1
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Ayam dan telur bukanlah jenis makanan yang asing bagi penduduk indonesia. Kedua jenis makanan tersebut sangat mudah dijumpai dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Bahkan di desa, hampir semua penduduk menjadi peternak ayam meski dalam skala kecil. Fakta tersebut tidak menjamin bahwa tingkat konsumsi ayam dan telur penduduk Indonesia tinggi. Menurut Badan Pusat Statistik (2014) konsumsi masyarakat Indonesia rata - rata per kapita dalam seminggu terhadap daging dan telur ayam kampung pada tahun 2014 hanya 0,086 kg ayam dan 0,071 butir. Di masa mendatang ternak ayam petelur dan ayam kampung merupakan harapan untuk penyedia telur dan daging yang relatif murah, cepat dihasilkan dan terjangkau dibandingkan komoditas ternak lainnya (Anonim, 2010). Produksi telur ayam dunia pada tahun 1997 tercatat mencapai 707 milyar butir per tahun. Telur sebanyak ini dihasilkan dari 2,8 milyar ekor ayam (Axtell, 1999). Keberhasilan usaha ternak ayam petelur di Indonesia didukung oleh tersedianya bahan baku pangan berupa jagung dan hasil ikutan produk pertanian, berkembangnya pabrik makanan ternak dan obat- obatan yang semakin merata distribusinya, semakin berkembangnya industri pembibitan ayam, dan mudahnya pemasaran produk (Sudarmono, 2003). Selain ayam petelur, jenis ayam yang banyak dikenali masyarakat sebagai sumber protein hewani adalah ayam kampung atau bukan ras, ayam ini dipilih karena bibitnya mudah didapat, memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap
1
2
berbagai situasi lingkungan dan iklim yang ada, pemeliharaanya mudah serta dapat dipanen dalam waktu singkat (Cahyono,2004). Disamping keunggulan tersebut budidaya ayam buras (ayam kampung) memiliki manfaat antara lain untuk penyediaan kebutuhan protein hewani, pengisi waktu luang, pendidikan dan latihan keterampilan di kalangan remaja, tabungan di hari tua, dan mencukupi kebutuhan keluarga (Prihatman, 2000). Kesehatan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas ayam. Salah satu penyakit sering mengancam kesehatan peternakan ayam petelur adalah parasit cacing
yang dikenal dengan istilah
helminthiasis. Helminthiasis pada ayam dapat menyebabkan pertumbuhan terhambat, berat badan rendah, produksi telur menurun dan infeksi yang berat dapat menyebabkan kematian (Zalizar, 2006). Helminthiasis di Indonesia banyak dijumpai pada ayam kampung dari pada ayam petelur, hal tersebut dikarenakan peternak ayam petelur sudah banyak memahami tata kelola tentang kesehatan ayam (Zalizar & Rahayu, 2001). Parasit merupakan salah salah satu agen yang dapat menimbulkan penyakit. Pada awalnya, parasit berasal dari organisme bebas yang mengalami evolusi dan menyerupai nenek moyangnya, tetapi dalam perjalanan evolusinya organisme ini dapat menyesuaikan diri lebih baik hidup sebagai parasit. Meskipun tidak semua jenis parasit dapat membahayakan induk semangnya, namun jenisjenis parasit berbahaya memiliki banyak cara untuk merugikan induk semangnya, antara lain ; (1)Parasit penghisap darah (nyamuk dan cacing tambang), menghisap cairan limfe (kutu penghisap), atau menghisap eksudat (cacing paru-paru), (2)
3
Parasit yang dapat merasang tumbuhnya sel kanker (Spirocerca lupi), (3)Parasit yang bertindak sebagai pembawa penyakit dan parasit (nyamuk dan lalat ), dan masih banyak lagi cara parasit merugikan induk semangnya (Levine, 1994). Penyakit yang disebabkan oleh parasit cacing dapat menimbulkan kematian. Infeksi kronis dapat mengakibatkan penurunan berat badan, terhambatnya produksi serta pertumbuhan pada ternak (Soulsby, 1982). Beberapa spesies parasit cacing kerap kali ditemukan secara kebetulan waktu melakukan bedah bangkai unggas (Tabbu, 2002). Serangan parasit merupakan penyakit yang banyak menimbulkan kerugian, terutama berpengaruh terhadap produktivitas, berat badan, produksi, efisiensi reproduksi bahkan kematian pada ternak, yang akan berujung dengan kerugian ekonomis juga meningkatnya biaya pengobatan (Triakoso, 2007). Dampak lain yang timbul akibat adanya penyakit selain kematian dapat juga mengakibatkan kelumpuhan dan gangguan fungsi organ lainya (Murtidjo, 1992). Parasit cacing yang dikenal dengan istilah helminthiasis dapat dicegah dengan dua cara yakni :(1)Pencegahan, upaya pencegahan helminthiasis dengan melakukan sanitasi kandang, menghidarkan kandang dari vektor (induk semang antara) dan ternak liar dan mengusakan pengelolaan peternakan sebaik mungkin seperti mencegah kepadatan kandang yang berlebihan, mengusahakan ventilasi kandang yang cukup dan menerapkan sistim all in all out. (2)Pengobatan, usaha pengendalian parasit yang optimal biasanya dengan diberi anthelmintika (obat anti cacing ) secara berkala, Contoh pengobatan dapat dilihat pada Tabel 1.
4
Tabel 1. Program pemberian obat cacing di peternakan untuk mencegah cacingan pada masa produksi Umur
Obat Cacing
4 minggu
Vermixon(Piperazine hexahydrate 38% ) Vermizyn(Piperazine citrate 99,6 %) Vermizyn SBK (Piperazine citrate 998 mg, Excipients 1 g) Cacing Exitor (Piperazine citrate 320 mg)
8 minggu
Vermixon(Piperazine hexahydrate 38%) Levamid (Niciosamide 500 mg, Levamisole 150 mg)
Cara Pemberian Air minum Air minum/campur ransum
Air minum/campur ransum
Kapsul melalui mulut
Air minum
Campur ransum
Levamid (Niciosamide 500 mg, Levamisole 150 mg)
Campur ransum
Levamid (Niciosamide 500 mg, 22 minggu Levamisole 150 mg)
Campur ransum
14 minggu
Sumber : Tech. Support Medion (2013) (Anonim, 2014) Jenis cacing yang dapat menyerang ayam. Secara umum digolongkan menjadi 3 yaitu cacing daun (trematoda), cacing gilig (nematoda), dan cacing pita (cestoda). Dari ketiga jenis cacing tersebut, jenis nematoda dan cestoda-lah yang lebih sering ditemukan menyerang ayam komersial dan menyebabkan kerugian ekonomi cukup tinggi (Anonim, 2014).
5
Cacing gilig merupakan cacing yang bentuknya bulat dan panjang seperti benang. Beberapa contoh spesiesnya antara lain Ascaridia sp., Heterakis gallinarum, Syngamustrachea, dan Oxyspirura mansoni, namun yang paling sering menyerang ayam komersial adalah spesies Ascaridia sp., Heterakis gallinarum dan Capillaria sp. Selama hidupnya, cacing gilig melewati tiga tahap perkembangan meliputi telur, larva dan cacing dewasa. Siklus hidup cacing gilig ini tidak membutuhkan inang antara atau vektor, sehingga penularannya hanya terjadi melalui ransum, air minum, litter/sekam atau bahan lain yang tercemar oleh feses yang mengandung telur infektif (mengandung embrio larva yang siap berkembang) dari cacing gilig. Secara sederhana, siklus hidup cacing gilig berawal ketika cacing dewasa yang hidup di dalam tubuh ayam menghasilkan telur yang kemudian dikeluarkan bersama feses.Selanjutnya telur berkembang lebih lanjut menjadi telur infektif. Di lingkungan luar, jika telur infektif ditelan oleh ayam lain, maka telur akan menetas di dalam proventrikulus dan larva keluar. Setelah itu, larva akan tumbuh menjadi cacing dewasa di dalam tubuh ayam baru tersebut.Masing-masing spesies cacing gilig sebenarnya memiliki habitat berbedabeda di dalam tubuh ayam. Cacing A. galli misalnya berkembang menjadi dewasa dan berkembang biak di dalam usus halus, sedangkan Capillaria sp. di tembolok serta esofagus, dan Heterakis gallinarum di usus buntu (sekum) (Anonim, 2014). Cacing pita merupakan cacing pipih berbentuk pita, berwarna putih, dan bersegmen. Cacing ini menginfeksi ayam melalui inang antara/vektor seperti lalat rumah (Musca domestica), semut, dan kumbang. Beberapa contoh spesies cacing pita yang diketahui sering menyerang ayam komersial adalah Raillietina sp. dan
6
Davainea sp. Secara sederhana, siklus hidup cacing ini bermula ketika telur cacing pita termakan oleh inang antara, kemudian menetas di dalam saluran pencernaannya dan tetap tinggal di dalamnya hingga inang antara tersebut termakan oleh ayam (Anonim,2014). Pemaparan di atas menjelaskan adanya parasit cacing yang merugikan secara ekonomi berupa hambatan dalam pertumbuhan, penurunan bobot, penurunan dan kegagalan produksi telur serta mengakibatkan penurunan fertilitas dari telur yang dihasilkan. Penelitian ini digunakan untuk mengidentifkasi jenis cacing yang menginfeksi sistem pencernaan ayam untuk dijadikan acuan dalam sistem pemeliharaan sebagai upaya meningkatkan kesehatan dan menekan kejadian penyakit. B. TujuanPenelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui spesies parasit cacing yang menginfeksi saluran pencernaan yang berupa usus ayam kampung dan ayam petelur. C. Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat digunakan untuk menambah pengetahuan cara mengidentifikasi spesies parasit cacing yang menginfeksi pencernaan ayam kampung dan ayam petelur sehingga dapat dijadikan acuan dalam sistem pemeliharaan sebagai upaya meningkatkan kesehatan dan menekan kejadian penyakit.