Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal
HASIL-HASIL PENELITIAN DAN DUKUNGAN TEKNOLOGI DALAM MENGENDALIKAN DAN MENCEGAH PENYAKIT VIRAL PENTING PADA AYAM LOKAL R.M. ABDUL ADJID, RISA INDRIANI, RINI DAMAYANTI, TATY ARYANTI dan LIES PAREDE Balai Penelitian Veteriner, Bogor Jl. R.E Martadinata no 30, PO Boks 151, Bogor
ABSTRAK Ayam lokal merupakan komoditas peternakan potensial, berprospek cukup baik yang paling umum dipelihara oleh para petani di pedesaan-pedesaan guna menambah penghasilan dalam mencukupi kebutuhan hidupnya. Beberapa petani telah membudidayakannya sebagai cabang usaha, meskipun skala usahanya relatif kecil. Para petani kebanyakan memeliharanya secara tradisional, seperti dibiarkan berkeliaran di pekarangan rumah dengan pakan ala kadarnya tanpa dilakukan upaya-upaya pencegahan penyakit. Kondisi tersebut menjadikan ayam lokal sangat rawan dan rentan terhadap serangan penyakit hewan menular. Berbagai jenis penyakit hewan menular pada unggas yang disebabkan oleh virus telah dilaporkan keberadaannya di Indonesia, namun penyakit yang dianggap utama saat ini pada ayam local yang disebabkan oleh virus, yaitu Avian Influenza (AI) atau Flu burung pada ayam, Newcastle Disease (ND) atau Tetelo, Infeksius Bronchitis (IB, Infectious Laryngotracheitis (ILT), penyakit Marek, dan Infectious Bursal Disease (IBD) atau Gumboro. Teknologi pengendalian untuk beberapa penyakit tersebut telah dihasilkan melalui kegiatan penelitian di Balai Penelitian Veteriner Bogor. Beberapa diantara hasil penelitiannya telah diterapkan baik dalam bentuk layanan diagnosis, pengendalian penyakit di lapangan maupun dalam bentuk rekomendasi/saran ataupun informasi sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun arah kebijakan dalam penanganan penyakit oleh pemerintah. Namun demikian beberapa penyakit diantaranya masih diteliti dan dikaji teknologinya Makalah ini merangkum hasil-hasil penelitian penyakit unggas menular serta teknologi yang telah dihasilkan oleh Balai Penelitian Veteriner dalam mendukung upaya pengendalian penyakit tersebut pada ayam lokal di Indonesia. Kata kunci: Unggas, ayam lokal, penyakit viral, teknologi
PENDAHULUAN Ayam lokal dikenal dengan ayam kampung atau buras merupakan salah satu komoditas peternakan yang paling umum dipelihara oleh para petani di perdesaan-perdesaan sebagai usaha untuk mendapatkan tambahan penghasilan guna mencukupi kebutuhan hidupnya. Beberapa breed lain diantaranya telah dibudidayakan oleh para petani/peternak sebagai cabang usaha, meskipun skala usahanya relatif kecil, misalnya ayam Pelung karena suara yang bagus, ayam Kedu atau Cemani karena warnanya yang hitam legam, ayam hutan dan bekisar yang berbulu indah. Kebanyakan ayam kampung dipelihara oleh para petani di perdesaan secara tradisional, seperti dibiarkan berkeliaran di sekitar pekarangan rumah; pemberian pakan ala kadarnya; serta tanpa dilakukan upaya pencegahan penyakit yang tepat.
20
Usaha ayam buras memiliki prospek yang cukup baik, ditinjau dari aspek ekonomi dan penyediaan pangan bergizi baik berupa daging maupun telur. Sebagai contoh di Jawa Tengah, pada tahun 1998 suplai ayam buras mencapai 58.000 ton daging dan 34.000 ton telur, yang berarti secara nasional telah mensuplai 20% daging dan 70% telur dari total produksi asal ternak. Selanjutnya bila diusahakan secara baik untuk produksi telur dengan skala 300 – 500 ekor ayam lokal, maka akan diperoleh keuntungan sebesar Rp. 475.000,- per bulan (KUSNADI et al., 2001). Ayam lokal terdapat di seluruh wilayah Indonesia dengan beragam nama lokal serta penampilan yang bervariasi. Namun sampai saat ini telah diketahui bahwa paling tidak ada 31 galur ayam lokal yang telah dipelihara oleh para petani di berbagai daerah sebagai sumber tambahan pendapatannya (NATAAMIJAYA, et al., 2003).
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal
Berbagai jenis penyakit hewan menular yang menyerang ternak ayam hampir secara merata terdapat di berbagai wilayah di Indonesia. Beberapa diantaranya sudah bersifat endemik; sangat infeksius; serta memiliki tingkat morbiditas dan mortalitas yang sangat tinggi. Kondisi ini menjadikan ayam lokal yang dibudidayakan secara sangat tradisional berada pada posisi sangat rawan terhadap ancaman serangan penyakit yang kemungkinan besar dapat terjadi pada setiap saat. Akibatnya akan fatal, yaitu terjadinya wabah penyakit yang akan mengakibatkan kematian seluruh populasi ayam yang diusahakan oleh para petani. Pada daerah endemik, penyakit mau tidak mau menjadi faktor penghambat atau pembatas bagi produktifitas ayam dan pengembangan usaha, bahkan penyakit dapat mengakibatkan kematian dalam waktu singkat. Sebagai contoh adalah penyakit Avian Influenza (AI) atau Flu Burung pada ayam yang telah terjadi sejak pertengahan tahun 2003 dimana sampai saat ini virus tersebut telah menyebar di 21 Provinsi dengan 132 kabupaten/kota dan telah mematikan tidak kurang dari 9,5 juta ekor ayam (REPUBLIKA, 2005). Penyakit lainnya seperti Tetelo oleh virus Newcastle Disease tipe ganas yang telah lama ada dan mengakibatkan kerugian dengan tingkat morbiditas dan mortalitas sangat tinggi. Penyakit lainnya ada yang bersifat kronis seperti cacingan, koksidiosis yang secara perlahan menghambat pertumbuhan ternak. Oleh karena itu maka sudah saatnya teknologi veteriner lebih dikembangkan dan diaplikasikan pada ayam lokal guna meningkatkan status kesehatannya sehingga membantu para petani dalam meningkatkan produktifitas ayam lokal yang optimum. Makalah ini merupakan ulasan yang membahas hasil-hasil penelitian dan teknologi penyakit viral yang telah tersedia di Balai Penelitian Veteriner Bogor sampai dengan saat ini serta aplikasinya dalam mendukung pengendalian dan pencegahan penyakit pada ayam lokal di tanah air.
KONDISI UMUM PENYAKIT PADA AYAM LOKAL Berbagai jenis penyakit ayam, terutama pada ayam ras sering terdengar dan dilaporkan kejadiannya. Sebenarnya penyakit pada ayam ras tadi juga dapat menyerang ternak ayam lokal. Hanya saja kejadian penyakit pada ayam lokal tidak banyak yang dilaporkan. Hal ini disebabkan karena pemiliknya adalah petani kecil yang masih menganggap usahanya sebagai usaha sambilan; jumlah kepemilikan ternak sangat sedikit; serta pertimbangan ekonomi berupa modal usaha. Biasanya ayam yang sakit langsung dipotong untuk dikonsumsi. Di Indonesia, keberadaan penyakit penting pada ayam lokal telah dilaporkan dan jumlahnya tidak kurang dari 14 jenis penyakit. Penyakit tersebut seperti Avian Influenza (AI) atau Flu burung, Newcastle Disease (ND) atau Tetelo, Infectious Bursal Disease (IBD) atau Gumboro, penyakit Marek, Infeksius Bronchitis (IB), Infectious Laryngotracheitis (ILT), Snot, Kolera Unggas, CRD, Pullorum, Kolibasillosis, Askariasis, Koksidiosis dan Leukositozoonosis (DHARMAYANTI et al., 2005; RONOHARDJO et al., 1992; DARMINTO, 1995; DAMAYANTI dan WIYONO, 2003; SAEPULLOH et al., 2003; POERNOMO, 1975; SYAMSUDIN, 1987; ISTIANA, 1992; POERNOMO dan JUARINI, 1996). Namun informasi rinci dan akurat dari beberapa penyakit tersebut di atas tentang prevalensi, distribusi, morbiditas, mortalitas, serta pengaruhnya pada produktifitas masih sangat terbatas. PENYAKIT VIRAL PADA AYAM LOKAL DAN KETERSEDIAAN TEKNOLOGI PENGENDALIANNYA Dari berbagai jenis penyakit infeksius penting dan yang paling sering dilaporkan kejadiannya di Indonesia adalah penyakit infeksius yang disebabkan oleh virus, yaitu yaitu Avian Influenza (AI) atau Flu burung, Newcastle Disease (ND) atau Tetelo, Infeksius Bronchitis (IB, Infectious Laryngotracheitis (ILT) Marek dan Infectious Bursal Disease (IBD) atau Gumboro.
21
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal
Penyakit tersebut di atas biasanya mengakibatkan kerugian ekonomi yang tidak sedikit dalam bentuk kematian yang tinggi serta menurunnya produktifitas unggas. Disamping itu penyakit tersebut harus secara terus menerus dikendalikan dan dicegah, mengingat penyakit tersebut sudah bersifat endemik, sehingga diperlukan tambahan biaya untuk vaksinasi dan obat-obatan lainnya dalam pemeliharaan ayam lokal. Avian Influenza (AI) atau Flu Burung Situasi penyakit Avian Influenza (AI) atau dikenal juga dengan Flu Burung pada ayam merupakan penyakit pernafasan dan pencernaan pada ayam yang disebabkan oleh virus influenza tipe A, termasuk dalam famili Orthomyxoviridae (EASTER DAY, et al., 1997). Penyakit ini di Indonesia pertama kali dilaporkan mewabah di peternakan ayam di pulau Jawa sejak Agustus 2003. Kemudian penyakit ini secara resmi keberadaannya dinyatakan oleh pemerintah pada Januari 2004 (DIREKTORAT KESEHATAN HEWAN, 2004). Pada awalnya penyakit mewabah di pulau Jawa, selanjutnya secara cepat merebak ke daerah lainnya seperti Lampung, Bali, Madura, Kalimantan Selatan, Kaltim, Sumatera Barat, Bengkulu, NTB, NTT, Sumatera Selatan, Jambi, Riau, Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara. Saat ini ada 21 provinsi dengan 132 kabupaten/kota di Indonesia tertular virus AI. Berbagai spesies unggas dapat terserang virus AI, tidak hanya menyerang ayam ras dan lokal, tetapi juga jenis unggas lainnya seperti itik, entok, angsa, burung puyuh, merpati, burung unta, burung merak, beo juga dapat terserang penyakit AI (BALITVET, 2004). Sampai saat ini virus AI yang menyerang unggas di Indonesia adalah virus AI yang sangat ganas atau Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI). Teknologi penyakit AI Teknologi diagnosis penyakit AI yang telah dikuasai oleh Balitvet, mulai dari isolasi agen penyebab sampai dengan identifikasi virus secara genetik. Isolasi virus pada pada telur ayam berembrio SPF, identifikasi virus
22
dengan uji hemaglutinasi (HA) dan uji hemaglutinasi inhibisi (HI) yaitu menggunakan cairan alantois dari telur terinfeksi dengan sel darah merah ayam donor dan antiserum AI (OIE, 2000), uji agar gel presipitasi (AGP) dari korio alantoik membran (CAM) telur terinfeksi dengan antiserum AI (OIE, 2000, WIYONO et al., 2004; dan DHARMAYANTI et al., 2004). Selanjutnya uji molekuler untuk mengkarakterisasi subtipe virus AI (DHARMAYANTI et al., 2005) juga telah dikuasai. Deteksi virus AI pada potongan organ dengan teknik immunohistokimia (IHK) juga telah dikembangkan (DAMAYANTI et al., 2004). Uji serologi dengan menggunakan metode hemaglutinasi inhibisi (HI) untuk mendeteksi kandungan antibodi AI dalam serum unggas juga telah dikuasai (OIE, 2000 dan INDRIANI et al., 2004). Analisis genetik dari virus AI untuk menentukan tingkat patogenisitas (HPAI atau LPAI) serta untuk menentukan jarak kekerabatan antar isolat (filogenetic tree) juga teknologinya telah dikuasai. Teknologi vaksin untuk pengendalian penyakit AI telah dikuasai. Balitvet telah mengembangkan prototipe vaksin inaktif AI H5N1 isolat lokal (INDRIANI et. al., 2005) yang mampu memberikan respon antibodi dan menurunkan ekskresi virus tantang. Vaksin kombinasi AI dan ND kini tengah diteliti di Balitvet untuk memberikan perlindungan sekaligus terhadap serangan AI dan ND. Penyakit Newcastle Disease (ND) atau Tetelo Situasi penyakit Newscastle Disease (ND) atau dikenal juga dengan sebutan Tetelo, merupakan penyakit pernafasan pada unggas yang disebabkan oleh virus dari genus Paramyxovirus (ALEXANDER, 1997). Untuk pertama kalinya penyakit Tetelo ditemukan di Jawa, Indonesia pada tahun 1926 oleh KRANEVELD (1926) dan sampai saat ini keberadaannya di Indonesia bersifat endemik. Berdasarkan tingkat patogenisitasnya, penyakit Tetelo terdiri dari 3 macam, yaitu velogenik, mesogenik dan lentogenik (SIMON, 1997). Penyakit ini kejadiannya terus menerus dengan sebaran yang luas di seluruh Indonesia serta mengakibatkan kematian yang tinggi.
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal
Teknologi penyakit ND
Teknologi penyakit IB
Teknologi diagnosis untuk ND telah dikuasai sejak lama oleh Balitvet. Teknologi tersebut yaitu isolasi, identifikasi dan karakterisasi virus dari organ ayam yang suspect terhadap ND, seperti paru, trachea, proventrikulus, cecatonsil dan otak dikoleksi dan diproses menurut prosedur yang dianjurkan oleh (OIE, 2000). Identifikasi penyebab penyakit dengan uji hemaglutinasi (HA) dan uji hemaglutinasi inhibisi (HI) dari cairan alantois telur yang diinfeksi. Uji serologi HI untuk mendeteksi kandungan antibodi ND pada serum ayam juga telah dikuasai. Teknologi vaksin untuk pengendalian penyakit telah dkuasai, seperti vaksin ND per oral pada ayam buras di Indonesia (RONOHARJO et al., 1988, DARMINTO et al., 1989, RONOHARJO et al., 1992). Demikian halnya dengan vaksin ND aktif-RIVS2, vaksin ND inaktif isolat lokal, vaksin kombinasi NDIBD inaktif isolat lokal. Produk vaksin yang masih dalam pengembangan adalah vaksin kombinasi ND, IB dan IBD inaktif dalam bentuk emulsi adujant (BALITVET, 2004).
Teknologi diagnosis untuk penyakit IB telah dikuasai oleh Balitvet, seperti isolasi dan identifikasi virus penyebab penyakit. Isolasi virus dilakukan pada telur ayam embrio terunas SPF atau dengan biakan jaringan. Diagnosis serologis dilakukan dengan mengidentifikasi adanya antibodi yang bersirkulasi didalam serum ayam secara pasangan (2 periode) dengan menggunakan uji ELISA atau serum netralisasi (SN). Uji serologi hemagglutinasi inhibisi untuk mendeteksi antibodi dengan menggunakan antigen dari serotipe Massachusetts (SPAFAS) juga dilakukan di Balitvet. Teknologi vaksin untuk pengendalian penyakit telah dikembangkan di Balitvet. Vaksin inaktif IB dari isolat lokal sangat efektif untuk mencegah infeksi virus IB pada ayam petelur (DARMINTO, 1999).
Infectious Bronchitis (IB) Situasi penyakit Infectious Bronchitis (IB) merupakan penyakit pernafasan pada ayam yang bersifat akut, sangat menular dan disebabkan oleh Coronavirus yang mempunyai lebih dari satu serotipe (MURPHY and KINGSBURY. 1990). Di Indonesia IB tersebar di pulau Jawa dengan tingkat prevalensi mencapai 40–60% (DARMINTO et al., 1988). Antibodi terhadap IB dapat dideteksi baik pada ayam ras maupun ayam buras (DARMINTO et al., 1988). Data di lapangan menunjukan bahwa kasus IB masih sering terjadi pada peternakan ayam yang telah rutin melaksanakan program vaksinasi. Hal ini menunjukan bahwa vaksin yang ada saat ini masih belum efektif dalam mengatasi serangan IB di lapang. Tidak efektifnya vaksin IB yang ada tersebut disebabkan oleh perbedaan serotipe antara virus dalam vaksin dan virus IB penyebab wabah di lapangan (DARMINTO, 1995).
Penyakit Infectious Laryngotracheitis (ILT) Situasi penyakit Infectious laryngotracheitis (ILT) adalah penyakit pernafasan yang bersifat akut dan sangat menular pada unggas disebabkan oleh virus Gallid herpes (BAGUST et al., 1997). Penyakit ini dapat menyebabkan gangguan pernafasan berat. Lesi pada saluran pernafasan akan lebih parah bila terinfeksi galur virus yang patogenik, mengakibatkan radang dengan pendarahan hebat pada trakhea disertai adanya gumpalan darah beku. Penimbunan kerak epitel dan gumpalan darah akan menyumbat celah suara sehingga mengakibatkan sesak napas dan terjadi kematian (HUGHES et al., 1987). Di Indonesia kasus penyakit ILT pertama kali dilaporkan oleh PARTADIREDJA et al. (1982) menyerang ayam ras petelur berumur 20 minggu pada sebuah peternakan di Bogor. Sementara kasus ILT pada ayam buras pernah terjadi di Kabupaten Bekasi (GILCHRIST, 1992). Berdasarkan hasil studi serologik di Jawa Barat telah diperoleh sebaran reaktor antibodi terhadap virus ILT pada ayam buras dan ras mencapai 73–92,5% (MANGUNWIRYO et al., 1995 dan WIYONO et al., 1996). Dari temuan tersebut diketahui bahwa penyakit ILT telah tersebar baik pada ayam buras maupun ras di Jawa Barat.
23
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal
Teknologi penyakit ILT Teknologi diagnosis penyakit ILT telah dikuasai oleh Balitvet, meliputi isolasi agen penyakit dan identifikasinya. Isolasi virus dari organ dilakukan dengan cara menginfeksikannya pada selaput corion alantois membran (CAM) telur ayam berembrio SPF (SAEPULLOH et al., 2003). Selanjutnya corion alantois membran (CAM) dari telur ayam bertunas terinfeksi diproses dan diidentifikasi dengan uji agar gel presipitasi (AGP) (SAEPULLOH et al., 2003). Untuk mendeteksi adanya antibodi virus ILT dalam serum ayam telah digunakan teknik ELISA (INDRIANI, at al., 2002) yang metode pengembangannya mengikuti standar OIE (2000) dan MEULEMANS dan HALEN, (1982). Penyakit Marek Situasi penyakit Penyakit Marek disebut juga Fowl Paralysis merupakan penyakit infeksius yang sangat menular disebabkan oleh Virus Herpes onkogenik (penginduksi tumor) yang mempunyai struktur DNA (SIMON, 1997). Penyakit ini menyerang ayam pada umur 5–35 minggu. Galur virus yang sangat patogen bersifat akut dan dapat menimbulkan kematian hingga 50% terutama pada ayam tertular dan tidak dikebalkan hingga umur 60 minggu. Virus ini juga dapat menyebabkan pembentukan tumor syaraf (neural) dan organ dalam (visceral). Di Indonesia penyakit Marek pernah dideteksi telah menyerang ayam buras (GINTING, 1986) dan pada ayam pedaging dengan uji anatomi patologi dan uji histopatologi (DAMAYANTI dan WIYONO, 2003). Pada ayam ras diwajibkan vaksinasi pada umur sehari (DOC) tetapi vaksinasi tidak diwajibkan pada usaha ayam buras. Teknologi penyakit marek Teknologi diagnosis penyakit Marek secara anatomi patologi dan histopatologi telah dikuasai oleh Balitvet. Penampakan umum dari lesi syaraf biasanya bersifat diagnostik (menciri). Dengan pemeriksaan histologi syaraf dan lesi viseral akan terlihat adanya
24
proliferasi limfosit yang karakteristik (DAMAYANTI dan WIYONO, 2003). Infectious Bursal Disease (IBD) atau Gumboro Situasi penyakit Penyakit Infectious Bursal Disease atau disebut juga Gumboro disebabkan oleh virus dari famili Birnaviridae. Tingkat morbiditas bervariasi (5–50%) dengan peningkatan angka kematian yang cepat (5–50%), tergantung pada patogenisitas galur virus Gumboro dan kerentanan unggas. Virus birnaviridae bersifat imunosupresif dan menyusahkan kawanan ayam yang diserang oleh virus dan infeksi sekunder oleh bakteri. Di Indonesia penyakit ini telah diketahui dan dideteksi secara serologi sejak tahun 1976 (AKIBA et al , 1976) dan secara klinis dan patologis pada tahun 1981 (PARTADIREJA et al, 1981). Untuk pertama kali pada tahun 1990 penyakit Gumboro tipe ganas, vvIBD, dilaporkan menyerang peternakan ayam layer jantan, di daerah Bogor (PAREDE, 1994). Bentuk penyakit Gumboro subklinis ini lebih serius karena menimbulkan varian antigenik baru yang muncul di Indonesia dengan dampak imunosupresif. Penyakit Gumboro yang bersifat klinis menyebabkan kematian yang lebih tinggi, sulit dikontrol dan menyebabkan kerugian ekonomi yang besar (PAREDE, et al, 1998). Program vaksinasi pada semua breeder ayam ras diwajibkan untuk mendapat kekebalan induk yang cukup pada anak-anak ayam, sehingga dapat menahan ancaman virus Gumboro ganas dari lapang. Teknologi penyakit Gumboro Teknologi diagnosis untuk penyakit Gumboro, mulai dari isolasi dan identifikasi sampai uji serologi telah dikuasai oleh Balitvet. Virus Gumboro dapat diisolasi dalam telur ayam bertunas SPF atau pada biakan sel fibroblast primer dari embrio ayam SPF. Penentuan serotipe dilakukan dengan menggunakan antibodi monoklonal sehingga hasilnya sangat spesifik. Respon antibodi pada ayam yang divaksinasi dilakukan dengan menggunakan ELISA, namun masih menggunakan produk impor TropBio,
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal
Australia.. Diagnosa penyakit Gumboro secara patologi anatomi juga telah dapat dilakukan. Teknologi vaksin dan program vaksinasi untuk pengendalian penyakit Gumboro, Balitvet telah mengembangkan vaksin Gumboro dari virus isolat lokal yang dilemahkan, serta vaksin kombinasi ND, IB dan Gumboro inaktif (BALITVET, 2004). PENUTUP Ayam lokal merupakan komoditas yang paling umum dipelihara oleh para petani di perdesaan-perdesaan di seluruh Indonesia diakui memiliki potensi ekonomi yang dapat membantu memberikan tambahan pendapatan bagi para petani tersebut. Dalam pemeliharaannya para petani perlu didukung dengan introduksi teknologi veteriner, mengingat sejumlah penyakit menular yang berbahaya dan fatal ada di sekitarnya dan bersifat endemik. Dari berbagai jenis penyakit menular tersebut, saat ini yang masih sering dilaporkan mengakibatkan kematian dan penurunan produktifitas adalah dari jenis penyakit viral, seperti Avian Influenza (AI) atau Flu Burung pada ayam, Newcastle Disease (ND) atau Tetelo, Infeksius Bronchitis (IB, Infectious Laryngotracheitis (ILT), penyakit Marek, dan Infectious Bursal Disease (IBD) atau Gumboro. Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) telah melakukan penelitian penyakit unggas dan dari kegiatan tersebut telah dihasilkan beberapa teknologi veteriner untuk mengendalikan penyakit pada unggas, yaitu teknologi diagnosis dan teknologi vaksin. Teknologi diagnosis yang tersedia tersebut telah digunakan oleh Balitvet dalam bentuk layanan diagnosis. Layanan diagnosis ini telah banyak dimanfaatkan oleh para konsumen, terutama oleh para peternak komersial, baik ayam ras maupun ayam lokal. Sementara pemanfaatannya oleh para petani masih sangat kurang. Namun demikian untuk hal dimaksud ini seringkali Dinas Peternakan Daerah yang membantu penggunaan layanan diagnosis ini bagi para petani di daerahnya. Teknologi vaksin untuk pengendalian penyakit juga telah dihasilkan, namun prototipe vaksin dan bibit vaksin “masterseed” sampai saat ini masih dalam pengamatan para produsen vaksin
nasional. Beberapa vaksin masih dalam taraf uji “kaji terap” untuk mendapatkan data efikasi lapangan. Dari uji kaji terap ini para petani kolaborasi dilibatkan serta mendapat manfaat dari penggunaan vaksin tersebut secara gratis. Beberapa vaksin untuk jenis penyakit lainnya seperti Marek dan ILT tidak mudah dihasilkan, masih mengalami kendala dalam teknik perbanyakan virus dan lain sebagainya. Penelitian penyakit viral pada unggas, ayam lokal, masih perlu terus menerus dilakukan terutama dalam pengendalian penyakit melalui program vaksinasi yang efektif dan efisien, terlebih untuk penyakit AI yang virusnya memiliki sifat selalu melakukan evolusi dan dapat menular pada manusia. DAFTAR PUSTAKA AKIBA, K.K., Y. IWATSUKI, Y. SASAKI, FURUYU and Y. ANDO. 1976. Report on the investigation of poultry disease in Indonesia. Japan International Cooperation Agency. ALEXANDER, D.J. 1997. Newcastle Disease and other Avian Paramyxoviridae Infection. Deseases of poultry. 10thed. pp. 541-581. BALITVET. 2004. Pengembangan vaksin inaktif kombinasi ND, IB dan IBD. Laporan APBN. Balitvet, Bogor. BALITVET. 2004. Dinamika penyakit Avian Influenza di Indonesia. Laporan Penelitian APBN. Balitvet, Bogor. DAMAYANTI, R dan A. WIYONO. 2003. Gambaran histopatologi kasus Marek pada ayam pedaging di Kabupaten Tasikmalaya dan Ciamis, Jawa Barat. JITV 8(4): 247.255. DAMAYANTI. R., NLP. I. DHARMAYANTI, R. INDRIANI, A. WIYONO dan DARMINTO. 2004. Deteksi virus Avian Influenza subtipe H5N1 pada organ ayam yang terserang Flu Burung sangat patogenik di Jawa Timur dan Jawa Barat dengan teknik imunohistokimia. JITV 9(3): 197 – 203. DARMINTO, P. RONOHARDJO. N. SURYANA. M. ABUBAKAR, dan KUSMAEDI. 1989. Vaksinasi penyakit Newcastle melalui makanan: Studi pendahuluan pemakaian virus penyakit Newcastle tahan panas (RIVS)V4 sebagai vaksin di laboratorium. Penyakit Hewan.21 (37):35-39. DARMINTO, P.YOUNG, P.RONOHARDJO and P.W. DANIELS. 1988. Studies on avian infectious
25
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal
bronchitis and serological investigation. In: Poultry Diseases. Proceeding No 112 Scound Asian/Pacific Poultry Health Conference. Surfers Paradise. Australia. Pp. 581-591. DARMINTO. 1995. Diagnosis, epidemiologi and control of two majar Avian viral respiratory diseaseas in Indonesia: Infectious Bronchitis and Newcastle Disesease. PhD Thesis. Departemen of Biomedical and Tropical Veterinary Science, James Cook University of North Queensland, Townsville, Australia. DARMINTO. 1999. Pengembangan vaksin infectious bronchitis inaktif isolat lokal. JITV 4(2): 113120. DHARMAYANTI, NLP. I., R. DAMAYANTI, A. WIYONO, R. INDRIANI, dan DARMINTO. 2005. Karakterisasi molekuler virus Avian Influenza isolat Indonesia pada wabah Oktober 20032004. JITV. (In press). DIREKTORAT KESEHATAN HEWAN. 2004b. Perkembangan wabah Avian Influenza. Workshop Avian Influenza. Hotel Kaisar, Jakarta, Indonesia. 10 Maret 2004. EASTER DAY, B.C., S. VIRGINIA, HINSHAW, and D.A. HALVORSON. 1997. Poultry of Diseaser 10th in: Influenza. Pp 583- 605. GILCHRIST, P. 1992. Report of suspected oscular from of Infectious Laryngotrachitis in Bekasi. Report for Balitvet. Bogor. HUGHES, C.S., R.C. JONES, R.M. GASKELL, F.T.W. JORDAN and J.M. BRADBURY, 1987. Demonstration in live chickens of the carrier state in Infectious Laryngotracheitis virus from latency infected carrier birds. Res. Vet. Sci. 42:407-410.
KRANEDVELD, T.D. 1926. A poultry disease in Dutch East Indies. Ned Indisch Diergeneested 38:448-450. KUSNADI, U., A. GOZALI, H. RESNAWATI, S.N. JARMANI, dan S. ISKANDAR. 2001. Evaluasi potensi sumber pakan lokal dan sistim kelembagaan dalam mendukung keberlangsungan usaha ayam buras. Prosiding Hasil Penelitian Bagian Proyek “Rekayasa Teknologi Peternakan/ARMP II”. Puslitbang Peternakan. Bogor. Pp. 21-28. MANGUNWIRYO, H., DARMINTO, dan ZULKIFLI. 1995. Survai serologi terhadap Infectious Laryngotrakhitis (ILT) pada ayam buras dan ras di Jawa Barat. Proseding Seminar Nasional Teknologi Veteriner untuk meningkatkan kesehatan hewan dan pengamanan bahan asal ternak. Cisarua. Bogor. pp 140-147. MEULEMANS, G., and P. HALEN. 1982. Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA) for detecing infectious laryngtrachitis viral antibodies in chicken serum. Avian Pathol. 11. pp 361-368. MURPHY, F.A. and KINGSBURY. 1990. Virus taxonomy. In: Fields Virology. 2ndEd. vol 1 (eds. B.N. FIELDS. D.M. KNIPE, R.B. CHANOCK, M.S. HIRSCH, J.L. MELNICK, T.P. MONATH, B. ROIZMAN). Raven Press, New York. Pp. 9-35. A.G., A.R. SETIOKO, B. NATAAMIJAYA, BRAHMANTYO, dan K DIWYANTO. 2003. Performans dan karakteristik tiga galur ayam lokal (Pelung, Arab dan Sentul). Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan, Bogor. Pp. 353-359.
INDRIANI, R., R..M.A. ADJID, DARMINTO, dan H. HAMID. 2002. Pengembangan teknik enzyme Linked Immunosorbent Assay untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap virus infectious laryngotrachitis dalam serum ayam. JITV. 7(2): 130-137.
OFFICE INTERNATIONAL DES EPIZOOTIES. 2000. Manual of standards for diagnostik tests and vaccines. pp 212 – 219.
INDRIANI, R., NLP.I. DHARMAYANTI, L. PAREDE, A.WIYONO, dan DARMINTO. 2004. Deteksi respon antibodi dengan uji hemaglutinasi inhibisi dan titer proteksi terhadap virus Avian Influenza subtipe H5N1. JITV. 9(3):204 – 209.
PAREDE, L., R. INDRIANI, dan S. BAHRI. 1998. The occurrence of virulent Infectious Bursal Diseases virus infection in Indonesia. Poster at 4th Asia Pacific Poultry Health Conference November 1998. Melbourne, Australia.
INDRIANI R., NLP. I. DHARMAYANTI, A. WIYONO, R.M.A. ADJID, dan T. SYAFRIATI. 2005. Pengembangan prototipe vaksin inaktif AI H5N1 isolat lokal. JITV. (In press).
PARTADIREJA, M dan B. JOENIMAN. 1985. Isolasi dan identifikasi virus Gumboro di Indonesia. Hemera Zoa 72:7-14.
ISTIANA. 1992. Salmonella spp pada ayam buras di Kalimantan Selatan. Penyakit Hewan 24(44): 103-105
26
PAREDE, L. 1994. Laporan hasil penelitian penyakit Gumboro. Balai Penelitin Veteriner; Proyek ARMP 1994-1995.
PARTADIREDJA, M., R.D. SOEDJOEDONO, dan S. HARDJOSWORO. 1982. Kasus Infektious Laryngotrachitis pada ayam ras dan buras di
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal
Kabupaten Cianjur, Tanggerang dan Kerawang. Prosiding Temu Ilmiah Nasional bidang Veteriner. Bogor. 12-13 Maret 1996. pp 88-99.
laboratorium dan uji lapang di beberapa daerah di Indonesia dalam rangka pemantapan studi. Penyakit Hewan. Vol 24. no. 43A. Pp 1 – 9.
POERNOMO, S. 1975. Vegetative endocarditis pada ayam. Bull. LPPH 6(8-9): 29-35.
SAEPULLOH M., H. HAMID dan DARMINTO. 2003. Isolasi dan identifikasi agen penyebab penyakit Infectious Laryngotracheitis (ILT) pada ayam petelur di Kabupaten Bogor, Bekasi dan Tanggerang. Prosiding Seminar Nasional. Teknologi Peternakan dan Veteriner. pp.424-430.
POERNOMO, S dan E. JUARINI. 1996. Penyebaran E. coli serotipe O1K1, O2K1 dan O78K80 pada ayam di Indonesia. JITV 1(3): 194-199. REPUBLIKA. 2005. 21 Provinsi tertular Flu Burung. terbitan hari Jum’at tanggal 22 Juli 2005, Halaman 1 kolom 1, 2, dan 3. RONOHARDJO, P, DARMINTO, and M.I. DIRJA. 1988. Oral vaccination against Newcastle Diseses in Kampung chicken in Indonesia. In Poultry Disease. Proceeding 112 the Asian/Pasific Poultry Health Conference. Surfers Paradise. Australia. pp 473-480. RONOHARDJO,P, DARMINTO, A. SAROSA, dan L. PAREDE. 1992. Vaksinasi penyakit Tetelo secara oral pada ayam buras: uji efikasi
SYAMSUDIN, A. 1987. Tingkat kepekaan hewan percobaan terhadap Pasturella Multocida penyebab kolera unggas. Penyakit Hewan 19(33): 1-2. WIYONO A., MUHARAM S., ANTONIUS S. dan DARMINTO. 1996. Sebaran titer antibodi Infectious Laryngotrachitis (ILT) pada ayam ras dan buras di Kabupaten Cianjur, Tanggerang dan Krawang. Proseding Nasional Bidang Veteriner. Balai Penelitian Veteriner. Bogor. pp 88-95.
27