PERILAKU PERAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA BERAT PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD dr. SOEHADI PRIJONEGORO KABUPATEN SRAGEN Indra Suliswanto1) , Wahyuningsih Safitri, S. Kep., Ns, M.Kep.2) Dan Aria Nurahman Hendra K, S.Kep., Ns., M.Kep2) 1) 2)
Mahasiswa Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta Dosen STIKes Kusuma Husada Surakarta
ABSTRAK Asfiksia merupakan kegawatan pada bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan yang dapat menimbulkan kematian pada bayi baru lahir, berdasarkan kasus asfiksia pada bayi baru lahir di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Kabupaten Sragen tahun 2014 terdapat kasus asfiksia berat sebanyak 46 kasus dan 3 bulan terakhir terdapat 11 kasus, oleh karena itu perilaku perawat sangat penting pada penanganan asfiksia berat pada bayi baru lahir. Penelitian ini untuk mengetahui perilaku perawat dalam penanganan asfiksia berat pada bayi baru lahir di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Kabupaten Sragen Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan menggunakan pendekatan deskriptif fenomenology, teknik analisa yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan metode Collaizi. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling dengan kriteria informan perawat dengan kriteria bekerja di Rumah Sakit minimal menangani asfiksia berat selama 3 kali, perawat dalam kondisi fisik dan psikologis yang baik, bersedia menjadi informan. Sampel dihentikan setelah data tersaturasi dengan jumlah Informan sebanyak 3 Informan. Dari penelitian ini didapatkantema1) Cara mendeteksi asfiksia berat 2) Penanganan asfiksia berat 3) Gangguan pada asfiksia berat 4) Faktor penghambat penanganan asfiksia 5) Faktor pendukung penanganan asfiksia. Kesimpulan dalam penelitian ini penanganan asfiksia berat berkaitan dengan gangguan pada bayi yang tidak bisa bernapas secara spontan, namun dalam pelaksanaan di rumah sakit alat kurang memadai sehingga perawat dan dokter harus bekerjasama.
Kata kunci
: Perilaku perawat, Penanganan asfiksia berat, asfiksia berat.
Daftar Pustaka : 27 (2001-2014)
i
2
baru lahir (0-6 hari).Faktor ibu bisa dari preeklamsia dan eklamsia, kehamilan lewat waktu (lebih dari 42 minggu), faktor tali pusat bisa dari lilitan tali pusat, tali pusat pendek, simpul tali pusat dan prolapus tali pusat, faktor bayi berasal dari bayi yang lahir sebelum 37 minggu kehamilan(Sarimawar, 2009; Iwan Ariawan). Berdasarkan data yang diperoleh Dinas Kesehatan Indonesia kejadian asfiksia pada tahun 2009 sebanyak 151 kasus dan pada tahun 2011 mengalami peningkatan yaitu terdapat 212 kasus. Dan berdasarkan kasus asfiksia pada bayi baru lahir di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Kabupaten Sragen tahun 2014 terdapat kasus asfiksia berat sebanyak 46 dan 3 bulan terakhir terdapat 11 kasus. Untuk mencegah asfiksia berlanjut pada kematian, maka perawat di tuntut untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Pelatihan keterampilan resusitasi kepada para tenaga kesehatan ini harus dilakukan agar tenaga kesehatan lebih terampil dalam melakukan resusitasi dan menganjurkan kepada masyarakat ataupun ibu khususnya, agar setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan dan ketrampilan (Dinkes Medan, 2008). Berdasarkan wawancara pada 5 perawat tentang penanganan asfiksia pada bayi baru lahir dengan kejadian asfiksia berat di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Kabupaten Sragen yaitu sebanyak 2 perawat dengan cara melakukan suction, 3 perawat dengan memasang masker sungkup. 5 Perawat tersebut mengatakanjika dengan melakukan suction dan memasang masker sungkupkondisi bayi tidak membaik maka perawat melakukan resusitasi. Dampak dari tindakan melakukan suction dan memasang masker sungkup ini supaya bayi mulai bisa bernafas dengan baik dan agar bayi tidak mengalami asfiksia. Kondisi masih tingginya angka kematian asfiksia pada bayi baru lahir diperlukan tindakan keperawatan yang tepat untuk meminimalkan kematian. Pengetahuan perawat merupakan salah satu
PENDAHULUAN Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi aterm maupun preterm, bayi dengan berat lahir cukup maupun dengan berat lahir rendah.Bayi dengan BBLR yang preterm berpotensi mengalami kegawatan lebih besar. Kegawatan yang dapat dialami bayi baru lahir yaitu trauma kelahiran, asfiksia neonatorum, sindroma gawat nafas neonatus, infeksi, kejang dan rejatan atau syok ( Yunanto, dkk, 2003 ). Asfiksia adalah keadaan gawat bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan oksigen dan meningkatkan karbon dioksida yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut.Asfiksia berat termasuk dalam bayi baru lahir dengan resiko tinggi karena memiliki kemungkinan lebih besar mengalami kematian bayi atau menjadi sakit berat dalam masa neonatal (Dewi dan Rukiyah, 2011). Penilaian asfiksia dengan cara melakukan penilaian apgar score yang terdiri dari penilaian frekuensi jantung, usaha bernafas, tonus otot, reflek, dan warna kulit. Hasil penilaian apgar score pada bayi baru lahir asfiksia berat bernilai 0-3 dengan ciri-ciri tidak ada frekuensi jantung, tidak ada usaha bernafas, tidak bergerak, warna kulit biru/pucat (Prawirohardjo, 2010). Asfiksia berat memerlukan intervensi dan tindakan perawat yang tepat untuk meminimalkan terjadinya kematian bayi, yaitu dengan pelaksanaan manajemen asfiksia berat pada bayi baru lahir yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa berupa kelainan neurologi yang mungkin muncul. Peran perawat dalam menangani bayi yang mengalami asfiksia berat yaitu dengan cara membersihkan bayi untuk memaksimalkan kondisi bayi dalam suhu yang stabil, melakukan suction untuk membersihkan lendir atau secret yang mengganggu pernafasan bayi, dan jika perlu lakukan resusitasi untuk memberikan stimulus pada jantung bayi supaya kembali normal (Dewi dan Rukiyah, 2011). Data Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa asfiksia menduduki urutan pertama sebagai penyebab kematian (36%) pada bayi 3
faktor yangmempengaruhi perilaku tenaga kesehatan dalam penanganan asfiksia, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang perilaku perawat dalam penanganan asfiksia berat pada bayi baru lahir di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Kabupaten Sragen. METODE PENELITIAN Jenis dan rancangan penelitian.Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan pendekatan study fenomenology.Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling. Waktu penelitian.Penelitian ini dilakukan di Ruang Perinatologi RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Kabupaten Sragen tanggal 12 Maret sampai 3 April 2015. Populasi dan sampel.Populasi dalam penelitian ini yaitu semua perawat di ruang Perinatologi RSUD dr. Soehadi Prijionegoro Kabupaten Sragen yang berjumlah 12 perawat. Penelitian ini di hentikan setelah tercapainya saturasi dengan jumlah 3 partisipan. Partisipan berasal dari perawat yang bekerja di ruang Perinatologi RSUD dr. Soehadi Prijionegoro Kabupaten Sragen dengan kriteria: menyetujui informed consent. Perawat yang bersedia menjadi responden. Sudah bekerja minimal 3 tahun. Pernah mendapat pelatihan kegawatdaruratan penanganan asfiksia berat Alat penelitian dan cara pengumpulan data. Rekam medik pasien untuk mengetahui dignosa dan riwayat penyakit pasien, lembar alat pengumpul data (meliputi nama, umur, alamat, pendidikan), alat tulis (buku dan bolpoin), Lembar pedoman wawancara semi terstruktur, alat perekam suara, lembar catatan lapangan, dan kamera. Prosedur yang digunakan dalam pengumpulan data antara lain: wawancara Mendalam, observasi dan studi dokumentasi. Terdapat tiga langkah proses keabsahan data pada penelitian kualitatif, yaitu menggunakan pendekatankredibility, transferability, dependability, trasferability. Etika penelitian.Membuat lembar persetujuan yang diberikan dan dijelaskan kepada partisipan tentang maksud dan tujuan penelitian serta manfaatnya. Peneliti menjaga kerahasiaan informasi yang disampaikan partisipan serta identitas partisipan juga tidak dicantumkan.
HASIL PENELITIAN Gambaran Karakteristik Partisipan Partisipan pertama. Ny. S berjenis kelamin perempuan dan berumur 32 tahun, pendidikan terakhir Ny. Syaitu S1 Keperawatan. Pengalaman kerja Ny. S sudah selama 4 tahun bekerja di ruang Perinatologi. Ny. S sudah menjadi pegawai tetap di Perinatologi RSUD Soehadi Prijonegoro Kabupaten Sragen. Ny. S sudah pernah mengikuti pelatihan kegawatdaruratan penanganan asfiksia. Partisipan kedua. Ny. N berjenis kelamin perempuan, berumur 33 tahun, pendidikan terakhir Ny. N yaitu S1 keperawatan. Ny. N adalah perawat di ruang Perinatologi. Ny. N mempunyai pengalaman bekerja selama 5 tahun di Perinatologi. Ny, N sudah menjadi pegawai tetap di Perinatologi RSUD Perinatologi RSUD Soehadi Prijonegoro Kabupaten Sragen. Ny. S sudah pernah mengikuti pelatihan kegawat daruratan penanganan asfiksia. Partisipan ketiga. Ny. H berjenis kelamin perempuan, berumur 34 tahun, pendidikan terakhir Ny. H yaitu S1 keperawatan. Ny. H adalah perawat di ruang Perinatologi. Ny. H mempunyai pengalaman bekerja selama 5 tahun di Perinatologi. Ny. H sudah menjadi pegawai tetap di Perinatologi RSUD Perinatologi RSUD Soehadi Prijonegoro Kabupaten Sragen. Ny. S sudah pernah mengikuti pelatihan kegawat daruratan penanganan asfiksia. Hasil Penelitian untuk mengetahui pertolongan pertama yang dilakukan perawat untuk menangani asfiksia berat didapatkan 2 temayaitu 1) Cara mendeteksi asfiksia berat 2) Penanganan asfiksia Hasil penelitian mengetahui dampak dan akibat asfiksia berat didapatkan 1 tema yaitu Gangguan pada asfiksia berat Hasil penelitian untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat saat melakukan penanganan asfiksia berat didapatkan 2 tema yaitu 1) Faktor penghambat penanganan asfiksia 2) Faktor pendukung penanganan asfiksia. .
4
posisikan lagi sedikit ekstsensi, hisap lender pasang oksigen. Informan 3 mengungkapkan dihangatkan dibersihkan jalan nafasnya diposisikan setengah tengadah untuk dibersihkan lendirnya, hitung denyut jantungnya atau rr nya,perlu dilakukan beging atau tidak. Hal ini sama dengan yang diungkapkan Depkes RI, (2008)yaitu Langkah awal diselesaikan dalam 30 detik yaitu jaga bayi tetap hangan, atur posisi bayi, hisap lender, keringkan dan rangsang bayi atus posisi kepala dan selimut bayi . Hasil wawancara Informan 1 dan 2, Informan 1 mengungkapkan bayi diposisikan sedikit ekstensi.Informan 2 mengungkapkan diposisikan setengah tengadah. Hal ini sama dengan yang diungkapkanWikjonastro, (2005) yaitu saluran nafas bagian atas segera dibersihkan dari lendir dan cairan amnion, kepala bayi harus posisi lebih rendah sehingga memudahkan keluarnya lendir. Informan 1 dan 3 mengungkapkan penanganan asfiksia dilakukan pemasangan oksigen. Hal ini sama dengan apa yang diungkapkan Depkes RI (2005) Oksigen sangatlah penting untuk kehidupan baik sebelum dan sesudah persalinan, setelah bayi lahir plasenta tidak lagi berhubungan, sehingga bayi akan tergantung pada paru sebagai sumber oksigen, jika paru tidak berfungsi secara normal kita berikan oksigen untuk memenuhi kebutuhan bayi. Informan 1 dan 2 mengatakan pemberian oksigen pada bayi asfiksia berat menggunakan nasal kanul. Hal ini sama dengan yang diungkapkan Novita, (2011) yaitu berikan oksigen 4-5 liter pemenit dengan nasal kanul, apabila tidak berhasil biasanya dipasang ETT ( endo tracheal tube), selanjutnya bersihkan jalan nafas melalui lubang ETT. Informan 1, 2 dan 3 mengungkapkan pemberian oksigen pada bayi asfiksia berat diberi sekitar 5 liter per menit. Hal ini sama dengan yang diungkapkan Perinasia, (2006) yaitu berikan oksigen 4-5 liter per menit. Informan 2 mengatakan bayi butuh oksigen yang cukup kita beri oksigen sesuai kebutuhan. Hal ini sama dengan yang diungkapkan Depkes RI (2005) Oksigen sangatlah penting untuk kehidupan baik
PEMBAHASAN Mengetahui pertolongan pertama yang dilakukan perawat untuk menangani asfiksia berat. 1. Cara mendeteksi asfiksia berat Hasil wawancara dari informan 1 dan 2 mengungkapkan bahwa asfiksia berat itu adalah bayi tidak segera bernafas dengan spontan dengan nilai apgar score 1-3. Hal ini sama dengan yang diungkapkan oleh Hidayat. Alimul A,A, (2008) bahwa asfiksia adalah keadaan bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur. Menurut Depkes RI, (2005) asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernapas secara spontan dan terarur. Hasil wawancara dari Informan 3 mengungkapkan bahwa asfiksia berat dapat dilihat dari langsung menangis atau tidak, terus kondisi bayi bugar atau tidak dan yang ketiga dari warna kulitnya merah, biru atau pucat, informan 1 mengunkapkan bahwa asfiksia berat dapat dilihat dari hr, tangis, warna kulit. Informan 2 mengungkapkan bahwa asfiksia berat dapat dilihat dari denyut jantung, kedua nafas, yang ketiga tonus otot dan yang ke empat rangsang, dan kelima warna kulit. Hal ini sama dengan teori klasifikasi asfiksia yaitu dapat dilihat dari frekuensi jantung, usaha bernafas, tonus otot, reflek dan warna kulit. Hal ini juga sama dengan hasil penelitian Sedyo wahyudi, (2003) yaitu asfiksia berat dapatdilihat dari penilaian apgar score nya meliputi frekuensi jantung, usaha bernafas, tonus otot, reflek dan warna kulit, 2. Penanganan Asfiksia Hasil wawancara dari Informan 1, 2 dan 3 mengungkapkan bahwa Penanganan pertama pada asfiksia berat yaitu dengan cara resusitasi. Hal ini sama dengan yang diungkapkan Perinasia, (2006) yaitu Bersihkan jalan napas sambil pompa melalui ambubag, berikan oksigen 4-5 liter per menit, bila titak berhasil lakukan ETT, bersihkan jalan napas melalui ETT. setelah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikannatrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 40cc dan jika tidak berhasil lakukan resusitasi. Hasil wawancara Informan 1 dan 3, Informan 1 mengungkapkan tahapanya posisikan bayi keringkan, hisap lendir 5
ginjal, serta kelainan filtrasi glomerulus,hal ini timbul karena proses redistribusi aliran darah akan menimbulkan beberapa kelainan ginjal antara lain nekrosis tubulus dan perdarahan medulla.penanganan asfiksia berat ensefalopati hipoksik iskemik meliputi upaya mempertahankan suhu tubuh bayi tetap normal, menjaga perfusi dan ventilasi yang baik, mempertahankan kadar glukosa antara 75-100 mg/dl, menjaga keseimbangan asam basa dan elektrolit serta penanganan kejang. Diusahakan terapi yang adekuat pada suhu, perfusi,ventilasi, metabolismeglukosa dan kalsium, status asam basa juga pentingnya penanganan kejang. Mengetahui faktor pendukung dan penghambat saat melakukan penanganan asfiksia berat 1. Faktor penghambat penanganan asfiksia Informan 1 dan 3 mengatakan faktor penghambat saat melakukan tindakan adalah kondisi asfiksia karena efek dari ibunya atau factor dari ibu. Hal ini sama dengan yang diungkapkan Prawirohardjo (2010) yaitu Faktor Ibu yang menjadikan penyulit penanganan asfiksia yaitu preeklampsia dan eklamsia, pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta), partus lama atau partus macet, demam selama persalinan, infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV), kehamilan lewat waktu (sesudah 42 minggu kehamilan). Informan 1 menyatakan faktor yang mempengaruhi asfiksia berat yaitu misal ibu kejang dan gangguan nafas berat. Hal ini sama dengan hasil penelitian Lailatul badriah, ely thahyani, (2014) yaitu factor ibu yang mempengaruhi asfiksia berat adalah gangguan pernapasan, ibu yang kejang, gizi yang kurang, penyakit jantung. sedangkan Informan 3 menyatakan faktor yang mempengaruhi asfiksia berat yaitu bayi yang fital distress. Hal ini sama dengan hasil penelitian Lailatul badriah, ely thahyani, (2014) yaitu bayi asfiksia berat biasanya terjadi gangguan nafas berat karena paru belum bisa berkembang. Informan 1 dan 2 menyatakan faktor penghambat saat melakukan penanganan asfiksia berat yaitu peralatan yang kita miliki juga belum lengkap kan disini belum ada
sebelum dan sesudah persalinan, setelah bayi lahir plasenta tidak lagi berhubungan, sehingga bayi akan tergantung pada paru sebagai sumber oksigen. Informan 1 dan 3 mengatakan untuk pemberian cairan menangani asfiksia berat dilakukan pemasangan infus. Hal ini sama dengan yang diungkapkan Novita, (2011) yaitu Bila asfiksia berkelanjutan,maka bayi masuk ICU dan infuse terlebih dahulu. Hal ini sama dengan hasil penelitian Andri firdaus, (2003) yaitu keseimbangan cairan harus diperehatikan cairan intravena dapat segera diberikan untuk mencegah keadaan hipoglikemik, pemberian cairan bisa dimulai dengan jumlah yang minimum, mulai dari 60 ml/kg/BB/hari ditambahkan pada infuse cairan yang diberikan. .Mengetahui dampak dan akibat asfiksia berat 1. Gangguan pada asfiksia berat Informan 1 mengungkapkan bahwa dampak dan akibat dari asfiksia adalah terjadi gangguan nafas. Informan 2 dan 3 mengatakan dampak dan akibat asfiksia adalah sindrom gangguan nafas. Hal ini sama dengan yang diungkapkan Gonella TL (2004) yaitu organ paru dapat terjadi beberapa gangguan karena asfiksia berat yaitu Sindrom aspirasi mekonium (SAM),hipertensi pulmonal persisten, perdarahan paru, sindrom gawat nafas akibat defisiensi atau disfungsi surfaktan. Informan 2 mengungkapkan bahwa dampak dan akibat asfiksia pada ginjal adalah gagal ginjal. Hal ini sama dengan yang diungkapkan Toth-Heyn P, dkk (2000) yaitu organ ginjal karena asfiksia berat dapat terjadi gagal ginjal akut, kerusakan ginjal bisa bervariasi dari pembengkakan dan nekrosis tubuler akut sampai infark seluruh nefron dan nekrosis kortikomenduler. Perinatal hipoksemia atau asfiksia bisa menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal akibat vasokontriksi renal dan penurunan laju filtrasi glomerulus. Sedangkan Informan 1 dan 3 mengatakan akibat dari asfiksia bayi bisa kejang, Informan 1 dan 2 mengatakan akibat dari asfiksia bayi bisa terkena infeksi. Hal ini sama dengan hasil penelitian Vera Muna (2003) menjelaskan hipoksia ginjal dapat menimbulkan gangguan perfusi dan dilusi 6
Hal ini sama dengan yang diungkapkan Leonardo, (2008) yaitu kematian bayi baru lahir lebih banyak disebabkan oleh manajemen persalinan yang tidak sesuai dengan standar dan kurangnya kesadaran ibu untuk menurunkan kematian bayi baru lahir dengan asfiksia, persalinan harus dilakukan tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan dan ketrampilan manajemen asfiksia pada bayi baru lahir karena kemampuan dan ketrampilan ini digunakan setiap kali menolong persalinan. Hal ini karena tenaga kesehatan akan bekerja sama dengan tim dan temannya untuk menangani asfiksia dengan cara bersama-sama. Informan 1 mengungkapkan cara menangani asfiksia membagi tugas dengan teman satu tim,nanti ada yang jadi leader dan menyiapkan alat. Informan 3 mengungkapkan kalau sudah lapor dokter untuk pemasangan infus. Hal ini sama dengan hasil penelitian Sutriani,dkk, (2013) yaitu Untuk penanganan asfiksia berat pada bayi baru lahir membutuhkan penanganan serius baik oleh dokter, perawat serta penolong persalinan. Hal ini sama dengan yang diungkapkan Leonardo, (2008) yaitu asfiksia berat harus ditangani tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan dan ketrampilan manajemen asfiksia pada bayi baru lahir karena kemampuan dan ketrampilan ini digunakan setiap kali menolong persalinan. KESIMPULAN Pertolongan pertama yang dilakukan perawat untuk menangani asfiksia berat didapatkan tema 1) Cara mendeteksi asfiksia berat caranya yaitu dari informan 1 dan 2 mengungkapkan bayi tidak bisa bernapas secara spontan, sedangkan informan 3 mengunggkapkan bayi tidak bisa menangis2) Penanganan asfiksia berat, menurut informan 1, 2 dan 3 mengungkapkan dengan cara resusitasi. Dampak dan akibat asfiksia berat didapatkan tema 1) Gangguan asfiksia berat, menurut informan 1, 2 dan 3 gangguang pada asfiksia berat adalah gangguan nafas atau sindrom gangguan nafas. Faktor pendukung dan penghambat saat melakukan penanganan asfiksia berat didapatkan tema 1) Faktor penghambat penanganan asfiksia untuk faktor penghambatnya menurut informan 1, 2 dan 3 yaitu gangguan asfiksia yang berasal dari ibu missal ibu terjadi gangguan nafas berat dan
ventilator.Informan 1 dan 3 menyatakan faktor penghambat penanganan asfiksia berat yaitu dari alat yang kurang memadai. Hal ini sama dengan yang diungkapkanNovita, (2011) yaitu bila bayi asfiksia berlanjut infuse bayi terlebih dahulu dan lakukan pemasangan ventilator. Karena alat yang digunakan saat penanganan asfiksia berat kurang lengkap dapat menghambat tenaga kesehatan saat melakukan penanganan asfiksia berat. 2. Faktor pendukung penanganan asfiksia Informan 1 mengungkapkan Pelayanan medis alat-alat untuk penanganan asfiksia berat yaitu nasal kanul, suction, kanul O2, alinen kering dan pemotongan tali pusat dan iv. Informan 2 mengungkapkan alat-alat untuk penanganan asfiksia berat yaitu stetoskop, stopwat, nasal kanul, ambubeg yang terpasang oksigen, suction, alinen kering dan pemotongan tali pusat dan iv. Informan 3 mengungkapkan alat-alat untuk penanganan asfiksia berat yaitu beging, oksigen, untuk pengukuran antoprometri, dan alat penunjang lainnya. Hal ini sama dengan yang diungkapkan Ilyas, (2004) yaitu alat-alat yang digunakan untuk resusitasi adalah meja resusitasi dengan kemiringan 10 derajat, guling kecil untuk penyangga, lampu pemanans badan bayi, penghisap, oksigen, spuilt, ETT, nasal kanul, alat pemotong tali pusat, laringoskop, infuse, obat-obatan dan jika perlu ventilator. Hal ini juga sama dengan yang diungkapkan Wiknjosastro, (2007) yaitu sebelum menolong persalinan pada bayi asfiksia berat alat-alat resusitasi harus siap pakai, yaitu handuk, bahan ganjal bahu bayi untuk mengatur kepala bayi,alat penghisap, tabung sungkup lendir dan nasal kanul, kotak alat resusitasi semua lengkap, jam pencatat waktu. Informan 1 mengungkapkan Pelayanan medis yang mendukung saat menangani asfiksia berat yaitu Bekerjasama dengan teman-teman, dengan cara resusitasi setelah resusitasi kemudian kita lakukan tindakan sesuai perintah dokter. Informan 2 mengungkapkan Ya bekerjasama dengan teman satu tim , karena kalau sendiri pasti tidak dapat menangani asfiksia berat. Informan 3 mengungkapkan dilakukan resusitasi, dokter nyuruh apa ya kita lakukan. 7
kejang,dan dari alat yang kurang memadai 2) Faktor pendukung penanganan asfiksia menurut informan 1,2 dan 3 untuk alat-alat saat melakukan resusitasi harus lengkap, dan tim pelayanan kesehatan harus siap dan saling bekerjasama SARAN. 1. Bagi Rumah Sakit Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi perawat dalam penanganan gawat darurat khususnya asfiksia berat di ruang Perinatologi dan membuat SOP yang baru untuk penanganan asfiksia berat. Program untuk meningkatkan pelayanan yang lebih meningkatkan baik dengan acuan penelitian yang sudah dilakukukan. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan perawat sebagai motivasi untuk lebih baik lagi dalam menjalankan tugasnya dengan cepat dan tepat khususnya perawat yang bekerja di ruang Perinatologi. 2. Bagi Institusi Pendidikan Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, pengalaman, dan wawasan mengenai perilaku perawat dalam penanganan asfiksia berat, sehingga penelitian ini dapat dijadikan contoh atau referensi di perpustakaan.. 4. Bagi Peneliti Lain Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi dalam penelitian lebih lanjut mengenai perilaku perawat dalam penanganan asfiksia berat. 5. Bagi Peneliti Menambah pengalaman dan wawasan peneliti dalam penelitian keperawatan tentang perilaku perawat dalam penanganan asfiksia berat dalam penanganan pasien gawat darurat di ruang
Asfuriyah, siti, dkk, 2006. “Perbedaan pengetahuan
perawat dan bidan tentang kegawatan nafas dan tindakan resusitasi pada neonatus di rumah sakit islam kendal. http://download,portalgaruda.org/article.php?articl e=171591&val=426&title=PERBEDAA N%20PENGETAHUAN%20PERAWAT %20DAN%20BIDAN%20TENTANG% 20KEGAWATAN%20NAFAS%20DAN %20TINDAKAN%20RESUITASI%20P ADA%20NEONATUS%20DI%20RUM AH%20SAKIT%20ISLAM%20KENDA Ldiakses :14 oktober2014 Badan Litbangkes, DepKes (2008). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Indonesia-Tahun 2007. Kematian menurut kelompok umur; p.278-279. Badriyah, lailatul, Tjahyani, eli. 2013. “Hubungan antara preeklamsia berat dengan kejadian berat bayi lahir rendah.”
http://jurnalgriyahusada.com/awal/images/file/HUB UNGAN%20ANTARA%20PREEKLA MSIA%20BERAT%20DENGAN%20K EJADIAN%20BERAT%20BAYI%20L AHIR%20RENDAH(1).pdfdiakses : 13 agustus 2015 Burhan Bungin. (2001)Metodologi penelitian kualitatif: aktualisasi metodologis ke arah ragam varian kontenporer. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Creswell, John W. (2013). Research Design Pendekatan Kuakitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogjakarta : Pustaka Belajar
DAFTAR PUSTAKA Afiyanti, Y& Rachmawati, I, N.(2014). Metodologi penelitian kualitatif dalam riset keperawatan. Jakarta: Rajawali Pers
Depkes RI, (2004). Asuhan Persalinan Normal. Jakarta.
Alsa Asmadi. (2003).Pendekatan kuantitatif dan kualitatif serta kombinasinya dalam penelitian psikologi. Yogjakarta: Pustaka Belajar.
Depkes RI, (2007). Riset kesehatan Dasar Indonesia. Jakarta Dewi vivian, (2011). Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta : Salemba Medika 8
Gonella TL, (2009). Perinatas asphyxia. Dalam Neonatology managemen, protcedurs, on-call problems, drugs. 4thed. New York: Appleton and large: 480-9
Sarimawar Djaja, dkk (2009). Keberhasilan Pelatihan Manajemen. Jakarta
Hidayat, A.A.A. (2005). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Buku 2. Jakarta : Penerbit Salemba Medika
Soekidjo Notoatmodjo. (2002).Metodologi penelitian kesehatan. Edisi revisi. Jakarta : Rineka Cipta.
Hidayat,
Sugiyono. (2008).Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Rukiyah, A. (2009). Asuhan Kebidanan 2 dan persalinan. Jakarta : CV. Tran info media
A.(2009). Metode penelitian keperawatan dan teknik analisa data.Jakarta : Salemba Medika
Toth-Heyn P, Drukkerr A, Guignard JJP, (2000). The Stressed neonatal kidney: From pathophysiology to clinical management of neonatal vasomotor nephropathy. Padatr Nephrol: 14: 227-39
Hapsari, Dwi, September 2009. “Aspek kehamilan dan persalinan pada kematian neonatal akibat asfiksia lahir sebelum dan setelah intervensi manajemen asfiksia di Kabupaten Cirebon”. Jurnal ekologi kesehatan: 10571065http://download.portalgaruda.org/art icle.php?=171591&val=4887. diakses 16 oktober 2014
Usman Husaini. (2003)Metodologi penelitian sosial. Jakarta: Bumi Aksara. Wikjansastro, H. (2005). Ilmu kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Wiknkjosastro, S. (2005). Ilmu kebidanan esisi ketujuh. Jakarta: Yayasan Sarwono Prawirohardjo
Manoe, veramuna,September 2003. Gangguan fungsi multi organ pada bayi asfiksia berat. Sari pediatri Vol 5. No 2.
http://saripediatri.idai,or,id/pdfile/5-26.pdfdiakses : 15 agustus 2015 Moleong L. (2007)Metodologi penelitian kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Nursalam, (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Perinasia. (2004). Manajemen Laktasi. Menuju Persalinan Aman dan Bayi Baru Lahir Sehat. 2nd ed. Jakarta Polit, Denise F & Cheryl Tatano Beck. (2006). Essentials of Nursing Research: Methods, Appraisal, and zutilization 6th ed. Lippincott William & Wilkins, A Wolter Kluwer Company: Philadelphia Prawirohardjo, S. (2008). Buku Acuan Nasional Pelayanan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka 9