BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum L) merupakan salah satu sayuran penting yang banyak ditanam di Indonesia. Hal ini disebabkan kentang sebagai sumber karbohidrat yang tinggi dan memiliki potensi yang sangat besar untuk diolah menjadi berbagai jenis produk makanan. Saat ini telah dikembangkan suatu teknologi untuk meningkatkan nilai ekonomi kentang, yaitu diolah menjadi tepung kentang disamping itu juga banyak kegunaannya dalam industri makanan diantaranya sebagai pengental, pengikat, pembentuk, bahan anti-lengket atau bahan agar-agar. Dibandingkan dengan bahan baku lain seperti jagung, gandum, ubi dan lainnya, tepung kentang ini memiliki kandungan protein dan lemak yang rendah, suhu gelatisasi yang rendah serta dapat disimpan dengan kandungan air yang tinggi tanpa menimbulkan bau apek (Yullyandra, 2009). Masalah yang dihadapi pada pembuatan tepung kentang yaitu tepung kentang yang dihasilkan seringkali berwarna coklat. Pencoklatan ini merupakan pencoklatan enzimatis terjadi akibat adanya reaksi oksidasi senyawa fenolik menjadi senyawa kuinon yang dikatalisis oleh enzim fenoloksidase. Terbentuknya warna coklat tersebut dapat menurunkan kualitas tepung kentang sehingga diperlukan suatu penghambat (inhibitor) reaksi pencoklatan.
Karima Huril Aini, 2012 Produksi Tepung Kentang .... Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
2
Inhibitor yang banyak digunakan untuk menghambat proses pencoklatan adalah senyawa bisulfit (NaHSO3). Senyawa bisulfit merupakan salah satu contoh inhibitor yang bereaksi dengan aktivator (oksigen). Pembuatan tepung kentang telah dilakukan oleh Rinrin (2008) dengan menggunakan natrium bisulfit pada konsentrasi 1000 ppm atau dengan uap panas sebagai inhibitor reaksi pencoklatan, namun natrium bisulfit ini merupakan senyawa yang dapat menggangu kesehatan, diantaranya mengganggu sistem pencernaan, beracun terhadap paru-paru dan kulit (Anonim, 2005). Berdasarkan hal tersebut maka perlu digunakan inhibitor yang aman. Biokatalis yang berperan dalam reaksi pencoklatan adalah fenoloksidase, dimana tirosinase termasuk ke dalamnya. Sumber inhibitor tirosinase yang aman dapat diperoleh dari bahan-bahan alam di Indonesia. Salah satunya yaitu tanaman Artocarpus heterophyllus Lamk (nangka). Penelitian terkait pemanfaatan inhibitor dari bahan alam telah dilakukan oleh Rustianingsih (2007) menggunakan berbagai jenis tanaman Artocarpus yang ada di alam. Penelitian yang dilakukan adalah membandingkan bioaktivitas ekstrak metanol dari Artocarpus heterophyllus (nangka), Artocarpus altilis (sukun) dan Artocarpus communis (kluwih). Hasilnya menunjukkan bahwa ektrak kulit batang Artocarpus heterophyllus memilki daya inhibisi lebih baik dibandingkan jenis Artocarpus lainnya. Pada penelitian tersebut digunakan substrat tirosin dan enzim tirosinase, maka inhibitornya diduga dapat menghambat reaksi tirosin-tirosinase. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Amela (2010) mengenai isolasi dan uji aktivitas inhibisi tirosinase fraksi aseton kulit batang Artocarpus heterophyllus
3
Lamk. Isolasi fraksi aseton dilakukan menggunakan metode kromatografi vakum cair (KVC), dengan eluen yang digunakan yaitu perbandingan heksan : etil setat = 9:1 dilakukan sebanyak tiga kali, 8:2 dilakukan sebanyak empat kali, 7:3 dilakukan sebanyak tiga kali, 5:5 dilakukan sebanyak tiga kali, 4:6 dilakukan sebanyak dua kali, etil asetat 100% dilakukan sebanyak dua kali dan etil asetat : metanol = 9:1 dilakukan sebanyak satu kali. Hasil dari KVC didapatkan 18 fraksi yang kemudian digabungkan menurut pola kromatogram KLT, sehingga didapatkan tujuh fraksi gabungan (fraksi A sampai G). Fraksi-fraksi gabungan tersebut dideteksi dengan KLT dan diketahui bahwa fraksi E sampai G memiliki pola yang sama sehingga dapat digabungkan menjadi fraksi H. Hasil uji inhibisi menunjukan fraksi H merupakan fraksi yang paling efektif dalam menghambat aktivitas tirosinase dengan nilai IC50 sebesar 165,46 µg/mL. Penelitian yang selanjutnya dilakukan oleh Triadi (2011) mengenai pemanfaatan ekstrak aseton kulit batang Artocarpus heterophyllus Lamk tanpa fraksinasi pada pembuatan tepung kentang. Hasil yang diperoleh bahwa ekstrak aseton kulit batang Artocarpus heterophyllus dapat secara optimal menginhibisi reaksi pencoklatan tepung kentang pada konsentrasi 0,07% dengan massa kentang yang digunakan 100 gram. Berdasarkan kedua hasil penelitian tersebut maka akan dilakukan penelitian untuk pembuatan tepung kentang dengan inhibitor fraksi aktif ekstrak aseton kulit batang Artocarpus heterophyllus Lamk sehingga menghasilkan tepung kentang yang lebih cerah.
4
1.2 Perumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang di atas permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yaitu : 1. Bagaimana aktivitas inhibisi fraksi aktif ekstrak aseton kulit batang Artocarpus heterophyllus Lamk? 2. Berapa konsentrasi optimum fraksi aktif ekstrak aseton kulit batang Artocarpus heterophyllus Lamk yang diperlukan untuk menginhibisi tirosinase sehingga diperoleh tepung kentang yang cerah? 3. Berapa perbandingan fraksi aktif kulit batang Artocarpus heterophyllus Lamk dengan massa kentang yang optimal sehingga diperoleh tepung kentang yang cerah?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan fraksi aktif kulit batang Artocarpus heterophyllus Lamk dengan massa kentang yang optimal sehingga diperoleh tepung kentang yang cerah.
1.4 Manfaat Penelitian Hasil yang diperoleh adalah tepung kentang yang lebih cerah sehingga dapat meningkatkan nilai jual tepung, disamping itu dapat meningkatkan pendapatan petani.
5