Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Padi Hibrida Oleh : Dandan Hendayana, SP (PPL Kec. Cijati – Cianjur)
Saat ini tanaman padi hibrida merupakan salah satu alternatif pilihan dalam upaya peningkatan produksi dan produktivitas gabah nasional. Sejauhamana tanaman padi hibrida itu dapat dikenal oleh petani berikut penjelasan singkat mengenai teknis budidaya tanaman padi hibrida. •
Keunggulan Tanaman Padi Hibrida 1. Hasil yang lebih tinggi daripada hasil padi unggul inbrida; 2. Vigor
lebih
baik
sehingga
lebih
kompetitif
terhadap
gulma;
Keunggulan dari aspek fisiologi, seperti aktivitas perakaran yang lebih luas, area fotosintesis yang lebih luas, intensitas respirasi yang lebih rendah dan translokasi asimilat yang lebih tinggi; 3.
Keunggulan pada beberapa karakteristik morfologi seperti sistem perakaran lebih kuat, anakan lebih banyak, jumlah gabah per malai lebih banyak, dan bobot 1000 butir gabah isi yang lebih tinggi.
•
Kelemahan Tanaman Padi Hibrida 1. Harga benih yang mahal; 2. Petani harus membeli benih baru setiap tanam, karena benih hasil panen sebelumnya tidak dapat dipakai untuk pertanaman berikutnya; 3. Tidak setiap galur atau varietas dapat dijadikan sebagai tetua padi hibrida. Untuk tetua jantannya hanya terbatas pada galur atau varietas yang mempunyai gen Rf atau yang termasuk restorer saja; 4. Produksi benih rumit; 5. Memerlukan areal penanaman dengan syarat tumbuh tertentu.
Tahapan Budidaya Tanaman Padi Hibrida 1.
Benih dan Persemaian Benih padi hibrida hanya dapat digunakan untuk satu kali tanam saja. Artinya, setiap kali mau menanam, petani harus menggunakan benih yang baru dan bersertifikat. Penggunaan benihnya berkisar antara 15 - 20 kg / ha. Persemaian dilakukan dengan menggunakan sistem basah, dimana lahan
diolah
dalam
kondisi
macak-macak,
kemudian
dibuat
bedengan selebar 1 – 1,25 meter dan ditinggikan setinggi 5 cm. Lahan persemaian harus sudah siap, paling lambat sehari sebelum sebar benih. Untuk setiap 1 kg benih dibutuhkan lahan persemaian seluas 20 m2 atau 300 - 400 m2 untuk penanaman seluas satu ha. Selanjutnya benih direndam selama 12 – 24 jam, kemudian ditiriskan di tempat yang aman hingga berkecambah 1 mm. Kemudian benih disebar merata dengan kepadatan 1 kg benih per 20 m2 lahan atau setara dengan kepadatan sebar 50 - 75 gr/m2. Sehari sebelum sebar, persemaian dipupuk SP 36 sebanyak 5 gr/m2 dan KCI 5 gr/m2. Setelah persemaian umur 10 hari, tambahkan pupuk Urea 10 gr/m2 luas persemaian. Sehari setelah sebar hingga hari ke tujuh, masukkan air pada pagi hari hingga ketinggian 5 cm dan keluarkan air pada sore hari. Kemudian pada hari ke delapan dan seterusnya, ketinggian air di jaga 2 - 5 cm. Setelah bibit umur 15-18 hari setelah sebar atau setelah berhelai daun 5 - 6 helai, bibit dipindah tanaman di lahan penanaman. Secara periodik dilakukan pengamatan terhadap kemungkinan adanya organisme pengganggu tanaman (OPT).
2.
Penyiapan Lahan Penyiapan
lahan
tanaman,sehingga
merupakan pengolahan
tempat tanah
yang sangat
baik
untuk
menentukan
keberlanjutan pertumbuhan tanaman padi hibrida. Lahan sawah
disiapkan paling lambat 15 hari sebelum tanam. Pengolahan tanah dilakukan 2 - 3 kali. a. Pengolahan I, tanah diolah/dibajak dalam keadaan macakmacak. Pengolahan tanah dengan bajak singkal (kedalaman 10 cm-20 cm), sebelumnya tanah digenang air selama 1 minggu untuk melunakkan tanah. Galengan dibersihkan dengan cangkul dan dipopok dengan tanah agar air dan unsur hara pada petakan tidak hilang melalui rembesan Setelah tanah diolah, tanah dibiarkan selama 1 minggu dan digenangi air. b. Pengolahan II, tanah diolah/dibajak dan digaru untuk melumpurkan dan meratakan lahan agar siap ditanami bibit padi. c. Pengolahan tanah terakhir (III), diberikan pupuk kandang atau pupuk kompos jerami.
3.
Penanaman dan Penyulaman Penanaman Penanaman dilakukan pada saat bibit berumur 15-18 hari setelah sebar, atau bibit telah berdaun 5-6 helai, dengan sistem tanam pindah (transplanting). Bila menggunakan sistem tanam tegel dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm ,untuk lahan kurang subur atau 23 cm x 23 cm dan 25 cm x 25 cm ,untuk lahan subur. Dapat juga penanaman menggunakan sistem tanam jajar legowo (20 cm x 12,5 cm) x 40 cm (untuk lahan kurang subur) atau (20 cm x 15 cm) x 40 cm (untuk lahan subur). Tanamlah bibit dengan menggunakan sistem tanam dangkal dengan pada kedalaman 1 – 2 cm, dengan jumlah bibit yang ditanam 1 - 2 batang per lubang atau paling banyak 2 bibit tanam per lubang tanam. Untuk mendapatkan populasi maksimal, setelah tanam dilakukan penyulaman terhadap bibit yang tidak tumbuh/mati dengan bibit yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Penyulaman dilakukan
maksimum satu minggu setelah tanam untuk mempertahankan populasi yang optimal.
Tabel. Populasi tanaman padi dalam tiap hektar pada berbagai cara tanam No
Cara Tanam
Tegel 20 cm x 20 cm 1 Tegel 22 cm x 22 cm 2 Tegel 25 cm x 25 cm 3 Legowo 2:1 (10 cm x 20 cm) 4 Legowo 3:1 (10 cm x 20 cm) 5 Legowo 4:1 (10 cm x 20 cm) 6 Legowo 2:1 (12,5 cm x 25 cm) 7 Legowo 3:1 (12,5 cm x 25 cm) 8 Legowo 4:1 (12,5 cm x 25 cm ) 9 Sumber : Badan Litbang Pertanian 2007.
Populasi Tiap Ha 250 000 206 611 160 000 333 333 375 000 400 000 213 000 240 000 256 000
% Terhadap Populasi Cara Tanam Tegel 100 > 100 < 100 133 150 160 133 150 160
Berdasar Tabel di atas, tampak bahwa cara tanam legowo dengan jarak tanam yang sama mempunyai populasi tanaman lebih banyak 33% - 60% dibanding cara tanam tegel sehingga hasil gabah diperkirakan akan lebih banyak pula
4.
Pemeliharaan Tanaman Anjuran pemupukan untuk tanaman padi hibrida
adalah sebagai
berikut. •
Pada pengolahan tanah terakhir (III), diberikan pupuk kandang 23 ton/ha atau bila menggunakan pupuk kompos jerami diberikan sekitar 5 ton/ha.
•
Pemupukan diberikan paling sedikit selama 3 kali aplikasi yaitu ; pemupukan I, pemupukan II, dan pemupukan III. Pemupukan IV diberikan jika keadaan memaksa untuk diaplikasikan.
•
Dosis anjuran pemupukan urea diperkirakan 250 - 350 kg/ha. Sp 36 100 kg/ ha dan KCL 100 kg / ha. Untuk mengetahui tambahan
pupuk urea, sebaiknya menggunakan Bagan Warna Daun (BWD).
Waktu dan cara aplikasi pupuk adalah sebagai berikut : •
Pemupukan I, umur 7 - 10 HST: 75 - 100 kg urea + 100 kg SP 36 + 75 kg KCI.
•
Pemupukan II, umur 21 – 28 HST: 100 kg urea.
•
Pemupukan III, umur 35 - 40 HST: 100 kg urea + 25 kg KCI. Pada saat tanaman menunjukkan keadaan primordia (pembentukan bkal bunga)
•
Jika diperlukan pemupukan IV dapat diaplikasikan dengan memberikan 50 kg urea. Apabila warna daun menujukkan gejala kekurangan nitrogen (kurang urea).
Dan
10% dari populasi
tanaman telah berbunga. Pada daerah yang respon terhadap sulfur (S), pemupukan I urea diganti ZA 100 kg/ha. Jika daerah tersebut sering menunjukkan gejala kekurangan Zn, dilakukan dengan pengeringan air secara berkala
dan
dipupuk
ZnS0410-20
kg/ha bersamaan dengan
pemupukan I. Pemupukan dilakukan dengan cara menebar pupuk merata ke seluruh areal tanam. Pada saat pemupukan dan 3 hari setelah pemupukan saluran pemasukan dan pembuangan air ditutup.
5.
Pengairan Pengairan berselang (intermitten) difokuskan pada musim kemarau, sedangkan pada musim hujan hanya dilakukan di daerah yang pengairannya dapat diatur. Cara pengairan berselang adalah: sewaktu tanam bibit, lahan dalam kondisi macak-macak. Secara berangsur-angsur lahan diairi setinggi 2-5 cm hingga tanaman berumur 10 HST; Lahan tidak diairi sampai 5-6 hari atau sampai permukaan tanah retak-retak selama 2 hari kemudian diairi kembali setinggi 5 – 10 cm; Mulai fase keluar bunga sampai 10 hari sebelum
panen, lahan terus digenangi air setinggi 5 cm, selanjutnya lahan dikeringkan untuk mempercepat dan meratakan pemasakan gabah dan memudahkan panen. Pada dasarnya tanaman padi hibrida tidak banyak berbeda dengan padi inbrida dalam kebutuhan air untuk pertumbuhannya. Tanaman padi hibrida peka terhadap kekurangan air pada waktu fase bunting sampai pengisian gabah. Bila
terjadi kekurangan air pada fase
tersebut dapat menimbulkan kehampaan gabah yang pada akhirnya dapat menurunkan hasil. Sejak tanaman padi ditanam sampai fase primordia bunga (42 HST) tanaman perlu diberi air macak-macak. Hal ini ditujukan agar tanaman membentuk anakan dalam jumlah banyak. Namun konsekuensi bila diberi air macak-macak adalah pertumbuhan gulma yang cukup cepat.
6.
Pengendalian Gulma dan OPT Pengendalian gulma: penyiangan dilakukan dengan alat landak atau osrok. Penyiangan I, dilakukan sedini mungkin, maksimal pada umur 18 HST (sebelum pemupukan II). Penyiangan II, dilakukan jika masih banyak gulma yang tumbuh, dilakukan pada umur 30 HST (sebelum pemupukan III). Penyiangan III, dilakukan jika masih banyak gulma yang tumbuh, dilakukan pada umur 30 HST (sebelum pemupukan III). Rumput gulma yang dicabut dibenamkan ke dalam tanah (untuk menambah bahan organik). Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman (HPT). Pengendalian HPT dilakukan secara periodik, dengan cara melakukan pengamatan tiap minggu, mulai dari persemaian hingga tanaman menjelang panen.
Pada
35
hari
sebelum
menabur
benih,
dilakukan
pengendalian hama tikus secara serempak. Upaya pencegahan dan pengendalian HPT dengan menggunakan pestisida hendaknya mengacu pada konsep PHT. Hama yang perlu diwaspadai adalah:
wereng coklat, penggerek batang, tikus dan walang sangit, sedangkan penyakit adalah tungro hawar daun bakteri blast. Menjelang panen perlu waspada terhadap serangan burung emprit, dikendalikan secara manual dengan jaring. Strategi pengelolaan hama dan penyakit terpadu diterapkan dengan mengintegrasikan komponen pengendalian yang kompatibel seperti : 1. menggunakan varietas tahan hama/penyakit, 2. menggunakan bibit sehat, 3. menerapkan pola tanam yang sesuai, (d) rotasi tanaman seperti padi padi- kedelai/kacang hijau, 4. waktu tanam yang sesuai, 5. melakukan pembersihan lapangan terhadap singgang yang biasanya dijadikan tempat vektor hama dan sumber inokulum penyakit, 6. pemupukan sesuai dengan kebutuhan tanaman, 7. penerapan irigasi berselang, 8. gunakan sistem TBS (trap barrier system) untuk pengendalian tikus, 9. pengendalian kelompok telur, observasi hama dan penyakit secara terus menerus, 10. menggunakan lampu perangkap untuk pengendalian hama ulat grayak, dan penggerek batang, 11. meningkatkan peran musuh alami seperti labalaba 12. gunakan pestisida sebagai alternatif akhir untuk mengendalikan hama berdasarkan hasil pengamatan.
Bila terjadi serangan penyakit kresek, maka sawah perlu didrainase agar tidak terjadi genangan air di petakan. Kelembaban tanah menjadi kurang, menyebabkan lingkungan mikro di dalam rumpun padi hibrida\ menjadi tidak lembab dan perkembangan jamur ataupun mikroorganisme penyebab penyakit tidak berkembang secara pesat.
7.
Penentuan waktu panen Penentuan waktu panen merupakan salah satu faktor penting dalam kaitannya terhadap hasil gabah yang dihasilkan. Bila tanaman padi dipanen terlalu awal maka akan banyak terjadi butir hijau akibatnya kualitas gabah yang dihasilkan menjadi rendah, banyak butir mengapur dan beras kepala banyak yang patah. Sebaliknya bila tanaman padi dipanen terlambat maka akan menurunkan hasil gabah karena banyak terjadi kerontokan gabah, timbangan gabah menjadi lebih ringan karena kadar air sudah menurun. Pemanenan gabah yang ideal dilakukan bila : 1. sudah 90% masak fisiologi, artinya 90% gabah telah berubah warna dari hijau menjadi kuning, 2. bila dihitung dari masa berbunga, telah mencapai 30-35 hari, dan 3. berdasar perhitungan dari sejak sebar sampai umur sesuai dengan deskripsi varietas. Pada dasarnya untuk dapat memperoleh hasil gabah tinggi maka kita harus menyayangi padi. Cara yang paling mudah untuk menyayangi padi adalah sering-sering datang ke sawah dan langsung melakukan observasi. Dengan cara tersebut niscaya hasil gabah dapat meningkat.
Bahan Bacaan Sinar Tani.Juli 2008. Budidaya Padi Hibrida di Jawa Timur. Edisi 2 – 8 Balitbang,Deptan RI.2007.Daerah Pengembangan dan Anjuran Budidaya Padi Hibrida. Pedoman Bagi Penyuluh Pertanian (Buku Elektronik). Jakarta. PT. Sang Hyang Seri (Persero).2008. Petunjuk Teknik Budidaya Padi Hibrida SL 8 SHS.(Folder). PT Sumber Alam Sutera. Mei 2008. Teknologi Budidaya Padi Hibrida Bernas.(Slide Presentasi).