Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal
STRATEGI PENGEMBANGAN VAKSIN LOKAL DALAM MENGENDALIKAN DAN MENCEGAH PENYAKIT PADA AYAM LOKAL LIES PAREDE Balai Penelitian Veteriner Jl. RE. Martadinata No.30, Bogor, 16114
PENDAHULUAN Bila dilihat dari judul, maka paling sedikit 3 unsur yang terlibat dan harus diperjelas makna dan keterkaitannya. Pertama, strategi pengembangan vaksin (memakai agen mikroba yang diisolasi lokal di Indonesia), kedua, pengendalian penyakit itu bila sudah terjadi wabah serta pencegahan sebelum ada wabah, dan yang terakhir jenis breed, yaitu lokal (kampung, indigenius). Dari judul tersebut, maka diuraikan berbagai faktor yang menyangkut suatu keputusan untuk berani mengembangkan produksi vaksin dalam negeri, dengan segala keterbatasannya untuk dipakai mengendalikan atau mencegah wabah pada ayam lokal, artinya dalam skala kecil atau menengah. Bila dicermati da tiga faktor utama didalam strategi pengembangan dan pembuatan sediaan vaksin: • investasi yang cukup besar • bahan dasar vaksin • pasar yang cukup • serta riset dan teknologi terhadap produksi yang dihasilkan. Vaksin itu sendiri harus dibedakan dari “ OBAT”, yang dipakai sebagai terapi (pengobatan), sedangkan vaksin merupakan bahan biologik, yang disiapkan mengandung antigen untuk merangsang pembentukan kekebalan, zat antibodi terhadap penyakit tertentu seperti penyakit viral, bakterial, agen lain. Kandungan bahan yang bersifat antigenik didalam vaksin ada bermacam-macam. Ada yang berisi agen infeksius hidup dari jenis yang tidak menimbulkan penyakit atau yang telah dilemahkan, dikenal sebagai vaksin aktif atau
42
atenuasi. Vaksin virus hidup akan berusaha memperbanyak diri dalam induk semang, sehingga merangsang sel-sel kebal dalam tubuh menjadi aktif atau tanggap bila ada serangan dari luar tubuh. Ada vaksin yang mengandung agen infeksius yang telah dimatikan terlebih dahulu, dikenal sebagai vaksin inaktif (mati). Vaksin mati tergantung dari jumlah partikel antigen yang dimasukan sebagai satu dosis yang dapat merangsang pembentukan Ab. Ada vaksin yang mengandung hanya bagian-bagian dari agen infeksius atau agen yang telah mengalami modifikasi genetik, bahkan mengandung hanya bahan sintetis saja. Vaksin virus baru berhasil abad 20 karena virus selain harus ditumbuhkan pada embrio, lalu dikembangkan pemakaian biakan sel. Kebanyakan vaksin unggas disiapkan dari virus hidup. Vaksin bakteri, hidup atau diinaktifasi disebut bakterin. Mengapa vaksinasi? Vaksinasi adalah cara yang ampuh untuk mencegah dan atau mengurangi dampak serangan penyakit spesifik pada unggas. Unggas yang dipelihara untuk kepentingan konsumsi seperti kalkun, bebek, angsa, merpati, burung onta, emu dan berbagai bangsa burung yang diternakan maupun kesayangan. Organisme bibit penyakit dapat dikelompokan dari yang terkecil sampai yang terbesar, virus, mycoplasma, bakteria, fungi, protozoa, dan parasit. Semua organisme tersebut kecuali virus. Penyakit virus dikontrol dan dicegah dengan sanitasi dan biosekuritas, dan dengan vaksinasi. Sanitasi dan biosekuritas yang ketat adalah kunci utama untuk suksesnya suatu peternakan. Vaksinasi tidak dapat mengganti sistem menejemen yang baik. Vaksinasi mungkin
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal
efektif untuk mengurangi gejala penyakit, tetapi unggas yang sakit, dalam berbagai tingkat keparahan masih infeksius dan sebagai tempat berteduhnya mikroorganisme tersebut. Keputusan untuk vaksinasi atau tidak Industri peternakan misalnya membutuhkan cara pencegahan awal atau kontrol terhadap agen infeksi yang merugikan. Pemeliharaan ternak ayam secara intensif sangat mempedulikan program pencegahan penyakit yang sangat merugikan dengan vaksinasi. Peternak dipastikan akan memperhatikan adanya ancaman penyakit yang berulang atau mewabah lagi, sehingga terhindar dari kerugian dan ternak yang dipelihara tetap sehat. Peternakan komersil biasanya memberi vaksinasi untuk berbagai jenis penyakit. Vaksinasi sangat jarang dilakukan (aplikasi) oleh peternak kecil. Ada beberapa pertimbangan, antara lain: • Jarang punya masalah penyakit • Jarang tahu adanya infeksi penyakit • Tidak tahu diagnosa penyakit • Tidak tahu bisa dimana beli vaksin unggas • Vaksin unggas terlalu mahal, karena dosis besar, 500 - 10.000/vial. Padahal peternakan kecil pun dapat terserang berbagai penyakit yang sebenarnya dapat dikontrol dengan aplikasi vaksinasi yang benar. Penyakit-penyakit ini dapat menurunkan pendapatan dari jumlah produksi telur yang menurun, broiler atau kematian dari bibit/biang unggul = plasma nutfah. Keputusan sebaiknya divaksinasi atau tidak terhadap suatu penyakit tergantung apakah ayam-ayam tsb bisa terserang penyakit tertentu. Jika peternakan tertutup dan tidak memasukan ayam baru dari luar, atau bila sudah keluar tidak boleh dikembalikan lagi. Jika resiko rugi cuma sedikit, biasanya keputusan tidak di vaksinasi. Vaksinasi biasanya dilakukan bila si empunya: • Ternak dibawa ke pameran ayam • Baru dibeli di pameran, penetasan dan mau dicampur dengan ternak yang ada • Sudah ada penyakit sebelumnya
PENGEMBANGAN VAKSIN LOKAL Vaksin untuk ayam khususnya berkembang sangat cepat sejalan dengan perkembangan industri ayam. Model peternakan intensif dengan kapasitas ratusan ribu ekor menyebabkan kebutuhan vaksin dalam jumlah besar dan berbagai macam untuk pencegahan penyakit terutama penyakit viral. Pada umumnya vaksin dibuat dari isolat lokal dimana terjadi wabah di satu daerah atau negara. Kejadian wabah menyebabkan penelitian pada agen infeksius menjadi sangat intensif dikerjakan, termasuk penelitian pengembangan vaksin untuk menanggulangi wabah atau mencegah wabah baru. Banyak faktor dibawah ini, yang menjadi pertimbangan dalam pengembangan vaksin lokal, terutama pertimbangan investasi yang harus dikalkulasi return value dalam kurun waktu tertentu atau tidak terlalu lama. Strategi subsidi silang, membuat vaksin yang dibutuhkan untuk jumlah populasi besar tanpa mengabaikan membuat dosis kecil dengan harga relatif lebih mahal. Peminat investasi penanaman modal asing maupun modal dalam negeri sangatlah terbatas. Investor akan mempertimbangkan negara dengan upah buruh yang murah dan keamanan investasi yang terjamin dari pemerintah setempat. Macam vaksin Contoh yang paling jelas saat ini, Indonesia merupakan konsumen yang cukup besar bagi produsen vaksin import, dimana untuk vaksin Newcastle disease (ND) saja membutuhkan 2 miliar dosis/tahun untuk boiler komersil bila divaksinasi 2 x saja, sedangkan pabrik vaksin kepunyaan Pemerintah Indonesia hanya satu, dan swasta dalam negeri ada 2, yang melayani pangsa pasar ternak ayam komersil. Pemerintah Indonesia bertanggung jawab terhadap program vaksinasi ND dan pengadaan vaksin untuk membantu peternak kecil atau menengah. Jenis vaksin (GUITTET et al., 1997) ditabulasi pada Tabel 1.
43
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal
Tabel 1. Berbagai jenis vaksin Jenis virus
Hewan
Aktif (live)
ND
Ayam, kalkun, burung
Air minum, tetes mata, tetes hidung disemprot
Marek
Infectious bronchitis (IB) Laryngotra cheitis (ILT)
Fowl pox
AE (Avian encephalom yelitis Fowl cholera AI (Avian Influenza) IBD Gumboro
44
Inaktif (killed)
Catatan
Disuntik Ada kombinasi vaksin ND-IB diberikan sebagai intramuskuler booster pada umur 10-35 hr. booster @ 3 bulan Breeder dan petelur mendapat booster Æ titer cukup untuk anak ayam. Vaksin inaktif diberikan sebelum bertelur (18-20 mgg). Bila membeli ayam dara baru untuk ditambahkan pada kelompok ayam yang sudah ada, maka vaksinasi ND tetes, lalu booster 4 mgg Disediakan untuk pet kecil/menengah lewat dinas setempat Pheasants, Suntik sc leher Diberi pada ayam ras umur sehari Æ mencegah tumor dan kelumpuhan puyuh, burung hias, Ayam muda umur 2-16 mgg, (sebelum bertelur) kalkun peka terhadap infeksi virus Marek. Semua jenis Air minum, semprot Suntik Tergantung serotipe dan daeah wabah unggas intramuskuler atau breeders dari umur 14-18 minggu. subcutan Umum vaksin IB dikombinasi dengan ND Semua jenis Tetes mata atau Dianjurkan setiap Vaksin hanya untuk pencegahan di daerah unggas hidung, tahun dibooster epidemik. Di luar negeri harus seizin Disnak setempat bila akan menggunakan vaksin ILT di umur ± 4 minggu daerah tersebut. Jika akan memakai vaksinasi, Bila lebih muda semua ayam di daerah sekitarnya harus juga kurang respon. divaksinasi. Virus ILT bisa menyebar dari burung (unggas yang lama) ke unggas yang baru dimasukan. Diagnosa cepat dan vaksinasi dapat menyetop wabah atau penyebaran virus pada peternakan yang terinfeksi. Ayam dan Wing web stick (gores Mulai umur 1 hari, 6 jenis pox, fowl pox, pigeon pox, quail pox, kulit) canary pox, psittacine pox, and ratite pox berbagai pullet 10-12 unggas minggu kalkun Vaksinasi penting pada daerah endemik 8-14 minggu Ayam, puyuh Air minum Breeder ayam, puyuh 6-10 minggu berbagai unggas Ayam, bebek, Air minum Suntikan Suntikan diberi 2 kali dengan interval 4 minggu. bangsa Jangan vaksinasi kalau tidak punya problem tsb burung di peternakan. Ayam, Tetes; suntik Daerah endemis, vaksinasi di anjurkan berbagai umur 3 minggu, Negara tertentu menjalankan stamping-out, unggas booster 6-8 minggu karena zoonosis dan sifat virus yang mudah membuat tipe baru (RNA re-assorment) Ayam - Aktif, air In aktif: 4 hari SC Vaksin breeder untuk antibodi metanol unggas minum/cekok suntik Buster 4 Vaksinasi penting cegah IBD ganas dan cegah (8 –10 hari) minggu suntik dst Imunosupresif - In aktif
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal
Produk primadona
Produksi masal
Karena banyaknya macam virus, pemilihan produk vaksin harus disiasati dengan cermat, misalnya produk primadona merupakan kunci dari produk andalan suatu pabrik, sebagai contoh, peternak akan menyebut vaksin unggas ND clone yang baik dari produk Intervet, atau bila menyebut ND clone yang dimaksud ND produk Intervet. Indonesia misalnya dapat memulai dengan membuat vaksin ND dengan harga subsidi sehingga program pengendalian penyakit ND yang terjadi setiap tahun dapat tercapai. Vaksin ND dari virus ND yang diseleksi dari strain sifat tahan panas (heat resistant) akan sangat baik untuk negara tropis seperti Asia dan Afrika. Jenis ini dikembangkan oleh Australia dan Malaysia dengan strain V4. Di Indonesia, Balitvet mengembangkan strain V4 yang diseleksi tahan panas dengan kode RIVS2.
Begitu pesat kemajuan teknologi dan industri peternakan, maka kebutuhan vaksin harus diproduksi secara masal. Metode pembuatan terus berkembang, jenis-jenis vaksin yang dibutuhkan bertambah macamnya, penemuan cara baru digali untuk menggantikan metode konvensional yang lebih mahal dan memakan waktu yang lama.
Isolat lokal sebagai masterseed Faktor lain ialah pemilihan atau adanya isolat lokal yang dapat dipakai sebagai Masterseed. Dibutuhkan dana dan penelitian yang cukup tekun untuk menghasilkan sebuah Masterseed vaksin dari virus lokal. Bila ada wabah disuatu negara, maka agen penyebab dapat merupakan koleksi awal asal muasal virus yang dapat dibuat vaksin. Salah satu investasi yang memegang peranan penting bagi produk lokal ialah tidak memasukan virus atau agen infeksius lain ke dalam negeri, sehingga kemungkinan mutasi (re-assortment agen infeksius seperti virus terjadi alamiah dalam kurun waktu 5-15 tahun ke depan, bisa berubah sifat menjadi lemah atau lebih ganas) dapat terhindari. Pembuatan vaksin dari virus isolat lokal merupakan suatu investasi penelitian jangka panjang dimana untuk negara seperti Indonesia investasi tersebut merupakan keuntungan yang akan dicapai karena pengurangan devisa atas pemasukan vaksin impor. Selain itu Indonesia akan dapat terhindar dari ketergantungan vaksin impor dalam mengendalikan masalah penyakit unggas.
SEKILAS SEJARAH VAKSIN Prinsip vaksinasi ditemukan oleh JENNER (1798), dengan percobaannya menggunakan virus cowpox (cacar sapi) untuk pencegahan penyakit Small Pox pada manusia, diikuti dengan contagious Bovine Pleuropneumonia pada sapi (1853), penyakit Myxomatosis pada kelinci, Anthrax pada domba (1877), Cholera ayam (1878) dan penyakit Marek pada unggas. Konsep (teori) Jenner inilah yang diperkenalkan oleh PASTEUR (1881) dimana pemakaian agen mikroba yang dilemahkan untuk pencegahan penyakit infeksius. Prosedurnya disebut Vaksinasi dan produknya disebut vaksin (PASTORET et al., 1997). BAHAN DASAR VAKSIN Pada prinsipnya bahan dasar vaksin adalah bahan yang mampu mengaktifkan sistem kekebalan tubuh, agen infeksius bakteri atau virus, dikenal dengan antigen. Antigen dihubungkan dengan daya merangsang organ kekebalan tubuh. Banyak vaksin bakteri yang dibuat secara inaktif, dan vaksin virus baru berhasil abad 20 karena virus selain harus ditumbuhkan pada embrio, lalu dikembangkan pemakaian biakan sel. Biologi vaksin Vaksin atau virus yang merupakan protein antigen akan dikenal oleh sel limposit T (pada reseptor di membran sel T) dan B (dikenal oleh reseptor di membran sel B) pada tubuh.
45
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal
Seluruh virus atau hanya bagian capsid saja atau amplop virus bisa merupakan epitope (antigenic site/determinant). Antigen akan mengaktifkan respon kekebalan yang menghasilkan produk kekebalan (Ab = Antibodi). Lokasi epitope setiap antigen berbeda, dimana menentukan ikatan yang penting dengan paratope pada molekul Ab. Ada tiga macam epitope pada virus partikel, cryptotope, neotope dan netralisasi epitope, dimana Epitope netralisasi adalah epitope penting suatu virus karena merangsang pembentukan Ab yang dapat menetralisasi virus tersebut. Komposisi virus partikel bervariasi, misalnya virus IBD mempunyai viral protein (VP) 1, 2, 3, dan 4), dimana VP2 dan 3 mempunyai sifat imunogenik, sedangkan virus influenza terdiri dari hemaglutinin (HA dengan 5 region A s/d E) ) dan neuraminidase. Virus ND mempunyai 5 viral protein (HN [Hno, Hn1, HN2], F1, F2, M, L, NP) dimana HN dan F merupakan glikoprotein yang terpenting. Beberapa virus yang kompleks asam amino nya (virus Pox atau Herpes), dapat memberi kode untuk membentuk protein kekebalan virokines (meniru cytokines) dan viroceptors (meniru reseptor sel untuk melekatnya virus). Variasi dari Antigenik tiap virus berbeda, ada yang mudah mutasi virus di alam, sehingga pemilihan strain untuk produksi vaksin harus diperhatikan strain yang mendekati homologus dengan virus wabah, sehingga formulasi vaksin yang dihasilkan dapat merangsang pembentukan Ab yang bisa menetralisasi virus lapang dan mampu untuk proteksi terhadap kejadian wabah. Kombinasi dari DNA/RNA (dipilih gen yang imunogenik) beberapa virus untuk menciptakan vaksin bivalen mulai populer diteliti dinegara maju, dengan tujuan memanfaatkan gen saja (tanpa virus utuh) sehingga lapangan tidak tercemar dan sekaligus lebih dari satu vaksin dapat diaplikasikan. Respon kekebalan Hal penting dari vaksin dan vaksinasi adalah reaksi (respon) dari pemakaian vaksin itu sendiri. Banyak faktor yang terlibat setelah
46
virus (vaksin = Antigen) masuk kedalam tubuh. Ag yang masuk akan dikenal oleh reseptor sel B dan sel T, yang mekanismenya melibatkan berbagai sel (APC, MHC, CD4, CD8) dan begitu kompleks. Pemakaian kombinasi virus dalam vaksin (bivalent, polivalent) harus memperhatikan sifat virus sehingga dapat dihindari kompetisi Ag untuk menginduksi kekebalan terhadap virus vaksin tersebut. Respon kekebalan terjadi secara humoral dan seluler (lihat paper Imunologi). Sel B dan T yang aktif mensekresi Ab terhadap Ag yang masuk akan berbiak terus (sel-sel memory), dan akan tetap aktif bila diberi suntikan buster. Aspek produk Produk vaksin yang dihasilkan secara konvensional masih banyak dipakai pada produk veteriner, karena lebih murah atau ada pertimbangan lain, tetapi kemajuan dalam bidang imunologi memacu kemajuan dalam teknologi membuat produk dengan berbagai metode. Cara produksi vaksin yang sederhana, virus ND yang akan dipakai diproduksi dalam telur tertunas, lalu diinaktifasi dengan formalin atau diatenuasi dengan panas atau bahan kimia lain. Vaksin subunit, dimana hanya bagian tertentu dari virus yang digunakan sebagai vaksin. Vaksin multivalent, mengandung beberapa jenis virus, sehingga lebh mudah sewaktu vaksinasi. Yang lebih maju, produk vaksin syntetik peptida, vaksin rekombinan, menggunakan virus atau DNA lain yang dikombinasikan dengan virus vaksin target. Vaksin anti-idiotypic menggunakan antiidiotipik sebagai antigen virus, vaksin DNA dan vaksin memakai vektor bakteri. Vaksin masa depan mulai diteliti di negara-maju sebagai alternatif dicekalnya pemakaian hewan percobaan dan dihindarinya pemakaian virus utuh sebagai antigen. Hepatitis B untuk vaksin manusia merupakan subunit vaksin secara teknik rekombinan DNA. Vaksin Rabies dengan vektor virus Vaccinia diberikan pada umpan dipakai di Belgia dan Perancis untuk mengontrol masalah rabies pada rubah. Vaksin baru dengan teknik genetik knock-down (reverse genetic, dihambat gen patogenik, diperbanyak gen imunogenik).
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal
Aspek target Berbagai produk vaksin yang dihasilkan sesuai dengan host, terutama untuk manusia. Di bidang veteriner, terdiri dari: • ternak (sapi, kerbau, domba, babi • unggas (ayam broiler, layer, breeder, bebek/itik, kalkun) • hewan kesayangan (anjing, kucing, kuda, bangsa burung) • ikan dan udang • hewan laboratorium (tikus, mencit, kelinci, gerbil, marmot) • hewan kebun binatang/satwa liar Pasar (konsumen) Saat kini berbagai vaksin di bidang veteriner untuk unggas telah diproduksi contohnya hampir 200 produk vaksin ND yang terdaftar (daftar IOH Indonesia), vaksin IBD dengan jumlah >22 produk, dimana hanya sebagian kecil yang diproduksi dalam negeri. Demikian juga dengan yang terdaftar, IB, ILT, Cocci sampai saat ini untuk pengembangan riset dan teknologi produksi belum diminati oleh perusahaan vaksin dalam negeri. Populasi ayam ras yang potensial, diperkirakan 1 milyar broiler dan 200 juta layer menunjukan masih banyak peluang bagi produsen dalam negeri. Sebaliknya populasi ayam kampung atau peternak hobbies atau peternak belakang rumah, ternaka ayam kampung menunjukkan harus ada instruksi pemerintah maupun bantuan pemerintah atau LSM untuk kesadaran program vaksinasi dan tersedianya kemasan kecil yang sangat mereka butuhkan. Beberapa tips kesuksesan vaksinasi 1) Vaksinasi pada unggas berumur 10 hr atau kurang tidak dapat diharapkan titer yang seragam dan tinggi, walaupun tidak ada kekebalan bawaan. Pengecualian pada vaksinasi Marek yang diberikan pada umur setelah menetas (DOC). 2) Perputaran stok vaksin. Produk yang terlalu lewat tanggal mungkin sudah rusak 3) Tiap vaksin dibuat untuk cara pemberian yang spesifik. Pakailah sesuai petunjuk
4) Jangan vaksinasi unggas sakit (kecuali pada wabah ILT atau Fowl Pox, bisa tetap vaksinasi) 5) Hindari vaksin dari sinar matahari atau panas 6) Kebanyakan vaksin adalah virus hidup, masih dapat menyebabkan penyakit. Perlu penanganan yang hati-hati. 7) Ketika vaksinasi lewat air minum, perhatikan air pelarut harus bebas klorine atau bahan disinfektan 8) Sesudah vaksinasi, bakar atau kubur atau sanitasi untuk mencegah penyebaran ke unggas lain. Kualitas vaksin tidak digaransi bila tidak ditangani secara benar setelah keluar dari pabrik. Semua produk diberi label tanggal kadaluarsa dan instruksi pemakaian. Aturan umum Dengan adanya pasar bebas dan sulitnya mencegah lalu lintas ternak yang terinfeksi, maka pencegahan infeksi yanga dibawa ternak menjadi prioritas setiap Negara. Beberapa negara maju sudah menjalankan aturan berdasarkan Farmakopea secara ketat dan jelas. Ada regulasi secara Internasional (diatur oleh badan dunia, United Nation Organisation, ASEAN, European Union dll), ada yang lokal untuk UK atau Amerika saja (US Act for Virus-Serum-Toxin, 1913). Indonesia juga mempunyai Undang-undang Peternakan, selain tunduk atau termasuk dalam Perundangan Negara-negara ASEAN. Aturan-aturan tersebut sebenarnya merupakan perangkat yang akan mempermudah bila ada masalah di kemudian hari. Peraturan Internasional mulai diberlakukan oleh OIE, 1992, dimana mengatur standar bahan–bahan biologik (termasuk vaksin, toksin dan produk bahan berbisa). Selain itu setiap negara menentukan peraturan standar mereka sendiri sesuai kebutuhan. Dibawah ini beberapa aturan umum dalam vaksinologi yang perlu diperhatikan, misalnya: • Prosedur registrasi dan hukum dari produk yang dihasilkan. • Patent dan proteksi intellectual properties • Lisensi, prosedur penyimpanan, peredaran, masa berlaku • Aspek keamanan lingkungan • Dan lain-lain
47
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal
Contoh peraturan/ketentuan standar dalam pembuatan vaksin mati (killed) yang harus dipenuhi dan data tersebut harus disertakan bersama produk yang didaftarkan. (a) Bahan untuk inaktifasi vaksin, harus dijelaskan termasuk cara yang digunakan dalam produksi tersebut (b) Bahan penumbuh virus tersebut harus memenuhi aturan yang berlaku, misal Cell Culture; telur SPF. (c) Uji Purity (cemaran)-(1) Bacteria and fungi. (2) Avian Origin harus di uji terhadap: (i) cemaran Salmonella, (ii) cemaran Lymphoid leukosis virus, (iii) cemaran Hemagglutinating viruses. (3) Mycoplasma. (4) cemaran virus lain pada Masterseed harus tidak terdeteksi (d) Safety Tests. Diuji pada marmot, mencit atau unggas lainnya tergantung jenis vaksin yg diproduksi (f) Residu Formaldehyde, tidak boleh melebihi 0.2% formaldehyde sol (740 parts per million formaldehyde). (g) Potensi Tests. Diuji pada hewan/ternak target untuk melihat potensi produk tersebut. KESIMPULAN Pada prinsipnya strategi vaksin untuk ayam lokal tidak berbeda didalam pembutan yang harus mengikuti kaidah-kaidah pembuatan vaksin dari bahan biologik, hanya kemasan harus kecil dan terjangkau petani peternak ayam skala hobbies, kecil dan menengah. Budaya Riset dan teknologi terhadap produksi yang dihasilkan harus berlangsung, sehingga produk vaksin dapat diperbaiki, mencari jenis masterseed yang lebih efisien, atau lebih imunogenik. Produk yang dikombinasi atau komposisi yang diperbaiki untuk mempermudah aplikasi di lapangan. Sayangnya keterbatasan teknologi dan dana, sering menyebabkan ketidak beruntungan negara berkembang dalam memproduksi sendiri, karena sering teknologi yang lebih baik, lebih ekonomis sudah 10 tahun diteliti untuk diproduksi massal, tetapi kadang teknologi canggih tidak dapat diterapkan pada genetik manipulasi mikroorganisme, karena mungkin jadi vaksin yang baik yang dicari, atau malahan menjadi monster penyebab wabah yang menakutkan karena reassorment RNA yang dimanipulasi.
48
DAFTAR BACAAN BALAI PENGUJIAN MUTU dan SERTIFIKASI OBAT HEWAN (1989). Petunjuk teknis pengujian mutu obat hewan. DIREKTORAT JENDERAL PRODUKSI PETERNAKAN DEPARTEMEN PERTANIAN RI dengan ASOHI (2000). Index obat hewan Indonesia eds. IV. JACOB J.P., BUTCHER G.D., and MATHER F.B (1998) Vaccination of small poultry flocks. Cooperation Extention Service, Univ of Florida. http://hammock.ifas.ufl.edu. OIE (2000). Manual of standards Diagnostic Tests and Vaccines. PALYA. V (1991). Manual for the production of Marek’s Disease and Inactivated Newcastle Disease vaccines. PASTORET, P P., BLANCAU J., VANNIER P. and VERSCHUEREN C. (1997). Veterinary vaccinology. Elsevier.Nederland SAIF Y.M., BARNES H.J., GLISSON J.R., FADLY A.M., DOUGALD L.R and SWAYNE (2003). Diseases of poultry. 11ed, Iowa State Press. SWAYNE, D.E., GLISSON J.R., JACKWOOD M.W., PEARSON J.E and REED W.M. A Laboratory manual for the isolation and identification of avian pathogens (1998). AAAP, 4th edition, Kennett Square, PA.