KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR Keterkaitan Sektor Hulu dan Sektor Hilir Hasil dari analisis dengan menggunakan PCA menunjukkan sektor-sektor perekonomian pada bagian hulu dan sektor-sektor pada bagian hilir tidak mempunyai keterkaitan seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 21. Sektor hulu merupakan sektor-sektor dalam perekononomian di Jawa Timur yang dicirikan dengan derajat kepekaan atau keterkaitan ke depan baik langsung dan tidak langsung yang relatif besar, sedangkan sektor hilir merupakan sektor-sektor dengan karakteristik derajat penyebaran atau keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang yang relatif besar dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. Tidak adanya saling keterkaitan antara sektor hulu dan sektor hilir ditunjukkan dengan terpisahnya kedua sektor ini di dalam masing-masing komponen utama (F1 dan F2). Tabel 21 Keterkaitan sektor hulu dan sektor hilir No
Variabel
1 Keterkaitan langsung ke belakang 2 Keterkaitan langsung & tidak langsung ke belakang 3 Keterkaitan langsung ke depan 4 Keterkaitan langsung & tidak langsung ke depan 5 Angka pengganda pendapatan 6 Angka pengganda surplus usaha 7 Angka pengganda penyusutan 8 Angka pengganda pajak 9 Angka pengganda impor 10 Angka pengganda PDRB Ragam diterangkan Proporsi yang dapat diterangkan dari total ragam
Kode SDBL SDIBL SDFL SDIFL INC-M S-M D-M T-M M-M VA-M Expl.Var Prp.Totl
F1
F2
F3
0.939 0.938 0.031 0.076 0.789 0.635 0.273 0.539 -0.224 0.836 3.910 0.391
-0.163 -0.129 0.970 0.965 0.403 0.175 0.048 0.281 -0.301 0.409 2.447 0.245
-0.060 -0.026 -0.029 -0.031 0.128 0.327 0.855 0.591 0.589 0.254 1.623 0.162
Commu nality 0.9878 0.9874 0.9909 0.9914 0.8781 0.6659 0.6134 0.7875 0.3161 0.9264 0.798
Sumber : Data hasil olahan.
Tidak adanya keterkaitan yang kuat antara sektor-sektor pada bagian hulu maupun pada bagian hilir sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 21, bukan berarti antara kedua sektor tersebut benar-benar tidak terkait, namun keterkaitan yang ada mungkin sangat lemah sehingga terpisah di dalam tiga faktor komponen utama yang berbeda (F1, F2, dan F3). Sebagaimana telah diulas pada bab sebelumnya, keterkaitan yang terjadi bisa juga disebabkan karena sistem pencatatan dalam sektor-sektor perekonomian yang belum sempurna, sebagai contoh keterkaitan
91
antara sektor kertas dan barang cetakan terhadap sektor pertanian dalam matriks koefisien input (matriks A) tidak ada sama sekali, sedangkan sektor kertas dan barang cetakan bahan baku utamanya adalah jerami dan bagasse yang merupakan limbah dari hasil pertanian. Sehingga, keterkaitan antara sektor pertanian terhadap sektor kertas dan barang cetakan sebenarnya kuat. Namun, secara umum hasil dari analisis PCA di atas menyatakan bahwa sektor-sektor perekonomian di Jawa Timur keterkaitannya memang masih sangat lemah. Pada faktor komponen utama pertama (F1), sektor-sektor perekonomian pada bagian hilir mempunyai korelasi yang nyata dengan angka pengganda pendapatan. Oleh karena itu, untuk meningkatkan daya beli masyarakat maka pengembangan sektor-sektor hilir sangat diutamakan. Sektor-sektor pada bagian hilir juga mempunyai korelasi dengan angka pengganda surplus usaha, angka pengganda PDRB, dan angka pengganda pajak. Korelasi antara sektor hilir terhadap angka pengganda pajak sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 21 mempunyai nilai 0.539. Angka ini sebenarnya mencerminkan korelasi yang tidak terlalu besar, namun asumsi yang digunakan pada analisis ini menyatakan bahwa nilai di atas 0.5 masih dianggap nyata dan mempunyai korelasi. Dari sisi communality-nya angka pengganda pajak mempunyai nilai yang cukup besar, yaitu 0.7875. Nilai communality di atas mengindikasikan bahwa nilai tersebut mampu menerangkan karakteristik umum dari variabel yang diteliti atau mempunyai nilai common factor yang besar (Saefulhakim 2004a). Beberapa hal yang menyebabkan korelasi sektor hilir terhadap angka pengganda pajak yang kecil ini antara lain dikarenakan: (1) belum optimalnya para aparat pemerintah daerah dalam menggali potensi-potensi penerimaan pajak, (2) selama ini beberapa jenis pajak, bea, maupun cukai masih dikuasai oleh pemerintah pusat. Pajak-pajak yang dikuasai oleh pemerintah pusat
pada
umumnya sangat besar nilai sedangkan yang diserahkan kepada daerah adalah pajak-pajak yang relatif
kecil hasilnya, dan (3) indikasi awal bahwa sektor
industri yang berada di Jawa Timur sebagian besar adalah kelompok industri kecil dan menengah sehingga hasil produksi atau nilai tambah yang diperoleh dari sektor ini belum tersentuh oleh pajak.
92
Beberapa pabrik rokok di Jawa Timur yang sangat besar omzetnya seperti PT Gudang Garam, PT Bentoel, PT Sampoerna, dan PT BAT, selama ini dalam pembayaran cukai rokoknya masih masuk ke rekening kas negara bukan ke rekening kas daerah. Mekanisme bagi hasil dari penerimaan cukai ini belum ada, sehingga murni 100% masuk sebagai penerimaan pemerintah pusat. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang sangat besar nilainya juga masih dikuasai oleh pusat. Dengan nilai produksi dari sektor industri yang sangat besar di Jawa Timur, pemerintah daerah hanya menikmati bagi hasil dari Pajak Penghasilan Perseorangan (PPh Pasal 21) maupun Pajak Penghasilan Badan (PPh Pasal 25 dan 29 sesuai dengan UU 33/2004). Potensi pajak yang sangat besar di daerah sebenarnya adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Namun karena keterbatasan sarana maupun prasarana dari aparat pajak maupun pemerintah daerah, maka penerimaan dari sektor ini masih belum optimal. Salah satu sebabnya adalah nilai penetapan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) yang masih di bawah harga pasaran. Oleh karena itu, perlu kerja sama antara aparat pajak dan pemerintah daerah di dalam melakukan pendataan mengenai harga tanah dan bangunan yang lebih terukur serta perlunya struktur intensif yang jelas bagi para aparat pemerintah daerah dan pajak di dalam melakukan pendataan tersebut. Pada faktor komponen utama kedua (F2), ternyata sektor hulu yang mempunyai keterkaitan ke depan baik langsung maupun tidak langsung, tidak mempunyai korelasi yang nyata dengan variabel-variabel lainnya. Sehingga output dari sektor-sektor pada bagian hulu belum mempunyai kemampuan untuk mendorong peningkatan produksi pada bagian hilir. Tidak adanya keterkaitan pada bagian hulu yang merupakan sektor-sektor primer pada perekonomian seperti sektor pertanian terhadap sektor hilir memberikan indikasi bahwa hasilhasil dari sektor pertanian belum mampu memenuhi standar industri atau belum mengarah kepada diversifikasi produk sehingga output dari sektor hulu lebih banyak untuk keperluan konsumsi atau bukan produk non olahan, atau langsung dijual dalam bentuk bahan mentah sebagai komoditi ekspor, sehingga nilai tambah yang ada terjadi di luar daerah.
93
Sedangkan pada faktor komponen utama ketiga, angka pengganda penyusutan mempunyai korelasi yang searah dengan angka pengganda pajak dan angka pengganda impor. Angka pengganda pajak berada pada dua faktor yang berbeda, yaitu pada faktor komponen pertama dan faktor komponen ketiga. Pada faktor komponen pertama, instrumen pajak berfungsi sebagai sumber-sumber pendapatan daerah sedangkan pada faktor komponen ketiga pajak merupakan instrumen untuk membatasi produk-produk impor atau lebih berfungsi sebagai alat proteksi untuk melindungi produk-produk di Jawa Timur. Dari hasil analisis di atas, perlu upaya-upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah agar terjadi keterkaitan yang lebih kuat lagi antara sektor hulu dan sektor hilir. Secara spasial, tidak adanya keterkaitan antara sektor hulu yang dicirikan oleh sektor-sektor pertanian serta sektor hilir yang dicirikan oleh sektorsektor industri mengindikasikan juga lemahnya keterkaitan antar wilayah. Kabupaten/kota yang berbasis sektor pertaian mempunyai keterkaitan (linkage) yang lemah terhadap kabupaten/kota yang berbasis sektor industri.
Tipologi Sektor-Sektor Perekonomian di Jawa Timur Berdasarkan hasil analisis PCA, selanjutnya dilakukan analisis gerombol dengan menggunakan faktor skor dari analisis PCA. Analisis ini menghasilkan empat kelompok sektor-sektor dalam perekonomian di Jawa Timur dengan karakteristik sebagai berikut : Kelompok I
: sektor-sektor dengan karakteristik keterkaitan ke depan yang tinggi serta angka pengganda impor yang relatif tinggi juga.
Kelompok II : sektor-sektor dengan angka pengganda penyusutan, angka pengganda pajak, dan angka pengganda impor yang relatif rendah. Keterkaitan ke depan dan belakang juga relatif rendah. Kelompok III : sektor-sektor dengan karakteristik keterkaitan ke depan yang yang tidak begitu tinggi dan angka pengganda impor yang dihasilkan rendah. Kelompok IV : sektor-sektor dengan keterkaitan ke belakang, angka pengganda pendapatan, angka pengganda surplus usaha, angka pengganda
94
pajak, dan angka pengganda PDRB yang tinggi. Angka pengganda impor rendah.
Plot of Means f or Each Cluster 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 -0.5 -1.0 -1.5 -2.0 FS1
FS2
FS3
Cluster Cluster Cluster Cluster
1 2 3 4
Variables
Gambar 22 Grafik hasil analisis peubah-peubah tipologi sektoral. Hasil dari analisis gerombol di atas, terlihat bahwa sektor-sektor pertanian berada pada kelompok II sebagaimana ditujukkan pada Tabel 22 . Hal ini sesuai dengan analisis yang telah dilakukan sebelumnya, bahwa sektor-sektor pertanian mempunyai keterkaitan yang lemah naik ke depan dan ke belakang serta dampak multiplier yang ditimbulkannya juga tidak terlalu besar. Sektor-sektor yang merupakan sektor unggulan di Jawa Timur berada pada kelompok IV dengan karakteristik keterkaitan ke belakang yang kuat serta angka pengganda yang dihasilkannya besar, baik angka pengganda pendapatan, surplus usaha, pajak, dan PDRB. Dalam jangka panjang, pengembangan sektor-sektor yang berada pada Kelompok IV akan sangat menguntungkan bagi perekonomian di Jawa Timur karena keterkaitan sektoral serta angka pengganda yang dihasilkan bagus bagi perekonomian di Jawa Timur. Namun prioritas pembangunan sesuai dengan konsep pembangunan tidak berimbang (imbalanced growth) tetap diarahkan pada sektor-sektor unggulan di Jawa Timur sebagai leading sector.
Tabel 22 Kelompok sektor-sektor perekonomian menurut analisis gerombol
KELOMPOK I ¾ ¾ ¾
Pupuk, kimia, dan barang dari karet Barang Lainnya Pengilangan Minyak
KELOMPOK II ¾ ¾ ¾ ¾ ¾ ¾ ¾ ¾ ¾ ¾ ¾ ¾ ¾ ¾ ¾ ¾ ¾ ¾ ¾
Padi Jagung Ketela Pohon Kedelai Sayur-sayuran Buah-buahan Umbi-umbian Kacang Tanah Tebu Tembakau Tanaman Perkebunan Lainnya Perikanan Pertambangan Non Migas Penggalian Angkutan Laut Pos dan Telekomunikasi Jasa Penunjang Telekomunikasi Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
KELOMPOK III ¾ ¾ ¾ ¾ ¾
Peternakan Kehutanan Logam Dasar Besi dan Baja Angkutan Jalan Raya Jasa Penunjang Angkutan
KELOMPOK IV ¾ ¾ ¾ ¾ ¾ ¾ ¾ ¾ ¾ ¾ ¾ ¾ ¾ ¾
Kacang-kacang lainnya Pertambangan migas Makanan, minuman, & tembakau Tekstil, barang dari kulit & alas kaki Barang dari kayu dan hasil hutan lainnya Kertas dan barang cetakan Semen dan barang galian bukan logam Alat angkutan mesin dan peralatan Listrik, gas, dan air bersih Hotel Restoran Angkutan rel Angkutan penyeberangan Angkutan udara