RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12/PUU-XIV/2016 “Waktu Penyelesaian, Produk Hukum penyelesaian BNP2TKI, dan Proses Penyelesaian Sengketa Antara TKI dengan PPTKIS Belum Diatur Di UU 39/2004”
I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015. II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Pasal 85 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri (UU 39/2004). III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Penjelasan Pemohon mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah: 1. Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) menyatakan: “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.” 2. Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa salah satu kewenangan Mahkamah
Konstitusi
adalah
melakukan
pengujian
Undang-Undang
terhadap UUD 1945; 3. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) menyatakan bahwa: “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”;
1
4. Bahwa objek permohonan adalah pengujian materiil Pasal 85 ayat (2) Undang-Undang
Nomor
39
Tahun
2004
tentang
Penempatan
dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Luar Negeri (UU 39/2004), oleh karena itu Mahkamah berwenang untuk melakukan pengujian UndangUndang a quo. IV. KEDUDUKAN HUKUM PEMOHON (LEGAL STANDING) 1. Berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK: “Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu: (a) perorangan WNI, (b) kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan RI yang diatur dalam undang-undang, (c) badan hukum publik dan privat, atau (d) lembaga negara”. 2. Berdasarkan Putusan MK Nomor 006/PUU-III/2005 dan Nomor 010/PUU/III/2005 menyatakan bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional harus memenuhi 5 (lima) syarat yaitu: a. adanya hak konstitusional para Pemohon yang diberikan oleh UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. b. hak konstitusional para Pemohon tersebut dianggap oleh para Pemohon telah dirugikan oleh suatu Undang-Undang yang diuji. c. kerugian konstitusional para Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik atau khusus dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi. d. adanya hubungan sebab akibat antara kerugian dan berlakunya UndangUndang yang dimohonkan untuk diuji. e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi. 3. Pemohon adalah Ketua Serikat Pekerja Indonesia Luar Negeri yaitu yang organisasi
yang
memperjuangkan,
melindungi,
membela
hak
dan
kepentingan anggota, serta meningkatkan kualitas hidup kesejahteraan Tenaga Kerja Indonesia (TKI), baik pra, masa dan purna penempatan. 4. Pemohon merasa dirugikan dengan berlakunya ketentuan Pasal 85 ayat (2) UU 39/2004 karena dalam pasal a quo hanya mengatur tentang hak untuk mengajukan musyawarah dan meminta instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan, tidak diatur mengenai waktu penyelesaian, produk 2
hukum penyelesaian oleh BNP2TKI dan bagaimana proses penyelesaian selanjutnya jika upaya yang difasilitasi BNP2TKI tidak mencapai mufakat. V. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN DAN NORMA UUD 1945 A. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN Pengujian Materiil UU 39/2004: Pasal 85 ayat (2): “Dalam hal penyelesaian secara musyawarah tidak tercapai, maka salah satu atau kedua belah pihak dapat meminta bantuan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota, Provinsi atau Pemerintah.” B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR 1945. 1. Pasal 28D ayat (1): “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.” VI. ALASAN PERMOHONAN 1. Bahwa UU 39/2004, hanya mengatur upaya penyelesaian perselisihan TKI dengan PPTKIS akibat dari penyimpangan perjanjian penempatan, hanya ditingkat instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota, Provinsi atau Pemerintah (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI); 2. Upaya penyelesaian pada tingkatan instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan, menimbulkan persoalan hukum bagi Pemohon yang berakibat pada kepastian hukum TKI untuk mendapatkan hak-hak yang belum dipenuhi oleh PPTKIS, yaitu, bagaimana jika upaya musyawarah yang difasilitasi oleh instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan, tidak mencapai mufakat? 3. Bahwa kewajiban PPTKIS yang harus dimuat dalam perjanjian penempatan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2) huruf d, e, f, h, dan i UU 39/2004, merupakan bagian dari hak-hak TKI;
3
4. Bahwa menurut Pemohon, hingga kini Pemerintah tidak atau belum mengatur upaya hukum lain beserta waktu penyelesaiannya, apabila upaya musyawarah yang difasilitasi oleh instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan, tidak mencapai mufakat; 5. Bahwa Pemohon dan juga TKI yang hak-haknya berdasarkan perjanjian penempatan belum dipenuhi, telah tidak atau belum mendapatkan perlindungan dan kepastian hukum dihadapan hukum, terhadap kelanjutan penyelesaian perselisihannya dengan PPTKIS yang tidak atau belum memenuhi
kewajibannya
sebagaimana
tertuang
dalam
perjanjian
penempatan, meskipun telah difasilitasi oleh instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan; 6. Bahwa oleh
karena belum adanya perlindungan dan kepastian hukum
terhadap kelanjutan penyelesaian perselisihannya dengan PPTKIS yang tidak atau belum memenuhi kewajibannya sebagaimana tertuang dalam perjanjian penempatan, meskipun telah difasilitasi oleh instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan, maka Pasal 85 ayat (2) UU 39/2004 bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945; 7. Bahwa dengan demikian, apabila upaya musyawarah dalam rangka mendapatkan hak-hak TKI didalam perjanjian penempatan yang belum dipenuhi
oleh
PPTKIS,
setelah
difasilitasi
oleh
instansi
yang
bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan, tidak mencapai mufakat. Maka ketentuan Pasal 85 ayat (2) UU 39/2004, haruslah dinyatakan inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai : “Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dapat mengajukan gugatan perselisihan hak akibat tidak dipenuhinya hak-haknya yang tertuang dalam perjanjian penempatan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial terhadap Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS), dengan syarat telah dilaksanakan musyawarah namun tidak mencapai kesepakatan atau salah satu pihak menolak musyawarah, dan telah dilakukan upaya penyelesaian di instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota, Provinsi atau Pemerintah”.
4
VII. PETITUM 1. Mengabulkan Permohonan Pemohon; 1.1. Pasal 85 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4445), bertentangan
dengan
Undang-Undang
Dasar
Negara
Republik
Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai : “Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dapat mengajukan gugatan perselisihan hak akibat tidak dipenuhinya hak-haknya yang tertuang dalam perjanjian penempatan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial terhadap Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS), dengan syarat telah dilaksanakan musyawarah namun tidak mencapai kesepakatan atau salah satu pihak menolak musyawarah, dan telah dilakukan upaya penyelesaian di instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota, Provinsi atau Pemerintah”; 1.2. Pasal 85 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4445), tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai :
“Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dapat mengajukan gugatan perselisihan hak akibat tidak dipenuhinya hak-haknya yang tertuang dalam perjanjian penempatan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial terhadap Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS), dengan syarat telah dilaksanakan musyawarah namun tidak mencapai kesepakatan atau salah satu pihak menolak musyawarah, dan telah dilakukan upaya penyelesaian di instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota, Provinsi atau Pemerintah”; 2. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Atau, apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono). 5