ANALISIS RISIKO DIVERSIFIKASI SAYURAN INDIGENOUS (Kasus : Usahatani Anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan, Kabupaten Cianjur)
RISKA DIAN PERTIWI PERMATASARI
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Risiko Diversifikasi Sayuran Indigenous (Kasus: Usahatani Anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan, Kabupaten Cianjur) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2013 Riska Dian Pertiwi Permatasari NIM H34104061
ABSTRAK RISKA DIAN PERTIWI PERMATASARI. Analisis Risiko Diversifikasi Sayuran Indigenous (Kasus: Usahatani Anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan, Kabupaten Cianjur). Dibimbing oleh ANNA FARIYANTI. Sayuran Indigenous adalah sayuran asli suatu daerah (lokal) yang merupakan salah satu keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia. Kelompok tani yang bergerak dibidang agribisnis khususnya sayuran di Kabupaten Cianjur salah satunya adalah Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan. Terjadinya fluktuasi produktivitas mengindikasikan adanya risiko dalam usahataninya. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kegiatan spesialisasi dan diversifikasi yang dilakukan oleh petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan dengan melihat besarnya risiko yang dihadapi dan menyusun alternatif strategi diversifikasi dengan menyajikan kombinasi komoditas yang tepat untuk mengurangi besarnya risiko usahatani pada kegiatan spesialisai yang dilakukan oleh petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dan diskusi serta pengisian kuisioner kepada 25 responden. Responden yang dipilih terdiri dari 10 petani tomat, 10 petani kubis, dan 5 petani leunca. Proses pengambilan sampel responden dilakukan dengan metode purposive sampling. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel 2007. Sedangkan ukuran risiko yang digunakan meliputi peluang, expected return, variance, standard deviation, dan coefficient variation. Sumber-sumber risiko yang dihadapi petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan adalah curah hujan, kabut, dan serangan hama dan penyakit. Hasil analisis kegiatan spesialisasi menunjukkan bahwa leunca merupakan komoditas dengan coefficient variation terendah yaitu sebesar 0,27. Kombinasi dua komoditas yaitu leunca dan kubis merupakan kegiatan diversifikasi yang paling rendah risikonya yaitu sebesar 0,29 dibandingkan kombinasi dua komoditas yang lain yaitu tomat dan leunca serta tomat dan kubis. Alternatif penanganan strategi yang dapat dijalankan oleh petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan untuk mengatasi adanya risiko produksi adalah pemilihan waktu dan komoditas yang tepat pada kegiatan diversifikasi serta pengendalian hama dan penyakit. Kata kunci: sayuran indigenous, risiko, spesialisasi, diversifikasi
ABSTRACT RISKA DIAN PERTIWI PERMATASARI. Indigenous Vegetables Diversification Risk Analysis (Case: Farming Farmers Group Members Mitra Tani Parahyangan, Cianjur). Supervised by ANNA FARIYANTI Indigenous vegetable is a vegetable local which one of Indonesia's biodiversity. Farmer groups in agribusiness, particularly vegetables in Cianjur one of which is the Mitra Tani Parahyangan Farmers Group. Productivity fluctuations indicates a risk in farming. The purpose of this research is to analyze the activity of specialization and diversification undertaken by the farmer
members Group Mitra Tani Parahyangan by looking at the extent of the risks faced by and devise an alternative strategy of diversification by providing the right combination of commodities to reduce the risk of farming on the specialization activities carried out by farmers Group members Mitra Tani Tani Parahyangan. A methods of collecting data done by means observation, interviews, discussions and filled out the questionnaire to 25 respondents. Respondents were selected consisting of 10 tomato farmers, 10 cabbage farmers, and 5 leunca farmers. The process of sampling respondents conducted by purposive sampling method . Data processing was performed using Microsoft Excel 2007. While the measure of risk used cover opportunities, expected return, variance, standard deviation, and coefficient of variation. Sources of risk faced by farmers Farmers Group members of Mitra Tani Parahyangan is precipitation, fog, and pests and diseases. Results of the analysis indicate that the specialization of activities leunca is a commodity with the lowest coefficient of variation is equal to 0.27. The combination of these two commodities namely leunca and cabbage is the most diversified activities namely lower risk of 0.29 compared to a combination of two other commodities as well as the tomatoes and tomato and cabbage leunca. Alternative strategies that can be run by farmers group members of Mitra Tani Parahyangan to decrease the risk of production is the timing and the right commodity diversification activities and the control of pests and diseases . Keywords: indigenous vegetables, risk, specialization, diversification
ANALISIS RISIKO DIVERSIFIKASI SAYURAN INDIGENOUS (Kasus : Usahatani Anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan, Kabupaten Cianjur)
RISKA DIAN PERTIWI PERMATASARI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Analisis Risiko Diversifikasi Sayuran Indigenous (Kasus: Usahatani Anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan, Kabupaten Cianjur) Nama : Riska Dian Pertiwi Permatasari NIM : H34104061
Disetujui oleh
Dr Ir Anna Fariyanti, MSi Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah risiko, dengan judul Analisis Risiko Diversifikasi Sayuran Indigenous (Kasus: Usahatani Anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan, Kabupaten Cianjur). Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Anna Fariyanti, MSi selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ujang Majudin selaku Ketua Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2013 Riska Dian Pertiwi Permatasari
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Hortikultura di Indonesia Usaha Hortikultura di Indonesia Sumber-Sumber Risiko Komoditi Hortikultura Metode Analisis Risiko Komoditi Hortikultura Strategi Penanganan Risiko Komoditi Hortikultura KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka Pemikiran Operasional METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data dan Analisis Data Analisis Risiko pada Kegiatan Spesialisasi Analisis Risiko pada Kegiatan Portofolio Definisi Operasional HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Gambaran Umum Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan Risiko Produksi Sayuran SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vi vi vi 1 1 4 6 6 6 7 7 7 8 9 10 13 13 20 22 22 22 23 23 26 28 29 29 32 47 63 63 63 64 67 76
DAFTAR TABEL 1 Volume dan Nilai Ekspor Impor Sektor Pertanian Pada Tahun 20102011 2 Luas Panen Sayuran Tahun 2010-2011 Menurut Kabupaten di Jawa Barat. 3 Luas Panen (Ha), Produksi (Ton), dan Produktivitas (Ton/Ha) Tahun 2010-2011 Menurut Kabupaten di Jawa Barat. 4 Daerah Produksi Sayuran Tahun 2009-2011 Menurut Kabupaten Di Provinsi Jawa Barat 5 Luas Wilayah Menurut Penggunaannya Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur Tahun 2010 6 Tingkat Pendidikan Warga Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur Tahun 2010 7 Mata Pencaharian Pokok Warga Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur Tahun 2010 8 Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Usia di Desa Tegallega, Kecamatan Warubgkondang, Kabupaten Cianjur 9 Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur Tahun 2013 10 Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur Tahun 2013 11 Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Pengalaman Bertani di Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur Tahun 2013 12 Luas Lahan yang Digarap Petani Anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan di Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur Tahun 2013 13 Karakteristik Kepemilikan Lahan Petani Anggota Kelompok tani Mitra Tani Parahyangan di Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur Tahun 2013 14 Karakteristik Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan di DesaTegallega,Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur Tahun 2013 15 Karakteristik Sumber Modal Petani Anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan di Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur Tahun 2013 16 Rata-Rata Biaya Produksi dan Pendapatan Usahatani Tomat, Kubis, dan Leunca Per Luas Lahan 1 Ha Kelompok Tani Mitra Tani Mitra Tani Parahyangan Tahun 2013 17 Tingkat Produktivitas (Ton/Ha) Tomat, Kubis, dan Leunca MasingMasing responden Bulan September 2012-Februari 2013 18 Data Curah Hujan Wilayah Kabupaten Cianjur Periode Juni 2012Mei 2013
1 3 4 22 29 30 31 33
34
35
35
36
37
37
38
44 47 48
19 Data kelembaban udara untuk wilayah Kabupaten Cianjur periode Juni 2012-Mei 2013 20 Penilaian Ekspected Return Komoditas Tomat, Kubis, dan Leunca Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan 21 Penilaian Risiko pada Kegiatan Spesialisasi Komoditas Tomat, Kubis, dan Leunca yang dilakukan oleh petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan 22 Penilaian Risiko pada Kegiatan Portofolio Komoditas Tomat, Kubis, dan Leunca yang dilakukan petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan 23 Perbandingan Risiko Produksi Berdasarkan Pendapatan pada Kegiatan Spesialisasi dan Portofolio Tomat, Kubis, dan Leunca yang dilakukan petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan 24 Perbandingan Risiko Produksi Berdasarkan Bobot Portofolio Perencanaan dan yang Ada di Lapangan pada Kegiatan Portofolio Tomat, Kubis, dan Leunca yang Dilakukan Petani Anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan.
49 51
52
54
58
60
DAFTAR GAMBAR 1 Security Market Line 2 Grafik diversifikasi dan manfaatnya terhadap pengurangan risiko portofolio 3 Kerangka Pemikiran Operasional 4 Pola tanam petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan 5 Alur Proses Produksi pada Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan Tahun 2013
15 15 21 39 40
DAFTAR LAMPIRAN 1 Daftar Pasar Swalayan Koperasi Mitra Tani Parahyangan 2 Jumlah Produksi (Kg) Tomat, Kubis, dan Leunca per Luas Lahan 1 Ha pada Kelompok Tani Mitra Tani Mitra Tani Parahyangan Tahun 2013 3 Jumlah Produktivitas (Ton/Ha) Tomat, Kubis, dan Leunca per Luas Lahan 1 Ha pada Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan Tahun 2013 4 Penerimaan, Biaya Produksi dan Pendapatan Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan Komoditas Tomat Tahun 2013 5 Penerimaan, Biaya Produksi dan Pendapatan Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan Komoditas Kubis Tahun 2013 6 Penerimaan, Biaya Produksi dan Pendapatan Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan Komoditas Leunca Tahun 2013 7 Penilaian Risiko Produksi Berdasarkan Pendapatan Bersih Tomat, Kubis, dan Leunca pada Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan
67
69
69 70 70 71 72
PENDAHULUAN Latar Belakang Hortikultura menjadi komoditas yang penting dan strategis karena merupakan kebutuhan pokok manusia. Hal tersebut menyebabkan permintaan produk hortikultura semakin meningkat seiring bertambahnya pendapatan masyarakat dan jumlah penduduk. Selain itu, preferensi konsumen serta pergeseran konsumsi masyarakat pada dasarnya merupakan faktor penarik bagi pertumbuhan produk hortikultura. Akan tetapi, hal tersebut masih mengalami kendala karena tidak didukung dengan produksi yang memadai. Kekurangan kebutuhan hortikultura Indonesia saat ini masih dipenuhi oleh komoditas impor. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 yang menunjukkan volume dan nilai ekspor impor sektor pertanian pada tahun 2010-2011. Tabel 1 Volume dan Nilai Ekspor Impor Sektor Pertanian Pada Tahun 2010-2011 2010 No
1
2
,3
4
Sub Sektor Tanaman Pangan - Ekspor - Impor Hortikultura - Ekspor - Impor Perkebunan - Ekspor - Impor Peternakan - Ekspor - Impor
Perkembangan (%)
2011
Volume (Ton)
Nilai (US$)
Volume (ton)
Nilai (US$)
892.454,0 10.504,6
477,7 3.883,8
807,3 15.363,1
584,9 7.023,9
-9,5 46,2
26,3 80,8
364,1 1.560,8
390,7 1.292,9
381,6 2.052,3
491,3 1.686,1
4,8 31,5
25,7 30,4
27.017,3 3.578,1
30.702,9 6.028,2
27.863,7 4.311,9
40.689,7 8.843,8
3,1 20,5
32,5 4,7
494,1 1.231,5
951,7 2.768,3
906,9 1,190,6
1.599,1 3.044,8
83,6 3,3
68,0 9,9
Vol
Nilai
Sumber : BPS, diolah Pusdatin (2012)
Tabel 1 menunjukkan bahwa volume dan nilai ekspor impor sub sektor hortikultura mengalami kenaikan masing-masing sebesar 31,5 persen dan 30,4 persen. Perkembangan volume dan nilai impor hortikultura di Indonesia masih lebih besar dibandingkan ekspornya. Sayuran merupakan salah satu produk hortikultura yang memiliki prospek yang cerah karena menjadi hal penting yang digunakan untuk memenuhi asupan gizi bagi tubuh manusia. Sayuran sering dibedakan berdasarkan bagian tanaman yang dapat dimakan, yaitu daun, tunas, akar, umbi, kecambah, bunga, buah, dan biji. Masyarakat dapat dengan mudah memperoleh sayuran di berbagai wilayah dengan kualitas, tingkat harga serta jenis yang berbeda-beda sesuai dengan tingkat daya belinya.
2
Sampai sejauh ini, program penelitian sayuran masih dititikberatkan pada beberapa komoditas sayuran prioritas seperti kentang, bawang merah, cabai merah, kubis, tomat, dan sebagainya. Pemilihan tersebut berdasarkan justifikasi bahwa jenis sayuran tersebut memiliki atribut biologis relatif lebih baik dibandingkan dengan jenis sayuran lainnya untuk memasuki pasar. Sementara itu, observasi lapangan menunjukkan bahwa berbagai sayuran indigenous, sebenarnya masih tetap dimanfaatkan di masyarakat, walaupun cenderung dalam skala kecil dan bersifat lokal spesifik. Namun demikian, kenyataan juga menunjukkan bahwa keberadaan kelompok sayuran ini mulai terancam karena digantikan oleh berbagai spesies kultivasi. Sayuran indigenous merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia. Berkaitan dengan semakin meningkatnya kasus gizi buruk yang terjadi di berbagai daerah akibat menurunnya daya beli masyarakat pasca krisis ekonomi, maka pemanfaatan sayuran indigenous merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan sebagai sumber nutrisi (gizi). Jenis sayuran indigenous yang ada di Indoneisa meliputi tanaman perdu dan merambat seperti kemangi, leunca, kenikir, katuk, beluntas, mangkokan, kecipir, pakis, genjer, dan sebagainya. Sayuran ini biasanya tumbuh di pekarangan rumah atau kebun dan dimanfaatkan untuk kepentingan keluarga sendiri seperti dimasak menjadi sayur atau dimakan mentah (lalaban). Akan tetapi, pada kenyataannya di Provinsi jawa Barat sayuran indigenous telah memasuki restoran atau rumah makan yang digunakan sebagai lalaban atau sayur. Berbeda dengan sayuran prioritas yang telah ditangani secara serius, baik oleh institusi publik maupun swasta, kelompok sayuran indigenous cenderung masih terabaikan. Sebagian besar penelitian menyangkut sistem produksi hanya melibatkan beberapa spesies sayuran yang secara ekonomis dianggap penting. Sementara itu, potensi peranan sayuran indigenous dalam upaya mewujudkan pertanian berkelanjutan melalui diversifikasi. Oleh karena itu, kegiatan penelitian yang diarahkan untuk meningkatkan pemanfaatan sayuran indigenous memiliki nilai strategis yang perlu mendapat perhatian lebih besar. Secara implisit, hal ini memberikan gambaran bahwa konservasi sumberdaya genetik sayuran indigenous memang merupakan isu penting. Namun demikian, tantangan sebenarnya adalah bagaimana mengangkat potensi manfaat sayuran indigenous agar dapat sejajar atau bersaing dengan sayuran prioritas yang telah berkembang lebih dahulu (AVRDC 1999). Pengembangan sayuran indigenous perlu mendapat perhatian yang lebih besar lagi berdasarkan pertimbangan bahwa: (1) Kelompok sayuran ini masih dikategorikan under-utilized dan cenderung terabaikan, walaupun memiliki potensi sebagai alternatif sumber protein, vitamin, mineral, dan serat yang relatif murah; (2) Pengusahaan/produksi kelompok sayuran indigenous oleh petani kecil akan memiliki keunggulan komparatif yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengusahaan sayuran yang pada umumnya ditanam (prioritas); (3) Pengusahaan/produksi kelompok sayuran indigenous dapat membantu petani kecil untuk mengurangi risiko serta melakukan diversifikasi output sehubungan dengan fluktuasi harga sayuran yang pada umumnya ditanam (prioritas); (4) Kelompok sayuran ini termasuk ke dalam spesies yang keragaman genetiknya perlu diselamatkan, terutama berkaitan dengan upaya konservasi biodiversitas; dan (5) Kelompok sayuran ini berpotensi untuk dikembangkan.
3
Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu daerah sentra produksi sayuran yang sangat potensi untuk terus dikembangkan dengan didukung oleh kondisi agroekosistem yang cocok untuk pengembangan komoditas pertanian. Provinsi Jawa Barat mempunyai beberapa komoditas unggulan yang berkontribusi sebagai pemasok rata-rata 30 persen terhadap kebutuhan nasional, diantaranya seperti kentang, cabe merah, tomat, bawang merah, jamur, dan kubis1. Kemampuan produksi sayuran di Provinsi Jawa Barat tidak terlepas dari kontribusi masing-masing Kabupaten/Kota yang menajdi wilayah sentra penghasil sayuran. Sentra produksi sayuran di Provinsi Jawa Barat tesebar di berbagai Kabupaten/Kota dengan jumlah petani sayuran yang beragam, baik yang mengusahakan secara perorangan, maupun dengan membentuk kelompok tani. Perkembangan luas panen tahun 2010-2011 tomat, kembang kol, kubis, dan sawi putih/petsai menurut Kabupaten di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Luas Panen Sayuran Tahun 2010-2011 Menurut Kabupaten di Jawa Barat. Luas Panen Sayuran Tahun 2010-2011 (dalam hektar) Kembang No Kabupaten Tomat Kubis Sawi/petsai Kol 2010 2011 2010 2011 2010 2011 2010 2011 1 Bogor 437 373 41 32 35 50 927 899 2 Sukabumi 838 779 56 1 168 146 1933 2235 3 Cianjur 970 1307 248 268 746 821 1.756 2.977 4 Bandung 1.686 1.348 289 388 4.406 4.340 2.781 2.771 5 Garut 3.964 3.232 121 53 4.985 99 2.532 1.913 6 Tasikmalaya 587 513 4 33 112 42 318 253 7 Ciamis 231 259 1 12 14 75 74 75 8 Kuningan 211 191 26 4 74 0 230 342 9 Cirebon 7 8 0 0 0 517 0 0 10 Majalengka 353 278 67 38 921 656 616 283 Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat (2012)
Berdasarkan pada Tabel 2 Kabupaten Cianjur memiliki potensi untuk mengembangkan usaha budi daya sayuran dengan luas panen yang semakin meningkat dibandingkan dengan Kabupaten lainnya. Kabupaten Cianjur memilki potensi sumber daya pertanian cukup lengkap baik komoditi pangan palawija, sayuran dataran tinggi, sayuran dataran rendah, buah-buahan tropis, perkebunan, bio farmaka, perikanan dan peternakan yang tersebar di 32 Kecamatan dengan 348 desa. Perkembangan usaha sayuran di Kabupaten Cianjur didukung oleh keberadaan koperasi hortikultura yang membantu petani sayuran. Salah satu koperasi yang menjadi wadah bagi petani sayuran di Kabupaten Cianjur adalah Koperasi Mitra Tani Parahyangan yang beralamat di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur. Koperasi Mitra Tani Parahyangan merupakan salah salah satu koperasi yang sukses menjalankan program agribisnis melalui metode One Village One Product (OVOP) yang dipopulerkan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil 1
Endang Suhendar. 2012. Peluang Agribisnis Sangat Besar Perlu Terus Peningkatan SDM. http://mediarakyatonline.com (diakses pada tanggal 23 Oktober 2012)
4
Menengah. Kesuksesan itu ditandai dengan omzet koperasi yang beranggotakan sekitar 329 orang mencapai lebih dari Rp1 miliar per bulan. Komoditas agribisnis unggulan yang didistribusikan oleh Koperasi Mitra Tani Parahyangan mengutamakan penggunaan pupuk semi organik. Koperasi tersebut mampu memasok puluhan outlet pasar modern di kawasan Jabodetabek. Dengan jumlah komoditas sayuran yang didistribusikan rata-rata lebih dari 4 ton per hari2. Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan yang merupakan anggota Koperasi Mitra Tani Parahyangan dibentuk dengan tujuan sebagai wadah bagi petani sayuran di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur. Namun, usahatani sayuran yang dijalankan petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan menghadapi permasalahan risiko produksi yang menyebabkan produktivitas sayuran mengalami penurunan. Petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan dalam melakukan usahatani sayuran melakukan kegiatan diversifikasi dengan cara tumpang sari. Diversifikasi merupakan salah satu solusi yang digunakan untuk mengurangi risiko yang ada. Bentuk diversifikasi dalam pengusahaan sayuran umumnya terdiri dari kombinasi beberapa sayuran yang tidak hanya mengacu pada satu komoditas dalam satu periode waktu budidaya. Strategi pengelolaan risiko melalui diversifikasi yang bertujuan untuk menekan risiko dalam usahatani sayuran menjadi hal yang menarik untuk dikaji. Oleh karena itu, penelitian mengenai risiko produksi pada kegiatan diversifikasi usahatani sayuran penting untuk dilakukan.
Perumusan Masalah Kecamatan Warungkondang merupakan salah satu sentra usahatani sayuran di Kabupaten Cianjur. Namun, usaha produksi sayuran di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur yang demikian perspektif tidak terlepas dari berbagai permasalahan risiko yang diindikasikan dari fluktuasi tingkat produktivitas. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3 yang memperlihatkan luas panen, produksi, produktivitas tomat dan kubis di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur pada tahun 2007-2012. Tabel 3 Luas Panen (Ha), Produksi (Ton), dan Produktivitas (Ton/Ha) Tahun 2010-2011 Menurut Kabupaten di Jawa Barat. Tomat Kubis Luas Luas No Tahun Produksi Produktivitas Produksi Produktivitas Panen Panen (Ton) (Ton) (Ton/Ha) (Ton/Ha) (Ha) (ha) 1 2007 20 712,00 8 240,50 35,60 30,06 2 2008 29 1.009,98 17 510,00 34,83 30,00 3 2009 34 1.170,99 17 451,99 34,44 26,59 4 2010 26 260,00 46 1.400,85 10,00 30,06 5 2011 14 440,17 25 730,18 31,44 28,99 6 2012 38 1.161,69 71 216,55 30,78 30,50 Sumber : Balai Penyuluhan Pertanian Kec. Warungkondang (2013)
2
http://smecda.com (diakses pada tanggal 28 Desember 2012)
5
Berdasarkan pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa produktivitas komoditas tomat dan kubis di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur mengalami fluktuasi. Terjadinya fluktuasi produktivitas mengindikasikan adanya risiko produksi dalam usahataninya. Petani yang tergabung dalam Kelompok Mitra Tani Parahyangan yang juga anggota Koperasi Mitra Tani Parahyangan terletak di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur. Kelompok Tani tersebut merupakan salah satu kelompok tani yang bergerak dibidang agribisnis khususnya sayuran. Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan yang berdiri sejak Tahun 1995 memproduksi beberapa macam sayuran seperti tomat, brokoli, sawi putih, terong panjang ungu, kapri, buncis, ketimun, dan sebagainya. Komoditas yang diunggulkan Koperasi Mitra Tani Parahyangan adalah tomat. Hal ini didasarkan pada permintaan tomat dari pasar swalayan yang setiap harinya mencapai 3-4 ton. Sampai saat ini, hampir sebagian besar produksi sayuran yang dihasilkan petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyang dijual ke Koperasi Mitra Tani Parahyangan. Koperasi berperan sebagai lembaga pengumpul dan penyalur sayuran yang nantinya akan dipasarkan ke Hero Supermarket yang berlokasi di Jakarta, Bogor, dan Sukabumi serta swalayan Makro yang lainnya (Lampiran 1). Disinilah peran penting koperasi sangat dibutuhkan bagi para petani sayuran, karena selain sebagai perantara dalam rantai pemasaran juga berperan dalam memberikan pelayanan kepada anggotanya sebagai penyedia input dan sarana produksi, pembinaan terhadap petani, pemberian kredit, simpan pinjam, dan sebagainya. Pemasaran sayuran oleh Koperasi Mitra Tani Parahyangan dilakukan rutin setiap hari sesuai dengan kontrak pembelian antara Koperasi Mitra Tani Parahyangan dengan Hero Supermarket serta swalayan makro yang lainnya. Untuk dapat memenuhi permintaan pelanggan seperti yang telah ditetapkan dalam kontrak pembelian Koperasi, Mitra Tani Parahyangan melakukan kerjasama dengan petani. Namun, didalam pengusahaan sayuran yang dijalankan oleh petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan dihadapkan pada permasalahan pada tahapan proses produksi. Sumber dari risiko produksi berupa curah hujan yang tinggi, kabut serta serangan hama dan penyakit yang memberikan dampak kerugian. Petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan melakukan diversifikasi usaha yaitu dengan melakukan budidaya lebih dari satu komoditas dalam satu lahan dalam periode waktu tertentu. Upaya diversifikasi yang dilakukan petani adalah dalam rangka untuk mengurangi besarnya risiko dalam pengusahaan satu komoditas sayuran. Diversifikasi usaha yang dilakukan oleh petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan dilakukan untuk mengurangi adanya risiko apabila terjadi kegagalan dalam produksi. Terdapat perumusan masalah yang terwujud dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut : 1. Apakah kegiatan diversifikasi yang dilakukan oleh petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan dapat mengurangi risiko yang dihadapi pada kegiatan spesialisasi? 2. Bagaimana kombinasi komoditas yang tepat untuk meminimalisir risiko produksi yang dihadapi pada kegiatan spesialisasi?
6
Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Menganalisis kegiatan spesialisasi dan diversifikasi yang dilakukan oleh petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan dengan melihat besarnya risiko yang dihadapi. 2. Menyusun alternatif strategi diversifikasi dengan menyajikan kombinasi komoditas yang tepat untuk mengurangi besarnya risiko usahatani pada kegiatan spesialisai yang dilakukan oleh petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan.
Manfaat Penelitian Hasil analisis penelitian ini dapat memiliki kegunaan : A. Bagi Mahasiswa Penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan bagi penulis sendiri dan menjadi bahan referensi bagi penelitian berikutnya yang terkait dengan risiko pada usaha diversifikasi sayuran indigenous. B. Bagi Petani Anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi bagi petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan sebagai dasar pengambilan keputusan dalam mewaspadai risiko sehingga dapat meminimalisasi adanya kerugian. C. Bagi Pembaca dan Masyarakat Lainnya Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dan wawasan yang bermanfaat yang terkait dengan sayuran indigenous.
Ruang Lingkup Penelitian Komoditas sayuran indigenous yang dipilih adalah leunca (Solanum nigrum). Sedangkan komoditas sayuran umum (prioritas) yang dipilih adalah tomat (Lycopersicum esculentum) dan Kubis (Brassica sinensis). Penelitian ini akan difokuskan pada analisis risiko produksi pada kegiatan spesialisasi dan portofolio usahatani sayuran yang dilakukan oleh petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan dengan menggunakan data primer dan sekunder. Data mengenai jumlah input, jumlah output dan harga untuk masingmasing komoditas usahatani sayuran dalam penelitian ini merupakan data pada bulan Februari tahun 2013. Adanya keterbatasan informasi dan daya ingat para petani terhadap jumlah input, jumlah output, dan harga memungkinkan akan berpengaruh terhadap perhitungan besarnya risiko atau hasil pengolahan data yang akan diperoleh penulis. Lingkup penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat.
7
TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Hortikultura di Indonesia Subsektor hortikultura merupakan subsektor yang mempunyai prospek baik dimasa mendatang sehingga dapat diandalkan untuk memajukan perekonomian Indonesia. Permintaan terhadap produk hortikultura khususnya sayuran diperkirakan akan semakin meningkat akibat peningkatan jumlah penduduk dan meningkatnya kesadaran akan gizi masyarakat Pembangunan subsektor hortikultura, khususnya pengembangan sayuran merupakan salah satu alternatif upaya peningkatan penyediaan sumber kebutuhan vitamin dan mineral. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya hayati melimpah. Tetapi, kebutuhan hortikultura khususnya buah dan sayuran pada saat ini masih dipenuhi oleh komoditas impor. Peningkatan impor tersebut selain disebabkan karena permintaan konsumen domestik yang lebih menyukai produk luar negeri juga disebabkan ketidakmampuan dalam memproduksi produk-produk hortikultura, seperti produksi menurun dan terjadinya gagal panen. Usaha hortikultura khususnya sayuran di Indonesia seharusnya mampu memberikan banyak keuntungan seperti peningkatan pendapatan sayuran dan penyerapan tenaga kerja. Namun, perkembangan tersebut masih terkendala terutama oleh produktivitas yang masih rendah yang disebabkan oleh lemahnya permodalan usahatani yang kecil, mutu bibit yang rendah, ketergantungan pada alam dan cuaca serta rendahnya penerapan teknologi budidaya. Selain itu daya saing komoditas hortikutura Indonesia juga masih rendah.
Usaha Hortikultura di Indonesia Usaha pertanian hortikultura khususnya buah dan sayur, dapat menjadi solusi alternatif pendapatan bagi masyarakat. Selain mendukung program pemerintah dalam gerakan mengkonsumsi buah dan sayur di masyarakat, ternyata peluang usaha ini masih sangat besar baik di dalam maupun luar negeri. Kementrian Pertanian Republik Indonesia menyebutkan, bahwa konsumsi buah dan sayur dalam negeri masih rendah dan permintaan buah tropis dan sayur di luar negeri terus meningkat per tahun 2011. Jika ditinjau dari potensi Indonesia sangat disayangkan jika peningkatan produksi buah dan sayur tidak menjadi perhatian utama pemerintah dan pelaku usaha. Permasalahan yang sering dihadapi dalam melakukan usahatani komoditas hortikultura seperti masalah infrastruktur jalan, pelabuhan, pembiayaan, kualitas produk yang tidak memenuhi pasar, dan tidak terjamin kontinuitas pasokan tentunya bukan lagi persoalan. Pada bulan Agustus 2011 pasokan buah dan sayur ke Singapura sebesar 43 persen didapat dari Malaysia, dan 31 persen dari Cina, sedangkan Indonesia hanya 6,5 persen. Data tersebut membuktikan bahwa produktivitas buah dan sayur Indonesia masih kalah jauh dengan negara lain seperti Malaysia dan Cina. Selain itu, impor buah dan sayur pun kini merambah di Indonesia, hal ini menjadi
8
ancaman semangat para pelaku usaha buah dan sayur di Indonesia serta mengurangi kegemaran masyarakat Indonesia terhadap buah dan sayur lokal3. Jika diperhatikan, permasalahan buah dan sayur Indonesia memang terletak pada rendahnya produksi dan keberlangsungan produksi. Selain itu, Indonesia pun masih belum mempunyai daerah utama atau sektor khusus dalam pengembangan buah dan sayur secara intensif dan berskala luas. Sehingga ini menjadi dugaan, bahwa produktivitas buah dan sayur Indonesia masih belum bisa bersaing di tingkat dunia. Sumber-Sumber Risiko Komoditi Hortikultura Risiko yang terdapat produksi pertanian pada umumnya relatif lebih besar bila dibandingkan dengan industri lainnya. Sumber-sumber risiko teknis (produksi) sebagian besar disebabkan faktor-faktor yang sulit diduga, seperti cuaca, penyakit, hama, variasi genetik, dan pelaksana kegiatan (human error). Menurut Purwanti (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Risiko Produksi Sayuran Hidroponik Pada PT Momenta Agrikultura (Amazing Farm) sumbersumber risiko produksi di PT Momenta Agrikultura (Amazing Farm) berasal dari dalam lingkungan perusahaan maupun dari lingkungan luar perusahaan diantaranya yaitu kondisi lingkungan dan iklim, tenaga kerja yang kurang terampil dan teliti dalam proses produksi, serangan hama dan penyakit, dan kerusakan sistem irigasi. Sedangkan Sitanggang (2012) menjelaskan bahwa faktor – faktor penyebab adanya risiko dalam usaha tomat dan caisin di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Permasalahan yang sering dihadapi petani dalam proses budidaya sayuran tomat dan caisin dalam pengembangan usahanya yaitu risiko produksi. Risiko yang dihadapi mulai dari penanaman bibit yaitu terjadinya tingkat kematian atau mortalitas tanaman yang dapat disebabkan oleh suhu lingkungan sehingga tanaman perlu beradaptasi terlebih dahulu. Pada saat melakukan perawatan masih terdapat kendala yang dihadapi seperti adanya serangan hama dan penyakit, kondisi cuaca cuaca yang tidak pasti, yang berdampak pada penuruna pendapatan perusahaan. Sembiring (2010) menjelaskan analisis risiko produski sayuran organik menemukan bahwa faktor penyebab timbulnya risiko produksi pada The Pinewood Organic Farm adalah adanya teknologi yang tidak seimbang, lingkunga budidaya seperti human error yang timbul mulai dari penanaman bibit sehingga menyebabkan banyaknya tingkat kematian pada tanaman serta serangan hama dan penyakit, kondisi cuaca atau iklim yang tidak pasti yang menyebabkan terjadinya mortalitas tanaman. Hal yang sama juga diperoleh Cher (2011) dalam penelitiannya yang berjudul risiko produksi sayuran organik pada PT Masada Organik Indonesia, Risiko produksi yang dihadapi oleh perusahaan dalam mengusahakan beberapa jenis komoditi sayuran organiknya disebabkan karena adanya beberapa sumber risiko. Sumber-sumber risiko produksi tersebut adalah cuaca yang sulit diprediksi, tingginya kelembaban akibat timbulnya kabut, serta adanya hama dan penyakit tanaman. 3
Ekspor Buah Indonesia ke Siangapura Kalah dengan Malaysia. http://kompas.com (Diakses pada tanggal 24 Desember 2013)
9
Tarigan (2009) merumuskan permasalahan yang dihadapi Permata Hati Organic Farm adalah perusahaan memiliki risiko produksi dalam pengembangan usahanya. Hal ini dapat dilihat dari produktivitas yang berfluktuasi setiap periode selama masa tanam berlangsung. Hal ini dikarenakan sayuran organik sangat rentan terhadap perubahan musim sehingga mengakibatkan banyak serangan penyakit terhadap tanaman. Hal ini akan berakibat terhadap penurunan pendapatan perusahaan. Hasil yang sama juga dijelaskan oleh Mandasari (2012) tentang Analisis Risiko Produksi Tomat dan Cabai Merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Petani mengalami risiko produksi dalam mengusahakan tomat dan cabai merah. Hasil produksi yang diperoleh pada setiap panennya berfluktuasi, hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi cuaca dan iklim yang sulit diprediksi, adanya serangan hama dan penyakit, dan kondisi kesuburan lahannya. Risiko produksi yang terjadi menyebabkan kerugian bagi petani hingga tidak dapat menutupi biaya produksi yang dikeluarkan pada musim tersebut. Dari penelitian terdahulu diperoleh variabel-variabel yang menjadi sumbersumber risiko yaitu faktor cuaca, hama dan penyakit, tenaga kerja yang kurang terampil (human error), kerusakan sistem irigasi dan teknologi yang tidak seimbang. Variabel-variabel tersebut juga diduga menjadi sumber risiko pada pengusahaan sayuran yang ditelitii dalam penelitian ini.
Metode Analisis Risiko Komoditi Hortikultura Menurut Elton dan Gruber (1995) pengukuran risiko dapat dilakukan dengan metode analisis seperti variance, standard deviation dan coefficient variation. Ketiga ukuran tersebut berkaitan satu sama lain dan nilai variance sebagai penentu ukuran yang lainnya. Semakin kecil indikator tersebut mencerminkan semakin rendah risiko yang dihadapi. Purwanti (2011) menjelaskan analisis deskriptif untuk mengetahui sumber-sumber risiko dan analisis risiko. Penilaian terhadap risiko produksi menggunakan pendekatan ekspected return, ragam (variance), simpangan baku (standard deviation), dan koefisien variasi (coefficient variation). Cher (2011) menjelaskan perhitungan risiko produksi pada kegiatan spesialisasi dihitung dengan menggunakan pendekatan nilai variance, standard deviation, dan coefficient variation. Sebelum menilai risiko, terlebih dahulu dihitung peluang dan nilai pengembalian harapan (ekspected return). Sayuran organik yang telah dianalisis masing-masing komoditi yang diusahakan. PT Masada Organik Indonesia melakukan kombinasi dari beberapa kegiatan usahataninya, kombinasi dari beberapa kegiatan dinamakan diversifikasi. Pengusahaan secara diversifikasi ini menjadikan risiko yang dihadapi perusahaan dinamakan risiko portofolio. Perbandingan terhadap risiko produksi spesialisasi dan portofolio dilakukan melalui pengukuran risiko dengan cara menghitung variance gabungan dari beberapa kegiatan usaha disertai dengan pembobotan masing-masing komoditi. Pengukuran risiko portofolio ini diawali dengan menghitung bobot portofolio atau fraction portofolio.
10
Sembiring (2010) menggunakan metode analisis Variance, Standard deviation, Coefficient variation pada kegiatan spesialisasi dan portofolio. Metode analisis yang serupa juga digunakan oleh Tarigan (2009) yaitu menggunakan metode analisis risiko yaitu Variance, Standard Deviation, dan Coefficient Variance serta melihat pengaruh diversifikasi untuk menekan risiko. Komoditas yang dianalisis pada spesialisasi adalah brokoli, bayam hijau, tomat dan cabai keriting sedangkan kegiatan portofolio adalah tomat dengan bayam hijau dan cabai keriting dengan brokoli. Sedangkan Mandasari (2012) menggunakan metode analisis risiko yaitu variance, standard deviation, dan coefficient variation serta melihat pengaruh diversifikasi (portofolio) untuk mengendalikan risiko.
Strategi Penanganan Risiko Komoditi Hortikultura Purwanti (2011) menjelaskan strategi penanganan risiko yang dapat dilakukan adalah strategi preventif yaitu strategi yang dilakukan untuk menghindari risiko produksi. Strategi yang dapat dilakukan adalah : (1) Peningkatan pengaturan suhu greenhouse dengan cara memasang memasang penutup yang terbuat dari paranet merupakan salah satu alternatif untuk menghindari penguapan yang berlebihan yang akan menyebabkan busuk akar, serta sistem karantina yang dapat dibuat dengan menggunakan screen atau plastik UV (ultraviolet) dengan dibentangkan pada bak tanam yang terserang hama sehingga membentuk seperti dinding, sehingga dapat meminimalisir penyebaran hama dan penyakit; (2) Peningkatan kualitas perawatan tanaman selama berada di ruang gelap, greenhouse nursery dan greenhouse dengan mengganti peralatan yang sudah rusak atau tidak dapat dipakai lagi yang dapat mengganggu kegiatan produksi; (3) Memperbaiki dan merawat fasilitas fisik secara berkala dilakuka dengan mengganti peralatan yang sudah rusak atau tidak dapat dipakai lagi yang dapat mengganggu kegiatan produksi; dan (4) Mengembangkan sumberdaya manusia dilakukan agar tenaga kerja dapat lebih terampil dan teliti dalam hal pemberian nutrisi, perawatan tanaman, dan penanganan hama dan penyakit tanaman, serta tanaman yang mengalami gejala etiolasi. Sedangkan strategi yang selama ini telah dilakukan oleh perusahaan adalah strategi mitigasi yaitu strategi yang dimaksudkan untuk memperkecil dampak risiko. Strategi mitigasi yang dilakukan adalah : (1) Sayuran yang terkena hama dan penyakit tidak dapat dijual dijadikan pupuk kompos kemudian dijual ke masyarakat sekitar; (2) Sayuran yang berukuran kecil dijual dalam bentuk mix salad; dan (3) Sayuran yang dijual ke masyarakat sekitar untuk dijadikan pakan ternak. Tarigan (2011) merumuskan analisis risiko produksi yang dilakukan pada kegiatan portofolio menunjukkan bahwa kegiatan diversifikasi dapat meminimalkan risiko. Penanganan untuk mengatasi risiko produksi Permata Hati Organic Farm dapat dilakukan dengan pengembangan diversifikasi pada lahan yang ada. Dengan adanya diversifikasi, maka kegagalan pada salah satu kegiatan usahatani masih dapat ditutupi dari kegiatan usahatani lainnya. Oleh karena itu diversifikasi usahatani merupakan alternatif yang tepat untuk meminimalkan risiko sekaligus melindungi dari fluktuasi produksi. Selain itu untuk penanganan risiko juga dapat dilakukan kemitraan produksi dengan petani sekitar yang memproduksi sayuran organik serta kemitraan dalam penggunaan input. Selain itu
11
perlu adanya peningkatan manajemen pada perusahaan dengan melakukan fungsifungsi manajemen yang terarah dengan baik. Cher (2011) menjelaskan bahwa strategi penanganan risiko PT Masada Organik Indonesia yaitu diversifikasi usaha. Kegiatan diversifikasi tidak membuat risiko produksi menjadi nol artinya walaupun perusahaan telah melakukan diversifikasi, tetapi perusahaan akan tetap menghadapi risiko produksi pada kegiatan usaha sayuran organiknya. Hal ini dapat dilihat pada hasil perbandingan risiko produksi pada kegiatan spesialisasi dan portofolio berdasarkan produktivitas yang diperoleh yakni dari nilai variance, standard deviation, coefficient variation yang tidak sama dengan nol. Perusahaan dalam menangani risiko produksi tersebut melakukan berbagai macam alternatif strategi antara lain dengan melakukan kemitraan dalam hal produksi, menerapkan teknologi dalam hal pencegahan dengan membuat sungkup untuk mencegah kerusakan tanaman akibat kondisi cuaca yang buruk dan timbulnya kabut, serta menerapkan fungsi fungsi manajemen dalam menghadapi risiko produksi yang ada. Selain itu, manajemen risiko yang perlu diterapkan perusahaan adalah melakukan fungsi manajemen dengan lebih baik lagi terutama pada fungsi controlling atau pengontrolan. Sembiring (2010) dalam penelitiannya yang berjudul analisis risiko produksi sayuran organik pada The Pinewood Organic Farm, hasil analisis strategi manajemen risiko perusahaan, strategi manajemen risiko yang diterapkan oleh The Pinewood Organic Farm yaitu perusahaan melakukan diversifikasi produk yakni dengan mengusahakan berbagai jenis tanaman. Sitanggang (2012) dalam penelitiannya yang berjudul analisis risiko produksi tomat dan Caisin di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, strategi yang dapat dilakukan adalah strategi preventif merupakan strategi yang dilakukan untuk menghindari risiko yaitu dengan cara membuat dan memperbaiki sistem prosedur seperti dengan melakukan penyemprotan untuk penanggulangan hama dan penyakit, penggunaan input yang efisien serta strategi mitigasi artinya strategi penanganan risiko yang bertujuan untuk menekan dampak atau kerugian akibat risiko yang ada yaitu dengan melakukan diversifikasi dan tumpangsari antara tanaman tomat dan caisin untuk mengurangi besar kerugian yang akan dihadapi oleh petani. Sedangkan Mandasari (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Risiko Produksi Tomat dan Cabai Merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat, alternatif tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi risiko yaitu dengan melakukan perbaikan pola tanam, pengendalian hama dan penyakit, serta pengolahan lahan ketika sebelum ditanami. Selain itu ada pula alternatif tindakan yang dapat mengurangi kerugian akibat terjadinya risiko produksi yaitu dengan pengembangan kreatifitas para ibu rumah tangga dengan menggunakan alat yang sudah ada. Penelitian terdahulu memberikan gambaran yang dapat digunakan sebagai acuan dan bahan pembanding dengan penelitian yang dilakukan. Berdasarkan keenam hasil penelitian sebelumnya dapat ditarik sebuah hubungan yang menjadi kesamaan penelitian yaitu didapatkan hampir semua permasalahan yang dihadapi mengindikasikan adanya risiko produksi yang didasarkan pada fluktuasi jumlah produksi komoditas pertanian. Penelitian yang menganalisis adanya risiko produksi komoditas pertanian khususnya sayuran yaitu: Purwanti (2011), Sembiring (2010), Sitanggang (2012), Cher (2011), Tarigan (2009) dan Mandasari
12
(2012) disebabkan oleh faktor cuaca yang tidak dapat diprediksi, serangan hama dan penyakit yang dapat menyebabkan kematian pada komoditas pertanian, kerusakan sistem irigasi, teknologi, kelembaban serta tenaga kerja (human error) yang kurang terampil dan teliti dalam proses produksi.. Dalam analisis risiko sebagian menggunakan alat ukur ekspected return, variance, standard deviation, dan coefficient variation. Analisis risiko portofolio yang dilakukan pada perusahaan dengan metode diversifikasi ternyata dapat mengurangi besaran risiko pada komoditi tunggal (Tarigan, 2009 dan Cher, 2011). Perbedaan penlitian terdahulu dengan penelitian ini terletak pada lokasi dimana dilakukan penelitian dan komoditi yang menjadi objek penelitian. Kajian penelitian ini difokuskan terhadap risiko produksi usahatani sayuran indigenous melalui usaha diversifikasi. Bahan-bahan yang digunakan sebagai bahan referensi dirasa cukup untuk digunakan bahan referensi dalam penelitian ini.
13
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Risiko Risiko berhubungan dengan ketidakpastian, ini terjadi karena kurang atau tidak tersedianya cukup informasi tentang apa yang akan terjadi. Sesuatu yang tidak pasti (uncertain) dapat berakibat menguntungkan atau merugikan. Ada banyak dapat mengenai definisi dan ketidakpastian yang dapat memperluas wawasan dalam memahami konsep risiko dan ketidakpastian. Menurut Robison dan Barry (1987) menyebutkan ketidakpastian menunjukkan peluang suatu kejadian yang tidak dapat diketahui oleh pembuat keputusan. Sehingga selama peluang suatu kejadian tidak dapat diukur maka kejadian tersebut termasuk kedalam kategori ketidakpastian. Risiko (risk) merupakan peluang terjadinya suatu kejadian yang dapat diukur oleh pengambil keputusan dan pada umumnya pengambil keputusan mengalami suatu kerugian. Risiko erat kaitannya dengan ketidakpastian, tetapi kedua hal tersebut memiliki makna yang berbeda. Ketidakpastian (uncertainty) adalah suatu kejadian yang tidak dapat diukur oleh pengambil keputusan. Adanya ketidakpastian dapat menimbulkan risiko. Harwood et al. (1999) mengartikan risiko sebagai kemungkinan kejadian yang menimbulkan kerugian. Berdasarkan definisi tersebut terdapat tiga unsur penting dari risiko diantaranya risiko dianggap sebagai suatu kejadian, dari kejadian tersebut mengandung suatu kemungkinan yang dapat terjadi atau tidak terjadi, dan jika terjadi terdapat akibat yang ditimbulkan berupa kerugian. Dalam berinvestasi, mengukur keuntungan dan risiko investasi merupakan kewajiban yang sangat penting karena keuntungan dan risiko investasi dalam kondisi yang tidak pasti, hukum dasar investasi adalah high return-high risk (semakin tinggi keuntungan yang diperoleh dalam suatu investasi, makan semakin besar risiko yang ditanggung). Pertanian merupakan kegiatan yang selalu dihadapkan dengan kondisi ketidakpastian setiap harinya. Mulai dari ketidakpastian cuaca, serangan hama, dan harga input maupun output. Faktorfaktor yang menyebabkan munculnya risiko pada umumnya berasal dari dua sumber yaitu sumber internal dan eksternal. Menurut Harwood et al. (1999), sumber-sumber risiko pertanian dapat diklasifikasikan kedalam lima bagian yaitu: risiko pasar (market risk); risiko produksi (yield risk); risiko kelembagaan (institutional risk); risiko keuangan (financial risk); dan risiko sumber daya manusia (personal risk). Risiko pasar atau risiko harga yaitu risiko pergerakan harga yang berdampak negatif terhadap perusahaan. Risiko pasar dipengaruhi oleh ketidakpastian harga output, inflasi daya beli, penurunan permintaan terhadap output perusahaan, banyak produk substitusi, mutu produk yang tidak sesuai, persaingan antar sesama produsen, kegagalan strategi pemasaran, kelemahan daya tawar perusahaan dibandingkan dengan pembeli. Sedangkan risiko yang ditimbulkan oleh harga adalah harga yang naik karena adanya inflasi. Risiko produksi merupakan kegagalan pada waktu melakukan kegiatan budidaya atau proses untuk menghasilkan suatu komoditas tertentu akibat
14
perusahaan tidak mampu mengendalikan faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan. Sumber risiko dari risiko produksi adalah hama dan penyakit, cuaca, musim, bencana alam, teknologi, tenaga kerja, dan lain-lain yang dapat menyebabkan kegagalan panen, produktivitas rendah, dan kualitas yang buruk. Risiko institusi merupakan risiko yang ditimbulkan adanya aturan/kebijakan tertentu yang membuat anggota suatu organisasi menjadi kesulitan untuk memasarkan ataupun meningkatkan hasil produksinya. Perubahan kebijakan ini dapat berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap kegiatan usaha perusahaan, contohnya berupa kebijakan harga bibit tanaman, kebijakan harga jual, kebijakan penggunaan pupuk kimia maupun kebijakan ekspor dan impor. Risiko finansial atau keuangan merupakan bentuk-bentuk risiko yang dihadapi perusahaan terkait dengan bidang keuangan khususnya dalam hal permodalan. Risiko yang timbul dapat disebabkan karena adanya perputaran barang rendah, laba yang menurun yang disebabkan oleh adanya piutang tak tertagih dan likuiditas yang rendah. Risiko sumber daya manusia, yaitu risiko yang dihadapi oleh perusahaan yang berkaitan dengan perilaku manusia dalam melakukan kegiatan usaha. Risiko yang disebabkan oleh sumber daya manusia ini dapat menyebabkan kerugian contohnya ketika melakukan kesalahan pencatatan data, kelalaian dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab, pencurian, rusaknya fasilitas produksi, mogok kerja ataupun meninggalnya tenaga kerja pada saat menjalankan tugas. Teori Portofolio dalam Diversifikasi Dalam dunia bisnis hampir semua investasi dihadapkan pada unsur risiko dan ketidakpastian. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka dilakukan upaya meminimalisasi kerugian dengan portofolio investasi. Karena investasi yang dilakukan mempunyai unsur ketidakpastian, investor hanya dapat mengharapkan tingkat keuntungan yang akan diperoleh. Pelaku bisnis mempunyai banyak alternatif dalam melakukan investasi. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan oleh pelaku bisnis dalam menginvestasikan dananya dengan melakukan kombinasi dari beberapa kegiatan usaha atau aset. Kombinasi dari beberapa kegiatan usaha atau aset dinamakan dengan diversifikasi. Kombinasi ini dapat mencapai jumlah yang tidak terbatas. Portofolio yang efisien didefinisikan sebagai portofolio yang memberikan ekspected return terbesar dengan risiko yang sudah tertentu atau memberikan risiko terkecil. Portofolio yang optimum ini dapat ditentukan dengan memilih tingkat ekspected return tertentu pada suatu tingkatan risiko tertentu atau tingkat risiko paling rendah dengan suatu hasil tertentu. Hubungan antara risk dan return dapat dikembalikan ke dalam sebuah garis yang disebut dengan Security Market Line (SML). Security Market Line (SML) menggambarkan kombinasi antara risk dan return yang memungkinkan untuk seluruh aset berisiko di pasar modal pada waktu tertentu. Garis Security Market Line (SML) mendeskripsikan hubungan yang diharapkan antara risk dan return, artinya bahwa investor akan menaikkan ekspected return sejalan dengan meningkatnya risiko. Preferensi dari risiko investor akan sangat mempengaruhi seberapa besar return yang ingin diperolehnya. Grafik SML dapat dilihat pada Gambar 1.
15
E (R)
SML E(
)
Risk =1 Gambar 1 Security Market Line (Bandi, 2010) Grafik SML di atas menggambarkan hubungan linear antara ekspected return sekuritas tunggal atau portofolio dengan return portofolio pasar. Penambahan tingkat risiko akan meningkatkan return pada saham. Risiko mengukur sejauh mana return saham merespon return portofolio pasar. Semakin besar nilai risiko, maka semakin tinggi nilai ekspected return ekuilibrium. Teori portofolio membantu para pembuat keputusan dalam mengambil keputusan mengenai kombinasi usaha atau aset yang harus dipilih dikaitkan dengan tingkat risiko yang dihadapi. Pada dasarnya teori portofolio menjelaskan bahwa investor tidak menginvestasikan seluruh dananya hanya untuk satu jenis investasi tetapi melakukan diversifikasi dengan tujuan untuk menekan risiko. Grafik diversifikasi dan manfaatnya terhadap pengurangan risiko portofolio dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Grafik diversifikasi dan manfaatnya terhadap pengurangan risiko portofolio (Mulyana,2011)
16
Dalam konteks portofolio, semakin banyak jumlah saham yang dimasukkan dalam portofolio, semakin besar manfaat pengurangan risiko. Meskipun demikian, manfaat pengurangan risiko portofolio akan mencapai akan semakin menurun sampai pada jumlah tertentu, dan setelah itu tambahan sekuritas tidak akan memberikan manfaat terhadap pengurangan risiko portofolio Strategi Pengelolaan Risiko Elton dan Gruber (1995) menjelaskan bahwa risiko portofolio lebih kompleks dibandingkan dengan risiko pada aset individu, dimana diharapkan salah satu aset memiliki return yang baik ketika aset lain memiliki return yang menurun. Beberapa strategi penanganan risiko yang dijelaskan oleh Harwood et al (1999) yaitu: 1. Kegiatan Diversifikasi Kegiatan diversifikasi merupakan salah satu bentuk strategi penanganan risiko pada kegiatan usahatani tanaman pertanian dengan tidak terfokus pada satu jenis komoditi tanaman, tetapi dengan penganekaragaman jenis tanaman yang diusahakan. Tujuan dari kegiatan ini adalah apabila satu jenis komodti tanaman memiliki hasil yang rendah maka tanaman-tanaman lainnya akan memiliki hasil yang lebih tinggi. 2. Asuransi Pertanian Asuransi pertanian merupakan salah satu alternatif yang tepat dilakukan oleh petani dalam penanganan risiko. Penanganan risiko melalui alternatif asuransi sebagai bentuk upaya yang dilakukan petani untuk mengalihkan risiko usaha yang dihadapi ke pihak lain. Pengalihan risiko idealnya dilakukan oleh petani pada risiko yang tidak dapat dikendalikan. 3. Kontrak Produksi Kontrak produksi merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh petani dalam mengurangi risiko yang dihadapi melalui kerjasama produksi dengan petani lainnya dalam memenuhi permintaan dari konsumen. Adanya kontrak produksi ini petani dapat mengurangi risiko pendapatan, dapat mempermudah petani dalam memperoleh peningkatan modal usaha, dan akses pasar menjadi terjamin. Pengukuran Risiko Pengukuran risiko mencakup proses penilaian risiko. Menurut Elton dan Grubber (1995) terdapat beberapa penilaian risiko yaitu: perhitungan nilai varian (variance), standar baku (standard deviation) dan koefisien variasi (coefficient variation). Ketiga alat ukur penilaian risiko ini saling berkaitan satu sama lain dengan nilai varian sebagai dasar perhitungan untuk pengukuran lainnya. Standar baku merupakan akar kuadrat dari perhitungan nilai varian sedangkan koefisien variasi merupakan rasio antara nilai standar baku dengan nilai ekspected return. Ekspected return merupakan nilai atau hasil yang diharapkan oleh pengusaha atau pelaku usaha. Ekspected return dapat berbentuk jumlah produksi, jumlah penjualan dan penerimaan atau pendapatan. Untuk membandingkan aset dengan return yang diharapkan berbeda, pelaku bisnis dapat menggunakan koefisien variasi. Koefisien variasi merupakan ukuran yang paling tepat bagi pengambil keputusan khususnya dalam memilih salah satu alternatif dari beberapa kegiatan usaha dengan mempertimbangkan risiko yang dihadapi dari setiap kegiatan usaha untuk setiap return yang diperoleh. Apabila
17
nilai varian dan standar deviasi digunakan oleh seprang untuk mengambil keputusan dengan membandingkan risiko yang dihadapi pada kegiatan beberapa usaha, maka dikhawatirkan akan terjadi keputusan yang kurang tepat. Dalam menganalisis suatu perbandingan antara kegiatan usaha harus dilakukan dengan satuan yang sama, seperti untuk setiap return dalam hal ini produksi, harga atau pendapatan. Nilai varian dan standar deviasi yang rendah dapat menghasilkan nilai koefisien yang tinggi, demikian juga sebaliknya nilai varian atau standar deviasi yang tinggi dapat menghasilkan nilai koefisien variasi yang rendah. Hal tersebut terjadi karena sangat bergantung ekspected return yang diperoleh dari setiap kegiatan usaha. Dengan ukuran koefisien variasi, perbandingan diantara kegiatan usaha sudah dilakukan dengan ukuran yang sama yaitu risiko untuk setiap return. Pengukuran nilai ekspected return secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut (Elton dan Gruber, 1995) : ∑ Keterangan : = Ekspected return = Peluang = Return n = Frekuensi kejadian j = Kejadian Menurut Elton dan Gruber (1995), terdapat beberapa ukuran risiko diantaranya sebagai berikut: a) Variance Pengukuran variance dari return merupakan penjumlahan selisih kuadrat dari return dan ekspected return yang kemudian dikalikan dengan peluang dari setiap kejadian. Nilai variance dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut (Elton dan Gruber, 1995) : ∑
-
Dimana : = Variance dari return masing-masing komoditas = Ekspected Return dari masing-masing komoditas = Peluang = Return n = Frekuensi kejadian j = Kejadian b) Standard deviation Standard deviation dapat diukur dengan menguadratkan nilai variance.. Rumus standard deviation adalah sebagai berikut :
18
√ Keterangan : = Variance dari masing-masing komoditas = Standard deviation dari masing-masing komoditas c) Coefficient variation Coefficient variation dapat diukur dari rasio standard deviation dengan return yang diharapkan (ekspected return). Semakin kecil nilai coefficient variation maka akan semakin rendah risiko yang dihadapi. Rumus coefficient variation adalah : = Keterangan : = Coefficient variation = Standard deviation = Ekspected return Sedangkan nilai ekspected return pada analisis risiko portofolio untuk dua atau beberapa aset adalah sebagai berikut (Diether 2009) : E
= E( = E( + E( = E + E + =∑
+ E
E(
Keterangan : = Ekspected return gabungan dari beberapa komoditas E = Fraction portofolio komoditas 1(pertama) = Fraction portofolio komoditas 2 (kedua) = Fraction portofolio komoditas 3(ketiga) E = Ekspected return komoditas 1 (pertama) E = Ekspected return komoditas 2 (kedua) E = Ekspected return komoditas 3 (ketiga) Jika investasi digunakan untuk dua komoditas maka variance gabungan dapat dituliskan sebagai berikut (Elton dan Gruber 1995): σp² = X1σ1² + X2²σ2² + 2 X1X2 σ12 Keterangan : σp ² = Variance portofolio untuk investasi dua aset σ12 = Covariance antara investasi dua aset yang digabungkan σ1 = Standard deviation komoditas 1 (pertama) σ2 = Standard deviation komoditas 2 (kedua) X1 = Fraction portofolio komoditas 1 (pertama)
19
X2
= Fraction portofolio komoditas 2 (kedua) Rumus variance gabungan dituliskan sebagai berikut (Diether 2009): σp² = X1²σ1² + 2X1X2σ1σ2 + X2²σ2² + 2X2X3σ2σ3 + 2X1X3σ1σ3 + X3²σ3²
Keterangan : σp ² = Variance portofolio untuk investasi tiga aset yang digabungkan σ1 = Standard deviation komoditas 1 (pertama) σ2 = Standard deviation komoditas 2 (kedua) σ3 = Standard deviation komoditas 3 (ketiga) X1 = Fraction portofolio komoditas 1 (pertama) X2 = Fraction portofolio komoditas 2 (kedua) X3 = Fraction portofolio komoditas 3 (ketiga) σ1σ2 = Covariance antara komoditas 1 (pertama) dan komoditas 2 (kedua) σ2σ3 = Covariance antara komoditas 2 (kedua) dan komoditas 3 (ketiga) σ1σ3 = Covariance antara komoditas 1 (pertama) dan komoditas 3 (ketiga) Setelah diperoleh nilai variance, langkah selanjutnya untuk menganalisis risiko portofolio adalah menghitung standard deviation sebagai berikut (Diether 2009) : √ Keterangan : = Variance dari masing-masing komoditas = Standard deviation dari masing-masing komoditas Perhitungan coefficient variation adalah sebagai berikut : = Keterangan : = Coefficient variation = Standard deviation = Ekspected return Perhitungan untuk mengukur risiko portofolio perlu juga memperhatikan nilai koefisien korelasi. Koefisien korelasi merupakan suatu ukuran statistic yang menunjukkan pergerakan bersamaan relatif antara dua varabel. Dalam konteks diversifikasi, ukuran ini akan menjelaskan sejauh mana return dari suatu sekuritas terkait satu dengan lainnya. Nilai koefisien korelasi investasi mempunyai nilai maksimum positif (+1) dan minimum negatif satu(-1). Beberapa kemungkinan korelasi diantara dua aset diantaranya adalah sebagai berikut (Elton dan Gruber 1986) : 1. Nilai koefisien korelasi positif satu (+1) mempunyai arti bahwa kombinasi dari dua aset selalu bergerak sama-sama.
20
2. Nilai koefisien korelasi negatif satu (-1) mempunyai arti bahwa kombinasi dari dua aset selalu bergerak berlawanan arah. 3. Nilai koefisien korelasi sama dengan nol (0) mempunyai arti bahwa kombinasi dari dua aset tidak ada hubungan satu dengan yang lain. Pelaku bisnis mempunyai banyak alternatif dalam menginvestasikan dananya. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan oleh pelaku bisnis dalam melakukan investasi yaitu dengan melakukan kombinasi dari beberapa kegiatan usaha. Kombinasi dari beberapa kegiatan usaha atau asset dinamakan diversifikasi. Teori portofolio membantu manajemen dalam pengambilam keputusan mengenai kombinasi investasi yang paling aman dikaitkan dengan tingkat risiko yang dihadapi. Strategi diversifikasi sangat dibutuhkan oleh para investor. Dalam kenyataan, sangat sulit menentukan probabilitas suatu kejadian karena pertumbuhan ekonomi selalu berubah-ubah. Dengan melakukan diversifikasi, akan banyak peluang yang bisa diraih. Akan tetapi, saat kondisi pasar lemah (resesi), melakukan diversifikasi tidak akan efektif apabila tidak dilakukan secara selektif. Kerangka Pemikiran Operasional Petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan yang merupakan anggota Koperasi Mitra Tani Parahyangan mengusahakan berbagai macam sayuran dengan total lahan seluas ± 20 hektar. Petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan dalam mengusahakan bisnisnya menghadapi permasalahan dalam menjalankan usahataninya yaitu risiko produksi. Hal tersebut dapat dilihat dari produktivitas sayuran yang dihasilkan petani mengalami fluktuasi. Petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan telah melakukan usaha diversifikasi dalam melakukan usahataninya yaitu dengan cara tumpangsari. Usaha diversifikasi yang dilakukan oleh petani bertujuan untuk menekan risiko apabila hanya mengusahakan satu komoditas saja. Upaya diversifikasi yang dilakukan oleh petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan dihadapkan pada beberapa sumber risiko yaitu curah hujan yang tinggi, kabut, serta serangan hama dan penyakit. Untuk mengatasi risiko pada kegiatan diversifikasi petani harus memiliki solusi penanganan yang tepat. Penelitian ini akan mengkaji analisis produksi yang dilakukan pada kegiatan spesialisasi dan portofolio pada komoditi tomat, kubis, dan leunca. Dalam hal ini akan diperoleh hasil analisis dari risiko produksi yang ada dan untuk itu perlu adanya upaya untuk mengatasi risiko produksi. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mengkaji faktor penyebab dari risiko produksi yang terjadi, kemudian dilakukan analisis risiko untuk mengetahui tingkat risiko yang terjadi pada kegiatan spesialisasi dan diversifikasi dan kemudian akan berimplikasi terhadap pendapatan yang diperoleh perusahaan. Alur kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 3.
21
Kegiatan produksi petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan
Fluktuasi produktivitas yang dihadapi petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan
Risiko Produksi
Analisis risiko produksi kegiatan diversifikasi (Portofolio): Tomat, Kubis, dan Leunca
Sumber – sumber risiko: 1. Curah Hujan 2. Kabut 3. Hama dan Penyakit
Analisis risiko produksi kegiatan spesialisasi (tunggal): Tomat, Kubis, dan Leunca
Penurunan Risiko Produksi
Kombinasi komoditas yang tepat
Analisis Risiko Produksi : Ekspected Return Variance Standard Deviation Coefficient Variation
Gambar 3 Kerangka Pemikiran Operasional
22
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian risiko produksi sayuran dilaksanakan di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Lokasi dipilih secara sengaja (purposive) karena Kabupaten Cianjur merupakan salah satu sentra produksi sayuran di Jawa Barat. Daerah produksi sayuran tahun 2009-2011 menurut Kabupaten di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Daerah Produksi Sayuran Tahun 2009-2011 Menurut Kabupaten Di Provinsi Jawa Barat Produksi Sayuran Tahun 2008-2011 (Ton) Tomat Kubis 2009 2010 2011 2009 2010 1 Bandung 138.486 83.123 166.174 140.973 102.349 2 Garut 148.511 99.125 73.329 112.388 122.462 3 Cianjur 49.390 15.400 30.118 14.494 8.660 4 Sukabumi 16.292 17.288 13.451 2.682 2.131 5 Majalengka 7.477 6.576 11.293 8.380 21.319 6 Tasikmalaya 11.268 9.757 5.604 1.167 1.829 7 Bogor 5.900 4.193 6.852 462 517 8 Sumedang 8.517 6.157 8.707 11.584 13.953 9 Kuningan 3.407 2.895 3.678 1270 1353 10 Subang 6.023 5.778 6.412 430 795 Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat (2012) No
Kabupaten
2011 103.964 105.447 16.439 1.990 12.145 1.202 1.019 15.035 1.466 823
Berdasarkan data pada Tabel 4 diketahui bahwa Kabupaten Cianjur merupakan salah satu produsen terbesar di Jawa Barat. Kabupaten Cianjur menempati urutan ketiga setelah Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut dalam memproduksi komoditas tomat dan kubis. Penelitian ini difokuskan pada kegiatan usahatani sayuran yang dilakukan oleh petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan. Kelompok tani ini merupakan anggota Koperasi Mitra Tani Parahyangan. Waktu pra penelitian dilakukan mulai September 2012 yaitu terhitung sejak pembuatan proposal penelitian. Sedangkan pengambilan data dilakukan pada bulan Januari 2013Februari 2013.
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung, pencatatan, dan wawancara langsung dengan petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan yang berjumlah 25 orang untuk mengetahui proses produksi, mengetahui risiko yang dihadapi petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan, penyebab risiko dan mengetahui bagaimana proses pananganan risiko yang selama ini telah dilakukan oleh petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan. Sedangkan data sekunder antara lain data produksi sayuran,
23
harga produk, biaya-biaya yang dikeluarkan selama proses produksi berlangsung, jumlah produksi yang diperoleh selama periode siklus produksi berlangsung serta data-data lainnya yang mendukung sehingga dapat mengetahui risiko yang dihadapi oleh petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan. Selain itu, data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Pertanian, Perpustakaan LSI Institut Pertanian Bogor, internet dan literatur yang relevan.
Metode Pengumpulan Data dan Analisis Data Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dan diskusi serta pengisian kuisioner kepada responden yaitu 25 petani yang merupakan anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan di Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur. Responden yang dipilih terdiri dari 10 petani tomat, 10 petani kubis, dan 5 petani leunca. Dimana data yang diambil dari responden merupakan pada kegiatan spesialisasi untuk masingmasing komoditas. Responden yang diambil dalam penelitian ini sebagian besar melakukan kegiatan diversifikasi dalam usahataninya. Data yang diambil berdasarkan komoditas yang dikaji yaitu tomat, kubis, dan leunca yang ditanam oleh petani anggota Kelompok Mitra Tani Parahyangan. Proses pengambilan sampel responden dilakukan dengan metode purposive sampling yaitu dengan pertimbangan dari ketua kelompok tani bahwa responden yang dijadikan sampel tersebut dianggap memiliki informasi yang dibutuhkan oleh peneliti. Data yang telah diperoleh kemudian diolah dengan bantuan program Microsoft Excel dan kalkulator. Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan melalui pendekatan deskriptif. Analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui gambaran umum perusahaann, proses produksi, dan pengelolaan yang diterapkan perusahaan. Sedangkan analisis kuantitatif dilakukan untuk menganalisis analisis risiko produksi pada kegiatan spesialisasi dan diversifikasi melalui analisis risiko yang meliputi nilai variance, standard deviation, dan coefficient variation.
Analisis Risiko pada Kegiatan Spesialisasi Adanya risiko pada kegiatan bisnis menyebabkan terdapat berbagai kemungkinan suatu kejadian seperti kemungkinan untuk menghasilkan produksi atau pendapatan di atas atau dibawah rata-rata. Konsep risiko mempunyai keterkaitan dengan peluang (probability) suatu kejadian. Peluang dari suatu kejadian pada kegiatan usaha dapat diukur berdasarkan pada pengalaman yang telah dialami pelaku bisnis dalam menjalankan kegiatan usaha. Menurut Djohanputro (2008), mengukur probabilitas pada dasarnya bertujuan untuk mengetahui kualitas dari risiko, yaitu seberapa besar kemungkinan risiko akan terjadi. Semakin besar kemungkinan suatu risiko akan terjadi, maka semakin tinggi kualitas risiko tersebut. Total peluang dari beberapa kejadian berjumlah satu. Dalam penelitian ini tidak menggunakan data time series tetapi diasumsikan bahwa setiap responden merupakan kejadian pada kegiatan usaha
24
karena sulitnya petani untuk mengingat data yang sebelumnya. Total peluang dari beberapa kejadian berjumlah satu. Pengukuran peluang (P) diperoleh dari frekuensi kejadian pada setiap kondisi yang dibagi dengan periode waktu selama kegiatan berlangsung. Secara sistematis dapat dituliskan (Darmawi 2010):
Keterangan : P = Peluang (probability) = Frekuensi terjadinya peristiwa yang dihitung peluangnya dari masingmasing komoditi (tomat, kubis, dan leunca) n = Banyaknya responden dari masing-masing komoditas (tomat, kubis, dan leunca) Selain konsep peluang, dalam menganalisis risiko sangat penting mengetahui konsep ekspektasi (ekspected). Penyelesaian pengambilan keputusan yang mengandung risiko dapat dilakukan dengan menggunakan ekspected return. ekspected return adalah alat analisis yang umum digunakan dalam menganalisis mengenai pengambilan keputusan yang berhubungan dengan risiko. Pengukuran nilai ekspected return secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut (Elton dan Gruber, 1995) : ∑
Keterangan : = Total Revenue (TR) dari masing-masing komoditas (i = tomat, kubis, dan leunca = Peluang dari satu kejadian (i = tomat, kubis, dan leunca) = Return/total pendapatan (tomat, kubis, dan leunca) n = Jumlah kejadian = 10 j = Kejadian (1,2,3,…,10) menunjukkan nilai peluang dari suatu kejadian pada masing-masing kondisi. Peluang dari setiap kejadian diasumsikan relatif sama karena data yang tersedia dari setiap kejadian sulit dinilai mana peluang yang lebih tinggi atau rendah. Nilai peluang dihitung dengan cara yaitu satu dibagi dengan total kejadian proses produksi, sehingga nilai ekspected return nya merupakan nilai rata-rata dari total pendapatan tersebut. Penilaian risiko dilakukan dengan mengukur nilai penyimpangan yang terjadi. Menurut Elton dan Gruber (1995), terdapat beberapa ukuran risiko diantaranya sebagai berikut:
25
a) Variance Pengukuran variance dari return merupakan penjumlahan selisih kuadrat dari return dan ekspected return yang kemudian dikalikan dengan peluang dari setiap kejadian. Nilai variance dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut (Elton dan Gruber, 1995) : ∑
-
Dimana : = Variance dari return masing-masing komoditas (tomat, kubis, dan leunca) = Total Reveneu (TR) dari masing-masing komoditas (i = tomat, kubis, dan leunca = Peluang dari satu kejadian (i = tomat, kubis, dan leunca) = Return/total pendapatan (tomat, kubis, dan leunca) n = Jumlah kejadian = 10 j = Kejadian (1,2,3,…,10) Dari nilai variance dapat menunjukkan bahwa semakin kecil nilai variance maka semakin kecil penyimpangannya sehingga tingkat risiko yang dihadapi dalam melakukan kegiatan usaha tersebut juga semakin rendah. b) Standard deviation Standard deviation dapat diukur dengan menguadratkan nilai variance. Risiko dalam penelitian ini berarti besarnya fluktuasi keuntungan, sehingga semakin kecil nilai standard deviation maka semakin rendah risiko yang dihadapi dalam kegiatan usaha. Rumus standard deviation adalah sebagai berikut : √ Keterangan : = Variance dari masing-masing komoditas (i = tomat, kubis, dan leunca) = Standard deviation dari masing-masing komoditas (i = tomat, kubis, dan leunca c) Coefficient variation Coefficient variation dapat diukur dari rasio standard deviation dengan return yang diharapkan (ekspected return). Semakin kecil nilai coefficient variation maka akan semakin rendah risiko yang dihadapi. Rumus coefficient variation adalah : = Keterangan : = Coefficient variation dari masing-masing komoditas (i = tomat, kubis, dan leunca)
26
= Standard deviation dari masing-masing komoditas (i = tomat, kubis, dan leunca) = Ekspected return dari masing-masing komoditas (i = tomat, kubis, dan leunca) Variance dan standard deviation merupakan ukuran absolut dan tidak mempertimbangkan risiko dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan. Untuk mempertimbangkan aset dengan return yang diharapkan berbeda, pelaku bisnis dapat menggunakan coefficient variation. Coefficient variation merupakan ukuran yang sangat tepat bagi pengambil keputusan khususnya dalam memilih salah satu alternatif dari berbagai kegiatan usaha dengan mempertimbangkan risiko yang dihadapi dari setiap kegiatan usaha untuk setiap return yang diperoleh. Analisis Risiko pada Kegiatan Portofolio Kegiatan usaha diversifikasi juga tidak terlepas dari risiko usaha seperti halnya kegiatan usaha spesialisasi. Risiko yang terdapat dalam kegiatan diversifikasi dinamakan risiko portofolio. Untuk mengukur risiko portofolio dapat dilakukan dengan menghitung variance gabungan dari beberapa kegiatan usaha atau aset. Diversifikasi yang dilakukan oleh petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan dengan melakukan pola tanam secara tumpangsari. Komoditi yang dianalisis dalam kegiatan diversifikasi adalah kombinasi dua,dan tiga komoditi. Seperti halnya kegiatan usaha spesialisasi, kegiatan usaha diversifikasi juga tidak terlepas dari risiko usaha. Risiko yang terdapat pada kegiatan investasi dengan diversifikasi dinamakan risiko portofolio. Pada kegiatan diversifikasi, risiko yang dihadapi pelaku bisnis tidak tunggal tetapi gabungan atau portofolio. Perhitungan risiko portofolio tersebut tidak jauh berbeda dengan perhitungan pada kegiatan spesialisasi (tunggal). Hal ini dikarenakan ukuran risiko seperti variance, standard deviation, dan coefficient variation yang ada pada kegitan spesialisasi juga digunakan untuk menghitung nilai risiko portofolio dengan sedikit perbedaan pada rumus perhitungan perhitungan variance. Nilai ekspected return pada analisis risiko portofolio untuk dua atau beberapa aset adalah sebagai berikut (Diether 2009) : E
= E( = E( + E( = E + E + =∑
+ E
E(
Keterangan : E = Ekspected return gabungan dari beberapa komoditas = Fraction portofolio komoditas kubis = Fraction portofolio komoditas tomat = Fraction portofolio komoditas leunca E = Ekspected return komoditas kubis E = Ekspected return komoditas tomat
27
E
= Ekspected return komoditas leunca
Untuk mengukur risiko portofolio dapat dilakukan dengan menghitung variance gabungan dari beberapa komoditas. Dalam penelitian ini bobot portofolio untuk dua komoditas yaitu 50 persen dan 50 persen. Pertimbangan ini berdasarkan dari jumlah pohon yang ditanam petani dalam melakukan tumpangsari dalam luas lahan tertentu. Jika investasi digunakan untuk dua komoditas maka variance gabungan dapat dituliskan sebagai berikut (Elton dan Gruber 1995): σp² = X1σ1² + X2²σ2² + 2 X1X2 σ12
Keterangan : σp ² = Variance portofolio untuk investasi dua aset yang digabungkan (tomat dengan kubis, kubis dengan leunca, dan tomat dengan leunca) σ12 = Covariance antara investasi dua aset yang digabungkan (tomat dengan kubis, kubis dengan leunca, dan tomat dengan leunca) σ1 = Standard deviation komoditas 1 (pertama) σ2 = Standard deviation komoditas 2 (kedua) X1 = Fraction portofolio (50 persen) komoditas 1 (pertama) X2 = Fraction portofolio (50 persen) komoditas 2 (kedua) Sedangkan diversifikasi dilakukan pada kombinasi tiga komoditas fraction portofolio (bobot portofolio) yang digunakan adalah 33,3 persen untuk masingmasing komoditas, maka rumus variance gabungan dituliskan sebagai berikut (Diether 2009): σp² = X1²σ1² + 2X1X2σ1σ2 + X2²σ2² + 2X2X3σ2σ3 + 2X1X3σ1σ3 + X3²σ3² Keterangan : σp ² = Variance portofolio untuk investasi tiga aset yang digabungkan (tomat kubis, dan leunca) σ1 = Standard deviation komoditas 1 (tomat) σ2 = Standard deviation komoditas 2 (kubis) σ3 = Standard deviation komoditas 3 (leunca) X1 = Fraction portofolio (33,33 persen) komoditas 1 (tomat) X2 = Fraction portofolio (33,33 persen) komoditas 2 (kubis) X3 = Fraction portofolio (33,33 persen) komoditas 3 (leunca) σ1σ2 = Covariance antara komoditas 1 dan komoditas 2 (tomat dengan kubis) σ2σ3 = Covariance antara komoditas 2 dan komoditas 3 (kubis dengan leunca) σ1σ3 = Covariance antara komoditas 1 dan komoditas 3 (tomat dengan leunca) Setelah diperoleh nilai variance, langkah selanjutnya untuk menganalisis risiko portofolio adalah menghitung standard deviation sebagai berikut (Diether 2009): :
28
√ = Variance gabungandari masing-masing komoditas (i = tomat, kubis, dan leunca) = Standard deviation gabungan dari masing-masing komoditas (i = tomat, kubis, dan leunca Perhitungan coefficient variation adalah sebagai berikut : = Keterangan : = Coefficient variation dari gabungan masing-masing komoditas (i = tomat, kubis, dan leunca) = Standard deviation dari gabungan masing-masing komoditas (i = tomat, kubis, dan leunca) = Ekspected return dari gabungan masing-masing komoditas (i = tomat, kubis, dan leunca)
Definisi Operasional 1. Peluang (P) merupakan frekuensi kejadian setiap kondisi dibagi dengan total kejadian selama kegiatan produksi tomat, kubis, dan leunca. 2. Ekspected return adalah jumlah dari pendapatan yang diharapkan pada komoditas tomat, kubis, dan leunca. 3. Variance merupakan ragam atau variasi dari peluang ketiga kondisi tomat, kubis, dan leunca. 4. Return yang digunakan berdasarkan total pendapatan yang diterima petani dari komoditas tomat, kubis, dan leunca. 5. Standard deviation merupakan penyimpangan dari return yang diharapkan melalui usaha tomat, kubis, dan leunca. 6. Coefficient variation merupakan besarnya risiko yang dihadapi petani apabila menginvestasikan satu rupuah pada komoditas tomat, kubis, dan leunca. 7. Koefisien korelasi pada penelitian ini menggunakan +1 (positif 1)
29
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Letak Geografis dan Pembagian Administratif Secara geografis petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan berada di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur. Kecamatan ini terletak kurang lebih 9 km dari pusat pemerintahan Kabupaten/Kota Cianjur, 90 Km dari Ibukota Provinsi Jawa Barat dan 120 Km dari pusat pemerintahan Negara. Kecamatan Warungkondang memiliki batas wilayah sebagai berikut (Kecamatan Warungkondang, 2010) : Sebelah Utara : Kecamatan Cugenang : Kecamatan Gekbrong Sebelah Selatan Sebelah Barat : Kabupaten Sukabumi Sebelah Timur : Kecamatan Cilaku Kecamatan Warungkondang memiliki wilayah seluas 4.893,96 ha, terletak di arah barat daya ibukota Kabupaten Cianjur, dengan ketinggian berkisar antara 450 sampai dengan 1.000 meter diatas permukaan air laut, dan dengan kemiringan antara 1 derajat sampai dengan 15 derajat. Jenis tanah di Kecamatan Warungkondang yaitu tanah latosol aluvial berada pada ketinggian 300-900 meter diatas permukaan laut dengan pH tanah 5-6. Suhu rara-rata di Kecamatan Warungkondang yaitu 25ºC dan memiliki rata-rata 2000-2500 mm/tahun (BPS Cianjur, 2011). Luas wilayah Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, yaitu 4894 hektar, yang terdiri atas pemukiman, persawahan, tegal/ladang, perkebunan, hutan lindung, kolam, dan lain-lain. Secara rinci luas wilayah Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur yang dilihat menurut penggunaannya dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Luas Wilayah Menurut Penggunaannya Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur Tahun 2010 No 1 2 3 4 5 6 7
Jenis Penggunaan Pemukiman Persawahan Tegal/Ladang Perkebunan Hutan Lindung Kolam Lain – lain Jumlah Total Sumber: BPS Kabupaten Cianjur (2010)
Luas (Ha) 788 1664 270 555 1120 121 376 4894
Persentase (%) 16,10 34,00 5,51 11,34 22,88 2,47 7,68 100,00
Berdasarkan Tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian besar luas wilayah Kecamatan Warungkondang digunakan untuk persawahan, yaitu sebesar 1664 hektar atau mencapai 34,00 persen dari total luas wilayah Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur. Hal tersebut menunjukkan bahwa lahan Kecamatan Warungkondang diprioritaskan untuk lahan persawahan atau
30
menanam padi. Penggunaan lahan terbesar setelah lahan persawahan adalah untuk hutan lindung yaitu sekitar 1120 hektar, pemukiman sekitar 788 hektar, perkebunan sekitar 555 hektar, lain-lain seperti sarana dan prasarana umum sekitar 376 hektar, tegal/ladang sekitar 270 hektar, dan kolam sekitar 270 hektar. Besarnya penggunaan lahan untuk ladang/tegal ini digunakan sebagai areal pertanian yang lebih variatif seperti untuk menanam tanaman palawija, sayuran, tanaman hias, dan lain-lain. Kependudukan dan Keadaan Sosial Ekonomi Desa Tegallega merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur yang terdiri dari 26 RT dan 6 RW dimana terdapat 1327 Kepala Keluarga (KK). Penduduk Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur berjumlah 4603 jiwa, yang terdiri dari lakilaki sebanyak 2364 jiwa dan perempuan sebanyak 2239 jiwa. Mayoritas penduduk Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Bogor menganut agama Islam dan merupakan penduduk asli daerah dengan suku sunda. Keadaan tingkat pendidikan formal di Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur mencerminkan kemajuan pendidikan baik kualitas maupun kuantitas pada suatu wilayah tersebut. Gambaran mengenai tingkat pendidikan tersebut dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Tingkat Pendidikan Warga Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur Tahun 2010 No 1 2 3 4 5 6 7 8
Tingkat Pendidikan Belum Sekolah Tidak Sekolah Sedang Sekolah Tidak Tamat SD Tamat SD Tamat SMP/Sederajat Tamat SMA/Sederajat Tamat Akademi S1/S2/S3 Jumlah Total
Jumlah (Orang) 518 14 702 110 1521 485 153 4 7 3514
Persentase (%) 14,75 0,39 19,98 3,13 43,28 13,81 4,35 0,14 0,19 100
Sumber: Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (2010)
Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur relatif rendah, dimana sebanyak 43,28 persen warganya memiliki latar belakang pendidikan hanya sampai tamat SD. Rendahnya tingkat pendidikan Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur karena mahalnya biaya pendidikan sehingga sebagian besar anak-anak hanya mampu bersekolah hingga tingkat SD dan tingkat SMP saja. Namun, bila dilihat secara keseluruhan semakin berkembangnya tingkat pemikiran masyarakat terdapat kesadaran akan pentingnya pendidikan yang memadai, hal tersebut dapat dilihat dari adanya masyarakat yang melanjutkan pendidikannya hingga ke tingkat perguruan tinggi baik itu tingkat akademi yaitu sebesar 0,14 persen dan tingkat sarjana sebesar 0,19 persen.
31
Apabila dilihat dari aspek ekonomi, mata pencaharian pokok yang dilakukan oleh penduduk Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur beraneka ragam, namun sebagian besar mata pencaharian penduduk Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur adalah sebagai buruh tani. Komposisi mata pencaharian masyarakat Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur pada tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Mata Pencaharian Pokok Warga Desa Tegallega, Warungkondang, Kabupaten Cianjur Tahun 2010 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Jenis Pekerjaan Petani Buruh Tani Buruh Migran PNS Pengrajin Industri Rumah Tangga Pedagang Keliling Montir Pengusaha Kecil dan Menengah Karyawan Perusahaan Swasta Karyawan Perusahaan Pemerintah Pengemudi Ojek Tukang Kayu Tukang Batu Jumlah Total
Jumlah (Orang) 262 442 188 9 11 23 3 17 108 166 15 21 10 6 1281
Kecamatan
Persentase (%) 20,45 34,50 14,68 0,70 0,86 1,80 0,23 1,33 8,43 12,96 1,17 1,64 0,78 0,47 100
Sumber: Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (2010)
Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa persentase jumlah tenaga kerja penduduk Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur yang bekerja sebagai petani adalah sekitar 20,45 persen dan angka persentase tersebut berada pada urutan kedua setelah buruh tani yaitu sebesar 34,50 persen dengan jumlah penduduk 442 orang. Kebanyakan penduduk bekerja sebagai buruh tani karena mereka tidak mempunyai lahan sendiri dan mereka menggarap lahan milik orang lain. Sebagian besar penduduk Desa Tegallega tidak mempunyai cukup biaya untuk membeli lahan sendiri. Tetapi dengan mata pencaharian yang sebagian besar pada bidang pertanian menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan mata pencaharian yang cukup menjanjikan untuk dijadikan sebagai sumber penghasilan utama masyarakat Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur. Sarana dan Prasarana Perkembangan pembangunan yang didukung dengan adanya perkembangan teknologi dan informasi yang semakin meningkat menyebabkan terjadinya perubahan di Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur. Sarana yang ada di Desa Tegallega diantaranya berupa sarana dan prasarana pendidikan, sarana dan prasarana kesehatan, sarana dan prasarana komunikasi dan informasi, sarana dan prasarana air bersih dan sanitasi
32
Untuk sarana pendidikan baik formal maupun informal terdiri dari sekolah Play Group/PAUD/TK, SD/Sederajat baik negeri maupun swasta, sekolah SMP/sederajat, dan sekolah SMA/Sederajat. Sarana dan prasarana kesehatan terdiri dari puskesmas pembantu yaitu sebanyak 1 unit, dan posyandu sebanyak 6 unit. Kemudian untuk sarana dan prasarana transportasi terdapat angkutan umum dan beberapa pangkalan ojek. Dalam sarana jalan dan telekomunikasi, sebagian besara masyarakat Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur telah memiliki alat komunikasi yang berupa telepon seluler sehingga memudahkan akses komunikasi antar penduduk maupun komunikasi dengan luar penduduk Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur. Kondisi jalan menuju Desa Tegallega masih kurang bagus, kondisi jalan banyak yang berlubang dan akan tergenang pada musim penghujan. Selain itu, di Desa Tegallega juga menyediakan prasarana keagamaan seperti masjid/mushola umum, gereja, dan prasarana pemerintahan seperti gedung kantor desa dan inventaris-inventaris. Gambaran Umum Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan merupakan kelompok tani yang bergerak dibidang usaha hortikultura khususnya sayuran. Awal mula terbentuknya kelompok tani ini adalah munculnya gagasan dan pemikiran dari beberapa petani untuk membentuk suatu kelompok yang memiliki tujuan yang sama dalam bidang pertanian, yaitu agar dapat berbagi informasi dan mengembangkan usaha bersama. Kelompok tani ini terbentuk pada tahun 1998 dengan anggota berjumlah 5 orang dan pada tahun 2000 Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan membentuk koperasi dengan nama yang sama yaitu Koperasi Mitra Tani Parahyangan yang beralamat di Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur dengan nomor badan hukum : 105/BHKdk/10.7/XIII/2000, SITU no. 503/020/SITU/II/2002, TDP no. 100 625 200 777, NPWP no. 01.990.733.8406.008. Pada awalnya pemasaran produk dari Koperasi Mitra Tani Parahyangan terbatas pada pasar – pasar tradisional daerah Kabupaten Cianjur dan menjadi pemasok sayuran di daerah Cipanas dan tahun 2002 pemasaran diperluas ke pasar swalayan (Lion Super Indo, Alfa Midi Pusat, Hari-Hari Swalayan, Giant, Aneka Buana, Cimory, dan lain - lain). Anggota Koperasi Mitra Tani Parahyangan pada saat ini sebanyak 329 petani yang salah satunya adalah Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan. Koperasi Mitra Tani Parahyangan merupakan koperasi bagi para petani di Kecamatan Warungkondang, Kecamatan Cipanas, Kecamatan Cugenang, dan lain-lain. Sistem kerjasama ini tercantum dalam hak dan kewajiban masingmasing pihak yaitu antara petani dengan Koperasi Mitra Tani Parahyangan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak tersebut. Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh dari ketua Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan, dapat diketahui bahwa yang termasuk hak petani antara lain mendapatkan pelayanan dari pengurus koperasi mulai dari subsistem penyediaan input, produksi, pemasaran hasil, dan sebagai lembaga penunjang. Sedangkan kewajiban yang harus dijalankan oleh petani antara lain adalah membayar iuran rutin serta aktif dalam menjual hasilnya ke Koperasi Mitra Tani Parahyangan.
33
Karakteristik Petani Responden Penelitian ini dilakukan di Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur. Pemilihan ini didasarkan bahwa desa tersebut merupakan daerah penghasil sayuran di Kecamatan Warungkondang. Responden penelitian ini merupakan petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur. Beberapa karakteristik responden yang dianggap penting meliputi umur responden, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, kepemilikan lahan, serta orientasi usahatani. Karakteristik tersebut dianggap penting didalam penelitian ini karena akan berpengaruh terhadap pelaksanaan usahatani sayuran. Umur Responden Umur petani yang dijadikan responden dalam penelitian ini berkisar antara umur 25 sampai 60 tahun. Persentase umur tertinggi yaitu sebesar 32 persen berada pada kelompok umur antara 41 sampai 50 tahun dengan jumlah petani sebanyak 8 orang. Selain itu terdapat juga persentase umur terendah yaitu dengan nilai 16 persen yang berada pada kelompok umur > 60 tahun dengan jumlah petani responden sebanyak 4 orang. Komposisi dari sebaran umur petani responden berdasarkan umur responden dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Usia di Desa Tegallega, Kecamatan Warubgkondang, Kabupaten Cianjur No 1 2 3 4 5
Kelompok Umur (Tahun) < 30 30 – 40 41 – 50 51 – 60 > 60 Total
Jumlah Responden (Orang) 7 8 6 4 25
Persentase (%) 0 28 32 24 16 100
Berdasarkan hasil pada Tabel 8 mengenai karakteristik petani responden berdasarkan umur, maka dapat diketahui bahwa persentase terbesar petani yang mengusahakan sayuran berada pada usia produktif dengan kisaran umur 30 sampai 50 tahun. Umur yang merupakan variabel yang cukup penting dalam melakukan sebuah kegiatan usaha karena akan mempengaruhi kemampuan petani dalam menjalankan aktivitasnya. Umur berkaitan dengan kemampuan fisik serta kemampuan daya pikir petani. Semakin tua usia seseorang maka akan semakin menurun kemampuan fisik serta daya pikirnya. Namun, terdapat petani yang sudah memasuki usia lanjut yaitu > 60 tahun yang masih menjalankan kegiatan usahatani sayurannya meskipun tidak secara aktif melakukan kegiatan usahanya. Jenis Kelamin Responden Kegiatan usahatani yang menghasilkan sayuran di Desa Tegallega, ternyata tidak hanya dijalankan oleh kaum laki-laki saja, namun juga dijalankan oleh kaum perempuan. Adanya latar belakang yang berbeda serta didukung dengan adanya keterampilan yang beragam pula ternyata perempuan juga mampu menjalankan
34
usaha ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani sayuran yang dilakukan petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan didominasi oleh kaum laki-laki dengan nilai persentase mencapai 100 persen dengan jumlah responden sebanyak 25 orang. Sedangkan kaum perempuan kebanyakan menjadi ibu rumah tangga atau hanya membantu kaum laki-laki dalam menjalankan budi daya sayuran. Adapun komposisi sebaran umum petani responden berdasarkan jenis kelamin di Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur Tahun 2013 No 1 2
Jenis Kelamin Perempuan Laki – laki Total
Jumlah Responden (Orang) 25 25
Persentase (%) 0 100 100
Tidak adanya kaum perempuan yang menjalankan usahatani sayuran ini didasari oleh berbagai faktor, diantaranya adalah karena usahatani sayuran kebanyakan kegiatannya banyak dilakukan oleh kaum laki laki. Kebanyakan kaum perempuan di Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang bekerja sebagai ibu rumah tangga dan dalam menjalankan kegiatan usahatani sayuran hanya untuk membantu kaum laki-laki seperti menanam, mocis benih, dan penyiangan. Tingkat Pendidikan Responden Tingkat pendidikan responden mencerminkan kualitas sumber daya manusia, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin tinggi pula kualitas sumber daya manusia tersebut. Kondisi tersebut dapat terlihat dari tingkat pengetahuan mengenai usaha yang dijalankan, masalah yang dihadapi serta bagaimana mengatasi permasalahan yang dihadapi tersebut. Tingkat pendidikan yang pernah diperoleh oleh petani responden akan berpengaruh terhadap tingkat penyerapan teknologi dan ilmu pengetahuan. Tingkat pendidikan petani beragam dan sebagian besar responden hanya mampu menyelesaikan pendidikan hingga tingkat Sekolah Dasar (SD)/sederajat yaitu sebesar 80 persen yaitu sebanyak 20 responden. Persentase ini lebih besar bila dibanding dengan tingkat pendidikan yang lain seperti SMP/sederajat yaitu sebesar 12 persen dengan jumlah responden 3 orang, dan SMA/sederajat sebanyak 8 persen. Berdasarkan nilai-nilai tersebut dapat dikatakan bahwa sebagian besar pernah mendapatkan pendidikan formal yang berarti petani dapat membaca dan menulis sehingga menjalankan usahanya tidak mengandalkan orang lain. Komposisi kelompok petani responden berdasarkan tingkat pendidikan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 10.
35
Tabel 10 Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur Tahun 2013 No 1 2 3 4
Tingkat Pendidikan
Jumlah Responden (Orang)
SD/Sederajat SMP/Sederajat SMA/Sederajat Perguruan Tinggi Total
Pesentase (%) 20 3 2 25
80 12 8 100
Selain pendidikan formal yang diperoleh petani responden, perlu adanya tambahan pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan bertani para petani. Oleh karena itu petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan selalu mengadakan acara pertemuan yang rutin dilakukan setiap 1 bulan sekali di Koperasi Mitra Tani Parahyangan. Acara pertemuan rutin tersebut diisi dengan berbagai kegiatan seperti penyuluhan pertanian baik dari pihak Koperasi Mitra Tani Parahyangan maupun dari instansi lain, konsultasi, pelatihan serta silaturahmi antar anggota yang tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan pengetahuan petani dalam mengelola usahataninya. Pengalaman Bertani Responden Pengalaman bertani berkaitan erat dengan lama petani dalam menjalankan usahanya. Pengalaman petani responden akan berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan serta keterampilan petani dalam mengelola usahanya. Pengalaman yang diperoleh akan mempengaruhi perilaku seseorang seperti pengetahuan, keterampilan, pemahaman serta sikap. Lamanya suatu usaha merupakan pengalaman yang dapat diambil manfaatnya, karena semakin lama pengalaman seseorang dalam menjalankan suatu usaha maka akan semakin banyak pengalaman yang diperoleh. Komposisi lengkap dari petani responden berdasarkan pengalaman bertani di Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur dapata dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Pengalaman Bertani di Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur Tahun 2013 No 1 2 3 4
Pengalaman Bertani < 1 Tahun 1 – 5 Tahun 5 – 10 Tahun > 10 Tahun Total
Jumlah Responden (Orang)
Persentase (%) 3 22 25
0 0 12 88 100
Tabel 11 menggambarkan karakteristik responden berdasarkan pengalaman bertani para petani. Sebagian besar petani yang dijadikan responden memiliki
36
pengalaman bertani selama lebih dari 10 tahun dengan persentase 88 persen sebanyak 22 responden. Pengalaman bertani yang dimiliki responden menunjukkan lamanya responden berperan aktif dalam usahatani sayuran. Semakin lama pengalaman bertani maka dapat disimpulkan bahwa responden sudah memiliki teknik budidaya dalam kegiatan usahataniyang dijalankan. Luas Lahan Responden Luas lahan yang digarap oleh para petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan di Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur rata-rata 0,4 ha. Hal ini terkait dengan orientasi petani responden dalam menjalankan usahanya tersebut dimana beberapa diantara mereka bertani sebagai usaha yang utama. Luas lahan yang digarap petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan di Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur dapat dilihat secara keseluruhan pada Tabel 12. Tabel 12 Luas Lahan yang Digarap Petani Anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan di Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur Tahun 2013 No 1 2 3 4
Luas Lahan (Ha) < 0,25 0,25 – 0,5 0,51 – 1 >1 Total
Jumlah Responden (Orang)
Persentase (%) 13 10 2 25
52 40 8 100
Berdasarkan hasil pada Tabel 12 mengenai luas lahan yang digarap petani, maka dapat diketahui bahwa persentase terbesar luas lahan yang digarap oleh petani berada pada luas lahan < 0,25 ha. Persentase luas lahan tertinggi yaitu sebesar 52 persen dengan jumlah responden 13 orang. Persentase tersebut masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan luas lahan 0,25-0,5 ha yang hanya 40 persen dengan jumlah responden 10 orang. Selain itu terdapat juga persentase luas lahan terendah yaitu > 1 ha dengan persentase sebesar 8 persen. Kepemilikan Lahan Responden Kepemilikan lahan pertanian di Desa Tegallega pada umumnya merupakan lahan sewa yang dibayar 1 tahun sekali. Sebagian besar petani menyewa lahan karena adanya keterbatasan modal untuk memiliki lahan sendiri. Namun, ada juga petani yang status kepemilikan lahannya milik sendiri. Adapun komposisi dari sebaran umum kepemilikan lahan responden dapat dilihat pada Tabel 13.
37
Tabel 13 Karakteristik Kepemilikan Lahan Petani Anggota Kelompok tani Mitra Tani Parahyangan di Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur Tahun 2013 No 1 2
Kepemilikan Lahan
Jumlah Responden (Orang)
Menyewa Milik Sendiri Total
Persentase (%) 23 2 25
92 8 100
Berdasarkan hasil pada Tabel 13 mengenai karakteristik kepemilikan lahan responden kepemilikan lahan dengan persentase tertinggi yaitu pada kepemilikan lahan sewa yaitu sebesar 92 persen dengan jumlah responden sebanyak 23 orang. Sedangkan untuk kepemilikan lahan sendiri hanya sebesar 8 persen dengan jumlah responden sebanyak 2 orang. Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah tanggungan keluarga merupakan salah satu ukuran yang menggambarkan beban ekonomi yang harus ditanggung oleh petani responden. Dilihat dari jumlah tanggungan keluarga, sebanyak 64 persen petani responden memiliki tanggungan keluarga sekitar 3 hingga 5 orang. Hal ini menunjukkan bahwa para petani responden sayuran di Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur cukup menyadari bahwa dengan ukuran keluarga yang kecil akan mengurangi beban ekonomi bagi petani responden. Namun, ada pula petani responden yang memiliki tanggungan keluarga sebanyak > 8 anggota keluarga, tetapi hanya sebesar 16 persen dari petani responden secara keseluruhan. Jumlah tanggungan petani responden secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Karakteristik Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan di DesaTegallega,Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur Tahun 2013 No 1 2 3 4
Jumlah Tanggungan 0–2 3–5 6–8 >8 Total
Jumlah Responden (Orang)
Persentase (%) 16 5 4 25
0 64 36 16 100
Sumber Modal Responden Sumber modal yang digunakan oleh petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan sebagian besar merupakan modal sendiri. Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan merupakan anggota dari Koperasi Mitra Tani Parahyangan dimana anggotanya mendapatkan bantuan modal dari Koperasi Mitra Tani Parhyangan. Bantuan dari koperasi dapat berupa uang atau dalam bentuk sarana produksi pertanian sesuai dengan kebutuhan untuk mendukung proses budi daya sayuran. Komposisi sumber modal petani responden dapat dilihat pada Tabel 15.
38
Tabel 15 Karakteristik Sumber Modal Petani Anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan di Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur Tahun 2013 No
Sumber Modal
1 2 3 4
Sendiri Pinjaman (Uang) Pinjaman (Saprodi+Uang) Sendiri + Pinjaman (Saprodi) Total
Jumlah Responden (Orang) 11 5 2 7 25
Persentase (%) 44 20 8 28 100
Berdasarkan Tabel 15 dapat diketahui bahwa sumber modal yang digunakan petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan di Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur persentase tertinggi sumber modal berasal dari modal sendiri yaitu sebesar 44 persen dengan jumlah responden sebanyak 11 orang. Persentase kedua terbesar setelah modal sendiri adalah modal sendiri dan pinjaman dalam bentuk saprodi yaitu sebesar 28 persen dengan jumlah responden sebesar 7 orang. Pola Tanam Sayuran Pola tanam yang dilakukan oleh petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan di Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur berbeda-beda setiap musim tanamnya. Para petani responden mengusahakan lebih dari satu jenis tanaman pada setiap musim tanam. Tomat merupakan salah satu sayuran yang diutamakan, sedangkan leunca hanya sebagai tanaman selingan yang ditanam dipinggir bedengan. Hal ini dilakukan agar petani dapat berproduksi dalam periode waktu tertentu, dengan kualitas dan kuantitas sayuran yang diinginkan. Pengaturan pola tanam dilakukan berdasarkan pertimbangan dari kontinuitas produk. Penanaman sayuran yang dilakukan oleh petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan biasanya dilakukan dengan pola tanam monokultur dan tumpangsari. Monokultur adalah sistem penanaman satu komoditi saja. Sedangkan pola tanam tumpangsari adalah sistem penanaman minimal dua komoditi pada lahan yang sama dengan periode waktu tertentu. Pola tanam tumpangsari bertujuan agar penggunaan tiap bedengan lahan lebih efektif. Pola tanam juga diperlukan untuk menghindari serangan hama dan penyakit yang menyerang sayuran. Oleh karena itu, setelah pemanenan, bedengan dipersiapkan untuk ditanami kembali dengan syarat bukan jenis tanaman yang sama dengan jenis tanaman sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk mengembalikan unsur hara yang telah diambil oleh tanaman sayuran sebelumnya. Tetapi, karena untuk memenuhi permintaan dari pasar swalayan yang harus dipenuhi secara kontinyu setiap harinya terkadang petani melakukan penanaman sayuran dengan komoditas yang sama seperti penanaman sebelumnya, misalnya tomat yang permintaan tiap harinya bisa mencapai 2-3 ton. Adapun pola tanam yang dilakukan petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan dapat dilihat pada Gambar 4.
39
Pola Tanam I Pola Tanam II Pola Tanam III Bulan
Tm+Lc+Kb
Lc+Kb
Tm+Kb
Tm Feb Mar Apr Mei Jun Jul
Kb
Tm+Lc
Tm+Kb Ags Sep Okt Nov
Tm+Lc Des Jan
Keterangan: Tm = Tomat Kb = Kubis Lc = Leunca Gambar 4 Pola tanam petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan Teknis dan Teknologi Produksi Petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan yang berlokasi di Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur yang mengusahakan budi daya sayuran dan mempunyai total luas lahan ± 20 hektar serta berada pada letak geografis dan wilayah yang cocok untuk tempat kegiatan usaha sayuran. Kegiatan usahatani petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan melakukan budidaya berbagai jenis sayuran seperti sayuran daundaunan, sayuran buah, sayuran umbi-umbian, sayuran kacang-kacangan, dan sayuran bunga. Petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan menanam beberapa jenis komoditi sayuran seperti tomat, brokoli, sawi putih, terong panjang ungu, kapri, buncis, ketimun, dan sebagainya. Produk sayuran yang menjadi unggulan antara lain tomat dan kubis karena permintaan akan komoditas tersebut cukup tinggi. Benih yang digunakan petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan sebagian besar diperoleh dari Koperasi Mitra Tani Parahyangan. Petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan dalam menerapkan teknik budidaya pada masing-masing sayuran yang diusahakan berbeda-beda tergantung dari jenis tanaman itu sendiri, namun untuk tanaman semusim hal tersebut relatif sama. Hal yang penting dalam kegiatan pengolahan tanah lebih ditekankan pada pemilihan jarak tanam yang tepat karena jarak tanam menentukan jumlah populasi, kebutuhan benih dan jumlah pupuk serta mempengaruhi tingkat efisiensi penyerapan cahaya dan kompetisi antara tanaman dalam menggunakan air dan zat hara. Metode proses produksi yang digunakan petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan menggunakan metode pertanian semi organik, dimana
40
dalam proses tersebut tidak hanya menggunakan bahan-bahan kimia tetapi juga menggunakan bahan-bahan organik seperti pupuk yang digunakan menggunakan pupuk kompos yang berasal dari campuran kotoran ternak dan sampah organik. Alur proses produksi sayuran yang dilaksanakan petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan secara singkat dapat dilihat pada Gambar 5. Persiapan Benih dan Pembibitan
Persiapan Lahan
Penanaman
Pemeliharaan
Panen
Pasca Panen Gambar 5 Alur Proses Produksi pada Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan Tahun 2013 Gambar 5 menunjukkan bahwa pada proses awal yang dilakukan oleh petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan dalam proses budi dayanya adalah melakukan persiapan benih dan pembibitan. Benih sayuran yang diperoleh tidak semuanya bisa ditanam langsung ke lahan, akan tetapi ada beberapa benih yang harus dilakukan proses persemaian terlebih dahulu. Persemaian benih awalnya dilakukan dengan membuat bedengan yang terdiri dari campuran kompos dan tanah, kemudian benih di sebar diatas bedengan. Setelah melakukan penyebaran benih, kegiatan selanjutnya yaitu menutup benih yang telah disebar dengan sungkup yang terbuat dari plastik yang dibentuk melengkung setengah lingkaran dengan menggunakan bambu sepanjang 12 m, lebar 1 meter, dan tinggi 1 meter dari permukaan tanah. Perawatan persemaian meliputi penyiraman benih yang dilakukan setiap sore hari. Apabila benih yang disemai sudah berumur tujuh hari, kemudian benih dipindahkan ke dalam pocisan. Pocisan terbuat dari daun pisang yang dibentuk menjadi tabung kecil yang kemudian diisi dengan tanah kemudian benih ditanam. Pocisan berfungsi sebagai penguatan akar tanaman sebelum dipindahkan ke lahan. Petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan memiliki beberapa tanaman yang perlu dilakukan proses persemaian terlebih dahulu sebelum akhirnya dapat ditanam di lahan. Proses persemaian ini ditujukan untuk mempersiapkan bibit yang akan ditanam dilahan, karena terdapat beberapa jenis tanaman sayuran yang tidak dapat ditanam secara langsung
41
sebelum dilakukan penyemaian. Hal tersebut diharapkan tanaman dapat tumbuh secara optimal dan mampu beradaptasi di lingkungan kebun (outdoor). Persiapan lahan dilakukan untuk menciptakan kondisi lingkungan yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman. Tanah yang padat dan keras harus diolah kembali agar lebih halus dan berstruktur lembut. Lahan juga harus dibersihkan dari semak berlukar, rumput-rumput, gulma dan sisa-sisa tanaman lain. Proses pembersihan lahan ini dilakukan sendiri oleh petani. Setelah tahap persiapan lahan selesai, maka tahapan selanjutnya adalah pengolahan tanah. Pengolahan tanah merupakan proses penggemburan tanah, agar tanah bagian dalam dapat terangkat ke permukaan atas dalam bentuk gumpalangumpalan besar. Penggemburan tanah ini bertujuan untuk menciptakan struktur tanah yang sesuai bagi perkembangan akar tanaman. Proses pengolahan tanah dilakukan dengan menggali tanah hingga kedalaman kurang lebih 30-40 cm. Penggalian tanah tersebut bertujuan untuk meningkatkan kemampuan tanah dalam menyerap dan memperbaiki tata udara (aerasi) tanah. Tanah tersebut dicampur dengan berbagai macam tanaman dan kotoran ternak untuk meningkatkan kandungan hara yang ada di dalam tanah. Hal ini berfungsi untuk membantu memperbaiki keadaan fisik tanah, menyediakan zat-zat makanan yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman, dan untuk perkembangan organisme tanah. Pengolahan tanah yang dilakukan oleh petani menggunakan peralatan yang cukup sederhana yaitu menggunakan cangkul, hal ini dikarenakan tanah tersebut sudah memiliki tekstur yang gembur. Kesuburan tanah dapat ditingkatkan dengan mencampur tanah dengan pupuk kandang atau pupuk kompos. Setelah pengolahan lahan selesai tahapan selanjutnya adalah membuat bedengan - bedengan. Bedengan merupakan tempat penanaman, sedangkan parit atau selokan merupakan saluran pengairan (irigasi) dan pengeluaran air dari lahan penanaman (drainase). Bedengan dan parit akan mempermudahkan pelaksanaan kegiatan pemupukan, pengairan, pembuangan air yang berlebih, pemberantasan hama dan penyakit. Bedengan pada umumnya memiliki lebar 1 m, dengan tinggi bedengan 20-30 cm dan panjang rata-rata setiap bedengan 8-10 m. Setelah dibuat bedengan, tanah didiamkan selama beberapa hari. Setelah pembuatan bedengan selesai kemudian dilakukan pemasangan mulsa yang bertujuan untuk menjaga kelembaban tanah, mengurangi hama dan penyakit serta untuk mengurangi penguapan. Pemasangan mulsa menggunakan mulsa putih hitam perak dimana pemasangan dilakukan dengan warna hitam dibawah dan warna perak berada diatas. Pemasangan mulsa dilakuakn setelah dilakukan pemupukan bedengan dengan menggunakan pupuk kandang dan pupuk kimia. Keunggulan menggunakan mulsa diantaranya adalah mampu menekan serangan hama dan penyakit. Pelubangan mulsa dilakukan dengan menggunakan alat yang masih sederhana yaitu menggunakan kaleng bekas yang dipanaskan untuk tempat penanaman sesuai dengan jarak tanam yang telah ditentukan sebelumnya. Persiapan lahan yang telah selesai selanjutnya dilakukan penanaman sayuran. Proses penanaman tersebut harus diketahui terlebih dahulu tentang jarak tanam. Jarak tanam sayuran satu dengan yang lainnya berbeda-beda disesuaikan dengan jenis tanaman yang akan ditanam. Selain itu, dalam proses penanaman dilakukan pengaturan setiap bedengan yang akan ditanami. Pengaturan tersebut dilakukan agar produksi sayuran dapat dipanen secara kontinyu setiap harinya.
42
Salah satu pengaturan yang dilakukan dalam proses penanaman adalah rotasi tanaman. Rotasi tanaman diperlukan untuk menghindari serangan hama dan penyakit yang menyerang tanaman sayuran. Oleh karena itu, setelah pemanenan, bedengan dipersiapkan untuk ditanami kembali dengan syarat bukan jenis tanaman yang sama dengan jenis tanaman sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk mengembalikan unsur hara yang telah diambil oleh tanaman sayuran sebelumnya. Kegiatan penanaman sayuran di lahan dilakukan pagi atau sore. Penanaman pada pagi atau sore hari bertujuan untuk mengurangi risiko kematian pada tanaman saat dipindahkan ke lahan pertanian. Kegiatan yang dilakukan selanjutnya adalah pemeliharaan. Pada umumnya kegiatan pemeliharaan untuk masing-masing sayuran relatif sama. Pemeliharaan tanaman sayuran yang dilakukan petani meliputi penyulaman, penyiraman, pemupukan dan pengendalian hama penyakit serta pengajiran pada tanaman tomat. Pada komoditas tomat fase vegetatif yaitu umur tanaman 15-30 hari setelah tanam merupakan fase yang rentan terhadap hama dan penyakit khususnya adalah penyakit layu bakteri yang petani sering menyebutnya penyakit keriting. Layu pada seluruh bagian tanaman akan terjadi bila keadaan lingkungan mendukung perkembangan penyakit. Layu akan terjadi lebih lama bila lingkungan kurang mendukung perkembangan patogen di dalam tanaman. Faktor utama yang mempengaruhi perkembangan penyakit layu bakteri adalah kelembaban tanah. Kelembaban tanah ini sangat berpengaruh terhadap tingkat reproduksi dan ketahanan patogen di dalam tanah. Patogen akan berkembang dengan baik pada kelembaban tanah yang tinggi. Di lapangan, kelembaban tanah ini selalu dihubungkan dengan periode musim hujan yang terjadi pada musim tanam. Periode musim hujan yang tinggi akan menyebabkan kelembaban tanah yang tinggi pula. Bibit sayuran yang baru ditanam, baik melalui persemaian maupun langsung ditanam tidak semuanya dapat tumbuh dan bertahan menjadi tanaman dewasa beberapa diantaranya pasti ada yang mati, salah satu cara mengatasinya adalah melakukan penyulaman. Penyulaman pada umumnya dilakukan pada umur ± 7 hari setelah tanam. Sedangkan penyiraman pada tanaman dilakukan sebanyak dua kali sehari, yaitu pada pagi dan sore hari. Pemeliharaan selanjutnya adalah pemupukan. Pemupukan dilakukan untuk menambah unsur hara di dalam tanah yang dapat membantu perkembangan tanaman baik pada masa pertumbuhan vegetatif dan generatif. Pupuk yang digunakan oleh petani berasal dari Koperasi Mitra Tani Parahyangan yang berupa pupuk kimia dan pupuk organik yang berasal dari kotoran ternak. Pemberian pupuk dilakukan pada tanaman umur 14 hari setelah tanam. Pengendalian hama dan penyakit penting dilakukan dalam membudidayakan sayuran. Hama dan penyakit merupakan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi kualitas dan produktivitas sayuran. Dalam menangani hama dan penyakit petani menggunakan pestisida victory, prepaton, ditan, trigon, detacron, rizotin, dursban, dan antracol. Pemanenan dilakukan pada saat tanaman telah memiliki cukup umur untuk dilakukan pemanenan. Cara panen dan umur masing-masing sayuran berbedabeda, misalnya tomat pada saat dilakukan pemanenan buah pada tanaman tomat dipilih dengan tingkat kematangan yang cukup, yaitu buah yang berwarna kemerahan dan ukuran buah sesuai dengan yang diinginkan. Kegiatan pasca panen tidak dilakukan oleh petani tetapi dilakukan di Koperasi Mitra Tani Parahyangan.
43
Kegiatan pasca panen yang dilakukan yaitu pembersihan, sortasi dan grading, pemgemasan, serta pengangkutan. Kegiatan pembersihan memegang peranan penting dalam proses selanjutnya. Tujuan utama pembersihan adalah untuk menyingkirkan sumbersumber kontaminasi dan juga akan lebih menampilkan sosok sayuran itu. Saat dibersihkan, bagian-bagian yang tidak penting dari sayuran dipotong (tergantung permintaan konsumen) dan dibersihkan dari komoditi lain yang ikut menempel misalnya tanah. Kemudian sayuran dicuci, tindakan pencucian merupakan suatu cara untuk mengurangi jumlah mikroorganisme yang berada dipermukaan sayuran, terlebih apabila sayuran yang telah dipanen terkena debu dan hujan. Setelah proses pembersihan, kegiatan selanjutnya adalah sortasi. Sortasi merupakan kegiatan pemilihan sayuran berdasarkan tingkat kematangan, berbeda bentuk, dan juga berbeda warna maupun tanda-tanda lainnya yang merugikan seperti luka, lecet, dan adanya infeksi penyakit maupun luka akibat hama. Setelah itu, tahap selanjutnya adalah grading. Grading merupakan suatu kegiatan melakukan pengelompokan terhadap produk berdasarkan ukurannya. Penentuan grade ini disesuaikan berdasarkan keinginan dan permintaan dari pelanggan. Masing-masing jenis sayuran memiliki proses grading yang berbeda-beda. Selanjutnya kegiatan yang dilakukan adalah pengemasan. Pengepakan untuk sayuran sering digunakan dengan membungkus sayuran dengan menggunakan plastik. Berat sayuran dalam proses packing biasanya disesuaikan dengan permintaan konsumen. Kemasan yang digunakan untuk kegiatan packing pada Koperasi Mitra Tani Parahyangan menggunakan styrofoam dan plastik. Analisis Struktur Biaya Usahatani Biaya usahatani dalam budidaya sayuran terdiri dari dua komponen yaitu biaya variabel dan biaya tetap. Biaya variabel terdiri dari biaya pembelian benih, pupuk, dan obat-obatan. Biaya tetap terdiri dari sewa lahan, biaya tenaga kerja dan penyusutan peralatan. Biaya tetap merupakan biaya yang jumlahnya tidak terpengaruh oleh perkembangan jumlah produksi atau penjualan dari satu proses produksi ke proses produksi berikutnya. Berikut ini merupakan rata-rata biaya produksi dan pendapatan usahatani tomat, kubis, dan leunca per luas lahan 1 Ha Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan Tahun 2013.
44
Tabel 16 Rata-Rata Biaya Produksi dan Pendapatan Usahatani Tomat, Kubis, dan Leunca Per Luas Lahan 1 Ha Kelompok Tani Mitra Tani Mitra Tani Parahyangan Tahun 2013 Keterangan Biaya Variabel a. Benih b. Pupuk c. Pestisida Total biaya variabel Biaya Tetap a. Sewa Lahan b. Tenaga Kerja c. Penyusutan Peralatan Total biaya tetap Biaya Produksi Penerimaan Pendapatan Pendapatan per bulan
Tomat (Rp)
Kubis (Rp)
Leunca (Rp)
1.433.333,30 6.297.812,60 4.880.385,40 12.611.531,30
499.000,00 5.146.875,00 1.522.755,00 7.168.630,00
500.000,00 27.461.426,60
694.726,00 18.037.500,00
500.000,00 7.811.012,00
405.000,00 28.366.426,60 40.977.957,90 66.009.816,70 25.031.858,80 5.562.635,29
2.242.520,07 20.974.746,07 28.143.376,07 45.452.500,00 17.309.123,93 4.945.463,98
1.125.001,00 9.436.013,00 11.823.513,00 38.955.490,00 27.131.977,00 6.782.994,25
2.387.500,00 2.387.500,00
Hasil perhitungan biaya-biaya yang ditampilkan pada Tabel 16 merupakan gambaran biaya yang dikeluarkan oleh petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan. Penjelasan mengenai hasil perhitungan biaya-biaya pada Tabel 16 dijelaskan sebagai berikut : a) Tomat Biaya variabel yang dikeluarkan dalam melakukan budi daya tomat terdiri dari biaya pembelian benih, pupuk, dan pestisida. Sedangkan biaya tetap terdiri sewa lahan, tenaga kerja, dan biaya penyusutan peralatan yang digunakan untuk melakukan budi daya tomat. Berdasarkan hasil wawancara dilapangan diketahui bahwa biaya sewa lahan untuk setiap tahunnya yaitu sebesar Rp 90.000 per 400 m², sehingga biaya sewa untuk luas lahan 10000 m² per musim tanam yaitu Rp 500.000. Umur tanam tomat sampai panen habis kurang lebih 4,5 bulan. Sedangkan untuk kebutuhan benih per 10000 m² yaitu sebesar 11,5 pack dengan harga per packnya ± Rp. 125.000. Setiap pack berisi kurang lebih 1000-1500 butir benih. Varietas yang digunakan dalam budidaya tomat yang digunakan oleh petani adalah varietas maya. Varietas maya dipilih karena hasil produksinya lebih tinggi dibandingkan varietas-varietas yang lain, selain itu varietas maya menghasilkan ukuran buah yang lebih besar, karena permintaan dari pasar swalayan yang menginginkan buah yang lebih besar dan seragam. Pupuk biasanya diberikan setelah pengolahan lahan selesai dilakukan. Pupuk yang digunakan petani tomat adalah Pupuk kandang, Urea, Phonska, TSP, Kompos, ZA, dan NPK. Dalam penelitian ini, tidak semua jenis pupuk digunakan oleh petani responden dalam kegiatan usaha taninya. Pemberian pupuk yang menggunakan mulsa dan yang tidak menggunakan mulsa biasanya berbeda
45
jumlahnya. Bedengan yang menggunakan mulsa membutuhkan pupuk yang lebih banyak pada awal penanaman bila dibandingkan yang tanpa mulsa, karena digunakan untuk satu tahun atau 3 kali musim tanam. Adanya mulsa dapat meringankan kerja petani karena lebih efisien dalam penggunaan tenaga kerja, karena dengan adanya mulsa gulma tidak terlalu banyak tumbuh sehingga kegiatan penyiangan dan penyiraman tidak sering dilakukan. Mulsa dapat menghambat tumbuhnya gulma dan dapat menjaga kelembaban tanah. Sedangkan Pestisida yang digunakan petani tomat adalah Victory, Trigon, Detacron, Dithane, Prepaton, Rezotin, Dursban, dan Antracol. Dalam penelitian ini, tidak semua jenis pestisida digunakan oleh petani responden dalam kegiatan usahataninya. Total biaya pestisida untuk komoditas tomat yaitu sebesar Rp. 4.880.385,40. Dalam menggunakan tenaga kerja petani kebanyakan menggunakan tenaga luar keluarga, biaya kegiatan mocis benih biasanya digabungkan dengan biaya penanaman, dan biaya mocis benih yaitu Rp 10 per pohon nya. Biaya panen dihitung per kilogram dari hasil yang di panen, dan biasanya biaya panen Rp 200 per kilogramnya. Pada umumnya penggunaan tenaga kerja responden di Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur menggunakan perhitungan Hari Kerja Pria (HKP), Hari Kerja Wanita (HKW), dan tenaga kerja borongan, dimana setiap harinya tenaga kerja dihitung dengan jumlah jam kerja sebanyak delapan kerja per hari dihitung mulai dari pukul 07.00 sampai pukul 15.00. Penyusutan peralatan yang digunakan dalam kegiatan budi daya sayuran merupakan biaya yang diperhitungkan karena dihitung sebagai biaya yang harus dikeluarkan oleh petani untuk pemeliharaan peralatan. Biaya penyusutan dalam penelitian ini digunakan metode garis lurus dimana harga beli dikurangi nilai sisa dibagi dengan umur pakai. Rata-rata pengeluaran responden untuk biaya penyusutan peralatan per musim tanam yaitu Rp 405.000. Sedangkan total biaya produksi tomat per musim per luas lahan 10000 m² yaitu sebesar Rp 40.977.957,90. b) Kubis Berdasarkan Tabel 16 dapat dilihat bahwa biaya tetap dan biaya variabel pada usaha budi daya kubis tidak jauh berbeda dengan biaya tetap dan biaya variabel pada usaha budi daya tomat. Biaya variabel dalam usaha budi daya kubis dalam penelitian ini terdiri dari biaya pembelian benih, biaya pembelian pupuk, dan biaya pembelian pestida. Sedangkan biaya tetap yaitu biaya sewa lahan, tenaga kerja, dan biaya penyusutan peralatan. Benih kubis yang digunakan oleh responden dalam penelitian ini kebanyakan menggunakan benih varietas green 11, tetapi ada juga yang menggunakan benih varietas isito. Sedangkan penggunaan pupuk dan pestisida usahatani budi daya kubis tidak jauh berbeda jenisnya dengan penggunaan pada usahatani budi daya tomat. Sedangkan dosis pupuk yang digunakan biasanya setengah dari jumlah yang digunakan pada usahatani tomat. Penggunaan tenaga kerja pada kegiatan usaha budi daya tomat lebih sedikit bila dibandingkan pada kegiatan budi daya tomat karena dalam budi daya kubis tidak ada kegiatan memasang lenjeran dan tali serta pengwiwilan. Biasanya panen pada budi daya kubis dilakukan hanya 1 sampai 2 kali saja setiap musimnya. Total biaya produksi kubis per musim per luas lahan 10000 m² yaitu sebesar Rp 28.143.376,07
46
c) Leunca Kegiatan usaha budi daya leunca masih jarang dilakukan oleh petani. Leunca biasanya ditanam sebagai tanaman selingan saja. Kegiatan budi daya leunca tidak terlepas dari biaya-biaya, baik biaya tetap maupun biaya variabel. Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui bahwa biaya tetap dan biaya variabel dalam usahatani leunca tidak jauh berbeda dari usahatani tomat dan kubis. Benih yang digunakan tidak membeli melainkan meminta dari petani lain yang sudah menanam leunca terlebih dahulu. Berdasarkan wawancara di lapangan melakukan budi daya leunca lebih mudah dibandingkan melakukan budi daya tomat dan kubis. Leunca cenderung tahan terhadap hama dan penyakit, serta tahan terhadap kondisi cuaca yang berubah-ubah. Budi daya leunca yang dilakukan petani tidak menggunakan pestisida. Pemberian pestisida dilakukan apabila leunca terserang hama dan penyakit. Penggunaan tenaga kerja juga tidak sebanyak pada komoditas tomat dan kubis. Kegiatan budi daya leunca difokuskan pada kegiatan panen karena dalam pemanenan buah leunca harus dilakukan dengan hati-hati pada saat pemotongan buah agar batang tidak rusak yang dapat menimbulkan penyakit. Biasanya budi daya leunca dari tanam sampai panen habis kurang lebih 6 bulan. Total biaya produksi usahatani leunca per musim per luas lahan 10000 m² yaitu Rp 11.823.513,00. Pendapatan Usahatani Berhasil atau tidaknya usahatani dapat dilihat dari besarnya pendapatan yang diperoleh petani dalam mengelola usahatani. Pendapatan usahatani diperoleh dari selisih antara penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani. Rata-rata pendapatan usahatani komoditas tomat, kubis, dan leunca pada Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan dapat dilihat pada Tabel 16. Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui bahwa rata-rata biaya produksi paling tinggi terdapat pada komoditas tomat yaitu sebesar Rp. 40.977.957,90. Sedangkan rata-rata penerimaan yang diperoleh petani paling tinggi juga terdapat pada komoditas tomat yaitu sebesar Rp. 66.009.816,70. Berdasarkan hasil pengamatan rata-rata produksi tomat yang diperoleh untuk musim tanam berkisar antara 31487,58 kg dengan produksi tomat super sebesar 10.760,83 kg dan tomat lokal 20.726,75 kg. Harga per kg untuk tomat super yaitu Rp. 3.000 dan harga per kg untuk tomat lokal yaitu Rp. 1.500, sehingga total penerimaan untuk setiap musim tanam yaitu Rp. 66.009.816,70. Pendapatan merupakan hasil pengurangan antara biaya produksi dengan penerimaan. Pendapatan yang diperoleh tomat untuk setiap musim tanam yaitu sebesar Rp. 25.031.858,80. Umur tanaman tomat sampai habis yaitu 4,5 bulan, sehingga pendapatan per bulan untuk komoditas tomat yaitu sebesar Rp. 5.562.635,29. Sedangkan biaya produksi untuk komoditas kubis untuk musim tanam yaitu sebesar Rp. 28.143.376,07. Penerimaan yang diperoleh untuk setiap musim tanam sebesar Rp. 45.452.500,00. Produksi rata-rata kubis untuk setiap musim tanam sebanyak 26575 kg dengan harga rata-rata per kilogramnya Rp.1.950. Pendapatan yang diperoleh tomat untuk setiap musim tanam yaitu sebesar Rp. 17.309.123,93. Umur tanaman tomat sampai habis yaitu 3,5 bulan, sehingga rata-rata pendapatan per bulan untuk komoditas tomat yaitu sebesar Rp. 4.945.463,98. Biaya produksi untuk budi daya komoditas leunca paling rendah yaitu sebesar Rp. 11.823.513,00. Melakukan budi daya tomat relatif lebih mudah jika
47
dibandingkan dengan tomat dan leunca. Walalupun biaya produksi leunca paling rendah dibandingkan komoditas yang lainnya, tetapi pendapatan yang diperoleh untuk setiap musim tanamnya lebih tinggi dari komoditas kubis tomat yaitu sebesar Rp. 27.131.977,00. Risiko Produksi Sayuran Identifikasi Sumber-Sumber Risiko Adanya fluktuasi produktivitas yang dihadapi oleh petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan salah satunya dapat disebabkan oleh risiko produksi. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengusahaan sayuran yang dijalankan oleh petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan menghadapi risiko dalam kegiatan produksinya. Fluktuasi produktivitas dapat berpengaruh terhadap pendapatan yang diperoleh oleh petani. Risiko pengusahaan sayuran yang dibahas dalam penelitian ini difokuskan pada tiga komoditas yang diusahakan oleh petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan yaitu tomat dan kubis untuk sayuran mayor dan leunca untuk sayuran indigenous. Tingkat Produktivitas (Ton/Ha) Tomat, Kubis, dan Leunca pada masing-masing responden yang dilakukan oleh petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan Bulan September 2012-Februari 2013 dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Tingkat Produktivitas (Ton/Ha) Tomat, Kubis, dan Leunca MasingMasing responden Bulan September 2012-Februari 2013 Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata – Rata
Tomat (Ton/Ha) 25,0 37,0 21,0 31,0 39,0 38,0 30,0 31,0 33,0 30,0 31,5
Kubis (Ton/Ha) 10,0 0,80 11,0 12,5 15,0 55,0 25,0 50,0 41,5 38,0 27,0
Leunca (Ton/Ha) 19,2 15,6 18,4 11,5 13,1
15,6
Berdasarkan Tabel 17 dapat diketahui bahwa produktivitas komoditas tomat, kubis, dan leunca pada masing-masing responden mengalami fluktuasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan menghadapai risiko dalam memproduksi sayuran. Dalam penelitian ini difokuskan pada risiko produksi tomat, kubis, dan leunca. Data yang diperoleh untuk komoditas tomat dan kubis sebanyak 10 responden, sedangkan untuk komoditas leunca hanya sebanyak 5 responden, karena hanya 5 petani yang menanam tanaman leunca.
48
Sumber-Sumber Risiko Produksi Dalam mengusahakan sayuran tidak terlepas dari adanya risiko produksi. Risiko produksi dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Sumber-Sumber yang menyebabkan risiko produksi yang dihadapi oleh petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan diantaranya adalah : a) Curah Hujan Salah satu faktor yang menyebabkan adanya risiko produksi adalah curah hujan yang tinggi. Curah hujan yang tinggi menyebabkan produktivitas sayuran menjadi menurun karena sayuran rentan terhadap hama dan penyakit. Selain itu curah hujan yang tinggi (banyak hujan) juga dapat menghambat persarian.Unsurunsur penting dari hujan yang berhubungan dengan pertumbuhan hama dan penyakit adalah jumlah volume curah hujan, jumlah hari hujan dan intensitas hujan. Perubahan fisik yang muncul akibat hujan bagi lingkungan tumbuh tanaman adalah meningkatnya kelembaban udara dan meningkatnya kandungan air dalam tanah. Kedua hal tersebut berdampak pada percepatan perkembangan patogen baik jamur maupun bakteri, terganggunya keseimbangan nutrisi tanaman di dalam tanah serta munculnya kerusakan fisik lain berupa pecah batang , pecah buah juga robohnya tanaman. Organ tanaman sayuran banyak yang bersifat sukulen atau mempunyai kandungan air yang tinggi. Karena air hujan juga mengandung cukup banyak nitrogen, kebanyakan air bagi tanaman sayuran adalah munculnya gejala layu karena tanaman keracunan nitrogen. Kebanyakan air dalam tanah juga menyebabkan rendahnya daya dukung tanah terhadap tetap tegaknya tanaman menjadi rendah. Hal yang sering terjadi adalah robohnya tanaman akibat hujan angin meskipun tanaman sudah ditopang dengan lanjaran. Data curah hujan untuk wilayah Kabupaten Cianjur periode Juni 2012-Mei 2013 dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 Data Curah Hujan Wilayah Kabupaten Cianjur Periode Juni 2012- Mei 2013 Bulan Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei
Curah Hujan (mm) 225 20 0 62 246 530 575 447 515 595 730 486
Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Darmaga, Bogor
Berdasarkan Tabel 18 dapat diketahui bahwa pada bulan November 2012Februari 2013 intensitas curah hujan cukup tinggi. Petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan melakukan penanaman pada bulan September 2012 dan
49
mulai melakukan pemanenan pada bulan Januari 2013. Hasil yang diterima para petani dalam melakukan budi daya tomat diperoleh rata-rata produktivitas sebesar 31,5 ton/ha ,kubis dengan rata-rata produktivitas sebesar 27 ton/ha leunca dengan rata-rata produktivitas sebesar 16 ton/ha. Berdasarkan hasil wawancara petani, hasil tersebut masih dibawah rata-rata normal yaitu sebesar 40-45 ton/ha untuk tomat, 30-35 ton/ha untuk kubis, dan 25-30 ton/ha untuk leunca. Hal tersebut dikarenakan periodesitas timbulnya hama dan penyakit sangat berhubungan dengan periode hujan tahunan. Banyak sedikitnya hujan dapat berpengaruh tak langsung terhadap perkembangan hama, karena tinggi rendahnya hujan erat hubungannya dengan suhu maksimum, minimum serta tekanan udara. Berdasarkan informasi yang ada dilapangan curah hujan yang tidak dapat diprediksi akhir-akhir ini menyebabkan produktivitas sayuran yang dibudidayakan oleh petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan mengalami penurunan. Banyak sayuran yang menjadi busuk karena terkena hama dan penyakit. Oleh karena itu penggunaan mulsa sangat diperlukan untuk meminimalisir adanya risiko yang disebabkan oleh curah hujan yang tinggi. Selain dengan penggunaan mulsa kelebihan air akibat curah hujan yang tinggi dapat diminimalisir dengan pembuatan saluran drainase. b) Kabut Adanya kabut dapat menyebabkan kelembaban udara menjadi tinggi. Kelembaban udara yang relatif tinggi merupakan kondisi potensial timbulnya penyakit. Terjadinya infeksi patogen kerap ditentukan kondisi kelembaban di sekitar pertanaman, terutama bagi patogen cendawan. Faktor yang menpengaruhi kelembaban antara lain tajuk tanaman, sinar matahari, curah hujan, suhu udara dan tanah dan kandungan air. Data kelembaban udara untuk wilayah Kabupaten Cianjur periode Juni 2012-Mei 2013 dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 Data kelembaban udara untuk wilayah Kabupaten Cianjur periode Juni 2012-Mei 2013 Bulan Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei
Kelembaban Udara (%) 13 20 0 3 18 25 24 31 27 31 29 26
Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Darmaga, Bogor
Berdasarkan Tabel 19 dapat dilihat bahwa kelembaban cukup tinggi terjadi pada periode bulan November 2012-Februari 2013. Dalam penelitian ini data yang
50
digunakan yaitu pada bulan September 2012 sampai bulan Februari 2013 dimana bulan-bulan tersebut tingkat kelembaban udara cukup tinggi, sehingga produktivitas yang dihasilkan petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan mengalami penurunan seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Dalam bidang pertanian kelembaban yang besar berpengaruh pada kondisi tanaman. Jika kelembaban tinggi maka jamur akan menjadi subur yang dapat menyerang tanaman, serta akan mengakibatkan hasil sayuran dan buah cepat membusuk. Udara lembab akan berakibat menghambat transpirasi sehingga mengurangi laju perpindahan larutan zat hara dari tanah ke organ tanaman. Pada umumnya kelembaban berlawanan dengan suhu, kelembaban maksimum pada pagi hari dan minimum pada sore hari secara harian. Berdasarkan pengamatan di lapangan, kabut seringkali muncul setiap pagi, setelah hujan, dan saat sore hari menjelang malam. c) Serangan Hama dan Penyakit Datangnya musim hujan bulan Oktober hingga Maret ini selain memberikan persediaan air yang cukup bagi tanaman, ternyata juga dapat memberikan dampak negatif berupa lingkungan udara yang lembab. Kelembaban yang tinggi ini sangat kondusif bagi perkembangan tumbuhnya jamur maupun bakteri. Sayangnya, tidak hanya jamur dan bakteri yang menguntungkan yang hidup secara pesat dalam keadaan ini, melainkan juga yang merugikan. Bahkan disinyalir pertumbuhan jamur yang merugikan termasuk diantaranya penyebab berbagai penyakit tanaman bisa lebih tinggi. Akibatnya tentu saja risiko serangan penyakit di musim hujan menjadi lebih tinggi dibandingkan musim kemarau. Adanya penyakit pada sayuran tentu saja merugikan karena selain dapat mengurangi produktivitas maupun kualitas, juga dapat menyebabkan kegagalan panen. Berdasarkan hasil wawancara di lapangan penyakit yang sering dijumpai petani angggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangann pada saat musim hujan yang menyebabkan kegagalan atau menurunkan mutu produk sayuran pada tanaman tomat adalah penyakit layu bakteri yang petani sering menyebutnya penyakit keriting. Penyakit keriting disebabkan oleh virus yang menyebabkan tanaman tidak tumbuh dengan normal, daun keriting, dan tidak munculnya buah. Apabila tanaman tomat terserang penyakit keriting biasanya tanaman dicabut agar tidak menular ke tanaman yang lain. Penyakit yang sering menyerang tanaman kubis yang dapat menurunkan produktivitas yaitu penyakit akar ganda. Penyakit ini menyebabkan akar kubis tidak dapat tumbuh secara sempurna yang menyebabkan daun kubis menjadi layu dan akhirnya mati. Sedangkan hama yang sering menyerang tanaman leunca yaitu kutu daun dan kutu buah. Hama ini menyebabkan daun menjadi berlubang dan buah tidak berkembang dengan baik. Upaya yang dilakukan petani angggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan biasanya dengan menggunakan pestisida. Penyemprotan pestisida dapat dilakukan sebanyak dua kali dalam seminggu apabila intesitas serangan hama dan penyakit tinggi. Hama penyakit dapat menyerang mulai dari akar, umbi, batang, daun, dan ujung daun. Kemunculan hama penyakit seringkali tidak dapat diprediksi sebelumnya, hal ini dikarenakan munculnya hama dan penyakit tersebut dipengaruhi faktor cuaca dan iklim yang juga tidak dapat diprediksi secara tepat.
51
Analisis Risiko Penentuan risiko produksi pada penelitian ini didasarkan pada penilaian varians, standar deviasi, dan koefisien variasi yang diperoleh dari hasil peluang terjadinya suatu kejadian. Peluang (probability) menunjukkan distribusi frekuensi terhadap suatu kejadian. Langkah awal yang dilakukan adalah mengukur peluang yang diperoleh dari frekuensi kejadian yang dibagi dengan periode waktu selama berlangsung. Data produktivitas yang digunakan untuki analisis risiko produksi adalah data produktivitas tomat dan kubis untuk 10 responden, serta leunca untuk 5 responden. Oleh karena itu peluang komoditas tomat dan kubis dari setiap responden diasumsikan bernilai sama yaitu sebesar 0,1. Sedangkan peluang komoditas leunca yaitu 0,2 karena hanya 5 responden. Perhitungan pada penilaian risiko menggunakan data berdasarkan tingkat pendapatan yang diperoleh dan peluang dalam kegiatan budi daya sayuran. Peluang kejadian diperoleh berdasarkan pengalaman petani selama menjalankan kegiatan usahanya. Setelah dilakukan pengukuran tingkat pendapatan dan peluang, maka dilakukan penyelesaian pengambilan keputusan yang mengandung risiko dengan menggunkan ekspected return. Ekspected return merupakan nilai penerimaan yang diharapkan dapat diperoleh setelah memperhitungkan risiko yang ada. Hasil perhitungan expected return produksi sayuran yang dilakukan petani anggota Kelompok tani Mitra Tani Parahyangan dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20 Penilaian Ekspected Return Komoditas Tomat, Kubis, dan Leunca Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan Komoditi Tomat Kubis Leunca
Total Pendapatan (Rp) 250.318.298,33 177.634.735,76 135.659.885,00
Peluang 0,1 0,1 0,2
Ekspected Return 25.031.829,63 17.763.473,58 27.131.977,00
Berdasarkan Tabel 20 dapat diketahui Expected Return pada komoditas leunca merupakan yang paling tinggi dibandingkan komoditas tomat dan kubis yaitu sebesar Rp. 27.131.977,00. Hal ini disebabkan karena dalam melakukan budi daya leunca lebih mudah dibandingkan dengan kubis dan tomat. Leunca tidak memerlukan banyak perlakuan dan cenderung lebih tahan terhadap hama dan penyakit . Biasanya leunca hanya ditanam sebagai tanaman sampingan yang ditanam dipinggir bedengan saja. Berdasarkan hasil wawancara di lapangan dalam melakukan kegiatan budi daya leunca tidak perlu dilakukan perlakuan khusus. Pemberian pupuk untuk tanaman leunca tidak sebanyak pemupukan pada tomat dan kubis, bahkan penyemprotan pestisida tidak perlu dilakukasn apabila tidak dibutuhkan. Sedangkan Ekspected Return pada komoditas tomat besarnya tidak jauh berbeda dengan leunca. Komoditas tomat merupakan komoditas yang paling diunggulkan oleh petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan. Hal tersebut dikarenakan permintaan pasar khususnya pasar swalayan untuk tomat cenderung lebih tinggi dan lebih stabil dibandingkan komoditas yang lain. Oleh karena itu kegiatan budi daya yang dilakukan oleh petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan lebih difokuskan untuk komoditas tomat. Sebagian besar lahan
52
untuk sayuran lebih difokuskan untuk tanaman tomat dan sebagian besar petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan pernah melakukan budi daya tomat. Nilai Ekspected Return berdasarkan pendapatan pada komoditas tomat, kubis, dan leunca diperoleh dengan menentukan terlebih dahulu total pendapatan dan peluang kejadiannya. Nilai peluang diperoleh dari setiap kejadian dari masing-masing komoditas kemudian dibagi dengan total keseluruhan kejadian. Sedangkan total pendapatan diperoleh dengan menjumlahkan tiap pendapatan pada setiap kejadian. Petani angggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan dalam meminimalkan risiko pada kegiatan usahatani sayuran melakukan diversifikasi pada tanaman yaitu dalam satu luasan lahan ditanam lebih dari satu jenis tanaman. Selanjutnya, uraian berikut akan menjelaskan mengenai risiko produksi pada kegiatan spesialisasi dan diversifikasi. Analisis Risiko pada Kegiatan Spesialisasi Adanya risiko pada kegiatan bisnis menyebabkan terdapat berbagai kemungkinan suatu kejadian seperti kemungkinan untuk menghasilkan produksi atau pendapatan diatas atau dibawah rata-rata. Penilaian juga dapat dilakukan dengan mengukur nilai penyimpangan yang terjadi. Beberapa pengukuran risiko diantaranya adalah nilai varian (variance), standar deviasi (standard deviation), dan koeffisien variasi (coefficient variation). Ketiga ukuran tersebut berkaitan satu sama lain dan nilai varian sebagai penentu ukuran yang lainnya. Dalam penelitian ini return yang digunakan adalah total pendapatan per musim pada komoditas tomat, kubis, dan leunca yang diterima oleh petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan. Hasil penilaian risiko sayuran yang dilakukan petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21 Penilaian Risiko pada Kegiatan Spesialisasi Komoditas Tomat, Kubis, dan Leunca yang dilakukan oleh petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan Ukuran Komoditi Tomat Kubis Leunca
Ekspected Return (Rp) 25.031.829,63 17.763.473,58 27.131.977,00
Variance 181.774.991.137.426,00 29.636.496.486.564,80 55.200.428.952.026,00
Standard Deviation 13.482.395,60 5.443.941,26 7.429.699,12
Coeff Variation 0,54 0,31 0,27
Berdasarkan Tabel 21 dapat diketahui bahwa nilai ekspected return tertinggi diperoleh pada komoditas leunca yaitu sebesar Rp. 27.131.977. Nilai tersebut tidak jauh berbeda dengan nilai ekspected return pada komoditas tomat dan kubis. Sedangkan tomat mempunyai variance yang paling tinggi dibandingkan dengan kubis dan leunca yaitu sebesar 181.774.991.137.426. Demikian halnya dengan nilai standar deviasi tomat mempunyai nilai tertinggi dibandingkan dengan komoditas lainnya. Pada umumnya nilai variance berbanding lurus dengan standard deviation, apabila nilai variance tinggi maka standard deviation yang diperoleh juga akan tinggi dan sebaliknya. Nilai standard deviation merupakan akar kuadrat dari variance sedangkan coefficient variation merupakan rasio dari
53
standard deviation dengan nilai ekspected return dari suatu aset. Perolehan nilai variance dan standard deviation yang paling rendah terdapat pada komoditas kubis yaitu sebesar 29.636.496.486.564,80 dan 5.443.941,26. Penilaian risiko produksi yang paling tepat yaitu dengan menggunakan coefficient variation. Nilai coefficient variation tertinggi berdasarkan pendapatan adalah pada komoditas tomat dengan nilai coefficient variation sebesar 0,54. Nilai tersebut artinya setiap Rp. 1 yang diperoleh dari usahatani tomat akan menghadapi risiko sebesar 0,54 pada saat terjadi risiko produksi. Semakin besar nilai coefficient variation maka semakin besar risiko yang dihadapi. Sedangkan risiko produksi paling kecil diperoleh hasil coefficient variation dengan nilai sebesar 0,27 yaitu pada komoditas leunca. Hasil coefficient variation pada komoditas tomat dalam penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Mandasari (2012) yaitu sebesar 0,68 pada kegiatan spesialisasi. Hasil analisis yang dilakukan Mandasari (2012) pada kegiatan spesialisasi berdasarkan produktivitas maupun berdasarkan pendapatan bersihnya. Tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tarigan (2009) tentang Analisis Risiko Produksi Sayuran Organik Pada Permata Hati Organic Farm, coefficient variation komoditas tomat pada kegiatan spesialisasi yaitu sebesar 0,45. Berdasarkan hasil wawancara di lapangan, dalam melakukan budi daya tomat cenderung lebih sulit dibandingkan dengan komoditas yang lain. Tomat memerlukan beberpa kegiatan seperti pemasangan ajir, pengikatan ajir dengan tali, dan pengwiwilan. Selain itu, tanaman tomat mudah terkena hama dan penyakit pada musim penghujan. Sehingga pada musim penghujan produktivitas tomat sering mengalami penurunan yang berimplikasi terhadap pendapatan yang diperoleh petani, bahkan petani sering mengalami kerugian. Jenis hama dan penyakit yang menyerang tanaman tomat lebih banyak bila dibandingkan dengan komoditas yang lainnya. Serangan hama dan penyakit ini berpengaruh terhadap produktivitas tomat. Apabila serangan hama dan penyakit cukup tinggi, maka produktivitas tomat akan mengalami penurunan. Petani angggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan melakukan pencegahan dan pengendalian hama dan penyakit ini dengan menyediakan obatobatan yang digunakan untuk menekan hama dan penyakit. Sehingga petani harus mengalokasikan sebagian dana untuk menyediakan obat-obatan tersebut. meskipun risiko tanaman tomat relatif lebih tinggi dibandingkan komoditas yang lain, tetapi hal tersebut belum mendatangkan kerugian bagi petani karena harga jual lebih tinggi dan masa panen yang lebih lama yaitu sebanyak kurang lebih 10 sampai 12 kali panen dalam satu periode tanam. Sedangkan leunca merupakan komoditas yang mempunyai risiko yang paling kecil dibandingkan tomat dan kubis karena leunca cenderung lebih tahan terhadap kondisi cuaca maupun serangan hama dan penyakit, selain itu biaya pengeluaran produksi leunca juga tidak sebanyak apabila melakukan usahatani tomat dan kubis sehingga nilai ekspected return leunca juga lebih tinggi dibandingkan komoditas yang lainnya. Analisis Risiko pada Kegiatan Portofolio Usaha sayuran yang dijalankan petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan melakukan budi daya lebih dari satu komoditas. Melakukan budi daya lebih dari satu komoditas dalam suatu lahan tertentu dikenal dengan istilah diversifikasi. Diversifikasi merupakan strategi investasi dalam pengelolaan dana
54
menjadi beberapa kegiatan usaha dengan tujuan untuk meminimalkan risiko. Upaya diversifikasi yang dilakukan oleh petani anggota Kelompok Tani Parahyangan dilakukan karena adanya permintaan sayuran yang beragam. Selain itu, berdasarkan wawancara di lapangan kegiatan diversifikasi yang dilakukan petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan dilakukan untuk mengurangi kerugian apabila ada salah satu dari komoditas yang ditanam produktivitasnya menurun atau gagal panen. Tetapi, usaha pengurangan risiko melalui diversifikasi tidak sepenuhnya mampu menghilangkan risiko. Kegiatan diversifikasi yang dilakukan petani biasanya dengan tumpang sari, tetapi tidak jarang petani juga melakukan pola tanam monokultur dimana dalam satu lahan dibagi menjadi beberapa lahan. Perhitungan risiko portofolio yang dilakukan mencakup gabungan dua komoditas dan tiga komoditas. Risiko portofolio dari kombinasi dua aset yang dihitung adalah gabungan dari tomat dan kubis, tomat dan leunca, serta kubis dan leunca. Sedangkan perhitungan risiko portofolio dari kombinasi tiga aset yang digitung adalah gabungan tomat, kubis, dan leunca. Hasil perhitungan risiko portofolio tomat, kubis, dan leunca yang dilakukan petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan dapat di lihat pada Tabel 22. Tabel 22 Penilaian Risiko pada Kegiatan Portofolio Komoditas Tomat, Kubis, dan Leunca yang dilakukan petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan Ukuran Komoditi Tomat+ Kubis Tomat+ Leunca Kubis+ Leunca Tomat+Kubis + Leunca
Ekspected Return (Rp)
Variance
Standard Deviation
Coeff Var
21.397.651,60
89.551.556.780.900,70
9.463.168,43
0,44
26.081.903,32 109.328.926.359.880,00 10.456.047,36
0,40
22.447.725,29
6.436.820,19
0,29
23.076.002,00 170.283.514.009.102,00 13.049.272,55
0,56
41.432.654.157.814,10
Hasil perhitungan risiko pada kegiatan portofolio yang ditampilkan pada Tabel 22 merupakan gambaran risiko yang dihadapi petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan dengan melakukan dua dan tiga kombinasi. Analisis perbandingan risiko produksi yang dilakukan berdasarkan hasil return yaitu pendapatan yang diperoleh. Penjelasan mengenai analisis risiko portofolio pada Tabel 22 akan dijelaskan sebagai berikut. 1. Tomat dan Kubis Berdasarkan Tabel 22 dapat dilihat bahwa perbandingan risiko yang dihadapi petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan jika mengusahakan diversifikasi tomat dan kubis. Nilai coefficient variation untuk kombinasi tomat dan kubis memiliki nilai yang lebih rendah jika dibandingkan dengan risiko tomat dan lebih tinggi pada risiko kubis pada usaha tunggalnya. Risiko tomat pada usaha tunggalnya yang tinggi yaitu sebesar 0,54 dapat
55
diturunkan apabila petani melakukan diversifikasi dengan kubis. Coefficient variation kegiatan portofolio tomat dan kubis yaitu sebesar 0,44. Hasil perhitungan tersebut diperoleh dari hasil pembagian antara standard deviation gabungan antara komoditas tomat dan kubis dengan ekspected return gabungan antara tomat dan kubis. Bobot portofolio yang digunakan unruk menghitung variance pada kegiatan portofolio tomat dan kubis diasumsikan 50% untuk masing-masing komoditas dengan nilai koefisien korelasi yang digunakan pada kegiatan portofolio ini adalah positif satu (+1), Hal ini dikarenakan kombinasi kedua aset dilakukan secara bersamaan. Sedangkan perhitungan nilai ekspected return kombinasi tomat dan kubis didapat sebesar Rp. 21.397.651,60. Hasil tersebut lebih tinggi dari perhitungan ekspected return kubis yaitu sebesar Rp. 17.763.473,58 dan lebih rendah dari ekspected return tomat yaitu sebesar Rp. 25.031.829,63. Hasil perhitungan ekspected return pada kegiatan portofolio ini diperoleh dari penjumlahan pada masing-masing kondisi dikalikan dengan return yang diperoleh untuk masing-masing komoditas. Hasil perhitungan kegiatan portofolio untuk dua aset yaitu tomat dan kubis menunjukkan bahwa kegiatan portofolio dapat mengurangi risiko, tetapi tidak dapat dihilangkan seluruhnya atau menjadi nol. Hal tersebut dapat menguntungkan bagi petani daripada hanya mengusahakan satu jenis tanaman. Tetapi, kegiatan diversifikasi tidak akan efektif apabila penilaian risiko menunjukkan nilai yang lebih besar dibandingkan dengan nilai risiko pada saat mengusahakan satu komoditas saja. Menurut informasi di lapangan, tanaman tomat lebih rentan terhadap perubahan cuaca dibandingkan dengan kubis khususnya pada musim penghujan. Penyakit yang menyerang tomat cenderung lebih banyak bila dibandingkan dengan kubis. 2. Tomat dan Leunca Penilaian risiko pada kegiatan portofolio komoditas tomat dan leunca diperoleh nilai coefficient variation yaitu sebesar 0,40. Nilai coefficient variation tersebut berada pada urutan kedua setelah kegiatan portofolio leunca dan kubis. Hal ini menunjukkan bahwa petani lebih besar mendapatkan keuntungan apabila mengusahakan kegiatan portofolio tomat dan leunca dibandingkan apabila mengusahakan kegiatan portofolio tomat dan kubis. Begitu juga apabila petani hanya mengusahakan komoditas tomat saja. Kegiatan portofolio tomat dan leunca memiliki risiko yang lebih rendah dibandingkan petani hanya menanam komoditas tomat saja. Sedangkan nilai ekspected return yang diperoleh pada kegiatan portofolio komoditas tomat dan leunca paling tinggi dibandingkan ekspected return pada kegiatan porofolio yang lain yaitu sebesar Rp. 26.081.903,32. Nilai ekspected return tersebut masih lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai ekspected return pada komoditas leunca pada usaha tunggalnya. Bobot portofolio yang digunakan unruk menghitung variance pada kegiatan portofolio tomat dan kubis yaitu 50 persen untuk masing-masing komoditas dengan nilai koefisien korelasi yang digunakan pada kegiatan portofolio ini adalah positif satu (+1), hal ini dikarenakan kombinasi kedua aset dilakukan secara bersamaan. Coefficient variation merupakan ukuran yang sangat tepat bagi pengambil keputusan khususnya dalam memilih salah satu alternatif dari beberapa kegiatan usaha dengan mempertimbangkan risiko yang dihadapi dari setiap kegiatan usaha dengan mempertimbangkan setiap return yang diperoleh. Sedangkan dalam
56
melakukan analisis risiko dengan menggunakan ukuran variance dan standard deviation harus berhati-hati dalam membandingkan risiko diantara beberapa kegiatan, karena keduanya merupakan ukuran absolute dan tidak mempertimbangkan hasil yang diharapkan. Jika nilai variance dan standard deviation digunakan untuk mengambil keputusan dengan membandingkan risiko yang dihadapi pada beberapa kegiatan usaha, maka dikhawatirkan akan terjadi keputusan yang kurang tepat. Dalam menganalisis suatu perbandingan antara kegiatan usaha dalam penelitian ini menggunakan pendapatan bersih untuk setiap return. 3. Kubis dan Leunca Berdasarkan Tabel 22 dapat diketahui bahwa kegiatan portofolio pada komoditas kubis dan leunca memperoleh nilai coefficient variation sebesar 0,29. Nilai coefficient variation tersebut merupakan nilai coefficient variation terkecil dibandingkan kegiatan diversifikasi yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa petani lebih besar mendapatkan keuntungan apabila mengusahakan kegiatan portofolio kubis dan leunca dibandingkan apabila mengusahakan kegiatan portofolio tomat dan kubis serta tomat dan leunca. Begitu juga apabila petani hanya mengusahakan satu komoditas saja. Kegiatan portofolio kubis dan leunca memiliki risiko yang lebih rendah dibandingkan mengusahakan komoditas kubis dan pada komoditas tunggalnya. Sedangkan untuk nilai ekspected return gabungan dari komoditas kubis dan leunca memperoleh nilai sebesar Rp. 22.447.725,29. Hasil tersebut masih lebih rendah dari ekspected return leunca pada usaha tunggalnya dan lebih tinggi dari ekspected return kubis pada usaha tunggalnya. Berdasarkan wawancara di lapangan, leunca dapat berfungsi sebagai pestisida karena rasa buahnya yang pahit, hal tersebut menguntungkan bagi tanaman kubis. Selain itu, leunca tidak membutuhkan banyak perlakuan khusus dalam budi dayanya dan relatif mudah dalam usahataninya. Biasanya kegiatan portofolio kubis dan leunca dilakukan dengan pola tanam tumpangsari. Tanaman kubis dan leunca dalam budi dayanya relatif lebih mudah jika dibandingkan budi daya tomat. Sehingga risiko yang dihadapi dalam kegiatan portofolio kubis dan leunca lebih rendah jika dibandingkan pada kegiatan portofolio tomat dan kubis, serta tomat dan kubis. Bobot portofolio yang digunakan untuk menghitung variance pada kegiatan portofolio tomat dan kubis yaitu 50% untuk masingmasing komoditas dengan nilai koefisien korelasi yang digunakan pada kegiatan portofolio ini adalah positif satu (+1), hal ini dikarenakan kombinasi kedua aset dilakukan secara bersamaan. Nilai variance dan standard deviation yang rendah dapat menghasilkan nilai coefficient variation yang tinggi, demikian sebaliknya nilai variance atau standard deviation yang tinggi dapat menghasilkan nilai coefficient variation yang rendah. Hal tersebut terjadi karena sangat bergantung ekspected return yang diperoleh dari setiap kegiatan usaha. Dengan ukuran coefficient variation, perbandingan diantara kegiatan usaha sudah dilakukan dengan ukuran yang sama yaitu risiko untuk setiap return. Mandasari (2012) menjelaskan bahwa diversifikasi usahatani dengan menanam tomat dan cabai merah secara bersamaan dapat menurunkan risiko produksi menjadi 59,6 persen berdasarkan produktivitasnya dan 63,3 persen berdasarkan pendapatan bersihnya. Kegiatan diversifikasi ini dapat lebih rendah jika petani mengusahakan cabai merah dengan luas tanam yang lebih tinggi
57
dibandingkan luas tanam tomat yaitu dengan fraksi 60% untuk luas tanam cabai merah dan 40% untuk luas tanam tomat. Sedangkan Tarigan (2009) merumuskan kombinasi tomat dan bayam hijau menghasilkan coefficient variation sebesar 0,44. Hasil coefficient variation kombinasi dua komoditas tersebut lebih rendah bila dibandingkan nilai coefficient variation komoditas tomat pada kegiatan spesialisasi. Hal ini menunjukkan bahwa risiko portofolio dapat meminimalkan risiko produksi. 4. Tomat, Kubis, dan Leunca Berdasarkan Tabel 22, dapat dilihat perbandingan risiko produksi yang dihadapi petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan berdasarkan pendapatan dalam mengusahakan sayuran dengan tiga komoditas. Kombinasi ketiga kelompok sayuran ini merupakan kombinasi yang menunjukkan nilai risiko secara keseluruhan. Perolehan nilai coefficient variation pada tabel tersebut menunjukkan bahwa setiap pendapatan yang diperoleh petani, ternyata risiko portofolio kombinasi tiga komoditas yaitu tomat, kubis, dan leunca paling tinggi dibandingkan kegiatan portofolio yang lain dengan nilai coefficient variation 0,56. Perhitungan risiko portofolio berdasarkan pendapatan pada kombinasi dua komoditas yang dilakukan, selanjutnya dihitung risiko portofolionya pada kombinasi tiga komoditas. Nilai coefficient variation 0,56 artinya setiap Rp. 1 yang dikeluarkan oleh petani dari kegiatan portofolionya yaitu pada kombinasi tiga komoditas tomat, kubis, dan leunca akan menghadapi risiko sebanyak 0,56 pada saat terjadinya risiko produksi. Bobot portofolio yang digunakan unruk menghiung variance pada kegiatan portofolio tomat, leunca, dan kubis yaitu 33,3% untuk masing – masing komoditas dengan nilai koefisien korelasi yang digunakan pada kegiatan portofolio ini adalah positif satu (+1), hal ini dikarenakan kombinasi kedua aset dilakukan secara bersamaan. Hasil dari analisis risiko produksi dapat dikatakan bahwa kegiatan diversifikasi dapat mengurangi atau malah menambah risiko produksi yang ada. Akan tetapi, dengan melakukan kegiatan diversifikasi usahatani, tidak membuat risiko produksi menajdi nol artinya walaupun petani telah melakukan diversifikasi, tetapi petani akan tetap menghadapi risiko produksi pada kegiatan usahatani sayurannya. Hal tersebut dapat dilihat dari perbandingan perolehan nilai variance, standard deviation ,dan coefficient variation yang tidak sama dengan nol. Besarnya risiko yang menyebabkan kerugian pada salah satu usahatani sayurannya dapat dikurangi dari kegiatan usahatani lainnya dengan melakukan diversifikasi. Tetapi, apabila kegiatan diversifikasi tidak dilakukan perencanaan penanaman yang optimal dikhawatirkan kegiatan diversifikasi tersebut dapat merugikan petani, misalnya pemilihan jenis komoditas yang akan dilakukan diversifikasi dengan cara tumpangsari harus tepat dan waktu yang tepat. Tanaman tomat dan leunca mempunyai percabangan yang lebar, dimana dapat menghambat cahaya matahari yang diterima oleh tanaman kubis. Hal tersebut dapat menghambat pertumbuhan kubis karena cahaya matahari merupakan faktor penting terhadap berlangsungnya fotosintesis, sementara fotosintesis merupakan proses yang menjadi kunci dapat berlangsungnya proses metabolisme yang lain di dalam tanaman. Semakin besar tingkat naungan (semakin kecil intensitas cahaya yang diterima tanaman) maka suhu udara rendah, kelembaban udara semakin
58
tinggi. Kelembaban udara yang terlalu rendah dan terlalu tinggi akan menghambat pertumbuhan dan pembungaan tanaman. Kelembaban udara dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman karena dapat mempengaruhi proses fotosintesis. Laju fotosintesis meningkat dengan meningkatnya kelembaban udara sekitar tanaman. Hasil penilaian seluruh risiko spesialisasi dan diversifikasi yang diterapkan petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan dapat dilihat pada Tabel 23. Tingkat risiko produksi sayuran dapat diketahui dari perolehan hasil perhitungan coefficient variation. Tingkat risiko yang dihadapi oleh Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan untuk masing-masing komoditi untuk kegiatan spesialisasi berbeda-beda, begitu juga tingkat risiko yang dihadapi oleh petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan pada kegiatan portofolio. Perbandingan risiko produksi dari masing-masing kegiatan spesialisasi dan portofolio dengan berbagai kombinasi berdasarkan produktivitas dan pendapatan dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23 Perbandingan Risiko Produksi Berdasarkan Pendapatan pada Kegiatan Spesialisasi dan Portofolio Tomat, Kubis, dan Leunca yang dilakukan petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan Komoditi Spesialisasi a. Tomat b. Kubis c. Leunca Portofolio a. Tomat + Kubis b. Tomat + Leunca c. Kubis + Leunca d. Tomat + Kubis + Leunca
Coeff Variation
E (R) Pendapatan
0,54 0,31 0,27
25.031.829,63 17.763.473,58 27.131.977,00
0,44 0,40 0,29 0,56
21.397.651,60 26.081.903,32 22.447.725,29 23.076.002,00
Berdasarkan Tabel 23 hasil perbandingan risiko produksi pada kegiatan spesialisasi dan portofolio dapat dilihat dari seluruh kegiatan usahatani, tingkat risiko paling tinggi berdasarkan pendapatan adalah pada kegiatan diversifikasi usahatani tomat, kubis, dan leunca dengan nilai coefficient variation 0,56. Berdasarkan informasi di lapangan diketahui bahwa tomat cenderung lebih rentan terhadap perubahan cuaca yang ekstrem khususnya pada musim penghujan. Pada musim penghujan petani yang melakukan budidaya tomat sering mengalami kegagalan karena tanaman tomat terserang penyakit keriting, dimana tanaman tidak tumbuh secara sempurna, daun menjadi keriting, dan tidak dapat menghasilkan buah. Selain itu, leunca merupakan komoditas yang tergabung dalam family Solanaceae, dimana tomat juga tergabung dalam family yang sama, sehingga kemungkinan adanya serangan hama dan penyakit juga sama. Sedangkan apabila tomat, kubis, dan leunca ditanam pada waktu yang sama dengan sistem pola tanam tumpangsari kemungkinan akan mendatangkan kerugian bagi petani karena percabangan tanaman tomat dan leunca yang lebar akan menyebabkan cahaya matahari tidak dapat diterima oleh tanaman kubis yang dapat menghambat pertumbuhan kubis karena cahaya matahari merupakan salah satu komponen yang digunakan untuk proses fotosintesis. Hal tersebut berdampak pada produksi yang tidak maksimal sesuai yang diharapkan. Nilai
59
ekspected return tertinggi yaitu sebesar Rp. 27.131.977,00 dan risiko paling rendah dari keseluruhan kegiatan usaha adalah komoditas leunca dengan nilai coefficient variation sebesar 0,27. Kegiatan diversifikasi yang telah dilakukan oleh petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan merupakan alternatif strategi yang tepat untuk meminimalkan risiko pada salah satu komoditasnya yang berimplikasi terhadap pendapatan yang diperoleh petani. Bagi petani, apabila ingin memlih kombinasi portofolio yang optimal dari komoditas-komoditas sayuran yang telah diusahakan dengan tingkat risiko yang terendah terhadap hasil yang diharapkan, maka petani dapat memilih untuk melakukan usahatani kubis dan leunca. Namun, apabila petani ingin memilih komoditas dari komoditas-komoditas sayuran yang telah diusahakan dengan tingkat pendapatan yang diharapkan, maka petani dapat memilih melakukan usahatani leunca. Percobaan Perubahan Bobot Portofolio pada Kegiatan Diversifikasi Penggunaan bobot portofolio dalam pembahasan sebelumnya menggunakan jumlah yang sesuai dengan yang ada di lapangan. Kombinasi dua komoditas untuk masing-masing komoditas menggunakan bobot portofolio 50 persen, sedangkan untuk kombinasi tiga komoditas masing-masing komoditas menggunakan bobot portofolio 33,33 persen. Hal ini berdasarkan wawancara dengan petani bahwa dalam melakukan kegiatan diversifikasi dengan cara tumpangsari tanaman utama dengan tanaman yang ditumpangsarikan jumlahnya sama. Tomat merupakan komoditas unggulan yang diusahakan oleh petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan karena jumlah permintaan yang tinggi setiap harinya. Oleh karena itu, tomat harus tersedia setiap saat. Berdasarkan Tabel 21 yang telah dibahas sebelumnya nilai Ekspected return komoditas tomat pada kegiatan tunggalnya (spesialisasi) cukup tinggi yaitu sebesar Rp 25.031.829,63 dengan nilai coefficient variation 0,54. Nilai coefficient variation tersebut merupakan nilai yang paling tinggi dibandingkan komoditas yang lain. Artinya risiko yang ditanggung dalam melakukan usahatani tomat juga cukup tinggi. Diversifikasi merupakan strategi yang tepat untuk mengurangi risiko. Hasil yang diperoleh pada Tabel 22, kombinasi dua komoditas yaitu tomat dan leunca memperoleh nilai ekspected return sebesar tertinggi dibandingkan kombinasi komoditas yang lainnya yaitu sebesar Rp. 26.081.903,32 dengan nilai coefficient variation sebesar 0,40. Percobaan perubahan bobot portofolio dilakukan dengan tujuan untuk membandingkan nilai ekspected return dan besarnya risiko yang diperoleh dari data yang sesuai dengan yang ada dilapangan dengan nilai ekspected return dan besarnya risiko yang diperkirakan. Hasil tersebut nantinya akan digunakan sebagai pertimbangan petani dalam melakukan kegiatan usahataninya. Bobot portofolio pada kombinasi dua komoditas yang digunakan dalam percobaan ini khusus untuk komoditas tomat yaitu sebesar 70 persen dan komoditas yang lain yaitu sebesar 30 persen. Sedangkan bobot portofolio untuk kombinasi tiga komoditas dibagi menjadi dua perhitungan yaitu 1). Tomat 70 persen, kubis 15 persen, dan leunca 15 persen; dan 2). Tomat 50 persen kubis 25 persen, dan leunca 25 persen. Perbandingan risiko produksi berdasarkan bobot portofolio perencanaan dan yang ada di lapangan pada kegiatan portofolio tomat, kubis, dan
60
leunca yang dilakukan petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24 Perbandingan Risiko Produksi Berdasarkan Bobot Portofolio Perencanaan dan yang Ada di Lapangan pada Kegiatan Portofolio Tomat, Kubis, dan Leunca yang Dilakukan Petani Anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan. Komoditi Kondisi Aktual a. Tomat + Kubis b. Tomat + Leunca c. Kubis + Leunca d. Tomat + Kubis + Leunca Perencanaan a. Tomat + Kubis b. Tomat + Leunca c. Tomat + Kubis + Leunca d. Tomat + Kubis + Leunca
Bobot Portofolio (persen) 50:50 50:50 50:50 33:33:33
Coeff Variation 0,44 0,40 0,29 0,56
70:30 70:30 70:15:15
0,48 0,47 0,63
22.851.322,82 25.661.873,84 24.256.598,00
50:25:25
0,59
23.739.777,00
E (R) Pendapatan 21.397.651,60 26.081.903,32 22.447.725,29 23.076.002,00
Hasil yang diperoleh berdasarkan Tabel 24 tomat yang dikombinasikan dengan leunca memperoleh nilai ekspected return yang lebih tinggi bila dibandingkan kombinasi tomat dengan kubis yaitu sebesar Rp. 25.661.873,84 dengan risiko sebesar 0,47. Hasil ekspected return tersebut masih lebih rendah bila dibandingkan dengan kombinasi tomat dan leunca dengan masing-masing bobot portofolio 50 persen. Sedangkan nilai risikonya cenderung lebih tinggi bila dibandingkan dengan menggunakan masing-masing bobot portofolio 50 persen. Hasil perhitungan risiko pada kombinasi tiga komoditas yaitu tomat 70 persen, kubis 15 persen, dan leunca 15 persen diperoleh nilai ekspected return sebesar Rp. 24.256.598 dengan nilai risiko sebesar 0,63. Sedangkan perhitungan risiko pada kombinasi tiga komoditas yaitu tomat 50 persen, kubis 25 persen, dan leunca 25 persen diperoleh nilai ekspected return sebesar Rp. 23.739.777 dengan nilai risiko sebesar 0,59. Ekspected return dengan bobot portofolio tomat 70 persen memperoleh nilai tertinggi dibandingkan bobot portofolio tomat 33,33 persen atau 50 persen. Namun, nilai risiko nya juga lebih tinggi bila dibandingkan dengan bobot portofolio yang lain. Sesuai dengan teori high risk-high return, artinya semakin tinggi risiko nya maka semakin tinggi pula return yang diperoleh. Strategi Pengelolaan Risiko Risiko merupakan hal yang tak dapat dihindari dalam kegiatan bisnis dan aktivitas apapun, tidak pernah ditemukan dalam kegiatan apapun yang tidak mengandung risiko, namun bukan berarti risiko tersebut boleh dibiarkan begitu saja tanpa ada usaha untuk meminimalisir, maka risiko harus dikelola dan diantisipasi agar tidak menimbulkan lebih banyak kerugian. Strategi pengelolaan risiko merupakan kegiatan atau usaha yang dilakukan untuk meminimalisir dampak yang ditimbulkan oleh risiko. Strategi pengelolaan risiko yang disiapkan
61
secara rinci dan spesifik dapat membantu dalam menekan dan meminimalisasi besaran risiko yang dihadapi. Adanya fluktuasi produktivitasnya yang dihadapi oleh petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan menandakan bahwa petani menghadapi risiko produksi. Fluktuasi produktivitas terjadi cukup signifikan jika terjadi cuaca yang tidak mendukung yakni khususnya pada musim penghujan. Upaya yang dilakukan oleh petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan dalam meminimalisir adanya risiko dilakukan terlebih dahulu dengan mengidentifikasi dan mengevaluasi risiko-risiko yang ada, kemudian melakukan tindakan untuk memenimalkan risiko yang ada antara lain: 1. Pemilihan waktu dan komoditas yang tepat pada kegiatan diversifikasi Upaya kegiatan diversifikasi yang dilakukan oleh petani anggota Kelompok Tani Parahyangan dengan menanam lebih dari satu komoditas pada lahan tertentu merupakan strategi yang tepat untuk mengurangi risiko yang dihadapi. Diversifikasi yang dilakukan oleh petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan dilakukan dengan cara pola tanam tumpang sari. Kegiatan diversifikasi dilakukan untuk menutupi kegagalan pada salah satu kegiatan usahatani dengan kegiatan usahatani lainnya. Tetapi, dalam melakukan kegiatan diversifikasi harus melakukan pertimbangan dalam menentukan komoditas yang akan dilakukan tumpangsari. Mengingat pola tanam yang dilakukan oleh petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan masih belum intensif karena selama ini kegiatan usahatani yang dilakukan petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan hanya dilakukan berdasarkan kebiasaan dan permintaan saja. Oleh karena itu perlu dilakukan penjadwalan penanaman yang lebih intensif pada kegiatan diversifikasi diharapkan dapat memperoleh hasil yang lebih baik. Selain itu, diversifikasi dapat mengifisienkan biaya dalam penggunaan kegiatan produksi seperti pupuk, pestisida, peralatan, dan tenaga kerja yang digunakan. Diversifikasi usahatani merupakan alternatif yang tepat untuk meminimalkan risiko sekaligus melindungi dari fluktuasi produksi yang akan berpengaruh pada produktivitas dan pendapatan perusahaan. 2. Pengendalian Hama dan Penyakit Salah satu sumber risiko pada usahatani sayuran yang dilakukan oleh petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan adalah hama dan penyakit. Banyaknya tanaman yang mati disebabkan oleh perubahan cuaca yang ekstrem yang berdampak terhadap semakin tingginya serangan hama dan penyakit. Penanganan terhadap serangan hama dan penyakit dapat dilakukan dengan meningkatkan dosis penggunaan serta intensitas penyemprotan pestisida. Mengingat pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan sering menggunakan pestisida yang sama. Oleh karena itu, pengubahan jenis pestisida juga penting untuk dilakukan. Hal ini dikarenakan setiap pestisida memiliki bahan aktif yang berbeda. Perbedaan penggunaan bahan aktif juga diharapkan dapat membunuh jenis hama yang sudah kebal pada satu jenis pestisida. Selain itu, penanganan hama dan penyakit juga dapat dilakukan dengan cara : a) sanitasi lingkungan yang dilakukan secara rutin dan lebih intensif; b) pengaturan rotasi tanaman yang lebih tepat misalnya, menanam tanaman dengan family yang berbeda untuk memutus siklus hidup hama; dan c) memutuskan sistem hidup hama dan penyakit melalui pemberaan lahan.
62
Petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan sudah melakukan beberapa cara untuk mengendalikan hama dan penyakit, tetapi upaya yang dilakukan oleh petani belum optimal. Hal ini sebabkan karena hama dan penyakit yang menyerang tanaman tersebut tidak selalu sama tetapi sering berubah dari waktu ke waktu. Oleh karena itu juga perlu dilakukan penyuluhan mengenai budi daya sayuran, mengingat saat ini sudah jarang dilakukan.
63
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Sumber-sumber risiko yang dihadapi petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan adalah curah hujan, kabut, dan serangan hama dan penyakit. Analisis risiko pada komoditas tunggal diperoleh risiko yang paling tinggi terdapat pada komoditas tomat sedangkan yang paling rendah terdapat pada komoditas leunca. Sedangkan analisis risiko diversifikasi menghasilkan kombinasi tomat, kubis dan leunca merupakan diversifikasi yang paling tinggi risikonya sedangkan risiko yang paling rendah adalah kombinasi kubis dan leunca. Alternatif penanganan strategi yang dapat dijalankan oleh petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan untuk mengatasi adanya risiko produksi adalah pemilihan waktu dan komoditas yang tepat pada kegiatan diversifikasi serta pengendalian hama dan penyakit. Petani dalam mengendalikan hama dan penyakit harus lebih intensif dalam penentuan jenis pestisida, dosis yang digunakan serta intensitas penyemprotan dalam penggunaan pestisida. Selain itu, sanitasi lingkungan, pengaturaan rotasi tanaman yang tepat, serta pemberaan dapat memutus siklus hidup dari hama dan penyakit.
Saran Kegiatan diversifikasi yang dijalankan petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan dapat meminimalkan risiko yang ada. Petani yang ingin memilih kombinasi portofolio yang optimal dengan tingkat risiko yang terendah, maka petani dapat memilih kombinasi dua komoditas, yaitu tomat dan leunca dengan proporsi penanaman 50 persen dan 50 persen. Proporsi tersebut sudah sesuai dengan yang ada di lapangan. Petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan dalam melakukan kegiatan usahatani sayuran diharapkan memiliki catatan dalam usahataninya. Catatan angka-angka dapat dibuat untuk menghitung semua pengeluaran dan pendapatan yang diperoleh petani. Dengan adanya catatan, maka petani dapat melihat bagaimana perkembangan dari usahataninya. Biasanya petani menyusun rencana usaha hanya berdasarkan perasaan dan kebiasan saja dan tidak dibuat secara tertulis.
64
DAFTAR PUSTAKA BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Produk Domestik Bruto Holtikultura Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha. Jakarta : Badan Pusat Statistik. http://www.bps.go.id// [25 Oktober 2012]. [BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi. 2011. Volume dan Nilai Ekspor-Impor Sektor Pertanian. Jakarta : Badan Pusat Statistik. http://www.bps.go.id// [25 Oktober 2012]. Bandi. 2009. Manajemen Keuangan. http://bandi.staff.fe.uns.ac.id [diakses 17 September 2013]. Cher, Y.F. 2011. Analisis Risiko Produksi Sayuran Organik pada PT Masada Organik Indonesia di Bogor, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Darmawi H. 2010. Manajemen Risiko. Bumi Aksara. Jakarta. Debertin, DL. 1986. Agricultural Production Economics. New York : Macmillan Publishing Company. Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa. 2010. Daftar Isian Potensi Desa dan Kelurahan. Cianjur: Departemen Dalam Negeri. Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa. 2010. Daftar Isian Tingkat Perkembangan Desa dan Kelurahan. Cianjur: Departemen Dalam Negeri. Diether Karl B. 2009. Portofolio of Three Risky Assets. Mean Variance Analysis. Fisher College of Business. Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Jawa Barat. 2012. Luas Panen Sayuran Tahun 2007- 2011 Menurut Kabupaten dan Kota di Jawa Barat. http://diperta.jabarprov.go.id/ [25 Oktober 2012]. Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Jawa Barat. 2012. Luas Panen Sayuran Tahun 2007 -2011. Menurut Kabupaten dan Kota di Jawa Barat. http://diperta.jabarprov.go.id/ [25 Oktober 2012]. Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Jawa Barat. 2012. Produksi Sayuran Tahun 2007-2011 Menurut Kabupaten dan Kota di Jawa Barat. http://diperta.jabarprov.go.id/ [5 Novemberr 2012]. Djohanputro, B. 2008. Manajemen Risiko Korporat. Penerbit PPM, Jakarta. Elton EJ, Gruber MJ. 1995. Modern Portofolio Theory and Investment Analysis. Ed ke-5. New York: John Wiley & Sons, Inc. Harword. 1999. Managing Risk and Farming : Concept, Research and Analysis, Agricultural Economics Report No. 774. US Department of Agriculture. http://www.tabloidsinartani.com [5 Februari 2013]. Kountur, R. 2004. Manajemen Risiko Operasional Perusahaan. Jakarta: PPM. Kountur, R. 2008. Mudah Memahami Manajemen Risiko Perusahaan. PPM. Jakarta. Panggabean, W.C. 2011. Analisis Risiko Usaha Diversifikasi Anggrek Dendrobium pada Permata Anggrek di Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Purwanti, Y.F. 2011. Analisis Risiko Produksi Sayuran Hidroponik pada PT Momenta Agrikultura (Amazing Farm) Lembang, Kabupaten Bandung. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.
65
Mandasari, J. 2012. Analisis Risiko Produksi Tomat dan Cabai Merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Mulyana, D. 2011. Return Yang Diharapkan Dan Risiko Portfolio. http://deden08m.files.wordpress.com [15 September 2013]. Robinson LJ, Barry PJ. 1987. The Competitive Firm’s Responseto Risk. Macmillan Puublisher : London. Sembiring, L. 2010. Analisis Risiko Produksi Sayuran Organik Pada The Pinewood Organic Farm Di Kabupaten Bogor, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Soetiarso, T.A. 2010. Preferensi Konsumen terhadap Atribut Kualitas Empat Jenis Sayuran Minor. Bandung : Balai Penelitian Tanman Sayuran http://hortikultura.litbang.deptan.go.id/IPTEK/Soetiarso_indigenous.pdf [5 Februari 2013]. Sitanggang, C.A. 2012. Analisis Risiko Produksi Tomat dan Caisin di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Sulistiyawati. 2005. Analisis Pendapatan Dan Risiko Diversifikasi Usahatani Sayur-sayuran pada Perusahaan Pacet Segar, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tarigan, P.E.S. 2008. Analisis Risiko Produksi Sayuran Organik pada Permata Hati Organic Farm di Bogor, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.
66
Lampiran 1 Daftar Pasar Swalayan Koperasi Mitra Tani Parahyangan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.
Mitra Tani Parahyangan Outlet Lion Super Indo Distributor Center Arion Koja Depok Trade Center Teras Kota Cinere Cerewed Jati Makmur Kincan Goong Muarakarang Intercon Mampang Pancoran Pantai Indah Kapuk Cilandak Taman Falm Pulomas Pasar Rebo Square Kelapa Gading Tebet Bumi Serpong Damai Bintaro
Mitra Tani Parahyangan
Putra Cianjur Mandiri (PCM) Outlet Hari – Hari Supermarket 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Lokasari Roxy Fatmawati Depok Duta Harapan Indah Bekasi Trade Center Bintaro Bekasi Cyber Park Kalideres Outlet Aneka Buana
1. 2. 3. 4. 5.
Fatmawati Cireunde Harmony Fortuna Puja Sari
Restoran 1. Dapur Sunda
Putra Cianjur Mandiri (PCM)
Putra Pasundan Outlet Hero/Giant 1. Giant Cinere 2. Giant Tole Iskandar 3. Giant Taman Alfa 4. Giant Ciledug 5. Giant Pondok Betung 6. Giant Bintaro Jaya 7. Giant Bintaro Veteran 8. Giant Hyp Cbd Bintaro 9. Giant Graha Bintaro 10. Giant Pinang Tgr 11. Giant Cibinong 12. Giant Ciputat 13. Giant Bumi Serpong Damai 14. Giant Citra Raya 15. Giant City Mall 16. Giant Cilandak Kko 17. Giant Kalimalang 18. Giant Mampang 19. Giant Ujung Menteng 20. Giant Dc Cibitung 21. Giant Pajajaran 22. Giant Ipb 23. Giant Taman Yasmin Putra Cianjur Mandiri
67
68
24. 25. 26. 27.
Bintaro Cibinong Cibubur JMB Bogor
Sumber: Koperasi Mitra Tani Parahyangan (2012)
24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44.
Giant Mitra 10 Giant Pamulang Spm Giant Hyper Pamulang Giant Bekasi Giant Kalibata Hero Gatsu Giant Lbk. Bulus Giant Villa Melati Giant Bsd Giant Baranang Siang (Bgr) Giant Pd. Labu Giant Jati Asih Giant Lendeteves Giant Poins Square Giant Hero Tomang Giant Pasar Grande Giant Pondok Kopi Giant Kemang Pratama Giant Harapan Indah Giant Hyper Cibubur Giant Jati Warna
Lampiran 2 Jumlah Produksi (Kg) Tomat, Kubis, dan Leunca per Luas Lahan 1 Ha pada Kelompok Tani Mitra Tani Mitra Tani Parahyangan Tahun 2013 No 1 2 3
Komoditas Tomat Kubis Leunca
1 25.000 10.000 19.231
2 36.719 8.000 15.625
3 20.833 11.250 18.445
4 31.250 12.500 11.547
5 38.500 15.000 13.063
6 38.000 55.000
7 30.000 25.000
8 31.251 50.000
9 33.334 41.500
10 30.000 37.500
Lampiran 3 Jumlah Produktivitas (Ton) Tomat, Kubis, dan Leunca per Luas Lahan 1 Ha pada Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan Tahun 2013 No 1 2 3
Komoditas Tomat Kubis Leunca
1 25 10 19,2
2 37 0,8 15,6
3 21 11 18,4
4 31 13 11,5
5 39 15 13,1
6 38 55
7 30 25
8 31 50
9 33 42
10 30 38
69
70
Lampiran 4 Penerimaan, Biaya Produksi dan Pendapatan Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan Komoditas Tomat Tahun 2013 No Produksi (Kg) 1 25.000 2 36.718 3 20.833 4 31.250 5 38.500 6 38.000 7 30.000 8 31.251 9 33.334 10 30.000
Penerimaan (Rp) 49.875.000,00 70.312.500,00 41.562.500,00 68.687.500,00 76.907.500,00 83.524.000,00 69.900.000,00 72.812.500,00 66.666.667,00 59.850.000,00
Biaya Produksi (Rp) 44.280.000,00 49.000.814,00 31.889.182,00 34.305.375,00 41.345.000,00 31.960.900,00 33.018.100,00 52.644.500,00 46.509.999,67 44.826.000,00
Pendapatan (Rp) 5.595.000,00 21.311.686,00 9.673.318,00 34.382.125,00 35.562.500,00 51.563.100,00 36.881.900,00 20.168.000,00 20.156.667,33 15.024.000,00
Pendapatan Per Bln (Rp) 1.243.333,33 4.735.930,22 2.149.626,22 7.640.472,22 7.902.777,78 11.458.466,67 8.195.977,78 4.481.777,78 4.479.259,41 3.338.666,67
Lampiran 5 Penerimaan, Biaya Produksi dan Pendapatan Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan Komoditas Kubis Tahun 2013
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Produksi (Kg) 10.000 8.000 11.250 12.500 15.000 55.000 25.000 50.000 41.500 37.500
Penerimaan (Rp) 23.000.000 18.400.000 25.875.000 28.750.000 45.000.000 82.500.000 37.500.000 75.000.000 62.250.000 56.250.000
Biaya Produksi (Rp) 7.809.690 9.065.690 14.169.107 13.581.607 26.540.619 60.851.503 20.199.045 48.025.836 46.549.834 30.097.332
Pendapatan (Rp) 15.190.310 9.334.310 11.705.893 15.168.393 18.459.381 21.648.497 17.300.955 26.974.164 15.700.166 26.152.668
Pendapatan Per Bln (Rp) 4.340.088 2.666.946 3.344.541 4.333.827 5.274.109 6.185.285 4.943.130 7.706.904 4.485.762 7.472.191
71
Lampiran 6 Penerimaan, Biaya Produksi dan Pendapatan Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan Komoditas Leunca Tahun 2013 No 1 2 3 4 5
Produksi (Kg) 19.231,25 15.625,00 18.445,00 11.546,73 13.062,50
Penerimaan (Rp) 48.078.125 39.062.500 46.113.750 28.866.825 32.656.250
Biaya Produksi (Rp) 12.316.001 12.175.001 12.355.001 12.355.001 12.177.101
Pendapatan (Rp) 35.762.124 26.887.499 33.758.749 16.511.824 20.479.149
Pendapatan Per Bln (Rp) 8.940.531 6.721.875 8.439.687 4.127.956 5.119.787
72
Lampiran 7 Penilaian Risiko Produksi Berdasarkan Pendapatan Bersih Tomat, Kubis, dan Leunca pada Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan Komoditi Tomat
Responden
Peluang (Pi)
1 2 3 4
5.595.000,00 21.311.686,00 9.673.318,00 34.382.125,00
0,10 0,10 0,10 0,10
5
35.562.500,00 51.563.100,00 36.881.900,00 20.168.000,00 20.156.667,33 15.024.000,00 250.318.296,33
0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 1,00
15.190.310 9.334.310 11.705.893 15.168.393 18.459.381 21.648.497 17.300.955
0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10
6 7 8 9 10 Total
Kubis
Penerimaan (Ri)
1 2 3 4 5 6 7
E(Ri)=(Pi).(Ri) 559.500,00 2.131.168,60 967.331,80 3.438.212,50
σ² = (Ri-Ři)².(Pi)
σ = √σ²
37.779.034.618.226,70 13.482.395,60 1.383.946.865.015,04 23.588.387.958.099,60 8.742.802.345.014,17
CV = σ/E(Ri) 0,539
3.556.250,00 11.089.501.837.841,20 5.156.310,00 70.390.830.728.685,20 3.688.190,00 14.042.416.770.285,20 2.016.800,00 2.365.683.869.884,89 2.015.666,73 2.376.720.748.059,23 1.502.400,00 10.015.665.396.315,30 25.031.829,63 181.774.991.137.426,00
1.519.030,95 933.430,95 1.170.589,29 1.516.839,29 1.845.938,10 2.164.849,70 1.730.095,50
662.117.324.046,56 7.105.080.662.195,12 3.669.428.416.777,75 673.444.393.837,27 48.428.714.251,32 1.509.340.700.354,87 21.392.343.332,13
5.443.941,26
0,306
73
8 9 10 Total
26.974.164 15.700.166 26.152.668
0,10 0,10 0,10 1,00
2.697.416,40 1.570.016,60 2.615.266,80 17.763.473,58
8.483.681.808.325,65 425.723.815.396,50 7.037.858.308.047,68 29.636.496.486.564,80
7.252.354,80 5.449.231,80 6.854.387,80 3.402.252,80 4.173.749,80 27.131.977,00
16.670.638.652.241,80 2.607.505.824,80 10.195.811.472.288,80 20.485.766.325.673,80 7.845.604.995.996,81 55.200.428.952.026,00
7.429.699,12
0,274
135.659.885
0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 1
Tomat + Kubis
25.031.830 17.763.474
0,50 0,50
12.515.914,82 8.881.736,79 21.397.651,60
89.551.556.780.900,70
9.463.168,43
0,442
Tomat + Leunca
25.031.830 27.131.977
0,50 0,50
12.515.914,82 109.328.926.359.880,00 10.456.047,36 13.565.988,50 26.081.903,32
0,401
Kubis + Leunca
17.763.474 27.131.977
0,50 0,50
8.881.736,79 13.565.988,50 22.447.725,29
41.432.654.157.814,10
0,287
Leunca
1 2 3 4 5 Total
177.634.736
36.261.774 27.246.159 34.271.939 17.011.264 20.868.749
6.436.820,19
73
74
Tomat + Leunca
Kubis
+
25.031.830
0,33
17.763.474 27.131.977
0,33 0,33
Tomat + Kubis
25.031.830 17.763.474
0,70 0,30
17.522.280,74 122.563.925.636.048,00 11.070.859,30 5.329.042,07 22.851.322,82
0,484
Tomat + Leunca
25.031.830 27.131.977
0,70 0,30
17.522.280,74 144.941.312.818.860,00 12.039.157,48 8.139.593,10 25.661.873,84
0,469
Kubis + Leunca
17.763.474 27.131.977
0,50 0,50
8.881.736,79 13.565.988,50 22.447.725,29
41.432.654.157.814,10
6.436.820,19
0,287
25.031.830 17.763.474 27.131.977
0,50 0,25 0,25
12.515.915 4.440.868 6.782.994 23.739.777
193.363.082.363.895,00 13.905.505,47
0,586
Tomat + Leunca
Kubis
8.260.504 170.283.514.009.102,00 13.049.272,55
0,565
5.861.946 8.953.552 23.076.002
+
75
Tomat + Leunca
Kubis
+
25.031.830
0,70
17.522.281 235.528.009.238.335,00 15.346.921,82
17.763.474 27.131.977
0,15 0,15
2.664.521 4.069.797 24.256.598
0,633
75
76
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Magelang, Jawa Tengah pada tanggal 09 Juli 1988. Penulis merupakan anak kedua dari dua berdua, dari pasangan Bapak Siswanto dan Ibu Poniyem. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 2000 di Sekolah Dasar (SD) Negeri Tidar 1 Magelang. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 2 Magelang dan lulus pada tahun 2003. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Temanggung (STM Pembangunan) jurusan Budi Daya Tanaman dan diselesaikan pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada Program Keahlian Diploma III Teknologi Industri Benih melalui Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI). Pada tahun 2010 penulis diterima pada program sarjana penyelenggaraan khusus, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.