BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Menurut Badan Pusat Statistik BPS (2010), diketahui jumlah penduduk indonesia mencapai 237 juta jiwa lebih, setelah merdeka hingga sampai tahun 2010 telah dilakukan enam kali sensus penduduk mulai dari tahun 1961, 1971, 1980, 1990 sampai tahun 2000. Kemudian untuk jumlah rata – rata pertumbuhan penduduk itu sendiri sekitar 1,34 % pertahun, dalam periode tahun 1990 sampai 2000. Jadi, total jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2012 diproyeksikan naik sekitar 249,2 juta jiwa, apabila tidak ditangani dengan seksama maka indonesia akan mengalami kepadatan jumlah penduduk pasti akan meningkat jika tidak ada revitalisasi dari program KB. Ledakan penduduk akan menambah jumlah mobilitas warga dimasyarakat semakin meningkat.(BPS, 2010)
Mobilitas yang meningkat, dapat mengurangi tingkat kemiskinan di pedesaan. Mobilitas mampu memfasilitasi perempuan, laki-laki, dan anak-anak didaerah pedesaan untuk lebih mudah mengakses jasa seperti pendidikan, kesehatan, keuangan, pasar, memperoleh barang dan pendapatan. Kemudian, mampu menumbuhkan partisipasi sosial, politik dan kegiatan masyarakat. Untuk itu mobilitas yang dibutuhkan akan transportasi harus sesuai dengan infrastruktur. Pelayanan transportasi akan menjadi lebih baik dan terjangkau, baik untuk pengguna kendaraan bermotor dan non bermotor. Peningkatan mobilitas warga
1
1
mengunakan jasa angkutan transportasi harus diimbangi dengan perilaku masyrakat harus mengindahkan aspek-aspek ketertiban, keselamatan dan keamanan dalam berkendara, mengakibatkan kontribusi besar terhadap terjadinya kecelakaan.
Kecelakaan lalu lintas sering kali terjadi khususnya di negara kita Indonesia, kecelakaan lalu lintas merupakan pembunuh nomor tiga di Indonesia, setelah penyakit jantung dan stroke. Menurut data Departemen Perhubungan RI angka kasus kecelakaan lalu-lintas masih sangat tinggi yaitu sekitar 91.623 kejadian di tahun 2005, pada tahun 2006 mengalami penurunan 87.062 kejadian dan menurun drastis menjadi 48.508 kejadian ditahun 2007. Kendati beberapa tahun terakhir mengalami penurunan, dari jumlah tersebut 63,19% meninggal pada 2005, sedangkan 2006 sampai 2007 berturut-turut 25,59% dan 17,30%. Dari kasus
kecelakaan
tersebut
para
korban
sering
mengalami
Trauma yang terjadi kecelakaan lalu lintas memiliki banyak bentuk, tergantung dari organ apa yang dikenai. Trauma semacam ini, secara lazim, disebut sebagai trauma benda tumpul. Ada tiga trauma yang paling sering terjadi dalam peristiwa ini, yaitu trauma kepala, fraktur (patah tulang), dan trauma dada. (Dephub RI, 2010)
fraktur terbuka bisa diketahui dengan melihat adanya tulang yang menusuk kulit dari dalam, biasanya disertai perdarahan. Adapun fraktur tertutup, bisa diketahui dengan melihat bagian yang dicurigai mengalami pembengkakan, terdapat kelainan bentuk berupa sudut yang bisa mengarah ke samping, depan,
2
atau belakang. Selain itu, ditemukan nyeri gerak, nyeri tekan, dan perpendekan tulang.( Amrizal, 2007)
Hidung merupakan unsur estetik wajah karena posisinya sentral dan menonjol pada bidang sagital wajah. Piramid nasal disusun oleh tulang yang tipis pada sentral wajah.Fraktur nasal merupakan kasus terbanyak pada trauma wajah. Trauma tumpul seperti kecelakaan motor, trauma karena olahraga, latihan fisik yang berlebihan merupakan penyebab umum terjadinya fraktur os nasal. Fraktur os nasal terjadi karena perkelahian 34%, kecelakaan 28% dan olahraga 23%. Walaupun fraktur os nasal bukan suatu yang mengancam jiwa, manajemen yang salah akan menimbulkan gangguan fungsi dan kosmetik. Fraktur os nasal disebut terbuka bila os nasal terpapar karena adanya luka robek pada kulit atau lapisan hidung. Prosedur yang digunakan untuk mengatakan fraktur tersebut terbuka jika pada luka kulit memungkinkan penyisipan instrumen atau dengan visualisasi langsung. Fraktur os nasal tertutup bila tulang nasal tidak terpapar. Fraktur nasal depress biasanya disebabkan karena trauma dari arah depan. Trauma yang kuat akan menyebabkan open-book fracture dimana septum kolaps dan tulang hidung terpapar. Trauma kraniofasial dapat mengakibatkan depress dorsum nasi disebut saddlenose. Pasien mengeluhkan hidung tersumbat dan kadangkadang harus dilakukan koreksi pembedahan pada septum. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat ditemukan bengkak pada hidung, nyeri, deformitas
3
berupa depress dari arah depan atau samping atau seluruh piramid hidung, deviasi pada satu sisi, krepitasi, epitaksis dan hidung tersumbat (Rose AT, 2009) Pada prinsipnya dalam penatalaksananaan anestesi pada suatu operasi, terdapat beberapa tahap yang harus dilaksanakan yaitu pra anestesi, tahap penatalaksana ananestesi dan pemeliharaan serta tahap pemulihan dan perawatan pasca anestesi. Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dan anestesi yang biasa dilakukan di ruang pulih sadar atau recovery room, yaitu ruangan untuk observasi pasien pasca bedah atau anestesi. Ruang pulih sadar adalah batu loncatan sebelum pasien dipindahkan ke bangsal atau masih memerlukan perawatan intensif ICU. Dengan demikian pasien pasca operasi dan anestesi dapat terhindar dari komplikasi yang disebabkan karena operasi atau pengaruh anestesinya.( Depkes RI, 2011) Peran perawat yang di antaranya adalah pemberi layanan langsung, pembuat keputusan klinik, pengamat yang membantu pasien dan keluarganya, sebagai pendidik agar pasien memahami dan mampu memelihara kesehatannya, serta menjamin pasien mendapat pertolongan dan perawatan yang dibutuhkan membuat tugas profesi ini sangat kompleks. Melihat besarnya peran perawat mencapai 70 % terhadap keselamatan pasien, mengharuskan perawat memiliki kompetensi unggul dalam menjalankan tugasnya. Dengan demikian perawat betul-betul harus menjadi coordinator of care karena perawatlah yang menetukan apa yang harus dilakukan kepada pasien. (Wirawan murti,2010)
4
B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada Post Operasi Fraktur os nasal yang dirawat di Ruang Bedah RSUD Salatiga 2. Tujuan Khusus Adapun tujuan dari penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah sebagai berikut
:
a. Penulis mampu mengkaji pada pasien fraktur. b. Penulis mampu menentukan diagnosa keperawatan yang tepat dari masalah yang timbul pada pasien fraktur. c. Penulis mampu membuat perencanaan dalam pengelolaan pasien fraktur. d. Penulis mampu mengetahui faktor penghambat dan faktor pendorong dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien fraktur. e. Penulis mampu merumuskan hal yang didapat setelah melakukan asuhan keperawatan pada pasien fraktur. C. Metode dan Tekhnik Penulisan Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data dalam bentuk studi kasus dengan pendekatan proses keperawatan yang meliputi pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Tekhnik penulisan yang digunakan meliputi
:
5
a. Pengamatan (Observasi) Tekhnik observasi partisipasi serta tindakan pengawasan, pengamatan untuk mencapai hal-hal yang berhubungan dengan keadaan klien dengan melaksanakan tindakan secara langsung pada klien sesuai dengan masalah yang dihadapi. b. Wawancara (Interview) Dalam pengumpulan data penulis berkomunikasi atau tanya jawab dengan klien maupun keluarga yang berkaitan dengan kasus ini. c. Studi Pustaka Penulis mempelajari buku – buku pustaka, jurnal untuk dijadikan pedoman teoritisnya. d. Studi Dokumentasi Mempelajari catatan medik klien sebagai salah satu sumber data dan laporan harian mengenai keadaan klien. D. Sistematika Penulisan Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang penyusunan Karya Tulis disusun dengan sistematika penulisan yang terdiri dari Lima bab yaitu: BAB I
: Pendahuluan berisi tentang latar belakang, tujuan penulisan, Metode penulisan, sistematika penulisan.
BAB II : Konsep dasar berisi tentang pengertian, anatomi dan fisiologi, Etiologi/predisposisi,
patofisiologi,
manifestasi
klinik,
6
Pemeriksaan diagnostik, Penatalaksanaan, pengkajian fokus, pathways keperawatan, Fokus intervensi dan rasional. BAB III : Tinjauan kasus berisi tentang laporan hasil dari asuhan Keperawatan pada klien Post Operasi Fraktur yang meliputi: Pengkajian Diagnosa Keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi. BAB IV
: Berisi tentang pembahasan
BABV
: Penutup yang berisi kesimpulan dan saran.
7