I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lanjut usia atau disebut sebagai lansia adalah seseorang yang berusia lebih dari 60 tahun atau lebih (Departemen Kesehatan RI, 2001). Populasi penduduk lansia bertambah lebih cepat dibandingkan kelompok usia lain karena meningkatnya usia harapan hidup (United Nation Population Division, 2003). Tahun 2050 diperkirakan penduduk lansia berjumlah 2 milyar orang dan 80% di antaranya bermukim di negara berkembang (World Health Organization, 2002). Hasil sensus penduduk Indonesia tahun 2010 menunjukkan bahwa Indonesia termasuk lima besar negara dengan jumlah penduduk lanjut usia terbanyak di dunia yakni 18,1 juta jiwa atau 9,6 persen dari jumlah penduduk (Badan Pusat Statistik, 2010). Tahun 2020 diperkirakan jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia akan mencapai 28,8 juta orang dengan peningkatan sekitar 11,35% dan usia harapan hidup 71,1 tahun. Tahun 2020-2025 peningkatan kependudukan lanjut usia di Indonesia akan berada di peringkat empat dunia di bawah Cina, India, dan Amerika Serikat (Boedhi-Dharmojo, 2011). Peningkatan usia harapan hidup dan jumlah penduduk lansia meningkatkan kebutuhan perawatan sosial, kesehatan, dan pengaturan pola makan (Heimburger dan Weinsier, 2006). Persoalan kesehatan lansia bervariasi, baik akibat proses fisiologis degeneratif atau patologis. Proses fisiologis degeneratif adalah proses yang berjalan secara terus menerus dan berlanjut secara alamiah, dimulai sejak lahir
1
2
dan secara umum dialami oleh semua makhluk hidup (Viidik, 1996). Proses tersebut merupakan proses yang normal terjadi pada setiap manusia dan bukan merupakan suatu penyakit (Kiyak, 1993). Proses patologis pada lansia merupakan gabungan dari kelainan-kelainan yang timbul akibat penyakit-penyakit terdahulu dan proses degeneratif yang kompleks (Qato dkk., 2008). Salah satu penurunan fungsional pada lansia adalah ketajaman indera. Penginderaan adalah proses mental dan fisik yang menyebabkan seseorang dapat memperoleh informasi dari lingkungan sekitar melalui organ tubuhnya, yaitu mata, telinga, kulit, lidah, hidung, dan organ indera lainnya. Lima indera utama yang berkaitan dengan organ di atas adalah penglihatan, pendengaran, perabaan, pengecapan, dan penciuman (Tortora dan Derrickson, 2006). Manusia mengalami penurunan ketajaman panca indera dimulai pada usia pertengahan 40 tahun, dengan penurunan ketajaman pengecapan dimulai pada usia pertengahan 60 tahun. Fungsi pengecapan dapat menurun hingga 40% saat mencapai usia 70 tahun. Penurunan fungsi pengecapan berpengaruh pertama kali pada fungsi pengecapan rasa manis dan rasa asin (Hoyer dan Rodin, 2003). Siewe (2000) mengatakan bahwa fungsi pengecapan menurun pada lansia, namun jarang hilang sama sekali. Lansia masih mampu merasakan rasa manis, asam, pahit, maupun asin secara baik jika rasa tersebut berasal dari larutan dengan konsentrasi tinggi. Lansia akan menambahkan lebih banyak garam untuk menguatkan rasa dan meningkatkan selera makan (Siewe, 2000). Kebiasaan ini dapat berdampak pada peningkatan tekanan darah (Kemmet dan Brotherson, 2008).
3
Asupan garam yang tinggi menyebabkan hipertensi karena garam menarik cairan ke pembuluh darah dan meningkatkan reabsorbsi cairan di ginjal. Hal ini dapat meningkatkan curah jantung. Curah jantung yang tinggi membuat nutrisi terdistribusi lebih cepat dan pembuluh darah akan menyempit untuk mempertahankan keadaan homeostasis. Pembuluh darah yang menyempit menyebabkan tekanan pada pembuluh darah makin tinggi (Vikrant dan Tiwari, 2001). Peningkatan tekanan darah atau hipertensi merupakan suatu kondisi medis kronis di mana tekanan darah arteri meningkat hingga sama dengan atau lebih dari 140/90 mmHg (Carretero dan Oparil, 2000). Lansia cenderung memiliki tekanan darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan usia dewasa muda (Pickering dkk., 2005). Faktor predisposisi tekanan darah tinggi antara lain diet tinggi garam, stres, kebiasaan merokok, tingkat kolesterol tinggi, gangguan toleransi glukosa atau pembengkakan bilik kiri jantung (Bricker dkk., 2012). Hipertensi menjadi perhatian utama pada lansia karena insidensinya cukup tinggi dan menjadi faktor utama gagal jantung dan penyakit jantung koroner. Hipertensi juga merupakan faktor risiko terjadinya stroke, penyakit jantung kongestif, dan penyakit serebrovaskular sekaligus menjadi salah satu faktor risiko kematian pada orang lansia (Martono, 2011). Penelitian mengenai hubungan antara fungsi pengecapan rasa asin dengan status tekanan darah perlu dilakukan karena belum ada penelitian tentang masalah tersebut di Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian ini diharapkan mampu
4
menjadi acuan peyusunan penatalaksanaan kesehatan lansia dengan penurunan fungsi pengecapan rasa asin. B. Rumusan Masalah Berdasar latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan apakah terdapat hubungan antara fungsi pengecapan rasa asin dengan status tekanan darah pada lansia.
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara fungsi pengecapan rasa asin dengan status tekanan darah pada lansia.
D.
Keaslian Penelitian
Penelitian Sunariani dkk. (2007) di Surabaya menunjukkan bahwa sensitivitas rasa asin pada wanita lansia lebih tinggi daripada wanita usia produktif. Penelitian Piovesana dkk. (2013) di Brazil menunjukkan bahwa terdapat asupan garam ditemukan lebih tinggi pada subyek hipertensi daripada subyek normotensi. Perbedaan dengan penelitian ini adalah penelitian terdahulu tidak meneliti hubungan sensitivitas pengecapan rasa asin dengan status tekanan darah, yaitu normotensi, hipertensi, dan hipotensi.
5
E. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah: 1.
Memberikan informasi ilmiah mengenai hubungan fungsi pengecapan rasa asin terhadap status tekanan darah pada lansia.
2.
Sebagai acuan untuk penelitian lebih lanjut dalam penatalaksanaan kesehatan masyarakat lanjut usia dengan penurunan fungsi pengecapan.