1
Hubungan antara Indeks Massa Tubuh dengan Fleksibilitas pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Angkatan 2011 Radhian Amandito, Ermita Ilyas Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia E-mail:
[email protected] Abstrak Indeks massa tubuh yang tinggi berkaitan dengan banyak risiko penyakit, terutama penyakit pada sistem kardiovaskuler, serta diduga menjadi salah satu faktor penyebab timbulnya keluhan muskuloskeletal pada pekerja kantor. Selain itu pekerja yang mengalami keluhan tersebut memiliki fleksibilitas yang buruk. Akibat keluhan tersebut kualitas kerja para penderita menurun sehingga terjadi penurunan gaji atau kehilangan waktu kerja. Peneliti menduga bahwa keluhan yang serupa juga terdapat pada mahasiswa, terutama mahasiswa kedokteran. Penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan Indeks Massa Tubuh dengan fleksibilitas. Pada penelitian ini digunakan studi cross sectional mahasiswa fakultas kedokteran angkatan 2011 yang mengikuti praktikum uji fleksibilitas tubuh. Data didapatkan dari hasil praktikum mahasiswa di fakultas kedokteran pada bulan Juni 2013 dan didapatkan jumlah sampel 149. Data dianalisis dengan menggunakan uji cross tabulation dan uji chi square dengan menggunakan program SPSS Ver 21 for mac. Tingkat fleksibilitas excellent adalah 45%, terbanyak ditemukan pada mahasiswa dengan IMT rendah sedangkan yang ditemukan pada mahasiswa dengan IMT tinggi adalah 41% yang excellent. Berdasarkan uji chi square tidak menunjukkan ada perbedaan bermakna antara skor IMT dan fleksibilitas mahasiswa. Dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan antara IMT dengan fleksibilitas pada mahasiswa kedokteran angkatan 2011. Kata kunci: Fleksibilitas;Indeks Massa Tubuh;Mahasiswa Kedokteran
Association between Body Mass Index and Flexibility of Medical Students Batch 2011 Abstract High Body Mass Index is related with a lot of diseases’ risk factor, especially diseases of the cardiovascular system, and also is thought to be one of the causes of musculoskeletal pain in office workers. Also, workers who experience such pain have bad flexibility. The musculoskeletal pain has a negative impact on the work quality of workers, causing a decrease in salary or decrease in work duration. It is suspected that a similar problem is happening in students, especially medical students. The goal of this research is to know the Body Mass Index and flexibility. This research is a cross sectional study with medical students of batch 2011 who underwent flexibility test practical session. Data is gained from the practical assignment of medical students on June 2013 and a total of 149 samples was received. SPSS ver. 21 for Mac is the program used to analyze the data and descriptive test cross tabulation and chi square test was done. We found that 45% of the flexibility score is excellent and mostly found in students with low BMI, whereas in students with high BMI there
Hubungan antara..., Radhian Amandito, FK UI, 2014
2
is 41% of excellent flexibility score. Based on chi square test there is no significancy between BMI and flexibility score of the students. It can be concluded that there is no association between BMI and flexibility in medical students batch 2011. Keywords: Body Mass Index;Flexibility;Medical Student Pendahuluan Pekerja kantor seperti dalam perusahaan komputer memiliki tingkat aktivitas yang relatif di bawah minimal aktivitas fisik yang dianjurkan. Para pekerja ini memiliki keluhan muskuloskeletal yang menjadi salah satu penyebab turunnya kualitas pekerjaan serta pengurangan gaji pekerja. Di Amerika Serikat gejala keluhan muskuloskeletal dialami oleh 29.7 – 32.6% populasi totalnya, dan low back pain merupakan kelainan paling banyak, sedangkan yang kedua adalah kelainan leher.1 Keluhan muskuloskeletal dapat meliputi kerusakan pada tendon, selubung tendon, dan lubrikasi sinovial dari selubung tendon, serta berhubungan dengan tulang. Keluhan tersebut juga bisa dikenal dengan Ergonomic Disorders dan Cumulative Trauma Disorders (CTD). Seluruh kelainan ini timbul bertahap dalam hitungan minggu, bulan, bahkan tahunan akibat eksersi berulang dan gerakan dari tubuh. Banyak faktor yang telah diidentifikasi sebagai penyebab kelainan pada pekerja. Tempat kerja yang kurang ergonomis merupakan faktor utama, dan faktor lain yang berpengaruh adalah obesitas atau Indeks Massa Tubuh (IMT) yang tinggi. Pada pekerja yang mengeluh low back pain dan memiliki IMT tinggi juga ditemukan fleksibilitas yang buruk.2 Peneliti menduga bahwa keluhan ini terdapat pada mahasiswa. Kegiatan mahasiswa terutama mahasiswa kedokteran relatif lebih banyak di depan buku atau komputer dan minim dalam aktivitas fisik, serta diperburuk dengan kecenderungan gaya hidup sedentary yang membuat jumlah mahasiswa yang obes banyak. Kegiatan ini memiliki risiko yang sama dengan pekerja kantor yang mengalami keluhan muskuloskeletal. Keluhan mahasiswa yang paling sering adalah pegal-pegal, dan beberapa keluhan lain yang dialaminya seperti nyeri sendi yang dapat mencapai tingkat yang dapat mengurangi kinerja akademis. Apabila tidak diidentifikasi sedini mungkin, keluhan ini dapat berlanjut hingga bekerja sebagai dokter, dan dapat mengurangi kinerja dokter dalam menangani pasien. Salah satu hal yang dapat kita gunakan sebagai langkah pencegahan keluhan tersebut berlanjut adalah dengan mengetahui IMT dan fleksibilitas mahasiswa. Oleh karena itu peneliti melakukan penelitian untuk mencari hubungan antara IMT dengan fleksibilitas.
Hubungan antara..., Radhian Amandito, FK UI, 2014
3
Melalui penelitian ini, peneliti berharap dapat mengidentifikasi besarnya kemungkinan risiko kelainan muskuloskeletal di masa depan para mahasiswa kedokteran, yang nantinya ketika menjadi dokter akan sangat penting untuk menjaga kinerja dan kualitasnya, terutama pada prosedur seperti bedah yang akan memakan waktu yang lama serta memerlukan presisi yang maksimal, dilihat dari fleksibilitas mereka. Tinjauan Teoritis Indeks Massa Tubuh Indeks massa tubuh dapat dihitung dari tinggi badan seseorang (TB) dengan berat badan (BB). IMT dikenal sebagai indikator atau pemberi gambaran komposisi tubuh. Meskipun IMT menggambarkan komposisi tubuh secara keseluruhan (otot, tulang, lemak), beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa IMT berhubungan dengan pengukuran lemak tubuh, yaitu seperti underwater weighing dan dual energy x-ray absorbtiometry. Pada umumnya IMT digunakan untuk menklasifikasikan underweight, overweight, dan obesitas pada orang dewasa.3 Penghitungannya adalah berat badan dalam kilogram dibagi tinggi badan yang dipangkat dua dalam meter (kg/m2).4 Sebagai contoh, seorang dewasa yang memiliki berat badan 70kg dan dengan tinggi badan 1.75m memiliki IMT 22.9. IMT = 70 kg / (1.75 m2) = 70 / 3.06 = 22.9 (2.1) Tabel 1. Klasifikasi Internasional untuk underweight, overweight, dan obes berdasarkan IMT Poin Batas Tambahan IMT
Klasifikasi
Poin Batas IMT (kg/m2)
Underweight
<18.50
<18.50
Sangat kurang
<16.00
<16.00
Kurang
16.00 - 16.99
16.00 - 16.99
Sedikit kurang
17.00 - 18.49
17.00 - 18.49
Normal
18.50-24.99
Overweight
≥25.00
Pre-obes
25.00 - 29.99
Obes
≥30.00
Hubungan antara..., Radhian Amandito, FK UI, 2014
(kg/m2)
18.50 – 22.99 23.00 – 24.99 ≥25.00 25.00 – 27.49 27.50 – 29.99 ≥30.00
4
Obes I
30.00 - 34.99
Obes II
35.00 - 39.99
Obes III
≥40.00
30.00 – 32.49 32.50 – 34.99 35.00 – 37.49 37.50 – 39.99 ≥40.00
*Diadaptasi dari WHO, 1995, WHO, 2000 and WHO 2004. Nilai IMT tidak berbeda pada usia maupun gender yang berbeda.5 Namun, IMT juga dapat menunjukkan hasil yang berbeda meskipun dengan kadar lemak yang sama di populasi, yang disebabkan oleh bedanya proporsi tubuh.6 Risiko kesehatan yang dihubungkan dengan peningkatan IMT akan berlangsung selama beberapa waktu serta interpretasi grading IMT dengan risiko kesehatan dapat berbeda pada populasi yang berbeda.7 Pada beberapa tahun ini, terdapat pendapat yang berbeda mengenai perlu atau tidaknya membedakan cut-off point IMT dalam populasi etnis yang berbeda karena terdapatnya peningkatan jumlah penemuan yang menunjukkan perbedaan asosiasi IMT, persentase lemak tubuh, dan distribusi lemak tubuh pada populasi yang berbeda, sehingga risiko kesehatan meningkat di bawah cut-off point 25 kg/m2 yaitu overweight dalam klasifikasi WHO sekarang. Terdapat dua percobaan untuk menginterpretasi cut-off IMT di populasi Asia dan Pasifik.7,8 Berdasarkan pertemuan WHO pada tahun 2002, didapatkan kesimpulan bahwa sebagian populasi Asia dengan risiko tinggi Diabetes Mellitus Tipe 2 dan penyakit jantung merupakan populasi dengan IMT lebih rendah dari cut-off point yang telah ada dari WHO untuk overweight (= 25kg/m2). Namun, terdapat variasi untuk risiko dari 22kg/m2 – 25kg/m2 pada populasi Asia, sedangkan untuk risiko uang tinggi bervariasi antara 26kg/m2 – 31kg/m2. Sehingga WHO kembali menetapkan cut-off point IMT yang telah ada menjadi klasifikasi internasional. Dengan tingginya IMT (overweight atau obes), kondisi berikut dapat memberikan risiko lebih tinggi untuk penyakit jantung dan kondisi lain:5,8 -
Hipertensi
-
Kadar LDL tinggi
-
Kadar HDL rendah
-
Kadar Trigliserida tinggi
-
Kadar gula darah tinggi
Hubungan antara..., Radhian Amandito, FK UI, 2014
5 -
Riwayat penyakit jantung
-
Aktivitas fisik yang kurang
-
Merokok
Untuk seseorang yang obes atau overweight dan memiliki dua atau lebih faktor risiko, sangat dianjurkan untuk segera menurunkan berat badan. Penurunan berat badan sedikit (antara 5-10 persen dari berat badan) dapat membantu menurunkan risiko timbulnya penyakit yang berhubungan dengan obesitas. Sedangkan untuk seseorang yang overweight dan memiliki kurang dari 2 faktor risiko perlu mencegah penambahan berat badan lebih lanjut.5 Fleksibilitas Fleksibilitas adalah luas jangkauan dari gerakkan sendi tungkai saat digerakkan.9 Otot dilapisi dengan kulit, jaringan ikat yang keras, dan kondisi sendi yang membatasi rentang gerakan. Fleksibilitas akan menurun dengan umur dan kurangnya aktivitas.9,10 Cedera terjadi ketika suatu tungkai dipaksa melebihi kapasitas normalnya untuk bergerak, sehingga fleksibilitas yang diperbaiki dapat mengurangi risiko cedera. Rentang gerakan meningkat ketika sendi dan otot dipanaskan. Gerakan peregangan paling efektif dilakukan setelah melakukan gerakan pemanasan namun sebelum melakukan upaya gerakan berat. Peregangan setelah olahraga, dalam periode pendinginan, dapat membantu mengurangi nyeri otot. Olahraga fleksibilitas sangat penting dalam latihan untuk kekuatan atau ketahanan, karena dapat membantu mempertahankan rentang gerakan yang dapat menurun.9,10
Para pelari mengandalkan
peregangan untuk membuat lari mereka lebih menyenangkan dan nyaman. Otot-otot gastrocnemius, hamstring, groin, dan punggung dapat menjadi kaku dan nyeri, bahkan setelah bertahun-tahun melakukan peregangan. Peregangan setiap hari dapat menjadi perbedaan antara kenyamanan dan ketidaknyamanan dalam melakukan aktivitas.10 Yoga telah menjadi cara yang populer dalam mendapatkan relaksasi dan keadaan meditatif. Beberapa tahun yang lalu, posisi-posisi saat melakukan latihan yoga dirasakan menyakitkan dan merupakan penyiksaan, serta dipercaya mempunyai aspek mistik. Namun sekarang sisi mistik telah dihilangkan dan yoga telah menjadi program fleksibilitas yang aman dan menyenangkan. Keuntungan terbaik adalah fleksibilitas, dengan kemungkinan peningkatan kekuatan dan keseimbangan, meskipun belum memiliki bukti yang cukup terhadap peningkatan aerobic fitness atau mendapatkan peningkatan kekuatan atau ketahanan otot yang signifikan. Fleksibilitas berperan besar dalam kesuksesan suatu pekerjaan dan olahraga.9 Fleksibilitas yang kurang baik dapat menyebabkan terjadinya cedera akut dan kronik seperti cedera pada tulang belakang bagian bawah.9,10 Setiap orang dapat memperoleh manfaat dari latihan
Hubungan antara..., Radhian Amandito, FK UI, 2014
6
peregangan rutin. Sedangkan pada lansia latihan peregangan merupakan hal yang sangat penting karena jaringan ikat pada lansia mengalami kehilangan elastisitas akibat bertambahnya usia. Fleksibilitas tubuh bisa dinilai dengan Sit and Reach Test.11 Sit and Reach Test dapat menilai fleksibilitas khususnya fleksibilitas otot punggung bagian bawah dan hamstring. Tes ini pertama kali ditemukan oleh Wells dan Dillon pada tahun 1952. Keterbatasan prosedur tes sit and reach adalah orang dengan lengan panjang dan/atau kaki pendek akan mendapatkan hasil yang lebih baik, sedangkan yang memiliki lengan pendek dan kaki panjang kurang baik. Untuk pemeriksaan ini memerlukan sit and reach box. Setiap orang akan duduk di lantai dengan kaki diregangkan lurus ke depan dan diletakkan di kotak dengan sepatu dilepas. Kedua lutut ditahan ke lantai oleh penguji. Dengan telapak tangan menghadap ke bawah, subjek akan mendorong ke depan sepanjang garis pengukur sejauh mungkin. Hasil yang diambil adalah tiga hasil yang terjauh dan dirata-rata, serta yang diambil dalam keadaan 11
stabil.
Hubungan antara..., Radhian Amandito, FK UI, 2014
7
Gambar 1. Sit and Reach Test untuk Menilai Fleksibilitas
Hubungan antara..., Radhian Amandito, FK UI, 2014
8
Tabel 2. Penilaian Sit and Reach Test Skor Tes Sit and Reach Fleksibilitas
15-19 tahun
20-29 tahun
Excellent
>39cm
>40cm
Above Average
34-38cm
34-39cm
Average
29-33cm
30-33cm
Below Average
24-28cm
25-29cm
Poor
<23cm
<24cm
*Dikutip dari Panduan Praktikum Sports for Health Module 2012, Departemen Fisiologi, Fakultas Kedokteran Universita Indonesia Hubungan Fleksibilitas dengan Indeks Massa Tubuh Tinggi10 Fleksibilitas memiliki hubungan dengan berat badan, somatotipe, ketebalan kulit, dan luas permukaan tubuh. Meskipun demikian, hubungan yang signifikan sangat sedikit. Beberapa contoh yang telah terbukti berhubungan adalah pada penelitian yang membandingkan seseorang yang overweight dengan yang underweight dan pada penelitian yang membandingkan seseorang dengan otot yang padat dan tidak padat. Ukuran tubuh dapat berpengaruh apabila akumulasi lemak terdapat di daerah abdomen, sehingga akan menghambat gerakan pada sit and reach test dan berakhir dengan skor yang rendah. Sebuah penelitian juga menemukan bahwa hubungan antara luas permukaan tubuh dengan fleksibilitas berhubungan terbalik atau tidak berhubungan sama sekali, bergantung pada bagian tubuh yang diuji. Mantan atlet berumur 45 – 68 tahun dengan IMT tinggi memiliki range of motion yang lebih buruk dibandingkan dengan atlet yang mempunyai IMT yang rendah. Selain itu fleksibilitas yang kurang secara signifikan berkorelasi dengan massa tubuh dan ketebalan otot yang berbeda, sehingga IMT yang tinggi akibat massa tubuh dapat dikatakan memiliki hubungan. Metode Penelitian Desain
penelitian
ini
menggunakan
studi
crosssectional dengan data hasil uji
kebugaran tubuh untuk mengetahui hubungan antara IMT dengan fleksibilitas tubuh. Penelitian dilakukan di laboratorium Departemen Fisiologi dan Departemen Kedokteran Olahraga Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2013 dengan estimasi waktu selesai pada bulan Mei 2013. Data sekunder berupa nilai Indeks
Hubungan antara..., Radhian Amandito, FK UI, 2014
9
Massa Tubuh dan nilai fleksibilitas mahasiswa kedokteran angkatan 2011 berupa hasil uji Sit and Reach. Variabel independen pada penelitian ini adalah indeks massa tubuh mahasiswa, sedangkan variabel dependen adalah skor fleksibilitas mahasiswa. Pada penelitian ini, data IMT yang didapatkan dari hasil praktikum Modul Pola Hidup Sehat dari Departemen Kedokteran Olahraga Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia akan langsung digunakan, sedangkan data dari uji Sit and Reach merupakan representatif dari fleksibilitas tubuh. Pengolahan dan analisis data menggunakan SPSS Ver. 21 for Mac. Data yang telah diolah dianalisis secara deskriptif uji crosstab antara variabel bebas dengan variabel terikat. Kemudian dilakukan analisis bivariat untuk mengetahui korelasi antara variabel terikat dengan variabel bebas dengan chi-square atau Fisher’s Exact test apabila expected count di atas 20%. Hasil Penelitian Penelitian yang dilakukan pada mahasiswa kedokteran di Departemen Fisiologi dan Departemen Kedokteran Olahraga Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia berdasarkan hasil uji Sit and Reach sejak bulan Maret hingga Mei 2013 dilakukan untuk menentukan hubungan antara IMT dengan fleksibilitas tubuh. Fleksibilitas tubuh diambil dari hasil uji Sit and Reach. Fleksibilitas n(%) Poor IMT
Below Average Average Above Average Excellent
Rendah 11(12.2)
4(4.4)
17(18.9)
17(18.9)
41(45.6)
Tinggi
5(8.5)
9(15.3)
13(22.0)
24(40.7)
8(13.6)
Tabel 3. Persentase Fleksibilitas Berdasarkan Indeks Massa Tubuh Mahasiswa Dari penelitian yang dilakukan dengan menggunakan uji deskriptif kategorik Crosstabulation, dapat dilihat persentase tingkat fleksibilitas dari mahasiswa dengan IMT tinggi dan rendah. Pada tabel 1, mahasiswa dengan IMT rendah terdapat sebanyak 12.2% poor, 4.4% below average, 18.9% average, 18.9% above average, dan 45.6% excellent. Sedangkan pada mahasiswa dengan IMT tinggi terdapat 13.6% poor, 8.5% below average, 15.3% average, 22.0% above average, dan 40.7% excellent. Pada tabel 4.2 dapat dilihat persebaran hasil uji fleksibilitas dari berbagai kategori indeks massa tubuh mahasiswa dengan jumlah total
Hubungan antara..., Radhian Amandito, FK UI, 2014
10
mahasiswa 149. Terdapat 21 mahasiswa dengan IMT underweight, 107 mahasiswa normal, 16 mahasiswa overweight, 4 mahasiswa obes 1, dan 1 mahasiswa obes 2. Mahasiswa dengan nilai fleksibilitas excellent terbanyak adalah mahasiswa dengan IMT normal (48) diikuti dengan overweight (9) dan underweight (8). Sedangkan mahasiswa dengan nilai fleksibilitas above average terbanyak adalah mahasiswa dengan IMT normal juga (24), diikuti dengan underweight (4) dan overweight dan obes 1 sama (1). Untuk nilai fleksibilitas average terbanyak adalah mahasiswa dengan IMT normal (17), diikuti dengan underweight (7) dan diikuti dengan obes 1 (1) dan obes 2 (1). Kemudian untuk mahasiswa dengan nilai fleksibilitas below average terbanyak adalah mahasiswa dengan IMT normal (5), obes 1 (2), dan underweight dan overweight sama (1). Terakhir mahasiswa dengan nilai fleksibilitas poor terbanyak adalah mahasiswa dengan IMT normal (13), diikuti dengan overweight (5), dan underweight (1).
IMT
Poor Below Average Average Above Average Excellent
Total
Uji Statistik
Underweight 1
1
7
4
8
21
Chi-
Normal
13
5
17
24
48
107
square
5
1
0
1
9
16
p=0,521
Obes 1
0
2
1
1
0
4
Obes 2
0
0
1
0
0
1
19
9
26
30
65
149
IMT Overweight
Total
Fleksibilitas
Tabel 4. Sebaran Fleksibilitas Berdasarkan Indeks Massa Tubuh Mahasiswa Karena hasil dari uji chi-square menunjukkan bahwa expected count 0% maka tidak perlu dilanjutkan dengan Fisher’s Exact Test. Dari uji statistik chi-square didapatkan nilai signifikansi 0,521, sedangkan syarat data bermakna secara statistik adalah <0,05, sehingga data yang didapat tidak bermakna secara statistik.
Hubungan antara..., Radhian Amandito, FK UI, 2014
11
Pembahasan Indeks Massa Tubuh Mahasiswa Dari hasil yang didapat dapat dilihat bahwa jumlah mahasiswa yang memiliki IMT normal sangat tinggi, sedangkan dengan IMT obes 1 dan obes 2 hanya sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum IMT mahasiswa terjaga dengan baik. Namun dari seluruh mahasiswa tersebut terdapat beberapa yang tergolong obes 1 dan obes 2. Hal ini cukup mengkhawatirkan karena dampak buruk pada kesehatan yang umumnya akan dialami oleh seseorang dengan usia lanjut dapat dialami oleh mahasiswa yang masih berusia 15-20 tahun. Contoh penyakit yang dapat diidap oleh mahasiswa tersebut adalah hipertensi dan penyakit jantung, ditambah lagi penyebab seseorang obes salah satunya adalah sedentary lifestyle, dan apabila kebiasaan tersebut diteruskan tanpa ada perbaikan apapun maka hanya akan menambah risiko kesehatannya.5,6 Penurunan IMT dapat dilakukan dengan memperbaiki gaya hidup seperti diet makanan yang seimbang dan teratur serta melakukan aktivitas fisik yang cukup.8 Sedangkan untuk mahasiswa yang tergolong underweight, memperbaiki asupan gizinya juga dianjurkan agar bisa meningkatkan kemampuan fisiknya. Meskipun demikian, data ini lebih baik dibandingkan dengan mahasiswa kedokteran dari Negara lain. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa di National Ribat University, Khartoum terdapat 17.8% prevalensi overweight dan 9.2% prevalensi obes pada seluruh mahasiswa kedokteran di Universitas tersebut.13 Sedangkan studi yang sama dilakukan di Fakultas Kedokteran di Malaysia dan terdapat 30.1% prevalensi overweight dan obes pada mahasiswa kedokteran.14 Salah satu alasan yang diduga menjadi faktor penyebab hal ini adalah kebiasaan mahasiswa mengonsumsi makanan junk food dan minuman manis yang tersedia di kampus mereka.15 Fleksibilitas Mahasiswa Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa fleksibilitas mahasiswa kedokteran secara umum baik, yaitu didapat jumlah mahasiswa dengan fleksibilitas excellent mencapai 65 dari total 149 mahasiswa. Dari hal ini dapat dikatakan bahwa meskipun terdapat sedikit kegiatan aktivitas fisik yang dilakukan mahasiswa kedokteran dibandingkan dengan kelompok populasi lain, bagi beberapa mahasiswa mereka tetap dapat mempertahankannya. Hal tersebut juga dapat disebabkan oleh kegiatan inisiatif mahasiswa di luar kegiatan pembelajaran di kampus, seperti rutinitas yang dilakukan di waktu selang yang dimiliki mereka. Namun terdapat kemungkinan bahwa fleksibilitas ini akan berkurang seiring dengan meningkatnya beban belajar dan tugas di sekolah kedokteran, karena pada saat pengumpulan
Hubungan antara..., Radhian Amandito, FK UI, 2014
12
data ini dilakukan mereka masih berada di tingkat 2. Tetap diharapkan akan ada waktu luang yang bisa digunakan untuk melakukan aktivitas fisik hingga mereka lulus dari sekolah kedokteran. Selain itu, dari 149 mahasiswa tersebut juga terdapat 19 mahasiswa dengan fleksibilitas yang poor. Hal ini dapat berupa dampak dari kegiatan sebagai mahasiswa kedokteran atau merupakan dampak dari masa SMA-nya. Apabila dibiarkan hingga lanjut, dikhawatirkan dapat berdampak buruk terhadap kegiatan sehari-harinya, terutama ketika melakukan operasi bedah yang memakan waktu lama nanti sebagai dokter atau ko-asisten.10 Dari sebuah penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari Semarang juga didapatkan bahwa seseorang yang berolahraga teratur memiliki nilai fleksibilitas lebih tinggi dibandingkan seseorang yang tidak berolahraga dalam 2 bulan terakhir, selain itu mayoritas sampel dengan nilai fleksibilitas yang lebih rendah hanya berolahraga sekali dalam 1 minggu, sehingga menunjukkan pentingnya olahraga yang teratur dalam menjaga fleksibilitas serta mencegah keluhan muskuloskeletal yang disebabkan oleh fleksibilitas yang buruk.16 Dari penelitian yang sama terdapat beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi fleksibilitas seseorang, yaitu penyakit pada sistem syaraf, kurangnya motivasi ketika mengerjakan pengujian fleksibilitas, dan temperatur tubuh sebab panas tubuh dapat mengurangi viskositas jaringan sehingga meningkatkan fleksibilitas seseorang.16 Hubungan Fleksibilitas dengan Indeks Massa Tubuh Mahasiswa Penelitian yang telah dilakukan untuk melihat IMT dan fleksibilitas dari mahasiswa kedokteran menghasilkan data yang menunjukkan bahwa terdapat variasi yang cukup besar dari seseorang dengan IMT yang normal untuk nilai fleksibilitasnya. Sedangkan rentang nilai fleksibilitas untuk mahasiswa dengan IMT underweight lebih cenderung ke average atau lebih baik, dan sebaliknya IMT overweight, obes 1, dan obes 2 memiliki kecenderungan memiliki rentang nilai fleksibilitas average atau lebih buruk. Diduga sebelumnya berdasarkan penelitian yang dilakukan pada pekerja obes oleh Gilleard et al, pada buruh oleh Batti’e et al, dan pada lansia di sebuah komunitas di San Antonio oleh Escalante et al bahwa seseorang dengan IMT tinggi akan memiliki fleksibilitas yang lebih buruk jika dibandingkan dengan IMT yang normal.17-19 Hal ini dapat dilihat pada hasil yang didapatkan, yaitu seseorang dengan IMT normal atau underweight lebih cenderung memiliki fleksibilitas yang relatif lebih baik dibandingkan dengan IMT yang overweight, obes 1, dan obes 2. Penyebab dari buruknya fleksibilitas pada mahasiswa overweight atau obes 1 dan obes 2 belum sepenuhnya disepakati, namun salah satu faktor yang diduga berperan adalah adanya
Hubungan antara..., Radhian Amandito, FK UI, 2014
13
penumpukan jaringan adiposa di daerah abdomen yang dapat mengganggu uji sit and reach maka hasil yang didapat akan kurang baik dibandingkan dengan mahasiswa tanpa penumpukan jaringan adiposa. Meskipun demikian faktor lain seperti kelainan pada sendi atau muskuloskeletal juga dapat menjadi faktor penyebab hasil fleksibilitas yang berbedabeda. Pada sebuah penelitian oleh Gilleard et al yang meneliti hubungan antara obesitas dengan gerakan fleksi tungkai ke depan ditunjukkan bahwa pada orang obes gerakan fleksi tungkai ke depan terhambat pada posisi duduk maupun berdiri. Ketika melakukan fleksi terlihat penurunan pergeseran posisi toraks dan jangkauan range of motion tulang belakang torakolumbar, sehingga dapat dikatakan bahwa obesitas menghambat fleksibilitas gerakan tungkai, sebagaimana dilaporkan oleh penelitian lainnya juga.17,18,19 Hambatan gerakan maju ke depan pada posisi duduk disebabkan karena jaringan pada tungkai yang berlebihan terdapat pada bagian yang bersebelahan dengan bagian femur atau paha kaki ketika duduk di kursi. Selain itu kesulitan dalam hal keseimbangan yang dialami oleh orang yang obes dapat menyebabkan mereka lebih berhati-hati dan lebih sulit untuk mencapai posisi fleksi yang sempurna.17 Kedua faktor tersebut juga hampir sama dengan hambatan yang dialami oleh orang obes dalam melakukan uji sit and reach, yaitu jaringan adipose pada bagian abdomen menghambat gerakan fleksinya, sehingga menunjukkan seseorang yang obes akan memiliki fleksibilitas yang buruk, meskipun hal ini tidak terjadi pada semua segmen dan sendi. Gerakan pinggang dan pelvis yang diuji pada penelitian mengenai hubungan obesitas dengan fleksibilitas tersebut tidak menghasilkan data yang bermakna. Selain itu semakin tinggi BMI seseorang, semakin besar penurunan range of motion segmen toraks dan tulang belakang, sehingga peningkatan adipositas dapat semakin menurunkan hambatan gerakan, seperti yang telah dilaporkan oleh Hsieh et al pada tahun 1994.20 Meskipun demikian, dampaknya tetap hanya berlaku pada segmen tubuh tertentu. Pada penelitian oleh Gilleard et al ini, pada posisi berdiri dalam keadaan bekerja, kelompok obes menjauhkan dirinya dari meja karena ukuran tubuhnya yang menyebabkan tidak bisa berdiri lebih dekat ke meja kerja.17 Sebagai akibatnya posisi mereka harus lebih terfleksi di bagian segmen toraks dan pelvis, yang dapat terlihat pada adaptasi postural tulang belakang. Semakin tinggi BMI, semakin tinggi juga progresi dari adaptasinya. Hal ini mendukung latar belakang penelitian yang dilakukan yaitu tingginya kasus posisi kerja yang kurang baik dengan terjadinya nyeri muskuloskeletal, karena adaptasi postural dan hambatan gerakan segmen tungkai dapat memiliki dampak terhadap nyeri tersebut pada orang obes. Meskipun
Hubungan antara..., Radhian Amandito, FK UI, 2014
14
belum ada hubungan sebab-akibat yang pasti antara obesitas dengan low back pain, pada penelitian mengenai pekerja obes oleh Boussenna et al, diduga bahwa pada orang obes memang cenderung lebih banyak mengalami nyeri di bagian leher dan punggung.21 Dengan mengidentifikasi risiko ini pada mahasiswa kedokteran yang masih berusia lebih muda dapat mengurangi keluhannya di masa depan dan secara tidak langsung menjaga kualitas dokter. Keterbatasan Penelitian Secara statistik data yang didapatkan tidak bermakna. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal. Pertama adalah terdapatnya rentang yang terlalu jauh pada mahasiswa dengan IMT yang normal untuk fleksibilitasnya. Mahasiswa dengan IMT normal memiliki fleksibilitas dari excellent hingga poor. Dengan hasil demikian kita juga bisa katakan bahwa tidak ada kepastian bahwa seseorang dengan IMT normal akan memiliki fleksibilitas yang baik, atau bahwa IMT tidak sepenuhnya berpengaruh pada fleksibilitas seseorang. Walaupun demikian semua mahasiswa yang obes 1 dan obes 2 tidak ada yang memiliki fleksibilitas excellent. Kedua adalah berarti IMT tidak memengaruhi fleksibilitas secara signifikan, seperti yang ditemukan di berbagai penelitian sebelumnya.10 Data yang telah terbukti adalah bahwa hanya penumpukan jaringan adipositas dapat menghambat gerakan fleksi pada segmen tertentulah yang akan mempengaruhi gerakan fleksi pada uji fleksibilitasnya. Ketiga adalah pengaruh dari faktor perancu yaitu jenis kelamin. Pada penelitian ini pengaruh jenis kelamin tidak dianalisis, dan jumlah mahasiswa perempuan dan laki-laki berbeda, sehingga tidak bisa diasumsikan bahwa penyebab hasil penelitian tersebut hanya akibat dari perbedaan IMT. Kesimpulan Tingkat fleksibilitas terbanyak yang dimiliki oleh mahasiswa kedokteran usia 15-20 tahun adalah excellent. IMT terbanyak yang dimiliki oleh mahasiswa kedokteran usia 15-20 tahun adalah normal.Tidak terdapat hubungan antara IMT dan fleksibilitas pada mahasiswa kedokteran usia 15-20 tahun. Saran Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan dengan menggunakan jumlah sampel dan persebaran yang sesuai, yaitu jumlah perempuan dan laki-laki yang sama, dan jumlah mahasiswa dengan masing-masing IMT yang sama. Pengujian fleksibilitas yang menyeluruh, yaitu bukan hanya dengan uji sit and reach, namun juga menggunakan motion analysis system.
Hubungan antara..., Radhian Amandito, FK UI, 2014
15
Kepustakaan 1. Cunningham LS, Kelsey JL: Epidemiology of musculoskeletal impairment and associated disability. Am J Public Health 1984, 74(6):574-579 2. Sethi L, Jaspal S, Imbanathan V. Effect of Body Mass Index on work related musculoskeletal discomfort and occupational stress of computer workers in a developed ergonomic setup. Sports Medicine, Arthroscopy, Rehabilitation, Therapy & Technology 2011, 3:22 3. WHO. Physical status: the use and interpretation of anthropometry. Report of a WHO Expert Committee. WHO Technical Report Series 854. Geneva: World Health Organization, 1995. 4.
Centre for Obesity Research and Education, 2007. Body Mass Index: BMI Calculator. Didapat dari: http://www.core.monash.org/bmi.html [Diakses pada 7 Maret 2013].
5. Grummer-Strawn LM et al., 2002. American Journal of Clinical Nutrition. Dalam: Centers of Disease Control and Prevention, 2009. Assessing Your Weight: About BMI for
Adult.
Didapat
dari:
Universitas
Sumatera
Utarahttp://cdc.gov/healthyweight/assessing/bmi/adult_bmi/index.html [Diakses pada 7 Maret 2013]. 6. WHO. Obesity: preventing and managing the global epidemic. Report of a WHO Consultation. WHO Technical Report Series 894. Geneva: World Health Organization, 2000. 7. WHO expert consultation. Appropriate body-mass index for Asian populations and its implications for policy and intervention strategies. The Lancet, 2004; 157-163. 8.
WHO/IASO/IOTF. The Asia-Pacific perspective: redefining obesity and its treatment. Health Communications Australia: Melbourne, 2000.
9.
Physiology of fitness sharkey, brian j 3rd ed, 1990 versa press amerika
10. Alter MJ. Science of Flexibility. 3rd edition, 2004, USA, sheridan books 11. Wells, K.F. & Dillon, E.K.1952. The sit and reach. A test of back and leg flexibility.Research Quarterly, 23. 115-118. 12. Departemen Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Panduan Praktikum Sports Module. 2012 13. Sawsan MA, Elsadig YM (2010) Obesity among medical students of the National Ribat University, Khartoum 2008. SJPH 2: 16-19 14. NY, Chia GJ, Wong LC, Chew RM, Chong W, et al. (2010) The prevalence of
Hubungan antara..., Radhian Amandito, FK UI, 2014
16
obesity among clinical students in a Malaysian medical school. Singapore Med J 51: 126-132. 15. Mahmood S, Najjad MK, Ali N, Yousuf N, Hamid Y (2010) Predictors of obesity among post graduate trainee doctors working in tertiary care hospital of public sector in Karachi, Pakistan. J Pak Med Assoc 60: 758-761. 16. Purnama A. Hubungan Antara Indeks Massa Tubuh dengan Fleksibilitas Lumbal pada Laki-laki Dewasa Kelompok Umur 19-21 Tahun. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang. 2007. 17. Gilleard W, Smith T. Effect of obesity on posture and hip joint moments during a standing task, and trunk forward flexion motion. International Journal of Obesity (2007) 31, 267-271 18. Batti’e MC, Bigos SJ, Sheehy A, Wortley MD. Spinal flexibility and individual factors that influence it. Phys Ther 1987; 67: 653–658 19. Escalante A, Lichtenstein MJ, Dhanda R, Cornell JE, Hazuda HP. Determinants of hip and knee flexion range: results from the San Antonio Longitudinal Study of Aging. Arthritis Care Res 1999; 12: 8–18. 20. Hsieh CJ, Pringle RK. Range of motion of the lumbar spine required for four activities of daily living. J Manip Physiol Ther 1994; 17: 353–358 21. Boussenna M, Corlett E, Pheasant S. The relation between discomfort and postural loading at the joints. Ergonomics 1982; 25: 315–322
Hubungan antara..., Radhian Amandito, FK UI, 2014