HUBUNGAN ANTARA PERAN KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI DENGAN PENGEMBANGAN USAHATANI ANGGOTA Studi Kelompok Tani Sauyunan Desa Iwul Kecamatan Parung Kabupaten Bogor Jawa Barat
NAVALINESIA RELAMARETA I34070068
Dosen: Dr. Ir. Saharuddin, M.Si.
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
ABSTRAK
Agricultural sector is the most relevant topic to be discussed in Indonesia because of their significant contribution to the economic development in this country. Farmers is the powerless side in this country. Actually, institutional approach have been a fundamental component in agriculture and rural development programs. But, too many benefits can be contributed by studied Farmer Group, but in fact, Farmer Group have uncapability to face market among others due to the weakness of Farmer Group in financial, and accessing information. This research tells about the performance of Farmers Group, Farmers Group roles, networking, group activity and facitily. The method used in this study are quantitative and qualitative approach. Quantitative data collected by interviewing people with questionnaires. Whereas, qualitative data collected by interviewing the tutor about partnership tutorial act. The role of farmers group of agriculture can be held by match this act with the performance of farmers group. It can give some benefit to increase the productivity of agriculture.
Keywords: Social Institutional, Farmers group alliance, roles and performance of farmers group alliance.
RINGKASAN
NAVALINESIA RELAMARETA. HUBUNGAN ANTARA PERAN KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI DENGAN PENGEMBANGAN USAHATANI ANGGOTA, Studi Kelompok Tani Sauyunan Desa Iwul Kecamatan Parung Kabupaten Bogor Jawa Barat. (Di bawah bimbingan SAHARUDDIN) Pengorganisasian petani kedalam bentuk kelompok tidak sertamerta dapat dijadikan solusi untuk keberhasilan kebijakan pembangunan dalam sektor pertanian serta tercapainya kesejahteraan petani dan atau masyarakat golongan bawah. Banyak lembaga-lembaga pertanian yang dibentuk baik dalam bentuk kelompok maupun gabungan kelompok juga tidak menghasilkan seperti yang diinginkan. Pengembangan lembaga selama ini dilakukan lebih banyak untuk kepentingan pembangunan, bukan untuk kepentingan masyarakat. Lembaga yang dibentuk bukan berdasarkan “kemauan dan kebutuhan” petani, tetapi lebih mengarah pada kebutuhan administrasi proyek, hingga masyarakat merasa tidak punya kepentingan dengan apa yang dilakukan, sekalipun namanya adalah pembangunan. Kelompok Tani Sauyunan merupakan kelompok tani yang menaungi para petani di Desa Iwul Kecamatan Parung Kabupaten Bogor Jawa Barat. Kelompok tani ini dibentuk atas kesadaran para petani sendiri, agar mereka memiliki kekuatan yang mandiri dan kebutuhan mereka untuk mendapatkan legitimasi dalam penggarapan lahan bukan milik yang umum dilakukan petani di Desa Iwul. Petani yang ada di Desa Iwul merupakan petani palawija dengan komoditas hasil pertanian utamanya adalah singkong. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sejauhmana kelompok tani yang dibentuk dan tumbuh dari kesadaran masyarakat dapat berperan sesuai dengan fungsi dan tujuan dibentuknya kelompok tani tersebut, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan bagi anggotanya. Tujuan penelitian tersebut hanya dapat terjawab apabila telah dilakukan beberapa hal sebagai berikut: (1) mengidentifikasi peran kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan dalam mendorong pengorganisasian kegiatan produksi, distribusi dan konsumsi bagi
usahatani anggotanya. (2) menganalisis sejauh mana peran kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan dalam mendorong pengorganisasian kegiatan produksi, distribusi
dan
konsumsi
bagi
usahatani
anggota
berhubungan
dengan
pengembangan usahatani anggotanya serta (3) mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat mendorong keberhasilan kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan dalam pengorganisasian kegiatan produksi, distribusi dan konsumsi bagi usahatani anggotanya. Penelitian ini menggunakan metode survai dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif dilakukan dengan metode wawancara mendalam kepada pengurus kelembagan Kelompok Tani Sauyunan, pengelola PT. Telaga Kahuripan serta aparat desa setempat. Sementara, pendekatan kuantitatif dilakukan dengan instrumen penelitian berupa kuesioner yang diisi dengan melakukan wawancara dengan responden. Kuesioner yang digunakan merupakan kumpulan pertanyaan mengenai variabel penelitian yang diukur dengan menggunakan skala berdasarkan rataan skor. Keseluruhan variabel yang diukur secara kuantitatif dalam penelitian ini merupakan variabel berskala ordinal. Data yang dikumpulkan selanjutnya diolah secara statistik deskriptif melalui Uji Korelasi Spearman dengan mengunakan software SPSS for Windows Versi 16.0 dan Microsoft Exel 2007. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat keberperanan kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan masih belum optimal dalam mendorong pengembangan usahatani anggota. Keragaan yang dimiliki kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan memiliki hubungan positif dengan keberperanan kelembagaan kelompok tani dalam mengembangkan usaha pertanian petani anggota kelompok. Keragaan kelembagaan kelompok tani memiliki keragaan yang cukup baik, namun karena cangkupan dalam melayani petani anggotanya belum luas, sehingga hal ini ikut pula mempengaruhi sebagian besar kegiatan usaha tani yang dijalankan oleh petani anggota kelompok.
HUBUNGAN ANTARA PERAN KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI DENGAN PENGEMBANGAN USAHATANI ANGGOTA Studi Kelompok Tani Sauyunan Desa Iwul Kecamatan Parung Kabupaten Bogor Jawa Barat
Oleh: NAVALINESIA RELAMARETA I34070068
SKRIPSI Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh:
Nama Mahasiswa
:
Navalinesia Relamareta
NRP
:
I34070068
Program Studi
:
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Judul Skripsi
: Hubungan Antara Peran Kelembagaan Kelompok Tani dengan Pengembangan Usahatani Anggota (Studi Kelompok Tani Sauyunan Desa Iwul Kecamatan Parung Kabupaten Bogor Jawa Barat)
dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Saharuddin, M.Si. NIP. 19641203 199303 1 001 Mengetahui, Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS. NIP. 19550630 198103 1 003 TanggalPengesahan:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “HUBUNGAN ANTARA PERAN KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI DENGAN PENGEMBANGAN USATANI ANGGOTA; STUDI KELOMPOK TANI SAUYUNAN DESA IWUL KECAMATAN PARUNG KABUPATEN BOGOR
JAWA
BARAT”
BELUM
PERNAH
DIAJUKAN
PADA
PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, Februari 2011
Navalinesia Relamareta I34070068
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Navalinesia Relamareta dilahirkan di Tuban pada tanggal 26 Maret 1989. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara yang lahir dari pasangan Bapak Bambang Hutomo dan Ibu Dyah Lisdiana Wardany. Pendidikan formal ditempuh penulis di TK. Tunas Wijaya pada tahun 1993-1995, SD Percobaan Langkai VI Palangka Raya pada tahun 1995-2001, SLTP Negeri 5 Bogor pada tahun 2001-2004, dan SMA Negeri 3 Bogor pada tahun 2004-2007. Pada tahun 2007, penulis menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Selama menjadi mahasiswa di IPB, penulis juga aktif dalam kegiatan kemahasiswaan, yakni staf Event Organizer (2008-2009) pada UKM Music Agriculture X-pression (MAX) dan staf Public Relation (2008-2009) dan staf Research and Development (2009-2010) pada Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (HIMASIERA). Penulis juga dipercaya untuk terlibat dalam berbagai kepanitiaan, diantaranya sebagai koordinator humas ALFAMAX, koordinator acara ETNIX dan berbagai kepanitiaan lainnya. Sebagai bentuk pengabdian terhadap bidang pendidikan, penulis menjalankan amanah menjadi Asisten Dosen Mata Kuliah Sosiologi Umum (2010) dan Asisten Dosen Mata Kuliah Pengantar Ilmu Kependudukan (2010).
KATA PENGANTAR Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya, sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Skripsi yang berjudul “Hubungan Antara Peran Kelembagaan Kelompok Tani dengan Pengembangan Usahatani Anggota; Studi Kasus Kelompok Tani Sauyunan Desa Iwul Kecamatan Parung Kabupaten Bogor Jawa Barat” ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan pemahaman tertulis terhadap konsep mengenai kelembagaan pada sektor pertanian. Penulisan Skripsi ini merupakan syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Allah SWT, atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa juga kepada pihak-pihak yang telah berjasa dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu: 1. Dr. Ir. Saharuddin, M.Si. selaku dosen pembimbing studi pustaka dan skripsi atas bimbingan, arahan, dan sarannya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi pustaka dan skripsi. 2. Ir. Yatri Indah Kusumastuti, M.S dan Ir. Hadiyanto, M.Si, atas kesediaannya
menguji
penulis
dan
memberikan
saran
yang
membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. 3. Kedua orang tua, Kol CBA Ir. Bambang Hutomo MA dan Dyah Lisdiana Wardany Bsc, kedua eyang penulis (Alm) Aris kuncoro dan Soenarlien serta kedua kakak penulis Navalita Relaseptana S.hut dan Rudy Iskadarsyah Putra S.hut yang telah mencurahkan begitu banyak kasih sayang, perhatian, motivasi dan semangat bagi penulis selama masa penyelesaian skripsi ini. 4. Kepada seluruh anggota Kelompok Tani Sauyunan yang telah bersedia memberikan informasi kepada penulis serta kepada bapak Mahruf sekeluarga yang telah membantu penulis selama masa penelitian, juga kepada Ketua Kelompok Tani Sauyunan, PPL&PPK Desa Iwul dan aparat Desa Iwul, untuk informasi dan datanya.
5. Kepada Fasilitator kelurahan PNPM Mandiri Desa Iwul mbak Bariah, mas Kindy, mas Han, juga kepada Ibu Susi dan Bapak Uang untuk informasi serta bantuan yang sangat berarti bagi penulis. 6. Kepada staf tata usaha Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Khususnya kepada Mbak Maria dan Mbak Icha untuk doa dan kesediaanya untuk membantu. 7. Sahabat-sahabat tersayang, Laila Sakina, Rizka Silvani Diansein, Asri Sulistyawati, Dimitra Liani, Fera Indira dan Bio Hapsari Larasati. 8. Christian Wijaya Saputra, sebagai “sahabat” terindah bagi penulis, untuk kesediaannya menjadi enumerator, menjadi seksi sibuk antar jemput penulis selama masa penelitian, dan terlebih untuk kasih sayang, kesabaran, perhatian serta motivasi yang telah diberikan kepada penulis. 9. Sahabat-sahabat dalam petualangan ke Tangerang. Karina Swedyanti, Novia Putri S.E, Andra Putriana, Ripna, Laras Sirly S dan Rajib Gandi. 10. Sahabat-sahabat dalam petualangan menelurusi asal-usul tebu telur dan sambal honje. Dewi ‘vivi’, Ma’ri, Faris Priyanto, Zulfiana, 11. Sahabat-sahabat PEPP, Syifa, Intan, Yudha, Dina, Nendy dan Konny. 12. Sahabat-sahabat di tim proyek P2WKSS, Rizki Humaira, Trimarlita, Lukma Hakim, Zessy, Novika, Mbak Dian dan Linda untuk segala motivasi dan kebersamaannya. Tidak lupa pula kepada bapak Sofyan Sjaf yang telah memberikan kesempatan dan pelajaran yang berharga kepada penulis. 13. Sahabat-sahabat teater Uptodate Yoshinta M, Ahmad Aulia Arsyad, Wira Adiguna, Haidar Albakry, Astri Lestari dan lainnya. 14. Sahabat “Jingga” Dwi Ratih, Novika, Indah Septiana, Windy Siregar, Sarah Janette, Sadewi, Yunita, Dhanty dan Selvi untuk semua cerita bahagia, kasih sayang, dukungan dan doanya. 15. Sahabat-sahabat KPM44 lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terutama untuk sahabat akselerasi Maya Samiya, Zuhaida, Isma Rosyida, Nendy, Geidy dan teman-teman lainnya atas bantuan dan dukungannya.
16. Muhammad Azis, Muhammad Iqbal Banna, Yayan Saryani dan Parthogi S. atas bantuan dan doanya. 17. Semua pihak yang telah memberikan dorongan, doa, semangat, bantuan dan kerjasama selama pengerjaan skripsi ini. Penulis
menyadari
bahwa
penulisan
skripsi
ini
masih
banyak
kekurangannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk hal yang lebih baik. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan, terutama untuk diri penulis. Amin. Bogor, Februari 2011
Navalinesia Relamareta I34070068
xii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ............................................................................................................... xii DAFTAR TABEL ....................................................................................................... xv DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xvii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah Penelitian ............................................................................ 3 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................................. 4 1.4 Kegunaan Penelitian ............................................................................................ 5
BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka ................................................................................................... 6 2.1.1 Konsep Kelembagaan Pertanian ................................................................. 6 2.1.2 Konsep Peranan .......................................................................................... 9 2.2 Kerangka Pemikiran ............................................................................................ 13 2.3 Hipotesis Penelitian ............................................................................................ 15 2.4 Definisi Operasional ........................................................................................... 17 2.4.1 Keragaan Kelompok Tani ......................................................................... 17 2.4.2 Peranan Kelembagaan Kelompok Tani .................................................... 18 2.4.2.1 Pengorganisasian Kegiatan Produksi .......................................... 19 2.4.2.2 Pengorganisasian Kegiatan Distribusi ........................................ 19 2.4.2.3 Pengorganisasian Kegiatan Konsumsi ........................................ 20 2.4.3 Pengembangan Usahatani Anggota .......................................................... 22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ............................................................................................... 25 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................................. 25 3.3 Teknik Pengambilan Sampel ............................................................................... 26 3.4 Teknik Pengumpulan Data ................................................................................... 27
xiii
3.5 Teknik Analisis Data............................................................................................ 28
BAB IV PROFIL KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI SAUYUNAN DAN KOMUNITAS DESA IWUL 4.1 Profil Kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan .................................................. 29 4.2 Profil Desa Iwul Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor ..................................... 32 4.2.1 Kondisi Geografis dan Administratif ....................................................... 32 4.2.2 Keadaan Penduduk ................................................................................... 33 4.2.3 Profil Responden ...................................................................................... 33
BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA 5.1 Pengorganisasian Kegiatan Produksi Kelembagaan Kelompok Tani ................. 38 5.1.1 Peningkatan Luas Lahan Garapan ............................................................ 39 5.1.2 Bantuan Modal Usahatani ........................................................................ 41 5.1.3 Kegiatan Pembinaan Petani Anggota ....................................................... 42 5.2 Pengorganisasian Kegiatan Distribusi ................................................................ 43 5.2 Pengorganisasian Kegiatan Konsumsi Produktif ................................................ 47
BAB VI PENGEMBANGAN KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA 6.1 Pengembangan Kegiatan Usahatani Anggota ..................................................... 52 6.1.1 Peningkatan Modal Usahatani .................................................................. 53 6.1.2 Peningkatan Produktivitas dan Keuntungan Usahatani ............................ 55 6.1.3 Penerapan Diversifikasi Usahatani ........................................................... 57 6.2 Hubungan Pengorganisasian Kegiatan Produksi dengan Pengembangan Usahatani Anggota ............................................................................................. 58 6.3 Hubungan
Pengorganisasian
Kegiatan
Distribusi
dengan
Derajat
Pengembangan Usahatani Anggota (dalam persen) ........................................... 59 6.4 Hubungan Pengorganisasian Kegiatan Konsumsi Produktif dengan Derajat Pengembangan Usahatani Anggota (dalam persen) ........................................... 60
xiv
BAB
VII
FAKTOR-FAKTOR
PENDORONG
KEBERHASILAN
PENGORGANISASIAN KEGIATAN USAHATANI 7.1 Keragaan Kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan ........................................... 62 7.1.1 Tingkat Kelengkapan Fasilitas Kelompok Tani Sauyunan ...................... 63 7.1.2 Jaringan Kerja Kelompok Tani Sauyunan ................................................ 66 7.1.3 Kegiatan Kelompok Tani Sauyunan ......................................................... 65 7.2 Hubungan Keragaan Kelembagaan Kelompok Tani dengan Pengorganisasian Kegiatan Produksi Usahatani Anggota ............................................................... 68 7.3 Hubungan Keragaan Kelembagaan Kelompok Tani dengan Pengorganisasian Kegiatan Distribusi Usahatani Anggota ............................................................. 69 7.4 Hubungan Keragaan Kelembagaan Kelompok Tani dengan Pengorganisasian Kegiatan Konsumsi Produktif Usahatani Anggota ............................................. 70
BAB VIII PENUTUP 8.1 Kesimpulan ......................................................................................................... 72 8.2 Saran ................................................................................................................... 72
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 74 LAMPIRAN............................................................................................................... 76
xv
DAFTAR TABEL Nomor Tabel 1.
Teks
Halaman
Sebaran Penduduk Desa Iwul Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2008 (dalam jumlah dan persen) ……..……………………………….
Tabel 2.
Sebaran Penduduk Desa Iwul Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2008 (dalam jumlah dan persen)
Tabel 3.
60
Hubungan Pengorganisasian Kegiatan Konsumsi Produktif dengan Derajat Pengembangan Usahatani Anggota (dalam persen) ……..…
Tabel 9.
59
Hubungan Pengorganisasian Kegiatan Distribusi dengan Derajat Pengembangan Usahatani Anggota (dalam persen) ………………...
Tabel 8.
50
Hubungan Pengorganisasian Kegiatan Produksi dengan Derajat Pengembangan Usahatani Anggota (dalam persen) …………...……
Tabel 7.
37
Hubungan Kontribusi Sektor Pertanian dengan Tingkat Pendapatan Anggota ……………………………………………………
Tabel 6.
36
Sebaran Responden Menurut Luas Lahan Garapan Usahatani Tahun 2010 (dalam jumlah dan persen)
Tabel 5.
35
Sebaran Penduduk Desa Iwul Menurut Mata Pencaharian Tahun 2008 (dalam jumlah dan persen)
Tabel 4.
34
61
Hubungan Keragaan Kelembagaan Kelompok Tani dengan Pengorganisasian Kegiatan Produksi Usahatani Anggota (dalam persen)………………………………………………
Tabel 10.
69
Hubungan Keragaan Kelembagaan Kelompok Tani dengan Pengorganisasian Kegiatan Distribusi Usahatani Anggota (dalam persen) ……………….………………………………………………
Tabel 11.
70
Hubungan Keragaan Kelembagaan Kelompok Tani dengan Pengorganisasian Kegiatan Konsumsi Produktif Usahatani Anggota (dalam persen) …….…………………………………………
71
xvi Nomor Tabel 1.
Lampiran
Halaman
Hubungan Pengorganisasian Kegiatan Produksi dengan Pengembangan Usahatani Anggota …………………………………
Tabel 2.
Hubungan Pengorganisasian Kegiatan Produksi dengan Pengembangan Usahatani Anggota ……………… …………...……
Tabel 3.
94
Hubungan Pengorganisasian Kegiatan Produksi dengan Pengembangan Usahatani Anggota …………………………………...
Tabel 4.
94
95
Hubungan Keragaan Kelembagaan Kelompok Tani dengan Peran Kelembagaan Kelompok Tani dalam Pengorganisasian Kegiatan Produksi Anggota ………………………………………………..…
Tabel 5.
95
Hubungan Keragaan Kelembagaan Kelompok Tani dengan Peran Kelembagaan Kelompok Tani dalam Pengorganisasian Kegiatan Distribusi Anggota ……...………………………………………………
Tabel 6.
96
Hubungan Keragaan Kelembagaan Kelompok Tani dengan Peran Kelembagaan Kelompok Tani dalam Pengorganisasian Kegiatan Produksi Anggota………………………………………… ……..…
96
xvii
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Naskah
Halaman
Gambar 1.
Kerangka Pemikiran ………………………………………………
16
Gambar 2.
Struktur Organisasi Kelompok Tani Sauyunan, Tahun 2010 ..…… 31
Gambar 3.
Penilaian Pengorganisasian Kegiatan Produksi dari Kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan Menurut Responden, Desa Iwul, 2010 (dalam persen) ……………………………………...……….
Gambar 4.
39
Sebaran Responden Menurut Peningkatan Jumlah Luasan Lahan Garapan, Desa Iwul, 2010 (dalam persen) ………….…………...…. 40
Gambar 5.
Sebaran Responden Menurut Akses Mereka terhadap Bantuan Modal, Desa Iwul, 2010 (dalam persen) …………..………………. 42
Gambar 6.
Sebaran Responden Menurut Peningkatan Pengetahuan Hasil Kegiatan Pembinaan, Desa Iwul, 2010 (dalam persen) ………...… 43
Gambar 7.
Penilaian Pengorganisasian Kegiatan Distribusi dari Kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan Menurut Responden, Desa Iwul, 2010 (dalam persen) …….…………………….………………………… 44
Gambar 8.
Sebaran Responden Menurut Pemilihan Saluran Pemasaran Hasil Produksi Pertanian, Desa Iwul, 2010 (dalam persen) .……………... 46
Gambar 9.
Sebaran Responden Menurut Informasi Harga Hasil Produksi yang Diperolehnya, Desa Iwul, 2010 (dalam persen) ……………............. 47
Gambar 10. Penilaian Pengorganisasian Kegiatan Konsumsi Produktif dari Kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan Menurut Responden, Desa Iwul, 2010 (dalam persen) …………………….…………………… 48 Gambar 11. Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendapatannya, Desa Iwul, 2010 (dalam persen) ……………………………………….……….. 49 Gambar 12. Sebaran Responden Menurut Tingkat Pengembangan Kegiatan Usahataninya, Desa Iwul, 2010 ……………………………………. 52 Gambar 13. Sebaran Responden Menurut Peningkatan usaha yang dikerjakannya, Desa Iwul, 2010 (dalam persen) …………………… 53 Gambar 14. Sebaran Responden Menurut Peningkatan Modal Usahataninya, Desa Iwul, 2010 (dalam persen) …………………………...………. 54
xviii
Gambar 15. Sebaran Responden Menurut Peningkatan Hasil Produksi Usahataninya, Desa Iwul, 2010 (dalam persen …………………… 55 Gambar 16. Sebaran Responden Menurut Peningkatan Keuntungan Usahataninya, Desa Iwul, 2010 (dalam persen) ….……..………… 56 Gambar 17. Sebaran Responden Menurut Penerapan Diversifikasi Usahataninya, Desa Iwul, 2010 (dalam persen) ………………...….. 58 Gambar 18. Penilaian Keragaan dari Kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan Menurut Responden, Desa Iwul, 2010 (dalam persen) …….…...….. 63 Gambar 19. Penilaian Tingkat Kelengkapan Fasilitas dari Kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan Menurut Responden, Desa Iwul, 2010 (dalam persen) …….………………………………………………... 64 Gambar 20. Penilaian Jaringan Kerja dari Kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan Menurut Responden, Desa Iwul, 2010 (dalam persen) …. 67 Gambar 21. Penilaian Pelaksanaan Kegiatan dari Kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan Menurut Responden, Desa Iwul, 2010 (dalam persen) …. 68 Gambar 22. Sketsa Wilayah Desa Iwul, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, 2008 ………………………………………………….
77
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Penelitian Kebijakan pembangunan ekonomi nasional meletakkan pembangunan
pertanian sebagai langkah awal yang mendasar bagi pertumbuhan industri. Diharapkan
dengan
sektor
pertanian
yang
tangguh
dapat
menunjang
perkembangan industri yang kuat. Keberhasilan sektor industri sangat bergantung dengan keberhasilan pembangunan pertanian. Kebijakan tersebut mendorong terjadinya perubahan paradigma pembangunan pertanian indonesia, dari peningkatan produksi menjadi pendekatan agribisnis. Ironisnya perkembangan fungsi dan peran sektor ini tidak berdampak nyata terhadap mayoritas masyarakat yang bergantung didalamnya. Kemajuan dan hasil pembangunan lebih banyak diterima dan dinikmati oleh pengusaha atau konglomerat yang jumlahnya jauh lebih sedikit. Kondisi ini berjalan sedemikian rupa, sehingga peningkatan tingkat ekonomi masyarakat yang bergelut pada sektor pertanian belum dapat terwujud. Permasalahan ketimpangan hasil pembangunan yang didapat oleh petani tersebut lebih banyak disebabkan oleh lemahnya posisi tawar petani. Berbagai bentuk program telah diterapkan untuk membantu petani agar mampu memiliki posisi tawar yang lebih tinggi dalam perekonomian di Indonesia. Berbagai skim bantuan juga telah dilaksanakan mulai dari subsidi Sarana Produksi, Bantuan Modal Langsung, Kredit Usaha Tani, dan lain sebagainya. Bantuan tersebut belum menghasilkan hasil yang diinginkan. Petani Indonesia masih berpendapatan rendah. Berbagai bantuan yang diberikan juga menyebabkan petani menjadi bergantung dan merasa tidak mampu bergerak sendiri dalam melaksanakan usahataninya. Begitu pula dengan program-program penyuluhan pertanian yang selama ini sudah berjalan, belum mampu secara optimal membantu petani dalam meningkatkan perekonomiannya, serta belum mampu mendorong petani untuk menemukan pemecahan masalahnya sendiri dalam melaksanakan usahataninya (Mushero, 2008).
2
Petani termasuk pengusaha kecil sering dihadapi dengan kondisi yang tidak menguntungkan bagi usaha mereka, terutama mengenai masalah harga dan sistem pemasaran. Mereka yang hanya menguasai modal kecil selalu menjadi korban pengusaha yang lebih besar yang lebih menguasai aset dan sistem pemasaran. Hal ini hanya dapat dicapai jika petani mampu berhimpun dalam suatu kekuatan bersama, seperti halnya kelompok tani. Kelompok tani yang berfungsi sebagai kelas belajar, unit produksi usahatani dan wahana kerjasama antar anggota kelompok atau antara anggota kelompok dengan pihak lain (Deptan, 1989) merupakan salah satu kebutuhan dalam proses industrialisasi pertanian. Kelompok tani merupakan sarana untuk menggali potensi sumberdaya manusia, baik potensi mental psikologisnya maupun potensi fisik teknis yang dimiliki petani (Adjid, 1981). Sedikitnya ada tiga alasan mengapa diperlukan kelompok tani dalam pembangunan pertanian di pedesaan Indonesia. Pertama, rendahnya rasio jumlah PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan) dibandingkan dengan jumlah petani sehingga diperlukan wadah yang dapat mempermudah kerja PPL dalam melaksanakan tugas penyuluhan mereka. Kedua, terbatasnya sumberdaya yang dimiliki petani secara individual sehingga dengan bekerjasama dalam kelompok akan mendorong petani untuk menggabungkan sumberdaya mereka menjadi lebih ekonomis. Ketiga, perilaku berkelompok sudah merupakan budaya Indonesia, terutama di pedesaan. Sebagian besar aktivitas masyarakat pedesaan sangat dipengaruhi oleh keputusan kelompok (Martaamidjaja, 1993). Oleh karena itu peran kelompok tani merupakan salah satu aspek penunjang yang penting dalam menentukan keberhasilan pembangunan agribisnis, terutama di pedesaan. Pengorganisasian petani kedalam bentuk kelompok tidak sertamerta dapat dijadikan solusi untuk keberhasilan kebijakan pembangunan dalam sektor pertanian serta tercapainya kesejahteraan petani. Berbagai lembaga pertanian yang dibentuk, baik dalam bentuk kelompok maupun gabungan kelompok juga tidak menghasilkan hasil yang diinginkan. Pengembangan lembaga selama ini dilakukan lebih banyak untuk kepentingan pembangunan, bukan untuk kepentingan masyarakat. Lembaga yang dibentuk bukan berdasarkan “kemauan dan kebutuhan” petani, tetapi lebih mengarah pada kebutuhan administrasi
3
proyek. Sehingga masyarakat merasa tidak punya kepentingan dengan apa yang dilakukan, sekalipun namanya adalah pembangunan. 1.2
Perumusan Masalah Penelitian Kelompok Tani Sauyunan merupakan kelompok tani yang menaungi para
petani di Desa Iwul Kecamatan Parung Kabupaten Bogor Jawa Barat. Kelompok tani ini dibentuk atas kesadaran para petani sendiri, agar mereka memiliki kekuatan yang mandiri dan kebutuhan mereka untuk mendapatkan legitimasi dalam penggarapan lahan bukan milik yang umum dilakukan petani di Desa Iwul. Petani yang ada di Desa Iwul merupakan petani palawija dengan komoditas hasil pertanian utamanya adalah singkong. Mayoritas petani yang ada di Desa Iwul merupakan petani dengan lahan sempit dan juga petani tanpa lahan. Selama ini mereka bertani dengan memanfaatkan perkarangan disekitar rumah mereka atau dengan merambah lahan milik PT. Telaga Kahuripan yang memiliki total luas lahan sebesar 150 hektar di kawasan Desa Iwul yang belum dipergunakan. Hal ini berkali-kali menyebabkan terjadinya ketegangan diantara petani dengan pihak PT. Telaga Kahuripan. Akhirnya pada tahun 1999 diadakan kesepakatan antara petani dengan pihak PT. Telaga Kahuripan. Perjanjian ini menyepakati bahwa petani tetap dapat menggarap lahan di lahan milik PT. Telaga Kahuripan yang belum dikelola serta membayar pajak pemakaian yaitu Rp 25 per meter lahan garapan setiap tahunnya. Namun lahan garapan ini harus dikembalikan kepada PT. Telaga Kahuripan apabila lahan tersebut sudah akan dipergunakan. Petani di desa ini memiliki pendidikan rata-rata hanya tingkat Sekolah Dasar (SD). Selain memiliki pendidikan yang rendah, usahatani yang dijalankan petani di desa ini pun masih tradisional. Tanaman yang mereka garap didominasi oleh jenis umbi-umbian yang tidak membutuhkan modal besar dan mudah perawatannya. Hal inilah yang menjadi kekhawatiran beberapa tokoh masyarakat di desa tersebut, untuk mendorong petani membentuk suatu kelompok tani memanfaatkan kelembagaan pertanian yang telah ada di desa tersebut, agar posisi tawar petani meningkat ketika harus berhadapan kembali dengan pihak perusahaan maupun pihak lainnya serta agar kehidupan perekonomiannya pun
4
meningkat. Pada tahun 2001 terbentuklah Kelompok Tani Sauyunan yang diharapkan dapat menggalang kerjasama dan kekuatan petani di Desa Iwul seiring sejalan selamanya sesuai dengan arti nama kelompok tersebut. Kelompok Tani Sauyunan juga diharapkan dapat berperan sesuai fungsi kelompok tani yang diharapkan oleh Departemen Pertanian, yaitu sebagai kelas belajar, unit produksi usahatani dan wahana kerjasama antar anggota kelompok atau antara anggota kelompok dengan pihak lain (Deptan, 1989). Sehingga memudahkan akses petani terhadap sumberdaya finansial (modal) bagi pengembangan usaha-usaha produktif, akses informasi terhadap program-program pembangunan, membentuk jaringan atau kemitraan dengan pihak lain serta untuk akses informasi petani akan perubahan teknologi dan pengetahuan di bidang pertanian, yang pada akhirnya bertujuan untuk mengembangkan usahatani yang dijalankan petani. Untuk itu penelitian ini mencoba untuk menganalisis Bagaimana hubungan antara peran kelembagaan kelompok tani dengan pengembangan usahatani anggota, studi Kelompok Tani Sauyunan Desa Iwul Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor Jawa Barat? Hal ini hanya dapat terjawab apabila telah teruraikan beberapa rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana peran kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan dalam mendorong pengorganisasian kegiatan produksi, distribusi dan konsumsi bagi usahatani anggotanya? 2. Sejauh mana peran kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan dalam mendorong pengorganisasian kegiatan produksi, distribusi dan konsumsi bagi usahatani anggota berhubungan dengan pengembangan usahatani anggotanya? 3. Faktor-faktor
apa
saja
yang
dapat
mendorong
keberhasilan
kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan dalam pengorganisasian kegiatan produksi, distribusi dan konsumsi bagi usahatani anggotanya? 1.3
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sejauhmana kelompok tani
yang dibentuk dan tumbuh dari kesadaran masyarakat dapat berperan sesuai
5
dengan fungsi dan tujuan dibentuknya kelompok tani tersebut, sehingga pada akhirnya dapat mengembangkan kegiatan usahatani anggotanya. Tujuan penelitian tersebut hanya dapat terjawab apabila telah dilakukan beberapa hal sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi peran kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan dalam mendorong pengorganisasian kegiatan produksi, distribusi dan konsumsi bagi usahatani anggotanya. 2. Menganalisis sejauh mana peran kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan dalam mendorong pengorganisasian kegiatan produksi, distribusi dan konsumsi bagi usahatani anggota berhubungan dengan pengembangan usahatani anggotanya 3. Menganalisis faktor-faktor yang dapat mendorong keberhasilan kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan dalam pengorganisasian kegiatan produksi, distribusi dan konsumsi bagi usahatani anggotanya. 1.4
Kegunaan Penelitian Penelitian ini dapat berguna untuk mengetahui peran kelembagaan
kelompok tani yang ada di masyarakat dalam mendorong anggotanya dalam mengembangkan usahatani yang dijalankannya, dikembangkan
sebagai
potensi
desa
untuk
yang
selanjutnya
mengentaskan
dapat
permasalahan
kesejahteraan petani yang ada di desa, khususnya di Desa Iwul kecamatan Parung Kabupaten Bogor Jawa Barat. Bagi penulis tulisan ini berguna sebagai sarana untuk mempertajam kemampuan menganalisis permasalahan sosial yang ada di kehidupan nyata sesuai dengan materi yang telah didapatkan diperkuliahan. Bagi civitas akademik diharapkan tulisan ini menjadi referensi dalam melakukan penelitian-penelitian mengenai peran kelembagaan kelompok tani yang ada di pedesaan. Sementara itu, bagi pemerintah dan masyarakat diharapkan tulisan ini dapat menjadi alternatif untuk membuat suatu program pembangunan yang dapat mengikutsertakan kelembagaan pertanian yang ada di tingkat desa.
BAB II PENDEKATAN TEORITIS
2.1
Tinjauan Pustaka
2.1.1 Kelembagaan Pertanian Kelembagaan merupakan terjemahan langsung dari istilah socialinstitution. Dimana banyak pula yang menggunakan istilah pranata sosial untuk istilah social-institution tersebut, yang menunjuk pada adanya unsur-unsur yang mengatur perilaku warga masyarakat. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Koentjaraningrat (1979), bahwa pranata sosial adalah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat. Hal berbeda Sumner dalam Soekanto (2001) melihat kelembagaan masyarakat dari sudut kebudayaan yang diartikan sebagai perbuatan, cita-cita, sikap dan perlengkapan kebudayaan, bersifat kekal serta bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Istilah kelembagaan sampai saat ini, sering digunakan tidak hanya pada sebuah kelembagaan yang memiliki arti institusi atau sistem tata kelakuan. Namun juga diartikan sebagai suatu organisasi yaitu wadah dimana anggotanya dapat berinteraksi, memiliki tata aturan dalam beraktifitas untuk mencapai tujuan bersama. Hal ini menyebabkan banyak kerancuan yang terjadi dalam mengartikan kelembagaan, yang berarti institusi maupun organisasi. Hal ini sebenarnya telah dijelaskan oleh Uphoff dalam Nasdian (2003) yang menjelaskan secara terinci mengenai makna keduanya sebagai berikut: “…Kelembagaan dapat sekaligus berwujud organisasi dan sebaliknya. Tetapi, jelas bahwa kelembagaan adalah seperangkat norma dan perilaku yang bertahan dari waktu ke waktu dengan memenuhi kebutuhan kolektif, sedangkan organisasi adalah struktur dari peran-peran yang diakui dan diterima. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa ada dua persepktif tentang kelembagaan
7
sosial. Pertama, suatu perspektif yaitu memandang baik kelembagaan maupun asosiasi sebagai bentuk organisasi sosial, yakni sebagai kelompok-kelompok, hanya kelembagaan bersifat lebih universal dan penting, sedangkan asosiasi bersifat kurang penting dan bertujuan lebih spesifik… Kedua, perspektif yang memandang kelembagaan sebagai kompleks peraturan dan peranan sosial secara abstrak, dan memandang asosiasi-asosiasi sebagai bentuk-bentuk organisasi yang konkrit.”
Kelembagaan menurut Agus Pakpahan dalam Syahyuti (2006) adalah software dan organisasi adalah hardware–nya dalam suatu bentuk group sosial. Ia menganalisis kelembagaan sebagai suatu sistem organisasi dan kontrol terhadap sumber daya. Suradisastra (2001) menyatakan bahwa fungsi organisasi dan lembaga lokal antara lain adalah: (a) mengorganisisr dan memobilisasi sumberdaya; (b) membimbing stakeholder pembangunan dalam membuka akses ke sumberdaya produksi; (c) membantu meningkatkan sustainability pemanfaatan sumberdaya alam; (d) menyiapkan infrastruktur sosial di tingkat lokal; (e) mempengaruhi lembaga-lembaga politis; (f) membantu menjalin hubungan antara petani, penyuluh dan peneliti lapang; (g) meningkatkan akses ke sumber informasi; (h) meningkatkan kohesi sosial; (i) membantu mengembangkan sikap dan tindakan kooperatif. Mubyarto (1989) menjelaskan bahwa lembaga-lembaga yang ada dalam sektor pertanian dan pedesaan sudah mengalami berbagai zaman sehingga banyak lembaga-lembaga yang sudah lenyap tetapi timbul juga lembaga-lembaga baru yang sesuai dengan iklim pembangunan pertanian dan pedesaan. Secara konseptual, Syahyuti (2006) menyebutkan bahwa tiap kelembagaan petani yang dibentuk dapat memainkan peran tunggal atau ganda. Peran-peran yang dapat dilakukan oleh kelembagaan petani yaitu sebagai lembaga pengelolaan sumberdaya alam, sebagai penggiat aktivitas kolektif, sebagai unit usaha, sebagai penyedia kebutuhan informasi dan sebagai wadah yang merepresentatifkan kegiatan politik. Kelompok tani adalah salah satu kelembagaan pertanian yang memiliki peranan untuk mengembangkan unit usaha secara bersama. Menurut Mardikanto (1993) pengertian kelompok tani adalah sekumpulan orang-orang tani atau petani
8
yang terdiri petani dewasa (pria/wanita) maupun petani taruna yang terikat secara informal dalam suatu wilayah kelompok atas dasar keserasian dan kebutuhan bersama serta berada di lingkungan pengaruh dan dipimpin oleh seorang kontak tani.
Menurut
Deptan
(2007)
kelompok
tani
adalah
sekumpulan
petani/peternak/perkebun yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial ekonomi, sumber daya) keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usahanya. Kelompok tani sebagai salah satu kelembagaan pertanian di pedesaan yang ditumbuhkembangkan "dari, oleh dan untuk petani". Karakteristik dari kelompok tani yaitu memiliki ciri (1) saling mengenal, akrab dan saling percaya diantara sesama anggota, (2) mempunyai pandangan dan kepentingan yang sama dalam berusaha tani, (3) memiliki kesamaan dalam tradisi dan atau pemukiman, hamparan usaha, jenis usaha, status ekonomi maupun sosial, bahasa, pendidikan dan ekologi, (4) ada pembagian tugas dan tanggung jawab sesama anggota berdasarkan kesepakatan bersama. Selain itu, kelompok tani juga memiliki beberapa unsur yang dapat mengikat antara sesama anggotanya yaitu (1) adanya kepentingan yang sama diantara para anggotanya, (2) adanya kawasan usaha tani yang menjadi tanggung jawab bersama diantara para anggotanya, (3) adanya kader
tani
yang
terdedikasi
untuk
menggerakkan
para
petani
dan
kepemimpinannya diterima oleh sesama petani lainnya, (4) adanya kegiatan yang dapat dirasakan manfaatnya oleh sekurang-kurangnya sebagian besar anggotanya, (5) adanya dorongan atau motivasi dari tokoh masyarakat setempat untuk menunjang program yang telah ditentukan. Eksistensi kelembagaan kelompok tani tersebut, menjadi gejala yang sangat penting untuk dikaji. Hal ini dikarenakan sebagian besar kegiatan petani berlangsung dalam kehidupan kelompok tersebut. Namun posisi dan peran kelompok tani dalam kondisi lemah (powerless), bahkan kelompok tani dengan mudah dilakukan eksploitasi oleh pihak lain. Dalam pengembangan kelompok usaha bersama, kelembagaan kelompok tani perlu dilakukan penguatan kelembagaan agar dapat berperan dan berfungsi menjadi kelembagaan kooperatif dan produktif yaitu (1) kelompok tani dapat membantu pengadaan sumberdaya finansial (modal) bagi anggota kelompok
9
dalam mengembangkan usaha-usaha produktif; (2) kelompok tani sebagai lembaga usaha-usaha produktif dan ekonomi yang mampu menciptakan lapangan kerja dan usaha ditingkat kelompok; (3) kelompok tani sebagai lembaga ekonomi di tingkat kelompok; dan (4) kelompok tani sebagai unit usaha (enterprise) di tingkat kelompok. 2.1.2 Konsep Peranan Peranan atau role adalah aspek dinamis dari suatu kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peranan. Peranan seseorang menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatankesempatan apa saja yang diberikan oleh masyarakat kepadanya. Pentingnya sebuah peranan adalah karena peranan mengatur perilaku seseorang. Soekanto (2001) mengidentifikasikan hubungan-hubungan sosial yang ada dalam masyarakat merupakan hubungan antara peranan-peranan individu dalam masyarakat. Peranan diatur oleh norma-norma yang berlaku. Peranan juga lebih menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri, dan sebagai suatu proses. Oleh karena itu, menurut Levinson sebagaimana dikutip Soekanto (2001) menyatakan, bahwa peranan setidaknya mencakup tiga hal, yaitu: (1) peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau kedudukan seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini adalah rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan bermasyarakat; (2) peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi; (3) peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat. Peranan kelompok tani dalam hal ini berarti fungsi, penyesuaian diri dan proses dari suatu kelompok tani, untuk memenuhi kebutuhan dari anggotanya. Untuk memenuhi kebutuhan dari kelompok tani yang dinaungi oleh suatu kelompok tani, maka kelompok tani tersebut harus berperilaku sesuai dengan fungsi yang diharapkan, dalam hal ini juga sesuai dengan status/kedudukan
10
kelompok tani tersebut dan di dalamnya mengandung berbagai norma yang mengatur. Fungsi dari kelompok tani itu sendiri meliputi: 1. Kelas belajar; kelompok tani merupakan wadah belajar mengajar bagi anggotanya guna meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap (PKS) serta tumbuh dan berkembangnya kemandirian dalam berusaha tani sehingga produktivitasnya meningkat, pendapatannya bertambah serta kehidupan yang lebih sejahtera. 2. Wahana
kerjasama;
kelompok
tani
merupakan
tempat
untuk
memperkuat kerjasama diantara sesama petani dalam kelompok tani dan antara kelompok tani serta dengan pihak lain. Melalui kerjasama ini diharapkan usaha taninya akan lebih efisien serta lebih mampu menghadapi ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan. 3. Unit penyedia sarana dan prasarana produksi, unit produksi, unit pengolahan dan pemasaran, adalah usaha tani yang dilaksanakan secara keseluruhan harus dipandang sebagai satu kesatuan usaha yang dapat dikembangkan untuk mencapai skala ekonomi baik dari kualitas maupun kuantitas. 4. Unit jasa penunjang yaitu mampu melakukan akses dengan berbagai lembaga lain guna memajukan kegiatan kelompok. Sebagai suatu unit usaha, kelompok tani diharapkan dapat menjalankan proses-proses dalam kegiatan ekonomi seperti kegiatan produksi, kegiatan konsumsi dan kegiatan distribusi. Lipsey (1991) menguraikan ketiga kegiatan ekonomi tersebut sebagai berikut: 1. Kegiatan produksi ialah kemampuan setiap masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya selalui dibatasi oleh sumber-sumber ekonomi yang menjadi penentu realisasi dari pemenuhan kebutuhan ekonomi yang disebut juga sebagai faktor-faktor produksi, dengan jumlah yang terbatas. Ini berupa sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya kapital, atau barang-barang modal, serta kewirausahaan (entrepreneurship). 2. Kegiatan konsumsi ialah kegiatan menggunakan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan. Barang dan jasa tersebut dihasilkan oleh proses
11
produksi (yang disebut juga komoditas). Kegiatan konsumsi dan produksi menghasilkan gaya tarik menarik yang akhirnya membentuk mekanisme harga, dimana harga terbentuk berdasarkan gaya tarik konsumen yang menguat atau menurun. Gaya tarik yang menguat, artinya konsumen membutuhkan komoditas dalam jumlah yang lebih menyebabkan naiknya harga, dan sebaliknya, melemahnya gaya tarik konsumen,
dalam
arti
turunnya
permintaan
konsumen
akan
menyebabkan penurunan harga. Penggunanaan barang-barang modal dalam proses produksi akan menaikkan produktivitas, dan semakin banyak barang-barang modal yang dipergunakan, maka semakin tinggi produktivitas dari kegiatan produksi. Barang-barang modal di dalam masyarakat
akan
semakin
banyak
bila
masyarakat
tidak
mengkonsumsikan seluruh pendapatan yang diperolehnya untuk kegiatan konsumtif, melainkan dialokasikan bagi penambahan stok barang-barang modal. Inilah yang merupakan peran kegiatan konsumsi dari kelompok tani, dimana kegiatan ini mampu meningkatkan alokasi pendapatan kearah akumulasi barang-barang modal. Bukan hanya pendapatan dalam wujud finansial, tetapi juga faktor-faktor produktif yang didapat dari berputarnya roda organisasi, seperti halnya fasilitas yang didapat dari berbagai pihak. 3. Kegiatan distribusi ialah suatu mekanisme yang menentukan gaya tarik menarik antara kegiatan produksi dan kegiatan konsumsi. Kegiatan ini mengarahkan agar komoditas yang dihasilkan oleh kegiatan produksi secara wajar dapat dinikmati oleh kegiatan konsumsi sesuai dengan pendapatan. Jadi kegiatan distribusi secara makro erat kaitannya dengan mekanisme harga. Peran kegiatan distribusi dalam hal ini dapat disimpulkan sebagai peran dalam memperlancar sampainya berbagai komoditas hasil kegiatan produksi, dengan menguasai serba-serbi pasar sebagai tempat bertemunya kegiatan produksi dan kegiatan konsumsi. Kelompok tani sebagai suatu lembaga pertanian di tingkat desa dapat juga dilihat peranannya tidak lepas dari bagaimana lembaga itu berjalan. Suatu
12
lembaga dapat melakukan peranannya dengan baik yaitu apabila performance atau keragaan dari lembaga tersebut juga baik. Kurniati (2007) dalam penelitiannya tentang peranan dari suatu kelembagaan pemuda, ternyata dipengaruhi oleh keragaan atau performance dari kelembagaan tersebut. Keragaan kelembagaan dapat mempengaruhi seperti: (1) akses masyarakat terhadap kelembagaan; (2) jenis kegiatan ekonomi yang dilakukan; (3) pengembangan kelembagaan; (4) kepemimpinan; (5) keanggotaan; (6) masalah yang dihadapi dan (7) prestasi yang pernah diraih kelembagaan tersebut. Berbeda dari Kurniati, peran lembaga dapat dilihat dari kinerja dari suatu lembaga tersebut. Seperti studi yang dilakukan Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya (2002) dalam melihat peran lembaga koperasi lokal dibandingkan dengan koperasi bentukan pemerintah (KUD) di Kabupaten Malang, dapat dilihat melalui kesesuaian visi atau tujuan lembaga dengan kegiatan atau aktivitas lembaga, kapasitas lembaga, sumberdaya yang dimiliki lembaga dan jaringan dari lembaga tersebut. Badan Pelaksana Penyuluhan, Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (2009) menyatakan bahwa untuk dapat menjalankan kegiatan dengan baik, kelompok tani harus mempunyai kelengkapan yaitu susunan pengurus, catatan daftar anggota, kantor, Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART), rencana kelompok, pembukuan, buku tamu, buku kegiatan kelompok, serta fasilitas yang dapat menunjang kegiatan usahatani anggota. Rencana kelompok dapat dibedakan menjadi tiga yaitu (1) rencana kerja kelompok ialah rencana yang dibuat oleh kelompok berdasarkan hasil musyawarah dengan anggota kelompok tentang kegiatan yang dilaksanakan pada jangka waktu satu tahun; (2) rencana definitif kelompok (RDK) adalah rencana kegiatan usaha kelompok untuk periode tertentu yang disusun melalui musyawarah dan berisis rincian kegiatan dan kesepakatan bersama dalam mengelola usahatani pada suatu hamparan; dan (3) rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK) adalah rencana kebutuhan modal kerja kelompok untuk suatu periode tertentu yang disusun berdasarkan musyawarah anggota kelompok. Tingkat
kemampuan
kelompok
tani
menurut
Badan
Pelaksana
Penyuluhan, Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (2009) dapat dilihat melalui
13
tujuh indikator yaitu terdapat Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga kelompok, pertemuan kelompok, rencana kerja, pembukuan, akumulasi modal, pengembangan jaringan kerja dan pelaksanaan kegiatan pertanian, perikanan, peternakan dan kehutanan. Dalam penelitian ini untuk mengukur keragaan dalam kelompok tani dapat dilihat melalui tingkat kelengkapan fasilitas yang dimilikinya, jaringan kerja yang dimiliki kelompok tani dan pelaksanaan kegiatan yang terdapat pada kelompok tani tersebut. 2.2 Kerangka Pemikiran Merujuk pada Agus Pakpahan dalam Syahyuti (2006) kelembagaan dianalisis sebagai suatu sistem organisasi dan kontrol terhadap sumber daya. Kelembagaan kelompok tani merupakan kelembagaan pertanian yang ada di wilayah pedesaan. Kelembagaan kelompok tani sebagai suatu sistem organisasi dan kontrol terhadap sumber daya pertanian, diharapkan dapat berperan sesuai fungsi dan tujuan dibentuknya kelembagaan tersebut. Peran kelembagaan kelompok tani merujuk pada konsep peranan menurut Levinson yang dikutip oleh Soekanto (2001). Peran kelembagaan kelompok tani di sini lebih menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri, dan sebagai suatu proses untuk memenuhi kebutuhan anggotanya, yang akan mendorong mengembangkan usahatani yang dijalankan anggotanya. Sehingga dapat dikatakan keberperanan suatu kelembagaan kelompok tani dapat terlihat bila kelembagaan kelompok tani tersebut telah menjalankan fungsinya. Fungsi dari kelembagaan kelompok tani sendiri telah dijabarkan oleh Departemen Pertanian yaitu sebagai suatu kelas belajar bagi petani; sebagai wahana kerjasama petani dengan sesama petani dalam kelompok tani dan wahana kerjasama antara kelompok tani serta pihak lainnya; sebagai unit penyedia sarana dan prasarana produksi, unit produksi, unit pengolahan dan pemasaran; serta sebagai unit jasa penunjang yang memudahkan akses petani kepada lembagalembaga yang dapat mendukung kegiatan pertaniannya. Keempat fungsi yang telah dijabarkan tersebut dapat disederhanakan menjadi tiga fungsi pokok kelembagaan kelompok tani yaitu sebagai lembaga pelaksana kegiatan kelompok, lembaga penyedia fasiitas serta lembaga pembuka jaringan kerja bagi anggotanya.
14
Ketiga fungsi pokok dari kelembagaan kelompok tani tersebut diharapkan dapat mendorong dalam pengorganisasian pada ketiga kegiatan ekonomi yang dipaparkan oleh Lipsey (1991) yaitu pengorganisasian pada kegiatan produksi anggotanya, pengorganisasian kegiatan distribusi hasil produksi pertanian yang lebih menguntungkan bagi anggota, serta pengorganisasian kegiatan konsumsi sumberdaya finansial yang lebih produktif bagi anggota. Sebagai lembaga pelaksana kegiatan kelompok. Kelompok tani dapat mendorong meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap pada diri petani anggota. Peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap pada diri petani akan memotivasi petani untuk mengembangkan usaha pertaniannya. Sebagai lembaga penyedia fasilitas, kelompok tani juga dapat mendorong anggotanya untuk mengembangkan usahataninya dengan cara melakukan diversifikasi tanaman yang menguntungkan, penggunaan teknologi pertanian yang lebih efisien, serta penggelolaan sumberdaya finansial yang lebih efisien. Hal ini tentu saja akan meningkatkan hasil produksi pertanian serta keuntungan yang akan di dapatkan petani. Fungsi kelembagaan kelompok tani yang lain yaitu lembaga pembuka jaringan kerja bagi anggotanya, diharapkan dapat meningkatkan posisi tawar petani dengan akses kepada lembaga-lembaga lainnya. Meningkatnya posisi tawar petani salah satunya akan meningkatkan kebebasan petani untuk memilih distribusi pemasaran hasil produksi yang lebih menguntungkan. Fungsi dari kelembagaan kelompok tani itu sendiri tentu dapat berjalan apabila keragaan dari kelembagaan kelompok tersebut sudah berjalan dengan baik. Sesuai dengan ketiga fungsi pokok kelembagaan kelompok tani yang telah dipaparkan diatas. Keragaan kelembagaan kelompok tani yang dilihat dalam penelitian ini terfokus pada tiga hal yaitu, tingkat kelengkapan fasilitas yang dimiliki kelembagaan kelompok tani, kegiatan kelompok yang berjalan serta jaringan kerja yang terjalin antara kelembagaan kelompok tani dengan lembaga penunjang. Fokus subjek penelitian ini yaitu petani anggota kelompok tani serta petani non anggota kelompok tani untuk membandingkan pengembangan usaha pertaniannya yang dibantu dengan dorongan fasilitas, jaringan kerja dan kegiatan
15
kelompok
dalam
kegiatan
ekonominya.
Sehingga
penelitian
ini
dapat
membuktikan seberapa jauh hubungan antara keragaan dari suatu kelembagaan kelompok tani dapat meningkatkan peranannya bagi petani anggota sehingga pada akhirnya dapat mendorong pengembangan usahatani yang dijalankan petani anggotanya, yang dapat dilihat pada Gambar 1. 2.3
Hipotesis Penelitian Dari kerangka pemikiran di atas, akan dianalisa hipotesa yang merupakan
hipotesa pokok dan hipotesa uji. Hipotesa pokok, yaitu: 1. Diduga terdapat hubungan antara keragaan kelompok tani dengan peran kelembagaan kelompok tani dalam pengorganisasian kegiatan produksi, kegiatan distribusi dan kegiatan konsumsi produktif anggota. 2. Diduga terdapat hubungan antara peran kelembagaan kelompok tani dalam pengorganisasian kegiatan produksi, kegiatan distribusi dan kegiatan konsumsi produktif anggota dengan pengembangan usahatani anggotanya. Berdasarkan hipotesa pokok tersebut diatas, dibuat beberapa hipotesis uji sebagai berikut: 1. Diduga terdapat hubungan antara peran kelembagaan kelompok tani dalam pengorganisasian kegiatan produksi pertanian anggota dengan pengembangan usaha tani anggotanya. 2. Diduga terdapat hubungan antara peran kelembagaan kelompok tani dalam pengorganisasian kegiatan distribusi hasil pertanian anggota dengan pengembangan usaha tani anggotanya. 3. Diduga terdapat hubungan antara peran kelembagaan kelompok tani dalam pengorganisasian kegiatan konsumsi sumberdaya finansial yang lebih produktif bagi anggota dengan pengembangan usaha tani anggotanya. 4. Diduga terdapat hubungan antara keragaan kelembagaan kelompok tani dengan peran kelembagaan kelompok tani dalam pengorganisasian kegiatan produksi pertanian anggotanya.
16
Gambar 1 Kerangka Pemikiran Keragaan Kelompok tani • Tingkat Ketersediaan Fasilitas • Ketersediaan Jaringan kerja • Pelaksanaan Kegiatan kelompok
Pengorganisasian Kegiatan Produksi (input sarana pertanian, modal, kegiatan pembinaan bagi petani)
Pengorganisasian kegiatan distribusi (kepastian harga bagi petani dan alternatif saluran pemasaran)
Pengembangan Usahatani Anggota • Diversifikasi usahatani • Peningkatan Produktivitas Pertanian (Rp/luas lahan) • Peningkatan Modal Usaha • Peningkatan Keuntungan
Keterangan: Ada hubungan dan diuji secara statistik
Pengorganisasian kegiatan konsumsi sumerdaya finansial bagi kegiatan produktif (PKK/PKP)
17
5. Diduga terdapat hubungan antara keragaan kelembagaan kelompok tani dengan peran kelembagaan kelompok tani dalam pengorganisasian kegiatan distribusi hasil pertanian anggotanya. 6. Diduga terdapat hubungan antara keragaan kelembagaan kelompok tani dengan peran kelembagaan kelompok tani dalam pengorganisasian kegiatan konsumsi sumberdaya finansial yang lebih produktif bagi anggota dengan pengembangan usaha tani anggotanya. 2.4
Definisi Operasional
2.4.1 Keragaan Kelompok Tani Keragaan adalah penampilan dari kelompok tani yang termasuk suatu lembaga, dalam menjalankan kerjanya berdasarkan komponen-komponen yang dimilikinya. Keragaan kelompok tani diukur dengan menggunakan indikator tingkat kelengkapan fasilitas, ketersediaan jaringan kerja pada kelembagaan kelompok tani dan frekuensi pelaksanaan kegiatan kelompok. Dari ketiga indikator tersebut kemudian dapat dikategorikan menjadi keragaan kelembagaan kelompok tani rendah dengan skor (3 - 4), keragaan kelembagaan kelompok tani sedang dengan skor (5 - 6), dan keragaan kelembagaan kelompok tani tinggi dengan skor (7 - 9). Selang skor ditentukan dengan menggunakan rataan skor dari hasil pengkategorian yang telah dilakukan pada ketiga indikator yang telah disebutkan diatas. Fasilitas adalah penampilan dari ketersediaan kelompok tani akan sarana dan prasarana untuk kepentingan anggota dan kelompok. Fasilitas yang ada dalam kelompok tani dilihat melalui kelengkapan kelompok yang dijelaskan oleh Badan Pelaksana Penyuluhan, Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (2009). Tingkat kelengkapan fasilitas kelompok tani dapat dikategorikan menjadi tiga tingkat, yaitu: (1) Tidak memadai, (2) cukup memadai dan (3) sangat memadai. Pengkategorian tingkat kelengkapan fasilitas kelompok tani tersebut ditentukan sendiri oleh responden berdasarkan fasilitas yang telah ada di kelompok tani selama ini dibandingkan dengan fasilitas yang seharusnya tersedia pada kelompok tani.
18
Jaringan kerja adalah penampilan dari kerjasama yang terjalin antara kelompok tani dengan pihak luar yang dapat membantu keberlangsungan kelompok dan kepentingan anggota. Hal ini dapat dilihat melalui kerjasama dengan lembaga penyediaan saprotan, lembaga penyediaan modal, lembaga pengolahan hasil produksi, lembaga pemasaran, lembaga penyediaan informasi teknologi, dan lembaga penyediaan informasi pasar. Setiap pernyataan YA diberi skor dua (2), sedangkan setiap pernyataan TIDAK diberi skor satu (1). Untuk sifat dari kerjasamanya diberi skor satu (1) apabila tidak terjadi kerjasama, skor dua (2) apabila sifatnya hanya insidental/bantuan sesekali, serta diberi skor tiga (3) apabila sifatnya kemitraan/kolaborasi. Sehingga dapat dikategorikan menjadi, 1. jaringan kerja belum terjalin dengan baik, skor (18 - 21) 2. jaringan kerja sudah cukup terjalin dengan baik, skor (22 – 25) 3. jaringan kerja telah terjalin dengan sangat baik, skor (26 – 27) Pengkategorian tersebut berdasarkan hasil rataan skor dari 12 pertanyaan yang diberikan kepada responden. Kegiatan kelompok adalah penampilan kelompok tani dalam menjalankan rencana kerja kelompok yang telah disusun secara musyawarah dengan anggota kelompok. Sehingga dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu 1. kegiatan kelompok tidak berjalan, skor (6 – 8) 2. kegiatan kelompok cukup berjalan, skor (9 – 10) 3. kegiatan kelompok berjalan dengan baik, skor (11 – 12) Pengkategorian tersebut berdasarkan hasil rataan skor dari lima pertanyaan yang diberikan kepada responden. 2.4.2 Peranan Kelembagaan Kelompok Tani Peranan kelembagaan kelompok adalah fungsi dari kelembagaan kelompok tani dalam memenuhi kepentingan anggotanya. Fungsi kelembagaan kelompok tani hanya difokuskan pada unsur sebagai unit usaha, yang merupakan tujuan dari berdirinya kelompok tani Sauyunan. Fungsi sebagai unit usaha dapat dilihat melalui tiga hal, yaitu pengorganisasian pada kegiatan produksi anggotanya, pengorganisasian kegiatan distribusi hasil produksi pertanian yang
19
lebih menguntungkan bagi anggota, serta pengorganisasian kegiatan konsumsi sumberdaya finansial yang lebih produktif bagi anggota. 2.4.2.1 Pengorganisasian Kegiatan Produksi Pengorganisasian kegiatan produksi adalah fungsi kelompok tani yang dapat dilihat dari pengorganisasian input sarana pertanian, bantuan modal bagi petani anggota serta kegiatan pembinaan bagi petani. Pengorganisasian input sarana pertanian adalah peranan kelembagaan kelompok tani dalam mendorong peningkatan jumlah luasan lahan yang digarap oleh petani anggota, bantuan pupuk serta bibit yang didapatkan petani anggota melalui kelembagaan kelompok tani. Pengorganisasian kegiatan produksi pertanian petani anggota juga dapat berjalan baik, apabila petani anggota mendapatkan bantuan modal bagi pengembangan usahataninya. Selain itu juga dengan frekuensi pelaksanaan kegiatan pembinaan yang difasilitasi kelembagaan kelompok tani bagi petani anggotanya. Kegiatan pembinaan pada variabel ini, dapat diukur melalui peningkatan keterampilan dari petani anggota berdasarkan hasil kegiatan pembinaan tersebut. Pengorganisasian kegiatan produksi kelembagaan kelompok tani bagi petani anggota dapat diturunkan menjadi tiga kategori yaitu: (1) pengorganisasian kegiatan produksi rendah dengan skor (4 - 5), (2) pengorganisasian kegiatan produksi sedang dengan skor (6 - 7), serta (3) pengorganisasian kegiatan produksi tinggi dengan skor (8 - 9). Pengkategorian
selang
skor
pengorganisasian
kegiatan
produksi
kelembagaan kelompok tani bagi petani anggota didapatkan berdasarkan hasil rataan skor dari empat jawaban pertanyaan yang diajukan kepada responden. Keempat pertanyaan yang diajukan tersebut merupakan turunan dari tiga indikator yang telah dijelaskan diatas yaitu pengorganisasian input sarana pertanian, bantuan modal bagi petani anggota serta kegiatan pembinaan bagi petani. 2.4.2.2 Pengorganisasian Kegiatan Distribusi Pengorganisasian kegiatan distribusi ialah fungsi kelompok tani dalam memberikan kekuatan petani anggota dalam memilih alternatif pemasaran hasil
20
produksi pertanian yang menguntungkan serta kepastian harga bagi petani anggota. Alternatif pemasaran hasil produksi pertanian bagi petani anggota ialah kemampuan petani anggota untuk dapat memilih sendiri saluran pemasaran hasil produksi pertanian yang menurut mereka memiliki keuntungan yang lebih baik. Berdasarkan hasil survai awal yang dilakukan peneliti sebelumnya, saluran pemasaran hasil produksi pertanian yang umum terdapat di Desa Iwul ialah melalui tengkulak, menjual langsung ke pasar serta disalurkan bersama melalui kelompok tani.
Sedangkan kepastian harga hasil produksi pertanian ialah
informasi harga hasil produksi pertanian yang didapatkan oleh petani. Kepastian harga hasil produksi pertanian juga memperlihatkan pada kemungkinan petani untuk dapat menentukan harga hasil produksi pertaniannya sendiri. Pengorganisasian kegiatan distribusi dapat diturunkan menjadi tiga kategori yaitu pengorganisasian kegiatan distribusi rendah apabila memiliki skor (6 – 8), pengorganisasian kegiatan distribusi sedang apabila memiliki skor (9 – 11) dan pengorganisasian kegiatan distribusi tinggi apabila memiliki skor (12 – 13). Pengkategorian tersebut berdasarkan hasil rataan skor dari lima pertanyaan yang diberikan kepada responden. 2.4.2.3 Pengorganisasian Kegiatan Konsumsi Pengorganisasian
Kegiatan
Konsumsi
adalah
peran
kelembagaan
kelompok tani dalam membina anggotanya untuk memperhitungkan anggaran dalam rumah tangga untuk disisihkan dengan anggaran untuk kegiatan yang lebih produktif, seperti tabungan, investasi dan penyisihan modal. Hal ini dapat dilihat melalui pengeluaran rumah tangga dari anggota kelompok tani. Pengeluaran rumah tangga yang dimaksud adalah biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan hidup dalam jangka waktu satu tahun yang terdiri dari pengeluaran untuk pangan dan pengeluaran untuk bukan pangan yang dinyatakan dalam rupiah per tahun, dari pengeluaran non pangan tersebut dilihat pula pengeluaran yang sifatnya lebih produktif dengan melihat adanya tabungan, penyisihan untuk modal dan investasi. Kemudian pengeluaran untuk pangan dan non pangan yang sifatnya konsumtif dikategorikan sebagai pengeluaran konsumtif sedangan pengeluaran non pangan dalam hal tabungan, penyisihan untuk modal
21
dan investasi dikategorikan sebagai pengeluaran produktif. Untuk mengukur kengorganisasian kegiatan konsumsi produktif ialah dengan membandingkan pengeluaran konsumtif dengan pengeluaran produktif. Pengorganisasian kegiatan konsumsi produktif dapat diturunkan menjadi tiga kategori, yaitu sebagai berikut: 1. pengorganisasian kegiatan konsumsi produktif rendah apabila kurang dari 15 persen total pengeluaran rumah tangga untuk pengeluaran produktif; 2. pengorganisasian kegiatan konsumsi produktif sedang apabila antara 15 persen hingga kurang dari 30 persen total pengeluaran rumah tangga
untuk pengeluaran produktif; 3. pengorganisasian kegiatan konsumsi produktif tinggi apabila lebih dari 30 persen total pengeluaran rumah tangga untuk pengeluaran produktif. Untuk mempertajam analisis dalam menghubungkan peranan kelembagaan kelompok tani dalam mendorong petani anggota untuk meningkatkan konsumsi produktifnya, maka perlu untuk melihat bagaimana tingkat pendapatan yang diterima anggota selama satu tahun serta kontribusi pendapatan pada sektor pertanian dibandingkan pendapatan yang diterima dari sektor non pertanian. Tingkat pendapatan adalah tingkat pendapatan total yang diterima oleh anggota yang berasal baik dari usaha pokok maupun usaha sampingan. Pendapatan yang diukur adalah pendapatan anggota selama setahun (November 2009 – November 2010). Tingkat pendapatan diukur berdasarkan penerimaan uang total anggota baik dari sektor pertanian maupun sektor non pertanian. Tingkat pendapatan dapat dikelompokkan menjadi tiga (3) kategori, yaitu: 1.
Tingkat pendapatan rendah, apabila kurang dari Rp5.000.000;
2.
Tingkat pendapatan sedang, apabila berkisar antara Rp5.000.000 hingga Rp15.000.000;
3.
Tngkat pendapatan tinggi, apabila lebih besar atau sama dengan Rp15.000.000.
Ukuran dalam setiap kategori diatas ditentukan berdasarkan survai awal yang dilakukan peneliti kepada masyarakat Desa Iwul. Kontribusi bagi pendapatan anggota yang dimaksud adalah seberapa besar pendapatan/penghasilan yang didapat dari unit usaha yang ada di kelompok tani
22
dibandingkan dengan pendapatan/penghasilannya dari usaha lain dalam rumah tangga anggota kelompok. Kontribusi sektor pertanian bagi pendapatan anggota dapat dilihat dengan menggunakan perhitungan dibawah ini:
Kontribusi pendapatan unit usaha =
(T – A)
x 100 %
T
Keterangan: A= Total pendapatan dari sumber lain T= Total pendapatan dari seluruh sumber yang didapat responden.
Dari hasil perhitungan di atas, maka dapat dikategorisasikan menjadi tiga yaitu: (1) pendapatan anggota dari sektor pertanian rendah apabila pendapatan sektor pertanian kurang dari 50 persen dari seluruh total pendapatan rumah tangga; (2) pendapatan anggota dari sektor pertanian sedang apabila pendapatan sektor pertanian berkisar antara 50 persen hingga 90 persen dari seluruh total pendapatan rumah tangga; dan (3) pendapatan anggota dari sektor pertanian tinggi apabila pendapatan sektor pertanian lebih besar atau sama dengan 90 persen dari seluruh total pendapatan rumah tangga. 2.4.3
Pengembangan Usahatani Anggota Pengembangan usatani anggota dapat terlihat melalui penerapan
diversifikasi usahatani yang dilakukan anggota, peningkatan produktivitas pertanian (Rp/luas lahan), peningkatan modal usahatani serta peningkatan keuntungan usahatani. Penerapan diversifikasi usahatani yang dilakukan petani, merupakan keberlanjutan hasil dari kegiatan pembinaan yang dilakukan pihak luar kepada petani anggota. Usahatani yang umum dilakukan di Desa Iwul ialah pertanian palawija dengan jenis umbi-umbian seperti singkong dan ketela pohon, serta padi. Diluar dari tanaman pangan tersebut, dinilai sebagai penerapan diversifikasi tanaman yang dilakukan oleh petani. Penerapan diversifikasi usahatani dapat diberi skor satu (1) apabila pada garapan usahatani petani tidak terdapat tanaman baru yang diusahakan, diberi skor dua (2) apabila pada garapan usahatani petani
23
terdapat tanaman baru yang diusahakan tetapi bukan diketahuinya dari kelompok tani, dan diberi skor tiga (3) apabila pada garapan usahatani petani terdapat tanaman baru yang diusahakan dan diketahuinya dari kelompok tani. Peningkatan produktivitas pertanian dapat dilihat melalui peningkatan hasil kegiatan usahatani petani anggota. Hasil kegiatan usahatani adalah besaran yang menggambarkan banyaknya produk dari kegiatan usaha yang diusahakan responden, diperoleh dalam satu luasan lahan dalam siklus produksi. Satuan hasil biasanya adalah kilogram per m2. Namun berdasarkan hasil survai awal yang dilakukan peneliti, hasil produksi pertanian di Desa Iwul sulit untuk diketahui ukuran pastinya. Petani di desa ini kebanyakan menjual hasil produksi pertaniannya dengan sistem borongan. Berdasarkan hasil survai awal tersebut satuan hasil produksi pertanian pada penelitian ini diubah menjadi rupiah per luas garapan. Peningkatan hasil produksi dapat dilihat dengan menggunakan perhitungan dibawah ini: Peningkatan hasil produksi = (Hasil Saat ini – Hasil Awal)
x 100 %
Hasil Awal
Dari hasil perhitungan di atas, maka dapat dikategorisasikan menjadi tiga yaitu: (1) peningkatan hasil produksi rendah apabila peningkatannya kurang dari 30 persen dari hasil awal produksi; (2) peningkatan hasil produksi sedang apabila peningkatannya berkisar antara 30 persen hingga 50 persen dari hasil awal produksi; dan (3) peningkatan hasil produksi tinggi apabila peningkatannya lebih dari 50 persen dari hasil awal produksi. Peningkatan modal usahatani merupakan hasil dari peran kelembagaan kelompok tani dalam meningkatkan modal usaha pada kegiatan usahatani anggotanya.
Peningkatan
modal
usahatani
tersebut
dapat
berasal
dari
pengakumulasian modal yang responden dapatkan dari hasil keuntungan usahataninya dan juga berasal dari bantuan modal yang diusahakan kelembagaan kelompok tani bagi anggotanya. Peningkatan modal usahatani dapat dilihat dengan menggunakan perhitungan dibawah ini:
24
Peningkatan modal =
(Modal Saat ini – Modal Awal)
x 100 %
Modal Awal
Dari hasil perhitungan di atas, maka dapat dikategorisasikan menjadi tiga yaitu: (1) peningkatan modal usahatani rendah apabila peningkatannya kurang dari 30 persen dari modal awal; (2) peningkatan modal usahatani sedang apabila peningkatannya berkisar antara 30 persen hingga 50 persen dari modal awal; dan (3) peningkatan modal usahatani tinggi apabila peningkatannya lebih dari 50 persen dari modal awal. Peningkatan keuntungan usahatani adalah hasil dari harga jual yang didapatkan responden dari hasil produksi pertaniannya dikurangi biaya operasional seperti biaya pupuk, bibit, tenaga kerja, sewa alat, sewa lahan serta biaya untuk pestisida. Peningkatan keuntungan usahatani dapat dilihat dengan menggunakan perhitungan dibawah ini: Peningkatan keuntungan = (Keuntungan Saat ini – keuntungan Awal) x 100% Keuntungan Awal Dari hasil perhitungan di atas, maka dapat dikategorisasikan menjadi tiga yaitu: (1) peningkatan keuntungan usahatani rendah apabila peningkatannya kurang dari 30 persen dari keuntungan awal; (2) peningkatan keuntungan usahatani sedang apabila peningkatannya berkisar antara 30 persen hingga 50 persen dari dari keuntungan awal; dan (3) peningkatan keuntungan usahatani tinggi apabila peningkatannya lebih dari 50 persen dari dari keuntungan awal.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1
Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian survai dengan tipe explanatory atau
confirmatory research. Metode survai adalah penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Tipe penelitian explanatory merupakan penelitian yang sifat analisisnya menjelaskan hubungan antar variabel melalui uji hipotesis (Singarimbun & Effendi, 1989). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yang didukung dengan data-data kualitatif. Data kuantitatif adalah data yang berwujud angka-angka, yang diperoleh dari pengukuran langsung maupun hasil perubahan dari data kualitatif menjadi kuantitatif. Data kuantitatif bersifat objektif dan bisa ditafsirkan sama oleh semua orang; biasanya diperoleh dari survai yang menggunakan kuesioner dan mencakup banyak responden; dan dimungkinkan dilakukan analisis statistik inferensial yang bertujuan untuk membuat generalisasi dari suatu fakta. Sementara itu, data kualitatif merupakan data yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan. 3.2
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di Desa Iwul, Kecamatan Parung,
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan tempat penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Fokus penelitian ini ialah pada peran kelembagaan kelompok tani dalam hal pengembangan usahatani anggota kelompok di desa tersebut. Kelompok tani yang diteliti ialah Kelompok Tani Sauyunan. Penetapan kelompok tani yang akan diteliti ini dilakukan dengan pertimbangan, diantaranya: 1. Kelompok Tani Sauyunan merupakan kelompok tani yang menjadi penggerak kelompok tani-kelompok tani lain yang ada di tingkat kecamatan serta termasuk kedalam kelompok tani tingkat madya yang
26
sampai saat itu masih aktif di Kecamatan Parung Kabupaten Bogor Jawa Barat. 2. Sebagian besar petani yang terdaftar dalam kelompok tani ini merupakan petani tanpa lahan. Setelah berdirinya Kelompok Tani Sauyunan, petani-petani tersebut mendapat legalitas untuk menggarap lahan kosong milik PT. Telaga Kahuripan. Sehingga menarik untuk melihat hubungan antara peranan kelompok tani –yang salah satunya secara tidak langsung dapat memberikan modal lahan bagi para petanidengan pengembangan usahatani anggotanya. 3. Selama ini, penelitian mengenai hubungan antara peran kelembagaan kelompok tani dengan pengembangan usahatani anggota belum pernah dilaksanakan pada daerah tersebut, terutama pada Kelompok Tani Sauyunan. Oleh karena itu, pemilihan tempat penelitian ini diharapkan relevan dengan data yang ingin diperoleh dan tujuan penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Oktober hingga November 2010 dan dilanjutkan dengan pengolahan dan analisis data pada Bulan Desember hingga Januari 2010. 3.3
Teknik Pengambilan Sampel Total populasi anggota pada Kelompok Tani Sauyunan berjumlah 169
orang. Dari total populasi tersebut kemudian dibagi menjadi dua sub-populasi yaitu, sub-populasi anggota aktif dan sub-populasi anggota tidak aktif. Pembagian populasi menjadi dua kelompok dilakukan karena dianggap populasi dalam penelitian ini sifatnya tidak homogen serta agar data yang didapat nantinya akan mewakili keseluruhan populasi. Sub-populasi anggota aktif berjumlah 20 orang. Data ini didapatkan berdasarkan absensi rapat dan pengakuan dari ketua serta pengurus kelompok tani. Sub-populasi anggota yang tidak aktif berjumlah 149 orang. Jumlah populasi pada kedua sub-populasi tersebut tidak proporsional, sehingga ukuran sampel untuk kedua sub-populasi tersebut masing-masing dipilih 20 orang secara sengaja. Untuk pemilihan sampelnya pada sub-populasi anggota aktif diambil secara sensus atau keseluruhan populasi pada sub-populasi tersebut dijadikan
27
sampel. Sedangkan pada sub-populasi anggota non aktif pemilihan sampel dilakukan secara random sederhana dengan cara pengundian, kerangka sampling penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1. Kriteria umum yang harus dipenuhi oleh sampel ialah tercatat sebagai anggota Kelompok Tani Sauyunan dan memiliki usahatani yang sedang berjalan. Untuk lebih mempertajam analisis pada penelitian ini maka diambil 15 sampel secara sengaja dari petani palawija yang terdapat di Desa Iwul yang bukan merupakan anggota Kelompok Tani Sauyunan. Pemilihan sampel petani palawija dilakukan dengan cara snowball sampling. Hal ini dikarenakan tidak terdapat data mengenai petani padi dan palawija bukan anggota Kelompok Tani Sauyunan yang akurat. Selain itu juga telah terjadi penurunan jumlah petani padi dan palawija bukan anggota di desa tersebut, karena sudah banyak petani padi dan palawija yang beralih menjadi petani ikan. Unit analisis dari penelitian ini ialah individu. 3.4
Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini terdapat dua subjek penelitian yaitu responden dan
informan. Dari penelitian kuantitatif diperoleh data dari hasil kuesioner yang diberikan kepada responden dimana responden adalah orang yang memberikan informasi tentang dirinya sendiri. Hasil dari kuesioner tersebut dicatat seperti apa adanya, kemudian diolah dengan melakukan analisis dan interpretasi, baru selanjutnya dilakukan pembuatan kesimpulan tentang hasil kuesioner. Sedangkan data dari penelitian kualitatif diperoleh melalui wawancara mendalam dan observasi secara langsung ke lapangan kepada informan dan juga responden. Informan merupakan orang yang memberikan informasi tentang orang lain dan lingkungan disekitarnya. Pada penelitian ini yang termasuk dalam informan ialah ketua, pengurus, pembina Kelompok Tani Sauyunan, aparat desa serta pengelola dari PT Telaga Kahuripan. Sedangkan pada penelitian ini yang termasuk dalam responden ialah sampel yang telah dipilih sebelumnya. Hal yang diobservasi dalam penelitian ini ialah kegiatan usahatani yang dilakukan para responden, serta kegiatan sehari-hari baik responden ataupun masyarakat di Desa Iwul secara umum. Daftar pertanyaan untuk wawancara mendalam dengan informan dapat dilihat pada lampiran 2.
28
Berdasarkan sumbernya, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh melalui pengumpulan data di lapangan dengan menggunakan instrumen berupa kuisioner yang diisi berdasarkan wawancara kepada responden dan informan, serta pengamatan langsung yang dilakukan oleh peneliti. Sementara data sekunder diperoleh melalui dokumentasi dan studi literatur yang relevan dengan tujuan penelitian seperti buku, jurnal, artikel, skripsi, dan berbagai karya ilmiah lainya. 3.5
Teknik Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri dari data kualitatif dan
kuantitatif, selanjutnya akan dilakukan pengolahan data dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Pengeditan, semua data yang diperoleh di lapangan diedit. Tujuannya adalah untuk memilih data dan informasi yang ada. Langkah ini bertujuan untuk memasukkan semua data yang diperlukan berdasarkan kerangka formulasi yang telah ditetapkan. 2. Tabulasi, langkah ini bertujuan untuk menyajikan data-data dalam bentuk tabel dan gambar untuk mempermudah penyajian dan interpretasi data-data tersebut. 3. Interpretasi, menghubungkan semua variabel-variabel yang telah ditetapkan dalam kerangka pemikiran yang akan digunakan dengan hasil penelitian yang diperoleh. Data yang diperoleh berupa data ordinal. Setelah data dari kuesioner responden tersebut dikumpulkan, selanjutnya data tersebut diolah dan dianalisis secara kuantitatif dengan ditambahkan analisis kualitatif. Pengujian dilakukan dengan menggunakan uji statistik non parametrik, yakni Korelasi Rank Spearman. Untuk memudahkan pengolahan data dan penarikan kesimpulan dalam uji Korelasi Rank Spearman maka digunakan program SPSS 16.0 for Windows, sedangkan data kualitatif yang diperoleh dari hasil wawancara dengan responden dan informan akan digunakan untuk memperjelas gambaran mengenai hubungan antara peran kelembagaan kelompok tani dengan pengembangan usahatani anggota.
BAB IV PROFIL KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI SAUYUNAN DAN KOMUNITAS DESA IWUL 4.1
Profil Kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan Kelompok Tani Sauyunan merupakan kelompok tani yang menaungi
petani tanaman pangan yang ada di wilayah Desa Iwul, Kecamatan Parung Kabupaten Bogor Jawa Barat. Kelompok Tani Sauyunan dibentuk pada tanggal 8 Mei 2001 atas dasar musyawarah bersama masyarakat yang berada di Desa Iwul demi kemajuan pertanian di wilayah mereka. Latar belakang dibentuknya Kelompok Tani ini ialah karena adanya keinginan para petani Desa Iwul yang merupakan petani dengan lahan sempit dan petani penggarap, untuk dapat menggalang kekuatan bersama agar dapat menjadi unit usaha bersama yang mandiri dan mendapat legitimasi untuk dapat mengelola lahan kosong milik PT. Telaga Kahuripan yang sudah sejak lama mereka garap. Penggarapan lahan milik PT Telaga Kahuripan pada awalnya mendapat perlawanan yang keras dari pihak PT Telaga Kahuripan sendiri, namun hal itu tidak menyurutkan niat petani untuk tetap menggarap lahan milik perusahaan secara diam-diam. Untuk menghindari konflik, akhirnya pada tahun 1999 atas desakan petani kepada pihak perusahaan, dibuatlah perjanjian tertulis untuk memperbolehkan petani lokal yang berada di wilayah Desa Iwul, untuk menggarap lahan milik PT Telaga Kahuripan. Perjanjian tertulis ini menyatakan bahwa pihak PT Telaga Kahuripan memperbolehkan pihak petani lokal untuk menggarap dilahannya, akan tetapi petani harus membayar pajak sebesar Rp 25 per meter lahan garapan yang digunakan per tahunnya. Setelah perjanjian ini berjalan hampir dua tahun, ternyata jumlah petani yang menggarap di lahan milik PT Telaga Kahuripan meningkat drastis. Namun tidak semua petani yang menggarap tersebut telah terdaftar dalam perjanjian yang dilakukan sebelumnya. Hal ini menyebabkan kerugian di pihak PT Telaga Kahuripan. Untuk menutupi kerugiaan tersebut pada pertengahan tahun 2000 atas seizin pihak pengelola PT Telaga Kahuripan, masuklah pihak swasta yang ikut menggarap di lahan milik
30
perusahaan. Pihak swasta tersebut ikut pula membudidayakan tanaman pangan jenis singkong yang umum dibudidayakan para petani lokal. Penggunaan teknologi pembudidayaan yang lebih efektif dan masa tanam yang lebih panjang, menyebabkan hasil produksi petani lokal kalah bersaing dengan hasil produksi dari pihak swasta tersebut. Harga singkong yang dijual oleh petani lokal pun menurun drastis. Hal ini akhirnya menyulut protes dari pihak petani lokal untuk meminta pihak swasta tidak menggarap lagi di daerah garapan mereka. Melihat begitu besarnya perlawanan petani lokal pada pihak swasta dan untuk menghindari konflik. Atas dorongan beberapa tokoh masyarakat dan kesepakatan para petani di wilayah Desa Iwul, maka dibentuklah Kelompok Tani Sauyunan. Kelompok tani ini diharapkan dapat menggalang persatuan diantara para petani di Desa Iwul, juga agar jumlah petani yang menggarap di Desa Iwul dapat terkontrol. Hal ini juga untuk mengantisipasi pihak PT Telaga Kahuripan untuk mengizinkan pihak swasta masuk ke daerah garapan petani lokal. Pengukuhan kelompok tani ini pertama kali ditetapkan pada tanggal 8 Mei 2005, sebagai Kelas Pemula dengan Surat Keputusan Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor Nomor : 520/346-SPBinus. Kemudian pada tanggal 28 September 2009 Kelompok Tani Sauyunan telah dikukuhkan sebagai kelompok tani Kelas Madya dengan Surat Keputusan Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor Nomor : 520/19/IX/09. Susunan organisasi Kelompok Tani Sauyunan terdiri dari empat pengurus inti yaitu ketua kelompok tani, wakil ketua, bendahara dan sekretaris serta empat kepala sub-bidang, yang yang memiliki tugas pokok masing-masing yang merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan guna menuju pada satu tujuan yaitu memajukan pertanian pangan di Desa Iwul Kecamatan Parung Kabupaten Bogor Jawa Barat. Kelompok Tani Sauyunan sampai tahun 2010 tercatat memiliki anggota sebanyak 169 orang, yang merupakan para petani yang tinggal atau para petani yang menggarap lahan di wilayah Desa Iwul. Terdapat tiga persyaratan utama untuk dapat menjadi anggota Kelompok Tani Sauyunan, yaitu: (1) memiliki keterampilan tiga jenis usaha tani yang sesuai dengan yang ditekuninya, (2) selalu
31
berinovasi dan berwawasan luas terhadap pertanian, perikanan dan peternakan, serta (3) ikut bertanggung jawab dalam ketahanan pangan nasional. Gambar 2. Struktur Organisasi Kelompok Tani Sauyunan, Tahun 2010 Ketua Taufik H.
Wakil Ketua Hasanudin
Bendahara Aming
Bid. Pemasaran Alyang
Bid. Irigasi Martil
Sub-bidang
Bid. Hub. Antar lembaga Nasir N.
Sekretaris Suwardi
Bid. Pembina Hama Sanita
Bidang Kaderisai Encum
Fasilitas yang dimiliki oleh Kelompok Tani Sauyunan sudah sesuai dengan kriteria kelengkapan kelompok yang telah ditetapkan oleh Badan Pelaksana Penyuluhan, Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (2009), yaitu susunan pengurus, catatan daftar anggota, kantor, Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART), rencana kelompok, pembukuan, buku tamu, buku kegiatan kelompok, serta fasilitas yang dapat menunjang kegiatan usahatani anggota. Namun untuk fasilitas yang dapat menunjang kegiatan usahatani anggota, sampai saat ini Kelompok Tani Sauyunan hanya memiliki satu buah handtracktor yang belum banyak diakses oleh petani anggotanya. Handtracktor tersebut merupakan bantuan dari pemerintah melalui program Bantuan Uang Muka Alsintan (BUMA). Program ini hanya memberikan 50 persen bantuan biaya pembelian alsintan yang dibutuhkan kelembagaan kelompok tani, sedangkan sisanya dapat ditanggulangi kelompok melalui pembayaran sewa handtracktor tersebut oleh anggota atau diluar anggota.
32
Jaringan kerja yang telah dimiliki oleh Kelompok Tani Sauyunan yaitu kerjasama dengan Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan sebagai lembaga penyediaan saprotan dan lembaga penyediaan informasi teknologi, selain itu Kelompok Tani Sauyunan juga rutin berkonsultasi tentang usahatani mereka dengan Penyuluh Pertanian Lapang Kecamatan Parung. Kelompok Tani Sauyunan juga telah menjalin kerjasama dengan Koperasi Yayasan Darul Mutaqin dalam penyediaan modal bagi usahatani anggota, penyalur pemasaran komoditas pertanian mereka. Kelompok Tani Sauyunan selama ini menyalurkan komoditas pertaniannya selain kepada Koperasi Yayasan Darul Mutaqin juga kepada pedagang-pedagang pengumpul di daerah Parung atau menyalurkan langsung ke pabrik tapioka yang ada di daerah Kedung Halang, Bogor. Kelompok Tani Sauyunan rutin melakukan pertemuan kelompok setiap bulannya. Pertemuan kelompok ini biasanya diawali dengan kegiatan arisan kelompok dahulu, setelah itu baru dilanjutkan dengan rapat yang membicarakan rencana kerja kelompok. Pendampingan PPL selama ini telah rutin dilakukan, namun sudah tiga bulan terakhir (November 2010 – Januari 2011) tidak ada pendampingan dari pihak PPL Kecamatan Parung. Hal ini diakui oleh pihak PPL Kecamatan Parung, akibat kurangnya tenaga PPL dan banyaknya desa atau kelompok tani yang harus ditanganinya. Kegiatan pembinaan yang pernah diberikan kepada Kelompok Tani Sauyunan yaitu Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan. 4.2
Profil Desa Iwul Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor
4.2.1
Kondisi Geografis dan Administratif Dilihat dari letak geografisnya Desa Iwul terletak di barat Kabupaten
Bogor tepatnya di wilayah Kecamatan Parung Kabupaten Bogor. Dilihat dari letak wilayahnya, Desa Iwul berbatasan dengan beberapa desa, yaitu sebagai berikut: a. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Waru Jaya, Kecamatan Parung; b. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Jampang, Kecamatan Parung; c. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Perigi Mekar, Kecamatan Parung;
33
d. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Jabon Mekar, Kecamatan Parung. Desa Iwul merupakan desa yang terletak di dataran tinggi yaitu dengan ketinggian 200-229 meter dari permukaan laut, sehingga suhu rata-rata 32 ºC dengan curah hujan 249 mm per tahunnya. Kondisi lahan di Desa Iwul berupa tanah datar (rata) tidak bergunung atau curam, dengan keadaan tanah stabil, tidak ada erosi atau longsor. Desa
ini memiiki akses yang mudah ke ibukota
kecamatan, ibukota kabupaten, dan ibukota propinsi; dengan jarak berturut-turut sekitar 7 Km, 30 Km dan 195 Km. Dengan kendaraan bermotor, akses ke ibukota kecamatan, kaupaten dan propinsi dapat ditempuh berturut-turut sekitar 15 menit, 60 menit dan tiga jam. Secara administratif, Desa Iwul memiliki 20 Rukun Tetangga (RT) yang terdistribusi dalam 6 Rukun Warga, semuanya tersebar di empat dusun yang ada di desa ini, yaitu Dusun Binong, Dusun Iwul, Dusun Poncol dan Dusun Lengkong Barang. Desa Iwul memiliki luas wilayah 431.185 Ha, sebagian besar diperuntukkan sebagai lahan pertanian berbentuk sawah dan ladang/tegalan, yaitu sekitar 62,49 persen. Selainnya diantaranya diperuntukkan sebagai lahan pemukiman sebesar 32,73 persen, bangunan umum Mushola/Masjid 2,12 persen, pemakaman/kuburan 1,19 persen , jalan umum 1,44 persen dan 0,47 persen untuk bangunan sekolah. Meskipun lebih dari setengah wilayah di Desa Iwul merupakan lahan pertanian, namun pada kenyataannya 87,5 persen berupa lahan guntai, yakni lahan bukan milik warga desa atau dimiliki penduduk di luar desa. Hal ini lah yang menyebabkan banyak petani di Desa Iwul yang memanfaatkan lahan milik PT. Telaga kahuripan yang belum terpakai yaitu sebesar 150 Ha di wilayah Desa Iwul yang terkonsentrasi di wilayah RW 05 dan RW 06. 4.2.2
Keadaan Penduduk Jumlah penduduk di Desa Iwul sebanyak 6188 jiwa yang terdiri dari
51,86 persen laki-laki dan 48,14 persen perempuan. Total penduduk desa tersebut berasal dari 1751 kepala keluarga (KK). Kepadatan penduduk Desa Gunungsari sebesar 500 jiwa/km.
34
Sebagaimana terlihat pada Tabel 1, dapat diketahui bahwa mayoritas penduduk di Desa Iwul berada pada usia produktif (16 -60 tahun) sebesar 70,57 persen atau sebanyak 4.367 jiwa. sedangkan penduduk yang berada pada usia tidak produktif (0 – 15 tahun dan 60 tahun ke atas) sebesar 29,43 persen atau sebanyak 1.821 jiwa. Tabel 1. Sebaran Penduduk Desa Iwul Menurut Kelompok Umur Tahun 2008 (dalam jumlah dan persen) Total Kelompok Umur Jumlah
Persen
0 – 5 Tahun
684
11,05
6 – 15 Tahun
429
6,93
16 – 25 Tahun
1038
16,78
26 – 50 Tahun
1546
24,99
51 – 60 Tahun
1782
28,80
61 Tahun ke atas
709
11.45
Jumlah
6188
100
Sumber: Data Monografi Desa Iwul Kecamatan Parung Tahun 2008
Banyaknya penduduk pada usia produktif merupakan potensi sumber daya manusia yang terdapat di Desa Iwul. Hal ini dapat dijadikan kekuatan untuk meningkatkan perekonomian di desa tersebut. Meskipun demikian banyaknya jumlah penduduk dengan usia produktif dapat pula menjadi penghambat bagi peningkatan ekonomi di desa tersebut, apabila tingkat pendidikan penduduk tersebut rendah. Selain itu hal ini juga ditentukan oleh banyaknya lapangan kerja yang dapat menyerap jumlah penduduk dengan usia produktif tersebut. Tingkat pendidikan dan mata pencaharian penduduk di Desa Iwul, akan dijelaskan lebih lanjut. Tingkat pendidikan mayoritas warga adalah tamat Sekolah Menengah pertama atau sederajat yaitu sebesar 30,69 persen, dimana
52,92 persen
diantaranya adalah laki-laki. Namun hal ini tidak sebanding dengan jumlah
35
penduduk yang tidak bersekolah, tidak tamat SD dan Tamat SD yaitu sebesar 46,57 persen. Sehingga dapat disimpulkan tingkat pendidikan di Desa Iwul masih rendah. Secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Sebaran Penduduk Desa Iwul Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2008 Laki-Laki
Perempuan
Total
Tingkat Pendidikan Jumlah
Persen
Jumlah
Persen
Jumlah
Persen
Belum Sekolah/ Tidak Sekolah
703
24,19
711
21,66
1414
22,85
Tidak Tamat SD / Belum Tamat SD
205
7,05
481
14,66
686
11,09
Tamat SD
346
11,92
436
13,28
782
12,64
Tidak Tamat SMP
100
3,44
472
14,38
572
9,24
Tamat SMP
1005
34,58
894
27,24
1899
30,69
Tamat SMA
430
14,79
253
7,71
683
11,04
Tamat D1-D3
75
2,58
25
0,76
100
1,61
Tamat S1
40
1,38
10
0,31
50
0,81
Tamat S2
2
0,07
0
0
2
0,03
Jumlah
2906
100
3282
100
6188
100
(dalam jumlah dan persen) Sumber: Data Monografi Desa Iwul Kecamatan Parung Tahun 2008
Kondisi Desa Iwul dilihat letak geografisnya, maka jenis kegiatan ekonomi di desa ini mayoritas bekerja di sektor pertanian, selain itu diurutan kedua adalah sektor perdagangan berupa warung kelontong, jasa (angkutan) perternakan, toko, home industry dan bahan bangunan. Untuk lebih jelas kegiatan ekonomi di Desa Iwul dapat dilihat pada Tabel 3. Meskipun sektor pertanian merupakan sektor utama mata pencaharian penduduk di desa ini, namun tidak menutup kemungkinan banyak diantara penduduk tersebut yang memiliki pekerjaan lebih dari satu sector. Hal ini dikarenakan jumlah pendapatan di sektor pertanian tidak dapat menanggulangi pengeluaran rumah tangga mereka.
36
Tabel 3. Sebaran Penduduk Desa Iwul Menurut Mata Pencaharian Tahun 2008 (dalam jumlah dan persen) Total Mata Pencaharian Jumlah
Persen
PNS atau TNI
14
0,33
Karyawan Swasta
362
8,28
Petani
1522
34,85
Buruh Tani
772
17,67
Jasa
193
4,42
Dagang
1144
26,21
Tidak Bekerja
360
8,24
Jumlah
4367
100
Sumber: Data Monografi Desa Iwul Kecamatan Parung Tahun 2008
Potensi yang dimiliki oleh Desa Iwul dalam hal sumberdaya alam masih tersedia cukup banyak diantaranya, (1) Situ, sebagai salah satu potensi yang dimiliki yang digunakan masyarakat untuk ternak ikan dengan memakai sistem keramba, (2) Empang, digunakan masyarakat sejak lama untuk beternak ikan dan memelihara ayam potong dengan mendirikan kandang diatas empang, serta (3) sawah dan tegalan, kondisi tanah yang masih luas dimana masyarakat menggunakan lahan tersebut untuk menanam tanaman pangan seperti ketela pohon, singkong, kacang, jagung, padi dan umbi-umbian lainnya. Potensi sumber daya manusia (SDM) yang umum dan khas dimiliki masyarakat Desa Iwul adalah kelompok usia produktif dan sifat bekerja keras dan bergotong royong dengan mata pencaharian sebagian besar menggarap pertanian darat. 4.2.3
Profil Responden Responden dalam penelitian ini merupakan petani atapun buruh tani yang
tergabung dalam Kelompok Tani Sauyunan, serta petani ataupun buruh tani yang bukan termasuk anggota dalam Kelompok Tani Sauyunan. Seluruh responden
37
merupakan petani atau buruh tani yang memiliki usahatani dengan komoditas padi dan palawija seperti singkong, ketela pohon, jagung, kacang panjang dan kacang tanah (kacang cabut). Luas lahan garapan responden tersebar antara 500 m2 hingga 25.000 m2. Sebaran responden menurut luasan lahan garapannya dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Sebaran Responden Menurut Luas Lahan Garapan Usahatani Tahun 2010 (dalam jumlah dan persen) Total
Luas Lahan Garapan (m2) Jumlah (orang)
Persen
7
12,12
7
12,12
2
5
9,10
2
5
9,10
2
5
9,10
2
12
24,21
7
12,12
2
2
3,03
20.000 m2 ≤ x < 30.000 m
2
5
9,10
Jumlah
55
100
≤ 500 m2 2
500 m2 ≤ x < 1.000 m
1.000 m2 ≤ x < 2.000 m 2.000 m2 ≤ x < 3.000 m 3.000 m2 ≤ x < 4.000 m 4.000 m2 ≤ x < 5.000 m
2
5.000 m2 ≤ x < 10.000 m
10.000 m2 ≤ x < 20.000 m
Sumber: Hasil Wawancara Responden Petani/Buruh Tani di Desa Iwul Kecamatan Parung Tahun 2010
Pendidikan dari responden mayoritas hanya tingkat Sekolah Dasar (SD) yaitu sebesar 75,76 persen atau 42 orang. Sebesar 21,24 persen atau 11 orang dari seluruh responden tidak pernah sekolah dan hanya 3 persen atau 2 orang dari seluruh responden memiliki pendidikan hinggat tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP).
BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA 5.1
Pengorganisasian Kegiatan Produksi Kelembagaan Kelompok Tani Peran produksi kelembagaan Kelompok Tani yang dikaji dalam penelitian
ini ialah kemampuan kelompok untuk meningkatkan pemenuhan kebutuhan faktor-faktor yang dapat menunjang kegiatan produksi melalui pengorganisasian faktor-faktor tersebut agar dapat diakses oleh petani anggotanya. Sebagai suatu unit usaha bersama diharapkan petani yang menjadi anggota kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan lebih akses terhadap faktor-faktor produksi yang dapat mendukung usaha pertaniannya dibandingkan dengan petani non anggota kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan. Faktor produksi yang dimaksud seperti: peningkatan pada sumberdaya lahan garapan bagi petani anggota; bantuan sumberdaya modal serta pembinaan petani anggota untuk peningkatan keterampilannya di sektor pertanian. Peningkatan pada pengorganisasian kegiatan produksi oleh kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan, akan mendorong terjadinya pengembangan usahatani bagi petani anggota. Secara keseluruhan peran produksi kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan dalam pengorganisasian kegiatan produksi bagi petani anggota masih rendah, dimana sebesar 47,50 persen dari petani anggota menilai bahwa pengorganisasian kegiatan produksi kelembagaan kelompok taninya masih rendah. Pengorganisaian kegiatan produksi kelembagaan kelompok tani tinggi menurut responden hanya sebesar 15 persen saja. Hal ini dapat dikatakan bahwa keberperanan kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan dalam pengorganisasian kegiatan produksi bagi petani anggota belum optimal. Lebih lanjut dapat dilihat pada Gambar 3. Pengkategorian pengorganisasian kegiatan produksi rendah, sedang dan tinggi
dilakukan
dengan
pengakumulasian
pada
tiga
indikator
yaitu
pengorganisasian input sarana pertanian, bantuan modal bagi petani anggota serta
39
kegiatan pembinaan bagi petani. Ketiga indikator tersebut akan dibahas pada subbab selanjutnya.
Gambar 3.
Penilaian Pengorganisasian Kegiatan Produksi dari Kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan Menurut Responden, Desa Iwul, 2010 (dalam persen)
pengorganisasian kegiatan produksi rendah
15%
47,50% 37,50%
Sumber:
pengorganisasian kegiatan produksi sedang pengorganisasian kegiatan produksi tinggi
Hasil Olah Kuesioner, Anggota Kelompok Tani Sauyunann, Desa Iwul, 2010
5.1.1 Peningkatan Luas Lahan Garapan Desa Iwul dilihat dari protensi sumberdaya alamnya, sebenarnya terdapat potensi ekonomi yang cukup besar untuk dapat dikembangkan. Selain potensi di bidang pertanian dan perikanan, potensi sumberdaya manusia dalam mengelola pertanian dalam lingkungan alam yang cukup sulit selama ini menjadi bukti keseriusan dan keuletan masyarakat dalam upaya mensiasati potensi di lingkungannya. Pengguasaan tanah atau lahan pertanian menjadi faktor yang cukup menentukan dalam usaha tani, karena terkait perhitungan skala usaha. Meskipun lebih dari setengah wilayah di Desa Iwul merupakan lahan pertanian, namun pada kenyataannya 87,5 persen berupa lahan guntai, yakni lahan bukan milik warga desa atau dimiliki penduduk di luar desa. Hampir seluruh penduduk di Desa Iwul memiliki lahan pertanian, namun tergolong sempit yaitu di bawah 0,5 ha yang bersatu dengan tempat tinggal mereka (pekarangan). Hanya sebanyak 12,5 persen dari penduduk di Desa Iwul yang memili lahan pertanian diatas 0,5 ha. Hal inilah yang menyebabkan banyak petani di Desa Iwul yang
40
memanfaatkan lahan milik PT. Telaga kahuripan yang belum terpakai yaitu sebesar 150 ha, yang terkonsentrasi di wilayah RW 05 dan RW 06. Kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan dibentuk salah satunya atas dasar keinginan petani untuk mendapatkan legitimasi dalam penggarapan di lahan milik PT. Telaga Kahuripan. Berdasarkan hasil penelitian memperlihatkan bahwa peran kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan dalam meningkatkan jumlah luasan garapan bagi petani anggota sudah optimal, yaitu sebesar 57,50 persen petani anggota tanpa lahan meningkat jumlah luasan lahan garapannya. Petani non anggota pun sebanyak 53,32 persen meningkat jumlah luasan garapannya. Hal ini tidak berarti mengindikasikan peran kelembagaan Kelompok Tani yang kurang optimal. Presentase peningkatan jumlah luasan garapan pertanian antara petani anggota dan non anggota yang hampir sama disebabkan karena perbedaan dalam status lahan yang digarap. Pada petani non anggota garapan pertanian yang meningkat seluruhnya disebabkan karena adanya pemilik lahan guntai untuk mempercayakan lahannya dirawat oleh beberapa petani yang ada di sana. Sedangkan pada petani anggota kelembagaan kelompok tani, lahan yang digunakan adalah lahan milik PT. Telaga Kahuripan. Luas garapannya pun diserahkan pada petani yang akan menggarap sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing. Rata-rata petani anggota menggarap antara 1000 m2 hingga 35.000 m2. Gambar 4. Sebaran Responden Menurut Peningkatan Jumlah Luasan Lahan Garapan, Desa Iwul, 2010 (dalam persen) 70% 57,50%
60% 50%
42,50%
53,33%
46,67%
40% 30%
anggota
20%
non anggota
10% 0% (1) Tidak ada peningkatan luasan (2) Adanya peningkatan luasan garapan garapan
41
.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, juga terdapat 42,50 persen
anggota kelembagaan kelompok tani yang ternyata tidak meningkat jumlah luasan garapannya. Hal ini disebabkan karena pada awalnya petani-petani tersebut, sebelum masuknya PT. Telaga Kahuripan sudah memiliki lahan pertanian sendiri. Setelah masuknya PT. Telaga Kahuripan seluruh lahan pertanian milik mereka di jual kepada pihak perusahaan dan hanya menyisakan lahan pekarangan rumah mereka yang sempit. Setelah dibentuknya Kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan maka petani-petani tersebut tetap dapat menggarap lahan yang dahulu mereka miliki, hanya status kepemilikannya saja yang berganti. 5.1.2
Bantuan Modal Usahatani Dalam mendorong petani anggota untuk dapat mengembangkan
usahataninya.
Kelembagaan
Kelompok
Tani
Sauyunan
mencoba
untuk
memfasilitasi petani anggota agar dapat akses pada sumberdaya finansial berupa modal. Peran kelembagaan kelompok tani sebagai unit usaha diharapkan mampu untuk mempermudah akses anggotanya dalam mendapatkan sumberdaya finansial berupa modal, namun pada kenyataanya hal tersebut belum dapat dijalankan dengan optimal oleh kelembagaan kelompok Tani Sauyunan. Akses anggota terhadap sumberdaya finansial berupa modal segar masih sangat terbatas. Berdasarkan temuan lapang 82,5 persen dari seluruh responden sampai saat ini belum akses kepada modal, sedangkan 17,5 persennya sudah pernah akses pada modal. Dari seluruh anggota Kelembagaan Kelompok tani Sauyunan yang terdaftar, hanya 35,5 persen saja yang sudah pernah akses terhadap modal. Besarnya modal yang dipinjamkan oleh mitra kelembagaan Kelompok Tani pun terbatas, antara Rp200.000 hingga Rp500.000 per anggota. Bantuan modal diharapkan dapat mendorong petani anggota untuk mengembangkan usahataninya. Selama ini tercatat kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan hanya pernah menggulirkan bantuan modal satu kali kepada anggota, dan sampai saat ini dana tersebut sebagian besar belum kembali kepada pengurus. Dana bantuan tersebut berasal dari pinjaman yang dilakukan pengurus kepada koperasi Yayasan Darul Mutaqin. Berdasarkan pengakuan pengurus, mereka telah berupaya keras agar seluruh anggota dapat akses pada modal segar. Namun
42
sampai saat ini keinginan tersebut terganjal karena sulitnya akses kelembagaan kelompok tani ini untuk akses pada lembaga ekonomi. Terlihat jelas bahwa sampai saat ini kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan masih bergantung pada modal yang berasal dari pihak luar. Hal ini dapat membahayakan posisi kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan dimasa datang, terutama jika terjadi kredit macet atau penarikan modal dari pihak ketiga. Tujuan awal dibentuknya kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan sendiri ialah untuk menggalang kekuatan bersama. Ditambah lagi mereka memiliki sistem kekerabatan pertetanggaan yang masih erat. Kegiatan gotong royong, saling membantu dan kebersamaan masih terlihat antar sesama anggota. Hal ini dapat dijadikan potensi untuk menghimpun kekuatan bersama melalui pengakumulasian modal bersama untuk saling membantu sesama anggota. Salah satunya dapat dilakukan dengan melakukan arisan secara kelompok.
Gambar 5. Sebaran Responden Menurut Akses Mereka terhadap Bantuan Modal, Desa Iwul, 0% 2010 (dalam persen) 17,50% Tidak pernah mendapat bantuan modal Pernah mendapat bantuan modal tetapi jarang Sering mendapat bantuan modal 82,50%
Sumber:
5.1.3
Hasil Olah Kuesioner, Anggota Kelompok Tani Sauyunann, Desa Iwul, 2010
Kegiatan Pembinaan Petani Anggota Kegiatan pembinaan penting dilakukan, mengingat petani di Desa Iwul
merupakan petani tradisional yang belum tersentuh teknologi. Kegiatan pembinaan yang pernah dilakukan selama ini pada petani anggota kelembagaan
43
Kelompok Tani Sauyunan ialah dengan mendorong petani untuk menanam tanaman keras yang memiliki nilai jual yang lebih tinggi. Tanaman keras yang diajarkan kepada petani ialah seperti cara tanam rambutan, dukuh, sengon, mangga, pala, kelapa, suren, melinjo yang difasilitasi oleh Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan. Hasil kegiatan pembinaan ini ternyata meningkatkan pengetahuan petani. Terlihat pada Gambar 6 bahwa 35 persen petani anggota bertambah pengetahuannya mengenai tanaman keras. Sedangkan 27,5 persen ternyata sudah mengetahui sebelumnya mengenai pengetahuan yang diberikan pada pembinaan tersebut. Terdapat beberapa hal yang mengakibatkan tidak terjadinya penambahan pengetahuan petani anggota yaitu karena faktor usia serta ketidakhadirannya dalam kegiatan tersebut. Sedangkan bagi non anggota kelompok tani juga memiliki pengetahuan mengenai pertanian namun sifatnya lebih mendasar, dan hanya sebagai suatu keahlian yang telah mereka miliki secara turun-menurun, seperti cara menanam singkong, jagung dan kacang tanah. Gambar 6. 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
Sebaran Responden Menurut Peningkatan Pengetahuan Hasil Kegiatan Pembinaan, Desa Iwul, 2010 (dalam persen) 53,33%
27,50%
35%
0%
anggota non anggota
(1) Tidak terjadi peningkatan pengetahuan
5.2
46,67%
37,50%
(2) Terjadi peningkatan pengetahuan bukan dari kelompok tani
(3) Terjadi peningkatan pengetahuan dari kelompok tani
Pengorganisasian Kegiatan Distribusi Peran kelembagaan kelompok tani sebagai suatu unit usaha bersama yang
mandiri tidak saja ditunjukkan dengan akses terhadap faktor produksi juga ditentukan oleh akses terhadap jaringan distribusi atau pemasaran. Peningkatan kemampuan untuk menjangkau pasar (konsumen) secara langsung akan makin memperbesar nilai tambah yang diperoleh. Sebaliknya, makin panjangnya mata rantai pemasaran akan makin mempermahal harga yang dibayar konsumen dan memperkecil keuntungan produsen.
44
Kondisi di mana petani tidak dapat menjangkau pasar (konsumen) secara langsung merupakan fenomena umum yang dijumpai pada usaha pertanian di Desa Iwul dan di pedesaan Indonesia pada umumnya. Padahal tingkat permintaan masyarakat terhadap komoditi hasil-hasil pertanian terbilang tinggi. Hal ini sesuai karakteristik produk yang merupakan kebutuhan dasar, sehingga keberadaan area pasar tidak terlalu bermasalah. Kebutuhan petani oleh karenanya adalah berupa akses pasar yang memungkinkan bagi mereka untuk keluar dari sistem pemasaran yang dikendalikan oleh tengkulak. Keberadaan kelembagaan kelompok tani diharapkan dapat membantu petani
anggotanya
dalam
mengakses
sistem
pemasaran
yang
lebih
menguntungkan, salah satunya dengan mendirikan koperasi atau badan penyaluran pemasaran lainnya. Kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan sampai saat ini belum membentuk koperasi atau badan penyaluran pemasaran hasil produksi pertanian anggotanya. Namun kelembagaan kelompok tani ini sudah mulai merintis dengan secara berkala membantu penjualan hasil produksi pertanian beberapa petani anggota yang diharapkan lebih menguntungkan dibandingkan apabila harus menjual kepada tengkulak. Gambar 7. Penilaian Pengorganisasian Kegiatan Distribusi dari Kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan Menurut Responden, Desa Iwul, 2010 (dalam persen) 70% 60% 50%
62,50% 53,33%
46,70%
40% 25,50%
30% 20% 10% 0%
anggota
12,50%
non anggota 0%
(1) Pengorganisasian (2) Pengorganisasian (3) Pengorganisasian kegiatan distribusi Kegiatan distribusi kegiatan distribusi rendah sedang tinggi
Pengorganisasian kegiatan distribusi oleh kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan dalam membantu petani anggotanya dalam mengakses sistem pemasaran yang lebih menguntungkan terlihat pada Gambar 7, dimana
45
pengorganisasian kegiatan distribusi oleh kelembagaan kelompok tani masih relatif rendah yaitu sebesar 62,50 persen. Sedangkan pengorganisasian kegiatan distribusi oleh kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan dalam mengakses sistem pemasaran dirasakan sedang oleh 12,50 persen anggota kelompok tani dan tinggi oleh 25 persen petani anggota. Perbedaan peran yang dirasakan oleh sesama petani anggota disebabkan karena keterbatasan kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan dalam menjangkau seluruh anggota kelompok dalam menyalurkan hasil produksi pertanian mereka. Petani anggota kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan sebagian besar yaitu 62,50 persen masih bergantung pada saluran pemasaran melalui tengkulak. Namun hal ini lebih baik dibandingkan persentase petani non anggota yang memilih saluran pemasaran hasil produksi pertaniannya melalui tengkulak sebesar 73,33 persen. Petani anggota dan non anggota yang menjual sendiri hasil pertaniannya ke pasar mencapai masing-masing 12,50 persen dan 26,70 persen. Penjualan hasil produksi pertanian yang dijual langsung melalui pasar sebagian besar sudah diubah menjadi bahan pangan yang siap dikonsumsi. Presentasi saluran pemasaran pertanian langsung kepada konsumen masih sangat rendah. Hal ini disebabkan oleh beberapa kemungkinan: Pertama, karakteristik dan volume produksi yang relatif kecil, sehingga apabila harus dibawa sendiri oleh petani ke pasar maka akan membutuhkan biaya transportasi dan pengangkutan yang relatif mahal. Kedua, para tengkulak yang pada umumnya memiliki sarana transportasi/angkutan untuk membawa produk pertanian ke pasar, sehingga lebih efisien apabila langsung disalurkan melalui tengkulak. Pengorganisasian kegiatan distribusi oleh kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan dalam menyaluran hasil produksi pertanian anggota belum optimal namun telah menunjukkan kemajuan kearah yang lebih baik. Presentase petani anggota yang telah bersama-sama menjual hasil produksi pertaniannya melalui kelembagaan kelompok hanya sebesar 25 persen saja. Namun hal ini dirasakan sangat bermanfaat bagi mereka, karena keuntungan yang mereka dapat jauh lebih baik apabila melalui saluran pemasaran kelompok. Salah satunya karena biaya transportasi yang lebih murah karena dapat ditanggung secara bersama.
46
Gambar 8. 80% 70%
Sebaran Responden Menurut Pemilihan Saluran Pemasaran Hasil Produksi Pertanian, Desa Iwul, 2010 (dalam persen) 73,33%
62,50%
60% 50% 40%
26,70%
30% 20%
anggota non anggota
12,50%
10%
0%
0% (1) Dijual ke tengkulak
.
25%
(2) Dijual sendiri ke (3) Dijual bersamapasar sama lewat kelompok tani
Dominasi peranan tengkulak ini pada akhirnya terbukti berimplikasi pada
peranan mereka dalam menentukan harga komoditas pertanian. Hal ini mengingat tengkulak memiliki kemampuan untuk menjangkau kedua pihak, baik petani maupun pasar (konsumen akhir). Oleh karena itu, harga dapat ditetapkan untuk memperoleh marjin keuntungan yang maksimal dari penguasaan mereka atas jaringan distribusi tersebut. Pada Gambar 9. dapat terlihat presentase informasi harga yang didapat oleh petani anggota kelembagaan kelompok tani dan non anggota. Angka presentase tersebut ternyata menunjukkan hasil yang sama pada presentase saluran pemasaran yang mereka pilih. Kondisi ini menunjukkan bahwa mereka mengetahui informasi harga yang mereka dapat tergantung melalui saluran pemasaran mana yang mereka pilih. Hal ini tentu sangat disayangkan. Kelembagaan kelompok tani memiliki fungsi salah satunya adalah sebagai wahana kerjasama, yang diharapkan dapat menggalang kebersamaan paling tidak antar sesama petani anggota. Meskipun saluran pemasaran secara kelompok tidak dapat dijangkau oleh seluruh anggota, tetapi paling tidak sharing informasi harga antar sesama petani anggota dapat terjadi.
47
Gambar 9. 80% 70%
Sebaran Responden Menurut Informasi Harga Hasil Produksi yang Diperolehnya, Desa Iwul, 2010 (dalam persen) 73.33%
62.50%
60% 50% 40% 26.67%
30% 20%
anggota
25%
non anggota
12.50%
10%
0%
0%
(1) Mengetahui harga (2) Mengetahui harga (3) Mengetahui harga dari tengkulak dari pedagang di pasar dari kelompok tani
Daya tawar petani yang relatif kecil karena jumlah barang yang dijual juga kecil, didukung oleh kebutuhan mendesak untuk segera mendapatkan dana segar, menyebabkan petani tidak memiliki alternatif lain selain tunduk kepada kekuatan pasar, yang dalam hal ini dikuasai oleh tengkulak. Pada dasarnya sebanyak 75 persen petani anggota kelembagan Kelompok Tani Sauyunan memiliki pilihan untuk dapat memasarkan hasil produksi pertaniannya kemana saja. Namun mereka mengakui tidak tahu harus menjual kepada siapa lagi dan bila harus memasarkan sendiri kepada konsumen akan banyak menghabiskan waktu dan energi mereka. Meskipun struktur pasar komoditas pertanian dianggap tidak adil, namun saluran pemasaran melalui tengkulak merupakan saluran pemasaran yang paling efisien dan sudah menjadi tradisi di Desa Iwul. Terdapat beberapa alasan yang melatarbelakangi 25 persen petani anggota merasa tidak memiliki pilihan pada saat musim tanam kali ini, yaitu seperti kebutuhan hidup yang mendesak sehingga menyebabkan mereka menggadaikan lahan garapannya, serta karena terikat kontrak dengan lembaga modal yang telah membantu meningkatkan modal dalam penggarapan lahan pertaniannya. 5.3
Pengorganisasian Kegiatan Konsumsi Produktif Pengorganisasian kegiatan konsumsi produktif adalah peran kelembagaan
kelompok tani dalam membina anggotanya untuk memperhitungkan anggaran dalam rumah tangga untuk disisihkan dengan anggaran untuk kegiatan yang lebih
48
produktif, seperti tabungan, investasi dan penyisihan modal. Penggunaan barangbarang modal dalam proses produksi akan menaikkan produktivtas, dan semakin banyak barang-barang modal yang dipergunakan, maka semakin tinggi produktivitas dari kegiatan produksi. Barang-barang modal di dalam masyarakat akan semakin banyak bila masyarakat tidak mengkonsumsi seluruh pendapatan yang diperolehnya untuk kegiatan konsumtif, melainkan dialokasikan bagi penambahan stok barang-barang modal. Inilah yang merupakan peran kegiatan konsumsi dari kelompok tani, dimana kegiatan ini mampu meningkatkan alokasi pendapatan kearah akumulasi barang-barang modal. Bukan hanya pendapatan dalam wujud finansial, tetapi juga faktor-faktor produktif yang didapat dari berputarnya roda organisasi, seperti halnya fasilitas yang didapat dari berbagai pihak. Gambar 10. Penilaian Pengorganisasian Kegiatan Konsumsi Produktif dari Kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan Menurut Responden, Desa Iwul, 2010 (dalam persen) 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
80,00% 57,50%
22,50% 13,33%
(1) Peran konsumsi rendah
(2) Peran konsumsi sedang
anggota 20% 6,67%
non anggota
(3) Peran konsumsi tinggi
Peran kelembagaan kelompok tani dalam pengorganisasian kegiatan konsumsi
produktif
untuk
mendorong
anggota
kelompok
mamasukkan
perhitungan usahataninya ke dalam anggaran pengeluaran rumah tangganya, masih sangat rendah. Hal ini dapat terlihat melalui Gambar 10, dimana 57,50 persen petani anggota konsumsi konsumtifnya jauh lebih tinggi dibandingkan biaya konsumsi produktifnya. Namun apabila dibandingkan dengan non anggota kelompok tani hal ini jauh lebih optimal peranannya. Rendahnya konsumsi produktif dari petani dapat disebabkan karena kurang memadainya tingkat pendapatan yang diperolehnya per tahun. Terlihat
49
pada Gambar 11, bahwa tingkat pendapatan petani anggota didominasi pada tingkat pendapatan sedang yaitu antara Rp 5.000.000 hingga Rp 15.000.000 juta per tahun. Sebanyak 45 persen dari responden petani anggota memiliki tingkat pendapatan yang sedang. Begitu pula dengan tingkat pendapatan pada petani non anggota, sebesar 53,33 persen berada pada tingkat pendapatan yang sedang. Tingkat pendapatan yang diperoleh petani anggota berada pada tingkat rendah sebesar 30 persen yaitu pendapatan kurang dari Rp5.000.000 per tahun. Lebih tinggi dibandingkan pada petani non anggota yang hanya sebesar 26,67 persen. Namun untuk tingkat pendapatan tinggi yaitu pendapatan yang diperoleh lebih besar dari Rp15.000.000 per tahun, sebanyak 25 persen anggota memilikinya. Hal ini lebih besar dibanding tingkat pendapatan tinggi yang ada pada petani non anggota yaitu hanya sebesar 20 persen. Pengeluaran yang dihasilkan rumah tangga responden, sebagian besar tidak sesuai dengan jumlah pendapatannya yang diterima per tahun. Hal ini menjadi perlu untuk melihat seberapa besar kontribusi pendapat sektor pertanian dengan tingkat pendapatan yang diperoleh oleh petani anggota. Gambar 11. Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendapatannya, Desa Iwul, 2010 (dalam persen) 60%
53,33% 45%
50% 40% 30% 20%
30%
26,67%
25%
20% anggota
10%
non anggota
0% (1) Tingkat (2) Tingkat (3) Tngkat pendapatan pendapatan rendah < pendapatan sedang Rp tinggi ≥ Rp Rp 5.000.000; 5.000.000 < x ≤ Rp 15.000.000. 15.000.000;
Terlihat pada Tabel 2 bahwa tingkat pendapatan yang diterima petani anggota yang berada ditingkat tinggi juga merupakan hasil atau kontribusi dari sektor pertanian, dibandingkan dengan jumlah tingkat pendapatan tinggi yang memiliki kontribusi rendah. Sedangkan untuk petani anggota yang memiliki tingkat pendapatan rendah juga memperlihatkan bahwa kontribusi sektor
50
pertanian pada pendapatannya pun rendah. Walaupun masih terdapat 30 persen dari petani anggota yang memiliki tingkat pendapatan sedang dengan kontribusi pendapatan dari sektor pertanian yang sedang pula. Tabel 5. Hubungan Kontribusi Sektor Pertanian dengan Tingkat Pendapatan A Anggota (dalam persen) Tingkat Pendapatan Anggota (%) rendah Kontribusi sektor pertanian (%)
rendah
sedang
Total (%)
tinggi
15
7,5
2,5
25
sedang
12,5
12,5
5
30
tinggi
2,5
25
17,5
45
30
45
25
100
Total (%)
Sumber: Hasil Uji Crosstabulation, SPSS 16.0 Berdasarkan hasil tabulasi silang tersebut, dapat disimpulkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor utama dalam kegiatan usaha petani anggota. Namun tidak menutup kemungkinan
petani anggota untuk mencoba memperoleh
pendapatan dari sektor usaha lainnya. Hal ini dirasa wajar, karena tingkat pendapatan pada umumnya di Desa Iwul memang masih rendah dibandingkan daerah lainnya. Hal ini tidak dibarengi dengan kebutuhan hidup sehari-hari mereka yang lebih tinggi. Keadaan daerah yang dekat dengan kota dan telah masuknya industrialisasi ke desa, menyebabkan mereka pun ingin untuk bergaya hidup seperti warga pendatang yang bekerja di pabrik-pabrik yang banyak berada di wilayah Desa Iwul. Berdasarkan hasil temuan lapang juga diperoleh bahwa selain tingkat pendapatan yang rendah, juga terdapat pengeluaran sosial yang tinggi di kalangan penduduk di Desa Iwul, yang mengakibatkan pengalokasian sumberdaya finansial kearah produktif rendah. Pengeluaran sosial yang paling besar mereka keluarkan adalah untuk acara hajatan tetangga, bila diakumulasikan setahun bisa mencapai 50 kali hajatan. Seperti pengakuan bapak Ut sebagai berikut:
51
“Bulan kemaren saya 20 kali kondangan neng. Mungkin habis satu juta lebih kondangan doang. Yah udah uang cuma segini ya kepaksa gadein kebon tebu. Jangankan buat modal lagi, buat makan aja ora kepikir sama saya.” 1
1
Hasil wawancara dengan bapak Ut petani anggota, tanggal 25 November 2010.
BAB VI PENGEMBANGAN KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA 6.1
Pengembangan Kegiatan Usahatani Anggota Pengembangan usatani anggota dapat terlihat melalui penerapan
diversifikasi usahatani yang dilakukan anggota, peningkatan produktivitas pertanian (Rp/luas lahan), peningkatan modal usahatani serta peningkatan keuntungan usahatani anggota. Secara keseluruhan pengembangan kegiatan usahatani anggota masih rendah, dimana sebesar 60 persen dari petani anggota mengalami pengembangan usahatani yang masih rendah. Pengembangan usahatani anggota tinggi hanya sebesar 22,5 persen saja. Untuk petani non anggota pengembangan usahataninya mengalami peningkatan sedang hingga tinggi masing 40 persen, sedangkan yang mengalami pengembangan usahatani rendah hanya 20 persen saja. Hal ini dapat dikatakan bahwa pengembangan usahatani petani anggota belum optimal. Lebih lanjut dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Sebaran Responden Menurut Tingkat Pengembangan Kegiatan Usahataninya, Desa Iwul, 2010 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
60% 40% 20%
17.50%
40% 22.50%
anggota non anggota
(1) Pengembangan Usahatani rendah
(2) Pengembangan Usahatani sedang
(3) Pengembangan Usahatani tinggi
Perbedaan tingkat pengembangan usahatani antara petani anggota dan non anggota sangat berbeda jauh disebabkan karena adanya peningkatan keuntungan yang tinggi pada petani non anggota, dimana sebagian besar dari mereka baru saja menggeluti sektor pertanian sebagai mata pencaharian. Sehingga tidak dapat
53
dikatakan bahwa pengembangan usaha tani bagi petani non anggota lebih baik dibanding petani anggota. Pengkategorian tingkat pengembangan usahatani rendah, sedang dan tinggi dilakukan dengan pengakumulasian pada empat indikator yaitu penerapan diversifikasi usahatani yang dilakukan anggota, peningkatan produktivitas pertanian (Rp/luas lahan), peningkatan modal usahatani serta peningkatan keuntungan usahatani anggota. Keempat indikator tersebut akan dibahas pada bab sub-bab selanjutnya. 6.1.1
Peningkatan Modal Usahatani Dalam melihat pengembangan usahatani anggota, perlu juga untuk melihat
seberapa besar upaya kelembagaan kelompok tani untuk mendorong anggotanya memiliki usaha lain diluar usaha pertanian yang dominan sampai saat ini sebagai produsen primer. Gambar 13. Sebaran Responden Menurut Peningkatan usaha yang dikerjakannya, Desa Iwul, 2010 (dalam persen) 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
60%
60% 40%
40% anggota non anggota
(1) Tidak terjadi penambahan usaha yang dikerjakan
(2) Terjadi penambahan usaha yang dikerjakan
Hasil yang didapatkan pada Gambar 13 menunjukkan bahwa, anggota kelembagaan kelompok tani dominan tidak memiliki usaha lain di luar sektor pertanian. Terlihat bahwa kelembagaan kelompok tani belum optimal dalam meningkatkan usaha petani anggotanya untuk berinovasi dalam peningkatan usahanya. Peningkatan jiwa kewirausahaan dalam diri petani belum terlihat nyata. Beberapa petani anggota mengakui bahwa waktu dan energi mereka terlalu banyak tercurah untuk penggarapan lahan, sehingga tidak memungkinkan lagi untuk mengerjakan usaha lain. Berbeda dengan 40 persen petani anggota yang
54
telah mencoba untuk berinovasi menggubah komoditi pertanian mereka dari mentah menjadi setengah mentah atau yang sudah siap konsumsi. Mereka mengakui bahwa dengan menjual dalam bentuk setengah mentah atau yang sudah siap konsumsi, nilai jualnya lebih tinggi. Kurangnya jiwa kewirausahaan dalam diri petani juga disebabkan karena mereka kurang memiliki akses kepada sumberdaya finansial berupa modal usaha. Hal ini dapat terlihat pada Gambar 14, dimana sebagian besar petani anggota atau sebesar 55 persen peningkatan modal usahanya rendah, sedangkan berbanding terbalik dengan non anggota kelembagaan kelompok tani, peningkatan modal usahanya tinggi sebesar 40 persen. Peran kelembagaan kelompok tani sebagai unit usaha diharapkan mampu untuk mempermudah akses anggotanya dalam mendapatkan sumberdaya finansial berupa modal, namun pada kenyataanya hal tersebut belum dapat dijalankan dengan optimal oleh kelembagaan kelompok Tani Sauyunan. Akses anggota terhadap sumberdaya finansial berupa modal segar masih sangat terbatas. Dari seluruh anggota Kelembagaan Kelompok tani Sauyunann yang terdaftar, hanya 35,5 persen saja yang sudah pernah akses terhadap modal. Besarnya modal yang dipinjamkan oleh mitra kelembagaan Kelompok Tani pun terbatas, antara Rp200.000 hingga Rp500.000 per anggota. Gambar 60%
14.
Sebaran Responden Menurut Peningkatan Usahataninya, Desa Iwul, 2010 (dalam persen)
Modal
55%
50% 40%
40%
40% 27,50%
30% 20% 20%
anggota 17,50%
10% 0% (1) Peningkatan modal (2) Peningkatan modal (3) Peningkatan modal usaha rendah usaha sedang usaha tinggi
non anggota
55
6.1.2
Peningkatan Produktivitas dan Keuntungan Usahatani Peningkatan output pertanian pada penelitian ini lebih mengkaji mengenai
peningkatan hasil produksi yang dihasilkan petani. Terlihat pada Gambar 15, bahwa kelembagaan kelompok tani belum mampu dalam mendorong peningkatan hasil produksi yang dihasilkan oleh anggotanya. Peningkatan hasil produksi pertanian sebagian besar atau sebanyak 50 persen masih rendah, sehingga menyebabkan peningkatan keuntungan petani pun masih rendah. Hal ini terlihat berbeda dengan hasil yang diterima oleh non anggota kelompok tani. Sebesar 53.3 persen non anggota kelompok tani mendapatkan hasil produksi yang tinggi dibandingkan dengan anggota kelompok tani. Gambar 15. Sebaran Responden Menurut Peningkatan Hasil Produksi Usahataninya, Desa Iwul, 2010 (dalam persen) 60%
53,33%
50% 50% 40% 27,50%27,67%
30%
27,50%
20% 20%
anggota non anggota
10% 0% (1) Peningkatan hasil (2) Peningkatan hasil (3) Peningkatan hasil produksi rendah produksi sedang produksi tinggi
Kegiatan bertani merupakan usaha utama yang dijalankan sebagian besar petani anggota kelompok tani. Pengakumulasian modal yang rendah juga turut serta mengakibatkan jumlah hasil produksi yang dihasilkannya rendah. Selain itu penggunaan input pertanian yang kurang memadai serta masa tanam yang kurang, ikut berperan dalam berkurangnya jumlah hasil produksi yang dihasilkannya. Petani yang ada di Desa Iwul merupakan petani panggan dengan komoditas utama tanaman palawija, seperti singkong, umbi-umbian, kacang tanah, kacang panjang dan jagung. Selama ini petani hanya mampu memberikan pupuk kandang saja dalam mendukung pertumbuhan tanaman panggannya. Hal itu pun dilakukan hanya satu kali selebihnya hanya disiangi saja. Pada dasarnya petani telah
56
mengetahui bagaimana cara yang harus dilakukan untuk meningkatkan hasil produksinya, salah satunya dengan memberikan pupuk TS atau pupuk urea, namun kebanyakan petani menolak untuk menggunakannya karena kendala modal yang dimilikinya. Petugas Penyuluh Lapang (PPL) Kecamatan Parung pada dasarnya telah membantu petani anggota kelembagaan kelompok Tani Sauyunan untuk mencari alternatif pupuk yang dapat digunakan petani tanpa harus mengeluarkan biaya banyak, yaitu dengan mengadakan pelatihan pembuatan pupuk organik. Namun pembuatan pupuk organik dirasa merepotkan bagi petani, sehingga mereka lebih memilih menggunakan pupuk kandang yang banyak tersedia di desa tersebut. Gambar 16. Sebaran Responden Menurut Peningkatan Keuntungan Usahataninya, Desa Iwul, 2010 (dalam persen) 60%
53,33%
50%
50% 40% 30%
27,50%27,67% 20%
22,50%
20%
anggota non anggota
10% 0% (1) Peningkatan keuntungan rendah
(2) Peningkatan keuntungan sedang
(3) Peningkatan keuntungan tinggi
Keterdesakan kebutuhan untuk hidup juga menyebabkan rendahnya hasil produksi. Masa tanam untuk singkong saja paling tidak antara delapan sampai sembilan bulan, namun mayoritas petani mempersingkat hanya sampai enam hingga tujuh bulan masa tanam. Selain itu, petani juga lebih memilih menjual hasil produksi secara mentah, tidak di olah terlebih dahulu. Seperti pada penjualan kacang tanah. Harga kacang tanah di Desa Iwul pada bulan Januari mencapai Rp 3.500 per kilogram untuk kacang tanah basah. Sedangkan untuk kacang tanah yang telah dikeringkan bisa mencapai Rp 12.000 hingga Rp 15.000 per kilogram. Proses pengeringan yang membutuhkan waktu yang lebih dan dengan keadaan musim hujan yang tidak menentu, menuntut petani untuk menjual hasil produksi kacang tanahnya dengan keadaan basah.
57
6.1.3 Penerapan Diversifikasi Usahatani Salah satu strategi yang dilakukan kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan dalam meningkatkan keuntungan petani anggotanya ialah dengan melakukan berbagai penyuluhan dan pelatihan. Penyuluhan dan pelatihan yang dilakukan ialah dengan mendorong petani untuk menanam tanaman keras yang memiliki nilai jual yang lebih tinggi. Tanaman keras yang diajarkan kepada petani ialah seperti cara tanam rambutan, duku, sengon, mangga, pala, kelapa, suren, melinjo yang difasilitasi oleh Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan. Hasil kegiatan penyuluhan dan pelatihan ini ternyata meningkatkan pengetahuan petani. Terlihat pada Gambar 6. (lihat Bab V) bahwa 35 persen petani anggota bertambah pengetahuannya mengenai tanaman keras. Berbeda dengan 27, 5 persen ternyata sudah mengetahui sebelumnya mengenai pengetahuan yang diberikan pada penyuluhan dan pelatihan tersebut. Terdapat beberapa hal yang mengakibatkan tidak terjadinya penambahan pengetahuan petani anggota yaitu karena faktor usia serta ketidakhadirannya dalam kegiatan tersebut. Sedangkan bagi non anggota kelompok tani juga memiliki pengetahuan mengenai pertanian namun sifatnya lebih mendasar, dan hanya sebagai suatu keahlian yang telah mereka miliki secara turun-menurun, seperti cara menanam singkong, jagung dan kacang tanah. Meningkatnya pengetahuan yang dimiliki petani ternyata tidak membuat petani untuk melakukan diversifikasi tanaman yang lebih menguntung pada lahan garapannya. Hanya sebesar 20 persen dari anggota kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan saja yang menerapkannya diversifikasi tanaman yang menguntungkan seperti sengon, rambutan, durian dan jagung. Sebanyak 38 persen petani anggota hanya menanam jenis umbi-umbian seperti singkong dan ketela saja pada lahan garapannya. Hal ini dipengaruhi oleh jenis tanaman umbi-umbian yang tidak menuntut mereka untuk pembelian benih, tidak seperti pada tanaman jagung dan kacang. Perawatan yang mudah dan murah juga ikut mempengaruhi petani dalam menentukan tanaman yang digarapnya. Sebanyak 42,50 persen anggota lainnya menerapkan diversifikasi tanaman menguntungkan yang didapatnya dari jaringan diluar kelembagaan kelompok tani. Tanaman yang coba mereka budidayakan seperti terung, tebu telur dan berbagai jenis anggrek.
58
Gambar
17.
60%
Sebaran Responden Menurut Penerapan Diversifikasi Usahataninya, Desa Iwul, 2010 (dalam persen) 53,33% 46,67% 42,50%
50% 40%
38%
30%
20%
anggota
20%
non anggota
10%
0%
0% (1) Tidak menerapkan (2) Menerapkan (3) Menerapkan diversifikasi tanaman diversifikasi tanaman diversifikasi tanaman bukan dari kelompok dari kelompok
6.2
Hubungan Pengorganisasian Kegiatan Pengembangan Usahatani Anggota Berdasarkan
hasil
temuan
lapang,
Produksi
terdapat
hubungan
dengan
antara
pengorganisasian kegiatan produksi dari kelembagaan kelompok tani dengan pengembangan usahatani anggotanya. Melalui perhitunngan korelasi Spearman, didapatkan nilai probability value sebesar 0,000 dengan koefisien korelasi sebesar 0,619. Hasil ini menjunjukkan nilai yang lebih kecil dari α yang ditetapkan, yaitu sebesar
0,05.
Artinya,
terdapat
hubungan
yang
cukup
berarti
antara
pengorganisasian kegiatan produksi dari kelembagaan kelompok tani dengan pengembangan usahatani anggotanya. Semakin baik pengorganisasian kegiatan produksi yang dilakukan oleh kelembagaan kelompok tani, maka semakin baik pula pengembangan usahatani anggotanya Hasil perhitungan korelasi spearman tersebut, juga dapat terlihat distribusi sebarannya dalam Tabel 6. Tabulasi silang tersebut memperlihatkan bahwa responden yang menyatakan pengorganisasian kegiatan produksi yang dilakukan kelembagaan kelompok tani belum baik, pengembangan kegiatan usahataninya pun rendah. sebesar 35 persen responden. Berbeda dengan 15 persen responden lain yang menyatakan bahwa pengorganisasian kegiatan produksi kelembagaan kelompok tani cukup baik, sehingga pengembangan usahataninya pun sedang. Begitu juga yang dirasakan 12,5 persen responden yang menyatakan bahwa pengorganisasian kegiatan produksi yang dilakukan oleh kelembagaan kelompok tani tinggi, mengalami pengembangan usahataninya tinggi pula.
59
Tabel 6.
Hubungan Pengorganisasian Kegiatan Produksi dengan Derajat Pengembangan Usahatani Anggota (dalam persen) Pengembangan usahatani anggota (%) rendah
Pengorganisasian kegiatan produksi (%)
Rendah Sedang tinggi
Total (%) Sumber: Hasil Uji Crosstabulation, SPSS 16.0
6.3
sedang
tinggi
35
2,5
0
37,5
22,5
15
10
47,5
2,5
0
12,5
15
55
17,5
22,5
100
Hubungan Pengorganisasian Kegiatan Pengembangan Usahatani Anggota Berdasarkan
hasil
temuan
Total (%)
lapang,
Distribusi
terdapat
dengan
hubungan
antara
pengorganisasian kegiatan distribusi dari kelembagaan kelompok tani dengan pengembangan usahatani anggotanya. Melalui perhitunngan korelasi Spearman, didapatkan nilai probability value sebesar 0,000 dengan koefisien korelasi sebesar 0,630. Hasil ini menjunjukkan nilai yang lebih kecil dari α yang ditetapkan, yaitu sebesar
0,05.
Artinya,
terdapat
hubungan
yang
cukup
berarti
antara
pengorganisasian kegiatan distribusi dari kelembagaan kelompok tani dengan pengembangan usahatani anggotanya. Semakin baik pengorganisasian kegiatan distribusi yang dilakukan oleh kelembagaan kelompok tani, maka semakin baik pula pengembangan usahatani anggotanya Hasil perhitungan korelasi Spearman tersebut, juga dapat terlihat distribusi sebarannya dalam Tabel 7. Tabulasi silang tersebut memperlihatkan bahwa responden yang menyatakan pengorganisasian kegiatan distribusi yang dilakukan kelembagaan kelompok tani belum baik, pengembangan kegiatan usahataninya pun rendah. sebesar 50 persen responden. Berbeda dengan 7,5 persen responden lainnya
yang
menyatakan
bahwa
pengorganisasian
kegiatan
distribusi
kelembagaan kelompok tani cukup baik, sehingga pengembangan usahataninya pun sedang. Begitu juga yang dirasakan 20 persen responden yang menyatakan
60
bahwa pengorganisasian kegiatan distribusi yang dilakukan oleh kelembagaan kelompok tani tinggi, mengalami pengembangan usahataninya tinggi pula. Tabel 7.
Hubungan Pengorganisasian Kegiatan Distribusi dengan Derajat Pengembangan Usahatani Anggota (dalam persen) Pengembangan usahatani anggota (%) rendah
Pengorganisasian kegiatan distribusi (%)
tinggi
Total (%)
Rendah
50
10
2,5
62,5
Sedang
5
7,5
0
12,5
Tinggi
5
0
20
25
60
17,5
22,5
100
Total (%) Sumber: Hasil Uji Crosstabulation, SPSS 16.0
6.4
sedang
Hubungan Pengorganisasian Kegiatan Konsumsi Produktif dengan Pengembangan Usahatani Anggota Berdasarkan
hasil
temuan
lapang,
terdapat
hubungan
antara
pengorganisasian kegiatan konsumsi produktif dari kelembagaan kelompok tani dengan pengembangan usahatani anggotanya. Melalui perhitunngan korelasi Spearman, didapatkan nilai probability value sebesar 0,000 dengan koefisien korelasi sebesar 0,666. Hasil ini menjunjukkan nilai yang lebih kecil dari α yang ditetapkan, yaitu sebesar 0,05. Artinya, terdapat hubungan yang cukup berarti antara pengorganisasian kegiatan konsumsi produktif dari kelembagaan kelompok tani dengan pengembangan usahatani anggotanya. Semakin baik pengorganisasian kegiatan konsumsi produktif yang dilakukan oleh kelembagaan kelompok tani, maka semakin baik pula pengembangan usahatani anggotanya Hasil perhitungan korelasi Spearman tersebut, juga dapat terlihat distribusi sebarannya dalam Tabel 8. Tabulasi silang tersebut memperlihatkan bahwa responden yang menyatakan pengorganisasian kegiatan konsumsi produktif yang dilakukan kelembagaan kelompok tani belum baik, pengembangan kegiatan usahataninya pun rendah. sebesar 52,5 persen responden. Berbeda dengan 7,5 persen responden lainnya yang menyatakan bahwa pengorganisasian kegiatan konsumsi produktif kelembagaan kelompok tani cukup baik, sehingga pengembangan usahataninya pun sedang. Begitu juga yang dirasakan 7,5 persen
61
responden yang menyatakan bahwa pengorganisasian konsumsi produktif yang dilakukan oleh kelembagaan kelompok tani tinggi, mengalami pengembangan usahataninya tinggi pula. Tabel 8. Hubungan Pengorganisasian Kegiatan Konsumsi Produktif dengan Derajat Pengembangan Usahatani Anggota (dalam persen) Pengembangan usahatani anggota (%) rendah Pengorganisasian kegiatan konsumsi produktif (%)
sedang
Total (%)
tinggi
Rendah
Sedang tinggi Total (%) Sumber: Hasil Uji Crosstabulation, SPSS 16.0
52,5
5
0
57,5
0
7,5
15
22,5
7,5
5
7,5
20
60
17,5
22,5
100
BAB VII FAKTOR-FAKTOR PENDORONG KEBERHASILAN PENGORGANISASIAN KEGIATAN USAHATANI 7.1
Keragaan Kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan Keragaan adalah penampilan dari kelompok tani yang termasuk suatu
lembaga, dalam menjalankan kerjanya berdasarkan komponen-komponen yang dimilikinya. Keragaan dari kelembagaan kelompok tani dalam penelitian ini berfokus pada tiga hal yaitu tingkat kelengkapan fasilitas yang dimiliki kelembagaan kelompok tani, ketersediaan jaringan kerja serta pelaksanaan kegiatan kelembagaan kelompok tani. Ketiga hal tersebut akan dilihat bagaimana hubungannya dengan keberperanan yang telah dilakukan kelembagaan kelompok tani tersebut dalam hal, pengorganisasian kegiatan produksi petani anggota, pengorganisasian pada kegiatan distribusi anggota dan pengorganisasian dorongan pada kegiatan konsumsi produktif petani anggota. Keragaan pada suatu kelembagaan kelompok tani dapat menjadi potensi atau faktor pendorong bagi keberperanan suatu kelembagaan kelompok tani tersebut. Namun ketidakmemadainya keragaan dari suatu kelembagaan kelompok tani juga dapat menjadi faktor penghambat bagi keberperanan suatu kelembagaan kelompok tani. Secara keseluruhan keragaan kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan sudah cukup memadai, dimana sebesar 42,50 persen dari petani anggota menilai bahwa keragaan yang dimiliki kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan sedang.30 persen. Keragaan kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan dinilai tinggi oleh responden sebesar 27,75 persen. Sedangkan keragaan kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan dinilai rendah oleh responden sebesar. Lebih lanjut dapat dilihat pada Gambar 18. Pengkategorian keragaan kelembagaan kelompok tani rendah, sedang dan tinggi dilakukan dengan pengakumulasian pada tiga indikator yaitu tingkat kelengkapan fasilitas yang dimiliki kelembagaan kelompok tani, ketersediaan
63
jaringan kerja serta pelaksanaan kegiatan kelembagaan kelompok tani. Ketiga indikator tersebut akan dibahas pada sub-bab selanjutnya.
Gambar 18.
Penilaian Keragaan dari Kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan Menurut Responden, Desa Iwul, 2010 (dalam persen)
30%
27,50%
Keragaan kelembagaan kelompok tani rendah Keragaan kelembagaan kelompok tani sedang Keragaan kelembagaan kelompok tani tinggi
42,50%
Sumber:
7.1.1
Hasil Olah Kuesioner, Anggota Kelompok Tani Sauyunann, Desa Iwul, 2010
Tingkat Kelengkapan Fasilitas Kelompok Tani Sauyunan Kelengkapan fasilitas merupakan komponen penting yang dapat
mendukung suatu kelembagaan kelompok tani berjalan dengan baik. Tingkat kelengkapan fasilitas yang dilihat dalam penelitian ini yaitu tingkat ketersediaan sarana dan prasarana yang dimiliki anggota dalam membantu kebutuhan dari anggota kelompoknya. Dalam hal ini yang dapat mendorong pengembangan usaha pertanian anggota dan peningkatan tingkat pendapatannya. Fasilitas berupa sarana dan prasarana yang dimaksud seperti ketersediaan input pertanian dalam kelembagaan anggota kelompok berupa benih tanaman keras, padi, jagung yang merupakan tanaman yang dianjurkan kelembagaan kelompok untuk dibudidayakan petani anggota; ketersediaan sumberdaya finansial yang dapat mendorong pengembangan usaha bagi petani anggota berupa dana segar; ketersediaan alat mesin pertanian yang dapat diakses petani anggota; serta fasilitas berupa pelatihan dan penyuluhan teknologi pertanian yang efisien dan tepat guna bagi petani anggota.
64
Tingkat kelengkapan yang dirasakan petani anggota sampai saat ini masih tergolong rendah. Sebanyak 52,50 persen anggota merasa perlu untuk adanya penambahan fasilitas yang dimiliki kelembangan Kelompok Tani Sauyunan. Selain itu ternyata 25 persen petani anggota merasa bahwa fasilitas yang dimiliki kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan sudah cukup memadai, sedangkan 22,50 persen lainnya menyatakan fasilitas di kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan sudah sangat memadai. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 19. 6.2 Tingkat Kelengkapan Fasilitas Kelompok Tani Gambar Gambar 19. Penilaian Tingkat Kelengkapan Fasilitas dari Kelembagaan SauyunanMenurut Responden, Desa Iwul, Kelompok Tani Sauyunan 2010 (dalam persen)
22,50% Tingkat kelengkapan fasilitas kurang memadai 52,50% 25%
Sumber:
Hasil Olah Kuesioner, Anggota Sauyunann, Desa Iwul, 2010
Tingkat kelengkapan fasilitas cukup memadai Tingkat kelengkapan fasilitas sangat memadai
Kelompok
Tani
Perbedaan pendapat dari tiap petani anggota, salah satunya disebabkan karena kurangnya akses mereka terhadap fasilitas yang ada di kelembagaan kelompok tani. Seperti akses pada sumberdaya finansial (modal segar), tidak semua anggota dapat meminjam kepada kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan. Karena jumlah dananya yang masih minim, sehingga hanya bagi petani yang memiliki kegiatan produksi dan konsumsi yang dianggap baik oleh penggurus saja yang dapat akses pada modal. Hal ini dimaksudkan agar modal pinjaman yang diberikan kepada anggota dapat terus bergulir. Fasilitas kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan dalam penyediaan Alsintan bagi petani anggota sampai saat ini masih dirasa sangat kurang memadai bagi petani anggota. Kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan sampai saat ini hanya memiliki satu handtracktor yang merupakan bantuan dari pemerintah
65
melalui program Bantuan Uang Muka Alsintan (BUMA). Program ini hanya memberikan 50 persen bantuan biaya pembeliaan alsintan yang dibutuhkan kelembagaan kelompok tani, sedangkan sisanya dapat ditanggulangi kelompok melalui iuran kelompok atau anggaran yang dimiliki kelompok. Pembayaran sisa dari pembelian handtracktor sesuai dengan kesepakatan bersama berasal dari hasil penyewaan handtractor tersebut baik oleh petani anggota maupun petani bukan anggota. Alternatif ini diambil karena bila iuran kelompok akan sangat memberatkan bagi petani anggota lain yang nanti sama sekali tidak akses pada alsintan tersebut. Tarif penyewaan yang dikenakan untuk petani anggota berbeda dengan tarif yang dikenakan untuk petani non anggota. Bagi petani anggota untuk lahan sawah satu Ha dikenakan biaya Rp600.000 per satu Ha lahan garapan sedangkan untuk lahan darat Rp1.000.000 per satu Ha lahan garapan. Bagi petani non anggota untuk lahan sawah dikenakan biaya Rp1.000.000 per satu Ha lahan garapan, sedangkan untuk lahan darat dikenakan biaya Rp1.500.000 per satu Ha lahan garapan. Sampai Januari 2011 tercatat hanya 2,5 persen dari seluruh jumlah petani anggota saja yang pernah memanfaatkan handtracktor ini. Kendala biaya menjadi alasan petani anggota untuk tidak memanfaatkan alsintan tersebut. Seperti pernyataan bapak Snp sebagai berikut: “Ada quick sebenarnya sangat membantu kami dalam menggarap lahan. Tetapi harga sewanya terlalu tinggi, belum lagi biaya tambahan untuk menyewa operatornya. Kalau dihitung-hitung sepertinya tidak akan balik modal untuk kami yang hanya nanem singkong mah.”12 Untuk fasilitas kelembagaan kelompok tani dalam hal penyediaan pelatihan dan penyuluhan pertanian, sudah dirasa memadai bagi petani anggota. Hanya sebaiknya pelatihan dan penyuluhan yang diberikan harus sesuai dengan kearifan lokal masyarakat sekitar. Sehingga setelah pelatihan dan penyuluhan yang diberikan petani dapat menerapkannya langsung pada lahan garapannya. Begitu pun untuk fasilitas kelembagaan kelompok tani dalam penyediaan input pertanian, telah dirasa cukup memadai bagi petani anggota. 2
Hasil wawancara dengan bapak Snp petani anggota, tanggal 25 November 2010
66
7.1.2
Jaringan Kerja Kelompok Tani Sauyunan Jaringan kerja adalah penampilan dari kerjasama yang terjalin antara
kelompok tani dengan pihak luar yang dapat membantu keberlangsungan kelompok dan kepentingan anggota. Hal ini dapat dilihat melalui kerjasama dengan lembaga penyediaan saprotan, lembaga penyediaan modal, lembaga pengolahan hasil produksi, lembaga pemasaran, lembaga penyediaan informasi teknologi, dan lembaga penyediaan informasi pasar. Ketersediaan jaringan kerja juga melihat bagaimana hubungan yang terjalin antara kelembagaan kelompok tani dengan lembaga pendukung lainnya. Hubungan yang terjalin dapat sekedar pada bantuan saja ataukah sudah merupakan mitra kerja yang telah berkolaborasi untuk mecapai tujuan bersama. Ketersediaan jaringan kerja kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan dengan lembaga penunjang dirasakan petani anggota masih belum optimal. Dimana 55 persen anggota menyatakan bahwa jaringan kerja kelembagaan kelompok tani dengan lembaga penunjang lain belum terjalin dengan baik. Sedangkan 20 persen dan 25 persen anggota lainnya menyatakan bahwa jaringan kerja sudah cukup terjalin dengan baik dan jaringan kerja telah terjalin dengan sangat baik. Jaringan kerja yang telah dimiliki oleh Kelompok Tani Sauyunan yaitu kerjasama dengan Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan sebagai lembaga penyediaan saprotan dan lembaga penyediaan informasi teknologi, selain itu Kelompok Tani Sauyunan juga rutin berkonsultasi tentang usahatani mereka dengan Penyuluh Pertanian Lapang Kecamatan Parung. Kelompok Tani Sauyunan juga telah menjalin kerjasama dengan Koperasi Yayasan Darul Mutaqin dalam penyediaan modal bagi usahatani anggota, penyalur pemasaran komoditas pertanian mereka. Kelompok Tani Sauyunan selama ini menyalurkan komoditas pertaniannya selain kepada Koperasi Yayasan Darul Mutaqin juga kepada pedagang-pedagang pengumpul di daerah Parung atau menyalurkan langsung ke pabrik tapioka yang ada di daerah Kedung Halang, Bogor.
67
6.1 Presentase tingkat fasilitas Kelompok GambarGambar 20. Penilaian Jaringan Kerjakelengkapan dari Kelembagaan Kelompok Tani Tani Responden, Sauyunan Desa Iwul, 2010 (dalam Sauyunan Menurut persen)
25%
Jaringan kerja belum terjalin dengan baik
55% 20%
Sumber:
7.1.3
Jaringan kerja sudah cukup terjalin dengan baik Jaringan kerja telah terjalin dengan sangat baik
Hasil Olah Kuesioner, Anggota Kelompok Tani Sauyunann, Desa Iwul, 2010
Kegiatan Kelompok Tani Sauyunan Kegiatan kelompok adalah penampilan kelompok tani dalam menjalankan
rencana kerja kelompok yang telah disusun secara musyawarah dengan anggota kelompok. Kegiatan kelompok dilihat melalui tiga hal yaitu frekuensi pelaksanaan pertemuan rutin kelompok, frekuensi pelatihan atau penyuluhan yang diberikan kepada kelompok dan pelaksanaan rencana kerja yang telah disusun kelompok. Kelompok Tani Sauyunan rutin melakukan pertemuan kelompok setiap bulannya. Pertemuan kelompok ini biasanya diawali dengan kegiatan arisan kelompok dahulu, setelah itu baru dilanjutkan dengan rapat yang membicarakan rencana kerja kelompok. Pendampingan PPL selama ini telah rutin dilakukan, namun sudah tiga bulan terakhir (November 2010 – Januari 2011) tidak ada pendampingan dari pihak PPL Kecamatan Parung. Hal ini diakui oleh pihak PPL Kecamatan Parung, akibat kurangnya tenaga PPL dan banyaknya desa atau kelompok tani yang harus ditanganinya. Kegiatan pembinaan yang pernah diberikan kepada Kelompok Tani Sauyunan yaitu Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan.
68
Gambar 6.3 Presentase Pelaksanaan KelompokKelompok Gambar 21. Penilaian Pelaksanaan Kegiatan Kegiatan dari Kelembagaan Tani Sauyunan Menurut Responden, Desa Iwul, 2010 (dalam persen)
30% 40%
Kegiatan kelompok tidak berjalan Kegiatan kelompok cukup berjalan Kegiatan kelompok berjalan dengan baik
30% Sumber:
7.2
Hasil Olah Kuesioner, Anggota Kelompok Tani Sauyunann, Desa Iwul, 2010
Hubungan Keragaan Kelembagaan Kelompok Tani Pengorganisasian Kegiatan Produksi Usahatani Anggota
dengan
Berdasarkan hasil penelitian, terdapat hubungan antara keragaan kelembagaan kelompok tani dengan peran kelembagaan kelompok tani dalam mengorganisir kegiatan produksi usahatani anggota. Melalui perhitunngan korelasi Spearman, didapatkan nilai probability value sebesar 0,000 dengan koefisien korelasi sebesar 0,605. Hasil ini menunjukkan nilai yang lebih kecil dari α yang ditetapkan, yaitu sebesar 0,05. Artinya, terdapat hubungan positif keragaan kelembagaan kelompok tani dengan peran kelembagaan kelompok tani dalam mengorganisir kegiatan produksi usahatani anggota. Semakin baik keragaan dari kelembagaan kelompok tani, maka semakin baik perannya dalam mengorganisir kegiatan produksi usahatani anggotanya. Hasil perhitungan korelasi Spearman tersebut, juga dapat terlihat distribusi sebarannya dalam Tabel 9. Tabulasi silang tersebut memperlihatkan bahwa responden yang menyatakan keragaan dari kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan
belum
memadai,
peran
kelembagaan
kelompok
tani
dalam
mengorganisir kegiatan produksi usahataninya dirasakan rendah pula sebesar 30 persen responden. Berbeda dengan 25 persen responden lainnya yang menyatakan
69
bahwa keragaan dari kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan cukup memadai, sehingga peran kelembagaan kelompok tani dalam mengorganisir kegiatan produksi usahataninya dirasakan sedang pula. Begitu juga yang dirasakan 12,5 persen responden yang menyatakan bahwa keragaan dari kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan tinggi, merasakan peran kelembagaan kelompok tani dalam mengorganisir kegiatan produksi usahataninya tinggi pula. Tabel 9. Hubungan Keragaan Kelembagaan Kelompok Tani dengan Pengorganisasian Kegiatan Produksi Usahatani Anggota (dalam persen) Pengorganisasian Kegiatan Produksi (%) Rendah Keragaan Kelompok Tani (%)
Rendah
sedang
Total (%)
tinggi
30
10
2,5
42,5
Sedang
5
25
0
30
Tinggi
2,5
12,5
12,5
27,5
Total (%) 37,5 Sumber: Hasil Uji Crosstabulation, SPSS 16.0
47,5
15
100
7.3
Hubungan Keragaan Kelembagaan Kelompok Tani Pengorganisasian Kegiatan Distribusi Usahatani Anggota
dengan
Berdasarkan hasil penelitian, terdapat hubungan antara keragaan kelembagaan kelompok tani dengan peran kelembagaan kelompok tani dalam mengorganisir kegiatan distribusi usahatani anggota. Melalui perhitunngan korelasi Spearman, didapatkan nilai probability value sebesar 0,000 dengan koefisien korelasi sebesar 0,652. Hasil ini menunjukkan nilai yang lebih kecil dari α yang ditetapkan, yaitu sebesar 0,05. Artinya, terdapat hubungan positif keragaan kelembagaan kelompok tani dengan peran kelembagaan kelompok tani dalam mengorganisir kegiatan distribusi usahatani anggota. Semakin baik keragaan dari kelembagaan kelompok tani, maka semakin baik perannya dalam mengorganisir kegiatan distribusi usahatani anggotanya. Hasil perhitungan korelasi Spearman tersebut, juga dapat terlihat distribusi sebarannya dalam Tabel 10. Tabulasi silang tersebut memperlihatkan bahwa
70
responden yang menyatakan keragaan dari kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan
belum
memadai,
peran
kelembagaan
kelompok
tani
dalam
mengorganisir kegiatan distribusi usahataninya dirasakan rendah pula sebesar 37,5 persen responden. Berbeda dengan 7,5 persen responden lainnya yang menyatakan bahwa keragaan dari kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan cukup memadai, sehingga peran kelembagaan kelompok tani dalam mengorganisir kegiatan distribusi usahataninya dirasakan sedang pula. Begitu juga yang dirasakan 22,5 persen responden yang menyatakan bahwa keragaan dari kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan tinggi, merasakan peran kelembagaan kelompok tani dalam mengorganisir kegiatan distribusi usahataninya tinggi pula.
Tabel 10. Hubungan Keragaan Kelembagaan Kelompok Tani dengan Pengorganisasian Kegiatan Distribusi Usahatani Anggota (dalam persen) Pengorganisasian Kegiatan Distribusi (%) rendah Keragaan Kelompok Tani (%)
Rendah
sedang
Total (%)
tinggi
37,5
5
0
42,5
Sedang
20
7,5
2,5
30
Tinggi
5
0
22,5
27,5
62,5
12,5
25
100
Total (%) Sumber: Hasil Uji Crosstabulation, SPSS 16.0
7.4
Hubungan Keragaan Kelembagaan Kelompok Tani dengan Pengorganisasian Kegiatan Konsumsi Produktif Usahatani Anggota Berdasarkan hasil penelitian, terdapat hubungan antara keragaan
kelembagaan kelompok tani dengan peran kelembagaan kelompok tani dalam mendorong mengorganisir kegiatan konsumsi produktif usahatani anggota. Melalui perhitunngan korelasi Spearman, didapatkan nilai probability value sebesar 0,000 dengan koefisien korelasi sebesar 0,631. Hasil ini menunjukkan nilai yang lebih kecil dari α yang ditetapkan, yaitu sebesar 0,05. Artinya, terdapat hubungan
positif
keragaan
kelembagaan
kelompok
tani
dengan
peran
kelembagaan kelompok tani dalam mendorong mengorganisir kegiatan konsumsi
71
produktif usahatani anggota. Semakin baik keragaan dari kelembagaan kelompok tani, maka semakin baik perannya dalam mendorong mengorganisir kegiatan konsumsi produktif usahatani anggotanya. Hasil perhitungan korelasi Spearman tersebut, juga dapat terlihat distribusi sebarannya dalam Tabel 11. Tabulasi silang tersebut memperlihatkan bahwa responden yang menyatakan keragaan dari kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan belum memadai, peran kelembagaan kelompok tani dalam mendorong mengorganisir kegiatan konsumsi produktif usahatani anggotanya dirasakan rendah pula sebesar 40 persen responden. Berbeda dengan 5 persen responden lainnya yang menyatakan bahwa keragaan dari kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan cukup memadai, sehingga peran kelembagaan kelompok tani dalam mendorong mengorganisir kegiatan konsumsi produktif usahatani anggotanya dirasakan sedang pula. Begitu juga yang dirasakan 7,5 persen responden yang menyatakan bahwa keragaan dari kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan tinggi, merasakan peran kelembagaan kelompok tani dalam mendorong mengorganisir kegiatan konsumsi produktif usahatani anggotanya tinggi pula.
Tabel 11. Hubungan Keragaan Kelembagaan Kelompok Tani dengan Pengorganisasian Kegiatan Konsumsi Produktif Usahatani Anggota (dalam persen) Pengorganisasian Kegiatan Konsumsi Produktif (%) rendah Keragaan Kelompok Tani (%)
Rendah
sedang
Total (%)
tinggi
40
0
2,5
42,5
Sedang
15
5
10
30
tinggi
2,5
17,5
7,5
27,5
57,5
22,5
20
100
Total (%) Sumber: Hasil Uji Crosstabulation, SPSS 16.0
BAB VIII PENUTUP
8.1
Kesimpulan Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah 1. Peran kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan dalam mengorganisir kegiatan produksi, konsumsi dan distribusi usahatani anggota, dinilai belum optimal oleh anggotanya 2.
Peran kelembagaan kelompok tani berhubungan positif dan cukup berarti dengan pengembangan usahatani anggotanya. Peran kelembagaan kelompok tani yang belum optimal, ternyata ikut mempengaruhi tingkat pengembangan usahatani anggotanya yang masih rendah
3. Faktor yang dapat mendorong keberperanan kelembagaan kelompok tani dalam mengorganisir kegiatan produksi, konsumsi dan distribusi usahatani anggota dilihat melalui penampilan/keragaan dari kelembagaan kelompok tani tersebut. Keragaan kelembagaan kelompok tani dirasakan belum memadai oleh petani anggota yang dilihat melalui tingkat ketersediaan fasilitas, ketersediaan jaringan kerja dan pelaksanaan kegiatan kelompok. 8.2
Saran Beberapa hal yang menjadi rekomendasi dalam penelitian ini diantaranya
adalah: 1. Kegiatan kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan dapat berjalan optimal, apabila telah dapat menjangkau seluruh
petani anggota.
Sehingga perlu perhatian lebih kepada pengurus untuk lebih meningkatkan jangkauannya kepada seluruh petani anggota. 2. Sumberdaya finansial berupa dana segar, merupakan fasilitas yang paling ditunggu seluruh petani anggota. Peningkatan jaringan kerjasama kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan dengan lembaga modal dan peningkatan cakupan petani anggota yang dapat akses, penting dilakukan untuk pengembangan usaha petani anggota. Selain
73
itu perlu untuk memaksimalkan potensi kelompok agar dapat menghimpun modal bersama. Hal ini menghindari dari ketergantungan kelembagaan kelompok tani pada pihak luar. 3. Pelatihan dan penyuluhan pertanian yang selama ini dilakukan PPL, belum sensitif dengan kearifan lokal masyarakat di Desa tersebut. Sehingga peningkatan pada pengetahuan petani tidak mempengaruhi peningkatan keuntungan dan pendapatan petani. 4. Perlunya pembinaan yang lebih kepada petani anggota dalam hal analisis biaya dan resiko kegiatan pertanian. Hal ini diharapkan akan meningkatkan kesadaran petani anggota untuk dapat menyisihkan lebih banyak anggarannya untuk konsumsi kegiatan produktif.
DAFTAR PUSTAKA
Adjid, D. A. 1981. Kelompok tani; Pembuka Cakrawala dan Sekaligus Penggerak bagi Terwujudnya Pertanian Rakyat yang Selalu Maju. Jakarta : Satuan pengendali Bimas. [Badan Pelaksana Penyuluhan, Pertanian, Perikanan dan Kehutanan]. 2009. Kumpulan Materi Kegiatan Kursus Tani: Penyelenggaraan Demplot dan Kursus Tani. Bogor : Pemerintah Kabupaten Bogor. [Deptan]. 1989. Pedoman Pembinaan Kelompok Tani. Jakarta: Departemen Pertanian. 2007.
Pedoman
Pembinaan
Kelembagaan
Petani
http://www.deptan.go.id/bpsdm/peraturan/Permentan%20273-2007
dalam %20
Lampiran%201.PDF. Diakses pada tanggal 19 Oktober 2010. [Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Malang]. 2002. Penilaian Tingkat Perkembangan Kelembagaan Koperasi Citra Lestari Lawang dan KUD Pakis Kabupaten Malang dengan Pendekatan Development Ladder Assessment (DLA). Malang : Universitas Brawijaya. Koentjaraningrat. 1979. Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT. Gramedia. Kurniati, Nur Endah. 2007. Peningkatan Peran Kelembagaan Pemuda dalam Mengatasi Masalah Ekonomi Keluarga (Studi Kasus di Kelurahan Cibebet Kecamatan Cimahi Utara Kota Cimahi Provinsi Jawa Barat) [Tesis]. Bogor: Magister Sains Pascasarjana IPB. Lipsey, Richard G. 1991. Pengantar Mikro Ekonomi Jilid 1. Jaka Wasana, penerjemah. Jakarta: Binarupa Aksara. Mardikanto, T. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Surakarta: UNS Press.
75
Martaamidjaja, A. S. 1993. Agricultural Extension System in Indonesia. Jakarta: Departemen Pertanian. Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: LP3ES. Mushero, heroni. 2008. Pemberdayaan Petani Melalui Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN)
dalam
http://heronimushero.wordpress.com/2008/03/05/pemberdayaan-petani-me lalui-gabungan-kelompok-tani-gapoktan/.
Diakses
pada
tanggal
19
Oktober 2010. Nasdian, Fredian Tonny. 2003. Pengantar Sosiologi Umum. Bagian Ilmu-ilmu Sosial, Komunikasi dan Ekologi Manusia. Jurusan Sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Syahyuti. 2006. Strategi dan Tantangan dalam Pengembangan Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) sebagai kelembagaan Ekonomi di Pedesaan
dalam
http://www.geocities.com/syahyuti/Gapoktan.pdf.
Diakses pada tanggal 19 Oktober 2008. Singarimbun, M. & Effendi, S. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES Suradisastra, K. 2001. Institutional Description of the Balinese Subak. Indonesian Dalam Journal of Agricultural Science vol 2 no.5: 10-28. Soekanto, S. 2001. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
77
KERANGKA SAMPLING PENELITIAN No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Responden Adang Aki Ali Aming Anan Anan Anda Arab Asri Ata Atam Ateng Belan Borong Darman Encep Entong H. Niung Hasanudin Hasim Enjong Inen Iwan Jaman Mahruf Maih Majuk Masfur Mian Misin Misnin Mistara Miun Muchlis Nalih Naman
Status Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota
No. 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121
Responden Usen Mumun Naih Niim Heri Setiawan Wawan Jamal Aripin Embay Arman Mining Borin Beri Upono Ujang Rahymat Uka S Juned Basori Juah Juman Samsul Alih Amat Ipay Latip Opay Enjang Esan Naran Saerih Suhandi Nasim Nasin
Status Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota
78
36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73
Namin Namitnata Namun Nding Amsar Nerin Niman Nosan Pulung Rais Rosyid RT Eman RT Mihat Sanip Sarta Sauh Sayuti Siin Suman Suwandi Toto Umar Usman Utoy Robinan Menih Raesan Icin Sanana Ropii Saiti Jahroni Ruswariah Tain Sidik Goring Komer Samah Iran Mardan Rahmah
Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota
122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159
Suhanda Jayadi Samsuri Aran Sidik Wandi Herpiyandi Wandi Suard Emad Rino Tian Mamad Sata Sahro Nasim Jain Simar Sene Itar Amah Ace Omar Isad Bosim Pepen Suroso Unen Gunawan Maja Duloh Yusup Rahmatuloh Inin Wawan Guntur Dasimah Raswa
Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota
79
74 75 76 78 79 80 81 82 83 84 85
Sopian Ata Aris Sugeng Lanih Aam Ade Eno Bambang Noming Rizal Nocil
Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota
160 161 162 163 164 165 166 167 168 169
Sutar Imron Jumhari Liang Ita Aju Suherman Basri Juju Sanah
Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota
80
Kode Responden :
KUESIONER PENELITIAN Assalammu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Saya, Navalinesia Relamareta adalah mahasiswa semester akhir pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Saat ini sedang menyusun skripsi yang berjudul “Hubungan Peran Kelembagaan Kelompok Tani dengan Pengembangan Usahatani Anggota. Studi Kelompok Tani Sauyunan Desa Iwul Kecamatan Parung Kabupaten Bogor Jawa Barat”, sebagai salah satu syarat kelulusan studi. Saya mengharapkan kuesioner ini diisi dengan sebenar-benarnya untuk memperoleh data dan hasil penelitian yang akurat. Identitas dan data pribadi bapak/ibu digunakan hanya untuk kepentingan penelitian. Atas perhatian, bantuan dan kerjasamanya saya ucapkan terimakasih
PETUNJUK PENGISIAN 1. Isi titik-titik pada kolom isian responden sesuai dengan identitas pribadi atau keadaan anda yang sebenarnya. 2. Lingkari salah satu pilihan jawaban yang sesuai atau menurut anda paling sesuai dengan keadaan anda sebenarnya. 3. Tanyakan pada enumerator jika ada pertanyaan yang tidak dimengerti. Form 1. IDENTITAS RESPONDEN I. Identitas Pribadi 1. Nama 2. Jenis Kelamin
Diisi oleh Responden
Diisi oleh Enumerator
…………………………………......................
…………………………....
1. Laki-laki
2. Perempuan
3. Usia
………………………………………….tahun
4. Alamat Lengkap
RT:……………. RW:…………… Desa Iwul.
5. Status
1. Kawin
6. Pekerjaan Utama
1. Buruh Tani
2. Belum Kawin
81 2. Petani Penggarap 3. Petani Pemilik Lahan 4. Pegawai Negeri 5. Pegawai Swasta 6. TNI/Polri 7. Pengusaha 8. Lainnya……………………………… 7. Pendidikan
1. Tidak Sekolah 2. SD/sederajat 3. SMP/sederajat 4. SMA/sederajat 5. Perguruan Tinggi/ Sederajat
8. Jumlah Anak
………………………………………….orang 1. Umur…………Pendidikan………….. 2. Umur…………Pendidikan………….. 3. Umur…………Pendidikan………….. 4. Umur…………Pendidikan………….. 5. Umur…………Pendidikan…………..
9. Jumlah tanggungan keluarga 10. Usahatani
………………………………………..orang 1. Palawija 2. Padi 3. Ikan
11. Keanggotaan sejak
……………………………………….
Form 2. KERAGAAN KELOMPOK
2.1
II. Fasilitas Kelompok Fasilitas apa saja yang terdapat di kelompok tani Sauyunan sepengetahuan bapak?Sebutkan!........................................................................................................ ................................................................................................................................... ................................................................................................................................... ...................................................................................................................................
82
2.2
2.3
3.1
3.2
Fasilitas apa saja yang perlu ada pada kelompok tani Sauyunan?.......................................... ........................................................... ........................................................... ........................................................... ........................................................... ........................................................... ........................................................... ........................................................... Bagaimana fasilitas yang ada sekarang dalam kelompok tani Sauyunan? a. Tidak memadai b. Cukup memadai c. Memadai III. Jaringan Kerja Apakah kelompok tani Sauyunan bekerjasama dengan lembaga penyediaan saprotan (benih,pupuk,pestisida)? a. Tidak b. Ya Bentuk kerjasamanya seperti apa?.................................................... ........................................................... ................... Apakah kelompok tani Sauyunan bekerjasama dengan lembaga penyediaan modal? a. Tidak b. Ya Bentuk kerjasamanya seperti apa?.................................................... ........................................................... ...................
3.3
Apakah kelompok tani Sauyunan bekerjasama dengan lembaga pengolahan hasil produksi? a. Tidak b. Ya Bentuk kerjasamanya seperti apa?.................................................... ........................................................... 3.4 Apakah kelompok tani Sauyunan bekerjasama dengan lembaga pemasaran? a. Tidak b. Ya Bentuk kerjasamanya seperti apa?.................................................... ........................................................... 3.5 Apakah kelompok tani Sauyunan bekerjasama dengan lembaga penyediaan informasi teknologi? a. Tidak b. Ya Bentuk kerjasamanya seperti apa?.................................................... ........................................................... 3.6 Apakah kelompok tani Sauyunan bekerjasama dengan lembaga penyediaan informasi pasar? a. Tidak b. Ya Bentuk kerjasamanya seperti apa?.................................................... ........................................................... . IV. Kegiatan Kelompok 4.1 Apakah di kelompok tani Sauyunan ada pertemuan kelompok? a. Tidak b. Ya 4.2 Seberapa sering pertemuannya? a. Rutin bulanan
83
b. Rutin mingguan c. Rutin harian 4.3 Apakah dikelompok tani Sauyunan pernah diadakan pelatihan? a. Tidak b Ya 4.4 Seberapa sering dilakukan pelatihan dari deptan/penyuluh? a. Hanya pernah satu kali. b. Tidak lebih dari tiga kali. c. Rutin setiap 3 bulan sekali/6 bulan sekali. 4.5 Pelaksanaan kegiatan dalam rapat kerja bagaimana? a. Tidak berjalan b. Pernah berjalan c. Berjalan sampai sekarang V. 5.1
5.2
5.3
Peran kelompok tani Selama ini bapak menjual hasil produksi pertanian bapak kemana? a. Dijual ke tengkulak b. Dijual sendiri ke pasar c. Dijual bersama-sama lewat kelompok tani Apakah bapak memiliki pilihan untuk menjual hasil produksi pertanian? a. Tidak boleh dijual ketempat lain b. Boleh menjual ditempat lain Darimana bapak mengetahui harga hasil produksi pertanian yang akan bapak jual? a. Mengetahui harga hasil produksi dari tengkulak b. Mengetahui harga hasil produksi dari penjual di pasar c. Mengetahui harga hasil produksi dari sesama anggota kelompok tani.
5.4
Siapa yang menentukan harga untuk hasil produksi pertanian yang akan bapak jual? a. Harga ditentukan tengkulak (sistem ijon) b. Harga ditentukan penjual di pasaran c. Harga bisa dinegosiasikan 5.5 Bagaimana harga dari hasil penjualan produk pertanian selama ini? a. Harga dibawah harga pasar b. Harga sama dengan harga pasar c. Harga diatas harga pasar 5.6 Apakah saudara pernah menggunakan pupuk atau bibit yang berasal dari kelompok tani? a. Tidak pernah b. Pernah, jarang c. Pernah, rutin 5.7 Apakah saudara pernah mendapatkan bantuan modal dari kelompok tani a. Tidak pernah b. Pernah, jarang c. Pernah, rutin
84
V. Peran Kelompok 5.8
5.7 5.9
Sebelum mengikuti kelompok tani berapa luas garapan bapak? Saat ini berapa luas garapan bapak? Apakah setelah mengikuti kelompok tani bapak memiliki usaha lain selain bertani?
5.10 Modal usaha saat ini 5.11 Biaya Operasional a. Pupuk b. Bibit c. Pestisida d. Buruh e. Sewa lahan f. Sewa alat 5.11 Harga Jual 5.12 Modal awal sebelum ikut kelompok tani 5.13 Materi apa saja yang anda dapatkan dalam kegiatan
Di Isi Responden …………………………...
………………………………… a. Tidak b. Ya, Sebutkan………………………… ………………………………….. ………………………………….
Di isi Enumerator
85
penyuluhan dan pelatihan yang diadakan dalam kelompok?Sebutkan!Apakah saudara menerapkannya? 5.14 Apakah pengetahuan anda bertambah setelah mengikuti pelatihan tersebut?Sebutkan!
KONTRIBUSI PENDAPATAN Status a. Suami
Pekerjaan 1. PNS (termasuk Guru) 2. Petani/Buruh tani 3. Pedagang 4. Lain-lain, sebutkan……………….. b. Isteri 1. PNS (termasuk Guru) 2. Petani/Buruh tani 3. Pedagang 4. Lain-lain, sebutkan……………….. c. Anggota Keluarga 1. PNS (termasuk Guru) 2. Petani/Buruh tani 3. Pedagang 4. Lain-lain
Kontribusi/Bulan Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.
86 Pengeluaran Rumah Tangga Pengeluaran Pangan Beras Ikan Daging Telur dan susu Sayur-sayuran, tahu dan tempe Minyak goreng Buah-buahan Tembakau dan sirih Bumbu dapur Beli makanan jadi/kerupuk Total pengeluaran pangan Pengeluaran non pangan Sewa Rumah Bayar Listrik Bayar Telepon/pulsa Bahan Bakar (untuk kendaraan dan masak) Peralatan untuk mandi (sabun,shampoo dan odol) Peralatan untuk mencuci (sabun cuci, pewangi, dan pelican baju) Baju dan sepatu/sandal SPP sekolah SPP kegiatan di luar sekolah Jajan anak Seragam, sepatu, kaos kaki dan tas sekolah Buku sekolah, buku tulis dan peralatan tulis Barang tahan lama
Harian
Mingguan
Bulanan
87 Rekreasi dan pengeluaran sosial Kesehatan Tabungan Arisan Total pengeluaran non pangan Total keseluruhan pengeluaran
88
Hasil Uji Korelasi 1.
Hubungan Pengorganisasian Kegiatan Produksi dengan Pengembangan Usahatani Anggota Correlations
Spearman's rho
pengembangan usaha
pengembangan
pengorganisasian
usaha
kegiatan produksi
Correlation Coefficient
1.000
.619**
.
.000
40
40
.619**
1.000
.000
.
40
40
Sig. (2-tailed) N pengorganisasian kegiatan
Correlation
produksi
Coefficient Sig. (2-tailed) N
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
2.
Hubungan Pengorganisasian Kegiatan Distribusi dengan Pengembangan Usahatani Anggota Correlations
Spearman's rho
pengembangan usaha
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
pengorganisasian distribusi
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
pengembangan
pengorganisasian
usaha
distribusi 1.000
.630**
.
.000
40
40
.630**
1.000
.000
.
40
40
89
3.
Hubungan Pengorganisasian Kegiatan Konsumsi Produktif dengan Pengembangan Usahatani Anggota Correlations pengorganisasia
Spearman's rho
pengembangan usaha
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
pengorganisasian konsumsi
Correlation
produktif
Coefficient Sig. (2-tailed) N
pengembangan
n konsumsi
usaha
produktif 1.000
.666**
.
.000
40
40
.666**
1.000
.000
.
40
40
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
4.
Hubungan Keragaan Kelembagaan Kelompok Tani dengan Peran Kelembagaan Kelompok Tani dalam Pengorganisasian Kegiatan Produksi Anggota Correlations pengorganisasian kegiatan produksi
Spearman's rho
pengorganisasian kegiatan
Correlation
produksi
Coefficient Sig. (2-tailed) N
Keragaan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
keragaan
1.000
.605**
.
.000
40
40
.605**
1.000
.000
.
40
40
90
5.
Hubungan Keragaan Kelembagaan Kelompok Tani dengan Peran Kelembagaan Kelompok Tani dalam Pengorganisasian Kegiatan Distribusi Anggota Correlations pengorganisasian keragaan
Spearman's rho
keragaan
Correlation Coefficient
1.000
.652**
.
.000
40
40
.652**
1.000
.000
.
40
40
Sig. (2-tailed) N pengorganisasian distribusi
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
distribusi
N **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
6.
Hubungan Keragaan Kelembagaan Kelompok Tani dengan Peran Kelembagaan Kelompok Tani dalam Pengorganisasian Kegiatan Konsumsi Produktif Anggota Correlations pengorganisasian konsumsi keragaan
Spearman's rho
keragaan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
pengorganisasian konsumsi
Correlation
produktif
Coefficient Sig. (2-tailed) N
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
produktif
1.000
.631**
.
.000
40
40
.631**
1.000
.000
.
40
40