58
HEALTH CARE
PETUNJUK BAGI PENULISAN JURNAL HEALTH CARE Jurnal Health Care menerima naskah yang belum pernah diterbitkan dalam media cetak lainnya. Tulisan ilmiah yang ditulis dari berbagai aspek yang tetap berkaitan dengan kesehatan berupa hasil penelitian dan kajian pustaka. Pedoman umum penulisan ditulis dengan Bahasa Indonesia yang disempurnakan. Beberapa aturan penulisan sebagai berikut: Tulisan diketik pada kertas kuarto, batas atas-bawah dan samping kiri-kanan masing-masing 3 cm, jarak 1 spasi, jenis huruf Time New Roman, ukuran 12 dan pengetikan tidak bolak balik dan maksimal 8 halaman. Judul tulisan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, judul dibuat singkat bersifat informatif serta dapat menerangkan isi tulisan, nama penulis disertai dengan alamat fakultas atau kantor ditulis di bawah judul. Abstrak dibuat dalam bahasa. Indonesia atau bahasa Inggris dengan kata tidak lebih 250 kata. Dalam abstrak sebaiknya dicantumkan tujuan penelitian, materi dan metode, analisis statistik, hasil, kesimpulan dan saran. Abstrak bahasa Inggris ditulis kata kunci (key words) 3 -10 kata. Abstrak untuk kajian pustaka disesuaikan dengan judul penulisan. Abstrak ditulis jarak 1 spasi. Abstrak yang dituliskan harus berisi: (1) pendahuluan berisi: latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, (2) material atau subyek dan metode, (3) basil, (4) kesimpulan dan saran. Tulisan yang bersifat hasil penelitian harus memuat beberapa aturan penulisan di bawah ini antara lain: (1) pendahuluan, berisi latar belakang, serta tujuan dan manfaat penelitian, (2) metode berisi bahan atau subyek, (3) hasil dan pembahasan, (5) kesimpulan dan saran dan (6) daftar pustaka. Tulisan yang bersifat kajian pustaka memuat (1) pendahuluan yang terdiri dari latar belakang tujuan dan manfaat, (2) pembahasan (3) kesimpulan dan saran (4) daftar pustaka. Gambar/tabel/bagan/grafik perlu dibuat dengan jelas disertai judul yang informatif. Judul diletakkan di bawah gambar/bagan. Rujukan dalam teks langsung ditulis dengan nama pengarang. Jika rujukan diambil dari majalah/buku/tesis-disertasi/format elektronik artikel, maka contohnya sebagai berikut: 1. Buku: Rehena, J.F. & Casmudi, 2009. Strategi Pembelajaran, UM Press 2. Tesis - Disertasi Suharyanti M. D. The effect pholyphenol toward cell apoptosis and proliferation breast cancer (dissertation). Semarang: Diponegoro University: 2006. 3. Majalah/Makalah Susanto J. C. KMS sebagai alat deteksi dini hambatan pertumbuhan pengalaman dari Semarang. Dalam: Kumpulan makalah diskusi pakar bidang gizi tentang ASI-MPASI antropomentri dan BBLR. Cipanas: Persatuan Ahli Gizi Indonesia. LIPI, UNICEF, 2000.
Jurnal Kesehatan Volume 3, Nomor 2, Desember 2013
DAFTAR ISI Efektivitas Intervensi Psikoedukasi Tentang Pencegahan Depresi Post Partum Di Ruang Camar I RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau Desti Puswati
1- 7
Efektifitas Kompres Hangat Dan Progresive Muscle Relaxation Terhadap Dismenorea Di Madrasah Tsanawiyah Nurul Falah Air Molek Deswinda, Endah Purwanti
8- 20
Hubungan Antara Motivasi Belajar Intrinsik Dan Ekstrinsik Dengan Prestasi Akademik Pada Mahasiswa Prodi Ilmu Keperawatan STIKes Payung Negeri Pekanbaru. Emulyani
21-28
Efektifitas Pembelajaran Metode Laboratorium Dibandingkan Metode Audio Visual Terhadap Keterampilan Pemasangan NGT Pada Mahasiswa Semester I Program Studi S1 Keperawatan Di STIKes Payung Negeri Pekanbaru. Ezalina, Aslamia
29- 37
Hubungan Pengetahuan Dengan Sikap Remaja Tentang Narkoba Pada Kelas I Dan II Di SMA 5 Pekanbaru.
38- 42
Roza Asnel
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tekanan Darah Pekerja Di Pabrik Kelapa Sawit Sei Galuh Kabupaten Kampar. Kursiah Warti Ningsih
43- 45
Hubungan Waktu Penggantian Balutan Infus Dengan Kejadian Plebitis Di Ruang Dahlia RSUD Rohul. Sri Yanti, Melati Lubis
46- 53
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kebiasaan Merokok Pada Remaja Putra Siswa Kelas XI dan XII Di SMAN 5 Pekanbaru. Winda Parlin
54-57
2
HEALTH CARE, Volume 3, Nomor 2, Desember 2013, hlm 54-58
Jaya, M. (2009). Pembunuh Berbahaya Itu Bernama Rokok. Yogyakarta : Riz’ma Jordan, M. (2011). Gaya Hidup Tanpa Rokok. Yogyakarta : Lahar Publisher Hasan, A. (2003). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka Kartono, K. (2003). Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada Komalasari, D dan Helmi. AF. Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Merokok Pada Remaja. Karya Tulis Ilmiah diterbitkan. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta Lapau, B. (2012). Prinsip dan Metode Epidemiologi. UHAMKA Press. Jakarta. Lapau, B. (2012). Metode Penelitian Kesehatan Metode Ilmiah Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia Monique, A. (2001). Menghindari Merokok. Jakarta : Balai Pustaka Mu’tadin, Z. (2007). Remaja dan Rokok. Jakarta : Balai Pustaka Narendra, dkk. (2008). Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta : Sagung Seto Noor, F. (2004). Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Praktik Merokok pada Remaja Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Kudus. Tesis diterbitkan. Universitas Diponegoro. Semarang Notoadmodjo, S. (2005). Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta : Rineka Cipta Notoadmodjo, S. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
57
Purba, YC. (2009). Hubungan Karakteristik, Pengetahuan, dan Sikap Remaja Laki-laki Terhadap Kebiasaan Merokok di SMU Parulian 1 Medan Tahun 2009. Skripsi diterbitkan. Universitas Sumatera Utara. Medan Rumini, SR. (2004). Perkembangan Anak dan Keluarga. Jakarta : Rineka Cipta Sarwono, SW. (2005). Psikologi Remaja. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada Satiti, A. (2009). Strategi Rahasia Berhenti Merokok. Yogyakarta : Data Media Saputro, ZA. (2010). Hubungan Faktor Keluarga dan Teman Terhadap Perilaku Merokok Pada Pelajar SMA Negeri 1 Depok Sleman Yogyakarta. KTI diterbitkan. Universitas Muhammadiyah. Yogyakarta. Soetjiningsih, 2009. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta : Sagung Seto Triswanto, SD. (2007). Stop Smoking. Yogyakarta: Progresif Books Wahyuni, E. (2010). Hubungan Pengetahuan, Ayah Yang Perokok dan Uang Saku Terhadap Kebiasaan Menghisap Rokok pada Remaja Putra Siswa Kelas VII dan VIII di SMP Islam YLPI Pekanbaru Bulan Mei Tahun 2010. Skripsi tidak diterbitkan. Stikes Hangtuah. Pekanbaru Willis, S. (1994). Problema Remaja dan Pemecahannya. Bandung : Angkasa
56
3.
1
Winda Parlin : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kebiasaan Merokok Pada Remaja Putra
MULTIVARIAT
Tabel 1.4 Model Multivariat Akhir Tabel 1.4 menunjukkan semua variabel independen memiliki hubungan sebab akibat dengan variabel dependen yaitu kebiasaan merokok pada remaja kecuali satu variabel yaitu variabel teman perokok. Variabel teman perokok merupakan variabel counfounding. Skema 1.1 Variabel Confounding Sikap
Kebiasaan Merokok Remaja
Pengetahuan Iklan Rokok Uang Saku Orang Tua Perokok
Teman Perokok
Hubungan Orang Tua
Skema 1.1 menunjukkan variabel teman perokok merupakan confounding terhadap semua variabel independen lainnya. Ini memperlihatkan bahwa teman merupakan faktor penting dalam pembentukan sikap dan tidakan remaja. PEMBAHASAN sikap pengetahuan iklan orang tua perokok uang saku hubungan dg ortu
10,2 5,7 11,8
46,5
20,9 36,1 Gambar 1.2 Hubungan Sebab Akibat Variabel Independen Dengan Kebiasaan Merokok Remaja
Pada Gambar 1.2 diketahui variabel sikap merupakan variabel independen yang paling dominan menyebabkan kebiasaan merokok remaja dimana sikap negatif 36 x menyebabkan kebiasaan merokok daripada sikap positif pada remaja. Kesimpulan ; Variabel yang berhubungan sebab akibat adalah sikap, pengetahuan, iklan, orang tua perokok, uang saku, dan hubungan dengan orang tua, variabel counfounding adalah teman perokok dan variabel yang paling dominan menyebabkan kebiasaan merokok adalah sikap. Saran : Sebaiknya dilakukan penyuluhan dan konseling bagi remaja serta temannya yang perokok. DAFTAR PUSTAKA Alamsyah, RM. (2009). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebiasaan Merokok dan Hubungannya dengan Status Penyakit Periodontal Remaja di Kota Medan Tahun 2007. Tesis diterbitkan. Universitas Sumatera Utara. Medan Bangun, AP. (2003). Panduan Untuk Perokok Solusi Tuntas Untuk Mengurangi Rokok dan Berhenti Merokok. Jakarta : Milenia Populer Boyages, S. (2009). A-Z Panduan Kesehatan Pria Men’s Health. Yogyakarta : Andi Bustan, MN. (2007). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta : Rineka Cipta Crofton, JSD. (2009). Tembakau. Jakarta : Alex Media Komputindo Departemen Kesehatan Republik Indonesia, (2010). Riset Kesehatan Dasar, 2007 Departemen Kesehatan Republik Indonesia, (2004) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2003. Tentang. Pengamanan rokok. [Online].Dari:http:// www.litbang.depkes.go.id/sites/.../pp/PP_ No._19_Th_2003.pdf. [Juli, 2012] Hidayati, (2010). Perlukah Jajan Tambahan Bagi Anak ?. [Online].Dari:http://www. ayahbunda.co.id/perlukah,urwftd/hd83fe. [Juli, 2012] Ismail, AB; Rini, V (2009). Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Kebiasaan Merokok Anak Jalanan Di Kota Samarinda. Tesis diterbitkan. Universitas Mulawarman. Samarinda
EFEKTIVITAS INTERVENSI PSIKOEDUKASI TENTANG PENCEGAHAH DEPRESI POST PARTUM DI RUANG CAMAR I RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU Desti Puswati STIKes Payung Negeri Pekanbaru Abstrak : Persalinan merupakan proses fisologis yang dialami oleh hampir setiap perempuan. Beragam perasaan yang timbul setelah persalinan baik itu bahagia, sedih, cemas bahkan ada amarah sehingga ibu dalam hal ini akan cenderung memiliki resiko mengalami depresi setelah persalinan (postpartum). Depresi post partum akan menyebabkan gangguan aktivitas, gangguan sosialisasi dan ketidak mampuan ibu dalam merawat dirinya sendiri dan bayinya. Dampak pada bayi yaitu bayi cenderung sering menangis, mengalami masalah tidur dan gangguan makan. Psikoedukasi merupakan salah satu tindakan yang diberikan untuk memperbaiki atau meningkatkan respon positif dari ibu untuk mengatasi depresi setelah persalinan dan menghindari dampak negatif depresi pasca salin dengan cara mempertahankan keutuhan psikososial (self concept needs), perubahan fungsi atau peran dan ketergantungan atau kebutuhan interaksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas intervensi psikoedukasi tentang pencegahan depresi postpartum. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 15 orang. Desain penelitian yang digunakan yaitu quasi eksperiment one group pre post test design. Berdasarkan hasil analisa data dapat diketahui bahwa ada perbedaan nilai rata-rata depresi rating scale pada pre dan post psikoedukasi.Rata-rata nilai depresi rating scale pada pre psikoedukasi tentang pencegahan depresi post partum adalah 15 sedangkan rata-rata nilai depresi rating scale pada post psikoedukasi adalah 12. Hasil uji statistik menunjukan p value yaitu 0,026 yang artinya < 0,05, maka hipotesis alternative (Ha) gagal ditolak yaitu ada perbedaan pre dan post psikoedukasi tentang pencegahan depresi post partum terhadap penderita depresi. Peneliti menyarankan hasil penelitian ini dapat diaplikasi sebagai penatalaksanaan awal dan pengendalian depresi terhadap ibu postpartum. Kata Kunci : Psikoedukasi, depresi, postpartum
Persalinan merupakan proses fisologis yang dialami oleh hampir setiap perempuan. Peristiwa tersebut merupakan peristiwa penting dalam kehidupan ibu dan keluarganya, dimana ibu akan menciptakan kebahagiaan dengan lahirnya seorang bayi, baik untuk dirinya maupun anggota keluarga lainnya. Di samping itu ibu juga dapat mengalami kebahagiaan tersendiri karena telah berhasil menjalani masa kehamilan dengan berbagai perubahan yang dialami serta usaha melahirkan dengan baik. Periode awal setelah melahirkan biasanya menjadi saat paling membahagiakan apalagi bila anak yang dilahirkan sesuai dengan harapan. Akan tetapi, tidak semua ibu diliputi perasaan serupa. Sebagian perempuan justru bersedih, cemas, dan gampang marah sesudah bersalin (Yunitasari, 2005 ; Nazara, 2009). Hal yang sama juga dikemukakan oleh Shinaga (2006) bahwa kelahiran seorang anak akan menyebabkan timbulnya suatu tantangan
mendasar terhadap struktur interaksi keluarga. Bagi seorang ibu yang melahirkan bayi adalah suatu peristiwa yang sangat membahagiakan sekaligus juga suatu peristiwa yang berat penuh tantangan dan kecemasan, sehingga dapat dipahami bahwa mengapa hampir 70% ibu mengalami kesedihan atau syndrome baby blues setelah melahirkan. Sebagian besar ibu dapat segera pulih dan mencapai kestabilan, namun 13% diantaranya akan mengalami depresi postpartum. Kasus tentang depresi postpartum pernah dialami oleh seorang ibu di Amerika yang membenamkan kelima anaknya dengan rentang usia 6 bulan hingga tujuh tahun ke bak mandi hingga tewas pada 20 Juni 2001. Peristiwa yang dialamai oleh seorang ibu dari Bandung, Jawa Barat yang membekap ketiga anaknya hingga tewas dengan rentang usia 9 bulan hingga 6 tahun pada tanggal 8-9 Juni 2006. Alasan kedua ibu tersebut membunuh anak-anaknya adalah mereka merasa bukan ibu yang baik tidak bisa
2
HEALTH CARE, Volume 3, Nomor 2, Desember 2013, hlm 1-7
membahagiakan anak-anaknya. Mereka juga mengalami halusinasi pendengaran yang meminta mereka menyakiti diri sendiri atau bayi mereka, bahkan mendengar suara yang mengatakan bayi mereka milik iblis dan mereka harus membunuh bayi mereka untuk membunuh iblis (Machmudah; Setyowati; Rahmah; Rachmawati, 2012). METODE PENELITIAN Pada penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif. Desain penelitian yang digunakan yaitu quasi eksperimental dengan one group pretest posttest design. Sampel pada penelitian ini diobservasi terlebih dahulu sebelum diberi perlakuan, kemudian setelah diberikan perlakuan sampel tersebut di observasi kembali (Hidayat, 2008). Penelitian ini dilakukan di ruang Cendrawasih II, RSUD Arifin Achmad Propinsi Riau pada tanggal 25 Februarisampai dengan 27Maret 2013. Subjek penelitian sebanyak 36 responden yang diintervensi. Menurut Chaplin (2005), depresi adalah gangguan kemurungan, kesedihan, patah semangat yang ditandai dengan perasaan gelisah, menurunnya kegiatan dan pesimisme menghadapi masa yang akan datang. Beberapa faktor penyebab dari depresi adalah kehilangan orang dicintai karena kematian, peristiwa traumatis atau stressfull misalnya mengalami kekerasan, masalah sosial, penyakit fisik yang kronis, adanya penyakit mental lain, dan riwayat keluarga. Gejala-gejala yang dapat terlihat dari seseorang yang mengalami depresi adalahkonsentrasi dan perhatian berkurang, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna, pandangan masa depan yang suram dan pesimistis, gagasan atau perbuatan membahyakan diri atau bunuh diri, tidur terganggua, nafsu makan berkurang (Soep, 2009). Prevalensi gangguan depresi pada populasi dunia adalah 3-8% dengan 50% kasus terjadi pada usia produktif yaitu 20-50 tahun. World Health Organization (2008) menyatakan bahwa gangguan depresi berada pada urutan keempat penyakit di dunia. Gangguan depresi mengenai sekitar 20% pada wanita dan lakilaki pada suatu waktu kehidupan. Perempuan mempunyai kecenderungan dua kali lebih besar mengalami gangguan depresi dari pada laki-laki
55
HEALTH CARE, Volume 3, Nomor 2, Desember 2013, hlm 54-58
(Hutagaol, 2010). Menurut Munawaroh (2008), angka kejadian postpartum blues di Asia cukup tinggi dan bervariasi antara 26-85%, sedangkan di Indonesia angka kejadian babyblues atau postpartum blues antara 50-70% dari wanita pasca persalinan (Yusril, 2012). Depresi postpartum adalah perasaan let down setelah melahirkan sehubungan dengan seriusnya pengalaman waktu melahirkan dan keraguan akan kemampuan mengatasi secara efektif dalam membesarkan anak. Umumnya depresi ini sedang dan mudah berubah dimulai 2-3 hari setelah melahirkan dan dapat diatasi 1-2 minggu kemudian (Bahiyatun, 2009). Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut “Bagaimanakah efektivitas intervensi psikoedukasi tentang pencegahan depresi postpartum. Untuk mengetahui efektivitas intervensi psikoedukasi tentang pencegahan depresi postpartum. Skema 1. Desain Penelitian Kelompok Œ O1 Œ X Œ O2 Eksperimen pretest perlakuan posttest (pencegahandepresi postpartum) O2 X=Pemberian intervensi tentang pencegahan depresi postpartum O1 = Nilaiobservasi depresi sebelum psikoedukasi O2 =Nilaiobservasidepresisetelahpsikoedukasi HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian efektivitas intervensi psikoedukasi tentang pencegahan depresipost partumini dilakukan di Ruangan Camar I RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau pada bulan 24 Juni – 12 Juli 2013. Subjek penelitian sebanyak 15 responden yang diintervensi. Hasil yang didapatkan adalah sebagai berikut : Analisis univariat adalah analisis yang digunakan untuk mendapatkan data mengenai karakteristik responden, meliputi usia, pendidikan dan dukungan suami. Hasil analisis univariat yang diperoleh pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
Tabel 1 Variabel independen
2.
BIVARIAT Tabel 1.3 Resume Bivariat
54
Winda Parlin : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kebiasaan Merokok Pada Remaja Putra
adalah pengetahuan, uang saku dan ayah yang perokok (Wahyuni, 2010). Penelitian lain menyebutkan beberapa faktor lain yaitu sikap, teman yang perokok, iklan, umur dan hubungan dengan orang tua (Alamsyah, 2009) Puskesmas yang aktif menjalankan program PKPR (Program Kesehatan Peduli Remaja) menangani masalah perokok remaja yaitu Puskesmas Senapelan dan Garuda. Di wilayah Puskesmas Garuda belum pernah dilakukan penelitian, maka peneliti memilih wilayah puskesmas Garuda sebagai tempat penelitian. SMA dalam wilayah Puskesmas Garuda adalah SMA N 5 Pekanbaru. Dari survei pendahuluan didapatkan bahwa 18 dari 20 siswa putra yang peneliti temui adalah perokok. Rata-rata siswa memiliki uang saku sebanyak Rp. 15.000 per hari yang memudahkan mereka membeli rokok. Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kebiasaan Merokok pada Remaja Putra Siswa Kelas XI dan XII di SMA N 5 Pekanbaru Tahun 2012 “ A. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah “Faktor – faktor apa yang berhubungan dengan Kebiasaan Merokok pada Remaja Putra Siswa Kelas XI dan XII di SMA N 5 Pekanbaru Tahun 2012 ? “ B. Tujuan Umum Penelitian Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kebiasaan merokok pada remaja putra siswa kelas XI dan XII di SMA N 5 Pekanbaru tahun 2012. C. Manfaat Penelitian 1. Mendapatkan informasi dalam rangka mencegah risiko yang mungkin terjadi pada remaja akibat merokok, khususnya bagi program PKPR (Program Kesehatan Peduli Remaja) Puskesmas Garuda Pekanbaru. 2. Mendapatkan informasi dalam rangka perencanaan penelitian lebih lanjut.
D. Sifat dan Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat kuantitatif analitik dengan menggunakan jenis desain studi potong lintang analitik (Analytic Cross Sectional). MATERI DAN METODE Jenis desain penelitian adalah Analytic Cross Sectional Study. Populasi 342 remaja putra kelas XI dan XII SMA N 5 Pekanbaru tahun 2012. Sampel adalah 212 remaja putra kelas XI dan XII SMA N 5 Pekanbaru tahun 2012. Pengambilan sampel secara Systematic random Sampling dan analisis data secara univariat, bivariat (Chi Square), dan multivariat (uji regresi logistik berganda). Pengumpulan data melalui penyebaran angket. HASIL 1. UNIVARIAT
Desti Puswati : Efektivitas Intervensi Psikoedukasi Tentang Pencegahan Depresi Post Partum
3
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Usia di Ruangan Camar I RSUD Arifin Achmad Provinsi RiauTahun 2013
Dari tabel 1. dapat dilihat sebagian besar usia responden berada pada rentang 20-35 (Dewasa Awal) dengan jumlah 13 (86,7%) responden Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan di Ruangan Camar I RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau Tahun 2013
Gambar 1 Variabel Dependen Merokok 40,6
Tidak Merokok 59,4
Didapatkan hasil lebih dari setengah remaja memiliki kebiasaan merokok yaitu sebesar 59,4 % dari 211 responden.
Dari tabel 2. dapat dilihat sebagian besar pend idikan responden adalah pendidikan yang rendah (tamat SD dan tamat SLTP) yakni sebanyak 10 (66,7%) responden. Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Suami di Ruangan Camar I RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau Tahun 2013
Dari tabel 3. dapat dilihat mayoritas responden mendapatkan dukungan dari suami yakni sebanyak 12 (80%) responden. Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Paritas di Ruangan Camar I RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau Tahun 2013
4
53
HEALTH CARE, Volume 3, Nomor 2, Desember 2013, hlm 1-7
Dari tabel 4. dapat dilihat sebagian besar responden telah termasuk dalam multipara yakni sebanyak 10 (66,7%) responden. Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan tingkat depresi sebelum Psikoedukasi Pencegahan Depresi Post Partum di Ruangan Camar I RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau Tahun 2013
Dari tabel 5. dapat dilihat sebagian besar responden mengalami depresi post partum sebelum dilakukannya psikoedukasi tentang pencegahan depresi post partum dengan jumlah 8 (53,4%) responden. Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan tingkat depresi setelah Psikoedukasi Pencegahan Depresi Post Partum di Ruangan Camar I RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau Tahun 2013
Dari tabel 6. dapat dilihat sebagian besar responden mengalami depresi post partum dan mengalami baby blues setelah dilakukannya psikoedukasi tentang pencegahan depresi post partum, yang masingmasingnya berjumlah sebanyak 5 (33,3%) responden. Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan rata-rata antara nilai depresi rating scale sebelum dan sesudah dilakukan psikoedukasi tentang pencegahan depresi post partum pada ibu nifas dengan menggunakan uji statistik paired-samples T test. Hasil analisis bivariat dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut ini :
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBIASAAN MEROKOK PADA REMAJA PUTRA SISWA KELAS XI DAN XII DI SMA N 5 PEKANBARU Winda Parlin Abstrak : Merokok adalah menghisap gulungan tembakau yang dibungkus kertas. Usia mulai merokok tertinggi di Riau adalah remaja dan mayoritas laki-laki (Riskesdas, 2010). Puskesmas Garuda dan Senapelan aktif dalam PKBR yang menangani perokok remaja. Di wilayah Puskesmas Garuda belum pernah dilakukan penelitian. SMA di wilayah Puskesmas Garuda adalah SMA N 5. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran besaran masalah dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kebiasaan merokok pada remaja putra kelas XI dan XII di SMA N 5 Pekanbaru Tahun 2012. Jenis desain penelitian Analytic Cross Sectional Study. Jumlah sampel 212 remaja putra kelas XI dan XII SMA N 5 Pekanbaru tahun 2012. Pengambilan sampel secara Systematic random Sampling dan analisis data secara univariat, bivariat (Chi Square), dan multivariat (uji regresi logistik berganda).Hasil diperoleh variabel yang berhubungan sebab akibat dengan kebiasaan merokok yaitu sikap (OR=46,5), iklan rokok (OR=20,9), pengetahuan (OR=36,1), orang tua perokok (OR=11.8), uang saku (OR=10,2), dan hubungan dengan orang tua (OR=5,7). Variabel confounding adalah teman perokok (OR=2,0). Kesimpulan: 59,4% remaja putra kelas XI dan XII SMA N 5 Pekanbaru memiliki kebiasaan merokok. Variabel independen yang paling kuat menyebabkan kebiasaan merokok secara berurutan adalah sikap, pengetahuan, dan iklan. Saran: Sebaiknya diberikan informasi dan konseling pada remaja dan temannya yang perokok agar terjadi perubahan sikap, tidak terpengaruh iklan rokok, tidak meniru orang tua dan teman perokok, penggunaan uang saku bukan untuk rokok, dan tidak merokok walaupun hubungan dengan orang tua tidak baik. Kata Kunci : Kebiasaan Merokok Remaja, SMA N 5 Pekanbaru, Sikap, Pengetahuan, Iklan Rokok
PENDAHULUAN Rokok berbahaya bagi kesehatan karena mengandung banyak bahan kimia berbahaya (4000 jenis dan 43 diantaranya bersifat karsinogenik). Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun - daun tembakau yang telah dicacah (Jaya, 2009). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003) merokok adalah menghisap gulungan tembakau yang dibungkus dengan kertas. Menurut World Health Organitation (WHO) tembakau membunuh lebih dari 5 juta orang per tahun, dan diproyeksikan akan membunuh 10 juta sampai tahun 2020 (Bustan, 2007). Jumlah generasi muda yang merokok semakin meningkat, terutama golongan masa remaja. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak menuju masa dewasa dengan perkembangan semua aspek atau fungsi untuk memasuki masa dewasa. Batasan usia remaja adalah usia 12 tahun hingga 22 tahun (Rumini, dkk 2004) Menurut penelitian selama 40 tahun di Inggris, separuh dari para perokok yang
memulai kebiasaan merokok sejak usia remaja akan meninggal akibat berbagai penyakit yang berhubungan dengan kebiasaan tersebut (Bangun, 2003). Laporan Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) ditemukan lebih dari 37,3 persen pelajar di Indonesia biasa merokok (Jaya, 2009). Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (Nomor 19 tahun 2003 tentang pengamanan rokok). Pasal 22 dibahas mengenai kawasan yang harus bebas rokok, yaitu “Tempat umum, sarana kesehatan, tempat kerja dan tempat yang secara spesifik sebagai tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah dan angkutan umum dinyatakan sebagai kawasan tanpa rokok” (Depkes RI, 2004) Di Provinsi Riau usia pertama kali merokok terbesar berada pada golongan usia remaja yaitu 15-19 tahun (51,3%) (Riskesdas, 2010) Penelitian pada tahun 2010 di Kota Pekanbaru menemukan 21,4 persen siswa putra merokok di sekolah SMPI YLPI. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kebiasaan merokok
52
HEALTH CARE, Volume 3, Nomor 2, Desember 2013, hlm 46-52
Notoatmodjo, 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta. Nugroho, Wahyudi, 2008, Keperawatan Gerontik & Geriatrik Edisi 3, Jakarta, Buku Kedokteran. Potter & Perry, 2005. Keterampilan dan prosedur dasar, Jakarta, EGC. ____________, 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep Proses dan Praktik Edisi 4, Jakarta, EGC. Pujasari Hening, 2002. Angka Kejadian Phlebitis Dan Tingkat Keparahannya Di Ruang Penyakit Dalam RSCM, Jakarta. Diakses dari http://pujasari. Pada tanggal 20 September 2009. Rohani & Setio, H, 2010, Panduan Praktik Keperawatan Nosokomial, Yogyakarta. Cipta Aji Parama Sharon, Wienstein dalam Ryan Debia, 2007, Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian phlebitis pada pemberian cairan nutrisi parenteral. diakses dari http://digilib. unimus.ac.id/files/disk1/116/jtptunimus-gdl-
debiariyan-5756-1-babisk-i.pdf Triyanto. A, & Upoyo (2006), Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Plebitis Di RSUD Purbalingga diakses dari http://etd. eprints.ums.ac.id/7935/1/J210080508.pdf Uslusoy & Mete (2007), Predisposing factors to phlebitis in patients with peripheral intravenous catheters: A descriptive study diakses dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ pubmed/18387013 Widiyanto dalam Seno Haji, 2002, Hubungan Tingkat Kompetensi Pada Aspek Ketrampilan Pemasangan Infus Dengan Angka Kejadian Plebitis di RSUD Banyudono Kabupaten Boyolali diakses dari http://etd.eprints.ums. ac.id/7935/1/J210080508.pdf Webster, Joan, 2008, Routine care of peripheral intra venous catheter versus clinically indicated replacement : Randomised controlied trial. Diakses dari http://www.bmj. com/content/337/bmj.a339?tab=responses
Desti Puswati : Efektivitas Intervensi Psikoedukasi Tentang Pencegahan Depresi Post Partum
5
Tabel 7. Distribusi dan Perbandingan Rata-RataPretest dan Posttest Melakukan Intervensi Psikoeduksi tentang Pencegahan Depresi Postpatum di Ruang Camar I RSUD Arifin Achmad Propinsi Riau Tahun 2013
Dari tabel 7.dapat dilihat rata-rata nilai depresi rating scale pada pre psikoedukasi tentang pencegahan depresi post partum adalah 15 dengan standar deviasi 2,330 sedangkan rata-rata nilai depresi rating scale pada post psikoedukasi tentang pencegahan depresi post partum adalah 12,20 dengan standar deviasi 3,299. Selisih nilai rata-rata nilai yakni 3 dengan Δ/% = 11.1. Hasil uji paired-samples T test menunjukan p value yaitu 0,026 yang artinya < 0,05, maka hipotesis alternative (Ha) gagal ditolak yaitu ada perbedaan pre dan post psikoedukasi tentang pencegahan depresi post partum pada penderita depresi, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh psikoedukasi tentang pencegahan depresi post partum pada penderita depresi.
gagal ditolak yaitu ada perbedaan pre dan post psikoedukasi tentang pencegahan depresi post partum terhadap penderita depresi. Bagi Instansi Pendidikan hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan implikasi dalam keperawatan tentang penatalaksanaan penyuluhan kesehatan tentang penatalaksanaan depresi sebagai bahan informasi dan bahan ajar bagi mahasiswa keperawatan khususnya dalam mata ajar kebutuhan dasar manusia, jiwa dan maternitas. Penelitian Selanjutnya hasil penelitian ini diharapkan dijadikan acuan atau data dasar pada pengembangan penelitian selanjutnya sekaligus dapat menambah kepustakaan tentang pengaruh psikoedukasi tentang pencegahan depresi post partum pada ibu pasca salin.
KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian mengenai pengaruh psikoedukasi tentang pencegahan depresi post partum di Ruangan Camar I RSUD Arifin Achmad Pekanbaru, dapat disimpulkan sebagai berikut: Sebagian besar responden mengalami depresi post partum sebelum dilakukannya psikoedukasi tentang pencegahan depresi post partum dengan jumlah 8 (53,4%) responden. Sebagian besar responden mengalami depresi post partum dan mengalami baby blues setelah dilakukannya psikoedukasi tentang pencegahan depresi post partum, yang masing-masingnya berjumlah sebanyak 5 (33,3%) responden.Rata-rata nilai depresi rating scale pada pre psikoedukasi tentang pencegahan depresi post partum adalah 15 sedangkan rata-rata nilai depresi rating scale pada post psikoedukasi adalah 12. Hasil uji statistik menunjukan p value yaitu 0,026 yang artinya < 0,05, maka hipotesis alternative (Ha)
DAFTAR PUSTAKA Adryan, 2003. Bagaimana Mengenal dan Mengerahkan Gangguan Mental. Yogyakarta: Kanisius. Alfibien, 2000. Efektifitas Peningkatan Dukungan Suami dalam Menurunkan Terjadinya Depresi Postpartum. Majalah Obstetric Ginaecology Indonesia. Volume 24. Nomor 4. Januari 2000. Ambarwati, 2009. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: MItra Cendika Press. Andriana, E. 2007. Melahirkan Tanpa Rasa Sakit. Edisi Revisi. Jakarta ;PT Bhuana Ilmu Populer. Anggraini, Y. 2010. Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Yogyakarta ; Pustaka Rihana. Bahiyatun, 2009. Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta ; EGC.
6
HEALTH CARE, Volume 3, Nomor 2, Desember 2013, hlm 1-7
Beck, C.T & Gable. 2001. Postpartum Depression in Feathers. Internasional Review of Psychiatri. Volume 8. Nomor 1. Maret, 1996. Buckley, K, 1993. High Risk Maternity Nursing Manual Nursing.(2nd ed). Philadelphia: Williams & Wilkins. Chaplin, C.P. 2005. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Clark, R., Tluczek, A., & Wenzel, A. 2003. Psychotherapy for postpartum depression: A preliminary report. American Journal of Orthopsycchiatry, Dahlan, M.S. 2012. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 5. Jakarta ; Salemba Medika. Dewi, V,N,L & Sunarsih, T. 2012. Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Jakarta ; Salemba Medika. Elfindri, et al. 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta ; Baduose Media. Elvira, S.D. 2006. Depresi Pasca Persalinan. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Elvira D.S. 2004. Positive Risk Factors in Dr.Ciptomangunkusumo, Fatmawati and Persahabatan General Hospital in 2003, A pilot study. Februari 14, 2013 Indon Psychiat; 1:3-15 Epperson, C.N. 2007. A Common Complication of Childbirth. Januari 16, 2013 http://www.springerlink.com/content/ r643087u623p4t42/fulltext.pdf. Gilbert, E.S. & Harmon, J.S. 2003. Manual of High Risk Pregnancy and Delivery. Missouri: Mosby Elsevier ; p.130-40, 184-194. Glascoe, P.F. 2005. Screening for maternal perinatal depression: Tools and exemplary approaches for sceening. Februari 24, 2013 http:// www.dbpeds.org/articles/detail.cfm/TextID=356 Hadi, P. 2004. Depresi dan Solusinya. Yogyakarta: Tugu. Hidayat, A.A. 2008. Metodologi Penelitian Keperawatan dan Tekhnik Analisa Data. Jakarta ; Salemba Medika. Hutagaol, E.T. 2010. Efektivitas Intervensi Psikoedukasi pada Depresi Postpartum.http:// www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=hutagaol+e fektivitas+psikoedukasiLewis, L.L., Heitkemper,
M.M., Dirksen, S.R., O’Brien, P.G., Bucher, L. 2007. Medical surgical nursing : Assessment and management of clinical problems. Volume 2. St. Louis ; Elsevier.Inc. Iskandar, S. S. (2005). Depresi pasca kehamilan (post partum blues). Diakses pada tanggal 1 Juli 2013 darihttp://mitrakeluarga.net. Lubis, L. N. 2009. Depresi Tinjauan Psikologi, Edisi 1. Jakarta: Kencana. Machfoeddz, 2009. Penelitian Kuantitatif. Jakarta: EGC. Machmudah, dkk, 2012. Persalinan Komplikasi dan Kemungkinan Terjadinya PostpartmBlues.http://www.google.com/url?sa= t&rct=j&q=machmudah+persalinan+komplikasi Mansur, H. 2011. Psikologi Ibu dan Anak Untuk Kebidanan. Jakarta ; Salemba Medika. Mottaghipor Y & Bickerton, 2005. The pyramid of Familiy Care: A Framework For Family Involvement With Adult Mental Health Services. Toronto: Prentice Hall Health. Munawaroh, 2008. Buku Ajar Konsep Kebidanan (Essential Midwifery). Alih bahasa Ria Anjarwati. Jakarta: EGC. National Mental Health Association, 2009. Postpartum Disorders. Maret 23, 2013 http://www.mentalhealthamerica.net/ index.cfm/objectId=C7DF8CE1-1372-4D20C 8 9 2 9 1 7 FA 2 B 6 2 5 5 5 . N u r s a l a m . 2 0 0 3 . Konsep dan penerapan metode penelitian ilmu keperawatan. Edisi 2. Jakarta ; Salemba Medika. Nazzara. Y. 2009. Januari 1, 2013 Efektivitas Intervensi Psikoedukasi terhadap Pencegahan Depresi Pascasalin (penelitian di pelayanan kesehatan Kabupaten Nias, Sumatera Utara. http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=nazar a+psikoedukasi Nichols FH & Humenick SS. 2004. Childbirth Education, Practice, Reseach, and Theory. 2nd ed, Philadelphia: WB Saunders Company, 2004. Notoadmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta ; Rineka Cipta. Nurchasanah, 2009. Ensiklopedi Kesehatan Wanita. Yogyakarta: Familia. Nursalam, 2003. Konsep dan Penerapan Metode Penelitian Ilmu Keperawatan. Edisi 2. Jakarta ; Salemba Medika.
Sri Yanti, Melati Lubis : Hubungan Waktu Penggantian Balutan Infus Dengan Kejadian Plebitis
2.
3.
4.
Distribusi frekuensi waktu penggantian balutan infus responden mayoritas adalah > 3 hari sebanyak 45 (58,4%) responden, sedangkan ≤ 3 hari sebanyak 32 (41,6%) responden. Distribusi frekuensi kejadian plebitis mayoritas adalah tidak plebitis sebanyak 65 (84,4%) responden, sedangkan yang plebitis sebanyak 12 (15,6%) responden. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara waktu penggantian balutan infus dengan kejadian plebitis di ruang Dahlia RSUD Rokan Hulu sebesar 0,012 dimana p=0,012 lebih kecil dari α=0,05.
B. SARAN 1.
2.
3.
4.
Bagi Peneliti Mengaplikasikan berbagai teori dan konsep yang didapatkan dalam bangku kuliah ke dalam bentuk penelitian, khususnya yang berkaitan dengan hubungan waktu penggantian balutan infus dengan kejadian plebitis di RSUD Rohul Tahun 2012. Bagi RSUD Rokan Hulu Sebagai masukan bagi perawat pengendali infeksi nosokomial RSUD Rokan Hulu dalam pengambilan kebijakan mengenai waktu penggantian balutan infus untuk mengurangi terjadinya plebitis di RSUD Rohul. Bagi Profesi Keperawatan Sebagai tambahan informasi dalam pengelolaan pencegahan plebitis dengan m e m p e r h a t i k a n f a k t o r- f a k t o r y a n g berkontribusi terjadinya plebitis. Bagi Penelitian Selanjutnya Sebagai dasar perbandingan bagi peneliti berikutnya dalam melakukan penelitian terkait dengan perawatan infus dan pencegahan plebitis dengan menggunakan metode penelitian yang berbeda dan menambahkan jumlah responden dalam sampel penelitian.
DAFTAR PUSTAKA Aryani, dkk, 2009, Prosedur Kebutuhan Cairan Dan Elektrolit, Jakarta. Trans Info Media
51
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta. EGC ____________, 2008. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta. EGC Buletin IHQN, 2006, Buletin IHQN Volume II/ No. 003/2006 Hal. 6. Diakses dari www. infokedokteran.com/pdf/software-klinikdokter.html Depkes RI, 2005. Intrumen Evaluasi Penerapan Standar Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit. Jakarta Darmawan Iyan, 2008. Penyebab dan Cara Mengatasi Plebitis. Diakses dari http://
[email protected] pada tanggal 20 November 2011. Fitria, 2007, Tindakan Pencegahan Plebitis Terhadap Pasien Yang Terpasang Infus Di RSU Mokopido Tolitoli diakses dari http:// www.scribd.com/doc/16274307/TindakanPencegahan-Plebitis-Terhadap-Pasien-YangTerpasang-Infus-Di-Rsu-Mokopido-Tolitoli Fitriyani, Dian, 2009, Hubungan perawatan infus dengan terjadinya plebitis pada penderita DHF di RS. Kepolisian Keramat Jati, Jakarta. Universitas Pembangunan Nasional. Ferreira Ariane (2008), Adverse events related to the use of peripheral intravenous catheters in children according to dressing regimens. Federal University of São Paulo, Brazil, diakses dari
[email protected] Hidayat. A.A, 2007. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta. Salemba Medika. _________, 2009. Metode Penelitian Keperawatan & Teknik Analisa Data. Jakarta. Salemba Medika. Jarumiati, 2009. Hubungan Lama Pemasangan Kateter Intravena Dengan Kejadian Plebitis Pada Pasien Dewasa Diruang Rawat Inap Bangsal Menur Dan Bakung RSUD, diakses dari http://skripsistikes.wordpress. com/2009/05/08/ikpiiill14/ La rocca, 2006, Infeksi-Nosokomial. Diakses dari http://www.wordpress.com pada tanggal 15 desember 2009 Nassaji & Ghorbani, 2007, Peripheral intravenous catheterrelated phlebitis and related risk factors diakses dari http://www.ncbi.nlm.nih. gov/pubmed/17657380
50
HEALTH CARE, Volume 3, Nomor 2, Desember 2013, hlm 46-52
penyakit infeksi. Typus Abdominalis merupakan salah penyakit infeksi akut yang menyerang saluran pencernaan. Immunitas atau daya tahan tubuh merupakan respon tubuh terhadap bahan asing, pada pasien thypus pertahanan tubuh akan menurun. Pada pasien ini biasanya disertai dengan demam tinggi dan berkeringat banyak dimana dapat membuat balutan infus basah dan kotor dan kuman pada kulit dapat berpindah melalui keringat ke tempat insersi infus yang dapat menyebabkan terjadinya plebitis. 5. Gambaran Waktu Penggantian Balutan Infus Dari hasil penelitian diperoleh bahwa distribusi waktu penggantian balutan infus responden mayoritas adalah > 3 hari sebanyak 45 (58,4%) responden, sedangkan ≤ 3 hari sebanyak 32 (41,6%) responden. Menurut Potter & Perry (2006), mengganti balutan infus adalah suatu tindakan membuka balutan infus yang terpasang pada area penusukan infus dan menggantinya dengan balutan infus yang baru. Penggantian balutan infus dilakukan dalam waktu 48-72 jam (≤ 3 hari). Menurut penelitian Fitria (2007) tentang tindakan pencegahan plebitis pada pasien yang terpasang infus di RSU Mokopido Tolitoli bahwa pelaksanaan tindakan dressing terhadap 112 pemasangan infus 100 (89,3%) diantaranya dressing tidak dilaksanakan dan 8 (7%) tindakan dressing berada dalam kategori tidak baik. Meskipun pelaksanaan tindakan pemasangan infus sudah cukup baik namun tindakan pencegahan plebitis pada perawatan luka insersi belum dilaksanakan dengan baik, dengan insiden plebitis mencapai 46%. 6. Gambaran Kejadian Plebitis Dari hasil penelitian diperoleh bahwa distribusi frekuensi kejadian plebitis mayoritas adalah tidak plebitis sebanyak 65 (84,4%) responden. Sedangkan yang plebitis sebanyak 12 (15,6%) responden. Plebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi kimia maupun mekanik yang sering disebabkan oleh komplikasi dari terapi intravena, plebitis dikarakteristikakan karena adanya dua atau lebih tanda nyeri, kemerahan, bengkak, indurasi dan teraba mengeras dibagian vena yang terpasang
kateter intravena (Rocca La, 2006). 7. Hubungan Antara Waktu Penggantian Balutan Infus dengan Kejadian Plebitis Dari Hasil Uji statistik dengan ketentuan Fisher’s exact Test diperoleh p value yaitu 0,012, berarti p value 0,012 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara waktu penggantian balutan infus dengan kejadian plebitis sebesar 0,012. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR= 10.029, artinya penggantian balutan infus ≤ 3 hari akan cenderung 10.029 kali tidak akan terjadi plebitis dibandingkan dengan penggantian balutan infus > 3 hari. Berdasarkan penelitian Dian (2009) tentang hubungan perawatan infus dengan terjadinya plebitis pada penderita DHF di RS. Kepolisian Kramat Jati dari 50 responden diperoleh perawatan infus tidak baik 27 responden (54%) mengalami plebitis dan 23 responden (46%) tidak mengalami plebitis, hasil uji statistik di dapatkan p = 0,002 yang berarti p value < α (0,05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara perawatan infus dengan kejadian plebitis. Berdasarkan pendapat Potter & Perry (2006), Mengganti balutan infus adalah suatu tindakan membuka balutan infus yang terpasang pada area penusukan infus dan menggantinya dengan balutan infus baru. Penggantian balutan infus dilakukan dalam waktu 48 – 72 jam. PENUTUP A. KESIMPULAN Dari hasil penelitian hubungan waktu penggantian balutan infus dengan kejadian plebitis di ruang Dahlia RSUD Rokan Hulu yang telah dilakukan pada tanggal 02 Januari – 31 Januari 2012, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Karakteristik responden dari 77 responden berdasarkan umur mayoritas adalah dewasa tengah yaitu sebanyak 36 (46,8%), jenis kelamin mayoritas adalah laki-laki sebanyak 44 (57,1%), tingkat pendidikan mayoritas adalah pendidikan rendah sebanyak 45 (58,4%), diagnosa medis mayoritas adalah DHF sebanyak 18 (23,4%).
Desti Puswati : Efektivitas Intervensi Psikoedukasi Tentang Pencegahan Depresi Post Partum
Roy, 2008. Maternal and Child Health Nursing. Philadelpia: Lippincott Williams and Wilkins. Renaund, 2005. Predictive Validation Study pf the Edinburg Postnatal Depression Scale. Affective Diosrders Journal. Volume 93. Nomor 37. April 2006. Risa, dkk, 2011. Perbedaam Depresi Pasca Melahirkan pada Ibu Primipara Ditinjau dari Usia Ibu Hamil. Fakultas Psikologi Universitas Hangtuah Surabaya. Diakses pada tanggal 1 Juli 2013 dari http:
[email protected]. Saleha, S. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta ; Salemba Medika. Saryono & Permana, R,H. 2010. Depresi Pasca Persalinan. Jakarta ; Rekatama. Shinaga, 2006. Kasus Aniek-Andrea, Depresi Postpartum Hantui Ibu Melahirkan.http://www. detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2006/ bulan/06/tgl/20/time/093119/idnews/61974/ idkanal/10. Di unduh tanggal 17 Februari 2013. Sloane & Benedict. (2009). Petunjuk Lengkap Kehamilan. Alih Bahasa; Anton Adiwiyoto. Jakarta: Pustaka Mina. Soesanti, 2012. Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Normal. Jakarta ; EGC Sugiyono, 2012. Statistika Untuk Penelitian. Bandung; ALFA BETA.
7
Soep, 2009. Pengaruh Intervensi Psikoedukasi dalam Mengatasi Depresi Postpartum di RSU Dr. Pirngadi Medan. Januari 16, 2013http://www.researchgate.net/ publication/42324812. Sylvia, 2002. Depresi Pasca Persalinan dan Dampaknya Pada Keluarga. Jakarta: FK-UI. Tanireja & Mustadifah. 2011. Penelitian Kuantitatif. Bandung ; ALFA BETA. Wratsangka, 1996. Factor Resiko Wanitra Mengalami Depresi. Januari 26, 2013 http:// klinis.wordpress.com WHO, 2008. Postpartum Care of The Mother and Newborn: a Partical Guide. Diunduh April 25, 2013 http://www.who.int/reproductivehealth/publication/msm_98_3/msm_98_3_4. html. WHO, 2008. World Health Statistic 2008. Diunduh April 20, 2013 http://searo.who.int/EN/ Section313?Section1520.htm. Yunitasari, D, 2005. Habis melahirkan kok malah sedih ?. Diunduh April 20, 2013 http:// cyberwoman.cbn.net.id Yusril, S, 2012. Bab I Pendahuluan. Avaible at http://id.sribd.com?doc?84399098/Bab-IBabyblues,akses. Diunduh Februari 23, 2013
8
Sri Yanti, Melati Lubis : Hubungan Waktu Penggantian Balutan Infus Dengan Kejadian Plebitis
EFEKTIFITAS KOMPRES HANGAT DAN PROGRESIVE MUSCLE RELAXATION TERHADAP DISMENOREA DI MADRASAH TSANAWIYAH NURUL FALAH AIRMOLEK Deswinda, Endah Purwanti STIKes Payung Negeri Pekanbaru Abstrak : Angka kejadian dismenorea di dunia sangat besar. Rata-rata lebih dari 50% perempuan di setiap negara mengalami dismenorea. Angka kejadian dismenorea di Indonesia pada tahun 2008 sekitar 64,25% yang terdiri dari 54, 89% dismenorea primer dan 9,36% dismenorea sekunder. 30-70% remaja wanita mengobati nyeri haidnya dengan obat anti nyeri yang dijual bebas. Hal ini sangat beresiko, karena efek samping dari obat-obatan tersebut jika digunakan secara berulang. Terapi dismenorea dapat dilakukan secara farmakologi dan non farmakologi. Terapi non farmakologi diantaranya adalah kompres hangat dan progresive muscle relaxation. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perbedaan efektivitas kompres hangat dan progresive muscle relaxation terhadap penurunan dismenorea di MTS Nurul Falah Airmolek tahun 2012. Metode dalam penelitian ini adalah Quasi Eksperiment dengan Pretest-Posttest Design yang dilakukan di Madrasah Tsanawiyah Nurul Falah Airmolek Tahun 2012 pada tanggal 1 Mei – 4 Juni 2012 dengan jumlah sampel 42 responden yang dibagi dalam 2 kelompok perlakuan yaitu kelompok kompres hangat 21 responden dan kelompok Progresive Muscle Relaxation 21 Responden. Analisis yang digunakan adalah analisis Uji T Independen dengan α (00,5). Hasil penelitian menunjukkan rata-rata nilai pre perlakukan kompres hangat adalah 5,48% dengan standar deviasi 1,750 dan post kompres hangat adalah 2,48 dengan standar deviasi 1,632 sedangkan rata-rata nilai perlakuan kompres hangat adalah 5,48 dengan standar deviasi 1,632 sedangkan rata-rata nilai perlakuan pre PMR adalah 5,24 dengan standar deviasi 1,841 dan post PMR adalah 3,48 dengan standar deviasi 1,887. Hasil Uji T Independent menunjukkan bahwa P value sebesar 0,000. Kesimpulan penelitian bahwa kompres hangat dan progresive muscle relaxation efektif terhadap penurunan dismenorea tetapi yang lebih efektif adalah kompres hangat. Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian mengenai tindakan kompres hangat dan progresive muscle relaxation terhadap dismenorea dengan sampel yang lebih besar. Kata Kunci : Dismenorea, kompres hangat, Progresive Muscle
PENDAHULUAN Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, pada masa ini terjadi berbagai perubahan dan perkembangan yang cepat, baik fisik, mental maupun psikososial. Badan kesehatan dunia WHO (World Health Organitation) menetapkan batas usia 10-20 tahun sebagai batasan usia remaja dan membagi kurun usia tersebut dalam dua bagian yaitu remaja awal 10-14 tahun, remaja akhir 15-20 tahun (Sarwono, 2011). Perubahan paling awal muncul yaitu perkembangan secara biologis. Salah satu tanda keremajaan secara biologi yaitu mulainya remaja mengalami menstruasi. Menstruasi dimulai saat pubertas dan kemampuan seorang wanita untuk mengandung anak atau masa reproduksi.
Menstruasi biasanya dimulai antara usia 10 dan 16 tahun tergantung pada beberapa faktor, termasuk kesehatan wanita, status nutrisi dan berat tubuh relatif terhadap tinggi tubuh (Sumudarsono, 1998 dalam Istiqamah, 2009). Menstruasi adalah pengeluaran cairan secara berkala dari vagina selama usia reproduksi. Menstruasi normal terdiri dari darah, sekresi, dan lapisan uterus/ rahim yang terlepas, Menstruasi atau haid sama tuanya dengan sejarah umat manusia, namun sampai sekarang masih merupakan topik yang banyak menarik minat sebagian besar kalangan wanita karena setiap bulan nya wanita selalu mengalami menstruasi dan sering mengalami nyeri. Nyeri ini timbul bersamaan dengan menstruasi, sebelum menstruasi atau bisa juga segera setelah
PEMBAHASAN A. Interpretasi dan Hasil Diskusi Dari hasil penelitian telah diperoleh data yang merupakan keadaan nyata terhadap hubungan antara waktu penggantian balutan infus dengan kejadian plebitis di Ruang Dahlia RSUD Rohul Tahun 2012. Data tersebut dapat dijadikan acuan dan tolak ukur dalam melakukan pembahasan dan sebagai hasil akhir dapat dinyatakan sebagai berikut: 1. Gambaran Karakteristik Responden Menurut Umur Dari hasil penelitian diperoleh bahwa distribusi frekuensi responden berdasarkan umur mayoritas adalah dewasa tengah yaitu sebanyak 36 (46,8%) responden. Dari 12 kejadian plebitis 6 (50,0%) responden pada umur dewasa tengah mengalami plebitis. Umur pasien merupakan salah satu faktor yang juga berperan dalam kejadian plebitis hal ini dikaitkan dengan proses menua yang secara tidak langsung mempengaruhi fisiologi dan perubahan pada pembuluh darah (Darmawan , 2008). Semakin bertambah usia, kemampuan sel akan menurun, elastisitas pembuluh darah juga berkurang dimana biasanya vena perifier pada lansia rapuh dan mudah pecah pada waktu pemasangan infus. Hilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mempertahankan fungsi hormonnya pada lansia sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi. Penurunan daya tahan tubuh juga terjadi pada lansia karena sudah mengalami kemunduran berbagai fungsi organ tubuh sehingga mudah terkena penyakit. 2. Gambaran Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin Dari hasil penelitian diperoleh bahwa distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin mayoritas adalah laki-laki sebanyak 44 (57,1%) responden. Sedangkan perempuan sebanyak 33 (42,9%) responden. Dari 44 responden yang berjenis kelamin laki-laki terdapat 6 (13,6%) responden yang mengalami plebitis, sedangkan pada responden yang berjenis kelamin perempuan dari 33 responden terdapat 6 (18,2%) responden dimana kejadian plebitis lebih banyak pada perempuan. Pada usia premenopause wanita mulai
49
kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur secara alami yang umumnya mulai terjadi pada usia 45-55 tahun. Sehingga wanita lebih banyak resiko untuk terjadinya plebitis karena perubahan hormon setelah menopause. Pada wanita juga kekuatan otot berkurang di banding pria, dimana pria aktivitasnya lebih banyak atau aktif yang mempengaruhi terhadap kekuatan otot pada pembuluh darah. 3. Gambaran karakteristik Responden Menurut Pendidikan Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas tingkat pendidikan responden rendah (SD, SMP) sebanyak 45 (58,4%) orang. Menurut Notoatmodjo (2003) pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga prilaku akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan kesehatan. Makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi sehingga semakin tinggi pula pengetahuan yang dimilikinya. Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Makin rendah pendidikan seseorang maka semakin rendah pula pengetahuan yang dimiliki misalnya personal hygiene yang kurang, tidak tahu pentingnya kebersihan diri, dimana tidak bisa menjaga kebersihan kulit disekitar balutan infus karena tidak tahu hal itu dapat menyebabkan terjadinya infeksi. 4. Gambaran Karakteristik Responden Menurut Diagnosa Medis Dari hasil penelitian diperoleh bahwa distribusi frekuensi responden berdasarkan diagnosa medis mayoritas adalah DHF sebanyak 18 (23,4%) responden. Sedangkan minoritas adalah SN (Sindrome Nefrotik) sebanyak 2 (2,6%) responden. Dari 4 responden yang diagnosa medisnya Typus Abdominalis mengalami plebitis sebanyak 3 (75%) responden. Hal ini sejalan dengan pendapat Darmawan (2008), mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya plebitis adalah
48
HEALTH CARE, Volume 3, Nomor 2, Desember 2013, hlm 46-52
2.
Penggantian balutan infus kurang/ sama dengan 3 hari dan lebih dari 3 hari 3. Kejadian plebitis, terdiri dari tidak terjadi dan terjadi plebitis Analisis Univariat Digunakan untuk mendiskripsikan masing-masing variabel penelitian, guna memperoleh gambaran atau karakteristik sebelum dilakukan analisa bivariat. Peneliti menggunakan data univariat yaitu hanya melihat hasil penghitungan frekuensi dan presentasi yang nantinya akan digunakan sebagai tolak ukur pembahasan dan kesimpulan. Analisis Bivariat Analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang digunakan untuk mengetahui ada hubungan atau tidak pada kedua variabel yang diolah, serta untuk menguji hipotesis dengan bantuan program komputerisasi. Untuk menganalisis hubungan variabel independent (bebas) yaitu waktu penggantian balutan infus dengan jenis variabel katagorik dan variabel dependent (terikat) yaitu kejadian plebitis dengan jenis variabel katagorik maka digunakan uji analisis Chi Square. Dengan menentukan nilai p value, jika < 0,05 maka hipotesis alternative (Ha) diterima, yang berarti ada hubungan variabel independen dengan variabel dependen. Jika p value > 0,05 maka hipotesis nol (Ho) diterima dan Ha ditolak, yang berarti tidak ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Prosedur pengujian chi square dihitung dalam tabel silang 2 x 2 dengan menggunakan kai kuadrat Fisher’s Exact. Jika tabel silang lebih dari 2 x 2 maka digunakan kai kuadrat tanpa koreksi. Nilai p Value diperoleh dari perbandingan antara nila x2 tabel dengan tabel kai kuadrat. HASIL PENELITIAN hasil penelitian yang telah dilakukan pada tanggal 02 Januari – 31 Januari 2012 mengenai hubungan waktu penggantian balutan infus dengan kejadian plebitis di ruang Dahlia RSUD Rohul Tahun 2012. Penelitian dilakukan melalui pengisian lembar chek list dengan jumlah sampel sebanyak 77 responden. selanjutnya hasil penelitian disajikan sebagai berikut :
A. Analisis Univariat Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur mayoritas adalah rentang umur antara dewasa tengah yaitu sebanyak 36 (46,8%) responden, jenis kelamin mayoritas adalah lakilaki sebanyak 44 (57,1%) responden, tingkat pendidikan mayoritas adalah pendidikan rendah sebanyak 45 (58,4%) responden, diagnos medis mayoritas adalah DHF sebanyak 18 (23,4%) responden, Penggantian balutan infus responden mayoritas adalah > 3 hari sebanyak 45 (58,4%) responden, kejadian plebitis mayoritas adalah tidak plebitis sebanyak 65 (84,4%) responden, sedangkan yang plebitis sebanyak 12 (15,6%) responden. B. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas (waktu penggantian balutan infus) dengan variabel terikat (Kejadian Plebitis) menggunakan uji Fisher’s exact Test. Hasil analisis bivariat dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.7 Hubungan Waktu Penggantian Balutan Infus dengan kejadian Plebitis di Ruang Dahlia RSUD Rokan Hulu Tahun 2012
Hasil Uji statistik dengan ketentuan fisher’s exact test diperoleh p value yaitu 0,012, berarti p value 0,012 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara penggantian balutan infus > 3 hari dengan kejadian plebitis sebesar 0,012. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR= 10.029, artinya penggantian balutan infus ≤ 3 hari akan cenderung 10.029 kali tidak akan terjadi plebitis dibandingkan dengan penggantian balutan infus > 3 hari.
Deswinda, Endah Purwanti : Efektivitas Kompres Hangat dan Progresive Muscle Relaxation Terhadap Dismenore
menstruasi (Ramaiah, 2006 dalam Anindita, 2010). Pada saat menstruasi biasanya mengalami nyeri perut, yang biasa disebut dengan dismenorea. Dismenorea ini adalah kekakuan dan kejang di bagian bawah perut yang terjadi pada waktu menjelang atau selama menstruasi, yang memaksa wanita untuk beristirahat atau berakibat pada menurunnya kinerja dan berkurangnya aktifitas sehari-hari (Poverawati & Misaroh, 2009). Berdasarkan jenisnya dismenorea dibagi menjadi dua, yaitu dismenore primer dan dismenorea sekunder. Dismenorea sekunder ada hubungan dengan kelainan ginekologik. Dismenorea primer biasanya terjadi pada hari pertama sampai hari ketiga menstruasi (Baziad, 2003). Dismenorea yang paling sering terjadi adalah dismenorea primer, kemungkinan lebih dari 50% wanita mengalaminya dan 10-15% diantaranya mengalami nyeri yang hebat yang sampai mengganggu aktifitas dan kegiatan seharihari wanita. Biasanya dismenorea primer timbul pada masa remaja, yaitu sekitar 2-3 tahun setelah haid pertama . Dismenorea sekunder lebih jarang ditemukan, hanya terjadi pada 25% wanita yang mengalami dismenorea. Dimana gangguan haid disebabkan adanya penyakit yang berhubungan dengan kandungan (Kasdu, 2005). Penyebab nyeri haid bisa bermacam-macam, bisa karena suatu proses penyakit (misalnya radang panggul), endometriosis, tumor atau kelainan letak uterus, selaput dara atau vagina tidak berlubang dan stres atau kecemasan yang berlebihan. Akan tetapi, penyebab paling sering nyeri haid di duga karena terjadinya ketidakseimbangan hormonal dan tidak ada hubungan dengan organ reproduksi (Arifin S, 2007 dalam Kurniawati 2008). Angka kejadian dismenorea di dunia sangat besar. Rata-rata lebih dari 50% perempuan di setiap negara mengalami dismenorea. Di Amerika angka prosentasenya sekitar 60% dan di Swedia sekitar 72%. Angka kejadian dismenorea primer di Indonesia pada tahun 2008 sekitar 64,25 % yang terdiri dari 54,89% dismenorea primer dan 9,36 % dismenorea sekunder (Proverawati dan Misaroh, 2009)
9
Angka kejadian dismenorea di Indonesia belum ada yang melaporkannya. Hasil penelitian pada tahun 2002 di 4 SLTP di Jakarta untuk mencari angka dismenorea. Didapatkan 733 orang yang diterima sebagai subjek penelitian, 543 orang mengalami nyeri haid dari derajat ringan sampai derajat berat (74,1%). Dilihat dari hasil penelitian tersebut angka kejadian dismenorea cukup tinggi (Baziad, 2003). Hasil penelitian pada tahun 2002 di 4 SLTP di Jakarta menunjukkan bahwa nyeri haid paling sering muncul pada usia 12 tahun (46,7%), dengan rata-rata usia 12-19 tahun. Pada 56,5% siswi, merasakan nyeri haid yang tidak menentu, dimana 23,6% terjadi bersamaan dengan datangnya haid. Puncak nyeri haid pada sebagian besar (53,3%) responden tidak menentu. Sebagian besar (89,7%) rasa nyeri berlokasi diperut bagian bawah, sedangkan 5,3% pada sisi dalam paha dan 4,4% pada bokong. Keluhan lain yang menyertai nyeri haid berupa pusing sebanyak 37,4%, sakit kepala 16,6% dan mual 10,7%. Rasa muntah, diare, pingsan dan lain-lain jarang terjadi (Baziad, 2003). Penanganan dismenorea dapat dilakukan dengan terapi farmakologi dan non farmakologi. Terapi farmakologi antara lain, pemberian obat analgetik, terapi hormonal, obat nonsteroid prostaglandin dan dilatasi kanalis servikalis (Prawirohardjo, 2008). Terapi non farmakologi antara lain kompres hangat, olahraga, senam aerobik, dan relaksasi. (Proverawati dan Misaroh, 2009). Meskipun dismenorea merupakan masalah fisik bukan masalah psikis, namun dismenorea dengan tingkatan nyerinya sering menimbulkan bahaya. Kondisi seperti ini membawa remaja pada situasi yang tidak menyenangakan. Melihat dampak dari dismenorea tersebut dapat dikatakan bahwa dismenorea merupakan salah satu problema dalam kehidupan remaja putri, yang memaksa mereka untuk menggunakan berbagai cara untuk mencegah terjadinya nyeri dismenorea (Ramaiah, 2006 dalam Anggreani 2008). Keluhan nyeri haid umum terjadi pada wanita, sebagian besar wanita yang mengalami nyeri haid jarang pergi ke dokter, mereka mengobati nyeri tersebut dengan obat-obat bebas tanpa resep dokter. Telah diteliti bahwa sebesar 30-70% remaja
10
HEALTH CARE, Volume 3, Nomor 2, Desember 2013, hlm 8-20
wanita mengobati nyeri haidnya dengan obat anti nyeri yang dijual bebas. Hal ini sangat berisiko, karena efek samping dari obat-obatan tersebut jika digunakan secara bebas dan berulang tanpa pengawasan dokter. Sebagai alternatif, dilakukan berbagai penelitian untuk menemukan terapi pengganti ataupun terapi pelengkap yang lebih aman jika dibandingkan terapi dengan NSAID (Non Steroidal Anti Inflamatory Drug), seperti terapi herbal, terapi suplemen, terapi akupuntur, terapi tingkah laku, dan aroma terapi (Proctor dan Murphy, 2001 dalam Memot 2002). Sebagian besar remaja putri sudah mengetahui dan melakukan tindakan yang harus dilakukan untuk mengatasi nyeri haid, yaitu dengan melakukan olahraga ringan, mandi air hangat, mengkonsumsi makanan secara teratur untuk mengatasi mual, tetapi masih terdapat remaja putri yang masih mengatasi nyeri haid dengan meminum obat pereda rasa sakit yang dianjurkan dokter (Annathayakheisa 2009 dalam Istiqamah 2009). Pemberian kompres hangat ketika terjadi nyeri menstruasi, memakai prinsip pengantaran panas secara konduksi, yaitu dengan menempelkan buli-buli panas ke perut bagian bawah kiri dan kanan. Efek dari panas adalah mendilatasikan pembuluh darah sehingga sirkulasi darah ke rahim menjadi lancar dan diharapkan dapat menurunkan nyeri menstruasi. Kompres hangat tidak akan melukai kulit karena terapi kompres hangat tidak dapat masuk jauh ke dalam jaringan. Apabila kompres hangat digunakan selama 1 jam atau lebih bisa menyebabkan kemerahan dan rasa perih. Maka dari itu pemberian kompres hangat dilakukan secara periodik (Perry & Potter, 2005). Relaksasi adalah satu teknik dalam terapi perilaku untuk mengurangi ketegangan dan kecemasan. Teknik ini dapat digunakan oleh pasien tanpa bantuan terapis dan mereka dapat menggunakannya untuk mengurangi ketegangan dan kecemasan yang dialami.Teknik relaksasi non farmakologi lain yang dapat dilakukan adalah Progresive Muscle Relaxation (PMR) yang merupakan teknik relaksasi otot (Perry & Potter, 2005). Latihan relaksasi otot (PMR) yang dikembangkan oleh Edmund Jacobson telah terbukti menjadi cara utama yang efektif
dalam mengatur rasa sakit. PMR adalah teknik sederhana dimana individu meringankan otot mereka dalam dua proses. Pertama ketegangan dengan sengaja diterapkan di kelompok otot-otot tertentu. Kedua, ketegangan tersebut dihentikan dan perhatian diberikan untuk meringankan otot sehingga ketegangan itu hilang. Dalam sebuah tinjauan dari lima belas penelitian efektivitas sarana relaksasi sangat sering didukung teknik PMR, terutama dalam anggapan sindrom pra menstruasi dan dismenorea (Kwekkeboom 2006 dalam Memot 2010). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di MTS Nurul Falah Air Molek terdapat 111 orang siswi yang terdiri dari kelas VII sebanyak 57 orang dan kelas VIII sebanyak 54 orang. Yang telah mengalami menstruasi sebanyak 83 orang. Yang mengalami dismenorea sebanyak 55 orang. Usia menarche pada usia 12 tahun sebanyak 33 orang (40 %). 57 responden menyatakan bahwa membicarakan menstruasi sebagai sesuatu hal yang dianggap tabu untuk dibicarakan. Responden merasa malu dan menganggap menstruasi sebagai sesuatu hal yang tidak menyenangkan. Peneliti juga melakukan interview dengan salah seorang guru agama di MTS Nurul Falah, beliau menyatakan membicarakan hal yang menyangkut kesehatan reproduksi belum pantas untuk dibicarakan dan dianggap lebih baik dibicarakan pada tingkat SLTA dan peneliti mendapat informasi bahwa kurikulum pembelajaran disekolah belum menunjang pengetahuan siswi tentang kesehatan reproduksi khususnya penanganan dismenorea. Para siswi mengalami kesulitan mendapatkan informasi yang mendukung seperti toko buku, disamping itu perpustakaan juga belum menyediakan bukubuku tentang kesehatan reproduksi khusunya penanganan dismenorea. Saat melakukan wawancara dengan 7 siswi, responden melakukan penanganan dismenorea dengan beberapa cara, diantaranya mengkonsumsi obat analgetik seperti asam mefenamat sebanyak 1 orang (14,3%), dan tidak pernah melakukan penanganan dismenorea sebanyak 6 orang (85,7%). Padahal banyak sekali cara untuk menurunkan dismenorea diantaranya kompres hangat dan progresive m uscle relaxation yang belum mereka ketahui. Berdasarkan fenomena diatas, maka peneliti
Sri Yanti, Melati Lubis : Hubungan Waktu Penggantian Balutan Infus Dengan Kejadian Plebitis
Hal ini ditunjukkan dengan adanya daerah yang merah, nyeri dan pembengkakan di daerah penusukan atau sepanjang vena. Insiden plebitis meningkat sesuai dengan lamanya pemasangan jalur intravena. Komplikasi cairan atau obat yang diinfuskan (terutama pH dan tonisitasnya), ukuran dan tempat kanula dimasukkan. Pemasangan jalur IV yang tidak sesuai, dan masuknya mikroorganisme pada saat penusukan (Brunner & Sudarth, 2008). Akibat dari kejadian plebitis dapat menimbulkan masalah pada ketidaknyamanan pasien, penggantian kateter baru, menambah lama perawatan, dan akan menambah biaya perawatan. Kontaminasi infus dapat terjadi selama pemasangan kateter intravena sebagai akibat dari cara kerja yang tidak sesuai prosedur serta pemakaian yang teralu lama. Menurut Potter & Perry (2005), pemasangan infus tidak boleh lebih dari 72 jam kecuali untuk penanganan darah. Angka kejadian infeksi melalui jarum infus di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta dilaporkan terdapat 53,8% pasien yang mengalami plebitis akibat pemasangan infus ketika dirawat di rumah sakit (Widiyanto dalam Seno Haji, 2010). Secara sederhana plebitis berarti peradangan vena. Plebitis berat hampir selalu diikuti bekuan darah, atau trombus pada vena yang sakit. Banyak faktor telah dianggap terlibat dalam patogenesis plebitis, antara lain: faktor-faktor kimia seperti obat atau cairan yang iritan, faktor-faktor mekanis seperti bahan, ukuran kateter, lokasi dan lama kanulasi serta agen infeksius. Faktor pasien yang dapat mempengaruhi angka plebitis mencakup, usia, jenis kelamin dan kondisi dasar (yakni: diabetes melitus, infeksi, luka bakar). Suatu penyebab yang sering luput perhatian adalah adanya mikropartikel dalam larutan infus dan ini bisa dieliminasi dengan penggunaan filter (Darmawan, 2008). Menurut Kepmenkes no. 228/2002, tentang penyusunan standar pelayanan minimal RS pada indikator pelayanan rawat inap, dimana angka kejadian plebitis harus kurang dari 2% (Buletin Indonesian Healthcare Quality Network (IHQN), 2006). Berdasarkan survey awal yang dilakukan oleh peneliti pada bulan November 2011 di ruangan Dahlia RSUD Rokan Hulu terdapat 4 pasien (20%) yang menunjukkan tanda-tanda
47
plebitis dari 20 pasien yang dirawat. Hasil wawancara dengan 2 pasien yang mengalami plebitis, selama 4 hari di rawat balutan infus belum pernah di ganti. Kebijakan RSUD Rohul dalam penggantian balutan infus standarnya pada hari ke-2 atau ke-3 rawatan, pada umumnya di ruang Dahlia penggantian balutan infus dilakukan apabila balutan infus kotor atau basah. Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan waktu penggantian balutan infus dengan kejadian plebitis di ruang Dahlia RSUD Rohul Tahun 2012. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian analitik observasional yaitu bertujuan mencari hubungan antar variabel yang sifatnya bukan hubungan sebab akibat, dengan pendekatan korelasi (Hidayat, 2009). Pada penelitian ini peneliti ingin menganalisa hubungan waktu penggantian balutan infus dengan kejadian Plebitis di ruang Dahlia RSUD Rohul Tahun 2012. Lokasi penelitian dilaksanakan di ruang Dahlia RSUD Rokan Hulu. Alasan pemilihan lokasi karena ruangan Dahlia merupakan ruangan penyakit dalam yang mana jumlah pasien terbanyak dan semua pasien terpasang infus. Penyusunan penelitian ini di mulai dari bulan Oktober 2011 – Februari 2012. Sementara pengambilan data dilakukan bulan Januari 2012. Yang dijadikan sebagai populasi penelitian adalah seluruh pasien yang terpasang infus saat penelitian diruangan Dahlia RSUD Rokan Hulu provinsi Riau. Berdasarkan jumlah populasi sebesar 96 orang dan tingakt kepercayaan yang diinginkan 0,05 maka didapatkan sampel 77,4 dibulatkan menjadi 77 orang. Instrument yang digunakan dalam penelitian ini berupa pelaksanaan observasi dengan alat bantu check list yang berisi nama subjek dan beberapa gejala/identitas lainnya dari sasaran pengamatan. (Notoatmodjo, 2005). Instrument penelitian yaitu lembaran check list yang terdiri dari: 1. Data demografi pasien (Inisial, umur, jenis kelamin, pendidikan, diagnosa medis)
46
Deswinda, Endah Purwanti : Efektivitas Kompres Hangat dan Progresive Muscle Relaxation Terhadap Dismenore
HUBUNGAN WAKTU PENGGANTIAN BALUTAN INFUS DENGAN KEJADIAN PLEBITIS DI RUANG DAHLIA RSUD ROHUL Sri Yanti, Melati Lubis STIKes Payung Negeri Pekanbaru Abstrak : Plebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan baik dari iritasi kimia maupun mekanik yang sering terjadi karena komplikasi dari terapi intravena. Plebitis dapat dicegah dengan melakukan perawatan infus yaitu penggantian balutan infus setiap 48-72 jam. Berdasarkan survey awal yang dilakukan oleh peneliti ditemukan 4 orang ( 20%) dari 20 pasien yang dirawat yang mengalami plebitis. Pada umumnya di ruangan Dahlia penggantian balutan infus dilakukan apabila balutan infus kotor atau basah. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan waktu penggantian balutan infus dengan kejadian plebitis di Ruang Dahlia RSUD ROHUL. Penelitian ini bersifat kuantitatif dan desain penelitian yang digunakan adalah analitik observasional dengan menggunakan alat instrumen penelitian lembar cheklist dan observasi. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 02-31 Januari 2012, dengan jumlah responden berjumlah 77 pasien. Pada penelitian ini uji statistik yang digunakan adalah chi-square untuk menganalisa hubungan variabel. Hasil penelitian diperoleh p value 0,012, < 0,05, maka hipotesis Ha diterima, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan secara signifikan antara waktu penggantian balutan infus dengan kejadian plebitis. Diharapkan dapat dilakukan penelitian selanjutnya mengenai perawatan infus dan pencegahan plebitis dengan menggunakan metode penelitian yang berbeda dengan sampel yang lebih banyak.
tertarik untuk meneliti tentang perbedaan efektivitas kompres hangat dan progresive muscle relaxation terhadap penurunan dismenorea di MTS Nurul Falah Airmolek tahun 2012. METODELOGI PENELITIAN Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analitik kuantitatif. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian Quasi Eksperiment dengan Pretest-posttest Design. Yang artinya sampel pada penelitian ini diobservasi terlebih dahulu sebelum diberi perlakuan, kemudian setelah diberikan perlakuan sampel tersebut diobservasi kembali (Notoatmojo, 2005 ).
11
83 n = ------------------1+83 (0,025) 83 n = -----------------1+2,075 83 n = ----------------3,075 n = 26,9 n = 26 sampel
Kata Kunci : Hubungan, Waktu Penggantian Balutan, Infus, Plebitis
PENDAHULUAN Pada masa awal tahun 1930-an penggunaan cairan infus yang dikenal hanya terbatas pada infus NaCl dan dextrose 5%, akan tetapi sekarang ini telah banyak tersedia berbagai macam cairan mulai dari cairan infus untuk mengoreksi ketidakseimbangan elektrolit dan cairan infus yang merupakan suatu terapi dari suatu masalah kesehatan, maupun cairan infus yang ditujukan untuk pemberian nutrisi (Sharon W, 2007). Infus adalah salah satu cara atau bagian dari pengobatan untuk memasukkan obat atau vitamin kedalam tubuh pasien. Infeksi dapat menjadi komplikasi utama dari terapi intra vena (IV) terletak pada system infus atau tempat menusukkan vena (Darmawan, 2008). Tehnik atau cara pemberian infus juga mengalami kemajuan, yang digunakan sebagai tindakan diagnostik ataupun sebagai cara pemberian terapi. Salah satu cara pemberian yang paling sering digunakan adalah pemasangan infus perifer atau Perifer Intravenous Catheter (PIC) tindakan tersebut berguna untuk memberikan transfusi darah, obat, cairan maupun untuk pengambilan sampling darah (Nassaji & Ghorbani, 2007).
Tindakan pemasangan infus akan berkualitas apabila dalam pelaksanaanya selalu mengacu pada standart yang telah ditetapkan, sehingga kejadian infeksi atau berbagai permasalahan akibat pemasangan infus dapat dikurangi, bahkan tidak terjadi (Priharjo, 2008). Mematuhi prosedur keperawatan sangat penting, menurut Gillies dalam Supriyanto (2008), tujuan melaksanakan standar keperawatan adalah untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan, mengurangi biaya asuhan keperawatan, melindungi perawat dari kelalaian dalam melaksanakan tugas dan melindungi pasien dari tindakan yang tidak terapeutik. Salah satu komplikasi yang sering didapatkan dari kateter intravena adalah kejadian plebitis. Plebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan baik dari iritasi kimia maupun mekanik yang sering disebabkan oleh komplikasi dari terapi intravena. Plebitis dikarakteristikan dengan adanya dua atau lebih tanda nyeri, kemerahan, bengkak, indurasi, dan teraba mengeras di bagian vena yang terpasang kateter intravena, (La rocca, 2006). Plebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun mekanik.
Gambar 3.1 Bagan Rancangan Penelitian Pre Eksperiment Design Pretest-Posttest Design Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilaksanakan di MTS Nurul Falah Air molek. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juli tahun 2012 Populasi dan Subjek Penelitian Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu yang akan diteliti. Bukan hanya subjek atau objek yang dipelajari saja tetapi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki subjek atau objek tersebut (Hidayat, 2007). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswi kelas VII dan kelas VIII yang mengalami menstruasi di MTS Nurul Falah Air Molek tahun 2012 yang berjumlah 83 orang. Besar Sampel N n = -------------1+N (d)² 83 n = -----------------1+83 (0.05)²
Keterangan : N = 45 d = 0,05 Dari 26 siswi tersebut dibagi dua untuk teknik kompres hangat dan PMR Teknik Sampling Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling, yaitu pemilihan sampel yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri (Notoatmodjo, 2005). Pertimbangan yang digunakan oleh peneliti untuk menentukan sampel adalah dengan memilih sampel yang memenuhi kriteria inklusi.
12
Kursiah Warti Ningsih : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tekanan Darah Pekerja Di Pabrik Kelapa Sawit
HEALTH CARE, Volume 3, Nomor 2, Desember 2013, hlm 8-20
Tabel 3.2 Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional Variabel
Defenisi operasional
Cara ukur
Hasil ukur
Skala ukur
1. Kompres hangat
Kompres hangat adalah memberikan terapi air hangat dengan cara menempelkan bulibuli yang berisi air hangat pada bagian perut bawah selama 20 menit.
Memberikan perlakuan kompres hangat
0.Efektif 1.Tidak efektif
Nominal
2.Progresive muscle relaxation
Suatu teknik relaksasi dengan cara menegangkan dan melonggarkan otot-otot tertentu
Memberikan perlakuan dengan cara observasi langsung dengan panduan teknik PMR
0.Efektif 1.Tidak efektif
Nominal
Variabel dependen: disminore
Rasa nyeri yang dirasakan responden pada saat haid.
Wawancara dan mengisi skala nyeri
- Ringan (1-3) - Sedang(4-6) - Berat (7-10)
Rasio
Variabel Independent:
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Adapun jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data yang diperoleh dari responden yaitu siswi MTS Nurul Falah Air Molek dan cara pengumpulan data dengan menggunakan wawancara, kuisioner, observasi.
data agar dapat dianalisis. Pemprosesan data dilakukan dengan cara meng-entry data dari kuisioner kepaket program komputer. 4. Cleaning Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di entry, apakah ada kesalahan atau tidak.
Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan dengan program komputer, melalui beberapa tahapan pengolahan sebagai berikut : 1. Editing Editing merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian kuesioner apakah jawaban yang ada dikuisioner sudah lengkap, jelas, relevan dan konsisten. 2. Coding Coding (pengkodean) adalah usaha mengklafikasikan jawaban menurut kriteria tertentu, dimana jawaban responden diklasifikasikan dengan kode angka, selanjutnya diberi skor sesuai dengan kategori data. 3. Entry Setelah semua isian kuesioner terisi penuh dan benar, dan juga sudah melewati pengkodingan, maka langkah selanjutnya adalah memproses
Analisis Data a. Analisis Univariat Menurut Notoatmodjo (2005) analisis univariat yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel yang diteliti. Analisis ini mendeskripsikan karakteristik responden berdasarkan identitas responden, teknik kompres hangat, teknik PMR pada siswi MTS Nurul Falah Air Molek. b. Analisis Bivariat Analisa bivariat ini digunakan untuk mengetahui pengaruh variable dependen dan variable independen yang langkah selanjutnya adalah mengolah data tentang disminore sebelum dan sesudah dilakukan kompres hangat dengan PMR. Pada penelitian ini uji hipotesis yang digunakan adalah uji t independent (paired
Hardi. I. 2007. Buku Ajar Penyakit Akibat Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Timur. Makassar Hastono, S.P. 2007. Analisis Data Kesehatan. Fakultas Kesehatan Masyarakat Univesitas Indonesia. Jakarta. Hermawati. E, 2006. Skripsi: Perbedaan tekanan darah pekerja pada intensitas kebisingan yang berbeda di PT Purinusa Eka Persada Semarang. Universitas negeri Semarang. Ibnu.M.1996.Dasar Dasar Fisiologi Kardiofaskular. Jakarta: EGC. Iwan. 2007. Penelitian : Dampak Giliran Kerja, Suhu, Kebisingan terhadap Kelelahan Kerja di PT LJP Kalimantan Timur. Samarinda: FKM Mulawarman. Keputusan Menteri Tenaga Kerja, No.51: 1999. Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja. Jakarta. Kepmenkes Nomor 1405/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja. Kepmenaker Nomor 51/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja. Lapau, B. 2007. Prinsip dan Metode Epidemiologi. UHAMKA Press. Jakarta Lapau. B. 2012. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Nawari. 2010. Analisis Statistik dengan MS Excel 2007 dan SPSS 17. Jakarta: Elexmedia Komputindo. Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No.7 : 1964. Syarat Kesehatan, Kebersihan Serta Penerangan Dalam Tempat Kerja. Jakarta. Rosiyanti. H. 2010. Skripsi : Hubungan Status Gizi, Umur dan Beban Kerja dengan Tekanan Darah pada Pekerja Industri Tahu di Tandang Kota Semarang. Shapo L, Pomerleau J, McKee M. Epidemiology of Hypertension and Associated Cardiovascular Risk Factors in a Country in Transition. Albania: Journal Epidemiology Community Health 2003;57:734–739 Sigiarto. A.2007. Studi Kasus di Kabupaten Karanganyar: Faktor Faktor Resiko Hipertensi Grade II pada Masyarakat. Universitas Dipenogoro, Semarang.
45
Sumakmur. 2006. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja, Jakarta : CV. Gunung Agung. Soesanto. A. M., Soenarto, A. A., Joesoef, A. H., Rachman, G. S., 2001. Reaktivitas Kardiovaskuler Individu Normotensi Dari Orang Tua Hipertensi Primer. Jurnal Kardiologi Indonesia. XXV (4) Sutanto. 2007. Analisis Data Kesehatan. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Susalit E, Kapojos JE & Lubis HR. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam II. Jakarta : Balai penerbit FKUI. Tarwaka, Solichul HA, Bakri, Lilik Sudiajeng. 2004. Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produkstivitas. UNIBA PRESS, Surakarta. Thoha. M, 2004, Kepemimpinan Dalam Manajemen, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Tresnaningsih, E. 2004. Modul Pelatihan ; Bagi Fasilitas Kesehatan Kerja (dasar). Jakarta: Sekretariat Jendral Departement RI Pusat Kesehatan Kerja. Undang-undang No.13/ 2003 tentang Ketenagakerjaan Vera. 2010. Artikel Ilmiah : Hubungan antara masa kerja dengan kejadian Gingival Lead Line Pada Pedagang Kaki Lima Di Kota Semarang. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Dipenogoro. Vony A, Nenohai, Marylin S, Junias, Mustalam. 2009. Hubungan Kebisingan, Suhu Udara dan Beban Kerja dengan Peningkatan Tekanan Darah Pekerja Pemarut Kelapa. Kupang :FKM-Undana. Yogiantoro. M. 2006. Hipertensi Esensial. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi ke IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Yunis. T. 2003. Blood Presure Survey Indonesia Norvask Epidemiology Study. Medika Volume XXXIX. Jakarta.
44
HEALTH CARE, Volume 3, Nomor 2, Desember 2013, hlm 42-45
Tabel 2 Hasil Uji Regresi Linier Variabel Independen Dengan Tekanan Darah
perhari dengan R2 30,2% danr diastole=0,336 setelah dikontrol variabel suhu ruang kerja, lama kerja perhari, kebiasaan merokok, konsumsi kafein, umur dan jenis kelamin dengan R2 24,2%. KESIMPULAN Variabel yang berhubungan sebab akibat terhadap tekanan darah systole adalah suhu udara ruangan kerja, lama kerja perhari dan kebiasaan merokok dan tekanan darah diastole adalah suhu udara ruang kerja, lama kerja perhari dan umur. Faktor yang paling berhubungan dengan tekanan darah sistole dan diastole pekerja adalah suhu ruang kerja dengan nilai r systole= 0,422 dan r diastole=0,336.Diharapkan manajemen Pabrik Kelapa Sawit Sei Galuh dapat menjaga tekanan darah pekerja tetap normal dengan menyesuaikan ketentuan yang telah distandarkan untuk pekerja yang bekerja di pabrik terutama pada suhu ruang kerja.
Pada Tabel 2 diperlihatkan variabel yang berhubungan dengan tekanan darah sistoledan diastole pada data numeric dan numeric dengan uji regresi linier pada pekerja pabrik kelapa sawit ada dua variabel yaitu suhu udara ruang kerja dan kebiasaan merokok. Pada tekanan darah diastole variabel berhubungan adalah variabel suhu udara ruang kerja, dan jenis kelamin. Multivariat Faktor yang paling berhubungan dengan tekanan darah sistole dan diastole pekerja adalah suhu ruang kerja dengan nilair systole= 0,422 setelah dikontrol dengan variabel suhu ruang kerja, umur, kebiasaan merokok, dan lama kerja
DAFTAR PUSTAKA Armilawaty, Amalia H, Amirudin R. 2007. Hipertensi dan Faktor Risikonya dalam Kajian Epidemiologi. Bagian Epidemiologi FKM UNHAS. .http;//www. CerminDuniaKedokteran.com/index. php?option=com_content&task=view&id=3 8&Itemid=12). Diakses tanggal 10 05 2012 Boedhi. Darmojo. 2001. Mengamati Perjalanan Epidemiologi Hipertensi di Masyarakat. Medika. Erlani. 2007. Jurnal: Hubungan Pb dalam darah dengan tekanan darah karyawan SPBU Kota Makasar. Fida. 2009. Hubungan Tekanan Darah Sebelum dan Sesudah Bekerja pada Tenaga Kerja Bongkar Muat (TMBK) di Pelabuhan Belawan. Skripsi : Universitas Sumatra Utara. Guyton&hall.2009.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Kedokteran EGC. Hardi. I. 2006. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Kerja Pada Tenaga Kerja di Bagian Produksi PT. Sermani Steel Makassar. Skripsi Tidak diterbitkan. Makassar : FKM Unhas.
Deswinda, Endah Purwanti : Efektivitas Kompres Hangat dan Progresive Muscle Relaxation Terhadap Dismenore
sample test) untuk membandingkan pengaruh kompres hangat dan PMR terhadap intensitas nyeri disminore. Apabila dari uji statistik didapat p value < dari α (0,05) maka dapat disimpulkan Ha diterima atau ada pengaruh kompres hangat dan PMR terhadap intensitas nyeri disminore (Notoatmodjo, 2005). Adapun gambaran nilai yang akan diuji dapat dilihat pada table uji t berikut:
13
Agama ( PGA ) Nurul Falah. Pada tahun 1977, Sekolah Pendidikan Guru Agama ini mengalami peleburan lagi menjadi Madrasah Tsanawiyah Nurul Falah yang berstatus swasta. Madrasah Tsanawiyah Nurul Falah dengan Nomor Statistik Madrasah 21.2.14.02.04.002, Status Tanah Wakaf, Jenjang Akreditasi B (Swasta),Alamat Sekolah Jalan Jend. Sudirman
Tabel 3.3 Tabel uji t :Kompres hangat dan PMR
Tabel 3.4 Perbandingan Nilai Rata-Rata pre Test dan Post Test antara kelompok kompres hangat dan PMR
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil 1.
Gambaran Geografis Madrasah Tsanawiyah Nurul Falah didirikan pada tahun 1936 M dengan nama Sekolah Agama Nurul Falah. Sekolah ini didirikan oleh Kyai Haji Hasbullah bekerja sama dengan penghulu Haji Husin, Imam Haji Ismail, Haji Ali dan Lainlain. Madrasah ini didirikan pada tahun 1936 M dengan nama” Sekolah Agama Nurul Falah” Berdasarkan intruksi dari Departemen Agama Kabupaten Indragiri Hulu maka pada tahun 1965, Sekolah Agama Nurul Falah ini ditukar menjadi Sekolah Pendidikan Guru
Airmolek I, Desa/ Kelurahan Airmolek I, Kecamatan Pasir Penyu, Kabupaten Indragiri Hulu, Propinsi Riau, Kode Pos 29352. 2. a.
Keadaan Demografis Keadaan Siswa Jumlah Siswa Jumlah siswa seluruhnya tahun pelajaran 2011/2012 bejumlah 257 siswa dengan perincian sebagai berikut :
14
HEALTH CARE, Volume 3, Nomor 2, Desember 2013, hlm 8-20
Tabel 4.1 Keadaan Siswa Tahun pelajaran 2011/2012
b. Keadaan Ketenagaan Jumlah Tenaga kependidikan Tabel 4.2 Jumlah Tenaga Kependidikan Tahun Pelajaran 2011/2012
c.
Data Umum Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Umur di MTS Nurul Falah Airmolek Tahun 2012
Kursiah Warti Ningsih : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tekanan Darah Pekerja Di Pabrik Kelapa Sawit
Populasi dalam Penelitian ini adalah seluruh pekerja di Pabrik Kelapa sawit Nusantara V Sei Galuh sebanyak 165 orang. Sedangkan besar sampel yang akan diambil adalah 100 yang memenuhi kriteria inklusi. Sampling fraction atau interval yaitu 165 dibagi 100 diperoleh hasil 1,65 digenapkan menjadi 2. Prosedur pengambilan sampel sebesar 100 dilakukan dengan systematic random sampling. Penelitian ini merupakan penelitian kuatitatif analitik observasional dengan jenis desian penampang analitik dan sampel penelitian sebanyak 100 responden yang memenuhi kriteria inklusi. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, penelusuran dokumen serta pemeriksaan tekanan darah dan suhu ruang kerja di lapangan. Analisis data yang digunakan adalah uji t dan regesi linier pada analisa bivariat dan pada uji multivariat digunakan uji regresi linier ganda. HASIL DAN PEMBAHASAN Univariat Deskripsi variabel Independen dan Dependen didapatkan Informasi; Rata-rata tekanan darah systole pekerja 140,25 mmHg (95%CI 136,81-143,69) dan tekanan darah diastole pekerja 84,75 mmHg (95% CI 82,95-86,55) Data numerik didapatkan rata-rata responden sudah bekerja selama 14,30 tahun. Rata-rata responden merokok tiap harinya adalah 8,21 batang perhari. Rata-rata konsumsi kafien responden adalah 3,28 (30mg) menjadi 98,4 mg/ gelas. Rata-rata umur responden adalah 45,24 tahun. Data ketegorik didapatkan kurang dari separuh (40%) pekerja bekerja > 8 jam perhari, ditemui 27% pekerja yang mengkonsumsi alkohol, sebagian besar pekerja (93%) berjenis kelamin laki-laki dan kurang dari separuh pekerja (41%) memiliki riwayat keturunan tekanan darah tinggi. Terdapat satu variabel homogen yang proporsinya < 15% yaitu jenis kelamin. Bivariat Hasil penelitian bivariat didapatkan faktor faktor yang berhubungan dengan tekanan darah sistole yaitu suhu udara ruang kerja, lama kerja perhari dan kebiasaan merokok dan tekanan
43
darah diastole yaitu suhu udara ruang kerja, lama kerja perhari dan umursepertidapatdilihatpadatab elberikut: Tabel 1 Hasil Uji T-Test Variabel Independen Dengan Tekanan Darah Sistole Dan Diastole
Pada Tabel 1 diperlihatkan variabel yang berhubungan dengan tekanan darah sistole dan tekanan darah diastole pada pekerja pabrik kelapa sawit Sei Galuh dari data numerik dan numerik dengan menggunakan uji t-test ada dua variabel yaitu lama kerja perhari dan jenis kelamin. Pada tekanan darah diastole variabel yang berhubungan hanya satu yaitu lama kerja perhari.
42
Deswinda, Endah Purwanti : Efektivitas Kompres Hangat dan Progresive Muscle Relaxation Terhadap Dismenore
FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TEKANAN DARAH PEKERJA DI PABRIK KELAPA SAWIT SEI GALUH KABUPATEN KAMPAR Kursiah Warti Ningsih STIKes Payung Negeri Pekanbaru Abstrak : Pada pemeriksaan awal tekanan darah pekerja di Pabrik Kelapa Sawit Sei Galuh dari 10 orang pekerja 7 orang didapatkan tekanan darahnya berada di atas normal. Penelitian ini merupakan penelitian kuatitatif analitik observasional dengan jenis desian penampang analitik dan sampel penelitian sebanyak 100 responden yang memenuhi kriteria inklusi. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, penelusuran dokumen serta pemeriksaan tekanan darah dan suhu ruang kerja di lapangan. Analisis data yang digunakan adalah uji t dan regesi linier pada analisa bivariat dan pada uji multivariat digunakan uji regresi linier ganda.Dalampenelitian ditemukan faktor yang paling mempengaruhi tekanan darah sistole dan diastole pekerja adalah suhu ruang kerja dengan nilai r systole= 0,422 setelah dikontrol dengan variabel suhu ruang kerja, umur, kebiasaan merokok, dan lama kerja perhari dengan R2 30,2% dan r diastole=0,336 setelah dikontrol variabel suhu ruang kerja, lama kerja perhari, kebiasaan merokok, konsumsi kafein, umur danjenis kelamin dengan R2 24,2%. Diharapkan manajemen Pabrik Kelapa Sawit Sei Galuh dapat menjaga tekanan darah pekerja tetap normal dengan menyesuaikan ketentuan yang telah distandarkan untuk pekerja yang bekerja di pabrik terutama pada suhu ruang kerja. Kata kunci : Tekanan darah, pekerja, suhu udara ruang kerja
Tekanan darah sangat penting pada sistem sirkulasi. Peningkatan atau penurunan tekanan darah akan mempengaruhi homeostatis di dalam tubuh. Jika sirkulasi darah menjadi tidak memadai lagi maka terjadilah gangguan pada sistem transportasi oksigen, karbondioksida dan hasil metabolisme yang lain. Terdapat dua macam kelainan tekanan darah yakni tekanan darah tinggi yang biasa disebut dengan hipertensi dan tekanan darah rendah yang disebut dengan hipotensi. (Ibnu, M. 1996 dalam Fida, 2009). Berdasarkan data Global Burden of Disease (GBD) tahun 2000, 50% dari penyakit kardiovaskuler disebabkan oleh tekanan darah diatas normal/hipertensi (Shapo L, 2003). Data dari The National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) menunjukkan bahwa dari tahun 1999-2000, insiden hipertensi pada orang dewasa adalah sekitar 29-31% (Yogiantoro, 2006). Penyakit kardiovaskuler menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001 merupakan penyebab kematian terbesar di Indonesia sebesar 26,3% (Yunis, 2003). Dari data RumahSakit Nusa Lima Pekanbaru yang merupakan rumah sakit rujukan Perkebunan Nusantara V, dimana angka kejadian tekanan
darah diatas normal (hipertensi) dari PKS SeiG aluhterusmeningkatdaritahunketahun.(RS Nusa Lima,2012). Dari observasi awal saat walk trought survey pada bagian produksi pabrik kelapa sawit perkebunan Nusantara SeiGaluh Kabupaten Kampar tahun 2012 pekerja banyak yang mengeluhkan seringnya terasa sakit kepala saat bekerja ataupun jika lama bekerja yang mana hal ini merupakan salah satu gejala awal dari masalah dalam tekanan darah. Pada pemeriksaan awaldari 10 orang pekerja di PTPN V 7 orang di dapatkan tekanan darahnyaberada di atas normal (>140/90mmHg). Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan tekanan darah pada pekerja di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Perkebunan Nusantara V Sei Galuh Kabupaten Kampar Tahun 2012. METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat kuantitatif analitik observasional dengan jenis desain penelitian studi penampang analitik (analytic cross sectional) dimana variabel independen dan variabel dependen diukur dalam waktu tertentu secara bersamaan (point time approach).
15
Dari data diatas dapat dilihat mayoritas umur responden adalah 14 tahun dengan jumlah 22 (52,4 %) responden. 3.
Analisis Univariat Tabel 4.4 Distribusi Nyeri Responden Berdasarkan Metode Kompres Hangat di MTS Nurul Falah Airmolek Tahun 2012
Data tabel 4.4 menunjukkan dari 21 siswi yang mengalami dismenorea, sebelum diberi kompres hangat yang mengalami nyeri ringan sebanyak 3 responden (14,3%), nyeri sedang sebanyak 11 respoden (52,4%), dan yang mengalami nyeri berat sebanyak 7 responden (33,3%). Sedangkan setelah dilakukan kompres hangat yang mengalami nyeri ringan sebanyak 15 responden (71,4%), nyeri sedang sebanyak 6 responden (28,6%), dan yang mengalami nyeri berat tidak ada. Tabel 4.5 Distribusi Nyeri Responden Berdasarkan Metode Progresive Muscle Relaxation di MTS Nurul Falah Airmolek Tahun 2012
Data tabel 4.5 menunjukkan bahwa dari 21 siswi yang mengalami dismenorea, sebelum diberi perlakuan PMR yang mengalami nyeri ringan sebanyak 5 responden (23,8%), nyeri sedang sebanyak 10 respoden (47,6%), dan yang mengalami nyeri berat sebanyak 6 responden (28,6%). Sedangkan setelah dilakukan perlakuan PMR yang mengalami nyeri ringan sebanyak 11 responden (52,4%), nyeri sedang sebanyak 9 responden (42,8%), dan yang mengalami nyeri berat sebanyak 1 responden (4,8%). 4. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan rata-rata antara kelompok kompres hangat dan PMR dengan menggunakan uji statistik independent T test. Hasil analisis bivariat dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut ini :
16
Roza Asnel : Hubungan Pengetahuan Dengan Sikap Remaja Tentang Narkoba Pada Kelas I Dan II
HEALTH CARE, Volume 3, Nomor 2, Desember 2013, hlm 8-20
Tabel 4.6 Distribusi Rata-Rata Kelompok Kompres Hangat di MTS Nurul Falah Airmolek Tahun 2012
1.
2.
Dari tabel 4.6 diatas dapat dilihat rata-rata nilai pre kompres hangat adalah 5,48 dengan standar deviasi 1,750 sedangkan pada post kompres hangat adalah 2,48 dengan standar deviasi 1,632. Hasil uji statistik menunjukkan p value yaitu 0,000 yang artinya < 0,05, maka kompres hangat efektif terhadap penurunan dismenorea. Tabel 4.7 Distribusi Rata-Rata Kelompok Progresive Muscle Relaxation di MTS Nurul Falah Airmolek Tahun 2012
Dari tabel 4.7 diatas dapat dilihat rata-rata nilai pre PMR adalah 5,24 dengan standar deviasi 1,841 sedangkan pada post PMR adalah 3,48 dengan standar deviasi 1,887. Hasil uji statistik menunjukkan p value yaitu 0,000 yang artinya < 0,05, maka progresive muscle relaxation efektif terhadap penurunan dismenorea. Tabel 4.8 Perbandingan Nilai Rata-Rata pre test dan Post Test Kelompok Perlakuan Kompres Hangat Dan PMR Terhadap Dismenorea di MTS NURUL FALAH Airmolek Tahun 2012 Kelompok Perlakuan
Nilai Rata-Rata Pre Test
Post Test
Selisih Rata-Rata
Uji Statistik THitung
PValue
Kompres Hangat
5,48
2,48
3
63
14,341
0,000
PMR
5,24
3,48
1,76
37
13,036
0,000
Dari tabel 4.8 diatas dapat rata-rata nilai pre perlakuan kompres hangat adalah 5,48 dan post kompres hangat adalah 2,48 sedangkan rata-rata nilai perlakuan pre PMR adalah 5,24 dan post PMR adalah 3,48. Hasil uji T Independent pada tabel 4.8 menunjukkan bahwa p value sebesar 0,000 yang artinya ada perbedaan antara perlakuan kompres hangat dan PMR terhadap dismenorea yang dapat dilihat dari nilai (∆ = 63 untuk kompres hangat dan 37 untuk progresive muscle relaxation)
3.
Gambaran pengetahuan remaja tentang narkoba didapatkan tingkat pengetahuan tertinggi adalah sebanyak 49 orang (55,6%). Sedangkan tingkat pengetahuan terendah adalah sebanyak 39 orang (44,3%). Gambaran sikap remaja yang terbanyak berada pada sikap positif yaitu 46 orang (52,2%). Sedangkan sikap negatif yaitu 42 orang (47,%). Hubungan antara pengetahuan dengan sikap remaja tentang narkoba dimana tidak terdapat hubungan dengan uji square yaitu X² hitung = 0,002 < dari X² table = 3,84.
B. Saran 1. Bagi Peneliti Selanjutnya Diharapkan kepada peneliti selanjutnya agar dapat mengembangkan dan meningkatkan hasil penelitian ini yang berkaitan dengan hubungan pengetahuan dengan sikap remaja tentang narkoba. 2. Bagi Institusi Pendidikan Sebagai bahan informasi dan materi bacaan bagi mahasiswa di pustaka STIKes Payung Negeri khususnya mahasiswi kebidanan dan dapat di jadikan penelitian yang lebih lanjut. 3. Bagi SMU Negeri 5 Pekanbaru Diharapkan bagi SMA Negeri 5 Pekanbaru dapat menambah informasi yang pengetahuan tentang narkoba DAFTAR PUSTAKA Amriel. 2008. Psikologi Kaum Muda Pengguna Narkoba. Jakarta : Salemba Medika Anggoro.2010. Kasus Narkoba Riau Masuk 7 Besar Nasional.http://www. riauterkini.com/ hukum.php?arr=30302 Diakses tanggal 15 Desember 2010 Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia. 2007. Mengenal Penyalahgunaan Narkoba. Jakarta: BNN Budiarto, E. 2001. Biostatistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat.Jakarta : EGC Hidayat.2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data.Jakarta : Salemba Saparwoko, Eddy. 2006. 3-2 Juta orang Indonesia Pengguna Narkoba. http://berita.kapanlagi. com/hukum-kriminal/3-2-juta-orangindonesia-pengguna-narkoba-pt2wvjw.html
41
Diakses tanggal 15 Desember 2010 Machfoedz, Ircham. 2009. Metodologi Penelitian. Yogyakarta : Fitramaya Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan.Jakarta : Rineka Cipta ____________. 2007. Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku.Jakarta : Rineka Cipta ___________. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Partodiharjo, Subagyo. 2007. Kenali Narkoba dan Musuhi Penyalahgunaannya. Jakarta: Esensi. Eriyani, Ratna, dkk. 2010. Kesehatan Remaja : Problem dan Solusinya. Jakarta: Salemba Medika. Proverawati, Atikah. 2009. Menarche. Yogyakarta: Nuha Medika Ramdhani, Sri. 2007. Sukses Tanpa Narkoba. Bandung: Armico. Riyanto, Agus. 2009. Pengolahan dan Analisis Data Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika Rozak, Abdul dan Wahdi Sayuti, 2006.Remaja dan Bahaya Narkoba. Jakarta: Prenada Sasangka, Hari. Narkotika dan Psikotropika dalam Hukum Pidana. Bandung, Mandar Maju. Soetjhiningsih.2004. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya.Jakarta : Sagung Seto Suhada. 2003. Hubungan antara Karakteristik Sosial Demografi dengan Pengetahuan dan Sikap Siswa Kelas III SLTP Negeri 27 Semarang terhadap Narkotika dan Obatobatan Berbahaya.http://eprints.undip. ac.id/ 26229/ Diperoleh tanggal 29 April 2011 Sugiyono. 2009. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta Widharto. 2007. Stop Mirasantika!. Jakarta: Sunda Kelapa Pustaka. Widianti. 2007. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pengetahuan. http://www. Ilmukesehatan. blogspot.com/hukum.php?arr=30302 Diakses tanggal 17 Desember 2010 Wi d y a s t u t i , Ya n i , R a h m a w a t i , A n i t a , Purnamaningrum, Eka, Yuliasti. 2009. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta : Fitramaya Wresniwiro, dkk. 2007. Narkoba Musuh BangsaBangsa. Jakarta: Mitra Bintibmas.
40
HEALTH CARE, Volume 3, Nomor 2, Desember 2013, hlm 38-41
sedangkan siswa-siswi yang memiliki sikap negatif sebanyak 42 orang (47,7%).
Hasil penelitian sama dengan Suhada (2003) dengan judul Hubungan antara Karakteristik Sosial Demografi dengan Pengetahuan dan Sikap Siswa Kelas III SLTP Negeri 27 Semarang terhadap Narkotika dan Obat-obatan Berbahaya. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa hasil penelitian menunjukkan sikap terbanyak pada kategori tepat (81,5%). Menurut Purwanto (2011) adalah suatu cara bereaksi terhadap suatu perangsang. Suatu kecenderungan untuk bereaksi dengan cara tertentu, sikap adalah suatu perbuatan/tingkah laku sebagai reaksi respon terhadap suatu rangsangan stimulus yang disertai dengan pendirian dan atau perasaan itu sendiri. Analisa Bivariat a. Hubungan pengetahuan dengan sikap remaja tentang narkoba
Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh nilai x² hitung < x² tabel dimana x² hitung 0,002 lebih kecil dari x² tabel 3,84, maka hipotesis alternatif ditolak artinya tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan sikap remaja tentang narkoba. Hal ini sesuai dengan penelitian Suhada (2003) tentang Hubungan antara Karakteristik Sosial Demografi dengan Pengetahuan dan
Sikap Siswa Kelas III SLTP Negeri 27 Semarang terhadap Narkotika dan Obat-obatan Berbahaya. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan responden sebagian besar dalam kategori baik (81.2 5), sikap terbanyak pada kategori tepat (81.5 %). Tidak ada hubungan yang bermakna antara karakterstik responden jenis kelamin (p value =0,100), pekerjaan ayah (p value=0.716), pekerjaan ibu (p value= 0.664), pendidikan ayah (p value= 0.932), pendidikan ibu(p value 0.120), tempat tinggal (p value=1), dan uang saku (p value=0.387) dengan pengetahuan tentang narkoba. Tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan budi pekerti atau norma dan agama. Menurut pendekatan kontruktivistis, pengetahuan bukanlah fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif seseorang terhadap obyek, pengalaman, maupun lingkungannya. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ada dan tersedia dan sementara orang lain tinggal menerimanya. Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru. Menurut Notoatmodjo 2007, Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu.Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu obyek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari obyek yang diketahui, akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut (Notoatmodjo, 2007). KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil penelitian hubungan pengetahuan dengan sikap remaja tentang narkoba pada kelas I dan II di SMA Negeri 5 Pekanbaru yang dilakukan pada bulan juli sampai agustus 2011 dapat diambil kesimpulan:
Deswinda, Endah Purwanti : Efektivitas Kompres Hangat dan Progresive Muscle Relaxation Terhadap Dismenore
Sehingga didapat dari perbandingan nilai ratarata antara perlakuan kompres hangat dan PMR secara signifikan yang lebih efekif dapat dilihat pada perlakuan kompres hangat yang memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan nilai progresive muscle relaxation. Pembahasan a. Efektivitas Kompres Hangat Terhadap Dismenorea Dari tabel dapat dilihat rata-rata nilai pre kompres hangat adalah 5,48 dengan standar deviasi 1,750 sedangkan pada post kompres hangat adalah 2,48 dengan standar deviasi 1,632. Hasil uji statistik menunjukkan p value yaitu 0,000 yang artinya < 0,05, maka kompres hangat efektif terhadap penurunan dismenorea. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Perry dan Potter (2005), bahwa pemberian kompres hangat merupakan salah satu metode non farmakologis dalam menurunkan intensitas nyeri dan merupakan suatu tindakan mandiri keperawatan. Penggunaan panas dalam hal ini air panas adalah mengambil efek dari panas itu sendiri. Secara fisiologis respon tubuh terhadap panas yaitu dapat melancarkan sirkulasi darah, dapat menyebabkan pelebaran pembuluh darah, menurunkan ketegangan otot, meningkatkan metabolisme jaringan dan meningkatkan permeabilitas kapiler. Pemberian kompres hangat memakai prinsip pengantaran panas melalui cara konduksi yaitu dengan menempelkan bulibuli panas pada perut sehingga akan terjadi perpindahan panas dari buli-buli panas ke dalam perut yang akan mendilatasikan pembuluh darah sehingga melancarkan sirkulasi darah dan menurunkan ketegangan otot sehingga akan menurunkan nyeri pada wanita dengan dismenorea. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sari (2011) tentang pengaruh pemberian kompres hangat terhadap penurunan dismenorea pada Mahasiswi PSIK Stikes Ngudi Waluyo Ungaran. Hasil penelitian dengan menggunakan uji statistik mann whitney didapatkan p value 0,000 < α 0,05 maka Ho gagal ditolak dan dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh pemberian kompres hangat terhadap penurunan dismenorea primer pada mahasiswi PSIK Stikes Ngudi Waluyo Ungaran.
17
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Adawiyah (2010) tentang pengaruh kompres hangat terhadap penurunan dismenore primer pada mahasiswa semester II diploma tiga kebidanan STIKES Ngudi Waluyo tahun 2010. Hasil penelitian dengan menggunakan uji mann whitney menunjukan ada pengaruh kompres hangat terhadap penurunan dismenorea primer dengan nilai z = -4, 194 dengan Δv = 0,000 pada α = 0,05. Rata – rata ranking intensitas nyeri pada kelompok intervensi 15, 50. Sedangkan untuk rata – rata intensitas nyeri pada kelompok kontrol yaitu 5, 50. Hasil penelitian ini juga didukung penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (2010) tentang pengaruh kompres hangat terhadap dismenorea primer pada mahasiswi semester VIII S1 keperawatan universitas muhammadiyah Semarang. Hasil penelitian ini menunjukkan intensitas nyeri sebelum diberikan kompres hangat yang paling banyak pada skala 3 (menderita) sebesar 40,0%. Sedangkan sesudah diberikan kompres hangat intensitas nyeri yang paling banyak pada skala 1 (nyeri ringan) dan skala 2 (nyeri sedang) sebesar 33,3%. Uji statistik menggunakan uji T dependen didapatkan nilai p value < 0,05. Diketahui ada pengaruh kompres hangat terhadap tingkat dismenorea primer. b. Efektivitas progressive muscle relaxation terhadap dismenorea Dari tabel dapat dilihat rata-rata nilai pre PMR adalah 5,24 dengan standar deviasi 1,841 sedangkan pada post PMR adalah 3,48 dengan standar deviasi 1,887. Hasil uji statistik menunjukkan p value yaitu 0,000 yang artinya < 0,05, maka progresive muscle relaxation efektif terhadap penurunan dismenorea. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori menurut Synder & Linquist 2002 dalam Sugiarto 2012 bahwa progressive muscle relaxation dapat membantu mengurangi ketegangan otot yang menurunkan persepsi terhadap nyeri. progresive muscle relaxation juga telah digunakan secara luas dalam pengelolaan nyeri, seperti sakit kepala, nyeri post op, nyeri saat melahirkan, nyeri kronik seperti nyeri punggung bawah dan sering digunakan sebagai terapi komplementer dalam manajemen nyeri, utamanya pada pasien kanker.
18
HEALTH CARE, Volume 3, Nomor 2, Desember 2013, hlm 8-20
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Jenny & Memmot (2002), tentang pengaruh terapi musik dan PMR terhadap perempuan dengan gejala utama dismenorea. Jumlah sampel 24 wanita dengan usia rata-rata 22 tahun dibagi menjadi tiga kelompok : kelompok control (n=8), kelompok teknik PMR (n=8), kelompok terapi musik (n=8). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada penurunan yang signifikan dari gejala antara PMR dengan kelompok musik. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Ernawati (2009) tentang terapi relaksasi terhadap nyeri dismenorea pada Mahasiswi Universitas Muhammadiyah Semarang. Jenis penelitian menggunakan Quasi eksperimen dengan rancangan non equivalen group control. Usia responden berkisar 17-28 tahun, sebelum dilakukan teknik relaksasi mengalami nyeri sedang sebanyak 31 orang (62,0%) dan seseudah dilakukan teknik relaksasi sebagian besar kategori nyeri ringan sebanyak 35 orang (70,0%). Dengan uji wilxocon p value 0,000, < α (0,05). Sehingga ada perbedaan yang bermakna antara nyeri dismenorea sebelum dan sesudah teknik relaksasi pada mahasiswi SI Keperawatan Unismus. Penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Sugiarto (2012) tentang pengaruh progresive muscle relaxation terhadap intensitas nyeri pasien post op di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru, hasil penelitian menunjukkan rata-rata nilai pre intensitas nyeri adalah 6,12 dengan standar deviasi 1,713 sedangkan pada post intensitas nyeri adalah 2,86 dengan standar deviasi 1,592. Hasil uji statistik menunjukkan p value yaitu 0,000 yang artinya < 0,05, maka ada perbedaan yang signifikan teknik progresive muscle relaxation terhadap nyeri pasien post operasi. c. Perbandingan nilai rata-rata pre test dan post test perlakuan kompres hangat dan PMR terhadap dismenorea. Dari tabel dapat dilihat rata-rata nilai pre perlakuan kompres hangat adalah 5,48 dan post kompres hangat adalah 2,48 dengan delta 63 sedangkan rata-rata nilai perlakuan pre PMR adalah 5,24 dan post PMR adalah 3,48 dengan delta 37. Hasil uji T Independent menunjukkan bahwa p value sebesar 0,000 yang artinya ada perbedaan antara perlakuan kompres hangat dan
PMR terhadap dismenorea. Sehingga didapat dari perbandingan nilai rata-rata antara perlakuan kompres hangat dan PMR yang lebih efekif dapat dilihat pada perlakuan kompres hangat yang memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan nilai PMR. Hasil penelitian ini mendukung teori yang mengatakan kompres hangat mempunyai keuntungan meningkatkan aliran darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri dan mempercepat penyembuhan (Smeltzer & Bare, 2002 dalam Rasydah 2011) Menurut Bobak 2005 dalam Rasydah 2011, panas dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi darah. Secara fisiologis respon tubuh terhadap panas yaitu menyebabkan pelebaran pembuluh darah, menurunkan kekentalan darah, menurunkan ketegangan otot, meningkatkan metabolisme jaringan dan meningkatnya permeabilitas kapiler, Respon dari panas inilah yang digunakan untuk keperluan terapi pada berbagai kondisi dan keadaan yang terjadi dalam tubuh. Relaksasi merupakan metode efektif untuk mengurangi rasa nyeri pada klien yang mengalami nyeri. Relaksasi sempurna dapat mengurangi ketegangan otot, rasa jenuh dan kecemasan sehingga mencegah menghebatnya stimulus nyeri. Salah satu teknik relaksasi adalah relaksasi otot (progresive muscle relaxation). Teknik ini bertujuan untuk memberikan rasa nyaman pada otot-otot. Ketika terjadi stress otot-otot pada beberapa bagian tubuh menjadi menegang seperti otot leher, punggung, lengan. Teknik ini dilakukan dengan cara merasakan perubahan dan sensasi pada otot bagian tubuh tertentu ( Mc Caffery 1998 dalam Kristiana 2010). Prinsip yang mendasari penurunan nyeri oleh teknik relaksasi terletak pada fisiologis system syaraf otonom yang merupakan bagian dari system syaraf kapiler yang mempertahankan homeostatis lingkungan internal individu. Pada saat terjadi pelepasan mediator kimia seperti bradikinin, prostaglandin dan substansi akan merangsang syaraf simpatis sehingga menyebabkan vasokotriksi yang akhirnya meningkatkan tonus otot yang menimbulkan berbagai efek spasme otot yang akhirnya menekan pembuluh darah,
Roza Asnel : Hubungan Pengetahuan Dengan Sikap Remaja Tentang Narkoba Pada Kelas I Dan II
335.000 jiwa pengguna narkotika. Dari jumlah ini, pengguna sabu mencapai 24,6%. Dengan kata lain, satu dari empat penyalahguna narkotika di DKI Jakarta adalah pengguna sabu (Saparwoko, 2006 ) Jika angka prevalensi tersebut (24,6%) dikonversikan ke populasi penduduk DKI Jakarta, 8.513.285 jiwa pada Maret 2009, diperkirakan jumlah penyalahguna narkotika sabu di Jakarta mencapai 0,81 hingga 0,85% dari penduduk DKI Jakarta. Itu berarti dari 1.000 penduduk Jakarta, 8 orang adalah pencandu narkotika jenis sabu. Sekitar 1,5% penduduk Jakarta menjadi pengguna dan penyalah-guna narkoba, sebagian besar terjadi pada anak usia sekolah, SMP dan SMU. Setiap hari ada 41 orang tewas akibat narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya atau narkoba di Indonesia (Saparwoko, 2006 ) Riau merupakan provinsi yang masuk dalam 7 besar kasus kejahatan narkoba.Tingginya kasus kejahatan narkoba di Riau disebabkan letak Riau yang sangat strategis karena bertetangga dengan negara lainnya.Kondisi tersebut memudahkan akses masuknya narkoba dari luar negeri ke Riau. Menurutnya, data nasional tahun 2009 menunjukkan bahwa untuk kasus sabusabu, Riau masuk dalam peringkat 5 terbanyak terjadinya kasus kejahatan sabu-sabu. Untuk kasus ganja, Riau masuk dalam peringkat 5 terbanyak kasus ganja di skala nasional.Sedangkan kasus extaci, Riau masuk dalam peringkat ke 7 terbanyak kasusnya di skala nasional (Anggoro, 2010). Sejarah penyalahgunaan obat narkotika dan obat berbahaya (narkoba) kembali terulang di Indonesia. Wabah narkoba yang terjadi di era tujuh puluhan terulang dengan penampilan yang paling dahsyat. Pecandu-pecandu narkoba pada waktu itu masih terbatas di kalangan remaja dan anak orang yang berpenghasilan besar. Sebagian lagi remaja anak orang yang berpenghasilan sedang,sedangkan remaja anak orang yang berpenghasilan kecil belum terlihat (Sasangka, 2003). Berdasarkan data tersebut maka peneliti tertarik melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui tentang hubungan pengetahuan dengan sikapremaja tentang narkoba pada kelas I dan II di SMA Negeri 5 Pekanbaru.
39
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode penelitian analitik kuantitatif dengan desain analisis korelasional dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa dan siswi kelas I dan II SMAN 5 Pekanbaru yaitu 729 orang dengan sampelsebanyak 88 orang responden. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara proposionate stratified random sampling. Analisis statistic yang digunakan adalah uji chi square dengan Confident Interval (CI) 95%.Alat pengumpulan data yang digunakan adalah format pengkajianpenilaianpengetahuan dan sikap responden tentang PHBS dalam bentuk kuesioner tabel checklist. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisa Univariat a. Pengetahuan Dari hasil penelitian yang didapatkan bahwa tingkat pengetahuan tinggi tentang narkoba yaitu sebanyak 49 orang (55,6%), sedangkan siswasiswi yang berpengetahuan rendah sebanyak 39 orang (44,3%).
Hasil penelitian sama dengan suhada (2003) dengan judul Hubungan antara Karakteristik Sosial Demografi dengan Pengetahuan dan Sikap Siswa Kelas III SLTP Negeri 27 Semarang terhadap Narkotika dan Obat-obatan Berbahaya. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan responden sebagian besar dalam kategori baik (81.25%). b. Sikap Dari hasil penelitian yang didapatkan bahwa sikap siswa tentang narkoba memiliki sikap positif yaitu sebanyak 46 orang (52,2%),
38
Deswinda, Endah Purwanti : Efektivitas Kompres Hangat dan Progresive Muscle Relaxation Terhadap Dismenore
HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN SIKAP REMAJA TENTANG NARKOBA PADA KELAS I DAN II DI SMA NEGERI 5 PEKANBARU Roza Asnel STIKes Payung Negeri Pekanbaru Abstrak : Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat berbahaya. Masa remaja merupakan masa yang sangat penting, sangat kritis dan sangat rentan, karena bila manusia melewati masa remajanya dengan kegagalan, dimungkinkan akan menemukan kegagalan dalam perjalanan kehidupan pada masa berikutnya. Jumlah pengguna narkoba di Indonesia sekarang ini diperkirakan mencapai sebanyak 3,2 juta orang, pengguna dan penyalah-guna narkoba, sebagian besar terjadi pada anak usia sekolah, SMP dan SMU. Data nasional tahun 2009 menunjukkan bahwa untuk kasus sabu-sabu, Riau masuk dalam peringkat 5 terbanyak terjadinya kasus kejahatan sabu-sabu dan peringkat 5 terbanyak kasus ganja di skala nasional. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan sikap remaja tentang NARKOBA di SMA Negeri 5 Pekanbaru Tahun 2011. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain analisis korelasional. Teknik sampling menggunakan teknik proposionate stratified random sampling dengan jumlah populasi 729 orang dan sampel berjumlah 88 orang. Tahap pengolahan data editing, coding, tabulating dan melakukan teknik analisis. Dalam analisa data penelitian menggunakan analisa univariat dan bivariat.Berdasarkan hasil penelitian didapatkan tingkat pengetahuan tertinggi pada remaja adalah sebanyak 49 orang (55,6%) dan remaja yang berada pada kategori positif yaitu 46 prang (52,2%),dengan uji chi square x2 hitung (0,002) <x2 tabel (3,84).Hipotesis 0 diterima berarti tidak ada hubungan pengetahuan dengan sikap remaja tentang narkoba.Dari hasil penelitian didapatkan tidak ada hubungan pengetahuan dengan sikap remaja tentang narkoba. Diharapkan bagi SMA Negeri 5 Pekanbaru dapat menambah informasi yang pengetahuan tentang narkoba. Kata Kunci : Pengetahuan, Sikap, Remaja, Narkoba
Saat ini hampir 200 juta orang di seluruh dunia menggunakan obat-obatan terlarang seperti kokain, ganja, halusinogen, opiat dan zat sedatif hipnotik.Dari jumlah tersebut, mayoritas didominasi oleh mereka para pecandu alkohol (BNN, 2010). Berdasarkan data yang terdapat pada organisasi kesehatan dunia (World Health Organization) WHO pada tahun 1992, disebutkan bahwa diantara jenis narkoba atau NAPZA yang banyak disalahgunakan adalah alkohol (termasuk didalamnya semua jenis minuman yang mengandung etanol), opioda (heroin, morfin, petidin, candu atau opium), kanabinoida (ganja, mariyuana dan hashish), sedative atau hipnotika (termasuk didalamnya obat penenang atau obat tidur), kokain dan crack), stimulansia (termasuk didalamnya kafein, ekstasi dan shabu-shabu), halusinogenika (LSD, mushroom dan mescalin), tembakau (karena kandungan nikotin), pelarut yang mudah menguap (aseton, glue dan lem) dan kombinasi beberapa zat, misalnya heroin dengan
shabu-shabu atau alkohol dengan obat tidur dan sebagainya (Rozak, 2009). Sedangkan menurut depkes 2010 perilaku merokok laki-laki 73,1% dan perempuan 12,2%, minuman keras laki-laki 42,2% dan perempuan 3%, penggunaan obat terlarang laki-laki 22,4% dan perempuan 2,3%, seks pranikah laki-laki 4,7% dan perempuan 3,2% (Eriyani, dkk, 2010). Jumlah pengguna narkoba di Indonesia sekarang ini diperkirakan mencapai sebanyak 3,2 juta orang yang terdiri atas 69% kelompok teratur pakai, dan 31% lainnya merupakan kelompok pecandu dengan proporsi pria sebesar 79% dan perempuan 21%. Sebanyak 1,9% atau sekitar 31, hingga 3,6 juta penduduk Indonesia diperkirakan menjadi pengguna narkoba. Adapun di DKI Jakarta diperkirakan 278.449 jiwa hingga 294.539 jiwa dari seluruh penduduk DKI Jakarta atau 4,1% penduduk pada tahun 2008 menggunakan narkoba, sedangkan tahun 2009 jumlah pengguna narkoba 14 orang, sedangkan tahun 2010 22 orang atau diperkirakan ada 316.000 hingga
mengurangi aliran darah dan meningkatkan kecepatan metabolisme otot yang menimbulkan pengiriman implus nyeri dari medulla spinalis ke otak dan dipersepsikan sebagai nyeri. Dengan merelaksasikan otot-otot yang mengalami spasme yang disebabkan oleh peningkatan prostaglandin sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah dan akan meningkatkan aliran darah ke daerah yang mengalami spasme dan iskemik. KESIMPULAN Dari hasil penelitian mengenai efektivitas kompres hangat dan progresif muscle relaxation terhadap dismenorea di Madrasah Tsanawiyah Nurul Falah Airmolek tahun 2012, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Kompres hangat efektif terhadap penurunan dismenorea dengan p value yaitu 0,000. 2. Progresif muscle relaxation efektif terhadap penurunan dismenorea dengan p value yaitu 0,000. 3. Kompres hangat lebih efektif untuk mengatasi dismenorea dengan nilai delta 63 DAFTAR PUSTAKA Adawiyah, R (2010). Pengaruh kompres hangat terhadap penurunan dismenore primer pada mahasiswa semester II diploma tiga kebidanan STIKES Ngudi Waluyo tahun 2010. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo Ungaran. Skripsi tidak diterbitkan Anggreani (2008). Perbedaan tingkat disminore pada remaja putri antara yang rutin melakukan olahraga dengan yang jarang melakukan olahraga di SMAN I Ambarawa. Program Studi ilmu Keperawatan Muhamadiyah Semarang. Diperoleh 17 januari 2012 Anindita (2010). Pengaruh kebiasaan mengkonsumsi kunyit asam terhadap keluhan disminore primer pada remaja putri di Kotamadya Surakarta. Fakultas kedokteran Universitas Sebelas Maret. Diperoleh 20 Januari 2012 Baziad, M. (2003) Endokrinologi Ginekologi. Jakarta : Media Aesculapius Ernawati (2009) Terapi relaksasi terhadap nyeri dismenorea pada Mahasiswi Universitas
19
Muhammadiyah Semarang. Prosiding seminar nasional Unismus 2010. Diperoleh 8 Juli tahun 2012 Hidayat. (2007). Metodelogi Penelitian keperawatan & Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika. Istiqamah (2009). Efektivitas senam dalam mengurangi disminore pada remaja putri di SMUN 5 Semarang. Skripsi program studi ilmu keperawatan Undip. Diperoleh 17 Januari 2012. Jenny.E. M. (2002). The effect of music assited progressive muscle relaxation on the self reported symptoms of women with dismenorhea primary:university of Kansas 2002 Kasdu, D (2005), Solusi Problem Wanita Dewasa, Jakarta: Puspa Sehat. Kurniati (2008). Pengaruh disminore terhadap aktivitas pada siswi SMK Batik I Surakarta. Program studi ilmu kesehatan masyarakat Universitas Muhammadiyah Surakarta. Diperoleh 17 Januari 2012. Kusmiran, E (2011), Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita, Jakarta: Salemba Medika Kristiana, L (2010), Pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan tingkat nyeri pada pasien in partu kala 1 fase laten di rumah bersalin Depok jaya tahun 2010. Program studi ilmu keperawatan Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta. Dipeoleh 12 juni 2012. Manuaba. (2001). Kapita selekta penatalaksanaan rutin obstetri ginekolodi dan Keluarga berencana. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Notoatmojo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Perry dan Potter. (2005). Fundamental Keperawatan, Konsep, Proses, dan Praktik. Alih Bahasa. Jakarta: EGC.. Proverawati, A dan Misaroh, S. (2009). Menarche Menstruasi Pertama Penuh Makna. Yogyakarta: Nuha Medika. Profil Madrasah Tsanawiyah Nurul Falah Airmolek
20
HEALTH CARE, Volume 3, Nomor 2, Desember 2013, hlm 8-20
Putri, H. (2011). Efektivitas antara kompres hangat dengan teknik effleurage terhadap intensitas nyeri menstruasi (Dismenorhea) pada mahasiswi program studi ilmu keperawatan universitas Sriwijaya tahun 2011. Program studi ilmu keperawaatan fakultas kedokteran Universitas Sriwijaya Indaralaya. Diperoleh tanggal 22 Juni 2012. Rahayu. (2010). Pengaruh kompres hangat terhadap disminore pada mahasiswa semester VIII S I Keperawatan di Universitas Muhammadiyah Semarang. Program Studi Ilmu Keperawatan. Diperoleh 26 April 2012. Rasydah, N (2011). Pengaruh teknik kompres hangat terhadap perubahan nyeri sendi pada pasien asam urat di Puskesmas kecamatan Pasar Minggu tahun 2012. Program studi ilmu keperawatan Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta. Diperoleh tanggal 22 juni 2012. Sari Purnama, N (2011). Pengaruh pemberian kompres hangat terhadap penurunan dismenorea pada mahasiswa STIkes Ngudi Waluyo Ungaran. Program studi ilmu keperawatan. Diperoleh tanggal 22 Juni 2012.
Sarwono, W (2011), Psikologi Remaja, Jakarta: Raja Grafindo Persada Sugiarto. (2012). Pengaruh PMR terhadap intensitas nyeri pasien post op diruang cendrawasih I RSUD Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2012.Skripsi tidak diterbitkan. Program studi ilmu keperawatan Stikes Payung Negeri, Pekanbaru. Uliyah, M et al (2009), Keterampilan Dasar Praktik Klinik Untuk Kebidanan. Jakarta:Salemba Medika. Wagito. (2010). Manfaat Vitamin E Sebagai Pengobatan Disminore Primer Pada Remaja Perempuan Pubertas. Program Magister Kedokteran Klinis Spesialis lmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Diperoleh 2 Mei 2012 Widyastuti, Y (2009), Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Fitramaya. Winjosastro, H et al (2005), Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Winjosastro, H et al (2007), Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Ezalina, Aslamia : Efektifitas Pembelajaran Metode Laboratorium Dibandingkan Metode Audio Visual
37
Pitakasari, Ajeng Ritzki. 2011. Indeks pembangunan manusia. http://republika. co.id/ , diperoleh 28 November 2011.
Suprapto. 2008. Peringkat pendidikan Indonesia. http://aksi guru peringkat-pendidikanindonesia-turun, diperoleh 2 November 2011.
Purwadarminta. 2007. Macam-macam metode Pembelajaran. http: purwadarminta. blogspot.com/2007/12/macam-macammetode-pembelajaran diperoleh 6 November 2011.
Syah, Muhibbin. 2004. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Jakarta: PT.Remaja Rosdakarya.
Rajendra, Lavanya. 2010. A study on the effectiveness of virtual lab in E-learning.02(06), 2173-2175,diperoleh 6 November 2011.
Tamsuri, Anas . 2009. Perbedaan pengaruh pembelajaran pemasanagan Naso gastric tube dengan video dibanding dengan phantom terhadap prestasi dan motivasi belajar di AKPER Pamenang pare Kediri.http://digelib.uns. ac.id,diperoleh 28 November 2011.
Riduan, Zaki, Sri, Werdati& Fatwa, Sari. 2009. Efektifitas role play, penanyangan VCD dan modul dalam meningkatkan keterampilan komunikasi teraupetik mahasiswa STIKES Jenderal Ahmad yani Yogyakarta. Berita kedokteran masyarakat. 25(3),125-132.
Titler, M. 2008 . Assessing Placement of Feeding Tubes American Journal of Nursing diperoleh 2 November 2011.
Rohani. 2007. Media audio visual. http:// dosen.fip.um.ac.id/sihkabuden diperoleh, 2 November 2011.
Utama, Harry wahyudi. 2006. Infeksi nasokomial. http://Harry.blogspot.com /2006/10/ Infeksi-nasokomial.diperoleh 7 Desember 2011
Sanjaya. 2007. Konsep pembelajaran. http:info/student-centered-learning .html diperoleh 6 November 2011.
Utami. 2010. Studi komparasi tingkat penyesuaian diri mahasiswa yang berasal dari SMA dan SMK pada mahasiswa jurusan pendidikan Teknik sipil. http://eprints.undip. ac.id/11112/1/Jurnal utami Retno Hapsari. pdf. Diperoleh pada tanggal 9 Februari 2012.
Santosa. 2000. Psikologi perkembangan Remaja, diperoleh dari http://Psikologi perkembangan Remaja Pada tanggal 9 Februari 2012
Toni, Sukentro. 2010. Pemasangan NGT. http://bedah-umum.com.article: pemasangannasogastric-tube-ngt diperoleh 2 November 2011.
Setiawati, S. 2008. Proses pembelajaran dalam Pendidikan kesehatan.Jakarta: Agung Wijaya.
Wijaya,Kusuma. 2009. Macam-macam metode pembelajaran. http://umum. kompasiana. com/2009/06/08/macam-macam-metodepembelajaran/diperoleh, 2 November 2011.
Slamet. 2007. Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta:Rineka Cipta
Zainuddin. 2007. Buku praktikum. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi: Depdiknas.
Soedjarwono. 2007. Media Audio Visual. http:// dosenfip.um.ac.id/sihkabuden, diperoleh 2 November 2011
Zulkarnain. 2008. A study of the effectiveness of the contextual lab actifity in the teaching and learning engineering statistics at the university Tun Husein On Malaysia. http://www.wawasan 2020.com diperoleh, 7 November 2011.
Sugiyono. 2009. Statistika Untuk Penelitian. Jakarta: PT.Gelora.
36
3.
4.
5.
21
HEALTH CARE, Volume 3, Nomor 2, Desember 2013, hlm 29-37
Karakteristik responden berdasarkan informasi yang diterima responden tidak pernah menerima informasi sebanyak 46 orang orang dengan jumlah persentase (100%). Karekteristik responden berdasarkan nilai rerata pre kelompok laboratorium 54,87 dan nilai rerata post kelompok laboratorium 74,17 sedangkan nilai rerata pre kelompok audio visual 54,22 dan nilai rerata post kelompok audio visual 69,78. Berdasarkan uji independen sample t test didapatkan ada perbedaan nilai rerata antara kelompok laboratorium dan kelompok audio visual tetapi tidak terdapat perbedaan secara bermakna antara kedua kelompok karena kedua metode pembelajaran sama-sama bisa digunakan dalam pendidikan.
B. Saran Hasil penelitian dapat menambah wawasan dan pengetahuan peneliti tentang efektifitas pembelajaran dengan metode laboratorium dibandingkan metode audio visual terhadap keterampilan pemasangan NGT. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam pengembangan metode pembelajaran dan sebagai sarana untuk meningkatkan mutu pendidikan. Dan dapat melanjutkan penelitian ini lebih spesifik lagi dengan membandingkan metode pembelajaran yang lain dan lebih menyempurnakan penelitian sebelumnya. DAFTAR PUSTAKA Agni, AN.2008. Skill’sLab. Yogyakarta: Bagian Pendidikan Kedokteran. Ahi, Evran & Gazi. 2006. The effectiveness of the learning Cycle model to increasestudents’Achievement In the physics laboratory.3(2). 28-30 diperoleh tanggal 6 November 2011. Arikunto. 2002. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Jakarta: Rineka cipta. Arsyad, Azhar. 2004. Media pembelajaran. : Jakarta: Raja Grafindo pustaka. Asmoro. 2002. Hubungan informasi dengan pengetahuan. Diperoleh dari http://hubungan informasi dengan pengetahuan.
Asri, Yuni. 2010. Pengaruh penggunaan media pembelajaran audio visual dan gaya belajar terhadap hasil belajar ketrampilan memasang infus.http://Pasca.uns.ac.id, diperoleh 28 November 2011.
HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BELAJAR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK DENGAN PRESTASI AKADEMIK PADA MAHASISWA PRODI ILMU KEPERAWATAN STIKES PAYUNG NEGERI PEKANBARU
Balfas. 2007. Dunia Pendidikan Indonesia. http:wordpress.com diperoleh, 2 November 2011.
Emulyani
Bruce. 2003. Informasi. diperoleh dari http:// repository.usu.ac.id/ bitstream/chapter pada tanggal 9 februari 2012. Djamarah, Bahri. 2007. Strategi belajar mengajar. Jakarta: Rineka cipta. Hadis. 2010. Sistem pendidikan Nasional. http:wordpress.com, diperoleh 2 November 2011. Hayadin. 2005. Pengambilan Keputusan untuk Profesi pada Siswa Jenjang Pendidikan Menengah. Diperoleh dari http:// guruvalah.2005.com/persepsi pada tanggal 28 Februari 2012. Haryoko, Sapto. 2009. Efektifitas pemanfaatan Media audio visual sebagai alternative optimalisasi model pembelajaran. Jurnal edukasi,5(1),1-10,diperoleh 6 November 2011. Hidayat, A.A. A. 2007. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika. Kartono.2004. Batas umur remaja, diperoleh dari http://belajar psikologi.com/batasan-usiaremaja/ pada tanggal 9 Februari 2012 Ludi.2009.Tindakan Pemasangan NGT. http:// tomlatanza.blogspot.com/2009 /02/kajiannasogastric-tubes-ngt.html diperoleh 2 November 2011. Muzakir. 2009. Pengertian informasi. Diperoleh dari http://Muzakir blogspot.com/29/04/ macam-Pengertian informasi .html pada tanggal 9 Februari 2011. Notoatmodjo,S .2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta :Rineka Cipta. Notoatmodjo,S.2002. Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta: Asdi Mahasadya Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
STIKes Payung Negeri Pekanbaru Abstrak : Keberhasilan dalam pendidikan atau yang biasa disebut prestasi merupakan salah satu tujuan utama dalam proses pembelajaran. Prestasi akademik (belajar) merupakan suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya. Permasalahan utama yang paling sering terjadi adalah motivasi belajar mahasiswa yang sering sekali bukan berasal dari dalam diri sendiri. Munculnya berbagai permasalahan yang berkaitan dengan kurangnya motivasi, berawal dari sistem seleksi penerimaan peserta didik yang kurang memperhatikan unsur motivasi dari para calon peserta didik itu sendiri karena lebih banyak mengandalkan seleksi tes kognitif pada ujian tulis sehingga motivasi dipengaruhi dari faktor intrinsik dan ekstrinsik. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain korelasional menggunakan pendekatan studi cross sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah 212 orang mahasiswa/i. Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2012 – Juli 2013. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner. Analisis yang dilakukan adalah analisis univariat dan bivariat menggunakan Uji statistik chi square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat ada hubungan antara motivasi belajar intrinsik dengan prestasi akademik yang dilihat dari p value yaitu 0,046 (<0,05) dan tidak ada hubungan antara motivasi belajar ekstrinsik terhadap prestasi akademik yang dilihat dari p value yaitu 0,112 (>0,05). Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Berdasarkan hasil penelitian diharapkan adanya penelitian ini tentang hubungan antara motivasi belajar intrinsik dan menambah wawasan tentang motivasi belajar dan dapat sebagai bahan masukan pembinaan atau bimbingan mahasiswa/i agar prestasi meningkat. Kata Kunci : Motivasi Belajar Intrinsik, Ekstrinsik, Prestasi Akademik
PENDAHULUAN Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Dalam hubunganya dengan manusia sebagai makhluk sosial, terkandung suatu maksud bahwa manusia tidak terlepas dari individu yang lain. Secara kodrat manusia akan selalu hidup bersama. Hidup bersama antar manusia akan berlangsung dalam berbagai bentuk komunikasi dan situasi. Dalam kehidupan terjadi interaksi, kegiatan hidup manusia yang selalu dibarengi dengan proses interaksi atau komunikasi, baik interaksi dengan dengan alam lingkungan, interaksi dengan sesamanya, maupun intreraksi dengan Tuhannya, baik itu disengaja maupun tidak disengaja (Sardiman, 2011). Keberhasilan dalam pendidikan atau yang biasa disebut prestasi merupakan salah satu tujuan utama dalam proses pembelajaran (Soetjiningsih, 2004). Hal ini akan besar pengaruhnya pada seorang individu. Prestasi akademik (belajar)
merupakan suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya. Prestasi akademik seseorang sesuai dengan tingkat keberhasilan dalam mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan dalam bentuk nilai setelah mengalami proses belajar (Huitt, 2001). Beberapa individu mempunyai masalah berupa kurangnya kemampuan untuk berprestasi. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan individu tidak berprestasi antara lain : bakat, minat dan motivasi (Syah, 2007). Dari ketiga faktor tersebut yang paling berpengaruh terhadap prestasi adalah kemampuan seseorang untuk membangun motivasi belajar dalam dirinya. motivasi merupakan suatu dorongan hasrat, keinginan dan tenaga penggerak lainnya yang berasal dari dalam dirinya untuk melakukan sesuatu (Sobur, 2003).
22
HEALTH CARE, Volume 3, Nomor 2, Desember 2013, hlm 21-28
Hal ini sesuai dengan penelitian Enda (2010) yang dilakukan di Kendiri bahwa dengan adanya motivasi belajar individu akan berprestasi. Motivasi dalam belajar adalah faktor yang penting karena hal tersebut merupakan keadaan yang mendorong keadaan mahasiswa/mahasiswi untuk melakukan prestasi. Motivasi mempunyai peran dalam menentukan ketekunan belajar seseorang. Seseorang yang telah termotivasi untuk belajar sesuatu akan berusaha mempelajarinya dengan baik dan tekun, dengan harapan memperoleh prestasi yang baik. Dalam hal itu, tampak bahwa motivasi untuk belajar menyebabkan seseorang tekun belajar. Motivasi dipengaruhi oleh faktor instrinsik yang berupa motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Motivasi instrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang dalam aktivitas belajar di mulai dan diteruskan berdasarkan suatu dorongan dari dalam diri dan secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar seperti seseorang belajar benarbenar ingin mengetahui segala sesuatu bukan karena ingin pujian atau ganjaran dan faktor motivasi ekstrinsik itu adalah motif-motif yang aktif dan fungsinya karena adanya perangsang dari luar motif ekstrinsik dapat pula dikatakan sebagai suatu bentuk motivasi yang di dalamnya aktivitas belajar yang diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar. Motivasi ekstrinsik itu aktif jika di rangsang dari luar (Sadirman, 2009). Munculnya berbagai permasalahan yang berkaitan dengan kurangnya motivasi, berawal dari sistem seleksi penerimaan peserta didik yang kurang memperhatikan unsur motivasi dari para calon peserta didik itu sendiri karena lebih banyak mengandalkan seleksi tes kognitif pada ujian tulis. Di samping itu, banyaknya institusi Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKes) Negeri maupun Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKes) Swasta sehingga memudahkan para calon peserta didik untuk memilih dan masuk pada pendidikan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKes). Ditambah lagi faktor desakan orang tua yang memaksa putra putrinya untuk masuk STIKes walaupun
pada dasarnya putra putri tersebut tidak memiliki kemauan untuk belajar Keperawatan. Tapi tidak menutup kemungkinan ada juga yang memang memiliki cita-cita ingin menjadi perawat. Ada juga yang mempertimbangkan masa depan dan kesuksesan, karena menurutnya perawat memiliki peluang besar untuk bekerja (Wijayanto, 2012). Keberhasilan studi atau prestasi belajar mahasiswa didasarkan pada nilai bobot rata-rata yang biasanya disebut indeks prestasi IP (Indeks Prestasi) dan IPK (Indeks Prestasi Kumulatif). Perhitungan IPK dilakukan pada akhir semester dengan menghitung nilai yang telah masuk pada semester yang dimaksud. IPK digunakan sebagai bahan masukan evaluasi keberhasilan studi mahasiswa dan penepatan sanksi akademik (Iskandar, 2007). IPK yang didapat oleh seorang mahasiswa semasa menempuh pendidikan dibangku kuliah akan menjadi salah satu modal utama untuk mendapatkan pekerjaan. Perusahan-perusahan termasuk rumah sakit baik swasta maupun pemerintah biasanya telah memiliki standar minimum IPK 2,75 yang dimiliki oleh seorang perawat dan tenaga medis lainya jika ingin diterima bekerja ditempat tersebut (Parkinson, 2004). Berdasarkan data yang diperoleh dari STIKes Payung Negeri Pekanbaru pada tahun (2013) jumlah seluruh mahasiswa/i yang S1 Keperawatan berjumlah 451 orang, yang terdiri dari Tingkat I 136 orang, Tingkat II berjumlah 135 orang, Tingkat III 96 orang dan Tingkat IV berjumlah 84 orang. Berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti dengan 15 responden mahasiswa didapat hasil bahwa dari 6 mahasiswa mengatakan memilih jurusan keperawatan karena motivasi instrinsik (sendiri) dan 9 mahasiswa termotivasi karena ajakan teman dan kemauan orang tua (ektrinsik). Didapatkan mayoritas mahasiswa STIKes payung Negeri lebih termotivasi untuk belajar dikarenakan termotivasi ektrinsik. Mahasiswa/i mengatakan faktor ektrinsik mempengaruhi peningkatan Indeks Prestasi (IP) dalam perkuliahan. Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik meneliti tentang “hubungan antara motivasi belajar intrinsik dan ekstrinsik dengan prestasi
Ezalina, Aslamia : Efektifitas Pembelajaran Metode Laboratorium Dibandingkan Metode Audio Visual
Indonesia dalam mengikuti kegiatan pembelajaran secara formal. Jenjang ini merupakan tahap yang strategis dan kritis bagi perkembangan dan masa depan anak . Pada jenjang ini anak berada pada pintu gerbang untuk memasuki dunia pendidikan tinggi yang merupakan wahana untuk membentuk integritas profesi yang diiginkan. Pada tahap ini seorang anak akan bersiap bersaing dan berkompetensi untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan (Utami, 2010). Berdasarkan Informasi yang diterima tentang pemasangan NGT Berdasarkan tabel 4.3 didapatkan 100% responden belum pernah mendapat informasi tentang pemasangan NGT. Menurut Suryanto (2007), informasi adalah salah satu organ pembentuk pengetahuan dan memegang peranan besar dalam membangun pengetahuan, semakin banyak orang memperoleh informasi maka semakin baik pula pengetahuannya, baik didapat melalui jalur formal maupun non formal. Menurut Asmoro (2002) bahwa semakin banyak teori yang dimiliki dengan banyak membaca maka semakin banyak pula pengetahuan. Analisis Bivariat a. Efektifitas Pembelajaran Metode Laboratorium dibandingkan Metode audio visual terhadap keterampilan Pemasangan NGT Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan nilai rerata antara kelompok 1 (kelompok laboratorium) dengan kelompok II (kelompok Audio visual) terhadap nilai keterampilan pemasangan NGT. Berdasarkan hasil uji independen t test pada table 4.4 didapatkan rata rata-rata nilai pre kelompok laboratorium 54,87 dan nilai post kelompok laboratorium 74,17 sedangkan nilai rerata pre kelompok audio visual 54,22 dan nilai rerata post kelompok audio visual 69,78. Dari hasil uji t independen (Tabel 4.4) menunjukkan p value 0,00 yang artinya <0,05, maka hipotesis alternative (Ha) diterima, yang berarti secara statistik ada perbedaan nilai antara kelompok laboratorium dan kelompok audio visual, namun secara praktis perbedaan nilai tidak terlalu jauh sehingga kedua metode pembelajaran dapat
35
digunakan dipendidikan. Hal ini juga didukung oleh penelitian Evran dan Gazi (2006) yang berjudul ”The effectiveness of the learning Cycle model to increase students’Achievement In the physics laboratory” (Efektifitas pembelajaran dengan model siklus belajar untuk meningkatkan prestasi siswa di Laboratorium) didapatkan bahwa pembelajaran laboratorium dibandingkan dengan pembelajaran tradisional, dan pada akhir semester kelompok dengan pembelajaran laboratorium memiliki tingkat keberhasilan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok dengan pembelajaran tradisional. Dari hasil penelitian metode pembelajaran laboratorium secara statistic terdapat perbedaan dengan kelompok audio visual hal ini disebabkan peningkatan nilai keterampilan mahasiswa. Menurut Dale dalam (Arsyad, 2004) Seorang individu akan cenderung mengingat 10% dari apa yang ia baca, 20% dari apa yang ia dengar, 30% mengingat apa yang ia lihat dan dengar dan 70% dari apa yang ia katakan (dengan adanya partisipasi dalam diskusi atau presentasi) dan 90% dari apa yang ia katakan dan lakukan (melalui pengamatan langsung dan demonstrasi) (Arsyad, 2004). Keterbatasan Penelitian 1. Kesulitan dalam menetapkan waktu pelaksanaan penelitian oleh karena jadwal perkuliahn responden yang padat sehingga peneliti tetap berusaha menyeleraskan waktu sesuai kesedian waktu responden agar motivasi dan antusiasme responden tetap terjaga. 2. Pada saat pelaksanaan Pre kedua kelompok responden masih banyak yang tidak mengetahui tentang alat-alat pemasangan NGT. PENUTUP A. Kesimpulan 1. Karakteristik responden berdasrkan umur mayoritas responden berada pada rentang umur remaja pertengahan (15-18 tahun) yang berjumlah 29 orang dengan persentase (63 %). 2. Karekteristik responden berdasarkan Latar belakang Pendidikan mayoritas responden tamatan SMU berjumlah 45 orang dengan jumlah persentase (97,8%).
34
HEALTH CARE, Volume 3, Nomor 2, Desember 2013, hlm 29-37
Emulyani : Hubungan Antara Motivasi Belajar Intrinsik Dan Ekstrinsik Dengan Prestasi Akademik
akademik pada mahasiswa program studi (Prodi) ilmu Keperawatan STIKes Payung Negeri Pekanbaru”. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui Hubungan antara motivasi belajar intrinsik dan ekstrinsik dengan prestasi akademik pada mahasiswa Prodi Ilmu Keperawatan STIKes Payung Negeri Pekanbaru.
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan nilai rerata keterampilan antara kelompok 1 dengan metode laboratorim dibandingkan dengan kelompok II metode audio visual dengan menggunakan uji statistic Independent Sample t- test. Hasil analisis bivariat dapat dilihat pada tabel 4.4 sebagai berikut:
dimana mayoritas responden pada rentang remaja pertengahan (15-18 tahun) yang berjumlah 29 orang dengan persentase (63%). Faktor umur dapat mempengaruhi keterampilan seseorang karena pertambahan usia sesorang akan berhubungan dengan perkembangan kognitif, penalaran, perkembangan psikoseksual dan perkembangan sosial (Muzakir, 2009).
Tabel 4.4 Perbandingan Nilai rerata keterampilan Mahasiswa tentang Pemasangan NGT dari pre test ke pos test di STIKes Payung Negeri Pekanbaru Tahun 2012
PEMBAHASAN Interpretasi Dan Hasil Diskusi Analisis Univariat Berdasarkan Umur Gambaran karekteristik responden berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel 4.1
Berdasarkan Latar belakang Pendidikan Berdasarkan tabel 4.2 didapatkan 97,8% responden mempunyai latar belakang pendidikan SMU. Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu jenjang pendidikan yang ditempuh oleh anak
METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain korelasional menggunakan pendekatan studi cross sectional. sampel sebanyak 212 responden yang aktif kuliah di STIKes Payung Negri Jurusan Keperawatan Pekanbaru dari 28 Mei sampai 10 Juni 2013.. Teknik pengambilan sampel yaitu Stratified Random Sampling Analisis statistik yang digunakan yaitu uji chi square. Alat pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner yang berupa sejumlah pertanyaan tertulis dengan pertanyaan yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. Data dikumpulkan dengan memperhatikan beberapa prinsip etik diantaranya Informed Consent, Anonimity, Confidentiality.
23
Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di STIKes Payung Negeri Prodi Ilmu Keperawatan Pekanbaru Tahun 2013
Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Nilai Indek Prestasi di STIKes Payung Negeri Prodi Ilmu Keperawatan Pekanbaru Tahun 2013
Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Motivasi Belajar Intrinsik di STIKes Payung Negeri Prodi Ilmu Keperawatan Pekanbaru Tahun 2013
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN a. Analisis Univariat 1) Data Umum Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur di STIKes Payung Negeri Prodi Ilmu Keperawatan Pekanbaru Tahun 2013
Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Motivasi Belajar Ekstrinsik di STIKes Payung Negeri Prodi Ilmu Keperawatan Pekanbaru Tahun 2013
24
HEALTH CARE, Volume 3, Nomor 2, Desember 2013, hlm 21-28
1.
Analisis Bivariat Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas (motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik) dengan variabel terikat (indek perestasi) menggunakan hasil uji pearson chi squere. Hasil analisa bivariat dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut Tabel 4.6 Hubungan Antara Motivasi Belajar Intrinsik Terhadap Prestasi Akademik pada Mahasiswa Prodi Ilmu Keperawatan STIKes Payung Negeri Tahun 2013
Dari 121 responden yang mempunyai motivasi belajar intrinsik tinggi terdapat prestasi akademik tinggi yaitu 72 responden (59,5%) sedangkan motivasi belajar intrinsik tinggi terhadap prestasi akademik rendah yaitu 49 responden 40,5% . Hasil Uji statistik dengan ketentuan Pearson chi square pada tabel 4.6 dapat dilihat ada hubungan antara motivasi belajar intrinsik dengan prestasi akademik yang dilihat dari p value yaitu 0,046 (< dari 0,05). Dari analisis diperoleh nilai OR= 0.526 artinya responden motivasi belajar intrinsik tinggi mempunyai 0.526 peluang kali mendapatkan prestasi akademik tinggi. Tabel 4.7 Hubungan Antara Motivasi Belajar Ekstrinsik Terhadap Prestasi Akademik pada Mahasiswa Prodi Ilmu Keperawatan STIKes Payung Negeri Tahun 2013
1.
Karakteristik Responden Gambaran karakteristik responden tentang umur pada penelitian ini, dimana mayoritas responden terdapat 138 orang (65,1%) yaitu berumur 17-20 tahun, dari umur responden rata rata usia responden berada pada tahap masa remaja akhir atau dewasa awal. Hal ini menunjukkan bahwa pada masa usia 17-20 tahun merupakan periode yang paling baik. Umur adalah priode penyesuaian terhadap pola kehidupan baru dan harapan baru. Semakin tinggi umur seseorang makin sebanyak pula pengetahuan yang dimiliki (Notoatmojo, 2005). Semakin bertambahnya umur hendaknya semakin tinggi pengetahuan seseorang sehingga termotivasi untuk meningkatkan prestasi akademik. Gambaran karakteristik responden tentang jenis kelamin pada penelitian ini, dimana mayoritas responden terdapat 148 orang (69.8%) yaitu berjenis kelamin perempuan. Menurut penelitian seebagian besar responden berjenis kelamin perempuan sesuai dengan karakteristik mahasiswa pendidikan keperawatan yang mempunyai falsafah mother instinct. Menurut Saputra (2009) umumnya wanita lebih baik dalam motivasi belajar sehingga komponen prestasi akademik wanita lebih cendrung tinggi dibandingkan laki-laki. Walaupun laki-laki memiliki kesempatan yang sama untuk belajar dan menuntut ilmu. A. Analisis Univariat 1. Prestasi Akademi Gambaran karakteristik responden tentang prestasi akademik pada penelitian ini, dimana mayoritas responden terdapat 139 orang (65,6%) yaitu bresponden nilai indeks prestasi tinggi > 2.75. Menurut peneliti prestasi akademik merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari belajar, prestasi merupakan hasil dari proses belajar. Prestasi belajar yang diperoleh individu sesuai dengan tingkat kemampuan yang dimilikinya. Setiap aktifitas yang dilakukan oleh individu tentu ada faktor-faktor baik yang mendorong maupun menghambat. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi akademik individu terdiri dari faktor internal yang merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu yang terdiri dari: faktor intelegensi (kemampuan untuk
Ezalina, Aslamia : Efektifitas Pembelajaran Metode Laboratorium Dibandingkan Metode Audio Visual
1.
2.
3.
Setelah proposal mendapatkan persetujuan dari pembimbing lalu peneliti mengurus surat izin penelitian dari Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Payung negeri Pekanbaru. Mendatangi responden yaitu seluruh maahsiswa-mahasiswi Program Studi Ilmu Keperawatan kelas I a yang berada diSTIkes Payung negeri untuk melakukan keterampilan pemasangan NGT. Meminta responden menandatangani lembar persetujuan.
Defenisi Operasional Defenisi operasional berfungsi untuk menyederhanakan arti kata atau pemikiran tentang ide, hal dan kata-kata yang digunakan agar orang lain memahami maksudnya sesuai dengan keinginan penulis (Notoatmodjo, 2002). Analisis Data Kegiatan pengumpulan dan pengolahan data dalam penelitian selalu berhubungan. Dalam pengumpulan data digunakan alat pengumpul data atau sering disebut instrument penelitian. Pengolahan data merupakan salah satu rangkaian kegiatan penelitian setelah pengumpulan data. Tahapan pengolahan data terdiri dari: 1. Pemeriksaan data (editing) 2. Pemeriksaan kode (coding) 3. Tabulasi data (processing) 4. Membersihkan data (clearing)
33
Analisis Data ada dua : 1. Analisis univariat Analisa digunakan untuk mendapatkan gambaran tentang karakteristik responden yaitu: umur, pendidikan dan informasi. 2. Analisis bivariat Untuk melihat adanya hubungan antara metode laboratorium dengan metode audio visual terhadap keterampilan mahasiswa tentang pemasangan NGT digunakan analisis uji t, yang berskala data/jenis data yang digunakan katagorik (nominal) dan numeric (rasio). HASIL PENELITIAN Hasil Penelitian Pada bab ini disajikan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti mengenai “Efektifitas Pembelajaran Metode Laboratorium dibandingakan Metode audio visual terhadap Keterampilan Pemasangan NGT pada Mahasiswa Semester 1 Program Studi S1 Keperawatan Di STIKes Payung Negeri Pekanbaru”. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 03-06 Januari 2012 dengan jumlah responden 46 orang, 23 orang kelompok metode laboratorium dan 23 orang metode audio visual. Analisis Data 1. 2.
Analisis Univariat Analisis bivariat
32
HEALTH CARE, Volume 3, Nomor 2, Desember 2013, hlm 29-37
Hipotesis 1.
2.
Hipotesis kerja/alternatif Ha = Ada pengaruh peningkatan keterampilan antara metode pembelajaran laboratorium dibandingkan dengan metode audio visual mahasiswa. Hipotesis nol Ho = Tidak ada pengaruh peningkatan keterampilan antara metode pembelajaran laboratorium dibandingkan dengan metode audio visual mahasiswa.
METODE PENELITIAN Desain dan Jenis Penelitian Dalam penelitian ini peneliti menggunakan desain penelitian quasi eksprimen (quasi eksperimental), rancangan yang digunakan adalah pre-test, post-test control group design dengan jenis penelitian kuantitatif (Notoatmodjo, 2005) Skema 3.1 Rancangan penelitian Kelompok eksprimen 01 X1 02 Kelompok Kontrol 01 X2 02 Karakteristik subjek belajar: Keterangan: 01 : Observasi pre test skor kelompok metode pembelajaran laboratorium 02 : Observasi post test skor kelompok metode pembelajaran laboratorium 03 : Observasi pre test skor kelompok metode pembelajaran audio visual 04 : Observasi post test skor kelompok metode pembelajaran audio visual X1 : Kelompok perlakuan dengan metode pembelajaran laboratorium X2 : Kelompok perlakuan dengan metode pembelajaran audio visual Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di STIkes Payung negeri Pekanbaru pada Program Studi S1 Keperawatan. Adapun alasan penelitian memilih lokasi ini adalah karena STIKes Payung negeri mempunyai peralatan yang mendukung untuk pembelajaran laboratorium dan adanya media audio visual dengan tersedianya media dan peralatan untuk menunjang proses pembelajaran.
2.
Waktu Penelitian Waktu penelitian ini dimulai dari pembuatan proposal riset sampai seminar hasil, yaitu dari bulan November tahun 2011 sampai dengan bulan Februari 2012
Populasi, Sampel dan Sampling 1. Populasi Populasi adalah seluruh objek yang diteliti (Notoatmodjo, 2005). Berdasarkan data yang diperoleh dari jumlah mahasiswa semester I Program studi S1 Keperawatan kelas I.a yang berjumlah 46 orang. 2. Sampel Sampel merupakan bagian populasi yang akan dipilih untuk bisa mewakili populasi yang ada (Arikunto, 2002). Besar sampel dalam penelitian ini adalah 23 orang untuk kelompok laboratorium dan 23 orang untuk kelompok audio visual. 3.
Sampling Sampling merupakan teknik pengambilan sampel untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian (Sugiyono, 2009). Teknik pengambilan sampel yang akan digunakan oleh peneliti pada penelitian ini adalah simple random sampling, yaitu pengambilan sampel secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam anggota populasi. Sampel random sampling yaitu dengan menggundi anggota populasi (lottery technique) atau teknik undian (Nursalam, 2008). Etika Penelitian 1. Informed Consent (Lembar Persetujuan) 2. Anonimity (Tanpa Nama) 3. Confidentiality (Kerahasiaan) Instrument Penelitian Dalam penelitian ini alat ukur yang di gunakan adalah suatu lembaran atau yang disebut SOP (standar operasional prosedur) tindakan NGT dimana lembaran tersebut dijelaskan beberapa urutan tindakan dalam melakukakan pemasangan NGT yang terdiri dari beberapa tahapan diantaranya tahap pra interaksi, tahap orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi. Prosedur Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan ditempat penelitian dengan prosedur sebagai berikut :
Emulyani : Hubungan Antara Motivasi Belajar Intrinsik Dan Ekstrinsik Dengan Prestasi Akademik
mencapai prestasi di sekolah yang didalamnya berpikir perasaan), bakat (kemampuan tertentu yang telah dimiliki seseorang sebagai kecakapan pembawaan), minat (kecenderungan yang mantap dalam subyek untuk merasa tertarik pada bidang tertentu). Berdasarkan hasil penelitian Hery (2008) diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki prestasi akademik sangat memuaskan. Prestasi sangat memuaskan dilihat berdasarkan kriteria penilaian IPK yaitu 2.76-3.50 yang diperoleh mahasiswa sebagai hasil evaluasi belajar selama dua semester. Prestasi yang sangat memuaskan dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal dari dalam diri sendiri atau yang berasal dari luar atau sekitarnya. Prestasi yang menentukan adalah individu itu sendiri. Individu yang memiliki motivasi belajar untuk berprestasi akan melakukan berbagai cara. Dari berbagai hasil penelitian selalu menyimpulkan bahwa motivasi mempengaruhi prestasi akademik seseorang. Tinggi rendahnya motivasi selalu dijadikan indikator baik buruknya prestasi akademik seorang anak didik. Prestasi akademik adalah istilah untuk menunjukkan suatu pencapaian tingkat keberhasilan tentang suatu tujuan karena suatu usaha belajar telah dilakukan oleh seseorang secara optimal (Satiawan, 2006). 2. Motivasi Intrinsik Gambaran karakteristik responden berdasarkan motivasi intrinsik akademik pada penelitian ini, dimana mayoritas terdapat 121 orang (57,1%) yaitu motivasi intrinsik adalah tinggi dan dari 4 komponen motivasi intrinsik yaitu kebutuhan, cita-cita, keinginan dan minat. Dari hasil mayoritas responden terdapat 155 (73,1%) motivasi intrinsik dipengaruhi oleh cita-cita. Berdasarkan hasil penelitian motivasi intrinsik tinggi dikarenakan adanya cita-cita yang membuat motivasi penting dalam belajar karena setiap mahasiswa mempunyai kebutuhan dan keinginan walaupun tingkat motivasi setiap mahasiswa berbeda-beda, Motivasi dapat mendorong mahasiswa mengekspresikan kemampuan dirinya untuk mencapai tujuan belajar sehingga terjadi perubahan perilaku dengan tujuan akhir adalah kompetensi pembelajaran yang ditunjukkan oleh prestasi belajar yang tinggi.
25
Berdasarkan hasil penelitian Nengsih (2009) didapatkan adanya hubungan antara Motivasi Belajar dengan Prestasi Akademik pada Mahasiswa Prodi Keperawatan S1 program A Angkatan I STIKes RS. Baptis Kediri. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya motivasi belajar individu akan berprestasi. Motivasi dalam belajar adalah faktor yang penting karena hal tersebut merupakan keadaan yang mendorong keadaan siswa untuk melakukan belajar. Motivasi pada dasarnya dapat membantu dalam memahami dan menjelaskan perilaku individu, termasuk perilaku individu yang sedang belajar. Motivasi dalam proses pembelajaran dapat dianalogikan sebagai bahan bakar untuk menggerakan, mesin motivasi belajar yang memadai akan mendorong individu berperilaku aktif untuk berprestasi (Hamzah, 2007). 3. Motivasi Ekstrinsik Gambaran karakteristik responden berdasarkan motivasi ekstrinsik akademik pada penelitian ini, dimana mayoritas terdapat 141 orang (66,5%) motivasi ekstrinsik adalah tinggi dan dari 4 komponen motivasi ekstrinsik yaitu pemberian hadiah, kompetensi, hukuman, pujian. Dari hasil penelitian mayoritas responden motivasi ekstrinsik dipengaruhi oleh adanya pujian. Menurut peneliti pujian dalam hal ini adalah prospek kerja perawat lulusan sarjana keperawatan bisa dibilang cukup menjanjikan. Karena selain lapangan kerja yang sangat banyak yang tidak hanya mencakup pelayanan saja tapi juga dunia pendidikan dan perawat lulusan sarjana keperawatan jumlahnya masih sangat minim di pelayanan. Oleh karena itu, keberadaannya sangat dibutuhkan yang akan mendapatkan pujian dari orang lain. Menurut penelitian Sumarwati (2011) Penelitan menunjukkan bahwa faktor ekstrinsik sangat penting bagi keberhasilan mahasiswa/i dalam menyelesaikan pendidikan. Ada hubungan yang kuat antara motivasi sejak pendidikan dasar akan berlanjut ke jenjang pendidikan selanjutnya. Bila dalam pendidikan dasar seseorang memiliki motivasi belajar yang baik, maka pada pendidikan di jenjang pendidikan selanjutnya ada kecenderungan motivasinya tetap tinggi. Motivasi mempunyai fungsi yang penting
26
HEALTH CARE, Volume 3, Nomor 2, Desember 2013, hlm 21-28
dalam belajar, karena motivasi akan menentukan intesitas usaha belajar yang dilakukan siswa. Para siswa yang memiliki motivasi tinggi, belajar lebih baik di bandingkan dengan siswa yang motivasi belajar rendah. Menurut Hasan (2007) jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan atau paksaan dari orang lain sehingga dengan kondisi yang demikian seseorang melakukan sesuatu atau belajar. Motivasi ekstrinsik itu adalah motif-motif yang aktif dan fungsinya karena adanya perangsang dari luar (Sardirman, 2009). B. Analisis Bivariat 1. Hubungan antara Motivasi Belajar Intrinsik terhadap Prestasi Akademik Hasil analisis data bivariat didapatkan hubungan antara motivasi belajar intrinsik terhadap prestasi akademik. Hasil penelitian ini didapat kan bahwa ada hubungan antara motivasi belajar intrinsik terhadap prestasi akademik di karenakan responden lebih cenderung termotivasi karena keinginan dari diri sendiri. Motivasi penting bagi siswa karena menyadarkan kedudukan pada awal belajar, proses, dan hasil akhir menginformasikan tentang kekuatan usaha belajar sehingga seseorang semakin tekun mengarahkan kegiatan belajar, membesarkan semangat belajar, menyadarkan adanya perjalanan belajar dan bekerja yang berkesinambungan. Menurut penelitian yang dilakukan Maghfuroh (2009) motivasi belajar mempunyai koefisien regresi standarized sebesar 1,009 dengan nilai t sebesar 13,378 yang berarti memiliki hubungan yang signifikan terhadap prestasi belajar semester pendek dan memiliki kuat pengaruh relatif sebesar 82,7%. Penelitian Budiono (2010) menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara motivasi dengan prestasi belajar, dimana besarnya pengaruh sebesar 20,4%. Motivasi dapat dipandang sebagai suatu rantai reaksi yang dimulai dari adanya kebutuhan kemudian timbul keinginan untuk memuaskannya (mencapai tujuan) sehingga menimbulkan ketegangan psikologis yang akan mengarahkan perilaku mencapai tujuan. Maslow memandang kebutuhan dari manusia berjenjang dari yang
paling rendah sampai paling tinggi meliputi kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial kebutuhan untuk dihargai dan kebutuhan aktualisasi diri (Sumarwati, 2011). Faktor intrinsik adalah berupa hasrat dan keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan belajar harapan akan cita-cita (Hamzah 2012). Sedangkan menurut Sardiman (2011) motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsi nya tidak perlu dirangsang dari luar karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Motivasi intrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang dalam aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan suatu dorongan dari dalam diri dan secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar seperti seseorang belajar benarbenar ingin mengetahui segala sesuatu. 2. Hubungan antara motivasi belajar ekstrinsik terhadap prestasi akademik. Hasil penelitian didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara motivasi belajar ekstrinsik terhadap prestasi akademik. Dari hasil penelitian bahwa motivasi untuk belajar menyebabkan seseorang tekun belajar. Tidak hubungan antara motivasi ekstrinsik terhadap prestasi akademik dari hasil penelitian dikarenakan mahasiswa/i cendrung termotivasi dari diri sendiri dari pada dari motivasi dari luar. Motivasi juga mempunyai fungsi yang belajar yang dilakukan. Individu yang memiliki motivasi tinggi, akan memiliki prestasi belajar yang tinggi atau lebih baik bila dibandingkan dengan yang motivasi belajarnya rendah. Hal ini dapat dipahami, karena individu yang memiliki motivasi belajar tinggi akan tekun dalam belajar dan terus belajar secara bartahap tanpa mengenal putus asa serta dapat mengesampingkan hal-hal yang dapat mengganggu kegiatan belajar yang dilakukan. Oleh karena itu motivasi yang tinggi sangat diperlukan dalam keberhasilan seseorang dalam belajar karena, dengan motivasi yang tinggi maka akan memberikan dampak yang baik bagi prestasi. Motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif (perasaan) dan reaksi untuk mencapai tujuan. Dengan kata lain, seseorang
Ezalina, Aslamia : Efektifitas Pembelajaran Metode Laboratorium Dibandingkan Metode Audio Visual
2.
Tujuan Khusus Untuk mengetahui perbedaan nilai keterampilan mahasiswa tentang pemasangan NGT antara metode laboratorium dengan metode audio visual sebelum dan sesudah pembelajaran.
TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pembelajaran Pengertian Pembelajaran Pembelajaran ialah proses belajar mengajar (PBM) atau proses komunikasi dan kerjasama guru dan siswa dalam mencapai sasaran dan tujuan pendidikan-pengajaran. Pembelajaran juga merupakan proses pengembangan sikap dan kepribadian siswa melalui berbagai tahap dan pengalaman (Sanjaya, 2007) Konsep Metode Pembelajaran Laboratorium Pengertian Pembelajaran laboratorium adalah proses belajar mengajar yang diberikan di laboratorium sehingga peserta didik memungkinkan mendapatkan pengalaman belajar konkrit, menguji coba pengetahuan dan keterampilan yang sudah diperoleh sebelumnya dengan cara demonstrasi, redemonstrasi atau simulasi, baik secara mandiri atau kelompok (Slamet, 2007). Konsep Metode Audio Visual Pengertian Metode Audio Visual Metode audio visual adalah merupakan penggunaan materi dan penyerapannya melalui pandangan dan pendengaran sehingga membangun kondisi yang dapat membuat siswa
mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap (Rohani, 2007). Konsep NGT (Naso Gastric Tube) Definisi NGT NGT adalah suatu selang yang dimasukkan melalui hidung sampai ke lambung. Sering digunakan untuk memberikan nutrisi dan obatobatan kepada seseorang yang tidak mampu untuk mengkonsumsi makanan, cairan, dan obat-obatan secara oral. Juga digunakan untuk mengeluarkan isi lambung (Hartono, 2009). Penelitian Terkait Penelitian lain yang di lakukan oleh Haryoko (2009) dalam penelitiannya yang berjudul ”Efektifitas pemanfaatan media. audio visual sebagai alternatif optamilisasi model pembelajaran” Hasil penelitian didapatkan hasil belajar mahasiswa dengan menggunakan media audio visual memiliki skor yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan pendekatan konvesional. Didapatkan skor hasil pre-test antara kelompok audio visual= 69,33 dan kelompok konvesional=69,08 sedangkan skor post-test antara kelompok audio visual=86,00 dan kelompok konvesional=78,33. Dengan tingkat signifikasi 5% sehingga di dapat t dihitung > t table yaitu 8,46>2,07. Kerangka Konsep Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep lainnya dari masalah-masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2005).
Skema 2.1 Kerangka Konsep Input
Karakteristik subjek belajar: 1. Umur 2. Pendidikan 3. Informasi yang diterima
Variabel Independen
31
Proses Metode laboratorium: 1. Fasilitator 2. Materi 3. Alat bantu Metode audio visual: 1. Fasilitator 2. Materi 3. Alat bantu
Out put
Keterampilan subjek belajar
Variabel Dependen
30
HEALTH CARE, Volume 3, Nomor 2, Desember 2013, hlm 29-37
dapat lebih meningkatkan animo mahasiswa dalam perkuliahan adalah metode audio visual. Pengalaman yang paling abstrak ialah pengalaman yang di dapat siswa melalui lambang kata (verbal), diikuti dengan pengalaman melalui simbol visual, pengalaman melalui radio, slide, gambar bergerak, pameran dan museum, karya wisata, demonstrasi, partisipasi drama, observasi, dan pengalaman langsung pada tingkat yang paling konkret. Seorang individu akan cenderung mengingat 10% dari apa yang ia baca, 20% dari apa yang ia dengar, 30% mengingat apa yang ia lihat dan dengar dan 70% dari apa yang ia katakan (dengan adanya partisipasi dalam diskusi atau presentasi) dan 90% dari apa yang ia katakan dan lakukan (melalui pengamatan langsung dan demonstrasi) (Djamarah, 2007). Ada beberapa alasan peneliti memilih tindakan NGT pertama berhubungan dengan nutrisi. Menjelang abad ke-21 malnutrisi terus menjadi perhatian di Inggris. Studi terbaru menunjukkan kira-kira 40% pasien rawat inap mengalami malnutrisi dengan berbagai derajat keparahan. Malnutrisi dan berat badan yang kurang berhubungan dengan perubahan fisiologi seluler dan fungsi organ yang penting pada pasien. Sehubungan dengan keadaan klinis penyakit, seringkali penderita tidak dapat mengkomsumsi makanan yang diberikan atau makanan yang dikomsumsi tidak mencukupi kebutuhan. Selain menurunkan daya tahan dan mempermudah infeksi, keadaan malnutrisi juga dapat menyebabkan komplikasi lain, seperti luka yang sukar sembuh, hipoproteinemia, edema anasarka, gangguan motilitas usus, gangguan enzim dan metabolisme, kelemahan otot, dan hal-hal lain yang memperlambat penyembuhan penderita. Salah satu dukungan untuk memenuhi nutrisi pasien adalah melalui NGT (Ibrahim, 2010). Pengetahuan dan kemampuan perawat dalam melakuakan pemasangan dan melakukan perawatan NGT sangat dibutuhkan. Bagi pasien dengan kebutuhan akan NGT disebabkan oleh beberapa kondisi seperti anomali anatomi jalan makanan, kelemahan reflek menelan, distress pernafasan atau tidak sadarkan diri. Keselamatan adalah selalu menjadi perhatian, dimana
kerjasama perawat pasien dan keluarga sangat dibutuhkan dan mahasiswa, perawat dan calon perawat profesional, harus berhati-hati dalam melaksanakan tindakan serta memperhatikan keunikan variasi di dalam melaksanakan tindakan secara aman dan nyaman (Ludi, 2009). STIKes Payung Negeri adalah institusi pendidikan yang selalu meningkatkan sumber daya manusia dibidang kesehatan dengan salah satunya menyediakan tenaga kesehatan yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan perkembangan ilmu kesehatan dan pelayanan kesehatan yang mampu bersaing secara profesional di bidang pemerintahan maupun swasta di dalam negeri dan di luar negeri. Selain itu sarana dan prasarana juga mendukung seperti tersedianya laboratorium. Laboratorium yang ada seperti laboratorim Keperawatan medical bedah, laboratorium keperawatan maternitas, laboratorium keperawatan anak, laboratorium keperawatan jiwa, laboratorium keperawatan gawat darurat. Disamping itu juga didukung dengan adanya peralatan laboratorium yang lengkap, media pembelajaran yang mendukung seperti tersedianya laptop, LCD Projector, yang dapat menyampaikan pembelajaran secara audio dan visual (Profil STIkes Payung Negeri, 2011). Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Efektifitas Pembelajaran Metode Laboratorium Dibandingkan Metode Audio Visual Terhadap Keterampilan Pemasangan NGT Pada Mahasiswa Semester I Program Studi Keperawatan Di STIKes Payung Negeri Pekanbaru” Rumusan Masalah Bagaimanakah Efektifitas pembelajaran metode laboratorium dibandingkan metode audio visual terhadap keterampilan pemasangan NGT pada mahasiswa semester I Program Studi Keperawatan Di STIkes Payung Negeri Pekanbaru? Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui Efektifitas pembelajaran metode laboratorium dibandingkan dengan metode audio visual terhadap keterampilan pemasangan NGT pada mahasiswa.
Emulyani : Hubungan Antara Motivasi Belajar Intrinsik Dan Ekstrinsik Dengan Prestasi Akademik
mempunyai tujuan tertentu dari segala aktivitasnya. Demikian juga dalam proses belajar, seseorang yang tidak mempunyai motivasi belajar ekstrinsik, tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar dan prestasi akademiknya pun akan rendah. Sebaliknya, seseorang yang mempunyai motivasi belajar, akan dengan baik melakukan aktivitas belajar dan memiliki prestasi akademik yang lebih baik. Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi Karena adanya perangsang dari luar sebagai contoh seseorang belajar, karena tahu besok pagi akan ujian sehingga harapan mendapatkan nilai baik dan dipuji, motivasi ekstrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang dalam aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar (Sardiman, 2011). C. Keterbatasan Penelitian Selama penelitian di STIKes Payung Negeri Pekanbaru, peneliti tidak mendapatkan hambatan ataupun kesulitan dalam penelitian dikarenakan responden aktif dalam pengisian kuesioner. D. Implikasi Penelitian Diharapkan dengan adanya penelitian ini tentang “hubungan antara motivasi belajar intrinsik dan ekstrinsik dengan prestasi akademik pada mahasiswa” menambah wawasan tentang motivasi belajar, sehingga dapat di aplikasikan dan sebagai bahan pembinaan atau bimbingan mahasiswa/i agar prestasi lebih baik. KESIMPULAN DAN SARAN 1. 2.
3.
Indek Prestasi tinggi > 2.75 dengan jumlah 139 responden (65,6%). Berdasarkan motivasi belajar intrinsik menunjukkan ada perbedaan antara motivasi belajar intrinsik dengan prestasi akademik yang dilihat dari p value yaitu 0,046 (< dari 0,05). Berdasarkan motivasi belajar ekstrinsik tidak ada perbedaan antara motivasi belajar ekstrinsik terhadap prestasi akademik yang dilihat dari p value yaitu 0,112 (> dari 0,05).
27
KEPUSTAKAAN Adisasmito. 2009. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi VI. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi VI. Jakarta: PT. Rineka Cipta Ahmadi & Supriyono. 2005. Motivasi dan Peran. Jakarta : Bumi Aksara. Amelia, P. 2009. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Brophy,W. 2004. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Grasindo. Budiono. E. 2010. Hubungan antara Pemahaman Mahasiswa UT tentang SPJJ dan Motivasi Belajar dengan Hasil Belajar. Jurnal Pendidikan volume 2 Chandra, B. 2008. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: EGC. Dalyono. 2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta. Diaz. 2012. Hubungan antara Burnout dengan Motivasi Berprestasi Akademis Pada Mahasiswa Yang Bekerja. Diperoleh tanggal 11 Desember 2012 dari http://hdl.handle. net/123456789/1604. Enda, R. 2010. Hubungan antara Motivasi Belajar dengan Prestasi Akademik Pada Mahasiswa Prodi Keperawatan S1 Program A Angkatan I Stikes Rs. Baptis Kediri. Diperoleh tanggal 15 Desember 2012 dari stikesbaptisjurnal@ ymail.com. Hasan, C. 2007. Psikologi Belajar. Semarang: UPT MKK UNNES. Hamalik, Y. 2003. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo. H a m z a h , B . 2 0 1 2 Te o r i M o t i v e s D a n Pengukurannya Jakarta : Bumi Aksara. Hidayat, A.A 2012. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika
28
29
HEALTH CARE, Volume 3, Nomor 2, Desember 2013, hlm 21-28
______2007. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika ______2003. Riset Keperawatan dan Teknik Penulsian Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika Huitt. 2001. Motivasi Belajar. Diperoleh anggal 17 Desember 2012 dari http://karpload.net . Iskandar. 2007. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Kartono. 2006. Psikologi Belajar. Jakarta : PT Rineka Cipta. Mere, I. S. 2010. Atribusi Terhadap Sebab – Sebab Keberhasilan dan Kegagalan Serta Kaitannya Dengan Motivasi Berprestasi. Malang: Dikti IKIP Maghfuroh. 2009. Peran Guru dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa. Diperoleh tanggal 17 Juni 2013 dari http:// www.bruderfic.or.id Notoadmojo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Raneka Cipta
Nursalam. 2009. Konsep dan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Parkonson, Lidia & Ermayanti. 2004. Penilaian Standar Indeks Prestasi Profesional Keperawatan yang didukung oleh Ilmu Pengetahuan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Purwanto, A . 2008. Membangun Motivasi Belajar Siswa. Diperoleh tanggal 17 Desember 2012 dari http:// re-Searchengines. com. Rina. 2010. Hubungan antara Motivasi dan Kecemasan dengan Prestasi Belajar Mahasiswa/siswi Salatiga. Diperoleh tanggal 10 Januari 2013. Dari http://library.binus. ac.id Riyanto, A. 2009. Pengolahan dan Analisis Data Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika. Rola, F. 2006. Hubungan Konsep Diri Dengan Wijayanto, Z. 2012. Evaluasi Intruksional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Yusuf, D. 2003. Motivasi Pelajar. Jakarta: Bumi Aksara.
EFEKTIFITAS PEMBELAJARAN METODE LABORATORIUM DIBANDINGKAN METODE AUDIO VISUAL TERHADAP KETERAMPILAN PEMASANGAN NGT PADA MAHASISWA SEMESTER I PROGRAM STUDI S I KEPERAWATAN DI STIKes PAYUNG NEGERI PEKANBARU Ezalina, Aslamia STIKes Payung Negeri Pekanbaru Abstrak : Metode pembelajaran yang digunakan dapat memperlancar komunikasi dan penyampaian informasi dalam pembelajaran, ada beberapa metode pembelajaran yang dapat dipraktekkan pada saat mengajar seperti metode pembelajaran audio visual dan metode laboratorium. STIKes Payung Negeri adalah institusi pendidikan yang selalu meningkatkan sumber daya manusia dibidang kesehatan dengan salah satunya menyediakan tenaga kesehatan yang berkualitas. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui efektifitas pembelajaran metode laboratorium dibandingkan dengan metode audio visual terhadap keterampilan pemasangan NGT pada mahasiswa. Jenis penelitian ini bersifat kuantitatif dengan desain penelitian quasi eksprimen (quasi eksperimental), rancangan yang digunakan adalah pre-test, post-test control group design. Waktu penelitian dilaksanakan tanggal 03-06 Januari. Populasi penelitian ini adalah mahasiswa semester I kelas 1.a S I keperawatan dengan jumlah sampel sebanyak 46 responden. pengambilan sampel dilakukan secara simple random sampling. Alat ukur yang digunakan suatu lembaran atau yang disebut SOP (standar operasional prosedur) tindakan NGT. Hasil penelitian didapat umur responden yang terbanyak berada pada rentang 15-18 tahun yaitu berjumlah 29 orang (63%), pendidikan responden yang banyak adalah SMA yang berjumlah 45 orang (97,8%), informasi yang diterima respoden tidak pernah menerima informasi sebanyak 46 orang (100%). Nilai rerata pre test untuk kelompok laboratorium adalah 54,87 sedangkan nilai rerata untuk kelompok audio visual 54,22. Untuk post test nilai nilai rerata kelompok laboratorium adalah 74,17 sedangkan untuk kelompok audio visual adalah 69,78. Hasil uji independen sampe t-test menunjukkan p value 0,00 yang artinya <0,05, maka hipotesis alternative (Ha) diterima, yang berati secara statistik ada perbedaan nilai rerata antara kelompok laboratorium dan kelompok audio visual. Jadi diantara kedua metode pembelajaran laboratorium dan audio visual pembelajaran laboratorium lebih efektif dibandingkan audio visual. Secara statistik ada perbedaan nilai antara kelompok laboratorium dan kelompok audio visual, namun secara praktis perbedaan nilai tidak terlalu jauh sehingga kedua metode pembelajaran sama baiknya dan dapat digunakan sebagai metode pembelajaran di pendidikan. Kata Kunci : Keterampilan, metode laboratorim, metode audio visual, NGT
PENDAHULUAN Latar Belakang Memasuki abad ke- 21 dunia pendidikan di Indonesia menjadi menarik untuk dibicarakan, hal tersebut bukan disebabkan oleh kehebatan mutu pendidikan nasional tetapi lebih banyak disebabkan karena keterbelakangan pendidikan di Indonesia. Ada beberapa hal yang mendasari salah satunya adalah memasuki abad ke- 21 gelombang globalisasi dirasakan kuat dan terbuka. Kemajuan teknologi dan perubahan yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri (Suprapto, 2008). Metode pembelajaran laboratorium merupakan model kegiatan pratikum dengan peralatan sederhana yang dapat dilakukan dengan
kegiatan laboratorium dan dapat meningkatkan partisipasi mahasiswa dalam pembelajaran karena terlibat langsung dalam membangun pengetahauan melalui kegiatan fisik (peragaan). Dengan demikian dalam kegiatan laboratorium mahasiswa dituntut harus mampu memperagakan alat dalam mengkonstruksi konsep dan prinsip yang dipelajari, mengingat kemampuan siswa yang heterogen maka tidak tertutup kemungkinan ada mahasiswa yang tidak mampu melaksanakan kegiatan laboratorium dengan baik. Memahami hal ini maka metode laboratorium dipandang lebih tepat jika dipadukan dengan pendekatan pembelajaran (Purwadarminta, 2007). Salah satu metode yang digunakan dalam pembelajaran dan diyakini dapat