Hasil Pengawasan Pemilu 2014 Evaluasi dan Pemberian Penghargaan Pemilu 2014 KPU RI Hotel Ecovention Ecopark Ancol. Rabu, 17 Desember 2014 Oleh : Dr. Muhammad S.IP.,MS.i (Ketua Bawaslu RI)
Pengantar :
Pemilu 2014, secara umum mengalami kemajuan dibeberapa aspek dibandingkan pemilu sebelumnya,yaitu antara lain ; 1) kesiapan kerangka hukum yang lebih awal terbentuk, 2) kesiapan kelembagaan penyelenggara pemilu yang lebih baik terutama karena tersedianya kerangka hukum undang-undang penyelenggara Pemilu yang telah ditetapkan 3 tahun sebelum Pemilu, 3) kinerja kelembagaan penyelenggara pemilu yang lebih transparan dan menjamin aksesibilitas publik, 4) serta semakin meningkatnya tingkat kesadaran politik dan hukum peserta pemilu dan masyarakat.
Meskipun secara umum terjadi perbaikan kualitas penyelenggaraan Pemilu, namun masih terdapat beberapa kekurangan dan kelemahan terutama menyangkut aspek teknis penyelenggaraan Pemilu, performa penyelenggara Pemilu, kinerja penegakan hukum Pemilu, serta kepatuhan peserta pemilu dan masyarakat
Dalam melaksanakan mandat UU Nomor 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu, Bawaslu telah melakukan: 1. Mengidentifikasi dan memetakan potensi rawan tahapan pemilu 2. Menyusun standar Pengawasan Pemilu, khususnya dari sisi teknis berupa panduan/juklak juknis pengawasan setiap tahapan 3. Melakukan pengendalian dan supervisi pelaksanaan pengawasan 4. Melakukan pengawasan pelaksanaan tahapan secara nasional 5. Meneruskan hasil pengawasan dan menyampaikan rekomendasi hasil pelaksanaan pengawasan kepada pihakpihak terkait.
Indeks kerawanan pemilu :
Dalam rangka upaya pencegahan pelanggaran pemilu, Bawaslu telah membuat peta rawan melalui penyusunan indek Kerawanan Pemilu dan sistem peringatan dini (early warning system)
hasilnya digunakan untuk menyiapkan manajemen peringatan dini terhadap adanya kerawanan tersebut baik terhadap pengawas pemilu di daerah maupun terhadap setakholder pemilu lainnya.
Indeks kerawanan pemilu (lanjutan):
Pada pemilu 2014 (legislatif dan persiden) ini, Indek kerawanan pemilu (IKP) suatu daerah diformulasikan berdasarkan tiga (3) aspek indikator pengukuran, yaitu : 1. Aspek Dampak Elektoral, mengukur besarnya potensi berpindahnya kursi jika indikasi suara fiktif dimanfaatkan oleh calon lain. 2. Aspek akses pengawasan, yaitu mengukur kemudahan terhadap akses pengawasan dengan menggunakan data PODES 2011 3. Aspek potensi money politik yang diukur dengan menggunakan variabel kesejahteraan/kemiskinan sebagai sebuah pendekatan, dengan pemikiran bahwa semakin miskin semakin mudah menerima uang pengganti suara
Indeks kerawanan pemilu (lanjutan): Dengan
adanya Indek kerawanan pemilu (IKP), Bawaslu memiliki langkah-langkah antisipatif terhadap kemungkinan atas kerawanan pemilu tersebut.
Data
IKP menjadi input dalam melakukan pengawasan setiap tahapan pemilu, terutama pada tahapan kampanye, distribusi logistik, pemungutan dan penghitungan suara serta rekapitulasi suara.
pemilu legislatif Tahapan
pendaftaran peserta pemilu :
dan
penetapan
problem teknis verifikasi administrasi dan faktual calon peserta pemilu dari partai politik yang menyebabkan keluarnya rekomendasi perbaikan dan verifikasi ulang atas calon peserta pemilu. Kurangnya pengakuan dari KPU yang cenderung mengabaikan rekomendasi dan keputusan Bawaslu atas permohonan sengketa Tata Usaha Negara, mengakibatkan Bawaslu RI menempuh jalur laporan dugaan pelanggaran kode etik kepada KPU terkait dengan “pengabaian” KPU terhadap rekomendasi dan keputusan Bawaslu RI.
pendaftaran dan penetapan peserta pemilu (lanjutan) :
Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh partai politik untuk ditetapkan sebagai peserta pemilu adalah memiliki kepengurusan di 50% (lima puluh persen) jumlah kecamatan di kabupaten/kota yang bersangkutan. Ketentuan ini (pasal 8, uu no 8 tahun 2012) merupakan acuan dasar dan utama untuk menentukan eligibilitas parpol untuk menjadi peserta pemilu. Namun, ketentuan pasal 8 ini tidak diterjemahkan secara utuh oleh pasal 15 yang merupakan pengaturan tentang jenis-jenis dokumen yang harus didaftarkan sebagai bukti keterpenuhan persyaratan. Hal ini menjadi sumber permasalahan hukum, karena pasal 15 yang seharusnya mencantumkan seluruh dokumen pendukung/bukti keterpenuhan persyaratan sebagaimana diatur pasal 8, tetapi ternyata Pasal ini tidak memasukkan salah satu bukti dokumen struktur kepengurusan partai di tingkat kecamatan dalam pasal 15 huruf b.
Tahapan pendaftaran pemilih : upaya
KPU dalam membangun sistem pemutakhiran data pemilih secara tertib, transparan, dan akuntabel, melalui penerapan system teknologi informasi (Sidalih) serta pembukaan akses kepada masyarakat untuk melakukan pengecheckan secara online belum mampu mengikis ghost voters. Peran pemerintah sebagai pemasok input data, dan juga fasilitasi pemerintah dalam penyediaan dana pemilu dinilai turut berkontribusi dalam menciptakan kesemrawutan dalam pengelolaan DPT.
Pendaftaran pemilih (lanjutan):
Hasil pengawasan Bawaslu dan jajarannya banyak menemukan ketidakakuratan data pemilih di daftar pemilih yang telah disusun oleh PPS secara berjejang hingga ditetapkan di tingkat KPU RI. Melalui berbagai metode pengawasan baik melalui audit dokumen, yang dikombinasikan dengan list to voters audit, maupun pengawasan langsung menghasilkan temuan dugaan pelanggaran yang mencapai 913 temuan dan 74 laporan pelanggaran. Di samping itu, hasil pengawasan ini juga menemukan banyaknya ketidakakuratan data pemilih yang mengharuskan Bawaslu untuk mengeluarkan beberapa rekomendasi penundaan penetapan daftar pemilih dan perbaikan daftar pemilih. Hal ini menyebabkan proses ini kurang dapat berjalan sebagaimana yang dijadwalkan (terjadi penundaan. perubahan dan perbaikan penetapan DPT hingga 3 kali)
Tahapan Pencalonan anggota DPR, DPD dan DPRD :
secara umum terdapat permasalahan menyangkut ketelitian, ketegasan policy, serta transparansi proses verifikasi data persyaratan calon yang dilakukan oleh KPU. Ketidakkonsistenan KPU dalam menerapkan peraturan perundang – undangan hingga ke petunjuk teknis, mengakibatkan petugas verifikator tidak secara ketat menerapkan aturan karena adanya berbagai kelonggaran yang berasal dari kebijakan internal KPU. Hal ini pada akhirnya menyebabkan buruknya kualitas dokumen persyaratan administrasi bakal calon Anggota DPR. Di sisi lain terdapat permasalahan di tingkat peserta pemilu, dimana kualitas dokumen kelengkapan administrasi Bakal Calon Anggota DPR, untuk seluruh Partai Politik dianggap masih buruk.
Tahapan kampanye : Penyelenggaraan
tahapan kampanye secara umum berjalan lancar. Namun terdapat beberapa permasalahan baik dalam aspek penyelenggaraan tahapan kampanye maupun hambatan dalam penyelenggaraan pengawasan kampanye. permasalahan tersebut meliputi tidak sinkronnya jadwal kampanye rapat umum antara yang disusun oleh KPU pusat dengan yang disusun pada KPU Provinsi maupun kabupaten/kota yang berdampak pada pemenuhan unsur fairness bagi seluruh peserta pemilu yang tidak terpenuhi,
Tahapan kampanye : masih
maraknya penggunaan fasilitas negara antara lain dalam bentuk penggunaan dana bantuan social untuk kampanye, hingga penggunaan kendaraan-kendaraan dinas untuk kampanye, komunikasi dan koordinasi antar penyelenggara pemilu yakni KPU dan Pengawas Pemilu juga masih belum optimal, padahal komunikasi ini mejadi salah satu kunci utama keberhasilan penyelenggaraan dan pengawasan kegiatan kampanye pemilu. Dalam proses pengawasan tahapan ini, Bawaslu menemukan 3454 dugaan pelanggaran, dan menerima 373 laporan dugaan pelanggaran kampanye
Dana kampanye :
Terkait dana kampanye, telah ada terobosan penting yaitu meliputi: a) pengaturan tentang laporan dana kampanye secara periodik, b) pengkategorian sumbangan dari keluarga calon sebagai sumbangan pihak ketiga, dan c) publikasi laporan dana kampanye melalui website KPU.
Terobosan ini patut diapresiasi karena bermaksud mendorong transparansi yang lebih baik. Meskipun demikian, masih terdapat beberapa permasalahan yang ditemukan dalam proses pengawasan oleh Bawaslu.
Dana kampanye (lanjutan) :
Permasalahan tersebut diaataranya; problematika di tingkat peraturan teknis pelaporan dana kampanye yang kurang jelas, multi-tafsir, dan bentuk-bentuk formulir laporan yang kurang mencerminkan akuntabilitas laporan dana kampanye. di sisi lain terdapat problematika di tingkat peserta Pemilu menyangkut kepatuhan dan akuntabilitas laporan. contoh kecenderungan ini antara lain, partai dalam menyerahkan laporan dana kampanye cenderung pada batas akhir waktu dalam menyerahkan laporan dana kampanye tahp II yakni tanggal 2 Maret 2014 meskipun jangka waktu sudah dibuka sejak 11 januari 2013. Pembukaan rekening khusus yang semestinya dilakukan sejak masa kampanye pasca 3 hari ditetapkan sebagai peserta pemilu, namun ternyata baru dilakukan menjelang akhir tahun 2013 contoh di salah satu parpol di labuhan batu, sumut baru bulan Desember 2013.
Dana Bansos :
Belanja Bansos memiliki potensi disalahgunakan untuk kampanye para Menteri yang menjadi calon anggota DPR , DPD dan DPRD Tahun 2014. Beberapa modus :
Pada saat pemberian/Penyerahan Bansos diikuti dengan pemasangan atribut Partai politik peserta Pemilu; Bansos diberikan kepada basis pendukung Partai politik peserta Pemilu (Parpol dari Menteri); Acara serah terima Bansos bersamaan dengan kegiatan Partai politik peserta Pemilu; Pada saat menjelang hari H Pemilu, intensitas penyelenggaraan kegiatan Kementerian dan perjalanan dinas meningkat pada lokasi Dapil-Dapil Menteri yang bersangkutan; Pada saat menjelang hari H Pemilu, intensitas peninjauan lokasi dan peninjauan bantuan meningkat pada lokasi DapilDapil Menteri yang bersangkutan.
Dana Bansos (lanjutan) : Hasil
pengawasan :
Alokasi anggaran Bansos mengalami kenaikan sangat signifikan pada tahun 2013 dan 2014, khususnya di Dapil para Menteri yang memiliki alokasi dana bansos. Kondisi ini menjadi rawan dugaan penyalahgunaan dana Bansos untuk kepentingan kampanye Pemilu, karena tahun 2013 adalah tahun persiapan Pemilu dan 2014 adalah tahun Pemilu; Bawaslu kesulitan untuk memperoleh akses datadata Pokmas penerima alokasi Bansos sehingga muncul dugaan hal ini sengaja ditutupi oleh pihakpihak yang berkepentingan yang berniat menyalahgunakan alokasi dana bansos tersebut;
Dana Bansos (lanjutan) :
Berdasarkan hasil audit dan investigasi yang dilakukan, Bawaslu tidak menemukan adanya penjelasan kajian akademis atau dokumen perencanaan yang menjelaskan alasan kenaikan signifikan di dapil-dapil para menteri yang memiliki alokasi dana bansos tersebut; Tidak semua Kementerian memiliki alokasi dana bansos, tetapi banyak bantuan-bantuan lain berupa program dan kegiatan yang rawan disalahgunakan yang kemudian sering dilakukan di dapil-dapil menteri tersebut seperti kegiatan rapat-rapat yang intensitas nya menjadi tinggi pada saat hari-hari menjelang pemungutan suara;
Tahapan pengadaan Logistik :
Pada aspek penyiapan logistic pemilu, hasil pengawasan Bawaslu menunjukkan masih adanya masalah dalam 3 aspek baik di ranah pengadaan, produksi dan distribusi yang bedampak pada PSU dan PSL.
pertama aksesibilitas untuk pengawasan, dimana KPU maupun perusahaan pelaksana proyek belum sepenuhnya membuka akses produksi dan distribusi untuk kepentingan pengawasan. Kedua, aspek transparansi. Perusahaan tidak sepenuhnya terbuka akses dalam proses produksi dan distribusi Ketiga aspek akuntabilitas hasil pekerjaan, masih terdapat permasalahan terutama dalam produksi surat suara, formulir dan tinta, yang kualitas maupun jumlahnya banyak yang tidak sesuai dengan ketentuan. Di samping itu dalam pembuatan surat suara terdapat persoalan lain yang terimbas dari kekisruhan daftar pemilih. Problem dalam penyusunan daftar pemilih membuat proses pengadaan surat suara menjadi rumit dan menghadapi ketidakpastian terutama menyangkut jumlah surat suara yang akan dicetak oleh perusahaan.
Tahapan Pemungutanpenghitungan suara :
Pada tahapan ini, terlihat upaya KPU dalam mengembangkan inisiatif instrument transparansi dalam penghitungan suara melalui upload scan C1 yang membuka ruang bagi masyarakat untuk turut terlibat mengawasi dan memeriksa akurasi hasil penghitungan suara.
Namun demikian, masih ditemukan munculnya permasalahan klasik antara lain kesalahan distribusi surat suara, keterlambatan penyelenggaraan pemungutan suara di beberapa daerah, serta kinerja beberapa penyelenggara pemungutan suara di daerah yang kurang sesuai dengan prosedur.
Pemungutan dan penghitungan suara (lanjutan):
Sementara problematika lainnya yang ditemukan selama pengawasan adalah masih maraknya pelanggaran pemilu, berupa manipulasi perolehan suara, penggunaan sisa surat suara untuk dicoblos guna menambah perolehan suara peserta pemilu tertentu, politik uang, dan mobilisasi pemilih.
Setidaknya ada 190 temuan dugaan pelanggaran dihasilkan dari proses pengawasan terhadap tahapan ini, dimana jumlah temuan ini tidak sebanyak temuan pada tahapan lainnya karena Bawaslu dan jajarannya lebih banyak mengoptimalkan kerja-kerja pencegahan dan pemberian respon cepat terhadap potensi pelanggaran yang muncul.
Rekapitulasi perolehan suara :
pelaksanaan tahapan ini diwarnai berbagai keberatan dari peserta Pemilu, dan juga Pengawas Pemilu. Permasalahan utama yang menjadi pemicunya adalah kesesuaian data pemilih dan pengguna hak pilih terutama yang masuk dalam kategori pemilih khusus tambahan, perbedaan dalam perhitungan dan rekapitulasi perolehan suara, serta sikap KPU dalam merespon keberatan saksi dan pengawas pemilu yang dalam beberapa kasus kurang memadai. Berbagai permasalahan ini mengharuskan Bawaslu untuk mengambil beberapa tindakan penting antara lain : mengeluarkan rekomendasi rekapitulasi ulang di tingkat Provinsi atau Kabupaten/Kota, hingga penghitungan suara ulang di beberapa TPS. Di tingkat pusat saja, Bawaslu RI mengeluarkan 17 rekomendasi kepada KPU RI.
Pemilu luar negeri :
hasil pengawasan Bawaslu RI dan jajaran Panwas Luar Negeri menunjukkaan masih eksisnya beberapa problematika klasik yakni buruknya kualitas daftar pemilih, keterlambatan distribusi surat suara, serta pemungutan suara melalui dropbox. Persoalan daftar pemilih terjadi hampir merata di 29 negara yang diawasi oleh Panwas LN, yang secara umum disebabkan oleh kualitas data mentah WNI di luar negeri yang kurang memadai. Problematika distribusi logistik pemilu menjadi masalah penting terutama di Negara-negara yang lebih banyak menggunakan metode pemberian suara melalui pos seperti di Negaranegara Eropa dan Amerika, dimana keterlambatan ini berimplikasi kepada keterlambatan pengiriman surat suara kepada pemilih melalui pos. Permasalahan dalam pemungutan suara menggunakan dropbox lebih banyak didominasi oleh persoalan prosedural yang kurang dipatuhi, termasuk dalam penentuan zonasi wilayah yang akan menggunakan drop box.
Pemilu presiden & Wakil Presiden : Tahapan
pendaftaran dan penetapan calon peserta pemilu :
Calon peserta pemilu hanya 2 pasangan calon. Meskipun secara hukum tidak bermasalah, namun secara politik berpotensi meningkatkan fragmentasi politik karena kekuatan politik terkristalisasi hanya dalam 2 kubu. Indikasi ini cukup terlihat dalam pelaksanaan tahapan kampanye dan rekapitulasi suara.
Pendaftaran pemilih :
Pelaksanaan tahapan penyusunan daftar pemilih,sistem pemutakhiran data pemilih berbasis IT (Sidalih) semakin mengalami perbaikan yang signifikan, mengingat bahwa daftar pemilih dalam Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD menjadi data dasar yang dimutakhirkan. Namun demikian belum mampu mengikis masalah ghost voters, kelengkapan administrasi pemilih. Hasil pengawasan Bawaslu dan jajarannya banyak menemukan ketidakakuratan data pemilih di daftar pemilih yang telah disusun oleh PPS secara berjejang hingga ditetapkan di tingkat KPU RI. Melalui berbagai metode pengawasan baik melalui audit dokumen, yang dikombinasikan dengan list to voters audit, maupun pengawasan langsung menghasilkan temuan dugaan pelanggaran.Pengawasan ini juga menemukan banyaknya ketidakakuratan data pemilih (“fraud”) yang mengharuskan Bawaslu untuk mengeluarkan beberapa rekomendasi perbaikan daftar pemilih.
Kampanye :
Penyelenggaraan tahapan kampanye pilpres, diwarnai oleh fenomena maraknya kampanye hitam baik melalui media cetak maupun media elektronik terutama media sosial. Keterbatasan peraturan perundang-undangan dalam menjangkau pelaku kampanye tidak resmi, dimanfaatkan oleh banyak pihak untuk melakukan kampanye secara tidak sehat dan bahkan cenderung memicu disitegritas. kampanye di media penyiaran juga berjalan dengan mengabaikan ketentuan hukum dan bahkan cenderung mengabaikan hak-hak publik untuk mendapatkan informasi yang layak dan berimbang. Adanya Konglomerasi media yang dipadu dengan keberpihakan politik pemilik media serta ditambah dengan lemahnya kerangka hukum, menyebabkan tersisihnya hak publik tersebut.
Dana Kampanye :
Terkait dana kampanye, meskipun secara prosedural peserta pemilu telah menyampaikan laporan dana kampanye yang dipergunakan, namun laporan tersebut belum mampu mencerminkan fakta penerimaan dan belanja kampanye yang secara kasat mata dapat dibaca oleh publik.
Perangkat hukum pelaporan dana kampanye yang disusun oleh KPU belum mampu mendorong terwujudnya laporan dana kampanye yang akuntabel.
Pemungutan dan penghitungan suara :
penyelenggaraan tahapan pemungutan dan penghitungan suara, KPU masih mempertahankan instrument transparansi dalam penghitungan suara dengan upload scan C1, telah mampu membuka ruang bagi masyarakat untuk turut terlibat mengawasi dan memeriksa akurasi hasil penghitungan suara.
Problematika yang ditemukan dalam tahapan pemungutan dan penghitungan suara masih sama dengan pemilu legislatif yaitu ; masih maraknya pelanggaran pemilu n berupa manipulasi perolehan suara, penggunaan sisa surat suara untuk dicoblos guna menambah perolehan suara peserta pemilu tertentu, ketidaknetralan petugas dan adanya mobilisasi pemilih.
Rekapitulasi perolehan suara :
Dalam penyelenggaraan tahapan rekapitulasi perolehan suara, diwarnai oleh berbagai keberatan dari peserta Pemilu, dan juga Pengawas Pemilu. Permasalahan utama yang menjadi pemicunya adalah kesesuaian data pemilih dan pengguna hak pilih terutama yang masuk dalam kategori pemilih khusus tambahan (DPKTb), perbedaan dalam perhitungan dan rekapitulasi perolehan suara, serta sikap KPU dalam merespon keberatan saksi dan pengawas pemilu yang dalam beberapa kasus terlihat kurang memadai. Walk outnya pasangan calon Prabowo-Hatta karena merasa ‘belum’ diakomodasi keberatannya oleh KPU atas masalah-masalah tersebut Bawaslu telah mengeluarkan rekomendasi setiap terjadi permasalahan dan telah ditindaklanjuti oleh KPU
Pilpres di Luar negeri :
Hasil pengawasan Bawaslu RI dan jajaran Panwas Luar Negeri menunjukkaan masih eksisnya beberapa problematika terkait buruknya kualitas daftar pemilih, keterlambatan distribusi surat suara, serta pemungutan suara melalui dropbox.
Persoalan daftar pemilih terjadi hampir merata di 29 negara yang diawasi oleh Panwas LN, yang secara umum disebabkan oleh kualitas data mentah WNI di luar negeri yang kurang memadai.
Catatan rekomendasi :
perlunya untuk mereview system pendaftaran pemilih dari periodic voter registrationsystems menjadi continuous voter registration systems, untuk mengefisienkan proses pendataan pemilih di masa mendatang.
Penerapan periodic voter registration systems ini perlu diikuti dengan pemberian kewenangan secara penuh kepada KPU untuk melakukan pemeliharaan data pemilih secara berkesinambungan.
Catatan rekomendasi (lanjutan) :
Hendaknya seluruh instansi Pemerintah yang berhubungan dengan data kependudukan diwajibkan untuk melaporkan perkembangan data kependudukan yang dimilikinya secara regular kepada KPU. Untuk meminimalisir potensi masalah dalam pelaksanaan pleno rekapitulasi, sebaiknya pelaksanaan pleno rekapitulasi hanya dilakukan di tingkat KPU Kab/Kota, KPU Provinsi dan KPU.
Catatan rekomendasi (lanjutan) : perlunya
perbaikan system penegakan hukum pemilu dengan mengkaji ulang efektifitas penggunaan pendekatan penghukuman secara pidana terhadap pelanggaran pemilu dan mempertimbangkan penggunaan pendekatan penghukuman secara administrative, perbaikan system rekapitulasi suara dengan merumuskan pola rekapitulasi yang lebih sederhana dan efisien.
Catatan rekomendasi (lanjutan) :
Terkait dengan manajemen penyelenggaraan Pemilu, agar KPU meningkatkan transparansi dan aksessibilitas data dan informasi, meningkatkan sosialisasi yang massif dan berulang-ulang kepada seluruh peserta pemilu dan masyarakat.
terkait dengan peningkatan kinerja pengawasan pemilu, mencakup perlu pengawas pemilu mengembangkan berbagai metode pengawasan yang lebih kreatif dan sesuai dengan kebutuhan untuk mengawasi tahapan pemilu, meningkatkan programprogram peningkatan kapasitas pengawasan pemilu, serta mengoptimalkan kerja sama pengawasan dengan masyarakat dan pihak-pihak terkait.