Prosiding SIMPOSIUM NASIONAL MITIGASI BENCANA TSUNAMI 2015 TDMRC Universitas Syiah Kuala didukung oleh USAID (PEER Cycle 3) No.ISSN: 2477-6440 Banda Aceh, 21 – 22 Desember 2015
Holistic Evacuation Planning for the Improvement of Spatial Plan – A Case Study of Meuraksa Sub-District Harkunti P. Rahayu12, dan Soraya Rizka Keumala 3 Regional and City Planning Department - School of Architecture, Planning, and Policy Development Institute Technology of Bandung, Labtek IXA Building – 4th Floor, Jl. Ganesha No. 10, Bandung 40132, Indonesia, emai:
[email protected] and
[email protected] 2 Research Center for Disaster Mitigation, Institute Technology of Bandung, PAU Building – 8th Floor, Jl. Ganesha No. 10, Bandung 40132, Indonesia 3 Former Student of Regional and City Planning, School of Architecture, Planning, and Policy Development, Institute Technology of Bandung 1
Abstract
The aftermath of 2004 tsunami, intensive tsunami disaster risk reduction initiatives have been implemented in many tsunami prone cities in Indonesia, i.e. green belt for vegetation mitigation, building tsunami vertical evacuation shelter (TVES), improvement of existing road for evacuation, tsunami signage, development of downstream warning chain, and exercises/drill. However during the 2009 event in Padang and 2012 event in Banda Aceh, people have shown chaotic response in evacuation, as if there were no tsunami disaster risk reduction intervention in placed. Many evacuation routes were overcapacity, several cross road were stuck, tsunami sirens did not properly function, and only few people went to the TVES. Other than that, learning from several tsunami events, the high numbers of death toll in high-populated cities were often due to the lack of several critical factors, i.e. reliable tsunami warning, sufficient supporting infrastructure for emergency response and evacuation, and responsiveness of the people at risk with the same right and opportunity to evacuate safely. Thus, this paper will describe a holistic approach in tsunami evacuation planning, i.e. planning and design for evacuation route, signage and shelter, from the perspective of engineering and social management system needs, and its integration into spatial planning.
Research for this paper was conducted in 2013 at Meuraksa sub-district in the City of Banda Aceh, by direct observation on the infrastructures, questionnaire-based interview on 98 respondents and secondary data. Using three-tier analysis, i.e. problem recognition, structuring the people mind and social behavior using semi logic model, and evacuation capacity analysis, several critical planning parameters were acquired to improve spatial plan. This paper assumes that estimated time needed to evacuate the whole people at risk (ETE) should be less than the lead-time, i.e. the estimated tsunami arrival time (ETA) minus time needed for warning dissemination (TEW). While estimated time for evacuation depends on several critical parameters, i.e. population density, building density, social economic, social demography, capacity of supporting infrastructure and social behavior of the people. If the ETE is much longer than the lead-time, thus increasing the capacity of horizontal evacuation routes should be in place. Otherwise the existence of vertical evacuation infrastructure/shelter (TVES) in that area is necessary. This paper also recommends the criteria of evacuation planning and structural design for the development of TVES. Other critical findings were that the existence of TVES built Tema: Mitigasi Bencana Tsunami melalui Penataan Ruang dan Morfologi Kawasan Pantai
165
Prosiding SIMPOSIUM NASIONAL MITIGASI BENCANA TSUNAMI 2015 TDMRC Universitas Syiah Kuala didukung oleh USAID (PEER Cycle 3) No.ISSN: 2477-6440 Banda Aceh, 21 – 22 Desember 2015
and/or planned as well as the improvement of designated evacuation route have eventually affect the increase and decrease of land price, change of CBDs, change of demography profile which lead to the land use change followed by all related problem which will prolong ETE and hinder the evacuation process. Therefore, these critical parameters found are necessary to be considered in the improvement and/or review of the spatial plan. Keywords: tsunami evacuation planning, tsunami vertical shelter, social behavior model, logic model, spatial planning based on disaster risk reduction.
1. Pendahuluan
Banda Aceh merupakan salah satu kota di Indonesia yang hancur oleh bencana gempa dan tsunami 26 Desember 2004. Dilihat dari kekuatan dan dampak nya, fenomena tsunami tersebut merupakan wake up call bagi Kota Banda Aceh, Indonesia dan Kawasan Samudera Hindia. Tidak hanya berdirinya Ina TEWS – Sistim Pringtana Dini Tsunami Indonesia, tetapi juga dengan lahirnya UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana pada tahun 2008. Melihat kerugian yang ditimbulkan dan letak Kota Banda Aceh yang sangat rawan terhadap tsunami, telah dilakukan upaya mitigasi baik bernetuk mitigasi struktural (fisik) maupun non-struktural (non-fisik) untuk mengurangi risiko atau kerusakan yang ditimbulkan oleh bencana tsunami di masa mendatang.
Mitigasi struktural yang telah dilakukan di Kota Banda Aceh antara lain: Penanaman green belt berupa pohon bakau sebagai peredam gelombang tsunami, Pembangunan Tempat Evakuasi Sementara vertikal (TES), Pelebaran jalan dan pembangunan jalan lingkar luar untuk evakuasi, Pemasangan rambu-rambu evakuasi, dan Pemasangan sirene peringatan dini tsunami. Sedangkan mitigasi non-struktural yang telah dilakukan antara lain: Penambahan ruang terbuka hijau di pesisir, Pembatasan pembangunan di kawasan rawan tsunami untuk mengurangi jumlah penduduk terpapar, dan Pelaksanaan tsunami drill nasional tahun 2008 dan 2009. Secara prinsip, perencanaan evakuasi tsunami adalah mengoptimalkan waktu yang ada/tersisa (golden time) untuk mengevakuasi semua manusia terpapar sebelum tsunami datang. Mitigasi mendukung rencana evakuasi tsunami dengan mengurangi jumlah penduduk terpapar, atau mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk evakuasi. Study kasus untuk paper ini adalah Kecamatan Meuraksa yang merupakan salah satu kecamatan di Banda Aceh yang seluruh wilayahnya tergolong kawasan rawan tsunami. Belajar dari tsunami 2004 seluruh penduduknya tergolong penduduk terpapar risiko tsumi, yaitu penduduk yang berisiko terkena tsunami dimasa mendatang. Semua komponen mitigasi struktural dan non-struktural yang disebutkan di atas telah
Tema: Mitigasi Bencana Tsunami melalui Penataan Ruang dan Morfologi Kawasan Pantai
166
Prosiding SIMPOSIUM NASIONAL MITIGASI BENCANA TSUNAMI 2015 TDMRC Universitas Syiah Kuala didukung oleh USAID (PEER Cycle 3) No.ISSN: 2477-6440 Banda Aceh, 21 – 22 Desember 2015
diterapkan di kecamatan tersebut, terutama pembangunan TES dan jalur evakuasi yang sangat berguna bagi masyarakat dalam menyelamatkan diri mereka ketika tsunami.
Pada tanggal 11 April 2012, Kota Banda Aceh dan sekitarnya kembali diguncang dua kali gempa tsunamigenik. Kepanikan melanda kota, jalanan macet, dan tidak sedikit kecelakaan yang terjadi di jalur evakuasi. Ironisnya, sebagian besar masyarakat Kecamatan Meuraksa tidak menggunakan TES yang telah disediakan. Padahal apabila mereka melakukan evakuasi ke TES, mereka bisa sampai ke tempat yang aman dalam waktu yang lebih cepat dan tidak perlu lari ke bagian kota yang jauh dari pantai. Banyaknya masyarakat yang tidak menggunakan TES dan lari ke bagian kota yang lebih jauh dari pantai ini juga menambah bangkitan evakuasi sehingga jalanan menjadi macet. Terlebih lagi, sebagian besar masyarakat melakukan evakuasi menggunakan mobil atau motor, sehingga memperparah kemacetan di jalur evakuasi. Bisa dilihat pada beberapa perempatan evakuasi seperti Simpang Surabaya, dimana perempatan tersebit menjadi bottle neck evakuasi dari jalur evakuasi sekunder ke jalur evakuasi primer. Proses evakuasi terhambat dengan kemacetan yang luar biasa. Tampak dari gambaran ini bahwa upaya mitigasi yang telah dilakukan paska tsunami 2004, ternyata kurang terlihat dampaknya pada proses evakuasi 11 April 2012. Untuk itu dalam studi ini dilakukan kajian untuk memperbaiki rencana evakuasi tsunami melalui kajian dari berbagai aspek mitigasi, terutama ketersediaan infrastruktur pendukung evakuasi dan perilaku evakuasi masyarakat saat evakuasi di Kota Banda Aceh, khusus Kecamatan Meuraksa. Dengan empat fokus sasaran sebagai berikut:
Kajian kebutuhan TES untuk Kecamatan Meuraksa dengan memperhatikan kondisi guna lahan dan sebaran TES eksisting. Identifikasi masalah-masalah terkait kondisi infrastruktur pendukung evakuasi tsunami dan perilaku evakuasi masyarakat yang dapat mempengaruhi rencana evakuasi tsunami di Kecamatan Meuraksa. Menemukan titik temu dari permasalahan-permasalahan terkait kebutuhan TES, infrastruktur pendukung evakuasi tsunami, dan perilaku evakuasi masyarakat. Merumuskan solusi penyelesaian permasalahan untuk menyempurnakan rencana evakuasi.
1. Metodologi yaitu:
Kajian yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dibagi dalam empat tahap
1. Kajian Kebutuhan TES: untuk menghitung jumlah TES yang dibutuhkan untuk menyelamatkan seluruh penduduk Kecamatan Meuraksa dalam golden time; 2. Identifikasi Permasalahan pada Infrastruktur Pendukung Evakuasi Tsunami (TES, jalur evakuasi, dan rambu evakuasi): untuk melihat kondisi infrastruktur tersebut; 3. Identifikasi Permasalahan pada Perilaku Evakuasi Masyarakat: untuk melihat persepsi mengenai bahaya tsunami, pengalaman evakuasi 2012, tingkat kesiapsiagaan, prediksi perilaku evakuasi di masa depan, dan tanggapan
Tema: Mitigasi Bencana Tsunami melalui Penataan Ruang dan Morfologi Kawasan Pantai
167
Prosiding SIMPOSIUM NASIONAL MITIGASI BENCANA TSUNAMI 2015 TDMRC Universitas Syiah Kuala didukung oleh USAID (PEER Cycle 3) No.ISSN: 2477-6440 Banda Aceh, 21 – 22 Desember 2015
mengenai infrastruktur pendukung evakuasi. Data untuk analisis ini dihimpun melalui kuesioner semi wawancara kepada 94 responden yang tersebar merata di 16 kelurahan di Kecamatan Meuraksa. 4. Analisis Kesenjangan (Gap Analysis): untuk menemukan titik temu permasalahan dari tiga analisis sebelumnya, serta menemukan rekomendasi untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut. Data primer didapatkan dari observasi, kuesioner, dan wawancara kepada lembaga-lembaga terkait. Sedangkan data sekunder didapatkan dari peraturan perundang-undangan, dokumen rencana, data statistik, dan peta 3. Analisis Kebutuhan TES
Kemampuan jalur evakuasi untuk mengevakuasi penduduk terpapar di suatu kawasan agar selamat dari tsunami disebut Evacuation Capacity (Rahayu dan Anita, 2013), yang merupakan fungsi dari lebar jalan, ruang yang dibutuhkan untuk orang bergerak cepat (1 m2/orang), dan kecepatan orang berjalan cepat (3,3 km/jam) yang dapt dirumuskan sebagai berikut:
Ev : Kapasitas Evakuasi W : Lebar jalan (meter)
Sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk mengevakuasi seluruh penduduk terpapar tsunami dalam suatu unit kawasan disebut Estimated Time for Evacuation (ETE), yang didapat dengan membagi jumlah penduduk terpapar dengan Kapasitas Evakuasi jalur yang digunakan. ETE
= Jumlah penduduk terpapar / Ev
ETE unit kawasan akan ditotalkan dengan ETE kawasan lain yang menggunakan jalur evakuasi sama. Dari kajian sebelumnya (Hamzah Latief et al 2008) telah disebutkan bahwa waktu kedatangan tsunami (Estimated Tsunami Arival - ETA) adalah 33 menit. Dalam kajian ini diasumsikan bahwa waktu penerbitan peringatan dini tsunami (Time for Early Warning - TEW) adalah 10 menit, yang terdiri dari 5 menit waktu yang dibutuhkan BMKG Ina TEWS untuk menerbitkan tsunami paska gempa plus 5 menit lainnya diasumsikan sebagai waktu yang dibutuhkan pemerintah daerah dalam hal ini pusdalop BPBD untuk menerbitkan perintah evakuasi setelah mereka menerima perinatan tsunami dari BMKG. Sehingga waktu yang ada yang dimiliki oleh masyarakat sejak mendengar peringatan tsunami sampai gelombang tsunami datang (golden time) adalah 23 menit, didapatkan dari ETA - TEW. Apabila ETE total < 23 menit, maka seluruh penduduk terpapar kawasan tersebut dapat terselamatkan dan kawasan tersebut aman. Sehingga tidak perlu dibangun TES dikawasan tersebut.
Tema: Mitigasi Bencana Tsunami melalui Penataan Ruang dan Morfologi Kawasan Pantai
168
Prosiding SIMPOSIUM NASIONAL MITIGASI BENCANA TSUNAMI 2015 TDMRC Universitas Syiah Kuala didukung oleh USAID (PEER Cycle 3) No.ISSN: 2477-6440 Banda Aceh, 21 – 22 Desember 2015
Tabel 1 Waktu Evakuasi Menggunakan TES Kelurahan
Chater A
Ulee (s)
Lheue
5
472
5
463
5
Asoe Nanggroe
558
5
1.035
4
Lamjabat
679
4
Ulee (N)
293
12
788
6
Lambung
763
12
Blang Oi
1.838
12
782
12
1.214
12
Punge Ujong
1.322
12
Punge Jurong
3.496
12
605
6
Alue Deah Teungoh
1.149
6
Lampaseh Aceh
1.865
6
Gampong Blang
Lheue
Deah Glumpang
Chater B
293
Leba r Jala n
Gampong Pie
Surien
Cot Lamkuweueh Gampong Baro
Deah Baro Chater C
Jlh Pendu -duk
Ev Cap acity
Tujuan Evakuasi
Pendu -duk di TES
Pendu -duk tidak aman
ETE
0
0
0 Aman
15 Lair Kecamatan
0
472
31
15 Luar Kecamatan
0
463
31
100 Tidak aman
15 Luar Kecamatan
0
558
37
12 Luar kecamatan
0
1.035
86
12 Luar kecamatan
0
679
57
36 TES TDMRC
293
0
0
750
88
5
36 TES Lambung
750
13
2
36 Luar kecamatan
0
1.838
51
36 Luar Kecamatan
0
782
22
36 Luar Kecamatan
0
1.214
34
36 Luar kecamatan
0
1.322
37
1.000
2.496
69
375
255
14
159 Tidak aman
375
799
44
147 Tidak aman
0
1.865
104
104 Tidak aman
15 TES TDMRC
18 TES Deah Glumpang
36 Museum Tsunami
18 TES Alue Deah Teungoh 18 TES Alue Deah Teungoh 18 Luar Kecamatan
293
Tema: Mitigasi Bencana Tsunami melalui Penataan Ruang dan Morfologi Kawasan Pantai
ETE total
Status
68 Tidak aman 37 Tidak aman
123 Tidak aman 125 Tidak aman 0 Tidak aman
215 Tidak aman 213 Tidak aman 191 Tidak aman 162 Tidak aman 191 Tidak aman 106 Tidak aman 69 Tidak aman
169
Prosiding SIMPOSIUM NASIONAL MITIGASI BENCANA TSUNAMI 2015 TDMRC Universitas Syiah Kuala didukung oleh USAID (PEER Cycle 3) No.ISSN: 2477-6440 Banda Aceh, 21 – 22 Desember 2015
Apabila ETE total ≥ 23 menit, maka tidak seluruh penduduk dapat terselamatkan dan kawasan tersebut tidak aman. Sehingga perlu dibangunkan TES dikawasan tersebut. Dimana jumlah TES yang diperlukan sesuai dengan kapasitas TES yang kan dibangun dan jumlah penduduk terpapar.
Dalam kajian ini, kelurahan-kelurahan di Kecamatan Meuraksa dibagi dalam 3 cluster kawasan menurut jalan utama yang digunakan dalam evakuasi. Untuk menentukan apakah perlu dibangun TES dan berapa julah yang dibutuhkan, terlebih dahulu akan dikaji ETE yang dibutuhkan untuk mengevakuai pendudk terpapar dalam satu kawasan dengan memperhitungkan keberadaan TES eksisting. Berikut adalah ETE yang dibutuhkan apabila evakuasi penduduk juga mengoptimalkan keberadaan 4 TES eksisting dan Museum Tsunami. Karena TES eksisting dan Museum Tsunami belum cukup untuk menyelamatkan seluruh penduduk di Kecamatan Meuraksa, maka diperlukan pembangunan tambahan TES baru agar jumlah tercapai ETE total kawasan < 23 menit. Dengan demikian, seluruh penduduk di Kecamatan Meuraksa dapat selamat sebelum gelombang tsunami datang. Berikut asumsi yang digunakan dalam menghitung jumlah TES baru yang dibutuhkan:
Luas bangunan TES tambahan seperti TES eksisting (1 lantai luasnya 375 m2). Diasumsikan satu orang membutuhkan tempat 1 m2 (Hakunti P. Rahayu dan Juani Anita, 2014), maka satu lantainya dapat menampung 375 orang. Karena sebagain besar Kecamatan Meuraksa memiliki tinggi rendaman tsunami di atas 2,5 meter, TES tambahan hanya dapat dipakai lantai 3 dan 4 saja, sehingga kapasitasnya 750 orang. Untuk kelurahan Lamjabat, Surien, Gampong Baro, dan Punge Ujong, TES tambahan dapat dipakai lantai 2, 3, dan 4 nya sehingga kapasitasnya sampai 1.125 orang. Penduduk kelurahan yang paling dekat dengan TES mencapai TES terlebih dahulu.
Jadi jumlah TES baru yang harus dibangun untuk menyelamatkan seluruh penduduk Kecamatan Meuraksa dalam golden time 23 menit adalah 16 buah.
Dasar pemilihan lokasi TES yang digunakan adalah kriteria-kriteria yang tercantum pada Pedoman Perencanaan Bangunan TES Tsunami, antara lain:
Berlokasi di mana masyarakat mempunyai waktu yang singkat untuk evakuasi. Artinya jarak TES harus dekat dengan permukiman. Aksesibilitas yang mudah dan bebas macet. Jauh dari pompa bensin, kawasan industri, sumber bahan berbahaya dan beracun, tangki gas, pabrik kimia. Jauh dari pelabuhan dan pemecah ombak agar tidak terkena debris/puing-puing yang hancur. Berlokasi di tanah yang cukup tinggi dan genangan yang rendah.
Berikut adalah peta persebaran TES tambahan yang disusun dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria tersebut: Tema: Mitigasi Bencana Tsunami melalui Penataan Ruang dan Morfologi Kawasan Pantai
170
Prosiding SIMPOSIUM NASIONAL MITIGASI BENCANA TSUNAMI 2015 TDMRC Universitas Syiah Kuala didukung oleh USAID (PEER Cycle 3) No.ISSN: 2477-6440 Banda Aceh, 21 – 22 Desember 2015
Tabel 2 Evakuasi dengan TES Tambahan Kelurahan
Jlh. Penduduk
Lebar jalan
Ev Capa city
Ulee Lheue (S)
293
5
15
Gampong Pie
472
5
15
Gampong Blang
463
5
15
Asoe Nanggroe
558
5
15
Jumlah Penduduk di TES
Jumlah Penduduk tak aman
ETE (meni t)
ETE total (meni t)
Status
293
0
0
0
Aman
472
0
0
0
Aman
463
0
0
0
Aman
558
0
0
0
Aman
TES Asoe Nanggroe 1*
1035
0
0
0
Aman
TES baru Lamjabat*
679
0
0
0
Aman
207
86
2
17
Aman
750
38
2
15
Aman
750
13
0
0
Aman
Tujuan Evakuasi TES TDMRC
TES Gampong Blang*
TES Asoe Nanggroe 1* TES Gampong Blang
TES Asoe Nanggroe 1* TES Asoe Nanggroe 2* TES Lamjabat*
Surien
1.035
4
12
TES Asoe Nanggroe 2* Lamjabat
679
4
12
Ulee Lheue (N)
293
12
36
Deah Glumpang
788
6
18
Lambung
763
12
36
TES TDMRC
TES Deah Glumpang TES Lambung
TES Blang Oi 1* Blang Oi
Cot Lamkuweue h
1.838
782
12
12
36
TES Blang Oi 2*
1.838
0
0
0
Aman
36
TES Cot Lamkuweue h*
782
0
0
0
Aman
TES Gampong Baro 2*
TES Gampong
Tema: Mitigasi Bencana Tsunami melalui Penataan Ruang dan Morfologi Kawasan Pantai
171
Prosiding SIMPOSIUM NASIONAL MITIGASI BENCANA TSUNAMI 2015 TDMRC Universitas Syiah Kuala didukung oleh USAID (PEER Cycle 3) No.ISSN: 2477-6440 Banda Aceh, 21 – 22 Desember 2015
Baro 2* Gampong Baro
Punge Ujong
1.214
1.322
3.496
Deah Baro
605
Lampaseh Aceh
12
36
36
1.214
0
0
0
Aman
1.125
197
5
12
Aman
TES Punge Jurong 1*
3.250
246
7
7
Aman
TES Deah Broe*
605
0
0
1
Aman
1.135
14
1
1
Aman
1.865
0
0
0
Aman
TES Gampong Baro 2*
TES Punge Ujong* TES Gampong Baro 2* Museum Tsunami
Punge Jurong
Alue Deah Teungoh
12
TES Gampong baro 1
12
36
TES Punge Jurong 2*
1.149
6
6
18
18
TES Alue Deah Teungoh*
TES Lampaseh Aceh 1* TES Lampaseh Aceh 1*
1.865
*= TES tambahan
6
18
TESLampas eh Aceh 2* TES Lampaseh Aceh 3*
Kondisi Bangunan Khusus TES dan Bangunan Eksisting yang dapat Dijadikan TES Keempat bangunan khusus TES di Banda Aceh selesai dibangun pada tahun 2008 dan seluruhnya berada di Kecamatan Meuraksa, tepatnya di kelurahan Ulee Lheue yang dikenal sebagai gorund zero Tsunami 2004, Lambung, Deah Glumpang, dan Alue Deah Teungoh. Dari hasil kajian perencanaan TES yang didasarkan pada kajian tinggi rendaman tsunami di masing-masing titik TES yang didapat dari tsunami model (Hamzal Latief et al 2008), maka lantai yang dapat dipakai untuk mengungsi hanya
Tema: Mitigasi Bencana Tsunami melalui Penataan Ruang dan Morfologi Kawasan Pantai
172
Prosiding SIMPOSIUM NASIONAL MITIGASI BENCANA TSUNAMI 2015 TDMRC Universitas Syiah Kuala didukung oleh USAID (PEER Cycle 3) No.ISSN: 2477-6440 Banda Aceh, 21 – 22 Desember 2015
Gambar 1 Usulan Lokasi TES Tambahan lantai 3 dan 4 saja. Satu lantai TES memiliki luas 375 m2. Apabila satu orang membutuhkan spasi 1 m2, maka diasumsikan satu lantai TES dapat menampung 375 orang dan total pengungsi yang dapat ditampung dalam 2 lantai TES adalah 750 orang. Khusus untuk TES Ulee Lheue yang ukurannya lebih kecil, estimasi jumlah pengungsi yang dapat ditampung di lantai 3 dan 4 adalah 500 orang.
Dari hasil observasi yang dilakukan, TES yang ada di Banda Aceh seluruhnya merupakan bangunan khusus TES, dan pada saat sitauai normal bangunan tersebut tidak digunakan untuk kegiatan lain, kecuali TES Ulee Lheue yang sehari-harinya digunakan sebagai kantor Tsunami Disaster Mitigation and Research Center (TDMRC) Universitas Syiah Kuala. Hal ini menyebabkan ketiga TES tersebut kotor, terbengkalai, dan banyak fasilitasnya yang rusak ataupun dicuri warga. Meski demikian, secara fungsional ketiga TES tersebut masih dapat dipakai untuk evakuasi tsunami selama tinggi rendaman tsunami tidak melebihi tinggi minimum TES. Sebenarnya dalam evakuasi tsunami, bangunan eksisting seperti kantor pemerintah, hotel, mesjid, sekolah, dan sebagainya juga dapat digunakan sebagai TES. Dengan syarat, bangunan tersebut telah direncanakan dan dibangun dengan memperhitungkan beban-beban gempa dan tsunami, serta memenuhi tinggi minimum TES apabila dibandingkan dengan ketinggian rendaman tsunami di titik tersebut. Bangunan eksisting tersebut juga akan lebih baik jika dilengkapi fasilitas pendukung evakuasi seperti ramp atau atap yang dapat dinaiki.
Tema: Mitigasi Bencana Tsunami melalui Penataan Ruang dan Morfologi Kawasan Pantai
173
Prosiding SIMPOSIUM NASIONAL MITIGASI BENCANA TSUNAMI 2015 TDMRC Universitas Syiah Kuala didukung oleh USAID (PEER Cycle 3) No.ISSN: 2477-6440 Banda Aceh, 21 – 22 Desember 2015
Di Banda Aceh hanya ada satu bangunan eksisting yang dapat dijadikan TES, yaitu Museum Tsunami. Kota Banda Aceh sendiri belum memiliki Qanun (Peraturan Derah) khusus yang mengatur tentang bangunan mana saja yang dapat dijadikan TES vertikal. Untuk memperkuat Qanun tersebut diperlukan Qanun yang mengatur building code untuk mengatur bangunan yang dibangun di kawasan rawan tsunami, baik secara struktur yang tahan gempa dan tsunami maupun desain bangunan agar dapat dipakai evakuasi. 4. Kondisi Jalur Evakuasi
Kecamatan Meuraksa memiliki 3 (tiga) jalur evakuasi utama (primer), yaitu Jalan Lhoknga yang lebarnya 5 meter, Jalan Iskandar Muda yang lebarnya 12 meter, dan Jalan Rama Setia yang lebarnya 6 meter. Secara umum, ketiga jalan tersebut tergolong baik untuk evakuasi, karena jarang sekali ditemukannya hambatan seperti PKL dan parkir on-street yang dapat mengurangi kapasitas evakuasi. Jalan-jalan tersebut juga sudah dilengkapi dengan rambu evakuasi. Kondisi perkerasannya pun baik sehingga tidak membahayakan masyarakat dalam proses evakuasi. 5. Kondisi Rambu Evakasi
Ada 3 tipe rambu evakuasi yang terdapat di Kota Banda Aceh:
Rambu penunjuk arah evakuasi Rambu penunjuk arah evakuasi dengan keterangan tempat dan estimasi jarak, dan Papan peta orientasi evakuasi tsunami.
Meskipun rambu evakuasi sudah dipasang di jalur-jalur evakuasi namun rambu sering kali terhalang oleh benda lain seperti pohon atau tiang listrik. Cat rambu yang pudar juga menyebabkannya sulit terbaca. Selain itu khusus rambu tipe 1, tidak terlalu jelas karena hanya menunjukkan arah saha. Menurut SNI 7743:2011 tentang Rambu Evakuasi Tsunami, rambu penunjuk arah tempat evakuasi seharusnya juga memuat nama tempat dan estimasi jaraknya. Berikut contoh rambu yang ada di Banda Aceh yang salah (tidak mengikuti SNI) dan contoh yang benar dalam SNI.
Gambar 2. Rambu yang Salah dan Standar SNI 7743:2011
Tema: Mitigasi Bencana Tsunami melalui Penataan Ruang dan Morfologi Kawasan Pantai
174
Prosiding SIMPOSIUM NASIONAL MITIGASI BENCANA TSUNAMI 2015 TDMRC Universitas Syiah Kuala didukung oleh USAID (PEER Cycle 3) No.ISSN: 2477-6440 Banda Aceh, 21 – 22 Desember 2015
Tabel 3 Hasil Analisis Perilaku Evakuasi Masyarakat Parameter Kesiapsiagaan & Perilaku Masyarakat
Persepsi tsunami
Perilaku Evakuasi Masyarakat
bahaya - 85% responden yang tinggal di kelurahan yang berbatasan dengan pantai merasa tidak aman dari tsunami.
Pengalaman Evakuasi 2012
- 40% responden yang tinggal di kelurahan yang tidak berbatasan dengan pantai merasa tidak aman dari tsunami. - Hanya 39% responden yang mendengar sirene. Responden yang mendengar sebagian besar tahu bahwa itu adalah sirene tsunami.
- 59% responden langsung evakuasi ketika mendapat informasi tsunami, 11% tidak langsung percaya dan pergi ke laut untuk mengecek. - Hanya 6% responden yang lari ke TES, 67% lari ke tempat yang jauh dari pantai.
- Alasan tidak menggunakan TES bermacam-macam. Antara lain karena terlalu jauh, letak TES terlalu dekat dengan laut, tidak yakin dengan kemampuan bangunan, dan tidak ada orang yang menggunakannya.. Tingkat Kesiapsiagaan
- 72% responden evakuasi menggunakan kendaraan.
- 32% respoonden yang tidak mengetahui arah evakuasi yang tepat.
- 100% masyarakat di kelurahan yang memiliki TES tahu bahwa TES dapat digunakan unuk evakuasi tsunami, namun di kelurahan yang tidak memiliki TES, hanya 87% yang mengetahui. - Ada kecenderungan menjadikan masjid sebagai TES.
- Kurangnya sosialisasi mengenai kegunaan TES. 86% responden mengetahui letak gedung yang dapat dijadikan tempat evakuasi karena mencari tahu sendiri atau diberi tahu orang lain. - 24% menganggap sirene tsunami tidak kedengaran dan 16% tidak percaya dengan sirene tsunami karena pernah berbunyi saat tidak ada tsunami. - 70% respondentidak pernah ikut tsunami drill. Prediksi evakuasi depan
- 31% responden tidak mengerti tentang tsunami drill karena tidak pernah ikut.
Perilaku - 84% respondenmemilih evakuasi ke tempat yang lebih jauh dari laut, di masa bukan ke TES. - Apabila terpisah dengan keluarga, mayoritas (~82%) responden akan mencoba mencari keluarga terlebih dahulu.
- 90% responden akan melakukan evakuasi dengan kendaraan bermotor.
6. Identifikasi Permasalahan pada Perilaku Evakuasi Masyarakat
Menurut wawancara berbasis kuesioner yang dilakukan kepada 94 responden di Kecamatan Meuraksa, terdapat beberapa kesimpulan perilaku evakuasi masyarakat, yang terbagi dalam 6 hal berikut. Tema: Mitigasi Bencana Tsunami melalui Penataan Ruang dan Morfologi Kawasan Pantai
175
Prosiding SIMPOSIUM NASIONAL MITIGASI BENCANA TSUNAMI 2015 TDMRC Universitas Syiah Kuala didukung oleh USAID (PEER Cycle 3) No.ISSN: 2477-6440 Banda Aceh, 21 – 22 Desember 2015
7. Penentuan Titik Temu Masalah melalui Analisis Kesenjangan
Analisis Kesenjangan (Gap Analysis) bertujuan untuk menemukan masalahmasalah utama yang dapat mempengaruhi rencana evakuasi sehingga tidak dapat menyelamatkan semua penduduk dalam waktu golden time. Berikut adalah masalahmasalah utama tersebut:
a. Dibutuhkan 16 TES tambahan untuk dapat menyelamatkan seluruh penduduk Kecamatan Meuraksa dalam waktu golden time (< 23 menit). b. Perlunya memanfaatkan bangunan eksisting sebagai TES untuk meminimalkan biaya pembangunan TES baru. c. Keempat TES di Kecamatan Meuraksa masih dapat digunakan secara fungsional sebagai tempat pengungsian meskipun keadaannya kotor. d. Ketidak tersediaannya fasilitas penunjang kehidupan (toilet, air bersih, pencahayaan) akan menyulitkan pengungsi apabila harus tinggal di TES dalam waktu yang lama. e. Kurangnya kontrol dari BPBD dalam pengelolaan dan perawatan bangunan TES. f. Belum ada Qanun (Perda) yang mengatur bangunan eksisting untuk dapat dijadikan TES. g. Belum ada building code yang mengatur desain bangunan di kawasan rawan bencana tsunami agar dapat dijadikan tempat evakuasi. h. Rambu evakuasi belum sesuai SNI, hanya menunjukkan arah saja. i. Rambu hanya ditulis dalam Bahasa Indonesia, sehingga belum tentu dimengerti oleh wisatawan asing. j. Pemantauan terhadap kejelasan rambu masih kurang. k. Masyarakat cenderung tidak menggunakan TES vertikal karena: Tidak tahu apa fungsinya Tidak mempercayai kemampuan TES dalam evakuasi, baik dari segi kekuatan bangunan maupun ketinggian bangunan Tidak adanya rasa kepimilikan dari masyarakat terhadap TES menyebabkan TES tidak terawat dan terbengkalai, padahal TES merupakan aset kelurahan. 1. Kurangnya sosialisasi kepada masyarakat Kecamatan Meuraksa mengenai: Bahaya tsunami kepada di Kecamatan Meuraksa. Kegunaan TES dalam evakuasi tsunami. Kegunaan rambu-rambu evakuasi dan arah evakuasi yang benar. Cara evakuasi yang baik dan benar. 2. Kurangnya sosialisasi dan persuasi kepada masyarakat untuk mengikuti tsunami drill. 3. Sistem peringatan dini tsunami di Banda Aceh masih harus disempurnakan. Hal ini berkaitan dengan kepercayaan masyarakat terhadap sirene tsunami. 4. Tidak adanya sanksi pidana untuk kegiatan pengerusakan fasilitas sirene tsunami membuat masyarakat berani bertindak anarkis untuk merusak sirene.
8. Kesimpulan dan Rekomendasi
Rekomendasi-rekomendasi yang didapat dari hasil studi ini terbagi kepada tiga jenis; rekomendasi teknis, rekomendasi kebijakan, dan rekomendasi program.
Tema: Mitigasi Bencana Tsunami melalui Penataan Ruang dan Morfologi Kawasan Pantai
176
Prosiding SIMPOSIUM NASIONAL MITIGASI BENCANA TSUNAMI 2015 TDMRC Universitas Syiah Kuala didukung oleh USAID (PEER Cycle 3) No.ISSN: 2477-6440 Banda Aceh, 21 – 22 Desember 2015
Rekomendasi teknis merupakan rekomendasi yang terkait dengan perbaikan fisik dan operasional. Adapun rekomendasi fisik dari studi ini adalah sebagai berikut:
Penambahan TES vertikal maksimal sebanyak 16 buah. Pengecekan struktur TES apakah sudah tahan gempa atau belum, kemudian dilakukan sosialisasi mengenai TES untuk meyakinkan masyarakat bahwa sudah diuji kekuatannya dan aman digunakan untuk evakuasi tsunami. Perbaikan rambu evakuasi menjadi sesuai dengan SNI:7743:2011 yang mencantumkan nama tempat dan estimasi jaraknya serta dilengkapi dengan informasi Bahasa Inggris agar juga dapat dipahami oleh wisatawan asing. Pemantauan terhadap kejelasan rambu lebih ditingkatkan. Apabila rambu terhalang oleh dahan pohon, sebaiknya dipotong. Apabila cat rambu sudah memudar, sebaiknya rambu tersebut diganti. Rekomendasi kebijakan terkait dengan usulan Qanun (Perda) dan penyusunan peraturan ataupun dokumen rencana agar lebih mendukung proses evakuasi tsunami. Adapun rekomendasi kebijakan dari studi ini adalah sebagai berikut:
Penyusunan Qanun mengenai larangan parkir on-street dan pedagang kaki lima (PKL) di jalur evakuasi untuk tetap mempertahankan kapasitas evakuasi. Dalam RDTR dan RTBL dimasukkan aturan mengenai lahan parkir minimal untuk kawasan komersil di Kecamatan Meuraksa agar tidak mengganggu badan jalan. Penyusunan Qanun (Perda) mengenai bangunan-bangunan eksisiting, seperti mesjid, sekolah, hotel, atau bangunan umum lain, agar dapat digunakan untuk evakuasi tsunami. Penyusunan Qanun mengenai building code untuk bangunan-bangunan yang akan dibangun di sekitar Kecamatan Meuraksa agar dapat digunakan untuk evakuasi tsunami. Disinsentif pembangunan permukiman yang berada di sekitar garis pantai berupa pajak atau ketentuan dalam Peraturan Zonasi untuk mengurangi penduduk terpapar. Diberlakukannya sanksi pidana kepada pelaku pengerusakan sirene tsunami. Selanjutnya rekomendasi program yaitu rekomendasi terkait program pengurangan risiko bencana yang akan dijalankan oleh lembaga tertentu. Rekomendasi Program dari studi ini antara lain:
Pemanfaatan TES sebagai tempat untuk acara-acara peringatan tsunami pada 26 Desember. BPBD juga dapat mengadakan acara lainnya yang berlokasi TES. Meningkatkan sosialisasi mengenai kegunaan TES, jalur evakuasi, rambu evakuasi, dan cara evakuasi yang baik dan benar lebih diintensifkan. Tidak hanya melalui penyuluhan pemerintah, namun juga melalui pelajaran di sekolah, media cetak, kelompok pengajian, maupun dari tingkat kecamatan atau kelurahan. Mewajibkan pendidikan kebencanaan diselenggarakan dari mulai tingkat SD sampai SMA, meliputi pengetahuan tentang bahaya gempat dan tsunami, tata cara evakuasi, dan bangunan yang dapat dipakai untuk evakuasi. Tsunami drill diadakan lebih sering dalam lingkup yang lebih kecil, seperti sekolah atau kantor pemerintah.
Tema: Mitigasi Bencana Tsunami melalui Penataan Ruang dan Morfologi Kawasan Pantai
177
Daftar Pustaka
Prosiding SIMPOSIUM NASIONAL MITIGASI BENCANA TSUNAMI 2015 TDMRC Universitas Syiah Kuala didukung oleh USAID (PEER Cycle 3) No.ISSN: 2477-6440 Banda Aceh, 21 – 22 Desember 2015
______. 2009. Vertical Evacuation from Tsunamis: A Guide for Community Officials. US: Federal Emergency Management Agency.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2012 Master Plan Pengurangan Resiko Bencana Tsunami 2012. Badan Pusat Statistik Kota Banda Aceh. 2013. Kecamatan Meuraksa dalam Angka 2013.
Bartlett, James E. et.al. 2001. Organization Research: Determining Appropriate Sample Size in Survey Research. Information Technology, Learning, and Performance Journal, Vol. 19, Spring 2001 Borrero, Jose C. 2005. Field Survey Northern Sumatra and Banda Aceh, Indonesia and after the Tsunami and Earthquake of 26 December 2004. Department of Civil Engineering, University of Southern California, Los Angeles, USA.
Fraser, S; Leonard, G.S.; Matsuo, I. and Murakami, H. 2012. Tsunami Evacuation: Lessons from the Great East Japan Earthquake and Tsunami of March 11th 2011. GNS Science Report 2012.17. 89 p.
Pusat Penelitian Mitigasi Bencana Institut Teknologi Bandung. 2013. Pedoman Perencanaan Tempat Evakuasi Sementara (TES) Tsunami. Rahayu, Harkunti P. and Juarni Anita. 2014. Perencanaan Tempat Evakuasi Sementara (TES). Dokumen Petunjuk Teknis BNPB.
Rahayu, Harkunti P. and Juarni Anita. 2015. Pedoman Teknis Perencanaan Jalur dan Rambu Evakuasi Tsunami. Dokumen Petunjuk Teknis BNPB. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Banda Aceh 2009-2029.
Scheer. S., dkk. 2011. Handbook of Tsunami Evacuation Planning. Joint Research Center European Comission.
Tema: Mitigasi Bencana Tsunami melalui Penataan Ruang dan Morfologi Kawasan Pantai
178