Hubungan Karakteristik Petani dengan Kemampuan Teknis Penerapan Teknologi Budidaya Tanaman Cabe Indra Karim*, Wiwiek Ruminarti*, Siti Farida* ABSTRAK Tujuan pembangunan pertanian diantaranya peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk meningkatkan taraf hidup petani dan keluarganya. Dalam upaya menunjuang program intensifikasi pertanian tidak terlepas dari peran kelompok tani, meskipun potensi, namun adopsi teknologi oleh masyarakat tani ternyata belum sepenuhnya dikuasai. Bertitik tolak dari kenyataan tersebut maka yang mendasari dan sekaligus permasalahan dalam penelitian ini adalah sejauh mana peranan pembinaan kelompk tani dalam peningkatan pendapata petani cabe. Tujuan penelitian ini adalah agar kelompok tani mau, mampu dan trampil dalam pelaksanaan Teknologi Budidaya Tanaman Cabe, dan untuk mengetahui peranan kelompok tani dalam peningkatan pendapatan pengelolaan usahatani cabe. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Air Hangat Timur, pemilihan desa ini didasarkan atas hasil survei pendahuluan, ternyata banyak petani yang mengusahakan tanaman cabe masih secara tradisional dalam artian belum menerapkan paket teknologi budidaya yang dianjurkan. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 2 kelomok tani, sampel ditentukan secara acak dengan rincian 28 orang petani dari kelompok tani Pinang Jaya dan 17 orang petani dari kelompok tani Usaha Sepakat, sedangkan penentuan petani sampel dilakukan secara acak sederhana. Untuk mengetahui tingkat kemampuan peningkatan pendapatan petani responden, maka dilakukan uji Koefisien Spearman. Dari hasil penelitian diketahui bahwa Tingkat Kemampuan teknis penerapan teknologi budidaya tanaman cabe termasuk dalam kategori sedang. Terdapat hubungan yang erat dan positif antara umur, tingkat pendidikan, pengalaman berusahatani dan jumlah tangungan petani responden dengan kemampuan teknis penerapan teknologi budidaya cabe. Kata kuinci: Kelompok Tani, Pendapatan Petani PENDAHULUAN Tanaman cabe merah di sektor pertanian merupakan suatu sumber pendapatan dan kesempatan kerja bagi masyarakat perdesaan. Jika ditinjau dari segi permintaan, tanaman cabe mempunyai arti penting bagi keperluan sehari – hari. Menurut Santika (1995), cabe merupakan salah satu komoditi hortikultura yang banyak dikonsumsi oleh sebagian besar penduduk Indonesia. Tanaman cabe mempunyai prospek yang cukup cerah untuk diusahakan karena dapat dijadikan bahan baku industri seperti bumbu masak, sumber vitamin dan bisa juga membuka kesempatan kerja sekaligus sebagai sumber pendapatan. Salah satu kegiatan pembangunan pertanian adalah usaha peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yaitu sumber daya petani dan keluarganya yang bertujuan untuk peningkatan pengetahuan sikap dan keterampilan dari petani dan keluarganya sehingga dapat mengembangkan usaha tani yang sekaligus dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga petani. Rendahnya produksi yang dihasilkan oleh petani akan menyebabkan rendahnya pendapatan. Untuk memperoleh hasil maksimal dan pendapatan yang lebih
menguntungkan perlu diusahakan pembinaan terhadap aspek-aspek teknis dengan dukungan pembinaan aspek sosial seperti kelembagaan. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan adanya suatu kegiatan penyuluhan pertanian yang dilaksanakan dipedesaan melalui pembinaan dan bimbingan secara teratur dan berkelanjutan oleh penyuluh pertanian kepada petani, dengan tujuan untuk menumbuh kembangkan rasa kerja sama sesama petani dengan pihak lain yang terkait dengan kegiatan usaha lainnya, sehingga para petani yang tergabung dalam kelompok tani dapat menerapkan inovasi baru dan mampu memperoleh tingkat pendapatan dan kesejahteraan yang baik. Peranan kelompok tani dalam masyarakat adalah merupakan media komunikasi dan pengaruh sosial yang wajar, lestari dan dinamis, basis untuk mencapai pembaharuan secara merata. Pemersatu aspirasi yang murni dan sehat, wadah yang efektif bagi pemerintah dalam pengembangan pertanian dan pengembangan desa, patner yang efektif bagi pemerintah dalam pengembangan pertanian, tauladan bagi masyarakat desa. Fungsi kelompok tani / nelayan adalah sebagai kelas belajar dan mengajar, sebagai unit produksi dan sebagai wahana kerjasama menjadi kelompok tani nelayan sebagai kelompok usaha yang dibina agar dapat berlangsung dengan baik. Kelompk tani merupakan wadah bagi anggota untuk berintegrasi guna meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap dan ambisi, kemampuan dan usaha dalam berusaha tani yang lebih baik dan menguntungkan serta mandiri mencapai kehidupan yang lebih sejahtera. Peranan dan fungsi kelompok tani tersebut di atas disamping dalam peningkatan pendapatan juga merupakan media komunikasi, sehingga dapat dikatakan peranan dan fungsi kelompok tani tersebut merupakan wadah yang efektif dalam pengembangan pertanian di tingkat desa. Meskipun potensi teknologi untuk meningkatkan produksi persatuan luas dari lahan usaha tani cukup tersedia, namun adopsi teknologi oleh masyarakat tani ternyata masih belum sepenuhnya bisa mencapai produktivitas potensial. Itu dikarenakan masih adanya kendala berupa faktor – faktor non teknis yang sangat komplek seperti faktor sosial ekonomi, sosial budaya dan faktor lingkungan yang semuanya itu berpengaruh besar terhadap usaha peningkatan produktivitas secara menyeluruh. Usaha tani adalah himpunan dari sumber – sumber alam yang terdapat di tempat itu yang ditemukan untuk produksi pertanian seperti tanah dan air, perbaikan – perbaikan yang telah dilakukan atas tanah itu, sinar matahari, bangunan – bangunan yang didirikan di atas tanah dan sebagainya, dimana usaha tani tersebut dapat berupa bercocok tanam atau memelihara ternak, (Mosher, 1985). Sedangkan menurut Bachtiar Rivai dalam Hernanto (1995), bahwa usaha tani adalah suatu organisasi dari alam, tenaga kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Pengertian organisasi usaha tani dimaksudkan usaha tani sebagai organisasi harus ada yang mengorganisir, ada yang memimpin dan ada yang dipimpin. Yang mengorganisir adalah faktor – faktor produksi yang dikuasai atau dapat dikuasai. Pembangunan adalah suatu proses progresif yang melibatkan interaksi beberapa sektor sebagai contoh dalam pertamabahan hasil panen cabe perhektar dari beberapa kombinasi input seperti pupuk, insektisida, irigasi dan teknologi. Pengertian petani nelayan kelompok tani nelayan dan kontak tani nelayan dalam pembinaan kelompok tani adalah petani pengelola usaha tani dan penangkapan ikan yang meliputi petani, pekebun, dan peternak serta nelayan. Kelompok tani nelayan adalah kumpulan petani nelayan yang tumbuh berdasarkan keakraban dan keserasian serta kesamaan kepentingan dalam pemanfaatan sumber daya pertanian untuk bekerja
sama meningkatkan produktivitas usaha tani nelayan dan kesejahteraan anggotanya. (Anonymous, 1983). Dalam ilmu usaha tani ada empat faktor yang memegang peranan dan faktor – faktor ini disebut faktor produksi yaitu alam (lahan), tenaga kerja, modal, dan manajemen. Menurut Mosher (1985), dalam menjalankan usaha tani tiap petani memegang peranan yaitu sebagai juru tani dan menejer. Mubyarto (1989) menyatakan bagha lahan, tenaga kerja, dan modal merupakan input yang setelah berkombinasi dengan faktor lain akan memberikan pengaruh terhadap produksi dan untuk menghasilkan produk diperlukan bantuan beberapa faktor produksi sekaligus. Dengan pengertian tersebut di atas dijelaskan bahwa petani nelayan adalah pengelola usaha tani sebagai petani, pekebunan, peternak dan nelayan (penangkap ikan). Atau istilah lain petani nelayan yang menjadi usaha taninya. Kelompok tani dalam kegiatan usaha tani adalah sebagai pengendali kegiatan yang diperlukan untuk keberhasilan usaha tani. (Anonymous, 1997). Kegiatan penunjang usaha tani tersebut adalah persiapan tenaga, alat dan modal. Yang meliputi antara lain menentukan waktu tanam, mengusahakan tenaga kerja dan alat yang digunakan kelompok tani, mengusahakan tambahan modal (kredit) bagi anggotanya dan tersedianya sarana produksi, pengolahan jaringan pengairan, penyediaan dan penetapan benih, budidaya tanaman serta pengolahan hasil. Menggerakkan kegiatan kerja sama kelompok dan mengadakan hubungan dengan aparatur pembina dan instansi penunjang (Anonymous, 1982). Tujuan Penelitian adalah untuk mengetahui : Peranan kelompok tani dalam meningkatkan pendapatan petani pengelola usaha tani cabe dan hubungan antara kemampuan kelompok tani dengan tingkat penerapan teknologi
Landasan Teori Fungsi kelompok tani nelayan adalah sebagai kelas belajar dan mengajar, sebagai unit produksi dan sebagai wahana kerja sama menuju kelompok tani nelayan sebagai kelompok usaha yang dibina agar dapat berlangsung dengan baik. Kelompok tani merupakan wadah bagi anggota untuk berintegrasi guna meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap serta ambisi, kemampuan dan usaha dalam berusaha tani nelayan yang lebih baik dan menguntungkan serta mandiri untuk mencapai kehidupan yang lebih sejahtera (Anonymous, 1997). Selanjutnya menurut anonymous (1983), fungsi kelompok tani adalah sebagai berikut : (A) Sebagai kelas belajar mengajar, yaitu kelompok tani nelayan merupakan wadah bagi anggotanya untuk berintegrasi guna meningkatkan pengetahuan, guna keterampilan dan sikap (PKS) serta ambisi, kemampuan dan usaha (AKU) dalam berusaha tani nelayan yang lebih baik dan menguntungkan serta mandiri untuk mencapai kehidupan yang lebih sejahtera. Ambisi dan sikap adalah motivasi untuk maju dan mencapai cita – cita yang tinggi, kemampuan adalah pengetahuan, keterampilan dan sumber daya yang dimiliki untuk didayagunakan. Dan usaha adalah sebagai kegiatan proaktif yang dilakukan untuk mencapai tujuan. Dengan demikian maka peningkatan kemampuan petani nelayan adalah upaya pembinaan agar pengetahuan, keterampilan serta pemanfaatan sumber yang dimiliki (potensi maupun nyata) dapat meningkat sehingga diharapkan mampu berusaha tani yang menguntungkan, lestari dan terus meningkat serta memanfaatkan bagi lingkungan baik fisik maupun sosial. Supaya fungsi sebagai kelas belajar dan mengajara tersebut dapat berlangsung dengan baik maka kelompok tani diarahkan agar dapat melakukan kegiatan antara lain (1) Melaksanakan pertemuan rutin secara teratur dan berkelanjutan untuk membahas atau
mendiskusikan pengetahuan dan keterampilan serta masalah – masalah yang dihadapi dalam melaksanakan usaha tani nelayan serta aspek – aspek yang mempengaruhinya seperti teknologi budidaya, pengadaan sarana produksi, pemasaran, pelestarian lingkungan, administrasi atau pembukuan usaha tani dal lain – lain. (2) Mengundang nara sumber baik petugas pertanian, perusahaan swasta, koperasi /BUMN, maupun lembaga – lembaga lainnya termasuk LSM. Lembaga penelitian lainnya. (3) Mengunjungi lembaga penelitian, Dinas / instansi terkait serta sumber informasi lainnya. Mengikuti kursus – kursus serta pelatihan yang diperlukan dalam rangka peningkatan pengetahuan dan keterampilan berusaha tani nelayan bagi anggota kelompok tani. (4) Mengikuti kegiatan – kegiatan yang berguna bagi nelayan baik yang dilaksanakan oleh petani nelayan sendiri, pemerintah maupun swasta seperti pameran, pekan tani dan temu usaha. (5) Mengikut sertakan wanita dan pemuda atau taruna tani nelayan dalam kegiatan kelompok tani, mengembangkan kader kepemimpinan dikalangan anggota keluarga degan memberikan kesempatan untuk mengembangkan keahlian dan keterampilannya. (B) Sebagai unit produksi, yaitu usaha tani/ nelayan yang dilaksanakan oleh masing – masing anggota kelompok, bila secara keseluruhan dipandang sebagai satu unit produksi akan lebih dikembangkan untuk mencapai skala ekonomi yang berwawasan agribisnis. Dengan demikian pengadaan sarana produksi, penerapan berbagai inovasi, pengelohan dan pemasaran hasil dapat dilaksanakan dengan biaya yang lebih murah, dan produk yang dihasilkan dapat dijual dengan harga yang lebih tinggi sehingga keuntungan yang diperoleh petani meningkat. Untuk berlangsungnya fungsi sebagaio unit produksi tersebut kelompok tani nelayan diarahkan untuk dapat melakukan kegiatan – kegiatan seperti : Merencanakan dan menetapkan pola usaha tani nelayan yang menguntungkan, berdasarkan informasi yang tersedia dalam bidang teknologi, sosial, pemasaran, sarana produksi dan sumber daya alam. Menyusun rencana usaha tani nelayan seperti rencana difinitif kelompok (RDK), rencana difinitif kebutuhan kelompok (RDKK), rencana permodalan, pemasaran, gerakan bersama dan lain – lain yang diperlukan kelompok. Menerapkan teknologi tepat guna dalam berusaha tani nelayan yang disepakati bersama. Melaksanakan kegiatan kooperatif untuk kepentingan bersama seperti pengadaan sarana produksi, pemasaran, pemberantadan hama dan penyakit, pelestarian sumber daya alan dan lain sebagainya. Menyediakan fasilitas / sarana untuk kepentingan bersama seperti unit pengolahan, saung kelompok dan lain – lain. Menganalisa dan menilai usaha tani nelayan yang dilaksanakan, serta meneruskan perbaikan atau peningkatan. Melaksanakan hubungan yang melembaga dengan koperasi untuk kepentingan kelompok. Mengelola administrasi usaha kelompok. (C) Sebagai wahana kerja sama yaitu kelompok tani nelayan merupakan tempat untuk memperkuat kerja sama diantara sesama petani nelayan dalam kelompok dan antar kelompok serta pihak lain untuk meningkatkan produktifitas dalam pendapatan sesuai dengan peluang yang ada serta menggalang persatuan untuk menghadapi ancaman, tantanagn, hambatan dan gangguan. Demi kelangsungan fungsi sebagai wahana kerja sama tersebut kelompok tani nelayan diarahkan untuk dapat melakukan kegiatan – kegiatannya seperti menerapkan kesepakatan atau ketentuan yang wajib diikuti dan dilaksanakan oleh seluruh anggota kelompok serta sangsi bagi anggota yang melanggar. Melaksanakan pembagian tugas baik pengurus maupun seluruh anggota kelompok berperan dalam semua kegiatan – kegiatan kelompok. Menghimpun dana anggota untuk kegiatan rutin maupun kegiatan lainnya seperti uang pangkal, iuran, simpanan, tabungan dan lain – lain. Melaksanakan administrasi kelompok dengan tertib dimana ada perlu catatan anggota kelompok, tentang inventaris atau kekayaan kelompok, hasil – hasil yang diterima dan dikirimkan maupun tamu yang berkunjung ke kelompok. Melaksanakan kegiatan untuk saling membantu diantara kelompok seperti pemupukan modal untuk pengembangan usaha kelompok simpan
pinjam untuk kegiatan kelompok dan ruang pertemuan untuk kelompok. melaksanakan kerja sama kelompok degan kelompok lainnya untuk peningkatan usaha tani nelayan masing – masing maupun untuk bekerjasama dengan pihak ketiga. Melaksanakan kerja sama kemitraan dengan pihak – pihak lain khususnya dengan perusahaan swasta dan BUMN/D (Anonymous, 1997). Kelompok tani nelayan yang telah melaksanakan fungsi tersebut dengan baik selanjutnya diarahkan agar mampu mencari dan memanfaatkan berbagai peluang dan kesempatan untuk berusaha serta meningkatkan usahanya kearah komersial dimana kegiatan – kegiatan yang dilaksanakan kelompok telah memperhitungkan untung dan ruginya. Untuk itu, kelompok tani nelayan diarahkan supaya dapat melakukan kegiatan – kegiatan seperti menganalisis potensi pasar dan peluang untuk mengembangkan komoditas yang menguntungkan. (Rusidi, 1978). Tolak ukur penilaian kelas kemampuan kelompok tani nelayan dilaksanakan berdasarkan 5 jurus kemampuan kelompok dinilai dengan menggunakan indikator – indikator seperti kemampuan merencanakan kegiatan untuk meningkatkan produktivitas usaha tani nelayan dengan penerapan rekomendasi yang tepat dan sumber daya alam secara optimal. Kemampuan melaksanakan dan menepati janji dengan pihak lain, kemampuan memupuk modal dan memanfaatkan pendapatan secara rasional, kemampuan meningkatkan hubungan melembaga dengan koperasi serta kemampuan mencari dan memanfaatkan informasi serta menggalang kerja sama kelompok yang dicerminkan oleh tingkat produktivitas pendapatan dan kesejahteraan. (Anonymous, 1997). Menurut Myrdal (1978), pembangunan pertanian dipengaruhi oleh distribusi kekuasaan dalam masyarakat, stratifikasi sosial, politik dan semua pranata sosial dan sikap. Arti dan lingkup pembangunan pertanian mencangkup suatu fungsi dan berbagai faktor yang berhubungan seperti peningkatan pertumbuhan penduduk. Faktor yang dapat mempengaruhi sehingga menghasilkan pembangunan pertanian yang lebih dinamik seperti perubahan teknologi, perubahan harga produksi dan nilai tukar, perubahan motivasi perorangan, institusi dan persepsi masing – masing orang tentang pembangunan. Suatu kelompok sosial mempunyai hubungan external struktur atau sosio grup dan internal struktur atau psikolog grup, yang dimaksud dengan external struktur adalah dinamika dari kelompok untuk menanggapi tugas yang muncul kerena adanya tantangan dalam lingkungan, yaitu dalam rangka mewujudkan cita – cita yang menjadi dasar terbentuknya kelompok tersebut. Sedangkan internal struktur adalah hubunan anggota dalam kelompok sehingga setiap anggota mendapat kedudukan, peran dan kewajiban tertentu yang ada kaitannya dengan ketentuan distribusi, fasilitas kekuasaan dan prestasi kelompok. (Sport, 1967.dalam Ajid.1978). Menurut Rusidi (1978), kita perlu mengetahui mengenai ciri – ciri suatu kelompok yang kompak adalah sebagai persentatif dari segala kegiatan semua orang yang terlibat di dalam kelompok tersebut untuk tetap tinggal di dalamnya. Sedangkan menurut Moslow (1954), motif orang berkelompok diantaranya adalah survive seperti kebutuhan untuk memperoleh kehormatan dan lain sebagainya. Peranan kelompok tani dalam masyarakat adalah : merupakan media komunikasi dan pengaruh sosial yang wajar, lestari dan dinamis. Basis untuk mencapai pembaharuan secara merata. Pemersatu aspirasi yang murni dan sehat, wadah yang efektif bagi pemerintah dalam pengembangan pertanian dan pengembangan desa, patner yang efektif bagi pemerintah dalam pengembangan pertanian desa. Tauladan bagi masyarakat desa. (anonymous,1988). METODE PENELITIAN
1. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survai dengan mengangkat studi kasus yang ada di daerah penelitian. Menurut Surachmad (1968) studi kasus memusatkan perhatian pada suatu kasus secara intensif dan mendetail subjek penelitian terdiri dari satu unit (atau satu kesatuan) yang dipandang sebagai kasus, sedangkan kesimpulannya hanya dikenakan kepada unit yang diteliti. Dalam penelitian ini adalah kasus kemampuan teknis budidaya cabe pada kelompok tani Pinang Jaya dan kelompok tani Usaha Sepakat, dimana kelompok tani dan anggotanya berusaha tani padi sawah belum menerapkan paket teknologi budidaya yang dianjurkan. a. Metode pengumpulan data dan sumber data. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah dipersiapkan sebelumnya). Sedangkan data sekunder diperoleh dari dinas atau instansi serta bahan bacaan yang ada relevansinya dengan masalah dalam penelitian ini. b. Metode penarikan sampel. Di Kecamatan Air Hangat Timur terdapat 14 desa. Penentuan desa penelitian dilakukan secara purposive (sengaja) dengan alasan banyaknya petani yang melakukan persiapan pengolahan lahan untuk pertanaman cabe, maka terpilihlah desa Koto Lanang. Di Desa Koto Lanang, jumlah kelompok tani ada 23 kelompok dengan jumlah 714 orang petani. Dari 23 kelompok tani ini terdapat 18 kelompok tani yang kurang aktif. Dari 18 kelompok tani ini dipilih 2 kelompok tani sampel secara acak dengan mengundi, maka terpilih kelompok tani Pinang Raya dan kelompok tani Usaha Sepakat. Anggota kelompok tani Pinang Raya 28 orang dan kelompok tani Usaha Sepakat berjumlah 17 orang. Dari 45 petani anggota kelompok ditentukan sampel sebanyak 20 orang sebagai petani responden, yaitu berasal dari masing – masing kelompok tani sebanyak 10 orang petani. Pengambilan sampel diambil secara acak sederhana (simple random sampling), dengan cara mengundinya. 1. Analisisi Data Data yang diperoleh dari hasil lapangan dianalisa secara deskriptif dan secara statistik non parametrik. Data yang dapat terlebih dahulu disederhanakan dengan cara tabulasi dan persentase, kemudian diolah secara perangkingan Untuk menguji kebenaran hipotesis pada tingkat kepercayaan tertentu dilakukan dengan uji koefisien korelasi Spaerrman. Adapun rumus Koefisien Korelasi spearrman adalah sebagai berikut (Djarwanto, 1985) : n 2 6∑ d i rs = 1 dimana n (n2 – 1) rs spearrman di pengamatan Xi dan Yi n Kemudian rs dihitung dan hasilnya disebut rs hitung
=
Koefisien korelasi jenjang
=
Beda pangkat nilai dari
= Jumlah pasangan ranking
Selanjutnya dari nilai rs maka uji dilanjutkan dengan uji–t untuk pengambilan keputusan terhadap hipotesis yang dilanjutkan, adapun rumus uji t-hitung tersebut adalah : t. = rs
n–2 1 – rs2
Selanjutnya t-hitung dibandingkan dengan t-tabel pada tingkat signifikan 5% (tingkat kepercayaan 95%) dan derajat bebas (db) = n-2, dengan kaidah pengambilan keputusan adalah Ho diterima jika t-hitung ≤t-tabel (a0.05) Ho diterima jika t-hitung ≥t-tabel (a0.05) HASIL PENELITAN 1. Luas Potensi Tanaman Cabe Di Kabupaten Kerinci, tanaman cabe diusahakan pada setiap daerah Kecamatan. Dimana luas tanam, luas panen, produksi dan rata – rata produksi cabe di Kabupaten Kerinci dapat kita lihat pada tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Rata – Rata Produksi Cabe Merah Di Kabupaten Kerinci Tahun 2009 Luas (Ha) Produksi Produktivitas No Kecamatan (Ton) (Kw/Ha) Tanam Panen 1 Kayu Aro 894 889 8.268 93 2 Gunung Kerinci 69 57 479 84 3 Air Hangat 53 31 264 85 4 Ait Hangat Timur 27 31 257 83 5 Gunung Tujuh 42 35 305 87 6 Depati Tujuh 17 10 81 81 7 Sitinjau Laut 49 35 291 83 8 Keliling Danau 148 81 672 83 9 Danau Kerinci 39 39 324 83 10 Gunung Raya 186 154 1.371 89 11 Batang Merangin 138 191 1.662 87 Sumber : Statiktik Pertanian II.A Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Kerinci (2009) 2. Karakteristik Petani Responden a. Umur Petani. Rata – rata umur petani responden di daerah penelitian adalah 42, 35 tahun, dengan usia tertinggi 60 tahun, dan usia terendah 30 tahun. Distribusi umur petani responden dapat dilihat pada lampiran 2, sedangkn distribusi frekuensinya seperti tergambar pada tabel 2. Tabel 2. Distribusi Jumlah umur Petani Responden Di Daerah Penelitian No Umur (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%) 1 30-34 5 25 2 35-39 4 20 3 40-44 3 15 4 45-49 3 15
5 6
50-54 3 55-64 2 Jumlah 20 Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2010
15 10 100%
Skor dari data pada tabel 2 di atas, terdapat 18 orang petani yang berusia produktif, bila dihubungkan dengan usia produktif menurut Undang – Undang Tenaga Kerja nomor 14 Tahun 1969, dimana usia produktif adalah penduduk yang berumur 15 sampai 54 tahun, maka 90% petani responden adalah tenaga produktif. Menurut Soeharjo dan Patong (1977) mengatakan bahwa umur petani akan mempengaruhi kemampuan fisik bekerja dan berpikir. Pada umumnya petani yang berumur muda mempunyai kemampuan fisik lebih besar dari petani yang lebih tua. Petani muda juga lebih cepat menerima hal – hal baru yang dianjurkan. Hal ini dikarenakan petani muda lebih berani menanggung resiko. Fadholi Hernanto (1979) menyatakan bahwa petani muda akan relatif dinamis dan lincah dengan kondisi fisiknya, sedangkan petani tua kurang gesit. Semikian pula dalam pengambilan keputusan, petani tua akan sangat hati – hati sehingga keputusannya tidak berisiko atau kecil sekali kemungkinannya. Ditinjau dari umur, maka petani responden terdapat perbedaan usia, sehingga akan mempengaruhi, sikap dan pengambilan keputusan dalam merencanakan dan menjalankan usaha menambah pendapatan keluarga.
b.
b. Pendidikan Petani Responden. Yang dimaksud pendidikan formal disini adalah tingkatan sekolah formal yang telah diikuti oleh petani responden. Pendidikan formal petani diklasifikasikan mulai dari tidak tamat SD, tamat SD, tamat SLTP Distribusi tingkat pendidikan petani responden dapat dilihat pada lampiran 2, dan distribusi frekuensinya dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Distribusi Tingkat Pendidikan Formal Petani Responden Di Derah Penelitian (n = 20) Jumlah No Tingkat Pendidikan Formal Petani Persentasi (%) (Orang) 1 Tidak tamat SD 5 25 2 Tamat SD 10 50 3 Tamat SLTP 5 25 Jumlah 20 100 Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2010 Dari tabel 3 di atas tergambar, jika tingkat pendidikan tidak tamat SD dan tamat SD dikategorikan rendah, maka tingkat pendidikan petani responden sebagaian besar (15 orang) atau 75% adalah rendah. Tingkat pendidikan formal pada dasarnya sangat mempengaruhi petani dalam mengelola usahataninya, baik pada tahap perencanaan maupun tahap pengambilan keputusan, sehingga keputusan yang diambil dapat menimbulkan keuntungan bagi petani (Hernanto, 1987). Hal tersebut di atas sejalan dengan pendapat Fadholi Hernanto (1979), bahwa tingkat pendidikan formal berpengaruh terhadap kesediaan menerima dan mencoba hal – hal baru (inovasi) serta cara berpikir petani.
3. Pengalaman Berusahatani. Yang dimaksud dengan pengalaman berusahatani dalam penelitian ini adalah lamanya petani dalam berusahatani dibidang pertanian. Rata – rata pengalaman berusahatani petani responden adalah 15,45 tahun. Pengalaman berusahatani tertinggi yaitu 24 tahun dan yang terendah yaitu 8 tahun. Distribusi pengalaman berusahatani petani responden dapat dilihat pada lampiran 4, sedangkan distribusi frekuensinya dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Distribusi Frekuensi Pengalaman Berusahatani Petani Responden Di Daerah Penelitian (n = 20) Pengalan Berusahatani Jumlah Petani No Persentase (%) (Tahun) (Orang) 1 8-14 11 55 2 15-20 3 15 3 21-25 6 30 Jumlah 20 100% Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2010 Dari tabel 4 di atas terlihat bahwa persentase tertinggi pengalaman berusahatani terletak pada kisaran selang kelas 8 – 14 tahun yaitu sebesar 55 persen. Pengalaman kerja dibidang pertanian mempunyai hubungan yang positif terhadap jumlah pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki, sehingga dapat dikatakan semakin lama pengalaman berusahatani maka semakin banyak pengetahuan petani yang dimiliki serta akan lebih mudah dalam mengadopsi teknologi pertanian baru yang diinginkan petani tersebut, demikian juga pengelolaan usahataninya akan semakin lebih baik. 3. Jumlah Tanggungan Keluarga. Yang dimaksud jumlah tanggungan keluarga adalah banyaknya orang yang ditanggung petani dalam keluarga yang dipimpinnya. Jumlah tanggungan keluarga terbanyak yaitu 8 orang dan paling sedikit 3 orang. Distribusi jumlah tanggungan keluarga dapat dilihat pada lampiran 2, sedangkan distribusi frekuensinya dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Distribusi Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Responden Di daerah Penelitian (n = 20) Jumlah Tanggungan No Jumlah KK Persentase (%) (Orang) 1 3-4 5 15 2 5-6 9 45 3 7-8 6 30 Jumlah 20 100 Sumber : Hasil Olahan data Primer, 2010. Dari tabel di atas terlihat bahwa persentase terbesar jumlah tanggungan keluarga adalah 45 persen (7 orang) yang terletak pada selang kelas 5 – 6 orang, diikuti selang 7 – 8 orang yaitu sebesar 30 persen (6 orang), dan yang terkecil terletak pada selang kelas 3 – 4 yang berjumlah 5 orang atau sebesar 15 persen. Berdasarkan data
pada lampiran 2, rata – rata jumlah tangggungan keluarga petani responden adalah sebanyak 5,75 atau dibulatkan menjadi 6 orang. Menurut Dewi (1987) bahwa besarnya jumlah tanggungan keluarga petani akan mempengaruhi rasa tanggung jawab petani terhadap kebutuhan keluarganya. Dalam keadaan seperti ini petani akan berusaha sebatas kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Kondisi dari besarnya jumlah tanggungan keluarga akan mempengaruhi sikap petani terhadap teknologi yang digunakan dalam berusahatani. 4.
Kemampuan Petani Dalam Peningkatan Pendapatan Usahatani Cabe Kemampuan disini diartikan sebagai pengetahuan dan keterampilan petani responden dalam pengusahakan teknologi budidaya tanaman cabe. Pengukuran kemampuan berupa skor dilakukan setelah pembinaan yaitu praktek pembuatan usahatani cabe. Hasil penelitian menunjukan skor awal dan skor akhir dari kemampuan ini berbeda. Dimana terjadi peningkatan yang cukup tinggi. Distributor skor awal dan akhir kemampuan dapat dilihat pada lampiran 3. hasil perhitungan rata – rata skor awal dan skor akhir merupakan kemampuan petani responden dalam pembuatan pendapatan usahatani cabe dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6. Nilai Skor Awal, Skor Akhir dan Skor Kenaikan Kemampuan Petani Responden Di Daerah Penelitian (n = 20) Kemampuan Nilai Skor Jumlah Rata - Rata Awal 3330 166.5 Akhir 5925 296.25 Kenaikan 2595 129.75 Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2010. Dari tabel 6 di atas terlihat bahwa kemampuan yang dicapai petani responden pada awal (hasil tes awal ) rata – ratanya 166.5 dari maksimal skor yang dicapai 400 (41.63%). Setelah dilakukan pembinaan berupa kegiatan praktek penerapan teknologi budidaya cabe, kemampuan petani tadi diukur kembali, dimana hasil rata – rata kemampuan sebesar 296,25 dari maksimal skor yang bisa dicapai 400 (74.06%) Dengan pembinaan melalui praktek penerapan teknologi budidaya tanaman cebe, terjadi peningkatan atau kenaikan rata – rata skor pengetahuan sebesar 129.75 (77.93%). Berdasarkan tingkat kategori kemampuan, yaitu konsepsi pengukuran penelitian, maka pada awal, sebelum kegiatan pembinaan skor kemampuan petani termasuk kategori rendah (skor rata – rata 166.6 dimana kategori skornya ≤190) dan setelah pembinaan kemampuan petani termasuk kategori sedang (skor rata – rata 296.25, dimana kategori sedang skornya 195 – 295). Dari hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa pembinaan petani dengan menggunakan metode demontrasi atau praktek langsung di lapangan memberikan hasil peningkatan memampuan dalam hal penerapan teknologi budidaya tanaman cabe. Metode demontrasi dan praktek ini menggunakan hampir semua panca indera manusia. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Socony Vacuum Oil Copen Co dalam Padmowiharjo (1994) bahwa 83% pengaruh belajar seseorang adalah melalui indra penglihatan dan 11% melalui indra pendengar. 5. Hubungan Antara Umur Petani Dengan Kemampuan Teknis Penerapan Teknologi Budidaya Tanaman Cabe
Petani responden di daerah penelitian memiliki perbedaan umur yaitu yang termuda 30 tahun yang tertua 60 tahun. Dari segi umur ini dapat diperkirakan tingkat keterampilannya dan kematangannya dalam berpikir mempengaruhi apa yang harus diadopsinya dalam menjalankan usaha tani padi sawah, termasuk dalam penerapan teknologi budidaya tanaman cabe. Hasil perhitungan statistik dengan menerapkan uji statistik non parametrik dilanjutkan memakai uji korelasi jenjang spearman yang kemudian dilanjutkan dengan uji t-student, didapatkan korelasi spearman (rs) sebesar 0.409 dan t-hitung ini lebih besar bila dibandingkan t-tabel pada tingkat kepercayaan 95%(derajat bebas n – 2) yaitu 1,734. hasil analisis uji spearman dan uji t-dapat dilihat pada lampiran 4. Dari hasil analisis tersebut maka hipotesis pertama dari penelitian ini diterima artinya terdapat hubungan erat dan positif antara umur petani responden dan kemampuan teknis penerapan teknologi budidaya tanaman cabe. 6. Hubungan Antara Pendidikan Petani Dengan Kemampuan Teknis Penerapan Teknologi Budidaya Tanaman Cabe Dari hasil penelitian diperoleh bahwa terdapat perbedaan tingkat pendidikan antara satu petani dengan petani responden lainnya. Kisaran tingkat pendidikan petani responden yaitu dari tidak tamat SD, tamat SD, dan tamat SLTP. Skor kemampuan teknis penerapan budidaya tanaman cabe yang dicapai responden berdasarkan tingkat pendidikannya dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7. Distribusi Frekuensi Rata – Rata Kemampuan Teknis Penerapan Teknologi Budidaya Tanaman Cabe Oleh Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan (n = 20) Tingkat Pendidikan Petani Responden Skor Tidak Tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Kemampuan (n = 5) (n = 10) (n = 5) Jumlah 1.385 2.995 1.545 Rata- Rata 277 299.50 309 Sumber : Hasil Olahan data Primer, 2010. Skor dari tabel 7 di atas menunjukan bahwa skor kemampuan tertinggi diperoleh kelompok dengan tingkat pendidikan tamat SLTP yaitu sebanyak 5 orang atau sebesar 309, kemudian diikuti responden kelompok tamat SD, dimana jumlah 10 orang (50%) dengan rata – rata skor kemampuan sebesar 299.50. untuk responden yang terrendah kemampuannya dalam teknis penerapan 10 paket teknologi intensifikasi usahatani cabe adalah kelompok tidak tamat SD sebanyak 5 orang (15%), yaitu 277. Dari data di atas bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi kemampuannya dalam penerapan teknologi budidaya tanaman cabe. Hasil olahan data berdasarkan tingkat pendidkan, sejalan dengan hasil uji statisik non parametrik dengan menerapkan uji rank spearman dan uji lanjutan berupa uji-t. Hasil perhitungan statistik non parametrik dengan memakai uji korelasi jenjang spearman yang kemudian dilanjutkan dengan uji-t student didapatkan rs sebesar 0.860 dan t-hitung sebesar 7.156 yang lebih besar bila dibandingkan t-tabel pada tingkat kepercayaan 95% yaitu 1.734, artinya terdapat hubungan yang erat dan positif antara tingkat pendidikan dan kemampuan teknis penerapan teknologi budidaya tanaman cabe. 7. Hubungan Antara Pengalaman Berusaha Tani Petani Dengan Kemampuan Teknis Penerapan Teknologi Budidaya Tanaman Cabe
Pendugaan dalam penelitian ini diasumsikan, semakin banyak atau lama pengalaman petani berusaha tani maka semakin tinggi kemampuannya mengadopsi teknologi pertanian yang berkaitan dengan komoditi yang diusahakannya. Dalam kaitan ini, teknologi pertanian itu adalah teknologi budidaya tanaman cabe. Dari hasil analisis hubungan antara pengalaman berusaha tani dan kemampuan teknis penerapan teknologi budidaya tanaman cabe diperoleh nilai korelasi spearman atau rs sebesar 0.555, yang selanjutnya dilanjutkan dengan uji t. Hasil uji t menunjukan bahwa t-hitung 2,381. sementara nilai t-tabel dengan derajat bebas (n=2) pada tingkat kepercayaan 95% adalah sebesar 1.734. ini berarti t-hitung lebih besar dari t-tabel. Dengan demikian sesuai dengan kaidah pengambilan keputusan, maka H 1 dari hipotesis ketiga yang dilanjutkan dalam penelitian ini diterima. Dengan diterimanya H1 berarti terdapat hubungan yang erat antara pengalaman berusaha tani petani dan kemampuan teknis penerapan toknologi budidaya tanaman cabe. Denga kata lain adanya korelasi yang kuat dan positif antara kedua variabel. 8. Hubungan Antara Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Dengan Kemampuan Teknis Penerapan Teknologi Budidaya Tanamn Cabe Dari hasil penelitian diperoleh bahwa terdapat perbedaan jumlah tanggungan keluarga petani responden yaitu terendah 3 orang dan yang tertinggi 8 orang. semakin banyak jumlah tanggungan keluarga petani maka semakin tinggi pula kebutuhan keluarga atau semakin besar biaya keluarga petani karena jumlah tanggungan keluarga, selanjutnya akan mempengaruhi rasa tanggung jawab petani terhadap kebutuhan keluarganya. Hubungan antara jumlah tanggungan keluarga dengan kemampuan teknis penerapan teknologi budidaya tanaman cabe dapat diketahui melalui analisis statistik non parametrik dengan menggunakan uji jenjang korelasi spearman yang kemudian dilanjutkan dengan uji t. Hasil perhitungan statistik non parametrik dengan uji jenjang spearman didapatkan rs hitung sebesar 0.528 yang selanjutnya dilanjutkan dengan uji t. Hasil uji t menunjukan bahwa t-hitung sebesar 2.638. sementara nilai t-tabel dengan derajat bebas (n=2) pada tingkat kepercayaan 95% adalah sebesar 1.734. Dengan membandingkan nilai t-hitung dan nilai t-tabel diperoleh bahwa t-hitung lebih besar dari t-tabel. Dengan demikian sesuai dengan kaidah pengambilan keputusan maka H 1 dari hipotesis keempat yang diajukan dalam penelitian ini diterima. Uraian perhitungan dapat dilihat pada. Dengan diterimanya H1 berarti terdapat hubungan yang erat antara jumlah tanggungan keluarga dengan kemampuan teknis penerapan 10 paket teknologi intensifikasi budidaya tanaman cabe. Dengan kata lain, adanya korelasi yang kuat dan positif antara kedua variabel tersebut. Artinya jumlah tanggungan keluarga memiliku hubungab dengan kemampuan teknis penerapan teknologi budidaya tanaman cabe. Dari hasil analisis tersebut maka hipotesis keempat penelitian ini diterima.
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
a. Tingkat kemamapuan teknis penerapan teknologi budidaya cabe termasuk dalam kategori sedang (skor rata – rata yang dicapai 296,25 dari maksimal 400). b. Terdapat hubungan yang erat dan positif antara umur petani responden dan kemampuan teknis penerapan teknologi budidaya tanaman cabe. Nilai t-hitung (1,901) lebih besar dari t-tabel (1,734) c. Terdapat hubungan yang erat dan positif antara tingkat pendidikan petani responden dan kemampuan teknis penerapan teknologi budidaya tanaman cabe. Nilai t-hitung (7,156) lebih besar dari t-tabel (1,734) d. Terdapat hubungan yang erat dan positif antara pengalaman berusahatani petani responden dan kemampuan teknis penerapan teknologi budidaya tanaman cabe. Nilai t-hitung (2,831) lebih besar dari t-tabel (1,734) e. Terdapat hubungan yang erat dan positif antara jumlah tanggungan keluarga petani responden dan kemampuan teknis penerapan teknologi budidaya tanaman cabe. Nilai t-hitung (2,638) lebih besar dari t-tabel (1,734) 2. Saran Berdasarkan kemampuan teknis penerapan teknologi budidaya tanaman cabe yang dicapai petani responden masih termasuk kategori sedang, yaitu sebesar 74,06% dari teknologi anjuran, maka masih perlu ditingkatkan lagi pembinaannya agar petani bisa mancapai kemampuan yang berkategori tinggi. Dan masih perlunya dilakukan penelitian lanjutan tentang sampai seberapa jauh pengaruh kemampuan teknis penerapan teknologi budidaya tanaman cabe terhadap peningkatan kesehateraan petani cabe DAFTAR PUSTAKA Anonymous. 1978. Kelompok Tani. Depertemen Pertanian Pusat Penyuluhan Pertanian. Jakarta. 1982. Kelompok Tani. Depertemen Pertanian Pusat Penyuluh Pertanian. vcJakarta. 1983. Kelompok Tani. Depertemen Pertanian Pusat Penyuluh Pertanian. Jakarta. 1987. Pembinaan Kelompok Tani. Depertemen Pertanian Pusat Penyuluh Pertanian. Jakarta. 1988. Kelompok Tani Capita Selekta. Depertemen Pertanian Pusat Penyuluh Pertanian. Jakarta. 1997. Pengembangan dan Pembinaan Kelompok Tani Intensifikasi Tanaman Pangan Motor Penggerak Menimbulkan Dinamika Kelompok Tani. Depertemen Pertanian. Jalarta. 1997. Tolak Ukur Jurus Kemampuan Kelompok Tani. Depertemen Pertanian Pusat Penyuluh Pertanian. Jakarta. 1980. Pengembangan dan Pembinaan Kelompok Tani dalam Intensifikasi Tanaman Pangan. Satuan Pengendali Bimas. Jakarta. Djarwanto, P.S. 1981. Statistik Non Parametrik. BPFE – UGM. Yogyakarta Hernanto, Fadholi. 1979. Ilmu Usahatani. Faperta IPB Bogor. Moslow. 1959. Pertanian dan Pembangunan. Pengendalian Bimas. Jakarta. Myrdal. 1978. Kemajuan Kemampuan Kelompok Tani Nelayan. Balai Informasi Pertanian Ciawi. Bogor
Rusidi. 1978. Peranan Kelompok Tani dalam Pembangunan Pertanian. Badan Pengendali Bimas. Jakarta. Sport. 1967. Dalam Ajid. 1978. Pembinaan dan Pengembangan Kelompok Tani. Satuan Pengendali Bimas. Jakarta. Seoharjo dan dahlan Patong. 1977. Sendi – Sendi Ilmu Usahatani IPB. Bogor.