi dan liberalisasi pada semua sektor perekonomian bukan hanya untuk bidang mODeter dan makro ekonomi tetapi juga bidang-bidang seperti perbankan. pertanian, corporate restructuring, dan industri. Dalam kondisi yang sedemikian itu pertanyaan yang muncul adalah kebijakan ekonomi yang sangat outward looking tersebut berkonsekuensi apa terhadap kinetja sektor pertanian dan non pertanian? Bagaimana dampak guncangan-guncangan ekonomi yang dihasilkannya terhadap perekonomian? Apakah benar seperti yang dikemukakan kalangan pendukung liberalisasi pasar bahwa kebijakan liberalisasi ekonomi akan menguntungkan Indonesia karena akan meningkatkan permintaan ekspor? Kedua, di awal tahun 1970-80 akibat oil boom terjadi surplus ekonomi, namun surplus tersebut tidak diikuti dengan
peningkatan investasi ke luar negeri.
Kegagalan
memperluas investasi ke manca negara itu disebabkan oleh pandangan praktisi ekonomi dan kebijakan pemerintah yang inward looking pada saat itu yang selanjutnya berakibat meningkatnya impor secara siknifikan dibandingkan ekspor. Sementara itu surplus ekonomi
3 menstimulasi kenaikantingkat upah, naiknya tingbt upah berakibat ekspor relatif kehilangan kemarnpuan kompetisinya di pasar intemasionaL Pada saat yang sarna tingkat upah yang lebih tinggi berartj juga tingkat pendapatan yang lebih tinggi pula yang mana selanjutnya akan menyebabkan kenaikan permintaan komoditas impor dan inflasi. Fenomena ini dalam literatur ekonomi disebut dengan Dutch Disease suatu fenomena yang menunjukkan bahwa keuntungan bagi satu sektor bisa menghasilkan kerugian bagi sektor lainnya Di tahun 1973, OPEC meningkatkan harga minyak 4 kali lipat yang menyebabkan terjadinya ioflasi yang masif di dunia. Di tahun 1978 dan tahun 1979 sekali lagi OPEC menaikkan dua kali lipat harga minyak, yang selanjutnya berakibat pada meluasnya resesi di dunia pada awal tahun 1980-an.
Pada saat itu pula untuk pertama kali pakar ekonomi
menemukan bahwa produksi dan biaya adalah menjadi faktor penentu ioflasi (Galbraith dan Darity, 1994), sebel urn kejadian tersebut para pakar ekonomi dan pengambil kebijakan hanya konsem bahwa permintaa.nlah yang menjadi penyebab inflasi.
Fenomena ini sekali lagi
menunjukkan bagaimana satu shock terhadap satu variabel ekonomi bisa ditransmisi ke seluruh sistem ekonomi dan mempengaruhi semua variabel di dalamnya termasuk sektor pertanian. Input yang digunakan oleh sektor pertanian seperti bahan bakar, pupuk, pestisida, mesin pertanian dan lain-lain diproduksi olek sektor luar pertanian. Hal ini menyebabkan terjadi keterkaitan antara sektor pertanian dengan sektor lainnya.
Keterkaitan itu akan
berpengaruh secara langsung dalam menentukan biaya dan penerimaan sektor pertanian. Shock (guncangan) biaya pada sektor lain juga akan berimbas ke sektor pertanian. misalkan
kenaikan suku bunga bank akan ditransmisi pengaruhnya ke sektor pertanian melalui pasar input Begitujuga kebijakan di sektor moneter dapat berimbas ke sektor pertanian, kebijakan
4 moneter yang bersifat inflasioner misalny~ dapat meningkatkan meningkatkan harga input yang berarti pula secam simultan meningkatkan biaya produksi. Ketiga, sebagaimana yang telah dikemukakan di atas bahwa sejak tabun 1986 pemerintah orde baru telah melakukan deregulasi pada pasar finaosial dimana kebijakan ini terus berlangsung pasca keruntuhan penguasa orde baru sampai sekamng.
Hal ioi
berimplikasi pasar finansial domestik semakin berkaitan erat dengan pasar finansial luar Selisih perbedaan yang keeil antara suku bunga domestik dengan suku bunga
negen.
internasional akan menyebabkan terjadinya pergerakan modal antara dua pasar tersebut. Padahal di sisi lain pembentukan modal baik di sektor pertanian maupun sektor non pertanian tidak hanya ditentukan oleh pasar finansial domestik saja tetapi juga oleh pasar finansial luar negen. Hal in1 juga berimplikasi adanya shock pada variabel suku bunga intemasional akan berimbas tidak hanya pada sektor moneter tetapi juga pada sektor riil seperti sektor pertanian dan sektor non pertanian. Ulasan di atas menunjukkan betapa kajian yang komprehensif dan integratif tentang keterkaitan ekonomi makro, ekonomi internasional dan sektor pertanian menjadi penting untuk mendapatkan gambaran perilaku utuh antar sektor ekonomi terSebut dan bagaimana dampak guncangan di satu vanabel terhadap ekonomi secam keseluruhan.
1.2. Perumusan Masalab Sejak studi Schuh (1974) untuk ekonomi Amerika Utara, telah terjadi perhatian yang semakin meningkat terhadap dampak kebijakan ekonomi makro terhadap sektor pertanian. Sejumlah studi yang memfokuskan pada hal-hal seperti mengidentifikasi sumber dan instabilitas
sektor-sektor ekonomi apakah instabilitas berasal daTi sektor bersangkutan
ataukah dan sektor ekonomi tainnya, menginvestigasi feedback (umpan batik) dari sektor pertanian terhadap sektor ekonomi diluamya telah dilakukan oleh sejumlah peneliti (Lihat
5 antara lain Sugema (1992) untuk kasus Australi~ Hennebery, Khan dan Piewthongngam (2000) uotuk kasus Pakistan, Dietzenbacher (2000) untuk kasus Vni Eropa, Ozatay (2000) untuk kasus Turki dan Beck dan Winker (2004) untuk kasus Jennan pasca unifikasi. Berbicara tentang instabilitas dalam konteks Indonesia menjadi penting khususnya selama periode krisis ekonomi (menjelang dan awat era refonnasi
1 )
dimana ada sejumlah
fenomena-fenomena penting yang menunjukkan adaoya instabilitas ekonomi. fenomena
tersebut
dan
faktor-faktor
penyebabnya
terangkum
Fenomena-
dalam
Tabel 1
(Feridhanusetyawan and Pangestu, 2004). Tabel 1. Fenomena-fenomena Ekonomi Penting sebagai Sumber Instabilitas Ekonomi Indonesia Menjelang dan Saat Krisis Ekonomi
Faktor Penyebab Fenomena Penting Terjadinya capital oUlf/ow yang Kolapsnya ekonomi Thailand masif dari kawasan Asia Tenggara yang menyebabkan kerentantennasuk Indonesia an ekonomi kawasan, berubahnya persepsi dari investor intemasional. hilangnya kepercayaan terhadap prospek ASEAN sebagai macan Asia A gustus-September -Serangan spekulator pasar -Mulai terjadi turunnya nilal 1997 tukar rupiah terhadap dolar uang terhadap rupiah Amerika Serikat -Kenaikan suku bunga -Mulai tetjadi kenaikan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) -Mulai terjadi kepanikan di pasar finansial -Kebijakan moneter yang sangat ketat tanpa ada usaha untuk memperbaiki menganclutt ekspetasi oasar Oktober-Nopernber -teIjadinya penarikan dana oleh - Likuidasi bank berdasarkan 1997 masyarakat secara masifbaik dari nasehatIMF bank yang sehat maupun yang sakit -Hilangnya keyakinan bahwa pemerintah Soeharto saat itu akan mampu menall2ani krisis Suntber: Fendhanusetyawan and Pangestu (2004) Peri ode Juni - Juli 1997
I
Era refonnasi merujuk pada pemerintahan yang terbentuk pasca lengsemya presiden Soeharto.
6 Tabell Lamutan . Periode Desember 1997Januari 1998
Kejadian Penting MONETER: -Rupiah turun lebih lanjut -capital outflow yang masiftetap teljadi tennasuk tcljadinya usaha penyelundupan rupiah ke luaT negeri -lnfiasi mulai meninggi -Sektor perbankan mulai kolaps menyusul LIe yang dikeluarkan perbankan nasional ditolak oleh kalangan intemasional SEKTOR RilL -Terjadi kepanikan investor domestik khususnya para pengusaha Cina -Berbondong-bondong masyarakat memborong bahan pangan ({hod rush) SOSIAL-POLITIK -Hilangnya kepercayaan terhadap rezim Soeharto -Situasi politik menjadi tidak menentu
Faktor Penyebab -Tetjadi kenaikan pennintaan yang besar terhadap dolar untuk pembayaran hutang -Suplai uang tidak bisa dikontrol -Publik kehilangan Icepercayaan terhadap perbankan domestik -Bank luar negeri tidak lagi memiliki trust terhadap bank domestik
-Terjadinya peningkatan kerusuhan anti Cina disejumlah kota di Jawa -Publik menduga akan terjadi kesulitan untuk mendapatkan pangan
-Kegagalan pemerintah mengatasi masalah-masalah ekonomi yanj!. muncul Juni - Desember 1998
MONETER: -Suku bunga naik secara ekstrem -Inflasi tinggi berlanjut -Perbankan kolaps
-Kebijakan mODeter yang sangat ketat untuk mengontrol supJai uang -Tidak ada resolusi terhadap restrukturisasi perbankan SEKTOR RIlL: Sejumlah bentuk kontraksi ekonomi -Kerusuhan yang berlanjut pada sejumlah tempat di seperti: Indonesia ~lndeks harga Saham (stock market -Pemerintahan Habibie diindex) jatuh pandang tidak memiliki -sektor riil secara mendasar telah kredibilitas dan legitimasi kolaps untuk mengatasi permasa1ahan sosiaJ. ekonomi dan SOSIAL POUTIK: politik yang terjadi -Secara menyeluruh teljadinya -Fenomena masyarakat ketidakpastian yang besar terhadap . melakulam tindakan main ekonomi. sosial dan politik hakim sendiri berlanjut Sumber: Fendhanusetyawan and Pangestu (2004)
7 Adapun sektorlblok ekonomi yang menarik untuk dikaji baik sebagai sumber instabilitas (pengbasil shock/guncangan2) ataupun sebagai penerima instabilitas selama era krisis ekonomi sampai saat ini adalab sebagai berikut:
1.
Blok
pennintaan komoditas. blok ini penting dikaji
mengingat selama periode
menjelang krisis (triwulan kedua 1997) sampai pasca krisis diketahui kontribusi yang terbesar yang menentukan pembentukan Produk Domestik Bruto Indonesia adalah konsumsi rumahtangga yakni berkisar antara 67 persen sampai 81 persen per triwulan. Dengan demikian sangat penting untuk memahami atau menentukan shock yang menentukan biok perrnintaan komoditas int, dan bagairnana dampak instabilitas dari blok ini terhadap blok ekonomi di luar dirinya. 2.
Biok Finansial, sebagaimana yang telah diuraikan dalam Tabel I sektor finansial terrnasuk sektor yang paling krusial baik sebagai sumber instabilitas bagi sektor ekonomi lain maupun sebagai penerima instabilitas dari luar. Pengalaman dari krisis ekonomi menunjukkan sektor int termasuk yang pertama kali mengalami guncangan akibat dari instabilitas ekonomi kawasan Asia Tenggara.
3.
Siok produksi pertaman dan non pertanian, kedua biok ini penting untuk diketahui perilakunya sehubungan dengan adanya fenomena yang berbeda antara produksi pertanian dan non pertanian pada saat krisis ekonomi terjadi. Saat krisis pada kondisi
parah yang ditunjukkan dengan pertumbuhan PDB negatif yakni sepanjang triwulan pertama 1998 sampai triwulan pertama 1999, tampak bahwa sektor pertanian tetap bisa tumbuh dimana pada triwulan 1 dan triwulan 3 tabun 1998 pertumbuhan sektor pertanian masing-masing adalah 11.2 persen, sedangkan pada triwulan 1 tahun 1999
2 Shock atau guncangan adalah apa-apa yang menjadi penyebab ekspansi dan kontraksi atau senng juga disebut seba.gai f1uktuasi ekonomi. Kajian-kajian empirik ekonomi makro umumnya bertujuan untuk menguji
kepemingan relative guncangan-guncangan dan dinamika variabel ekonomi makro akibat guncangan ini
8 tumbuh 17.5 persen.
Adapun umumnya sektor non pertanian pada periode krisis
ekonomi yang parah tersebut pertumbuhannya adalah negatif (lihat Tabel 2). Dengan demikian bagairnana dampak instabilitas dan shock ekonomi terhadap blok produksi pertanian dan non pertanian serta bagaimana dampak instabilitas dati blok ini terhadap blok ekonomi di luar diTinya menarik untuk dikaji. Disamping perilaku output, blok produksi ini juga akan mencakup perilaku investasi dan permintaan tenaga kerja (employment) dati sek"tor pertanian dan non pertanian . . Ekonoml yang P ara h T abel 2 Pertumbuhan Sekt or-sektor Ekonomi Selama Periode KnSIS 1999 (%) Sektor Ekonomi 1998 C%) Triwulan III Triwulan IV Triwulan I Triwulan I Triwulan II J7.50 7.99 Pertanian -11.20 -2 .42 2.81 Pertambangan dan -2.28 -5.14 Penggaiian 0.22 -5 .12 -0.93 Industri 0,80 -15 .39 -16.97 -6.13 -13.14 Pengolahan Listrik, Gas dan 7.18 4.27 0.98 1.74 Air Bersih 2.62 -39.23 Bangunan -22.44 -4453 -23.85 -39.43 Perdagangan, Hotel, dan -17.36 -24.60 -28.58 -14.62 Restoran ·0.28 Pengangkutan dan -14.32 -21.84 -0.66 -23.29 Komunikasi -17.71 Keuangan, Persewaan,dan -24.82 -25.74 -6.82 -44.17 Jasa -21.87 -2.45 Jasa-Jasa -4.27 -4.35 -4.29 2.05 -13.34 -16.00 PDB -4.48 -18.25 -6.131 .. Sumber: DlTektorat Rlset Ekonoml dan KeblJakan Moneter Bank Indonesia 4.
Blok Permintaan Ekspor. Blok ini penting untuk. dikaji perilakunya ketika adanya instabilitas ekonomi mengingat pada periode krisis ekonomi ada fenomena yang menarik dimana turunnya nilai tukar rupiah terhadap dolar tidak meoyebabkan peningkatan pertumbuhan ekspor Indonesia.
Fakta empiris menunjukkan ketika
terjadi depresiasi rupiah yang lebih besar pada tahuo 1998 dan tahun 1999 (nilai tukar
9
terjadi depresiasi rupiah yang lebih besar pada tahun 1998 dan tabun 1999 (nilai tukar pada periode tersebut berkisar antara Rp 7 100 per dolar Amerika Serikat sampai Rp 11 590 per dolar Amerika Serikat). nilai ekspor lebih rendah dibanding tahun 1997.
Nilai ekspor pada tahun 1998 dan 1999 masing-masing sebesar 95.8 milyar rupiah dan 91.8 mityar rupiah, bandingkan dengan nilai ekspor tahun 1997 yang sebesar 121.2 milyar rupiah padahal nilai tukar pada tahun 1997 berkisar antara Rp 2400 per dolar Amenka Senkat sampai Rp 4000 per dolar Amerika Serikat. Dengan semakin terbukanya ekonomi Indonesia dengan ekonomi intemasionaI akan berimplikasi eksisnya pengaruh variabeJ-variabel makro ekonomi dan ekonomi intemasional terhadap kinerja blok-blok ekonomi di atas, begitu juga akan ada saling interaksi antar veriabel-variabel ekonomi antar blok. Hal ini juga berimplikasi bahwa rancangan kebijakan ekonomi yang bertujuan menstabilisasi sektor pertanian dan sektor ekonomi tainnya tidak bisa lepas dari bagaimana kebijakan tersebut dilakukan secara integratif baik yang menyangkut dan sisi ekonomi pe rtani an, kebijakan ekonomi makro dan kebijakan perdagangan intemasional. Berdasarkan uraian di atas penelitian ini bertujuan sebagai berikut: 1.
Seldor atau blok ekonomi mana yang menjadi sumber instabilitas dan mempunyai kemampuan tertinggi dalam mentransmisikan instabilitasnya tersebut kesektor lain dan apa implikasi kebijakannya?
2.
Apakah inflasi harga-harga pertanian dan non pertanian disebabkan oleh sisi permintaan ataukan sisi penawaran?
3.
Bagaimanakah dampak kebijakan yang berakibat kenaikan harga pertanian terhadap pertumbuhan, penyerapan keIja (employment) dan investasi di sektor pertanian dan non pertanian dan bagaimana implikasi kebijakannya?
10 4.
Variabel-variabeI ekonomi dan instabihtas sektorlblok ekonomi mana yang menjadi sumber shock (guncangan) penting yang menentukan permintaan ekspor pertanian dan non pertanian dan apa implikasi kebijakannya'?
1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: l.
Menganalisis sektor atau blok ekonomi yang menjadi sumber instabilitas dan sektorlblok
ekonomi
yang
mempunyai
kemampuan
tertinggi
dalam
mentransmisikan instabilitasnya ke sektorlblok lain dan mengidentifikasi implikasi kebijakan yang dapat diambil dari hal tersebut. 2.
Menganalisis faktor penentu inflasi harga-harga pertanian dan non pertanian dari sisi pennintaan dan dari 5i5i penawaran.
3.
Menganalisis dampak kebijakan yang berakibat kenaikan harga pertanian terhadap pertumbuhan, penyerapan keIja dan investasi di sektor pertanian dan non pertanian dan menjelaskan implikasi kebijakannya.
4.
Menganalisis variabel-variabel ekonomi dan instabilitas sektorlblok ekonomi yang menjadi sumber shock (guncangan) penting penentli permintaan ekspor pertanian dan non pertanian dan menjelaskan implikasi kebijakannya.
1.4. Manfaat Penelitian Penelitian diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut: 1.
Memberikan model teoritis yang baik, dan komprehensif sebagai dasar analisis keterkaitan antara ekonomi makro, perdagangan intemasional dan sektor pertanian.
Berbeda dengan studi makro ekonomi lainnya untuk kasus Indonesia, model penelitian ini diturunkan dari proses optimasi kepuasan konsumen dan keuntungan produsen. Hal ini berarti model juga mempunyai dasar teori ekonomi mikro yang
11 kuat. dan keterkaitan antar sektor tidak diturunkan berdasarkan pandangan subyektif atau paradigma tertentu, tetapi diturunkan dari masalah optimasi matematis. Sejumlah model tentang penelitian hubungan ekonomi makro. ekonomi intemasional dan sektor pertaman yang telah dilakukan peneliti-peneliti terdahulu untuk kasus Indonesia, dalam penyusunan modelnya lebih didasarkan pada piJihan subyektif sang peneliti dalam penempatan variabel bagan hubungan teoritis antar variabel dalam blok dan sektor. Hal ini menyebabkan akan dengan mudah menampakkan kelemahan
dan ketaklengkapan dari model tersebut ketika peneliti lain menggunakan perspektif dan kecenderungan yang berbeda.
Model yang dibangun dalam penelitian ini dapat
dikatakan adalah model yang unik dalam arti
ia mempunyai perbedaan bentuk
struktural dari model-model ekonomi makro yang ada. 2.
Model ini menggunakan teknik ekonometrika analisis runtut waktu (time series
analysis) yang terkini sepeni analisis kointegrasi dan Vector Error Correction Model (VECM) yang mampu memberikan hubungan dinamik keseimbangan jangka panjang dan jangka pendek antara ekonorni makro. perdagangan intemasional, dan sektor pertanian.
Penggunaan metode ini akan memecahkan masalah dikotomi artifisial
antara analisis jangka panjang dan jangka pendek dan antara teori business cycle dan teori growth. Teori husiness cycle sangat konsem dengan pergerakan siklikal ekonomi sedangkan teori growth fokus pada pergerakan secular. Konsep kointegrasi rnenyatukan kedua teori tersebut ·dalam satu kerangka kerja yang disebut dengan teori
real business cycle dirnana tren stokastik sebagai konsern utamanya. 3.
Hasil penelitian diharapkan akan membantu dalam memberikan masukan tentang penentuan
a)ternatif-altematif kebijakan
ekonomi
makro
dan
perdagangan
intemasional untuk mengatasi masalah perekonomian Indonesia saat im, khususnya
12 kebijakan untuk mengatasi masaJah pengangguran, inflasi. memacu pertumbuhan, inflasi dan bagaimana meningkatkan daya saing komoditas Indonesia di pasar intemasionaL