Rusli : Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama
PERATURAN PERUSAHAAN DAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA Hardijan Rusli
ABSTRACT Internal Enterprise Regulations are outlined in the Minister of Manpower, Transmigration and Cooperatives Regulation No. Per.02/Men./1978 about "Internal Enterprise Regulations and Negotiations on the Formulation of Labor Contract" and Act (UU) No. 13/2003. This regulation states that Internal Enterprise Regulations are written stipulations outlining both work requirements and conduct within the workplace. Every enterprise with a workplace of 10 or more emploryees is required to formulate Internal Enterprise Regulations. Collective Labor Agreement (Perjanjian (atau Kesepakatan) Kerja Bersama) is a legal alternative to Internal Enterprise Regulations where the enterprise has union. The shift from the implementation of Internal Enterprise Regulations to the implementation of Collective Labor Agreements is regulated in a letter from the Director General of Inspections and Supervision (Binawas) No. B.444.BW/1995 on upgrading Internal Enterprise Regulations to Collective Labor Agreements. Internal Enterprise Regulations and Collective Labor Agreements should act as reference documents, regulating the rights and responsibilities of both employers and employees. Collective Labor Agreements as well as Internal Enterprise Regulations can become the most important reference materials to overcome complaints, differences of opinion, and industrial disputes between employers and employees. Aside from the similarities, there are also differences between Internal Enterprise Regulations and Collective Labor Agreements. This article is about what Internal Enterprise Regulations and Collective Labor Agreements. Keywords: Internal Enterprise Regulations, Collective Labor Agreements, Enterprise, Union, Employer, Employee, Rights and Responsibilities, Reference Materials, Industrial Disputes, Complaints. 48
Law Review. Fakultas Hukwn Universitas Pelita Harapan, Vol. Ill, No.2, Nop. 2003
Rusli : Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama
Peraturan Perusahaan Peraturan perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan. Peraturan perusahaan wajib dibuat oleh pengusaha yang mempekerjakan pekerja sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang kecuali perusahaan tersebut telah mempunyai perjanjian kerja bersama (pasal 108 UU No. 13 Tahun 2003). Peraturan perusahaan menjadi tanggung jawab dari dan disusun oleh pengusaha dengan memperhatikan saran dan pertimbangan dari wakil pekerja di perusahaan yang bersangkutan. Barangsiapa yang melanggar kewajiban membuat peraturan perusahaan ini adalah merupakan pelanggaran yang diancam dengan sanksi pidana denda paling sedikit Rp. 5.000.000.- (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp. 50.000.000.- (lima puluh juta rupiah) (pasal 188 UU No. 13 Tahun 2003). Peraturan perusahaan mulai berlaku setelah disahkan oleh Menaker atau pejabat yang ditunjuk
dan Menaker atau pejabatnya harus sudah memberikan pengesahan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) had kerja sejak naskah peraturan perusahaan diterima (pasal 108 ayat 1 dan 112 ayat 1 UU No. 13 Tahun 2003). Dalam hal Menaker atau pejabat yang ditunjuk, dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja, belum mengesahkan peraturan perusahaan sudah sesuai dengan ketentuan maka peraturan perusahaan dianggap telah mendapatkan pengesahan. Peraturan perusahaan yang belum memenuhi ketentuan atau persyaratan harus diberitahukan oleh Menaker atau pejabatnya secara tertulis kepada pengusaha untuk diperbaiki. Pengusaha, dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal pemberitahuan diterima oleh pengusaha wajib menyampaikan kembali peraturan perusahaan yang telah diperbaiki kepada Menaker atau pejabatnya. Perjanjian Kerja Bersama Perjanjian kerja bersama kiranya merupakan pengganti istilah Kesepakatan Kerja
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. Ill, No.2, Nop. 2003
49
Rusli : Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama
Bersama (K.K.B.) yang istilah awalnya adalah perjanjian perburuhan.
kerja bersama tersebut. (pasal 132 ayat 1 UU No. 13 Tahun 2003).
Perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja atau beberapa serikat pekerja yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan (Depnaker) dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syaratsyarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.
Perjanjian kerja bersama setelah ditanda tangani oleh para pihak selanjutnya perjanjian kerja bersama itu didaftarkan oleh pengusaha pada instansi Depnaker (pasal 132 ayat 2 UU No. 13 Tahun 2003).
Pihak-pihak dalam perjanjian kerja bersama adalah: Pihak I ialah serikat pekerja atau beberapa serikat pekerja yang tercatat (resmi), dan Pihak II ialah pengusaha atau beberapa/perkumpulan pengusaha. Perjanjian kerja bersama disusun secara musyawarah atau perundingan dan dibuat secara tertulis dengan huruf latin dan bahasa Indonesia. Perjanjian kerja bersama mulai berlaku pada hari penandatanganan kecuali ditentukan Iain dalam perjanjian 50
Dalam hal perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama tidak mencapai kesepakatan maka penyelesaiannya dilakukan melalui prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Dalam satu perusahaan hanya dapat dibuat 1 (satu) perjanjian kerja bersama yang berlaku bagi seluruh pekerja di perusahaan. Syarat serikat pekerja yang dapat mewakili pekerja dalam pembuatan perjanjian kerja bersama adalah: A. Dalam hal di satu perusahaan hanya terdapat satu serikat pekerja, maka serikat pekerja yang dapat mewakili pekerja adalah serikat pekerja yang memiliki jumlah anggota lebih dari 50
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. Ill, No.2, Nop. 2003
Rusli : Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama
% (lima puluh persen) dari jumlah seluruh pekerja di perusahaan yang bersangkutan (pasal 119ayat 1 UU No. 13 Tahun2003). Syarat ini tidak berlaku untuk perpanjangan atau perbaharui perjanjian kerja bersama (pasal 130 ayat 1 UU No. 13 Tahun 2003). Bila serikat pekerja itu tidak memiliki jumlah anggota lebih dari 50 % (lima puluh persen) dari jumlah seluruh pekerja, maka serikat pekerja dapat mewakili pekerja dalam perundingan perjanjian kerja bersama dengan cara mendapatkan dukungan lebih dari 50 % (lima puluh persen) dari jumlah seluruh pekerja melalui pemungutan suara. Seandainya setelah melalui pemungutan suara masih tidak tercapai dukungan lebih 50 % (lima puluh persen) dari seluruh pekerja maka serikat pekerja yang bersangkutan dapat mengajukan kembali permintaan untuk merundingkan perjanjian kerja bersama dengan pengusaha setelah melampaui jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung
sejak dilakukannya pemungutan suara dengan prosedur yang tersebut di atas. Pemungutan suara diselenggarakan oleh panitia yang terdiri dari: a. wakil-wakil pekerja dan b. pengurus serikat pekerja dengan disaksikan oleh pejabat Depnaker dan pengusaha. B. Dalam hal di satu perusahaan terdapat lebih dari 1 (satu) serikat pekerja maka yang berhak mewakili pekerja melakukan perundingan dengan pengusaha adalah serikat pekerja yang jumlah keanggotaannya lebih dari 50 % (lima puluh persen) dari seluruh jumlah pekerja (pasal 120 ayat 1 UU No. 13 Tahun 2003). Perpanjangan dan pembaharuan perjanjian kerja bersama diwakili oleh serikat pekerja yang mempunyai jumlah anggota lebih dari 50 % (lima puluh persen) dan seandainya yang mempunyai anggota lebih tersebut bukan serikat pekerja yang semula membuat perjanjian kerja
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. Ill, No.2, Nop. 2003
51
Rusli : Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama
bersama itu maka serikat pekerja yang merupakan pembuat awal itu diikut sertakan bersama dengan serikat pekerja yang mempunyai jumlah anggota lebih dari 50 % tersebut. Bila tidak ada serikat pekerja yang memiliki jumlah anggota melebihi 50 % (lima puluh persen) maka serikat pekerja dapat melakukan koalisi sehingga tercapai jumlah lebih dari 50 % (lima puluh persen) dari seluruh jumlah pekerja di perusahaan tersebut (pasal 120 ayat 2 UU No. 13 Tahun 2003). Ketentuan ini juga berlaku untuk pembaharuan dan perpanjangan perjanjian kerja bersama (pasal 130 ayat 3 UU No. 13 Tahun 2003). Seandainya melalui koalisi sekalipun belum tercapai jumlah anggota yang melebihi 50 % (lima puluh persen) maka para serikat pekerja membentuk tim perunding yang keanggotaannya ditentukan secara proporsional berdasarkan jumlah anggota masing-masing serikat pekerja. Ketentuan ini juga 52
Law Review, Fakultas Hukum Uni
berlaku untuk pembaharuan dan perpanjangan perjanjian kerja bersama (pasal 130 ayat 3 UU No. 13 Tahun 2003). Masa berlakunya perjanjian kerja bersama paling lama 2 (dua) tahun dengan dapat diperpanjang masa berlakunya paling lama 1 (satu) tahun bedasarkan kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan serikat pekerja. Masa berlaku perjanjian kerja bersama tetap berlaku sampai habis masa berlakunya walaupun serikat kerja bubar atau perusahaan mengalami pengalihan kepemilikan (pasal 131 ayat 1 UU No. 13 Tahun 2003). Dalam hal terjadi penggabungan perusahaan (merger) dan masing-masing perusahaan mempunyai perjanjian kerja bersama maka perjanjian kerja bersama yang berlaku adalah perjanjian kerja bersama yang lebih menguntungkan pekerja (pasal 131 ayat 2 UU No. 13 Tahun 2003). Tetapi bila penggabungan perusahaan terjadi antara perusahaan yang mempunyai perjanjian kerja bersama dengan perusahaan yang tidak mempunyai perjanjian kerja bersama maka •as Pelita Harapan, Vol. Ill, No.2, Nop. 2003
Rusli : Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama
perjanjian kerja bersama yang ada tetap berlaku sampai masa berlakunya habis. Perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama berikutnya dapat dimulai paling cepat 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya perjanjian kerja bersama yang sedang berlaku. Dalam hal perundingan tidak mencapai kesepakatan maka perjanjian kerja bersama yang sedang berlaku tetap berlaku untuk paling lama 1 (satu) tahun. Perjanjian kerja bersama paling sedikit memuat: a. hak dan kewajiban pengusaha; b. hak dan kewajiban serikat pekerja serta pekerja; c. jangka waktu dan tanggal berlakunya perjanjian kerja bersama; d. tanda tangan para pihak pembuat perjanjian kerja bersama. Ketentuan dalam perjanjian kerja bersama tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dalam hal isi perjanjian kerja bersama bertentangan, maka ketentuan yang bertentangan
tersebut batal demi hukum dan yang berlaku adalah ketentuan dalam peraturan perundang-undangan (pasal 124 UU No. 13 Tahun 2003). Dalam hal kedua pihak sepakat mengadakan perubahan perjanjian kerja bersama maka perubahan tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian kerja bersama yang sedang berlaku. Kewajiban pengusaha dan serikat pekerja dan pekerja adalah melaksanakan ketentuan yang ada dalam perjanjian kerja bersama, serta pengusaha dan serikat pekerja mempinyai kewajiban untuk memberitahukan isi perjanjian kerja bersama atau perubahannya kepada seluruh pekerja. Pengusaha harus mencetak dan membagikan naskah perjanjian kerja bersama kepada setiap pekerja. Sanksi atas tidak tidak dicetak dan tidak dibagikannya naskah perjanjian kerja bersama adalah berupa sanksi administrasi oleh Menaker atau pejabat yang ditunjuk (pasal 190 UU No. 13 Tahun 2003).
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. HI, No.2, Nop. 2003
53
Rusli : Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama
Sanksi administrasi dapat berupa: tegoran, peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha, pembatalan persetujuan, pembatalan pendaftaran, penghentian sementara atau seluruh alat produksi sampai ke pencabutan izin. Pengusaha dilarang mengganti perjanjian kerja bersama dengan peraturan perusahaan selama di perusahaan yang bersangkutan masih ada serikat pekerja. Seandainya serikat pekerja sudah tidak ada lagi diperusahaan tersebut maka peraturan perusahaan yang menggantikan perjanjian kerja bersama tidak boleh menetapkan lebih rendah dari apa yang telah ditentukan dalam perjanjian kerja bersama (pasal 129 UU No. 13 Tahun 2003). Pelaksanaan Tata Cara Pembuatan Kesepakatan Kerja Bersama Pelaksanaan tata cara pembuatan Kesepakatan Kerja Bersama (UU NO. 13 Tahun 2003 telah diubah istilahnya menjadi Perjanjian Kerja Bersama) diatur 54
dalam Peraturan Menaker No. PER-01/MEN/85. Dalam Lampiran I Peraturan Menaker tersebut terdapat Pola Umum Kesepakatan Kerja Bersama seperti berikut: 1. Mukadimah; 2. Pihak-pihak yang membuat kesepakatan; 3. Ketentuan umum; 4. Hubungan kerja; 5. Hari kerja dan jam kerja; 6. Pembebasan dari kewajiban untuk bekerja; 7. Pengupahan; 8. Perawatan dan pengobatan; 9. Keselamatan dan kesehatan kerja; 10. Jaminan sosial dan kesejahteraan tenaga kerja; 11. Program peningkatan keterampilan; 12. Tata tertib kerja; 13. Penyelesaian keluh kesah; 14. Pemutusan hubungan kerja; 15. Masa berlaku, Perubahan dan Perpanjangan; 16. Ketentuan penutup. Mukadimah Dalam Mukadimah Kesepakatan Kerja Bersama diberikan uraian singkat tentang:
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. Ill, No.2, Nop. 2003
Rusli : Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama
Kesepakatan Bersama antara Karyawan dan Pengusaha untuk melaksanakan Hubungan Industrial Pancasila dalam rangka menciptakan hubungan kerja yang serasi, aman, mantap, tenteram dan dinamis, ketenagaan kerja dan perbaikan kesejahteraan karyawan, kelangsungan usaha, kepastian hak dan kewajiban masing-masing peserta produksi; b. Ikut serta membina dan mengembangkan kemampuan dan keterampilan tenaga kerja dalam rangka peningkatan produksi dan produktivitas kerja yang pada akhirnya untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan, serta perlunya perencanaan ketenagakerjaan di lingkungan perusahaan dalam rangka partisipasi masyarakat industri sesuai kebutuhan perusahaan dan Pembangunan Nasional.
berlaku terhadap golongan pekerja/karyawan mana saja; b. berlaku terhadap tingkat/ golongan, cabang-cabang perusahaan atau tidak. 2. Kewajiban para pihak; 3. Pengakuan hak-hak Perusahaan dan Serikat Pekerja; 4. dan sebagainya.
Ketentuan uinu m
Perbedaannya adalah: 1. Peraturan perusahaan wajib dibuat oleh pengusaha yang mempekerjakan sekurangkurangnya 10 (sepuluh) orang, sedangkan perjanjian kerja
a.
Dalam ketentuan umum dimuat tentang: 1. Luasnya perjanjian, antara lain:
a.
Bagian yang lainnya kiranya dibuat sesuai dengan ketentuan undang-undang ketenagakerjaan yang baru yaitu UU No. 13 Tahun 2003. Persamaan dan Perbedaan Peraturan Perusahaan Dengan Perjanjian Kerja Bersama Persamaan peraturan perusahaan dengan perjanjian kerja bersama adalah sama-sama memuat tentang syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak serta tata tertib perusahaan.
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. Ill, No.2, Nop. 2003
55
Rusli : Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama
bersama dibuat oleh serikat pekerja dengan pengusaha; 2. Peraturan perusahaan perlu pengesahan dari Menaker atau pejabat yang ditunjuk, sedangkan perjanjian kerja bersama tidak memerlukan pengesahan tersebut; 3. Peraturan perusahaan dibuat oleh perusahaan baik yang mempunyai serikat pekerja maupun yang tidak mempunyai serikat pekerja, sedangkan perjanjian kerja bersama dibuat hanya oleh perusahaan yang mempunyai serikat pekerja. 4. Peraturan perusahaan dapat digantikan dengan perjanjian kerja bersama bila serikat pekerja di perusahaan trersebut menghendaki perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama, sedangkan perjanjian kerja bersama tidak boleh digantikan dengan peraturan perusahaan selama masih ada serikat pekerjanya. Perjanjian kerja bersama adalah merupakan istilah baru dari Kesepakatan Kerja Bersama (K.K.B.). 56
Peraturan perusahaan sekurangkurangnya memuat: a. hak dan kewajiban pengusaha; b. hak dan kewajiban pekerja; c. syarat kerja; d. tata tertib perusahaan; e. jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan. Ketentuan dalam peraturan perusahaan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal ini berarti bahwa ketentuan dalam peraturan perusahaan tidak boleh lebih rendah kualitas atau kuantitasnya dari peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bila bertentangan maka yang berlaku adalah ketentuan peraturan perundang-undangan. Intinya adalah bahwa ketentuan dalam peraturan perusahaan dibandingkan dengan peraturan perundang-undangan, tidak boleh merugikan pekerja. Masa berlaku peraturan perusahaan paling lama 2 (dua) tahun dan wajib diperbaharui setelah habis masa berlakunya. Barangsiapa yang melanggar kewajiban memperbaharui peraturan perusahaan yang habis masa berlakunya diancam dengan
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. Ill, No.2, Nop. 2003
Rusli : Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama
sanksi pidana denda paling sedikit Rp. 5.000.000.- (limajutarupiah) dan paling banyak Rp. 50.000.000.- (lima puluh juta rupiah) (pasal 188 UU No. 13 Tahun 2003). Selama masa berlakunya peraturan perusahaan, pengusaha wajib melayani pembuatan perjanjian kerja bersama bila serikat pekerja di perusahaan menghendaki perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama (pasal 111 ayat 4 UU No. 13 Tahun 2003). Dalam hal perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama tidak mencapai kesepakatan, maka peraturan perusahaan tetap berlaku sampai habis jangka waktu berlakunya. Peraturan perusahaan sebelum habis masa berlakunya hanya dapat diubah atas dasar kesepakatan antara pengusaha dan wakil pekerja dan perubahan peraturan
perusahaan ini harus mendapat pengesahan dari Menaker atau pejabat yang ditunjuk. Pengusaha wajib memberi-tahukan dan menjelaskan isi serta memberikan naskah peraturan perusahaan atau perubahannya kepada pekerja. (pasal 114 UU No. 13 Tahun 2003). Pemberitahuan dilakukan dengan cara membagikan salinan peraturan perusahaan kepada setiap pekerja, menempelkan di tempat yang mudah dibaca oleh para pekerja atau memberikan penjelasan langsung kepada pekerja. Barangsiapa yang melanggar kewajiban memberitahukan dan menjelaskan isi serta memberikan naskah peraturan perusahaan diancam dengan sanksi pidana denda paling sedikit Rp. 5.000.000.- (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp. 50.000.000.(lima puluh juta rupiah) (pasal 188 UU No. 13 Tahun 2003).
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. Ill, No.2, Nop. 2003
57