HASIL DAN PEMBAIfASAN
Keterkaitan antara Tingkat Perekonomian dengan Capftal Wilayah
hapasitas Human
I-lunzun C~upilulatau modal dari sumberdaya manusia suartu wilayah
adaliih merupakan hasil penjumlahan dari pengetahuan, keahlian, bakat, energi dan cirri kualitatif lainnya yang secara nyata atau potensial tersedia pada semua orang dalam suatu wilayah tertentu.
Dengan kata lain, modal/sumberdaya
manusia merupakan fungsi dari kemampuan atau kapasitas bekerja seseorang yang merupakan hasil dalam dari kesehatan fisik dan mental seseorang (Sinha dalain
w,2000).
Dari definisi tersebut, maka ukuran-ukuran kapasitas
human capitul dapat berupa angka harapan hidup, angka melek huruf, lamanya
sekolah dan lain-lain.
Untuk melihat keterkaitan antara tingkat perekonomian wilayah dengan kualitas sumberdaya manusia dan kondisi kesetaraan gender, dilakukan Analisis Tingkat Perkembangan Wilayah berdasarkan tingkat perekonomian dan kualiatas suml~erdaya manusia.
Mengingat penelitian ini berfokus pada upaya
pemberdayaan wanita, maka ukuran kualitas sumberdaya manusia yang dianalisis adalah kualitas sumberdaya manusia yang dibedakan berdasarkan gender. Untuk keperluan tersebut digunakan data tentang kondisi sumberdaya manusia, kesetaraan gender dan tingkat perekonomian Wilayah-wilayah Propinsi Indonesia tahun 1996, dalam ha1 ini berupa data PDRB per kapita, Angka Harapan Hidup, Ang:ita Melek Huruf, Rata-rata Lama Sekolah, Sumbangan Pendapatan Pria dan
Wanita, IPG, IDG dan sebagainya.
Alat analisis yang digunakan adalah: (1)
Analisis Komponen Utama, untuk meringkas jumlah peubah clan menghindari kemungkinan adanya kolinearitas antara peubah-peubah yang akan diuji; (2) Analisis Cluster, untuk mengelompokkan wilayah, berdasarkan tingkat kualitas sumberdaya manusia, kesetaraan gender dan tingkat perekonomiannya dan (3) Analisis Diskriminan, untuk mengetahui faktor pembeda antara tipologi wilayah hasil analisis cluster.
Hasil Analisis Komponen Utama terhadap peubah-peubah yang terkait dengan tingkat perekonomian, kesetaraan gender dan kualitas sumberdaya manusia bempa Faktor Loading, Akar ciri dan proporsi ragam disajikan dalam
Tabel 13.
Faktor Loading, Akar Ciri dan proporsi ragam Hasil Analisis Komponen Utama terhadap Peubah-Peubah yang terkait dengan Tingkat Perekonomian dan Kapasitas Human Capital untuk Wilayah-Wilayah Propinsi Indonesia, Tahun 1996.
Peubah Angka Harapan Hidup Wanita Angka Harapan Rdup Pria Angka Melek Humf Wanita Angka Melek Hurup Pria Lama Sekolah Wanita Lama Sekolah Pria Stunbangan Pendapatan Wanita Sumbangan Pendapatan Pria Indek Pembangunan Jender (IPJ) Indeks Pemberdayaan Jender (IDJ) Prc~sentasePenduduk Miskin
d
j , . ~ o t l 0.368 Sumber: Data Diolah dari tabel pada. Lampiran 2.
13erdasarkan tabel diatas, terdapat 3 peubah barn atau faktor
-
faktor utama
penting yang diduga mencirikan tingkat perkembangan wilayah.
Ketiga
kelompok peubahl komponen utama tersebut mewakili 86.16 % dari seluruh Iceragaman data.
Penjelasan dari komponen-komponen utama tersebut adalah
riebagai berikut: Faktor 1 mewakili
52.04% dari ragam data, disebut sebagai Faktor
Perkembangan Wilayah-1 (FK-1) dicirikan oleh korelasi positif peubah Angka Harapan Hidup Wanita, peubah Angka Harapan Hidup Pria, Lana Sekolal~ Pria dan PDRB. Keempat peubah tersebut mempunyai arah yang sama. Oleh karena itu faktor-l dapat dijadikan sebagai faktor penciri
lndeks
Kesejahteraan Hidup (FK1). Faktor-2 mewakili 20.79% dari ragam data, disebut sebagai Faktor Perkembangan wilayah-2 (FK-2). FK-2 dicirikan oleh korelasi positif peubah IDG dan IPG, yang artinya semakin tinggi IPG semakin tinggi juga IDG. Faktor ini merupakan penciri Indeks Kesetaraan Gender (FK2). Faktor-3 mewakili 13.33% dari ragam. Faktor ini disebut sebagai Faktor Perkembangan
Wilayah-3 yang dicirikan dengan korelasi positif Angka
Melek Huruf baik Pria maupun Wanita, dan Sumbangan Pendapatan Pna. Ketiga peubah tersebut
berkorelasi negatif dengan peubah Sumbangan
Pendapatan Wanita. Faktor ini m e ~ p a k a nFaktor Perkembangan Wilayah yang mencirikan Indeks menurut Gender (FK3).
Melek Humf dan Sumbangan Pendapatan
Hasil pengelompokan peubah tersebut mengaudung arti bahwa tingkat perkernbangan wilayah-wilayah propinsi lndonesia pada kondisi tahun 1996, cipengamhi oleh tiga faktorlkomponen utama yang saling terpisahhndependen. Keterkaitan antara peubah-peubah asal dalam masing-masing faktor tersebut adalah sebagai berikut: lndeks kesejahteraan Hidup Selnakin baik tingkat kesehatan dan pendidikan (dalam ha1 ini tercennin dari angka harapan hidup dan lama sekolah pria),
semakin baik tingkat
perekonomian (dicirikan dengan PDRB per kapita). Hal ini dapat diartikan babwa tingkat perekonomian suatu wilayah dipengaruhi oleh kondisi kesehatan dan tingkat pendidikan penduduknya. Atau dapat juga diartikan bahwa pada kondisi ekonomi yang baik, tingkat kesehatan dan pendidikan juga akan membaik.
Oleh karena itu untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi wilayah, sangat memerlukan perbaikan kuahtas sumberdaya manusia terutama di bidang kesehatan dan pendidikan. Dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan mendorong pada perbaikan kualitas sumberdaya manusia. Indeks Kesetaraan Gender Semakin bluk Indeks Panbangunan Gender, maka akan semakin baik juga Indeks Pemberdayaan Gender.
Hal ini dapat diartikan bahwa pada kondisi
kualitas sumberdaya wanita yang baik, akan semakin tinggi peran wanita dalam panbangunan. Atau sebaliknya dapat diartikan juga bahwa jika peran wanita dalam pembangunan relatif tinggi, akan berdampak pada peningkatan kualitas sumberdaya wanita. Jadi, keberhasilan upaya pemberdayaan wanita akan dapat dicapai apabila ada
upaya peningkatan kualitas sumberdaya
wanita. Dan peningkatan kualitas sumberdaya wanita akan mendorong peran wanita dala~npembangunan. Indeks Melek Huruf dan Sumbangan Pendapatan menurut Gender Semakin tinggi angka melek huruf, maka seinakin tinggi juga snmbangan pendapatan pna, sebaliknya sumbangan pendapatan wanita rnenjadi semakin rendah.
Hal ini dapat diartikan bahwa pada tingkat melek huruf (atau
tingkat pendidikan dasar) yang tinggi, kaum pria cenderung memberikat~ kontribusi pendapatan yang relatif tinggi. Sebaliknya pada tingkat angka melek hunlf yang rendah, kaum wanita cenderung memberi kontribusi pendapatan yang relatif tinggi.
Selanjumya, Analisis Komponen Utama juga menghasilkan nilai score ~nasing-rnasing wilayah untuk setiap faktor penciri komponen utamanya. Nilai score ini rnewakili sernua peubah asal dari setiap komponen utama. Berdasarkan nilai skore ini dapat dilihat keragaan sebaran wilayah berdasarkan faktor penciri ~komponenutama. Gambar 6 . menampilkan sebaran Wilayah Propinsi Indonesia berdasarkan faktor penciri Indeks Kesejahteraan Hidup (FK-1) dan faktor penciri Indeks Kesetaraan Gender (FK-2).
Dan Gambar 7. menampilkan keragaan
r;ebaran wilayah Propinsi Indonesia berdasarkan Faktor Penciri Indeks ICesejahteraan Hidup (FK-1) dan Faktor Penciri Indeks !jumbangan Pendapatan menurut Gender (FK-3)
Melek H m f
dan
-2
-3 rendah
0
-1
1
lndeke Kesejahteraan Ekanami
2
-*
3 Unggl
Sumber : Gambar hasil olahan dari tabel pada Lampiran 2. Sambar 6.
Sebaran Wilayah Propinsi berdasarkan Faktor Penciri lndeks Kesejahteraan Hidup (FK-1) dan Faktor Penciri Indeks Kesetaraan Gender (FK-2), untuk kondisi tahun 1996
25 m
gg
sutut 0
-
2 G
2 #
1 5 ~ Sultans 0
u
Jakmbl 0 0 Sdsd W n B " m &
i1 0 5 -
8
5
n
OK1 Jakam 0
Rlau 0
~ O ~ n gn, & * .O
=yng Yrn
5
0)
m
-05
KOlbar
2i 1 x o
0
NTB 0
N U
oJ-
0
-15-
$1'
c
IOB
;;
Yag~aLam 0
0
2 u w
-25
-2
-3 rendah
-1
0
Indeb Kesejahteraan Ekonoml
1
2
-
3
bngg'
!$umber : Gambar h a i l Olahan dari tabel pada Lampiran 2 Gambar 7.
Sebaran Wilayah Propinsi berdasarkan Faktor Penciri Indeks Kesejahteraan Hidup (FK-I) dan Faktor Penciri Indeks Melek Huruf dan Sumbangan Pendapatan menurut Gender (FK-3), pada kondisi Tahun 1996.
13erdasarkan kedua gambar tersebut dapat diuraikan tentang karakteristik wilayahxvilayah propinsi, yang antara lain sebagai berikut: Prouinsi DKI Jakarta dan Kalimantan Timur
dan Riau mempunyai
karakteristik wilayah yang hampir sama. Kedua wilayah tersebut mempunyai tingkat perekonomian, kesehatan dan pendidikan, serta tingkat melek humf yang tinggi tetapi pada wilayah tersebut terdapat kesenjangan gender dan kontribusi wanita terhadap
pendapatan
relatif rendah.
Tingkat
kesenjanganan gender di Kalimantan Timur lebih tinggi dibandingkan dengan DKI Jakarta. Propinsi Bali dan DI Yogjakarta mempunyai kaniripan karakter wilayah berdasarkan ketiga penciri wilayali tersebut diatas. Kedua wilayah tersebut mempunyai tingkat perekonomian, kesehatan dan pendidikan , serta tingkat kesetaraan gender yang cukup tinggi. Pada kedua wilayah tersebut wanita mempunyai kontribusi pendapatan yang relatif tinggi. Wilayah Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur mempunyai tingkat perekonomian, pendidikan dan kesehatan, serta tingkat melek humf yang relatif rendah.
Pada kedua wilayah tersebut, wanita mempunyai kontribusi
terhadap pendapatan yang relatif tinggi dibandingkan kontribusi pendapatan wmita pada wilayah-wilayah lainnya. Untuk Propinsi Jawa Barat, tingkat perekonomian, kesehatan dan pendidikan serta tingkat kesetaraan gender relatif rendah. Sedangkan tingkat melek huruf cukup tinggi, tetapi kontribusi wanita terhadap pendapatan relatif rendah. Dilihat dari kontribusi wanita terhadap pendapatan, terdapat beberapa wilayah yang sumbangan pendapatan wanita relatif tinggi, yaitu Propinsi Irian Jaya,
Ill Yogjakarta, Bali, NTT, NTB, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Kalimantan 13arat.
Selanjutnya untuk melihat keterkaitan antara ketiga faktor penciri (FK-1, FK-:! dan FK3) tersebut, dilakukan
Analisis Cluster yang dalam ha1 ini
menggunakan metode Jolning Tree. Analisis Cluster dalam ha1 ini bertujuan untuk mengelompokkan wilayah-wilayah propinsi Indonesia berdasarkan kemiripankedekatan karakteristik ketiga komponen utamanya.
Hasil Analisis
clus~er berdasarkan tiga faktor penciri tingkat perkembangan wilayah propinsipropinsi di seluruh Indonesia dapat dilihat pada Gambar 8.
Surnber : Gambar hasil olahan dari tabel pada Lampiran 2 Gambar 8. Hasil Analisis Cluster dengan Metode Joining Tree terhadap Tingkat Perkembangan Wilayah Propinsi di Indonesia, Tahun 1996
Hasil cluster tersebut diatas dapat rnemperlihatkan hubungan kedekatan antara wilayah propinsi satu dengan lainnya, sehingga kita dapat dapat melakukan pengelompokan wilayah-wilayah
menjadi tiga atau empat tipologi tingkat
perkembangan wilayah. Jika wilayah-wilayah propinsi dikelompokkan menjadi empat tipologi tingkat perkembangan wilayah, maka akan dihasilkan anggota masing-masing kelompok seperti yang ditampilkan dalam Tabel 14. Tabel 14.
Keragaan Kelompok Propinsi berdasarkan Hasil Analisis Cluster terhadap Tingkat Perkembangan Wilayah-wilayah Propinsi Indonesia, Tahun 1996
I Kelm~mpok1
Jumlah
1
Propinsi
1
Anggota Irian Jaya, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara
t1 L
Timur, Kalimantan Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah 9
1
Sulawesi Selatan,
Jawa Barat, Kalimantan Selatan,
1 Sulawesi
Tenggara, Lampung, Sumatera Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Jambi
3
DKI Jakarta, Kalimantan Timur, Riau
6
Bali, DI Yogjakarta, Bengkulu, Sumatera Barat, Kalimantan Tengah, Sumatera Utara
Suml~er:Data Diolah dari tabel pada Lampiran 2.
Untuk mengetahui faktor-faktor yang membedakan antar tipologi tingkat perkcmbangan wilayah tersebut, dllakukan analisis Disknminan. Ringkasan Hasil Analisis Diskriminan terhadap keempat tipologi wilayah tersebut ditan~pilkanpada Tabel 15.
/
Tabd 15.
Ringkasan Parameter Hasil Analisis Diskriminan terhadap Empat Tipologi Tingkat Perkembangan Wilayah Propinsi Indonesia, pada kondisi Tahun 1996
Peubah
Wilks'
Partial F-remove p-level
Lambda Lambda
Toler. (R-Sqr.
(2,19)
Irldeks Kesejahteraan 0.10 0.30 13.70 Hidup (FKI) Ir~deksKesetaraan 0.11 0.28 15.49 Gender (FK2) Irldeks Melek Huruf dan Sumbangan Pendapatan 14.43 0.29 0.10 m enurut Gender (FK3) Sumber: Data Diolah dari tabel pada Lampiran 2.
L
1-Tole]
0.00
0.91
0.09
0.00
0.92
0.08
0.00
0.85
0.15
Dan tabel tersebut diatas diketahui bahwa semua Faktor Penciri Tingkat Perkembangan Wilayah baik Indeks Kesejahteraan Hidup (FK-l), Indeks Kesetaraan Gender ( FK-2) dan Indeks Melek Huruf dan Sumbangan Pendapatan menlJrut Gender (FK-3) merupakan faktor penciri yang berperan membedakan antar tipolog tingkat perkembangan wilayah satu dengan lainnya.
Selanjutnya, analisis Diskriminan juga menyusun fungsi keempat tipologi Tingkat Perkembangan Wilayah berdasarkan ketiga faktor pembeda diatas.
Nilai parameter fungsi pembeda yang dihasilkan analisis diskriminan
disajikan dalam Tabel 16. Tabe:l 16. Parameter-parameter Fungsi Pembeda Hasil Analisis Diskriminan terhadap Empat Tipologi Tingkat Perkembangan Wilayah Propinsi Indonesia, Tahun 1996
F L
Peubah
Indeks Kesejahteraan Hidup ( X I )
-
Kelompok 2 P=.37500 -0.85
Kelompok 3 P=.12500 4.73
~elompok4 P=.25000 1.86
-3.35 -4.46
1 68 -1.82
4.74 -11.40
-1.53 -4.51
~,
hdeks Melek Humf dan Sumbangan Pendapatan M e n u ~ Gender t (FK.3) Constant
.
Kelompok 1 p=.25000 -2.95
Sum Ser: Data Diolah dari tabel pada Lampiran 2.
Berdasarkan parameter-parameter fungsi pembeda wilayah tersebut,
karakteristik keempat
tipologi wilayah
antal- kelompok dapat diuraikan
~sebagaiberikut: Tipologi pertama dicirikan oleh koefisien negatif FK-1, FK-2 dan FK3. Hal ini berarti kelompok pertama merupakan wilayah dengan Angka Harapan Hidup (Pria dan Wanita), Lama sekolah Pria dan PDRB terendah dibandingkan dengan kelompok laimya..
Tingkat
Kesenjangan gender
wilayah ini relatif tinggi karena nilai IPG dan IDG yang rendah. Sedangkan Angka Melek Huruf dan Sumbangan Pendapatan Pria rendah dan sumbangan pendapatan wanita tinggi. Berdasarkan tingkat perekonomiannya, kelompok ini dapat dikategorikan sebagai wiiayah dengan tingkat perkembangan ekonomi yang terendah.
Pada kelompok ini terdapat kesenjangan gender
yang tinggi. Hal ini berarti bahwa pada tingkat perekonomian yang rendah terdapat kecendemgan kesenjangan gender yang tinggi.
Pada keiompok
wilayah ini, sumbangan pendapatan wanita relatif tinggi, yang dapat diartikan bahwa bahwa pada tingkat perekonomian yang rendah, wanita cenderung memberikan kontribusi terhadap pendapatan atau dengan kata lain wanita akan tennotivasi untuik mencari nafkah dalam kondisi perekonomian yang buruk.
Tipologi kelompok kedua, dicirikan dengan koefisien negatif dari FK-1 dan FK-2 dan koefisien positif dari FK-3. Hal ini berarti bahwa kelompok wilayah ini mempunyai PDRB, Angka Harapan Hidup (pria dan Wanita), dan Lama Sekolah Pria, dan tingkat kesetaraan gender yang agak rendah dibandingkan dengan tipologi wilayah lainnya, tetapi mash lebih tinggi jika
dibandingkan dengan besaran peubah penciri tersebut pada kelompok pertama. Sedangkan angka Melek Hnruf (F'ria dan Wanita) dan Sumbangan Pendapatan Pria agak tinggi, tetapi sumbangan pendapatan wanita agak rendah.
Tipologi ketiga adalah wilayah dengan ciri Faktor Perkembangan Wilayah 1 (FK-1) d m Faktor Perkembangan Wilayah-3 (FK-3) berkoefisien positif.
Sedang Faktor Perkembangan Wilayah-2 (FK-2) berkoefisien negatif. Hal ini bisa diartikan bahwa kelompok wilayah ini mempunyai
Angka Harapan
Hidup (Pria d m Wanita), Lama sekolah Pria dan PDRB yang tinggi. Tingkat Kesetaraan gender wilayah ini
sangat rendall. Angka melek huruf, dan
sumbangan pendapatan pria tinggi, sedangkan sumbangan pendapatan wanita rendah.
Tingkat perkembangan ekonomi dan tingkat kesenjangan gender
tipologi wilayah ini tertinggi dibandingkan kelompok lainnya.
Tipologi keempat adalah wilayah dengan
ciri Faktor Perkembangan
Wilayah-1 (FK-1) dan Faktor Perkembangan Wilayah-2 (FK-2) berkoefisien positif Sedang Faktor Perkembangan Wilayah-3 (FK-3) berkoefisien negatif. Berdasarkan arah korelasi dan besaran parameter (koefisien) tersebut, dapat diartikan bahwa kelompok wilayah ini mempunyai Angka Harapan Hidup (Pria dan Wanita), Lama sekolah Pria dan PDRB yang agak tinggi. Tingkat Kesetaraan gender wilayah ini tinggi karena nilai IPG d m IDG yang tinggi. Angka melek humf, d m sumbangan pendapatan pria agak rendah, sedangkan sumbangan pendapatan wanita agak tinggi.
Untulc mempermudah melihat perbedaan karakteristik antar tipologi wilayah, pada Tabel 17 disajikan ringkasan kategori tingkat perkembangan wilayah dari keempat tipologi wiiayah berdasarkan hasil analisis diskriminan. Tabel 17. Ringkasan Kategori dari Tipologi Tingkat Perkembangan Wilayah Propinsi Indonesia pada tahun 1996 berdasarkan Hasil Analisis Diskriminan
C
Komponen Utama
/
mI*
Tipologi Tipologi Tipologi Tipologi
Peubah Asal
Agak rendah rendah Agak rendah rendah Agak rendah $&F r
Angka Harapan Hidup
FK.-l
FK -3
Lama Sekolah Pria
1
1
rendah Sangat rendah
Angka Melek Huruf
tinggi
Sumbangan Pendapatan Pria
tinggi
Hasil pengelompokan
rendah
tinggi
tinggi
Indeks Pembangunan Gender
LI Sumbangan Pendapatan Wanita Sumber: Data Diolah dari tabel pada Lampi an 2.
berdasarkan
tinggi
rendah
tinggi
4 tinggi
Tipoloa Tingkat Perkembangan Wilayah
analisis disknminan ini selanjumya digunakan untuk menguji
ketepiltan pengkelasan titik-titik sampel. Pendugaan ketepatan pengelompokan tersebut disajikan dalam Tabel 18.
Tabel . 18. Pendugaan Tingkat Ketepatan Analisis Diskriminan terhadap Data Contoh Percent Kelompokl Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 w.37500 p=.12500 P=.2500 Correct p=.25000 100 6 0 0 0 0 0 0 Kelompok 2 100 9 0 0 Kelompok 3 100 0 3 0 0 Kelompok 4 0 6 Total 1 100 6 6 9 3 Sum1)er : Data Diolah dari tabel pada Lampiran 2.
Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa penerapan fungsi pembeda terhadap data contoh sebesar 100 %. Hal ini berarti bahwa jika digunakan fungsi hasil eksplorasi analisis disknminan, semua sampel/propinsi masuk dalam tipologi tingkat perkembangan wilayah yang tepat.
Dari hail analisis cluster dan diskriminan terhadap wilayah-wilayah propinsi Indonesia untuk tahun 1996 tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa; Antara tingkat kesejahteraan hidup terdapat korelasi
linier.
dan tingkat kesetaraan gender tidak
Artinya tingkat perekonomian
tidak selalu
berbanding lums dengan tingkat kesetaraan gender. Dari kelo~npokwilayah dengan tingkat perkembangan ekonomi yang rendah sampai wilayah dengan tingkat perkembangan ekonomi yang agak tinggi, tingkat kesetaraan gender ct:nderung meningkat dengan meningkatnya tingkat perekonomian. Tetapi ptda wilayah dengan tingkat kesejahteraan ekonomi yang tinggi (kelompok
3
temyata mempunyai tingkat kesetaraan gender yang sangat rendah. Hal
ir~imenunjukkan bahwa tingkat perekonomian yang tinggi tidak menjamin
Dari serangkaian analisis diatas dapat diperhatikan suatu kesimpulan penting bahwa tingkat perekonomian terkait erat dengan kualitas sumberdaya manusia seperti tingkat kesehatan dan tingkat pendidikan. Hal ini dapat berarti bahwa kualitas sumberdaya manusia sangat penting dalam menunjang tingkat perekonomian suatu wilayah.
Oleh karena itu, kebijakan pembangunan perlu
diprioritaskan kepada upaya peningkatan kapasitas human capital, sehingga dapat mendukung pertumbuhan perekonomian wilayah.
Kesimpulan penting lainnya
adalah bahwa peran dan kualitas sumberdaya wanita dalam pembangunan tidak terkait dengan tingkat perekonomian, dan kemungkinan faktoi- budaya suatu wilayah.
lebih terkait dengan
Artinya, peran dan kualitas sumberdaya wanita
dalani pembangunan tidak berpengaruh terhadap tingkat perekonomian atau sebal:~knyatingkat perekonomian suatu wilayah tidak niempengaruhi tingkat kesetiraan gender suatu wilayah.
Pendekatan Masalah yang dihadapi dalam Upaya Pemberdayaan Wanita pada Masyarakat Miskin Sumberdaya wanita merupakan sumberdaya yang belum banyak diperlnitungkan dalam upaya pembangunan selama ini, terutama &lam kaitannya dengan pembangunan ekonomi. Hal ini karena terkait dengan adanya perbedaan jender yang masih banyak terdapat di banyak wilayah tennasuk di Indonesia Disarnping itu, secara biologis wanita mengalami hambatan dalam bekeja mencari nafkah berkaitan dengan perannya seperti melahirkan dan merawat anak.
Diskrirninasi Gender Upaya pemberdayaan wanita akan dihadapkan pada kenyataan bahwa dalan~lingkungan keluarga maupun dalam lingkungan masyarakat telah terdapat
diskriminasi jender.
Diskriminasi jender ini membuat wanita mempunyai akses
yang lebih terbatas kepada fasilitas pendidikan dan akses kepada sumberdaya modal serta kesempatan lainnya.
Gambar 9, 10 dan 11 dibawah ini menunjukkan adanya
perbedaan akses pendidikan antara wanita dan pria.
100 80
60 40 20
0
Leuwiiiang
clampea
pgor
LRmiliag
Kec.
Kab.
Ciampea
Bogor
GE. 9. Tingkat Melek Huruf Kecamatan Leuwiliang, Kecamatan Ciampea, dan Kabupaten Bogor untuk: (a) Tahun 1996 dan (b) Tahun 2000
Kec. Leuwilian
Kec. Ciampea
Kab. 8ogor
I
Kec. Kec. Leuwiliang Ciampea
Kab. Bagor
I
Kec. KR. Lewnliang Clampea
Kab.
nogor
I
Gb. 10. Prosentase penduduk berusia 10 tahun ke atas yang: (a) tidak pemah Sekolah; (b) tidakbelum tamat SDMI; dan (c) lulus SDIMI untuk wilayah Kecamatan Leuwiliang, Kecamatan Ciampea, dan Kabupaten Bogor, Tahun 2000.
Kec
Kec.
LeWliang Ciampea
(a)
Kab. 0-w
~
8
Kec. Kec. ~mmissng Clamps
(b)
Kab. %at
(c)
Sumber : Gambar hasil olahan dari tabel pada Lampiran 9. Gb. 11. Prosentase pendudulo tahun ke atas yang : (a) lulus SLTP dan sederajat; (b) lulus SLTA dan sederajat; dan (c) lulus Dl-DIV, S1, S2 dan S3 untuk wilayah Kecamatan Leuwiliang, Kecamatan Ciampea, dan Kabupaten Bogor, Tahun 2000. Pada tahun 1996 tingkat melek huruf penduduk laki-laki pada wilayah Kecilmatan Leuwiliang, Ciampea dan Kabupaten Bogor
lebih rendah
diba~dingkanpenduduk wanita pada tahun dan wilayah yang sama (Gambar 9 a) Hal ini kemungkinan disebabkan karena wanita pada masa lalu mempunyai kesempatan yang lebih terbatas dibandingkan kaum pria dalam memperoleh pendidikan dasar. Tetapi pada tahun 2000, tingkat melek h u f untuk wilayah Keciimatan Ciampea, dan Kecamatan Leuwiliang mencapai angka 100% baik untuK wanita maupun pria. Hal ini kemungkinan berarti bahwa pada kedua wilayah tersebut terdapat peningkatan terbadap akses pendidikan tingkat dasar bagi semua penduduk, baik pria maupun wanita. Untuk lingkup Kabupaten Bogor, masih terdapat perbedaan antara pria dan wanita dalam ha1 tingkat melek huru f.
Dari Gambar 10 (a) dapat dilihat bahwa pada tahun 2000, Prosentase penduduk wanita yang tidak pemah sekolah lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk wanita untuk lingkup Kabupaten Bogor.
Tetapi untuk tingkat
Kecamatan Leuwiliang dan Ciampea tidak terdapat lagi penduduk berusia 10 tahun keatas yang tidak pernah menempuh pendidikan dasar.
Gambar 10 (b)
dan (c) menunjukkan bahwa untuk pendidikan tingkat dasar, penduduk pria dan wanita mempunyai kesempatan yang sama.
Hal ini terlihat dari prosentase
penduduk berusia 10 tahun keatas yang masih menempuh dan sudah tamat SD. Bahkan penduduk wanita mempunyai prosentase yang cenderung lebih banyak. Untuk tingkat pendidikan yang lebih tinggi dari SDIMI, penduduk laki-laki cend1:nmg
lebih banyak yang telah meneinpuh jenjang pendidikan tersebut
dibandingkan dengan penduduk wanita (Gambar 11). Untuk wilayah Kecamatan Leuvriliang terdapat perkecualian, karena
temyata dan penduduk yang dapat
menempuh jenjang pendidikan tinggi (Dl) adalah penduduk wanita. Secara keselumhan dapat dikatakan bahwa pada wilayah penelitian, masih terdapat adanya diskriminasi gender terhadap akses kepada fasilitas pendidikan, terutama untd: jenjang pendidikan yang lebih tinggi dari S D M .
Diskriminasi gender dalam lingkungan masyarakat juga dihadapi oleh kaun~wanita dalam ha1 kesempatan dan upah
kerja.
Wanita mempunyai
kesernpatan kerja yang lebih terbatas pada sektor-sektor tertentu, karena hams "sesuai
"
dengan sifat wanita. Apabila bekerja, pada umumnya wanita mendapat
upah yang lebih rendah dibandingkan dengan pekeja pria. Gambar dibawah ini men~cnjukkanfenomena disknminasi gender dalam kesempatan kej a dan upah.
Sumber: BPS, Profil Statistik dan Indikator Gender Di Propinsi Jawa Barat, 2000 Garnbar 12. (a) Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan (b) Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) medurut Jenis Kelamin di Jawa Barat, Tahun 1996 clan 2000 ..
.
.... . . .
.
.
..
.. ..- ...-- . - ---.- ..--... .-.. - .. . .. .
.
. . . .. .
762 547
U i versnas (S1)
SLTA Umum
344.23
SLTP
226.863
'El1
91.138 .I9
SD
!
-
70.047 ,472
TidakIBelum SD -
!
57.706 3.147
TdkJblm Sekolah
0
j 200
400
600
800
1000
Sumber: BPS, Profil Statistik dan Indikator Gender Di Propinsi Jawa Barat, 2000 Garnbar 13. Rata-rata UpahIGaji Pekerja Sebulan (dalam Rupiah) menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin di Jawa Barat Tahun 2000
Gambar 12 menunjukkan bahwa pada tahun 1996, Tingkat Partisipasi Kerja baik untuk pria maupun wanita mengalami p e n m a n , dan sebaliknya tingkat pengangguran terbuka mengalami kenaikan.
Hal ini dapat dimaklumi
'karena pada kurun waktu tersebut melewati masa krisis ekonomi yang masib berlangsung hingga sekarang. lierja untuk wanita :iesempatan kerja
Berdasarkan jenis kelamin, tingkat partisipasi
lebih rendah dibandingkan pria.
Wanita memperoleh
49% dari kesempatan kerja pria pada tahun 1996 , dan
inenurun menjadi 44% pada tahun 2000.
Dilihat dari tingkat pengangguran
~rerbuka,prosentase wanita yang menganggur lebih tinggi dibandingkan dengan \)ria.
Dari segi upah, wanita juga memperoleh perlakuan yang tidak sama ~lenganpria. Gambar 13 memperlihatkan bahwa pada tingkat pendidikan yang liruna, upah pekerja wanita pada umumnya lebih rendah dibandingkan dengan pekerja pria. Gambar tersebut juga memperlihatkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin tinggi upah yang diperoleh pekerja .
Untuk memperoleh gambaran lebih jelas tentang adanya
adanya
cliskriminasi jender dalam upah pekerja dan faktor-faktor lain yang menentukan upah, dilakukan pengujian terhadap model-model Upah. Pada model pertama ~ligunakan data upah pekeja dan variabel-variabel yang terkait di wilayah I'ropinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogjakarta clan Jawa Timur tahun 1999. I-Iasil regresi dari variabel-variabel yang diduga terkait dengan tingkat upah pekej a ditampilkan dalam Tabel 19.
l'abel 19.
Ringkasan Hasil Analisis Regresi terhadap Peubah-peubah Dugaan yang terkait dengan Upah Pekerja untuk Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogjakarta, dan Jawa Tiniur, Tahun 1999
l'eubah
St. Err. BETA OfBETA
- -
Iiltersep Ilummy Propinsi 1 (DPI) 0.08 Dummy Propinsi 2 (DP2) -0.06 -0.01 Dummy Propinsi 3 (DP3) Llummy Type Wilayah (DTW) 0.00 Dummy Jenis Kelamin @JK) 0.19 0.86 I'ingkat Pendidikan (X)
0.05 0.05 0.05 0.04 0.04 0.04
B -79.67 239.24 -165.59 -26.83 -7.47 469.29 368.06
St. Err. of B 141.34 128.58 128.58 128.58 90.92 90.92 15.83
t(153) -0.56 1.86 -1.29 -0.21 -0.08 5.16 23.25
Sumber : Data Diolah Keterangan: * nyata pada taraf a =0.05 ** nyata pada taraf a =0.01 DP1 : 1= Propinsi Jabar; O=Propinsi lainya DP2: 1= Propinsi Jawa Tengah, O=Propinsi Lainnya DP3: I= Propinsi DI Yogjakarta, O=Propinsi Lainnya DTW: I = Wilayah urbadkota, 0= wilayah ~uraVdesa DJK: l=Pri a; O=Wanita X : I= Tidakhelum pemah sekolah 2= Tidamelurn Tamat SD
3= SD 4=SLTP Umum 5= SLTP Kejuman 6= SLTA Umum 7= SLTA Kejuman 8= DID11 9= AkademiKejuruan 10= UniversitaslSl
hlilai RZ model tersebut sebesar 79.06%, yang berarti bahwa 79.06 % dari keragaman data dapat diterangkan oleh model tersebut.
Hasil analisis pada
Tabel 19' menunjukkan bahwa upah pekerjakaryawan ditentukan oleh Dummy Propinsi-1, Jenis Kelamin dan Tingkat Pendidikan. Artinya upah pekerja pada urilayal~Jawa Barat lebih tinggi dengan upah pekeja di wilayah Propinsi Jawa Tengah, DI Yogjakarta dan Jawa Timur. Dan Upah pekejakaryawan pria lebih tinggi dibandingkan
dengan pekejdkaryawan wanita.
Berdasarkan tingkat
pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan pekerja, semakin tinggi tingkat
upah yang diperoleh. Dalam contoh kasus ini, tidak ada perbedaan upah antara pek':rja di wilayah perkotaan dan pedesaan
Untuk memperoleh informasi lebih lanjut tentang kelompok umur pekerja yan;: tidak terdapat dari data-data yang digunakan dalam model upah yang pertama, dilakukan pengujian model upah yang kedua. Data yang digunakan dalam model ini adalah Data Upah PekejaKaryawan Tingkat Nasional bertlasarkan kelompok umur, jenis kelamin dan type wilayah kota dan desa. Hasil analisis regresi terhadap peubah-peubah tersebut tercantum dalam Tabel 20 Tabel 20.
Ringkasan Hasil Analisis Regresi terhadap Peubah-peubah Dugaan yang terkait dengan Upah Pekerja untuk Tingkat Nasional, Tahun 1999
r~eubah
Kuadrat Umur Typ: wilayah
I st. Err. I
st. Err.
-3.00 3.17 0.42 0.37
0.28 0.28 0.06 0.06
-196.68 2562.55 2161.75 1915.28
Sumber: Data Diolah dari Tabel pada lampiran 2. Keterangan : ** sangat nyata pada taraf a=0.01 - Kelompok Umur: 1= 15 - 19 tahun 2= 20 -24 tahun 3= 25 - 29 tahun 4= 30 -34 tahun 5= 35-39 tahun 6= 40-44 tahun 7= 45- 49 tahun 8= 50-54 tahun 9= 55-59 tahun 10= 60-64 tahun 1 I= 65 tahun ke atas - Type wilayah: I= wilayah urbankota O= wilayah nrrddesa - Jenis Kelamin I= Pria O=wanita
18.24 -10.78 O.OO** 224.71 11.40 O.OO** 322.16 6.71 O.OO** 322.16 5.95 O.OO**
Nilai R2 model tersebut sebesar 84.48%, yang berarti bahwa 84.48 % dari keragaman data dapat diterangkan oleh model tersebut. Hasil analisis pada Tabel 18 menunjukkan bahwa upah pekerjarkaryawan pada tingkat nasional ditentukan oleh kelompok umur, kuadrat kelompok umur, type wilayah, dan jenis kelamin. Artinya semakin besar usia, semakin tinggi upah pekerjq tetapi kuadrat umur juga secara nyata mempengaruhi tingkat upah dengan parameter bemilai negatif. Hal ini berarti bahwa trend kenaikan upah berdasarkan kelompok umur mengikuti kurva parabola pada suatu titik kelompok umur, tingkat upah berada pada titik maksimal, dan pada titik kelompok umur selanjutnya tingkat upah :mengalami penurunan. Kesimpulan lain dari hasil analisis ini adalah bahwa :ingkat
upah pekerjaikaryawan pria lebih tinggi dibandingkan
dengan
~pekerjaikruyawanwanita. Dan tingkat upah pekerja di wilayah urbanlkota lebih 1:inggidibandingkan pekerja di wilayah pedesaan.
Adanya diskriminasi gender baik dalam hal akses terhadap fasilitas pendidikan, kesempatan dan upah kerja seperti tersebut diatas menyebabkan produktivitas wanita relatif lebih rendah dibandingkan pria. Dengan memperbaiki produktivitas wanita, diharapkan akan dapat menyumbang kepada perhmbuhan ckonomi, meningkatkan efisiensi dan mengurangi jumlah masyarakat miskin. 13erdasarkan hal tersebut, upaya pemberdayaaan wanita sangat perlu diupayakan.
AYondhi Sosial Ekonomi Wilayah Penelitian Permasalahan lain yang dihadapi dalam upaya pemberdayaan wanita dalam kegiatan ekonomi adalah berkaitan dengan
fungsi biologis wanita yang
mengharuskan wanita untuk melahirkan dan merawat anak. Kondisi wilayah Kal~upatenBogor dan Propinsi Jawa Barat yang berkaitan dengan pertumbuhan periduduk dan sumberdaya wanita dapat dilihat dalam tabel dibawah ini: 6.005.011 ~. 4.00-
Kab. Bogor
Sumber:
Prop. Jabar
Gambar hasil olahan dari tabel pada Lampiran 10.
Garlbar 14. Kondisi Wilayah Kabupaten Bogor dan Propinsi Jawa Barat tentang: (a) Total Fertility Rate, Tahun 1997, 1998 clan 1999; (b) Jumlah Anggota Keluarga, Tahun 1994,1996,1998, dan 1999;
~ a bBogor .
Sumber:
~ o pJabar .
i
Kab. Bogor
Prop. Jabar
Gambar hasil olahan dari tabel pada Lampiran 10.
Galrtbar 15. Kondisi Wilayah Kabupaten Bogor dan Propinsi Jawa Barat tentang: (a) Umur Perkawinan Pertama, Tahun 1997, 1998 dan 1999; (b) Angka Kematian Bayi, Tahun 1998 dan 1999.
Total Fertilitas Rate (Tingkat Fertilitas Total) merupakan salah satu ukwan keli~hiranyang banyak digunakan. Angka ini merupakan ringkasan yang menyatakan banyaknya anak yang dilahirkan oleh setiap wanita selama masa subumya. TFR Kahupaten Bogor pada tahun 1997 sebesar 2.84 dan menurun menjadi 2.55 pada tahun 1998 dan menurun lagi menjadi 2.43 pada tahun 1999 (Gambar 14 (a) ). Angka tersebut relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi Propinsi Jawa Barat pada tahun yang sama. Adanya penurunan tingkat fertilitas kemungkinan karena adanya kesadaran masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan dengan membatasi kelahiran. Fenomena penurunan fertilitas juga terlihat dari data tentang jumlah Anggota keluarga pada Gambar 14 (b).
Jumlah Anggota keluarga pada wilayah
Kakiupaten Bogor maupun Propinsi Jabar menunjukkan kecenderungan menurun dari tahun 1994 sampai dengan tahun 1999. den;:an
Umur Perkawinan Pertama sangat terkait
fertilitas. Semakin muda usia perkawinan pertama berarti semakin besar
peluang untuk memiliki banyak anak.
Gambar 15 (a) menunjukkan bahwa umur
perk~awinan pertama dari tahun 1997 ke 1998 terlihat
meningkat tajam.
Kenlungkinan ha1 ini terjadi karena tejadinya krisis pada pertengahan 1997 men~pengaruhikeputusan pasangan muda untuk menunda pernikahannya karena a1as.m ekonomi, sehingga pada tahun 1988 tejadi peningkatan tajam usia perkawinan pertma. Pada tahun selanjutnya (Tahun 1999) umur perkawinan pertama menwun kembali,
yang kemungkinan disebabkan karena membaiknya perekonomian
mendorong pasangan muda untuk menikah pada usia yang lebih mu&.
Umur
perkawinan pertama di wilayah Bogor relatif lebih tinggi dibandingkan dengan lingltup Propinsi Jawa Barat. Hal ini menunjukkan adanya kesadaran penduduk Kabupaten Bogor untuk menikahkan anaknya pada usia yang tepat.
Angka Kematian Bayi (AKB) adalah besarnya kemungkinan bayi meninggal sebt:lum mencapai usia satu tahun, dinyatakan dengan per serihu kelahiran hidup. Ole11 karena itu, Angka Kematian Bayi merupakan salah satu indikator tingkat kex:hatan penduduk pada suatu wilayah. Semakin tinggi AKB, semakin buruk tingkat kesehatan suatu wilayah. Angka Kematian Bayi dari tahun 1998 ke Tahun 199') cenderung menurun, baik untuk lingkup Kabupaten Bogor maupun untuk lingkup Propinsi Jawa Barat (Gb. 15 (b) ). Hal ini berarti bahwa pada selang waktu tersebut terdapat peningkatan kondisi kesehatan.
PDRB per kapita adalah Produk Domestik Brutto dibagi dengan jumlah penduduk, sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu indikator kesejahteraan penduduk suau wilayah. Perkembangan PDRB wilayah Kahupatemn Bogor dan Propinsi Jawa Barat tercantum dalam Gambar 16.
l.!iOO.OOO 1 .'~00,0001 ,:ioo,w -o
7
\
a.....- ...
(--tKab.
Bogor
1 - - m- - .Prop. Jabar
Sumber: Gambar hasil olahan dari tabel pada Lampiran. 10. Galribar 16. Perkembangan PDRB per Kapita Menurut Harga Konstan Tahun 1993 untuk Wilayah Kabupaten Bogor dan Propinsi Jawa Barat dari tahun 1996 - 1999 PDRB per kapita wilayah Kabupaten Bogor dan Propinsi Jawa Barat dari tahun 1996 ke 1997 terlihat meningkat dan menurun drastis pada tahun 1988
Selanjutnya dari tahun 1998 ke 1999 mengalami peningkatan untuk wilayah Prc~pinsiJawa Barat, tetapi masih menurun untuk lingkup Kabupaten Bogor (Gambar 16). Feno~nenatersebut menunjukkan bahwa terdapat penurunan tingkat perekonomlan, yang secara otomatis berarti penurunan terhadap tingkat kesejahteraan penduduk. Fenomena yang sama juga dapat terlihat pada pola per~geluaranrumah tangga. Perkembangan pengeluaran rumah tangga untuk kelompok makanan dapat dilihat pada Gambar 17.
Kab. Bogor
Prop. Jabar
I
Sumber: Gambar hasil olahan dari tabel pada Lampiran. 10 Garnbar 17.
Perkembangan Prosentase Pengeluaran Rumah tangga untuk Kelompok Makanan untuk wilayah Kabupaten Bogor dan Propinsi Jawa Barat dari tahun 1996 - 1999
Prosentase pengeluaran rumah tangga
untuk kelompok makanan dapat
mer~ggambarkantingkat kesejahteraan rumah tangga pada suatu wilayah. Pada tingkat pendapatan yang terbatas, sebagian besar pendapatan akan dipergunakan unt~lk konsumsi. Oleh karena itu, semakin besar pengeluaran rumah tangga untrk kelompok makanan, semakin rendah tingkat kesejahteraan. Gambar 17 menunjukkan bahwa perkembangan prosentase pengeluaran rumah tangga untuk kelolnpok makanan Wilayah Kabupaten Bogor dan Propinsi Jawa Barat dari tahun 1996
sampai dengan tahun 1999 cenderung meningkat.
Hal ini
menunjukkan adanya penurunan tingkat kesejahteraan, yang mungkin merupakan dampak krisis ekonomi yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997. Untuk mentmgani masalah ini, upaya peningkatan pendapatan sangat diperlukan sehir~ggaakan dapat memperhaiki tingkat kesejahteraan yang menurun selama terja~iinyakrisis.
Kde,rkaitan antara Tingkat Kemiskinan dengarr Peubalr-peubah Ekorromi Di WilayahPropinsi Jawa Barat
Sosiat
Meskipun tidak didesain dalam metode penelitian, untuk meinperkaya informasi tentang kondisi sosial ekonomi pada masyarakat miskin, dilakukan analisis regresi berganda terhadap peubah-peubah sosial ekonomi wilayah yang diduga terkait dengan indeks kemiskinan. Sebelum dilakukan analisis regresi berganda, datadata tersebut distandarisasi dengan Analisis Komponen Utama, untuk menghindari adanya multikolenieritas. Hasil Analisis Komponen Utama terhadap peubah-peubah yang terkait dengan kondisi sosial ekonomi Nilai Loading, Akar ciri dan proporsi ragam disajikan dalam Tabel 2 1. Tabel 21.
ubah
Faktor Loading, Akar Ciri dan proporsi ragam Hasil Analisis Komponen Utama terhadap Peubah-Peubah Sosial Ekonomi yang diduga terkait dengan Tingkat Kemiskinan untuk Wilayah Propinsi Jawa Barat, Tahun 1999 FKSE-I FKSE-2 FKSE-3
4.180 -0.457 0.913 0.140 -0.757 0.768 -0.725 2.783 0.398 Sumber: Data diolah dari dari tabel pada Lampiran 10.
Huruf Wanita PC'RB per Kapita Tingkat Fertilitas Total (TFR) Jurnlah Anggota Keluarga Umur Perkawinan Pertama Angka Kematian Bayi Dokter per 1000 penduduk
0.060 0.628 0.143 0.932 0.509 0.078 0.271 1.625 0.232
0.935 -0.429 -0.116 0.121 0.259 0.066 0.153 1.181 0.169
Berdasarkan tabel diatas, terdapat 3 peubah baru atau faktor
-
faktor utama
penting yang dduga mencirikan kondisi sosial ekonomi wilayah.
Ketiga
kelornpok peubaN komponen utama tersebut mewjkili 79.85 % dari seluruh keragaman data. Penjelasan dari komponen-komponen utama tersebut adalah sebagai berikut: Faktor 1 mewakili 43.73% dari ragam data, disebut sebagai Faktor Kondisi VJilayah-1 (FKSE-1) dicirikan oleh korelasi positif peubah Tingkat Fertilitas Total dan Angka Kematian Bayi. Kedua peubah tersebut mempunyai arah yang berlawanan dengan peubah Umur Perkawinan Pertama dan Jumlah Clokter per 1000 penduduk.
Artinya semakin tinggi tingkat fertilitas total,
maka semakin tinggi angka kernatian bayi, semakin muda umur perkawinan pertama dan semakin jauhlsedikit akses terhadap fasilitas kesehatan. St:lanjutnya faktor-1 disebut sebagai faktor penciri Indeks Pertumbuhan
Penduduk (FKSE-1). Fiiktor-2 mewakili 20.19% dari ragam data, disebut sebagai Faktor Kondisi Wilayah -2 (FKSR-2) yang mencirikan peubah Jumlah Anggota Keluarga. Fi~ktorini merupakan penciri Indeks Ukuran Keluarga (FKSE-2). Fiiktor-3 mewakili 15.92% dari ragam. Faktor ini disebut sebagai Faktor Kondisi Wilayah-3 (FKSE-3) yang mencirikan peubah Angka Melek Huruf R'anita.
Selanjutnya faktor ini disebut sebagai Indeks
Melek Huruf
(IiKSE-3). Selanjutnya, nilai skor hasil analisis komponen utama tersebut digunakan dalam analisis regresi berganda. dicantumkan dalam Tabel 22 .
Ringkasan hasil Analisis Regresi berganda
22. Ringkasan Hasil Analisis Regresi terhadap Peubah-peubah Dugaan yang terkait dengan Indeks Kemiskinan Wilayah untuk Propinsi Jawa Barat, Tahun 1999
r 1
/
St. Err. BETA of BETA
I
St. Err.
I
B 0.648
41.493
0000
lndeks Pertumbuhan Pendnduk I
/
(FFCSE-I) lndeks Ukuran Keluarga (FKSE-2)
1
-0.284
/
0.114
/
-1.646
Indeks Melek Huruf (FKSE-3) L Sumber : Data diolah dari tabel pada Lampiran 10. -0.207
Keterangan:
0.114
-1.203
** nyata pada taraf a = 0.05
*
nyata pada taraf a = 0.10
Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa ketiga faktor yang diuji seca::a nyata terkait dengan indeks kemiskinan wilayah. Nilai R2dari fungsi yang dibangun adalah sebesar 72.75% (Tabel 18.) Artinya fungsi tersebut dapat menjelaskan 72.75% dari total keragaman data. disajikan pada Tabel
Dari hasil analisis yang
19 dan 20 dapat diuraikan hasil-hasil temuan sebagai
berikut: 1. Siemakin tinggi indeks kemiskinan suatu wilayah, semakin tinggi Tingkat F'ertilitas dan Angka Kematian Bayi dan semakin muda umur perkawinan Flertama, serta semakin sedikit jumlah dokter per 1,000 penduduk. Hal ini berarti bahwa pada wilayah-wilayah yang relatif miskin, (mempunyai indeks kemiskinan tinggi) cenderung mempunyai Tingkat Fertilitas Total dan Angka Kematian Bayi yang relatif tinggi, rata-rata umur perkawinan pertama yang relatif muda dan dan jumlah tenaga kesehatan yang relatif kurang. Tingginya tingkat fertilitas mungkin disebabkan kurangnya kesadaran untuk me~nbatasi kelahiran, atau juga mungkin karena kondisi masyarakat miskin yang
menyebabkan kurangnya akses kepada fasilitas kesehatan sehingga tidak rnemungkinkan masyarakat untuk mecnbatasi angka kelahiran. ilkses terhadap fasilitas kesehatan tingginya angka kematian bayi.
Kurangnya
mungkin juga merupakan penyebab
.
2. Semakin tinggi indeks kemiskinan, semakin kecil ukuran keluarga.
Icemungkinan ha1 ini terjadi karena kenaikan jumlah rumah tangga yang lebih k~esardari kenaikan jumlah penduduk. Peningkatan jumlah rumah tangga ini rnengindikasikan umur perkawinan pertama yang relatif lebih muda pada wilayah yang relatif miskin.
3. Semakin tinggi indeks kemiskinan, semakin rendah tingkat melek h u ~ f penduduk wanita Berclasarkan kesimpulan tersebut, dapat dilihat masyarakat miskin mempunyai keterbatasan kemampuan dalam ha1 tingkat kesehatan dan tingkat pendidikan. 0let.i karena itu, peningkatan kesejahteraan pada masyarakat miskin
perlu
diupayakan melalui peningkatan pendapatan yang dapat memperbaila akses terhadap fasilitas kesehatan dan meningkatkan partisipasi terhadap pendidikan fomlal.
Mekanisme Pemberdayaan Wanita Melalui Kredit Mikro Kredit Pola Grameen Bank yang telah diterapkan di wilayah pedesaan, seperti di kecamatan Nanggung (Karya Usaha Mandiri) clan Ciampea (Yayasan Bina. Insani Bakti Mulia) merupakan salah satu aplikasi dari program pengentasan kemiskinan yang bertujuan membantu masyarakat kecil, agar dapat meningkatkan kesejahteraanya.
Kredit ini khusus diperuntukkan untuk para wanita dari
ltalangan masyarakat miskin.
Hasil Penelitian
pada program kredit
Pola
(T;rameen Bank menunjukkan bahwa masyarakat kecil marnpu membayar cicilan kredit dengan tingkat sukubunga pasar,
asal
mereka dipersiapkan dahulu
r:ebelum memperoleb kredit. Dibandingkan dengan program kredit masyarakat kecil sebelumnya yang disubsidi dengan bunga yang lebih rendah (KUT, KCK, ICIK dan lain-lain), penerapan skim kredit Pola Grameen Bank telah terbukti tidak
~nengalainikredit macet. Sebagai contoh adalah probTam Karya Usaha Mandiri (KUM) yang telah d i a p l h i k a n selama 12 tahun, sampai sekarang tidak rnengalami kesulitan dalam arti tidak terkena serangan kredit macet yang biasanya rnembuat program menjadi kolaps ditengah jalan.
Hal ini disebabkan karena
kelebihan sistem manajerial Pola Grameen Bank yang dapat menekan penyakitpenyakit yang biasanya muncul pada sistem perkreditan. Untuk itu perlu sekali clipelajari rahasia sistem manajaial Pola Kredit Grameen Bank, sehingga di waktu rnendatang dapat diterapkan khususnya pada program -program pengentasan kerniskinan lainnya.
>;asarandun Tujuan Pola Kredit Grarneen Bank, baik yang ditexapkan oleh KUM di Keca~natan Nanggung dan YBIBM di Kecarnatan Ciampea bertujuan untuk: 1. Mendorong terbentuknya wirausahawan kecil di desa sehingga dapat
mendukung upaya penyediaan kesempatan kerja bagi penganggur. .
Meningkatkan produktivitas tenaga kerja wanita
2 . Memperkuat dan memperbesar jumlah wirausahawan skala kecil 4.. Mernperkuat stn~kturdunia usaha nasional
Sasaran program ini adalah para wanita pada masyarakat miskin. Pemberdayaan wanita dimaksudkan untuk membuka kesempatan kerja, yang mengarah pada peningkatan harkat, martabat serta status ekonomi dan social mereka. Prioritas program pada pemberdayaan wanita ddasarkan karena pada urnunya jika wanita memperoleh pendapatan lebih akan berusaha meningkatkan kualitas kesehatan,
-gizi dan pendidikan anak-anak, yang dalam jangka panjang akan meningkatkan produktivitas masyarakat pedesaan yang merupakan bagian terbesar dari masyarakat Indonesia.
Kegiatan-Kegiatan Pemberdayaan Wanita Pola Perkreditan Grameen Bank dilakukan dalam 3 tahapan sub kegiatan, yaitu : 1. l'ahapan persiapan
l'ahapan ini dilakukan melalui survai dan cross check data untuk mencari daerah yang potensial, yaitu wilayah yang banyak orang-rang
miskin yang
produktif dan kreatif dalam berusaha.
2. F'elatihan Pendamping atau petugas l'ahapan kegiatan ini pada dasarnya untuk mempersiapkan pendamping atau F~etugasuntuk melaksanakan kegiatannya di lapangan nanti. 3. E'emberdayaan tenaga kerja wanita oleh para pendamping di lapangan.
Secara garis besar, mekanisme pemberdayaan wanita nasabah kredit moikro Pola Gra~rzeenBank dapat digambarkan dalam bagan pada Gambar 18.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam program pemberdayaan ini adalah: Sosialisasi atau Pertemuan Umum Kegiatan ini bertujuan memberi informasi tentang kegiatan ini.
Dalam
pertemuan ini diharapkan tokoh masyarakat dan penduduk yang tergolong m~skindapat hadir. Materi yang dijelaskan dalam pertemuan ini adalah tujuan umum, sasaran dan syarat-syarat keanggotaan bagi calon nasabah.
* Uji Kelayakan Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui "potret' kondisi sosial dan ekonomi calon nasabah, yang meliputi kondisi rumah, anggota keluarga, jenis usaha dan pendapatan calon nasabah.
Dengan cara ini dimaksudkan agar tidak
terjadi salah sasaran, karena sesuai dengan tujuannya, kredit ini barus sanpai kepada masyakat miskin. Dalam hal ini petugai lapangan mendatangi calon nasabah untuk mengadakan wawancara dan ujian kelayakan untuk ~nenentukanapakah pemohon layak menjadi anggota kumpulan yang dapat memperoleh pinjaman atau tidak.
Bagi pemohon yang memberikan
keterangan tidak benar, maka secara otomatis tidak berhak memperoleh pinjaman.
Pembentukan Kelompok Kredit ini diberikan kepada individu yang tergabung dalan kelompok(terdiri dari 5 orang).
Pembentukan kelompok dimaksudkan untuk membuat
"kehatan kelompoK', yang dapat mengurangi terjadinya moral hazard dan
kemungkinan munculnya gejala yang disebut sebagai "penumpang yang tidak
mau bayar (free rider)".
Unhik mendukung tujuan tersebut, anggota
kumpulan diusahakan mempunyai tiugkat pendidikau dan tingkat umur yang tidak berbeda jauh, berdekatan tempat tinggal dan tidak memiliki hubungan darah yang dekat (ibu dan anak, adik dan kakak).
Anggota kumpulan akan
memilih satu orang ketua dan sekretaris kumpulan untuk masa jabatan satu tahun. Setiap anggota akan memperoleh giliran menjadi ketua dan sekretaris paada tahun-tahun berikutnya
Latihan Wajib Kumpulan (LWK)
LWK yang berlangs~mgselama 5 hari (1 jam ihari) adalah mempakan tahapan kegiatan yang wajib diikuti oleh setiap calon peminjam . Dalam
LWK
dijelaskan mengenai persyaratan dan tata cara pinjaman. Pada saat LWK juga ditetapkan: (1) ketua dan sekretaris kumpulan, yang dipilih secara aklamasi oleh anggota kumpulan; (2) dua orang yang berhak memperoleh pinjaman lebih dahulu. Urutan penerima pinjaman mengkuti pola 2:2:1, dimana giliran pertama adalah pada dua anggota kumpulan yang tidak memegang jabatan dan memiliki kondisi ekonomi paling susah/miskin, dan dua orang pada giliran kedua akan dipertimbangkan dan disetujui dalam Rembug Pusat setelah dua anggota giliran pertama mernbayar angsuran pinjaman mingguan dengan haik dan terathx
selama dua kaii angsuran (selarna empat minggu pertama).
Giliran terakhir penerima kredit adalah ketua kumpulan. Jika kumpulan tidak berhasil memilih ketua dan sekretaris secara aklamasi, inaka proses pembentukan kelompok diulang kemhali.
LWK diahin dengan ujian
pengesahan kumpulan, dan jika telah lulus dari LWK maka kumpulan berhak membentuk Rembug Pusat (RP).
Pembentukan Rembug Pusat Rembug Pusat adalah Gabungan beberapa kumpulan (minimal 2 ku~npulan dan ~naksimal8 kumpulan) yang mengadakan pertemuan seminggu sekali. Pada pertemuan ini kegiatan peminjam selanjutnya dilaksanakan, yaitu pengajuan proposal, transaksi kredit, pembayaran cicilan dan menabung. Pada setiap pertemuan Rembug Pusat Pusat (minggon) selalu dibuka dan ditutup dengan ikrar, yang isinya adalah peminjam bertanggungjawab : (1) untuk bemsaha keras dan jujur untuk menambah rezeki dan mempergunakan pinjaman untuk usaha manperolel~pendapatan; (2) mendorong anak-anak untuk taus bersekolah, (3) membantu anggota kumpulan yang terkena kesulitan,
(4) membayar kembali pinjaman setiap minggu.
Ikrar ditutup dengan kata-kata "Allah menjadi saksi segala apa yang kami
ucapkan dun kami lakukan". Dengan ikrar tersebut dimaksudkan peminjam pada umumnya adalah masyarakat kecil yang religius, akan lnemegang janjinya sehingga penyakit "moral hazard' dapat dihindari
Pertemuan Umum (PU)
p p
Tidak layak
Uji Kelayakan (UK)
b
Bukan Kelompok sasaran
layak
v Kumpulan
Tidak lulus
Latihan Wajib Kumpulan (LWK) Anggota terseleksi
Mengulang Pembentukan Kumpulan
lulus ' I
Pembentukan Rembug Pusat
v Pengajuan Proposal, Transaksi Kredit, Pembayaran Cicilan, dan Menabung
Sumber :
A Brief Description of Some Important Aspect of Anwar, Empowering Poor Women Through Micro-credit Scheme to Alleviate Poverty in Rural Area, 2000.
Gambar 18. Tahapan Pelaksanaan Pemberdayaan Wanita dalam Pola Kredit Grameen Bank
Syarat-syarat Memperoleh Kemudahan Pinjaman Untuk memperoleh kemudahan kredit, calon nasabah yang telah lulus dari uji kelayakan, memerlukan persyaratan - persyaratan sebagai berikut: 1. I'eminjam telah mengikuti LWK dan lulus dalam Ujian Pengesahan
1Cumpulan (UPK) 2. Wajib hadir pada setiap pertemuan Rembug Pusat yang diadakan seminggu
r,ekali.
3. lvlengeluarkan 5% dari pinjaman yang diperoleh untuk dimasukkan dalam Dana Tabungan Kumpulan (DTK) yang dikumpulkan pada saat pencairan pinjaman.
Selanjutnya DTK
ini menjadi milik kumpulan yang
penggunaannya hams dlsetujui oleh semua anggota kumpulan dan diketahui oleh petugas lapangan.
4. I'injaman harus dgunakan untuk kegiatan usaha dalam waktu 7 hari setelah pinjaman diberikan. Jika tidak, pinjaman akan ditarik kembali oleh petugas lapangan.
Pengajuan pinjaman lagi hams melalui prosedur yang telah
tlitetapkan. 5. Sanggup menabung Rp. 200,- (untuk YBIBM) atau Rp. 500,- (untuk KUM)
per minggu per anggota sebagai tabungan pribadi dan dimasukkan dalam IITK pada setiap pertemuan Rembug Pusat. Setiap anggota kumpulan dapat rneminjam DTK maksimum sebesar 50% dari dana yang tersedia (untuk 'fBIBM), sedangkan pada KUM karena alasan teknis, tidak lagi melayani
pinjaman DTK.
6. 11pabila anggota kumpulan tidak lagi meminjam dan menarik diri dari kumpulan, maka dia berhak mengambil kembali tabungannya dengan syarat
telah melunasi semua pinjaman, biaya administrasi dan denda-denda 7. 4nggota kumpulan yang menarik diri atau dikeluarkan dari keanggotaan dapat
'iigantikan oleh anggota baru atas persetujuan anggota lainnya dalam vumpulan yang bersangkutan 8. Sanggup mematuhi peraturan yang ditetapkan oleh Rembug Pusat dan
Lembaga Penyalur Kredit (KUM atau YBIBM) dengan berdisisplin dan 3ertanggung jaawab guna menghindari penyalahgunaan pinjaman.
Bes,zr Pinjamn dan Cara Pengembaiinn
Jumlah pinjaman yang diperoleh tergantung pada keperluan peminjam asalkan mereka mampu membayar angsuran setiap minggu. Pada tahap pertama, jumlah pinjaman yang dapat diperoleh adalah sebesar R p 250,000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah) untuk YBIBM dan Rp. 200,000,- (dua ratus ribu rupiah) unhlk KUM.Dan jumlah pinjaman maksimum adalah sebesar Rp. 2,000,000,(dua juta rupiah) baik untuk YBIBM maupun KUM.
Maksimal Nilai Nominal
pinjaman pertama dan seterusnya untuk YIBM dan KUM adalah seperti disajikan
Tabel 19. Maksimum Nominal Pinjaman Tahap pertama, kedua dan seterusnya untuk YBLBM dan KUM , Tahun 2001 Pinjaman KUM YBIBM 1 Pinjaman I I Rp. 200,000,- / Rp. 250,000,pisaman I1 ~ b .500,000,Rp. 350,000,Pinjaman I11 Rp. 750,000; Rp. 600,000,4. Pinjaman IV Rp. 1,000,000,Rp. 1,000,000,Pinjaman V 5. Rp. 1,750,000,Rp. 1,250,000,Pinjaman VI 6. Rp. 2,000,000,Rp. 1.500,000,7. Pinjaman VII Rp. 1,750,000,Pinjaman VIII 8. Rp. 2,000,000,Sumber: Data primer hasil wawancara dengan Staf Pelaksana Lapangan YBIBM dan KUM pada bulan Oktober 2001 Nc,. 1. 2. 3.
1
I
Pengembalian pinjaman dilakukan dengan cara mengangsur tiap minggu sela~na50 minggu dengan masa tenggang (grace period)
selama 2 minggu.
Pembayaran angsuran pinjaman dilakukan pada setiap Pertemuan Rembug Pusat (mircggon). Besarnya angsuran per minggu ditetapkan melalui formula berikut:
P + TBA
A =
----
50 dimana:
A P TBA
=
= =
Angsuran setiap minggu Besarnya Pinjaman pokok Total biaya administrasi ( 30% x P untuk YBIBM, 35 % x P untuk KUM)
Jika nasabah dapat melunasi kredit lebih cepat dari waktu yang ditentukan, maka nasabah dapat menerima sisa biaya administrasi. Sebagai contoh, untuk nasabah dengan besar pinjaman sebesar Rp. 200,000,-
pada
lembaga KUM, akan
dikenakan biaya administrasi sebesar Rp. 70,000,- (35% dari Rp. 200,000,-). Jadi, angsuran yang hams dibayar per minggu sebesar Rp. 5,400,- . Jika nasabah dapztt membayar sebesar Rp. 10,800,- per minggu, sehingga dapat melunasi kredit dalam waktu 6 bulan, maka sisa biaya adminisrasi akan dikembalikan kepada nasabah, yaitu sebesar Rp. 35,000,-.
Svarat-syarat Memperoleh Pinjaman Kedua dan Seterusnya Untuk rnemperoleh pinjaman kedua dan setemsnya, syarat yang hams dipenuhi adalah: 1. Telah selesai mengangsur pinjamannya dalam jangka waktu yang telah
tiitetapkan dengan penuh disisplin dan bertanggung jawab.
2. Telah membayar lunas biaya administrasi pinjaman dan denda-denda yang
dikenakan kepadanya. 3. Anggota lain dalam Rembug Pusat tidak memiliki tunggakan angsuran
Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa mekanisme pencairan kredit Pola
"Grameen Bunk" baik melalui YBIBM maupun KUM,
secara umum dapat
digarnbarkan sebagai berikut:
Lulus Uji Kelayakan , AnlWta (5 <,rang)
Kumpulan --b (2 - 8 kumpulan )
Kriteria Kelayakan: Pendapatan ( Rp. 30,000,- per kapita per bulan) Punya kegiatan usaha jangka pendek Tidak merniliki tanahlpunya tanah dibawah 0.1 ha Punya harta bergerak (maksimum senilai Rp. 400,000,-)
Suml~er:
Rembug Pusat
Lulus Ujian Pengesahan Kumpulan
Departemen Koperasi, Laporan Akhir Studi Perkreditan Koperasi, 1993
tentang Prospek
Gambar 19. Bagan Mekanisme Pencairan Kredit Mikro Pola "Grumeen Bank"
Untuk melewati semua tahap persiapan pemberian pinjaman memerlukan waktu kurang lebih 1 bulan (untuk YBIBM), atau 3 minggu (untuk KUM), dengan perincian sebagai berikut:
lJntuk seleksi calon nasabah (dari PU sampai UK) memerlukan waktu kurang lebih 1-2 minggu untuk YBIBM, dan maksimal 1 minggu untuk KUM. ICUM memerlukan waktu seleksi calon nasabah relatif lebih singkat, karena yayasan tersebut sudah operasional selama 12 tahun ( YBIBM baru 1 tahun operasional), sehingga
penambahan anggota barn
kebanyakan bersifat
tambal sulam (mengganti anggota yang keluar). Jangka waktu dari Uji Kelayakan sampai dengan terselenggaranya Latihan Wajib Kumpulan
adalah 1 minggu (untuk YBIBM) dan 3 hari (untuk
ICUM). I>alam Latihan Wajib Kumpulan, permohonan kredit diajukan. Apabila permohonan telah disetujui dalam pertemuan tersebut, maka satu minggu kemudian pinjaman akan dicairkan. I'encairan pinjaman dalam satu kumpulan dilakukan dalam tiga tahapan ~nengkutiPola 2:2:1. Pada tahap pertama pencairan pinjaman diberikan pada dua orang anggota kumpulan yang mendapat giliran pertama. Jarak antara pencairan pinjaman pertama dan kedua giliran kedua berlangsung selama satu minggu, demiluan juga antara giliran kedua dan ketiga.
Pengamh Pembenlayaan terhadap Tingkat Pendidikan Anak, Alokasi 'Waktu Wanita dalam Mencari nafkah dan Kontribusi Pendapatan Wanita ldalam Pendapatan Keluarga ~einberda~aanwanita melalui Kredit Mikro pada dasarnya adalah lnemberi peluang wanita untuk berusaha (terlibat dalam upaya mencari nafkah) :sebingka dapat meningkatkan pendapatan keluarganya.
Oleh karena itu,
pemberdayaan wanita akan berdrunpak pada alokasi waktu wanita dalarn mencari nafkah dan kontribusi pendapatan wanita terhadap pendapatan keluarga. Sesuai ~dengantujuannya, pemberdayaan wanita melalui Kredit Mikro Pola "C'rrameen .Yon!?'
ditekankan untuk mencapai peningkatan pendapatan yang dapat
mendukung
peningkatan kesejahteraan keluarga, terutama untuk digunakan
~ialam upaya peningkatan gjzi dan pendidikan anak-an&.
Oleh karena itu,
iingkat keberhasilan upaya pemberdayaan harus tercermili pada adanya alokasi wktu wanita dalam mencari nafkah, kontribusi
wanita dalam pendapatan
Iceluarga dan peningkatan parlisipasi sekolah anak. Adanya peningkatan aktivitas luanita dalam kegiatan mencari n&ah
juga dapat berdampak pada tingkat
l'ertilitas, yang s e m a tidak langsung dapat mengurangi beban keluarga pada masyarakat miskin. Hal ini seperti yang dinyatakan dalam Todaro (1999) bahwa npaya penciptaan kesempatan kerja pada wanita merupakan upaya yang efisien
dalam menurunkan tingkat fertilitas. Hal ini karena dengan bekerja mencari ~iafkah akan menciptakan kondisis-kondisi yang mendorong wanita untuk ~nenundakehamilan. Disamping itu, dengan adanya penghasilan akan membuat kaum wanita lebih mempertimbangkan biaya oportunitas dari waktu pemeliharaan iambahan anak yang sebenarnya bisa dimanfaatkan guna mendapatkan pekerjaan tian penghasilan sendiri.
Pengaruh-pengaruh tersebut pada pemberdayaan wanita melalui kredit mikro, dapat dilihat pada keragaan dalam Tabel 24.
Tabel
24.
Rata-rata Beberapa Indikator Keragaan Responden berdasarkan Keterlibatan dalam Kredit Mikro Nasabah
No.
-
1
Rata-rata Kontribusi wanita terhadap penghasilan keluarga (persen) Jumlah waktu mencari nafkah per hari
(jam) Jenis Usaha Isteri (persen) - lndustri Kecil - Dagang - Jasa - Tani - Tidak ada - Total Lamanya menjadi nasabah (tahun) Tingkat Partisipasi Sekolah (persen) - SD - SLTP - SLTA Jumlah anak (jiwa) Alokasi Pengeluaran (persen) - Makanan - Non Makanan I
,
I
er: Data diolah dari tabel pada Lampiran 5.
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa adanya pemberdayaan wanita terlillat jelas dalam kegiatan usaha isteri, alokasi waktu wanita dalam mencari naflcah dan kontribusi wanita dalam pendapatan keluarga nasabah.
Rata-rata
alokasi waktu wanita dalam mencari nafkah pada kelompok nasabah (2.72 jam untuk nasabah YBIBM dan 3.42 jam untuk nasabah KUM) lebih tinggi
dibandingkan kelompok non nasabah. Para wanita nasabah kredit mikro sebagian besar
menggunakan kredit untuk berusaha sendiri, sebagian kecil lainnya
menggunakan krcdit untuk menambah modal suaminya. Dan wanita nasabah rata-rata mempunyai
kontribusi terhadap pendapatan keluarga sebesar
18.32%(YBIBM) dan 17.15% (KUM), sedangkan wanita non nasabah rata-rata hanya dapat memberikan kontribusi terhadap pendapatan keluarga sebesar 1.40%. Ren~iahnya kontribusi pendapatan dan alokasi waktu wanita dalam mencari nafkah pada kelompok non nasabah, dikarenakan pada umumnya tidak terlibat dala:m mencari nafkah. Pada keluarga non nasabah, tingkat keterlibatan isteri dala:n mencari nafkah sebesar 5.26 %, sedangkan pada nasabah sebesar 65.38 % (YBLBM) dan 50.00 % (KUM). Pada keluarga nasabah, meskipun kredit mikro dibenkan melalui para wanitalisteri, tetapi tidak seluruhnya
para isteri
men~punyaikegiatan dalam mencari nafkah. Hal ini masih dimunglunkan, karena pemberian kredit atas dasar pendekatan keluarga, yang artinya dapat dipergunakan baik oleh suami ataupun isteri.
Dilihat dari tingkat partisipasi sekolah, rata-rata keluarga wanita nasabah men~punyai tingkat partisipasi sekolah yang lebih tinggi dibandingkan dengan keluxga non nasabah baik untuk tingkat SD, SLTP maupun SLTA. Para nasabah Kreclit Mikro "Grameen Bank" anaknya untuk bersekolah,
sangat ditekankan untuk mendorong anak-
sehingga sangat memprioritaskan sekolah anak-
anaknya terutama pada tingkat SD. Bahkan dalam pengamatan kami, para nasabah hanya menggunakan sebagian kecil modal yang diberikan oleh kredit untuk usahanya. Hal ini dapat terlihat pada jenis usaha nasabah yang rata-rata
hanyr~memerlukan modal yang kecil, seperti berdagang makanan kecil, membuat kerajinan bongsang dan menjahit tas. adalah
Kemungkinan besar penggunaan terbesar
keperluan-keperluan lain, seperti untuk sekolah dan perbaikan a z i
keluarga. Jika dibandingkan antar sesama nasabah, tingkat partisipasi sekolah anak pada keluarga nasabah KUM relatif lebih tinggi dibandingkan dengan nasabah YBIBM. Kemungkinan ha1 ini disebabkan karena rata-rata lamanya menjadi nasabah pada KUM sudah lebih lama dibandingkan dengan nasabah YBIEiM.
Dampak keterlibatan wanita dalam kredit mikro terhadap tingkat
fertilitas dapat terlihat pada rata-rata jumlah anak pada keluarga nasabah. Ratarata jurnlah anak pada nasabah YBIBM 4 orang, sedangkan nasabah KUM 3 orang;, yang berarti relatif lebih sedkit dibandingkan nasabah YBIBM. Hal ini mung,kin merupakan dampak aktivitas para wanita nasabah KUM yang sudah relati f lama &lam mencari nafkah terhadap penundaanlpembatasan kehamilan.
Rata-rata prosentase pengeluaran makanan tertinggi pada nasabah YBIM, disusul dengan keluarga nasabah dan terkecil pada nasabah KUM. Hal ini dapat diartikan
bahwa
tingkat kesejahteraan nasabah KUM relatif lebih baik
dibar,dingkan dengan keluarga non nasabah dan keluarga nasabah YBIBM. Kemunglunan ha1 ini disebabkan pada nasabah KUM yang relatif lebih lama terlibat dalam kredit telah mempunyai usaha yang relatif lebih mapan sehingga mempunyai tingkat kesejahteraan keluarga lebih baik dilihat dari prosentase pengl:luaran untuk kelompok makanan.
Marlfaat Pemberdayaan Wanita terhadap Tingkat Pendapatan Keluarga Selain keterlibatan wanita dalam kredit mikro, ada banyak faktor lain yang diduga mempengaruhi tingkat pendapatan, diantaranya adalah lokasi kecamatan, umur suami, umur istri, jumlah tanggungan keluarga, pendidikan suanu, pendididkan istri, jenis usaha yang dijalankan, jumlah anggota keluarga yang mencari nafkah, akses kepada sarana transportasi, pasar dan ibukota kecamatan, kepemilikan asset lahan dan sebagainya. Mengingat peubah-peubah dugaan tersebut banyak yang bersifat data kualitatif, maka untuk mengetahui faktc~r-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan, maka dapat dilakukan dengan menggunakan Analisis Kuantifikasi Hayashi I. Analisis ini pada dasarnya adakth merupakan analisis regresi berganda, tetapi dengan peubah terikat berupa data kuantitatif, sedangkan peubah penjelas berupa data kualitatif. Untuk itu, sebelum analisis dilakukan, peubah-peubah penjelas yang berupa data nominal diubah menjadi data interval yang merupakan kategori-kategori yang akan diuji. Misalnya peubah usia dijadikan 3 kategori, dimana kategori 1 (usia dibawah 30 tahu~k),kategori 2 (usia antara 30-50 tahun) dan kategori 3 (usia diatas 50 tahun).
Ringkasan Hasil Analisis Kuantifikasi Hayashi I terhadap peubah-peubah yang diduga mempengaruhi tingkat pendapatan responden yang dijaring dalam penelitian ini ditampilkan dalam Tabel 25.
Tabel 25. Hasil Analisis Kuantifikasi Hayashi I : Peubah-peubah Dugaan yang terkait dengan Tingkat Pendapatan Keluarga
I
Tidak ada kurang dari 500 ribu 1 Lebih dari 500 ribu I-Kurang dari 3 or. 3 - 5 orang Jumlah Anak I 6 - 8 orang 1 Lebih dari 8 orang LSD I Pendidikan Isteri SLTP SLTA SD ! jPentlidikan Suami SLTP SLTA i 7 ! Tidak ada I Kecii Industri I ( Jenis Usaha Isteri Dagang 1 Jasa I Bertani I Industri Kecil J,:nis Usaha Dagang Jasa Bertani i
/ Besamya Kredit
I i
-
I
47 41 15 68 31 2 2 93 8 2 85 14 4 65 10 18 5 5 5 13 37 48
-2.993 2.532 2.458 -0.013 0.026 -0.182 0.221 0.009 -0.077 -0.244 0.008 0.029 -0.270 -0.069 0.041 0.007 0.552 0.236 0.094 0.019 0.047 -0.051
5.524 ...
0.047
'
0.402
0.184
0.133
0.122
0.300
0.227*
0.621 0.481**
0.146
0.177
Tab121 25. Hasil Analisis Kuantifikasi Hayashi I : Peubah-peubah Dugaan yang terkait dengan Tingkat Pendapatan Keluarga (Lanjutan ) Jurnlah Anggota keluarga yang bekej a Luas lahan rurnah dan halaman
I',uas lahan peltarangan dan pertanian Kondisi Rumah Sumber I'enerangan Sumber h r Jarak ke pasar terdekat Jarak ke jalan aspal terdekat Jamk ke ibukota Icecamatan
i
1
1 orang 2 orang 3 orang 4 orang Kurang dari 50 mZ 50 -100 m2 Lebih dari 100 mZ Tidak ada Kurang dari 500 mZ 500-1,000 mZ lebih dari 1,000 mZ Permanen Non Permanen Bukan listrik Listrik Sumur Bukan sumur <5km 5-l0km > 1Okm < 500 m 500 - 1,000 m > 1,000 m < 5 km >5km
69 10 13 11 23 60 20 40 39 17 7 78 25 98 5 93 10 53 43 7 74 18 11 72 31
Constant term = 13.026 Sum ber : Data Diolah dari tabel pada Lampiran 5. Ketc:rangan: ** nyata pada taraf alfa 1% (sangat nyata) * nyata pada taraf alfa 5% (nyata)
0.053 0.0 10 -0.301 0.013 -0.079 0.023 0.022 -0.141 0.066 0.137 0.106 0.048 -0.149 -0.007 0.129 0.019 -0.173 -0.024 -0.004 0.209 0.016 -0.024 -0.068 -0.020 0.046
0.354 0.407**
0.102
0.185
0.278 0.331**
0.196 0.331** 0.136
0.098
0.192
0.197
0.233
0.193
0.085
0.117
0.089
0.093
R-square = 0.6635
Berdasarkan tabel tersebut diatas dapat dilihat bahwa analisis Kuantifikasi Hay;lshi I dapat menjelaskan 66.35% dari ragam peubah-peubah yang dianalisis. Hal ini berarti, sebanyak 66.35% dari seluruh keragaman data dapat diterangkan
oleh model dalam analisis ini.
Beberapa fenomena yang terlihat dari hasil
anal:isisini adalah sebagai berikut:
Kar,akteristikresponden Dilihat dari peubah umur istri,
temyata tidak menunjukkan ada
perbedaan yang nyata antara kategori-kategori umur yang diuji. Sedangkan untuk peutlah umur suami , umur suami yang paling produktif adalah pada umur 20-29 tahun, disusul dengan umur 50 tahun ke atas, dan umur
40-49 tahun,
sedangkan pada umur 30-39 tahun merupakan umur suami yang paling tidak produktif. Hasil temuan ini menunjukkan bahwa pada usia suami yang produktif ( u.ia 30-49 tahun),
justru tidak
menyumbang pada perbaikan tingkat
penaiapatan. Kemungkinan ha1 ini disebabkan karena adanya faktor budaya setempat, dimana kaum pria pada usia yang produktif kurang berperan dalam kegiatan ekonomi, atau dengan kata lain kaum wanita yang menjadi tulang punggung ekonomi keluarga.
Pendidikan suami mempunyai pengaruh yang nyata terhadap tingkat pendapatan keluarga. Tingkat pendapatan keluarga cenderung lebih tinggi pada tingkat pendidikan SLTP, disusul oleh pendidikan SD , baru diikuti kemudian oleh tingkat pendidikan SLTA.
Seperti halnya dengan faktor usia suami,
temyata faktor pendidikan suami mempunyai keterkaitan yang tidak bersifat linier terhadap tingkat pendapatan. Pada tingkat pendidikan SLTA, justru tingkat pendapatn lebih rendah dengan tingkat pendidikan SLTP dan SD. Kemungkinan ha1 ini disebabkan karena pada kalangan masyarakat miskin, jenis usaha yang
dijalankan tidak membutuhkan kuaifikasi pendidikan yang tinggi, sehingga tingkat pendidikan tidak selalu berbanding lurus dengan tingkat pendapatan.
Dilihat dari Jenis Usaha Istri, tingkat pendapatan tertinggi terjadi pada jenis usaha jasa. Jenis usaha jasa dalam ha1 ini adalah jasa menjahit tas, dompet, jasa dan pelayanan melahirkan (paraji). Untuk jenis usaha ini diperlukan t~ngkat keahlian tersendiri yang tidak semua wanita memilikinya. Setelah usaha jasa, bertztni merupakan jenis usaha istri yang cukup berhasil dalarn membantu ekonomi keluarga. Jenis usaha istri l a i ~ y aadalah industri kecil dan dagang. Tingkat pendapatan paling rendah terdapat pada keluarga yang istrinya tidak ikut mencan nafkah. Berbeda dengan jenis usaha istri. Untuk peubah Jenis Usaha Sua~ni, diantara kategori-kategori yang diuji tidak ada perbedaan yang nyata &lam ha1 tingkat pendapatannya.
Jumlah Anggota Keluarga yang mencari nafkah berpengaruh sangat nyata terhadap tingkat pendapatan keluarga. Tingkat pendapatan yang tertinggi terdz~patpada jumlah anggota keluarga pencari nafkah 1 orang (dalam ha1 ini suan~isaja yang mencari nafkah), disusul oleh pencari nafkah 2 orang (suami dan istri bekeja mencari nafkah), kemudian 4 anggota keluarga pencari natkah dan 3 orang angggota keluarga pencari nakah. Fenomena tersebut menunjukkan adanya kecenderungan semakin banyak anggota keluarga yang ikut mencari nakxh, tingkat pendapatan semakin rendah.
Hal ini mungkin dapat diartikan
bahvva pada keluarga dengan tingkat pendapatan yang rendah ada motivasi anggota keluarga lain untuk ikut mencari naflcah.
Kete:rlibatan daiam kredit mikro Status Nasabah (Nasabah dan non Nasabah), lama kredit dan besar kredit tidak: berpengaruh nyata terhadap tingkat pendapatan
keluarga.
Tingkat
pendapatan keluarga nasabah tidak ada perbedaan yang signifikan dengan keluiirga non nasabah. Namun demikian ada kecenderungan tingkat keluarga nasal~ahlebih besar daripada keluarga non nasabah.
Loktsi dan akses terhadap fasilitas Dilihat dari peubah Lokasi Kecamatan ,tingkat pendapatan keluaarga di dua Icecamatan tidak berbeda nyata. Untuk melihat dari pengaruh akses terhadap pasai; jalan dan pusat administrasi terhadap tingkat pendapatan keluarga, dilakukan pengujian peubah jarak dengan fasilitas-fasilitas tersebut. ketiga peubah tersebut dari tidak ada yang
Tetapi
nyata mempengaruhi tingkat
pendapatan keluarga.
Untuk peubah
Sumber penerangan
perbedaan yang nyata antara
dan Sumber air, tidak ada
sumber penerangan listrik dan bukan listrik dan
antara sumur dan bukan sumur.
Peubah Kondisi rumah
berperan nyata terhadap tingkat pendapatan
keluiirga. Tingkat pendapatan keluarga dengan rumah yang sudah permanen lebih.tinggi dibandingkan dengan keluarga dengan rumah yang belum permanen.
Peng,uasaan lahan Peubah Luas lahan rumah dan halaman tidak mempengaruhi tingkat pendlpan keluarga, tetapi peubah
Luas lahan pekarangan dan pertanian
sangat nyata mempengaruhi tingkat pendapatan keluarga. Pada luasan lahan antara 500-1,000 mZ merupakan luasan lahan yang paling efisien dalam meningkatkan pendapatan keluarga, disusul kemudian dengan luasan diatas 1,000 mZ, dan luasan kurang dari 500 m2. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan pertanian pada luasan yang sedang (500-1,000 mZ ) lebih efisie:n dibandingkan pada luasan yang tinggi (diatas 1,000 mZ).
Korelasi antara peubah -peubah penjelas dan peubah peubah Tujuan Analisis Kuantifikasi Hayashi I juga menghasilkan nilai korelasi antara peub,ah-peiubah penjelas ataupun dengan peubah tujuan. Matrik korelasi yang dimaksud disajikan dalam Lampiran 1.
Dari lampiran tersebut dapat dilihat
bahwa untuk peubah penjelas jenis usaha suami lebih kuat korelasinya dengan statu!j nasabah.
Artinya peubah tersebut lebih kuat dipengaruhi oleh status
nasabah dibandingkan oleh besamya pendapatan keluarga. Pada keluarga non nasabah ,pada umumnya jenis usaha yang dijalankan suami adalah bertani.
Fenomena lainnya yang dapat dilihat pada matrik korelasi tersebut adalah sebagai berikut: Lokasi Kecamatan berkorelasi
positif dengan jenis usaha suami dan
berkorelasi negatif dengan luas lahan yang diusahakan.
Artinya pada
Ic-ecamatan Leuwiliang didominasi oleh jenis usaha suami bertani dan rata-
rata mempunyai lahan yang dapat diusahakan (lahan pekarangan dan lahan pertanian) Umur isteri berkorelasi dengan status nasabah. Pada umumnya nasabah adalah wanita dengan usia 30-49 tahun. Dan peubah tersebut juga berkorelasi dengan jenis usaha suami.
Pada umumnya usia istri 50 tahun keatas
mempunyai suami petani. Peubah status nasabah berkorelasi negatif dengan luasan lahan yang dapat diusahakan, yang dapat diartikan bahwa keluarga nasabah cenderung tidak mempunyai lahan yang dapat diusahakan.
Dan peubah tersebut berkorelasi
positif dengan jenis usaha suami dan jenis usaha istri. Hal ini menunjukkan bahwa para \vanitalistri keluarga non nasabah cenderung tidak terlibat dalam upaya mencari nafkah. Jenis usaha suarni yang dominan pada keluarga non nasabah adalah bertani.
Berdasarkan hasil Analisis Hayashi diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan responden adalah umur sualni, jenis usaha isteri, luas lahan yang diusahakan (lahan pekarangan dan lahan pertanian) dan kondisi rurnah. Dalam analisis ini, keterlibatan istri dalam kredit mikro tidak berperan nyata terhadap tingkat pendapatan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena peubah status nasabah berkorelasi dengan beberapa peubah lainnya, yaitu peubah jenis usaha istri, jenis usaha suami, clan luas lahan yang diwiahakan sehingga pengaruh status nasabah menjadi tidak terlihat nyata.
Salah satu faktor yang berperan nyata terhadap tingkat pendapatan adalah jeni:~usaha istri. Jenis usaha jasa merupakan usaha istri yang terbaik dalam mecnbantu pendapatan keluarga. Daiam ha1 ini usaha jasa yang banyak ditemui padii nasabah adalah jasa menjahit tas.
Untuk dapat menekuni usaha ini
diperlukan keahlian tersendiri yang biasanya didapat secara turun-temurun dari orar~gtuamereka. Jenis usaha ini tidak dikategorikan sebagai usaha industri kecil, karena pada umumnya nasabah hanya tenaga upahan yang mengerjakan usaha menjahit di rumah-rumah. Bahan baku, mesin jahit, model, dan jumlah tas yang dijal~itberasal dari pengusaha tas. Pekerja akan menerima uang sebagai upah dari menjahit. Usaha jasa ini mempunyai nilai tambah tertinggi dibandingkan
jeni:; usaha istri yang lainnya.
Jenis usaha lainnya yang dapat membantu
pentlapatan keluarga adalah usaha bertani.
Untuk jenis usaha ini dapat
menlberikan tambahan penghasilan, apabila nasabah mempunyai lahan yang dapat diusahakan (lahan pertanian atau pekarangan). Jenis usaha dagang dan indu~strikecil merupakn jenis usaha yang tidak banyak berperan dalam membantu menambah pendapatan keluarga. Hal ini dikarenakan jenis usaha dagang yang banyak ditemui pada nasabah adalah usaha dagang makanan kecil, seperti kue brih~an,donat, es dan sebagainya. Usaha dagang seperti ini hanya mernerlukan mod,al yang kecil dan mempunyai nilai tambah yang kecil juga. Oleh karena itu, usaha ini tidak banyak menyumbangkan penghasilan tambahan bagi nasabah. Tidak berbeda dengan usaha dagang, usaha industri kecil juga mempunyai nilai taml~ahyang kecil sehingga tidak banyak membantu meningkatkan pendapatan keluaga. Jenis industri kecil yang ditemui pada wanita nasabah adalah kerajinan bqngsang.
Pada umumnya
pengrajin
mendapatkan bahan baku dan hasil
kerajinan pada tengkulak bongsang. Harga bongsang per satuan hanya sebesar Rp. SO,- (lima puluh rupiah). Dengan kapasitas produksi rata-rata sebanyak 300 bongsang per n~inggu,pengajin hanya mampu mendapat margin keuntungan sebesar Rp. 7,500,- per minggu atau Rp. 30,000,- per bulan. Dibandingkan dengan jenis usaha lainnya, usaha ini menempati urutan yang terkecil dalam ha1 nilai tambah yang diberikan (keuntungannya).
Namun demikian, bagi wanita
nasabah dari masyarakat miskin, mungkin nilai keuntungan tersebut inasih lebih baik dibandingkan jika tidak terlibat sama sekali dalam mencari nafkah.
Untuk memperkaya informasi lebih lanjut tentang pengaruh peubahpeut~ahtersebut terhadap tingkat pendapatan, dilakukan analisis secara kuantitatif melsllui
Analisis Regresi Berganda terhadap peubah-peubah yang diduga
mempunyai andil terhadap tingkat pendapatan keluarga.
Analisis regresi
berganda mensyaratkan peubah-peubah harus dalam bentuk data nominal. Oleh karena itu, peubah-peubah dugaan yang bersifat kualitatif, dijadikan peubah dummy.
Mengingat indikasi adanya gejala multikolinearitas maka sebelum
dilakukan analisis tersebut, dilakukakan lebih dahulu analisis komponen utama terhadap peubah-peubah yang berupa data nominal. Nilai skor komponen utama yang, dihasilkan, bersama dengan peubah dummy digunakan sebagai peut~ah-peubahyang diuji dalam analisis regresi berganda.
Ringkasan hasil
Anal isis Komponen Utama terhadap variabel-variabel yang diduga menentukan Ting kat Pendapatan Keluarga ditampilkan dalam Tabel 26.
Tabel 26.
Faktor Loading, Akar Ciri dan Proporsi Ragam Hasil Analisis Faktor Utama terhadap Peubah-peubah Dugaan yang berkaitan dengan Tingkat Pendapatan Keluarga. F1 Peubah F3 F4 F5 F6 F2 Umur Istri 0.087 0.897 0.089 0.109 0.051 -0.030 Umur Suami 0.032 0.911 0.108 -0.003 0.073 0.070 Juml sh Anggota keluarga -0.011 0.046 -0.248 yang mencari nafkah -0.093 -0.218 0.822 Lamanya menjadi nasabah -0.947 0.081 -0.023 -0.008 -0.092 0.024 Besainya kredit -0.916 -0.059 -0.005 0.192 -0.108 -0.055 Jumlah Anak -0.045 -0.049 0.126 0.121 0.062 -0.873 Alokssi waktu ibu dalam -0.187 -0.057 0.277 0.052 0.074 mencari nafkah 0.805 Lama Sekolah Isteri 0.166 -0.526 0.229 0.457 0.368 -0.102 0.435 -0.508 0.083 0.220 0.345 0.176 Lama Sekolah Suami 0.230 Laha? yang tidak diusahakan 0.102 0.104 -0.166 0.606 0.091 Laha n yang diusahakan 0.290 0.210 0.498 -0.425 0.029 0.167 0.097 0.099 0.755 Jarak ke pasar -0.208 -0.189 -0.030 -0.090 -0.017 -0.018 Jarak ke jalan aspal 0.268 -0.789 0.172 0.003 0.032 0.846 Jarak ke kantor kecamatan 0.062 -0.076 0.162 Expl.Var 2.292 1.591 2.274 1.340 1.154 1.792 0.162 Prp.'I'otl 0.164 0.114 0.096 0.082 0.128 Sumt~er:Data Diolah dari tabel pada Lampiran 5. Anallisis Komponen utama menghasilkan 6 komponen utama,
yang
mewirkili 74. 60% dari total keragaman data, uraian singkat dari setiap faktor penti ng tersebut adalah sebagai berikut:
F(aktor1 mewakili 20.78% dari keragaman data. Peubah-peubah pewakil dari factor-1 adalah peubah Lamanya Menjadi nasabah dan besarnya kredit. Peubah status nasabah, Lamanya menjadi nasabah dan Besar kredit bersifat searah. Artinya semakin lama menjadi nasabah, semakin besar kredit yang diperoleh. Faktor ini selanjutnya dosebut sebagai Faktor Keterlibatan dalam Kredit Mikro
Tingkat
Faktor 2 mewakili 17.22% dari seluruh keragaman data. Faktor-2 mewakili peubah Umur istri dan umur suami. Selanjutnya Factor-:! disebut dengan Faktor Usia (suami maupun istri) Faktor 3 mewakili 10.96 % keragaman data. Faktor -3 ini mewakili jarak ke pasar dan jarak ke Kantor Kecamatan. Kedua peubah tersebut berkorelasi positif, yang artinya semakin jauh dari pasar akan semakin jauh juga jarak ke ILantor Kecamatan. Untuk selanjutnya Faktor-3 ini disebut sebagai Faktor
Akses ke fasilitas ekonomi dan administrasi. Faktor 4 mewakili 10.58% dari seluruh keragaman data dan mewakili peubah Jumlah Anggota Keluarga yang mencari nafkah dan Alokasi watu Wanita clalam mencari nafkah. Keduanya berkorelasi positif, yang artinya semakin hanyak jumlah anggota keluarga yang mencari nafkah, semakin banyak waktu ~vanitayang dialokasikan untuk mencari nafkah. Oleh karena itu, selanjutnya factor-4 disebut sebagai Faktor Keterlibatan Istri dalam mencari nafkah. Faktor 5 mewakili 7.85% dari seluruh keragaman data dan mewakili peubah jarak ke jalan aspal. . Untuk memperrnudah menyebutnya, faktor ini disebut sebagai Faktor Akses transportasi
.
Faktor 6 mewakili 7.21% dari seluruh keragaman data.
Faktor -6 ini
rnewaluli peubah Jurnlah Anak. Oleh karena itu, selanjutnya Faktor-6 disebut sebagai Faktor Jumlah Tanggungan Keluarga
Selanjutnya, bersama peubah dummy,
nilai skor hasil analisis
komponen utama tersebut digunakan dalam analisis regresi berganda. Ringkasan hasil Analisis Regresi berganda dicantumkan dalam Tabel 27.
Tabel 27. Ringkasan Hasil Analisis Regresi terhadap Peubah-peubah Dugaan yang terkait dengan Tingkat Pendapatan
I
l~eubah
I St. Err. I
St. Err. of B 98,855 55,219 131,253 78,448 88,019 35,938
j~ntercep /DummyNasabah ! ~ u m Usaha m ~ Istri Jasa 0.15 0.093 i dummy Usaha Istri Tani !Dummy Kondisi Rumah I jFaktor Akses ke fasilitas 0.095 iekonomi dan administrasi (F3) 0.26 47,66 1 I !Faktorakses transportasi (F5) 0.36 0.094 66.806 Sum'ber : Data Diolah dari tabel pada Lampiran 5. Keterangan: ** nyata pada taraf a = 0.05 * nyata pada taraf a = 0.1
1
1
1
1 1
1
1
1
1
Hasil analisis regresi data rnenunjukkan
p-level
17,678
17,519
bahwa faktor-faktor yang
secal-anyata mempengaruhi tingkat pendapatan adalah Peubah Dummy Nasabah, peubah Dummy Usaha Istri di bidang Jasa, dan peubah Dummy Usaha Istri di bidang Pertanian, peubah Dummy Kondisi Rumah, peubah Akses ke fasilitas ekonomi dan adrninistrasi (F-3) dan peubah Akses kepada Sarana Transportasi (F5) (Tabel 20). Nilai R2 dari fungsi yang dibangun adalah sebesar 47.5%. Artinya fungsi tersebut hanya menjelaskan 47.5% dari total keragaman data. Hal ini mewdndikasikan bahwa ada faktor-faktor lain diluar peubah yang diuji, yang menrzntukan tingkat pendapatan
Dari Hasil analisis yang disajikan pada Tabel 26 dan Tabel 27 dapat diuraikan hasil-hasil temuan sebagai berikut: 1. l'ingkat pendapatan nasabah lebih baik daripada non nasabah. Hal ini berarti
hahwa keterlibatan istri dalam kredit mikro berperan dalam meningkatkan
pendapatan keluarga. Hal ini dapat dipahami karena pada keluarga nasabah, para istri pada umumnya ikut terlibat dalam mencari nafkah, sehingga dapat rnemberikan sumbangan pada pendapatan keluarga.
2. Dan pada kondisi rumah yang permanen, tingkat pendapatan cenderung lebih klesar dibandingkan dengan kondisi rumah yang non permanen. 3. Ada dua Peubah Duininy Jenis Usaha istri berperan nyata terhadap tingkat
pendapatan, yaitu jenis usaha tani dan jasa.
Artinya Tingkat pendapatan
ciimana istri berusaha di bidang pertanian atau jasa mempunyai tingkat pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan jenis usaha lainnya. Dari nilai parameternya, diantara kedua jenis usaha tersebut, jenis usaha tani lebih rnenguntungkan dibanding dengan jenis usaha jasa. 4. Akses terhadap fasilitas ekonomi dan administrasi (F3) berkorelasi positif
clengan tingkat pendapatan.
Artinya semakin jauh dari lokasi pasar dan
Kantor Kecamatan, pendapatan keluarga semakin baik. Hasil temuan ini herbeda dengan dugaan sebelumnya, yaitu semakin dekat dengan lokasi pusat (dalam ha1 ini pusat diwakili oleh pasar dan Kantor Kecamatan) semestinya tingkat pendapatan semakin tinggi. Kemungkinan ha1 ini disebabkan karena j enis usaha yang dijalankan responden
bersifat "Local spatial monopoly"
jrang menggunakan pasar lokal. Disamping itu, struktur pasar yang tersedia pada lokasi setempat mungkin berada dalam jangkauan pasar jenis usaha tersebut. Jenis usaha seperti ini tidak akan mampu bersaing pada pasar clengan tingkat persaingan sempurna dan semakin eksis pada lokasi yang semakin jauh dari pusat. jasa yang
Sebagai contoh adalah jenis usaha istri di bidang
ditemui pada responden seperti
penjahit dan paraji (dukun
beranak).
Jenis usaha ini akan sangat menguntungkan pada lokasi yang
semakin jauh dari pusat. Pada lokasi yang semakin dekat dengan pusat, jenis usaha ini akan mengahadapi saingan yang mungkin mempunyai kualitas yang lebih baik, sehingga mungkin tidak terlalu menguntungkan . I'eubah Akses kepada sarana transportasi (F-5) berkorelasi positif dengan t ingkat pendapatan keluarga. Artinya tingkat pendapatan pada responden tlengan nilai skor peubah F-5 yang positif lebih besar dibandingkan dengan responden yang mempunyai nilai skor peubah F3 yang negatif. Berdasarkan tabel 26, nilai skor peubah F-3 yang negatif menunjukkan jarak dengan jaian aspal yang semakin jauh.
Dari kedua ha1 tersebut dapat disimpulkan bahwa
semalun jauh jarak ke jalan (semakin kurang akses transportasi), semakin rendah tingkat pendapatannya.