Modul ke:
Hubungan Industrial Perjanjian Kerja; Peraturan Perusahaan; Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
Fakultas
Psikologi
Program Studi
Psikologi www.mercubuana.ac.id
Rizky Dwi Pradana, M.Si
Daftar Pustaka • •
• •
• • • •
Lalu Husni, SH., M.Hum., Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia (edisi revisi), Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007. Serikat Pekerja antara Tradisi dan Masa Modern : IG Metall Serikat Pekerja dalam kegiatan manufaktur dan jasa di bidang logam, listrik, tekstil, pakaian, kayu dan industri plastik, Jakarta: Friedrich Ebert Stiftung, 2008. Drs. Agus Guntur PM, MM., Hubungan Industrial, Jakarta : STEKPI, 2010. Basani Situmorang, SH, MH., dkk, Laporan Pengkajian Hukum tentang Menghimpun dan Mengetahui Pendapat Ahli Mengenai Pengertian Sumber-Sumber Hukum Mengenai Ketenagakerjaan, Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan HAM Republik Indonesia, 2010. Sri Haryani, Hubungan Industrial Di Indonesia, Yogyakarto: UPP AMP YKPN, 2002. Agusmidah dkk, Bab-Bab Tentang Hukum Perburuhan Indonesia, Depansar: Pustaka Larasan, Jakarta: Universitas Indonesia; Universitas Leiden, Universitas Groningen, 2012. Pembuatan Peraturan Perusahaan, http://www.hukumperseroanterbatas.com/peraturanperusahaan/pembuatan-peraturan-perusahaan/ Mei 2016. Perjanjian Kerja Bersama, http://www.hukumtenagakerja.com/perjanjian-kerja-bersama-2/ Mei 2016.
Sub Bahasan 1. 2. 3. 4. 5.
Pengertian perjanjian kerja Syarat sah perjanjian kerja Bentuk dan jangka waktu perjanjian kerja Peraturan perusahaan Perjanjian kerja bersama
A. Pengertian Perjanjian Kerja Menurut Sudikno Mertokusumo menyebutkan pengertian perjanjian kerja adalah subjek hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Definisi klasik menyebutkan pengertian perjanjian kerja adalah perbuatan hukum bukan hubungan hukum (sesuai dengan pasal 1313 perjanjian adalah perbuatan). Yang dimaksud dengan perjanjian kerja adalah suatu perjanjian di mana pihak yang satu (pekerja) mengikat diri untuk bekerja pada pihak yang lain (pengusaha) selama waktu tertentu dengan menerima upah (pasal 1601 huruf a KUHPerdata).
Pengertian perjanjian kerja menurut Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sifatnya lebih umum. Dikatakan lebih umum karena menunjuk pada hubungan antara pekerja dan pengusaha yang memuat syaratsyarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. Syarat kerja berkaitan dengan pengakuan terhadap serikat pekerja, sedangkan hak dan kewajiban para pihak salah satunya adalah upah disamping hak dan kewajiban lain yang akan dibicarakan secara tersendiri.
Lalu Husni (2003)
Pengertian perjanjian kerja berdasarkan UU No. 13 tahun 2003 ini tidak menyebutkan bentuk perjanjian kerja itu lisan atau tertulis, demikian juga mengenai jangka waktunya ditentukan atau tidak sebagaimana sebelumnya diatur dalam UU No. 25 tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan.
Lalu Husni (2003)
Suatu perjanjian kerja harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1. 2. 3. 4.
Ada orang di bawah pimpinan orang lain; Penunaian kerja; Jangka waktu; Ada upah.
Sementara itu, ketentuan Pasal 50 UU Ketenagakerjaan menetapkan bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya perjajian kerja antara pengusaha dengan pekerja/buruh.
M.G. Rood (pakar hukum perburuhan dari Belanda) menyatakan ada 4 unsur syarat dalam perjanjian kerja, yaitu : 1. 2. 3. 4.
Adanya unsur pekerjaan (work); Adanya unsur pelayanan (service); Adanya unsur waktu (time); Adanya unsur upah (pay).
B. Syarat Sah Perjanjian Kerja •
Sebagai bagian dari perjanjian pada umumnya, maka perjanjian kerja harus memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata.
•
Ketentuan ini juga tertuang dalam Pasal 52 ayat 1 Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa perjanjian kerja dibuat atas dasar : Kesepakatan kedua belah pihak; Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum; Adanya pekerjaan yang diperjanjikan; Pekerjaan yang diperjanjikan tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
1. 2. 3. 4.
•
Keempat syarat tersebut bersifat kumulatif artinya harus dipenuhi semuanya baru dapat dikatakan bahwa perjanjian tersebut sah.
•
Syarat kemauan bebas kedua belah pihak dan kemampuan atau kecakapan kedua belah pihak dalam membuat perjanjian dalam hukum perdata disebut sebagai syarat subyektif karena menyangkut mengenai orang yang membuat perjanjian, sedangkan syarat adanya pekerjaan yang diperjanjikan harus halal disebut sebagai syarat objektif karena menyangkut objek perjanjian itu batal demi hukum artinya dari semula perjanjian tersebut dianggap tidak pernah ada.
C. Bentuk dan Jangka Waktu Perjanjian Kerja
•
Perjanjian kerja dapat dibuat dalam bentuk lisan dan/atau tertulis (Pasal 51 ayat 1 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003).
•
Secara normatif bentuk tertulis menjamin kepastian hak dan kewajiban para pihak, sehingga jika terjadi perselisihan akan sangat membantu proses pembuktian.
•
Namun tidak dapat dipungkiri masih banyak perusahaan-perusahaan yang tidak atau belum membuat perjanjian kerja secara tertulis disebabkan karena ketidakmampuan sumber daya manusia maupun karena kelaziman, sehingga atas dasar kepercayaan membuat perjanjian kerja secara lisan.
Satu aspek penting dari perjanjian kerja ialah tidak diwajibkan untuk dituangkan dalam wujud tertulis. Ketentuan Pasal 51 ayat 1 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa perjanjian kerja dapat dibuat secara tertulis maupun lisan. Meskipun demikian, ketentuan Pasal 54 ayat 1 setidaktidaknya harus mencakup : • • • • • • • • •
nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha; nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh; jabatan, atau jenis pekerjaan; tempat pekerjaan; besarnya upah dan cara pembayaran; syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh; mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja; tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
•
Jangka waktu perjanjian kerja dapat dibuat untuk waktu tertentu bagi hubungan kerja yang dibatasi jangka waktu berlakunya, dan waktu tidak tertentu bagi hubungan kerja yang tidak dibatasi jangka waktu berlakunya atau selesainya pekerjaan tersebut.
•
Perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tertentu lazimnya disebut dengan perjanjian kerja kontrak atau perjanjian kerja tidak tetap. Status pekerjaannya adalah pekerjaan tidak tetap atau pekerja kontrak. Sedangkan untuk perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tidak tertentu biasanya disebut dengan perjanjian kerja tetap dan status pekerjaannya adalah pekerja tetap.
Perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tertentu harus dibuat secara tertulis (Pasal 57 ayat 1 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan). Ketentuan ini dimaksudkan untuk lebih menjamin atau terjaga hal-hal yang tidak diinginkan sehubungan dengan berakhirnya kontrak kerja. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak boleh mensyaratkan adanya masa percobaan.
•
Dalam Pasal 59 ayat 1 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 menyebutkan bahwa Perjanjian Kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu :
a. pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya; b. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun; c. pekerjaan yang bersifat musiman; atau d. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
D. Peraturan Perusahaan •
Peraturan Perusahaan adalah suatu peraturan yang dibuat tertulis yang memuat ketentuan-ketentuan tentang syarat-syarat kerja serta tata tertib perusahaan.
•
Peraturan perusahaan disusun oleh dan menjadi tanggung jawab dari pengusaha yang bersangkutan.
•
Peraturan perusahaan disusun dengan memperhatikan saran dan pertimbangan dari wakil pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan.
•
Kewajiban membuat peraturan perusahaan tidak berlaku bagi perusahaan yang telah memiliki perjanjian kerja bersama.
• Pasal 1 ayat 20 UU No. 13 tahun 2003 : Peraturan Perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan.
Pasal 111 ayat (1) UU No.13/2003 mengatur bahwa Peraturan Perusahaan sekurang-kurangnya memuat sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5.
hak dan kewajiban pengusaha; hak dan kewajiban pekerja/buruh; syarat kerja; tata tertib perusahaan; dan jangka waktu berlakunya Peraturan Perusahaan.
•
Pengusaha yang mempekerjakan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang pekerja/buruh wajib membuat Peraturan Perusahaan.
•
Peraturan Perusahaan mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi atau pejabat yang ditunjuk.
•
Namun, kewajiban pembuatan Peraturan Perusahaan tidak berlaku apabila perusahaan telah memiliki perjanjian kerja bersama. Adapun ketentuan di dalam Peraturan Perusahaan tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta tidak boleh lebih rendah dari peraturan perundang-undangan.
1. Ketentuan Khusus •
Beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan dalam pembuatan peraturan perusahaan adalah :
1. Wajib dibuat oleh pengusaha yang mempekerjakan 10 orang karyawan atau lebih. 2. Dalam pembuatannya pengusaha mengadakan konsultasi lebih dahulu dengan pekerja/pegawai Depnaker setempat. 3. Perusahaan yang telah mempunyai Perjanjian Kerja Bersama (PKB) tidak dapat menggantikannya dengan Peraturan Perusahaan. 4. Peraturan perusahaan sebelum diterapkan (berlaku) setelah mendapat pengesahan/kesaksian dari Departemen Tenaga Kerja cq. Dirjen Binawas untuk peraturan perusahaan yang berlaku di seluruh wilayah RI, dan Kadinas/Kasudinas Tenaga Kerja setempat untuk yang berlaku di wilayah tersebut. Tujuh hari setelah pengesahan peraturan perusahaan harus di sosialisasikan kepada seluruh karyawan. 5. Peraturan perusahaan berlaku paling lama 2 tahun dan dapat diperpanjang kembali.
2. Dasar Hukum •
Dasar hukum pembuatan peraturan perusahaan ini adalah :
1. Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 115; 2. Kepmenaker No. Kep. 48/Men/IV/2004 tentang Tata cara pembuatan dan pengesahan peraturan perusahaan (PP) serta pembuatan dan pendaftaran PKB. •
Pada umumnya penyusunan peraturan perusahaan sudah merupakan suatu hal yang standar, dimana beberapa ketentuan yang ada dalam perundangundangan ketenagakerjaan dimasukkan kedalam peraturan perusahaan, baru kemudian ditambahkan dengan hal-hal umum dan spesifik yang diperlukan perusahaan tersebut.
•
Pasal 11 ayat (3) UU No.13/2003 mengatur bahwa Peraturan Perusahaan berlaku paling lama 2 (dua) tahun dan wajib diperbaharui setelah habis masa berlakunya.
•
Perusahaan dapat mengubah Peraturan Perusahaan asalkan hal tersebut telah disepakati oleh para pekerja/buruh dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
•
Perubahan Peraturan Perusahaan harus mendapatkan pengesahan kembali dari Pejabat. Jika perubahan Peraturan Perusahaan tersebut tidak mendapat pengesahan maka perubahan terhadap Peraturan Perusahaan tersebut dianggap tidak ada.
E. Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
•
Perjanjian Kerja Bersama (PKB) adalah perjanjian yang disusun oleh pengusaha dan serikat pekerja yang telah terdaftar yang dilaksanakan secara musyawarah untuk mencapai mufakat.
•
Perjanjian kerja bersama adalah salah satu tugas yang paling penting dari serikat pekerja. Hal itu adalah sarana untuk menjamin bahwa pekerja menerima suatu pangsa setara dari produk nasional.
•
Namun perjanjian kerja bersama dimaksudkan untuk lebih daripada hanya sebagai instrumen yang dapat memperbaiki standar kehidupan pekerja secara material; gunanya juga untuk meningkatkan posisi sosial dari pekerja dan untuk melindungi kesehatan mereka.
Dalam 1 (satu) perusahaan hanya dapat dibuat 1 (satu) perjanjian kerja bersama yang berlaku bagi seluruh pekerja/buruh di perusahaan. Dalam hal di satu perusahaan hanya terdapat satu serikat pekerja/serikat buruh, maka serikat pekerja/serikat buruh tersebut berhak mewakili pekerja/buruh dalam perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama dengan pengusaha apabila memiliki jumlah anggota lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan.
•
Perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama berikutnya dapat dimulai paling cepat 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya perjanjian kerja bersama yang seeding berlaku. Dalam hal perundingan tidak mencapai kesepakatan maka perjanjian kerja bersama yang sedang berlaku, tetap berlaku untuk paling lama 1 (satu) tahun.
• DASAR HUKUM Dasar Hukum pembuatan PKB ini didasarkan kepada : •
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 115 yang mengatur tentang pembuatan dan pendaftaran Peraturan Perusahaan (PP) dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
•
Kepmenaker No. Kep. 48/Men/IV/2004 tentang tatacara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan (PP) serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
• KETENTUAN KHUSUS Ketentuan khusus dalam penyusunan PKB beberapa ketentuan harus diperhatikan : 1. Dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja yang telah terdaftar; 2. Didukung oleh sebagian besar pekerja di perusahaan tersebut; 3. Masa berlaku 2 tahun dan dapat diperpanjang; 4. Setiap perpanjangan PKB harus disetujui secara tertulis oleh pengusaha dan serikat pekerja serta diajukan 90 hari sebelum masa PKB berakhir; 5. Dibuat dengan surat resmi sekurang-kurangnya rangkap 3 (satu bundle diserahkan ke Depnaker untuk didaftarkan). 6. PKB yang telah disepakati dibubuhi tanggan dan ditandatangani oleh pengurus yang oleh anggota dasar diperbolehkan, jika diwakilkan harus ada surat kuasa; 7. Ketentuan PKB tidak boleh bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku.
•
PKB tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Pasal 124 ayat (3) UU No. 13/2003 mengatur bahwa apabila isi PKB bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku maka ketentuan yang bertentangan tersebut batal demi hukum dan yang berlaku adalah ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.
• Dalam satu perusahaan hanya dapat dibuat 1 (satu) PKB yang berlaku bagi seluruh pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan. • Pertanyaan : Bagaimana jika suatu perusahaan memiliki cabang ?
•
Apabila perusahaan memiliki cabang maka dibuat PKB induk yang berlaku di semua cabang perusahaan atau dapat dibuat PKB turunan yang berlaku di masing-masing cabang perusahaan.
•
PKB induk memuat ketentuan-ketentuan yang berlaku umum di seluruh cabang perusahaan dan PKB turunan memuat pelaksanaan PKB induk yang disesuaikan dengan kondisi cabang perusahaan masing-masing. Dalam hal PKB induk telah berlaku di perusahaan namun dikehendaki adanya PKB turunan di cabang perusahaan, maka selama PKB turunan belum disepakati tetap berlaku PKB induk.
• KETENTUAN UMUM 1. PKB sekurang-kurangnya memuat : a. Hak dan kewajiban pengusaha; b. Hak dan kewajiban serikat pekerja; c. Tata tertib perusahaan; d. Jangka waktu berlakunya PKB; e. Tanggal mulai berlakunya PKB; f. Tanda tanggan para pihak yang membuat.
2. Dalam hal perubahan PKB perlu diperhatikan sebagai berikut : • • •
Keinginan untuk melakukan perubahan tersebut oleh para pihak harus diajukan secara tertulis; Perubahan PKB harus dilakukan berdasarkan Perjanjian Bersama secara tertulis antara pengusaha dan pekerja; Perubahan PKB yang diperjanjikan kedua belah pihak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari PKB yang sedang berlaku.
3. Para Pihak yang terikat dengan PKB •
Para pihak yang terikat dengan PKB adalah pihak-pihak yang membuatnya yaitu serikat pekerja/pekerja dan pengusaha.
4. Tahap Pembuatan PKB Dalam pembuatan PKB dibagi beberapa tahap yaitu : 1. Serikat pekerja/buruh dan pengusaha menunjuk team perunding pembuat PKB secara resmi dengan surat kuasa yang ditandatangani pimpinan masing-masing; 2. Permusyawaratan PKB dalam perundingan Bipartit harus selesai dalam waktu 30 hari; 3. Apabila dalam waktu 30 hari perundingan Bipartit belum selesai, maka salah atau kedua belah pihak wajib melaporkan secara tertulis ke Departemen Tanag Kerja setempat untuk diperantarai;
4. Apabila dalam waktu 30 hari pegawai perantara tidak dapat menyelesaikan pembuatan PKB, maka pegawai perantara melaporkan secara tertulis ke Menteri Tenaga Kerja; 5. Menteri Tenaga Kerja menetapkan langkah-langkah penyelesaian pembuatan PKB, dengan memperhatikan hasil musyawarah tingkat Bipartit dan perantara paling lama 30 hari. 6. Tempat perundingan pembuatan PKB dilaksanakan di kantor pengusaha/serikat pekerja atau ditempat lain yang telah disepakati tingkat Bipartit. 7. Biaya permusyawaratan PKB ditanggung pengusaha kecuali jika serikat pekerja telah dianggap mampu maka ditanggung bersama.
•
Ketentuan dalam perjanjian kerja bersama tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal isi perjanjian kerja bersama bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka ketentuan yang bertentangan tersebut batal demi hukum dan yang berlaku adalah ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.
• Jika ada ketentuan dalam PKB yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan maka PKB itu maka batal demi hukum. Ketentuan dalam PKB dibatalkan maka yang berlaku adalah peraturan perundang-undangan terkait.
Agus Suhermanu, 2014
• Misalnya, para pihak sepakat untuk mengatur cuti hamil. Lantas, PKB menyaratkan cuti hamil baru dapat diperoleh pekerja setelah bekerja minimal dua tahun. Padahal, syarat itu tidak diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam kasus semacam ini, ketentuan PKB yang mengatur tentang cuti hamil itu batal demi hukum.
Terima Kasih Rizky Dwi Pradana, M.Si