LAPORAN PENELITIAN
HUBUNGAN KEBERDAYAAN KELOMPOK PETERNAK DENGAN KEBERHASILAN USAHATANI ANGGOTA
Oleh : Unang Yunasaf Sugeng Winaryanto Syahirul Alim
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN NOVEMBER, 2007
HUBUNGAN KEBERDAYAAN KELOMPOK PETERNAK DENGAN KEBERHASILAN USAHATANI ANGGOTA
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberdayaan kelompok, keberhasilan usaha anggota, dan keeratan hubungan dari kedua hal tersebut. Penelitian dilakukan dengan metode survei. Unit analisis adalah kelompoktani sapi perah yang ada di Kabupaten Sumedang. Pengambilan contoh responden dilakukan secara gugus bertahap. Jumlah responden 30 orang dari 4 kelompok terpilih. Uji keeratan hubungan yang digunakan adalah uji korelasi rank spearman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberdayaan kelompok tani ternak sapi perah sebanyak 53,33% tergolong cukup, 40,00 % tergolong rendah, dan 6,67 % tergolong tinggi. Keberhasilan usaha sapi perah anggota menunjukkan sebanyak 40,00% tergolong cukup, 26,67 % tergolong rendah, dan 33,33% tergolong tinggi. Derajat hubungan keberdayaan kelompok tani ternak sapi perah dengan keberhasilan usaha sapi perah anggota menunjukkan adanya hubungan positif yang cukup kuat. Kata Kunci: Keberdayaan Kelompok, keberhasilan usaha
KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, karena atas perkenan dan ridhoNya kegiatan penelitian dan pelaporannya dapat diselesaikan. Penelitian ini dilakukan penulis dalam rangka mengkaji secara empirik keberadaan kelompok peternak sapi perah dan hubungannya dengan tingkat keberhasilan dari para anggotanya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok amat penting di dalam
mendorong berhasilnya usahatani dari para anggota-anggotanya. Ucapan terima kasih disampaikan pula kepada para mahasiswa program strarta satu program studi Sosial Ekonomi Peternakan pada Fakultas Peternakan Unpad yang telah turut membantu penulis selama di lapangan.
Kepada pihak koperasi dan Fakultas
Peternakan Unpad disampaikan pula ucapan terima kasih atas fasilitasinya selama ini. Dari hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan tambahan wawasan di dalam pengajaran Ilmu Penyuluhan Pertanian-Peternakan khususnya di lingkungan Peternakan Universitas Padjadjaran. Jatinangor, November 2007 Penulis,
Fakultas
DAFTAR ISI.
BAB
Halaman
ABSTRAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . KATA PENGANTAR
ii
................... ....... .............
iii
DAFTAR TABEL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
v
DAFTAR LAMPIRAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
vi
PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Perumusan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1 1 3
TINJAUAN PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4 2.1. Keberdayaan Kelompoktani . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . 2.2. Keberhasilan Usaha . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4 5
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN . . . .. . . . . . . . . . . . . . .. Tujuan Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Manfaat Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
8
8 8
IV.
METODE PENELITIAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4.1. Rancangan Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4.2. Unit Analisis dan Sampel Responden . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4.3 Operasionalisasi Variabel . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4.4 Cara Pengukuran dan Teknik Analisis Keeratan Hubungan . . .
9 9 9 9 10
V
HASIL DAN PEMBAHASAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5.1. Keadaan Umum Kelompok . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5.2. Karakteristik Peternak Responden . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
11 11 12
BAB
Halaman
5.3. Keberdayaan Kelompok Peternak Sapi Perah . . . . . . . . . . . . . 5.4. Keberhasilan Usaha Anggota . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5.5. Hubungan Keberdayaan Kelompok Peternak Sapi Perah dengan Keberhasilan Usaha Sapi Perah Anggota . . . . . . . . . . . . .. . . . .
14 18 19
KESIMPULAN DAN SARAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
22
22 22
DAFTAR PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
24
LAMPIRAN
25
.................................................
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1.
Luas Tanah Pangonan dan Potensi Pakan Ternak. . . . . . . . . . . .
9
2.
Kapasitas Tampung dan Pemanfaatan Potensi Pakan . . . . . . . . .
10
3.
Kebutuhan Biaya Investasi Usaha Sapi Potong . . . . . . . . . . . . .
20
4.
Keragaan Usaha Penggemukan Sapi Potong Produksi 4 Kali Setahun . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
21
I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Sampai saat ini kelompoktani masih digunakan sebagai pendekatan utama dalam kegiatan penyuluhan (Deptan, 2000). Pendekatan kelompok dipandang lebih efisien dan dapat menjadi media untuk terjadinya proses belajar dan berinteraksi dari para petani, sehingga diharapkan terjadi perubahan perilaku petani ke arah yang lebih baik atau berkualitas (Margono, 2001).
Dengan demikian kelompoktani memiliki
kedudukan strategis di dalam mewujudkan petani yang berkualitas. Petani yang berkualitas dicirikan oleh adanya kemandirian dan ketangguhan dalam berusahatani. Untuk mencapai petani yang berkualitas tersebut, maka menjadi suatu keharusan bahwa kelompoktani yang ada harus memiliki gerak atau kekuatan yang dapat menentukan dan mempengaruhi perilaku kelompok dan anggota-anggota dalam mencapai tujuan-tujuan secara efektif. Tuntutan pentingnya petani yang berkualitas sudah sangat mendesak sekali. Asean Free Trade Area (AFTA) us dah mulai diberlakukan pada tahun 2003, kemudian perdagangan bebas dunia diperhitungkan akan mulai pada tahun 2010. Dengan memasuki era perdagangan bebas tersebut, maka hanya negara-negara yang petaninya berkualitas saja yang akan menikmati keuntungan dari situasi tersebut. Sebaliknya, untuk petani yang tidak memiliki kemampuan memadai dalam merespon tuntutan pasar dan tidak memiliki kemandirian akan terpinggirkan. Dengan jumlah kelompoktani yang ada, secara teoritis seharusnya kelompoktani dapat
menjadi
media
transformasi
(group
peningkatan kualitas petani di Indonensia.
transformation)
untuk
terjadinya
Namun dilihat dari kelas
kemampuannya, sebagian besar kelompoktani (67,37%) masih merupakan kelompok
2
kelas pemula dan lanjut (Deptan, 2000). Hal ini mencerminkan bahwa kelompoktani yang ada belum berdaya atau berfungsi efektif sebagai media interaksi petani dalam meningkatkan kesejahteraannya. Aida (2000) mensinyalir kelompoktani dari kelas madya dan utama yang adapun, yang berjumlah sekitar 104. 964 buah (29,60%) belum berfungsi optimal sebagai media penguatan anggotanya, malahan ada indikasi kelas kemampuannya terus menurun. Karena
ketidakberdayaan
itulah,
maka
dalam
realitasnya
serin g
suatu
kelompoktani tidak dapat menjaga keberadaan atau eksistensinya. Kelompok yang demikian biasanya adalah kelompok yang dalam proses penumbuhannya tidak berdasarkan kepentingan dan kebutuhan petani, kepemimpinan kelompoktani yang tidak efektif, dan strategi pembinaan yang tidak tepat. Akibatnya banyak kelompoktani yang tidak dapat menjaga kemajuan atau kedinamisan yang telah dicapainya, sehingga akan ditinggalkan oleh para anggotanya.
Sebaliknya,
kelompoktani yang tetap hidup adalah kelompok yang dapat menjaga tingkat kemajuan atau kedinamisan dari kelompoknya, sehingga kelompoktani dapat menjadi media terbaik untuk terjadinya peningkatan kualitas petani anggota-anggotanya. Sampai saat ini perhatian pengkajian terhadap kelompoktani yang ada lebih banyak memfokuskan pada kelompoktani komoditas tanaman pangan, sedangkan komoditas lainnya, khususnya kelompoktani ternak masih kurang. peternakan,
keberadaan
kelompoktani
yang
menarik
untuk
Di sub sektor diama ti
adalah
kelompoktani ternak sapi perah. Selama ini yang terlihat cukup ajeg dan dipandang lebih memiliki peluang untuk berdaya adalah kelompoktani ternak sapi perah. Dengan diketahuinya faktor-faktor atau unsur yang menjadikan kelompoktani tersebut berdaya atau dinamis akan memberikan alternatif untuk peningkatan keberdayaan pada kelompoktani ternak komoditas lainnya.
3
1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian sebelumnya dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: (1) Seberapa jauh tingkat keberdayaan kelompoktani dilihat dari faktor atau unsur yang mempengaruhinya? (2) Seberapa
jauh
pencapaian
keberhasilan
usahatani
dari
para
ang gota
kelompoktani? (3) Seberapa jauh derajat hubungan antara keberdayaan kelompoktani dengan keberhasilan usahatani para anggota?
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keberdayaan Kelompoktani Inti dari konsep keberdayaan menurut Page dan Czuba (1999) adalah kekuatan (power), yakni kekuatan untuk berubah. Dilihat dari konteks tersebut maka keberdayaan memiliki kesamaan makna dengan kedinamisan atau kedinamikaan, yang makna generiknya berarti gerak atau kekuatan untuk mencapai tujuan. Dengan demikian keberdayaan kelompoktani adalah tingkat kekuatan kelompoktani sebagai akibat dari faktor-faktor yang mempengaruhinya, atau dapat diartikan sebagai gerak dari suatu kelompoktani yang disebabkan oleh segala kekuatan yang terdapat dalam kelompok yang menentukan atau memperngaruhi perilaku kelompok dan anggotanya dalamupaya mencapai tujuan-tujunnya secara efektif. Oleh karenanya, tercapainya keberdayaan kelompoktani akan sangat kondusif untuk terjadinya peningkatan kualitas kehidupan para anggota, khususnya tercapainya keberhasilan usahatani dari para anggota sebagaimana yang diharapkannya. Menurut Aida (2000) tidak berdaya atau berkualitasnya petani karena tidak berdayanya kelembagaan petani, yaitu kelompoktani.
Tidak berdayanya
kelompoktani dapat disebabkan antara lain oleh: (1) strategi dan orientasi pembangunan
pertanian
belum
ditujukan
pada
upaya
mensejahterakan
dan
meningkatkan pendapatan petani. Petani sering disuruh berproduksi, tetapi manakala menjual hasil, petani tidak diberi kemampuan untuk menetapkan harga jual. Kelompoktanipun belum mampu berfungsi sebagai kekuatan untuk meningkatkan posisi tawar (bargaining); (2) politik pemberdayaan petani yang diluncurkan oleh pemerintah bersifat tidak lengkap. Prioritas pembinaan lebih diarahkan pada tanaman pangan, khususnya padi, petani lain masih terabaikan.
Kelompoktani yang ada
berfungsi tidak lebih sebagai wadah penyalur sarana produksi atau sebatas sebagai
5
objek kebijakan; (3) pola dan arah pembinaan kelompoktani lebih banyak menjadikan petani sebagai kelompok binaan pencapaian target produksi. Kelompok dipandang hanya sebagai wadah untuk memudahkan pekerjaan penyuluh mendifusikan inovasi. Tidak ada prioritas strategi pembinaan agar kelompoktani menjadi dinamis dan mandiri; dan (4) pembinaan kelompoktani lebih banyak diarahkan pada pencapaian target kuantitas bukan kualitas. Pencapaian kuantitas telah melupakan pembinaan dinamika kelembagaan petani yang dinamis, produktif dan mandiri. Kelompoktani yang muncul atas dasar dan kebutuhan petani sangat kecil. Falsafah pemberdayaan melalui dinamika
kelompok
belum menjadi
prioritas penyuluhan, termasuk
kepemimpinan, komunikasi dan organisasi. Akibatnya petani tidak dapat mengelola kelompok secara profesional Beberapa unsur yang mempengaruhi keberdayaan kelompok dua diantaranya yang penting adalah kepemimpinan dalam kelompok dan keefektifan kelompok. Kemampuan pemimpin untuk mempengaruhi dapat berasal dari kekuatan yang bersifat imbalan (reward), paksaaan (coersive), rujukan (referens), keahalian (expert), dan keabsahan (legitime) (Frech dan Reven dalam Pierce dan Newstrom, 1995). Keefektifan kelompok menurut Mardikanto (1993) adalah keberhasilan kelompok untuk mencapai tujuan, yang dapat dilihat dari tercapainya keadaan atau perubahan yang memuaskan anggota-anggotanya.
Menurut Margono 1( 978) efektivitas
kelompok harus dilihat dari segi produktivitas kelompok, yaitu keberhasilan mencapai tujuan kelompok dan moral kelompok, yaitu berupa semangat dan sikap para anggotanya
2.2. Keberhasilan Usahatani Secara sederhana usahatani dapat diartikan sebagai kesatuan organisasi antara kerja, modal dan pengelolaan yang ditujukan untuk memperoleh produksi di lapangan
6
pertanian (Hernanto, 1988). Usahatani menurut CGIAR yang dikutip Reijntjes et.al. (1999) bukanlah sekadar kumpulan tanaman dan hewan, di mana orang bisa memberikan input apa saja dan kemudian mengharapkan hasil langsung, namun merupakan suatu jalinan yang kompleks yang terdiri dari tanah, tumbuhan, hewan, peralatan, tenaga kerja, input lain dan pengaruh-pengaruh lingkungan yang dikelola oleh seseorang yang disebut petani sesuai dengan kemampuan dan aspirasinya. Petani tersebut mengupayakan output dari input dan teknologi yang ada. Menurut Reijntjes et.al. (1999) suatu usahatani merupakan agroekosistem yang unik: suatu kombinasi sumberdaya fisik dan biologis seperti bentuk-bentuk lahan, tanah, air, tumbuhan dan hewan.
Dengan mempengaruhi komponen-komponen
agroekosistem ini dan interaksinya, rumahtangga petani mendapatkan hasil atau produk dari hasil usahataninya. Selanjutnya Reijntjes et.al. (1999) mengemukakan bahwa dalam mengkaji keberhasilan suatu usahatani tidak akan terlepas dari pengkajian sistem pengembangan usahatani, khususnya dengan memperhatikan tujuan dari rumah tangga berkenaan dengan proses dan hasil usahatani. Secara umum rumah tangga petani secara bersama memiliki berbagai macam tujuan yang dapat mencakup: (1) Produktivitas (hasil persatuan lahan atau input lainnya), yakni ada pasar yang menyerap hasil produksi, memiliki nilai manfaat lainnya: pemanfaatan tenaga kerja dll; (2) Keamanan (meminimalkan risiko), yakni: kepastian pendapatan (ada jaminan pasar dan harga jual), akses terhadap sumberdaya berupa kepastian lahan,
kepastian usaha; (3) Kesinambungan (mempertahankan produksi), yakni:
adanya modal biofisik berupa kelayakan usaha/rasio pemilikan ternak, kemampuan mengelola berupa teknologi budidaya, manajerial usaha, yang lainnya adalah hubungan dengan masyarakat berupa dukungan sistem sosial, prasarana usaha tani (ketersediaan input), modal uang, dan pengaruh politik berupa dukungan kebijakan lokal; dan (4) Identitas (selaras dengan budaya dan visi masyarakat), yakni: memberi
7
kehidupan yang layak, yaitu dapat memberi: sumbangan terhadap pendapatan, dan mewujudkan komunitas mandiri agar dapat mengorganisasikan diri dalam kelompok. Untuk keberlanjutan suatu usahatani, termasuk mencapai keberhasilan usahatani maka usahatani tersebut, harus dapat (1) menghasilkan tingkat produksi yang memenuhi, yaitu dapat kebutuhan material (produktivitas), dan kebutuhan sosial (identitas, keamanan, kesinambungan); (2) perlu dicari produktivitas yang optimal (Reijntjes et.al., 1999) Dalam penelitian ini keberhasilan usahatani sapi perah akan ditelaah dari dua aspek, yaitu pencapaian tingkat produksi, terutama dilihat dari tingkat harga susu yang diterima peternak, dan pencapaian efisiensi usaha.
Salah satu cara untuk
mengetahui efisiensi usaha adalah dengan menggunakan tetapan revenue cost ratio (RC ratio), yaitu menghitung perbandingan antara penerimaan dengan pengeluran (Kadarsan, 1995).
RC ratio diperoleh dari semua kegiatan yang mencakup
pengeluaran dan penerimaan dalam jangka waktu satu ahun t dengan cara membandingkan antara semua nilai penerimaan dengan semua nilai pengeluaran. Apabila RC ratio > 1, maka usaha tersebut efisien, bila RC ratio < 1, maka usaha tersebut tidak efisien, dan bila RC ratio = 1, usaha tersebut berada dalam titik impas (break even point).
III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari: (1) Potensi sumberdaya lokal dalam mendukung pengembangan peternakan sapi potong di Wilayah Selatan Kabupaten Tasikmalaya. (2) Model pemberdayaan
masyarakat di wilayah Selatan Kabupaten Tasikmalaya
melalui pengembangan peternakan sapi potong. (3) Kelayakan usaha ternak sapi potong berbasis sumberdaya lokal di Wilayah Selatan Kabupaten Tasikmalaya.
3.2. Manfaat Penelitian (1) Memberikan kontribusi yang berarti untuk diperolehnya pemahaman yang lebih akurat tentang permasalahan yang dihadapi masyarakat wilayah Selatan Kabupaten Tasikmalaya dalam upaya mengembangkan usaha ternak berbasis sumberdaya lokal. (2) Diperolehnya model pengembangan peternakan berbasis sumberdaya lokal dalam memberdayakan masyarakat. (3) Menambah khasanah ilmu pengetahuan, khususnya yang berhubungan dengan
ilmu Penyuluhan Pembangunan, Sosiologi Pedesaan dan ekonomi peternakan.
8
IV METODE PENELITIAN
4.1. Rancangan Penelitian Penelitian dirancang sebagai penelitian survei yang bersifat deskriptif. 4.2. Unit Analisis dan Contoh Responden Unit analisis dari penelitian ini adalah kelompoktani sapi perah yang ada di Kabupaten Sumedang, khususnya yang tergabung dalam Koperasi Tandangsari Kabupaten Sumedang.
Dipilihnya Koperasi tersebut, karena merupakan koperasi
peternak sapi perah di Kabupaten Sumedang yang keberadaan kelompoktani cukup menonjol.
Untuk keperluan penelitian ini dari seluruh kelompoktani yang ada,
sekurang-kurangnya akan diambil tiga kelompok, yang masing-masing mewakili kelompok yang belum berkembang, cukup berkembang, dan maju (berkembang). Contoh (sample) responden adalah para anggota kelompok dari kelompoktani terpilih, yang berjumlah 30 orang yang diambil secara proposional dari jumlah seluruh anggota kelompok dari 4 kelompoktani terpilih. 4.3. Operasionalisasi Variabel Variabel yang ditelaah meliputi keberdayaan kelompoktani sebagai variabel bebas, dan keberhasilan usahatani sebagai variabel terikat. Variabel keberdayaan kelompoktani meliputi: 1.
Kepemimpinan kelompok, yaitu tingkat kekuatan ketua kelompok di dalam mempengaruhi anggota dan kelompok dalam rangka
mencapai tujuan..
Indikatornya terdiri: (1) kekuatan keahlian, (2) kekuatan rujukan, dan (3) pembawa aspirasi, dan (4) patner agen pembaharu. 2.
Keefektifan kelompok, yaitu tingkat pencapaian kelompok di dalam mencapai tujuannya. Indikatornya terdiri: (1) keberhasilan kelompok, (2) moral kelompok.
2
Variabel Keberhasilan usahatani anggota meliputi: 1.
Tingkat harga susu, yaitu tingkat harga susu yang dicapai.
2.
Tingkat efisiensi usaha, yaitu tingkat perbandingan penerimaan dengan pengeluaran dalam jangka waktu satu tahun.
4.4. Cara Pengukuran dan Teknik Analisis Keeratan Hubungan Cara pengukuran untuk masing-masing indikator variabel dilakukan dengan skala ordinal. Teknik analisis yang digunakan untuk mengukur keeratan hubungan variabel adalah dengan uji korelasi peringkat Spearman, dengan rumus: N 6 di rs = N3 –N Keterangan: rs = Koefisien korelasi peringkat spearman di = perbandingan peringkat N = banyaknya subyek Untuk menginterpretasikan hasil korelasi uji rank Spearman (rs) digunakan aturan Guilford (Rakhmat, 2001) sebagai berikut: < 0,20
: hubungan rendah sekali
0,20 – 0,40 : hubungan rendah tapi pasti 0,40 – 0,70 : hubungan yang cukup berarti 0,70 – 0,90 : hubungan yang tinggi; kuat > 0,90
: hubungan sangat tinggi; kuat sekali
V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Keadaan Umum Kelompok Kelompok peternak sapi perah yang ada di Kabupaten Sumedang hampir sebagian besar terkonsentrasi pada Kecamatan Tanjungsari, dan sebagiannya lagi pada Kecamatan Sukasari, Pamulihan, Cimanggung, Rancakalong dan Situraja. Semua wilayah tersebut merupakan wilayah kerja dari Koperasi Serba Usaha (KSU) Tandangsari, karena kelompok peternak sapi perah seluruhnya berada di dalam naungan koperasi tersebut. Penumbuhan dan pembentukan kelo mpok peternak sapi perah yang ada di Kabupaten Sumedang tidak terlepas dari perjalanan perkembangan sapi perah di wilayah tersebut, yang pararel dengan perjalanan dan perkembangan dari KSU Tandangsari. KSU Tandangsari berdiri sejak tahun 1981, yang sebelumnya bernama KUD Tanjungsari.
Seiring dengan cakupan wilayah kerjanya yang terus meluas,
maka sesuai dengan Rapat Anggota tanggal 2 Maret 2002 berubah namanya menjadi KSU Tandangsari. Wilayah kerja KSU Tandangsari selain mencakup Kecamatan Tanjungsari,
meliputi
pula
Kecamatan
Sukasari, Pamulihan,
Cimanggung,
Rancakalong, dan Situraja. Awal berdirinya koperasi tersebut
bertepatan dengan bergulir nya kredit sapi
perah dari pemerintah di Kecamatan Tanjungsari, sehingga dalam perkembangannya unit usaha sapi perah ini menjadi tulang punggung KSU Tandangsari dalam memajukan koperasi. Jumlah peternak anggota KSU Tandangsari sampai akhir 2005 berjumlah 1500 orang dengan populasi sapi 4.441 ekor. Kelompok peternak sapi perah semuanya berjumlah 37 kelompok, dengan jumlah keanggotaan rata-rata 40 anggota per kelompok. Tiap kelompok ini dipimpin
12
oleh seorang ketua kelompok, dan dibantu oleh beberapa orang peternak anggota di dalam kepengurusan kelompok. Namun demikian kelengkapan kepengurusan dari tiap kelompok cukup bervariasi, dari yang hanya ketuanya saja sampai yang relatif struktur kelompoknya lebih lengkap, selain ada ketua dilengkapi pula dengan sekretaris, bendahara dan seksi-seksi. Kecenderungan yang terjadi menurut versi KSU Tandangsari keberadaan kelompok ini dapat dipilah menjadi tiga kategori, yaitu kelompok yang maju (berkembang), cukup maju atau berkembang dan kelompok yang kurang berkembang atau belum maju. Kelompok peternak yang relatif berkembang dicirikan oleh ratarata kualitas susunya yang relatif lebih baik dibandingkan dengan kelompok lainnya. Di samping aspek dinamika atau kekuatan dari kelompok tersebut yang relatif lebih baik, seperti kepemimpinan ketua kelompok yang relatif baik, dan tingkat pemilikan asset kelompok yang lebih banyak serta kegiatan kelompok yang relatif lebih berjalan.
5.2. Karakteristik Peternak Responden Karakteristik peternak responden secara umum menunjukkan dilihat dari segi umur sebagian besar berada dalam usia produktif, dari segi pendidikan sebagian besar hanya tamatan sekolah dasar, dari pemilikan sapi perahnya sebagian besar didominasi oleh skala pemilikan yang rendah (1-3 ekor ternak), dan dari segi lamanya masuk anggota kelompok sebagian besar sudah menjadi anggota lebih dari 10 tahun. Secara lengkap karakteristik responden ditampilkan pada Tabel 1. Dari segi umur, peternak responden sebagian besar berada dalam usia produktif, yaitu sebanyak 96,66 persen dan hanya 3,33 persen yang berada dalam usia tidak produktif.
Dengan keadaan tersebut, maka peternak dapat didorong untuk
meningkatkan produktivitasnya di dalam meningkatkan keberhasilan usaha sapi
13
perahnya, baik melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan maupun penyediaan fasilitas dan sarana di dalam memperlancar kegiatan usahaternaknya.
Tabel 1. Karakterisitik Responden No.
1.
2.
3.
4.
Uraian
Jumlah Orang
…..%.......
Umur (Tahun) a. 15-45 b. >45-65 c. >65
16 13 1
53,33 43,33 3,33
Tingkat Pendidikan a. SD b. SLTP c. SLTA
26 1 3
86,67 3,33 10,00
Pemilikan Sapi (Ekor) a. 1-3 b. 4-7 c. >7
15 13 2
50,00 43,33 6,67
Lama keanggotan (Tahun) a. <5 b. 5-10 c. >10
3 11 16
10,00 36,67 53,33
Untuk
tingkat
pendidikan
form al
dari
responden
keadaannya
m asih
memprihatinkan, yaitu hanya sebanyak 13,33 persen saja yang telah lepas dari jenjang pendidikan dasar.
Sisanya sebanyak 86,67 persen baru hanya mampu
bersekolah sampai sekolah dasar saja.
Hal ini menunjukkan pula pentingnya
pendidikan alternatif sebagai bagian dari upaya peningkatkan kualitas sumberdaya peternak misalnya melalui kegiatan pendidikan non formal atau penyuluhan seperti
14
kegiatan penyuluhan yang berkesinambungan maupun pelatihan-pelatihan yang disertai dengan pemagangan atau demonstrasi plot (percontohan). Dilihat dari tingkat pemilikan ternak sapi perah, yang sebagian besar masih didominasi oleh skala pemilikan yang rendah menunjukkan masih besarnya tantangan yang dihadapi di dalam rangka mencapai peternak sapi perah yang diidealkan atau memiliki kelayakan usaha. Dengan hanya memiliki ternak sapi berkisar 3-4 ekor menjadikan usaha sapi perah belum dapat mencapai tingkat kelayakan usaha yang memadai. Karena untuk diperolehnya kelayakan atau keuntungan yang memadai, idealnya peternak dapat memiliki skala usaha 10-15 ekor atau rata-rata 7-8 ekor sapi produktif (Sjahir, 2003). Dari segi pengalaman beternak, yang terlihat dari lamanya menjadi anggota kelompok sebenarnya relatif sudah cukup lama, yaitu sebagian besar sebanyak 53,33 persen sudah menjadi anggota kelompok lebih dari 10 tahun. Hal ini berarti pula responden relatif cukup berpengalaman di dalam melakukan usaha sapi perahnya. Hal ini menjadi suatu kekuatan dari peternak untuk lebih meningkatkan keberhasilan usahanya, karena relatif sudah tahu tantangan dan kendala yang dihadapi di dalam menjalankan usaha sapi perahnya.
5.3. Keberdayaan Kelompok Peternak Sapi Perah Keberdayaan kelompok peternak merupakan kekuatan-kekuatan yang ada dalam kelompok yang akan mempengaruhi kelompok dan anggota di dalam rangka mencapai tujuan secara efektif.
Ada dua unsur penting yang mempengaruhi
berdayanya kelompok, yaitu kepemimpinan dari ketua kelompok dan efektivitas kelompok.
Dari hasil penelitian terungkap bahwa tingkat keberdayaan kelompok
peternak sapi perah yang diteliti berkisar dari rendah sampai tinggi. Namun demikian
15
sebagian besar hanya berada dalam tingkatan yang cukup, dan hanya sebagian kecil saja yang tingkat keberdayaannya tergolong tinggi. Gambaran lengkap mengenai keberdayaan peternak sapi perah di Kabupaten Sumedang ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2. Keragaan Keberdayaan Kelompok Tani Ternak Sapi Perah No. Uraian
Kategori Keberdayaan Tinggi Cukup Rendah .…………....%...........................
1. 2.
Kepemimpinan Efektivitas Keberdayaan kelompok
13,33 10,00
46,67 50,00
40,00 40,00
6,67
53,33
40,00
Tingkat keberdayaan kelompok peternak sapi perah yang diteliti sebagian besar yaitu sebanyak 53,33 persen tergolong cukup. Sisanya sebanyak 40,00 persen tergolong rendah dan hanya 6,67 persen tergolong tinggi.
Tingkat keberdayaan
kelompok yang tergolong cukup terlihat dari tingkat kepemimpinan ketua kelompok dan tingkat keefektifan kelompok yang cenderung masih tergolong cukup. Tingkat kepemimpinan ketua kelompok sebagian besar (46,67%), masih tergolong cukup. Sisanya sebanyak 40,00 persen tergolong rendah, dan sebanyak 13,33 persen tergolong tinggi.
Secara umum kepemimpinan ketua kelompok peternak sapi perah
menunjukkan bahwa ketua kelompok peternak dipandang cukup memiliki daya di dalam mempengaruhi anggota dan kelompok di dalam rangka mencapai tujuannya, terutama di dalam hal daya keahlian dan daya rujukan.
Di samping cukup mampu
untuk membawa aspirasi anggota dan cukup berperan sebagai pa tner agen pembaharu. Ketua kelompokpun dipandang cukup memiliki pengalaman di dalam memimpin kelompok. Hal ini berkaitan dengan posisinya yang cukup ditokohkan
16
oleh para anggotanya. Ketua kelompok ini cukup sering dijadikan tempat bertanya, khususnya menyangkut permasalahan yang berhubungan dengan koperasinya. Untuk kepemimpinan ketua kelompok yang rendah, yaitu sebanyak 40,00 persen merujuk pada ketua kelompok yang kepemimpinannya belum begitu optimal di dalam mempengaruhi kelompok dan anggotanya dalam rangka mencapai tujuan kelompok dan anggota secara efektif.
Ketua kelompok yang tergolong rendah
kepemimpinannya ini terlihat dari masih kurangnya di dalam memerankan sebagai patner agen pembaharu.
Hal ini dapat dilihat dari kurangnya ketua kelompok
berhubungan atau belum bertindak proaktif dengan agen pembaharu di luar koperasi seperti dari Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten atau lembaga lainnya. Ketua kelompok baru berperan sebatas sebagai penyampai pesan atau informasi yang datangnya dari koperasi. Pada kepemimpinan ketua kelompok yang tergolong tinggi, yaitu sebanyak 13,33 persen. Hal ini merujuk pada ketua kelompok yang relatif sudang tergolong baik dari segi daya kemampuan mempengaruhi anggota dan kelompok di dalam mencapai tujuannya. Ketua kelompok yang tergolong tinggi kepemimpinannya ini dicirikan oleh daya keahliaan, daya rujukan, dan perannya sebagai patner agen pembaharu yang tergolong tinggi. Ketua kelompok inipun memiliki etos kerja yang tinggi untuk memajukan usaha sapi perahnya, di samping didukung oleh beragam pengalamannya mengikuti pelatihan atau kursus, baik yang diselenggarakan di tingkat koperasi maupun dengan di luar koperasi seperti yang dilaksanakan oleh Dekopinda Kabupaten Sumedang dan Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang. Dari segi efektivitas kelompok, yaitu tingkat keberhasilan kelompok di dalam mencapai tujuan, yang dilihat dari segi keberhasilan dan moral kelompok menunjukkan sebagian besar kelo mpok, yaitu sebanyak 50,00 persen tergolong cukup. Sisanya sebanyak 40,00 persen tergolong rendah, dan sebanyak 10,00 persen
17
tergolong tinggi. Pada kelompok yang efektivitasnya tergolong cukup, dicirikan oleh oleh telah dilakukannya pertemuan rutinan bulanan di kelompok. Kelompok cukup berupaya di dalam melakukan usaha pemupukan modal sendiri, seperti penyisihan dari susu yang disetorkan ke koperasi untuk menutupi biaya operasional kelompok. Untuk kelompok yang efektivitasnya tergolong tinggi selain ciri-ciri di atas ada beberapa hal lainnya yang menonjol seperti kelompok sudah memiliki pola pembinaan sendiri di dalam mendorong munculnya partisipasi dari para anggota. Kelompok telah secara rutin melakukan kegiatan pertemuan 2 mingguan, bulanan dan tahunan. Kelompokpun telah memiliki target-target tertentu yang harus dicapai baik oleh anggota maupun kelompok. Kelompokpun telah berupaya untuk memiliki fasilitas secara swadaya, di samping kelompok telah melengkapi dengan aturan atau norma-norma kelompok. Pada kelompok peternak sapi perah yang efektivitasnya tergolong rendah relatif tingkat keberhasilan dan moral kelompok lebih rendah. Pada kelompok ini umumnya indikasi untuk efektifnya suatu kelompok belum berjalan, karenanya kelompok belum bisa menampilkan keberhasilan sebagaimana yang seharusnya.
Kemampuan
kelompok untuk memunculkan partisipasi dari para anggotanya belum bisa optimal. Hal ini berkaitan dengan tingkat fasilitas dan dukungan norma dari kelompok yang masih kurang.
Demikian pula keadaan moral kelompok masih lemah, sehingga
belum dapat mendukung efektinya kelompok. Dari gambaran di atas dapat disebutkan bahwa tingkat keberdayaan kelompok peternak sapi perah yang diteliti cenderung masih berada dalam keadaan tingkatan cukup. Dengan melihat masih adanya yang tergolong rendah berarti tantangan di dalam meningkatkan keberdayaan kelompok peternak sapi perah masih cukup besar.
18
5.4. Keberhasilan Usaha Anggota Keberhasilan usaha ternak sapi perah anggota adalah tingkatan pencapaian efisiensi dan kualitas atau harga susu anggota. Dari hasil penelitian sebagaimana pada Tabel 3 terungkap bahwa sebagian besar sebanyak 40,00 persen tingkat keberhasilan usaha sapi perah anggota tergolong cukup, sedangkan sisanya sebanyak 33,33 persen tergolong tinggi dan sebanyak 26,67 persen tergolong rendah. Tabel 3. Keragaan Keberhasilan Usaha Ternak Sapi Perah Anggota No. Uraian
Kategori Keberdayaan Tinggi Cukup Rendah .…………....%...........................
1. Tingkat Efisiensi 2. Tingkat Harga Susu Keberhasilan Usaha
16,67 53,33
50,00 16,67
30,00 33,33
33,33
40,00
26,67
Tingkat keberhasilan usaha ternak sapi perah dari para anggota kelompok yang sebagian besar
(40,00%) tergolong
cukup,
terlihat
terutama
dari tingkatan
efisiensinya, yaitu sebagian besar sebanyak 50,00 persen tergolong cukup. Untuk tingkat keberhasilan yang tergolong tinggi (33,33%), banyak ditentukan oleh tercapainya harga susu yang di atas rata-rata, yaitu sebesar 53,33 persen, sedang untuk yang tingkat keberdayaannya yang rendah, kedua indikatornya yang dilihat dari tingkat efisiensi dan tingkat harga susu relatif memberikan kontribusi yang sama, yaitu sebesar 30,00 dan 33,33 persen. Tingkat efisiensi merupakan nisbah antara penerimaan total dengan biaya total yang dikeluarkan yaitu dengan memperhitungkan biaya tersamar, yang berada dalam kisaran 0,58 sampai dengan 1,56 dengan nilai rata-rata sebesar 1,09 atau dari setiap biaya produksi yang dikeluarkan akan menghasilkan 9 persen keuntungan. Apabila
19
dibandingkan dengan tingkat suku bunga sebesar 18 persen per tahun, usaha sapi perah tersebut belum dikategorikan memadai. Secara kualitatatif tingkat efisiensi tersebut mencerminkan keadaan dari usaha sapi perah peternak dari kondisi kurang efisien, mencapai titik impas atau telah diperolehnya keuntungan. Dari data yang ada menunjukkan bahwa hampir sebagian besar usaha sapi perah anggota berada dalam kondisi kurang efisien dan cukup. Hanya sebagian kecil saja dari peternak anggota kelompok tersebut yang usaha sapi perahnya masuk dalam kategori tinggi tingkat efisiensinya. Umumnya adalah mereka yang memiliki ternak sapi perah produktif lebih dari empat ekor. Dari segi tingkat harga para peternak dari kelompok yang diteliti, umumnya sudah relatif di atas harga rata-rata koperasi, yaitu sebanyak 53,33 persen, sedang yang di bawah harga rata-rata mencapai 30,00 persen, dan yang mendekati harga ratarata sebesar 16,67 persen. Tingkat harga susu rata-rata yang dicapai saat penelitian adalah sebesar Rp. 1638,58 per liter.
Tingkat harga susu ini berkaitan dengan
kandungan fat dan total solid, semakin meningkat kandungan dari kedua hal tersebut, maka harga susu akan semakin tinggi. Hal ini memberikan indikasi bahwa dilihat dari kualitas susu yang dihasilkan peternak, umumnya sudah melampaui harga dasar yang ditetapkan oleh koperasi. 5.5. Hubungan Keberdayaan Kelompok Peternak Sapi Perah dengan Keberhasilan Usaha Sapi Perah Anggota Berdasarkan nilai koefisien korelasi rank Spearman (rs) hubungan antara keberdayaan kelompok peternak dan keberhasilan usaha sapi perah anggota sebesar 0,578 menunjukkan bahwa terdapat cukup hubungan antara kedua variabel tersebut. Hal ini memberikan indikasi bahwa semakin kelompok peternak berdaya, maka cenderung semakin lebih berhasil usaha sapi perah dari para anggota kelompok
20
tersebut. Hubungan keberdayaan kelompok peternak sapi perah dengan keberhasilan usaha sapi perah anggota ditampilkan pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai Koefisien Korelasi Hubungan Keberdayaan Kelompok dengan Keberhasilan Usaha Sapi Perah Anggota No. Uraian
Nilai Koefisien Korelasi (rs)
1. Kepemimpinan Kelompok 2. Keefektifan Kelompok Keberdayaan Kelompok
0,519 0,583 0,578
Dari Tabel 4 terungkap bahwa keberdayaan kelompok memiliki hubungan yang positif atau searah dengan keberhasilan usaha sapi perah anggota.
Hal ini dapat
diartikan bahwa dengan berdayanya kelompok peternak, yakni kelompok tersebut memiliki kekuatan, terutama dari segi kepemimpinan di kelompok dan tingkat keefektifan kelompok, akan memberikan peluang untuk semakin lebih berhasilnya usaha sapi perah dari para anggota kelompok. Kepemimpinan sebagai suatu proses mempengaruhi anggota atau pengikut merupakan hal penting di kelompok. Ketua kelompok sebagai pemimpin kelompok dengan kepemimpinannya dapat menjadi pendorong bagi anggota di dalam mencapai tujuannya.
Dengan sumber-sumber kekuatan atau daya yang dimiliki ketua
kelompok, maka ketua kelompok dapat mempengaruhi para anggota lainnya di dalam menunjang keberhasilan usaha sapi perah anggota. Daya atau sumber kekuatan yang dimiliki ketua kelompok dapat mencakup kekuatan keahlian, kekuatan rujukan kekuatan legitimasi ataupun dapat berperan sebagai agen pembaharu.
Dengan
kekuatan keahlian, maka ketua kelompok dapat memiliki pengaruh kepada para anggota lainnya, karena ketua kelompok dipandang mampu untuk memimpin
21
kelompok. Melalui kekuatan rujukan, ketua kelompok dipandang orang yang relatif dijadikan contoh, baik dalam ketokohan keseharian maupun di dalam pelaksanaan usaha sapi perahnya. Ketua kelo mpokpun dipandang sangat kuat keabsahannya, karena dipilih langsung oleh para anggota kelompok, sedang ketua kelompokpun dapat berperan penting di dalam menerima dan menyebarkan informasi maupun inovasi dari agen pembaharu untuk disampaikan kepada para anggota kelompok. Dengan
hal-hal
tersebut
menjadikan
kepemimpinan
ketua
kelompok
amat
dipentingkan untuk kuatnya suatu kelompok, sehingga dengan semakin baiknya kepemimpinan ketua kelompok maka akan semakin lebih berhasil pula usaha sapi perah dari para anggotanya. Keefektifan kelompok merupakan cerminan dari berfungsi tidaknya suatu kelompok, karena hal ini berhubungan dengan semakin efektifnya suatu kelompok. Hal ini berarti kelompok tersebut telah memiliki keberhasilan di dalam memunculkan partisipasi maupun
semangat atau moral dari kelompok.
Hal ini biasanya akan
berkaitan dengan kemampuan kelompok di dalam mendorong munculnya fasilitas di kelompok maupun jelasnya norma yang ada di kelompok.
Dengan semakin
memadainya fasilitas di kelompok dan semakin jelasnya norma di dalam kelompok akan memungkinan kelompok berfungsi dengan baik. Dari hasil lapangan menunjukkan bahwa pada kelompok yang lebih baik tingkat keberdayaannya tingkat keberhasilan usaha sapi perah anggota-anggota relatif lebih baik, terutama dilihat dari segi pencapaian harga susu yang diterima. Pada kelompok yang lebih berdaya cenderung tingkat pencapaian harga susu yang diterima peternak lebih tinggi. Dengan hal ini menjadi jelas bahwa untuk lebih berhasilnya usaha sapi perah anggota, maka faktor kepemimpinan ketua kelompok dan tingkat keefektifan kelompok dapat menjadi pintu masuk di dalam mendorong keberhasilan usaha sapi perah anggota, sehingga perlu diperhatikan lebih baik lagi.
22
VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan Berdasarkan atas hasil dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: (1) Tingkatan fungsi-fungsi koperasi dari koperasi yang diteliti secara kumulatif berkisar dari yang tergolong rendah sampai dengan yang tergolong cukup, dengan skornya berkisar dari 39,71 sampai 61,43 persen dari skor harapan maksimum. tergolong
Secara keseluruhan tingkatan fungsi-fungsi koperasi rata-rata rendah, dengan skor mencapai 50,29 persen dari skor harapan
maksimum. (2) Pada umumnya dari koperasi yang diteliti belum melakukan fungsi-fungsinya sebagaimana yang seharusnya dilakukan oleh suatu koperasi secara optimal. Hal ini terutama terlihat dari masih rendahnya koperasi di dalam melakukan: (1) fungsi pengembangan keanggotaan, (2) fungsi pengembangan kelompok, dan (3) fungsi pengembangan partisipasi. (3) Rendahnya
fungsi
pengembangan
keanggotaan
tercermin
dari:
belum
dilakukannya penerapan sistem seleksi oleh koperasi, kegiatan pemberian informasi dan pendidikan serta kegiatan penyuluhan yang cenderung masih terbatas.
Rendahnya fungsi pengembangan kelompok terlihat dari: lemahnya
dukungan koperasi di dalam mengefektifkan kepemimpinan di kelompok, rendahnya dukungan di dalam memfasilitasi kelompok, dan kurangnya dukungan di dalam menunjang keberadaan kelompok. Rendahnya fungsi pengembangan partisipasi terlihat dari kurangnya koperasi di dalam upaya penumbuhan hak-hak
23
anggota, khususnya di dalam hak dialog (voice), hak memilih dan dipilih (vote) maupun hak keluar (exit).
6.2. Saran Saran yang dapat dikemukakan sesuai dengan hasil penelitian dan pembahasan adalah: (1) Koperasi agar dapat meningkatkan fungsi-fungsinya, , terutama di dalamPada umumnya dari koperasi yang diteliti belum melakukan fungsi-fungsinya sebagaimana yang seharusnya dilakukan oleh suatu koperasi secara optimal. Hal ini terutama terlihat dari masih rendahnya koperasi di dalam melakukan: (1) fungsi pengembangan keanggotaan, (2) fungsi pengembangan kelompok, dan (3) fungsi pengembangan partisipasi. (2) K (3)
Rendahnya fungsi pengembangan keanggotaan tercermin dari: belum dilakukannya penerapan sistem seleksi oleh koperasi, kegiatan pemberian informasi dan pendidikan serta kegiatan penyuluhan yang cenderung masih terbatas.
Rendahnya fungsi pengembangan kelompok terlihat dari:
lemahnya dukungan koperasi di dalam mengefektifkan kepemimpinan di kelompok, rendahnya dukungan di dalam memfasilitasi kelompok, dan kurangnya
dukungan
di
dalam
me nunjang
keberadaan
kelompok.
Rendahnya fungsi pengembangan partisipasi terlihat dari kurangnya koperasi di dalam upaya penumbuhan hak-hak anggota, khususnya di dalam hak dialog (voice), hak memilih dan dipilih (vote) maupun hak keluar (exit). (4)
23
24
(5) Untuk
mendorong
munculnya
kebe rdayaan
kelompok,
maka
faktor
kepemimpinan dan keefektifan kelompok perlu lebih diperhatikan lagi. (6) Untuk mencapai kepemimpinan kelompok yang baik, maka diperlukan dorongan agar ketua kelompok dapat memiliki sumber-sumber kekuatan atau daya, yang mencakup daya keahlian, daya rujukan, dan dapat bertindak sebagai patner agen pembaharu. (7) Untuk mencapai keefektifan kelompok, maka kelompok perlu didorong untuk dapat memfasilitasi dirinya dan memiliki norma-norma yang memadai yang dapat menjadi pedoman kelompok dan anggotanya di dalam mencapai tujuannya. (8) Dalam mendorong keberhasilan usaha sapi perah anggota elain s faktor keberdayaan kelompok, diperlukan pula bentuk-bentuk fasilitasi agar peternak dapat memiliki sapi produktif yang memadai sehingga mencapai kelayakan usahanya baik oleh pihak koperasi, pemerintah maupun lembaga lainnya.
24
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, S. 1995. 90 Tahun Penyuluhan Pertanian di Indonesia. Departemen Pertanian. Jakarta. Aida Vitayala S. Hubeis. 2000. Suatu Pikiran Tentang Kebijakan Pemberdayaan Kelembagaan Petani. Deptanhut. Jakarta. Anonymous. 2000. Kebijakan Pemberdayaan Kelembagaan Tani. Biro Perencanaan dan KLN Departemen Pertanian. Jakarta Anonymous. 2002. Pengembangan Kelembagaan Peternak Di Kawasan Agribisnis Berbasis Peternakan. Direktorat Pengembangan Peternakan, Dirjen Bina Produksi Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta. Hernanto, F. 1988. Ilmu Usahatani. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kadarsan. H.W. 1995. Keuangan Pertanian dan Pembiayaan Perusahaan Agribisnis. Gramedia Pustka Utama. Jakarta. Page, N., dan Czuba C.E. 1999. Empowerment: What is it?. Journal of Extension, Vol. 37 Number 5. Margono Slamet. 1978. Beberapa Catatan tentang Pengembangan Organisasi Kumpulan Bahan Bacaan Penyuluhan Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. ____________. 2001. Paradigma Baru Penyuluhan Pertanian Di Era Otonomi Daerah. Disajikan pada Seminar Perhiptani 2001. Tasikmalaya. Reijntjes, C., Haverkort, B, dan Bayer W.A. 1999. Pertanian Masa Depan. Kanisius Jakarta.
24
25
Lampiran 1. Identitas Responden
No.Res.
Nama
Umur (Th)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Yayat B. Wikarma Edi S. Entang Adin Eme Rahmat Enju B. Maryati Dudung Dede Bubun Rasidi Undang Dana Danah Adang Bahri Uyo Eno Entin Rohman Mamat Elim S. Totong Junaedi Aan Rohmat Anan Yana
35 75 28 55 50 63 59 60 25 35 24 47 50 65 40 29 45 73 35 60 34 40 40 57 34 41 36 37 48 25
Pend.
Nama Kelompok
Lama Anggota
Pemilikan Sapi Prod. (Ekor)
SLTA SR/SD SLTA SD SD SR/SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SLTP SLTA SLTA SD SD SD SD
Sri Mukti Sri Mukti Sri Mukti Sri Mukti Sri Mukti Sri Mukti Sri Mukti Sri Mukti Silih Asih Silih Asih Silih Asih Silih Asih Silih Asih Silih Asih Silih Asih Harapan Jaya Harapan Jaya Harapan Jaya Harapan Jaya Harapan Jaya Harapan Jaya Harapan Jaya Harapan Jaya Wibawa Mekar Wibawa Mekar Wibawa Mekar Wibawa Mekar Wibawa Mekar Wibawa Mekar Wibawa Mekar
5 24 3 16 10 20 9 9 12 15 0.5 7 10 12 8 9 3 14 6 16 14 5 8 16 8 14 14 16 11 15
4 2 2 5 4 20 6 4 3 5 2 5 5 6 4 1 2 1 3 2 1 3 13 5 3 3 2 3 4 4
26
Lampiran 2. Nilai Keberdayaan Kelompok dan Keberhasilan Usaha Sapi Perah Anggota 2.1. Nilai Keberdayaan Kelompok No Resp. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Kepemim
Keefektif
31 24 24 29 24 24 25 24 24 29 26 24 27 25 32 34 33 41 40 33 33 34 32 32 31 25 40 32 33 40
35 27 28 26 29 27 27 26 32 28 29 27 33 36 30 37 38 38 45 38 38 37 37 45 35 32 29 38 35 45
Total 66 51 52 55 53 51 52 50 56 57 55 51 60 61 62 71 71 79 85 71 71 71 69 77 66 57 69 70 68 85
27
Lampiran 2 (Lanjutan) 2.1. Nilai Keberhasilan Usaha Sapi Perah Anggota No Resp. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Harga Susu
Efisiensi 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
2 1 1 2 2 3 3 2 1 2 1 2 2 3 2 1 1 1 2 1 1 2 3 3 2 2 1 2 3 2
Total 3 2 2 3 3 4 4 3 2 4 3 4 4 5 5 4 4 4 5 4 4 5 6 6 5 5 4 5 6 5
28