Buletin OPINI olah pikir:wandi
HUKUM VS HAM epatah lama mengatakan “semut disebrang lautan jelas terlihat, tapi gajah dipelupuk mata tidak kelihatan" ini adalah salah satu ungkapan sisi naif dari sifat manusia yang paling jelek, egois, tidak bertanggung jawab dan tidak mau kalah terhadap sesamanya, bahkan terkadang kesalahan kecil dari orang lain di korek dan dicari-cari yang kemudian dijadikan titik pemicu kelemahannya.
P
Hal demikian selalu terjadi pada pergaulan sehari-hari dalam hidup bermasyarakat, baik pada ruang lingkup pekerjaan, bahkan diantara famili dan sanak keluarga. Jarang sekali didapat sosok konsisten yang mau mengakui kesalahannya secara transparant serta menyadari kekurangankekurangan yang ada pada diri pribadinya sendiri karena rata-rata "teu nalipak maneh" (dalam bahasa sunda) ataupun tidak mau menyadari kesalahan dan kekurangan yang dimilikinya sendiri (introspeksi), padahal bagian daripada ini adalah salah satu kudrat dari Allah YME sebagai pencipta. "Dan diantara kelebihan-kelebihan manusia mutlak terdapat kekurangan" itu berarti tak ada satupun manusia yang memiliki kesempurnaan diantara manusia yang lainnya, baik lahiriah maupun bathiniah. Namun demikian, manusia adalah mahluk paling sempurna diantara mahluk-mahluk yang diciptakan oleh Allah. Karena Manusia diberikan tanggung jawab untuk melestarikan alam yang didiaminya. Demikian pula dengan berbagai tingkatan yang dijadikan hak azasi manusia (HAM). Apa sebenarnya HAM…. ? Apa yang menjadi dasar landasan norma dan moral HAM... ? Dari segi sisi mana anggapan adanya pelanggaran ringan, sedang dan berat mengenai HAM. ? Lantas apa yang dapat dipertanggung jawabkan HAM, jika HAM itu sendiri mengusik HAM orang lain (usik mengusik antar HAM)....? Secara alamiah, Hak Azasi Manusia (HAM) sesungguhnya adalah kodrat dan irodat kebebasan yang dianugerahkan Allah swt kepada seluruh mahluk-mahluknya semenjak ia dilahirkan kedunia (terutama manusia), serta secara global pula hal tersebut bisa dibagi menjadi dua bagian vital yaitu: “hak hidup dan hak berkehidupan”. Adapun hak hidup menyangkut pada persoalan "Batiniah". Secara proporsional dan alami, batiniah adalah refleks otomatik dari seluruh segi motorik (penggerak) sifat dan perilaku manusia secara orang perorang, dimana pada implementasinya menjadi naluriah dalam bersikap baik pada porsi kebaikan maupun kearogansian. Sedangkan hak berkehidupan menyangkut pada persoalan "Lahiriah". Secara proporsional dan alami, kebutuhan lahiriah akan selalu menyangkut pada seluruh segi-segi aspek kegiatan yang dilakukan oleh manusia sehari-hari dalam ruang lingkup pergaulan bermasyarakat, dimana pada prosesinya, mencari, mengolah serta mencukupi materi berupa sandang, pangan, papan dsb. Sebagai penunjang untuk menjalani kehidupannya secara normal ataupun abnormal. Sebagai moral dasar pada HAM itu sendiri akan selalu menyangkut pada segi perimbangan azas kebersamaan, kebijakan, keadilan serta etika moral hidup dalam bermasyarakat untuk mencapai dan menuai kemajuan, kesejahteraan dan kedamaian bersama; artinya tak ada pemilahan dan perbedaan sebagai dinding pemisah, baik diantara bangsa, suku bang sa, agama, tingkat perekonomian ataupun lainlainnya; (idiologi dari pancasila (bhineka tunggal ika): berbeda-beda akan tetapi tetap satu tujuan). Sisi ringan dan berat pada pelanggaran HAM itu sendiri teramat banyak sekali corak dan ragamnya dimulai dari pelecehan, pandangan hidup a'moral, pengajaran sesat, dsb; sampai pada kasus yang dinilai sedang dan berat adalah pengadu dombaan, pendeskreditan dan fitnah yang berdampak
http://www.nusantara.s5.com (Internet Visual Animasi)
1
Buletin OPINI olah pikir:wandi pada (sama dengan) tidak memberikan kesempatan hidup layak bag i sesamanya (menyiksa dan membunuh secara perlahan-lahan), teror, penjajahan, dst; sampai ketitik akhir terberatnya pembunuhan dan pembantaian. Maka, apabila hanya fanatisme "memperjuangkan" ataupun "menghalangi kebebasan" HAM tanpa lebih jauh lagi memandang dan mempertimbangkan kejelasan pasti pada seluruh proses timbal balik dalam kebersamaan hidup bermasyarakat, fungsi HAM tersebut masih tetap timpang, atau bahkan tidak jelas arah dan tujuannya, akibatnya akan tetap terjadi kesewena-wenaan atas dasar dari kebebasan HAM itu sendiri (bisa berlaku sesuka hati tanpa adanya batasan-batasan etika moral, iri, dengki, jahil, provokasi, egois (ingin menang sendiri), dsb). Bahkan mungkin segi-segi tatanan hukum yang telah sekian lama dipertahankan dan selalu direvisi oleh perkembangan norma-norma peradaban akan sia-sia, karena pada akhirnya akan kembali pada hukum rimba (jahilliyah) dimana seluruh proses sebab dan akibatnya bukan berdasar pada kedemokratisan dan kekredibelan akan tetapi "siapa yang kuat dia yang berhak bekuasa", dan bahkan mungkin dari ketidak jelasan arah dan tujuan dalam memperjuangkan porsi HAM tersebut, akan selalu terjadi adanya faktor korelasi sebagai pemicu kubu PRO dan KONTRA untuk melakukan persengketaan terus menerus tanpa adanya ending. Menurut asumsi penulis pribadi, "HAM terjadi atas dasar adanya aksi dan reaksi, sehingga akan selalu m emicu kecenderungan timbulnya efek sebab dan akibat". Lantas dalam refleksitas kesehariannya "silahkan nikmati kebebasan hidup dan kehidupan anda sesuai dengan jatidiri HAM anda (amalluna-amallukum), namun demikian, apakah sikap dan perilaku kebebasan yang anda perbuat tersebut tidak merugikan HAM orang lain; serta sesuaikah implementasi norma dan moralitas HAM tersebut dengan tatanan peradaban (hukum) kemasyarakatan". Maka mungkin, atas dasar terjadinya timbal balik efek sebab dan akibat yang ditimbulkan oleh HAM itu sendiri muncul kehadiran Hukum. Hukum bukan sebagai rintang an didalam pengaplikasian, pensosialisasian ataupun pengimplementasian dalam kebersamaan hidup bermasyarakat, akan tetapi hukum menjadi batasan-batasan penyeimbang serta menjadi ciri-ciri norma dan moralitas pada sebuah ruang lingkup pergaulan hidup yang telah beradab. (Hablum minannas) Maka sudah menjadi suatu kelayakan dan keharusan apabila hukum memiliki ketegasan, kebijaksanaan serta keadilan; sesuai dengan fungsinya yang harus tetap terjaga, serta mandiri berjalan diatas landasan rel kebenaran. (Juni/2002) (wnd )
http://www.nusantara.s5.com (Internet Visual Animasi)
2
Buletin OPINI olah pikir:wandi
KKN ecara detail KKN tidak bisa dipastikan kejelasannya, karena ruang lingkup perselingkuhannya begitu luas dan berantai, serta beraneka ragam macamnya. Hanya, dengan secara prediksi dapat disimpulkan sebagai permainan manipulasi yang banyak memicu dampak-dampak negatif terhadap sirkulasi perekonomian dan stabilisasi kesejahteraan bersama; karena perlakuannya lebih dominan merekayasa income serta mengutil aset-aset nya.
S
Korupsi Bentuk penyelewengan yang dilakukan berdasarkan perekayasaan dan pemanipulasian pada ruang lingkup kerja non-pribadi yang dikelolanya. Kolusi Kerjasama bagi hasil dalam penyelewengan pada ruang lingkup kerja non-pribadi yang dikelolanya. Nephotisme Mengangkat ataupun memberikan jabatan berdasarkan sistim famili pada ruang lingkup kerja non pribadi yang dikelolanya. Nephotisme tidak dapat dimasukan pada kategori ruang lingkup bisnis pribadi, karena bisnis dan usaha yang diperbuatnya berdasarkan modal pribadi, sedangkan Kolusi dan korupsi bisa saja menyangkut pada keseluruhan format. Jadi, pandangan umum Perselingkuhan Korupsi, Kolusi dan Nepothisme (KKN) adalah Perlakuan manipulasi serta perekayasaan dalam berbagai bentuk pola untuk menyelewengkan "Target" baik secara pribadi ataupun bersamaan (kolusi) pada ruang lingkup kerja non-Pribadi. (nop/2005) (wnd© )
http://www.nusantara.s5.com (Internet Visual Animasi)
3
Buletin OPINI olah pikir:wandi
JIHAD
A
khir-akhir ini sering terjadi perlakuan politisasi agama serta perekayasaan rasa keimanan; dimana taktik dan strategi yang dilancarkan mengatas namakan “Jihad”.
Hal ini teramatbertentangan dengan implementasi ke islaman (rukun islam) yang diajarkan Rasulullah SAW didalam Kitabullah (Al-qur'an), serta tata cara dan perilaku keimanan (rukun iman) didalam kehidupan sehari-hari (Sunnah Rasul).
Islam tidak mengenal istilah tolok ukur serta silsilah perbedaan negara, wilayah ataupun daerah; dimana ras, culture, bang sa, bahasa, adat istiadat, kepercayaan ataupun agama sebagai jurang pemisah, sebab Islam Rahmatan Lil Alamin. Itu berarti amaluna amalukum, mampu menjalani kebersamaan didalam berbagai hal segi perbedaan hidup dan kehidupan sesuai dengan jati diri masing-masing secara tolerans (HAM).
Sedangkan log ika ketidak adaannya perbedaan itu sendiri disosialisasikan pada saat beribadah shalat di Masjid, dimana tidak ada jurang pemisah sebagai batas pilahan seperti yang disebutkan diatas; hingga tingkat perekonomian, pangkat dan jabatan, yang ada hanyalah kebersamaan, bersatu dan bernaung didalam keiman islaman serta ketaqwaan untuk sama-sama khusuk beribadah.
Lantas kenapa ada jihad... ? Apa sesungguhnya jihad... ? Mengapa harus berjihad... ?
Secara prinsipil, jihad adalah "konsekuensi loyalitas dan royalitas untuk membela, memperjuangkan, m empertahankan, serta saling tolong menolong dalam menegakan kebenaran dan keadilan berdasarkan sendi-sendi Islami (agam a), serta diaplikasikan secara konsisten sesuai dengan ajaran yang terkandung didalam Kitabullah (Al-Qur'an) dan Sunnah Rasul (perilaku Rasulullah)".
Implementasi jihad itu sendiri sesungguhnya terjadi atas dasar efek sebab dan akibat, yang menimbulkan refleks aksi dan reaksi untuk merespon keadaan sesuai kewajiban, ketaatan serta tanggung jawab didalam menjalankan perintah-perintah Allah, serta menjauhi larangan-larangannya berdasarkan rasa keimanan dan keikhlasan didalam ketaqwaan beragama yaitu “Ibadah”. Sedangkan sosialisasi dalam kehidupan sehari-hari, jihad dapat diartikan sebagai tarikat/tarekah (ikhtiar dan usaha) untuk melaksanakan ukuwah islamiyah baik pada ruang lingkup keluarga ataupun bagi masyarakat secara umum.
http://www.nusantara.s5.com (Internet Visual Animasi)
4
Buletin OPINI olah pikir:wandi Ukhuwah islamiyah itu sendiri bukan hanya “Hablum Minallah” (mendekatkan diri kepada Allah), akan tetapi mutlak harus disertai dengan “Hablum Minannas” (hidup bermasyarakat). Dengan demikian, timbul rasa kebersamaan disertai rasa tolerans (saling pengertian) untuk menjalani hidup dan kehidupan bersama sebagai bagian dari rasa keimanan (rukun iman) untuk mempercayai kodo dan kodarnya sebag ai manusia, serta refleksitasnya adalah resiko untuk menjalin kebersamaan tanpa perbedaan dalam melaksanakan hak-hak dan kewajiban sesuai dengan wahyu Kitabullah (Alqur'an) dan Sunnah Rasul (perilaku Rasulullah), karena manusia diciptakan sama hanya untuk beribadah kepadanya (Allah).
Keharusan dalam berjihad itu sendiri mutlak memiliki garis besar untuk ditaati, serta kewajiban tersebut bukan semata-mata hanya kesengajaan untuk bunuh diri tanpa sebab (niat); karena visi sesungguhnya terjadi atas dasar aksi spontanitas (refleks) yang memicu timbulnya reaksi untuk membela, memperjuangkan serta mempertahankan. Dengan demikian dapat dimeng erti dan dipahami secara bijak sesuai dengan kesyahidan yang dijanjikan, karena didalam berjihad bukan misi keharusan untuk pencapaian target, ataupun mengumbar hawa nafsu duniawi; akan tetapi relative sebagai tuntutan untuk memperjuangkan akidah norma dan moralitas kemanusiaan (HAM).
Maka Wajar berjihad apabila didalam keterpaksaan.. Wajar berjihad apabila dilarang beribadah..... Wajar berjihad untuk mempertahankan idealisme dari penekanan, karena pada realitanya persepsi Jihad sama saja dengan membela Hak Asasi Manusia (HAM).
Padahal jauh-jauh hari sebelum bangkitnya HAM, Rasulullah SAW telah terlebih dahulu mengumandangkan ayat-ayat suci Kitabullah (Al-quran) yang diperkokoh oleh Sunnahnya. Bahkan jika ditelaah dengan secara seksama dan mendalam, basic yang diperjuangkan oleh Rasulullah SAW itu sendiri, pada hakikatnya lebih mengetengahkan kepentingan kebersamaan hidup dalam tatanan norma dan moral kemanusiaan (HAM), yaitu menyam aratakan harkat dan martabat manusia, menghapus perbudakan, menghapus kerja paksa,
menghapus
penjajahan,
menghapus
penindasan,
menghapus
pemerasan,
menghapus perkosaan, bahkan amat menjunjung tinggi emansipasi, mampu melakukan perdagangan (bisnis) dengan secara jujur dan amanah, serta menjalankan kepemerintahan dengan secara bijak dan seadil-adilnya. (Agustus/2001) (wnd© )
http://www.nusantara.s5.com (Internet Visual Animasi)
5
Buletin OPINI olah pikir:wandi
s
SUDUT PANDANG ANAK MUDA
etiap negara memiliki berbagai macam system dan strategi ketatanegaraan yang cocok dengan keadaan alam, adat istiadat serta kultural masyarakatnya masing-masing. Demikian pula halnya Indonesia yang beridiologikan Pancasila dengan azas kebersamaan Bhineka Tunggal Ika; yang artinya bebeda-beda akan tetapi satu tujuan. Lantas apa yang menjadi tujuan Bhineka Tunggal Ika sesungguhnya..? Mengapa idiologi Pancasila amat selaras dengan keadaan negara Indonesia, serta tidak bisa diganggu gugat keberadaannya ?. Idiologi itu sendiri jika direpresentasikan adalah kaidah (tatanan/aturan) idealisme suatu negara yang harus dipahami serta disosialisasikan dalam kebersamaan hidup bermasyarakat. Maka jika, mencermati, menghayati, mengartikan, serta memastikannya dengan cara seksama, secara riil dan mendetail; tujuan utama dari idiologi Pancasila adalah menggalang kesatuan dan persatuan dalam berbangsa dan bernegara, karena Indonesia terdiri dari berbagai macam kemajemukan masyarakat (homogen), wilayah dan daerah, adat istiadat, kultur serta ag ama (tuntunan hidup) yang berbeda-beda; yang apabila lebih disederhanakan lagi menjalin ikatan tali kebersamaan didalam berbagai segi perbedaan dan/ataupun keadaan, hal tersebut dikukuhkan didalam arti masing-masing gambar yang tertera pada perisainya yaitu: Ketuhanan yang maha esa, setiap pemeluk agama diharapkan memiliki rasa tolerans serta persamaan hak untuk melakukan ibadah dan peribadahannya sesuai dengan kepercayaan diri pribadinya masing-masing dengan ketentuan ajaran agama ataupun anutan kepercayaan yang telah disyahkan (diakui) oleh negara berdasarkan lajur budi pekerti, norma dan moral yang tidak menyesatkan penganutnya serta mencampur baurkan silsilah keimanan (rasa kepercayaan) diantara ajaran-ajaran agama lainnya yang dapat memicu sara, perpecah belahan, persengketaan, persekutuan sesat (memobilisasi penganut untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu) ataupun ketidak jelasan arah tuntunan yang disyi'arkan sehingga memicu ketidak rukunan masyarakat dalam keberagamaan. Pada jaman peradaban modern seperti saat sekarang, tidak akan ada lagi neo nabi, neo wali, yang berhubungan langsung dengan malaikat pembawa wahyu illahi untuk mengajarkan neo agama. Akan tetapi, yang sering selalu terjadi adalah perkembangan perbedaan pandangan ajaran sikap hidup yang mencampur baurkan berbagai aliran kepercayaan; sehingga memicu tim bulnya pemahaman neo agama (neo trust), karena jika muncul kembali neo nabi, neo wali, dsb. itu artinya akan merombak bahkan merubah kebakuan dari seluruh isi Al-quran (Kitabullah) yang menjadi hak mutlak wahyu bagi Nabi Muhammad SAW., sebagai seorang nabi terakhir dari seluruh nabi, bahkan mungkin akan mempengaruhi kitab-kitab lainnya yang berada diluar lajur Islam. Namun demikian, kepercayaan akan adanya Tuhan yang lainnyapun bukan berarti bisa dijadikan suatu agama meskipun pada dasarnya memiliki ajaran; mengingat ajaran yang diolah oleh akal pemikiran manusia pada hakikatnya tidak berdasarkan am aluna amalukum (keimanan masing masing) akan tetapi mutlak untuk mencari keuntungan diantara sesamanya; itu berarti akan selalu menimbulkan dampak efek negatif bagi komunitas penganutnya ataupun pada komunitas penganut-penganut ajaran agama yang lainnya. Perjalanan Alkitab ataupun Agama amatlah panjang serta membutuhkan kajian dan pengkajian yang teramat sukar dan lama, baik eksistensinya ataupun efeksitasnya, serta sebab dan akibat bagi internal komunitas penganutnya ataupun komunitas lain dari ajaran tersebut sehingga tidak
http://www.nusantara.s5.com (Internet Visual Animasi)
6
Buletin OPINI olah pikir:wandi
berakibat ataupun berpengaruh buruk bagi ruang lingkup kebersamaan dalam hidup bermasyarakat ataupun bagi realita kehidupan sipembawa syi'ar dari ajaran itu sendiri. Kemanusiaan yang adil dan beradab, hendaknya tiap-tiap individu memahami dan mentaati GBHN, UUD1945, UU, Hukum, serta mengimplementasikan agama yang di imaninya yang telah diakui dan disyahkan oleh negara, sehingg a dari berbagai perbedaan kemajemukan, terjalin satu
kesatuan dan persatuan dalam kerukunan dan kebersamaan hidup atas dasar norma dan moralitas yang tolerans, hingga terjalin rasa saling harga menghargai. Butiran sila kedua amat erat hubungannya dengan butiran pancasila ke I. Persatuan Indonesia, menghilangkan sisi perbedaan yang dapat memicu disintegrasi ataupun perpecah belahan masyarakat (ras, kultur, keimanan dan kepercayaan serta wila yah dan daerah (sabang sampai merauke), sehingga masyarakat berdedikasi untuk menunjukan loyalitas dan royalitasnya terhadap negara. Butiran sila ketiga ini berkaitan erat dengan seluruh butir-butir pancasila lainnya. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan; dari berbagai kemajemukan, agar tercapainya kemufakatan dalam mensikapi seluruh persoalan wilayah dan daerah yang diwakili oleh masing-masing Ketua; Tetua adat, Profesional Perbidangan (LSM, budayawan, guru, dll), Buruh (pekerja, pedag ang, nelayan, petani), dll-nya. Karena masingmasing saling berkepentingan serta memiliki aspirasi berbeda untuk diungkapkan, maka dibutuhkanlah tempat berembuk (musyawarah) yang disebut dengan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, berhubungan dan berkaitan erat dengan seluruh butir-butir pancasila yang lainnya, serta dijamin sepenuhnya oleh negara. Sungguh teramat dahsyat pancasila, rasional serta selaras dengan kemajemukan masyarakat Indonesia. Bentuk dari ikatan keglobalisasian internal yang belum terkaji dan terhayati dari sebelumnya. (27/Mei/2006) (wnd© )
http://www.nusantara.s5.com (Internet Visual Animasi)
7
Buletin OPINI olah pikir:wandi
CRUSHING OF CULTURE
T
anpa terasa pada saat ini kita semua tengah menanam dan memupuk benih kekerasan pada regenerasi penerus kita…. Tanpa terasa pula kita semua tengah menggoyahkan norma-norma segi peradaban pada
adat budaya…….. Korupsi, Kolusi, Nepothisme sudah mendarah daging dan telah menjadi bagian dari sistem, meskipun tidak direalisasikan dengan secara legal…. Pandalism Demontrasi ala Brutalis dan kesadisan setiap saat terus menerus berlangsung didepan mata kita… Teror dan Pembantaian seakan-akan telah menjadi bagian rutinitas normal yang layak untuk ditonton oleh anak cucu kita …. Bahkan moralitas harkat dan martabat begitu murah diperjual belikan, meskipun tidak diexposs dengan secara gamblang……. Sudah semakin rendahkah mutu pendidikan.?, atau karena terlalu mahal ?... Hingga pengetahuan yang dikenyam
pada akhirnya diimplementasikan untuk
memporak
porandakan negeri sendiri serta menghancurkan budaya, bangsa, kesatuan dan persatuan yang telah dengan sekian lamanya terjalin erat.... Rasional jika tak berpendidikan... ! Rasional jika masih terbelakang .... ! Atau karena terlalu rasionalnya, hingg a pada setiap aksi penyampaian aspirasi harus dengan melalui teror disertai cara-cara kekerasan sadisme dalam gaya kolaborasi kebebasan yang tanpa batas…. Atau karakter HAM yang demikiankah yang tengah kita rilis dan implementasikan untuk masa depan regenerasi kita.... Bukankah acapkali terdengar bahwa kapitalis, imperialis dan bahkan komunal bukan bagian dari tradisi sistem kehidupan kita..? Tapi mengapa pada realitanya justru gaya hidup kita melebihi sikap kaum kapitalism, imperialism dan bahkan komunalism.....
Tujuan utama dari aksi demonstrasi (unjuk rasa) pada prosesi intinya u ntuk mengemukakan dan mengungkapkan kepentingan bersama, baik yang belum sempat diperhatikan, ingin diperhatikan ataupun yang tidak diperhatikan sama sekali oleh pihak-pihak bersangkutan. Adapun cara dari demonstrasi itu sendiri memang merupakan jalan pintas untuk mengungkapkan dan mengupayakan berbagai macam stabilisasi keadaan yang membutuhkan kesegeraan penanganan dengan berbagai pola tingkatan ataupun tahapan-tahapan tertentu secara jelas dan riil sesuai dengan kebutuhan bersama. Itu artinya bukan hanya untuk kepenting an perinduvidu semata.
http://www.nusantara.s5.com (Internet Visual Animasi)
8
Buletin OPINI olah pikir:wandi Namun demikian semakin hari cara aksi dari demonstrasi yang diperlihatkan semakin tak terarah dan
brutal,
hingga
diprediksi
berbau
tunggangan
kepentingan-kepentingan
politis
untuk
mengacaukan keamanan (instabilitas), dimana pada polanya hanya melakukan rentetan kegiatan penteroran tanpa tujuan pasti; sedangkan dampak dari konflik itu sendiri efeknya teramat jelas dan tragis bagi: 1. Perkembangan situasi keamanan masyarakat maupun negara secara keseluruhan, 2. Keutuhan kesatuan dan persatuan berbangsa dan bernegara, maupun beragama. 3. Perkembangan sektor pariwisata dan Investasi. 4. Terganggunya perekonomian masyarakat wilayah ataupun daerah 5. Disintegrasi masyarakat wilayah ataupun daerah
Dalam berbag ai jenis pola bentuk apapun demontrasi yang tidak jelas arah dan tujuannya bisa dikatagorikan sebagai penteroran stabili sasi keamanan bagi sebuah negara, dan biasanya hal tersebut karena disebabkan (1) terpropokasi, (2) ikut-ikutan, (3) suruhan (bayaran), dimana sumbernya sendiri berada dibalik layar sebagai penonton, dan hal tersebut bisa datang dari pihak intern ataupun ekstern.
Sedangkan jenis dari demontrasi yang menjurus pada penteroran itu sendiri memiliki empat kategori kemungkinan (1) dendam pribadi, (2) antipati karena tidak puas deng an keadaan, (3) politisasi untuk menggoyahkan kedudukan ataupun pendeskriditan, (4) mendis integrasikan masyarakat (memecah belah kerukunan hidup dalam bermasyarakat).
Hanya saja tata cara demontrasi dalam berdemokrasi tersebut sudah tidak manusiawi lagi, bahkan sudah
semakin
radikal
karena
lebih
terkesan
haus
darah;
sebab
selain
melakukan
pengrusakanpengrusakan (pandalisasi), yang tidak memiliki keterkaitan dan tidak tahu apa-apapun terkadang menjadi korban sasaran.
Akibat dari gelap matakah…? atau kita semua telah menjadi paranoia akibat dari permainan politisi yang mengatas namakan kesejahteraan! Tapi, untuk siapa kesejahteraan tersebut…? Karena
justru
yang
telah
mengecap
hidup
dalam
kesejahteraan, yang
lebih
dominan
berdemonstrasi? Sedangkan yang tidak merasakan hidup sejahtera, justru hanya bisa mengurut dada menerima seluruh realita yang tengah terjadi tanpa bisa berbuat apa-apa dengan pandangan mata kosong yang tanpa arti. (Februari 2001) (wnd© )
http://www.nusantara.s5.com (Internet Visual Animasi)
9
Buletin OPINI olah pikir:wandi
KEBIJAKAN Vs KEBIJAKSANAAN etiap permasalahan lama dan baru yang ditimbulkan dan diakibatkan serta diprediksikan oleh salah satu paktor penyebab, biasanya dalam pencarian solusinyapun hanya terpokus pada ruang lingkup dari pemicu inti permasalahan tersebut, sehingga arg umen-argumen lain yang dipandang tidak berkorelasi dan berkaitan secara langsung akan selalu diabaikan karena dianggap tidak memiliki akar korelasi dengan modul kejadian.
S
Pengimplementasian solusi deng an cara demikian disebut dengan Kebijakan sebagai salah satu kalimat aspiratif yang monoton, karena mencuatnya kebijakan disebab kan timbulnya suatu faktor permasalahan yang menuntut dibuatnya kesetaraan-kesetaraan, penyetandaraan ataupun perbaikan-perbaikan (revisi) secara cepat dan terfokus pada inti permasalahan yang tengah terjadi (aktual) tanpa mempertimbangan hal-hal lainnya. Sebenarnya realisasi/sosialisasi pada sebuah kebijakan memiliki berbagai kemungkinan kepincangan dan kelalaian, sebab solusi-solusinya hanya ditujukan pada aktualita inti pokok permasalahan tersebut; dengan demikian dampak efek yang mungkin bakal terjadi terhadap pemicu masalah lainnya tidak diperhitungkan sama sekali. Padahal tiap-tiap solusi dari suatu faktor permasalahan akan selalu memicu permasalahan baru yang tak terduga-duga sebelumnya, dimana terjadinya hal demikian justru disebabkan oleh efek dari implementasi kebijakan yang kurang berbobot serta tidak mengena. Lain lagi halnya dengan Kebijaksanaan; kalimat reaktif ini pada prosesinya akan selalu berkorelasi keberbagai arah, sehingga hal-hal lain yang dimungkinkan dapat menimbulkan dampak efek permasalahan baru mampu dengan sesegera mungkin dihalau atau setidak-tidaknya dapat diprediksikan terlebih dini tanpa menunggu kejadian-kejadian selanjutnya. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan: Kebijakan adalah relatifitas dari sebuah keputusan yang dipicu berdasarkan pertimbanganpertimbangan yang berorientasi pada aktualita efek sebab dan akibat untuk menyetandarkan, memperbaiki, meningkatkan serta merespon inti pokok permasalahan dengan mengabaikan hal-hal lainya (monoton) ataupun tertuju pada satu paktor permasalahan tanpa mengkaji lebih jauh akar korelasi yang mungkin bersinggungan serta membentuk akar permasalahan baru. Kebijaksanaan adalah relatifitas dari sebuah keputusan berdasar pertimbangan-pertimbangan reorientasi untuk menyetandarkan, merehabilitasi/revisi (memperbaiki), meningkatkan serta merespon inti pokok permasalahan tanpa mengabaikan hal-hal lainnya yang mungkin diprediksikan dapat bersinggungan serta membentuk topik akar permasalahan baru. Kebijakan dan kebijaksanaan jika dicerna secara umum dan selintas, memang tidak memiliki perbedaan artikulasi yang teramat menonjol. Akan tetapi jika diartikan dengan secara seksama, misi pada masing-masing kalimat tersebut jelas memiliki visi dan ruang lingkup yang berbeda, seperti kata makanan, memakan, dimakan, termakan, dst. Lain lagi halnya dengan kalimat kateuhak, he, he, he, katanya sih, terlalu kekenyangan memakan rizki dan hak orang lain. (Maret/2006) (wnd© )
http://www.nusantara.s5.com (Internet Visual Animasi)
10
Buletin OPINI olah pikir:wandi
KORELASI FORMAT KEBIJAKAN
M
elakukan pengantisipasian masa depan dengan berpatokan pada pengalaman-pengalaman diberbagai bidang memang mutlak harus dilakukan, mengingat dari pengalaman-pengalaman tersebut akan didapat kesetaraan nilai perbandingan yang patut disosialisasikan dalam pemerataan pengembangan kebijakan. Lantas, persepsi yang dapat diasumsikan kemudian bahwa; setiap akar masalah ataupun permasalahan titik pemicunya akan selalu sama, sebanding ataupun mendekati. Hal demikian selalu terjadi berulang-ulang berdasarkan proses sebab dan akibat baik dalam kepemerintahan, kehidupan individual, bahkan pada berbagai bencana. Fungsi kebijakan teramat besar manfaatnya, terutama pada bidang-bidang yang memiliki akar korelasi pada masa depan, dan sebagai contohnya: Bagaimana cara menuai dan melestarikan potensi SDA (Sumberdaya Alam) agar tidak meng alami kemusnahan ataupun habis ditelan masa, meskipun pada realitanya kekayaan SDA tersebut diberdayakan dengan secara terus menerus tanpa henti. Apa solusi yang harus ditempuh, agar SDM (Sumberdaya Manusia) mampu hidup mandiri untuk menghadapi berbagai realita yang dihadapinya, serta memiliki rasa kesadaran dan tolerans antar sesama tanpa usik mengusik ataupun menyinggung HAM (Hak Asazi Manusia) lainnya, baik dalam hak hidup maupun hak berkehidupan. Dengan demikian kesimpulan dari berbagai akar korelasi untuk kebijakan-kebijakan tersebut adalah: Kebijakan pada Pendidikan mampu untuk mengantisipasi kefektipan daya guna SDA dan SDM dalam pensosialisasian Imu pengetahuan dan Teknologi (teknik praktis sosialitas hidup dan kehidupan sesuai dengan masa dan waktu), atau secara mudah pemahamannya "berikan pengetahun untuk bisa menyesuaikan diri dengan keadaan". Itu berarti bidang yang satu ini netralitas dan menjadi tanggung jawab pemerintah sepenuhnya untuk memiliki masyarakat yang cerdas, tolerans serta mandiri. Kebijakan pada Ilmu (teknik) Pengetahuan adalah mengantisipasi dan memotivasi efek sebab akibat; mis: mengapa terjadi kehan curan, keterhambatan ataupun kemajuan (hal ini berlaku untuk semua segi kemodernisasian dalam perkembangan peradaban baik hukum, kedokteran, ekonomi, industri, atomisasi, dll) Kebijakan pada hukum adalah netralitas peradilan dalam keadilan dan kebijakan untuk menguraikan perbedaan inti pokok permasalahan tanpa adanya pilahan perbedaan suku bangsa, culture, gender, agama, kemampuan perekonomian, dsb. sehingga pada proses akhirnya didapat kejelasan antar dua kutub yang saling bertentangan. Kebijakan pada HAM dan UU adalah toleransi dalam mensikapi gaya hidup dan berkehidupan pada ruang lingkup kemajemukan perbedaan suku bangsa, culture, gender, agama, kemampuan perekonomian, dsb. yang mengacu pada batasan norma dan moralitas peradaban. Kebijakan pad a Perekon omian adalah antisipasi pengkalkulasian kemampuan dan ketidak mampuan berdasarkan normalitas situasi dan kondisi hingga didapat kestabilan ataupun mendekati kesetaraan antara pendapatan dan daya beli. Kebijakan pada Kepemerintahan adalah kemampuan dalam menjamin stabilitasi hidup dan kehidupan SDM dengan memberdayakan, mengolah, memproses serta mensosialisasikan SDA; hingga dicapai pemerataan kesejahteraan, keamanan, kenyamanan, keadilan ("gemah ripah loh ji nawi"), serta mampu mengantisipasi jaman baik untuk saat kini ataupun masa datang, sehingga mampu menciptakan toleransi kebersamaan dalam perbedaan, serta menjaga keutuhan kesatuan dan persatuan dalam berbagai perbedaan. Dari berbagai segi kebijakan tersebut akhirnya dapat disimpulkan dalam satu format keseluruhan yaitu: ”kebijakan adalah pertimbangan-pertim bangan netralitas yang diantisipasi dari perimbangan normalitas, serta disesuaikan dengan perkembangan situasi dan kondisi. (Des/2005).(wnd© )
http://www.nusantara.s5.com (Internet Visual Animasi)
11
Buletin OPINI olah pikir:wandi
TAKTIK STRATEGI
S
ejak manusia terlahir, serta mulai mengerti dengan keinginan-keinginan yang dibutuhkannya. Tanpa disadarinya pula, secara lambat laun tengah beradaptasi dan terdorong pada arus ruang lingkup taktik dan strategi.
Pertumbuhan taktik dan strategi, secara naluriah menjadi metode refleks yang berkembang dan tertanam pada diri manusia, baik pada saat memperjuangkan hidup ataupun dalam mempertahankan hidup dan hak berkehidupannya secara normal dan alami. Hingga kesimpulan yang dapat ditarik bahwa "Setiap jenis ataupun bidang usaha yang dilakukan oleh m anusia, pada refleksitasnya berdasarkan taktik dan strategi", ataupun bagaimana cara memperjuangkan untuk mendapatkan, serta mempertahankan untuk mengembangkan berdasarkan di/ter polarisasi oleh taktik dan strategi, dengan visi caina herang laukna beunang (mampu meraih target tanpa mengganggu kestabilan yang lainnya). 1.Visi dan Misi; (Maksud dan Tujuan) taktik dan strategi dipergunakan pada metoda dasar perencanaan, penataan dan pengembangan, mutu/kualitas, sosialisasi, maintenance, dll. Adapun visi dan misi, selain relatif sebagai keterangan dan kejelasan tentang legalnya suatu bidang usaha/jasa, akan tetapi juga lebih memudahkan peminat/pelanggan mengenal jenis dan bentuk usaha/jasa yang ditawarkan. 2.Ilmu Pengetahuan; taktik dan strategi lebih ditujukan pada perencanaan dan stepmen-stepmen pengajaran, teknik dan uji coba. 3.Perekonomian; taktik dan strategi mencakup luas pada seluruh detail kegiatannya. 4.Tata Negara dan Kepemerintahan; taktik dan strategi mencakup luas pada seluruh detail kegiatannya 5.Hukum dan pengadilan (peradilan); taktik dan strategi terdapat pada tatanan metode dasar (system) serta pengaplikasiannya pada perehabilitasian, penyidikan dan penyelidikan. 6.Agama; taktik dan strategi dominan dipergunakan pada syiar. 7.Perang; taktik dan strategi mencakup luas pada seluruh detail kegiatannya. Bahkan hal-hal lain yang memiliki keterkaitan dengan seluruh civitas dan aktifitas kegiatan yang terbagi-bagi atas dasar landasan siasat, serta berlatar belakangkan taktik dan strategi dicakup dalam sebuah ruang lingkup yang lebih dikenal dengan sebutan POLITIK; mungkin itu sebabnya mengapa politik tidak bisa dipastikan dengan secara riil dan jelas, karena pada dasarnya politik tidak memiliki sistimatik karakter yang baku, serta fungsinya akan selalu berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan situasi dan kondisi. Ketidak bakuan makna dari politik tersebut disebabkan seluruh proses rutinitasnya mencakupi polapola pemikiran pada saat melakukan siasat serta merencanakan taktik dan strategi; baik untuk tujuan pengembangan (meraih target), menstabilkan (penormalisasian) ataupun sebaliknya (propokasi, pendeskreditan, pengkeruhan suasana, dll); hingga tiap-tiap ataupun berbagai bidang yang memerlukan ketajaman pola pikir, maka dengan secara pasti akan selalu mengarah kedalam arus ruang lingkup politik, hanya porsi dan bobotnya saja yang mungkin berbeda-beda, seperti halnya porsi ruang lingkup politik masyarakat (rakyat) dan ruang lingkup politik kemasyarakatan (pemerintah). (Des/2000). (wnd© )
http://www.nusantara.s5.com (Internet Visual Animasi)
12
Buletin OPINI olah pikir:wandi
MASALAH
S
alah satu ciri dominan yang menjadi bagian dalam kehidupan manusia adalah “Masalah”. Adapun terjadinya masalah seringkali disebabkan oleh ketidak mampuan daya pikir dalam
mencerna dan memproses hal-hal baru yang dianggap bobotnya berkelebihan (its wight to excess) baik disengaja ataupun tidak.
Sedangkan pemicu terjadinya permasalahan itu sendiri seringkali diakibatkan oleh keinginan ataupun ambisi untuk diwujudkan menjadi kenyataan, hingg a timbul berbagai macam segi pemikiran yang membangkitkan dua pola versi pensikapan yang saling bertolak belakang yaitu: rasional dan irasional.
Pensikapan rasional yang dimaksudkan pada masalah, dikategorikan sebagai kemauan keras (kepedulian) untuk berpikir dan mencari jalan kearah solusi. Sedangkan sikap irasional dikategorikan sebagai keapatisan ataupun ketidak pedulian dalam menghadapi masalah.
Namun yang jelas, sekecil apapun dilematik persoalan ataupun problem yang disebut dengan masalah akan selalu menuntut jalan keluar, terlepas dari bagaimana cara mengolah serta memperoses permasalahan tersebut hingga mampu menghasilkan solusi akhir (ending) yang tepat sesuai dengan keadaan serta kebutuhan.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa "Setiap keinginan (ambisi) yang tidak disertai dengan kem am puan dan usaha akan selalu menimbulkan masalah. Demikian pula dengan usaha jika tidak disertai dengan kerja keras serta kemampuan maka akan sia-sia”. Hingga masalah dapat diidentikan dengan refleksitas dari sebuah keinginan (ambisi) yang akan selalu menjadi beban pemikiran; lantas kesimpulannya adalah: 1. Manusia akan selalu mencari dan menciptakan permasalahan, baik secara sadar ataupun tidak disadarinya. 2. Mencari solusi untuk masalah yang telah dibuatnya 3. Mengimplementasikan solusi yang didapatnya, baik hanya sebatas persepsi ataupun tepat dan mengena. (Juli/2005). (wnd© )
http://www.nusantara.s5.com (Internet Visual Animasi)
13
Buletin OPINI olah pikir:wandi
LOGIKA KARMA
D
ari seluruh seg i akifitas yang dilakukan oleh manusia sehari-hari, pada sepersekian persen prosesnya akan selalu mengalami titik simpang, titik jenuh sampai ketitik henti.
1. titik simpang; dilakukan pada saat merasa kan adanya kelebihan ataupun kekurangan. 2. titik jenuh; biasanya lebih condong menimpa usia yang mendekati keuzuran (kebosanan dalam menjalani hidup), sedangkan jika menimpa usia muda lebih dikarenakan ketidak mampuan dalam menyesuaikan hidup dan kehidupan, stress, depresi, serta merasa kekurangan ataupun berkelebihan. 3. titik henti; terjadi berdasarkan keuzuran, musibah (kecelakaan), putus asa (bunuh diri), dll. Hal tersebut terjadi berdasarkan percepatan selang waktu, kelebihan bobot, ketimpangan dan maksimalisasi daya, dimana yang menjadi patokan dasarnya adalah phisik dan stamina. Dan pada umumnya rata-rata umur manusia hanya mampu mencapai kisaran waktu ±60 th, meskipun ada yang tahan sampai 100 th bahkan lebih. Namun demikian, kudrat dan suratan takdir (qodo dan Qodar) adalah ketentuan pasti masingmasing batas hidup dan kehidupan yang dimiliki oleh setiap manusia (mahluk hidup) sebagai perjanjian dengan Yang Maha Kuasa pada saat akan terlahir kedunia. Nasib dipandang sebagai realisasi dari pensikapan dan cara menjalani hidup, dimana nasib bisa berubah dan dirubah sesuai dengan kemauan diri pribadi, kemauan orang lain serta terbawa arus situasi dan karma. Adapun karma sebenarnya adalah ketentuan nasib berdasarkan hukum alam yang terjadi atas dasar efek sebab dan akibat, dimana terjadinya secara timbal balik “apa yang pernah kita perbuat pada orang lain, maka hal itu pula yang akan terjadi pada diri kita”. (dalam alqur’annulqariem hukum karma tidak termaktub, hukum karma adalah bahasa nasihat dari orang tua yang dimungkinkan pengaruh dari kalimat budaya (isme) secara turun temuruni) Dengan demikian dapat diprediksikan bahwa karma adalah hukum diantara hukum (dunia dan akhirat); dimana pada implementasinya adalah perulangan imbalan ataupun balasan dari seluruh perilaku (amal perbuatan) manusia terhadap sesama lainnya yang akan terjadi terhadap dirinya sendiri (Al-zal zalah surat 99:ayat 8) Asumsinya: jika kita melecehkan orang lain, maka suatu saatpun kita akan dilecehkan dan bahkan dihina oleh orang lain; atau jika kita menjadi seorang penipu maka jangan heran apabila suatu saatpun kita akan terkena tipuan. Demikian untuk seterusnya, bahkan pada perulangannya akan lebih dahsyat melebihi perlakuan yang pernah kita perbuat terhadap orang lain. Inilah karma, ketentuan pasti proses hukum alam sebagai efek sebab dan akibat yang terjadi serta berlaku didunia menjelang masa peralihan kearah titik akhir. Hukum dunia bisa dimanipulasi bahkan diperjual belikan dengan berbagai gaya corak tipu muslihat untuk mengecoh dan melepas pertanggung jawaban terhadap sesamalainnya, juga memiliki batasan ruang dan waktu sebagai akidah norma dan moral perbedaan wilayah, daerah ataupun negara. Akan tetapi hukum karma tidak bisa tidak akan tetap terus berlanjut membayangi setiap gerak langkah, hingga pada akhirnya mencapai titik kesepadanan dengan amal perbuatan yang pernah dilakukan. Kesimpulannya sepersekian bag ian dari sisa umur manusia tidak bisa tidak harus merasakan sendiri berbagai amal perbuatan yang pernah dilakukannya, baik didalam katagori amal keburukan (mendapatkan nista/bencana) ataupun amal kebajikan (kenikmatan akhir dunia menjelang kematian). Hal tersebut akan merembet pada anak istri, bahkan pada keluarga dan keturunannya; akan tetapi bukan kutukan sebab refleksitasnya sebagai perulangan hukum yang dikatagorikan sebagai balasan dunia untuk merasakan sendiri pedih perihnya tersiksa dan dipermalukan serta diperlakukan demikian oleh orang lain.
http://www.nusantara.s5.com (Internet Visual Animasi)
14
Buletin OPINI olah pikir:wandi Dengan demikian ag ar terjalin kebersamaan dalam hidup bermasyarakat serta terhindar dari keangkara murkaan baik didunia ataupun diakhirat kelak; maka dibutuhkanlah Aji diri dan Aji Rasa sebagai cermin introspeksi; Aji diri adalah perbandingan antara diri pribadi dengan keadaan orang lain Aji rasa adalah perbandingan rasa perasaan diri pribadi terhadap orang lain, sedangkan Aji mumpung…. gak usah dibahaslah, TST aja (materi artikel yang dihilangkan). 1 11 Adapun realisasi pada kehidupan sehari-hari nya tercakup dalam satu format kebersamaan yaitu “sebelum melakukan kedengkian serta kedzoliman terhadap oranglain hendaknya perbandingkan dan rasakan pada diri pribadi; artinya enak untuk diri pribadi itu berarti akan enak untuk orang lain, tidak enak untuk diri pribadi itu berarti pula tidak akan enak untuk orang lain”. Maka jauhilah rasa tinggi hati, iri dan dengki, sombong, besar kepala, dan dzolim terhadap sesama lainnya karena dimata Allah sebagai Kholiq (pencipta) derajat manusia sama, yang membedakan hanyalah peruntungan, harta benda, pangkat serta jabatan dan hal itupun sebagai tanggung jawab dunia dan akhirat. Masih tidak percayakah dengan keadilan dan kebijakan yang telah Allah Swt. Janjikan “Inna kulli nafsin jaikatul maut” setiap mahluk yang bernyawa (hidup) akan mati, juga kematian tersebut berlaku bagi siapa saja tanpa mengenal kedudukan, pangkat, jabatan, pengetahuan, dan lainnya sebagai penunjang disaat bugar; serta kematian tidak dapat diperjual belikan ataupun ditukar dengan harta benda ataupun barang-barang berharga lainnya; serta bagaimana dan dengan cara apa kematian tesebut datangnya, hal tersebut sesuai dengan perjanjian pada saat akan dilahirkan. Berpikir secara rasional, hal tersebut mutlak terjadi akibat dari ketidak mampuan phisik dalam mempertahankan stamina; yang justru dengan secara aktif terus menerus bekerja untuk memperjuangkan kehidupan itu sendiri. Akan tetapi ada dua faktor kekecualian yang dapat mempercepat datangnya kematian, yaitu faktor internal dan faktor eksternal: a) internal: penuaan, sakit dan sakit-sakitan, keracunan, kekurangan pangan, dll. b) eksternal: faktor ketidak nyamanan lingkungan (polusi, limbah, bencana alam, dsb), musibah kecelakaan, dll., sebagai percepatan dari jarak waktu yang telah dijanjikan (baik terbawa apes/naas (nasib) ataupun memang telah menjadi suratan takdirnya). Akhirnya dapat ditarik kesimpulan bahwa titik simpang, titik jenuh dan titik henti yang selalu terjadi dan dilakukan oleh manusia (baik secara sadar ataupun tidak sadar) berdasarkan kelabilan jiwa yang dipicu dan diakibatkan oleh terlalu berkelebihan ataupun terlalu kekurangan bobot keduniawian. Dalam hal ini, sebenarnya hanya rasa keimanan dan ketaqwaan serta kesadaran yang dapat membukakan pintu hati untuk tetap tegar dalam memandang kehidupan lebih jauh kedepan; sebab memang ujian yang paling terberat adalah kelebihan ataupun kekurangan bobot duniawi; serta takan ada satupun diantara mahluk hidup yang mampu bertahan dengan keadaan phisik dan stamina yang telah renta, cacat ataupun rusak pada titik-titik tertentu. Tapi, tetap percayalah dengan ketentuan-ketentuan yang telah Allah gariskan, karena ia (Allah) lebih mengetahui apa-apa yang terbaik bagi mahluknya. (Jan/2000) (wnd© )
http://www.nusantara.s5.com (Internet Visual Animasi)
15
Buletin OPINI olah pikir:wandi
MANAJEMEN POLITIK
S
ecara garis besarnya ruang lingkup politik hanya tertuju pada suatu rencana kerja untuk pencapaian atau menciptakan target pada bidang-bidang tertentu. Akan tetapi munculnya politik itu sendiri murni datangnya berdasarkan pergerakan hati (refleks naluri) pada setiap manusia. Wandi Desember2000 dalam Taktik Strategy “Sejak manusia terlahir, serta mulai mengerti akan keinginan-keinginan yang dibutuhkannya. Tanpa disadarinya pula, dengan secara lambat laun tengah beradaptasi dan terdorong pada arus ruang lingku p taktik dan strategi. Pertumbuhan taktik dan strategi, secara n aluriah menjadi metode refleks yang berkembang dan tertanam pada diri manusia, baik pada saat mem perjuangkan hidup ataupun dalam mempertahankan hidup dan hak berkehidupannya secara normal dan alami”. Politik Masyarakat Umum Secara harfiah, dalam segi apapun manusia memiliki rasa ego yang tidak ingin dikalahkan oleh orang lain. Namun demikian tanpa harus diberi batasan benang merah, kesadaran kemampuan pada masing-masing individu akan dengan sendirinya mencuat kepermukaan serta akan menciptakan tingkat pilahan lajur masingmasing, terutama yang dapat dilihat dengan jelas adalah pada tingkat segi perekonomian. Kegiatan praktek usaha masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari disebut politik masyarakat umum, karena pada setiap gerak laku usahanya memerlukan pemikiran-pemikiran yang dapat menciptakan daya saing bagi usaha masyarakat yang lainya, baik secara normal ataupun nyeleneh kearah prilaku curang; hanya saja kadar dan bobotnya lebih disesuaikan dengan target untuk keinginannya masingmasing (mencari kesejahteraan secara perindividu). (low capacity) Politik Kelompok Masyarakat (Partai) Kegiatan praktek usaha masyarakat perkelompok pada dasarnya lebih memiliki kekuatan daya saing dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, karena pada ruang lingkup usahanya membentuk kekuatan saling tunjang diantara masyarakat yang satu dengan yang lainnya; perilaku kegiatan usaha demikian disebut politik kelompok masyarakat, karena pada setiap gerak laku usahanya berdasarkan pemikiran atas kesepakatan bersama serta lebih kuat dalam menciptakan daya saing bagi usaha masyarakat yang lainya, baik secara normal ataupun nyeleneh kearah perilaku curang; serta kadar dan bobotnya berdasarkan target kesepakatan (mencari kesejahteraan secara perkelompok). (midle capacity) Politik Kemasyarakatan (Kepemerintahan) Secara internal, ruang lingkup kegiatan praktek usaha kemasyarakatan pada dasarnya tidak memiliki daya saing, akan tetapi lebih cenderung ditujukan untuk pencapaian target dalam menciptakan kebijakan; perilaku kegiatan demikian disebut politik kemasyarakatan, karena pada setiap gerak laku dalam kegiatan usahanya berdasarkan pemikiran untuk kesejahteraan bersama; serta kadar dan bobotnya berkapasitas tinggi (memberi/mengusahakan kesejahteraan pada seluruh lapisan masyarakat). (high capacity). Realisasi politik kebijakan pada ruang lingkup usaha kepemerintahan memiliki landasan azas dan tujuan kebersamaan hidup yang jelas, tidak pilih kasih dalam berbagai hal serta tidak melakukan bisnis bagi internal masyarakatnya, jikapun ada praktek usaha biasanya hanya sebagai perlakuan timbal balik untuk memaintenance sesuatu yang dibutuhkan bersama serta tidak bertujuan untuk pencapaian target keuntungan dari masyarakatnya. (bayangkan efek akibatnya jika suatu struktur kepemerintahan melakukan bisnis pada internal masyarakatnya sendiri). Namun demikian bukan berarti negara dilarang untuk melakukan manajemen bisnis, karena bagaimanapun proses usaha untuk memaintenance kelanggengan suatu produk ataupun sumberdaya yang dikelolanya tidak luput dari resiko upah untuk membayar jasa kerja para pegawainya, serta baik secara berkala ataupun tak terduga memerlukan pergantian jenis barang yang pastinya membutuhkan biaya, dengan demikian usaha yang dilakukan oleh negara tersebut rasionalitasnya hanya sebatas usaha untuk melanggengkan suatu sumberdaya yang dibutuhkan oleh masyarakatnya. Sedangkan secara eksternal, melakukan Ekspor setelah kebutuhan internal masyarakatnya tercukupi dan memadai dalam berkelanjutan; serta melakukan Impor jika memang dirasa terdapat kendala untuk menstabilkan harga, ataupun barang-barang tersebut langka serta dibutuhkan (Sept2009) (wnd© )
http://www.nusantara.s5.com (Internet Visual Animasi)
16
Buletin OPINI olah pikir:wandi
LOGIKA MODERAT
M
anusia adalah mahluk biologis yang berakal serta paling sempurna diantara mahlukmahluk hidup lainnya, karena manusia diciptakan paling akhir dari segala mahluk hidup yang diciptakan oleh Allah SWT dimuka bumi ini (wallahhualam).
Dari kesempurnaan jasmani dan cara berpikir, manusia diberikan kebebasan rasionalitas untuk menentukan cara hidupnya sesuai dengan zaman dan era pada saat ia terlahir. Namun demikian kesempurnaan yang dikudratkan oleh Allah SWT tersebut acap kali memicu terjadinya hal-hal yang tidak semestinya dilakukan (menyimpang dari ketentuan Haq) serta lebih menuruti kehendak hawa nafsu ukhrawinya yang tidak sesuai dengan tatanan normalitas dan moralitas hidup layaknya manusia dalam berbagai macam sudut pandang dari ketentuan haq yang telah Allah berikan, karena memang sifat tersebutpun sebenarnya salah satu kelebihan, sekaligus kekurangan dari sekian banyaknya sifat manusia yang selalu ingin mencoba serta ingin mengetahui seg ala hal. Manusia bisa m enjadi binatang, bahkan mutlak hingga akhir hayatnya. (meskipun tidak langsung berubah wujud sebagai binatang, akan tetapi jika sikap dan perilaku ataupun tabiat dari manusia tersebut telah menyalahi aturan tatatanan peradaban, maka sudah bisa dicerminkan manusia tersebut telah menjadi binatang. Sedangkan binatang tidak bisa menjadi manusia. Atau meskipun mungkin bisa, hal tersebut hanya peralihan wujud dan tidak mutlak (hanya sementara/mamalihan). Manusia bisa menjadi setan, bahkan mutlak hingga akhir hayatnya. Sedangkan setan tidak dapat menjadi manusia, meskipun bisa akan tetapi tidak mutlak dan hanya peralihan wujud sementara. Manusia bisa menjadi setingkat malaikat jika cara hidup dan matinya khusnul khotimah, serta mau mengikuti dan menuruti kudrat jati dirinya sesuai dengan kehendak Allah. Sedangkan malaikat tidak bisa menjadi manusia secara utuh, meskipun bisa akan tetapi tidak mutlak. Karena malaikat tidak diberikan haq untuk menjadi manusia ataupun beralih bentuk menjadi mahluk lain, serta kudratnya khusus untuk melaksanakan perintah-peintah Allah semata. Lantas dengan secara pemikiran moderat pula, kepastian hukum tidak bisa dengan begitu saja diberlakukan dan diterapkan pada sosok manusia tanpa adanya bukti dan saksi. Padahal dari berbagai prediksi sudut pandang, manusia memiliki kemampuan berdasarkan nalar-nalar ungkapan diatas. Kasus mistik demikian bukan hanya sebagai fenomena ataupun kisah bualan belaka, karena berdasarkan realita kehidupan, manusia dapat beralih rupa menjadi binatang terutama bagi orangorang musyrik yang menduakan Tuhannya (pemuja) (pencari harta kekayaan dengan cara menumbalkan keluarga, sanak famili ataupun orang-orang yang telah memakan bagian dari keharamannya, ataupun penganut ilmu mistik yang dengan secara langsung melakukan rutinitas Qurban tumbal/parepeh oleh dirinya sendiri sebagai qanibal, ataupun pelaku-pelaku lainnya yang memiliki kelainan jiwa. Pada dasarnya perilaku abnormal dari para pelaku-pelaku tersebut akibat terpicu oleh ketidak mampuannya dalam menyesuaikan diri dengan keadaan, adanya hasrat yang tidak tersalurkan, ataupun terhimpit oleh persoalan ekonomi sehingga timbul kelabilan jiwa yang memicu keputus asaan.
http://www.nusantara.s5.com (Internet Visual Animasi)
17
Buletin OPINI olah pikir:wandi Pada tingkatan tertentu dengan keinginan tertentu pula kelabilan jiwa acap kali dimanfaatkan oleh pemistis (oknum-oknum yang memiliki ilmu kebathinan) yang dengan ilmunya melancarkan serangan iming-iming yaitu dengan cara melakukan bisikan-bisikan halusinasi yang terprogram agar sikorban dapat diperintah untuk melakukan keinginan-keinginannya (jenis ilmu kebathinan demikian banyak berbagai macamnya, contoh: a.
b.
ilmu pelebur/pengikat sukma, ditujukan untuk mengg anggu kehidupan orang yang dimaksudkan, sehingg a orang tersebut gila ataupun bunuh diri. (gejala yang bisa dilihat dengan secara langsung, korbannya selalu bercakap-cakap sendiri ataupun tiba-tiba mengamuk) hal tersebut terjadi karena pada pendengaran sikorban ia diajak ngobrol, diejek, ditantang dan lain sebagainya dan biasanya yang melakukan operasi ini adalah jin suruhan ataupun sebang sanya. Ilmu ini sulit untuk diobati oleh orang lain dan kebanyakan si korban meninggal, jikapun hidup hanya raganya saja karena ruhnya telah tiada. Adapun gejala yang bisa dilihat, sikorban sering memakan makanan ditempat sampah bahkan memakan kotoran dan yang sering terjadi adalah memakan tahi ayam. Ilmu pelet/gendam, ditujukan untuk melakukan hal-hal tertentu pada si korban sehingga sang korban hanya menuruti saja apa kemauan si peng-gendam, jenis ilmu ini dilancarkan dari jarak jauh.
Maka jika menilik-nilik pada hal tersebut, serta dikait-kaitkan dengan orang-orang lugu yang telah melakukan bom bunuh diri, benarkah mereka semuanya tersangkut dengan jaringan teroris? Ataukah justru diintaranya sebagai korban dari teroris itu sendiri...... wallahhualam, karena bagaimanapun karakteristik gaya hidup seorang manusia, mutlak mengkukuhkan prinsif hidupnya. Lantas secara logika moderat, karakteristik pengaruh mistik secara radikal demikian akan langsung ditepis karena realisasinya terlalu sulit untuk dipahami. Akan tetapi jika berbesar hati mau melihat pada kenyataan, bahwa dunia mistis mampu menggerakan biologis lain, maka kita akan meng erti bahwa kemungkinan besar mereka yang matinya sia-sia tanpa berkepentingan pada bangsa, negara dan kedudukan tersebut dipilih bukannya sebagai terpilih. Hanya Allah yang Maha mengetahui, karena rumusan teknologi tidak ataupun belum merambah dan mencakup kepada urusan bathiniah. Namun demikian Allah amat bijaksana serta amat mengetahui pada setiap amalan manusia baik dalam kebenaran ataupun kebathilan, baik diketahui umum ataupun tidak, baik yang bisa dijerat oleh Hukum Ukhrawi (kemasyarakatan) ataupun tidak, karena Ia (Allah) menjanjikan karma (wandi jan2000 dalam logika karma) bagi seluruh mahluknya. (April2010) (wnd© )
http://www.nusantara.s5.com (Internet Visual Animasi)
18
Buletin OPINI olah pikir:wandi
TRILOGI DEMOKRASI
S
esuai dengan UUD45 dan Kebhineka Tunggal Ika an, masyarakat Indonesia pada dasarnya memeluk asas sosial demokrasi yang lebih dikenal dengan TRILOGI DEMOKRASI yaitu Dari
Rakyat Oleh Rakyat dan Untuk Rakyat.
Adapun relevansi dari seluruh hak-hak dasarnya diembankan sepenuhnya pada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dengan demikian DPR bukan tujuan untuk pencapaian popularitas bisnis karir sebagaimana instansi ataupun perusahaan untuk mencari pendapatan bagi setiap masyarakat yang dipercaya ataupun terpilih dalam mengemban tugasnya sebagai wakil rakyat. Dan tak ada kewajiban masyarakat (rakyat) untuk membayar upah kerja pada Anggota Dewan karena seluruh anggotanya adalah rakyat sebagaimana masyarakat umumnya, itu artinya duduk dan berdiri sama rata, makan dan tidur sama rasa yang membedakannya adalah tanggung jawab untuk
bernegosiasi
pada
pemerintah
dalam
mencerdaskan
dan
memajukan
serta
mensejahterakan kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai cetusan aspirasi dari wilayahwilayah yang
diwakilinya sehingga para utusan dan wakil-wakil tersebut mutlak harus
mendapatkan kebijakan kompensasi dan tunjangan selama periode-periode penugasannya serta harus ikhlas dan amanah bekerja untuk kepentingan masyarakat (sungguh suatu pekerjaan yang amat tak ternilai harganya dan amat terhormat).
Dengan demikian kebijakan sosial tersebut
bukanlah gaji dengan nilai tingkat nominal, karena jika berbentuk gaji hal tersebut sama dengan meminta pamrih (gaji) dari dirinya sendiri.
Keberadaan DPR sebagai delegasi khusus dari rakyat memiliki peranan yang teramat penting, karena dengan adanya DPR masyarakat dapat dengan secara langsung berkeluh kesah mengenai hak-hak individualnya, baik secara pribadi ataupun secara menyuluruh sesuai dengan GBHN, dan UUD45, sebagai acuan UU dan perundangan dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara. Adapun MPR adalah ruang lingkup dari seluruh ketua-ketua fraksi yang berada di DPR. Dari seluruh ketua fraksi inilah ketua MPR dipilih, sehingga antara DPR dan MPR saling berkaitan erat serta tidak bertolak belakang pada visi ataupun misi yang telah disepakati bersama sesuai dengan musyawarah dan mufakat.
Sayangnya pada saat ini kesejahteraan hanya dikecap oleh para wakil dan utusan, belum gamblang secara menyeluruh dan merata dirasakan oleh seluruh lapisan masyakat. Bukankah kesejahteraan tidak bisa diwakili oleh siapapun karena kesejahteraan adalah hak individual ?!. Mungkin karena diakibatkan dari hal inipula timbul adanya rasa kecemburuan sosial sehingga terjadi ketidak saling percayaan antara rakyat dan pemerintah. (Maret/2011). (wnd )
http://www.nusantara.s5.com (Internet Visual Animasi)
19
Buletin OPINI olah pikir:wandi
KESEJAHTERAAN=MEMAKMURKAN
K
esejahteraan tidak diartikan dengan material berupa harta benda, akan tetapi kesejahteraan dapat dikategorikan sebagai kelayakan dan kemudahan berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. 1. Layak dan tidak terlalu sullit untuk mencari bia ya penghidupan sehari-hari (ekonomi kemasyarakatan) 2. Layaknya harga sandang pangan 3. Layaknya harga biaya pendidikan dengan bobot pengajaran kurikulum yang disesuaikan dengan orde yang tengah berjalan sehingga seusai menuntut ilmu mampu untuk melakukan kemandirian usaha 4. Cekal teori ataupun pengetahuan yang tidak realistis dan tidak sesuai dengan praktek karena hanya akan membebani kurikulum pendidikan serta dapat menyesatkan 5. Adanya lapangan pekerjaan yang tidak terbatas pada kategori pendidikan 6. Memiliki landasan ketegasan hukum tanpa tebang pilih, karena dasar hukum adalah ciri-ciri peradaban serta dapat menciptakan ruang lingkup masyarakat madani. Kesejahteraan bukan berarti memperkaya ataupun pemanjaan sebuah negara terhadap rakyatnya, akan tetapi kesejahteraan adalah fasilitas sebuah negara untuk memajukan dan memakmurkan serta memberdayakan SDM (Sumberdaya Manusia) nya. Adapun pandangan perspektif Kaya dan Miskin sebenarnya bisa dikategorikan sebagai takdir dari orang per orang berdasarkan titis tulis (takdir), karena kekayaan dan kemiskinan tidak dapat diterapkan secara paksa hanya dengan melakukan tindakan perubahan nasib. “Seorang miskin dapat dengan segera kaya jika m emiliki takdir kaya, baik dirubah oleh nasib ataupun tanpa bantuan nasib. Sedangkan seorang kaya yang didapatkan dari warisan akan segera jatuh miskin jika tidak memiliki takdir kaya, baik dirubah oleh nasib ataupun tanpa bantuan nasib”. Bayangankan jika sebuah negara deng an masyarakat yang kaya raya dan berkelebihan, adakah yang mau melakukan lagi aktifitas kerja, ataupun mencari penghidupan? sedangkan segala kebutuhannya telah tercukupi bahkan berkelebihan. Maka yang akan terjadi adalah kemalasan, dan keegoisan yang akan menimbulkan kerusakan moral, Atau bayangkan jika sebuah negara dengan masyarakat yang didera kemiskinan, tanpa empati dan kepedulian dari para petinggi dan para hartawan yang telah hidup berkelebihan, dapatkah hukum ditegakan? Dampak efek yang akan terjadi adalah kecemburuan sosial serta akan terjadi berbagai macam bentuk ketidak nyamanan dalam hidup bermasyarakat serta yang akan menjadi sasarannya adalah masyarakat yang dipandang mampu. (ingatlah selalu pada jaman penggedoran, dimana pada masa tersebut rumah orang-orang kaya menjadi sasaran) Dengan demikian kesejahteraan adalah neraca jalan tengah untuk menuju suatu keseimbangan yang tidak dimungkinkan berdampak efek pada akar korelasi secara berlebihan, jikapun ada ketimpangan hal tersebut diakibatkan dari perilaku orang perorang. (08/juni/2011) (wandi )
http://www.nusantara.s5.com (Internet Visual Animasi)
20