Modul ke:
Human Relations Memahami Konsep Dasar Human Relations
Fakultas
Ilmu Komunikasi Program Studi
Hubungan Masyarakat www.mercubuana.ac.id
Amin Shabana
Tinjauan Histroris Jack Hallowan dalam bukunya “Apllied Human Relation, An Organizational Approach,” menyebutkan bahwa awal gerakan human relation yakni sekitar tahun 1850 ketika perhatian ditumpahkan kepada kebutuhan para pekerja dan tatkala disadari bagaimana kebutuhan tersebut mempengaruhi keseluruhan produktivitas. Pada masa ini para manajer memandang para pekerja sebagai komoditi untuk dijual dan dibeli seperti komoditi lainnya. Bekerja sehari-harian yang teramat lama dengan upah yang rendah serta kondisi kerja yang menyedihkan merupakan kenyataan bagi kehidupan rata-rata pekerja. Kemudian muncul Frederick Taylor dengan teorinya yang terkenal dinamakan “scientific management” menyatakan bahwa produktivitas yang lebih besar akan dapat diperoleh dengan memerinci tugas-tugas secara khusus. Tujuan utama dari“scientific management” adalah “untuk menghilangkan antagonisme antara majikan dan bawahannya.” Dia merasa yakin bahwa apabila para pengusaha dan para pekerjanya bersama-sama mengkonsentrasikan dirinya pada metode untuk meningkatkan produksi dan bersama-sama menumpahkan perhatian terhadap peningkatan, bukannya mempersoalkan pembagian surplus maka surplus tersebut akan menjadi sedemikian besarnya sehingga tidak akan menimbulkan konflik mengenai bagaimana membaginya karena sudah lebih dari cukup.
lanjutan Teori Taylor ini ternyata mendapat kecaman juga yakni bahwa manajemen ilmiah tersebut cenderung untuk lebih mengeksploitasi para pekerja daripada memberikan keuntungan kepadanya. Dikatakan bahwa teori tersebut menitikberatkan kontrol dan disiplin pada pengrusakan morale atau daya juang para pekerja. Si pencipta scientific management itu dituduh menganggap para pekerja semata-mata alat ekonomi, dipisahkan, hampir-hampir mekanik dan merupakan bagian dari proses produksi bukan sebagai manusia dengan kebutuhannya. Lepas dari banyaknya kecaman tersebut, pengenalan scientific management itu telah meluas pula ke kalangan industriawan dan para manager. Dengan menyebarnya teknikteknik manajemen ilmiah itu dalam rangka meningkatkan penentuan tugas dan produser penempatan para pekerja para usahawan dan industriawan menyadari bahwa kemampuan para pekerja secara individual adalah unik. Pada tahun 1920 citra para pekerja telah berubah banyak dibandingkan dengan tahun-tahun pada waktu peralihan abad. Pandangan baru menyatakan bahwa semua pekerja adalah manusia-manusia yang komplek dan unik yakni bahwa ketrampilan dan kemampuannya secara individual dapat diukur, diuji dan dilatih. Seorang pekerja secara individual dapat dianggap sebagai perpaduan dari berbagai sifat, sifat yang dapat diukur secara cermat dan dikembangkan dengan latihan yang tepat.
lanjutan •
•
Selama dekade ini para manajer menjadi percaya bahwa testing dapat memecahkan, jika tidak seluruh masalah, setidak-tidaknya penentuan tugas, penempatan dan kenaikan pangkat. Pada waktu yang sama ketika citra baru dari para pekerja berkenan di hati para manajer, serikat buruh menjadi semakin kuat. Antara tahun 1897 dan 1904 di Amerika Serikat keanggotaan serikat buruh meningkat dari 400.000 menjadi 2 juta. Dan pada tahun 1920 serikat-serikat buruh di seluruh negeri telah mendapat pengakuan dari para industriawan beserta para manajernya. Perkembangan yang terpisah, teknik-teknik manajemen ilmiah, perjuangan pemimpin-pemimpin serikat buruh, dan teknologi yang berubah cepat, kesemuanya menuju kepada pengakuan bahwa seorang pekerja adalah manusia dengan segala kebutuhannya. Ketiga perkembangan tersebut juga menyebabkan para manajer mengkaji kembali citranya masing-masing. Mereka menilik diri dan mulai mempertanyakan kearifannya mengenai pandangan-pandangan yang tradisional terhadap gaya kepemimpinan dan pengambilan keputusannya.
•
Pada pertengahan tahun 1920 titik vokal dari pendekatan humanistik dalam bisnis dan industri adalah Studi Hawthorne yang sangat terkenal yang dilakukan oelh Elton Mayo dan kawankawannya pada National Research Council yang bekerjasama dengan Massachusetts Institute of Technology. Regu Mayo ini memulai studinya mengenai efek penerangan lampu, ventilasi dan kepenatan para pekerja Hawthorne Plant of Western Electric. Setelah eksperimen yang berlangsung selama beberapa tahun itu selesai, menjadi jelas bagi para peneliti bagaimana pentingnya faktor-faktor morale atau daya juang kelompok dan motivasi pribadi. Sebagai kesimpulan, studi Hawthorne itu menunjukkan bahwa dengan pengukuran secara kuantitatif, interaksi normal dari para pekerja yang sedang melakukan tugasnya selamanya menciptakan suatu jaringan sosial yang dinamakan organisasi informal yang amat besar pengaruhnya terhadap pola tingkah laku para pekerja.
•
Sejak itu bagi manajemen, sudah tidak mungkin lagi memandang para pekerja semata-mata sebagai alat ekonomi atau sebagai unit yang terpisahkan dari proses produksi. Mereka harus dilihat sebagai manusia yang kompleks yang interaksinya berpengaruh terhadap hasil produksi secara keseluruhan tanpa mempersoalkan proses teknologi yang rumit. Perhatian dan minat terhadap human relation itu pernah menurun di sekitar tahun 1930-an selama berlangsungnya depresi di Amerika Serikat. Tetapi pada tahun-tahun Perang Dunia II dan sesudahnya para industriawan dan usahawan telah menunjukkan pengertian yang lebih mendalam terhadap hubungan antara produktivitas dan kepuasan hati para pekerja. Sejak itu amat banyak studi yang dilakukan dan diterbitkan oleh para teoritisi bisnis dan ilmuwan sosial.
Menurut Jack Hallowan, dua di antaranya yang dianggap paling penting adalah karya McGregor mengenai teori management tradisional yang ia namakan Theory X sebagai lawan dari pendekatan humanistik yang disebut Theory Y dan studi Abraham Maslow mengenai “jenjang kebutuhan manusia” (hierarchy of human needs). Kontribusi kepada disiplin ilmu yang cepat berkembang itu mengalami peningkatan selama tahun 1940-an dan 1950-an. Berbagai studi dilakukan, di antaranya oleh para psikolog seperti Carl Rogers dan Kurt Lewin; para sosiolog Daniel Bell dan C.Wright Mills; dan para manajer organisasi-organisasi besar antara lain Chester I. Barnard. Pada tahun 1960-an dan 1970-an para usahawan di berbagai negara maju telah menunjukkan penilaiannya bagaimana pentingnya kontribusi secara teoritis dan eksperimental tersebut.
Pengertian Human Relations •
Ciri hakiki bukan dalam human relations bukan human (manusia) dalam pengertian wujud manusia (human being), melainkan dalam makna proses rohaniah yang tertuju kepada kebahagiaan, berdasarkan atas watak, sifat perangai, kepribadian sifat tingkah laku. dan berbagai aspek kejiwaan lainnya yang terdapat dalam diri manusia. Dengan kata lain, faktor manusia dalam relations ini bukan dalam wujudnya, melainkan sifat-sifat, watak, tingkah laku, atau aspek psikis lainnya pada diri manusia.
•
Dengan demikian terjemahan yang paling mendekati makna dan maksud human relations adalah hubungan manusiawi atau hubungan insani.
•
Sifat hubungan dalam human relations tidak seperti orang berkomunikasi biasa, bukan hanya merupakan penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain, melainkan hubungan antara orang-orang yang berkomunikasi itu mengandung unsur-unsur kejiwaan yang amat mendalam.
lanjutan • Ditinjau dari ilmu komunikasi, hubungan manusiawi itu termasuk ke dalam komunikasi antarpersona (interpersonal communication) sebab berlangsung pada umumnya antara dua orang secara dialogis. Dikatakan bahwa hubungan manusiawi itu komunikasi karena sifatnya action oriented, mengandung kegiatan untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang. • Komunikasi antarpribadi yang manusiawi berarti komunikasi yang telah memasuki tahap psikologis yang komunikator dan komunikannya saling memahami pikiran, perasaan dan melakukan tindakan bersama. Ini juga berarti bahwa apabila kita hendak menciptakan suatu komunikasi yang penuh dengan keakraban yang didahului oleh pertukaran informasi tentang identitas dan masalah pribadi yang bersifat sosial.
lanjutan • Human relations adalah suatu proses komunikasi yang dilakukan oleh 2 orang atau lebih untuk mencapai kepuasan bersama yang memperhatikan aspek manusiawi melalui pendekatan persuasif atau tatap muka dan didasari motif. Aspek manusiawi yaitu aspek yang sudah lahir dari kodrat manusianya seperti sifat, bakat, minat dan perilakunya serta perangainya. Di negara yang sudah maju human relations semakin mendapat perhatian para manajer dalam organisasi, karena semakin dirasakan pentingnya dalam memecahkan berbagai masalah yang menyangkut faktor manusia dalam manajemen. Human relations juga dirasakan penting oleh para manajer untuk menghilangkan akibat salah komunikasi dan salah interpretasi yang terjadi antara manajer beserta karyawan dengan publik di luar organisasi.
Human Relations dalam organisasi dinilai sangat penting dalam menciptakan hubungan kerja, suasana kerja dan motivasi kerja. Serta dalam menciptakan gairah dan semangat kerja. Human Relations itu perlu diterapkan oleh Pimpinan untuk mengarahkan bawahannya dalam mencapai tujuan organisasi. Uraian tersebut dipertegas lagi oleh Effendy yang mengatakan bahwa : Human Relations sebagai seni dan ilmu pengetahuan adalah pengintegrasian orang-orang ke dalam suatu situasi kerja yang menggiatkan mereka untuk bekerja bersama-sama serta dengan rasa puas, baik kepuasan ekonomi, psikologis, maupun sosial atau Human Relations pengembangan usaha kelompok karyawan secara produktif dan memuaskan. (Effendy, 1983 :51). Mengingat pentingnya faktor manusia dalam proses pencapaian tujuan organisasi adalah sangatlah wajar apabila Pimpinan organisasi benar-benar memperhatikan pelaksanaan Human Relations dalam menggerakkan dan mengarahkan serta membimbing para pegawai agar dapat bekerja dengan penuh disiplin dan melaksanakan tugas sebagaimana mestinya.
• Sementara itu Sondang P Siagian mengemukakan pengertian Human Relations sebagai berikut : “Keseluruhan hubungan, baik yang bersifat formal, antara atasan dengan bawahan, atasan dengan atasan, serta bawahan dengan bawahan yang lain yang harus di bina dan di pelihara sedemikian rupa sehingga tercipta suatu teamwork dan suasana kerja yang intim dan harmonis dalam rangka pencapaian tujuan”. (Siagian, 1998 : 7) • Keseluruhan rangkaian hubungan di dalam suatu organisasi baik secara formal dalam suasana kedinasan maupun hubungan informal dalam bentuk kunjungan kekeluargaan akan mempengaruhi terhadap meningkatnya gairah kerja.selain itu juga terhadap kesungguhan orang-orang yang ada dalam organisasi dalam memberikan pelayanan kepada il i
lanjutan Dalam meningkatkan produktivitas kerja pegawai, peranan pemimpin sangatlah penting. Pimpinan dalam melaksanakan pembinaan pegawai mutlak diperlukan untuk memberikan motivasi atau dorongan dan semangat kerja kepada setiap pegawai, sehingga produktivitas kerja pegawai dapat ditingkatkan dan tujuan organisasi dapat dicapai secara efektif dan efisien. Untuk itulah maka seorang pimpinan perlu melaksanakan fungsi Human Relations dengan baik di dalam organisasi agar dapat lebih meningkatkan produktivitas kerja pegawai sehingga tujuan organisasi yang telah ditentukan dapat tercapai dengan baik. Dilihat dari aspek manajemen, Human Relations berkaitan erat dengan pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen seperti perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan, pengawasan, dan sebagainya. Hal itu berarti bahwa fungsifungsi tersebut dijalankan oleh pimpinan bersamaan dengan pelaksanaan Human Relations.
lanjutan Dalam hubungan ini Sondang P Siagian, menyatakan bahwa : Human Relations merupakan inti daripada kepemimpinan karena cara penggerakkan bawahan sekarang adalah mempunyai cita-cita, temperamen, dan harapan-harapan. Di samping itu perlu diperhatikan bahwa tidak ada dua individu yang sama dalam segala hal meskipun ada tujuan-tujuan manusia yang sifatnya universal. Misalnya, setiap manusia ingin bebas, ingin dihargai, ingin memperoleh kemajuan dalam hidup dan sebagainya. (Siagian, 1998 : 91-92).
Fungsi dan Tujuan Human Relations Fungsi Human Relations bagi organisasi dan pelaksanaannya adalah identik dengan maksud dan tujuan dijadikannya Human Relations seperti yang telah dikemukakan oleh H.R Danan Djaja : 1. Mencegah salah pengertian antara pimpinan dan bawahan 2. Mengembangkan kerjasama antara pimpinan dengan bawahan 3. Dapat membentuk suatu kelompok kerja atau group dynamic atau team work yang efektif. 4. Mengarahkan individu dalam kelompok kepada satu tujuan. (Djaja, 1985 : 63) Dari hal diatas dapat disimpulkan bahwa Human Relations tidak lepas dari individu yang harus menjalankan fungsinya dengan mengikuti peraturan-peraturan yang berorientasi kepada pencapaian sasaran. Pencapaian sasaran ini memungkinkan orang bekerja dengan memperoleh kepuasan dari hasilnya.
lanjutan . Kemudian Keith Davis memberikan pengertian Human Relations ditinjau dari sudut Pimpinan yang mempunyai tugas memimpin kelompoknya dan mempertanggung jawabkannya yang dikutip oleh Oemi Abdurrachman, yaitu: ”Human Relations adalah interaksi dari orang-orang kedalam suasana kerja dengan memotivasi , mereka akan bekerja bersama-sama secara produktif, kooperatif dengan kepuasan baik mengenai segi ekonominya maupun psikologi dan sosialnya. Human Relations yang efektif adalah usaha untuk memenuhi kebutuhan orang-orang itu, memberikan kepuasan pada mereka dengan batasbatas kemampuan badan itu”. (Abdurrachman, 1993:81) Dalam interaksi atau dalam hubungan tersebut, terdapat ciri hakiki Human Relations yakni bahwa pengertian Human Relations dalam makna proses rohaniah pemimpin dengan bawahan dan sebaliknya antara bawahan dengan bawahan yang lain untuk mendapatkan kepuasan hati, semangat kerja, kerjasama moral serta disiplin yang tinggi dari para pegawai, sehingga dapat dicapai produksi yang tinggi. Apabila tujuan tersebut dapat tercapai, berarti orang-orang dalam organisasi itu benar-benar bekerjasama dengan tujuan dan dorongan bersama.
Ruang Lingkup Human Relations Berdasarkan lingkupan human relations terdapat dua pengertian yakni human relations dalam arti luas dan human relations dalam arti sempit. Human relations dalam arti luas Human relations dalam arti luas adalah interaksi antarmanusia yang biasanya bersifat komunikasi persuasif yang dilakukan oleh seorang kepada orang lain secara tatap muka, dalam semua situasi atau semua bidang kehidupan sehingga menimbulkan kebahagiaan dan kepuasaan hati. Dengan demikian, human relations dalam arti luas dapat terjadi di mana saja, seperti di rumah, di jalanan, dalam kendaraan, dan lain-lain di mana setiap dapat melakukannya dengan komunikasi yang baik sehingga saling memuaskan individu yang terlibat di dalamnya Human relations dalam arti sempit Human relations dalam arti sempit adalah komunikasi persuasif yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain secara tatap muka dalam situasi kerja dan dalam organisasi kekaryaan atau dalam suatu kegiatan dengan tujuan untuk menggugah, menggairahkan, atau membangkitkan semangat kerja sama yang produktif dengan perasaan bahagia dan puas hati. Contohnya komunikasi kekaryaan antara orang perorangan dalam struktur organisasi formal, perusahaan, termasuk komunikasi antara mahasiswa dengan warga masyarakat dalam kegiatan Kuliah Kerja Nyata,
Kunci Aktivitas Human Relations Kunci aktivitas human relations adalah memotivasi. Dengan demikian, dalam kegiatan human relationss orang-orang yang berinteraksi di dalamnya harus mampu memotivasi agar dapat mencapai tujuan yang telah dirumuskan, dengan cara berkomunikasi yang bersifat manusiawi yang pada akhirya mereka mau bekerja, bergerak, atau melakukan seuatu sehingga menimbulkan kepuasan pada kedua belah pihak. Jadi, sebuah komunikasi yang terjadi baru bisa dikatakan sebagai sebuah Human relations apabila dalam komunikasi tersebut kedua belah pihak saling berinteraksi, berkomunikasi, dan memberikan kepuasan batin serta kebahagiaan bagi kedua belah pihak tersebut. Bertolak dari uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa kunci aktivitas human relationss adalah “Hubungan antar insani di mana terjadi komunikasi yang persuasive-sugestif yang memberikan kepuasan batin kepada kedua belah pihak”.
Teknik-teknik Human Relations Menurut R.F. Maier dalam bukunya, Principle of Human relations, “Hubungan manusiawi dapat dilakukan untuk menghilangkan hambatan-hambatan komunikasi, meniadakan salah pengertian, dan mengembangkan segi konstruktif sifat tabiat manusia.”
Dalam kegiatan hubungan manusiawi ada cara untuk teknik yang bisa digunakan untuk membantu mengembangkan dimensi konstruktif seseorang, yakni dengan apa yang disebut counseling (karena tidak ada perkataan bahasa Indonesia yang tepat, istilah ini dapat di-Indonesia-kan menjadi konseling).
lanjutan Tujuan konseling ialah membantu konseli (counselee), yakni seseorang yang menghadapi masalah atau yang menderita frustasi, untuk memecahkan masalahnya sendiri atau mengusahakan terciptanya suasana yang menimbulkan keberanian untuk memecahkan masalahnya. Ini tidak berarti bahwa konselor memberikan arah yang khusus untuk dituruti oleh konseli. Konselor hanya memberikan nasihat. Konseli sendiri yang harus mengambil kesimpulan dan keputusan berdasarkan jalan yang dipilihnya sendiri. Jadi, konselor membantu konseli memperoleh pengertian tentang masalahnya. Selama masalahnya belum dimengerti dengan jelas untuk dihadapinya dengan jujur, tidak akan dapat diambil langkah-langkah pemecahannya. Aspek ini menyangkut perasaan. Konselor akan berhasil apabila ia memahami benar-benar frame of reference konseli, seperti pengalamannya, taraf pengetahuannya, agamanya, pandangan hidupnya, dan sebagainya.
lanjutan Ini pula yang harus dipahami oleh setiap mahasiswa yang sedang melakukan kegiatan Kuliah Kerja Nyata, terutama bagi mereka yang berhadapan langsung dengan masyarakat. Sebagai insane intelektual, seorang mahasiswa harus sudah mampu menunjukan kualitas intelektualitasnya dengan membantu masyarakat untuk memecahkan problem yang dihadapinya secara benar, tepat, dan akurat. Dalam kontrek itulah, seorang mahasiswa dapat betindak sebagai konselor, sedangkan masyarakat adalah konseli-nya. Dalam kegiatan human relations terdapat dua jenis konseling, bergantung pada pendekatan (approach) yang dilakukan. Kedua jenis konseling tersebut ialah directive counseling, yakni konseling yang lansung terarah, dan non-directive counseling yakni konseling yang tidak langsung terarah.
Hambatan Human Relations 1. Hambatan human relations pada umumnya mempunyai dua sifat, yaitu objektif dan subjektif. Hambatan yang sifatnya objektif adalah gangguan dan halangan terhadap jalannya human relations yang tidak disengaja dibuat oleh pihak lain, tetapi mungkin disebabkan oleh keadaan yang tidak menguntungkan. Misalnya, gangguan kebisingan lalu lintas terhadap ceramah di sebuah tempat tepi jalan raya merupakan rintangan yang berisfat objektif. Rintangan atau hambatan yang bersifat objektif ini mungkin pula disebabkan oleh kurangnya kemampuan berkomunikasi, misalnya seseorang memiliki “field of experience” yang tidak “in tune” antara komunikator dan komunikan, pendekatan penyajian yang kurang baik, waktu yang tidak tepat, penggunaan media yang keliru, dan sebagainya.
2. Hambatan yang bersifat subjektif ialah yang sengaja dibuat oleh orang lain sehingga merupakan gangguan, penentangan terhadap suatu usaha komunikasi. Dasar gangguan dan penentangan ini biasanya disebabkan karena adanya pertentangan kepentingan, prejudice, tamak, iri hati, apatisme dan sebagainya. 3. Faktor kepentingan dan prasangka merupakan faktor yang paling berat karena usaha yang paling sulit bagi seorang komunikator ialah mengadakan komunikasi dengan orang-orang yang jelas tidak menyenangi komunikator atau menyajikan pesan komunikasi yang berlawanan dengan fakta atau isinya yang mengganggu suatu kepentingan.
4. Apabila seseorang dikonfrontasikan dengan suatu bentuk komunikasi yang tidak disukainya karena mengganggu kedudukan pendidikan, atau kepentingannya maka orang tersebut biasanya mencemoohkan komunikasi tersebut atau mungkin pula mengelakkan dan secara acuh tak acuh mendiskreditkan pesan komunikasi sebagai hal yang sukar dimengerti.
5. Gejala mencemoohkan dan mengelakkan suatu komunikasi untuk kemudian mendiskreditkan atau menyesatkan pesan komunikasi, dinamakan evasion of communication.
Persepsi interpersonal dalam HR Persepsi kita bukan sekadar rekaman peristiwa atau objek. Komputer hanya mengolah input yang dimasukkan pada waktu punching. Bila pada kolom 12 ditulis tujuh, komputer tidak akan mengubahnya menjadi delapan. Tidak begitu persepsi manusia. Pengaruh kebutuhan, kesiapan mental, suasana emosional, dan latar belakang budaya, menentukan interpretasi kita pada sensasi. Bila objek atau peristiwa di dunia luar kita sebut distal stimuli dan persepsi kita tentang stimuli itu kita sebut percept maka percept tidak selalu sama dengan distal stimuli. Proses subjektif yang secara aktif menafsirkan stimuli disebut Fritz Heider sebagai constructive process. Proses ini meliputi faktor biologis dan sosiopsikologis individu pelaku persepsi.
Terima Kasih Nama Dosen