2013, No.887
7
LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 32/Menhut-II/2013 TENTANG RENCANA MAKRO PEMANTAPAN KAWASAN HUTAN
I. PENDAHULUAN A.
Urgensi Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan.
Hutan merupakan sumber daya alam yang penting di Indonesia yang memerankan fungsi strategis dalam kehidupan masyarakat dan lingkungan, sehingga wajib diurus dan dikelola secara berkesinambungan bagi sebesarbesarnya kesejahteraan masyarakat. Hal ini sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004, yang mana pada dasarnya prinsip dan jiwa penyelenggaraan kehutanan ini selaras dengan amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Seluruh kawasan hutan pada dasarnya dikuasai oleh Negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, dan Pemerintah mendapatkan wewenang untuk mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, menetapkan kawasan hutan dan atau mengubah status dan fungsi kawasan hutan, serta mengatur perbuatan hukum mengenai kehutanan dengan tetap memperhatikan hak-hak masyarakat hukum adat sepanjang kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. Dalam rangka mempertahankan kecukupan luas dan penutupan hutan pada setiap daerah aliran sungai (DAS) dan pulau guna memperoleh manfaat lingkungan, ekonomi dan sosial, Pemerintah menetapkan kawasan hutan untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Atas dasar tersebut, penyelenggaraan pengelolaan kawasan hutan didasarkan atas sumberdaya dan potensinya, kepastian status/fungsi dan luasan kawasan hutan, penatagunaan kawasan hutan dan pengendalian pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan serta pembentukan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) diseluruh kawasan hutan. Permasalahan-permasalahan dalam pengelolaan kawasan hutan yang dihadapi sampai sejauh ini sekaligus menghambat terwujudnya kemantapan kawasan hutan dalam menjamin pengelolaan hutan lestari adalah meningkatnya kebutuhan ruang dan konflik tenurial dalam kawasan hutan berbagai sektor yang berbasis sumberdaya lahan. Faktor-faktor pemicunya antara lain pertumbuhan penduduk/kepadatan agraris, konflik kepentingan ruang, pemekaran wilayah serta konflik kewenangan, kemiskinan, kepastian dan penegakan hukum yang berkeadilan serta dinamika pembangunan sektor-sektor di luar kehutanan. Kondisi ini sebagaimana tercermin dari usulan pemerintah daerah dalam review tata ruang provinsi dimana hampir setiap provinsi
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.887
8
mengusulkan adanya perubahan status/fungsi kawasan hutan menjadi areal penggunaan lain. Berdasarkan hal-hal dimaksud dalam rangka perencanaan penyelengaraan kehutanan telah ditetapkan Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) tahun 2011-2030 sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.49/Menhut-II/2011. Sedangkan untuk mendukung RKTN dan menyelesaikan permasalahan kawasan hutan dalam pemantapan kawasan hutan diperlukan Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan (RMPKH) sebagaimana yang telah diamanatkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.42/Menhut-II/2010 tentang Sistem Perencanaan Kehutanan. RMPKH ini memuat target, arahan kebijakan dan strategi dalam mewujudkan pemantapan kawasan hutan. B.
Tata Hubungan Kerja Perencanaan Kehutanan.
Dalam Sistem Perencanaan Kehutanan (SISPERHUT) dinyatakan bahwa RMPKH merupakan salah satu dari Rencana Makro Penyelenggaraan Kehutanan yang disusun sebagai penjabaran dari RKTN, yang nantinya menjadi arahan bagi penyusunan rencana kehutanan di bawahnya (RKTP, RKTK, dan RKPH) bidang Pemantapan Kawasan Hutan (Gambar 1).
Gambar 1.
C.
Posisi Rencana Makro Perencanaan Kehutanan P.42/Menhut-II/2010.
Pemantapan Kawasan Hutan dalam sesuai Peraturan Menteri Kehutanan
Sistem Nomor
Ruang Lingkup. 1. Penjabaran sasaran-sasaran strategis kemantapan kawasan hutan dalam RKTN 2011-2030; 2. Memuat target, arah kebijakan dan strategi dalam mewujudkan kawasan hutan yang mantap; 3. Jangka waktu selama 20 Tahun (2013-2032); 4. Basis analisis berupa kawasan hutan sebagaimana dalam RKTN 20112030.
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.887
9
D.
Alur Pikir dan Substansi Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan.
Gambar 2. Alur Pikir dan Substansi Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan
E.
Asumsi. 1. Penyelesaian masalah kawasan hutan tetap menjadi prioritas Pemerintah dalam 20 tahun mendatang; 2. Komitmen yang kuat para pemangku mengimplementasikan dan mewujudkannya;
kepentingan
3. Kondisi lingkungan strategis (faktor eksternal) perubahan yang signifikan dan tetap terkendali. F.
tidak
dalam
mengalami
Definisi, Prinsip dan Kriteria Kemantapan Kawasan Hutan. Kawasan hutan (Negara) yang mantap adalah wilayah tertentu yang telah ditetapkan peruntukan dan fungsinya oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaanya sebagai hutan tetap (legal dan legitimate) serta terkelola dengan jaminan dan perlindungan hak bagi seluruh pemangku kepentingan. Prinsip dan kriteria kemantapan kawasan hutan yang didasarkan unsurunsur utama untuk tercapainya kemantapan kawasan hutan, yaitu: 1. Legalitas dan legitimasi kawasan hutan, dengan kriteria sebagai berikut: a. kawasan hutan dikukuhkan melalui proses yang legal dan partisipatif, untuk menjamin kepastian status dan fungsi serta bebas kepemilikan pihak ketiga; b. memiliki luasan yang cukup dan sebaran hutan tetap yang proporsional pada DAS/Pulau. 2. Jaminan hak dan perlindungan bagi seluruh pemangku kepentingan dan masyarakat, dengan kriteria sebagai berikut :
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.887
10
a. arah pemanfaatan dan penggunaan ruang kawasan hutan sesuai fungsi pokok dan kelayakannya; b. kepastian ruang kelola sesuai dengan fungsi pokok dan arahan pemanfaatannya untuk memelihara keutuhan kawasan hutan; c. perlindungan hukum dan pelayanan publik dalam penyelesaian konflik kawasan hutan. 3. Pengelolaan kawasan hutan, dengan kriteria sebagai berikut : a. ada pengelola kawasan hutan sampai tingkat tapak, yang memiliki kepastian wilayah pengelolaan, organisasi dan kecukupan sumberdaya manusia serta sarana prasarana pengelolaan; b. pengamanan dan perlindungan kawasan hutan, guna menjaga dan memelihara batas dan kawasan hutan. c. data dan informasi sumberdaya hutan dan sistem sosialnya tersedia secara lengkap, terkini, dan terpercaya; d. tertib administrasi pemanfaatan, penggunaan perubahan peruntukan kawasan hutan.
kawasan,
dan
II. Kondisi Kemantapan Kawasan Hutan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004, menetapkan bahwa kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Pemerintah menetapkan dan mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan dan penutupan hutan untuk setiap DAS dan atau pulau guna optimalisasi manfaat lingkungan, manfaat sosial, dan manfaat ekonomi masyarakat setempat, melalui penyelenggaraan perencanaan kawasan hutan. Perencanan kawasan hutan dilakukan melalui : 1. Inventarisasi hutan untuk mengetahui dan memperoleh data dan informasi tentang sumber daya, potensi kekayaan alam hutan, serta lingkungannya secara lengkap. 2. Pengukuhan kawasan hutan untuk memberikan kepastian hukum mengenai status, fungsi, letak, batas dan luas kawasan hutan. 3. Penatagunaan kawasan hutan, untuk menetapkan fungsi pokok, pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan yang optimal secara ekonomi, sosial dan lingkungan. 4. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan tingkat unit pengelolaan untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang efisien dan lestari dengan mempertimbangkan karakteristik lahan, tipe hutan, fungsi hutan, kondisi daerah aliran sungai, sosial budaya, ekonomi, kelembagaan masyarakat setempat termasuk masyarakat hukum adat dan batas administrasi pemerintahan.
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.887
11
5. Penyusunan rencana kehutanan untuk menetapkan arah pengurusan dan pengelolaan hutan menurut jangka waktu dan skala geografis. A.
Sejarah Kawasan Hutan.
Pengukuhan kawasan hutan pada dasarnya telah dimulai sejak jaman penjajahan Belanda dan telah mengalami beberapa proses penyempurnaan sejalan dengan berkembangnya dan perubahan pola ruang Nasional dan Daerah. Pemaduserasian terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP), diawali dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, seluruh kawasan hutan dilakukan paduserasi antara TGHK dengan peta RTRWP. Pemaduserasian ini dalam upaya menetapkan kawasan hutan serta perubahan peruntukkan kawasan hutan untuk mendukung proses pembangunan yang harus berjalan untuk sektor-sektor lain di luar kehutanan. Dengan demikian pengukuhan status kawasan hutan berupa register kawasan hutan, hasil Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) atau penunjukan kawasan hutan, penataan batas serta penetapan kawasan hutan merupakan ketetapan hukum kawasan hutan bagi seluruh pemangku kepentingan dan masyarakat. Berikut adalah proses sejarah kawasan hutan dimaksud : 1. Pada era sampai dengan 1980-an penunjukan kawasan hutan didasarkan atas penunjukan/penetapan parsial menjadi register-register kawasan hutan. 2. Pada era 1980-an dilakukan penunjukkan/penetapan atas kesepakatan semua pihak berupa Peta Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK). 3. Pada era 1990-an, setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, penunjukan kawasan hutan dilakukan berdasarkan paduserasi antara Peta TGHK dengan Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP). 4. Terakhir penunjukkan kawasan hutan dilakukan melalui pengintegrasian dengan review RTRWP sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Gambar 3).
Gambar 3. Sejarah Kawasan Hutan Indonesia
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.887
12
Berikut disajikan perkembangan luas kawasan hutan dari sejak era TGHK yang telah mengakomodir kebutuhan sektor lain non-kehutanan dan penyelesaian hak-hak pihak ketiga dalam kawasan hutan. Tabel 1. Data Perubahan Luas Kawasan Hutan Sejak Era TGHK Sampai Sekarang
FUNGSI KAWASAN HUTAN
TGHK (1980an)
PENUNJUKAN HASIL PADUSERASI (1999-2000)
RKTN 2011-2030
KSA/KPA
19.23
22.43
26.82
HL
29.33
31.60
27.67
HPT
29.44
22.50
19.68
HP
32.99
36.65
38.17
110.99
113.19
112.34
36.04
22.79
18.34
147.03
135.98
130.68
Hutan Tetap HPK JUMLAH B.
Kondisi Kawasan Hutan.
Berdasarkan peta kawasan hutan yang dimutakhirkan atas perkembangan pengukuhan kawasan dan hasil revisi tata ruang provinsi sampai dengan April 2011, kawasan hutan dan perairan seluruh Indonesia seluas 130,68 juta ha (68,4% dari luas daratan). Menurut fungsinya, kawasan hutan tersebut terdiri dari hutan konservasi (HK) 26,82 juta ha, hutan lindung (HL) 28,86 juta ha, hutan produksi (HP) 32,60 juta ha, hutan produksi terbatas (HPT) 24,46 juta ha, dan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) 17,94 juta ha (Gambar 4).
Gambar 4. Peta Kawasan Hutan Indonesia.
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.887
13
Kondisi penutupan hutan berdasarkan data hasil penafsiran citra satelit tahun 2009 diketahui bahwa 68,6% kawasan hutan atau seluas 89,64 juta ha dalam kondisi berhutan (41,26 juta ha hutan primer, 45,55 juta ha hutan sekunder, 2,82 juta ha hutan tanaman), sedangkan 41,04 juta ha atau 31,4% dalam kondisi tidak berhutan (Gambar 5).
Gambar 5.Kondisi Tutupan Hutan Indonesia Berdasarkan Citra Satelit Tahun 2009.
C.
Pengukuhan Kawasan Hutan.
Kondisi pengukuhan kawasan hutan yang telah dilaksanakan sampai saat ini: 1. Kawasan hutan yang telah ditetapkan sampai tahun 2012 melalui Keputusan Menteri Kehutanan seluas 21,07 juta hektar atau sekitar 16,3%, namun kawasan yang telah ditata batas dalam rangka penyelesaian pihak ketiga sepanjang 219.206 Km dari total panjang batas 282.323 Km; 2. Kawasan hutan yang telah dilepaskan untuk penyediaan ruang sektor non kehutanan seluas 7,6 juta ha, berasal dari HPK dan Tukar Menukar Kawasan Hutan (TMKH); 3. Pengakuan terhadap kawasan hutan dan penyelesaian hak-hak pihak ketiga masih rendah; 4. Konflik/klaim kepemilikan pihak ketiga atas kawasan hutan masih tinggi. D.
Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan Hutan. 1. Pemanfataan hutan diluar kawasan konservasi telah mencapai 35 juta Ha; 2. Sebagian besar kawasan konservasi telah dikelola, namun izin pemanfaatan di dalam hutan konservasi sebanyak 25 izin seluas 2.666 Ha; 3. Penggunaan Kawasan hutan untuk 274.000 Ha;
sektor non kehutanan seluas
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.887
14
4. Konflik pemanfaatan kawasan hutan masih tinggi; a. izin pemanfaatan hasil hutan yang berada di HPK seluas 3,48 juta Ha; b. izin pemanfaatan hasil hutan tanaman yang berada di HPT seluas 2,28 juta Ha. E.
Keamanan Kawasan Hutan. 1. Kawasan hutan belum seluruhnya “clear and clean” antara lain: batasbatas kawasan hutan belum jelas dan adanya konflik kawasan; 2. Pemeliharaan/ pengamanan kawasan hutan masih rendah; 3. Partisipasi masyarakat dalam pengamanan kawasan hutan masih rendah; 4. Proses penegakan hukum terkait kawasan hutan belum sepenuhnya tuntas memberikan kepastian hukum.
F.
Kelembagaan Pengelolaan Kawasan Hutan. 1. Kawasan hutan belum seluruhnya dikelola sampai tingkat tapak; 2. Peraturan-perundangan yang ada belum lengkap dan operasional; 3. Basis data dan sistem informasi kawasan hutan belum terintegrasi; 4. Sumberdaya Manusia (SDM) pengelola kawasan hutan masih terbatas; 5. Hubungan antar penyelenggara kehutanan belum optimal.
III. Kondisi yang Diinginkan 1. Luas dan status kawasan hutan yang harus dipertahankan 20 tahun ke depan seluas 112,34 juta ha dan bebas konflik tenurial jangka panjang; 2. Luas kawasan HK akan tetap dipertahankan/dijaga keberadaannya dan permasalahan hak-hak pihak ketiga serta konflik jangka panjang dapat terselesaikan; 3. Luas kawasan HL dan HP dipertahankan dan dimanfaatkan dengan perubahan peruntukan/fungsi yang diperkenankan tidak lebih dari 20 % dan tidak ada tumpang tindih areal pemanfaatan atau pengunaan kawasan hutan; 4. Perubahan peruntukkan kawasan hutan untuk kegiatan non kehutanan sampai tahun 2030 maksimal tidak lebih dari seluas 18,34 juta ha, dalam rangka penyelesaian konflik lahan dan pemenuhan kepentingan sektor non kehutanan/pemda dan masyarakat terkendali; 5. Seluruh kawasan hutan dikelola oleh KPH untuk menjamin pengelolaan secara lestari;
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.887
15
6. Seluruh kawasan hutan dimanfaatkan sesuai fungsi pokok, arahan pemanfaatan dan kelayakannya guna menjamin sebesar besarnya manfaat ekonomi, sosial budaya dan lingkungan; 7. Perubahan peruntukan dan penggunaan kawasan hutan terkendali dan sinergis dengan pembangunan di luar sektor kehutanan.
IV. Situasi Permasalahan Kemantapan Kawasan Hutan A.
Eksternal. 1. Semakin tingginya kebutuhan sektor lain dan masyarakat atas lahan termasuk kawasan hutan. 2. Tumpang tindihnya potensi sumberdaya alam berbagai sektor. 3. Pemekaran wilayah Provinsi/Kabupaten/Kota. 4. Belum terkoordinasinya pemanfaatan dan penggunaan ruang/lahan antar sektor. 5. Belum selarasnya peraturan perundangan di bidang ruang/lahan. 6. Belum mantapnya penyelenggaraan desentralisasi bidang kehutanan. 7. Beragamnya persepsi terhadap hutan dan kawasan hutan. 8. Masyarakat belum seluruhnya merasakan manfaat kawasan hutan. 9. Penyelesaian legalitas kepemilikan hak masyarakat dalam kawasan hutanbelum sepenuhnya terselesaikan.
B.
Internal. 1. Belum optimalnya sistem pengukuhan kawasan hutan. 2. Belum terbangunnya sistem penyelesaian konflik tenurial kawasan hutan (pemanfaatan, penggunaan dan hutan adat) dan permasalahan hutan lainnya. 3. Belum terintegrasinya sistem penyediaan data/informasi sumberdaya hutan termasuk sistem sosialnya (kayu, hasil hutan bukan kayu, jasa lingkungan, data sosek masyarakat, konflik sosial kawasan hutan). 4. Belum terbangunnya koordinasi, integrasi, sinergitas dan sinkronisasi (KISS) arah/rencana pemanfaatan dan penggunaan ruang kawasan hutan pada berbagai tingkat penyelenggara kehutanan. 5. Belum optimalnya sistem pengawasan/pengendalian dan administrasi pengelolaan kawasan hutan.
C.
Isu Strategis Pemantapan Kawasan Hutan.
Berdasarkan permasalahan eksternal dan internal terdapat 3(tiga) isu strategis dalam pemantapan kawasan hutan guna terwujudnya kawasan hutan yang legal dan legitimate serta terjaminnya hak dan perlindungan bagi seluruh pemangku kepentingan dan masyarakat (Gambar 6.):
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.887
16
1. Penertiban dan penegakan hukum atas kawasan hutan. 2. Penyelesaian konflik kawasan hutan. 3. Perbaikan tata kelola kawasan hutan.
A. PENERTIBAN PENEGAKAN HUKUM
Legal,Legitimate, Terkelola, Jaminan hak dan perlindungan
B. PENYELESAIAN KONFLIK KAWASAN HUTAN
C. PERBAIKAN TATA KELOLA KAWASAN
Gambar 6. Isu Strategis Kemantapan Kawasan Hutan.
V. Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan A. Prinsip Pelaksanaan Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan. Dalam pelaksanaan RMPKH didasarkan pada prinsip-prinsip hukum dan keadilan, tata kelola, ekonomi dan hubungan kelembagaan: 1. Hukum dan keadilan: kepastian hukum; keragaman hukum dan kebudayaan; penghormatan hak asasi manusia; serta keadilan, termasuk keadilan gender; 2. Tata kelola: partisipasi; transparansi; dan akuntabilitas; 3. Ekonomi: kesetaraan; pemberdayaan; kesejahteraan; serta kelestarian hutan; 4. Hubungan kelembagaan: pelimpahan kewenangan kerjasama para pihak; dan koordinasi antar sektor.
dan
desentralisasi;
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.887
17
B.
Kebijakan Umum Pemantapan Kawasan hutan.
C.
Strategi Pemantapan Kawasan Hutan dan Pentahapannya.
Tabel 2. Matriks Kebijakan dan Strategi Umum Pemantapan Kawasan Hutan. Milestone Kebijakan
Perencanaan ruang dan pengembangan wilayah pengelolaan dan pemanfaatan kawasan hutan
Strategi
20132017
20182022
20232027
20282032
Memperkuat sinergitas dan sinkronisasi peraturan. perencanaan ruang dan pengembangan wilayah. pengelolaan dan pemanfaatan kawasan hutan.
√
Mengembangkan sistem pengendalian kawasan hutan secara optimal.
√
√
Mengembangkan sistem penilaian kawasan hutan yang berkelanjutan.
√
√
Memantapkan perencanaan kehutanan berbasis spasial
√
√
Meningkatkan koordinasi dan integrasi KH dengan Tata Ruang Nasional/Daerah/kabupaten.
√
√
√
√
Mengarusutamakan KPH sebagai pengelolaan kawasan hutan.
√
√
√
√
√
√
√
√
Menyediakan jumlah SDM pengelola kawasan hutan yang cukup dan memadai.
√
√
Meningkatkan kapasitas dan kapabilitas SDM pengelola kawasan hutan.
√
√
√
√
Meningkatkan penerapan kawasan hutan.
√
√
√
√
√
√
Meningkatkan Wilayah KPH.
integrasi
pusat
pemanfaatan
teknologi
pelayanan
Hutan
dalam
pengelolaan
Menyediakan sarana dan prasarana pengelola kawasan hutan.
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.887
18
Milestone Kebijakan
Strategi
20132017
20282032
√
√
Mempercepat penetapan kawasan hutan
√
√
Menyelesaikan kepemilikan dan hak-hak pihak ketiga dalam kawasan hutan
√
√
Menyelesaikan konflik-konflik kawasan hutan
√
√
√
√
√
√
√
√
Mengintegrasikan wilayah hutan adat dan ruang kelola masyarakat dalam kawasan hutan.
√
√
√
√
Meningkatkan kepastian hak hutan adat dan ruang kelola masyarakat adat dalam kawasan hutan.
√
√
√
√
Mengembangkan pola dan konflik dengan pihak lain.
√
√
√
√
Mengendalikan luas, status dan fungsi kawasan hutan.
√
√
√
√
Mengembangkan data dan informasi SDH serta sistem sosialnya yang cepat, akurat dan terpercaya/terkini.
√
√
√
√
√
√
√
√
Memperkuat pemetaan geospasial yang cepat, akurat dan terintegrasi.
√
√
√
√
Menertibkan izin-izin pemanfaatan atau penggunaan kawasan hutan.
√
Menyelesaikan tumpang tindih penggunaan kawasan hutan.
√
√
Mengendalikan perubahan dan pemberian izin-izin pemanfaatan atau penggunaan kawasan hutan.
√
√
√
√
Memperkuat sistem pengendalian dan audit kawasan hutan.
√
√
√
√
Memperkuat sistim administrasi PNBP dari kawasan hutan.
√
√
√
√
kerjasama
penyelesaian
Inventarisasi dan Mengintegrasikan sistem data informasi SDH. pemantauan sumber daya Memperkuat sistem pemantauan sumberdaya hutan. hutan
D.
20232027
Memperkuat sinergitas dan sinkronisasi peraturan pengukuhan dan penyelesaian konflik tenurial kawasan hutan.
Pengukuhan dan Memperkuat sistem pengukuhan KH yang berkeadilan dan partisipatif penyelesaian konflik tenurial Memperkuat kerjasama dalam penertiban dan kawasan hutan penegakan hukum kawasan hutan.
Pengendalian/p enertiban ruang kawasan hutan
20182022
pemanfaatan KH atau
Prioritas Kebijakan Regional/Pulau.
Tabel 3. Matriks Prioritas Kebijakan Regional/Pulau. Wilayah
JAWA
Kebijakan Regional/Pulau Pemantapan Kawasan Hutan a. menertibkan dan menegakan hukum kawasan hutan serta menyelesaikan konflik kawasan hutan khususnya konflik pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan termasuk penyelesaian lahan pengganti pelepasan/ tukar menukar kawasan hutan.
www.djpp.kemenkumham.go.id
19
Wilayah
2013, No.887
Kebijakan Regional/Pulau Pemantapan Kawasan Hutan b. meningkatkan pengelolaan kawasan hutan.
a. menertibkan dan menegakan hukum kawasan hutan serta menyelesaikan konflik kawasan hutankhususnya konflik pemanfaatan atau penggunaan SUMATERA
kawasan hutan.
b. mengarusutamakan KPH sebagai pusat pelayanan pengelolaan kawasan hutan c. mengendalikan perubahan-perubahan kawasan hutan. a. meningkatkan kepastian status KH melalui percepatan penetapan kawasan hutan.
b. menertibkan dan menegakan hukum kawasan hutan serta menyelesaikan konflik kawasan hutankhususnya konflik pemanfaatan atau penggunaan KALIMANTAN kawasan hutan dan sebagian permasalahan hukum adat. c. mengarusutamakan KPH sebagai pusat pelayanan pengelolaan kawasan hutanMengendalikan perubahan-perubahan kawasan hutan. a. meningkatkan kepastian status kawasan hutan melalui percepatan penetapan kawasan hutan.
SULAWESI
b. menertibkan dan menegakan hukum kawasan hutan serta menyelesaikan konflik kawasan hutan khususnya konflik pemanfaatan atau penggunaan kawasan hutan dan sebagian permasalahan hukum adat. c. mengarusutamakan KPH sebagai pusat pelayanan pengelolaan kawasan hutan.
MALUKU
a. menertibkan dan menegakan hukum kawasan hutan serta menyelesaikan konflik kawasan hutankhususnya konflik pemanfaatan atau penggunaan kawasan hutan dan sebagian permasalahan hukum adat. b. mengarusutamakan KPH sebagai pusat pelayanan pengelolaan kawasan hutanMengendalikan kawasan hutanberbasis pulau.
a. menertibkan , penegakan hukum kawasan hutan serta menyelesaikan konflik kawasan hutankhususnya konflik pemanfaatan atau penggunaan kawasan hutan dan sebagian permasalahan hukum adat.
BALI DAN NUSA b. mengarusutamakan KPH sebagai pusat pelayanan pengelolaan kawasan TENGGARA hutan.
c. meningkatkan pengelolaan kawasan hutan. d. mengendalikan kawasan hutanberbasis pulau. a. meningkatkan kepastian status kawasan hutan melalui percepatan penetapan kawasan hutan.
PAPUA
b. menertibkan dan menegakan hukum kawasan hutan serta menyelesaikan konflik kawasan hutan khususnya konflik pemanfaatan atau penggunaan kawasan hutan dan sebagian permasalahan hukum adat. c. meningkatkan pengakuan hak hutan adat dan ruang kelola masyarakat adat. d. mengarusutamakan KPH sebagai pusat pelayanan pengelolaan kawasan
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.887
20
Wilayah
Kebijakan Regional/Pulau Pemantapan Kawasan Hutan hutan.
E.
Prioritas Kebijakan pada tiap Arahan Pemanfaatan.
Tabel 4.Matriks Prioritas Kebijakan pada setiap Arahan Pemanfaatan. Arahan Pemanfaatan RKTN 2011-2030
Kebijakan Pemantapan Kawasan Hutan §
Kawasan Untuk Konservasi
§ §
Kawasan Untuk Perlindungan Hutan § Alam dan Lahan Gambut Kawasan Untuk Rehabilitasi Kawasan Besar
Untuk
Pengusahaan
Skala
§ § § §
Kawasan Kecil
Untuk
Pengusahaan
Skala §
§ Kawasan Untuk Non Kehutanan
§ §
mempertahankan luas HK dan menyelesaikan permasalahan hak-hak pihak ketiga serta konflik jangka panjang. mengoptimalkan pengelolaan HK. mengembangkan data dan informasi yg akurat dan teritegrasi. mempertahankan HP dan HL dan memanfaatkan dengan perubahan peruntukan/fungsi yang diperkenankan tidak lebih dari 20 % dan tidak ada tumpang tindih areal pemanfaatan atau pengunaan kawasan hutan. mengarusutamakan KPH sebagai pusat pelayanan pengelolaan kawasan hutan. mengembangkan data dan informasi yg akurat dan teritegrasi. meningkatkan kepastian status kawasan hutan melalui percepatan penetapan kawasan hutan. mengendalikan perubahan dan pemberian alas hak pemanfaatan atau penggunaan kawasan hutan. menyelesaikan permasalahan tumpang tindih pemanfaatan kawasan hutan.
mengendalikan penggunaan ruang kawasan hutan untuk kegiatan non kehutanan sampai tahun 2030 maksimal seluas 18,34 juta Ha. menyelesaikan konflik lahan dan kepentingan sektor non kehutanan/pemda dan masyarakat. mendorong terbangunya Hutan Rakyat.
www.djpp.kemenkumham.go.id
21
F.
2013, No.887
Pengarusutamaan RMPKH.
Untuk memastikan RMPKH ini digunakan sebagai landasan dalam pemantapan kawasan hutan, diperlukan sejumlah langkah sebagai berikut: 1. Melengkapi penjabaran RKTN bidang pemantapan kawasan hutan kedalam Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi, Regional dan Kabupaten/Kota bidang Pemantapan Kawasan Hutan. 2. RMPKH menjadi pedoman dalam rencana pembangunan kehutanan. 3. Koordinasi perencanaan pembangunan kehutanan antar sektor dan daerah. 4. Penguatan dan pengendalian program kegiatan pemantapan kawasan hutan dalam pembangunan kehutanan.
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.887
22
VI. Penutup Kementerian Kehutanan telah menetapkan RKTN Tahun 2011- 2030 melalui Permenhut Nomor: P.49/Menhut-II/2011 yang memberikan arahan makro pemanfaatan ruang kawasan hutan selama 20 tahun kedepan. Guna menjamin terwujudnya dan tercapainya sasaran strategis sebagaimana RKTN 2011-2030 bidang pemantapan kawasan hutan, disusun RMPKH untuk jangka waktu 20 tahun ke depan yang memuat target, arah kebijakan dan strategi bidang pemantapan kawasan hutan. Rencana ini selanjutnya akan melengkapi dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari RKTN 2011-2030 tersebut, sekaligus menjadi pedoman dalam pelaksanaan pemantapan kawasan hutan ke depan tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota dan KPH serta debottlenecking terhadap hambatan pencapaian pemantapan kawasan hutan dan kegiatan-kegiatan pemantapan kawasan hutan pada berbagai tingkat pengelolaan kawasan hutan.
MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, ZULKIFLI HASAN
www.djpp.kemenkumham.go.id
23
2013, No.887
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.887
24
www.djpp.kemenkumham.go.id
25
2013, No.887
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.887
26
www.djpp.kemenkumham.go.id
27
2013, No.887
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.887
28
www.djpp.kemenkumham.go.id
29
2013, No.887
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.887
30
www.djpp.kemenkumham.go.id
31
2013, No.887
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.887
32
www.djpp.kemenkumham.go.id
33
2013, No.887
www.djpp.kemenkumham.go.id