TEKNIK PRODUKSI BENIH UNTUK KEPERLUAN UJI DAYA HASIL PADI HIBRIDA Sukirman, Warsono, dan Maulana1
P
adi hibrida merupakan tanaman F1 yang berasal dari persilangan dua galur murni yang berbeda. Di beberapa negara tropis, padi hibrida memberikan hasil lebih tinggi 1-1,5 t/ha dibanding padi inbrida (Virmani dan Kumar 2004). Namun, tidak semua F1 pada padi hibrida dapat memberikan tingkat heterosis yang tinggi.
Efek heterosis yang ada pada padi hibrida memberikan keunggulan dalam hal hasil dan sifat-sifat penting lainnya dibanding padi inbrida (Virmani et al. 1997). Perbedaan lain antara hibrida dan inbrida adalah dalam perbanyakan benih. Petani harus selalu menanam benih F1 hibrida agar keunggulan yang ada dapat muncul. Benih F1 hibrida dapat diproduksi dengan berbagai cara, antara lain dengan menggunakan sistem galur mandul jantan (galur A). Dengan sistem ini diperlukan tiga tahap perbanyakan benih, yaitu: (1) perbanyakan benih galur A, (2) perbanyakan benih galur pelestari dan pemulih kesuburan (galur R), dan (3) produksi benih F1 padi hibrida. Menurut Virmani et al. (1997), ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam produksi benih untuk bahan penelitian padi hibrida dengan sistem galur mandul jantan, di antaranya adalah metode isolation free dan strict isolation. Pada metode isolation free, produksi benih antara dua kombinasi yang berbeda tidak dilakukan isolasi. Metode ini biasanya digunakan untuk memperoleh benih dalam jumlah tidak banyak tetapi kombinasi hibrida yang dibuat banyak, misalnya untuk pengujian persilangan atau observasi. Pada metode strict isolation, di antara dua kombinasi persilangan dilakukan isolasi jarak, selisih waktu tabur atau isolasi rintangan. Petak yang digunakan pada metode strict isolation lebih luas dibanding metode isolation free serta kombinasi hibridanya lebih sedikit. Metode ini digunakan untuk keperluan pengujian dalam skala luas, misalnya uji daya hasil pendahuluan dan uji multilokasi. Hal lain yang penting dalam memproduksi benih F1 hibrida adalah sinkronisasi pembungaan antara galur mandul jantan (galur A) dan galur pemulih kesuburan (galur R).
1
Sinkronisasi pembungaan berarti galur A dan galur R harus dapat berbunga secara bersamaan, meskipun kedua galur tersebut memiliki waktu berbunga yang berbeda. Sinkronisasi pembungaan memberikan kontribusi yang besar terhadap keberhasilan produksi benih F1 hibrida. Kegagalan dalam mencapai sinkronisasi pembungaan berarti kegagalan dalam memproduksi benih F1 hibrida (Satoto 2005). Percobaan ini bertujuan untuk memproduksi benih F1 hibrida untuk keperluan penelitian dan melakukan pengujian daya hasil padi hibrida. BAHAN DAN METODE Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Muara, Bogor, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi pada bulan Juni sampai November 2005. Bahan yang digunakan meliputi benih padi galur mandul jantan (galur A) dan galur pemulih kesuburan (galur R), pupuk urea, SP36, dan KCl serta pestisida. Alat yang digunakan adalah traktor, cangkul, caplak, meteran, mistar, tali rafia, timbangan, gelas ukur, ember, penyemprot, sabit bergerigi, terpal, kantong sampel, papan nama petak, plastik isolasi, bambu, gunting, pulpen, dan buku catatan data. Persiapan Lahan Pengolahan lahan dilakukan saat bibit dalam persemaian agar pada saat bibit siap dipindah ke areal percobaan, lahan telah siap. Pengolahan tanah dilakukan dengan traktor untuk membajak dan cangkul untuk meratakan lahan. Pembajakan lahan dilakukan pada keadaan tergenang, dengan cara menutup pintu saluran masuk dan ke luar, agar kesuburan tanah dapat dipertahankan. Untuk meratakan lahan dan persiapan tanam dilakukan pencangkulan pada 3 hari sebelum tanam. Lahan produksi benih F1 hibrida harus bersih, bebas dari benih tanaman lain serta hama dan penyakit. Lahan mempunyai tingkat kesuburan yang merata dengan sistem irigasi dan drainase yang baik. Persemaian
Masing-masing adalah Teknisi Litkayasa Pelaksana Lanjutan pada Kebun Percobaan Muara, Bogor, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Jalan Astana Gede No. 25C Muara, Bogor 16119, Telp. (0251) 322064, Faks. (0251) 322064
84
Sebelum benih disemai, bedengan disiapkan dengan lebar 120 cm dan panjang disesuaikan dengan lahan yang tersedia. Buletin Teknik Pertanian Vol. 11 No. 2, 2006
Bedengan dibersihkan dari gulma kemudian dibuat petakpetak kecil dengan panjang 50 cm sehingga terbentuk petakpetak berukuran 50 cm x 120 cm yang jumlahnya sebanyak jumlah galur A dan galur R. Pada sisi kanan dan kiri bedengan dibuat parit untuk mencegah tercampurnya benih antarperlakuan, menghindari genangan air, dan memudahkan pemeliharaan.
penggerek batang (stemborer), walang sangit (rice bug), tikus (rat), keong mas (golden apple snail), burung (bird), hawar daun bakteri (bacterial leaf blight - BLB), dan atau hawar pelepah daun (sheath blight). Pestisida yang digunakan berbahan aktif karbofuran 3% dengan dosis 17 kg/ ha dan BPMC 485 g/l dengan dosis 1,5-2 cc/l air.
Pada setiap petak dipasang kode atau nomor benih, kemudian benih disebar dengan kepadatan 50 g/m2. Waktu sebar benih dan tanam galur A dan galur R ditentukan berdasarkan selisih umur berbunga 50% dari hasil penelitian musim sebelumnya. Untuk menghindari terjadinya pergeseran selisih waktu pembungaan antara galur A dan galur R, galur R ditabur tiga kali dengan selang waktu 2 hari. Sebagai contoh produksi benih F1 dengan kode hibrida H-87 yang mempunyai selisih waktu berbunga 50% 7 hari (galur A, IR68897A umur berbunganya 81 hari dan galur R, BH2D-301-2, umur berbunganya 88 hari), maka tabur benih galur R yang pertama dilakukan pada -9 hari lebih dulu, kedua pada -7 hari lebih dulu, dan ketiga pada -5 hari lebih dulu, sedangkan tabur benih galur A dilakukan pada 0 hari. Hal ini dimaksudkan agar terjadi sinkronisasi pembungaan.
Pemurnian Benih
Pemupukan Pupuk diberikan saat sebar dengan takaran urea 10 g, SP36 10 g, dan KCl 10 g/m2. Pemupukan dilakukan dengan takaran yang sama untuk setiap petak kombinasi dan secara bertahap, yakni: (1) pada saat tanam diberikan SP36 sebanyak 150 kg/ha, (2) pada umur 7 hari setelah tanam (HST) dipupuk urea 100 kg/ha dan KCl 50 kg/ha, (3) pada umur 28 HST diberikan urea 100 kg/ha, dan (4) pada umur 49 HST diberikan urea 100 kg dan KCl 50 kg/ha. Pupuk disebar merata pada permukaan tanah. Pada saat pemupukan, pintu pemasukan dan pengeluaran air irigasi ditutup dan tanah dalam keadaan macak-macak dan bersih dari gulma agar pupuk tidak banyak hilang dan dapat diserap oleh tanaman secara efisien.
Pemeliharaan Pemberian air irigasi disesuaikan dengan kebutuhan setiap fase pertumbuhan tanaman. Penyulaman dilakukan terhadap tanaman yang mati pada umur 10 HST. Penyiangan disesuaikan dengan kecepatan pertumbuhan gulma dan dilakukan menjelang pemupukan. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan pada saat tanam, fase vegetatif, dan fase generatif (IRRI 2005). Beberapa hama dan penyakit utama yang menyerang padi adalah Buletin Teknik Pertanian Vol. 11 No. 2, 2006
Pemurnian benih dilakukan dengan rouging atau seleksi, yaitu membuang tanaman lain selain tanaman galur A dan galur R dalam petak kombinasi (produksi benih). Pada fase pembentukan anakan maksimal, seleksi dilakukan pada rumpun yang tumbuh di luar barisan, rumpun yang lebih tinggi atau lebih pendek, dan rumpun yang warna kaki dan daunnya berbeda. Pada fase berbunga, seleksi dilakukan pada rumpun yang berbunga terlalu cepat atau lambat, rumpun dalam barisan galur A yang mempunyai antera berwarna kuning, dan rumpun yang eksersi malainya penuh atau leher malainya keluar. Pada fase masak atau menjelang panen, seleksi dilakukan pada rumpun yang mempunyai seed set tinggi atau lebih dari 50%. Hal lain yang penting diketahui adalah karakteristik galur A dan galur R sehingga seleksi dapat dilakukan secara efisien dan efektif.
Pemasangan Isolasi Pada saat galur A dan galur R bunting dipasang pagar plastik isolasi setinggi 2,5 m dan panjangnya disesuaikan dengan panjang petak (Gambar 1) Pemasangan plastik isolasi bertujuan untuk menghindari persilangan bebas atau percampuran tepung sari dengan galur pemulih kesuburan lainnya.
Penyerbukan Pada saat galur A dan galur R berbunga dilakukan bantuan penyerbukan pada setiap petak kombinasi dengan menggunakan tongkat bambu. Pertanaman galur R digoyanggoyangkan malainya agar benang sarinya menyerbuki galur A. Kegiatan tersebut dilakukan 2-3 kali sehari selama 7 hari pada pukul 09.00-12.00, pada saat cuaca cerah dan bunga padi sudah mekar. Agar penyerbukan tepung sari dari galur R lebih mudah, dilakukan pengguntingan daun bendera yang tegak dan lebih panjang dari malai galur A. Setengah atau sepertiga daun dihilangkan pada 1-2 hari sebelum malai keluar. 85
R1 00 00 00 00 00 00 00 00 00
A1 xxxxxxxxxx xxxxxxxxxx xxxxxxxxxx xxxxxxxxxx xxxxxxxxxx xxxxxxxxxx xxxxxxxxxx xxxxxxxxxx xxxxxxxxxx Kombinasi 1
Keterangan :
R1 00 00 00 00 00 00 00 00 00
A2 xxxxxxxxxx xxxxxxxxxx xxxxxxxxxx xxxxxxxxxx xxxxxxxxxx xxxxxxxxxx xxxxxxxxxx xxxxxxxxxx xxxxxxxxxx Kombinasi 2
R1 00 00 00 00 00 00 00 00 00
R2 00 00 00 00 00 00 00 00 00
A1 xxxxxxxxxx xxxxxxxxxx xxxxxxxxxx xxxxxxxxxx xxxxxxxxxx xxxxxxxxxx xxxxxxxxxx xxxxxxxxxx xxxxxxxxxx Kombinasi 3
R2 00 00 00 00 00 00 00 00 00
R3 00 00 00 00 00 00 00 00 00
A3 xxxxxxxxxx xxxxxxxxxx xxxxxxxxxx xxxxxxxxxx xxxxxxxxxx xxxxxxxxxx xxxxxxxxxx xxxxxxxxxx xxxxxxxxxx Kombinasi 4
R3 00 00 00 00 00 00 00 00 00
x = galur mandul jantan (A) 0 = galur pemulih (R) = isolasi plastik
Gambar 1. Pemasangan isolasi plastik untuk produksi benih F1 hibrida bahan uji daya hasil, Muara, Bogor, 2005
Pengamatan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengamatan dilakukan pada setiap petak kombinasi persilangan. Parameter yang diamati meliputi: (1) umur berbunga, dihitung saat populasi 50% berbunga, (2) umur panen, dihitung saat populasi masak gabah 85%, (3) tinggi tanaman pada fase generatif, diukur dari permukaan tanah sampai ke ujung malai terpanjang, (4) jumlah anakan produktif, diamati menjelang panen, (5) serangan hama dan penyakit, serta (6) hasil tiap petak.
Hasil benih F1 hibrida dari 25 kombinasi persilangan bervariasi. Hal ini diduga karena pengaruh sinkronisasi pembungaan galur mandul jantan (galur A) dan galur pemulih kesuburan (galur R) (Tabel 1). Galur R yang digunakan sebagian besar berasal dari program perbaikan galur tetua padi hibrida hasil identifikasi uji observasi musim sebelumnya.
Pemanenan Panen dilakukan bila 85% gabah pada malai telah masak. Sebelum panen, lahan dikeringkan selama 7-10 hari agar kemasakan gabah merata dan memudahkan panen. Kemasakan gabah setiap petak diamati dan dicatat waktunya kapan dapat dipanen. Panen dilakukan terhadap pertanaman galur R lebih dahulu dan gabah disimpan pada tempat terpisah. Pertanaman galur A yang berhasil diserbuki galur R berubah menjadi benih F1 hibrida. Sebelum benih F1 hibrida dipanen, dilakukan seleksi kembali dengan membuang rumpun yang mempunyai seed set tinggi atau lebih dari 50%. Tanaman dipanen dengan menggunakan sabit bergerigi. Panen dilakukan pada setiap petak kombinasi dengan memotong batang rumpun padi lalu ditumpuk di atas terpal agar tidak tercecer. Setelah panen selesai dilakukan perontokan benih dengan cara diinjak-injak di atas alas terpal untuk menghindari benih hilang karena terlempar. Benih kemudian dimasukkan ke dalam kantong dengan mencantumkan kode kombinasi persilangan dan tanggal panen, serta ditimbang untuk mengukur bobot keringnya.
86
Data umur berbunga untuk menentukan waktu sebar dan tanam diperoleh berdasarkan umur berbunga 50% pada kegiatan sebelumnya, yaitu uji observasi galur-galur tetua musim hujan (MH) 2004/2005. Secara umum pada musim kemarau (MK) 2005 terjadi pergeseran umur berbunga 50% untuk galur R ke arah lebih genjah beberapa hari. Namun untuk galur pemulih kesuburan H-90 dan H-105, umur berbunga 50% lebih lama pada MK dibanding pada MH. Oleh karena itu dalam memproduksi benih padi hibrida, penentuan selisih waktu tabur galur-galur tetua tidak disarankan menggunakan data umur pada musim yang berbeda. Hasil penelitian Balai Penelitian Tanaman Padi (2005) menunjukkan bahwa perbedaan umur berbunga juga terjadi pada lokasi yang berbeda di musim yang sama. Dengan demikian, data berbunga galur-galur tetua hibrida yang akan diproduksi yang bersifat spesifik lokasi dan musim sangat diperlukan. Hasil prediksi data MH 2004/2005 menunjukkan terdapat 13 kombinasi persilangan yang sinkron, 5 kombinasi kurang sinkron, dan 7 kombinasi tidak sinkron (Tabel 1). Rata-rata setiap kombinasi persilangan menghasilkan 1.600 g benih. Kombinasi persilangan yang sinkron dengan hasil benih F1 hibrida tertinggi adalah H-108, yang merupakan kombinasi dari IR68897A/BH25B-9-1, dengan hasil mencapai 3.015 g/25 m2. H-89 yang merupakan kombinasi dari IR68897A/BH9D-9-1 Buletin Teknik Pertanian Vol. 11 No. 2, 2006
Tabel 1. Sinkronisasi pembungaan antara galur mandul jantan (galur A) dan galur pemulih kesuburan (galur R) serta hasil benih F1 hibrida untuk bahan uji daya hasil padi hibrida, Muara, Bogor, MK 2005 Kode hibrida H-84 H-85 H-86 H-87 H-88 H-89 H-90 H-91 H-92 H-93 H-94 H-95 H-96 H-97 H-98 H-99 H-100 H-101 H-102 H-103 H-104 H-105 H-106 H-107 H-108
MH 2004/05
MK 2005
Umur berbunga 50% MK 2005 (hari)
0 0 0 -1 0 -3 0 -7 0 -6 0 -8 0 +6 0 -3 0 +5 0 -2 0 -4 0 0 0 -8 0 -8 0 -4 0 -7 0 -11 0 +5 0 -2 0 -6 0 -4 0 -6 0 -6 0 +10 0 +1
0 -2 0 -8 0 -15 0 -9 0 -9 0 -20 0 +11 0 -8 0 +3 0 -10 0 -6 0 -10 0 -19 0 -18 0 -5 0 -11 0 -12 0 +5 0 -8 0 -7 0 -8 0 -5 0 -4 0 +8 0 0
81 83 83 91 80 95 81 90 80 89 81 101 93 82 80 88 91 88 84 94 82 88 911 101 81 100 81 99 81 86 84 95 83 95 94 89 83 91 82 89 81 89 83 88 82 86 92 84 83 83
Selisih A dan R Persilangan IR68888A/ BP23F-11 IR68885A/ BH2D-9-1-2 IR68897A/ BH2D-9-1-2 IR68897A/ BH2D-30-1-2 IR68897A/ BH9D-2-2 IR68897A/ BH9D-9-1 IR58025A/ BH12D-14-1-1 IR68897A/ BH19B-6-2-2 IR58025A/ BH19B-7-5-1 IR62829A/ BH19B-7-5-1 IR68897A/ BH19B-7-5-1 IR58025A/ BH21D-4-3 IR68888A/ BH24B-7-2 IR68897A/ BH24B-7-2 IR68888A/ BH24B-7-4 IR62829A/ BH25B-2-2 IR68888A/ BH25B-2-2 IR58025A/ BH25B-2-3 IR62829A/ BH25B-2-3 IR68885A/ BH25B-2-3 IR68897A/ BH25B-2-3 IR62829A/ BH25B-8-1 IR68885A/ BH25B-8-3 IR58025A/ BH25B-9-1 IR68897A/ BH25B-9-1
Selisih sinkronisasi (hari)
Hasil per 25 m 2 (g)
2 (S)
2.629
7 (TS)
425
1 2 (TS)
305
2 (S)
3.009
3 (S)
2.196
1 2 (TS)
297
5 (KS)
1.089
5 (KS)
982
2 (S) 8 (TS) 2 (S)
2.078 557 2.785
1 0 (TS)
412
1 1 (TS)
502
1 0 (TS)
426
1 (S) 4 (KS)
1.937 625
1 (S)
2.078
0 (S)
3.000
6 (KS) 1 (S) 4 (KS)
523 1.926 550
1 (S)
2.675
2 (S)
2.990
2 (S)
2.545
1 (S)
3.015
Keterangan: S : Tepat sinkron, jika selisih pembungaan dua tetua kurang atau lebih dari 0-4 hari KS : Kurang sinkron, jika selisih pembungaan dua tetua kurang atau lebih dari 5-10 hari T S : Tidak sinkron, jika selisih pembungaan dua tetua kurang atau lebih dari 10 hari
Buletin Teknik Pertanian Vol. 11 No. 2, 2006
87
memberikan hasil terendah yaitu 297 g/25 m2. Data tersebut menunjukkan bahwa sinkronisasi pembungaan sangat menentukan keberhasilan dalam memproduksi benih padi hibrida.
KESIMPULAN DAN SARAN Sinkronisasi pembungaan dari 25 kombinasi persilangan menghasilkan 13 kombinasi persilangan yang sinkron, 5 kombinasi kurang sinkron, dan 7 kombinasi tidak sinkron. Rata-rata hasil benih F1 hibrida yang diperoleh adalah 1.600 g per kombinasi persilangan. H-108 (IR68897A/BH25B-9-1) menghasilkan benih tertinggi, yakni 3.015 g/25 m 2. Dalam memproduksi benih F1 hibrida disarankan tidak menggunakan data umur berbunga 50% dari musim yang berbeda untuk menentukan waktu tabur galur-galur tetua.
UCAPAN TERIMA KASIH
DAFTAR PUSTAKA Balai Penelitian Tanaman Padi. 2005. Laporan Akhir Tahun Anggaran 2004. Pengadaan benih untuk bahan penelitian padi hibrida. Balai Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi. 58 hlm. International Rice Research Institute (IRRI). 2005. Masalah lapang hama penyakit hara pada padi. Buku Panduan. Cetakan II. IRRI bekerja sama dengan Balitpa, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan. 71 hlm. Satoto. 2005. Teknologi produksi benih padi hibrida. Makalah disampaikan pada Pelatihan Produksi Benih Padi Hibrida, Balai Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi 16-20 Mei 2005. 13 hlm. Virmani, S.S., B.C. Viraktamath, C.L. Casal, R.S. Toledo, M.T. Lopez, and J.O. Manalo. 1997. Hybrid Rice Breeding Manual. IRRI, Los Banos, Laguna, Philippines. 151 pp. Virmani, S.S. and I. Kumar. 2004. Development and use of hybrid rice technology to increase rice productivity in the tropics. Int'l. Rice Res. Note 29 (1): 10-19.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Yudhistira Nugraha, SP atas bantuan dan sarannya dalam penulisan makalah ini.
88
Buletin Teknik Pertanian Vol. 11 No. 2, 2006