21
HASIL PELAKSAAA KEGIATA MAGAG Kegiatan yang dilakukan penulis selama melaksanakan magang di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) meliputi : (1) mengikuti orientasi mengenai divisi-divisi yang ada di PPKS Marihat, (2) mengikuti kegiatan pengadaan bahan tanaman secara konvensional (assisted pollination) di Divisi Pohon Induk, dan (2) mengikuti kegiatan pengadaan bahan tanaman secara kultur jaringan (in vitro) di Divisi Kultur Jaringan. Selain itu, selama dalam pelaksanaan magang penulis juga melakukan evaluasi “Pengujian Perbandingan Hasil Bobot Tandan dan Jumlah Biji per Tandan antara Anak Daun Normal dengan Anak Daun Menggulung pada Tanaman Kelapa Sawit”. Jurnal kegiatan magang disajikan pada Lampiran 3.
Standar Seleksi Pengadaan Bahan Tanaman Kelapa Sawit PPKS Skema Seleksi. Dalam pengadaan bahan tanaman, PPKS menggunakan dan memilih tetua terbaik sebagai pohon induk. Untuk menghasilkan bahan tanaman kelapa sawit unggul digunakan prosedur seleksi, yaitu Reciprocal Recurrent Selection (RRS) dan Family and Individual Palm Selection (FIPS). Pada setiap prosedur seleksi melibatkan dua populasi dasar, yaitu populasi dura dan populasi tenera/ pisifera. Pada prinsipnya metode pemuliaan RRS (Gambar 4) adalah memperbaiki secara serentak daya gabung (combining ability) dari dua grup individu A dan B yang dicirikan dengan :
Grup A (Dura) meliputi jenis kelapa sawit yang menghasilkan tandan sedikit tetapi dengan tandan yang besar.
Grup B (Pisifera, Tenera) adalah kelapa sawit yang menghasilkan banyak tandan tetapi berukuran relatif kecil. Tanaman-tanaman didalam grup A disilangkan dengan tanaman dari grup B, dan hibrida yang dihasilkan kemudian ditanam di pengujian projeni (comparative trial/ progeny test). Pengujian yang dilakukan akan dapat mengklasifikasi tingkatan famili persilangan (lini) dan mengevaluasi daya gabung genitor-genitor pada famili tersebut yang pada akhirnya akan diperoleh suatu kombinasi hibrida yang terbaik. Pada waktu yang bersamaan, sejumlah tanaman
22
pada masing-masing grup dikawinkan sendiri (selfing) dan disilangkan : DxD pada seleksi Dura dan TxT atau TxP pada seleksi Tenera (Purba et al., 1997). Menurut Purba et al (1997) metode RRS adalah suatu skema yang sangat menarik baik untuk pemuliaan maupun produksi benih dan klon kelapa sawit. Pertama, pemilihan tetua untuk memproduksi hibrida komersial didasarkan atas pengujian projeni, sehingga hanya hibrida-hibrida yang telah diuji yang disalurkan kepada konsumen. Kedua, skema seleksi memungkinkan untuk mengeksploitasi sesegera mungkin persilangan-persilangan terbaik dan perbaikannya dapat dilakukan melalui selfing tetua terpilih sehingga daya gabung khusus (Specific Combining Ability/ SCA) dapat dieksploitasi secara optimal. Ketiga, hibrida komersil dapat direproduksi menggunakan berbagai tipe persilangan dura diseleksi dura, dan berbagai persilangan tenera/ pisifera di seleksi tenera.
Kriteria Pemilihan. Pemilihan pohon induk dilakukan sejak pembibitan hingga tanaman sudah menghasilkan. Pemilihan dilakukan baik secara populasi maupun individual dalam persilangan sehingga dapat diketahui karakternya. Pengamatan tersebut yaitu : a. Pembibitan : pertumbuhan (lilit batang, tinggi, jumlah daun, perakaran, bahan kering, keragaman, dan lain-lain). Pengukuran dilakukan secara individu seluruhnya atau sebagian yang mewakili. Pengukuran umumnya dilakukan satu kali sebulan sampai umur 12 bulan. Sifat sekunder lainnya pengamatan terhadap persentase abnormalitas, ketahanan terhadap hama dan penyakit, dan lain-lain. b. Sebelum menghasilkan (umur 1-2.5 tahun di lapangan) : pertumbuhan vegetatif diukur berdasarkan parameter yang ditetapkan (tinggi, jumlah daun, panjang pelepah, lebar dan panjang anak daun, petiole, dan lain-lain). Perkembangan generatif (pengamatan kecepatan berbunga, legitimasi, sexratio.). Sifat sekunder lainnya seperti kepekaan terhadap hama dan penyakit, dan lain-lain. c. Sesudah menghasilkan (umur 2.5-9 tahun atau lebih) : pengamatan pertumbuhan vegetatif. pada Tanaman Menghasilkan (TM) dilakukan 6 bulan sekali. Disamping itu, dilakukan pengamatan khusus seperti stomata, kadar asimilasi, mitokondria, dan lain-lain. Pengamatan perkembangan generatif
23
seperti penimbangan produksi tandan secara individual seminggu sekali, pengambilan contoh analisa tandan bagi pohon yang ditetapkan (dipilih) dan analisa komposisi minyak. Pengamatan lainnya adalah kepekaan terhadap hama dan penyakit, toleransi terhadap lingkungan, dan lain-lain. Pemilihan persilangan dan genitor dilakukan bertahap sesuai dengan urutan prioritasnya, yaitu : 1. Pemilihan dilakukan terhadap produksi minyak/ ha, yang dihitung dengan menggunakan dua faktor koreksi, yaitu rendemen pabrik dihitung dengan mengalikan persentase minyak per tandan dengan faktor koreksi 0.855 dan produksi TBS dihitung dengan dasar 130 tanaman/ ha (pada populasi 143 pohon/ ha) atau 123.5 tanaman/ ha (pada populasi 130 pohon/ ha). Produksi minyak/ ha diperoleh dengan cara mengalikan produksi TBS dengan rendemen pabrik. Periode 6 - 9 tahun, yang dianggap dapat menggambarkan potensi produksi selama masa ekonomis tanaman, merupakan prioritas utama untuk diperhatikan. 2. Pemilihan
dilakukan
dengan
mengesampingkan
semua
persilangan-
persilangan yang laju pertumbuhan meningginya sangat cepat. Persilangan yang mempunyai laju pertumbuhan meninggi > 85 cm/ tahun tidak dipilih. 3. Pembuatan rancangan persilangan dilakukan terutama untuk menghindarkan adanya projeni yang peka terhadap penyakit tajuk. Karena penyakit tajuk disebabkan oleh satu gen resesif, maka ditekankan untuk mengawinkan genitor-genitor unggul tetapi peka terhadap penyakit tajuk dengan genitor lain yang resisten dan mempunyai susunan genotipe homozigot dominan (Purba et al., 1997).
Persiapan Pohon Induk. Pohon induk yang diketahui baik segera dipakai dan diperbanyak dengan cara kawin silang atau perkawinan sendiri. Pohon induk yang dipakai harus memenuhi kriteri yang telah ditetapkan. Pohon yang telah terpilih di lapang kemudian diberi tanda dengan cara mencat (mewarnai) di sekeliling batang pohon dengan lebar 30-40 cm, dengan tinggi 1-1.5 m dari atas tanah. Pohon ibu diberi tanda dengan warna merah, sedangkan untuk pohon bapak diberi tandan dengan warna biru atau kuning.
24
Pohon diberi tanda agar mudah dikenali dan tidak tertukar dengan pohon lain. Pohon yang telah diberi tanda selanjutnya diberi nomor lapangan. Nomor lapangan ditulis pada papan yang terbuat dari kaleng/ seng. Nomor lapangan berisi nomor pohon dan nomor baris. Di bawah nomor lapangan biasanya juga ditulis nomor buku yaitu kode blok, nomor buku dan kode pohon . Nomor pohon dipasang pada pangkal pelepah yang menghadap ke pasar pikul agar mudah dilihat. Pohon induk yang telah ditandai kemudian dicatat dan dimasukkan ke dalam peta blok.
25
GRUP DURA DA-LM-DY-RS-MA-DSBJ-GB
Da Db Di Dj
GRUP TEERA NI-YA-LM-SP-MA-DS-BJ
PEGUJIA PROGEY PERSILANGAN DI x Tm/DI x Pp KAJIAN GCA DAN SCA
Ta Tm Tn Pp
SELEKSI TEERA Tm Selfing dan Tm x Tn Atau Tn x Pp
SELEKSI DURA Di Selfing Di x Dj
PERBANYAKAN KLONAL (Ortet) PRODUKSI KECAMBAH Dura : Di Self Dura : Di x Dj
X
Pisifera : Tm Self Pisifera : Tm x Tn/Tm x Pn Original Pisifera Pp
30-50 Juta Kecambah
Gambar 4. Skema Seleksi Reciprocal Recurrent Selection (Purba et al., 1997).
26
Pengadaan Bahan Tanaman secara Konvensional 1. Proses Produksi Tepung Sari (Pollen) Inspeksi bunga jantan. Inspeksi pohon bapak dilakukan oleh polinator (petugas kebun). Setiap polinator umumnya memiliki hancak 60-80 pohon. Pohon bapak dikunjungi oleh polinator setiap minggu atau lebih cepat apabila terdapat bunga jantan yang akan dipanen. Polinator biasanya melakukan inspeksi 10-15 pohon dalam sehari. Kegiatan inspeksi bunga jantan oleh petugas meliputi pengamatan apakah ada bunga jantan muda, ada bunga untuk dibungkus, ada bunga yang sudah dibungkus, ada bunga yang bisa dipanen, serta ada bunga yang sudah dipanen. Selanjutnya hasil pengamatan dicatat kedalam kartu pengamatan. Hasil pencatatan dilaporkan pada hari itu juga kepada ke mandor, kerani (asisten supervisor) dan supervisor. Pada saat inspeksi, jika ditemukan bunga betina pada pohon bapak segera dibuang maksimal satu hari setelah inspeksi, sebab jika bunga betina dibiarkan khawatir akan terjadi persaingan nutrisi antara bunga jantan dan bunga betina. Bunga yang hermaprodit (banci) tidak semua dibuang, apabila diperlukan bunga hermaprodit tetap dibungkus dan dipanen untuk memaksimalkan kebutuhan tepung sari.
Pembungkusan bunga jantan. Pembungkusan bunga jantan minimal dilakukan 10 hari sebelum anthesis. Pada waktu tersebut ujung bunga jantan masih belum membuka dan masih berupa kuncup. Bunga jantan dibungkus dengan bagging (sarung pembungkus) (Gambar 5). Ada perbedaan bagging yang digunakan untuk bunga jantan dan pada bunga betina. Pada bagging bunga jantan dibagian ujung bagging terdapat sebuah kantong (stelkolar) untuk menampung tepung sari (pollen). Bunga jantan yang akan dibungkus dibersihkan terlebih dahulu dari seludang dan duri pada pelepah daun untuk memudahkan pembungkusan. Setelah bersih, gagang (penduncle) dibalut dengan kapas yang telah diberi insektisida. Selanjutnya bunga jantan dibungkus dengan bagging yang sudah disemprot dengan insektisida untuk menghindari adanya serangga yang menempel atau masuk, kemudian bagging diikat dengan karet ban (6-7 kali ikatan).
27
(a)
(b)
Gambar 5. Pembungkusan Bunga Jantan : (a) Bunga Jantan Siap Dibungkus, (b) Bunga Jantan yang telah Dibungkus Pembungkusan hendaknya dilaksanakan pada waktu yang tepat, karena bunga jantan yang dibungkus terlalu muda dapat mengakibatkan tangkai bunga (penduncle) yang terlalu muda rusak (patah) dan bunga yang dibungkus akan mengalami gangguan karena aerasi diwaktu pembungkusan yang relatif kurang. Panen bunga jantan. Panen dilakukan pada saat bunga mulai mekar ditandai dengan terbukanya kelopak bunga, keluarnya tepung sari dari sebagian spikelet bunga sekitar 60-70% dan tercium bau yang spesifik. Pemanenan dilakukan sekitar 10-15 hari setelah pembungkusan. Kriteria ini perlu diikuti sebab apabila pemanenan terlampau tua atau muda dari kriteria tersebut akan diperoleh jumlah tepung sari yang semakin berkurang dari semestinya. Tandan yang akan dipanen pada bagian atas ikatan pertama diikat dengan tali karet agar tepung insektisida tidak bercampur dengan tepung sari. Panen dilakukan pada pagi hari antara pukul 08.00 - 11.00 WIB (Waktu Indonesia Bagian Barat). Pemanenan dilakukan dengan hati-hati, apabila tandan jatuh ke permukaan tanah dapat menyebabkan rusaknya tepung sari yang akan berpengaruh pada turunnya viabilitas tepung sari. Tandan bunga jantan yang telah dipanen (Gambar 6) langsung dibawa ke Laboratorium Tepung Sari Marihat dalam keadaan terbungkus untuk diambil tepung sarinya beserta form berita acara.
28
Gambar 6. Bunga Jantan yang telah Dipanen Persiapan tepung sari. Tepung sari yang telah dipanen disimpan selama 3 jam diruang dingin (air conditioned room) untuk dikeringkan, karena tandan yang baru dipanen biasanya basah akibat penguapan yang terjadi. Tandan bunga jantan yang telah dikeringkan selama 3 jam kemudian digantung dengan posisi bagian tangkai di atas dan bagian kantong penampung tepung sari di bawah dalam keadaan masih terbungkus. Tandan bungan jantan kemudian dipukul-pukul untuk memisahkan tepung sari dari spikelet (Gambar 7a). Tepung sari yang telah terpisah akan terkumpul di kantong (Gambar 7b). Kantong yang telah terisi tepung sari dan label kemudian dipisah dari bagging untuk dibawa ke kotak pengerjaan tepung sari (box of manipulation) yang telah disterilkan dengan panas listrik. Kotak pengerjaan tepung sari dipananskan dengan lampu kwarz 2 buah 1000 watt selama 15 menit dengan suhu 105˚C konstan. Tepung sari diayak oleh petugas persiapan tepung sari dalam box of manipulation yang tertutup dengan rapat. Ayakan yang digunakan yaitu 8-10 mesh/ mm. Tepung sari maksimal untuk setiap ayakan yaitu sebanyak 20 g. Kotoran maupun tepung sari yang tidak lolos ayakan langsung dibuang. Pada saat pengayakan tepung sari telah selesai, kembali identitas dari tepung sari diperiksa ulang, apakah sama antara identitas label diluar dan label didalam pembungkus. Apabila label diluar dan didalam pembungkus berbeda, maka tepung sari diafkir. Begitu juga apabila pada tepung sari ditemukan SPKS (Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit) maka tepung sari tersebut diafkir.
29
(a)
(b)
(c)
Gambar 7. Proses Penyiapan Tepung Sari : (a) Pemisahan Tepung Sari dari Tandan, (b) Tepung Sari Siap Proses, (c) Botol Pulper yang Berisi Tepung Sari Siap Pakai. Tepung sari yang telah diayak dikeringkan selama 24 jam pada kertas halus (dorslag) yang sudah diletakkan sebelumnya di dalam ayakan, dimana pada bagian bawahnya diisi dengan silicagel 100-200 gram. Setelah pengayakan, ayakan ditutup rapat dengan plester plastik agar udara luar tidak masuk ke dalam ayakan. Pengeringan dilakukan diluar box of manipulation. Tepung sari yang telah dikeringkan kemudian dimasukkan ke dalam botol ampul yang telah didisinfektan selama 15 hari. Satu unit botol ampul memuat sebanyak ± 0.25 gram. Ayakan yang berisi tepung sari yang masih terisolasi dimasukkan ke dalam box of manipulation
untuk kemudian dipindahkan ke
dalam botol ampul. Tepung sari yang telah dipindahkan ke dalam botol ampul kemudian dimasukkan sebanyak 2-4 unit ke dalam botol yang lebih besar (botol penicillin) yang sebelumnya telah diisi dengan silicagel sebanyak ± 2-3 gram. Botol pinicilin kemudian dihampakan di ruang vakum dengan tekanan 76 cm Hg lalu disegel dengan tutup aluminium. Tepung sari yang telah divakumkan disimpan di dalam deep freezer dengan temperature - 18˚C. Lamanya penyimpanan untuk produksi benih 2 bulan setelah panen dengan kecambah relatif konstan. Khusus untuk program pemuliaan lamanya penyimpanan dapat dilakukan lebih dari 1 tahun. Apabila viabilitas dibawah 70% maka tepung sari diafkir. Pengujian viabilitas dilakukan di bawah mikroskop. Media yang digunakan yaitu air destilasi 100 ml, sukrosa 8%, dan
30
borax 15 ppm. Pengujian viabilitas diawali dengan mempersiapkan media dan tepung sari yang akan diuji pada dek gelas, kemudian dipanaskan ke dalam oven selama 3-4 jam dengan suhu 38˚C. Setelah dioven, tepung sari kemudian diamati melalui mikroskop. Viabilitas tepung sari dihitung berdasarkan persentase kecambah tepung sari yang hidup. Tepung sari yang hidup dicirikan dengan adanya ekor, sedangkan yang mati berwarna hitam. Setelah melalui tahap pengujian viabilitas, dilakukan tahap pencampuran tepung sari. Pencampuran dilakukan pada box of manipulation yang telah disterilkan. Tepung sari satu unit (0.25 gram) dimasukkan ke botol pulper dan dicampur dengan talk sebanyak 4 gram. Selanjutnya botol pulper ditutup dan diberi plester agar pada saat pengocokan tepung sari tidak keluar. Tepung sari dan talk (tepung) yang telah dicampur dikocok hingga merata. Botol pulper yang telah diisi kemudian diberi label identitas (Gambar 7c).
2. Proses Produksi pada Pohon Ibu Inspeksi bunga betina. Pengamatan bunga betina di kebun PPKS Marihat biasanya dilakukan pada hari senin sampai sabtu (kecuali hari rabu, karena masa panen) sebelum kegiatan penyerbukan pada pagi hari. Pengamatan dilakukan oleh polinator disetiap ancaknya. Pada pohon ibu biasanya setiap polinator memiliki hancak lebih banyak jika dibandingkan dengan polinator pohon bapak yaitu sekitar 50-100 pohon. Setiap polinator mempunyai buku khusus untuk inspeksi ini, dimana dicatat untuk pengamatan pada setiap pohon. Adapun pengamatan yang dicatat meliputi: pohon induk dikunjungi, pohon induk yang akan dikunjungi lagi, bunga betina muda, ada bunga untuk dibungkus, ada bunga sedang dibungkus, ada bunga untuk diserbuk, ada bunga yang telah diserbuk, ada bunga yang sudah dapat dibuka, ada bunga yang bisa dipanen, ada bunga yang sudah dipanen, dan tidak ada pekerjaan. Setelah pengamatan dilakukan, hasil pengamatan harian dipindahkan pada hari yang sama pada kartu (buku) pengamatan. Inspeksi dilakukan untuk mengetahui pohon mana saja yang akan siap dibungkus, diserbuk atau yang akan dipanen. Hasil dari pencatatan kemudian akan dicatat pada kartu pengamatan untuk diteruskan ke mandor, kerani, dan supervisor
31
untuk mempersiapkan mengenai kebutuhan untuk penyerbukan, pembungkusan maupun kebutuhan untuk pemanenan selanjutnya. Pembungkusan bunga betina. Menurut Lubis (1993) pembungkusan dilakukan sebelum bunga kembang yaitu ujung spatha atau seludang masih tertutup atau sedikit pecah dan bunga dalam spatha masih putih dan bulat (Gambar 8). Pembungkusan bunga betina dilakukan untuk menghindari adanya kontaminasi tepung sari dari luar bunga ataupun antar pohon yang bisa dibawa oleh angin, air, manusia, maupun SPKS. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga identitas dan kemurnian keturunan dari pohon ibu dan pohon bapak, sehingga memudahkan untuk penelusuran keturunannya.
Gambar 8. Kriteria Bunga Betina yang Siap Dibungkus Bunga betina dibungkus sekurang-kurangnya 10-15 hari sebelum bunga mulai kembang (anthesis). Seludang dan tangkai tandan dibersihkan terlebih dahulu sebelum dibungkus untuk memudahkan pembungkusan (Gambar 9a). Tandan yang telah dibersihkan kemudian dibalut dengan kapas yang telah dibubuhi insektisida untuk menghindari masuknya binatang kecil yang berada di sekitar bunga maupun tandan. Tandan dibungkus dengan bagging berjendela dua dan diikat sebanyak 6 - 7 kali ikatan dengan karet ban bekas (Gambar 9c). Jendela yang di sebelah atas menghadap ke pohon dan jendela lainnya menghadap keluar. Tandan biasanya dibungkus lagi dengan menggunakan kawat kasa dan dibubuhi rodentisida untuk menghindari serangan tikus. Tandan yang telah dibungkus diperiksa kembali apakah bungkusan tersebut ada yang bocor atau rusak, dan memastikan apakah bungkusan benar-benar sudah terbungkus atau belum.
32
(a)
(b)
(c)
Gambar 9. Pembungkusan Bunga Betina : (a) Pembersihan Bunga Betina, (b) Bunga Betina Siap Dibungkus, (c) Bunga Betina Dibungkus Pohon yang telah dibungkus dicatat ke kartu pengamatan untuk dilaporkan ke mandor dan kerani untuk diteruskan ke supervisor. Pencatatan meliputi: tanggal pembungkusan, identitas pohon yang dibungkus dan bungkusan yang rusak. Setelah sekitar seminggu bungkusan diperiksa apakah bungkusan masih tetap baik atau tidak dan mengetahui kapan anthesis. Jika diketahui bungkusan rusak maupun terdapat SPKS di dalam bungkusan, maka tandan akan diafkir. Hal yang perlu diperhatikan pada saat pembungkusan yaitu tidak menggunakan bungkusan yang telah rusak maupun bocor, menghindari pembungkus tertusuk duri, dan tidak memotong atau melukai cabang daun. Bunga yang rusak, abnormal, terlalu kecil tidak dibungkus. Penyerbukan bunga betina. Penyerbukan bunga betina dilakukan apabila sebagian besar kepala putik telah membuka sekitar 60%, biasanya sekitar 10 hari setelah pembungkusan. Lubis (1989) menyatakan bahwa bunga yang sedang mekar mengeluarkan bau yang spesifik dan sangat disukai oleh serangga. Bunga jantan dan bunga betina keduanya mengeluarkan bau yang sama tetapi periode pengeluarannya berlangsung lebih lama pada bunga jantan, yakni ± 5 hari, sedangkan pada bunga betina berlangsung hanya beberapa jam.
33
Gambar 10. Penyerbukan Bunga Betina Penyerbukan tidak perlu menunggu hingga membuka 100%, karena sisanya akan menyusul membuka. Pembukaan bunga ini dimulai pada dasar tandan dan biasanya selesai setelah dua hari. Bila kepala putik telah berwarna merah muda atau merah kehitaman berarti waktu penyerbukan telah lewat. Penyerbukan dilakukan pada pagi hari dari pukul 7.00 - 11.00 WIB. Alat dan bahan yang akan dipakai pada saat penyerbukan yaitu botol pulper (plastic bottle) dengan pipa kecil panjang yang telah diisi dengan tepung sari dan talk, plester, dan alkohol. Botol pulper dibawa dari laboratorium tepung sari oleh kerani ke lapang yang telah diberi label registrasi. Penyerbukan dilakukan melalui jendela plastik yang telah dibersihkan dengan alkohol (Gambar 10). Bunga betina yang telah diserbuki kemudian ditutup dengan plester plastik. Penyemprotan juga dilakukan pada jendela sebelahnya agar tepung sari tersebar merata keseluruh bagian bunga. Apabila penyerbukan pertama kurang berhasil, bila diperlukan penyerbukan bisa dilakukan dua atau tiga kali. Pembungkus dibuka sekitar 15 hari setelah penyerbukan. Tandan yang telah diserbuki ditandai dengan kepala putik telah berwarna coklat kehitaman. Apabila terdapat bunga yang belum membuka dilaporkan untuk diperiksa lebih lanjut atau diafkir. Tandan yang telah dibuka kemudian dipasang label diantara spikelet (Gambar 11). Keberhasilan penyerbukan berpengaruh kepada premi polinator. Sehingga perlu dilakukan pemeriksaan kualitas penyerbuk oleh polinator. Laporan penyerbuk bunga antara lain : banyak bunga yang diserbuk, banyak tandan yang
34
abortus, banyak tandan yang berhasil dengan baik penyerbukannya, banyak tandan kurang berhasil penyerbukannya.
Gambar 11. Pemasangan Label Pada Bunga yang Baru Dibuka Pembungkusnya Menurut Lubis (1993) Keberhasilan tandan sampai matang panen tergantung dari perlakuan yang diberikan, selain kemungkinan gangguan iklim atau hama. Kegagalan tandan dapat terjadi karena : -
Tandan membusuk karena adanya pelukaan pada pangkal tangkai tandan sewaktu pembungkusan.
-
Tandan mengecil atau gagal karena kegagalan proses pembuahan, yang dapat disebabkan karena tepung sari yang dipakai sudah rendah viabilitasnya atau mati sewaktu penyerbukan dilakukan.
-
Waktu penyerbukan tidak sesuai, terlalu cepat atau terlambat.
-
Gangguan hama seperti, tupai, Tirathaba sp. atau penyakit Marasmius sp. Panen tandan benih. Pemanenan dilakukan oleh polinator sesuai dengan
hancaknya masing-masing. Tandan yang akan dipanen telah dicatat pada hari sebelumnya. Pemanenan di PPKS Marihat dilakukan pada setiap hari rabu pagi. Tandan benih mulai dipanen setelah berumur sekitar 4 - 5 bulan. Pada saat pemeriksaan label tandan, label yang hilang maupun yang tidak hilang serta sesuai dengan buku penyerbukannya dicatat (Gambar 12b). Tandan yang diketahui hilang labelnya diafkir (tidak dipakai). Begitu juga dengan tandan-tandan yang menghasilkan biji kurang dari 300 biji setelah diperiksa di Marihat pemakaianya
35
akan dipertimbangkan dan dicatat. Catatan ini untuk diperhitungkan pada pemotongan premi. Hasil panen yang telah dikumpulkan dibawa oleh truk ke lokasi persiapan benih untuk diproses menjadi benih (Gambar 12a).
(a)
(b)
Gambar 12. Pemanenan Tandan : (a) Tandan yang telah Dipanen, (b) Label Identitas Pemotongan premi dilakukan jika benar-benar kesalahan dari faktor manusia, misalnya saja akibat penyerbukan yang tidak baik akan menghasilkan buah yang sedikit dan busuk. Hal tersebut menyebabkan turunnya target produksi dari perusahaan. Jika kesalahan terjadi akibat faktor alam, penurunan produksi ini akan dipertimbangkan lebih lanjut. Umumnya kesalahan akibat faktor manusia adalah : telat melakukan pembungkusan, telat melakukan penyerbukan, gagal melakukan pembungkusan.
3. Teknis Pengadaan Kecambah Persiapan Benih. Pada proses persiapan benih, tandan dari lapang diterima di penerimaan tandan dan diperiksa kelengkapannya (Gambar 13a). Jumlah tandan dihitung dan ditimbang. Tandan yang telah ditimbang kemudian dicincang untuk memisahkan spikelet dari stalk dan masing-masing tandan tidak bercampur (Gambar 13b). Tandan yang telah dicincang dilihat kualitasnya dan dilakukan penyortiran. Tandan yang tidak baik akan diafkir, antara lain tandan busuk, tandan yang tidak memilik label, dan fruit set < 20%. Tandan yang memiliki kualitas baik selanjutnya dimasukkan ke peti untuk diperam selama 4 - 7 hari. Pemeraman dilakukan untuk memudahkan pada saat pemipilan buah dari spikelet dan memudahkan pada saat pengupasan. Setelah proses pemeraman,
36
dilakukan proses pemipilan yaitu memisahkan buah dari spikelet. Buah yang telah dipipil selanjutnya dikupas.
(a)
(b)
(c)
Gambar 13. Persiapan Benih : (a) Tandan dari Lapang, (b) Pencincangan Tandan, (c) Pengupasan Benih Dengan Menggunakan Turbo Vertical. Pengupasan menggunakan mesin pengupas daging buah atau mesin depericarper/ depulper. Divisi Produksi PPKS memakai dua alat pengupas yaitu turbo vertical (Gambar 13c) dan turbo horizontal. Fungsi kedua alat sama, hanya saja penggunaan pengupasan dengan turbo vertical lebih cepat yaitu 15 - 30 menit, sedangkan penggunaan turbo horizontal memerlukan waktu hingga 45 menit. Kelebihan turbo horizontal adalah alat bisa mengupas dua persilangan sekaligus dan resiko kerusakan biji rendah, sedangkan penggunaan dengan alat turbo vertical hanya bisa mengupas satu persilangan serta memiliki resiko besar dalam kerusakan biji. Buah yang telah dikupas menjadi biji (benih) selanjutnya direndam dengan Dithane M-45 0.1-0.2 % selama 3 menit, lalu dikering anginkan selama 24 jam. Benih yang telah kering selanjutnya dibawa ke ruang seleksi untuk dilakukan penyortiran/ penyeleksian. Benih yang kecil, benih putih
dan benih rusak/
abnormal diafkir. Benih yang telah diafkir akan dikumpulkan dan dilakukan pemusnahan, agar tidak disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Benih yang baik dibawa ke ruang penyimpanan dengan suhu ruangan 20 - 25˚C. Apabila ada permintaan, maka benih akan dikeluarkan dari ruang penyimpanan untuk dilakukan pelabelan pada cangkang benih (Gambar 14), selanjutnya dibawa ke ruang pematahan dormansi untuk dikecambahkan.
37
Gambar 14. Pelabelan pada Cangkang Benih Pematahan dormansi dan pengecambahan benih. Proses pematahan dormansi di PPKS diawali dengan perendaman I, benih yang telah diterima dari seksi persiapan benih selanjutnya disiapkan kedalam kantong jaring sesuai dengan label pada tandannya. Perendaman dilakukan selama 7 hari untuk meningkatkan kadar air dari 14% menjadi 18%. Pada perendaman diberi oksigen dengan aerator secara terus menerus untuk menghindari kondisi anaerob. Benih yang telah dikeluarkan dari proses perendaman direndam terlebih dahulu selama 3 menit dengan Dithane M-45 0.2% untuk mengurangi serangan cendawan, selanjutnya dilakukan proses pengeringan selama satu hari. Benih yang telah kering dipanaskan dengan suhu 40˚C selama 60 hari dalam tray 75 cm x 45 cm x 8 cm. Benih yang dipanaskan dikeluarkan setiap minggu untuk memperoleh oksigen dan diperciki air secukupnya agar tidak terlalu kering selama 3 - 5 menit. Benih selanjutnya direndam kembali selama tiga hari untuk meningkatkan kadar air dari 18˚C menjadi 22 - 24˚C, lalu benih dikeringkan kembali selama 5 - 8 jam di rak pengeringan yang sebelumnya telah diberikan perlakuan Dithane M-45 0.2% selama 3 menit. Benih kemudian dibawa ke ruang pengecambahan. Benih disusun pada tray dan dikecambahkan dengan suhu ruangan 28 - 32˚C. Benih yang telah dikecambahkan setelah tiga hari diperciki/disiram larutan Dithane M-45 0.1-0.2%. Benih diperiksa setiap seminggu sekali, dan jika telah berkecambah benih dikeluarkan untuk dipilih. Adapun kriteria kecambah normal adalah sebagai berikut:
38
1.
Kecambah tumbuh sempurna dan secara jelas dapat dibedakan antara radikula dan plumula.
2.
Plumula dan radikula tumbuh lurus berlawanan arah.
3.
Plumula dan radikula tampak segar dengan panjang maksimal 2 cm.
4.
Tidak berjamur dan tidak patah.
Pengadaan Bahan Tanaman secara Kultur Jaringan 1. Sumber Eksplan. Metode Kloning. Teknik yang digunakan PPKS dalam pengadaan bahan tanaman secara kultur jaringan adalah melalui embriogenesis somatik tidak langsung mengikuti prosedur Center de Coopération Internationale en Recherche Agronomique pour le Développement-Cultures Pérennes (CIRAD-CP) Perancis (Lubis, 1992). Embrio somatik diperoleh dari jaringan (daun) yang susunannya seperti embrio yang berasal dari kalus. Dengan cara ini akan dihasilkan klon yang bersifat sama dengan tetuanya (true-to-type). Skema Seleksi. Pemilihan ortet (pelepah/ daun muda) dilakukan Kelompok Peneliti Pemuliaan dengan empat metode seleksi, yaitu seleksi individu, seleksi famili, seleksi individu-famili, dan indeks seleksi (Ginting et al, 1996). Adapun kriteria pohon yang dipilih pada pengadaan bahan tanaman secara kultur jaringan PPKS adalah : potensi produksi 9-11 ton minyak/tahun, kandungan asam lemak tak jenuh diatas 54 %, pertumbuhan tinggi tanaman 40-60 cm/tahun, dan bebas penyakit tajuk (crown disease). Pengambilan Sumber Eksplan. PPKS menggunakan ortet sebagai eksplan dalam perbanyakan kultur jaringan. Pengambilan ortet di lapangan dilakukan pada pagi hari oleh petugas lapangan dan pemuliaan. Ortet diambil di atas titik tumbuh. Ginting dan Fatmawati (2003) menyatakan bahwa titik tumbuh kelapa sawit hanya satu, untuk penyelamatan ortet langkah awal yang perlu dilakukan adalah menentukan letak titik tumbuh tersebut sehingga terhindar dari kesalahan pemotongan titik tumbuh. Kelapa sawit dewasa titik tumbuhnya terdapat pada bagian dalam pangkal pelepah daun ke-17. Ortet dipotong dengan panjang sekitar satu meter dengan gergaji (Gambar 15a). Ortet yang telah dipotong, kemudian disimpan ke dalam wadah alumunium
39
yang sudah steril (Gambar 15c). Ortet dari lapang kemudian dibawa ke ruang transfer untuk disterilisasi dan dipotong menjadi eksplan.
(a)
(b)
(c)
Gambar 15. Pengambilan Ortet : (a) Pemotongan Ortet, (b) Perawatan Pohon yang Telah Diambil Ortetnya, (c) Ortet Dalam Wadah Aluminium Bekas luka pemotongan ortet ditutupi dengan kapas yang telah diberi fungisida lalu ditutup dengan kawat kasa secara melingkar untuk menghindari serangan jamur dan serangga kumbang tanduk (Oryctes rhinocheros) selama masa pemulihan (Gambar 15b). Tanaman kelapa sawit yang telah diambil ortetnya bisa tumbuh kembali kurang lebih dalam waktu dua tahun. Data yang diambil dari lapangan pada saat pengambilan ortet adalah panjang petiol, panjang daun, jumlah anak daun dan jumlah bunga betina serta bunga jantan.
2. Proses Produksi Bahan Tanam Pencucian dan pembersihan alat. Botol maupun alat yang akan digunakan terlebih dahulu dibersihkan untuk mengurangi resiko kontaminasi. Pada tahap pencucian dan pembersihan alat, kegiatan yang dilakukan yaitu sisa tinta spidol bekas penomoran yang menempel pada botol kultur dibersihkan menggunakan kapas yang telah dicampur solar dan hipoklorit hingga bersih, selanjutnya kotoran sisa media dari botol kultur dibuang, dan dibersihkan dengan air. Botol kultur yang telah dibersihkan direndam dengan air yang telah ditambahkan sabun dan natrium hipoklorit 5% selama satu malam. Botol kultur yang telah direndam semalaman kemudian dicuci dengan air sabun dan natrium
40
hipoklorit 5% hingga bersih, kemudian botol dibilas dengan air bersih dan air hangat hingga tidak ada sisa sabun yang menempel (Gambar 16).
Gambar 16. Pencucian dan Pembersihan Alat
Alat-alat yang telah dibersihkan disimpan diruang penyimpanan alat-alat untuk dikeringkan. Adapun bahan dan alat yang digunakan di washery room yaitu kapas, solar, alkohol, sabun cuci, natrium hipoklorit 5%, air, rak testube (tabung reaksi) dan sikat. Sterilisasi. Ruang sterilisasi PPKS memiliki tiga buah autoclave yang masih berfungsi dengan baik, dua memiliki kapasitas besar dan satu memiliki kapasitas kecil (Gambar 17). Kapasitas besar bisa mensterilkan sekitar 69 rak untuk tabung reaksi, satu rak mampu menampung 20 tabung reaksi, sedangkan botol plakon bisa sampai 250 botol. Botol plakon dan tabung reaksi yang telah dibersihkan, sebelum digunakan untuk terlebih dahulu disterilkan dengan suhu 121˚C yang telah dipanaskan sebelumnya kurang lebih selama 15 menit menggunakan autoclave. Botol yang telah disterilisasi disortir ke ruang media sesuai dengan kebutuhan dari ruang transfer. Media yang telah diisi ke dalam wadah terlebih dahulu disterilkan sebelum media disimpan ke ruang penyimpanan untuk menghindari resiko kontaminasi yang terjadi pada saat pengisian media ke dalam wadah.
41
(a)
(b)
Gambar 17. Alat Sterilisasi : (a) Autoclave Besar, (b) Autoclave Kecil
Pembuatan Media. Proses pembuatan media meliputi persiapan alat dan bahan, pengolahan bahan dan distribusi media kedalam wadah media (tabung reaksi/ botol). Distribusi media dilakukan di laminar untuk mengurangi tingkat kontaminasi. Bahan media yang digunakan PPKS antara lain : unsur hara makro, hara mikro, Fe EDTA, vitamin I, vitamin II, hormon, bahan organik, gula, agar dan zat pengatur pH.
Gambar 18. Distribusi Media ke Botol Media Kultur jaringan PPKS menggunakan delapan jenis media berdasarkan fungsinya (Tabel 3). Ginting dan Fatmawati (1997) menyatakan setiap tahap menggunakan medium spesifik dengan komposisi dasar dari medium Murashige and Skoog yang telah dimodifikasi sesuai dengan tahapan kulturnya. Media yang telah dibuat langsung diisi ke dalam tabung reaksi atau botol plakon dengan alat distributor sesuai dengan kebutuhan (Gambar 18). Media yang
42
telah diisi disterilisasi dengan suhu 121˚C dengan tekanan 0.11 Mpa selama 45 menit menggunakan autoclave, setelah
itu dipindahkan ke ruang stok untuk
disimpan.
Tabel 3. Jenis Media dalam Proses Pengembangan Tanaman Kelapa Sawit Kultur Jaringan PPKS. No
Media
Jenis Media
Bahan Tanam
ml
1
034
Beku
Eksplan
60/ plakon kecil
2
058
Beku
Kalus Baru
20/ testube
3
129
Beku
Kalus
10/ testube
4
144
Beku
Embrio
10/ testube
5
163
Cair
Plantula (akar belum lengkap)
10/ testube
6
050
Cair
Pupus (tanaman lengkap)
5/ testube
7
143
Beku
Pupus Akar
15/ testube
8
Mi-R
Cair
Pupus Akar
10/ testube
Khusus pada media 058 yang mengandung arang aktif, setelah disterilisasi autoclave tidak langsung dibuka karena dapat menyebabkan pecahnya botol/ tabung reaksi. Oleh sebab itu, media 058 yang telah selesai disterilisasi didiamkan hingga tekanan dan suhu pada autoclave benar-benar turun. Media 058 yang telah dikeluarkan diaduk kembali dengan thermolyn. Hal ini dilakukan agar arang aktif tidak mengendap. Setelah itu langsung direndam kedalam air dingin ± 5 menit agar cepat membeku. Media disimpan kurang lebih selama satu minggu, hal ini dilakukan untuk melihat apakah media tetap steril atau sudah terkontaminasi. Selain itu juga menunggu agar media membeku. Transfer Bahan Kultur jaringan. Kegiatan transfer yaitu melakukan pemindahan bahan tanaman dari satu media ke media yang baru serta melakukan pemotongan ortet untuk eksplan. Kegiatan transfer atau penanaman kultur di PPKS Marihat dilakukan di ruang transfer dengan menggunakan delapan jenis media sesuai fungsinya (Tabel 4).
43
Tabel 4. Tahap Proses Pemindahan Bahan Kultur Jaringan No
Bahan kultur
Tahap kultur
Media Dari
Ke
-
034
1
Eksplan
Induksi kalus
2
Kalus baru
Pertumbuhan kalus
034
058
3
Kalus
Perbanyakan/ ganti media kalus
058
058
4
Kalus
Pembentukan embrio baru
058
129
5
Embrio
Perbanyakan/ ganti media embrio
129
129
6
Embrio
Pembentukan plantula baru
129
144
7
Plantula baru
Perbanyakan/ ganti media plantula
144
144
8
Plantula
Perkembangan pupus
144
163
9
Pupus
Perbanyakan/ ganti media pupus
163
163
10
Pupus
Induksi akar
163
050
11
Pupus akar
Perkembangan akar I
050
143
12
Pupus akar
Perkembangan akar II
143
Mi-R
13
Planlet
Aklimatisasi
Mi-R
Pasir
Adapun tahapan pembentukan dari eksplan hingga planlet pada kegiatan transfer bahan kultur jaringan di PPKS yaitu: Induksi kalus. Ortet terpilih dibawa ke ruang transfer untuk dijadikan eksplan (Gambar 19a). Eksplan dipilih dari daun -4, -5, -6, -7, dan -8. Setiap daun diiris menjadi 25 blok dengan lebar 1 cm dan panjang 1 cm. Eksplan diambil dari tiap blok sebanyak 20 eksplan sehingga dari satu ortet diperoleh 2000 eksplan. Eksplan disterilisasi dalam larutan kalsium hipoklorit (3.5%) selama 20 menit dan direndam dengan air gulaselama 3-5 menit, selanjutnya dikulturkan pada media 034 (Gambar 19b). Induksi kalus dari eksplan menggunakan medium standar 034 terdiri dari unsur hara makro, hara mikro, glukosa, vitamin dan hormon auksin (2-4D). Auksin sangat penting digunakan pada tahap induksi kalus secara in-vitro. Pada kondisi aseptik eksplan dimasukkan kedalam ruang gelap pada temperatur 27% dengan kelembaban nisbi udara 50-60% (Ginting dan Fatmawati, 2003).
44
(a)
(b)
Gambar 19. Inisiasi Kultur : (a) Eksplan Awal, (b) Eksplan Ditanam pada Media 034 Kalus terbentuk setelah 30 hari dikultur, terletak sepanjang lidi utama atau pada bagian sisi irisan eksplan. Rerata produksi kalus tergantung pada orijin, misalnya pada orijin LaMe dapat menghasilkan kalus 20-60 %, dibandingkan orijin Yangambi hanya 5-20% setelah dikultur selama 3-5bulan. Selanjutnya kalus diisolasi dan dipindahkan ke media yang berbeda untuk proses embriogenesis (Ginting et al, 1996). Pembentukan embrio. Kalus primer maupun kalus sekunder yang telah terbentuk dari media 034 dipindahkan ke media 058 untuk perbanyakan kalus (Gambar 20). Media ini mengandung auksin dan karbon aktif. Pada media ini juga terjadi tahap pembentukan embrio. Lubis (2008) menambahkan bahwa auksin perlu pada tahap kalus dengan konsentrasi rendah tetapi pada tahap embriogenesis harus dinetralisir dengan karbon aktif. Menurut Ginting et al. (1996) waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan embrio
bervariasi,
tergantung
kepada
klonnya.
Sebagian
klon
(10%)
menghasilkan embrio setelah dikultur selama 2-4 bulan, 50% klon membutuhkan waktu 5-10 bulan, 30% klon membutuhkan waktu 12-24 bulan dan 10% tidak menghasilkan embrio. Variasi ini terjadi pada semua orijin. Untuk pematangan embrio dibutuhkan waktu 2-5 bulan.
45
Gambar 20. Kalus yang Terbentuk Pada Media 058 Hasil penelitian Ginting et al. (1999) menyatakan semakin tua umur embrio di dalam laboratorium, kualitas bahan tanam yang dihasilkan semakin rendah sehingga mengakibatkan semakin menurunnya persentase keberhasilan hidup planlet di pembibitan awal. Selain itu hal tersebut dapat menurunkan keragaan tanaman yang mencakup : tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, dan luas daun yang dihasilkan. Waktu maksimal agar sub kultur embrio di laboratorium yaitu 3 tahun, serta disarankan agar selalu mengambil eksplan baru dari lapangan, sehingga stok embrio tetap segar. Penumbuhan dan Perbanyakan embrio. Embrio yang telah terbentuk pada media 058 dipindahkan ke media 129 untuk perbanyakan embrio dan pematangan embrio (Gambar 21). Ginting dan Fatmawati (1999) menyatakan bahwa pematangan embrio somatik dilakukan dalam media bebas hormon yang merupakan modifikasi dari media Murashige and Skoog membutuhkan waktu 8 - 10 minggu. Embrio somatik yang telah matang warnanya berubah menjadi kuning kehijauan dan lebih padat dibandingkan embrio somatik yang masih muda. Pada genotip tertentu embrio somatic bersifat cauologenic, yaitu semua embrio somatik langsung membentuk pupus dalam waktu bersamaan sehingga tidak dapat dibuat stok embrio somatik. Embrio yang telah matang aktif membelah. Embrio ini dibiakkan di dalam tabung reaksi, botol dan sebagai stok embrio maupun untuk produksi pupus. Setiap bulan dilakukan sub-kultur, dilakukan pengamatan khususnya untuk membuang embrio tipe FGC (Fast Growing Callus). Rerata indeks perbanyakan embrio yaitu diperoleh penambahan jumlah embrio sebanyak 20% pada setiap subkultur. Tahap ini tidak menggunakan hormon (Ginting et al, 1996).
46
(a)
(b)
(c)
Gambar 21. Tahap Pembentukan Embrio : (a) Globular, (b) Torpedo, (c) Tanaman/ Plantula Penumbuhan pupus. Induksi plantula dilakukan pada media 144. Setelah plantula tumbuh, plantula dipindah ke media 163 untuk perkembangan dan perbanyakan pupus. Kultur pada media ini berlangsung 2 – 12 bulan. Pergantian media dilakukan setiap 2 bulan sekali. Menurut Ginting dan Fatmawati (1999) penumbuhan pupus dari embrio somatik yang sudah matang
terjadi secara
spontan tanpa penggantian media. Pupus-pupus baru ini dalam satu rumpun dipindahkan ke dalam media pertumbuhan, dan setelah 6 - 8 minggu ukurannya dapat mencapai 4 - 6 cm. Pupus yang telah tumbuh dipindahkan ke media 050 untuk perpenjangan pupus. Ginting et al (1996) menyatakan bahwa jumlah pupus yang dihasilkan bergantung pada stok embrio, dan jumlah planlet yang dapat diproduksi bergantung pada jumlah pupus. Jika jumlah stok embrio telah mencukupi, dapat dipindahkan ke medium baru untuk penumbuhan pupus. Kemampuan produksi pupus dari embrio bervariasi diantara jenis klon. Penelitian kemampuan produksi pupus dari embrio telah dilakukan, dan membutuhkan waktu 4-6 bulan untuk memanjangkan pupus. Perakaran. Pada tahap perakaran digunakan media beku 143 untuk memperpanjang akar dan media cair Mi-R untuk penguatan (penuaan) akar (Gambar 22). Ginting dan fatmawati (1987) menyatakan bahwa media cair pada stadia pembentukan akar ternyata lebih baik dari media padat, masing-masing memberi angka 90.92 %, dan 51.67%. Pada umumnya pupus belum memiliki akar, tetapi kadang-kadang ada juga pupus yang telah mempunyai akar adventif yang tidak sempurna. Pada tahap
47
perakaran planlet digunakan media cair yang mengandung hormon kinetin (Ginting dan Fatmawati, 1999). Pupus yang panjangnya 5 cm dapat ditumbuhkan akarnya. Perakaran melalui tahap induksi akar dan ekspresi akar, membutuhkan waktu dua bulan. Umumnya keberhasilan perakaran pupus mencapai 95% (Ginting et al, 1996).
Gambar 22. Induksi Akar Pupus pada Media Mi-R 3. Aklimatisasi dan Pembibitan Aklimatisasi. Planlet yang sudah siap ditanam dipindahkan dari kondisi in vitro (terkontrol) ke pembibitan. Proses ini disebut aklimatisasi. Sebelum dibawa ke pembibitan, planlet yang akan ditanam dibersihkan terlebih dahulu dari sisa media dengan air bersih. Bagian daun pupus yang mati dipisahkan dari pupus. Selanjutnya
dilakukan
penyortiran.
Penyortiran
kelengkapan akar.
Gambar 23. Tipe Akar Planlet
dilakukan
berdasarkan
48
Tabel 5. Tipe Akar Planlet No
Tipe Akar
Keterangan
1
A
akar sempurna, ada akar primer, sekunder dan tersier
2
B
akar sedang, ada akar primer dan sekunder
3
C
akar sedikit, hanya ada akar primer
4
D
akar belum tumbuh, hanya ada benjolan akar
Dari keempat tipe akar tersebut (Tabel 5), tipe akar yang paling sedikit ditemuai di PPKS adalah tipe akar A. Umumnya tipe akar yang paling banyak adalah tipe B dan C. Setelah proses penyortiran, planlet dihitung dan dicatat guna untuk pendataan. Planlet kemudian dibawa ke pembibitan green house untuk ditanam dengan intensitas cahaya sekitar 50%. Planlet yang akan ditanam diberi dithane untuk mengurangi kontaminasi jamur dengan cara direndam ±5 menit. Planlet kemudian ditiriskan dan langsung ditanam ke polibag berisi media berukuran 15 cm x 21 cm. Media yang digunakan yaitu tanah, kompos (tandan kosong) dan pasir, dengan perbandingan 10 : 3 : 1. Planlet yang telah ditanam disungkup dengan plastik bening per tanaman (Gambar 24a). Waktu yang dibutuhkan pada tahap aklimatisasi sekitar satu bulan. Pada fase ini tanaman masih belum diberi pemupukan. Selanjutnya sungkupan plastik dibuka dan tanaman dipindah ke sungkupan ramet yang lebih besar sekitar dua minggu (Gambar 24b).
(a)
(b)
Gambar 24. Tahap Aklimatisasi : (a) Penyungkupan Planlet, (b) Tahap Ramet
49
Pre ursery. Ramet yang telah berumur 2 - 3 bulan dipindahkan ke pre nursery dengan intensitas cahaya 50%. Campuran media yang dipakai sama dengan saat ramet, begitu juga dengan ukuran polibag. Apabila tidak turun hujan, penyiraman dilakukan dua kali sehari setiap hari. Pupuk yang digunakan ada dua jenis, yaitu pupuk daun dan pupuk majemuk (NPKMg dengan perbandingan 16 : 16 : 17 : 2). Pupuk diberikan bergantian setiap dua minggu sekali. Bibit pre nursery dirawat 3 - 4 bulan (Gambar 25). Seleksi bibit dilakukan setiap bulan.
Gambar 25. Bibit Kultur Jaringan pada Tahap Pre ursery Main ursery. Pada tahap main nursery bibit yang telah berumur lebih dari tiga bulan dipindahkan ke polibag besar berukuran 35 cm x 40 cm berisi media campuran tanah, kompos (tandan kosong) dan pasir. Bibit main nursery dirawat 7- 9 bulan. Pemupukan dilakukan dua kali seminggu dengan pupuk majemuk (NPK dengan perbandingan 15 : 6 : 4). Penyemprotan pestisida dilakukan ketika terlihat gejala serangan hama. Apabila tidak turun hujan, penyiraman dilakukan setiap dua kali sehari.
Gambar 26. Bibit pada Tahap Main ursery
50
Seleksi Bibit. Seleksi bibit dilakukan setiap bulan disetiap fase, bibit yang diseleksi adalah bibit yang mempunyai kriteria afkir dan mempunyai tanda - tanda abnormal. Tanda - tanda itu biasanya dapat dilihat saat bibit berumur ± 9 bulan. Hal tersebut diketahui berdasarkan pengalaman penanganan bibit kultur jaringan di lapangan. Menurut PPKS perbandingan kriteria dari bibit abnormal dan normal adalah : 1. Diameter batang 1.4 cm, sedangkan bibit normal diameternya 0.9 cm. 2. Tinggi batang 34.5 cm, sedangkan bibit normal lebih tinggi yaitu 47 cm. 3. Jarak antara pelepah pada bibit abnormal adalah 8 cm, jauh lebih pendek bibit normal yaitu 4 cm. 4. Tajuk bibit abnormal lebih pendek dari tajuk bibit normal, bibit abnormal panjanganya adalah < 30 cm sedangkan bibit normal adalah > 30 cm. 5. Ciri daun yang dimiliki bibit abnormal mempunyai bercak - bercak kekuningan sedangkan daun normal warna hijau mulus. 6. Jika dipegang daun abnormal terasa keras dan kaku sedangkan daun normal tidak.