BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Keadaan Umum Tempat Penelitian
4.1.1 Keadaan Umum Kecamatan Samarang Kecamatan Samarang terletak di Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat, dengan luas wilayah sekitar 5.971 Ha, dan memiliki ketinggian antara 500-1270 m dpl. Berdasarkan wilayah administratif Kecamatan Samarang mengkoordinasikan 13 Desa, 196 Kampung, 24 Dusun, 114 RW dan 376 RT. Batas wilayah administratif Kecamatan Samarang yaitu : Sebelah Utara
: Tarogong Kaler
Sebelah Timur
: Kecamatan Tarogong Kidul
Sebelah Selatan
: Kecamatan Pasirwangi dan Bayongbong
Sebelah Barat
: Kecamatan Ibun Kabupaten Bandung
Jumlah penduduk Kecamatan Samarang sampai dengan bulan desember 2011 sebanyak 78.372 jiwa meningkat 2,03 % dari tahun 2010 yang berjumlah 75.248 Jiwa. Sex ratio penduduk tahun 2011 yaitu laki-laki 39.339 orang, dan perempuan 39.033 orang. Jumlah kepala keluarga sebanyak 27.279 KK. Dari jumlah penduduk sebanyak 78.372 jiwa, yang tergolong usia produktif (Angkatan Kerja) adalah sebanyak 23.157 jiwa. Adapun data penduduk berdasarkan mata pencaharian bisa di lihat pada Tabel 7 berikut ini.
61
62
Tabel 7. Data Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Samarang Tahun 2011. No 1 2 3 4 5 6 7 8
Jenis Pekerjaan Buruh Pemilik Buruh Tani Petani Penggarap Pedagang Wiraswasta PNS/ABRI dan Polri Pegawai Swasta TKI/TKW
Jumlah (Orang) 2.437 13.107 4.709 1.542 4.173 809 532 96
Sumber : Laporan Tahunan Kecamatan Samarang Tahun 2011.
Dari Tabel 7 di atas dapat disimpulkan bahwa mata pencaharian masyarakat Kecamatan Samarang sebagian besar bekerja sebagai buruh tani sebesar 13.107 orang yang menjadikan Kecamatan Samarang terkenal dengan agroindustri akar wangi dan jumlah mata pencaharian penduduk yang paling sedikit sebagai TKI/TKW sebanyak 96 orang. Proporsi wilayah menurut penggunaan lahan dapat dilihat pada Tabel 8 di bawah ini: Tabel 8. Proporsi Wilayah Menurut Penggunaan Lahan di Kecamatan Samarang No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Penggunaan Perkampungan Industri Pertambangan Pesawahan Tegalan/kering semusim Kebun campuran Perkebunan Padang semak Hutan Perairan darat Lain-lain
Sumber : Kecamatan Samarang dalam Angka (2011)
Proporsi (%) 20,00 0,00 0,00 30,00 11,00 18,00 0,00 0,00 18,00 1,00 2,00
63
Pada struktur perekonomian Kabupaten Garut, sektor pertanian merupakan sektor yang sangat dominan, termasuk Kecamatan Samarang. Hal ini dapat dilihat dari proporsi penggunaan lahan. Pada tabel di atas dapat diketahui bahwa pesawahan menggunakan proporsi lahan yang paling besar yakni sebesar 30%, diikuti perkampungan yakni sebesar 20%, kemudian kebun dan hutan sebesar 18%. Kecamatan Samarang merupakan daerah agraris dengan sumber utama masyarakat dalam bidang pertanian yang menjadikan komoditas unggulan Kabupaten Garut berada di Kecamatan Samarang yaitu komoditas akar wangi sebagai bahan minyak sirih. Produksi akar wangi yang cukup besar ini memerlukan perhatian yang khusus sehingga potensi ini ke depan dapat berkembang dan dapat memberikan penghasilan yang lebih baik kepada para petani, pengolah dan pengusaha akar wangi. Selain itu juga, Kecamatan Samarang mempunyai potensi pariwisata alam yaitu Situ Cibeureum dan wisata Hutan Konservasi Arboretum kedua tempat wisata ini sangat potensial untuk dikembangkan apabila dilakukan pengelolaan secara profesional. Peran sektor swasta dalam mendukung potensi unggulan di Kecamatan Samarang juga berperan cukup besar, keberadaan Kampung Sampireun Resort serta Rumah Makan Mulih ka Desa, telah turut serta meningkatkan denyut ekonomi Kecamatan Samarang. Dari sektor pemberdayaan masyarakat, saat ini sedang digalakkan peningkatan usaha ekonomi kecil dan menengah (UMKM) dan pada UMKM Award Tahun 2012 tingkat kabupaten Garut UMKM Kecamatan Samarang telah
64
menerima penghargaan UMKM Awward 2012 yaitu : 1) Pengolahan akar wangi di Desa Sukakarya; 2) Koperasi
Sarasa yang bergerak dalam keterampilan
makanan olahan dan Tas Tangan; 3) Produk Paper Bag Desa Sirnasari (masuk nominasi 20 besar). 4.1.1.1 Desa Sukakarya Desa Sukakarya berada di Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut, Propinsi Jawa Barat dengan letak geografis berada pada 642° - 742° LS dan 30° 40° BT. Berdasarkan letak topografinya, Desa Sukakarya berada pada ketinggian 724 m dpl dengan wilayah yang berbukit memiliki suhu rata-rata 20°C sam 30°C dengan curah hujan 1.210 mm/tahun. Desa Sukakarya merupakan desa yang letaknya paling ujung dan merupakan hasil pemekaran dari Desa Sukarasa yang mulai berdiri pada tahun 1979. Luas Desa Sukakarya berdasarkan profil desa tahun 2010 adalah 455.082 Ha yang terdiri dari tanah pemukiman 8,16%, tanah perkebunan 68,87%, tanah sawah 8,96%, tanah perkebunan 0,79%, fasilitas umum 2,91%, dan tanah kelautan 10,31%. Desa Sukakarya terbagi atas 12 RW dan 12 RT. Batas wilayah administratif Desa Sukakarya yaitu : Sebelah Utara
: Desa Tanjungkarya
Sebelah Selatan
: Desa Sukalaksana
Sebelah Timur
: Desa Sukarasa
Sebelah Barat
: Kabupaten Bandung
Jumlah penduduk Desa Sukakarya berdasarkan profil desa tahun 2010 tercatat sebanyak 6.681 jiwa yang terdiri atas 3.388 orang (50,71%) laki-laki dan 3.293 orang (49,29%) perempuan. Jumlah penduduk tersebut dibagi ke dalam
65
1.820 kepala keluarga. Tingkat kepadatan penduduk per rumah tangga 0,25 km dan tingkat kepadatan penduduk per jiwa 6 m2. Tingkat pendidikan Desa Sukakarya rata-rata sampai Sekolah Dasar (Profil Desa Sukakarya Tahun 2010). Selanjutnya, tingkat mata pencaharian penduduk Desa Sukakarya yaitu dalam berbagai sektor kegiatan. Diantaranya yaitu petani 67,8%, Buruh Tani 19,6%. PNS 1,3%, Pengrajin Industri Rumah Tangga 4,4%, Peternak 0,4%, Pensiunan TNI/Polisi 1,3%, dan Pengusaha Kecil Menengah 5%. 4.1.1.2 Desa Sukalaksana Desa Sukalaksana berada di Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat, dengan luas wilayahnya 203,426 Ha. Luas wilayah tersebut terdiri dari tanah perkampungan 54,889 Ha, tanah pesawahan 76,555 Ha, tanah kebun atau ladang 62,982 Ha, tanah kolam 3,0 Ha, tanah pekuburan 1,75 Ha dan tanah sarana umum 4,25 Ha. Desa Sukalaksana terbagi atas 7 RW dan 25 RT. Jumlah penduduk Desa Suklaksana (RPJMDes Tahun 2011-2012) 4.476 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 2.235 jiwa dan perempuan 2.241 jiwa, serta 128 KK. Desa Sukalaksana merupakan pemekaran dari Desa Sukakarya yang mulai terbentuk pada tahun 1984. Batas wilayah administratif Desa Sukalaksana yaitu: Sebelah Utara
: Desa Sukakarya
Sebelah Timur
: Desa Sukarasa Dan Desa Sirnasari
Sebelah Selatan
: Desa Padasuka, Desa Padamulya
Sebelah Barat
: Desa Parakan
66
Desa Sukalaksana merupakan desa yang berada di daerah dataran tinggi dengan ketinggian antara 800-1000 m dpl. Sebagian besar wilayah Desa Sukalaksana merupakan daerah yang cocok untuk pertanian. Komoditi pertanian andalan Desa Sukalaksana yaitu Saosin, Cabai, dan Tomat. Sementara untuk industri rumah tangga banyak didominasi oleh kerajinan tangan akar wangi, baik berupa tas dan home decoration, industri lainnya adalah tas lipat, pandai besi, dan berbagai usaha makanan khas daerah. Berkaitan dengan perkembangan situasi dan kondisi ketenagakerjaan di Desa Sukalaksana sampai akhir tahun 2010, masih menunjukkan keadaan kondusif, walaupun dipihak lain masih dihadapkan pada keterbatasan lapangan kerja dan jumlah pencari kerja yang cukup banyak. Jumlah angkatan kerja pada tahun 2010 sebanyak 1.642 orang. Jumlah pencari kerja yang tersalurkan dapat di tempatkan di perusahaan-perusahaan maupun jenis pekerjaan lainnya sebanyak 367 orang, sedangkan sisanya sebesar 1.051 orang belum mendapatkan pekerjaan. Dari segi pendidikan, lulusan SD menempati urutan tertinggi dari jumlah presentase pencari kerja yang berhasil ditempatkan terhadap total pencari kerja, yaitu menurut tingkat pendidikan mencapai angka 78%. 4.1.1.3 Desa Cisarua Desa Cisarua merupakan sebuah desa yang letaknya paling ujung dan di kaki bukit Kecamatan Samarang dan berada di daerah Lereng Gunung Guntur sebelah Selatan, dengan ketinggian antara 900-1.500 m dpl. Sebagian besar wilayah Desa Cisarua adalah lereng gunung dengan kemiringan antara 20°-45°. Batas wilayah administratif Desa Cisarua yaitu :
67
Sebelah Utara
: Desa Sukakarya
Sebelah Timur
: Desa Parakan
Sebelah Selatan
: Desa Barusari dan Kecamatan Pasirwangi
Sebelah Barat
: Desa Ibun Kecamatan Ibun Kabupaten Bandung
Desa Cisarua merupakan pemekaran dari Desa Parakan dan mulai terbentuk pada tahun 1980. Luas wilayah Desa Cisarua yaitu 1.284,10 Ha yang terdiri dari tanah perkampungan 38 Ha, tanah pesawahan 7,10 Ha, tanah perkebunan atau ladang 256,0 Ha, tanah kolam 1,0 Ha, tanah pekuburan 2,0 Ha, perkantoran 1,10 Ha, hutan lindung 600,0 Ha, hutan perhutani 376,90 Ha, dan lain-lain 2,0 Ha. Desa Cisarua terbagi di dalam 2 Dusun, 9 Rukun Warga (RW), dan 36 Rukun Tetangga (RT). Jumlah penduduk Desa Cisarua berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 yaitu 6.841 jiwa, yang terdiri dari laki-laki sebanyak 3.511 jiwa dan perempuan sebanyak 3.330 jiwa, serta 2.184 KK. Kehidupan masyarakat Desa Cisarua sangat sederhana, mengolah lahanlahan pertanian untuk menghidupi keluarga dan sebagian lainnya bergerak di bidang industri rumah tangga serta perdagangan. Komoditi pertanian yang menjadi andalan dari Desa Cisarua yaitu sayuran dan tanaman akar wangi. Berkaitan dengan perkembangan situasi dan kondisi ketenagakerjaan di Desa Cisarua sampai akhir tahun 2010, masih menunjukkan keadaan kondusif, walaupun di pihak lain masih dihadapkan pada keterbatasan lapangan kerja dan jumlah pencari kerja yang cukup banyak. Jumlah angkatan kerja pada tahun 2010 sebanyak 3.029 orang. Jumlah pencari kerja yang tersalurkan dapat ditempatkan di perusahaan-perusahaan maupun jenis pekerjaan lainnya sebanyak 998 orang,
68
sedangkan sisanya sebesar 2.031 orang belum mendapatkan pekerjaan. Dari segi pendidikan, lulusan SLTA menempati urutan tertinggi dari jumlah presentase pencari kerja yang berhasil di tempatkan terhadap total pencari kerja, yaitu menurut tingkat pendidikan mencapai angka 55%. 4.1.2 Keadaan Umum Chevron Geothermal Indonesia, Ltd. Chevron merupakan salah satu perusahaan energi terintegrasi terkemuka di dunia yang berkantor pusat di San Ramon, California, Amerika Serikat. Bisnis usaha Chevron tersebar di seluruh dunia. Salah satu aktivitas energi panas bumi Chevron yaitu dilaksanakan di Chevron Geothermal Indonesia, Ltd. Bisnis Chevron Geothermal Indonesia, Ltd. merupakan usaha di bidang pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) atau biasa dikenal dengan istilah geothermal, yang terwujud pada proyek kawah (pembangkit) darajat I, II, dan III. Pada dasarnya Chevron Geothermal Indonesia, Ltd. merupakan perusahaan kontraktor atau mitra kerja sama dengan PT. Pertamina. Chevron Geothermal Indonesia, Ltd. merupakan salah satu perusahaan yang mendukung pertumbuhan ekonomi Negara Indonesia serta menerangi sekitar 3,9 juta rumah bersamaan dengan Chevron Geothermal Salak, Ltd. Letak operasi Chevron Geothermal Indonesia, Ltd. yaitu di Kabupaten Garut yang terletak pada ketinggian 1730-2000m dpl, dengan temperatur 5-25° C serta kondisi tempat merupakan daerah berkabut dan bercurah hujan tinggi. Status lahan daerah operasi berupa hutan lindung, hutan konservasi, dan tanah masyarakat serta lingkungan berupa gunung berapi. Kontrak kerja operasi Chevron Geothermal Indonesia, Ltd. dimulai pada tahun 1984. Chevron
69
Geothermal Indonesia, Ltd. memproduksi dan mengoperasikan Panas Bumi sebesar 271 MW dan memiliki sumur sebanyak 49 buah. Rinciannya bisa dilihat pada Tabel 9 di bawah ini. Tabel 9. Jumlah Sumur Chevron Geothermal Indonesia, Ltd. Tahun 2011. No 1 2 3 4 5
Nama Sumur
Jumlah 29 4 5 6 5 49
Sumur produksi Sumur injeksi Sumur pantau Sumur ditutup Sumur standby Jumlah
Sumber : Chevron Geothermal Indonesia, Ltd. Tahun 2011
Dalam
perkembangannya,
Chevron
Geothermal
Indonesia,
Ltd.
mengalami kejadian yang dianggap penting dalam operasi kegiatannya atau kronologi kegiatan panas bumi darajat. Penjelasan kronologi tersebut bisa dilihat pada Tabel 10 di bawah ini. Tabel 10. Kronologi Kegiatan Panas Bumi Darajat Tahun 2011. No 1 2 3 4 5 6 7 8
Tahun 1984 1988 1991 1994 1998 2000 2005 2007
Keterangan Chevron memenangkan tender untuk blok Darajat (1982) Eksplorasi sumberdaya Panas Bumi selesai dilakukan di Darajat Pembangunan PLTP Unit 1 (PT. IP) Pengoperasian Unit 1 Pembangunan PLTP Unit 2 (CGI) Pengoperasian Unit 2 Pembangunan PLTP Unit 3 (CGI) Pengoperasian Unit 3
Sumber : Chevron Geothermal Indonesia, Ltd. Tahun 2011.
Pada tahun 2010, Chevron Geothermal Indonesia, Ltd. adalah satu-satunya perusahaan Energi yang menerima peringkat emas dari total 201 perusahaan energi dan tambang yang diaudit. Penghargaan emas tersebut merupakan kualifikasi tertinggi yang berhasil diraih oleh Chevron Geothermal Indonesia, Ltd.
70
Penilaian yang dilakukan meliputi Sistem Manajemen Lingkungan, Efisiensi dan Konservasi Energi, serta Program Pemberdayaan Masyarakat. Selain memiliki proyek Clean Development Mecanishm (CDM), perusahaan juga telah melakukan penghijaun seluas 450 Ha serta menerapkan efisiensi energi dengan baik. 4.1.2.1 Nilai-Nilai Dan Budaya Yang Dimiliki Oleh Chevron 1. Cara Chevron (The Chevron Way) Dalam menjalankan bisnisnya, Chevron menerapkan budaya perusahaan dan nilai-nilai yang disosialisasikan kepada setiap lini karyawannya, dimana nilainilai dan budaya perusahaan tersebut dikenal dengan sebutan The Chevron Way (Cara Chevron). The Chevron Way menjelaskan “siapa kami, apa yang kami lakukan, apa yang kami yakini dan apa yang ingin kami capai”. The Chevron Way disosialisasikan tidak hanya kepada setiap lini karyawan di dalam Chevron, tetapi juga kepada pihak-pihak lain yang berinteraksi dengan Chevron, misalnya kepada vendor yang akan melakukan transaksi kontrak dengan Chevron. Sosialisasi The Chevron Way kepada karyawan ini dilakukan setiap tahun dan diwajibkan kepada seluruh karyawan Chevron untuk menghadiri sosialisasi tersebut, agar karyawan mengerti dan memahami aturan-aturan kerja yang berlaku di dalam Chevron dan supaya karyawan tidak melanggar aturan-aturan tersebut sehingga menjamin keteraturan dalam menjalankan usaha yang Chevron lakukan. Sedangkan sosialisasi The Chevron Way kepada calon vendor yang akan bertransasksi dengan Chevron, dilakukan sebelum dilaksanakannya lelang atau prakualifikasi. Sosialisasi The Chevron Way tersebut dimaksudkan agar semua vendor memahami hal-hal apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan ketika
71
berinteraksi dan bertransaksi dengan Chevron. Dalam sosialisasi tersebut juga disebutkan hal-hal apa yang akan menjadi sanksi bagi vendor ataupun karyawan Chevron yang terlibat hal-hal yang bertentangan dengan apa yang telah diatur di dalam The Chevron Way. 2. Visi Perusahaan Visi Chevron yaitu menjadi perusahaan energi global yang dihormati karena karyawan, kemitraan, dan kinerjanya. Visi tersebut mengandung arti bahwa Chevron : 1) Menghasilkan produk-produk energi yang penting bagi kemajuan ekonomi dan perkembangan umat manusia yang berkesinmbungan di seluruh dunia; 2) Adalah sekumpulan orang dan sebuah organisasi dengan kemampuan dan komitmen luar biasa; 3) Adalah mitra pilihan; 4) Memberikan kinerja tingkat dunia; 5) Dihormati oleh pihak yang berkepentingan, seperti investor, pelanggan, pemerintah setempat, komunitas lokal, dan karyawan. Bukan hanya karena hasil yang kami capai, namun bagaimana cara kami mencapainya. 3. Strategi Perusahaan Rencana strategis Chevron menjabarkan visi menjadi tindakan. Rencana strategis tersebut menyelaraskan dan mengintegrasikan organisasi Chevron, menumbuhkan keyakinan, dan membedakan Chevron dari para pesaing. Penjelasan rencana strategis Chevron bisa dilihat pada Tabel 11 berikut ini:
72
Tabel 11. Rencana Strategis Chevron No 1
Rencana Strategis Strategi Bisnis Utama
2
Operasi Hulu Global
3
Operasi Gas Global Operasi Hilir Global
4
5
Energi Yang Terbarukan
6
Strategi Keberhasilan
Keterangan Strategi bisnis Chevron yaitu mengembangkan posisi integritas di wilayah-wilayah yang sedang tumbuh di dunia. Memiliki pertumbuhan yang menguntungkan dalam kegiatan bisnis inti dan membangun posisi legendaris yang baru. Mengkomersialisasikan kepemilikan sumber gas dan mengembangkan bisnis gas yang berdampak tinggi. Meningkatkan penghasilan dan bisnis inti serta pertumbuhan selektif dengan fokus pada penciptaan nilai yang integritas. Berinvestasi pada teknologi bagi energi yang terbarukan dan merebut posisi menguntungkan pada sumber daya penting energi yang terbarukan. Tiga strategi keberhasilan yang diterapkan di semua bidang kegiatan perusahaan, yaitu : (1) Berinvestasi pada sumber daya manusia untuk mencapai tujuan strategis. (2) Meningkatkan pemanfaatan teknologi untuk mencapai kinerja yang unggul dan pertumbuhan yang tinggi. (3) Meningkatkan kemampuan organisasi untuk menghasilkan kinerja kelas dunia dalam bidang keunggulan operasi, pengurangan biaya pengelolaan asset, kapital, dan peningkatan keuntungan.
Sumber : Chevron Geothermal Indonesia, Ltd. Tahun 2011.
4. Nilai-Nilai yang Dianut Perusahaan Landasan perusahaan Chevron dibangun di atas nilai-nilai yang dianut oleh Chevron, dimana nilai-nilai tersebut membedakan Chevron dari yang lain dan nilai-nilai tersebut ditempatkan sebagai pedoman kegiatan Chevron. Chevron menjalankan bisnis dengan penuh rasa tanggung jawab secara sosial dan dengan secara yang etis. Nilai-nilai yang dianut oleh Chevron dapat dijelaskan pada Tabel 12 berikut ini:
73
Tabel 12. Nilai-Nilai Yang Dianut Oleh Chevron No Nilai-Nilai 1 Integritas (Integrity)
2
Kepercayaan (Trust)
3
Kenakeragaman (Diversity)
4
Terobosan (Integenuity)
5
Kemitraan (Partnership)
6
Melindungi Manusia Dan Lingkungan (Protecting People And The Environment) Kinerja Tinggi (High Performance)
7
Keterangan Untuk menjaga integritasnya tinggi, Chevron berusaha untuk selalu jujur kepada orang lain dan dirinya sendiri. Chevron melakukan apa yang dikatakan dan bertanggung jawab atas semua hasil dan akibat dari operasinya. Chevron mempercayai, menghormati, dan mendukung satu sama lain, dan juga berusaha mendapatkan kepercayaan dari rekan kerja dan mitranya. Chevron mempelajari dan menghormati budaya di tempatnya bekerja, menghargai dan menghormati keunikan setiap individu dan perbedaan sudut pandang dan bakat yang mereka miliki. Lingkungan kerja yang Chevron miliki sangat terbuka dan Chevron berusaha merangkul beraneka ragam komunitas, pendapat, kemampuan dan pengalaman. Chevron senantiasa mencari peluang-peluang dan terobosan baru, menggunakan daya kreativitas untuk mendapatkan cara yang tidak konvensional dan praktis untuk memecahkan masalah. Pengalaman, teknologi, dan keuletan yang Chevron miliki telah membantunya mengatasi tantangan dan memberikan nilai tambah. Chevron mempunyai komitmen yang tinggi untuk menjadi mitra yang baik dalam membangun hubungan yang produktif, kolaboratif, saling mempercayai dan menguntungkan dengan pemerintah, kompetitor, pelanggan, masyarakat, dan satu dengan yang lain. Chevron menempatkan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja, serta aset dan lingkungan prioritas tertinggi. Tujuannya adalah mendapatkan pengakuan atas kinerja kelas melalui penerapan Sistem Manajemen Keuangan Operasi (Operation Excellent Management System) yang seksama. Chevron mengutamakan keunggulan dalam setiap hal yang dilakukan, dan selalu berusaha untuk menjadi lebih baik. Chevron sangat mendambakan pencapaian hasil yang lebih dari yang diharapkan, dan berusaha mencapai hasil dengan sepenuh tenaga dan dengan rasa urgensi yang tinggi.
Sumber : Chevron Geothermal Indonesia, Ltd. Tahun 2011.
74
4.1.3 Keadaan Umum Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil (PUPUK) Bandung Pengertian Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil (PUPUK) adalah organisasi non profit, independen, dan bersifat non politis yang memposisikan diri sebagai organisasi yang bergerak dalam pengembangan usaha kecil (UK). PUPUK didirikan untuk menjawab perlunya kegiatan pengembangan usaha kecil (UK) yang terintegrasi disemua lini ekonomi. Melalui pendekatan yang integratif PUPUK berupaya untuk mendorong usaha kecil (UK) agar mengoptimalkan perannya. Kantor PUPUK terletak di Jl. Permata Bumi Raya Kav. 6 Cisaranten Kulon Arcamanik Bandung 40293. Awal berdirinya PUPUK melalui program Peningkatan Industri Kecil, PIK-KADIN Jawa Barat, yang dimulai tahun 1979 kerjasama dengan sebuah lembaga dari Jerman yaitu Friedrich Naumann Stiftung (FNSt). Pada tahun 1988 program PIK-KADIN Jawa Barat dan FNSt dikelola secara independen untuk memperluas ruang lingkup wilayah dan capaian yang lebih komprehensif dan dilembagakan menjadi PUPUK. Dengan badan hukum PERKUMPULAN. Lembaga Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil disahkan oleh Departemen
Kehakiman
Republik
Indonesia
melalui
SK
NO.
C2-
765.HT01.03.TH88. Dasar pemilihan badan hukum perkumpulan adalah dengan harapan PUPUK dapat mengembangkan mekanisme demokratis dalam tubuh organisasinya. Anggota perkumpulan adalah perorangan yang terdiri dari praktisi bisnis, aktivis LSM dan perguruan tinggi serta individu yang menaruh perhatian pada usaha kecil (UK).
75
Visi dan Misi Perkumpulan Untuk Meningkatkan Usaha Kecil (PUPUK) yaitu: Visi menyalurkan aspirasi dan memperkuat keberadaan usaha kecil (UK), sehingga melahirkan wirausaha yang independen dan tangguh menghadapi persaingan ekonomi; Misi Melaksanakan program-program penguatan UK dengan basis potensi dan kebutuhan UK dengan memanfaatkan berbagai sumberdaya yang dimiliki Indonesia, melalui pendekatan di tingkat mikro, meso dan makro. Penjelasan mengenai pendekatan-pendekatan tersebut bisa di lihat pada tabel di bawah ini. Tabel 13. Pendekatan-Pendekatan PUPUK Tahun 2010. No Pendekatan 1 Pendekatan Tingkat Mikro
2
Pendekatan Tingkat Meso
3
Pendekatan Tingkat Makro
Keterangan PUPUK melakukan kegiatan yang langsung dengan UK melalui berbagai kegiatan di lapangan dalam bentuk layanan pengembangan bisnis, seperti pelatihan teknis, manajemen, asistensi, konsultasi, layanan informasi, dan aktivitas lain sesuai dengan kebutuhan UK dan kemampuan PUPUK. PUPUK berupaya untuk mendukung terciptanya infrastruktur dan sistem pendukung yang kondusif bagi pengembangan UK. PUPUK bersama-sama lembaga lain, menciptakan wadah aspirasi dan koordinasi yang intensif oleh perorangan maupun lembaga pengembang UK sehingga berkembang program-program yang bersifat kemitraan baik secara vertikal maupun horizontal. Kegiatan pada tingkat meso antara lain; workshop dan pelatihan bagi tenaga Pembina/konsultan UK, jaringan informasi dan forum komunikasi tenaga ahli (konsultan UK), pembentukan jaringan lembaga pendamping UK, dll. Berupaya untuk memberikan kontribusi terhadap upaya penyempurnaan kebijakan pemerintah baik itu di tingkat regional maupun nasional agar tercipta iklim usaha yang kondusif bagi perkembangan UK. Kontribusi PUPUK diwujudkan dalam bentuk studi/penelitian dan dialog kebijakan yang mengajak seluruh stakeholder, serta bentuk-bentuk kegiatan advokasi, seminar maupun kampanye baik ke lembaga eksekutif/lembaga legislatif.
Sumber : PUPUK Tahun 2012.
76
Beberapa pendekatan (metedologi) yang dilaksanakan oleh PUPUK dalam pengembangan ekonomi lokal/wilayah khususnya melalui perkuatan usaha kecil yang meliputi level mikro, meso, dan makro antara lain pendekatan klaster industri dan value chain development (rantai nilai). Merangsang munculnya inovasi
Meningkatkan produktivitas dan efisiensi
Memfasilitasi terjadinya komersialisasi
KLASTER
Sumber : PUPUK Bandung Tahun 2011
Gambar 6: Klaster Industri PUPUK Bandung Produk atau jasa yang dilakukan oleh PUPUK diantaranya yaitu Kerjasama Pengembangan UKM; Implementasi Program CSR; Studi, Riset, dan Survey; Advokasi; Pelatihan, Workshop, dan In-House Training; serta Seminar dan Publikasi. Adapun jenis pelatihan dan workshop yang dilaksanakan oleh PUPUK antara lain yaitu CSR (Corporate Social Responsibility); Klaster Industri dan Inisiasinya; Local and Regional Economic Development; Kompetensi Inti Daerah; Perencanaan Strategis Pembangunan Daerah (Investasi); Rantai Nilai (Value Chain Development); OVOP (One Village One Product). Sebagai lembaga yang berbadan hukum perkumpulan, kekuasaan tertinggi berada ditangan anggota. Keanggotaan PUPUK terbuka untuk semua kalangan yang peduli terhadap pengembangan UK, sesuai anggaran dasar perkumpulan. Calon anggota yang memiliki komitmen untuk memberikan kontribusinya bagi
77
kegiatan pengembangan UK dapat bergabung dalam organisasi PUPUK. Struktur organisasi dan manajemen PUPUK Bandung bisa dilihat pada gambar berikut ini : Direktur : Bastian A. Saputra Wakil Direktur : Endang Sri Agustiani Media Officer Haris Kurniawan Office Field
Kec. Pasirwangi: Cecep Kodir Jaelani
Kec. Samarang: Hadian Hendracahya
Staf : - Billy Juliardi G. - Yana Kusdiyana - Usang Suhendar
Staf : - Anjar Indraguna - Imam Muttaqin
Sumber : PUPUK Bandung Tahun 2012.
Gambar 7: Struktur Organisasi PUPUK Bandung Dari struktur bagan di atas dapat dijelaskan bahwa, LSM PUPUK dipimpin oleh seorang direktur, untuk membantu tugasnya maka dibantu oleh seorang wakil direktur. Selain itu juga, terdapat bagian media officer yang fungsinya yaitu sebagai bagian kehumasan dari lembaga tersebut. misalnya seperti membuat laporan/report tahunan, membuat buletin/majalah, dan lain sebagainya. LSM PUPUK Bandung mempunyai kantor cabang operasi kerja yaitu di wilayah Kecamatan Samarang. Sebagai mitra kerja CSR Chevron Geothermal Indonesia, Ltd. daerah operasi CSR di wilayah Kecamatan Samarang dan Pasirwangi masing dipegang oleh satu orang kordinator lapangan, dan dengan beberapa staf-stafnya.
78
Dalam konteks pengembangan daya saing daerah dan pengembangan UKM melalui program CSR Chevron Geothermal Indonesia, Ltd. implementasi CSR dilakukan dari proses perencanaan, pendampingan teknis dan non teknis hingga membuka beberapa akses ke pasar, pembiayaan, teknologi, penelitian dan pengembangan lainnya (hulu hingga hilir).
4.2
Corporate Social Responsibility (CSR) Chevron Geothermal Indonesia, Ltd. Selama bertahun-tahun, Chevron Geothermal Indonesia, Ltd. memiliki
komitmen terhadap program Corporate Social Responsibility (CSR) yaitu program pemberdayaan masyarakat di daerah operasinya. Bagi Chevron Geothermal Indonesia, Ltd. beragam program pemberdayaan masyarakat tersebut adalah investasi strategis bagi kelangsungan masa depan masyarakat sekaligus usaha dan operasi perusahaan. Dalam menjalankan program-program tersebut, Chevron Geothermal Indonesia, Ltd. menjalin kerjasama dengan pemerintah lokal, kelompok masyarakat, organisasi non pemerintah dan komunitas yang memiliki kepedulian dalam pengembangan masyarakat. Tujuan investasi sosial tersebut dikhususkan untuk program pembangunan masyarakat, bukan sekedar pemberian bantuan sosial. Program-program ini bertujuan untuk membangun kelangsungan hidup masyarakat yang mandiri dan berkelanjutan.
Chevron Geothermal Indonesia,
Ltd.
berkomitmen untuk
berkontribusi terhadap perkembangan ekonomi dan sosial dari masyarakat di sekitar area operasi dengan berpegang pada prinsip sebagai berikut:
79
1. Mendukung visi, misi, dan strategi pemerintah setempat berdasarkan skala prioritas pembangunan (strategis dan tidak menggantikan program pemerintah). 2. Fokus pada program partisipasi aktif dan pengembangan kapasitas masyarakat. 3. Bersifat transparan, berkelanjutan, dan terdokumentasi dengan baik. Selain itu juga,
rencana strategis program Community Enggagment
Chevron Geothermal Indonesia, Ltd. diantaranya yaitu berdasarkan sasaran bisnis, tujuan bisnis, dan tujuan sosial. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada Tabel 14 di bawah ini. Tabel 14. Rencana Strategis Program Community Enggagment CGI.
1
Rencana Strategis Sasaran Bisnis
2
Tujuan Bisnis
3
Tujuan Sosial
No
Keterangan Mendukung operasi dan mempererat hubungan dengan para pemangku kepentingan untuk menjadikan Chevron sebagai mitra pilihan. Meningkatkan reputasi CGI sebagai warga korporat yang baik. Meningkatkan pengelolaan lingkungan. Mengurangi ketergantungan masyarakat sekitar atas bantuan financial dari perusahaan. a. Pendidikan & Pelatihan Meningkatkan akses masyarakat terhadap fasilitas pendidikan. Meningkatkan kualitas pendidikan dan lulusan siswa. b. Kebutuhan Pokok manusia Meningkatkan akses masyarakat terhadap falisitas layanan kesehatan. Meningkatkan fasilitas umum dan publik – kesehatan. c. Konservasi lingkungan dan keanekaragaman hayati Meningkatkan kesadaran publik akan pentingnya lindung lingkungan di sekitar daerah operasi. Mendukung upaya konservasi.
80
Tabel 13. Rencana Strategis Program Community Enggagment CGI (Lanjutan) No 3
Rencana Strategis Tujuan Sosial
Keterangan d. Pengembangan keuangan mikro/UKM Mendukung peningkatan pendapatan masyarakat. Meningkatan kualitas UMK di sekitar daerah operasi. e. Sasaran Sosial Meningkatkan standar kehidupan masyarakat. f. Membangun kemandirian masyarakat
Sumber : Departemen PGPA Chevron Geothermal Indonesia, Ltd. Tahun 2010.
Berdasarkan tabel di atas perlu diketahui bahwa tujuan bisnis perusahaan tersebut pada intinya adalah maksimalisasi profit. Namun, maksimalisasi profit tersebut selaras dengan tujuan bisnis yang lainnya seperti meningkatkan reputasi CGI sebagai warga korporat yang baik, meningkatkan pengelolaan lingkungan, mengurangi ketergantungan masyarakat sekitar atas bantuan financial dari perusahaan. Dalam hal ini maksud tujuan bisnis tersebut yaitu dalam bidang Corporate Social Responsibility (CSR.) Landasan hukum pelaksanaan CSR Chevron Geothermal Indonesia, Ltd. yaitu undang-undng tentang suatu perusahaan yang mengharuskan pelaksanaan program CSR, namun peraturan yang terperinci yaitu terdapat di Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2003 Tentang Panas Bumi, dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2007 Tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi.
81
4.2.1 Komite CSR Chevron Geothermal Indonesia, Ltd. Secara struktural, CSR Chevron Geothermal Indonesia, Ltd. berada di bawah departemen Policy Government and Public Affair (PGPA), dengan struktur organisasi sebagai berikut:
Sumber : Departemen PGPA Chevron Geothermal Indonesia, Ltd. Tahun 2010.
Gambar 8 : Struktur Organisasi PGPA CGI. Community engagement specialist yang dijabat oleh bapak TY memiliki tanggung jawab secara langsung untuk mengelola sekaligus mengawasi pelaksanaan pengembangan masyarakat. Bapak TY menjadi individu yang berhubungan langsung dengan PUPUK dan masyarakat dalam berbagai hal terkait pengembangan masyarakat. Meskipun bertanggung jawab secara langsung dalam mengelola CE, tetap pelaksanaan di lapangan menjadi tanggung jawab PUPUK. 4.2.2 Kegiatan CSR Departemen PGPA (Policy, Government & Public Affairs Dept.) Chevron Geothermal Indonesia, Ltd. Pada pelaksanaan kegiatan CSR Chevron Geothermal Indonesia, Ltd. di lakukan oleh Departemen PGPA (Policy, Government & Public Affairs). Kegiatan CSR Chevron Geothermal Indonesia, Ltd. tepatnya dinamakan
82
Community Engagment (Pengembangan Masyarakat) yang berslogan “Bermitra Untuk Kemandirian” yang artinya Chevron Geothermal Indonesia, Ltd. menjalin kerjasama untuk memberdayakan dan menciptakan masyarakat yang mandiri, mendukung prakarsa serta membangun kekuatan ekonomi masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup. Program Community Engagment (Pengembangan Masyarakat) yang dilakukan Chevron Geothermal Indonesia, Ltd. meliputi penyediaan kebutuhan dasar kesehatan, pendidikan dan pelatihan melalui peningkatan fasilitas dan beasiswa, pemberdayaan usaha kecil dan menengah, serta membangun kesadaran terhadap kelestarian lingkungan dan infrastruktur. Laporan kegiatan program Community Engagment Tahun 2010 Departemen PGPA (Policy, Government & Public Affairs Dept.) bisa di lihat pada Tabel 15 di bawah ini. Tabel 15. Laporan Kegiatan Program Community Engagment Tahun 2010 Departemen PGPA (Policy, Government & Public Affairs Dept.) No Bidang 1 Pendidikan Dan Pelatihan
2
Kebutuhan Dasar ManusiaKesehatan
Kegiatan • Program Pengembangan Sekolah - SMK Pasirwangi. • SUPERCAMP, Bimbingan Belajar Intensif Pra UN dan SNPTN, Kerjasama dengan Asgar Muda. • Kejar Paket C Plus-SMK Kelas Jauh Pasirwangi. • Peningkatan Kapasitas untuk P3A Cikahuripan, Pasirkiamis. • Survey Baseline Data Pendidikan Kecamatan Pasirwangi, Kerjasama dengan IRI. • PC Donation 2010; Bantuan PC untuk Sekolah, LSM dan Ormas di Pasirwangi dan Samarang. • Bantuan Alat Peraga dan Pendukung Pembelajaran, Sekolah Al Halim. Bantuan Material untuk Perbaikan Fasilitas Air Bersih Talaga dan Perbaikan PUSTU Padaawas. Peningkatan Fasilitas Kesehatan untuk P2WKSS (Posyandu, MCK, Jalan Lingkungan, Aula). Renovasi POSKESDES dan Fasilitas Sekolah. Perbaikan Drainase dan TPT,Sukamulya.
83
Tabel 15. Laporan Kegiatan Program Community Engagment Tahun 2010 Departemen PGPA (Policy, Government & Public Affairs Dept.) (Lanjutan) No Bidang 2 Kebutuhan Dasar ManusiaKesehatan
3
Konservasi Lingkungan Dan Keanekaragaman Hayati
4
Pengembangan Keuangan Mikro/UKM
Kegiatan Membangun dan Melengkapi Sarana IGD Pipanisasi Air Bersih/ Sanitasi Lingkungan. Kampanye Pencegahan dan Pemberantasan penyakit TBC, Kerjasama dengan YAPEKA. Kampanye HIV/AIDS. Penyediaan Bahan Makanan untuk Fakir Miskin di Ciherang, Karyamekar. Perbaikan Fasilitas Pemipaan Air Bersih, Sarimukti. Memperbaiki Kondisi Pembuangan Air dan TPT Sukamulya. Kampanye Kesadaran Lingkungan untuk SiswaSiswi, Berkolaborasi dengan Klub DARE. Bantuan Program Kampanye dan Lomba Penanaman Hutan Berkolaborasi dengan Dinas Kehutanan Garut. Bantuan Tempat Sampah untuk Mendukung Kebersihan di Kabupaten Garut. Reboisasi Kawasan Lindung Darajat Kerjasama dengan Perhutani, LSM Binamitra dan LMDH Mekar Lestari, serta Kerjasama Konservasi Kawasan Cagar Alam dengan BBKSDA. Program I3E (Initiative, Engage, Execute, and Empower) di Desa Barusari. Pendampingan Teknis Ternak Domba dan Pembangunan di Desa Barusari. Pemberdayaan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dan Kelompok di 4 Desa. Pembinaan dan Pendampingan TeknisTernak Domba di Desa Padaasih. Pemberdayaan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dan Kelompok Wanita di 3 Desa. Pengembangan Ternak Domba Tahap Kedua di Desa Padaawas Domba Kerjasama Dinsos, UNIGA, CGI. Bantuan Teknis untuk Kelompok Ternak Sapi di Limbangan Bekerjasama dengan YPL3K. Bantuan Teknis Untuk Usaha Kecil dan Menengah. Pendampingan Usaha Home Industry Oleh PUPUK di Samarang.
84
Tabel 15. Laporan Kegiatan Program Community Engagment Tahun 2010 Departemen PGPA (Policy, Government & Public Affairs Dept.) (Lanjutan) No Bidang 5 Infrastruktur
Kegiatan Pembangunan Mesjid Agung Pasirwangi. Pembangunan Jalan Raya di Desa Padaawas. Peebaikan Infrastruktur di Desa Karyamekar. Pembangunan Jalan Desa di Desa Sirnajaya. Memperbaiki Kondisi Saluran Air dan TPT Padamukti. Memperbaiki Kondisi Saluran dan Talud Pasirkiamis. Bantuan Peralatan Kantor untuk Sekretariat Paguyuban Masyarakat Pasirwangi Bersatu. Renovasi Mesjid dan Madrasah Padasuka. Bantuan Perbaikan Jalan yang Rusak Akibat Longsor di Kecamatan Samarang. Memperbaiki Infrastruktur Untuk Komunitas di Kecamatan Samarang Bantuan Renovasi TUGU INTAN di Garut. Bantuan Perbaikan Jalan yang Rusak di 4 Desa.
Sumber : PGPA Chevron Geothermal Indonesia, Ltd. Tahun 2010.
4.3
Pelaksanaan CSR Chevron Geothermal Indonesia, Ltd. Pada Program Local Economic Development (LED) Salah satu pilar utama CSR Chevron Geothermal Indonesia, Ltd. yaitu
dalam bidang pengembangan ekonomi yang dinamakan program Local Economic Development (LED) dengan mitra kerjasamanya yaitu Lembaga Swadaya Masyarakat Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil (PUPUK) Bandung. Program LED CSR CGI berada di dua kecamatan yaitu Kecamatan Samarang yang dimulai pada tahun 2009 dan Kecamatan Pasirwangi pada tahun 2010. Selain PUPUK, mitra kerjasama Chevron Geothermal Indonesia, Ltd. dalam menjalankan program-program pengembangan ekonomi lokal tersebut antara lain pemerintah lokal, kelompok masyarakat, organisasi non pemerintah, serta institusi
85
pendidikan
untuk
memobilisasi
sumberdaya
yang
dimilikinya
untuk
pengembangan masyarakat. Implementasi kegiatan dalam pemberdayaan ekonomi lokal adalah dalam suatu konteks yang luas namun spesifik. Luas karena dalam lingkup daerah dan kesejahteraan masyarakat secara umum, spesifik dalam suatu tema yang mengangkat potensi dan kearifan lokal. Oleh karena itu, dalam melaksanakan proyek yang dilakukan dalam mengembangkan ekonomi di setiap desa tidak terlepas dari tujuan mencapai kemakmuran masyarakat Garut pada umumnya dan masyarakat desa khususnya. Untuk mendukung peningkatan ekonomi serta pendapatan masyarakat sekitar kawasan operasinya, Chevron Geothermal Indonesia, Ltd. memfokuskan program pengembangan ekonomi masyarakat melalui beberapa pendekatan, antara lain pengembangan usaha kelompok tani dan peternak, pengembangan produk khas dan kerajinan masyarakat, pembentukan lembaga keuangan mikro, pendampingan usaha masyarakat, serta pendidikan dan pelatihan untuk usaha tempatan. Pelaksanaan program diarahkan pada pemanfaatan dana CSR CGI pada pemenuhan kebutuhan infrastruktur non fisik pada tiga pilar Pendidikan, Kesehatan, dan Ekonomi. Perkuatan ekonomi masyarakat di wilayah operasi CGI diharapkan akan memberikan dampak multiplier yang luas dan berkelanjutan. Artinya, dengan program-program yang diberikan oleh CSR CGI bisa menumbuhkan pengusaha-pengusaha baru di daeraah tersebut.
86
Lingkup dan strategi program pengembangan ekonomi lokal (Local Economic Development) di Kecamatan Samarang secara umum digambarkan sebagai berikut :
Sumber: PUPUK Bandung 2010.
Gambar 9: Lingkup Pengembangan Ekonomi Lokal di Kec. Samarang Pengembangan
ekonomi
masyarakat
dengan
pendekatan
tersebut
menekankan pada optimalisasi segala potensi yang ada pada stakeholders masyarakat lokal melalui perencanaan bersama. Prasyarat utama adalah aspek partisipatoris seluruh stakeholders agar potensi sumberdaya lokal yang ada dapat diinventarisir dan dimobilisasi sesuai dengan konteks pengembangan ekonomi lokal. Adanya dana stimulan CSR CGI kepada desa di wilayah operasi CGI mendorong program pendampingan membentuk lembaga/organisasi di tingkat desa yang akan berperan dalam mengelola dana desa stimulan yang pada akhirnya
87
menjadi payung usaha berbasis kelompok yang dikembangkan di desa bersangkutan. Sementara itu, program pendampingan selain dilakukan terhadap organisasi yang dibangun oleh kelompok usaha, juga diintervensikan kepada kelompok usaha yang melakukan proses produksi maupun jasa sehingga meningkat kapasitas usahanya, demikian juga intervensi pada wirausaha baru bertujuan untuk meningkatkan serapan tenaga kerja yang signifikan. Dengan demikian organisasi kelompok, kelompok usaha, dan wirausaha baru adalah target yang strategis dalam konteks LED melalui program CSR. Melihat fokus pemberdayaan pada usaha mikro kecil, maka intervensi (tindakan) yang dilakukan diantaranya secara langsung (program langsung) dan tidak langsung (program tidak langsung), penjelasannya adalah sebagai berikut : A. Langsung (direct program services) Direct Program Services adalah kegiatan yang didisain dan direncanakan sesuai kebutuhan target group, dilaksanakan dengan menyentuh/melibatkan target group secara langsung dan hasilnya dapat segera dirasakan oleh target group. Kegiatan dikelompokkan dalam 4 jenis, yaitu: 1) Technical Training; Pelatihan yang diberikan kepada target group yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan teknik produksi target group. Baik teori (class room) maupun praktek. Materi disesuaikan dengan kebutuhan lapangan. 2) Management Training; pelatihan yang diberikan kepada target group yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan manajerial target group. Baik
88
teori maupun simulasi/praktek. Meliputi pelatihan manajemen keuangan, produksi, organisasi, dan pemasaran, dimulai dengan paket yang paling sederhana, yang disesuaikan dengan kondisi target group 3) Consultance–Assistance; diberikan kepada target group terutama untuk mengatasi permasalahan-permasalahan di lapangan yang timbul pada rentang waktu dimana tidak ada aktivitas pelatihan, spesial mendampingi target group yang sedang mencoba mengimplementasikan paket-paket yang sudah diberikan dalam technical training dan management training, namun tidak menutup peluang untuk mendiskusikan masalah usaha di luar paket tersebut. Tidak menutup kemungkinan pada kegiatan ini proyek mengundang expert yang sesuai untuk berada di lapangan selama periode waktu tertentu untuk mendatangi dan atau mengumpulkan target group untuk konsultasi/asistensi. Pada kasus khusus, target group yang difasilitasi untuk bertemu dengan expert yang berada di luar daerah target group. 4) Studi Banding; kegiatan ini dilakukan dengan megajak perwakilan dari target group mengunjungi unit usaha di wilayah lain sebagai benchmarking. Tempat kunjungan disesuaikan dengan kebutuhan. B. Tidak Langsung (non direct program services) Non direct program services dalah kegiatan yang didisain dan direncanakan untuk mendukung upaya pengembangan target group dan upaya mencapai target proyek, namun di dalam implementasinya tidak secara langsung menyentuh/melibatkan target group. Dalam hal ini yang dilakukan kegiatan adalah melakukan perkuatan kelompok usaha bersama, khususnya dalam hal
89
manajemen keorganisasian. Kegiatan pendukung lainnya yang bersifat generik adalah promosi melalui pameran, pembaruan data, forum-forum UKM bersama stakeholders dan lain sebagainya. Pada penelitian ini, pelaksanaan program LED CSR CGI pada agroindustri akar wangi berdasarkan penjelasan dari Tabel 2 yaitu: a. Agroindustri budidaya akar angi di Desa Cisarua, program LED yang diterima yaitu berupa pemberian modal dan pendampingan usaha. Menerima program LED CSR CGI pada tahun 2010 hingga tahun 2012. b. Agroindustri tenun akar wangi di Desa Sukakarya, program LED yang diterima yaitu berupa pemberian modal, pelatihan dan pembinaan, pendampingan, serta pemasaran. Menerima program LED CSR CGI pada tahun 2010, dan tahun 2011 hingga tahun 2012 hanya berupa kegiatan pendampingan usaha. c. Agroindustri kerajinan akar wangi di Desa Sukalaksana, program LED yang diterima yaitu berupa pemberian modal, pelatihan dan pembinaan, pendampingan, serta pemasaran. Menerima program LED CSR CGI pada tahun 2010, dan tahun 2011 hanya berupa kegiatan pendampingan usaha. Pada program LED CSR CGI, agroindustri budidaya akar wangi hanya menerima program pemberian modal, sedangkan aspek yang lain (seperti pelatihan dan pembinaan, pendampingan, serta pemasaran) tidak diterimanya, dikarenakan pelaku usaha sudah mempunyai keahlian dan ketrampilan sendiri dari aspek hulu ke hilir budidaya akar wangi, begitu juga tidak menerima kegiatan pemasaran dari program LED CSR CGI. Jadi, kegiatan pemasaran agroindustri
90
budidaya akar wangi dilakukan tersendiri tanpa adanya campur tangan dari program LED CSR CGI. Penjelasan mengenai pelaksanaan program LED CSR CGI pada agroindustri akar wangi yaitu: 4.3.1 Pemberian Modal Dana bantuan program pengembangan ekonomi lokal yang diberikan oleh pihak CGI kepada Pemerintah Desa untuk meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat yaitu dengan sistem pola dana bergulir (revolving fund). Pola dana bergulir bersifat hibah kepada Pemerintah Desa, tetapi bukan hibah kepada masyarakat penerima bantuan. Penyaluran dana bantuan merupakan skema untuk menstimulasi terjadinya transaksi bisnis antara pelaku industri kecil di desa dengan melalui dana bergulir (revolving fund) yang akan dikelola oleh kelembagaan ekonomi lokal (Bumdes, Koperasi Desa). Modal dalam program Local Economic Development (LED) bervariasi tergantung dari jenis usah yang berupa modal fisik dan non fisik. Dari pemberian modal tersebut diharapkan dapat menimbulkan multiflyer efek, artinya dengan adanya satu kelompok usaha tersebut bisa menimbulkan satu atau beberapa kelompok usaha lain. Besarnya pemberian dana program pengembangan ekonomi di setiap desa berbeda, disesuaikan dengan kebutuhan program pengembangan ekonomi lokal di desa tersebut. Dalam menjalankan kegiatan tersebut, pihak CSR CGI dan LSM PUPUK melakukan kegiatan monitoring usaha untuk mengetahui apakah pemberian dana tersebut dimanfaatkan dengan baik oleh para pelaku usaha atau sebaliknya. Kegiatan monitoring yang dilakukan berupa survey langsung ke
91
tempat usaha. Jika terjadi penyalahgunaan dana oleh pelaku usaha, maka sanksinya berupa pemberhentian program dan dana tersebut dialihkan ke kelompok usaha lain. Secara umum mekanisme pemberian modal pada program LED CSR Chevron Geothermal Indonesia, Ltd. bisa dilihat pada gambar di bawah ini. CGI
PUPUK
Desa
Pelaku Usaha
Koperasi Desa
Sumber: PUPUK Bandung 2010, Diolah.
Gambar 10: Mekanisme Pemberian Modal Program LED CSR CGI, Ltd. Tahun 2010. Dari gambar mekanisme di atas dapat dijelaskan bahwa pemberian modal pada program LED di berikan secara langsung kepada setiap desa melalui LSM PUPUK, kemudian dari aparat desa diserahkan ke lembaga koperasi desa setempat dan disalurkan kepada pelaku usaha yang membutuhkan. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada gambar penyerahan pemberian modal berikut ini:
Sumber: PUPUK Bandung 2010.
Gambar 11: Pemberian Modal Ke Desa.
92
Dalam penelitian ini, proses pemberian modal ditujukan kepada semua aspek kegiatan usaha akar wangi, penjelasannya yaitu : 4.3.1.1 Budidaya Akar Wangi di Desa Cisarua Pemberian dana program Local Economic Development (LED) untuk setiap desa ditujukan untuk pengembangan ekonomi desa dan perbaikan infrastruktur. Pada tahun 2010, awalnya penggunaan dana pengembangan ekonomi di Desa Cisarua digunakan untuk budidaya minyak sereh, namun karena terhalang oleh pengadaan bibit yang kurang dan harga minyak sereh yang rendah akhirnya dialihkan ke budidaya akar wangi yang kebetulan waktu itu sudah tersedia banyak tanaman akar wangi di desa tersebut dan karena minyak akar wangi mempunyai prospek usaha yang bagus. Pelaku usaha yang memanfaatkan program tersebut yaitu Pak Lurah setempat yang dimulai pada tahun 2010 sampai sekarang. Mekanisme pemberian modal tersebut yaitu dana disalurkan melalui LSM PUPUK kemudian langsung diterima ke rekening bendahara desa kemudian disalurkan ke pelaku usaha. Besarnya pemberian dana yang diterima oleh Pak Lurah untuk agroindustri akar wangi adalah setengahnya dari jumlah dana pengembangan ekonomi lokal, dan terkadang juga sepertiganya dari program tersebut, dan sisa dana pengembangan ekonomi lokal tersebut digunakan untuk perbaikan infrastruktur desa. Dengan adanya program LED CSR CGI pemberian modal dari tahun 2010 hingga
2012
tersebut,
membantu
pelaku
usaha
dalam
merintis
dan
mengembangkan usahanya. Luas lahan budidaya akar wangi pada awal tahun 2010 hanya 1 hektar, sekarang di tahun 2012 luas lahannya menjadi 6 hektar.
93
4.3.1.2 Tenun Akar Wangi di Desa Sukakarya Awalnya, pada tahun 2009 program LED kegiatan tenun akar wangi yang diberikan oleh CSR Chevron Geothermal Indonesia, Ltd. ditujukan untuk masyarakat Desa Sukakarya dengan pertimbngan bahwa di desa tersebut terdapat potensi lokal dalam hal tenun akar wangi.
Program LED diberikan melalui
Koperasi Karya Mandiri yang diketuai oleh Pak Haji Ede. Pak Haji Ede adalah seorang pengusaha minyak akar wangi dari Desa Sukakarya yang sudah sukses. Pihak CSR CGI mempercayakan Pak Haji Ede untuk mengelolah kegiatan tenun akar wangi dengan alasan tersebut. Jenis bantuan modal yang diterima oleh koperasi tersebut yaitu berupa modal uang sekitar Rp 50.000.000,-. Bantuan modal tersebut dibelikan untuk ATBM (alat tenun bukan mesin) sebanyak 3 buah, seharga @ Rp 500.000,- dan beberapa gulungan benang, dan lain-lain. Kemudian dari peralatan tersebut diadakan pelatihan tenun akar wangi yang berlokasi di Koperasi Karya Mandiri. Anggota dari pelatihan tersebut yaitu anggota Koperasi Karya Mandiri dan warga masyarakat dengan jumlah sekitar 20 orang, salah satu anggotanya ialah Pak Encang Suara. Kebetulan waktu program berlangsung Pak Encang menjabat sebagai ketua Bumdes Desa Sukakarya yang ikut serta dalam pengelolan dana program LED CSR CGI. Seiring berjalannya waktu, dikarenakan beberapa hal diantaranya ketua koperasi sibuk dengan usahanya sendiri (usaha minyak akar wangi), dan anggota koperasi serta masyarakat yang kurang serius dalam mengikuti program, akhirnya program tersebut tidak berjalan dengan baik. Mesin ATBM dan bahan percobaan
94
usaha tidak bisa termanfaatkan dengan baik dikarenakan hal tersebut, sehingga program LED CSR CGI yang dikelolah oleh Pak Haji Ede tidak berjalan, maka pada tahun 2010 semua mesin ATBM dan bahan percobaan (benang, dll) usaha dimanfaatkan oleh Pak Encang untuk usaha tenun akar wanginya. Jadi, sebelum mengikuti program pelatihan yang dikelolah oleh koperasi karya mandiri, Pak Encang Suara sudah mempunyai usaha tenun akar wangi dengan skala kecil yang baru berjalan selama satu tahun yaitu pada tahun 2009. Selain bantuan dari program CSR CGI yang berupa pemanfaatan mesin ATBM dan bahan percobaan usaha, pelaku usaha juga mendapatkan bantuan dari PNF (Pendidikan Non Formal) dari Kabupaten Garut sebesar uang Rp 32.000.000,- dari jumlah modal tersebut dibelikan mesin sebanyak 6 buah mesin ATBM seharga @ Rp 500.000,- yang dibeli dari tukang bangunan dengan cara memesannya sedangkan kalau membeli di toko harganya @ Rp 1.500.000,-.. Begitu juga dalam melakukan proses produksi usahanya, Pak Encang menggunakan bangunan bekas madrasah desa setempat yang sudah tidak berfungsi. Mekanisme pemberian modal program LED CSR CGI tersebut disalurakan secara langsung melalui LSM PUPUK dan dana bantuan dari PNF mekanismenya Pak Encang mengajukan proposal usahanya secara langsung. Dengan adanya program LED CSR CGI pemberian modal pada tahun 2010 tersebut membantu perkembangan usaha agroindustri tenun akar wangi Pak Encang. Bertambahnya mesin ATBM menjadi 9 buah menyebabkan produk tenun akar wangi yang dihasilkan volumenya lebih banyak, kemudian bisa
95
memberdayakan dan mensejahterakan masyarakat sekitar yang tidak mempunyai pekerjaan sehingga menambah pendapatan masyarakat, mengurangi pengeluaran biaya produksi dengan adanya sumbangan mesin ATBM dan gulungan benang, dan lain sebagainya. Program tenun akar wangi yang diberikan pada awal tahun 2009 untuk masyarakat desa sukakarya melalui koperasi karya mandiri tidak berjalan dengan baik seperti yang telah disebutkan di paragraf sebelumnya, dan menurut LSM PUPUK telah terjadi penyalahgunaan dana program yang telah dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam program tersebut. Sehingga pada tahun 2011 hingga tahun 2012 program diberhentikan dan dialihkan ke sektor usaha lain yaitu untuk perbaikan sarana infrastruktur desa. Namun berdasarkan Tabel 2, pada tahun 2011 dan 2012 usaha agroindustri akar wangi masih menerima program LED CSR CGI berupa kegiatan pendampingan usaha. 4.3.1.3 Kerajinan Akar Wangi di Desa Sukalaksana. Pelaku usaha yang menerima kegiatan pemberian modal program LED CSR CGI yaitu Pak Iyok pada tahun 2010 sampai tahun 2011. Pada Tahun 2010, pemberian modal yang diterima berupa pinjaman modal dari Koperasi Bina Laksana Desa Sukalaksana sebesar Rp 2.000.000,00. Modal pinjaman dari koperasi tersebut berasal dari program pengembangan ekonomi Desa Sukalaksana dalam program LED CSR CGI. Sedangkan pada tahun 2011, Pak Iyok tidak menerima program pemberian modal, tapi program yang diterima beupa program pendampingan usaha.
96
Sistem pembayaran pinjaman modal dari koperasi tersebut dengan cara diangsur selama 10 kali pembayaran. Namun, karena keterbatasan modal akhirnya pelaku usaha tidak mampu untuk membayar pinjaman, sehingga mengakibatkan Pak Iyok tidak menerima peminjaman dana lagi. Dengan kata lain pada tahun 2011, Pak Iyok tidak menerima program LED CSR CGI dan programnya dialihkan ke sektor usaha lain yaitu program wisata Desa Sukalaksana. Selain mendapatkan dana berupa uang, pada tahun 2010 Pak Iyok mendapatkan bantuan berupa 1 buah mesin jahit dan beberapa alat percobaan usaha (benang, dll). Mekanisme pemberian modal disalurkan melalui LSM PUPUK untuk diserahkan ke aparat Desa Sukalaksana kemudian ke Koperasi Bina Laksana dan langsung diberikan ke Pak Iyok. Dengan demikian, kegiatan pemberian modal program LED CSR CGI yang diterima oleh Pak Iyok dengan adanya program stimulant dana tersebut membantu perkembangan usaha agroindustri kerajinan akar wangi. Pemberian modal yang diterima seperti mesin dan sejumlah bahan percobaan yang diterima dapat mengurangi biaya produksi, sehingga penerimaan hasil produksi bisa dimaksimalkan. 4.3.2 Pembinaan dan Pelatihan Kegiatan pelatihan pada program LED CSR CGI didasarkan pada kebutuhan masing-masing usaha. Kebutuhan masing-masing usaha tersebut diantaranya pelaku usaha membutuhkan pelatihan berupa pelatihan manajemen produksi, pelatihan proses produksi, pelatihan pembuatan produk, pelatihan kerapihan hasil produksi, pelatihan pengemasan hasil produksi, pelatihan
97
pemasaran produksi, pelatihan kamar wisata, pelatihan manajemen usaha dan lain sebagainya. Deskripsi dari kegiatan pelatihan bisa dilhat pada gambar berikut ini.
Sumber : PUPUK Bandung 2012.
Gambar 12: Kegiatan Pelatihan dan Pembinaan Agroindustri Akar Wangi Mekanisme pelatihan yang dilaksanakan sesuai standar pelatihan pada umumnya, dengan cara mengumpulkan peserta dalam suatu ruangan kemudian mempresentasikan tema pelatihan. Pada saat pelatihan terkadang pihak pelaksana CSR CGI program LED mendatangkan staf ahli dalam kegiatan tersebut. Tahap pelaksanaan pelatihan berupa pemberian materi terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan tahap diskusi, dan tahap yang terakhir adalah mempraktekkan secara langsung kegiatan pelatihan, serta disambung dengan evaluasi dari kegiatan pelatihan tersebut. Frekuensi kegiatan pelatihan dan pembinaan program LED tidak menentu, hal ini didasarkan pada kebutuhan pelaku usaha. Frekuensi pelatihan terkadang 2 bulan sekali, satu tahun 3 kali, dan lain sebaginya. Dari pelaksanaan pelatihan yang selama ini dijalankan pada program LED jarang ada yang berhasil secara maksimal 100%, 10% yang berhasil saja sudah cukup beruntung sekali menurut LSM PUPUK.
98
Dalam penelitian ini, kegiatan pelatihan pada program LED CSR CGI diberikan pada aspek pelaku usaha agroindustri Kerajinan Akar Wangi di Desa Sukalaksana dan Kerajianan Tenun Akar Wangi di Desa Sukakarya, sedangkan pada aspek Budidaya Akar Wangi di Desa Cisarua tidak menerima program pelatihan tersebut dikarenakan pelaku usaha sudah mengerti dan memahami sendiri tentang budidaya akar wangi 4.3.2.1 Tenun Akar Wangi di Desa Sukakarya Pak Encang menerima kegiatan pelatihan dan pembinaan program LED CSR CGI diantaranya kegiatan pelatihan menenun, pelatihan memadukan warna, pelatihan kerapihan produk, magang, dan lain-lain. Kegiatan pelatihan memadukan warna maksudnya memadukan warna akar wangi yang akan ditenun misalnya memadukan warna akar wangi yang kelihatan coklat tua dengan coklat tua dan akar wangi yang kelihatan masih muda dengan akar wangi yang masih muda. Mekanisme pembinaan dan pelatihan dengan cara mengumpulkan semua peserta di suatu ruangan kemudian diberikan penjelasan terkait dengan kegiatan pelatihan tersebut. Frekuensi kegiatan pelatihan yang diterima tidak menentu, terkadang satu bulan sekali atau 2 bulan sekali. Manfaat yang diterima dari kegiatan pelatihan tersebut yaitu mendapatkan ilmu baru dengan cara menenun yang baik sehingga hasil tenunan akar wangi bisa lebih banyak dengan jangka waktu yang efisien. Namun dalam pelaksanaannya para peserta tidak sabar dalam menenun sehingga akhirnya pada tahun 2011 Pak Encang tidak menerima program lagi dan dana program LED CSR CGI
99
dialihfungsikan ke sektor usaha lain yaitu ke perbaikan sarana infrastrukutr Desa Sukakarya. 4.3.2.2 Kerajinan Akar Wangi di Desa Sukalaksana Pak Iyok menerima kegiatan pelatihan dan pembinaan dari program LED CSR CGI diantaranya berupa pelatihan lukisan modern, pelatihan kerapihan produk, dan pelatihan inovasi produk. Pada tahun 2010, Pak Iyok menerima kegiatan pelatihan berupa pelatihan
inovasi
produk yang pematerinya
disampaikan oleh seorang yang ahli dalam kegiatan tersebut yaitu Pak Hendi. Pak Hendi seorang ahli dalam hal inovasi produk kerajinan yang berasal dari Bandung. Pak Hendi diundang oleh LSM PUPUK untuk memberikan pelatihan tersebut. Mekanisme pelatihan dan pembinaan dengan cara mengumpulkan peserta pelatihan dalam suatu ruangan tertentu, kemudian diberikan presentasi tentang materi pelatihan, selanjutnya tahap diskusi dan tanya jawab, kemudian dilanjutkan dengan praktek secara langsung tentang pelatihan tersebut, serta yang terakhir yaitu evaluasi dari kegiatan pelatihan Frekuensi kegiatan pelatihan yang diterima tidak menentu, tergantung dari kebutuhan usaha. Terkadang pelatihan dilaksanakan satu bulan sekali, 2 bulan sekali, dan lain sebagainya. Frekuensi kegiatan pelatihan yang diterima oleh Pak Iyok pada tahun 2010 yaitu antara 1-2 bulan sekali dan pada tahun 2011 hanya 1 kali. Pak iyok juga pernah mendapatkan kegiatan studi banding ke tempat kerajinan seperti Rajapolah yang terletak di Kota Tasikmalaya. Dengan demikian, dari kegiatan pelatihan dan pembinaan program LED CSR CGI yang diterima Pak Iyok pada tahun 2010 memberikan manfaat terhadap
100
usahanya. Diantaranya yaitu mendapatkan wawasan dan pengalaman baru tentang inovasi produk, sehingga hasil produk kerajinan akar wangi lebih berinovasi, dan membuka peluang pasar produk tersebut. Pada tahun 2011 dan 2012, Pak Iyok tidak menerima kegiatan pelatihan dan pembinaan program LED CSR CGI, dikarenakan pelaku usaha tidak mempunyai komitmen dalam hal pengembalian peminjaman dana, sehingga program tersebut dialihkan ke sektor usaha lain yaitu program wisata Desa Sukalaksana. Dalam beberapa tahun terakhir, usaha kerajinan Pak Iyok sedang berhenti dahulu. Hal ini dikarenakan modal yang terbatas, permintaan pasar yang rendah, upah minim sehingga para pekerja beralih ke sektor usaha lain. Walaupun usahanya Pak Iyok sedang berhenti, tapi masih menerima pesanan jika ada permintaan dari konsumen. 4.3.3 Pendampingan Usaha Kegiatan pendampingan usaha pada program LED CSR CGI dilaksanakan berdasarkan kebutuhan dari pelaku usaha. Pelaksanaan kegiatan pendampingan dilaksanakan secara langsung oleh pihak pemilik dan pelaksana program seperti mendatangi lokasi usaha binannya pada saat kegiatan usaha berupa: kegiatan proses produksi; pengemasan barang-barang hasil produksi; pemasaran hasil produksi; perbaikan hasil produksi; perhitungan HPP; dan lain sebagainya. Kegiatan pendampingan usaha juga dilakukan pada saat pelaku usaha mengalami kesulitan yang berkaitan dengan usahanya. Deskripsi dari kegiatan pendampingan bisa dilihat pada gambar berikut ini.
101
Sumber: PUPUK Bandung, 2012.
Gambar 13: Kegiatan Pendampingan Usaha Agroindustri Akar Wangi. Dalam penelitian ini, kegiatan pendampingan usaha pada program LED CSR CGI diberikan pada pelaku usaha Kerajinan Akar Wangi di Desa Sukalaksana, Kerajianan Tenun Akar Wangi di Desa Sukakarya, dan Budidaya Akar Wangi di Desa Cisarua. Secara garis besar, mekanisme dan pelaksanaan kegiatan pendampingan usaha yang dilakukan pada ketiga aspek pelaku usaha binaan argoindustri akar wangi adalah dengan cara memantau langsung kegiatan di tempat usaha. Kegiatan pendampingan usaha juga berupa konsultasi pelaku usaha kepada pihak pelaksana dan pemilik program. Dengan adanya kegiatan pendampingan usaha program LED CSR CGI, memberikan manfaat terhadap pelaku usaha agroindustri akar wangi. Diantaranya mendapatkan kemudahan bagi para pelaku usaha untuk berkonsultasi secara cuma-cuma tanpa harus mengeluarkan biaya; kegiatan pendampingan bisa dilaksanakan pada waktu kapan dan dimana saja; masalah yang dihadapi pelaku usaha bisa terselesaikan sehingga menyebabkan usahanya menjadi lebih baik, jumlah produksi meningkat; pemasaran menjadi terpetakan; dan produk yang dihasilkan bervariasi.
102
Namun, berdasarkan hasil penelitian di lapangan menurut pelaku usaha agroindustri kerajinan akar wangi menyatakan bahwa pelaksanaan pendampingan usaha pada program tersebut dirasakan kurang peranannya seperti pihak pelaksana dan pemilik program jarang memantau kegiatan usahanya. Hal itu menyebabkan usaha kerajinan akar wangi kurang berkembang, dan karena jangka waktu program LED CSR CGI yang diterima dikatakan sangat singkat yaitu hanya satu tahun. Dikarenakan berbagai hal tersebut, sehingga pada tahun berikutnya program langsung dialihkan ke sektor usaha lain yaitu pengembangan wisata Desa Sukalaksana. Di lain pihak, menurut pihak pelaksana mengatakan bahwa pengalihan program tersebut dikarenakan pelaku usaha kurang serius dalam menjalankan program. Misalnya jika ada masalah terhadap usahanya jarang melakukan konsultasi, tidak ada komitmen dalam hal pembayaran peminjaman modal, dan lain-lain. Pada aspek agroindustri tenun akar wangi mengatakan bahwa pelaksanaan kegiatan pendampingan pada dasarnya memberikan manfaat terhadap usahanya namun peranannya kurang dirasakan seperti jarang ada kegiatan pemantauan dari pihak pelaksana dan pemilik program. Sehingga menyebabkan kurangnya koordinasi antara pelaku usaha dengan pihak pelaksana dan pemilik program. Menurut pelaku usaha agroindustri budidaya akar wangi, mengatakan bahwa pelaksanaan kegiatan pendampingan memberikan manfaat terhadap perkembangan usahanya. Hal ini dikarenakan antara pelaku usaha dengan pihak pelaksana terjadi hubungan yang baik sehingga kedua pihak tersebut bisa berkoordinasi antara satu sama lain.
103
Menurut pelaku usaha kerajinan dan tenun akar wangi mengatakan bahwa alasan rasional terkait masalah pelaksanaan pendampingan kurang maksimal seperti jumlah sumber daya manusia LSM PUPUK sangat terbatas. Pada tahun 2010 jumlah sumberdayanya hanya berjumlah delapan orang yang harus mengkordinir setiap pelaku usaha binaan yang ada disetiap desa yang terletak di Kecamatan Pasirwangi dan Kecamatan Samarang. Tetapi semenjak awal tahun 2012 jumlah sumber daya manusia LSM PUPUK bertambah menjadi sebelas orang. 4.3.4 Pemasaran Kegiatan pemasaran pada program LED CSR CGI merupakan kegiatan sebagai pengenalan produk pelaku usaha binaan CSR CGI ke masyarakat, baik ke masyarakat setempat, pihak CGI, maupun pihak luar. Kegiatan pemasaran yang dilakukan diantaranya berupa penjualan langsung ke konsumen; penjualan langsung ke pasar; penitipan barang ke tempat oleh-oleh seperti pusat oleh-oleh di Garut seperti Primarasa, Chocodot, 99, Hegarasa; penitipan barang di beberapa hotel di Garut seperti Kampung Sampireun; kemudian penitipan barang ke Rumah Makan Mulih ka’ Desa; dan lain sebagainya. Sistem pembayaran barang dengan cara Konsinyasi yaitu menyimpan barang di pasar/toko/tempat penitipan barang, kemudian mendapatkan hasil bayaran setelah barang tersebut terjual selama beberapa waktu (satu bulan).Rantai pemasaran penjualan barang tersebut yaitu terkadang jika ada pesanan konsumen langsung membeli ke pelaku usaha, tetapi terkadang ada juga yang melalui perantara pihak PUPUK.
104
Sumber: PUPUK Bandung 2012.
Gambar 14: Kegiatan Pemasaran Agroindustri Wangi. Salah satu kegiatan pemasaran yang dilakukan yaitu promosi. Kegiatan promosi yang dilakukan diantaranya penjualan barang melalui media internet yang dilakukan oleh pihak PUPUK. Selain promosi, jenis kegiatan pemasaran yang lain yaitu dengan mengikuti kegiatan pameran yang diadakan di berbagai tempat (Bandung, Garut, Jakarta). Kemudian pada tahun 2012, pihak PUPUK pernah melakukan kegiatan pemasaran ketika ada acara kunjungan sebelas Negara ke Kabupaten Garut. Pada saat itu, pihak CGI dan LSM PUPUK memesan beberapa produk hasil dari kerajinan akar wangi untuk diserahkan kepada pengunjung tersebut sebagai tanda kenang-kenangan Dalam penelitian ini, kegiatan pemasaran pada program LED CSR CGI diberikan pada aspek Kerajinan Akar Wangi di Desa Sukalaksana dan Kerajianan Tenun Akar Wangi di Desa Sukakarya, sedangkan pada aspek Budidaya Akar Wangi di Desa Cisarua tidak menerima kegiatan pemasaran dari program tersebut. Dikarenakan pelaku usaha sudah memiliki ketrampilan dan lebih mengetahui tentang teknik budidaya akar wangi.
105
4.3.4.1 Budidaya Akar Wangi di Desa Cisarua Pada aspek kegiatan budidaya akar wangi, Pak Lurah tidak menerima kegiatan pemasaran dari program CSR CGI tetapi kegiatan pemasarannya dilakukan sendri, tanpa adanya campur tangan dari pihak program tersebut. Jalur pemasaran pada budidaya akar wangi sederhana. Jalur pemasarannya seperti Pak Iyok memasarkan secara langsung ke pihak Bandar, tanpa adanya agen yang terlibat. Jika sudah waktunya panen akar wangi, pelaku usaha tidak perlu pergi ke kota untuk memasarkan hasil panen tersebut, tetapi pihak bandar langsung mendatangi ke tempat usahanya. Mekanisme pemasaran yang terjadi berupa pihak Bandar mendatangi lokasi panen dengan membawa pekerja sebagai tenaga angkutnya. Jadi, tenaga angkut saat panen tidak berasal dari pelaku usaha, melainkan dari pihak Bandar. Sistem pembayaran dilakukan secara langsung dan dari pembayaran tersebut dipotong untuk biaya tenaga angkut sekitar beberapa persen dari harga. Bandar yang membeli hasil panen akar wangi berasal dari Desa Sukakarya dan ada juga berasal dari Bandung. 4.3.4.2 Tenun Akar Wangi di Desa Sukakarya Dalam kegiatan pemasaran pada agroindustri tenun akar wangi, LSM PUPUK tidak sering terlibat. Kegiatan yang dilakukan oleh LSM PUPUK yaitu sebagai perantara jika ada pesanan dari pihak konsumen. Jadi LSM PUPUK bertindak sebagai agen untuk mempertemukan antara pembeli dan kegiatan transaksi pemesanan barang diserahkan kepada pelaku usah. Pemesanan barang dilakukan secara langsung dan cara pembayarannya cash/tunai. Selain itu juga,
106
LSM PUPUK melakukan kegiatan promosi produk melalui media internet dengan tujuan untuk memperluas jangkauan pemasaran. 4.3.4.3 Kerajinan Akar Wangi di Desa Sukalaksana Salah satu kegiatan pemasaran yang diterima oleh pelaku usaha Kerajinan akar wangi ada program LED CSR CGI adalah dengan mengikuti kegiatan pameran diantaranya Pameran di Garut, Bandung, Jakarta, dan lain sebagainya. Lokasi pemasaran untuk produk kerajinan lukis akar wangi yaitu di Hotel Sampireun, Mulih ka’ Desa, kemudian di Kota Semarang. Cara pembayaran yang diterima dengan cara langsung dan tidak langsung. Misalnya untuk pesanan yang dari Kota Semarang, pelaku usaha menerima sistem pembayaran secara langsung. Sedangkan barang yang dititipkan di Hotel Sampireun sistem pembayarannya diterima secara tidak langsung (pembayaran 1 bulan sekali/sistem konsinyasi). Sistem pembayaran konsinyasi yaitu sistem pembayaran yang dilakukan untuk jangka waktu beberapa minggu/bulan. Jika pemesanan berasal dari luar kota Garut, barang dikirim menggunakan jasa layanan tiki dengan tujuan agar barang tersebut masih dalam keadaan seperti semula dan lebih cepat barang sampai di tangan konsumen, Pada tahun 2010 juga pelaku usaha pernah menerima pesanan 100 lukisan dari pihak CGI melalui PUPUK waktu itu ada kunjungan Negara ke Kabupaten Garut. Pada tahun 2011 kegiatan pemasaran bekerjasama dengan Pak Haji Ede yaitu produk hasil kerajinan di tampilkan di show room akar wangi yang terletak di Desa Sukakarya. Show room akar wangi merupakan bangunan khusus yang dibangun dari pihak CGI sebagai gallery pemasaran usaha binaan dari hasil
107
agroindustri akar wangi, baik berupa minyak akar wangi, tenun akar wangi maupun kerajinan akar wangi. Show room akar wangi dibangun dipinggir rumah Pak Haji Ede yang ditunjuk oleh pihak CSGI sebagai penanggungjawab bangunan tersebut. Namun, menurut pelaku usaha kerajinan dan tenun akar wangi, keberadaan show room tersebut letaknya kurang srtategis di Desa Sukakarya, harusnya show room dibangun di tempat yang strategis seperti di jalan utama Kecamatan Samarang, atau di jalan protokol Kota Garut sehingga masyarakat bisa mengetahui tentang keberadaan usaha tersebut dan memperluas jangkauan pemasaran. Jadi, keberadaan show room kurang memberikan manfaat kepada pelaku usaha dikarenakan berbagai hal yang telah disebutkan di atas dan kondisi bangunan tersebut kurang terawat dikarenakan Pak Haji Ede sibuk dengan usahanya.
4.4
Analisis Agroindustrialisasi Wilkinson Pelaku Usaha Binaan Chevron Geothermal Indonesia, Ltd. Priode 2010 Hingga 2012
4.4.1 Karakteristik Umum dan Usaha Pelaku Usaha Usaha agroindustri akar wangi tersebar di tiga desa di Kecamatan Samarang diantaranya usaha agroindustri kerajinan akar wangi terletak di Desa Sukalaksana, usaha agroindustri tenun akar wangi terletak di Desa Sukakarya, dan usaha agroindustri budidaya akar wangi terletak di Desa Cisarua. Ketiga usaha agroindustri akar wangi tersebut mendapatkan program LED CSR CGI.
108
Para pelaku usaha yang menjadi responden dalam penelitian ini sebanyak tiga pelaku usaha yang terletak di tiga desa tersebut. Responden umumnya mempunyai karaktersitik yang berbeda, antara lain usia, tingkat pendidikan, dan pengalaman berusaha. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat dalam Tabel 16 di bawah ini. Tabel 16. Karakteristik Umum Pelaku Usaha N o 1 2 3
Nama
L/P
Iyok Encang Suara A. Solichin
L L L
Usia (Thn) 37 42 48
Pendidikan SMA S2 SLTP
Pengalaman Berusaha (Thn) 3 4 3
Jenis Usaha Kerajinan Akar Wangi Tenun Akar Wangi Budidaya Akar Wangi
Berdasarkan faktor usia, seluruh pelaku usaha agroindustri akar wangi masih dalam usia yang produktif. Usia produktif menandakan bahwa pelaku usaha masih mempunyai semangat yang tinggi dalam melakukan wirausaha. Pendidikan merupakan sarana belajar, dimana selanjutnya diperkirakan akan menanamkan pengertian sikap yang menguntungkan menuju penggunaan praktek usaha agroindustri yang lebih modern. Berdasarkan tingkat pendidikan pelaku usaha di atas dapat dijelaskan bahwa pelaku usaha rata-rata telah menyelesaikan pendidikannya hingga SLTA, dan hanya satu orang yang tamat SLTP. Hal ini menandakan bahwa tingkat pendidikan para pelaku usaha agroindustri akar wangi tergolong baik untuk berwirausaha Pengalaman berusaha dari pelaku usaha diukur dalam satuan tahun sejak pelaku usaha mulai menjalankan usahanya. Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat pengalaman berusaha yang dimiliki pelaku usaha yaitu rata-rata tiga tahun. Selain sebagai pelaku usaha agroindustri akar wangi, para pelaku usaha juga mempunyai profesi lain yaitu Pak Iyok sebagai satpam di Kampung Sampireun, Pak Encang
109
Suara sebagai Guru di sebuah institusi pendidikan, dan Pak A. Solichin sebagai Lurah di Desa Cisarua. Jadi, usaha agroindustri akar wangi sebagai pekerjaan sampingan dari masing-masing pelaku usaha.
4.4.2 Permodalan, Penyediaan Bahan Baku, Tenaga Kerja, Kelembagaan, Diversifikasi Produk, Teknologi, Pewilayahan, dan Struktur Pasar. Untuk analisis agroindustri akar wangi pada penelitian ini menggunakan teori agroindustrialisasi menurut Wilkinson yaitu permodalan, penyediaan bahan baku, tenaga kerja, kelembagaan, diversifikasi produk, perubahan teknologi, pewilayahan, dan struktur pasar.
4.4.2.1 Permodalan Modal sebagai faktor produksi mempunyai pengertian bahwa modal tersebut merupakan subsistem produksi, sebab bila modal tidak ada atau terganggu, maka keseluruhan subsistem produksi yang sedang bekerja akan ikut terganggu. Sebelum menjadi pelaku usaha binaan CSR CGI, pelaku usaha tidak melakukan usaha kegiatan agroindustri akar wangi, kemudian setelah adanya program pengembangan ekonomi lokal di Desa Cisarua, kegiatan agroindustri tersebut muncul pada tahun 2010. Modal yang diberikan dalam program LED CSR CGI yaitu berupa modal fisik dan non fisik. Modal fisik tersebut berupa pemberian modal dana CSR CGI pada program LED dan modal non fisik berupa kegiatan pelatihan. Selain modal
110
dari program LED CSR CGI, modal tersebut juga berasal dari milik pribadi dan bantuan dari lembaga lain. Penjelasan mengenai perubahan dan perkembangan permodalan pada masing-masing usaha agroindustri akar wangi setelah adanya program LED CSR CGI yaitu: A. Budidaya Akar Wangi di Desa Cisarua Permodalan pada agroindustri budidaya akar wangi usahanya Pak Lurah berasal dari modal CSR CGI dan berasal dari milik pribadi. Besarnya perkembangan permodalan setelah adanya program LED CSR CGI bervariasi. Untuk perkembangan permodalan pada usaha tersebut yaitu bisa dilihat pada Tabel 17 di bawah ini : Tabel 17. Perkembangan Permodalan Pelaku Usaha Budidaya Akar Wangi. Tahun Luas Lahan (Ha) Kepemilikan Modal : - Program CSR CGI (%) - Pribadi (%) Jumlah Produksi (Kg)
2010 1
2011 3,5
2012 6
full dana CSR CGI 14.000
50
30
50 49.000
30 84.000
Sumber : Pelaku Usaha Budidaya Akar Wangi Tahun 2012.
Berdasarkan
teori-teori
tersebut,
perubahan
atau
perkembangan
permodalan pada pelaku usaha budidaya agroindustri akar wangi berdasarkan Tabel 17 sejak adanya program LED CSR CGI dari tahun 2010 hingga tahun 2012 terjadi peningkatan luas lahan. Pada tahun 2010, kepemilikan modal full dari program LED CSR CGI dan kepemilikan modal pribadi hampir tidak ada. Hal ini dikarenakan pelaku usaha baru memulai usaha tersebut, jadi modal yang dimiliki terbatas yaitu hanya berasal dari program LED CSR CGI.
111
Kemudian, pada tahun 2011 dan 2012, terjdi peningkatan luas lahan seluas 3,5 Ha dan 6 Ha.Peningkatan luas lahan disebabkan karena adanya program LED CSR CGI dan prospek usaha akar wangi yang bagus dan dikarenakan volume ptoduksi yang meningkat. Kepemilikan modal pada tahun 2011 sebesar 50% modal pribadi dan 50% dari dana CSR CGI. Kepemilikan modal pribadi sebesar 50% disebabkan karena adanya hasil produksi yang memberikan keuntungan bagi pelaku usahanya. Kepemilikan modal pada tahun 2012 yaitu modal CSR CGI sebesar 30% dan modal pribadi sebesar 60%. Kepemilikan modal pribadi meningkat karena adanya hasil penjualan yang meningkat, dan kepemilikan modal dari program LED CSR CGI turun 20% dikarenakan dana program LED CSR CGI lebih difokuskan untuk perbaikan sarana infrastruktur desa. Besarnya perbandingan pemanfaatan program tersebut yaitu untuk pengembangan ekonomi sebesar 40% dan perbaikan infrastruktur 60%. Jadi, secara garis besar suntikan dana dari program LED CSR CGI dari tahun 2010 hingga tahun 2012 memberikan perubahan dan perkembangan permodalan pada agroindustri budidaya akar wangi. Setiap tahun rata-rata permodalannya mengalami peningkatan. Peningkatan permodalan tersebut diharapkan ke depannya bisa dijadikan sebagai modal awal terhadap keberlangsungan usahanya, dan menjadikan usahanya lebih mandiri tanpa adanya bantuan dari program LED CSR CGI. B. Tenun Akar Wangi di Desa Sukakarya Agroindustri tenun akar wangi merupakan satu-satunya usaha tenun akar wangi di Desa Sukakarya. Usaha tenun akar wangi membutuhkan modal yang
112
tidak sedikit jumlahnya. Permodalan dalam usaha tersebut berupa modal fisik dan non fisik. Modal non fisik berupa pelatihan-pelatihan dan modal fisik berupa bantuan dana program LED CSR CGI yang berupa mesin ATBM, benang. Selain modal tersebut, pelaku usaha juga menerima dana dari program PNF sebesar Rp 32.000.000,-. Dari jumlah dana tersebut dibelikan mesin sebanyak 6 buah mesin seharga @ Rp 500.000,- yang dibeli dari tukang bangunan dengan cara memesannya. Untuk perkembangan modal pada pelaku usaha bisa di lihat pada tabel di bawah ini. Tabel 18. Perkembangan Permodalan Pelaku Usaha Tenun Akar Wangi. Tahun Jumlah Modal (Rp) Jumlah Modal (%) Jumlah Produksi (m) Jumlah Produksi (%)
2010 2011 32.000.000,- 7.520.000,68 16 5.760 5.760 34 33
2012 7.520.000,16 5.760 33
Jumlah 47.040.000 100 17.280 100
Sumber : Pelaku Usaha Tenun Akar Wangi Di Desa Sukakarya, Tahun 2012, Diolah.
Berdasarkan tabel di atas, perubahan dan perkembangan permodalan pada agroindustri tenun akar wangi semenjak adanya program pada tahun 2010 terjadi penurunan modal. Hal ini disebabkan agroindustri tenun akar wangi hanya menerima program pada tahun 2010, dan pada tahun 2011 dan 2012 tidak menerima program LED CSR CGI, alasannya seperti yang telah dibahas pada subbab 4.3.1.2 tentang kegiatan pemberian perModalan pada agroindustri tenun akar wangi di Desa Sukakarya. Hal lain yang menyebabkan penurunan permodalan dikarenakan permintaan pasar yang tetap sehingga semenjak tahun 2011 permodalan tersebut diperoleh dari penjualan kain tenun akar wangi yang hasilnya digunakan untuk membeli bahan baku dan untuk membayar upah pekerja.
113
C. Kerajinan Akar Wangi di Desa Sukalaksana Pada aspek permodalan agroindustri kerajinan akar wangi di Desa Sukalaksana menerima program LED CSR CGI berupa modal fisik dan non fisik. Modal non fisik berupa pelatihan-pelatihan, sedangkan modal fisik berupa pemberian dana dan bantuan peralatan dari CSR CGI dan desa. Modal fisik usaha agroindustri akar wangi berasal dari dana dan bantuan peralatan teknis usaha dari program LED CSR CGI, bantuan peralatan dari desa, dan berasal dari milik pribadi. Modal dari CSR CGI sebesar Rp 2.000.000,- yang diperoleh dari pinjaman Bumdes, dan bantuan teknis peralatan produksi seperti sebuah mesin jahit. Modal dari desa berupa sebagian bahan untuk percobaan usaha. Pelaku usaha menerima program LED CSR CGI pada tahun 2010. Perkembangan permodalan usahanya bisa di lihat pada Tabel 19 di bawah ini. Tabel 19. Perkembangan Permodalan Pelaku Usaha Kerajinan Akar Wangi Tahun Jumlah Modal (Rp) Kepemilikan Modal
2010 10.000.000 pribadi: 70%, CGI: 30 %
2011 3.000.000 100 % Pribadi
Sumber : Pelaku Usaha Agroindustri Kerajinan Akar Wangi, Tahun 2012.
Berdasarkan Tabel 19 di atas, perubahan dan perkembangan permodalan semenjak adanya program LED CSR CGI tahun 2010 tidak terjadi perkembangan ke arah yang positif tapi sebaliknya yaitu terjadi penurunan. Hal ini dikarenakan seperti yang telah di bahas pada subbab 4.3.1.3 dan juga disebabkan permintaan pasar yang rendah sehingga pada tahun 2011 permodalan pada usaha tersebut diperolah dari hasil penjualan kerajinan akar wangi, kemudian dari hasil penjualan tersebut digunakan untuk membeli bahan baku dan membayar gaji pekerja.
114
Permintaan pasar yang rendah mengakibatkan kegiatan usaha usahanya berhenti dan melakukan kegiatan produksi jika ada pesanan dari pihak konsumen. Dari pembahasan di atas mengenai perubahan dan perkembangan permodalan pada agroindustri akar wangi secara keseluruhan dapat disimpulkan pada penjelasan tabel di bawah ini. Tabel 20. Perkembangan Kepemilikan Modal Usaha Agaroindustri Akar Wangi Tahun Kepemilikan Modal Budidaya Akar Wangi Tenun Akar Wangi Kerajinan Akar Wangi
2010 CSR Pribadi CGI 100% 0% 30% 70%
2011 CSR Pribadi CGI 50% 50% 0% 100%
2012 CSR Pribadi CGI 30% 70% 0% 100%
Sumber: Pelaku Usaha Agroindutri Akar Wangi Tahun 2012. Keterangan: Tenun akar wangi Modal dari CGI berupa bantuan pinjaman mesin ATBM sebanyak 3 unit.
Budidaya Akar Wangi 150% 100% CSR CGI
50%
Pribadi
0% 2010
2011
2012
Kerajinan Akar Wangi 150%
100% CSR CGI 50%
Pribadi
0% 2010
2011
2012
Sumber: Pelaku Usaha Agroindustri Akar Wangi Tahun 2012, Diolah.
Gambar 15: Grafik Perkembangan Kepemilikan Permodalan Agroindustri Akar Wangi.
115
Dari tabel dan grafik di atas dapat diketahui bahwa semenjak adanya program LED CSR CGI pada tahun 2010 perkembangan permodalan pada agroindustri budidaya akar wangi mengalami perubahan perkembangan permodalan. Hal ini dikarenakan peran program LED CSR CGI dalam suntikan permodalan usaha setiap tahunnya lebih jelas. Hampir setiap tahun pelaku usaha mendapatkan dana program LED CSR CGI. Pada tahun 2012 jumlah dana LED CSR CGI lebih kecil dibandingkan dana pribadinya, dikarenakan dana program dari CSR CGI lebih banyak digunakan untuk perbaikan sarana infrastruktur. Berdasarkan pada tabel di atas juga dapat diketahui bahwa semenjak adanya program LED CSR CGI tahun 2010 pada usaha agroindustri tenun dan kerajinan akar wangi tidak mengalami perkembangan permodalan. Hal ini dikarenakan peran CSR CGI dalam pemberian suntikan modal pada agroindustri kerajinan akar wangi hanya terlihat pada tahun 2010, dikarenakan memang pelaku usaha mendapatkan program LED CSR CGI hanya pada tahun 2010. Sedangkan untuk perkembangan permodalan tahun berikutnya berasal dari modal pribadi. Perkembangan permodalan untuk agroindustri tenun akar wangi, peran program LED CSR CGI hanya memberikan pemberian modal berupa bantuan mesin ATBM sebanyak 2 buah, alat-alat percobaan, dan modal usaha tersebut juga diperoleh dari lembaga PNF (Pendidikan Non Formal ) Garut.
4.4.2.2 Pengadaan/Penyediaan Bahan Baku Bahan baku merupakan bahan dasar dari suatu produk, baik yang berupa bahan mentah, dan bahan setengah jadi yang akan diolah kembali. Ketersediaan
116
bahan baku dalam suatu industri secara continue harus diperhatikan sehingga proses produksi dapat terus berjalan. Tanpa adanya bahan baku, proses produksi menjadi terhambat. Penjelasan mengenai perubahan dan perkembangan pengadaan bahan baku pada masing-masing usaha agroindustri akar wangi setelah adanya program LED CSR CGI yaitu: A. Budidaya Akar Wangi di Desa Cisarua Bahan baku utama dalam usaha agroindustri budidaya akar wangi yaitu benih akar wangi. Benih dibeli dari pelaku usaha yang sudah sukses yang terletak di Desa Cisarua, terkadang benih juga dibeli dari Pak Haji Ede. Pak Haji Ede adalah seorang pelaku usaha akar wangi yang sudah sukses. Kriteria benih yang digunakan harus mempunyai kualitas yang unggul, dengan tujuan agar hasil panen akar wangi bisa maksimal. Pembelian benih dengan cara dikirim dan dibayar tunai. Pengadaan benih untuk satu kali produksi disesuaikan dengan luas lahan. Untuk luas lahan satu Ha dibutuhkan 2450 kg benih. Frekuensi pembelian benih yaitu satu kali selama satu tahun, dengan landasan bahwa budidaya akar wangi hanya berlangsung sekali dalam satu tahun. Bahan baku penunjang pada agroindustri budidaya akar wangi adalah pupuk, dengan jenis pupuk urea. Pembelian pupuk diperoleh dari dalam wilayah Kecamatan Samarang yang dibeli secara langsung. Kebutuhan pupuk untuk 1 hektar sebanyak 350 kg pupuk dan frekuensi pembelian pupuk disesuaikan dengan kebutuhan produksi. Peralatan usaha seperti cangkul dibeli pada saat usaha tersebut baru beroperasi.
117
Cara pengadaan bahan baku agroindustri budidaya akar wangi sederhana. Untuk penggunaan alat dan bahan produksi budidaya akar wangi bisa dilihat dalam Tabel 21 di bawah ini. Tabel 21. Alat dan Bahan Produksi Budidaya Akar Wangi. No
1
2
Jenis Bahan & Alat Yang Digunakan (2010, 2011, 2012) Bahan : - Benih - Pupuk Alat - Cangkul
Harga/unit (Rp)
Sistem Pembelian
Sistem Pembayaran
2.000/kg 80.000/50 kg
Dikirim Dibeli langsung
Langsung/cash Langsung/cash
120.000
Dibeli langsung
Langsung/cash
Sumber : Pelaku Usaha Budidaya Akar Wangi, 2012.
Berdasarkan pada tabel di atas, perubahan dan perkembangan pengadaan bahan baku semenjak adanya program LED CSR CGI tahun 2010 tidak mengalami perubahan dan perkembangan. Jenis alat dan bahan produksi menggunakan bahan dan peralatan yang sama dengan harga yang tetap sama di setiap tahunnya. Kemudian sistem pembelian jenis alat dan bahan tersebut masih dengan cara dikirim dan dibeli langsung, dan sistem pembayaran dengan acara langsung/cash. B. Tenun Akar Wangi di Desa Sukakarya Agroindustri tenun akar wangi merupakan satu-satunya usaha tenun akar wangi yang terletak di Desa Sukakarya. Agroindustri tenun dengan akar wangi sebagai bahan baku utama diperoleh dari petani secara langsung dari Kecamatan Bayongbong, Kampung Cikuray, dengan alasan bahwa akar wangi dari kecamatan tersebut mempunyai kualitas yang bisa dipenuhi oleh pelaku usaha tenun akar
118
wangi. Standar kualitas akar wangi tersebut yaitu akar wangi kuning, wangi, serabut akar wangi sedikit, dan bentuk akar panjang-panjang. Pasokan pembelian bahan tenun akar wangi yaitu setiap bulan. Sistem pembayaran dilakukan secara tunai dan cara pengadaan bahan tersebut dikirim langsung dari petani di Kecamatan Bayongbong, dengan ongkos kirim ditanggung oleh pemesan. Pengadaan bahan baku benang, pelaku usaha tidak melakukan pembelian setiap bulannya karena pasokan untuk benang jumlahnya masih banyak yang merupakan sumbangan dari program LED CSR CGI. Tetapi jika benang tersebut dibeli dari toko, maka untuk hasil kain tenun 1 meter dibutuhkan biaya benang sebesar Rp 1.000,-. Sistem pengadaanan peralatan produksi dilakukan pada saat usaha tersebut mulai beroperasi. Pembelian peralatan dengan cara pembelian langsung dari toko-toko yang menyediakan kebutuhan tersebut. Untuk penjelasan alat dan bahan produksi tenun akar wangi bisa dilihat dalam Tabel 22. Tabel 22. Alat dan Bahan Produksi Tenun Akar Wangi.
1 2
Jenis Bahan & Alat Yang Digunakan (2010, 2011, 2012) Bahan : Akar wangi Benang
15.000/kg 1.500/kg
1 bln = 20 kg Hasil tenun 1 m= biaya benang Rp 1.000,-
1 2
Alat : ATBM Gunting
500.000 10.000
Ada 8 unit Ada 3 buah
No
Harga (Rp)
Keterangan
Sumber : Pelaku Usaha Tenun Akar Wangi, 2012
Akar wangi yang dipesan oleh pelaku usaha sudah dalam keadaan bersih dan siap untuk diproduksi. Mesin ATBM berjumlah 8 buah yang berasal dari 3 buah dari koperasi desa yang merupakan bantuan dari program LED CSR CGI dan 5 buah dibeli dari dana program PNF Kabupaten Garut. Jumlah peralatan
119
gunting sebanyak 3 buah yang dibeli pada saat usaha mulai beroperasi. Awalnya jumlah gunting sebanyak 8 buah namun sekarang sisa 3 buah gunting dikarenakan terjadi kehilangan dan kerusakan peralatan. C. Kerajinan Akar Wangi di Desa Sukalaksana Agroindustri kerajinan akar wangi merupakan satu-satunya usaha kerajinan akar wangi yang terletak di Desa Sukalaksana. Pengadaan bahan baku utama kerajinan akar wangi yaitu kain tenun akar wangi yang dibeli dari pengrajin tenun di Kecamatan Bayongbong dengan alasan bahwa hasil tenunannya lebih rapi, kualitas tenunan lebih bagus, dan jumlah stoknya juga banyak. Pelaku usaha kerajinan akar wangi tidak memasok kain tenunannya dari Desa Sukakarya dikarenakan stok kain tenunnya terbatas, kualitasnya kurang bagus dan rapi. Pengadaan bahan baku yang lain seperti kain, kain batik, benang, sumber tempat pembeliannya dari wilayah Garut ialah dari pasar di Kecamatan Samarang. Pengadaan jumlah bahan baku dan frekuensi pembelian tersebut disesuaikan dengan
jumlah
pesanan.
Bentuk
pembayaran
yang
dilakukan
dengan
menggunakan sistem langganan dengan alasan bahwa pelaku usaha sering membeli bahan-bahan tersebut ditempat yag serupa. Cara pembayaran yang dilakukan yaitu secara tunai dan sistem pembelian bahan baku dengan cara dikirim langsung dari sumbernya. Kebutuhan bahan baku dan bahan penunjang untuk per sekali proses produksi yaitu berbeda-beda. Hal tersebut dilakukan tergantung dari pesanan. Misalnya untuk pembuatan kerajinan songkok sebanyak 100 pcs dibutuhkan kain tenun akar wangi sebanyak 50 meter dan untuk bahan penunjang lainnya disesuaikan dengan kebutuhan dari pembuatan jenis kerajinan.
120
Sistem pengadaan bahan baku utama dan bahan baku penunjang bisa dilihat di Lampiran 1. Kiteria tenun akar wangi yang digunakan diantaranya kain tenun akar wangi mempunyai bau yang wangi, bagus, dan rapih dengan tujuan agar produk yang dihasilkan berkualitas bagus dan menarik serta diharapkan semakin banyak pihak konsumen yang memesan kerjainan akar wangi. Pada pengadaan bahan baku kain tenun akar wangi, pelaku usaha menghadapi kesulitan karena stok terbatas dan pelaku usaha harus berkompetisi dengan pengrajin yang berasal dari pekalongan. Sehingga hal yang dilakukan oleh pelaku usaha untuk pengadaan bahan baku tersebut adalah mendatangi langsung ke pengrajin tenun akar wangi. Dari penjelasan di atas mengenai perkembangaan pengadaan alat produksi agroindustri akar wangi semenjak adanya program LED CSR CGI tahun 2010 dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi perubahan dan perkembangan dikarenakan pengadaan alat produksi tersebut setiap tahunnya masih menggunakan peralatan yang sama. Cara pembelian barang masih tetap dikirim dari pihak penjual. Sistem pembayaran dilakukan secara tunai. Pembelian alat dan bahan produksi berasal dari wilayah Kecamatan Samarang, dan Kecamatan Bayongbong. Kesulitan yang dihadapi pelaku usaha dalam mendapatkan bahan baku tersebut masih bisa diatasi oleh pelaku usaha.
4.4.2.3 Perubahan Teknologi Teknologi merupakan keadaan pengetahuan manusia tentang bagaimana menggabungkan sumber daya untuk memproduksi produk yang diinginkan, untuk
121
memecahkan masalah, memenuhi kebutuhan, atau memenuhi keinginan, termasuk metode teknis, keterampilan, proses, teknik, alat dan bahan baku. Akhir dari tujuan dari teknologi merupakan added value atau nilai tambah yang berupa produk yang bermanfaat bagi manusiia. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, perkembangan dan perubahan teknologi yang digunakan setelah adanya program LED CSR CGI pada masingmasing pelaku usaha bisa dilihat pada saat proses produksi berlangsung pada masing-masing usaha tersebut, yaitu: A. Budidaya Akar Wangi di Desa Cisarua Proses produksi pada budidaya akar wangi dilakukan seperti proses produksi budidaya tanaman pada umumnya, yaitu : a. Persiapan Bibit Jenis bibit yang digunakan yaitu menggunakan satu jenis benih. Benih yang akan ditanam disiapkan terdahulu sebelum melakukan penananam. Bibit yang ditanam adalah akar (bonggol) yang berasal dari tanaman yang tidak berbunga. Pupuk yang digunakan adalah jenis pupuk urea (TSP, ZA) dengan dosis sekitar 50 kg/100 tumbak atau 350 kg/Ha dengan harga Rp 80.000,- (50 kg pupuk). Luas lahan 1 Ha diperlukan bibit sebanyak ± 10.000 rumpun atau dibutuhkan 350 kg/100 tumbak atau 2450 kg/Ha dengan harga benih Rp 2.000/kg. b. Penanaman Penanaman akar wangi di Kabupaen Garur pada umumnya ditanam di lereng gunung berbukit-bukit dengan kemiringan yang cukup besar (15%) dan umumnya berlokasi di sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS Cimanuk). Toleran
122
tumbuh di ketinggian 500-1.500 m dpl, curah hujan 1.500- 2.500 mm per tahun, suhu udara lingkungan 17 – 27°C . Membutuhkan sinar matahari yang cukup dan lahan terbuka atau tidak terlindung oleh tanaman lain. Kondisi lahan terbaik adalah tanah berpasir atau daerah aliran abu gunung berapi pada lereng-lereng bukit karena akar tanaman akan mudah dicabut pada saat panen sehingga akar tidak ada yang tertinggal.Waktu penanaman setiap saat sepanjang tahun, namun yang terbaik adalah di awal musin hujan. Lahan untuk pertanaman akar wangi hendaknya bersih dari gulma. Jika sudah bersih, tanah dibuat lubang tanam (20x20x20) cm. Jarak tanam tergantung kesuburan dan kemiringan tanah. Pada kemiringan 15-30%, jarak tanam berkisar antara (60x20)-(50x100) cm. Dua minggu sebelum tanam, lubang diisi pupuk kandang/kompos sebanyak 2 kg/lubang. Kedalaman tanam tidak lebih dari 4 cm, karena akan mengurangi persentase tumbuh tanaman. Untuk luas lahan 100 tumbak terdapat 3.500 lubang tanam/ceblok, jadi untuk 1 Ha (700 tumbak) terdapat 24.500 ceblok/lubang tanam dan 100 tumbak dibutuhkan 3500 benih tanaman akar wangi, jadi 1 Ha diperlukan 24.500 benih tanaman akar wangi. c. Pemeliharaan Kegiatan pemeliharaan budidaya akar wangi meliputi : Penyulaman : Penyulaman dilakukan paling lambat 2 minggu setelah tanam. Tanaman yang tidak tumbuh biasanya terlihat pada umur 1-2 minggu setelah tanam, terutama bila ditanam berupa bibit sobekan dari bonggol yang ditanam langsung atau anakan tanpa akar.
123
Penyiraman : Pada musim kemarau, penyiraman diperlukan setiap hari selama 2 minggu, sampai akar-akar baru tumbuh dan menempel ke tanah. Pemupukan : Kegiatan pemupukan jarang dilakukan, kecuali jika tanamannya ditumpangsarikan dengan dengan sayuran. Pemangkasan : Sama halnya dengan pemupukan, pemangkasan biasanya dilakukan pada tanaman yang ditumpangsarikan dengan tanaman sayuran. Pemangkasan dilakukan pada saat usia tanaman 6 bulan untuk meningkatkan hasil sampai 10 %. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman : Hama dan penyakit pada akar wangi tidak menjadi masalah yang penting, sehingga pengendaliannya jarang dilakukan. Penyakit yang menyerang tanaman akar wangi yaitu Ku’uk. d. Pemanenan Pemanenan dapat dilakukan setelah tanaman berumur 8 bulan, namun untuk memperoleh jumlah akar yang maksimum dan mutu minyak yang tinggi maka pemanenan sebaiknya dilakukan setelah tanaman mencapai umur 12 bulan. Jika terlalu tua maka kandungan minyak atsiri akan mulai menurun. Pemanenan dilakukan dengan menggunaka teknis tertentu. Pencabutan tanaman akar wangi pada saat panen dilakukan oleh petani yang mempunyai keahlian tertentu pada saat mencabut akar agar akar tersebut tidak terpotong/terputus. Untuk panen akar wangi seluas 2 hektar dibutuhkan waktu sehari.
124
Luas lahan 100 tumbak bisa menghasilkan 2 ton tanaman akar wangi. Jadi, 1 hektar (700 tumbak) menghasilkan 14 ton (140 kw/14.000 kg) akar wangi. Dengan syarat hasil tersebut dilakukan pada saat musim hujan dengan alasan bahwa musim hujan lebih banyak menghasilkan tanaman akar wangi dengan produktivitas yang tinggi, sedangkan musim kemarau sebaliknya. Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa penggunaan teknologi pada proses produksi agroindustri budidaya akar wangi menggunakan cangkul. Cangkul merupakan peralatan yang utama dalam agroindustri tersebut. Untuk perkembangan dan perubahan penggunaan teknologi setiap tahunnya masih menggunkan peralatan yang sama yaitu cangkul B. Tenun Akar Wangi di Desa Sukakarya Proses pengolahan akar wangi menjadi kain tenun dilakukan secara sederhana dengan ATBM, ketelitian dan ketrampilan tangan. Akar wangi yang diterima oleh pelaku usaha dari petani sudah dalam keadaan siap untuk ditenun. Proses pembuatan kain tenun akar wangi yaitu : a. Persiapan alat dan bahan produksi seperti akar wangi, benang, gunting dan mesin ATBM. b. Memasang benang pada mesin ATBM sesuai tempat dan kebutuhannya. c. Memulai kerjaan memenenun dengan memasukkan akar wangi satu per satu ke dalam mesin ATBM. Kemudian pada saat mengunci akar wangi pada ATBM, gerakan kaki kiri dan kanan harus seimbang agar tidak terjadi salah mengunci tenunan akar wangi.
125
d. Melakukan kegiatan menenun tersebut secara berulang-ulang hingga di peroleh lembaran-lembaran kain tenun akar wangi. e. Setelah kegiatan menenun selesai, bagian pinggir kain tenun akar wangi dirapihkan dengan menggunakan gunting. Untuk pekerja yang belum mempunyai keahlian menenun sering kali terjadi salah menggerakkan kaki kiri dan kanan sehingga hasil tenun akar wangi menjadi tidak benar. Oleh karena itu, bagi pekerja sebelum menenun lebih lanjut, harus melakukan pelatihan menenun secara berulang-ulang. Proses penenunan akar wangi dilakukan untuk mempermudah para pengrajin akar wangi seperti tas akar wangi, tas laptop akar wangi, plecmet, sehingga pembuatan kerajinan akar wangi tidak terlalu rumit. Rata-rata hasil tenunan untuk 1 mesin ATBM sebanyak 3 meter, jadi untuk 8 mesin ATBM menghasilkan 24 meter per minggu sehingga sebulan bisa menghasilkan 720 meter. Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa penggunaan teknologi pada proses produksi agroindustri tenun akar wangi menggunakan mesin ATBM 8 unit, dan gunting. Mesin ATBM merupakan peralatan yang utama dalam agroindustri tersebut, dan gunting merupakan peralatan penunjangnya. Untuk perkembangan dan perubahan penggunaan teknologi setiap tahunnya masih menggunkan peralatan yang sama yaitu mesin ATBM dan gunting. C. Kerajinan Akar Wangi di Desa Sukalaksana Proses produksi pengolahan kain tenun akar wangi menjadi berbagai bentuk kerajianan akar wangi dilakukan secara sederhana dengan menggunakan ketrampilan manusia, ketelitian pengerjaan dan mesin jahit. Kesulitan proses
126
pembuatan berbagai bentuk kerajinan akar wangi disesuaikan dengan tingkat kerumitan dari bentuk kerajinan tersebut. Semakin tinggi tngkat kerumitan kerajinan akar wangi maka proses pembuatannya semakin lama, dan juga sebaliknya. Semakin rendah tingkat kerumitan kerajinan akar wangi, maka proses pembuatannya semakin cepat. Secara umum proses pembuatan kerajinan akar wangi yaitu : a. Persiapan alat dan bahan proses produksi seperti kain tenun akar wangi, gunting, cat lukis, kain batik, kain malau, dan lain sebagainya. b. Pemotongan kain tenun akar wangi menjadi bentuk kerajinan yang dipesan oleh konsumen dan pemotongan material-material sesuai bentuk kerajinan. c. Penjahitan kain tenun akar wangi dengan menggunakan mesin jahit. d. Pemasangan ornamen-ornamen seperti manik-manik, melukis kain tenun akar wangi, dan lain sebagainya. e. Finishing. Pada akhir dari pembuatan kerajinan akar wangi dilakukan pengecekan dengan tujuan produk kerajinan yang dihasilkan sesuai permintaan konsumen atau tidak, mengetahui tingkat kerapihannya, dan lain sebagainya. Usaha agroindustri kerajinan akar wangi berproduksi jika ada pesanan dari pihak konsumen. Untuk pesanan 100 pcs lukisan akar wangi bisa diproduksi dalam waktu 1 bulan. Dengan mengeluarkan biaya produksi sebesar Rp 4.000.000,00 dan harga per pcs yaitu Rp 120.000,00. Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa penggunaan teknologi pada proses produksi agroindustri kerajinan akar wangi menggunakan
127
mesin jahit 1 unit, gunting dan koas. Mesin jahit bukan merupakan modal yang utama dalam agroindustri tersebut, tapi yang utama adalah ketrampilan dalam membuat
kerajinan
tersebut,
gunting
dan
koas
merupakan
peralatan
penunjangnya. Untuk perkembangan dan perubahan penggunaan teknologi setiap tahunnya masih menggunkan peralatan yang sama yaitu mesin jahit, gunting, dan koas. Dari pembahasan di atas mengenai perubahan dan perkembangan teknologi semenjak adanya program LED CSR CGI tahun 2010 secara keseluruhan tidak mengalami perubahan dan perkembangan. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada Tabel 23 di bawah ini. Tabel 23. Perkembangan Alat Yang Digunakan Pada Usaha Agroindustri Akar Wangi Tahun 2012. No
Agroindustri
1 2 3
Budidaya Akar Wangi Tenun Akar Wangi Kerajinan Akar Wangi
Jenis Alat Yang Digunakan (Tahun 2010, 2011, 2012) Cangkul ATBM 8 Unit, Gunting Mesin Jahit 1 Unit,Gunting, Koas
Sumber: Pelaku Usaha Agroindustri Akar Wangi.
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa pada usaha agroindustri budidaya akar wangi, perkembangan teknologi yang digunakan setiap tahunnya masih bersifat secara tradisional. Hal tersebut bisa dilihat pada saat menanam ataupun panen tanaman akar wangi masih mengggunakan tangan manusia, cangkul, dan peralatan lainnya. Begitu pun perkembangan penggunaan teknologi pada agroindustri tenun akar wangi masih menggunakan tenaga kerja manusia artinya teknologi yang digunakan masih secara tradisional. Hal tersebut bisa dilihat pada saat menenun menggunakan tenaga manusia, Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM),
128
gunting, dan lain sebagainya. Kemudian pada agroindustri kerajinan akar wangi juga teknologi yang digunakan masih bersifat tradisional seperti menggunakan tenaga manusia, mesin jahit, gunting, dan lain sebagainya. Jadi, dalam perkembangannya masing-masing pelaku usaha masih menggunakan teknologi secara tradisional, menggunakan tenaga manusia, beberapa alat bantu proses produksi, dan lain sebagainya. Hal itu disebabkan karena agroindustri kerajinan akar wangi termasuk ke dalam jenis usaha yang konvensional (teknologi tradisional). Dari pembahasan di atas mengenai perubahan dan perkembangan penggunaan teknologi secara keseluruhan dapat diketahui juga perkembangan hasil produksi pada agroindustri akar wangi dari tahun 2010 sampai tahun 2012. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada Tabel 24 dan grafik di bawah ini. Tabel 24. Perkembangan Hasil Produksi Agroindustri Akar Wangi Tahun 2012. No 1 2 3
Agroindustri
2010 Jumlah %
Budidaya Akar Wangi 14.000 (kg) Tenun Akar 5.760 Wangi (m) Kerajinan Akar Wangi 1. 200 (pcs)
2011 Jumlah %
2012 Jumlah %
Jumlah Jumlah %
10
49.000
33
84000
57
147.000
100
34
5.760
33
5.760
33
17.280
100
34
1.200
33
1.200
33
3.600
100
Sumber: Pelaku Usaha Agroindustri Akar Wangi Tahun 2012, Diolah.
129
Grafik Perkembangan Hasil Produksi Agroindustri Akar Wangi Tahun 2012. 60%
40%
Budidaya Akar Wangi (kg)
20%
Tenun Akar Wangi (m)
0%
2010
2011
2012
Kerajinan Akar Wangi (pcs)
Sumber: Pelaku Usaha Agroindustri Akar Wangi Tahun 2012, Data Diolah.
Gambar 16: Grafik Perkembangan Hasil Produksi Agroindustri Akar Wangi. Dari grafik di atas mengenai penggunaan teknologi pada agroindustri akar wangi semenjak adanya program LED CSR CGI tahun 2010 dapat diketahui bahwa hasil produksi agroindustri budidaya akar wangi mengalami peningkatan dan untuk agroindustri tenun dan kerajinan akar wangi dapat dilihat perkembangannya tetap atau tidak mengalami perkembangan dan perubahan. Terjadinya peningkatan produksi pada groindustri akar wangi disebabkan oleh peran program LED CSR CGI terhadap usahanya dalam hal pemberian modal lebih besar dibandingkan kedua agroindustri akar wangi yang lain. Agroindustri budidaya akar wangi menerima kegiatan pemberian modal program LED CSR CGI dari tahun 2010 hingga tahun 2012. Proporsi besarnya permodalan bisa dilihat pada subbab 4.4.2.1 tentang permodalan. Selain itu juga, terjadinya permintaan pasar yang tinggi akan kebutuhan akar wangi untuk dijadikan minyak akar wangi, dengan kata lain akar wangi mempunyai prospek usaha yang bagus. Kemudian pada agroindustri tenun akar wangi mengenai hasil produksi tidak terjadi perubahan dan perkembangan. Hal ini dikarenakan agroindustri tersebut permintaan pasarnya tetap, jumlah tenaga kerja sedikit, dan menerima
130
program LED CSR CGI hanya pada tahun 2010. Permintaan pasar tetap dikarenakan agroindustri tersebut hanya memasok hasil produksinya ke tempat oleh-oleh
kerajinan
Zocha,
untuk
jumlah
tenaga
kerja
yang
sedikit
pembahasannya bisa dilihat pada subbab 4.4.2.4 tentang tenaga kerja dan untuk pembahasan mengenai modal yang diterima dari program LED CSR CGI bisa dilihat pembahasannya pada subbab 4.4.2.1 mengenai permodalan. Begitupun pada agroindustri kerajinan akar wangi tidak terjadi perkembangan dan perubahan hasil produksi atau dikatakan perkembangannya semakin menurun. Hal itu disebabkan karenan keterbatasan modal, permintaan pasar yang rendah, dan menerima program LED CSR CGI hanya pada tahun 2010. Dalam usahanya, modal yang dimiliki terbatas, untuk pembahasan mengenai keterbatasan modal tersebut bisa dilihat pada subbab 4.4.2.1. Pada dasarnya uaha agroindustri kerajinan akar wangi mempunya prospek usaha yang bagus, hal tersebut bisa dilihat dari pembahasana R/C ratio pada subbab 4.5 , aakan tetapi dikarenakan keterbatasan modal mengakibatkan usaha tersebut berproduksi jika ada pesanan dari konsumen. Kemudian pembahasan hanya menerima program LED CSR CGI hanya satu tahun bisa dilihat pada subbab 4.3.13.
4.4.2.4 Tenaga Kerja Tenaga kerja
dapat diartikan sebagai setiap orang yang mampu
melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat (UU RI No 13 tahun 2003 tentang
131
ketenagakerjaan). Tenaga kerja sebagai faktor produksi mempengaruhi hasil produksi dalam periode tertentu. Besar kecilnya peranan tenaga kerja terhadap hasil produksi suatu usaha akan dipengaruhi oleh ketrampilan tenaga kerja yang tercermin dalam produktivitasnya. Tingkat tenaga kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya jenis kelamin, usia, pengalaman kerja, alat bantu yang digunakan, tingkat upah, dan waktu bekerja (Rodjak, 2006). Penjelasan mengenai perubahan dan perkembangan tenaga kerja pada masing-masing usaha agroindustri akar wangi setelah adanya program LED CSR CGI yaitu: A. Budidaya Akar Wangi di Desa Cisarua Agroindustri budidaya akar wangi merupakan usaha yang padat karya dimana masih menggunakan tenaga kerja manusia dan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan sangat banyak. Tenaga kerja yang digunakan tergantung dari luas lahan yang digunakan. Untuk luas lahan 100 tumbak jumlah tenaga kerja yang digunakan yaitu 50 orang. Kegiatan yang dilakukan pada usaha ini diantaranya membuat ceblokan, mencangkul, penanaman, ngored/ngupas akar wangi. Upah tenaga kerja yang diberikan yaitu membuat ceblokan Rp 20.000,-; mencangkul Rp 20.000,-; penanaman Rp 12.500,-; dan ngored upahnya Rp 12.500,-. Waktu kerja tersebut biasanya dilakukan dari pagi sampai dzuhur. Tenaga kerja pada agroindustri budidaya akar wangi kebanyakan didominasi oleh laki-laki, sedangkan untuk perempuan kebanyakan pada kegiatan penanaman benih akar wangi. Perkembangan tenaga kerja yang digunakan bisa dilihat pada Tabel 25 di bawah ini :
132
Tabel 25. Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja Agroindustri Budidaya Akar Wangi. Tahun Luas Lahan (Ha) Tenaga Kerja: 1. Mencangkul 2. Membuat ceblokan 3. Penanaman 4. Pengupasan Jumlah TK
2010 1 Orang % 119 34 21 6 42 12 168 78 350 100
2011 3,5 Orang % 417 34 74 6 147 12 588 48 1.226 100
2012 6 Orang % 714 34 126 6 252 12 1.008 48 2.100 100
Sumber : Pelaku Usaha Agroindustri Budidaya Akar Wangi Tahun 2012.
Dari Tabel 25 di atas mengenai perubahan dan perkembangan tenaga kerja semenjak adanya program LED CSR CGI mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan karena permintaan pasar yang tinggi akan tanaman akar wangi, sehingga hasil penjualan bisa dijadikan untuk meningkatkan jumlah lahan garapan. Kemudian, seperti yang telah disebutkan pada pembahasan sebelumnya bahwa usaha ini menerima program LED CSR CGI dari tahun 2010 hingga tahun 2012. Peningkatan jumlah tenaga kerja juga disebabkan karena seperti yang telah disebutkan di atas usaha tersebut termasuk kedalam usaha padat karya. Selain itu juga, dalam setiap jenis kegiatannya menggunakan jumlah tenaga yang tidak sedikit. Kebutuhan penggunaan tenaga kerja tersebut didasarkan pada luas lahan garapan. Kemudian, menurut pekerja upah yang diterima dirasakan cukup untuk memenuhi kebutuhan, yaitu sebesar Rp 20.000,00 untuk kegiatan mencangkul dengan waktu kerja dari pagi hingga dzuhur. Untuk tenaga kerja pasca panen dilakukan oleh orang-orang tertentu yang mempunyai keahlian dalam mencabut tanaman akar wangi. Tenaga kerja tersebut biasanya berasal dari bandarnya langsung. Tetapi ada juga yang berasal dari masyarakat sekitar dengan syarat
133
bahwa tenaga kerja mempunyai keahlian dalam mencabut akar tanaman sehingga tidak patah. Dengan adanya kegiatan agroindustri budidaya akar wangi tersebut dapat mengurangi tingkat pengangguran di Desa Cisarua dan bisa dijadikan ladang pekerjaan bagi masyarakat sekitar. B. Tenun Akar Wangi di Desa Sukakarya Agroindustri tenun akar wangi merupakan usaha padat karya dimana usaha ini masih menggunakan tenaga kerja manusia dalam proses produksinya dan dibantu dengan mesin ATBM dalam kegiatan menenun..Tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi tenun akar wangi berasal dari warga sekitar yaitu anak-anak program paket C. Anak- anak program paket C adalah anak-anak yang mendapatkan pelatihan dari dinas pendidikan non formal (PNF) Kabupaten Garut pada tahun 2010. Anak-anak tersebut dilatih agar mempunyai ketrampilan dan poduktivitas yang tinggi dalam menenun akar wangi. Anak-anak tersebut juga masih bersekolah. Kegiatan menenun biasanya dikerjakan oleh mereka pada saat pulang sekolah yaitu sekitar jam satu, dan hari libur pun mereka menenun. Ratarata hasil kain tenun yang dihasilkan setiap orang yatu 2 meter per hari dengan waktu kerja dari jam 8 pagi sampai jam 5 dengan upah Rp 10.000,-/meter. Jika mereka menenun setelah pulang sekolah, hasil tenun akar wangi yang didapatkan rata-rata 1 meter/hari. Sistem pembayaran upahnya secara tunai dan mereka bisa mengambil upah atas jasanya setelah mereka selesai menenun. Dari hasil kegiatan menenun tidak ada standar upah yang diberikan, yang terpenting mereka bisa mengahasilkan kain tenunan dengan sebaik mungkin dan tenaga kerja yang
134
digunakan harus mempunyai keahlian dalam menenun. Kegiatan yang dilakukan oleh pekerja hanya menenun akar wangi, sedangkan persiapan bahan biasanya dilakukan oleh pemilik usaha pada saat sebelum kegiatan menenun dimulai, kemudian proses finishing dan pengecekan pun dilakukan oleh pemilik usahanya. Perkembangan jumlah tenaga kerja yang digunakan bisa dilihat pada Tabel 26 di bawah ini. Tabel 26. Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja Tenun Akar Wangi.
-
Tahun Tenaga Kerja : Laki-Laki Perempuan Jumlah
2010 Orang % 8 40 12 60 20 100
2011 Orang % 7 100 7 100
2012 Orang % 7 100 7 100
Sumber : Pelaku Usaha Tenun Akar Wangi Tahun 2012, Diolah.
Dari Tabel 26 di atas mengenai perubahan dan perkembangan tenaga kerja semenjak adanya program LED CSR CGI tahun 2010 dapat diketahui bahwa jumlah tenaga kerja mengalami penurunan. Pada tahun 2010 jumlah tenaga kerja sebanyak 20 orang. Hal itu dikarenakan motivasi pada diri masing-masing pekerja masih stabil, misalnya mereka masih rajin dalam menenun. Kemudian tahun 2011 dan 2012 terjadi penurunan jumlah tenaga kerjanya sebanyak 7 orang. Hal itu dikarenakan upah yang diterima tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan seharihari. Sedangkan para pekerja yang masih bertahan sampai sekarang alasannya dikarenakan mengisi waktu yang kosong daripada waktu mereka dihabiskan untuk bermain. Mereka mengatakan, uang hasil kerjaan menenun lumayan untuk menambah uang jajan yang diberikan oleh orang tua mereka. Selain itu juga, penurunan tenaga kerja disebabkan karena mereka merasakan kebosanan dalam kegiatan menenun seperti mereka tidak sabar
135
memasukkan akar wangi satu per satu ke dalam mesin ATBM yang membutuhkan waktu seharian untuk menghasilkan kain tenun sepanjang 2-3 meter. Kemudiian, hal lain juga disebabkan karena agroindustri ini menerima program LED CSR CGI hanya satu tahun. Untuk penjelasannya bisa dilihat pada subbab 4.3. C. Kerajinan Akar Wangi di Desa Sukalaksana Agroindustri tenun akar wangi termasuk ke dalam usaha padat karya artinya usaha ini masih menggunakan tenaga kerja manusia dalam proses produksinya, dan dibantu dengan alat mesin jahit. Tenaga kerja yang digunakan berasal dari masyarakat sekitar dengan tujuan agar suatu saat usaha tersebut bisa dilakukan secara turun-temurun. Tenaga kerja yang dibutuhkan harus mempunyai keahlian dalam melukis, ketelitian dalam menjahit, dan membuat produk kerajinan akar wangi semenarik mungkin, dan lain sebagainya. Hal tersebut dilakukan agar produk yang dihasilkan rapih dan berkualitas dan bisa menarik peluang pasar lebih maksimal. Kegiatan yang dilakukan dalam usaha agroindustri kerajinan akar wangi diantaranya melukis, menjahit, merangkai bambu, memotong bahan-bahan yang dibutuhkan, memasang renda-renda, bloking warna, finishing dan pengemasan. Tapi, pekerjaan yang lebih khusus berdasarkan pemesanan bentuk barang kerajinan. Besarnya upah yang diterima di bawah Rp 5.000,-, dan upah tersebut diterima oleh pekerja sesuai dengan apa yang mereka lakukan dan tergantung dari tingkat kesulitan bentuk kerajinan. Misalnya untuk melukis upahnya yaitu Rp 3.000,- untuk 1 buah lukisan. Perkembangan jumlah tenaga kerja bisa dilihat pada Tabel 27 berikut ini.
136
Tabel 27. Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja Kerajinan Akar Wangi. Tahun 2010 2011 Tenaga Kerja : Orang % Orang - Laki-Laki 3 60 3 - Perempuan 2 40 2 Jumlah 5 100 5 Sumber : Pelaku Usaha Kerajinan Akar Wangi Tahun 2012.
% 60 40 10
2012 Orang 3 2 5
% 60 40 10
Dari Tabel 27 di atas mengenai perubahan dan perkembangan tenaga kerja kerajinan akar wangi semenjak adanya program LED CSR CGI tahun 2010 dapat diketahu tidak terjadi perkembangan dan perubahan atau perkembangan dan perubahannya tetap. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan permodalan, permintaan pasar yang sedikit, dan hanya menerima program LED CSR CGI pada tahun 2010. Keterbatasan permodalan disebabkan karena dalam usaha tersebut modal yang dibutuhkan tidak sedikit, maka dari itu menurut pelaku usaha permodalan diperoleh dari hasil penjualan kerajinan tersebut. Seperti yang telah disebutkan pada pembahasan sebelumnya, pada dasarnya usaha ini mempunyai prospek usaha yang cukup bagus berdasarkan hasil R/C ratio, untuk pembahasan R/C ratio bisa dilihat pada subbab 4.5, maka dari itu permintaan pasar yang rendah sehingga usaha tersebut berproduksi jika ada pesanan dari pihak konsumen. Kemudian, mengenai alasan hanya menerima program LED CSR CGI hanya satu tahun bisa dilihat pada subbab 4.3. Selanjutnya, penurunan tenaga kerja juga disebabkan dari para pekerja. Para pekerja tersebut bekerja jika ada pesanan dari pihak konsumen. Jika tidak ada pesanan mereka bekerja pada sektor usaha lain. Menurut pemilik usaha, sekarang keadaan tenaga kerja pada usahanya bisa dibilang hampir tidak ada tenaga kerja yang tersisa pada usaha tersebut, para tenaga kerjanya ke luar kota mencari
137
pekerjaan lain. Upah yang diterima menurut mereka kurang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Tetapi jika ada pesanan pelaku usaha sering mengundang kembali para tenaga kerja tersebut, dan mereka pun datang, serta jika pesanan kerajinan tidak terlalu banyak, pelaku usaha menggunakan tenaga kerja dalam keluarga (istri dan anak-anak). Dari pembahasan di atas mengenai perubahan dan perkembangan tenaga kerja agroindustri akar wangi secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa tenaga kerja merupakan faktor yang paling penting dalam produksi. Tanpa adanya SDM yang berkualitas, usaha agroindustri tersebut tidak akan berjalan dengan baik. Perkembangan tenaga kerja secara keseluruhan pada agroindustri akar wangi dapat dilihat pada Tabel 28 di bawah ini. Tabel 28. Perkembangan Tenaga Kerja Agroindustri Akar Wangi Tahun 2012. No
Agroindustri
2010 Orang %
2011 Orang %
2012 Orang %
Budidaya 350 10 1226 33 2100 57 Akar Wangi Tenun Akar 2 20 60 7 20 7 20 Wangi Kerajinan 3 5 34 5 33 5 33 Akar Wangi Sumber: Pelaku Usaha Agroindustri Akar Wangi Tahun 2012, Diolah. 1
Jumlah Orang % 3676
100
34
100
15
100
Grafik : Perkembangan Tenaga Kerja Agroindustri Akar Wangi Tahun 2012. 80% Budidaya Akar Wangi
60%
40%
Tenun Akar Wangi
20% 0%
2010
2011
2012
Kerajinan Akar Wangi
Sumber: Pelaku Usaha Agroindustri Akar Wangi Tahun 2012, Diolah. Gambar 17: Grafik Perkembangan Tenaga Kerja Agroindustri Akar Wangi Tahun 2012.
138
Berdasarkan gambar grafik di atas, dapat diketahui bahwa perkembangan tenaga kerja agroindustri budidaya akar wangi mengalami peningkatan semenjak adanya program yaitu tahun 2010 hingga tahun 2012. Sedangkan pada agroindustri tenun akar wangi, perkembangan jumlah tenaga kerja dari tahun 2010 mengalami penurunan dari 60% sampai ke 20% pada tahun 2011 dan 2012.
4.4.2.5 Kelembagaan Kelembagaan adalah aturan di dalam suatu kelompok masyarakat atau organisasi yang memfasilitasi kordinasi antar anggotanya untuk membantu mereka dengan harapan di mana setiap orang dapat bekerjasama atau berhubungan satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan bersama yang diinginkan (Ruttan dan Hayami, 1984). Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, perubahan dan perkembangan kelembagaan pada agroindustri akar wangi dari semenjak tahun 2010 sampai tahun 2012 bisa dilihat pada penjelasan di bawah ini : a. Dalam hal pengadaan barang, tidak ada kelembagaan yang diikuti dan berperan di dalamnya. Para pelaku usaha langsung membeli barang-barang produksi tersebut secara langsung kepada pihak-pihak yang bersangkutan misalnya toko-toko yang menjual barang-barang tersebut. b. Kemudian dalam hal permodalan, modal pada usaha agroindustri akar wangi berasal dari program LED CSR CGI, pinjaman desa, PNF, dan modal pribadi. Para pelaku usaha tidak pernah meminjam modal dari lembaga formal, dalam
139
hal ini bank. Dikarenakan proses terlalu rumit dan mereka takut tidak bisa mengembalikan pinjaman modal tersebut. c. Serta dalam hal pemasaran, khusunya agroindustri kerajinan akar wangi bekerjasama dengan pihak ASGAR dalam hal pemasaran produknya. Seperti jika ada pameran, pihak ASGAR dan pelaku usaha tersebut saling bekerjasama. Pada agroindustri budidaya dan tenun akar wangi tidak ada kelembagaan yang terkait dan berperan. Hasil produksi agroindustri akar wangi langsung dipasarkan ke tempat tujuan, dan agroindustri kerajinan akar wangi diproduksi jika ada pesanan dari konsumen. Berdasarkan hasil pembahasan di atas mengenai perubahan dan perkembangan kelembagaan pada agroindustri akar wangi semenjak adanya program LED CSR CGI dapat diketahui bahwa tidak mengalami perkembangan. Dikarenakan kelembagaan tidak mempunyai peranan yang besar pada agroindustri tersebut. Selain itu juga dikarenakan mempunya pangsa pasar yang tetap untuk agroindustri tenun akar wangi. Berdasarkan program LED CSR CGI, kelembagaan antara pelaku usaha agroindustri budidaya akar wangi dengan pihak program LED CSR CGI semenjak tahun 2010 hingga 2012 memberikan perubahan terhadap perkembangan usahanya, hal itu bisa dilihat dari permodalan yang diberikan kepada usaha tersebut setiap tahunnya terjadi peningkatan, untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada penjelasan subab 4.4.2.1.. Sedangkan anatar agroindustri tenun dan kerajinan akar dengan pihak program LED CSR CGI dapat diketahui bahwa kelembagaan yang
140
terjalin tidak memberikan perubahan dan perkembangan usahanya, hal tersebut bisa dilihat pada aspek permodalan pada subbab 4.4.2.1.
4.4.2.6 Diversifikasi Produk Diversifikasi produk artinya menganeka ragaman produk dan ditujukan untuk membuat produk tahan lebih lama, mengarah kepada produk siap konsumsi/digunakan, memenuhi selera, kebutuhan dan harapan konsumen, memperluas pasar, mempermudah transportasi, menyerap tenaga kerja, memberi nilai tambah, pendapatan dan lain sebagainya. Penjelasan mengenai perubahan dan perkembangan diversifikasi produk pada masing-masing usaha agroindustri akar wangi setelah adanya program LED CSR CGI yaitu: A. Budidaya Akar Wangi di Cisarua Usaha agroindustri budidaya akar wangi merupakan usaha yang menghasilkan tanaman akar wangi. Bagian yang paling berharga terletak pada akarnya yang bisa menghasilkan berbagai macam produk olahan seperti minyak akar wangi, tenun akar wangi, dan berbagai bentuk kerajinan akar wangi. Khusus pada budidaya agroindustri akar wangi, produk yang dipasarkan yaitu akarnya saja. Jumlah tanaman akar wangi yang dihasilkan dalam 100 tumbak mencapai 2 ton atau setara 2000 kg atau 1 Ha mencapai 14.000 kg (1 Ha=700 tumbak). Produk dari tanaman akar wangi bisa dilihat pada gambar berikut ini.
141
Sumber : Pelaku Usaha Agroindustri Akar Wangi tahun 2012.
Gambar 18 : Tanaman Akar Wangi. Dalam perkembangan usahanya, tidak ada diversifikasi produk khusus, karena produknya hanya berupa tanaman akar wangi. Namun seiring perkembangannya, dengan adanya program LED CSR CGI semenjak tahun 2010 hingga 2012 produk akar wangi yang dihasilkan terjadi perubahan dan perkembangan. Seperti dengan adanya kegiatan pemberian modal dan pendampingan usaha memberikan dampak bahwa hasil akar wangi semakin baik. Kemudian, hal serupa juga bisa dilihat dalam hal pengadaan benih, pelaku usaha selalu menggunakan benih tanaman akar wangi yang unggul agar akar wangi yang dihasilkan berkualitas dan standar sesuai permintaan pasar. B. Tenun Akar Wangi di Sukakarya Usaha agroindustri tenun akar wangi merupakan salah usaha yang mempunyai nilai peluang bisnis yang cukup bagus karena kain tenun akar wangi merupakan bahan dasar pembuatan kerajinan akar wangi yang mempunyai nilai jual tinggi. Produk yang dihasilkan pada agroindustri tenun akar wangi berupa lembaran-lembaran kain tenun akar wangi dengan bau khas akar wangi yang memiliki daya tarik bagi para pengusaha kerajinan akar wangi.
142
Pada awal perkembangan usahanya, kain tenun yang dihasilkan masih kurang rapi,seperti banyak kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam menenun sehingga kain tenun akar wangi yang dihasilkan terlihat kurang enak di pandang di mata konsumen. Hal tersebut juga disebabkan karena bahan dasar yaitu akar wangi yang digunakan dalam menenun akar wangi tidak memenuhi standar. Di bawah ini merupakan gambar tenun akar wangi.
Gambar 19 : Tenun Akar Wangi.
Namun seiring berjalannya waktu, perubahan dan perkembangan diversifikasi produk semenjak adanya program LED CSR CGI tahun 2010 dapat diketahui bahwa terjadi perubahan dan perkembangan dalam hal kualitas kain tenun akar wangi. Kegiatan pelatihan yang diterima oleh pelaku usaha memberikan manfaat terhadap pengetahuan menenun para pekerja. Sebelum adanya pelatihan, kain tenun yang dihasilkan masih kurang rapi dikarenakan para pekerja belum mengetahui teori dan teknik mengenai kegiatan menenun. Setelah adanya kegiatan dari program tersebut, para pekerja bisa menenun dengan rapi sehingga kain tenun yang dihasilkan lebih baik dari yang sebelumnya. Selain itu juga, pengunaan bahan baku akar wangi yang digunakan menggunakan standar seperti bentuk akar wangi panjang, sedikit serabut, warna akar coklat muda atau
143
krem dan jumlah kuantitas dalam berproduksi tenun akar wangi juga menjadi meningkat. Hal tersebut dilakukan agar kain tenun akar wangi mempunyai kualitas yang unggul di pasaran. C. Kerajinan Akar Wangi di Sukalaksana Usaha agroindustri kerajinan akar wangi merupakan usaha yang menghasilkan berbagai macam produk kerajinan akar wangi. Jumlah produk yang dihasilkan lebih dari 10 jenis kerajinan akar wangi. Untuk nama-nama produk yang dihasilkan dari kerajinan akar wangi bisa dilihat pada Tabel 29 berikut ini. Tabel 29. Nama-Nama Produk Kerajinan Akar Wangi Tahun 2012. No Nama Kerajinan Akar Wangi 1 Songkok
2
Tas Sajadah
3
Plismet Biasa, Plismet Full Akar Wangi
4
Tempat Majalah
5
Kap Lampu Besar/Sedang
6
Tas Laptop
Harga/unit (Rp) 25.000
55.000
25.000, 35.000
40.000
70.000/50.000
50.000
Gambar
144
Tabel 29. Nama-Nama Produk Kerajinan Akar Wangi Tahun 2012. (Lanjutan) No Nama Kerajinan Akar Wangi 7 Tas Wanita, Tas Wanita Batik
Harga/unit (Rp) 45.000, 40.000
8
Tas Anak-Anak
25.000
9
Lukisan
120.000
10
Tutup Galon
40.000
Gambar
Sumber: Pelaku Usaha Kerajinan Akar Wangi Tahun 2012.
Dari Tabel 29 di atas mengenai perubahan dan perkembangan diversifikasi produk agroindustri kerajinan akar wangi semenjak adanya program LED CSR CGI tahun 2010 memberikan perubahan dan perkembangan terhadap produk yang dihasilkan. Semenjak adanya kegitan pelatihan dari program tersebut, diversifikasi kerajinan menjadi lebih beraneka ragam. Hal tersebut bisa dilihat dari hasil kegiatan pelatihan yang diterima oleh pelaku usaha memberikan manfaat dan pengalaman baru terhadap berbagai inovasi produk kerajinan. Setelah adanya
145
pelatihan tersebut, bentuk kerajinan lebih bervariasi seperti yang telah disebutkan pada tabel di atas. Terjadinya perubahan diversifikasi produk juga berasal dari tantangan pasar yang menginginkan berbagai bentuk kerajinan yang semenarik mungkin sehngga tertarik untuk membeli kerajinan tersebut. Akan tetapi, terjadinya perubahan dan perkembangan diversifikasi produk tersebut tergantung dari modal yang dimiliki oleh pelaku usaha. Beberapa tahun terakhir setelah pelaku usaha tidak menerima program LED CSR CGI semenjak tahun 2011 sampai tahun 2012, pelaku usaha mengalami kesulitan permodalan sehingga kegiatan produksi dilakukan jika ada pesanan dari pihak konsumen.
4.4.2.7 Pewilayahan Pewilayahan adalah usaha untuk membagi-bagi permukaan bumi atau bagian permukaan bumi tertentu untuk tujuan yang tertentu pula. Pembagiannya dapat mendasarkan pada kriteria-kriteria tertentu seperti administratif, politis, ekonomis, sosial, cultural, fisis, geografis, dan sebagainya. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, perkembangan dan perubahan pewilayahan setelah adanya program LED CSR CGI yaitu : a. Budidaya Akar Wangi Di Desa Cisarua Agroindustri budidaya akar wani muncul setelah adanya program LED CSR CGI. Pada awal perkembangan usahanya, luas lahannya sebesar 1 hektar, kemudian setelah adanya program tersebut luas lahannya menjadi meningkat yaitu tahun 2011 sebesar 3,5 hektar dan tahun 2012 sebesar 6 hektar. Peningkatan luas
146
lahan juga disebabkan olehpermintaan pasar yang meningkat sehingga hasil penjualan meningkat dari tahun ke tahun dan budidaya akar wangi mempunyai prospek usaha yang bagus. Dari hasil penjualan tersebut digunakan oleh pelaku untuk menambah lahan garapannya. b. Tenun Akar Wangi Di Desa Sukakarya Sebelum menerima program LED CSR CGI, pelaku usaha sudah menjalankan kegiatan usahanya selama satu tahun yaitu pada tahun 2009. Setelah menerima program LED CSR CGI, bahan dan peralatan usaha menjadi bertambah. Namun setelah menerima program tersebut, tidak terjadi perubahan dan perkembangan dalam hal pewilayahan. Dikarenakan pelaku usaha tersebut menerima program LED CSR CGI hanya berupa mesin ATBM dan bahan dan alat usaha. Penerimaan alat dan bahan serta kegiatan program LED CSR CGI yang lainnya pada usaha tersebut lebih memberikan perubahan pada sisi kualitas akar wangi yang dihasilkan. Selain itu pada awal perkembangan usahanya, pelaku usaha mendapatkan sumbangan bangunan madrasah yang sudah tidak berfungsi dari aparat Desa Sukakarya. Jadi, pada awal usaha hingga sekarang tempat produksinya masih di bangunan madrasah tersebut. kemudian dari hasil penjualan tenun akar wangi digunakan oleh pelaku usaha untuk permodalan usahanya agar tetap berkembang. Jadi dari hasil penjualan tersebut tidak digunakan untuk memperluas pewilayahan tempat produksi usahanya, melainkan digunakan untuk permodalan usahanya seperti untuk pengadaan bahan baku, dan pembayaran upah pekerja.
147
c. Kerajinan Akar Wangi Di Desa Sukalaksana Agroindustri kerajinan akar wangi muncul setelah adanya program LED CSR CGI. Seperti yang telah dibahas pada perubahan dan perkembangan pewilayahan pada agroindustri tenun akar wangi, kegiatan yang diterima dari program LED CSR CGI juga tidak memberikan perubahan dan perkembangan dalam hal pewilayahnnya. Aadanya program LED CSR CGI seperti pemberian permodalan, pelatihan inovasi produk, kegiatan pendampingan dan pemasaran lebih memberikan perubahan pada aspek produk kerajinan akar wangi bukan kepada aspek pewilayahan tempat produksi usahanya. Tempat produksi yang digunakan agroindustri kerajinan akar wangi dari tahun 2010 sampai 2012 adalah di rumah pelaku usaha dengan memanfaatkan ruang tamu dan halaman rumah yang kosong. Pada dasarnya agroindustri kerajinan akar wangi mempunyai prospek usaha yang bagus bila dilihat dari besarnya RC ratio. Untuk pembahasan mengenai RC ratio bisa dilihat pada pembahasan pendapatan subbab 4.6. Namun, karena keterbatasan permodolan akhirnya usaha tersebut berproduksi jika ada pesanan dari pihak konsumen. Jika ada pesanan kerajinan dari pihak konsumen, maka hasil dari penjualan tersebut terutama digunakan untuk permodalan usahanya seperti untuk pembelian bahan dan pembayaran upah pekerja bukan digunakan untuk peningkatan wilayah produksinya.
148
4.4.2.8 Struktur Pasar Struktur pasar adalah karakteristik organisasi pasar yang mempengaruhi sifat kompetisi dan harga di dalam pasar (BAIN,1952). Berdasarkan hasil penelitin di lapangan, perubahan dan perkembangan struktur pasar semenjak adanya program LED CSR CGI pada agroindustri akar wangi bisa dilihat pada penjelasan di bawah ini: a. Budidaya Akar Wangi Di Desa Cisarua Agroindustri budidaya akar wangi mempunyai pangsa pasar yang bagus untuk usaha minyak akar wangi. Kecamatan Samarang merupakan daerah sentra produksi minyak akar wangi yang pelaku usahanya tersebar di seluruh Kecamatan Samarang khususnya di Desa Sukakarya. Pada pelaku usaha agroindustri budidaya akar Desa Cisarua yaitu Pak lurah, hasil akar wanginya jika dipasarkan sudah mempunyai pangsa pasar sendiri. Pasarnya tersebut dari para pelaku usaha minyak akar wangi yang terletak di Desa Sukakarya tersebut. Jadi, dalam hal pemasaran, pelaku usaha tidak perlu mencari pembeli melainkan pembeli berdatangan sendiri jika waktu panen tiba. Dengan
demikian,
perubahan
dan
perkembangan
struktur
pasar
agroindustri budidaya akar wangi semenjak adanya program LED CSR CGI tahun 2010 hingga tahun 2011 tidak memberikan perubahan dan perkembangan. Hal tersebut bisa dilihat dari pembeli atau Bandar yang berasal dari Desa Sukakarya. Program LED CSR CGI yang telag diterima lebih memberikan perubahan pada aspek kuantitas produksi, luas lahan garapan bukan kepada pangsa pasarnya.
149
b. Tenun Akar Wangi Di Desa Sukakarya Pada
awal
perkembangan
usahanya,
pelaku
usaha
mengalami
permasalahan dalam hal pemasaran hasil tenun akar wangi. Kemudian setelah adanya program LED CSR CGI tahun 2010, pemasarannya mengalami perubahan dan perkembangan. Hal tersebut bisa dilihat dari hasil tenun akar wangi yang sudah mempunyai pangsa pasar yang tetap yaitu memasok ke tempat oleh-oleh kerajinan akar wangi di Kota Garut yang bernama Zocha. Hasil produksi yang dihasilkan setiap bulannya dikirim ke tempat kerajinan tersebut dengan harga produk yang relatif tetap yaitu Rp 20.000 per meter dan ongkos kirim dibagi rata antara pelaku usaha dan pihak Zocha. Pada dasarnya, pangsa pasar tenun akar wangi mempunyai prospek yang cukup bagus jika dipasarkan lebih luas lagi. Karena tenun akar wangi merupakan bahan baku utama dari kerajinan akar wangi yang mempunyai nilai jual yang tinggi. Namun, karena terhalang oleh keterbatasan modal yang dimilki akhirnya pelaku usaha hanya bisa memasok ke tempat kerajinan tersebut. Dalam menerima pasokan kain tenun dari pelaku usaha agroindustri tenun akar wangi (Pak Iyok) tidak ada standar yang diterapkan oleh pihak Zocha. Menurutnya, pelaku usaha tersebut (Pak Iyok) bisa memasok saja itu sudah lebih dari cukup. Hal tersebut diikarenakan pihak Zocha memang membutuhkan tenunan-tenunan akar wangi untuk dijadikan kerajinan akar wangi, sehingga bisnis usahanya tetap berkembang.
150
c. Kerajinan Akar Wangi Di Desa Sukalaksana Seperti yang disebutkan pada pembahasan sebelumnya bahwa agroindustri kerajinan akar wangi muncul setelah adanya program LED CSR CGI tahun 2010. Pada dasarnya bisnis usaha kerajinan akar wangi mempunyai prospek yang cukup bagus jikadilihat dari hail pendapatan dan RC ratio, untuk pembahasannya bisa dilihat pada subbab 4.5. Perubahan dan perkembangan struktur pasar agroindustri kerajinan akar wangi semenjak adanya program LED CSR CGI tidak memberikan perubahan dan perkembangan. Dampak dari adanya program tersebut bisa lebih terlihat pada aspek keanekaragaman atau inovasi produk yang dihasilkan. Tidak adanya perubahan dan perkembangan struktur pasar tersebut dikarenakan keterbatasan permodalan, dan permintaan pasar yang rendah. Pada awal perkembangan usahanya, modal usahanya sebesar RP 2.000.000 yang berasal dari program tersebut, dan untuk perkembangan permodalan di tahunberikutnya diperoleh dari hasil penjualan. Seperti yang telah dibahas pada pembahasan sebelumnya, hasil dari penjualan tersebut digunakan untuk pembelian bahan baku dan pembayaran pekerja, namun hal tersebut juga dilakukan jika ada pesanan dari pihak konsumen. Jika dikaji lebih dalam, pangsa pasar dari usaha tersebut diantaranya tempat oleh-oleh di Garut, Hotel Sampireun, Mulih Ka Desa, dan wilayah Kabupaten Garut dan luar kota seperti Kota Semarang. Kemudian, struktur pasar kerajinan akar wangi mempunyai daya tarik tersendiri bagi warga luar daerah jika berkunjung ke Desa Sukalaksanan. Karena di desa tersebut terdapat objek wisata yang bernama Kampung Sampireun. Dengan adanya Kampung Sampireun
151
tersebut dapat menarik wisatawan untuk berbelanja produk kerajinan akar wangi. Jadi, secara tidak langsung pelaku usaha tidak usah melakukan kegiatan pemasaran ke luar daerah, melainkan bisa menarik konsumen untuk berbelanja. Dalam hal pemasaran juga pihak CGI menyediakan show room akar wangi yang terketak di Desa Sukakarya yang bisa berfungsi sebagai pemasaran produk tersebut. Namun keberadaan show room tersebut kurang memberkan manfaat karena letak show room akar wangi yang kurang strategis. Harusnya show room tersebut dibangun di sekitar wilayah yang banyak dilalui oleh warga sekitar dan masyarakat Kota Garut sehingga mereka mengetahui akan keberadaan produkproduk kerajinan tersebut. Struktur pasar produk kerajinan akar wangi memang terbilang cukup bagus yaitu banyak sekali berbagai produk yang dihasilkan dengan harga yang relatif terjangkau sehingga bisa menarik konsumen, namun sepertiyang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya bahwa usaha tersebut mengalami kesulitan dalam hal permodalan, sehingga menyebabkan berproduksi jika ada pesanan dari pihak konsumen.
4.5
Analisis Pendapatan Pelaku Usaha Binaan Chevron Geothermal Indonesia, Ltd. Priode 2010 Hingga 2012 Tren perkembangan pelaku usaha agroindustri akar wangi dari tahun ke
tahun tidak dapat diketahui secara konkret. Hal ini diakibatkan karena tidak adanya keterbukaan atas pembukuan oleh setiap pelaku usaha binaan sehingga menyulitkan penjelasan tren atau perkembangan pendapatannya. Namun, jika mengacu pada perkembangan pada perkembangan modal (khususnya di
152
agroindustri budidaya akar wangi) dan volume produksi, ada perubahan dan perkembangan yang pesat pada pelaku usaha binaan agroindustri. Pendapatan usaha merupakan hasil usaha bersih yang didapatkan oleh para pelaku usaha. Nilai dari pendapatan didapatkan dengan cara mengurangkan total penerimaan dari total biaya dalam satu tahun masa produksi. Analisis pendapatan pada subbab ini juga dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan jenis usahanya. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada penjelasan berikut ini. 4.5.1 Budidaya Akar Wangi Di Desa Cisarua Perkembangan pendapatan dan RC Ratio pada agroindustri budidaya akar wangi pelaku usaha binaan CSR CGI, Ltd. mengalami perubahan dan perkembangan. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada Tabel 30 di bawah ini. Tabel 30. Perkembangan Luas Lahan, Waktu Produksi, Biaya Produksi, Hasil Produksi, Harga, Penerimaan, Pendapatan, Dan R/C Pada Agroindustri Budidaya Akar Wangi. Tahun Luas Lahan (Ha) Waktu Produksi (Th) Biaya Produksi (Rp) Hasil Produksi (Kg) Harga/Kg (Rp) Penerimaan (Rp) Pendapatan (Rp) R/C
2010
2011
1 1 10.885.000 14.000 2.000 22.400.000 11.515.000 2,05
3,5 1 38.097.500 49.000 2.000 78.400.000 40.302.500 7,175
2012 6 1 65.310.000 84.000 2.000 134.400.000 69.090.000 12,3
Sumber: Pelaku Usaha Agroindustri Budidaya Akar Wangi Di Desa Cisarua Tahun 2012, Diolah.
Dari tabel diatas mengenai perubahan dan perkembangan pendapatan dan RC ratio pelaku usaha agroindustri budidaya akar wangi semenjak adanya program LED CSR CGI tahun 2010 hingga tahun 2012 terjadi perubahan dan perkembangan. Hal ini dikarenakan adanya program LED CSR CGI yang berjalan
153
hingga 3 tahun dan permintaan pasar yang tinggi. Kegiatan pemberian modal dan pendampingan usaha program LED CSR CGI yang diterima pelaku usaha dari tahun 2010 hingga tahun 2012 memberikan perubahan dan perkembangan usahanya. Suntikan modal yang diterima oleh pelaku usaha memberikan dampak kepada luas lahan garapannya. Dari luas lahan tersebut menghasilkan produk akar wangi yang memberikan nilai penjualan yang besar setiap tahunnya. Hasil penjualan yang besar disebabkan karena permintaan pasar akan akar wangi tinggi yang digunakan sebagai bahan dasar dalam membuat minyak akar wangi. Minyak akar wangi tersebut mempunyai nilai jual yang tinggi di pasaran. Pada tahun 2010, pendapatannya sebesar Rp 11.515.000,00 dengan nilai RC ratio sebesar 2,05, kemudian pada tahun 2011 hasil pendapatannya yaitu sebesar 40.302.500 dan RC ratio 7,175 serta tahun 2012 hasil pendapatannya sebesar 69.090.000,00 dan nilai RC ratio 12,3. Jika hasil pendapatan tersebut dikomparasikan per 1 hektar setiap tahunnya, maka biaya yang dikeluarkan besarnya sama yaitu Rp 10.885.000,00, penerimaannya sebesar Rp 22.400.000,00, pendapatannya sebesar Rp 11.515.000,00 dan RC ratio sebesar 2,05. Nilai RC ratio yang dihitung selama jangka waktu 1 tahun adalah menunjukkan angka lebih dari 1, maka usaha agroindustri akar wangi memberikan keuntungan sehingga baik untuk dikembangkan di tahun berikutnya. Sehingga untuk pihak pelaksana dan pemilik program LED CSR CGI tindakan yang telah dilakukan dalam memberikan program tersebut kepada pelaku usaha agroindustri budidaya akar wangi adalah tepat. Karena keberhasilan suatu
154
pelaku usaha binaan maka akan memberikan dampak terhadap keberlangsungan operasi bisnis perusahaan tersebut. 4.5.2 Tenun Akar Wangi Di Desa Sukakarya Perubahan dan perkembangan pendapatan dan RC ratio usaha agroindustri tenun akar wangi semenjak adanya program LED CSR CGI tahun 2010 bisa dilihat pada Tabel 31. Pada analisis subbab ini, nilai pendapatan dan R/C ratio dihitung dalam satu bulan dan diasumsikan untuk produksi satu tahun. Untuk lebih jelasnya, bisa dilihat padatabel di bawah ini. Tabel 31. Waktu Produksi, Biaya Produksi, Hasil Produksi, Harga, Penerimaan, Pendapatan, Dan R/C Pada Agroindustri Tenun Akar Wangi Di Desa Sukakarya. Produksi Tenun Akar Wangi 1 Bulan Waktu produksi (bulan) 1 Biaya Produksi (Rp) 5.120.000 Hasil Produksi (m) 480 Harga (Rp/m) 20.000 Penerimaan (Rp) 9.600.000 Pendapatan (Rp) 4.480.000 R/C 1,875 Diasumsikan Produksi Tenun Akar Wangi 1 Tahun Waktu produksi (bulan) 12 Biaya Produksi (Rp) 61.440.000 Hasil Produksi (m) 5.760 Harga (Rp/m) 20.000 Penerimaan (Rp) 115.200.000 Pendapatan (Rp) 53.760.000 R/C 1,875 Sumber: Pelaku Usaha Binaan Agroindustri Tenun Akar Wangi Di Desa Sukakarya Tahun 2012, Diolah.
Dari tabel di atas mengenai perubahan dan perkembangan pendapatan dan RC ratio pada agroindustri tenun akar wangi semenjak adanya program LED CSR CGI adalah tidak terjadi perubahan dan
perkembangan atau perubahan dan
155
perkembangannya tetap. Hal tersebut dikarenakan jangka waktu sebagai penerima program LED CSR CGI hanya satu tahun, permintaan pasar yang tetap, keterbatasan modal. Pelaku usaha menerima pemberian modal program LED CSR CGI berupa mesin ATBM, bahan percobaan usaha (gunting) dan menerima kegiatan pelatihan dan pembinaan berupa pelatihan kerapihan dalam menenun, pendampingan usaha, serta pemasaran. Penerimaan kegiatan-kegiatan dari program tersebut lebih memberikan perubahan terhadap kualitas produk tenun akar wangi dan kuantitas produk, tetapi tidak memberikan perubahan dan perkembangan terhadap pendapatan. Hal tersebut juga dikarenakan bahwa seperti yang dibahas pada pembahasannya sebelumnya usaha tersebut mempunyai pangsa pasar yang tetap yaitu hanya memasok hasil produksi ke tempat kerajinan di Garut yang bernama Zocha, sehingga keuntungan dari hasil penjualannya pun tetap. Berdasarkan tabel tersebut, pendapatan yang diperoleh dari produksi kain tenun selama 1 bulan yaitu Rp 4.480.000,00 dan nilai RC ratio sebesar 1,875 dan jika diasumsikan berproduksi selama satu tahun maka besarnya pendapatan dan dan nilai RC ratio adalah Rp 53.760.000,00, dan 1,875. Dari hasil nilai RC ratio tersebut menunjukkan angka lebih dari satu yang artinya bahwa usaha tersebut memberikan keuntungan dan baik untuk dikembangkan di tahun berikutnya. Sehingga untuk pihak pelaksana dan pemilik program LED CSR CGI disarankan untuk lebih memperhatikan usaha tersebut untuk menerima program LED di tahun berikutnya. Karena keberhasilan suatu pelaku usaha binaan maka akan memberikan dampak terhadap keberlangsungan operasi bisnis perusahaan tersebut.
156
4.5.3 Kerajinan Akar Wangi Di Desa Sukalaksana Seperti yang telah disebutkan pada pembahasan sebelumnya bahwa usaha agroindustri kerajinan akar wangi merupakan usaha yang mempunyai prospek usaha yang bagus. Namun, perkembangan dan perubahan usaha agroindustri kerajinan akar wangi binaan CSR Chevron Geothermal Indonesia, Ltd. belum terlihat perkembangannya, malah terjadi penurunan dalam perkembangan usahanya. Perubahan dan perkembangan pendapatan usaha agroindustri kerajinan akar wangi bisa dilihat pada penjelasan tabel berikut ini. Dalam analisis subbab ini, tingkat pendapatan diasumsikan jika pelaku usaha tersebut menerima pesanan 100 pcs kerajinan lukisan akar wangi. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada Tabel 32 di bawah ini. Tabel 32. Waktu Produksi,Biaya Produksi, Hasil Produksi, Harga, Penerimaan, Pendapatan, Dan R/C Pada Agroindustri Kerajinan Akar Wangi Di Desa Sukalaksana. Produksi 100 Pcs Lukisan Akar Wangi Waktu produksi (bulan) Biaya Produksi (Rp) Hasil Produksi (pcs) Harga/pcs (Rp) Penerimaan (Rp) Pendapatan (Rp) R/C
1 4.000.000 100 120.000 12.000.0000 8.000.000 3 Diasumsikan Produksi Selama 1 Tahun
Waktu produksi (bulan) Biaya Produksi (Rp) Hasil Produksi (pcs) Harga/pcs (Rp) Penerimaan (Rp) Pendapatan (Rp) R/C
12 48.000.000 1200 120.000 144.000.000 96.000.000 3
Sumber: Pelaku Usaha Binaan Agroindustri Tenun Akar Wangi Di Desa Sukakarya Tahun 2012, Diolah.
157
Dari penjelasan tabel di atas mengenai perubahan dan perkembangan pendapatan dan RC ratio agroindustri kerajinan akar wangi semenjak danya program LED CSR CGI tahun 2010 tidak terjadi perubahan dan perkembangan, bahkan menurut pelaku usaha terjadi penurunan. Hal tersebut disebabkan oleh program LED CSR CGI yang diterima hanya satu tahun, modal yang terbatas, dan permintaan pasar yang rendah. Program LED CSR CGI yang diterima oleh pelaku usaha seperti yang dibahas pada pembahasan sebelumnya berupa pemberian modal yang diperoleh dari pinjaman Koperasi Bina Laksana sebesar Rp 2.000.000,00 dan bahan percobaan usaha; pelatihan dan pembinaan usaha seperti pelatihan inovasi produk; kegiatan pendampingan; dan pemasaran usaha. Penerimaan kegiatan tersebut lebih memberikan dampak terhadap perubahan dalam kualitas dan diversifikasi produk. Pangsa pasar usaha kerajinan akar wangi sebenarnya bagus seperti kerajinan akar wangi mempunyai nilai jual yang tinggi, namun dikarenakan keterbatasan modal maka usaha ini berproduksi jika ada pesanan dari pihak konsumen, sehingga menyebabkan permintaan pasarnya rendah. Besarnya pendapatan dan nilai RC ratio pada usaha agroindustri akar wangi binaan program LED CSR CGI dalam memproduksi 100 pcs lukisan akar wangi dengan waktu produksi selama satu bulan dan biaya produksi sebesar 4.000.000 serta pendapatannya yang diperoleh sebesar Rp 8.000,00 serta nilai RC ratio sebesar 3. Jika disumsikan berproduksi selama satu tahun maka besar biaya produksi adalah 48.000.000,00 dengan pendapatan yang diperoleh Rp 96.000.000,00 dan nilai RC ratio 3. Nilai RC ratio menunjukkan angka 3 hal ini
158
berarti usaha tersbeut memberikan keuntungan dan baik untuk dikembangankan di tahun berikutnya. Sehingga untuk pihak pelaksana dan pemilik program LED CSR CGI disarankan untuk lebih memperhatikan usaha tersebut untuk menerima program LED di tahun berikutnya. Karena keberhasilan suatu pelaku usaha binaan maka akan memberikan dampak terhadap keberlangsungan operasi bisnis perusahaan tersebut.
4.6
Dampak Pelaksanaan CSR Chevron Geothermal Indonesia, Ltd. Terhadap Perkembangan Agroindustri Akar Wangi Di Kecamatan Samarang. Keberhasilan penerapan program CSR Chevron Geothermal Indonesia,
Ltd. pada program Local Economic Development (LED) telah dibuktikan pada tahun 2010 melalui penghargaan emas yang merupakan kualifikasi tertinggi dari program pemberdayaan masyarakat. Kemudian pada awal tahun 2012, salah satu program dari pengembangan ekonomi lokal CSR Chevron Geothermal Indonesia, Ltd. mendapatkan penghargaan sebagai Garut UKM Award 2012. Keberhasilan ini tidak terlepas dari peran aktif Chevron Geothermal Indonesia, Ltd. dan LSM PUPUK Bandung serta masyarakat di sekitar lokasi operasi perusahaan. Kegiatan CSR CGI program Local Economic Development (LED) dimulai pada tahun 2008 setelah pihak CSR CGI bekerjasama dengan LSM PUPUK, yang waktu itu diprakarsai oleh beberapa desa di Kecamatan Samarang. Kemudian pada perkembangan tahun berikutnya muncul beberapa desa lagi sebagai sasaran program pengembangan ekonomi lokal salah satunya agroindustri akar wangi
159
yang terletak di tiga desa di Kecamatan Samarang diantaranya Desa Sukakarya, Desa Sukalaksana, dan Desa Cisarua. Dengan melihat keberhasilan beberapa program pengembangan ekonomi lokal tersebut, maka dilakukan penelitian mengenai dampak pelaksanaan CSR Chevron Geothermal Indonesia, Ltd. pada program Local Economic Development (LED) terhadap perkembangan agroindustri akar wangi. Analisis dampak perkembangan agroindustri dilakukan dengan memperhatikan perubahanperubahan yang terjadi pada pelaku usaha binaan semenjak mendapatkan program CSR CGI sampai usaha tersebut berkembang yaitu dari tahun 2010 sampai tahun 2012. Secara keseluruhan dampak pelaksanaan CSR Chevron Geothermal Indonesia, Ltd. terhadap perkembangan agroindustri akar wangi di Kecamatan Samarang bisa dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 33. Perubahan Dan Perkembangan Agroindustri Akar Wangi No 1
2
3
Aspek Agroindustrialisa si Jangka Waktu Menerima Program LED CSR CGI Program Yang Diterima
Kepemilikan Permodalan : - Pribadi - CSR SGI
Budidaya Akar Wangi
Tenun Akar Wangi
Kerajinan Akar Wangi
3 Th (2010,2011,2012)
1 Th (2010)
1 Th (2010)
Pemberian Modal, Pendampingan Usaha
Pemberian Modal.Pelatihan dan Pembinaan, Pendampingan Usaha,Pemasaran
Terjadi Perubahan (+) 20% (-) 20%
Terjadi Penurunan (Mesin ATBM)
Pemberian Modal. Pelatihan dan Pembinaan, Pendampingan Usaha,Pemasar an Terjadi Penurunan (Tahun 2011): (+) 30% 0%
160
Tabel. Perubahan Dan Perkembangan Agroindustri Akar Wangi (Lanjutan) Aspek Agroindustrialisasi
Budidaya Akar Wangi
4
Pengadaan Bahan Baku
Tetap (Luar Kecamatan, Dikirim,Cash)
Luar Kecamatan (Dikirim,Cash)
5
Perubahan Teknologi
Tetap (Luar Kecamatan,Dikiri m, Dibeli Langsung/Cash) Tetap: Cangkul
Tetap :Gunting, Mesin ATBM
Tetap: Gunting, Mesin Jahit,Koas
6
Hasil Produksi
Tetap
7
Tenaga Kerja
Terjadi Penurunan -1% Tetap
8
Kelembagaan
Terjadi Peningkatan (+) 24% Terjadi Peningkatan: (+) 24% Tetap: Kowades
9
Diversifikasi Produk
Tetap: Tanaman Akar Wangi
Tetap: Kain Tenun Akar Wangi
10
Pewilayahan
11
Struktur Pasar
Luas Lahan Meningkat : (+) 30% Tetap : Bandar Di Kecamatan Samarang
Tetap: Produksi Di Bangunan Bekas Madrasah Tetap : Luar Kecamatan (Kerajinan Zocha)
12
R/C Ratio
No
2.05/Th (1 Ha)
Tenun Akar Wangi
Terjadi Penurunan: (-) 40% Tetap:Kowades
1,875/Bln
Kerajinan Akar Wangi
Tetap: Kowades,Asgar Peningkatan : Berbagai Bentuk Kerajinan Akar Wangi Tetap : Produksi Masih Di Rumah Kecamatan Samarang, Tempat OlehOleh Di Sekitar Kota Garug, Kota Semarang. 3/Bln
Sumber : pelaku usaha agroindustri akar wangi, diolah. Keterangan: (+) : peningkatan; (-) : penurunan Penjelasan dari tabel di atas mengenai perubahan dan perkembangan agroindustri akar wangi semenjak adanya program LED CSR CGI yaitu: 1. Dalam hal permodalan pada agroindustri tenun akar wangi dan kerajinan tidak terjadi perubahan dan perkembangan permodalan. Dikarenakan kedua agroindustri tersebut menerima program LED CSR CGI hanya satu tahun yaitu tahun 20100, dan permintaan pasar tetap dan rendah. Sedangkan agroindustri permodalannya meningkat karena menerima program LED CSR CGI hingga 3 tahun (2010-2012) dan permintaan pasar tinggi.
161
2. Perubahan dan perkembangan pengadaan bahan baku tidak terjadi perubahan dan perkembangan atau perubahan dan perkembangannya tetap untuk semua aspek agroindustri akar wangi. 3. Perubahan dan perkembangan penggunaan teknologi untuk semua aspek agroindustri akar wangi masih menggunakan peralatan teknologi yang sama/tetap. 4. Hasil produksi pada agroindustri budidaya akar wangi terjadi peningkatan jumlah produksi dikarenakan permintaan pasar yang tinggi. Pada agroindustri tenun akar wangi tidak terjadi perubahan dan perkembangan atau perubahan dan perkembangannya tetap dikarenakan sudah mempunyai pangsa pasar yang tetap (Zocha), modal yang dimiliki terbatas. Pada agroindustri kerajinan akar wangi perubahan dan perkembangan hasil produksi menurun dikarenakan modal terbatas, permintaan pasar yang rendah sehingga menyebabkan kegiatan produksi dilakukan ketika ada pesanan dari pihak konsumen 5. Tenag kerja pada agroindustri budidaya terjadi peningkatan tenaga kerja dikarenakan merupakan usaha yang padat karya, luas lahan meningkat sehingga membutuhkan tenaga kerja banyak; pada agroindustri tenun akar wangi terjadi penurunan tenaga kerja dikarenakan upah minim, pekerja kurang fokus dalam menenun (bosen, tidak sabar); pada agroindustri kerajinan akar wangi terjadi penurunan tenaga kerja disebabkan oleh keterbatasan permodalan, permintaan pasar yang rendah, dan upah kerja minim. 6. Kelembagaan perubahan dan perkembangan kelembagan masih tetap pada semua aspek agroindustri akar wangi. Agroindustri budidaya dan tenun akar
162
wangi kelembagaannya masih berupa kowades; kelembagaan agroindustri kerajinan akar wangi masih berupa asgar dan kowades. 7. Diversifikasi produk tidak terjadi perubahan dan perkembagan diversifikasi produk pada agroindustri budidaya dan tenun akar wangi, terjadi perubahan keanekaragaman diversifikasi produk pada kerajinan akar wangi yang disebabkan dari adanya kegiatan pelatihan inovasi produk dari program LED CSR CGI. 8. Pewilayahan perubahan dan perkembangan pewilayahan pada agroindustri budidaya akar wangi meningkat dikarenakan modal yang dimiliki meningkat, permintaan pasar yang tinggi; pada agroindustri tenun akar wangi tidak terjadi perubahan dikarenakan modal terbatas, tempat produksi masih berupa bangunan madrasah; agroindustri kerajinan akar wangi tidak terjadi perubahan dikarenakan permodalan terbatas, tempat produksi masih menggunakan ruangan yang kosong di rumahnya,. 9. Struktur pasar belum terjadi perubahan dan perkembangan atau perkembangannya masih tetap pada agroindustri budidaya akar wangi seperti aspek struktur pasar tetap, pembelinya Bandar yang ada di desa sukakarya; perubahan dan perkembangan pada agroindustri tenun akar wangi struktur pasar tetap yaitu tempat kerajinan Zocha yang berada di Kota Garut; agroindustri kerajinan akar wangi perubahan dan perkembangannya menurun, dikarenakan modal terbatas, permintaan rendah, akan tetapi usaha tersebut mempunyai pangsa pasar yang bagus seperti Hotel Sampireun, Mulih Ka Desa, tempat oleh-oleh di Kabupaten Garut, kota semarang.
163
10. RC ratio RC ratio budidaya akar wangi = 2,05/th; RC ratio tenun akar wangi= 1,875/bln; RC ratio kerajinan akar wangi = 3/bln. RC ratio lebih dari 1 berarti
usaha
tersebut
memberi
keuntungan
sehingga
baik
untuk
dikembangkan di tahun berikutnya. Berdasarkan analisis tersebut, secara keseluruhan agroindustri akar wangi belum terjadi perubahan dan perkembangan. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa hal diantaranya: a. Permintaan pasar yang tetap pada agroindustri tenun akar wangi yaitu hanya memasok ke tempat kerajinan Zocha, dan permintaan pasar yang turun pada agroindustri kerajinan akar wangi sehingga kegiatan produksi dilakukan jika ada pesanan dari pihak konsumen. b. Terjadinya penurunan tenaga kerja pada agroindustri tenun akar wangi yang disebabkan oleh upah yang minim, para pekerja kurang fokus dalam menenun akar wangi (cepat merasakan kebosanan, tidak sabar). c. Pada awal program tenun akar wangi tahun 2009 yang diberikan untuk masyarakat Desa Sukakarya melalui Koperasi Karya Mandiri tidak berjalan dengan baik seperti peserta kurang fokus mengikuti program (peserta tidak sabar
dalam
menenun),
dan
menurut
LSM
PUPUK telah terjadi
penyalahgunaan dana program yang telah dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam program tersebut. Sehingga pada tahun 2011 hingga tahun 2012 program diberhentikan dan dialihkan ke sektor usaha lain yaitu untuk perbaikan sarana infrastruktur desa.
164
d. Pelaksanaan kegiatan pendampingan menurut pelaku usaha dirasakan kurang maksimal. Hal tersebut bisa dilihat dari jumlah sumber daya manusia LSM PUPUK sangat terbatas. Pada tahun 2010, sumberdayanya hanya berjumlah delapan orang yang harus mengkordinir setiap pelaku usaha binaan yang ada di setiap desa yang terletak di Kecamatan Pasirwangi dan Kecamatan Samarang. Tetapi semenjak awal tahun 2012 jumlah sumber daya manusia LSM PUPUK bertambah menjadi sebelas orang. e. Pelaku usaha agroindustri kerajinan akar wangi tidak mempunyai komitmen dalam hal pengembalian modal pinjaman dari bumdes yang dananya berasal dari program LED CSR CGI. Sehingga pada tahun 2011 Pak Iyok tidak menerima program LED CSR CGI lagi dan programnya dialihkan ke sektor usaha lain yaitu program wisata Desa Sukalaksana. f. menurut pelaku usaha mengtakan bahwa program yang dijalankan kurang fokus, artinya waktu yang dibutuhkan kurang dalam perkembangan usahanya. Dikarenakan jangka waktu program yang singkat. g. Usaha-usaha agroindustri akar wangi merupakan usaha yang baru dirintis pada saat ada program CSR CGI yaitu pada tahun 2010 sehingga perkembangannya belum terlihat. h. Pihak pemilik program, pelaksana, dan penerima program kurang serius dalam pelaksanaan program. Misalnya seperti pemberian dana yang dirasa kurang untuk perkembangan usahanya, kurangnya kegiatan pendampingan dari pihak program dan pelaksana sehingga usaha yang dijalankan kurang diketahui
165
perkembangannya, kemudian pihak penerima kurang adanya kesadaran dan inisiatif terhadap pelaksanaan program. i.
Selanjutnya, showroom galeri akar wangi yang disediakan oleh pihak pengelola tempatnya kurang stategis. Harusnya show room tersebut dibangun di sekitar jalan protokol atau jalan yang ramai dilalui oleh masyarakat dan pihak luar sehingga orang-orang bisa mengetahui tentang keadaan produkproduk dari akar wangi, dan pada akhirnya tertarik untuk melihat dan membelinya.