HUKUM MA’MUL DALAM KALIMAT TANAZU’ Drs. H. AMINULLAH, MA Fakultas Sastra Jurusan Bahasa Arab Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
Tata bahasa, di dalam bahasa Arab lazim disebut dengan “qawa’id”, adalah salah satu cabang ilmu bahasa yang memiliki peranan sangat penting di antara ilmu-ilmu bahasa yang lain. Dengan tata bahasa memungkinkan seseorang dapat mengoreksi kesalahan-kesalahan yang terjadi di dalam berbahasa, sehingga ia dapat berbahasa dengan baik dan benar. Tata bahasa dapat dibagi menjadi tiga cabang ilmu yang lebih kecil yaitu : 1. Fonologi ( tata bunyi ) di dalam bahasa Arab disebut dengan “ilmu aswat”. 2. Morfologi ( tata kata ) di dalam bahasa Arab disebut dengan “ilmu sorof”. 3. Sintaksis ( tata kalimat ) di dalam bahasa Arab disebut dengan “ilmu nahwu”. Ketika cabang ilmu tersebut memiliki peranan sama-sama penting di dalam rangka penguasaan bahasa asing, termasuk bahasa Arab. Bahasa Arab mempunyai keunikan dibandingkan dengan bahasa lain, satu di antaranya adalah bahwa bahasa Arab memiliki tanda kasus , yaitu adanya perubahan harkat (baris) pada akhir suatu kata , adakalanya bertanda kasus raf’un (nominatif), nasbun (akkusatif), jarrun (genetif), dan sukun (jusif). Ma’mul dalam kalimat tanazu’ adalah sesuatu yang mempunyai kasus yang berubah-rubah pada akhir kata dengan bentuk rafa’, nasab , jazam ataupun kasrah karena bekas amil yang ada di dalamnya . Ma’mul sebagai kalimat yang dipengaruhi ‘amil dapat dibagi dua yaitu ma’mul bi l-asalati dan ma’mul bi t-tabi’iyyati. Dari kedua makmul tersebut masing-masing menjelaskan jabatan kalimat yang termasuk di dalamnya. Adapun ma’mul tanazu’ fi l-‘amal dapat dilihat dari kedudukannya dalam jumlah . Pada dasarnya tanazu’ menjabat pada tiga tempat, yaitu : - Ma’mul sebagai fa’il - Ma’mul sebagai maf’ul bih, dan - Ma’mul sebagai jarr majrur. Maka ma’mul dalam jumlah ini adalah kalimat isim . Perubahan yang terjadi pada isim adalah rafa’ ke nasab, dan ke jarr.
2002 digitized by USU digital library
1
B A B II. TINJAUAN PUSTAKA Hukum berubah ataupun
ma’mul dalam kalimat tanazu’ adalah sesuatu yang harkah atau kasus akhirnya dengan rafa’ , nasab, jazam, kasrah karena bekas ‘amil yang ada di dalanya.
Ma’mul dalam kalimat tanazu’ ini juga merukan produk dari ,amil dia dipengaruhi dan ditentuka oleh ‘amil, dan ‘amil sangat mempengaruhinya. sesuai dengan jabatannya dalam suatu jumlah. Perubahan ini juga menentukan jabatan kalimat di dalam jumlah itu sesuai dengan kaedah-kaedah yang ada di dalam bahasa Arab. Ma’mul dalam jumlah tanazu’ fi l’amal , dilihat dari kedudukannya dalam jumlah itu, pada dasarnya ia menjabat pada tiga tempat, yaitu akan diuraikan pada bab berikutnya.
BAB
III . TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN
3.1 Tujuan Adapun tujuan karya ilmiah ini dilaksanakan adalah untuk sebagai berikut : 1. Mengetahuai pada acuan ‘amil yang dapat beramal pada ma’mulnya. 2. Mengetahui kaedah perubahan harkat ma’mul setelah dipengaruhi oleh ‘amilnya. 3. Mengetahui bentuk-bentuk apa saja dari ma’mul tersebut dalam kalimat. 4. Mencari dan mengatasi problema dalam penggunaan ‘amil ma’mul dalam tanazu’ 3.2. Manfaat Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil karya ilmiah ini adalah : 1. Mempertajam kepekaan terhadap berbagai masalah kebahasaan. 2. Memberikan kemudahan dan mendekatkan pemahaman terhadap pelajaran dan kaedah-kaedah yang berlaku bagi tata bahasa Arab. 3. Memberi manfaat untuk memperoleh bahan masukan untuk mengenal ilmu pengetahuan khususnya hukum ma’mul dalam kalimat tanazu’ dan penggunaannya pada kaedah tata bahasa Arab.
2002 digitized by USU digital library
2
B A B IV. METODE PENULISAN Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode deskriptif analisis, yaitu mengamati dan memahami bahan-bahan yang dikumpulkan yang berhubungan dengan obyek yang akan ditulis. Kemudian dipaparkan dan dibahas berdasarkan pada penjelasan tertentu, selanjutnya dilakukan intenvarisasi dan diklasifikasikan menurut pola-pola yang akan ditulis. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut : 1. Mengumpulkan data dari berbagai referensi atau sumber yang menunjang tercapainya hasil tulisan yang diharapkan. 2. Mengumpulkan buku-buku rujukan yang berhubungan dengan bidang yang ditulis. 3. Data yang teal dipilih dan ditetapkan sebagai bahan tulisan kemudian dianalisis dan diklasisfikasikan yang selanjutnya diseleksi. Kemudian hasil seleksi disusun kembali dan dituangkan dalam tulisan yang merupakan suatu hasil karya ilmiah.
BAB
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Pengertian Ma’mul Mustafa Al-Ghalayayni (1980 : 276) mendefinisakan berikut :
ma’mul sebagai
، أو ﺟـــﺰم، أو ﻧـــﺼـــﺐ، هــــﻮ ﻡـــﺎ ﻳـــﺘـــﻐـــﻴــــﺮ ﺁﺧــــﺮﻩ ﺑـــﺮﻓــــﻊ: اﻟـــــﻤــــﻌـــﻤــــﻮل .أو ﺧـــﻔـــﺾ ﺑــﻴــﺄﺛـــﻴــــﺮ اﻟــــﻌـــﺎﻡـــﻞ ﻓـــﻴـــﻪ /Al-ma’mulu : huwa ma yataghayyaru akhiruhu bi raf’in aw nasbin, aw jazmin , aw khadfin, bi ta’siri l-‘amili fihi/ ‘Ma’mul adalah : sesuatu yang berubah akhirnya dengan rafa’ atau nasab atau jazam ataupun kasrah karena bekas ‘amil yang ada di dalamnya’. Dari definisi di atas , maka dapat dilihat bahwa ma’mul itu merupakan produk dari ‘amil, dia dipengaruhi dan ditentukan oleh ‘amil, dan ‘amil sangat mempengaruhuinya. Ma’mul dapat berharkat fathah, dammah, kasrah dan jazam, sesuai dengan jabatannya dalam satu jumlah atau kalimat.
2002 digitized by USU digital library
3
Adapun yang termasuk ma’mul itu adalah sebagai berikut : 1. Kalimat yang menjadi fa’il atau subjek. Dan ketentuan fa’il ini adalah didahului kerja.
oleh
fi’il
atau
kata
Misal :
ﺟـــﻠـــﺲ اﻟـــﺘـــﻠـــﻴـــﺬ Jalasa t-tilmizu/ ‘telah duduk seorang murid’ 2. Kalimat yang menjadi maf’ul bih Misal :
ﻳـــﻘـــﺮأ اﻟـــﻘـــﺮﺁن /Yaqra’u
l-qur’ana/ ‘Dia (lk) sedang membaca qur’an’.
3. Semua isim yang majrur, karena huruf
jarr atau karena mudaf
Misal :
ﻟـــﻬــﺪاﻳـــﺔ ﻡـــﻦ اﻷﺳـــﺘـــﺎذ /Al-hudayatu mina l-ustazi/ ‘petunjuk itu dari guru’
ﺑـــﻴــــﺖ أﺑـــﻴــــﻚ ﻗـــﺮﻳــــﺐ /Baytu abika
qaribun/ ‘rumah bapakmu dekat’.
4. Semua isim dan khabar inna serta saudara-saudaranya Misal :
ان اﻟـــﻮﻟـــﺪ ﻧــﺸـــﻴــــﻂ /Inna l-walada nasyitun/ ‘sesungguhnya anak itu rajin’. 5. Semua isim dan khabar dari fi’il naqis Misal :
آﺎن اﻟــﻮﻟــﺪ ﻡـــﺠـــﺘـــﻬـــﺪ /Kana l-waladu mujtahidan/ ‘anak itu bersungguh-sungguh’ 6. Semua fi’il yang dinasabkan dengan ‘amil nasab Misal :
ﻟـــﻦ أآـــﺬـــﺐ اﻟـــﻴــــﻚ /Lan akziba ilayka/ ‘Saya tidak akan berdusta padamu’ 7. Semua fi’il mudari’ yang dijazamkan oleh ‘amil jazam atau karena menjadi jawab perintah (jawabu l-‘amr). Misal :
ﻟــﻢ أﻗــﻞ آـــﺬاﻟـــﻚ /Lam aqul kazalika/ ‘Saya tidak berkata demikian’
أذآــﺮوا اﻟـــﻠــــﻪ ﻳـــﺬآـــﺮآـــﻢ /Uzkuru l-LLAHA yazkurkum/ ‘Ingatlah Allah pasti Dia akan ingat engkau’.
2002 digitized by USU digital library
4
8. Semua na’ibu l-fa’il Fa’il majhul atau kata kerja pasif , kata sesudahnya menjadi na’ibu l-fa’il, sebab teal dirafa’kan oleh kata kerja pasif tersebut. Fungsi na’ibu l-fa’il di sini sebagai ma’mul. Misal :
ذﺑـــﺤـــﺖ اﻟـــﺒـــﻘـــﺮة /Zubihati l-baqaratu/ ‘Sapi itu sudah disembelih’ 5.2 Pembagian Ma’mul Pada dasarnya ma’mul dibagi atas dua bagian, yaitu : ma’mul bi l-asalati dan ma’mul bi t-tabi’iyyati. 5.2.1 Ma’mul bi l-asalati Mustafa Al-Ghalayayni (1980 : 276) mendefinisikannya, yaitu :
اﻟـــﻤــﻌـــﻤــﻮل ﺑـﺎﻷﺹــﺎﻟــﺔ هــﻮ ﻡــﺎ ﻳــﺆﺛـــﺮ ﻓـــﻴــﻪ اﻟـــﻌــﺎﻡـــﻞ ﻡـــﺒــﺎﺵـــﺮة /Al-ma’mulu bi l-asalati : huwa ma yu’saru fihi l-‘amalu mabasyaratan/ ‘Ma’mul bi l-asalati adalah : kalimat yang di dalamnya dipengaruhi oleh ‘amil secara langsung’. Maka kalimat-kalimat yng termasuk ma’mul, sebagaimana yang teal penulis sebutkan di atas adalah keseluruhannya termasuk ma’mul bi lasalati. 5.2.2 Ma’mul bi t-tabi’iyyati Menurut Musatafa Al-Ghalayayni (1980 : 276) yaitu :
هــﻮ ﻡــﺎ ﻳــﺄﺛــﺮ ﻓــﻴــﻪ اﻟـــﻌـــﺎﻡــﻞ ﺑــﻮاﺳــﻄــﺔ ﻡـــﺘـــﺒـــﻮﻋـــﻪ: اﻟــﻤـــﻌـــﻮل ﺑــﺎﻟــﺘــﺒــﻌــﻴـــﺔ /Al-ma’mul bi t-tabi”iyyati : huwa ma yu’saru fihi l-‘amilu bi wasitati matbu’ihi/‘Ma’mul bi t-tabi’iyyati adalah : kalimat yang di dalanya dipengaruhi oleh ‘amil perantara yang diikutinya. Jabatan kalimat dalam ma’mul ini adalah sebagai berikut : 1. Na’at Na’at kira-kira sama dengan kata sifat dalam bahasa Indonesia. Na’at dalam bahasa ‘Arab harus mengikuti keadaan kalimat sebelumnya yang disifati, baik dalam bentuk mufrad, musanna, jamak, serta muannas dan muzakkar, maupun dalam keadaan I’rabnya. Misal :
آــﺘـــﺐ اﻟـــﺪرس اﻟـــﻤـــﻔـــﻴـــﺪ /Kutiba d-darsu l-mufidu/ ‘Teal ditulis pelajaran yang berguna itu’ /al-mufidu/ adalah menjabat sebagai Di atas terdapat kalimat اﻟــﻤـــﻔـــﻴـــﺪ na’at dan dapat digolongkan sebagai ma’mul bi t-tabi’iyyah. 2. ‘Ataf Pengertian ataf adalah : merangkai suatu kalimat dengan kalimat yang lain dengan menggunakan huruf ‘ataf. Dalam hal ini , kalimat kedua disebut ma’tuf harus sama bentuk dan keadaannya dengan kalimat pertama atau ma’tuf ‘alayhi. Misal :
ﺟـــﺎء زﻳـــﺪ و ﻋـــﻤــــﺮ /Ja’a Zaydu wa ‘Amru/ ‘Telah datang si Zaid dan si Amru’
2002 digitized by USU digital library
5
Kalimat di atas yang menjadi yang menjabat sebagai ma’tuf.
ma’mul at –tabi’iyyah adalah ﻋــﻤــﺮ/ Amru
3. Taukid Adapun yang dimaksud dengan taukid dalam bahasa Arab adalah : suatu kalimat yang dipergunakan untuk memperkuat , menetapkan atau untuk lebih meyakinkan arti dan maksud kalimat sebelumnya. Misal :
ﻧـــﺠـــﺢ اﻟـــﺘـــﻠــــﻤـــﻴــﺬان آـــﻼ هــﻤــﺎ /Najaha t-tilmizani kilahuma/ ‘Telah berhasil dua orang murid itu keduanya’ kilahuma adalah ma’mul bi t-tabi’iyyah yang menjabat Kalimat آـــﻼهـــﻤــﺎ sebagai taukid. 4. Badal Badal artinya : pergantian. Dan yang dimaksud dalam bahasa Arab adalah : suatu kalimat yang mempunyai tugas dan kedudukan untuk mengganti atau mempertegas apa dan mana yang dimaksud oleh kalimat sebelumnya. Misal :
ﻡـــﺮض اﻟـــﻮﻟـــﺪ ﺑـــﻄـــﻨـــﻪ /Marada l-waladu batnuhu/ ‘Teal sakit anak itu perutnya’ Kata ﺑـــﻄــﻨــﻪ/ adalah ma’mul bi t-tabi’iyyati yang menjabat sebagai badal. Dari contoh di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa ma’mul bi ttabi’iyyati terletak sesudah ma’mul bi l-asalati, ma’mul ini sebagai pelengkap ma’mul bi l-asalati, karena adanya perluasan kalimat dalam jumlah tersebut, sehingga jumlah itu lebih sempurna dan orang lebih mudah memahami maksud yang terkandung di dalamnya. 5.3. Kedudukan Ma’mul dalam Kalimat Tanazu’ fi l-‘amal Berdasarkan harkat akhir kalimat dalam satu jumlah mufidah, maka kalimat yang dapat mengybah harkat akhir kalimat yang lain disebut ‘amil dan kalimat yang berubah harkat akhirnya dari rafa’ ke nasab, jarr dan ke jaza termasuk ke dalam ma’mul. Perubahan ini juga menentukan jabatan kalimat di dalam jumlah itu sesuai dengan kaedakaedah yang ada di dalam bahasa Arab. Dan ma’mul dalam jumlah Tanazu’ fi l-‘amal , dilihat dari kdudukannya dalam jumlah itu, pada dasarnya ia menjabat pada tiga tempat, yaitu : ma’mul menjabat sebagai fa’il, maf’ul bih dan jarr majrur. Maka ma’mul dalam jumlah ini adalah rafa’ ke nasab dan ke jarr. 5.3.1 Kedudukan ma’mul sebagai fa’il Fa’il artinya pelaku pekerjaan atau fihak yang melakukan pekerjaan. Setiap fa’il harus didahului oleh fi’l baik berupa fi’il madi, mudari’ maupun fi’l ‘amr. Imam Sunhaji mendefinisikan , fa’il sebagai berikut :
اﻻﺳــــﻢ اﻟــــﻤـــﺮﻓـــﻮع اﻟـــﻤـــﺬآـــﻮر ﻗـــﺒـــﻠـــﻪ ﻓــــﻌـــﻠـــﻪ: اﻟـــﻔــﺎﻋــﻞ هـــﻮ 2002 digitized by USU digital library
6
/Al-fa’ilu huwa : al-ismu l-marfu’u l-mazkuru qablahu fi’luhu/ ‘Fa’il adalah : ism yang marfu’ yang disebutkan orang didahulukan fi’ilnya’. Fa’il terbagi pada dua bagian yaitu : berupa ism zahir dan isim damir. Dan dalam jumlah tanazu’ fi l-‘amal, fa’ilnya berupa ism zahir , yaitu pelaku perbuatan jelas/nyata. misal :
ﺟـــﻞء و ذهــﺐ ﻋــﻠــﻲ /Ja’a wa zahaba ‘aliyyun/ ‘Datang dan pergi si Ali’ Kata ﻋــﻠـــﻲ/’Aliyyun/ si Ali sebagai fa’il ism zahir. Dan ali juga merupakan contoh ma’mul yang berkasus nominatif (rafa’) berkedudukan sebagai fa’il atau pelaku pekerjaan dalam kalimat tersebut. 5.3.2 Kedudukan ma’mul sebagai maf’ul bih Imam Sunhaji (1986 : 31) menyatakan bahwa : maf’ul bih merupakan ism mansub atau ism yang berkasus akkusatif yang merupakan obyek kalimat . Oleh karena itu ism yang berkasus akkusatif dan berkedudukan sebagai maf,ul bih dapat menjadi ma’mul dalam kalimat tanazu’. / an’amakum/ binatang ternak , adalah ma’mul Misal kataأﻧـــﻌـــﺎﻡـــﻜــﻢ yang berkasus akkusatif berkedudukan sebagai maf’ul bih. Contoh dalam kalimat :
آــﻠــﻮا وارﻋـــﻮا أﻧـــﻌــﺎﻡــﻜــﻢ /Kulu war ‘au an’amakum/ ‘Makan kamulah dan gembalkan kamulah binatang ternakmu’. (Q.S. : 20, 54). 5.3.3 Kedudukan ma’mul sebagai jarr majrur Ada tiga tempat yang menjadikan ism itu, yaitu : bila didahului oleh huruf jarr, bila menjadi mudaf ilayhi, dan bila menjadi pengikut dua ism yang dijarrkan di atas, dari ketiga tempat ini. Adapun kedua tempat yang menjadi ism itu majrur dalam jumlah tanazu’ fi l-‘amal adalah : didahului oleh huruf jarr dan bila menjadi mudaf ilayhi. Ma’mul dalam jumlah ini berkedudukan sebagai jarr majrur. Misal :
اﻟـــﺸـــﻤــــﺲ و اﻟـــﻘـــﻤـــﺮ ﺑـــﺤـــﺴــــﺒــﺎن /Asy-syamsu wa l-qamaru bi husbanin/ ‘Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan’. (Q : 55, 5) Adapun dalam jumlah tanazu’ fi l-‘amal , kalimat yamg menjadi ma’mul adalah jarr – majrur yang menjadi rebutan ‘amil, yaitu kata ﺑـــﺤـــﺴـــﺒـــﺎن /bihusbanin menjadi rebutan dari kedua ‘amilnya, yaitu kata اﻟـــﺸـــﻤـــﺲ /asy-syamsu dan اﻟـــﻘــﻤــﺮ/alqamaru. Kemudian ma’mul yang majrur berkedudukan sebagai mudaf ilayhi. 5.4 Beberapa Hukum Tentang Ma’mul Dalam Kalimat Tanazu’ Dalam gramatika bahasa Arab, setiap kalimat tidak terlepas dari hukum. Hukum dapat dilihat pada harkat / syakal akhir kalimat tersebut.
2002 digitized by USU digital library
7
Adapun kalimat itu terdiri dari : fi’l, ism dan huruf. Dan dikelompokkan kalimat ini pada dua bagian yaitu mabni dan mu’rab. Mabni adalah : kalimat yang dalam semua keadaan tidak mengalami perobahan pada harkat baris akhir. Sedangkan mu’rab adalah : kalimat yang dapat berobah pada akhirnya, baik harkatnya maupun hurufnya apabila ada ‘amil. Adapun I’rab sebagaimana dikatakan Al-Ghalayayni (1980 : 16) : merupakan perobahan baris akhir suatu kata akibat masuknya ‘amil dalam kalimat tersebut, maka ada kata yang baris akhirnya rafa’ atau nasab atau jarr maupun jazam sesuai dengan fungsi ‘amil tersebut dalam kalimat. Yang dimaksud dengan hukum di sini adalah yang menyangkut masalah I’rab , yaitu I’rab ma’mul dalam jumlah tanazu’ I’rab sebagaimana dimaksud di atas dapat dibagi kepada empat macam yaitu : 1. Mansub atau akkusatif 2. Marfu’ atau nominatif 3. Majrur atau jenetif 4. Majzum atau jusuf Maka ma’mul dalam jumlah tanazu’ fi l-‘amal juga terbagi atas beberapa I’rab atau kasus, yaitu : 5.4.1 I’rab ma’mul (kasus) dalam kalimat Beberapa ma’mul dalam jumlah tanazu’ fi l-‘amal sangat berpengaruh pada ‘amil. Adapun ma’mul itu sendiri terdiri dari ism . Dan ism mempunyai I’rab sebagai berikut : Pada tempat marfu’ atau nominatif, tempat mansub atau akkuasatif, dan pada tempat majrur atau jenetif. Adapun pada setiap tempat, ma’mul mempunyai kasus dan memerlukan pembahasan. A. Kasus Nominatif Pada kasus ini ma’mul terletak pada tempat rafa’. Dan tanda rafa’ itu adalah dengan dammah, alif dan waw. Adapun jabatan ma’mul pada tempat ini yaitu pada tempat fa’il dan na’ibu l-fa’il. Contoh tanda I’rab yang dinyatakan dengan dammah :
ﺳـــﻤـــﻊ و آـــﺘـــﺐ اﻟــﻤـــﺘـــﻌــﻠـــﻢ /Sumi’a wa kutiba l-muta’allimu/ ‘Didengar dan ditulis pelajaran itu’. Contoh tanda I’rab yang dinyatakan dengan alif :
أآــﺮﻡــﺖ و ﺵـــﻜـــﺮﻧــﻲ اﻟـــﻄﺎﻟــــﺒـﺎن /Akramtu wa syakarani t-talibani/’Aku muliakan dan berterima kasih padaku dua orang mahasiswa itu’.
2002 digitized by USU digital library
8
Contoh tanda I’rab yang dinyatakan dengan waw :
أﺳــﺮ و ﺵــﻨـــﻘــﻮا اﻟــﻤــﺠـــﺮﻡــﻮن /Usira wa syuniqu l-mujrimuna/ ‘Ditawan dan digantung orang orang yang berdosa itu’. B. Kasus Akkusatif Ma’mul pada kasus ini berada di tempat adalah : fathah, alif, kasrah ,dan ya. Misal : tanda I’rab yang berharkat fathah :
nasab, dan tanda
nasabnya
ﻳــﺸــﺘـــﺮى و ﻳــﺸـــﺘـــﻤــﻞ اﻟــﻤــﺸــﻄــﺮة /Yasytari wa yasyta’milu misytarata/ ‘Dia membeli dan memakai mistar itu’ Contoh tanda nasab yang dinyatakan dengan alif :
ﻧـــﻈــﺮت و ﺧــﺎﻃـــﺒـــﺖ أﺑــﺎك /Nazartu wa khatabtu abaka/ ‘Aku melihat dan menegur ayahmu’ Contoh tanda nasab yang dinyatakan dengan kasrah :
أآــﺮم و ﻳــﺤــﺘـــﺮم اﻟـــﻤـــﻌـــﻠـــﻤـﺎت /Akrimu wa ahtarimu l-mu’allimati/ ‘Aku memuliakan dan menghormati guru-guru perempuan itu’ Contoh tanda nasab yang dinyatakan dengan ya :
ﻳــﺄﺧــﺬ و ﻳــﻘــﺮأ اﻟــﻜــﺘـﺎﺑــﻴــﻦ /Ya’khuzu wa yaqra’u l-kitabayni/ ‘Dia mengambil dan membaca dua buku itu’ Dari semua contoh tanda nasab di atas, akuusatif menjabat sebagai maf’ul bih.
bahwa
ma’mul dalam kasus
C. Kasus Jenetif Ma’mul pada kasus jenetif ini terletak pada huruf jarr, dan tand adalah dengan : kasrah, ya, dan fathah. Contoh tanda I’rab yang berharkat kasrah :
jarrnya
أﺡــﺐ ﻟــﻮن و ﺵــﻜــﻞ اﻟــﻤــﻜــﺘـــﺐ /Uhibbu lawna wa syakla l-maktabi/ ‘Aku menyukai warna dan bentuk meja itu’ Contoh tanda majrur yang dinyatakan dengan ya :
أﺡــﺴــﻦ و اﻃــﻊ ﺑــﻮاﻟــﺪﻳــﻚ /Ahsin wa ‘ati’ biwalidayka/ ‘Berbuat baiklah dan patuhlah dengan kedua orang tuamu’ Contoh tanda I’rab berharkat fathah :
ﻋــﺮﻓــﻨــﺎ اﺧـــﻼص و ﻃــﺎﻋــﺔ اﺑــﺮاهـــﻢ ﺑﺎاﻟــﻠــﻪ /’Arifna ikhlasa wa ta’ata Ibrahima bi l-LAHI/ ‘Kami mengetahui keikhlasan dan ketaatan nabi Ibrahim terhadap Allah’.
2002 digitized by USU digital library
9
5.4.2 Letak ma’mul dalam kalimat Dalam jumlah tanazu’ fi l’amal , dikenal peristilahan ‘amil dan ma’mul. Kedua istilah ini saling berhubungan satu dengan yang lainnya bembentuk satu jumlah. Pada pembahasan tentang letak ini, bahwa kalimat yang menjadi ma’mul terletak sesudah ‘amil yang berbilang dua atau lebih. ‘Amil-‘amil ini menempati tempat yang beriringan dan tidak dapat di antarai atau diawali oleh huruf yang beramal selain huruf ‘ataf. Masing-masing ‘amil bertujuan langsung kepada ma’mul dalam segi pengamalan. Akan tetapi salah satu di antaranya yang dapat beramal kepada jabatan kalimat yang menjadi ma’mul. Untuk mengetahui ‘amil man yang dapat beramal kepada ma’mul tersebut , maka penulis mengemukakan dua pendapat ulama nahwu Basrah dan Kuffah tentang hal ini dan sekaligus menerangkan keadaan ‘amil lainnya. Menurut ulama Basrah, bahwa : ‘amil kedua yang lebih utama untuk beramal kepada ma’mul, alasannya : 1. Karena lebih dekat kepada ma’mul. 2. Karena adanya pemisahan antara ‘amil, serta antara ‘amil dan ma’mul. Ma’mul yang terdiri dari ism zahir berada di samping ‘amil kedua, menyebabkan ‘amil tersebut lebih lazim dan lebih kuat beramal kepada lafaz ma’mul dari pada ‘amil pertama. 3. Karena adanya huruf ‘ataf atau kata perangkai, yang merangkai dua kalimat. Kalimat kedua mengikut kepada kalimat pertama. Dalam hal ini jumlah kedua yang terdiri dari ‘amil dan lafaz ma’mul mengikut pada jumlah pertama yaitu ‘amil kedua mengikut pada ‘amil pertama. Sedangkan ma’mul yang ada yang terletak pada jumlah kedua menjadi milik ‘amil kedua. Oleh karena itu ‘amil ini yang lebih utama. Menurut ulama Kufah, bahwa ‘amil pertama beramal kepada ma’mul, karena mempunyai dua sebab : 1. ‘Amil pertama lebih dahulu letaknya dan lebih awal disebutkan. 2. Susunan ‘amil pertama ini, tersembunyi damir di dalamnya. Sebelum disebutkan ma’mul, maka menjadikannya dalam damir. Adapun damir pada ‘amil kedua adalah kembali pada damir ‘amil pertama karena ‘amil ini lebih awal disebutkan.Dan setelah adanya ism zahir dari ma’mul, maka ia kembali kepada ism damir ‘a mil pertama. Dengan demikian ‘amil pertamalah yang lebih utama beramal kepada ma’mul. Contoh di bawah ini adalah menurut ulama Basrah :
رأﻳــﺖ و ﺵــﻜــﺮ أﺧــﺎك /Ra’aytu wa syakartu akhaka/ ‘Aku melihat dan aku berterimakasih kepada saudaramu’
أآــﺮﻡــﺖ و ﺵـــﻜـــﺮﻧــﻲ اﻟــﻄــﺎﻟــﺒـﺎن /Akramtu wa syakarani t-talibani/ ‘Aku memuliakan dan bersyukur kepadaku dua orang mahasiswa itu’ Dalam contoh 1 dan 2 di atas terdapat kata ﺵـــﻜـــﺮت/syakartu dan ﺵـــﻜــﺮﻧــﻲ adalah “amil kedua dari setiap jumlah yang beramal kepada /syakarani/ /at-talabani/ sebagai ma’mul. kalimat أﺧــﺎك/akhaka/ dan اﻟــﻄــﺎﻟــﺒــﺎن
2002 digitized by USU digital library
10
Selanjutnya dari jumlah kedua di atas kembali dituliskan, tetapi memakai cara penulisan ulama Kufah. Hal ini merupakan contoh ulama Kufah adalah sebagai berikut :
رأﻳــﺖ و ﺵــﻜــﺮﺕــﻪ أﺧــﺎك /Ra’aytu wa syakartuhu akhaka/ ‘Aku melihat saudaramu dan aku berterimaksih padanya’
أآــﺮﻡــﺖ و ﺵــﻜــﺮﻳـــﻦ اﻟــﻄــﺎﻟــﺒـــﻴـــﻦ /Akramtu wa syakarani talibayni/‘Aku memuliakan dua orang mahasiswa itu dan keduanya berterima kasih padaku’. Kata “ra’aytu” dan “akramtu” dan kepada ma’mul, yaitu kalimat “akhaka” dan “at-talibayni”. Menurut ulama Basrah dan Kufah dalam hal tanazu’ ini, keduanya sependapat bahwa salah satu ‘amil dari kedua ‘amil itu beramal pada ism zahir, tetapi mereka berselisih tentang ‘amil yang diutamakan untuk beramal. Sebagaimana contoh di atas. Dari contoh-contoh itu dapat dibandingkan sistem yang dipakai ulama Basran dan yang digunakan ulama Kufah. jelas terlihat adanya perubahan dalam segi penulisan tetapi mempunyai maksud yang sama. Kedua sistem ini diungkapkan berdasar dari pendengaran orang Arab. Adapun keadaan ‘amil yang lain selain ‘amil yang beramal yaitu ‘amil muhmal dan ‘amil yang batal dan dianya beramal pada ism damir dan ma’mul tersebut. Ini dapat jelas terlihat, apabila ma’mul terdiri dari isim musanna atau jama’ Untuk mengetahui tentang ini penulis akan menguraikan tentang bilangan. 5.4.3 Bilangan ma’mul dalam kalimat Berbicara mengenai bilangan , maka terbayang dalam fikiran kita berupa angka-angka, yaitu angka satu, dua , tiga ,dan seterusnya. Karena memang demikianlah bilangan itu. Tetapi dalam pembahasan tentang bilangan ini, tidak demikian. Adapun bilangan di sini adalah di dalam kalimat. Kalimat yang dimaksud yakni ma’mul di dalam jumlah tanazu’ fi l-‘amal. Dalam pembahasan tentang bilangan ini, bersumber pada ma’mul, di mana penulis membahasnya dari dua sisi, yaitu dari bilangan ma’mul itu sendiri dan dari kalimat yang menjadi ma’mul yang berbilang mufrad, musanna, dan jama’. 5.4.3.1 Dari sisi ma’mul Sebagaimana teal kita ketahui dalam pembahasan sebelumnya, bahwa ma,mul dalam jumlah tanazu’ fi l-‘amal adalah satu yang diperebutkan oleh beberapa ‘amil. Walaupun demikian tidak menutup kemungkinan bahwa ma’mul tersebut bisa lebih dari satu. Hal ini dijelaskan Mustafa AlGhalayayni, (1980 : 20) dalam definisinya tentang tanazu’ :
أن ﻳــﺘــﻮﺟــﻪ ﻋــﺎﻡــﻼن ﻡــﺘــﻘــﺪﻡــﺎن أو أآــﺜــﺮ اﻟــﻲ ﻡــﻌــﻤــﻮل واﺡــﺪ ﻡــﺘﺄﺧــﺮ أو: اﻟــﺘــﻨﺎزع أآــﺜــﺮ /At-tanazu’ : an yatawjjaha ‘amilani mutaqaddimani aw aksarun ila ma’mulin wahidin muta’akhkhirin aw aksarin/ ‘ Tanazu’ adalah : bahwasanya dua ‘amil yang didahulukan tempatnya atau lebih menuju kepada ma’mul yang satu atau lebih yang diakhiri tempatnya’.
2002 digitized by USU digital library
11
Beberapa ahli nahwu lebih banyak membahas ma’mul yang berbilang satu dalam jumlah tanazu’ ini. Di antaranya empat definisi tanazu’ yang akan penulis kemukakan , hanya satu definisi yang menyebutkan bahwa ma’mul bisa lebih dari satu. Hal ini tergantung pada ungkapan dan maksud dari jumlah tersebut, ada yang sederhana susunannya, dan jelas maksudnya , tetapi ada juga yang luas dengan mengembangkan kalimat, sehingga susunannya lengkap dan difahami maksud dari jumlah tersebut. Untuk mengetahui lebih jelas, contoh :
maka
penulis mengemukakan beberapa
ﺕـــﺴـــﺒــﺤـــﻮن و ﺕــﺤــﻤــﺪون و ﺕــﻜــﺒــﺮون دﺑــﺮ آــﻼ ﺹــﻼة ﺛـﻼﺛـﺎ و ﺛـﻼﺛـــﻴــﻦ /Tusabbihuna wa tuhammiduna wa tukabbiruna dubura kulla salati salasa wa salasina/ ‘Kamu bertasbih dan bertahmid dan bertakbir di belakang semua salat sebanyak tiga puluh kali’.
ﺕــﻜــﺘــﺒــﻮن و ﺕــﻘــﺮأون و ﺕــﺤـــﻔــﻈــﻮن اﻟــﻨـــﺼــﻮص اﻷدﺑـــﻴـــﺔ آــﻞ أﺳــﺒــﻮع /Taktubuna wa taqra’una wa tuhfazuna n-nususa l-adabiyyata kulla usbu’in/ ‘Kamu menulis ,mambaca dan menghafal nas-nas sastra setiap minggu’. Contoh pertama menunjukkan bahwa : ‘amil terdiri dari kalimat “tusabbihuna”,”tuhammiduna”, dan “tukabbiruna”, sedangkan ma’mulnya ada dua yaitu pada kalimat /dubura/ dan /salasa wa salasina/. Pada contoh kedua terdiri dari tiga ‘amil dan dua ma’mul, yaitu : ‘Amil : /taktubuna/, /taqra’una/ dan /tuhfazuna/ Ma’mul : /an-nususa/ dan /kulla/ Dari definisi dan contoh-contoh di atas, penulis membandingkan bahwa jumlah bilangan ma’mul lebih kecil dari bilangan ‘amilnya. 5.4.3.2. Dari sisi kalimat pada ma’mul Dalam pembahasan tentang bilangan selanjutnya, bahwa ma’mul tersebut terdiri dari kalimat yang berbilang. Ism dilihat dari segi jumlah bendanya terdiri dari : ism mufrad, musanna, dan jamak. Dalam hal ini penulis juga akan membahas ‘amil, karena ma’mul tersebut berhubungan kepada ‘amil yang muhmal (batal dalam beramal), di mana ‘amil ini beramal kepada isim damir mu’mal yang diperebutkan. Apabila mu’mal berbilang mufrad, maka ‘amil muhmal berbentuk mufrad. Demikian juga bila berbilang musanna,’amil muhmal berbentuk musanna. Dan berbilang jamakma’mulnya, maka ‘amil muhmal berbentuk jamak. A. Jenis Mufrad Isim mufrad adalah : suatu lafaz yang menunjukkan satu atau kata benda tunggal. Dalam hal ini, lafaz ma’mul terdiri dari ism mufrad. Dan dilihat dari jenis kelaminnya, maka ism terbagi kepada : muzakkar dan mu’annas. Dan mengenai tanda I’rab atau kasus dari ism mufrad ini adalah sebagai berikut : tanda kasus nominatifnya dammah, tanda kasus akkusatifnya fathah, dan tanda kasus jenetifnya kasrah.
2002 digitized by USU digital library
12
Misal :
و ﻡــﻜــﺮوا وﻡــﻜــﺮاﻟﻠـــﻪ /Wa ma karu wa makara l-LAHU/ ‘Orang-orang kafir itu membuat tipu daya dan ALLAh membalas tipu daya mereka itu’. (Q. 3 : 54)
أﻧــﺴـــﺖ و ﺳــﻌـــﺪت ﺑــﺎﻟــﺰﺋـــﺮة اﻷدﺑـــﻴـــﺔ ﺑـــﻬﺎ /Anastu wa sa’idtu bi z-za’irati l-adibati biha/ ‘Aku gembira dan bahagia dengan pengunjung sastrawan itu dengannya’. Dalam bentuk mu’annas :
أﻧـــﺴـــﺖ و ﺳـــﻌـــﺪت ﺑــﺎﻟـــﺰﺋـــﺮة اﻷدﺑـــﻴـــﺔ ﺑـــﻬــﺄ /Anastu wa sa’idtu bi z-za’irati l-adibati biha/ ‘Aku gembira dan bahagia dengan pengunjung sastrawati itu, dengannya’. Dalam contoh pertama , kalimat /ALLAHU/ adalah ma’mul menjabat sebagai fa’il dengan tanda kasus nominatifnya dammah. Sedangkan kalimat /makaru/ dan /makara/ adalah ‘amil-‘amilnya. Melihat susunan kalimat , maka ‘amil kedua yang dapat beramal kepada ism zahir tersebut, dan ‘amil pertama disebut sebagai muhmal, beramal kepada ism damir dari kalimat /ALLAHU/. Pada contoh kedua terdapat duan ‘amil, yaitu : /anastu/ dan /sa’idtu/, keduanya memperebutkan ma’mul /bi z-za’iri l-adibi/ yang menjabat sebagai jarr majrur. ‘Amil-‘amil ini tidak mempunyai kekuatan untuk beramal kepada ma’mul tersebut. Tetapi kedua ‘amil ini berhak beramal kepadanya dan yang beramal haruslah salah satu di antaranya. Untuk mengetahui’amil yang beramal dan muhmal, maka kembali kepada pendapat ahli nahwu Basrah dan Kufah. Adapun menurut ulama Basrah, bahwa ‘amil kedua /sa’idtu/ beramal kepada ma’mul /bi z-za’iri l-adibi/ dan ‘amil /anastu/ muhmal, beramal kepada ism damir ma’mul zahir yaitu /bihi/. Menurut ulama Kufah bahwa, ‘amil /anastu/ beramal kepada /bi z-za’iri ladibi/ dan ‘amil /sa’idtu/ beramal pada /bihi/. Demikian juga sama halnya dengan mu’annas dengan damir /biha/. B. Jenis Musanna Isim musanna adalah ism yang menunjukkan dua. Cara membentuk sekaligus tanda ism musanna itu adalah : dari ism mufrad dengan menambah alif dan nun apabila berkasus nominatif, serta ya dan nun ketika berkasus akkusatif dan jenetif. Dalam jumlah tanazu’, ma’mulnya dalam bentuk musanna.
أآـــﺮﻡــﺖ و ﺵــﻜـــﺮﻧــﻲ اﻟــﻄــﺎﻟـــﺒـــﻴــﻦ /Akramtu wa syakarani t-talibayni/ ‘Aku memuliakan dan keduanya berterima kasih kepadaku dua orang mahasiswa itu’ Contoh di atas terdiri dari dua ‘amil , yaitu : /akramtu/ dan /syakarani/, sedangkan ma’mulnya adalah /at-talibayni/ yang menjabat sebagai maf’ul bih dengan tanda kasus akkusatifnya ya dan nun.
2002 digitized by USU digital library
13
Melihat susunan kalimatnya dalam jumlah tersebut, maka ‘amil yang beramal adalah ‘amil pertama /akramtu/ dan ‘amil kedua /syakarani/ adalah ‘amil muhmal. Adapun ‘amil muhmal ini beramal pada ism damir dari ma’mul /at-talibayni/, yaitu damir rafa’ /huma/ yang menjabat sebagai fa’il dan damir ini dizahirkan yaitu alif musanna yang ada dalam kalimat ‘amil muhmal tersebut. C. Jenis jamak Sebagaimana bahasa Indonesia, bahasa Arab juga mempunyai istilah jamak. Jamak dalam bahasa Indonesia dimulai dari dua, sedangkan dalam bahasa Arab dimulai dari tiga. Adapun ism jama’ adalah : suatu lafaz yang menunjukkan benda yang berjumlah tiga atau lebih. Jama’ terbagi tiga, yaitu : jama’ mu’annas salim, jama’ muzakkar salim, dan jama’ taksir. 1. Jama’ mu’annas salim Jama’ mu’annas salim adalah : ism yang menunjukkan jama’ perempuan. Cara pembentukan jama’ ini dengan menambah alif dan ta pada ism mufrad, sedangkan tanda kasusnya adalah sbagai berikut : nominatifnya dengan dammah , akkusatifnya dengan kasrah dan jenetifnya dengan kasrah. Dan dalam jumlah tanazu’, jama’ ini terletak pada ma’mulnya. Misal :
اﺟــﺘــــﻬـــﺪت و ﻧـــﺠـــﻬــﻦ اﻟــﻤــﺠـــﺪت /Ijtahadat wa najahna l-mujaddatu/ ‘Telah bersungguh-sungguh dan berhasil para perempuan’. Contoh di atas ‘amilnya adalah /ijtahadat/ dan /najahna/, sedangkan ma’mulnya pada kalimat /al-mujaddatu/ berkedudukan sebagai fa’il dengan tanda nominatifnya dammah. Apabila dilihat pada bentuk dan susunan kalimatnya maka ‘amil pertama /ijtahada/ beramal pada ma’mul /al-mujaddatu/ yaitu /hunna/ damir ini ada dalam fi’il /najahna/ yaitu nun niswah yang bersambung dengan fi’il tersebut. 2. Jama’ muzakkar salim Jama’ muzakkar salim adalah : ism yang menunjukkan jama’ laki-laki . Jama’ ini ,mempunyai pola tertentu, yaitu : dengan menambah waw dan nun atau ya dan nun.Adapun tanda-tanda kasusnya adalah : tanda ksusu nominatif dengan waw, kasus akkusatif dan jenetif dengan ya. Misal :
أوﻗــﺪ واﺳــﺘــﺪﻓــﺌـــﻮ اﻟـــﺤــﺎرﺳـــﻮن /Awqada wastadaffa’u l-harisuna/ ‘Teal menyalakan api dan memanaskan badan para penjaga itu’
ﺳـــﻤـــﻌـــﺖ و اﺑـــﺼـــﺮت اﻟـــﻘــﺎرﺋـــﻴـــﻦ /Sami’tu wa absartu l-qari’ina/ ‘Aku mendengar dan melihar para pembaca’. Contoh pertama ‘amil-‘amilnya adalah : /awqada/ dan /istadaffa’u/, sedangkan ma’mulnya pada kalimat /al-harisuna/ yang menjabat sebagai fa’il dengan tanda kasus nominatifnya adalah waw. Dilihat dari bentuk
2002 digitized by USU digital library
14
dan susunan kalimat dalam jumlah itu, maka dapat ditentukan di antara kedua ‘amil, ‘amil pertama /awqada/ yang beramal pada ma’mul /alharisuna/. Dan ‘amil kedua /istadaffa’u/ adalah ‘mil muhmal yang beramal pada damir ism ma’mul /al-harisuna/ yakni /huma/ . Damir ini dizahirkan dengan adanya wa jama’ di dalam fi’il /istadaffa’u/. Contoh kedua pada jumlah ini terdapat dua ‘amil, yaitu : /sami’tu / dan /absartu/ serta satu ma’mul dalam kalimat /al-qari’ina/ yang berkedudukan sebagai maf’ul bih. Dan mempunyai tanda kasus akkusatifnya ya. Kedua ‘amil memperebutkan ma’mul /al-qari’ina/ sebagai maf’ulnya, akan tetapi salah sati si antara kedua ‘amil itu tidak mempunyai kekuatan untuk memilikinya . Untuk menentukan ‘amil yang beramal pada ma’mul , maka penulis kembali pada pendapat dua ulama nahwu , yaitu : Menurut ulama Basrah bahwa : ‘amil /absartu/ beramal pada ma’mul /alqari’ina/ , dan ‘amil / sami’tu / beramal pada damir dari ism zahir ma’mul /al-qari’ina/ yaitu damir nasab /iyyahum/. Dan damir ini tidak dizahirkan. Menurut ulama Kufah : sebaliknya , yaitu : ‘amil /sami’tu/ beramal pada /alqari’ina/ dan ‘amil /absartu/ beramal pada damir nasab /iyyahum/ yang tidak dizahirkan. 3. Jama’ Taksir Jamal’ taksir adalah jama’ yang bentuknya tidak mengikuti rumus tertentu. Jama’ taksir ini mempunyai tanda kasus nominatif , akkusatif dan jenetif sama dengan ism mufrad , tetapi dalam bentuk sighat muntaha l-jumu’. Nakirah tanda kasus jenetifnya dengan fathah. Misal ;
ﻇـــﻔـــﺮ ﻓـــﻤـــﺪﺡـــﺘـــﻬـــﻢ اﻟـــﺠـــﻨـــﻮد /Zafira famadahtuhumu l-junudu/ ‘Telah berhasil pasukan itu lalu aku memuji mereka’
ﺟـــﻔــﻮﻧــﻲ و ﻟــﻢ اﺟـــﻔــﻮ اﻷﺧــﻸ اﻧـــﻨـــﻲ ﻟـــﻐـــﻴـــﺮ ﺟـــﻤـــﻴــــﻞ: اﻟــﺸـــﺎﻋـــﺮ ﻡـﻦ ﺧـﻠــﻴــﻠﻲ ﻡــﻬــﻤـﻞ /Asy-sya’ru : jufuni wa lam ajfu l-akhillaa innani lighayri jamilin min khalilia muhmalun/ ‘Sya’ir : mereka menjauhiku dan aku tidak menjauhi sahabat-sahabat, sungguhnya aku tanpa berbuat baik dari persahabatanku yang dilalaikan’. Dalam jumlah pertama terdapat dua ‘amil yaitu : /zafira/ dan /madahtuhum/ serta ma’mulnya dalam kalimat /al-junudu/ yang menjabat fa’il dengan tanda kasus nominatifnya dammah. Dilihat dari susunan kalimatnya , maka ‘ami pertama /zafira/ beramal pada damir ma’mulnya yaitu damir /hum/ menjabat sebagai maf’ul bih. Damir ini terdapat dalam jumlah ‘amil kedua /madahtuhum/. Pada contoh kedua ‘amil-‘amil yang ada pada jumlah adalah : /jufina/ dan /lam ajfu/ dan ma’mulnya dalam kalimat /al-akhlaa/ yang menjabat sebagai maf’ul bih dengan tanda kasus akkusatifnya fathah. Dari kedua ‘amil ini maka dapat ditentukan, bahwa ‘amil /lam ajfu/ beramal pada ma’mul /al-akhlaa/. Damir ini terdapat dalam fi’il /jufuni/ yaitu damir rafa’ /hum/ yang dinyatakan dengan waw jama’ah dalam fi’il tersebut dan berkedudukan sebagai fa’il.
2002 digitized by USU digital library
15
Dari penjelasan dan contoh-contoh yang teal penulis kemukakan di atas, maka ma’mul dalam jumlah tanazu’ fi l-‘amal ini sangat besar artinya bagi ‘amil‘amil tersebut, baik dalam arti maupun dalam pengalaman. Bagi ‘amil yang beramal, tidak ada persoalan , akan tetapi bagi ‘amil yang muhmal diperlukan pembahasan untuk menentukan damir dari ism zahir ma’mul dalam hal pengalaman ‘amil muhmal tersebut. Damir ini disebut juga dengan damir ‘aid. Damir ‘aid ini terkadang ditakdirkan atau dizahirkan dengan ‘amil muhmalnya ataupun dibuang (ditiadakan) dan hanya ditakdirkan tersembunyi sesuai dengan jabatan yang dikehendaki ‘amil muhmal itu. 5.5 Pengertian Tanazu’ Tanazu’ termasuk salah satu kelompok ism yang mansub. Tanazu’ tidak dapat berdiri sendiri, karena terdiri dari ‘amil dan ma’mul yang membentu satu jumlah. Dr. Abdul Hamid Said Thalab (tanpa sebagai berikut :
tahun : 82) mendefinisikan tanazu’
اﻟـــﺘــﺠــﺎذب ﺑـﺎﻟﻜــﻼم: اﻟـــﺘــﻨــﺎزع ﻟـــﻐـــﺔ أن ﻳــﺘــﻘــﺪم ﻋــﺎﻡـــﻼن ﻓــﺎآـــﺜــﺮ ﻋـــﻠـــﻰ ﻡـــﻌـــﻤـــﻮل ﻏـــﻴـــﺮ ﺳـــﺒـــﺒـــﻲ: واﺹــﻄــﻼﺡــﺎ آـــﻞ واﺡـــﺪ ﻡــﻨـــﻬـــﻤــﺎ ﻃــﺎﻟــــﺐ ﻟـــﻪ ﻡـــﻦ ﺟــﻬـــﺔ اﻟـــﻤـــﻌـــﻨــﻰ /At-tanazu’u lughatan : at-tajazubu bi l-kalami wa istilahan : an yataqaddama ‘amilani fa aksara ‘ala ma’mulin ghayra sababi kulla wahidin minhuma talibin lahu min jihati l-‘na/ ‘ Tanazu’ dalam bahasa berarti : perebutan dalam jumlah . Dan dalm istilah tanazu’ berarti : mendahului dua ‘amil atau lebih terhadap satu ma’mul selain beberapa sebab , tiap-tiap satu di antara dua ‘amil meminta untuknya dari segi arti’. Misal :
ﺟــﺎء و دﺧــﻞ اﻟـــﺮﺟــﻞ ﻓــﻰ اﻟـــﺒـــﻴـــﺖ /Ja-a wa dakhala r-rajulu fi l-bayti/ ‘Telah datang dan masuk seorang lelaki di dalam rumah’ Kata /ja-a/ dan /dakhala/ adalah ‘amil. Sedangkan /ar-rajulu / merupakan ma’mul. “amil diatas merupakan fi’il madi dan ma’mulnya adalah fa’il. Maka kedua fi’il madi ini masing-masing menginginkan /ar-rajulu/ yaitu fa’ilnya. 5.6 Pengertian ‘Amil M. Antoki (tanpa tahun : 65) menjelaskan ‘amil , yaitu :
را اﻻﻋــﺮاﺑـــﻴــﺔ أن ﺕــﻐـــﻴـــﺮات أواﺧـــﺮ اﻟــﻜـــﻼم،، ﻳــﺮى اﻟـــﻨـــﺤـــﺎة ان اﻟــﻈــﻮاﻩ: اﻟــﻌــﺎﻡــﻞ ﻡــﻦ رﻓــــﻊ اﻟــﻰ ﻧـــﺼـــﺐ اﻟــﻰ ﺟـــﺮ اﻟـــﻰ ﺟـــﺰم اﻧـــﻤــﺎ هـــﻰ ﻧـــﺘـــﻴـــﺠـــﺔ ﺕــــﺎﺛـــﻴــــﺮ . ﺑـــﻌـــﺪ ﻓـــﺴـــﻤـــﻮ اﻟــﻜــــﻠـــﻤـــﺔ اﻟـــﻤـــﺆﺛـــﺮة ﻋـــﺎﻡـــﻼ ﻓـــﻰ ﺑـــﻌــــﺾ اﻟـــﻜــــﻼم اﻟـــﻤـــﺘـﺎﺛـــﺮة ﻡـــﻌـــﻤـــﻮﻻ واﻟـــﻈـــﺎهـــﺮة اﻻﻋـــﺮﺑـــﻴﺔ اﻟـــﺤـــﺎدﺛــــﺔ ﻋــــﻤـــﻼ /Al-‘amilu : yara n-nahatu anna z-zawahira l-I’rabiyyata ay taghayyarati awakhiri l-kalami min raf’in ila nasbin ila jarrin ila jazmin innam hiya natuijatun ta’siru ba’di l-kalami fi ba’din . Fasammu l-kalimati l- mu’assirata ‘amilan. Al-muta’assirata ma’mulan wa z-zahirata l-I’rabiyyata l- hadisata
2002 digitized by USU digital library
16
‘amalan/ ‘’Amilun : ahli nahwu berpendapat sesungguhnya menyatakan I’rab - artinya perubahan-perubahan baris akhir kalam dari rafa’ ke nasab, jarr dan jazam. Sesungguhnya dia merupakan satu hasil yang membekali sebahagian kalimat kepada bahagian yang lain. Maka mereka menamakan kalimat yang membekasi itu adalah : ‘amil dan yang dibekali adalah ma’mul, dan zahir I’rab yang terjadi adalah ‘amal. Adapun kalimat-kalimat yang menjadi ‘amil dalam jumlah sebagai berikut : 1. Semua fi’il ma’lum maupun majhul 1. Fi’il ma’lum dapat merafa’kan fa’il 2. Fi’il majhul dapat merafa’kan na’bu l-fa’il 3. Fi’il muta’addi menasabkan maf’ul bih Misalnya : 1. ﻧـــﺰل اﻟـــﻤـــﻄــﺮ/Nazala l-mataru/ ‘telah turun hujan’ 2. ﺿـــﺮب اﻟـــﻜــــﻠــــﺐ/Duriba l-kalbu / ‘telah dipukul anjing itu’ 3. أآـــﺮﻡـــﺖ اﻷﺳــــﺘــﺎذ/Akramtu l-ustaza/ ‘Aku memuliakan guru itu’ Contoh no. 1, menunjukkan bahwa kalimat /nazala/ adalah fi’il madi yang ma’lum merafa’kan kalimat /al-mataru/ pada tempat fa’il. Demikian juga pada contoh no. 2, kalimat /duriba/ adalah fi’il madi majhul merafa’kan kalimat /al-kalbu/ sebagai na’ibu l-fa’il. Dan contoh no. 3, yang termasuk fi’il mutaaddi adalah pada kalimat /akramtu/ , sedangkan kalimat /al-ustazu/ adalah maf’ul bih yang berharkat mansub. Maka kalimat-kalimat /nazala/ ,/duriba/, dan /akramtu/, kesemuanya termasuk ‘amil. 2. Semua huruf jarr yang menjarkan ism Misal :
ﻓـــﻲ ﻗـــﻠـــﻮﺑـــﻬـــﻢ ﻡـــﺮض /Fi qulubihim maradun/ ‘Dalam hati mereka ada penyakit’ Kata /fi/ adalah huruf jarr yang menjarrkan kalimat /qulubihim/. Huruf jarr tersebut adalah ‘amil, karena menjarkan ism sesudah huruf tersebut. 3. Semua fi’il naqis Fi’il yang beramal merafa’kan ism dan menasabkan khabar. Misal :
آــﺎن اﻟـــﻤـــﺴـــﻠـــﻤـــﻮن اﺧـــﻮة /Kana l-muslimuna akhwatan/ ‘Adalah orang-orang Islam itu bersaudara’ Kata /kana/ adalah fi’il naqis beramal., merafa’kan ism yaitu /almuslimuna/ dan menasabkan khabar yaitu /ikhwatan/. 4. Kalimat-kalimat yang menjadi syibhul ma’lum dan syibhul jumlah Adapun syibhul ma’lum itu adalah : ism yang beramal seperti fi’il . Yang termasuk syibhul ma’lum antara lain : ism fa’il, ism tafdil, masdar dan lainlain. Misal :
ﻓــﺎﻗــﻊ ﻟــﻮﻧـــﻬــﺎ /Faqi’un lawnuha/ ‘Yang kuning tua warnanya’
هــﻮ أآـــﺒـــﺮ ﻡــﻨـﻲ ﺳــﻨـــﻪ /Huwa akbaru minni sinnuhu/ ‘Dia lebih tua dari saya umurnya’
اﻟـــﺤـــﻞ ﻡــﻴــﺘـــﺘـــﻪ /Al-hillu maytatahu/ ‘Halal bangkainya’.
2002 digitized by USU digital library
17
Pada contoh pertama kalimat /faqi’un/ adalah ism fa’il , dengan demikian kalimat /lawnu/ merupakan fa’il dari ism fa’il tersebut. Pada contoh kedua kalimat / akbaru/ adalah ism tafdil yang beramal sebagai fi’il, selanjutnya /sinnu/ merupakan fa’il dari ism tafdilnya. Pada contoh ketiga, kalimat /Al-hillu/ adalah masdar yang beramal seperti fi’il, dengan demikian /maytatu/ fa’il dari /al-hillu/. Maka kalimat /faqi’un/, /akbaru/, dan /al-hillu/ termasuk ‘amil. Kemudian syibhul majhul adalah : yang menyerupai kata kerja pasif. Yang termasuk syibhul majhul adalah isim maf’ul. Misal :
هـــﻲ ﻡـــﺤـــﻤــﻮدة ﺧــﻠـــﻘـــﻬـــﺎ /Hiya mahmudatun khuluquha/ ‘Dia terpuji akhlaknya’ Kata /mahmudatun/ adalah ism maf’ul yang beramal seperti fi’il majhul , sedangkan kalimat /khuluqu/ adalah na’ibu l-fa’il dari / mahmudatun /. Dengan demikian ism maf’ul tersebut adalah ‘amil. 5. Inna dan saudara-saudaranya Inna dan saudara-saudaranya ini beramal menasabkan ism dan merafa’kan khabar yang berasal dari mubtada’ dan khabar. Misal :
ان اﻟـــﻠـــﻪ ﺳـــﻤــــﻴـــﻊ ﺑـــﺼـــﻴــــﺮ /Inna l-LAHA sami’un basirun/ ‘Sesungguhnya Allah Maha Mendengan lagi Maha Melihat’. Dalam contoh di atas , terdapat huruf /Inna/ yang beramal menasabkan (mengakkusatifkan) kalimat /Al-laha/ serta merafa’kan (menominatifkan) kalimat /sami’un/, maka huruf /inna/ di atas adalah ‘amil. 6. Mubtada’ Mubtada’ itu merafa’kan khabar mubtada’ , karena itu mubtada’ termasuk ‘amil. Misal :
اﻟــﻨـــﻤـــﺮ ﺵـــﺮس /An-namiru syarisun/ ‘Macan itu buas’ Kata /an-namiru/ adalah ‘amil yang menjabat sebagai mubtada’ 7. Semua ‘amil yang menjazamkan fi’il mudari’ Misal :
ﻟــﻢ ﻳــﻠـــﺪ /Lam yalid/ ‘Dia tidak beranak’ (Q : 112,3). Huruf /lam/ beramal menjazamkan fi’il mudari’ /yalid/ maka huruf tersebut adalah ‘amil. 8. Semua kalimat mudafun ilaih. Misal :
yang
menjadi
mudaf, karena
menjarkan
آــﺘـﺎب اﻟــﻮﻟـــﺪ ﺟــﺪﻳــﺪ /Kitabu l-waladi jadidun/ ‘Kitab anak itu baru’ Kata /Kitabu/ adalah mudaf beramal pada kalimat sesudahnya menjarkan mudaf ilayh.
yaitu
() اﻧــﻔــﻚ dan fati-a(ﻓــﺘــﺊ Zala ( )ﻇـﻞ, bariha ()ﺑـﺮح,infakka )berfungsi seperti kana ( ) آﺎنdengan syarat disahului oleh kata tugas (
2002 digitized by USU digital library
18
harf (un) ) nafi, yaitu ma ( ﻡــﺎ ) untuk kata kerja masa silam ( fi’lu lmadi ) dan la ( ) ﻻuntuk kata kerja masa kini ( fi’lu l-mudari’ ). Kata kerja ( fi’il ) kana dan saudara-saudaranya ( kana wa akhawatuha / ) آـﺎن و أﺧــﻮاﺕــﻬﺎ, sebagaimana yang tersebut di atas dapat dibagi menjadi 3 ( tiga ) kelompok : 1. Kata kerja yang mempunyai bentuk sempurna untuk kata kerja masa silam ( fi’il madi), kata kerja masa kini ( fi’il mudari’ ), dan kata kerja perintah ( fi’il fi’il amar ). Yang masuk kelompok ini ialah: kana ( ) آﺎن, sara ( ) ﺹــﺎر, asbaha )أﺹـﺒــﺢ, adha ( ) أﺿــﺤﻰ, zalla ( ) ﻇـﻞ, amsa ( ) أﻡـﺴﻰ, dan bata ( ) ﺑـﺎت. Bentuk kata kerja masa kini ( fi’il midari’ ) dari kata kerja di atas ialah : yakunu ( ), yasiru ( ), yusbihu ( ) , yudhi (
( (
), yazallu ( ).
) , yumsi (
), dan yabitu
Sedangkan bentuk kat perintah ( fi’il amar ) nya ialah : kun ( ), sir ( ), asbih ( ) , adhi ( ) , zalla ( ) , amsi ( ) , dan bit ( ). 2. Kata kerja yang mempunyai bentuk kata kerja masa silam ( fi’il madi ) dan kata kerja masa kini ( fi’il mudari’ ). Yang masuk kelompok ini ialah : zalla ( ) , bariha ( ), Infakka ( ) , dan fati-a ( ). Untuk bentuk kata kerja masa silam (fi’il madi) dari kata kerja di atas adalah dengan menambahkan kata tugas ( huruf nafi ) , ma ( ) sehingga bentuknya menjadi : ma zala ( ) , ma bariha ( ) , ma infakka ( ) , dan ma fati-a ( ). Kemudian bentuk kata kerja masa kini ( fi’il mudari’ )nya adalah dengan menambahkan kata tugas ( huruf nafi ) la ( ) di depannya yaitu : la yazalu ( ) , la yabrahu ( ) , la yanfakku ( ) la yafta ‘u ( ). 3. Kata kerja yang hanya mempunyai bentuk kata kerja masa silam ( fi’il madi ) saja, yaitu : ma dama ( ) dan laysa ( ). 5.1.1 Kana dan Saudara-saudaranya Dapat Menjadi Fi’il Tam Sebagaimana teal kita ketahui bahwasanya kana dan saudara-saudaranya آﺎن و أﺧـﻮاﺕــﻬﺎ ) termasuk ( kana wa akhawatuha / kata kerja (fi’il) naqis, akan tetapi , kata kerja ini dapat pula menjadi kata kerja (fi’il) tam, dengan pengertian hanya membutuhkan pelaku ( fa’il ) saja.
2002 digitized by USU digital library
19
Kana dan saudara-saudaranya ( akana wa akhawatuha / آﺎن و أﺧـﻮاﺕـﻬﺎ yang dapat menjadi kata kerja tam apabila :
آﺎن
a. Kana ( “menjadi” Misal :
)
berarti “ didapati “ dan
)
kadang-kadang berarti
آﺎن اﻟــﺸـﺮ ﻡﻨــﺬ آﺎن اﻻﻧــﺴـﺎن
/Kana sy-syarru munzu kana l-insanu/ “Didapati kejahatan itu semenjak adanya manusia”
b. Sara ( Misal :
ﺹـﺎر
) berarti “berpindah”
ﺹــﺎر اﻷﻡــﺮ اﻟــﻴــﻚ /Sara l-amru ilayka/ “Persoalan itu berpindah kepadamu” c. Zalla ( Misal :
ﻇـﻞ
) berarti “tetap, lama atau terus menerus”
ﻟــﻦ ﻧــﺘﻘــﺪم اذا ﻳــﻈــﻞ اﻟــﻜﺴــﻞ /Lan nataqaddam iza yazallu l-kaslu/ “Kita tidak akan maju apabila kemalasan itu tetap ada”
ﺑــﺮح
d. Bariha ( Misal :
) berarti “hilang atau pergi”
هــﻲ ﺕــﺒــﺮح ﻋــﻨﻲ /Hiya tabrahu ‘anni/ “Dia (pr) pergi dariku” e. infakka ( Misal :
ااﻧــﻔــﻚ
) berarti “terlepas atau terpisah”
هــﺬا اﻷﻡــﺮ اﻧــﻔــﻚ ﻋــﻦ اﻟﻤــﺴــﺄﻟــﺔ
/Haza l-amru infakka ‘ani l-mas-alati/ “Perkara ini terlepas dari masalah itu” ﺑــﺮح ) dan infakka ( ااﻧــﻔــﻚ ) apabila Khusus untuk Bariha ( tidak didahului oleh kata tugas (huruf nafi) , maka secara langsung menjadi kata kerja (fi’il tam). f. Dama ( Misal :
دام
) berarti “kekal”
ﻧــﺤﻦ ﻡــﺸــﻐــﻠــﻮن داﻡــﺖ اﻟــﺤــﻴــﺎة /Nahnu masyghuluna damati l-hayat(u)/ “Kita sibuk semasih hidup” Dama ( دام ) ini juga menjadi kata kerja (fi’il tam) , apabila tidak didahului oleh ma masdariyah.
2002 digitized by USU digital library
20
5.2.2 Keistimewaan Kana Dari Saudara-saudaranya ) mempunyai keistimewaan di antara saudara-saudaranya . Kana ( آﺎن ) ini adalah : Keistimewaan kana ( آﺎن ) hanya merupakan tambahan (za’idah) ,apabila terletak di a. Kana (آﺎن antara ma ta’ajjub dan fi’il ta’ajjub. Misal :
ﻡــﺎ آﺎن أآــﺒــﺮ اﻟـﺒﺎﺧــﺮة
/Ma kana akbara l-bakhirat(a) “Alangkah besarnya kapal itu”
b. Kana ( ) آﺎنdan subyeknya (isim) boleh dibuang, apabila terletak sesudah “in dan law”, huruf syarat. Misal :
ارﺟــﻊ ﻡــﺴﺮﻋــﺎ ان راآــﺒﺎ
/Irji’ musri’an in rakib (an)/ “Pulanglah segera bila berkenderaan”
ﻗﻞ اﻟــﻄــﻌﺎم ﻟــﻮ ﻗــﻠــﻴﻼ /Quli t-ta’ama law qalil(an)/ “Makanlah makanan itu walupun sedikit” Pada contoh pertama , seharusnya kalimat itu berbunyi :
ارﺟــﻊ ﻡــﺴــﺮﻋﺎ ان آــﻨــﺖ راآــﺒﺎ /Irji’ musri’an in kunta rakib (an)/ “Pulanglah segera jika engkau berkenderaan” Sedangkan pada contoh kedua, seharusnya kalimat itu :
ﻗــﻞ اﻟــﻄــﻌﺎم ﻟــﻮ آﺎن ﻗــﻠــﻴﻼ /Quli t-ta’ama law kana qalil(an)/ “Makanlah makanan itu walaupun sedikit” c. Kana ( آﺎن ) saja yang dibuang, sehingga tinggal subyek (ism) dan prediket (khabar)nya, apabila terletak sesudah an masdariyah diganti dengan an za’idah. Misal :
أﻡــﺎ أﻧــﺖ ﻏــﻨــﻴﺎ ﺕــﻔــﺘـــﺨـــﺮ /Amma anta ghaniyyan taftakhirr(u)/ “Engkau kaya, karena itu engkau bangga” Bentuk asal dari kalimat itu adalah :
ﻷن آـــﻨﺖ ﻏــﻨـــﻴــﺎ ﺕﻔــﺘــﺨـــﺮ
/Li an kunta ghaniyyan taftakhirr(u)/ “Karena engkau kaya, engkau bangga”
2002 digitized by USU digital library
21
d. Dibuang semuanya tanpa ganti, bila didahului “in”. Misalnya seseorang yang dilarang bergaul dengan orang yang jelek budi pekertinya, maka ia menjawab dengan perkataan :
...أﻧﺎ أﻋــﺎﺵــﺮﻩ وان
/Ana u’asyiruhu wa in/ “Saya bergaul dengannya walaupun” Maksudnya :
أﻧــﺎ أﻋـﺎﺵــﺮﻩ وان آﺎن ﻓـﺎﺳــﺪ اﻷﺧــﻠــﻖ /Ana u’asyiruhu wa in kana fasidu l-akhlaq(i)/ “Saya bergaul dengannya, Walaupun jelek budi pekertinya” e. Kana ( آﺎن ), subyek (isim) dan prediket (khabar) nya dibuang semua dan diganti dengan tambahan (ma zaidah), apabila didahului oleh “in” yang berupa huruf syarat. Misal :
...اﻓــﻌــﻞ هــﺬا اﻡــﺎ ﻻ /If”al haza imma la…/ “Kerjakan ini, bila tidak…” Bentuk asalnya adalah :
اﻓــﻌــﻞ هــﺬا اﻡــﺎ ان آـﻨــﺖ ﻻ ﺕــﻔــﻌﻞ ﻏــﻴــﺮﻩ
/If’al haza imma in kunta la taf’al ghayrahu/ “Kerjakan ini , bila engkau tidak mengerjakan yang lain”
f. Boleh dibuang huruf “nun” pada kata kerja mudari’)nya, apabila berkasusu jussif (majzum) dengan sukun (_____). Misal :
masa kini (fi’il
وﻟــﻢ أك ﺑــﻐــﻴـﺎ /Wa lam aku baghiyyi)an)/ “Saya bukan wanita pelacur” 5.1 Hukum Subyek Dan Prediket Kana Dan Saudara-saudaranya Subyek (isim) dan prediket (khabar) bagi kana dan saudara-saudaranya (kana wa akhawatuha /
)آﺎن و أﺧــﻮاﺕــﻬﺎ
mempunyai kaidah tertentu.
Kaidah yang berhubungan dengan subyek (isim) dan prediket (khabar) bagi kana dan saudara-saudaranya berlaku hukum subyek dan prediket (mubtada’ dan khabar), karena berasal dari kalimat nominal (jumlatul ismiyyah). Oleh sebab itu, maka berlaku ketentuan sebagai berikut : a. Harus sama dalam bentuk tunggal (mufrad). Misal :
ﺹــﺎر اﻟــﺠــﻮﺹــﺎﺧــﻴــﺎ /Sara l-jawwu safiyy(an)/ “Udara itu menjadi bersih”
آﺎﻧــﺖ اﻟــﻤـﻤــﺮﺿــﺔ ﺹــﺎﺑــﺮا /Kanati l-mumarridatu sabir(an)/ “Perawat itu orang yang sabar“
2002 digitized by USU digital library
22
b. Sama-sama dalam bentuk dua (musanna). Misal :
آﺎن اﻟــﻮﻟــﺪان ﺟــﺎﻟـﺴــﻴــﻦ /Kana l-waladani jalisayni/ “Dua anak (lk) itu duduk”
آﺎن اﻟــﻄــﺎﻟــﺒﺎن ﻡــﺸــﻐــﻮـﻠـﻴﻦ /Kana t-talibani masyghulayni/ “ Dua mahasiswa itu sibuk” c. Sama-sama dalam bentuk banyak (jama’) Misal :
آﺎن اﻟـﻤـﺴــﻠﻤــﻮن ﻡــﺘــﻘــﺪﻡــﻴــﻦ /Kana l-muslimuna mutaqaddimi(na)/ “ Orang-orang Islam itu maju”
آﺎﻧـﺖ اﻟــﻤﻮﻟــﺪات ﻧـﺸــﻴــﻄـﺎت /Kanati l-muwallidatu nasyitat(in)/ “Para bidan itu rajin” Akan tetapi, apabila subyek (isim) kana dan saudara-saudaranya berupa jamak teruarai (jamak taksir) yang bukan dari kelompok berakal, maka prediketnya (khabar)nya berupa bentuk tunggal untuk perempuan (mufradu l-mu’annas) Misal :
آﺎن اﻟـﻄــﻴــﺮ ﻃــﺎﺋــﺮة
/Kana t-tuyuru ta’irat(an)/”Burung-burung itu terbang”
آﺎن اﻟــﻔــﻮاآــﻪ ﻡﺄآــﻮﻟــﺔ /Kana l-fawakihu ma’kulat(an)/ “buah-buahan itu dimakan” 5.2 Pembagian Subyek dan Prediket Kana dan Saudara-saudaranya Subyek (isim) kana dan saudara-saudaranya ada 3 (tiga) bahagian, yaitu: a. Ismu s-sarih Ismu s-sarih ialah setiap kata benda yang dapat menjadi subyek (isim)
آﺎن و أﺧــﻮاﺕــﻬﺎ
kana dan saudara-saudaranya (kana wa akhawatuha / kecuali kata ganti terpisah dan kata kerja yang didahului masdar (masdaru l-mu’awwal) Misal :
), oleh huruf
آﺎن اﻟــﻮﻟــﺪ ذآــﻴﺎ /Kana l-waladu zakiyy(an)/ “Anak (lk) itu pintar”
ﻟــﻴــﺲ اﻷزهـﺎر ﺟــﻤــﻴﻠــﺔ /Laysa l-azharu jamilat(an)/ “Bunga-bunga itu tidak indah”
2002 digitized by USU digital library
23
b. Ismu d-damir Ismu d-damir ialah kata
ganti diri. Kata
ganti diri ini dapat pula menjadi
subyek (isim) kana dan saudara-saudaranya (kana wa akhawatuha/
آﺎن و
)أﺧــﻮاﺕــﻬﺎ. Misal :
آــﻨﺖ ﻓــﻲ اﻟـﻤــﺴــﺘــﻔﻰ /Kuntu fi l-mustafa/ “Saya di rumah sakit”
ﺹــﺮﺕــﻤﺎ أﺧــﻮي /Sirtuma akhawayya/ “Engkau dua orang (lk) menjadi saudaraku” c. Masdar Muawwal Masdar muawwal ialah kata kerja (fi’il) yang didahului oleh huruf masdar. seperti halnya ismu s-sarih dan ismu d-damir, maka masdar muawwal juga dapat menjadi subyek (isim) kana dan saudara-saudaranya. Misal :
آﺎن أن ﺕـﺠــﺘﻬــﺪ ﻡـﺤـﻤــﻮدا
/Kana an tajtahida mahmud(an)/ “ Kesungguhanmu terpuji”
آﺎن أن ﺕــﻜﺘــﺐ ﺟــﻤــﻴــﻼ /Kana an taktuba jamil(an)/ “Tulisanmu indah” Sedangkan prediket (khabar) kana dan saudara-saudaranya dibagi kepada 3 (tiga) bahagian, yaitu : a. Khabar Mufrad Khabar mufrad ialah prediket (khabar) yang bukan berupa jumlah walaupun terdiri dari kata benda yang menunjukkan dua (musanna) atau banyak (jamak). Misal :
آﺎن اﻷب ﺕــﺎﺟــﺮا /Kana l-abu tajir(an)/ “Ayah seorang pedagang”
ﻟــﻴــﺲ اﻟــﺮﺟــﺎل أﻃــﺒــﺎء /Laysa r-rijalu atibba’u/ “Orang-orang (lk) itu bukan dokter” Yang menjadi prediket (khabar), dalam contoh di atas adalah kata tajir(an)( ) ﺕﺎﺟـﺮاatibba’a ( )أﻃــﺒﺎء.Kedua prediket (khabar) tersebut berupa khabar mufrad. b. Khabar Jumlah Khabar julah ini dibagi kepada dua bahagian, yaitu prediket yang berupa kalimat verbal (jumlatu l-fi’liyyah) dan prediket yang berupa kalimat nominal (jumlatu l-ismiyyah). Khabar jumlah fi’liyyah ialah prediket (khabar) yang terdiri dari jumlah kata kerja (fi’il) dan pelaku (fa’il) atau jumlah kata kerja (fi’il) dan pengganti pelaku (na’bu l-fa’il).
2002 digitized by USU digital library
24
Misal :
ﺑﺎت اﻷوﻻد ﻳﻨﺎﻡــﻮن
/Bata l-waladu yanamun(a)/“Anak-anak (lk) itu menjadi (waktu malam) tidur
ﻟــﻴــﺲ اﻟــﻌــﻤـﺎل ﻳــﺸــﺘــﻐــﻠــﻮن /Laysa l-‘ummalu yasytahgilun(a)/ “Para buruh itu tidak bekerja” Yang menjadi prediket (khabar) , yanamun(a) (
dalam contoh di atas, adalah
kata
)ﻳــﻨﺎﻡــﻮنdan yasytaghilun(a) () ﻳـﺘﺸــ ﺕــﻐــﻠــﻮ ن
Khabar jumalh ismiyyah ialah prediket (khabar) yang berupa jumlah subyek dan prediket (mubtada’ dan khabar). Oleh karena itu ,dalam prediket (khabar) kana dan saudara-saudaranya yang berupa jumlah ismiyyah, sudah pasti terdapat dua subyek (mubtada’) dan dua prediket (khabar). Misal :
آﺎن اﻟــﺴــﺒــﻮرة ﺵــﻜــﻠــﻪ ﻡــﺮﺑــﻌـــﺔ /Kana s-sabburatu syakluha murabba’at(un)/ “Papan tulis itu bentunya segi empat”
آﺎن اﻟــﻜــﺘﺎب ﻏــﻼﻓــﻪ ﺟــﺪﻳــﺪ /Kana l-kitabu ghilafuhu jadid(un)/ “Buku itu sampulnya baru” c. Khabar Syibhu l-Jumlah Khabar syibhu l-jumlah adalah prediket (khabar) yang menyerupai jumlah. Prediket (khabar) kana dan saudara-saudaranya yang berupa syibhu ljumlah ini dibagi dua, yaitu : jar majrur dan zaraf. - Khabar syibhu jumlah yang berupa jar majrur. Misal :
آﺎن اﻟــﻤﺎء ﻓﻰ اﻟــﻜــﻮب /Kana l-ma-u fi l-kub(i)/ “Air itu di dalam gelas”
آﺎن اﻟـﻜــﺘﺎب ﻋــﻠﻰ اﻟـﻤـﻜـﺘــﺐ /Kana l-kitabu ‘ala l-maktab(i)/ “Buku itu di atas meja” - Khabar syibhu l-jumlah yang berupa zaraf. Misal :
ﻟــﺴــﺖ أﻡــﺎﻡــﻬﻢ /Lastu amamahum/ “ Saya bukan di depan mereka”
آﺎﻧــﺖ اﻟــﺴﺎﻋــﺔ ﺕــﺤــﺖ اﻟــﻮﺳــﺎدة /Kanati s-sa’atu tahta l-wisadat(i)/ “Jam itu di bawah bantal”
2002 digitized by USU digital library
25
5.3 Pemakaiannya Dalam Kalimat Sebagai lanjutan dari uraian mengenai kana dan saudara-saudaranya, maka penulis mencoba untuk memberikan sedikit gambaran tentang pemakaian kana dan saudara-saudaranya dalam kalimat. Dengan demikian maka akan terlihat bagaimana bentuknya apabila dihubungkan dengan kata benda tunggal (ismu l-mufrad) , kata benda untuk dua (musanna), kata benda jamak untuk laki-laki ( jam”u l-muzakkari s-salim), kata benda jamak untuk perempuan (jam’u l-mu’annasi s-salim) dan kata benda jamak terurai (jam”u t-taksir) Adapun bentuknya adalah sebagai berikut : a. Yang dihubungkan dengan kata benda tunggal (isim mufrad) Misal :
ﺹـﺎر اﻟــﻄــﻌﺎم ﻟــﺬﻳــﺬا /Sara t-ta’amu laziz(an)/ “Makana itu menjadi lezat”
أﺹــﺒــﺢ اﻟــﻤــﻮﻇــﻒ ﻡــﺸــﻐــﻮﻻ /Asbaha l-muwazzafu masyghul(an)/ “Pegawai itu menjadi (waktu pagi) sibuk” b. Yang dihubungkan dengan kata benda unruk dua ( musanna ). Misal :
ﺑﺎت اﻟــﻄﺎﻟــﺒﺎن ﻧـﺸـــﻴــﻄــﻴــﻦ
/Bata t-talibani nasyitayn(i)/ “Dua mahasiswa itu (waktu malam)
rajin”
ﻡﺎزﻟــﺖ اﻟﻤـﺪرﺳــﺘﺎن ﻗــﺮﻳــﺒــﺘــﻴــﻦ /Ma zalati l-madrasatani qaribatayn(i)/”Dua sekolah itu senantiasa dekat” -Yang dihubungkan dengan kata benda jamak untuk laki-laki (jam’u lmuzakkari s-salim) Misal :
ﻇـﻞ اﻟـﻤــﺴـﻠــﻤــﻮن ﻧــﺎﺹــﺮﻳــﻦ /Zalla l-muslimuna nasirin(a)/ “Orang-orang Islam (lk) itu menjadi (waktu tengah hari) penolong”
ﺹــﺎر اﻟﻜﺎﺳــﻠــﻮن ﻧﺎدﻡــﻴــﻦ /Sara l-kasiluna nadimin(a)/ “Orang-orang pemalas itu menjadi menyesal” - Yang dihubungkan dengan kata benda jamak untuk perempuan (jam’u lmu’annasi s-salim)
2002 digitized by USU digital library
26
Misal :
ﻡﺎﺑــﺮﺡــﺖ اﻟــﻄﺎﻟــﺒﺎت ﻧــﺸـــﻴــﻄﺎت
/Ma barihati t-talibatu nasyitat(i)/ “Para mahasiswa itu senantiasa
rajin”
ﻡﺎﻓــﺘـﺌــﺖ اﻟــﺼـﺎﺑــﺮات ﻓـﺎرﺡــﺎت /Ma fat’ati s-sabiratu farihat(in)/ “Orang-orang yang sabar (pr) itu senantiasa gembira” - Yang dihubungkan dengan kata benda jamak terurai (jam’u t-taksir) Misal :
آﺎﻧﺖ اﻟﻤـﻜﺎﺕــﺐ ﺟﺪﻳﺪة /Kanati l-makatibu jadidat(an)/ “Meja-meja itu baru”
اﻷوﻗــﺎت
ﻡـﺎﻓـﺘــﺌــﺖ ﻧــﺎﻓــﻌـــﺔ
/Ma fati-ati l-awqatu nafi’at(an)/ “Waktu-waktu itu berguna”
senantiasa
Dalam contoh-contoh di atas, semua kata kerja (fi”il) kana dan saudarasaudaranya tetap dalam bentuk tunggal (mufrad) , walaupun kana dan saudara-saudaranya tersebut dihubungkan dengan kata benda untuk dua (musanna) ataupun kata benda untuk jamak , baik kata benda jamak untuk laki-laki , kata benda jamak untuk perempuan maupun kata benda jamak terurai.
2002 digitized by USU digital library
27
B A B IV
KESIMPULAN
Setelah penulis mengutarakan uraian pembahasan tentang kata kerja kana da saudara-saudaranya, maka penulis mengambil beberapa intisari yang tercakup dalam uraian bab-bab sebelumnya. Adapun intisari uraian ini adalah sebagai berikut : 1. Kata kerja kana dan saudara-saudaranya adalah jenis kata kerja yang khusus terdapat pada kalimat nominal (jumlatu l-ismiyyah), yang terdiri dari saubyek dan prediket (mubtada’-khabar). 2. Kata kerja kana dan saudara-saudaranya ini , merupakan faktor yang mempengaruhi perobahan bunyi akhir suatu kata benda 3. Kalimat nominal di dalam bahasa Arab, yang terdiri dari subyek dan prediket (mubtada-khabar) , apabila masuk kata kerja kana dan saudara-saudaranya, maka subyek itu disebut isim kana dan prediketnya dinamai khabar kana. 4. Kana mempunyai keistimewaan di antara saudara-saudaranya 5. Subyek dan prediket kana dan saudara-saudaranya berlaku ketentuan sbb: 1. Sama-sama dalam bentuk mufrad 2. Sama-sama dalam bentuk musanna 3. Sama-sama dalam bentu jamak Tetapi , apabila subyeknya berupa jamak terurai , yang bukan dari kelompok berakal, maka prediketnya harus dalam bentuk tunggal untuk perempuan (mufradu l-mu’annas) 6. Subyek kana dan saudara-saudaranya ada 3 (tiga) , yaitu : a. Ismu s-sarih. b. Kata ganti c. Masdar mu’awwal 7. Prediket kana dan saudara-saudaranya juga ada 3 (tiga) , yaitu : a. Khabar mufrad b. Khabar jumlah c. Khabar syibhu jumlah
2002 digitized by USU digital library
28
DAFTAR BACAAN Ahmad Salabi, DR. 1981. Gramatika Bahasa Arab. Bandung Al-Ma’arif Al-Ghalayayni, Asy-Syekh Mustafa. 1991. Jami’u d-Durusi l-‘Arabiyyati. Libanon : Al-Matba’atu l-‘Asriyyah. Muhammad, Abubakar, Drs. 1982. Bintang
Tata Bahasa Arab. Jakarta : Bulan
Nasr, Raja T. 1967. The Structure of Arabic. Beirut : Libraire Du Liban. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa . 1976. Pedoman Penulisan Bahasa Arab dengan Huruf Latin. Kumpulan naskah hasil sidang VIII Majelis Bahasa Indonesia – Malaysia, tanggal 9 – 13 Agustus 1976. Sulaiman , Kasim . 1981.
Pramasatra Arab. Jakarta : Prakarsa Belia.
2002 digitized by USU digital library
29