BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional Indonesia untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945, kiranya perlu dilaksanakan pembangunan di segala bidang, termasuk dalam hal ini adalah pembangunan dalam bidang ekonomi. Dalam melaksanakan pembangunan di bidang ekonomi ini, faktor permodalan merupakan syarat yang mempunyai peranan yang sangat penting. Masyarakat turut berperan dan berusaha menunjang pembangunan d engan cara mengembangkan berbagai usaha untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. 1 Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila d an Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam rangka bertambah meningkatnya pembangunan nasional yang bertitik berat pada bidang ekonomi, yang para pelakunya meliputi Pemerintah maupun masyarakat sebagai orang -perseorangan dan badan hu kum, sangat diperlukan dana dalam jumlah yang sangat besar, sehingga dengan meningkatnya kegiatan pembangunan tersebut, maka meningkat pula keperluan akan tersedianya dana yang sebagian besar diperoleh melalui perkreditan. 1
Adrian Sutedi, Hukum Hak Tanggungan, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hal. 2
1
Universitas Sumatera Utara
2
Kegiatan pinjam-meminjam dalam lembaga perbankan yang lebih dikenal dengan istilah kredit dalam praktek kehidupan sehari -hari bukanlah merupakan sesuatu yang asing lagi, bahkan istilah kredit ini tidak hanya dikenal oleh masyarakat perkotaan, tetapi juga sampai pada masyarakat di pedesaa n.2 Kredit umumnya berfungsi untuk memperlancar suatu kegiatan usaha, dan khususnya bagi kegiatan perekonomian di Indonesia sangat berperan penting dalam kedudukannya, baik untuk usaha produksi maupun usaha swasta yang dikembangkan secara mandiri karena bertujuan meningkatkan taraf kehidupan bermasyarakat. Salah satu sarana yang mempunyai peran strategis dalam pengadaan dana adalah lembaga perbankan, yang telah membantu pemenuhan kebutuhan dana bagi kegiatan perekonomian dengan memberikan pinjaman uang ant ara lain melalui kredit perbankan, yaitu berupa perjanjian kredit antara kreditor sebagai pihak pemberi pinjaman atau fasilitas kredit dengan debitor sebagai pihak yang berhutang. Pasal 3 dan 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undan gUndang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menyebutkan bahwa fungsi utama perbankan Indonesia yaitu sebagai penghimpun dan penyalur dana dari masyarakat yang bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat. Dalam melakukan usahanya tersebut, bank menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan giro, deposito berjangka, sertipikat deposito, tabungan, dan atau dalam bentuk lain yang dipersamakan dengan itu. Dalam hal ini,
2
M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hal. 73
Universitas Sumatera Utara
3
bank juga menyalurkan dana dari ma syarakat dengan cara memberikan kredit dalam bentuk usaha kredit perbankan. Dalam pemberian fasilitas kredit yang tertuang dalam suatu perjanjian kredit oleh bank kepada debitor bukanlah tanpa resiko, karena resiko mungkin saja terjadi khususnya karena debitor tidak wajib membayar utangnya secara lunas atau tunai, melainkan debitor diberi kepercayaan oleh Undang -Undang dalam perjanjian kredit untuk membayar belakangan secara bertahap atau men cicil. Resiko yang umumnya terjadi adalah kegagalan atau kemaceta n dalam pelunasan kredit (resiko kredit), resiko yang timbul karena pergerakan pasar (resiko pasar), resiko karena bank tidak mampu memenuhi kewajibannya yang telah jatuh tempo (resiko likuiditas), serta resiko karena adanya kelemahan aspek yuridis yang di sebabkan adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundang -undangan yang mendukung (resiko hukum). 3 Resiko-resiko yang umumnya merugikan kreditor tersebut perlu diperhatikan secara seksama oleh pihak bank, sehingga dalam proses pemberian k redit diperlukan keyakinan bank atas kemampuan dan kesanggupan debitor untuk membayar hutangnya serta memperhatikan asas -asas perkreditan bank yang sehat. Untuk memperoleh keyakinan atas kemampuan debitor tersebut, maka sebelum memberikan kredit bank harus melakukan pe nilaian secara seksama terhadap 7 (tujuh) hal yang dikenal dengan istilah 7 P (Party, Purpose, Payment, Profitability, Protection,
3
Badriyah Harun, Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah , Pustaka Yustisia, Jakarta, 2010, hal. 2
Universitas Sumatera Utara
4
Personality, and Prospect ).4 Salah satu hal yang dipersyaratkan bank sebagai kreditor dalam pemberian kredit yaitu adanya protection atau perlindungan berupa jaminan yang harus diberikan debitor guna menjamin pelunasan utangnya demi keamanan dan kepastian hukum, khususnya apabila setelah jangka waktu yang diperjanjikan, debitor tidak melunasi hutangnya atau melakukan wanprestasi . Sesuai dengan tujuannya, barang jaminan baik berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak tersebut bukan untuk dimiliki secara pribadi oleh kreditor, karena perjanjian utang-piutang atau perjanjian kredit bukanlah merupakan suatu perjanjian jual beli yang mengakibatkan perpindahan hak milik atas suatu barang, akan tetapi barang jaminan tersebut dipergunakan untuk melunasi utang dengan cara sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku, yaitu barang dijual secara lelang dimana hasilnya untuk meluna si utang debitor, dan apabila terdapat sisa maka hasilnya akan dikembalikan kepada Debitor.5 Dalam praktek perbankan, dapat diperhatikan bahwa penjualan (pencairan) objek atau jaminan kredit dilakukan guna melunasi kredit dari debitor. Penjualan jaminan kredit tersebut merupakan suatu tindakan yang perlu dilakukan bank untuk memperoleh kembali pelunasan dana yang dipinjamkannya karena pihak debitor tidak memenuhi kewajibannya kepada bank sesuai dengan perjanjian kredit, serta hasil penjualan jaminan terseb ut untuk meminimalkan kerugian yang akan diderita pihak bank nantinya. Agar penjualan jaminan kredit dapat mencapai tujuan yang 4
Ibid, hal. 13 Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis , Djambatan, Jakarta, 1996, hal. 75 5
Universitas Sumatera Utara
5
diinginkan bank, perlu dilakukan upaya -upaya pengamanan antara lain dengan mengikat objek jaminan kredit secara sempurna melalui ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur tentang lembaga jaminan. 6 Fungsi lain jaminan kredit dalam rangka pemberian kredit berkaitan dengan kesungguhan pihak debitor untuk memenuhi kewajibannya untuk melunasi kredit sesuai yang diperjanjikan dan mengguna kan dana yang dimilikinya secara baik dan hati-hati, dimana hal tersebut diharapkan akan mendorong pihak debitor untuk melunasi hutangnya sehingga dapat mencegah terjadinya pencairan jaminan kredit yang mungkin saja tidak diinginkan karena memiliki nilai ( harga) yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan utang debitor kepada bank. Dalam praktik perbankan, umumnya nilai jaminan kredit lebih besar dari jumlah kredit yang disetujui oleh bank, sehingga pihak debitor diharapkan segera melunasi hutangnya kepada bank agar nantinya tidak kehilangan harta ( asset) yang diserahkan sebagai jaminan kredit dalam hal kredit tersebut ditetapkan sebagai kredit macet. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 1131 Kitab Undang -Undang Hukum Perdata, dimana ketentuan dalam Pasal ini sering dicantumkan sebagai salah satu klausul dalam perjanjian kredit perbankan, yang berbunyi : “Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan”, serta ketentuan dalam Pasal 1132 Kitab Undang-Undang 6
M. Bahsan, Op.Cit, hal. 5
Universitas Sumatera Utara
6
Hukum Perdata yang berbunyi : “Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua masyarakat yang mengutangkan padanya; pendapatan penjualan benda benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar -kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila di antara para berpiutang itu ada alasan -alasan yang sah untuk didahulukan”.7 Bentuk jaminan yang paling banyak digunakan sebagai agunan dalam perjanjian kredit bank adalah hak atas tanah, baik dengan status hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan maupun hak pakai. 8 Karena pada umumnya memiliki nilai atau harga yang tinggi dan terus meningkat, sehingga dalam hal ini sudah selayaknya apabila debitor sebagai penerima kredit dan kreditor sebagai pemberi fasilitas kredit serta pihak lain terkait memperoleh perlindungan melalui suatu lembaga hak jaminan yang kuat dan dapat memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang berkepentingan. Atas dasar hak menguasai dari negara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok -Pokok Agraria, ditentukan adanya macam -macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah yang dapat diberikan kepada dan dipunyai o leh perseorangan baik warga negara Indonesia atau orang asing yang berkedudukan di Indonesia, sekelompok orang secara bersama-sama, dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia atau badan hukum asing yang mempunya i 7
Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 2006, hal. 291 8
Ibid, hal. 70.
Universitas Sumatera Utara
7
perwakilan di Indonesia, badan hukum privat atau badan hukum publik. Akan tetapi terhadap hak atas tanah berupa hak milik sesuai dengan Pasal 21 angka 2 UndangUndang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok -Pokok Agraria, badanbadan hukum yang dapat mempunyai hak milik harus ditetapkan atau ditunjuk oleh Pemerintah. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok -Pokok Agraria, Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Ta nah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menetapkan bahwa hak atas tanah harus didaftarkan. Kegiatan pendaftaran tanah ini untuk pertama kalinya melalui pendaftaran tanah secara sporadik dan pendaftaran tanah secara siste matik menghasilkan surat tanda bukti hak berupa sertipikat. Maksud diterbitkan sertipikat dalam kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kalinya adalah agar pemegang hak dengan mudah dapat membuktikan bahwa dirinya sebagai pemegang haknya, memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi pemegang hak yang bersangkutan. 9 Jaminan kepastian hukum dalam pendaftaran tanah meliputi status hak, subjek hak, dan objek hak. Jaminan perlindungan hukum dalam pendaftaran tanah adalah pemilik sertipikat tidak mudah mendapatkan gangguan atau gugatan dari pihak lain, dengan kata lain pemilik sertipikat dapat mempertahankan haknya dari ganguan atau gugatan pihak lain.
9
S. Chandra, Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Sertipikat Hak Atas Tanah , Pustaka Bangsa Press, Medan, 2006, hal. 120
Universitas Sumatera Utara
8
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 51 Undang -Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, disebutkan bahwa sudah disediakan lembaga hak jaminan yang kuat dan dapat dibebankan pada hak atas tanah yang telah didaftarkan berupa sertipikat, yaitu Hak Tanggungan sebagai pengganti lembaga hypotheek dan credietverband.10 Selama 30 tahun lebih sejak mulai berlakunya Undang -Undang Pokok Agraria tersebut, lembaga Hak Tanggungan diatas
belum dapat berfungsi
sebagaimana mestinya, karena belum ada undang -undang yang mengaturnya secara lengkap, serta ketentuan dalam peraturan tersebut s udah tidak sesuai dengan asas Hukum Tanah Nasional dan kurang memenuhi kebutuhan ekonomi di bidang perkreditan. Lembaga Jaminan Hak Tanggungan ini kemudian diakui eksistensinya melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah dan menjadikan kepentingan debitor maupun kreditor mendapatkan perlindungan hukum dari pemerintah. Tujuan utama
diundangkannya
Undang-Undang
Hak
Tanggungan
ini,
khususnya
memberikan perlindungan hukum bagi pihak kreditor apabila debitor melakukan perbuatan melawan hukum berupa wanprestasi. Menurut Undang -Undang Nomor 4 Tahun 1996, Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang -Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda -benda lain 10
Adrian Sutedi, Op.Cit, hal. 3
Universitas Sumatera Utara
9
yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu kepada kreditorkreditor lain. Untuk memberikan suatu kepastian hukum sebagai bentuk perlindungan hukum, maka pembebanan jaminan Hak Tanggungan ini wajib didaftarkan di Kantor Pertanahan, guna memenuhi unsur publisitas atas barang jaminan, dan mempermudah pihak ketiga mengontrol apabila terjadi pengalihan benda jaminan. Dalam proses pemberian kredit, sering terjadi bahwa pihak kreditor dirugikan ketika pihak debitor melakukan wanprestasi, sehingga diperlukan suatu aturan hukum dalam pelaksanaan pembebanan Hak Tanggungan yang tertu ang dalam suatu perjanjian kredit, yang bertujuan untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi pihak-pihak terkait, khususnya bagi pihak kreditor apabila debitor wanprestasi atau tidak memenuhi kewajibannya. Sebagaimana telah diketahui bahwa mas yarakat secara individu ataupun secara berkelompok juga turut berperan dalam pembangunan Nasional di segala bidang dengan berbagai variasi kegiatan. Di sektor perbankan individu yang bergerak di bidang properti juga berperan meningkatkan pendapatan Negara. Sejalan dengan kegiatan properti tersebut , bagi pengembang erat sekali hubungannya dengan hak-hak atas tanah yang dijadikan jaminan. Untuk kepentingan pengembalian dana bank, maka oleh bank hak atas tanah tersebut dipasang hak tanggungan. Sebaliknya untuk kepentingan pengembang, adakalanya hak -hak atas tanah tersebut
Universitas Sumatera Utara
10
yang diatasnya dibangun bangunan -bangunan perumahan diperlukan pemecahan hak atas tanahnya sesuai dengan luas tanah yang diatasnya terdapat bangunan. Pemecahan hak atas tanah yang sudah berst atus Sertipikat bagi pengembang adalah untuk mendapatkan hasil dari kegiatan properti dengan cara penjualan dan pembelian bangunan berikut tanah pekarangannya. Bertalian dengan pemecahan yang dimaksud di atas pada hakekatnya Sertipikat induk dipecah dari satu menjadi beberapa bagian, yang proses dan prosedurnya dilakukan melalui Kantor Badan Pertanahan di wilayah tanah berada. Menurut asas pemisahan horizontal dalam hukum pertanahan, antara tanah dan bangunan bukan merupakan satu kesatuan yang tidak terpis ahkan. Maka hak atas tanah tidak dengan sendirinya meliputi pemilikan bangunan yang ada diatasnya. Namun demikian dalam praktek dimungkinkan suatu perbuatan hukum mengenai tanah meliputi juga bangunan diatasnya, asalkan bangunan tersebut secara fisik merupakan satu kesatuan dengan tanah yang bersangkutan dan keikutsertaannya dijadikan jaminan secara tegas disebutkan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan . Hal tersebut berarti bahwa Hak Tanggungan tetap membebani secara utuh seluruh bidang tanah selama kredit k onstruksinya belum lunas. 11 Ketentuan tersebut menyulitkan bagi penjualan unit -unit rumah yang telah selesai dibangun oleh pengembang Oleh karenanya bagi pengembang yang bergerak
11
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan UUPA, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2005, hal.410 -413
Universitas Sumatera Utara
11
di bidang properti dan memiliki lahan atas tanah yang luas untuk dijadikan perumahan harus melakukan pemecahan sertipikat induknya. Sebagai konsekuensi pemecahan, terhadap Sertipikat asal menjadi tidak berlaku lagi, sebagaimana berdasarkan Pasal 133 angka 5 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Petanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, sedangkan terhadap Hak Tanggungan sec ara tegas dan tertulis tidak diatur ketidak berlakuannya dalam pasal ini. Kendala yang dialami dalam prakte knya terhadap Hak Tanggungan harus dipasang kembali sebagai konsekuensi p emecahan Sertipikat, yang seharusnya secara otomatis Hak Tanggungan yang sudah tercatat dalam buku tanah dan Sertipikat asal tetap mengikuti dan terpasang Hak Tanggungannya pada Sertipikat yang baru (Sertipikat yang telah dipecah), sebagaimana berdasarkan Pasal 133 angka 4 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pe rtanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, yaitu Catatan mengenai adanya Hak Tanggungan dan beban lain yang ada pada buku tanah dan sertipikat asal dicatat pada buku tanah dan sertipikat baru. Dari uraian-uraian tersebut di atas mengenai kendala yang terjadi dalam praktek pertanahan dalam hal pemecahan Sertipikat dikaitkan dengan pemasangan Hak Tanggungan pada bank, sangat relevan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut.
Universitas Sumatera Utara
12
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut diatas, maka dapat dirumusakan permasalahanya sebagai berikut : 1.
Bagaimanakah pengaturan hukum tentang pemecahan sertipikat yang sedang terikat Hak Tanggungan ?
2.
Bagaimanakah upaya perlindungan yang dilakukan oleh pihak Bank untuk mengantisipasi akibat pemecahan sertipikat yang sedang terikat hak t anggungan?
3.
Apakah akibat hukum pemecahan tanda bukti (sertip ikat) hak atas tanah yang sedang terikat hak tanggungan tersebut ?
C. Tujuan Penelitian Mengacu kepada perumusan masalah tersebut diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1.
Untuk mengetahui pengaturan hukum tentang pemecahan sertipikat yang sedang terikat Hak Tanggungan.
2.
Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap Bank akibat pemecahan sertipikat yang sedang terikat tanggungan.
3.
Untuk mengetahui apa sajakah yang menjadi akibat hukum dari pemecaha n tanda bukti hak (sertipikat) atas tanah yang sedang terikat hak tanggungan.
D. Manfaat Penelitian Dalam setiap penelitian diharapkan adanya suatu manfaat dan kegunaan yang dapat diambil dari penelitian yang dilakukan, sebab besar kecilnya manfaat penelitia n
Universitas Sumatera Utara
13
akan menentukan nilai-nilai dari penelitian tersebut. Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah: 1.
Secara teoritis
a.
Untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menempuh ujian untuk meraih gelar Magister Kenotariatan pada Sekolah Pasca Sarjana, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
b.
Untuk menambah ilmu pengetahuan dan cakrawala berpikir dalam bidang Pertanahan, khususnya dalam bidang Pemecahan Sertipikat.
c.
Untuk memberikan gambaran yang jelas dalam kaitannya dengan bentuk perlindungan hukum terhadap kreditor dalam perjanjian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan.
2.
Secara praktis Diharapkan agar penulisan yang dilakukan dapat memberikan kontribusi
kepada pihak yang berkepentingan, khusus pada m asyarakat instansi-instansi yang terkait, Perbankan dan Praktisi Kenotariatan. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan informasi dan data yang dimiliki serta penelusuran yang dilakukan di kepustakaan di Sekolah Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan , judul yang diangkat ini belum ada yang melakukan penelitian terhadap masalah tersebut sebelumnya , oleh karena itu penelitian ini adalah asli dan untuk itu dapat dipertanggung jawabkan secara
Universitas Sumatera Utara
14
akademik. Namun demikian terdapat beberapa judul yang membahas mengenai hak tanggungan, antara lain : 1.
Rini Widiastuti, NIM 057005042, mahasiswi Program Studi Ilmu Hukum Program Pascasarjana USU, d engan judul “Kedudukan Jaminan H ak Atas Tanah Sebagai
Objek
Hak
Tan ggungan
Dalam
Pemberian
Kredit”,
dengan
permasalahan yang diteliti adalah : a. Bagaimana kedudukan hak atas tanah sebagai objek jaminan Hak Tanggungan? b. Bagaimana kekuatan eksekutorial grosse yang terdapat pada sertfikat Hak Tanggungan dan proses eksekusinya jika terjadi kredit macet? 2.
Yenni, NIM : 067011107, mahasiswi Program Studi Ilmu Hukum Progra m Pascasarjana USU, dengan judul “Analisis Perlindungan Hukum Terhadap Kreditor Menurut Undang -Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda -Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah ”, dengan permasalahan yang diteliti adalah : a. Apakah pengikatan hak tanggungan atas tanah beserta benda -benda yang berkaitan dengan tanah telah sesuai dengan prosedur yang berlaku? b. Adakah perlindungan terhadap kreditor dalam hal kredit yang diberikan dijamin dengan hak tanggungan atas tanah, sehubungan dengan keberadaan Undang-Undang Hak Tanggungan?
Universitas Sumatera Utara
15
c. Apakah eksekusi hak tanggungan atas tanah dapat dilakukan sesuai dengan undang-undang yaitu pelaksanaan eksekusi hak tanggungan apabila debitor wanprestasi? F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1.
Kerangka Teori Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik
atau proses tertentu terjadi. 12 Landasan teori merupakan cir i penting bagi penelitian ilmiah untuk mendapatkan data. Teori merupakan alur penalaran atau logika yang terdiri dari seperangkat konsep atau variabel, definisi dan proposisi yang disusun secara sistematis. 13 Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir -butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan ( problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis. 14 Penelitian ini bertujuan memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum hak atas tanah. Oleh karena itu teori yang dipakai adalah teori kepastian hukum. Dalam pengertian teori kepastian hukum yang oleh Roscue Pound dikatakan bahwa adanya kepastian hukum memungkinkan adanya “ Predictability”. 15 Dengan demikian kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian, yang pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan bagi indivi du dari kesewenangan 12
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian , CV. Mandar Maju, Bandung, 1994, hal.80 J. Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hal. 194 14 M. Solly Lubis, Loc.cit.. 15 Pieter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2009, hal.158 13
Universitas Sumatera Utara
16
pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu. Bertalian dengan judul penelitian, bahwa teori ini sejalan dengan ma ksud dan tujuan dari ketentuan-ketentuan/peraturan-peraturan tentang pertanahan, yaitu untuk memberikan keamanan bagi setiap individu yang memiliki hak -hak atas tanah. Sedangkan Van Kant mengatakan bahwa hukum bertujuan menjaga kepentingan tiap tiap manusia agar kepentingan-kepentingan itu tidak diganggu. Bahwa hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat.
16
Dalam rangka memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum hak atas tanah, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, pemerintah wajib mendaftar seluruh bidang tanah di wilayah Indonesia baik dengan pendekatan sistematis maupun sporadis. Melalui program pendaftaran tanah tersebut, masyarakat baik perorangan maupun badan hukum dap at memperoleh sertipikat hak atas tanah. Masyarakat yang telah memperoleh sertipikat hak atas tanah dapat berpartisipasi secara aktif dalam memanfaatkan tanahnya secara optimal. Selain itu, tanah yang ber sertipikat dapat digunakan untuk mengurangi potensi sengketa kepemilikan tanah dan dapat digunakan sebagai jaminan kredit.
16
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2002, hal. 44
Universitas Sumatera Utara
17
Peranan sertipikat hak atas tanah bagi masyarakat secara khusus dan terhadap pembangunan ekonomi daerah secara umum dapat dilihat dari kegiatan pendaftaran pembebanan
hak
tanggungan
un tuk
kredit
usaha
di
Kantor
Pertanahan
Kabupaten/Kota. Pada umumnya semakin berkembang perekonomian suatu wilayah, semakin besar pula volume hak tanggungan tersebut. Masyarakat secara individu ataupun secara berkelompok juga turut berperan dalam pembangunan Nasional di segala bidang dengan berbagai variasi kegiatan. Di bidang properti juga banyak memberikan peranan untuk meningkatkan pendapatan Negara dan erat sekali kaitannya dengan hak atas tanah yang dijadikan jaminan dalam melakukan kegiatan membangun nya. Pengembang (Developer) dapat menjadikan hak atas tanah yang telah didaftarkan atau sertipikat untuk dijadikan jaminan dalam hal mengambil dana untuk kegiatan pembangunan pada Bank. Untuk kepentingan pengembalian dana bank, maka oleh bank hak atas tana h tersebut dipasang hak tanggungan. Sebaliknya pengembang ( Developer), terhadap hak atas tanah tersebut yang diatasnya dibangun bangunan -bangunan perumahan adakalanya diperlukan pemecahan hak atas tanahnya atau pemecahan sertipikatnya sesuai dengan luas tanah yang diatasnya terdapat bangunan. Oleh karena itu fungsi dari teori tersebut dipakai dalam penelitian ini selain memberikan kepastian hukum terhadap hak atas tanah yang dijadikan jaminan dalam pembebanan hak tanggungan juga memberikan perlindungan ter hadap pihak Bank
Universitas Sumatera Utara
18
sebagai
pemberi
dana
kepada
masyarakat
dalam
melaksanakan
kegiatan
pengembangan pembangunan. 2.
Konsepsi Suatu konsep bukan merupakan gejala yang akan diteliti, akan tetapi
merupakan suatu abstraksi dari gejala tersebut. Gejala itu sendiri d inamakan fakta, sedangkan konsep merupakan suatu uraian mengenai hubungan -hubungan dalam fakta tersebut. 17 Konsep merupakan bagian terpenting dari pada teori. Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi dan realita. 18 Samadi Surya Brata memberikan arti khusus mengenai pengertian konsep, yaitu sebuah konsep berkaitan dengan defenisi operasional. Defenisi operasional perlu disusun, untuk memberi pengertian yang jelas atas masalah, tidak boleh memiliki makna ganda. 19 Selain itu, konsepsi juga digunakan untuk memberikan pegangan pada proses penelitian. Oleh karena itu, dalam penelitian perlu dirumuskan serangkaian definisi operasional atas beberapa variabel yang digunakan. Selanjutnya untuk menghindari terjadinya salah pengertian dan pemahaman yang berbeda tentang tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, maka kemudian konsepsi dalam bentuk definisi operasional sebagai berikut :
17
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1986, hal. 132 18 Masri Singarimbun dkk. Metode Penelitian Survey, LP3ES, Jakarta, 1989, hal.34 19 Samadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hal. 31
Universitas Sumatera Utara
19
a.
Sertipikat Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, memberikan pengerti an tentang
sertipikat, sertipikat adalah surat tanda bukti hak yang terdiri dari salinan Buku Tanah dan Surat ukur, diberi sampul dijilid menjadi satu, yan g bentuknya ditetapkan Menteri Agraria. 20 Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, Sertipikat adalah surat tanda bukti hak sebagaiman a dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing -masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan. 21 b.
Pemecahan Pemecahan adalah sebuah proses, cara atau perbuatan memecah atau
memecahkan. 22 Pengertian pemecahan dalam judul ini ialah proses, cara atau perbuatan memecah atau memecahkan suatu surat tanda bukti hak yang sudah dibukukan menjadi beberapa bagian yang masing -masing merupakan satuan bidang baru dengan status hukum yang sama dengan bidang tanah semula. c.
Hak Tanggungan Hak tanggungan, menurut ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang -Undang Nomor
4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas T anah Beserta Benda-benda yang
20
H.Ali Achmad Chomzah, Hukum Pertanahan, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2002, hal123 Gunardi & Markus Gunawan, Himpunan Peraturan tentang Kenotariatan, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007, hal. 133 22 Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia , Pustaka Ilmu, Jakarta, 2001, hal. 478 21
Universitas Sumatera Utara
20
berkaitan dengan tanah, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang -Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda -benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditorkreditor lain.23 Dari rumusan tersebut dapat diketahui bahwa pada dasarnya suatu hak tanggungan adalah suatu bentuk jaminan pelunan utang, dengan hak mendahulu, dengan objek jaminannya berupa hak -hak atas tanah yang diatur dalam Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok -Pokok Agraria. G. Metode Penelitian 1.
Spesifikasi Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif, dimana penelitian ini bertujuan untuk
menggambarkan atau melukiskan tentang suatu hal pada tempat dan suatu hal tertentu. 24 bersifat analisis deskriptif maksudnya dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti. Analisis dimaksudkan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh akan dilakukan analisis secara cermat untuk menjawab permasalahan. 25
23
Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, Hak Tanggungan, Prenada Media, Jakarta, 2005, hal. 13 24 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hal. 83 25
Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Indonesia Pada Akhir Abad ke -20, Alumni, Bandung, 1994, hal. 101
Universitas Sumatera Utara
21
2.
Metode Pendekatan Dalam penelitian ini menggunakan jenis pe nelitian hukum dengan metode
pendekatan yuridis normatif, yang disebabkan karena penelitian ini merupakan penelitian hukum doktriner yang disebut juga penelitian kepustakaan atau studi dokumen yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan -peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain. 26 Meliputi penelitian terhadap asas -asas hukum, sumber-sumber hukum, peraturan perundang -undangan yang bersifat teoritis ilmiah serta dapat menganalisis permasalahan yang dibahas. 27 3.
Sumber Data Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah terdiri dari data
sekunder dan data primer. a.
Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan dengan
mempelajari : 1). Bahan hukum primer yaitu bahan hukum berupa peraturan perundang -undangan yang berkaitan dengan permasalahan, yaitu Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda -Benda yang Berkaitan
26
Bambang Waluyo, Metode Penelitian Hukum, PT. Ghalia Indonesia, Semarang, 1996, hal.
13 27
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat , PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hal. 13
Universitas Sumatera Utara
22
dengan Tanah, Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Peraturan Mentri Negara Agraria/ Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. 2). Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan hukum yang merupakan publikasi dokumen tidak resmi meliputi buku -buku, karya ilmiah. 3). Bahan hukum tertier yaitu bahan penunjang untuk memperjelas bahan primer dan bahan sekunder, berupa kamus umum, kamus hukum, jurnal ilmiah, majalah, surat kabar, dan internet yang relevan dengan penelitian ini.
b.
Data Primer Data primer diperoleh langsung dari sumber pertama di lapangan melalui
penelitian, yaitu dari hasil wawancara dengan informan yang terkait dengan pemecahan sertipikat dan hak tanggungan yang telah ditetapkan sebelumnya. Tipe wawancara yang dilakukan adalah wawancara tidak berstruktur, yaitu wawancara yang dilakukan dengan tidak dibatasi oleh waktu dan daftar urutan pertanyaan, tetapi berpegang pada pokok penting permasalahan yang ses uai dengan tujuan wawancara. Wawancara tidak berstruktur ini dimaksudkan agar memperoleh jawaban spontan dan gambaran yang lugas tentang masalah yang diteliti. Sifat wawancara yang dilakukan adalah wawancara terbuka, artinya wawancara yang subjeknya meng etahui bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui maksud dan tujuan wawancara tersebut.
Universitas Sumatera Utara
23
4.
Alat Pengumpulan Data Alat pengumpulan data akan sangat menentukan hasil dari penelitian. Dalam
penelitian ini dipergunakan alat pengumpulan data sebagai berik ut : a.
Studi Dokumen, digunakan untuk memperoleh data sekunder dengan membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi dan menganalisis data sekunder yang berkaitan dengan materi penelitian.
b.
Wawancara secara langsung dengan dengan informan atau narasumber yang terkait dengan pemecahan sertipikat dan hak tanggungan, selaku narasumber dalam penelitian ini yaitu kepala seksi pengukuran dan pemetaan tanah dari kantor pertanahan kota Medan dan informan dari pihak bank yaitu Legal Officer PT. Bank Mutiara Cabang Me dan.
5.
Analisis Data Metode yang digunakan untuk menarik ke simpulan dari hasil penelitian yang
telah terkumpul akan dipergunakan metode analisis data secara kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis untuk selanjutnya dianalisa secara kualitatif untuk mendeskripsikan mengenai akibat hukum pemecahan tanda bukti hak (sertipikat) atas tanah yang sedang Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif bertolak dari asumsi tentang realitas atau
Universitas Sumatera Utara
24
fenomena sosial yang bersifat unik dan kompleks. Padanya terdapat regularitas atau pola tertentu, namun penuh dengan variasi (keragaman). 28 Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. 29 Sedangkan metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang -orang dan perilaku yang dapat diamati. 30 Data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan ( library research) dan data primer yang diperoleh dari penelitian lapangan ( field research) kemudian disusun secara berurutan dan sistematis dan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif, yaitu untuk memperoleh gambaran tentang pokok permasalahan dengan menggunakan metode berpikir deduktif, yaitu cara berpikir yang dimulai dari hal yang umum untuk selanjutnya menarik hal -hal yang khusus.
28
Burhan Bungi, Analisa Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis Kearah Penguasaan Modal Aplikasi , PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 53 29 Lexy J. Moleong, Metode Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, hal. 103 30 Ibid., hal. 3
Universitas Sumatera Utara