I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hutan Register 19 semula ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 67/Kpts-II/1991 tanggal 31 Januari 1991 tentang Rencana Penatagunaan Hutan Provinsi Lampung. Hutan Register 19 ini selanjutnya pada tanggal 10 Agustus 1993 melalui Keputusan Menteri Kehutanan No. 408/Kpts-II/1993 ditingkatkan menjadi hutan konservasi berupa Taman Hutan Raya (Tahura) dengan nama Tahura Wan Abdul Rachman (Tahura WAR) dengan luas 22.249,31 Ha (Dinas Kehutanan Propinsi Lampung, 2009). Menurut Dinas Kehutanan Propinsi Lampung (2009), Tahura WAR merupakan wilayah sistem penyangga kehidupan terutama dalam pengaturan tata air, menjaga kesuburan tanah, mencegah erosi, menjaga keseimbangan iklim mikro, penghasil udara bersih, menjaga siklus makanan dan pusat pengawetan keanekaragaman hayati. Selain itu, Tahura memiliki fungsi pokok sebagai kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi (UU No. 5 Tahun 1990).
2
Taman hutan raya Wan Abdul Rachman dikelilingi oleh beberapa desa salah satunya adalah Desa Sumber Agung yang merupakan bagian hulu dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Betung. Lembaga Penelitian Unila (1996) menyatakan DAS Way Betung memiliki luas 5.260 ha, dimana seluas 2.710,0 ha (51%) lahan berada di dalam kawasan Tahura WAR dan seluas 2.550,0 ha (49%) berada dalam kawasan budidaya atau Areal Penggunaan Lain (APL). Daerah aliran sungai Way Betung merupakan DAS yang memberikan pasokan air kepada masyarakat sekitar Tahura WAR maupun masyarakat Kota Bandar Lampung. Selain itu DAS Way Betung ini juga merupakan pemasok air baku untuk PDAM Way Rilau dan beberapa industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK). Menurut Yuwono (2011) kondisi hidrologi DAS Way Betung saat ini sangat memprihatinkan. Hal ini ditandai dengan menurunnya debit rata-rata minimum dari 1,1 m3/detik di tahun 1997 menjadi 0,9 m3/detik di tahun 2002. Penurunan debit air ini karena bagian hulu Tahura WAR telah mengalami perubahan penggunaan lahan hutan menjadi kebun campuran. Menurut Maryanto (2014), pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan aktifitas ekonomi menyebabkan terjadinya tekanan terhadap lahan hutan dan penurunan kapasitas infiltrasi serta meningkatnya aliran permukaan. Penyebab utama perubahan lahan ini adalah banyaknya masyarakat sekitar hutan, salah satunya yaitu masyarakat Desa Sumber Agung yang menjadi petani penggarap di lahan Tahura WAR tersebut sebagai petani Hutan Kemasyarakatan (HKm). Menurut Arafat (2014), kondisi ini akan sangat berpengaruh terhadap ketersediaan air bagi masyarakat Kota Bandar Lampung.
3
Lahan yang dikelola oleh masyarakat Desa Sumber Agung memang merupakan wilayah penyangga dan resapan air, serta menjadi sumber air baku Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Bandar Lampung. Sehingga agar pasokan air terus terjaga bagi para pengguna air maka haruslah dilakukan upaya konservasi pada lahan-lahan yang dikelola oleh masyarakat, agar pemanfaatan jasa lingkungan air dapat berlangsung secara berkelanjutan dan manfaatnya tidak hanya dapat dirasakan sekarang, akan tetapi juga untuk generasi yang akan datang (Riska dkk, 2013). Salah satu pendekatan yang dapat digunakan dalam upaya konservasi tersebut adalah Pembayaran Jasa Lingkungan (PJL) air yang selama ini belum pernah diterima oleh masyarakat Desa Sumber Agung. Pembayaran jasa lingkungan air memungkinkan masyarakat Desa Sumber Agung mendapat insentif dari pemanfaat jasa lingkungan air, sehingga masyarakat mau melakukan konservasi lahan agar ketersediaan air dapat terjamin. Ada beberapa yang harus diketahui dalam penerapan konsep PJL, yaitu nilai kesediaan menerima/Willingness to Accept (WTA) PJL airmasyarakat Desa Sumber Agung yang bertindak sebagai penyedia (provider) jasa lingkungan air dan nilai kesediaan membayar/Willingness to Pay (WTP) dari masyarakat Kota Bandar Lampung selaku pemanfaat (buyer) jasa lingkungan air. Antara nilai WTP dan nilai WTA ini haruslah selaras agar kedua belah pihak sama-sama merasa diuntungkan dengan konsep PJL ini.
Perusakan hutan Tahura WAR
mendesak dilakukan penelitian terkait dengan nilai WTA PJL air masyarakat sekitar hutan agar relisasi PJL dapat berjalan. Guna mengkaji lebih mendalam maka perlu dilakukan penelitian terkait dengan nilai WTA PJL air tersebut.
4
B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dari penelitian ini adalah: 1. Berapa nilai WTA PJL air masyarakat Desa Sumber Agung terhadap pembayaran jasa lingkungan DAS Way Betung. 2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTA PJL air. 3. Apa saja bentuk-bentuk insentif yang diinginkan masyarakat.
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui nilai kesediaan menerima pembayaran jasa lingkungan air masyarakat Desa Sumber Agung DAS Way Betung. 2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTA PJL air. 3. Mengidentifikasi bentuk-bentuk insentif yang diinginkan.
D. Manfaat penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1. Bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya. 2. Masyarakat sebagai pemahaman mengenai program PJL. 3. Pemerintah sebagai bahan pertimbangan penerapan program PJL.
E. Kerangka Pemikiran
Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman berbatasan langsung dengan beberapa desa dan salah satunya adalah Desa Sumber Agung, memiliki peran strategis dalam penyedia jasa lingkungan air. Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman
5
ini adalah hulu dari DAS Way Betung yang merupakan pemasok air baku bagi PDAM Kota Bandar Lampung.
Selain itu DAS Way Betung ini juga
dimanfaatkan oleh beberapa industri AMDK, kebutuhan rumah tangga, dan irigasi (pertanian dan sawah). Peran DAS Way Betung ini sangat penting bagi para pengguna air sehingga perlu dilakukan suatu upaya konservasi agar ketersediaan air dapat selalu terjamin. Kondisi hutan sebagai daerah resapan air bagi DAS Way Betung cukup memprihatinkan, terlihat dari penurunan kawasan hutan yang pada tahun 1990 seluas 979,2 ha menjadi 365,6 ha pada tahun 2006 (Yuwono, 2011). Tindakan konservasi memerlukan biaya yang tidak sedikit sehingga pendekatan PJL air dapat menjadi solusi untuk membiayai tindakan konservasi tersebut. Mekanisme PJL adalah masyarakat yang berada di kawasan hulu akan menjadi penyedia jasa lingkungan, dan akan menerima insentif dari masyarakat Kota Bandar Lampung maupun dari industri-industri AMDK yang menjadi pemanfaat jasa lingkungan. Maksud dan tujuan dari pemberian insentif ini adalah agar tingkat kesejahteraan masyarakat hulu lebih baik dan tersedia dana untuk melakukan upaya konservasi hutan secara berkelanjutan.
Perhitungan nilai
ekonomi dari jasa lingkungan ditentukan berdasarkan keinginan membayar dari pemanfaat dan keinginan menerima pembayaran dari penyedia sehingga akan menghasilkan suatu harga yang sesuai antara kedua belah pihak (DANIDA, 2011). Pada penelitian ini yang akan diteliti adalah nilai kesediaan menerima pembayaran oleh penyedia jasa lingkungan, agar perubahan lahan hutan menjadi kebun campuran di Tahura WAR dapat dikurangi.
6
Salah satu metode untuk mengetahui nilai WTA adalah dengan menggunakan daftar pertanyaan terhadap responden yang ada di Desa Sumber Agung, hasil ini untuk menghitung nilai rataan WTA PJL air dan total nilai WTA PJL air. Selain itu, dianalisis faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai WTA PJL air tersebut dengan menggunakan program Minitab 16.
Desa Sumber Agung
Tahura WAR
DAS Way Betung
Kebun Campuran
Pengguna Air (PDAM, Industri AMDK, Irigasi, RT)
Tindakan Konservasi
Biaya
PJL
WTA
Hutan Lestari
Air Tersedia Gambar 1. Diagram Alur Kerangka Pemikiran.