HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT DENGAN TINDAKAN PERAWAT DALAM MANAJEMEN NYERI PASIEN POST OPERASI DI BANGSAL BEDAH RSUD DR SOEHADI PRIJONEGORO SRAGEN
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan
Oleh : Arif Saifullah NIM : ST 13005
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015
KATA PENGANTAR Segala puji syukur dan sembah sujud penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT serta salam terhatur kepada Rasulullah Muhammad S.A.W, yang selalu melindungi dan melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyusunskripsi penelitian ini dengan judul “Hubungan tingkat pengetahuan perawat dengan tindakan perawat dalam managemen nyeri pasien post operasi di bangsal bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen”. Dalam penyusunanskripsi ini, penulis banyak mengalami kesulitan dan hambatan, namun berkat bantuan dari berbagai pihak, maka penulis dapat menyelesaikan penyusunanskripsi ini. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1.
Dra. Agnes Sri Harti, M.Si, selaku Ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi ini.
2.
Wahyu Rima Agustin, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Ketua Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi ini.
3.
Meri Oktariani, S.Kep., Ns., M.Kepselaku pembimbing Utama yang telah membimbing dan membantu peneliti dalam menyusun skripsi ini.
4.
Ika Subekti Wulandari, S.Kep., Ns., M.Kep. Selaku pembimbing pendamping yang telah banyak membimbing dan membantu peneliti dalam menyusun skripsi ini.
5.
dr. Joko Sugeng P, M.Kes selaku Direktur RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi ini.
6.
Seluruh staf pengajar Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.
7.
Seluruh responden penelitian yang telah bersedia meluangkan waktu untuk terlibat dalam penelitian ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih kurang
sempurna. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca guna kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi penulis.
Surakarta, Agustus 2015
Penulis
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL
i
LEMBAR PENGESAHAN
ii
SURAT PERNYATAAN
iii
KATA PENGANTAR
iv
DAFTAR ISI
vi
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
xi
ABSTRAK
xii
ABSTRACT
xiii
BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1
1.2 Rumusan Masalah
7
1.3 Tujuan Penelitian
7
1.4 Manfaat Penelitian BAB II
8
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori 2.2 Keaslian Penelitian
10 33
2.3 Kerangka Teori Penelitian
34
2.4 Kerangka Konsep Penelitian
35
2.5 Hipotesis
35
BAB III
BAB IV
BAB V
METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
36
3.2 Populasi dan Sampel
36
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian
37
3.4 Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran
38
3.5 Alat Penelitian dan Cara pengumpulan data
38
3.6 Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data
44
3.7 Etika Penulisan
47
HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum RSUD Sragen
49
4.2 Hasil Penelitian
50
PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden
BAB VI
5.2 Tingkat Pengetahuan
62
5.3 Tindakan Perawat
65
5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat
67
PENUTUP 6.1 Simpulan
72
6.2 Saran
73
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
59
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Keaslian Penelitian
33
Tabel 3.1 Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran
38
Tabel 3.2 Interpretasi nilai r
47
Tabel 4.1 Distribusi frekuensi jenis kelamin
51
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi umur
52
Tabel 4.3 Distribusi frekuensi pendidikan
53
Tabel 4.4 Distribusi frekuensi masa kerja
54
Tabel 4.5 Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan
55
Tabel 4.6 Distribusi frekuensi tindakan perawat
56
Tabel 4.7 Hubungan pengetahuan dengan tindakan
57
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1
Skala Nyeri Deskritif
25
Gambar 2.2
Skala Nyeri Numerik
26
Gambar 2.3
Skala Nyeri VAS
26
Gambar 2.4
Skala Nyeri Bourbonis
26
Gambar 2.5
Kerangka Teori
34
Gambar 2.6
Kerangka konsep Penelitian
35
Gambar 4.1
Distribusi frekuensi jenis kelamin
51
Gambar 4.2
Distribusi frekuensi umur
52
Gambar 4.3
Distribusi frekuensi pendidikan
53
Gambar 4.4
Distribusi frekuensi masa kerja
54
Gambar 4.5
Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan
55
Gambar 4.6
Distribusi frekuensi tindakan perawat
56
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lampiran
Keterangan
1.
Lembar konsultasi
2.
Surat ijin studi pendahuluan
3.
Surat ijin penelitian
4.
Surat keterangan penelitian
5.
Lembar permohonan menjadi responden
6.
Lembar persetujuan menjadi responden
7.
Lembar kuesioner pengetahuan perawat
8.
Prosedur tetap manajemen nyeri non farmakologi
9.
Lembar observasi tindakan perawat
10.
Rekapitulasi hasil penelitian
11.
Hasil analisa data penelitian
12.
Jadwal penelitian
Arif Saifullah Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Dengan Tindakan Perawat Dalam Manajemen Nyeri Pasien Post Operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen. Abstrak Perawat dengan pengetahuannya dapat mengatasi masalah nyeri post operasi baik mandiri maupun kolaboratif. Perawat jaga ketika dihadapkan keluhan nyeri, selama ini kebanyakan langkah awal yang diambil adalah kolaborasi dokter untuk pemberian obat-obatan analgetik, masih jarang menggunakan teknik non farmakologi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan perawat dengan tindakan perawat dalam managemen nyeri pasien post operasi. Penelitian deskripsi korelasi dengan pendekatan cross sectional pada 36 perawat yang bertugas di Bangsal Bedah (Mawar dan Wijaya Kusuma) RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen. Variabel yang diamati: pengetahuan perawat dan tindakan perawat. Analisis data menggunakan uji korelasi Rank Spearman . Tingkat pengetahuan perawat di Bangsal Bedah sebagian besar responden mempunyai tingkat pengetahuan baik yaitu sebanyak 20 responden (56%). Tindakan perawat dalam manajemen nyeri di Bangsal Bedah, sebagian besar mempunyai tindakan manajemen nyeri yang baik yaitu 19 responden (53%). Hasil penelitian dilihat dari nilai signivikansi yang kurang dari 0,05, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat pengetahuan perawat secara bermakna mempengaruhi tindakan perawat dalam manajemen nyeri dengan p-value sebesar 0,000. Adanya hubungan antara tingkat pengetahuan perawat dengan tindakan perawat dalam manajemen nyeri pasien post operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen. Kata kunci: pengetahuan perawat, tindakan perawat, manajemen nyeri, post operasi. Daftar pustaka: 45 (2004-2014).
BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA 2015 Arif Saifullah Correlation between Nurses’ Knowledge Level and Their Intervention on Post-operative Patients’ Pain Management at the Surgical Wards of dr. Soehadi Prijonegoro Local General Hospital of Sragen
ABSTRACT Nurses with their knowledge can deal with the post-operative pain problem individually and collaboratively. The nurses in charge when faced with pain complaints all this time take the initial measures by having collaboration with doctors for the analgesic drug administration. The collaboration rarely uses the non-pharmacological technique. The objective of this research is to investigate the nurses’ knowledge level and their intervention on the post-operative patients’ pain management. This research used the descriptive corelational method with the crosssectional approach. The samples of research consisted of 36 nurses employed at the surgical wards (Wards Mawar and Wijaya Kusuma) of dr. Soehadi Prijonegoro Local General Hospital of Sragen. The research used the Spearman’s Rank correlation test to analyze the nurses’ knowledge level and their intervention. The result of the research shows that 20 nurses (56%) had the good knowledge level. 19 respondents (53%) had the good intervention on the pain management as indicated by the significance-value (p-value) = 0.000 which was less than 0.05, meaning that the nurses’ knowledge level affected their intervention on the pain management. Thus, there was a correlation between the nurses’ knowledge level and their intervention on the post-operative patient’s pain management at the surgical wards of dr. Soehadi Prijonegoro Local General Hospital of Sragen. Keywords: Nurses’ knowledge, nurses’ intervention, pain management, postoperative. References: 45 (2004-2014).
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pembedahan adalah penyembuhan penyakit dengan jalan memotong, mengiris anggota tubuh yang sakit. Pembedahan dilakukan dengan anestesi, individu dengan masalah kesehatan yang memerlukan intervensi pembedahan mencakup pula pemberian anestesia atau pembiusan yang meliputi anestesi lokal, regional atau umum (Smeltzer & Bare, 2007). Proses pembedahan memerlukan perawatan perioperatif yang terdiri dari pra-operasi, intraoperasi, pasca-operasi sehingga dapat memberi kenyamanan pada pasien setelah operasi dan tidak terjadi infeksi nosokomial (Hidayat, 2008). Pembedahan atau operasi merupakan suatu tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka dan menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan membuat sayatan setelah bagian yang akan ditangani ditampilkan, dilakukan tindakan perbaikan yang diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka. Setiap pembedahan selalu berhubungan dengan adanya insisi (sayatan) yang merupakan trauma atau kekerasan bagi penderita yang menimbulkan berbagai keluhan dan gejala dimana salah satu keluhan yang sering dikemukakan adalah nyeri (Sjamsuhidayat & Win, 2005).
Nyeri merupakan sensasi ketidaknyamanan yang bersifat individual (Asmadi, 2008). Nyeri pada pasien post operasi merupakan nyeri akut yang disebabkan oleh kerusakan jaringan karena adanya insisi pada saat pembedahan yang memiliki karakteristik nyeri awitannya mendadak, intensitas ringan sampai berat, durasinya singkat (dari beberapa detik sampai 6 bulan), meningkatkan respon autonum, komponen psikologis yang berperan adalah ansietas, berhubungan dengan kerusakan jaringan (Brunner & Suddart, 2005) Nyeri setelah pembedahan merupakan hal yang normal, namun meskipun demikian nyeri merupakan salah satu keluhan yang paling ditakuti oleh pasien post operasi. Sensasi nyeri mulai terasa sebelum kesadaran klien kembali penuh yang semakin meningkat seiring dengan berkurangnya pengaruh obat anestesi. Nyeri yang dialami oleh pasien post operasi adalah nyeri akut yang terjadi karena adanya luka insisi bekas pembedahan. Nyeri akut yang dirasakan oleh pasien post operasi merupakan penyebab stress, frustasi dan gelisah yang mengakibatkan pasien mengalami gangguan tidur, cemas, tidak nafsu makan dan ekspresi tegang (Perry & Potter, 2006).Selain hal itu nyeri post operasi juga dapat menimbulkan peningkatan laju metabolisme dan curah jantung, kerusakan respon insulin, peningkatan prodiksi kortisol, dan retensi cairan (Brunner & Suddart, 2005). Pasien dalam merespon terhadap nyeri yang dialaminya dengan cara berbeda-beda, misalnya berteriak, meringis, dan lain-lain. Oleh karena nyeri bersifat subjektif, maka perawat mesti peka terhadap sensasi nyeri yang
dialami pasien (Asmadi, 2008).Namun sayangnya belum banyak yang diketahui dan belum dikelola dengan baik, padahal perawat memiliki lebih banyak kesempatan dibandingkan tenaga kesehatan lain untuk membantu menghilangkan nyeri dan efeknya yang membahayakan (Brunner & Suddart, 2005). Menurut Undang-Undang No 38 tahun 2014, Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi Keperawatan, baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Pelayanan Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga,
kelompok,
atau
masyarakat,
baik
sehat
maupun
sakit.
Penyelenggaraan pelayanan keperawatan harus dilakukan secara bertanggung jawab, akuntabel, bermutu, aman, dan terjangkau oleh perawat yang memiliki kompetensi, Keperawatan
kewenangan, dan
Praktik
etik,
dan
moral
Keperawatan
juga
tinggi. harus
Penyelenggaraan sesuai
dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Notoatmodjo (2012) mengatakan pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terhadap obyek terjadi melalui panca indra manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour).
Perawat harus mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam semua aspek perawatan perioperatif mencakup fungsi pernapasan yang optimal, meminimalkan nyeri dan ketidaknyamanan pascaoperasi (mual dan mutah, distensi abdomen, cegukan), pemeliharaan suhu tubuh normal, bebas dari cidera, pemeliharaan keseimbangan nutrisi, kembalinya fungsi perkemihan yang normal, dan tidak adanya komplikasi (Baradero et al, 2008). Tingkat pengetahuan perawat yang kurang dapat menyebabkan komplikasi dan keluhan yang membahayakan bagi pasien sehingga dapat menyebabkan kematian (Nashrulloh, 2009). Perawat dengan menggunakan pengetahuannya dapat mengatasi masalah nyeri post operasi baik secara mandiri maupun secara kolaboratif dengan menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan farmakologi dan pendekatan non farmakologi. Pendekatan farmakologi merupakan pendekatan kolaborasi antara dokter dengan perawat yang menekankan pada pemberian obat yang mampu menghilangkan sensasi nyeri (Brunner & Suddart, 2005). Sedangkan pendekatan non farmakologi merupakan pendekatan untuk menghilangkan nyeri dengan menggunakan teknik manajemen nyeri yang meliputi: stimulus dan massage kutaneus, terapi es dan panas, stimulasi syaraf eliktris transkutan, distraksi, imajinasi terbimbing, hipnotis dan teknik relaksasi napas dalam (Brunner & Suddart, 2005). Jumlah tindakan pembedahan di dunia sangat besar, hasil penelitian di 56 negara pada tahun 2004 diperkirakan jumlah tindakan pembedahan sekitar 234 juta per tahun, hampir dua kali lipat melebihi angka kelahiran per tahun
(Weiser et al. 2008). Studi pada negara-negara industri, angka komplikasi tindakan pembedahan diperkirakan
3-16% dengan kematian 0,4-0,8%
(Weiser et al. 2008). Tingginya angka komplikasi dan kematian akibat pembedahan menyebabkan tindakan pembedahan seharusnya menjadi perhatian kesehatan global. Asumsi angka komplikasi 3% dan angka kematian 0,5%, menunjukkan hampir tujuh juta pasien mengalami komplikasi mayor termasuk satu juta orang yang meninggal selama atau setelah tindakan pembedahan per tahun (Weiser et al. 2008).Jumlah operasi bedah di Indonesia terjadi peningkatan dimana tahun 2000 sebesar 47.22%, tahun 2001 sebesar 45.19%, tahun 2002 sebesar 47.13%, tahun 2003 sebesar 46.87%, tahun 2004 sebesar 53.22%, tahun 2005 sebesar 51.59 %, tahun 2006 sebesar 53.68% dan tahun 2007 belum terdapat data yang signifikan (Grace, 2007). Hasil studi pendahuluan tanggal 14 - 15 November 2014 peneliti memperoleh data berdasarkan data yang terdapat dibagian Rekam Medis RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen jumlah operasi dari Januari 2013 sampai Desember 2013 sebanyak 3538 pasien. Jumlah pasien operasi di ruang Mawar dan Wijaya Kusuma dari bulan Januari sampai Juni 2014 sebanyak 487 pasien. Peneliti juga mendapatkan data jumlah perawat di Bangsal Bedah (Mawar dan Wijaya Kusuma) ada 36 perawat, dengan pendidikan S2 ada 1 orang, S1 ada 11 orang, DIV ada 1 orang dan DIII ada 23 orang. Hasil studi pendahuluan terhadap beberapa perawat yang bertugas di bangsal bedah didapatkan fenomena bahwa perawat jaga ketika dihadapkan dengan keluhan nyeri selama ini kebanyakan langkah awal yang diambil
adalah kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat-obatan analgetik, masih jarang yang menggunakan teknik non farmakologi.Ketika peneliti menanyakan mengapa hal tersebut dilakukan, ada yang mengatakan karena sudah ada program terapi dari dokter, ada pula yang mengatakan mereka mengajarkan tehnik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi nyerinya dan juga sekaligus memberikan obat analgetik sesuai program terapi dokter. Berdasarkan beberapa fenomena diatas maka peneliti merasa tertarik untuk mengadakan penelitian tentang “ Hubungan tingkat pengetahuan perawat dengan tindakan perawat dalam managemen nyeri pasien post operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen”.
1.2 Rumusan Masalah Fenomena yang terjadi di bangsal bedah ketika perawat jaga dihadapkan dengan keluhan nyeri, kebanyakan langkah awal yang diambil adalah kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat-obatan analgetik. Perawat dapat menggunakan teknik manajemen nyeri non farmakologi untuk mengatasi masalah nyeri tersebut. Berdasarkan hal diatas maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah
“Apakah ada hubungan tingkat
pengetahuan perawat dengan tindakan perawat dalam manajemen nyeri pasien post operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen?”
1.3 Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan perawat dengan tindakan perawat dalam managemen nyeri pasien post operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen. 2. Tujuan Khusus a. Mendiskripsikan karakteristik responden di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen. b. Mendiskripsikan tingkat pengetahuan perawat tentang manajemen nyeri pasien post operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen. c. Mendiskripsikan tindakan perawat dalam manajemen nyeri pasien post operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen. d. Menganalisis hubungan tingkat pengetahuan perawat dengan tindakan perawat dalam manajemen nyeri pasien post operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen.
1.4 Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi rumah sakit Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan pada manajemen untuk merancang kebijakan pelayanan keperawatan khususnya peningkatan kualitas sumber daya manusianya dengan cara pengiriman tenaga keperawatan untuk mengikuti pelatihan-pelatihan yang ada hubungannya dengan pelayanan pasien khususnya perawatan pada pasien post operasi. 2. Manfaat bagi institusi pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk memperkaya bahan ajar terkait tentang perawatan manajemen nyeri pada pasien pasca-operasi sebagai dasar bagi penelitian selanjutnya dalam penelitian keperawatan perioperatif. 3. Manfaat bagi peneliti lain Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data dasar bagi peneliti-peneliti selanjutnya, terkait dengan topik yang masih berhubungan dengan manajemen nyeri. 4. Manfaat bagi peneliti Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan wawasan peneliti dalam melakukan penelitian yang berkaitan dengan hubungan tingkat pengetahuan perawat post operasi dengan tindakan keperawatan dalam manajemen nyeri pada pasien post operasi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Pengetahuan 2.1.1.1 Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indera atau akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya (Meliono, Irmayanti, dkk. 2007). Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba (Notoatmodjo, 2012). 2.1.1.2 Tingkatan Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2012), pengetahuan mempunyai enam tingkat, yakni : 1. Tahu (know)
Tahu artinya sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. 2. Memahami (comprehension ) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar
tentang
obyek
yang
diketahui,
dan
dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar. 3. Aplikasi (aplication) Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). 4. Analisis (analysis ) Analisis adalah suatu kompuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5. Sintesis (synthesis ) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan dan menghubungkan bagian–bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. 6. Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian
itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. 2.1.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan Menurut Mubarak (2007) ada tujuh faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu : 1. Pendidikan Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain terhadap suatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya, jika seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan informasi dan nilai-nilai baru diperkenalkan. 2. Pekerjaan Lingkungan
pekerjaan
dapat
menjadikan
seseorang
memperoleh
pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung. 3. Umur Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek psikis dan psikologis (mental). Pertumbuhan fisik secara garis besar ada empat kategori perubahan, yaitu perubahan ukuran, perubahan proporsi, hilangnya ciri-ciri lama dan timbulnya ciri-ciri baru. Ini terjadi akibat
pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis dan mental taraf berfikir seseorang semakin matang dan dewasa.
4. Minat Sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih dalam. 5. Pengalaman Adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman yang baik seseorang akan berusaha untuk melupakan, namun jika pengalaman terhadap objek tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan yang membekas dalam emosi sehingga menimbulkan sikap positif. 6. Kebudayaan Kebudayaan lingkungan sekitar, apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan. 7. Informasi Kemudahan memperoleh informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.
2.1.1.4 Cara Memperoleh Pengetahuan Menurut Notoatmojo (2012), dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah dapat dikelompokan menjadi dua, yakni :
1. Cara Memperoleh Kebenaran Nonilmiah a. Cara Coba Salah (Trial and Error) Cara memperoleh kebenaran non ilmiah, yang pernah digunakan oleh manusia dalam memperoleh pengetahuan adalah melalui cara coba coba atau dengan kata yang lebih dikenal “trial and error”. Metode ini telah digunakan oleh orang dalam waktu yang cukup lama untuk memecahkan berbagai masalah. Bahkan sampai sekarang pun metode ini masih sering digunakan, terutama oleh mereka yang belum atau tidak mengetahui suatu cara tertentu dalam memecahkan suatu masalah yang dihadapi. Metode ini telah banyak jasanya, terutama dalam meletakan dasar-dasar mennemukan teori-teori dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan. b. Secara Kebetulan Penemuan kebenaran secara kebetulan terjadi karena tidak disengaja oleh orang yang bersangkutan. Salah satu contoh adalah penemuan enzim urease oleh Summers pada tahun 1926. c. Cara Kekuasaan atau Otoritas
Dalam
kehidupan
manusia
sehari-hari,
banyak
sekali
kebiasaankebiasaan dan tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang,tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan tersebut baik atau tidak kebiasaan seperti ini tidak hanya terjadi pada masyarakat tradisional saja, melainkan juga terjadi pada masyarakat modern. Para pemegang otoritas, baik pemimpin pemerintah, tokoh agama, maupun ahli ilmu pengetahuan pada prinsipnya mempunyai mekanisme yang sama di dalam penemuan pengetahuan. d. Berdasarkan Pengalaman Pribadi Pengalaman adalah guru yang baik, demikian bunyi pepatah. Pepatah ini mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh karena itu pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.
e. Cara Akal Sehat Akal sehat atau common sense kadang-kadang dapat menemukan teori atau kebenaran. Sebelum ilmu pendidikan ini berkembang, para orang tua zaman dahulu agar anaknya mau menuruti nasihat orang
tuanya,atau agar anak disiplin menggunakan cara hukuman fisik bila anaknya berbuat salah, misalnya dijewer telinganya atau dicubit. Ternyata cara menghukum anak ini sampai sekarang berkembang menjadi teori atau kebenaran, bahwa hukuman adalah merupakan metode (meskipun bukan yang paling baik) bagi pendidikan anak. Pemberian hadiah dan hukuman (reward and punishment) merupakan cara yang masih dianut oleh banyak orang untuk mendisiplinkan anak dalam konteks pendidikan. f. Kebenaran Melalui Wahyu Ajaran dan dogma agama adalah suatu kebenaran yang diwahyukan dari Tuhan melalui para Nabi. Kebenaran ini harus diterima dan diyakini oleh pengikut-pengikut agama yang bersangkutan, terlepas dari apakah kebenaran tersebut rasional atau tidak. g. Kebenaran secara Intuitif Kebenaran secara intuitif diperoleh manusia cepat sekali melalui proses diluar kesadaran dan tanpa melalui proses penalaran atau berpikir. Kebenaran yang diperoleh melalui intuitif sukar dipercaya karena kebenaran ini tidak menggunakan cara-cara yang rasional dan yang sisitematis. Kebenaran ini diperoleh seseorang hanya berdasarkan intuisi atau suara hati atau bisikan hati saja. h. Melalui Jalan Pikiran Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berfikir manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu
menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya. Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi.
i. Induksi Induksi adalah proses penarikan kesimpulan yang dimulai dari pernyataan-pernyataan khusus ke pertanyaan yang bersifat umum. Proses berpikir induksi berasal dari hasil pengamatan indra atau hal-hal yang nyata, maka dapat dikatakan bahwa induksi beranjak dari hal-hal yang konkret kepada hal-hal yang abstrak. j. Deduksi Deduksi adalah pembuatan kesimpulan dari pernyataan-pernyataan umum yang ke khusus. Aristoteles (384-322SM) mengembangkan cara berpikir deduksi ini ke dalam suatu cara yang disebut “silogisme”. Silogisme merupakan suatu bentuk deduksi berlaku bahwa sesuatu yang dianggap benar secara umumpada kelas tertentu, berlaku juga kebenarannya pada semua peristiwa yang terjadi pada setiap yang termasuk dalam kelas itu. 2. Cara Ilmiah dalam Memperoleh Pengetahuan Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistimatis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut “metode penelitian
ilmiah‟, atau lebih popular disebut metodologi penelitian (research methodology). Cara ini mula-mula dikembangkan oleh Francis Bacon (1561-1626). Ia mengatakan bahwa dalam memperoleh kesimpulan dilakukan dengan mengadakan observasi langsung, dan membuat pencatatan-pencatatan terhadap semua fakta sehubungan dengan objek yang diamati. Pencatatan ini mencakup tiga hal pokok yakni : a. Segala sesuatu yang positif, yakni gejala tertentu yang muncul pada saat dilakukan pengamatan b. Segala sesuatu yang negatif, yakni gejala tertentu yang tidak muncul pada saat dilakukan pengamatan. c. Gejala-gejala yang muncul secara bervariasi, yaitu gejala-gejala yang berubah-ubah pada kondisi-kondisi tertentu. 2.1.1.4 Kriteria Tingkat Pengetahuan Menurut Nursalam (2013) pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterprestasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu : 1. Baik : Hasil presentase 76%-100%. 2. Cukup : Hasil presentase 56% - 75%. 3. Kurang : Hasil presentase ≤55%. 2.1.1.5 Perilaku Menurut Notoatmodjo (2011), perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu perilaku manusia mempunyai bentangan yang sangat luas. Bahkan kegiatan internal
(internal activity) seperti berfikir, persepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia. Terbentuknya perilaku dapat terjadi karena proses kematangan dan dari proses interaksi dengan lingkungan. Cara yang kedua inilah yang paling besar pengaruhnya terhadap perilaku manusia. Terbentuknya dan perubahan perilaku karena proses interaksi antara individu dengan lingkungan ini melalui suatu proses belajar (Notoatmodjo 2011). 2.1.2 Konsep Nyeri 2.1.2.1 Nyeri Nyeri adalah suatu mekanisme pertahanan bagi tubuh yang timbul bilamana jaringan sedang di rusak yang menyebabkan individu tersebut bereaksi dengan cara memindahkan stimulus nyeri (Guyton and Hall, 2008). Definisi
keperawatan
tentang
nyeri
adalah,
apapun
yang
menyakitkan tubuh yang dikatakan individu yang mengalaminya, yang ada kapanpun individu mengatakannya. Peraturan utama dalam merawat pasien dengan nyeri adalah berdasarkan hanya pada laporan pasien bahwa itu ada (Brunner & Suddarth, 2005). Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).
Nyeri adalah sensasi yang sangat tidak menyenangkan dan sangat individual yang tidak dapat dibagi dengan orang lain (Kozier & Erb, 2009). 2.1.2.2 Penyebab Nyeri Penyebab nyeri menurut Asmadi (2008) dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu penyebab yang berhubungan dengan fisik dan berhubungan dengan psikis. 1. Penyebab yang berhubungan dengan fisik Penyebab fisik misalnya trauma (mekanik, termis, kimiawi maupun elektrik), neoplasma, peradangan, dan gangguan sirkulasi darah. 2. Penyebab yang berhubungan dengan psikis Merupakan nyeri yang dirasakan bukan karena penyebab organik, melainkan akibat trauma psikologis dan pengaruhnya terhadap fisik. 2.1.2.3 Stimulus Nyeri Seseorang dapat menoleransinya, menahan nyeri (pain tolerance), atau dapat mengenali jumlah stimulasi nyeri sebelum merasakan nyeri (pain threshold). Terdapat beberapa jenis stimulus nyeri menurut Alimul (2006), di antaranya : 1. Trauma pada jaringan tubuh, misalnya karena bedah akibat terjadinya kerusakan jarigan dan iritasi secara langsung pada reseptor. 2. Gangguan pada jaringan tubuh, misalnya karena edema akibat terjadinya penekanan pada reseptor nyeri. 3. Tumor, dapat juga menekan pada reseptor nyeri.
4. Iskemia pada jaringan, misalnya terjadi blokade pada arteria koronaria yang menstimulasi reseptor nyeri akibat tertumpuknya asam laktat. 5. Spasme otot, dapat mestimulus mekanik. 2.1.2.4 Klasifikasi Nyeri Menurut Mubarak dan Chayatin (2008)ada tiga klasifikasi nyeri berdasarkan sumbernya yaitu: 1. Nyeri Perifer. Nyeri ini ada tiga macam, yaitu: a. Nyeri superfisial, yaitu rasa nyeri yang muncul akibat rangsangan pada kulit dan mukosa. b. Nyeri viseral, yaitu rasa nyeri yang muncul akibat stimulasi dari reseptor nyeri di rongga abdomen, kranium dan toraks. c. Nyeri alih, yaitu nyeri yang dirasakan pada daerah lain yang jauh dari penyebab nyeri. 2. Nyeri Sentral Nyeri yang muncul akibat stimulasi pada medulla spinalis, batang otak dan talamus. 3. Nyeri Psikogenik Nyeri yang tidak diketahui penyebab fisiknya. Dengan kata lain, nyeri ini timbul akibat pikiran si penderita itu sendiri. Sedangkan klasifikasi nyeri menurut bentuknya menurut Mubarak dan Chayatin (2008) meliputi : 1. Nyeri Akut
Nyeri ini biasanya berlangsung tidak lebih dari enam bulan. Awitan gejalanya mendadak, dan biasanya penyebab serta lokasi nyeri sudah diketahui. Nyeri akut ditandai dengan peningkatan tegangan otot dan kecemasan yang keduanya meningkatkan persepsi nyeri. 2. Nyeri Kronis Nyeri ini berlangsung lebih dari enam bulan. Sumber nyerinya bisa diketahui bisa juga tidak diketahui. 2.1.2.5 Teori nyeri Menurut Asmadi (2008), Nyeri merupakan suatu fenomena yang penuh rahasia dan menggugah rasa ingin tahu para ahli. Begitu pula untuk menjelaskan bagaimana nyeri tersebut terjadi masih merupakan suatu misteri. Namun demikian ada beberapa teori yang menjelaskan mekanisme transmisi nyeri. Teori tersebut diantaranya: 1. The Specificity Theory (Teori Spesifik). Menurut teori spesifik nyeri ini, timbulnya sensasi nyeri berhubungan dengan pengaktifan ujung-ujung serabut saraf bebas oleh perubahan mekanik, rangsangan kimia, atau temperatur yang berlebihan. Persepsi nyeri yang dibawa oleh serabut saraf nyeri diproyeksikan oleh spinotalamik ke spesifik pusat nyeri di talamus. 2. The Intensity Theory (Teori Intensitas) Nyeri adalah hasil rangsangan yang berlebihan pada receptor. Setiap rangsangan sensori punya potensi untuk menimbulkan nyeri jika intensitasnya cukup kuat.
3. The Gate Control Theory (Teori Kontrol Pintu) Teori ini menjelaskan mekanisme transmisi nyeri. Kegiatannya bergantung pada aktivitas serat saraf aferen berdiameter besar atau kecil yang dapat mempengaruhi sel saraf di substansia gelatinosa. Aktivitas serat yang berdiameter besar menghambat transmisi yang artinya pintu ditutup, sedangkan serat saraf yang berdiameter kecil mempermudah transmisi yang artinya pintu dibuka. 2.1.2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri Menurut Potter & Perry (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri adalah sebagai berikut: 1. Usia Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respons nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami, karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan. 2. Jenis Kelamin Laki-laki dan wanita tidak berbeda secara signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (tidak pantas kalau laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri). 3. Kebudayaan
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri. 4. Makna Nyeri Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan dan bagaimana mengatasinya. 5. Ansietas Cemas
meningkatkan
persepsi
terhadap
nyeri
dan
nyeri
bisa
menyebabkan seseorang cemas.
6. Keletihan Rasa kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping. 7. Pengalaman Sebelumnya Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri. 8. Gaya Koping Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya pola koping yang maladaptif akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri.
9. Dukungan Sosial dan Keluarga Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga
atau
teman
dekat
untuk
memperoleh
dukungan
dan
perlindungan. 2.1.2.7 Tingkat Nyeri Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007). Skalaq intensitas nyeri menurut Smeltzer dan Bare (2007) adalah sebagai berikut : 1. Skala intensitas nyeri deskritif
Gambar 2.1 Skala Nyeri deskritif 2. Skala identitas nyeri numerik Skala numerik adalah suatu alat ukur yang meminta pasien untuk menilai rasa nyerinya sesuai dengan level intensitas nyerinya pada
skala numeral dari 0 – 10 atau 0 – 100. Angka 0 berarti no pain dan 10 atau 100 berarti severe pain (nyeri hebat).
Gambar 2.2 .2 Skala Nyeri numeric 3. Skala analog visual atau VAS (Visual Analog Scale) VAS (Visual Visual Analog Scale Scale)) adalah suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan memiliki alat pendeskripsian verbal pada setiap ujung. Skala ini memberikan kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri.
Gambar 2.3 Skala Nyeri VAS 4. Skala nyeri menurut Bourbanis
Gambar 2.4 Skala Nyeri menurut Bourbanis Keterangan : 0
: Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik. 4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik. 7-9 : Nyeri berat terkontrol: secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi 10 : Nyeri berat tidak terkontrol: pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul. 2.1.2.8 Penatalaksanaan nyeri Menurut Price & Wilson (2006), menghilangkan nyeri merupakan tujuan dari penatalaksanaan nyeri yang dapat dicapai dengan dua pendekatan yaitu: pendekatan farmakologi dan non farmakologi. Pendekatan ini diseleksi berdasarkan pada kebutuhan dan tujuan klien secara individu. 1. Pendekatan farmakologis Pendekatan farmakologi merupakan suatu pendekatan yang digunakan untuk menghilangkan nyeri dengan menggunakan obat-obatan. Terdapat 4 kelompok obat nyeri yaitu: a. Analgetik Nonopioid (Obat Anti Inflamasi Non Steroid/ OAISN) Efektif untuk penatalaksanaan nyeri ringan sampai dengan sedang
terutama asetaminofen (Tylenol) dan OAISN dengan efek anti piretik, analgetik dan anti inflamasi. Asam asetilsalisilat (Aspirin) dan ibuprofin (Morfin, Advil) merupakan OIANS yang sering digunakan untuk mengatasi nyeri akut derajat ringan. b. Analgetik Opioid Merupakan analgetik yang kuat yang tersedia dan digunakan dalam penatalaksanaan nyeri dengan skala sedang sampai dengan berat. Obatobat ini merupakan patokan dalam pengobatan nyeri pasca operasi dan nyeri terkait kanker. Morfin merupakan salah satu jenis obat ini yang digunakan untuk mengobati nyeri berat. c. Antagonis dan Agonis-Antagonis Opioid Merupakan obat yang melawan obat opioid dan menghambat pengaktifannya. Nalakson merupakan salah satu contoh obat jenis ini yang efektif jika diberikan tersendiri dan lebih kecil kemungkinannya menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan dibandingkan dengan opioid murni. d. Adjuvan atau Koanalgetik Merupakan obat yang memiliki efek analgetik atau efek komplementer dalam penatalaksanaan nyeri yang semula dikembangkan untuk kepentingan lain. Contoh obat ini adalah Karbamazopin (Tegretol) atau Fenitoin (Dilantin). 2. Penatalaksanaan non farmakologis
Menurut Price & Wilson (2006), bentuk-bentuk penatalaksanaan non farmakologi meliputi: a. Stimulasi dan Massage Kutaneus Massage adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum, sering dipusatkan pada pinggang dan bahu. Massage menstimulasi reseptor tidak nyeri. Massage juga membuat pasien lebih nyaman karena membuat relaksasi otot. b. Terapi Es dan Panas Terapi es dapat menurunkan prostaglandin yang memperkuat sensitifitas reseptor nyeri. Agar efektif es harus diletakkan di area sekitar pembedahan. Penggunaan panas dapat meningkatkan aliran darah yang dapat mempercepat penyembuhan dan penurunan nyeri. c. Stimulasi Syaraf Elektris Transkutan (TENS) TENS menggunakan unit yang dijalankan oleh baterai dengan elektrode yang dipasang pada kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan atau menggetar pada area nyeri. Mekanisme ini sesuai dengan teori gate kontrol dimana mekanisme ini akan menutup transmisi sinyal nyeri ke otak pada jaras asenden sistem syaraf pusat untuk menurunkan intensitas nyeri. d. Distraksi Dilakukan dengan memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain pada nyeri.
Keefektifan transmisi
tergantung pada
kemampuan pasien untuk menerima dan membangkitkan input sensori selain nyeri. e. Teknik Relaksasi Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stress yang mampu memberikan individu kontrol ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri/stress fisik dan emosi pada nyeri. f. Imajinasi Terbimbing Individu di instruksikan untuk membayangkan bahwa dengan setiap napas yang diekhalasikan (dihembuskan) secara lambat akan menurunkan ketegangan otot dan ketidak nyamanan dikeluarkan.
g. Hipnosis Efektif untuk menurunkan nyeri akut dan kronis. Teknik ini mungkin membantu pereda nyeri terutama dalam periode sulit. 2.1.2.9 Skor tindakan perawat dalam manajemen nyeri Menurut Nursalam (2013) skor yang digunakan untuk mempermudah dalam mengkategorikan peringkat dalam penelitian dalam bentuk prosentase. Misalnya: 1. Baik : Hasil presentase 76%-100%. 2. Cukup : Hasil presentase 56% - 75%. 3. Kurang : Hasil presentase ≤55%. 2.1.2.10 Nyeri Post Operasi 1. Pengertian Nyeri Post Operasi
Nyeri post operasi merupakan nyeri akut yang berlangsung kurang dari 6 bulan dengan serangan yang muncul mendadak dengan sebab dan daerah nyerinya yang dapat diketahui ( Brunner & Suddart, 2005 ). Nyeri post operasi adalah nyeri akut yang berhubungan dengan kerusakan jaringan (Nuraini, 2005). Pengertian lain mengatakan nyeri post operasi merupakan nyeri menetap selagi luka dalam masa penyembuhan yang ditandai dengan nyeri yang berlebihan bila daerah luka tersebut terkena rangsangan yang biasanya hanya sebabkan nyeri ringan (Guyton and Hall, 2008).
2. Bentuk nyeri post operasi Menurut Brunner & Suddart (2005), bentuk nyeri pada post operasi merupakan nyeri akut yang disebabkan oleh kerusakan jaringan karena adanya insisi pada saat pembedahan yang memiliki karakteristik nyeri sebagai berikut: 1) Awitannya mendadak. 2) Intensitas ringan sampai berat. 3) Durasinya singkat ( dari beberapa detik sampai 6 bulan ). 4) Meningkatkan respon otonum seperti: konsisten dengan stress simpatis, frekuensi jantung meningkat, volume sekuncup meningkat, tekanan darah meningkat, dilatasi pupil meningkat, tegangan otot meningkat, motilitas gastrointestinal dan prodoksi saliva menurun.
5) Komponen psikologis yang berperan adalah ansietas. 6) Berhubungan dengan kerusakan jaringan. 3. Mekanisme nyeri post operasi Mekanisme nyeri berawal dari reseptor nyeri (nosiseptor). Reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang hanya berespon pada stimulus yang kuat yang secara potensial merusak jaringan (Brunner & Suddart, 2005). Pada nyeri post operasi rangsangan nyeri disebabkan oleh rangsangan mekanik yaitu luka (insisi) dimana insisi ini akan merangsang mediator-mediator kimia dari nyeri seperti histamin, bradikinin, asetilkolin dan subtansi prostaglandin dimana zat-zat ini diduga dapat meningkatkan sensitifitas reseptor nyeri yang akan menimbulkan sensasi nyeri. Selain zat yang mampu merangsang kepekaan nyeri, tubuh juga memiliki zat yang mampu menghambat (inhibitor) nyeri yaitu endorfin dan enkefalin yang mampu meredakan nyeri (Brunner & Suddart, 2005).
2.2
Keaslian penelitian Table 2.1 Keaslian Penelitian
Nama Peneliti
Judul Penelitian
Riezky Dwi Hubungan Tingkat Eriawan Pengetahuan Perawat dengan (2013) Tindakan Keperawatan pada Pasien Pasca Operasi dengan General Anesthesia di Ruang Pemulihan IBS RSD dr.
Metode
Hasil Penelitian
metode cross sectional dengan uji chi-square
Analisis data didapatkan p value: 0,005, yang lebih kecil dari tingkat signifikan (p <0,05), sehingga ada hubungan antara tingkat pengetahuan perawat dan tindakan keperawatan pasien
Soebandi Jember Setiyawan (2010)
Hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap dengan perilaku perawat dalam upaya pencegahan dekubitus di Rumah Sakit Cakra Husada Klaten
Ni Komang Pengaruh pemberian teknik Rai Artini relaksasi nafas dalam (2009) terhadap tingkat nyeri pasca operasi di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten
2.3
pasca operasi dengan anestesi umum. metode Hasil penelitian menunjukan cross tingkat pengetahuan tidak sectional mempunyai hubungan dengan dengan uji perilaku perawat dalam chi- square mencegah dekubitus dengan nilai p=0,077 (p< 0,05) sedangkan sikap mempunyai hubungan yang signifikan dalam mencegah dekubitus dimana nilai p=0,008 (p< 0,05) one group Hasil penelitian menunjukkan ada pretestpengaruh pemberian teknik postest relaksasi nafas dalam terhadap dengan uji tingkat nyeri pasca operasi di paired t-test RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten dengan nilai sigifikasi p = 0,000 dimana t hitung = 10,661 sedangkan t tabel = 1,684 dan taraf signifikan 5 %.
Kerangka Teori Berdasarkan tinjauan pustaka, dapat dibuat kerangka teori yang dapat
dilihat dibawah. Pasien post operasi
Kerusakan jaringan (Luka Insisi)
Nyeri
Manajemen nyeri
Farmakologi
Factor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan: • • •
Pendidikan Pekerjaan Umur
Non Farmakologi
Pengetahuan tentang managemen nyeri
Tindakan perawat dalam managemen nyeri
Perubahan intensitas nyeri
Gambar 2.5 Kerangka Teori Sumber: Notoatmodjo (2011), Brunner & Suddart (2005), Price & Wilson (2006).
2.4
Kerangka Konsep Penelitian
Variabel independen
Varibel dependen
Tingkat pengetahuan perawat
Tindakan perawat dalam managemen nyeri
Gambar 2.6 Kerangka konsep penelitian
2.5
Hipotesis
Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto, 2010). Hipotesa Nol (H0) adalah tidak ada hubungan antaratingkat pengetahuan perawat dengan tindakan perawat dalam manajemen nyeri pasien post operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen. Hipotesa alternative (Ha) adalah ada hubungan antaratingkat pengetahuan perawat dengan tindakan perawat dalam manajemen nyeri pasien post operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini adalah penelitian deskripsi korelasi yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih, tanpa melakukan perubahan, tambahan, atau manipulasi terhadap data yang sudah ada (Arikunto, 2010). Metode pendekatan yang digunakan adalah cross sectional yaitu jenis penelitian yang menekankan
waktu pengukuran/observasi data variable independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat (Nursalam, 2013).
3.2 Populasi dan Sampel 3.2.1 Populasi Populasi dalam penelitian adalah subjek (misalnya manusia; klien) yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2013). Populasi penelitian ini adalah seluruh perawat yang bertugas di Bangsal Bedah (Mawar dan Wijaya Kusuma) RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen yang berjumlah 36 orang.
Berdasarkan hal tersebut maka jumlah populasi
dalam penelitian ini sebanyak 36 responden. 3.2.2 Sampel Sampel terdiri atas bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2013). Sampling adalah suatu cara yang ditempuh dengan pengambilan sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan obyek penelitian (Nursalam, 2013). Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total sampling. Total sampling adalah tehnik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi (Sugiyono, 2007). Alasan mengambil total sampling karena menurut Sugiyono (2007) jumlah populasi yang kurang dari 100, seluruh populasi dijadikan sampel penelitian semuanya.
Berdasarkan jumlah perawat yang bertugas di Bangsal Bedah RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen yang berjumlah 36 orang, maka jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 36 responden.
3.3 Waktu dan Tempat Penelitian 3.3.1 Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 16 Maret sampai 16 Mei 2015. Jadwal terlampir. 3.3.2 Tempat penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di Bangsal Bedah (Ruang Mawar dan Ruang Wijaya Kusuma) RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen.
3.4 Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran Tabel 3.1 Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran Variable
Definisi
Alat ukur
Parameter
Skala
Pengetahuan tingkat pemahaman atau hal-hal Kuesioner skor 76-100% = ordinal perawat yang diketahui oleh perawat baik, skor 56-75% yang bertugas di Bangsal Bedah = cukup dan skor RSUDdr.Soehadi ≤55% = kurang PrijonegoroSragen tentang managemen nyeri non farmakologi.
Tindakan perawat dalam managemen nyeri
suatu tindakan perawat untuk Checklist membantu pasien dalam Observasi mengatasi keluhan nyeri post operasi yang dihadapi pasien saat itu.
Skor 16-20 = Baik, Ordinal skor 12-15= cukup, skor ≤ 11 kategori kurang.
3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data 3.5.1 Alat Penelitian Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik (Arikunto, 2010). 1. Instrumen untuk pengetahuan perawat Instrument yang digunakan untuk mengukur pengetahuan perawat adalah kuesioner.Data tingkat pengetahuan tentang managemen nyeri diperoleh dengan mengukur menggunakan kuesioner yang berjumlah 20 item dengan jawaban benar (B) atau salah (S). pertanyaan terdiri dari 10 item pertanyaan favorable dan 10 item pertanyaan unfavorable. Untuk pertanyaan favorable penilainnya B=1 dan S=0. untuk pertanyaan unfavorable penilaiannya B=0 dan S=1. Pertanyaan favorable terdapat pada nomor 1,3,5,6,11,14,15,16,18,19, sedangkan yang termasuk pertanyaan unfavorable yaitu 2,4,7,8,9,10,12,13, 17,20. Untuk mendapat prosentase dari setiap jawaban yaitu hitung jumlah jawaban yang benar, kemudian dibagi jumlah soal dan dikalikan 100%. Hasil nilai di atas kemudian ditafsirkan sebagai berikut : a. Baik
: 76 – 100 %
Berarti pengetahuan baik apabila jawaban benar 16-20 soal b. Cukup : 56 – 75 % Berarti pengetahuan dianggap cukup apabila jawaban benar 12-15 soal c. Kurang: ≤ 55 % Berarti pengetahun dianggap kurang apabila jawaban benar ≤ 11 soal
( Nursalam, 2013).
2. Instrumen untuk tindakan perawat dalam manajemen nyeri
Instrument yang digunakan untuk tindakan perawat adalah lembar observasi sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO) yang berlaku di RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen berisi 20 item pernyataan tentang prosedur tindakan perawat dalam manajemen nyeri, pernyataan jenis Dichotomy question.Masing-masing pernyataan ada 2 pilihan jawaban yaitu “Ya” atau “Tidak”, apabila dilakukan diberi skor 1 dan apabila tidak dilakukan diberi skor 0. Observasi atau pengamatan ini dilakukan oleh peneliti. Peneliti hanya memberikan tanda chek (√) pada kolom jawaban. Dari hasil observasi ini akan menghasilkan tiga kemungkinan yaitu tindakan perawat kategori baik bila skor 16-20, kategori cukup bila skor 12-15, dan kategori kurang baik bila skor ≤ 11. 3.5.2 Uji Validitas dan Reabilitas Menurut Nursalam (2013), validitas (kesahihan) menyatakan apa adalah yang seharusnya diukur. Sedangkan reliabilitas (keandalan) adanya
suatu kesamaan hasil apabila pengukuran dilakukan oleh orang yang berbeda ataupun waktu yang berbeda. Untuk uji validitas butir kuesioner pengetahuan perawat dan tindakan perawat dalam manajemen nyeri, digunakan tekhnik korelasi pearson product moment, karena teknik ini mengorelasikan masing-masing skor item dengan skor total ( Priyatno, 2009). Rumus yang digunakan adalah :
rxy =
N ∑ XY − (∑ X )(∑ Y )
{N . ∑ X
2
− (∑ X )
2
}{N . ∑ Y
2
− (∑ Y )
2
}
Dimana : rxy
= koefisien korelasi
∑X
= jumlah skor item
∑Y
= jumlah skor total (item)
N
= jumlah responden
Untuk mengetahui validitasnya adalah dengan membandingkan hasil rhitungdengn tabel product moment. Bila rhitung lebih besar dari rtabel, maka pertanyaan tersebut valid dan dapat digunakan sebagai alat ukur. Bila rhitung lebih kecil dari rtabel, maka pertanyaan tersebut tidak valid dan harus diganti, diperbaiki atau dihilangkan. Sedangkan untuk menguji
reliabilitas
butir angket
kuesioner
pengetahuan perawat dan tindakan perawat dalam manajemen nyeri digunakan rumus alpha cronbach yaitu : r11
2 2 k σ t − Σσb = σt2 k − 1
Dimana : r11
= reliabilitas
k
= banyaknya butir pertanyaan
∑ σ2b = jumlah varian butir σ2t
= varian total
Menurut Riwidikdo (2008), instrumen dianggap reliabel jika nilai alpha minimal 0,70. Instrumen penelitian tingkat pengetahuan perawat ini pernah digunakan oleh Febri (2010), dengan hasil uji validitas yang sudah dilakukan pada 20 orang responden diperoleh r hitung 0,533-0,929 dan r tabel 0,444 dalam taraf signifikan 0,05 sehingga menunjukkan bahwa seluruh butir soal r hitung lebih besar dari r tabel, maka butir soal pengetahuan dinyatakan valid. Sedangkan hasil uji reliabilitas kuesioner tingkat pengetahuan perawat diperoleh hasil nilai alpha 0,948 menunjukkan bahwa nilai alpha lebih besar dari 0,70, maka instrumen penelitian tersebut reliabel. Instrumen penelitian tindakan perawat ini lembar observasi yang sesuai dengan Standar Prosedur Operasional (SPO) yang berlaku di RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen sehingga tidak memerlukan uji validitas dan uji reliabilitas. 3.5.3 Cara Pengumpulan Data Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu
penelitian (Nursalam, 2008). Untuk kuesioner tingkat pengetahuan perawat, sebelum dilakukan pengumpulan data dengan penyebaran kuesioner, peneliti memberi penjelasan tentang cara-cara pengisisan kuesioner kemudian membagikan kepada responden dan diisi saat itu juga sehingga data yang diperoleh adalah data primer. Sedangkan untuk kuesioner tindakan perawat, peneliti mengobservasi ketika perawat melakukan tindakan manajemen nyeri pada pasien post operasi, kemudian peneliti hanya memberikan tanda chek (√) pada kolom jawaban. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan : 1. Data primer yaitu data yang didapatkan secara langsung diambil dari obyek atau subyek penelitian oleh peneliti (Riwidikdo, 2013). Data primer dalam penelitian ini adalah kuesioner tingkat pengetahuan perawat dan lembar observasi tindakan perawat dalam manajemen nyeri. 2. Data sekunder yaitu data yang didapatkan secara tidak langsung dari obyek atau subyek penelitian (Riwidikdo, 2013). Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari data di rekam medik dan data dari bidang keperawatan yang relevan yang mendukung penelitian ini. Tahap pengumpulan data dalam penelitian ini adalah 1. Wawancara
Peneliti melakukan wawancara langsung kepada responden untuk memperoleh data mengenai data pendahuluan penelitian dan tindakan manajemen nyeri yang dilakukan. 2. Angket kuesioner. Peneliti memberikan kuesioner kepada responden untuk diisi secara lengkap setelah sebelumnya diberi penjelasan cara pengisian kuesioner terlebih dahulu. 3. Observasi responden Peneliti melakukan pengamatan langsung dengan membawa check list observasi yang telah disusun sebelumnya. 4. Dokumentasi Peneliti melakukan dokumentasi pelaksanaan kegiatan penelitian sebagai bukti pelaksanaan penelitian. 5. Tinjauan literatur Peneliti
membaca
buku-buku
yang dapat
membantu peneliti
melakukan penelitian untuk memperoleh data yang relevan.
3.6 Teknik Pengolahan dan Analisa Data 3.6.1 Teknik Pengolahan Data Menurut Narbuko, C. (2007), setelah data-data hasil dari kuesioner dikumpulkan kemudian diolah melalui tahap-tahap :
1. Editing Meneliti kuesioner yang telah diberikan, kelengkapan jawabannya untuk mengetahui apakah ada kesesuaian antara semua pertanyaan yang diberikan dengan jawaban. Peneliti mengoreksi / memeriksa kembali datadata yang sudah terkumpul sehingga hasil yang diperoleh tidak bias atau error dengan cara mengecek nama dan kelengkapan identitas responden serta mengecek kelengkapan data. 2. Coding Memberikan kode angka pada alat penelitian atau kuesioner untuk memudahkan dalam analisis data. Pada kuesioner tingkat pengetahuan, untuk pengetahuan baik diberi kode 1, pengetahuan cukup diberi kkode 2, dan pengetahuan kurang diberi kode 3. Pada check list observasi untuk tindakan manajemen nyeri baik diberi kode 1, untuk tindakan manajemen nyeri cukup diberi kode 2, dan untuk tindakan manajemen nyeri kurang diberi kode 3. 3. Transfering Memindahkan jawaban atau kode jawaban ke dalam media tertentu. Dalam hal ini memindahkan data dari kuesioner kedalam komputer dengan program excel. 4. Tabulating Merupakan kegiatan menyusun data dalam bentuk tabel. Pada tahap ini, data dimasukkan kedalam lembaran tabel kerja sesuai kriteria guna mempermudah pembacaan.
5. Entry data Memasukkan data dengan cara manual atau melalui pengolahan program komputer, baik menggunakan program excel maupun program spss. 3.6.2 Analisa Data Analisa data hasil penelitian ini dilakukan dengan 2 cara yaitu sebagai berikut: a. Analisis univariat Analisa univariat adalah analisa yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian yang disajikan dalam bentuk frekuensi yang dinarasikan (Notoatmodjo, 2010). Dalam penelitian ini distribusi frekuensi terdiri dari umur, jenis kelamin, pendidikan, masa kerja, tingkat pengetahuan perawat dan tindakan perawat dalam manajemen nyeri. b. Analisis bivariat terhadap dua variabel yang diduga berkorelasi yaitu analisa bivariat adalah analisis yang dilakukan untuk mengetahui keterkaitan dua variable (Notoatmojo, 2010). Data yang digunakan untuk pengujian hipotesis ini berasal dari variabel pengetahuan perawat dan tindakan
perawat
dalam
manajemen
nyeri
yang
pengukurannya
menggunakan skala ordinal. Melalui pengukuran ini, peneliti membagi respondennya kedalam urutan rangking atas dasar sikapnya pada objek atau
tindakan
tertentu,
maka
digunakan
teknik
statistik
non
parametrik.Adapun uji statistik yang digunakan adalah uji korelasi Rank Spearman (ρ). Korelasi Rank Spearmandigunakan untuk mencari hubungan dan menguji spesifikasi hipotesis assosiatif, bila datanya
berbentuk ordinal atau rangking dan sumber data antar variabel tidak harus sama (Sugiyono, 2010). Rumus dasar yang bisa digunakan adalah sebagai berikut :
Keterangan: rs
= Koefisien korelasi Rank Spearman
Ʃd² = selisih mutlak antara rangking data variable X dan variable Y n
= banyaknya responden atau sampel
Pengujian ini menggunakan program komputer SPSS versi 20.0. Kriteria keputusan: a. Apabila p value > 0,05 maka hipotesa nol (Ho) diterima dan Ha ditolak yang berarti tingkat pengetahuan tidak mempunyai hubungan dengan tindakan perawat dalam manajemen nyeri. b. Apabila
p value < 0,05 maka hipotesa nol (Ho) ditolak dan Ha
diterima yang berarti tingkat pengetahuan mempunyai hubungan dengan tindakan perawat dalam manajemen nyeri. Menurut Arikunto (2010), koefisien korelasi (r) yang menunjukkan keeratan hubungan mempunyai rentang nilai dari 0 sampai 1. Indeks korelasi tidak pernah lebih dari 1,00. Tabel 3.2 Interpretasi nilai r
Interval Koefisien
Tingkat Hubungan
0,000 – 0,200
Sangat lemah
0,200 – 0,400
Lemah
0,400 – 0,600
Sedang
0,600 – 0,800
Kuat
0,800 – 1,00
Sangat kuat
3.7 Etika Penelitian Secara umum prinsip etika dalam penelitian atau pengumpulan data dapat dibedakan menjadi tiga bagian yaitu prinsip manfaat, prinsip menghargai hakhak subjek, dan prinsip keadilan (Nursalam, 2013). Dalam penelitian ini untuk mendapatkan data dilakukan dengan menekankan etika yang mengacu pada: 1. Lembar persetujan menjadi responden (inform consent). Lembar persetujuan diberikan kepada subyek yang akan diteliti. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian jika calon responden bersedia untuk diteliti, maka mereka harus mengisi lembar persetujuan tersebut, namun apabila responden menolak untuk diteliti maka peneliti tidak boleh memaksakan dan tetap menghormati hak-hak responden.
2. Tanpa nama (Anonimity) Untuk menjaga kerahasiaan responden maka peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data (lembar kuesioner) cukup dengan memberikan kode pada masing-masing lembar kuesioner tersebut.
3. Kerahasiaan (Confidentiality) Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti karena hanya kelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil riset atau hasil dari penelitian.
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen
RSUD Sragen didirikan pada tahun 1958 berklasifikasi type D. pada tahun 1995 RSUD Sragen menjadi tipe C yang tertuang dalam SK Bupati Sragen Nomor: 445/461/011/1995 dan pada tahun 1999 menjadi RSUD Swadana yang tertuang dalam Perda Nomor 7 Tahun 1999. Pada tahun 2011 telah menyelesaikan akreditasi 12 pokja pelayanan menjadi type B rujukan. Saat ini sedang mempersiapkan untuk akreditasi versi 2012. Jenis pelayanan di RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen meliputi: rawat jalan (IGD 24 jam, poliklinik), rawat inap, kegawat daruratan, rawat intensif (ICU dan ICCU), pelayanan operasi (one day care), pelayanan penunjang medis (Rehabilitasi Medik/ Fisioterapi, Laboratorium 24 jam, Radiologi 24 jam, Apotik 24 jam), dan haemodialisa. Pelayanan rawat jalan meliputi Poliklinik Gigi dan Mulut, Poliklinik PKBRS, Spesialisasi: Penyakit Anak, Penyakit Dalam, Penyakit Kebidanan dan Kandungan, Penyakit Kulit dan Kelamin, Penyakit Bedah, Penyakit Mata, Penyakit Saraf, Penyakit THT, Paru, Orthopedi, Anestesi, Jantung dan Onkologi serta Konsultasi Gizi. Pelayanaan rawat inap meliputi Bangsal Wijaya Kusuma (Bangsal VIP dan SVIP), Teratai, Mawar, Tulip, Aster, Sakura, Anggrek, Melati dan Cempaka. Selain itu juga terdapat bangsal ICU, ICCU serta bangsal khusus untuk Perinatologi. Pelayanan penunjang medis meliputi Instalasi Gizi, Instalasi Farmasi, Instalasi Laboratorium Klinik, Instalasi Bedah Sentral (IBS), Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah sakit (IPSRS), Instalasi Rehabilitasi Medik,
Instalasi Radiologi, Instalasi Rawat Inap, Instalasi Rawat jalan, Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Pemulasaraan Jenazah RSUD Kabupaten Sragen tahun 1953 dengan jumlah tempat tidur sekitar 75. Sejak tahun 1960, merupakan tipe D dengan tempat tidur sekitar 100. Tahun 1993 ditingkatkan tipenya menjadi tipe C dengan jumlah tempat tidur 174 dan pada tahun 2007 rumah sakit ini sudah memiliki 199 tempat tidur. Seiring dengan meningkatnya jumlah pasien, ada penambahan jumlah tempat tidur sehingga sampai sekarang menjadi 319 tempat tidur. Ruang Mawar merupakan ruang rawat inap yang merawat pasien bedah kelas II dan kelas III. Kapasitas tempat tidur sebanyak 42 buah. Perawat berjumlah 17 orang dan tenaga administrasi 1 orang. Ruang Wijaya Kusuma merupakan ruang rawat inap dengan kapasitas 23 tempat tidur dan perawat berjumlah 19 orang dan 1 orang tenaga administrasi.
4.2 Hasil Penelitian 4.2.1 Hasil Uji Univariat Hasil uji univariat memberikan deskripsi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, masa kerja, status kepegawaian, tingkat pengetahuan dan tindakan perawat dalam manajemen nyeri. 4.2.1.1 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin yaitu sebagai berikut: Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin
No
Jenis kelamin
Jml
%
1. 2.
Laki-laki Perempuan
11 25
31% 69%
Total
36
100%
Sumber : Data Primer Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah responden perempuan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah laki-laki, laki dimana perempuan 25 responden (69%), sedangkan laki laki-laki laki 11 responden (31%). Distribusi frekuensi jenis kelamin dapat dilihat dari gambar 4.1 4 berikut :
Jenis Kelamin
Laki-laki 31%
Perempuan 69%
Laki-laki
Perempuan
Gambar 4.1 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin
4.2.1.2 Karakteristik responden berdasarkan umur Karakteristik responden berdasarkan umur terdapat dalam tabel berikut ini.
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Umur 26 – 30 Thn 31 – 35 Thn 36 – 40 Thn 41 – 45 Thn 46 – 50 Thn 51 – 55 Thn Total
Jml 12 13 5 1 4 1 36
% 33% 36% 14% 3% 11% 3% 100%
Sumber: Data Primer Dari tabel 4.2 dapat diketahui bahwa jumlah responden yang berusia 2626 30 tahun sebanyak 12 responden (33%), 31 31-35 35 tahun sebanyak 13 responden (36%), 36 36-40 40 tahun sebanyak 5 responden (14%), 41-45 41 tahun sebanyak 1 responden (3%), 46 46-50 50 tahun sebanyak 4 responden (11%) dan 51-55 55 tahun seb sebanyak 1 responden (3%). Distribusi frekuensi berdasarkan umur dapat dilihat dari gambar 4.2 berikut: Umur 46-50 50 Thn 11% 41-45 45 Thn 3% 36-40 Thn 14%
51-55 Thn 3%
26-30 30 Thn 33%
26-30 Thn 31-35 Thn 36-40 Thn 41-45 Thn 46-50 Thn 51-55 Thn
31-35 Thn 36%
Gambar 4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur 4.2.1.3 Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan yaitu :
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Pendidikan No 1. 2. 3. 4.
Pendidikan DIII DIV S1 S2 Total
Jml 23 1 11 1 36
% 64% 3% 30% 3% 100%
Sumber: Data Primer Dari Tabel 4.3 mengenai tingkat pendidikan terlihat bahwa 23 responden (64%) berpendidikan DIII, 1 responden (3%) berpendidikan DIV, 11 responden (30%) berpendidikan S1 dan 1 responden (3%) berpendidikan S2. Distribusi frekuensi tingkat pendidikan dapat dilihat dari gambar 4.3 berikut : Pendidikan
S2 3% S1 30%
DIII
DIII 64%
DIV S1 S2
DIV 3%
Gambar 4.3 Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan
4.2.1.4 Karakteristik responden berdasarkan masa kerja Karakteristik responden berdasarkan masa kerja yaitu:
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Masa Kerja No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Masa Kerja 1-5 Thn 6-10 Thn 11-15 Thn 16-20 Thn 21-25 Thn 26-30 Thn Total
Jml 13 13 5 0 3 2 36
% 36% 36% 14% 0% 8% 6% 100%
Sumber : Data Primer Dari tabel 4.4 dapat diketahui bahwa 13 responden (36%) memiliki masa kerja 1-5 5 Thn, 13 responden (36%) memiliki masa kerja 6-10 6 Thn, 5 responden (14%) memiliki masa kerja 11 11-15 15 Thn, 0 responden (0%) memiliki masa kerja 16 16-20 20 Thn, 3 responden (8%) memiliki masa kerja 21-25 25 Thn, dan 2 responden (6%) memiliki masa kerja 226--30 Thn. Distribusi frekuensi masa kerja dapat dilihat dari gambar 4.4 berikut : Masa Kerja 21-25 Thn 8% 16-20 Thn 11-15 0%
26-30 Thn 6% 1-5 Thn 36%
Thn 14%
1-5 Thn 6-10 Thn 11-15 Thn 16-20 Thn
6-10 Thn 36%
21-25 Thn 26-30 Thn
Gambar 4.4 Distribusi Frekuensi Masa Kerja 4.2.1.5 Tingkat pengetahuan responden Tingkat ingkat pengetahuan responden antara lain: Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Pengetahuan No 1. 2. 3.
Pengetahuan Baik Cukup Kurang
Jml 20 16 0
% 56% 44% 0%
Total
42
100%
Sumber : Data Primer Dari tabel 4.6 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden mempunyai tingkat pengetahuan baik yaitu sebanyak 20 responden (56%). Sedangkan yang mempunyai tingkat cukup 16 responden (44%), dan tidak ada yang mempunyai tingkat pengetahuan kurang (0%). Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan dapat dilihat dari gambar 4.6 berikut: Pengetahuan Kurang 0% Baik
Cukup 44%
Cukup
Baik 56%
Gambar 4.6 Distribusi Frekuensi Tin Tingkat Pengetahuan
4.2.1.6 Tindakan perawat dalam manajemen nyeri Tindakan perawat dalam manajemen nyeri yaitu sebagai berikut:
Kurang
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Tindakan Perawat No
Tindakan
Jml
%
1. 2. 3.
Baik Cukup Kurang Total
19 17 0 36
53% 47% 0% 100%
Sumber : Data Primer Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah responden yang mempunyai tindakan manajemen nyeri baik lebih banyak dibandingkan dengan yang mempunyai tindakan manajemen nyeri cukup, dimana 19 responden (53%) mempunyai tindakan baik, seda sedangkan ngkan tindakan cukup 17 responden (47%). Distribusi frekuensi tindakan manajemen nyeri dapat dilihat dari gambar 4.7 berikut : Tindakan Perawat Kurang 0% Cukup 47%
Gambar 4.7 Distribusi Frekuensi Tindakan Perawat
4.2.2 Hasil Uji Bivariat
Baik 53%
Baik Kurang
Cukup
Untuk menguji hubungan tingkat pengetahuan perawat dengan tindakan perawat dalam manajemen nyeri pasien post operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen dilakukan analisa dengan program SPSS versi 20.0 dengan uji Rank Spearman yang hasilnya dalam tabel sebagai berikut: Table 4.8 Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Dengan Tindakan Perawat Dalam Manajemen Nyeri Pasien Post Operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen tindakan perawat Total tingkat pengetahuan Total
Baik
Cukup
Baik
16
4
20
cukup
3 19
13 17
16 36
r
ρ
0.610
0.000
Dari Tabel 4.8 terlihat bahwa perawat yang memiliki tingkat pengetahuan baik yang melakukan tindakan manajemen nyeri baik sebanyak 16 responden, dan melakukan tindakan manajemen nyeri cukup sebanyak 4 responden. Perawat yang memiliki tingkat pengetahuan cukup yang melakukan tindakan manajemen nyeri baik sebanyak 3 responden, dan melakukan tindakan manajemen nyeri cukup sebanyak 13 responden. Dari tabel di atas juga dapat diketahui bahwa, nilai Sig. (2-tailed) = 0,000 < p = 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima sehingga dapat dikatakan ada hubungan antara tingkat pengetahuan perawat dengan tindakan perawat dalam manajemen nyeri pasien post operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen
Korelasi diatas menghasilkan korelasi positif. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat pengetahuan yang dimiliki perawat, maka semakin tinggi atau semakin baik tindakannya dalam manajemen nyeri. Begitu pula sebaliknya semakin rendah tingkat pengetahuan yang dimiliki perawat, maka semakin rendah atau semakin kurang kemampuannya dalam melakukan tindakan manajemen nyeri pasien post operasi. Menurut Arikunto (2010), kriteria hubungan antar variabel adalah bahwa semakin mendekati nilai 1 maka hubungan yang terjadi semakin erat dan jika mendekati 0 maka hubungan semakin lemah. Karena nilainya 0.610 yang mendekati 1 maka hubungan yang terjadi adalah kuat.
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Responden di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen. 5.1.1 Jenis Kelamin Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
jumlah
responden
perempuan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah laki-laki, dimana perempuan 25 responden (69%), sedangkan laki-laki 11 responden (31%). Dilihat dari sejarah perkembangan keperawatan dengan adanya perjuangan seorang Florence Nightingale sehingga dunia keperawatan identik dengan pekerjaan seorang perempuan. Namun demikian kondisi tersebut sekarang sudah berubah, banyak laki-laki yang menjadi perawat, tetapi kenyataannya proporsi perempuan masih lebih banyak daripada laki-laki (Utami dan Supratman, 2009). Pengaruh jenis kelamin dalam bekerja sangat dipengaruhi oleh jenis pekerjaan yang akan dikerjakan. Ada pekerjaan yang secara umum lebih baik dikerjakan oleh laki-laki, ada juga pekerjaan yang secara umum lebih baik dikerjakan perempuan. Peneliti berpendapat tidak ada pengaruh antara perawat laki-laki dan perempuan dalam melakukan tindakan keperawatan, hal ini di buktikan baik perawat laki-laki maupun perempuan sama-sama menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab.
5.1.2 Umur Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah responden yang paling banyak berusia 31-35 tahun yaitu 13 responden (36%). Dalam bekerja umur mempengaruhi produktivitas, usia rata-rata perawat tergolong dalam usia produktif sehingga berpeluang untuk mencapai produktivitas kinerja yang lebih baik. Umur merupakan faktor yang mempengaruhi pengetahuan dari seseorang. Pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah faktor umur. Meningkatnya usia seseorang, akan meningkat pula kebijaksaan dan kemampuan seseorang dalam mengambil keputusan dan berpikir rasional. Dengan bertambahnya umur seseorang akan mengalami perubahan aspek fisik dan psikologis (mental), Pada aspek psikologis atau mental, taraf berfikir seseorang menjadi semakin matang dan dewasa (Mubarok, 2011). Semakin tinggi umur seseorang semakin bertambah pula ilmu atau pengetahuan yang dimiliki (Notoatmodjo, 2012). Peneliti berasumsi bahwa semakin dewasa umur seorang perawat, makin tinggi tingkat pengalamannya. Semakin lama masa kerjanya maka pengalamannya dalam menjalankan tugas dibidang keperawatan akan semakin meningkat. 5.1.3 Tingkat Pendidikan Hasil penelitian mengenai tingkat pendidikan terlihat bahwa sebagian besar tingkat pendidikan adalah DIII keperawatan yaitu
sebanyak 23 responden (64%). Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan, dengan pendidikan tinggi maka individu tersebut akan semakin luas pengetahuannya. (Notoatmodjo, 2012). Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain agar dapat memahami sesuatu hal. Semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin mudah pula menerima informasi, pengetahuan yang dimilikinya akan semakin banyak. Pendidikan yang rendah akan menghambat perkembangan terhadap informasi (Mubarok, 2011). Peneliti berasumsi bahwa diperlukan pendidikan berkelanjutan bagi perawat dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Pendidikan diharapkan mampu mengubah pola pikir seseorang yang pada
berikutnya
mempengaruhi
pengetahuan
dan
ketrampilan
seseorang. Walaupun sebagian besar pendidikan perawat adalah DIII keperawatan, namun tingkat pengetahuan dan tindakan keperawatan yang dilakukan mayoritas katogori baik. Hal ini dikarenakan perawat rata-rata pernah mengikuti pelatihan- pelatihan maupun seminar. 5.1.4 Masa Kerja Hasil penelitian menunjukkan bahwa masa kerja paling banyak adalah masa kerja 1-5 Thn 13 responden (36%) dan memiliki masa kerja 6-10 Thn 13 responden (36%). Masa kerja perawat berpengaruh pada pengetahuan dan keterampilan yang yang dimiliki. Proses belajar dapat memberikan keterampilan, apabila keterampilan tersebut dipraktikkan, akan semakin tinggi tingkat keterampilannya, hal ini
dipengaruhi oleh masa kerja seseorang yang bekerja dalam suatu badan/instansi. Semakin lama seseorang bekerja, maka keterampilan dan pengalamannya juga semakin meningkat (Robbins & Judge, 2008).
Peneliti
berpendapat
bahwa
perawat
senior
lebih
berpengalaman dan memiliki keterampilan yang lebih dalam melaksanakan tindakan keperawatan. Masa kerja dan pengalaman kerja akan mempengaruhi tingkat keterampilan dan kematangan seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan.
5.2 Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Manajemen Nyeri Pasien Post Operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Tingkatan dalam pengetahuan
ada
enam
antara
lain
tahu
(know),
memahami
(comprehension), aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation). Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatantingkatan diatas (Notoatmodjo, 2011). Hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden mempunyai tingkat pengetahuan baik yaitu sebanyak 20 responden (56%). Sedangkan yang mempunyai tingkat pengetahuan cukup sebanyak 16 responden (44%), dan tidak ada yang mempunyai tingkat pengetahuan kurang (0%).
Sehingga dapat dikatakan bahwa responden yang memiliki pengetahuan baik lebih banyak daripada responden yang memiliki pengetahuan cukup dan kurang. Pendidikan, umur, pengalaman merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan dari seorang perawat (Meliono, dkk, 2007). Tingkat pengetahuan responden yang baik disebabkan karena terdapat tingkat pendidikan DIV dan Sarjana sebanyak 33% dan pendidikan S2 sebanyak 3%. Tingkat pengetahuan perawat yang tidak semuanya mempunyai pengetahuan dengan kategori baik dikarenakan perbedaan tingkat pendidikan. Pendidikan merupakan suatu faktor yang menentukan dalam
mendapatkan
pengetahuan.
Pengetahuan
seorang
perawat
bervariasi tergantung tingkat pendidikan yang dimiliki. Hal ini berkaitan dengan perkembangan dari ilmu keperawatan, kedalaman dan luasnya ilmu pengetahuan akan mempengaruhi kemampuan perawat untuk berpikir kritis dalam melakukan tindakan keperawatan. Hasil tersebut sesuai dengan pendapat yang mengatakan bahwa pengetahuan dibagi menjadi dua yaitu pengetahuan secara formal yang didasarkan dari jenjang pendidikan rendah ke jenjang yang lebih tinggi dan didapatkan dari hasil pembelajaran, dan pengetahuan informal dimana pengetahuan ini didapatkan dari lingkungan luar pendidikan yaitu melalui media massa, media elektronik, dan dari orang lain disekitar lingkungannya. (Notoatmodjo, 2012).
Pengetahuan terbentuk dengan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain yaitu umur dan intelegensi sedangkan faktor eksternal yaitu pendidikan, lingkungan, pengalaman, informasi, dan orang yang dianggap penting. Pendidikan sebagai faktor eksternal pembentuk pengetahuan. Semakin rendah pendidikan seseorang maka akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkannya. Sebaliknya semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya (Bahtiar dkk, 2008). Semakin tinggi tingkat pendidikan maka daya serapnya terhadap informasi menjadi semakin baik. Selain itu tingkat pendidikan yang semakin tinggi, akan semakin baik pula pola pikirnya. Pola pikir yang baik akan menyebabkan seseorang mempunyai kemampuan dalam hal analisis yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang, sebab perilaku yang didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan lebih baik dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan karena apabila perilaku tersebut tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka perilaku tersebut tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2012).
5.3 Tindakan Perawat Dalam Manajemen Nyeri Pasien Post Operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen. Tindakan atau praktik adalah respon atau reaksi konkret seseorang terhadap stimulus atau objek. Respon ini sudah dalam bentuk tindakan (action) yang melibatkan aspek psikomotor atau seseorang telah mempraktekkan apa yang diketahui atau disikapi. Perilaku manusia pada hakekatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain berjalan, berbicara, bekerja, kuliah, membaca dan sebagainya. Perilaku juga dapat diartikan sebagai semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2012). Pendapat lain mengatakan perilaku manusia adalah aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan respons serta dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung (Sunaryo, 2004). Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa jumlah responden yang mempunyai tindakan manajemen nyeri baik lebih banyak dibandingkan dengan yang mempunyai tindakan manajemen nyeri cukup, dimana 19 responden (53%) mempunyai tindakan baik, sedangkan tindakan cukup 17 responden (47%). Sehingga dapat dikatakan bahwa sebagian besar responden mempunyai tindakan manajemen nyeri baik. Peneliti berpendapat walaupun sebagian besar responden berpendidikan DIII
keperawatan, namun faktor yang yang paling berpengaruh adalah masa kerja, pengalaman kerja perawat dan seringnya perawat mengikuti seminar maupun pelatihan. Masa kerja seseorang akan menentukan pengalaman dan keterampilan perawat yang merupakan dasar prestasi dalam
bekerja.
Sebagaimana
pendapat
yangmenyatakan
semakin
bertambah masa kerja seseorang maka semakin bertambah pengalaman kliniknya, sehingga pengalaman dan masa kerja saling terkait. Semakin bertambah masa kerja seseorang maka akan bertambah pula pengalaman klinik dan keterampilan klinisnya (Eriawan, 2013). Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari pengindraan terhadap suatu obyek tertentu, pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat tinggi untuk terbentuknya tindakan seseorang (overbehavior) (Notoatmojo, 2012). Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Eriawan (2013) bahwa selain tingkat pendidikan, faktor yang paling berpengaruh bagi perawat dalam melaksanakan tindakan keperawatan adalah pengalaman kerja yang lebih dari 5 tahun. Karena itu dari pengalaman dan penelitian terbukti perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari ilmu pengetahuan. Pengetahuan merupakan pangkal dari sikap, sedangkan sikap akan mengarah pada tindakan seseorang (Notoatmojo, 2012). Pendapat lain mengatakan pengetahuan merupakan kemampuan untuk membentuk model
mental
yang
menggambarkan
obyek
dengan
tepat
dan
merepresentasikannya dalam aksi yang dilakukan terhadap suatu obyek (Kusrini, 2006). 5.4 Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Dengan Tindakan Perawat Dalam Manajemen Nyeri Pasien Post Operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2012). Tindakan keperawatan adalah tindakan mandiri perawat profesional melalui kerjasama berbentuk kolaborasi dengan klien dan tenaga kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan atau sesuai dengan lingkungan wewenang dan tanggung jawabnya. Tindakan keperawatan mandiri dikenal dengan tindakan independent dan tindakan keperawatan kolaborasi dikenal dengan tindakan interdependent (Hidayat, 2008). Tindakan terjadi setelah seseorang mengetahui stimulus, kemudian mengadakan penilaian terhadap apa yang diketahui dan memberikan respon batin dalam bentuk sikap. Proses selanjutnya diharapkan subjek akan melaksanakan apa yang diketahui atau disikapinya (Notoatmodjo, 2012).
Analisa data menunjukkan nilai Sig. (2-tailed) = 0,000 < p = 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima sehingga dapat dikatakan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan perawat dengan tindakan perawat dalam manajemen nyeri pasien post operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen. Korelasi ini menghasilkan korelasi positif. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat pengetahuan yang dimiliki perawat, maka semakin tinggi atau semakin baik tindakannya dalam manajemen nyeri. Begitu pula sebaliknya semakin rendah tingkat pengetahuan yang dimiliki
perawat,
maka
semakin
rendah
atau
semakin
kurang
kemampuannya dalam melakukan tindakan manajemen nyeri pasien post operasi. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari pengindraan terhadap suatu obyek tertentu, pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat tinggi untuk terbentuknya tindakan seseorang (overbehavior) (Notoatmojo, 2012). Hal ini diperkuat dengan penelitian yang menyimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan responden tentang keperawatan pasca operasi maka semakin baik dalam melakukan tindakan keperawatan pasca operasi. Karena itu dari pengalaman dan penelitian terbukti perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari ilmu pengetahuan. Pengetahuan merupakan pangkal dari sikap, sedangkan sikap akan mengarah pada tindakan seseorang (Rahardyan dan Murdeani, 2006)
Pengetahuan yang didapatkan oleh responden sangat berpengaruh terhadap tindakan yang dilakukan oleh perawat dalam manajemen nyeri pada pasien post operasi. Semakin baik pengetahuan perawat maka semakin baik pula tindakan yang dilakukan oleh perawat dalam manajemen nyeri pada pasien post operasi. Pengetahuan tidak selamanya didapatkan dari pendidikan tetapi bisa diperoleh melalui pelatihan maupun seminar (Majid, 2011). Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kusriyati (2005) yang menyimpulkan bahwa pengetahuan perawat yang baik akan diikuti oleh meningkatnya keterampilan perawat dalam pemasangan infus di ruang rawat inap RSUD Cilacap. Domain kognitif pengetahuan pada tingkatan aplikasi menjadikan perawat memiliki
kemampuan
untuk
melaksanakan
prosedur
tetap
isap
lendir/suction pada situasi atau kondisi sebenarnya. Penelitian lain menunjukan ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan perawat dengan keterampilan melaksanakan prosedur tetap isap lendir/suction di Ruang ICU RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto (Paryanti, 2007). Penelitian lain juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan perawat tentang
pemberian
obat
terhadap
tindakan
pendokumentasian
keperawatan, dengan p value = 0,000 <α = 0,05 (Endang, 2008). Pengetahuan diperoleh dari pendidikan, seminar, pelatihan dan pengalaman itu terbukti kebenarannya. Berdasarkan wawancara yang
dilakukan kepada responden, bahwa pengetahuan responden diperoleh melalui pendidikan pada waktu duduk di bangku perkuliahan dan seminar maupun pelatihan yang pernah diikuti selama responden menjadi perawat. Oleh karena itu pengetahuan seorang perawat akan suatu hal akan mempengaruhi perilaku perawat tersebut, hal ini sesuai dengan pendapat bahwa perubahan perilaku sebagai tujuan akhir dari pendidikan kesehatan dapat dicapai melalui berbagai cara, salah satunya proses belajar (Maulana, 2009). Pengetahuan yang baik dari para perawat dapat menjadikan perawat bertindak lebih baik dalam melakukan tindakan keperawatan manajemen nyeri. Dengan pengetahuan yang baik maka perawat dapat lebih dinamis dalam menerima informasi baru yang berkaitan dengan manajemen nyeri. Latar belakang pendidikan mempengaruhi motivasi seseorang dalam bertindak. Perawat yang memiliki latar belakang pendidikan yang lebih tinggi akan memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas dibandingkan yang memiliki pendidikan yang lebih rendah. Pendidikan seseorang dapat meningkatkan kematangan intelektual sehingga dapat membuat keputusan dalam bertindak (Nursalam, 2013). Hasil penelitian Widodo (2010), menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan perawat tentang kegawatdaruratan Infark Miokard Akut dengan sikap perawat dalam penanganan pasien Infark Miokard Akut diruang intensif RSUD DR Moewardi Surakarta. Hasil korelasi (r) hitung sebesar 0,450 dan nilai signifikansi hitung (2-tailed) sebesar 0,036. Hasil
ini menunjukkan bahwa pengetahuan sangat mempengaruhi perawat dalam melakukan tugasnya. Seiring dengan bertambahnya lama kerja yang telah dijalani oleh perawat akan membentuk pengalaman kerja sehingga akan mampu meningkatkan pengetahuan dan kompetensi dalam melaksanakan tugasnya. Penelitian lain tentang manajemen nyeri dilakukan oleh Riyadi (2013), dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara sikap dengan tindakan perawat dalam manajemen nyeri pasien post operasi di Ruang Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen. Hal ini ditunjukkan dari hasil signivikansi ρ = 0,001 yang kurang dari 0,005. Sikap yang positif dari perawat sangat membantu pasien dalam mengatasi nyeri yang dialaminya.
BAB VI PENUTUP
6.1 Simpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen, dapat disimpulkan hasil penelitian sebagai berikut: 1. Karakteristik responden di Bangsal Bedah, jumlah perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki yaitu sebanyak 25 responden (69%), umur paling banyak umur 31-35 tahun sebanyak 13 responden (36%), tingkat pendidikan paling banyak DIII keperawatan sebanyak 23 responden (64%), masa kerja paling banyak 1-5 Thn dan 6-10 Thn sebanyak 13 responden
(36%), dan sebagian besar responden berstatus PNS yaitu
sebanyak 22 responden (61%). 2. Tingkat pengetahuan perawat di Bangsal Bedah sebagian besar responden mempunyai tingkat pengetahuan baik yaitu sebanyak 20 responden (56%). 3. Tindakan perawat dalam manajemen nyeri di Bangsal Bedah sebagian besar mempunyai tindakan manajemen nyeri baik yaitu sebanyak 19 responden (53%).
4. Adanya hubungan antara tingkat pengetahuan perawat dengan tindakan perawat dalam manajemen nyeri pasien post operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen dengan arah hubungan positif dan kekuatan hubungan kuat. Hal ini dapat dilihat dari nilai signivikansi yang kurang dari 0,05, p-value sebesar 0,000 dan koefisien korelasi sebesar 0,610.
6.2 Saran 1. Bagi institusi rumah sakit Penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi peningkatan pelayanan di RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen misalnya dengan sering mengirimkan tenaga keperawatan untuk mengikuti pelatihan, seminar, work shoop maupun mengadakan in house training di rumah sakit sendiri tentang tindakan perawat dalam manajemen nyeri. 2. Bagi institusi pendidikan Skripsi ini dapat menjadi informasi tambahan bagi pembaca, dan instansi pendidikan sebaiknya dapat menyediakan buku bacaan yang berhubungan dengan pengetahuan perawat dan tindakan perawat dalam manajemen nyeri. 3. Bagi peneliti lain Diharapkan dapat melakuan penelitian yang lebih luas lagi megenai tingkat pengetahuan perawat dan tindakan perawat dalam manajemen
nyeri pada pasien post operasi dengan variabel yang lebih luas dan berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, 2010, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta. Asmadi, 2008, Tehnik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar klien, Jakarta : Salemba Medika Aziz Alimul. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika Bahtiar. dan Suarli. 2008. Manajemen Keperawatan dengan Pendekatan praktis. Jakarta: Erlangga. Brunner & Suddart. 2005. Buku ajar keperawatan medikal bedah, (Edisi8). Alih bahasa: Andry Hartono Kuncara, Elyna S. Laura Siahaan & Agung Waluyo. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Endang. 2008. Hubungan antara tingkat pengetahuan perawat tentang pemberian obat dengan tindakan pendokumentasian keperawatan. Skripsi. Febri, Fabiana. 2010. Hubungan antara tingkat pengetahuan perawat tentang manajemen nyeri dengan sikap perawat terhadap nyeri pasien post operasi di Bangsal Bedah RSUD Sragen. Skripsi. Grace A. N Pierce & Neil R Borley. 2007. Ilmu Bedah. Ed 3. Jakarta : EMS Guyton, A. & Hall, J 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
Hidayat, A. aziz. 2008. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika Kozier Barbara ERD, Glenora, Berman Audrey & Snyder Shirlee, J. 2009. Fundamental of nursing consept proses end praktice, (Seven Edition). New Jersey: Pearson Prectice Hail Upper Saddel River. Kusrini. 2006. Sistem Pakar, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Andi. Kusriyati. 2005. Hubungan tingkat pengetahuan perawat dengan ketrampilan perawat dalam pemasangan infus di ruang rawat inap RSUD Cilacap. Skripsi. Long, C Barbara. 2006. Perawatan medikal bedah (suatu pendekatan proses keperawatan). Alih bahasa: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran. Bandung: Yayasan Ikatan AlumniPendidikan Keperawatan Padjajaran. Majid, A., Judha, M., dkk 2011. Keperawatan Perioperatif. Yogyakarta: Gosyen Publishing. Maulana HDJ. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Meliono, Irmayanti, dkk, 2007, MPKT Modul I, Jakarta: Lembaga Penerbitan FEUI. Mubarak W., Chayatin N. 2007. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Mubarak,Wahid Iqbal, et al. 2011. Pomosi Kesehatan: Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar dalam Pendidikan. Edisi pertama. Yogyakarta:Graha Ilmu Narbuko, C, 2007, Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara. Nashrulloh M. 2009. Hubungan antara tingkat pengetahuan perawat dengan tindakankeperawatan pasca bedah dengan general aenesthesia di Ruang Al Fajr dan Al Hajji di Rumah Sakit Islam Islam Surakarta [skripsi]. Notoatmodjo, 2010, Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo, 2011, Kesehatan Masyarakat, Ilmu dan Seni, Jakarta: Rineka Cipta Notoatmodjo, 2012, Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta.
Nuraini, 2006, Gangguan Pola tidur pasien 2-11 hari pasca operasi. Jurnal Keperawatan Indonesia Vol 7.
Nursalam, 2013. Konsep dan Penerapan Metodologi Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Penelitian
Ilmu
Paryanti, 2007. Hubungan tingkat pengetahuan perawat dengan keterampilan melaksanakan prosedur tetap isap lendir/suction di ruang ICU RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 2, No.1, Maret 2007. Peraturan Gubernur Jawa Timur No 30 Tahun 2013 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Pegawai Badan Layanan Umum Daerah Non PNS. Perry Anne Griffin, Potter Patricia A. 2006. Fundamental keperawatan, konsep, klinis dan praktek, Ed 4, Vol 2, alih bahasa: Renata Komalasari, Dian Evriyani, Enie Novieastari, Alfrina Hany dan Sari Kurnianingsih. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Price A,Sylvia & Wilson M Lorraine. 2006. Patofisiologi konsep klinis prosesproses penyakit,( Edisi 6). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Priyatno, D, 2009, Mandiri Belajar SPSS, Mediakom, Yogyakarta. Rahardyan & Murdechi (2006). Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat tentang Teknik Perawatan Luka Post Operasi dengan Pencegahan Infeksi Nosokomial di ruang Rawat Inap Rmah Sakit Kepolisian Pusat Raden Said Soekanto. Artikel Ilmiah Riwidikdo. H, 2008, Statistik Kesehatan Belajar Mudah Teknik Analisa Data Dalam Penelitian Kesehatan (Plus aplikasi sofeware SPSS), Yogyakarta : Citra Cendikia Press. Riyadi, Didik. 2013. Hubungan Sikap Perawat Terhadap Tindakan Perawat Dalam Manajemen Nyeri Pasien Post Operasi Di Ruang Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen. Skripsi Robbins, S.P.,& Judge. 2008. Perilaku Organisasi, Edisi ke-12. Jakarta: salemba Empat. Sjamsuhidajat, R & Jong de Wim. 2004. Buku ajar ilmu bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Smeltzer, S.C & Bare, B.G, 2007. Buku Ajar Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Sugiyono, 2007, Statistika Untuk Penelitian, Bandung: Penerbit Alfa Beta. Sunaryo, 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC. Tamsuri, A, 2007. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: EGC. Undang Undang Republik Indonesia No 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara. Undang Undang Republik Indonesia No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta: Penerbit Laksana. Utami, W,Y. & Supratman. (2009). Pendokumentasian dilihat dari beban kerja perawat. Berita ilmu keperawatan, 2, (I), 7-12. Weiser S.D., Heisler M., Leiter K., et al. 2007. Routine HIV testing in Botswana: A population-based study on attitudes, practices, and human right concerns. PLoS Med 3(7): e261. Widodo. 2010. Hubungan antara pengetahuan perawat tentang kegawatdaruratan Infark Miokard Akut dengan sikap perawat dalam penanganan pasien Infark Miokard Akut diruang intensif RSUD DR Moewardi Surakarta.Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan, Jilid 2, November2012, hlm. 1-94