I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia sebagai negara agraris dan sebagian besar penduduk Indonesia bermata pencaharian di sektor pertanian. Sektor pertanian terdiri dari beberapa subsektor, yaitu subsektor pangan, hortikultura dan perkebunan. Dari ketiga subsektor tersebut hortikultura merupakan salah satu subsektor yang memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan sebagai upaya pertumbuhan daerah maupun nasional. Hal tersebut dapat dilihat dari sumbangan komoditas hortikultura terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional sebesar 21,17% dari total PDB sektor pertanian, dan nilai PDB tersebut terletak pada posisi kedua setelah subsektor tanaman pangan yaitu 40,75% (Dirjen Hortikultura, 2008). Hortikultura merupakan komoditas yang prospektif, baik di pasar domestik maupun internasional. Komoditas hortikulutura terdiri dari buahbuahan, sayur-sayuran, florikultura dan tanaman obat. Salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai komersial yang cukup tinggi adalah sayursayuran, dikarenakan sayur-sayuran merupakan salah satu makanan pokok yang dikonsumsi sehari-hari oleh masyarakat Indonesia. Kebutuhan akan komoditas sayur-sayuran akan selalu meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk
sehingga
dikembangkan
komoditas
sayur-sayuran
sangat
potensial
untuk
baik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam negeri
maupun luar negeri.
1
2
Menurut data BPS Indonesia tahun 2012, dapat dilihat bahwa produksi sayur-sayuran di Indonesia dari tahun 2008 hingga tahun 2012 terdapat lima jenis komoditas sayur-sayuran unggulan yang tiap tahunnya mengalami peningkatan dan penurunan pertumbuhan produksi, yaitu lobak dengan pertumbuhan -6,87%, cabai rawit 12,18%, paprika 71,41%, cabai besar 9,67% dan bawang putih 9,31%. Data pertumbuhan produksi sayuran dari tahun 2008 sampai 2012 tersebut dapat dilihat seperti yang tertera pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Produksi Komoditas Sayuran Unggulan di Indonesia Tahun 2008-2012 Jenis Sayuran Paprika Cabai Rawit Cabai Besar Bawang Putih Lobak
2008 2.114 457.353 695.707 12.339 48.367
Produksi (ton) 2009 2010 2011 4.462 5.533 13.068 591.294 521.704 594.227 787.433 807.160 888.852 15.419 12.295 14.749 29.759 32.381 27.279
2012 14.947 696.964 1.003.085 16.604 32.168
Pertumbuhan 2008-2012 (%) 71,41 12,18 9,67 9,31 -6,87
Sumber : Badan Pusat Statistik Indonesia, 2012
Pada Tabel 1.1 tampak bahwa pada tahun 2012 produksi sayuran unggulan di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup tinggi dari tahun ke tahun, kelima komoditas sayuran tersebut merupakan komoditas unggulan yang mengalami trend peningkatan tiap tahunnya. Paprika menduduki urutan pertama dan tergolong pada komoditas sayur-sayuran yang terus mengalami pertumbuhan dari tahun 2008 hingga 2012 tiap tahunnya. Pertumbuhan produksi paprika pada tahun 2008 sampai 2009 sebesar 111,07%, pada tahun 2009 sampai 2010 sebesar 24%, pada tahun 2010 sampai 2011 mengalami peningkatan yang signifikan mencapai 136,18% dan pada tahun 2011 sampai 2012 sebesar 14,38%. Sementara rata-rata pertumbuhan produksi paprika tahun 2008 sampai tahun 2012 sebesar 71,41, pertumbuhan tersebut menandakan paprika memiliki prospek yang
3
cerah untuk dikembangkan, sebab dapat dilihat dari aspek produksi tiap tahun yang terus menerus mengalami peningkatan. Indonesia memiliki luas lahan yang sesuai untuk budidaya cabai (semua jenis cabai) secara keseluruhan adalah 77.848.810 ha, atau 46,6% dari luas dataran Indonesia. Lahan ini tersebar di Jawa (10,2%), Sumatra (29%), Kalimantan (32,8%), Sulawesi (5,4%), Bali dan Nusa Tenggara (3,1%), serta Maluku dan Irian Jaya (18,5%). Keseluruhan luas lahan tersebut terdiri atas tiga kondisi lahan tersebut, yaitu lahan sawah seluas 8.783.313 ha, lahan kering 57.671.752 ha, dan lahan pasang surut 11.493.745 ha (Cahyono, 2003). Paprika (capsicum annuum var. grossum) merupakan salah satu jenis cabai besar yang dikenal dengan sebutan cabai manis sebab rasanya tidak cenderung pedas (Setyaningrum dan Saparinto, 2011). Paprika yang tergolong dalam genus capsicum atau pimenta termasuk kedalam jenis hortikultura sayuran yang merupakan salah satu komoditas utama ekspor hortikultura Indonesia (Dirjen Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, 2003). Kesesuaian lahan dan iklim sangat
menentukan
keberhasilan
budidaya
paprika.
Indonesia
memiliki
keanekaragaman kondisi lahan dan iklim sehingga tidak seluruhnya berpotensi bagi pengembangan produksi paprika. Namun demikian, lahan yang sesuai untuk budidaya tanaman cabai (semua jenis cabai) tersedia cukup luas. Lahan ini meliputi lahan sawah, lahan kering dan lahan pasang surut (Cahyono, 2003). Paprika hanya bagus ditanam di daerah dingin, yakni dibawah 300C (antara 15 – 250C) ataupun dataran tinggi yang kelembapannya rendah dibawah 70%. Pada suhu tinggi atau dataran rendah menyebabkan peningkatan serangan hama dan penyakit. Daerah-daerah yang bisa ditanami paprika yakni Jawa Barat
4
(Lembang, Ciwidey, Cisarua-Puncak, Pengalengan, Cikajang-Garut Selatan), Jawa Tengah (Pegunungan), Bali (Bedugul), NTT (Ruteng, Bajawa) dan NTB (Pulau Lombok). Jika menanam di daerah perkotaan yang suhunya tinggi dapat ditanam didalam green house (Cahyono, 2003). Beragam jenis tanaman paprika dibudidayakan untuk memenuhi kebutuhan para konsumen. Berdasarkan warnanya paprika dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu paprika dengan warna merah, kuning dan hijau. Buah paprika yang berwarna hijau, panen dilakukan sebelum buah paprika berumur tua (siap panen) dengan kata lain paprika hijau di panen saat umur buah masih muda. Sedangkan untuk buah paprika dengan warna merah dan kuning panen dilakukan saat buah berusia tua atau dalam keadaan masak (Dinas Pertanian Kabupaten Pasuruan, 2013). Paprika termasuk dalam jenis sayuran komersil yang bernilai tinggi. Kebanyakan diminati oleh hotel, restoran, pasar swalayan dan perusahaan catering yang melayani permintaan perusahaan penerbangan dan banyaknya penduduk asing yang menetap di Indonesia . Penanaman paprika terus dikembangkan karena adanya pasar yang terus meningkat sehingga paprika memiliki prospek yang cerah untuk dibudidayakan (Prihmantoro dan Indriani, 1999). Paprika dari Indonesia bahkan sudah diekspor ke beberapa negara diantaranya adalah Belanda, Hongkong dan Taiwan. Komoditas paprika di Indonesia masih baru berkembang di tiga provinsi yaitu di Sumatera Utara, Pulau Jawa dan Bali. Paprika memiliki prospek pasar yang bagus dan memiliki peluang pasar baik dalam maupun luar negeri yang masih terbuka lebar karena pasokannya lebih kecil dibandingkan permintaan.
5
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2012, pulau jawa merupakan sentra produksi paprika di Indonesia, dengan total produksi tahun 2010 mencapai 95,78% dari total produksi paprika nasional. Provinsi Jawa Barat merupakan sentra utama penghasil paprika terbesar di Indonesia, kemudian diikuti oleh provinsi Jawa Timur sebagai penghasil terbesar nomor dua penghasil paprika. Pada tahun 2011, produksi paprika di provinsi Jawa Barat sebesar 4.661 ton dengan produktivitas yang tertinggi dibandingkan dengan provinsi lain, yaitu sebesar 43,97 ton per ha. Oleh karena itu, provinsi Jawa Barat memang sentra utama produksi paprika, hal tersebut dapat dilihat seperti yang telah tertera pada Tabel 1.2. Tabel 1.2 Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Paprika Indonesia Tahun 2011 Luas Panen Produktivitas Provinsi Produksi (Ton) (Ha) (Ton/Ha) Sumatera Utara 3 11 3,67 Jawa Barat 106 4.661 43,97 Jawa Tengah 3 53 17,67 Jawa Timur 30 586 12,87 Bali 19 422 22,21 Total 161 5.553 34,37 Sumber : Badan Pusat Statistik Indonesia, 2012
Pada Tabel 1.2 tampak, Jawa Timur menempati urutan kedua terbesar penghasil paprika dengan produksi 586 ton paprika pada tahun 2011. Salah satu daerah sentra produksi paprika di Jawa Timur merupakan Kabupaten Pasuruan. Keberadaan tanaman paprika di Kabupaten Pasuruan terdapat di Kecamatan Tutur dengan luasan mencapai 80.000 m2. Mengingat prospek cerah produk tersebut kedepannya diperkirakan akan semakin berkembang dan meningkat baik luasan maupun perorangan yang membudidayakan tanaman paprika. Potensi wilayah pengembangan tanaman paprika yang ada di Kecamatan Tutur dari sisi luas areal
6
tanam mencapai 80.000 m² pertahun.
Secara geografis letak wilayah
pengembangan berada pada lereng Bromo dengan ketinggian 900 meter diatas permukaan laut memungkinkan wilayah tersebut digunakan sebagai wilayah pengembangan budidaya tanaman papika di Kabupaten Pasuruan sebagai sentra utama penghasil paprika. Dalam kegiatan budidaya tanaman paprika di wilayah pengembangan dilakukan secara semi modern dan penyiraman menggunakan teknologi drip irrigation system agar nutrisi yang diberikan menjadi terkontrol, sehingga penggunaan faktor produksi menjadi efisien (Dinas Pertanian Kabupaten Pasuruan, 2013). Peningkatan produksi dan kualitas penting artinya untuk memenuhi permintaan yang terus meningkat, hal ini tidak dapat dipenuhi hanya dengan mengandalkan teknologi tradisional, apalagi bila sasaran produksinya ditujukan untuk keperluan ekspor. Salah satu usaha penerapan teknologi tepat guna untuk mencapai peningkatan produksi pertanian khususnya sayuran adalah dengan teknologi
hidroponik.
Penggunaan
teknologi
hidroponik
memungkinkan
pembudidayaan paprika dengan hasil melimpah dan kualitas tinggi (Tampubolon, 2005). Strategi budidaya yang dilakukan di Desa Tlogasari Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan untuk memasuki pasar adalah memproduksi paprika dengan kualitas yang baik yaitu dengan menggunakan teknologi hidroponik dalam green house (rumah plastik). Green house dibuat dari bahan penyangga yang terbuat dari bambu petung dengan atap terbuat dari plastik yang tahan sinar matahari. Suhu dan kelembapan udara disesuaikan dengan kebutuhan paprika. Media tumbuh paprika dari arang sekam yang ditambah pupuk yang lengkap dalam satu
7
paket. Teknik penyiraman dilakukan melalui pipa-pipa yang telah tersambung pada masing-masing tanamann paprika, sehingga penyiramannya bisa dilakukan secara bersamaan. Satu Green house dikelola oleh satu sampai dua orang petani yang bertanggung jawab penuh dari penanaman, pemeliharaan hingga pemanenan. Hasil panen paprika ini sudah ada yang menampung dan memasarkan sampai ke supermarket dan perhotelan. Dengan menggunakan sistem hidroponik serta menjaga baik suhu dan kelembaban green house sehingga produksi paprika di Desa Tlogosari tidak terpengaruh oleh musim. Dengan demikian, perlunya dilakukan penelitian mengenai studi kelayakan investasi pada agribisnis paprika di Desa Tlogosari Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan Jawa Timur. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang diuraikan sebelumnya, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana kelayakan investasi
usaha agribisnis paprika dengan
menggunakan teknologi hidroponik dalam green house yang dilihat dari aspek finansial? 2. Bagaimana profil investasi agribisnis paprika di Desa Tlogosari, Kecamatan Tutur, Kabupaten Pasuruan Jawa Timur yang ditinjau dari aspek teknis, aspek pemasaran, aspek manajemen serta aspek sosial? 3. Apa kendala-kendala yang dihadapi dan solusinya dalam agribisnis paprika di Desa Tlogosari?
8
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah : 1. Mengkaji kelayakan investasi usaha agribisnis paprika dengan teknologi hidroponik dalam green house yang dilihat dari aspek finansial. 2. Menggambarkan profil investasi agribisnis paprika di Desa Tlogosari, Kecamatan Tutur, Kabupaten Pasuruan Jawa Timur yang ditinjau dari aspek teknis, pemasaran, manajemen serta sosial. 3. Mengidentifikasi kendala-kendala yang dihadapi dan menemukan solusi pada agribisnis paprika di Desa Tlogosari. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat praktis Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintah sebagai salah satu pertimbangan dalam pengembangan potensi agribisnis paprika di Desa Tlogosari, Kecamatan Tutur, Kabupaten Pasuruan. 1.4.2 Manfaat teoritis Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat menambah kepustakaan dan khasanah ilmu pengetahuan dan diharapkan sebagai bahan informasi penelitian lanjutan yang terkait dengan penelitian ini, khususnya untuk kemajuan pengembangan bisnis tanaman paprika terutama dalam hal investasi. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang profil dan kelayakan investasi agribisnis paprika dengan teknologi hidroponik di Desa
9
Tlogosari, Kecamatan Tutur ,Kabupaten Pasuruan Jawa Timur. Analisis yang digunakan untuk menentukan prospek investasi dalam penelitian ini adalah analisis investasi. Alat ukur untuk menentukan kelayakan suatu usaha berdasarkan kriteria investasi dapat dilakukan melalui pendekatan payback period (PP), Net Present Value (NPV), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) Internal Rate Of Return (IRR) dan Sensititivity Analiysis (Analisis Sensitivitas). Profil investasi yang ditinjau dari empat aspek penilain bisnis, terdiri dari aspek teknis yang meliputi pemilihan lokasi, persiapan bibit, proses penanaman, pemeliharaan tanaman serta proses panen dan pasca panen; aspek yang kedua, aspek pemasaran meliputi kegiatan jalur pemasaran hasil produksi, sistem pembayaran, serta harga jual paprika, aspek yang ketiga, aspek manajemen yang meliputi perencanaan produk, perencanaan standar kualitas produk dan pengolahan sarana produksi dan aspek yang keempat, aspek sosial yang meliputi dampak bagi kelangsungan hidup masyarakat dan dampak lingkungan. Dalam melaksanakan agribisnis paprika, tentu saja terdapat kendala atau masalah yang senantiasa harus dihadapi oleh petani, oleh karena itu saran dan solusi sangat diperlukan dalam membantu petani dalam menjalankan usaha agribisnis paprika.