dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut:
Lanjutan
Parameter
TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh
Pengukuran absorbans dan konsentrasi Zn dalam air limbah (SNI 06-6989.7-2004) Contoh diambil sebanyak 25 mL, dikocok sampai homogen, ditambahkan 5 mL larutan HNO3 65%, kemudian dipanaskan sampai volume tertentu. Selanjutnya, air bebas ion sebanyak 10 mL ditambahkan ke dalam gelas piala tersebut, diaduk, disaring, dan dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL. Volume ditepatkan sampai tanda tera dengan air bebas ion. Absorbans dan konsentrasi Zn diukur pada panjang gelombang 213.9 nm dengan AAS. Analisis FTIR Endapan yang diperoleh pada konsentrasi koagulan dan pH koagulasi optimum, dikeringkan dalam oven sampai bobot konstan lalu ditimbang. Endapan kering lalu dicampur dengan KBr dan digerus dengan mortar agate, lalu dibuat pelet KBr dengan bantuan vakum. Pelet yang terbentuk dianalisis dengan FTIR.
HASIL DAN PEMBAHASAN Limbah Pencucian Pelat Cetak Limbah cair pencucian pelat cetak memiliki warna biru kehijauan dan berbau. Data mengenai limbah cair sebelum mendapatkan perlakuan beserta baku mutu air limbah yang aman untuk dibuang ke lingkungan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Limbah cair pencucian pelat cetak
Parameter
pH COD BOD5 TSS Tembaga (Cu)
Nilai parameter limbah cair sebelum perlakuan 13.31 7526.4 mg/L 417.01 mg/L 252 mg/L 0.125 mg/L
Baku mutu [(IFC (2007)] 6-9 150 mg/L 30 mg/L 50 mg/L 0.5 mg/L
Seng (Zn) Besi (Fe) Timbal (Pb) Kadmium (Cd) Kromium (Cr) Perak (Ag)
Nilai parameter limbah cair sebelum perlakuan 0.85 mg/L 0.625 mg/L 0.19 mg/L 0.01 mg/L 0.155 mg/L 0.04 mg/L
Baku mutu [(IFC (2007)] 0.5 mg/L 3 mg/L 1 mg/L 0.1 mg/L 0.5 mg/L 0.5 mg/L
Tabel 1 menunjukkan bahwa dari sebelas parameter analisis yang diuji, ada lima parameter yang memiliki nilai yang masih berada di atas baku mutu air limbah yang aman untuk dibuang ke lingkungan menurut IFC 2007. Kelima parameter tersebut adalah pH, COD, BOD5, TSS, dan logam Zn. Hal ini cukup membuktikan bahwa limbah cair pencucian pelat cetak cukup berbahaya. Dari kelima parameter tersebut, parameter COD yang memiliki nilai yang sangat tinggi dan sangat jauh di atas baku mutu. Oleh karena itu, parameter uji COD inilah yang dijadikan sebagai parameter utama dalam penentuan konsentrasi koagulan dan pH koagulasi optimum. Nilai COD yang tinggi menunjukkan bahwa limbah cair pencucian pelat cetak mengandung banyak senyawa organik dan anorganik. Konsentrasi Koagulan dan pH Koagulasi Optimum Limbah cair pencucian pelat cetak dapat diendapkan dengan penambahan koagulan tawas dan FeCl3 (Lampiran 7). Limbah ini disentrifugasi terlebih dahulu sebelum penambahan koagulan untuk memisahkan padatan limbah dari cairannya. Penambahan kedua koagulan ini dapat menurunkan pH limbah walaupun penurunannya tidak terlalu besar (Lampiran 8 dan 9). Setiap koagulan memiliki konsentrasi dan pH koagulasi optimum yang berbeda-beda. Pada penelitian ini, parameter yang digunakan dalam penentuan konsentrasi koagulan dan pH koagulasi optimum adalah COD dan bobot endapan yang terbentuk. Tawas Tawas adalah garam aluminium yang dapat membantu proses pengendapan partikel dalam limbah. Gambar 3 menunjukkan
5000 4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0
optimum 20
50
80
110
140
Konsentrasi tawas (mg/L)
Gambar 3 Hubungan antara konsentrasi tawas (mg/L) dan nilai COD (mg/L), dengan pH 5, pH 6, pH 7 x pH 8, pH 9 Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa konsentrasi optimum tawas sebesar 110 mg/L. Pada kondisi tersebut COD yang diperoleh minimum yaitu sebesar 768 mg/L. Data lengkap nilai COD pada setiap keragaman konsentrasi tawas dan pH koagulasi dapat dilihat di Lampiran 10. Oleh karena yang memiliki kemampuan untuk menjerap senyawa organik maupun anorganik dengan penambahan koagulan tawas adalah Al(OH)3, maka tercapainya kondisi optimum pengendapan dapat dikaitkan dengan jumlah Al(OH)3 yang terbentuk. Tercapainya kondisi optimum koagulan tawas pada konsentrasi 110 mg/L dapat dijelaskan sebagai berikut: pada konsentrasi di bawah 110 mg/L, Al(OH)3 yang terbentuk belum maksimum, artinya Al(OH)3 masih dapat terbentuk dengan ditambahkannya kembali konsentrasi tawas sehingga COD masih dapat turun sampai pada konsentrasi 110 mg/L. Pada konsentrasi di atas 110 mg/L, COD kembali naik karena semakin banyak konsentrasi tawas yang dihasilkan maka semakin banyak pula H+ yang dihasilkan dalam reaksi hirolisisnya, dengan kata lain suasana semakin asam. Suasana yang semakin asam dapat kembali melarutkan Al(OH)3 yang telah terbentuk. Penurunan COD pada kondisi optimum dengan penambahan koagulan tawas cukup besar yaitu sebesar 89.79 % (Lampiran 9). Akan tetapi persen penurunan COD yang cukup besar ini memiliki nilai COD yang masih berada di atas baku mutu COD air limbah menurut IFC (2007) (Tabel 1).
Kondisi optimum pengendapan dengan koagulan tawas tercapai pada pH 8. Hal ini sesuai dengan kisaran pH optimum koagulan tawas yang berkisar antara pH 6 dan 8 (Lugosi & Gajari 2002). Berdasarkan hasil penelitian, urutan pH koagulasi dari mulai COD terendah sampai COD tertinggi adalah pH 8, 7, 6, 5, dan 9. Hal ini berarti koagulasi cenderung berlangsung dengan baik pada pH mendekati netral sampai dengan asam. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: pada pH optimum, reaksi tawas dalam air menghasilkan Al(OH)3 yang dapat menjerap partikel di sekitarnya dan memiliki kelarutan yang rendah sehingga dapat mengendap bersama-sama partikel. Pada pH di bawah pH optimum (pH asam), kelarutan Al(OH)3 akan meningkat membentuk muatan positif [Al(OH)2)]+, [Al(OH)]2+ dan pada pH di atas pH optimum (pH basa), kelarutan Al(OH)3 akan meningkat pula membentuk muatan negatif [Al(OH)4]-. Kelarutan Al(OH)3 yang meningkat menyebabkan berkurangnya jumlah Al(OH)3 yang menjerap partikel di sekitarnya. Reaksi penjerapan yang terjadi merupakan rekasi pertukaran ion (Manahan 1994). 0.65
optimum Bobot endapan (gram)
Nilai COD (mg/L)
hubungan antara konsentrasi tawas dan nilai COD pada setiap variasi pH koagulasi.
0.6 0.55 0.5 0.45 0.4 20
50
80
110
140
Konsentrasi tawas (mg/L)
Gambar 4 Hubungan antara konsentrasi tawas (mg/L) dan bobot endapan (gram), dengan pH 5, pH 6, pH 7 x pH 8, pH 9 Gambar 4 menunjukkan hubungan antara konsentrasi tawas dan bobot endapan yang terbentuk pada setiap variasi pH koagulasi. Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa konsentrasi optimum tawas sebesar 110 mg/L dan pH koagulasi optimum pada pH 8 dengan bobot endapan terbesar sebesar 0.6209 g. Data lengkap bobot endapan pada setiap variasi konsentrasi tawas dan pH koagulasi dapat dilihat di Lampiran 11. Data bobot endapan ternyata berbanding terbalik dengan data COD, artinya semakin rendah nilai COD, maka semakin banyak endapan yang
FeCl3 FeCl3 merupakan garam besi yang dapat membantu proses pengendapan partikel dalam limbah. Gambar 5 menunjukkan hubungan konsentrasi FeCl3 dan nilai COD pada setiap variasi pH koagulasi. 4500
Nilai COD (mg/L)
4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000
Optimum
500 0 20
50
80
110
140
Konsentrasi FeCl3 (mg/L)
Gambar 5 Hubungan antara konsentrasi FeCl3 (mg/L) dan nilai COD (mg/L), dengan pH 5, pH 6, pH 7 x pH 8, pH 9 Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa konsentrasi optimum FeCl3 sebesar 80 mg/L. Pada kondisi tersebut COD yang diperoleh minimum yaitu sebesar 520.80 mg/L. Data lengkap nilai COD pada setiap variasi konsentrasi FeCl3 dan pH koagulasi dapat dilihat di Lampiran 12. Konsentrasi optimum FeCl3 lebih kecil daripada konsentrasi optimum tawas. Hal ini dikarenakan luas permukaan Fe(OH)3 lebih besar daripada luas permukaan Al(OH)3. Luas permukaan Fe(OH)3 sebesar 200-400 m2/g sedangkan luas permukaan Al(OH)3 sebesar 160-230 m2/g (Mahvi et al. 2005). Semakin luas permukaan hidroksida logam koagulan, maka semakin besar kemampuannya dalam menjerap partikel yang ada di sekelilingnya, sehingga semakin kecil konsentrasi optimum koagulan tersebut. Persen penurunan COD dengan koagulan FeCl3 pada kondisi optimum cukup besar yaitu sebesar 93.91% (Lampiran 12), akan tetapi walaupun persen penurunan COD cukup besar, nilai COD yang masih berada di atas baku mutu COD air limbah menurut IFC (2007) (Tabel 1).
Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa koagulan FeCl3 lebih baik dan efisien daripada koagulan tawas karena untuk memperoleh COD minimum, konsentrasi FeCl3 yang dibutuhkan lebih kecil daripada tawas (konsentrasi optimum FeCl3 sebesar 80 mg/L sedangkan konsentrasi optimum tawas sebesar 110 mg/L) dan persen penurunan COD yang dihasilkan oleh FeCl3 pada kondisi optimum lebih besar daripada tawas (persen penurunan COD oleh FeCl3 sebesar 93.91% sedangkan oleh tawas sebesar 89.79%). Koagulasi optimum oleh FeCl3 dicapai pada pH 6. Hal ini sesuai dengan kisaran pH optimum koagulan FeCl3 yang berkisar antara pH 4 dan 7 (Lugosi & Gajari 2002). Urutan pH koagulasi dari COD terendah sampai COD tertinggi adalah pH 6, 5, 7, 8, dan 9. Hal ini berarti koagulasi cenderung berlangsung dengan baik pada pH mendekati netral sampai asam. Sama seperti tawas, hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: pada pH optimum, reaksi FeCl3 dalam air menghasilkan Fe(OH)3 yang dapat menjerap partikel di sekitarnya dan memiliki kelarutan yang rendah sehingga dapat mengendap bersama-sama partikel. Pada pH di bawah pH optimum (pH asam), kelarutan Fe(OH)3 akan meningkat membentuk muatan positif [Fe(OH)2)]+, [Fe(OH)]2+ dan pada pH di atas pH optimum (pH basa), kelarutan Fe(OH)3 akan meningkat pula membentuk muatan negatif [Fe(OH)4]-. Kelarutan Fe(OH)3 yang meningkat menyebabkan berkurangnya jumlah Fe(OH)3 yang menjerap partikel di sekitarnya. Reaksi penjerapan yang terjadi merupakan rekasi pertukaran ion (Manahan 1994). 0.75 Bobot endapan (gram)
terbentuk. Hal ini berarti endapan yang terbentuk mengandung senyawa organik maupun anorganik, sehingga kandungan senyawa organik dan anorganik dalam filtrat menurun.
0.7
Optimum 0.65 0.6 0.55 0.5 20
50
80
110
140
Konsentrasi FeCl3 (mg/L)
Gambar 6 Hubungan antara konsentrasi FeCl3 (mg/L) dan bobot endapan (gram), dengan pH 5, pH 6, pH 7 x pH 8, pH 9
Aktivasi Zeolit Zeolit yang digunakan adalah zeolit Lampung. Zeolit Lampung termasuk jenis klinoptilolit yang berwarna putih dan keras. Zeolit Lampung termasuk zeolit alam dengan kadar Si sedang dan nisbah Si/Al sebesar 5.24. Daya pertukaran ion dari zeolit maksimum bila perbandingan Si/Al mendekati 1. Nilai KTK zeolit Lampung sebesar 89.62 me/100 g dengan luas permukaan spesifik sebesar 37.7768 m2/g (Aningrum 2006). Ukuran zeolit yang digunakan sebesar 20-40 mesh karena kapasitas jerapannya cukup besar. Dan metode jerapan tumpak dipilih karena kapasitas jerapan metode tumpak lebih besar daripada kapasitas jerapan metode lapik tetap (Kusumawati 2006). Aktivasi zeolit dengan pemanasan bertujuan untuk mengeluarkan air yang terdapat dalam rongga zeolit. Apabila molekul air yang terdapat dalam rongga zeolit telah dikeluarkan, maka molekul-molekul yang memiliki jari-jari lebih kecil dari rongga zeolit dapat masuk ke dalam rongga zeolit (Sastiono 1993). Jerapan Zeolit Limbah cair pencucian pelat cetak memiliki kandungan logam Zn yang masih berada di atas baku mutu logam Zn dalam air limbah menurut IFC (2007) (Tabel 1). Untuk mengurangi atau mengendapkan logam Zn diperlukan suasana basa yaitu pada pH 9-10 (Armenante 1999). Oleh karena pH optimum koagulan tawas dan FeCl3 berada pada yang suasana kurang basa, maka diperlukan usaha pengolahan limbah kembali untuk mengurangi kandungan logam Zn dalam limbah. Salah satu cara untuk mengurangi kandungan logam Zn dalam limbah adalah dengan jerapan menggunakan zeolit.
Konsentrasi Zn (mg/L)
Hubungan antara konsentrasi FeCl3 dan bobot endapan yang terbentuk pada setiap variasi pH koagulasi juga menunjukkan bahwa konsentrasi optimum FeCl3 yang diperoleh sebesar 80 mg/L dengan pH koagulasi optimum pada pH 6 (Gambar 6). Data lengkap bobot endapan pada setiap variasi konsentrasi FeCl3 dan pH koagulasi dapat dilihat pada Lampiran 13. Sama seperti tawas, hubungan antara nilai COD dan bobot endapan yang terbentuk setelah penambahan FeCl3 adalah berbanding terbalik, artinya semakin rendah nilai COD, maka semakin banyak endapan yang terbentuk.
0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0
0.85 0.75
0.8
0.75 0.68
Limbah Limbah tanpa Limbah + Limbah tanpa +tawas tawas perlakuan perlakuan
Limbah + Limbah + FeCl3 FeCl3
Limbah Limbah + +tawas tawas + + zeolit zeolit
Limbah Limbah + + FeCl+3 FeCl3 +zeolit zeolit
Gambar 7 Konsentrasi Zn dalam limbah tanpa perlakuan dan dengan perlakuan penambahan koagulan dan zeolit Gambar 7 menunjukkan penambahan koagulan dapat menurunkan kadar logam Zn dalam limbah, walaupun penurunannya tidak terlalu besar. Persen penurunan kadar Zn dalam limbah cair dengan penambahan koagulan tawas lebih besar daripada dengan penambahan koagulan FeCl3. Persen penurunan kadar Zn dengan penambahan koagulan tawas dan FeCl3 berturut-turut sebesar 11.76% dan 5.88%. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor pH. Filtrat hasil pengendapan optimum dengan tawas memiliki pH yang lebih basa daripada filtrat hasil pengendapan optimum dengan FeCl3. Semakin basa pH filtrat maka semakin besar pula kemungkinan Zn2+ yang akan terendapkan (Armenante 1999). Mekanisme jerapan yang terjadi merupakan pembentukan kompleks antara permukaan Al(OH)3 dan Fe(OH)3 dengan ion logam (Manahan 1994). Gambar 7 juga menunjukkan bahwa konsentrasi Zn dapat diturunkan dengan penambahan zeolit. Akan tetapi penurunannya masih berada di atas baku mutu logam Zn dalam air limbah yang aman menurut IFC (2007) (Tabel 1). Salah satu mekanisme jerapan dengan zeolit adalah melalui pertukaran kation. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: kation dari larutan, dalam hal ini Zn2+ yang memiliki jari-jari ion berukuran 1.38 Å, masuk ke dalam rongga atau pori zeolit yang berdiameter 2.9-7 Å, kemudian terjadi pertukaran antara kation zeolit dengan kation Zn2+ dari larutan, sehingga kandungan Zn2+ dalam limbah berkurang. Proses pertukaran akan berakhir saat mencapai kesetimbangan yaitu keadaan dengan perbandingan konsentrasi kation yang terjerap pada zeolit terhadap kation dalam larutan mencapai maksimum. Keadaan setimbang memiliki laju
Nilai COD (mg/L)
8000
7430.4
7000 6000 5000
(Gambar 8) dan masih berada di atas baku mutu COD air limbah yang aman. Persen penurunan COD oleh zeolit pada filtrat hasil pengendapan dengan tawas dan FeCl3 berturut-turut sebesar 27.27% dan 15.38% (Lampiran 15). Kebutuhan Oksigen Biokimia
Nilai BOD5 (mg/L)
penjerapan adsorbat oleh adsorben sama dengan laju desorpsi (pelepasan adsorbat yang telah terikat kembali ke dalam larutan) (Ming dan Mumpton 1989). Penurunan logam Zn oleh zeolit pada filtrat hasil pengendapan dengan FeCl3 lebih kecil daripada filtrat hasil pengendapan dengan tawas. Persen penurunan kadar Zn oleh zeolit pada filtrat hasil pengendapan dengan FeCl3 dan tawas berturut-turut sebesar 11.76% dan 20%. Hal ini dikarenakan filtrat hasil pengendapan dengan FeCl3 memiliki pH yang lebih asam daripada filtrat hasil pengendapan dengan tawas. Semakin asam pH maka semakin besar kemungkinan masih terdapatnya logam-logam terlarut lainnya selain Zn2+ yang dapat menjadi pengganggu proses masuknya Zn2+ ke dalam rongga zeolit mupun proses pertukaran antara kation zeolit dengan Zn2+. Kation logam-logam terlarut tersebut dapat berkompetisi dengan Zn2+ sehingga menyebabkan Zn2+ yang terjerap pada zeolit menjadi lebih sedikit. Nilai kapasitas jerapan zeolit terhadap Zn2+ yang terdapat pada filtrat hasil pengendapan dengan tawas dan FeCl3 berturut-turut sebesar 0.0036 me/100 g dan 0.0025 me/100 g (Lampiran 14). Nilai kapasitas jerapan zeolit terhadap Zn2+ ini sangat kecil jika dibandingkan dengan nilai KTK zeolit Lampung sebesar 89.62 me/100 g (Aningrum 2006), dengan kata lain Zn2+ pada filtrat hasil pengendapan dengan tawas dan FeCl3 yang terjerap oleh zeolit berturut-turut sebesar 0.004% dan 0.003% dari total kation dapat tukar.
450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
417.01
76.17
Limbah Limbah + Limbah Limbah tanpa tanpa +tawas tawas perlakuan perlakuan
48.24
59.48
41.9
Limbah + Limbah +FeCl3 FeCl3
Limbah + Limbah + +tawas tawas zeolit
Limbah + Limbah FeCl3 + FeCl+3 zeolit
+ zeolit
+ zeolit
Gambar 9 Nilai BOD5 tanpa perlakuan dan dengan perlakuan penambahan koagulan dan zeolit Gambar 9 menunjukkan nilai BOD5 menurun dengan adanya penambahan koagulan maupun zeolit. Penurunan BOD5 dengan penambahan FeCl3 lebih besar daripada dengan penambahan tawas dan penurunannya lebih besar lagi dengan penambahan zeolit. BOD5 minimum sebesar 41.9 mg/L diperoleh pada perlakuan penambahan koagulan FeCl3 dan zeolit. Walaupun pada BOD5 minimum sebesar 41.9 mg/L memiliki persen penurunan BOD5 yang sudah cukup besar yaitu sebesar 89.95% (Lampiran 16), akan tetapi nilai ini masih berada di atas baku mutu BOD5 air limbah yang aman untuk dibuang ke lingkungan (Tabel 1).
4000 3000
Padatan Tersuspensi Total
2000 1000
756.8
447.2
550.4
378.4
0
Gambar 8 Nilai COD tanpa perlakuan dan dengan perlakuan penambahan koagulan dan zeolit
300
Nilai TSS (mg/L)
Limbah Limbah Limbah + Limbah + Limbah + Limbah + Limbah Limbah Limbah Limbah tanpa tawas + FeCl3 +3 tanpa tawas + FeCl FeCl3 + + tawas tawas +FeCl3 perlakuan perlakuan +zeolit zeolit +zeolit zeolit
252
250 200 150
138
128
132
122
100 50 0
Penambahan zeolit pada filtrat hasil pengendapan dengan koagulan ternyata masih dapat menurunkan nilai COD filtrat tersebut, hanya saja persen penurunannya tidak terlalu besar (penurunan dibandingkan terhadap COD filtrat hasil pengendapan dengan koagulan)
Limbah Limbah Limbah + Limbah tanpa tanpa + tawas tawas perlakuan perlakuan
Limbah + Limbah + Limbah + Limbah Limbah Limbah tawas + FeCl3 +3 tawas + FeCl +FeCl3 FeCl3 + +zeolit zeolit +zeolit zeolit
Gambar 10 Nilai TSS tanpa perlakuan dan dengan perlakuan penambahan koagulan dan zeolit
Gambar 10 menunjukkan nilai TSS menurun dengan adanya penambahan koagulan maupun zeolit. Contoh perhitungan nilai TSS dapat dilihat di Lampiran 17. Penurunan TSS dengan penambahan koagulan FeCl3 lebih besar daripada penambahan tawas dan penurunan kembali terjadi lagi dengan penambahan zeolit walaupun penurunannya tidak besar. Persen penurunan TSS pada nilai minimum 122 mg/L sebesar 51.59% (Lampiran 17) dan nilai ini masih berada di atas baku mutu TSS air limbah yang aman (Tabel 1). Analisis FTIR Spektrum inframerah endapan hasil pengendapan koagulan tawas dan FeCl3 hampir sama (Lampiran 18), karena pada dasarnya endapan yang dianalisis berasal dari limbah yang sama, hanya berbeda jenis koagulan yang ditambahkannya. Kedua hasil spektrum IR tersebut memiliki uluran OH pada kisaran bilangan gelombang 3427.433369.72 cm-1, Si-OH pada kisaran bilangan gelombang 2800-2900 cm-1, ulur Si-O pada kisaran bilangan gelombang 1620-1645 cm-1, tekuk Si-O pada kisaran bilangan gelombang 450-1000 cm-1. Selain itu, serapan Al-O dengan kisaran bilangan gelombang 10001110 cm-1 muncul pada spektrum IR endapan hasil pengendapan dengan tawas dan serapan Fe-O dengan kisaran bilangan gelombang 1039.6- 1120 cm-1 muncul pada spektrum IR hasil pengendapan dengan FeCl3 (Nakamoto 1997) (Tabel 2). Tabel 2 Bilangan gelombang inframerah dan dugaan gugus fungsi Endapan Pengendapan dengan tawas
Pengendapan dengan FeCl3
Puncak serapan (cm-1) 3435.05 2860.6 1622.15 1107.09 810.27 619.9 465.18 3437.68 2858.69 1622.79 1108.34 809.91 620.17 467.36
Dugaan gugus fungsi OH Si-OH Ulur Si-O Ulur Al-O Ulur Si-O Tekuk Si-O Tekuk Si-O OH Si-OH Ulur Si-O Ulur Fe-O Ulur Si-O Tekuk Si-O Tekuk Si-O
Pelat cetak dicuci dengan larutan pengembang:air (1:7), sehingga senyawa yang terkandung dalam limbah pencucian pelat cetak merupakan senyawa yang terkandung dalam larutan pengembang dan air. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa endapan hasil koagulasi mengandung senyawa silikat, terlihat dari munculnya serapan Si-O pada spektrum inframerah (Lampiran 18). Hal ini sesuai dengan senyawa yang terkandung dalam larutan pengembang. Larutan pengembang yang digunakan di percetakan IPB merupakan larutan pengembang jenis Superdot Posidev 90. Senyawa dalam larutan pengembang ini sebagian besar air dan natrium silikat. Penjelasan tentang larutan pengembang ini dapat dilihat di Lampiran 19. Serapan Al-O dan Fe-O juga muncul pada spektrum inframerah. Kedua serapan tersebut berasal dari Al(OH)3 dan Fe(OH)3 yang memiliki kelarutan yang rendah. Serapan OH pun muncul pada spektrum inframerah. Serapan OH ini dapat berasal dari hidroksida hasil hidrolisis koagulan dan silanol.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Limbah cair pencucian pelat cetak dapat diendapkan dengan penambahan koagulan. Konsentrasi optimum koagulan tawas dalam mengendapkan limbah cair adalah sebesar 110 mg/L dengan pH koagulasi optimum pada pH 8, sedangkan kosentrasi optimum koagulan FeCl3 dalam mengendapkan limbah cair adalah sebesar 80 mg/L dengan pH koagulasi optimum pada pH 6. Koagulan FeCl3 menghasilkan persen penurunan COD, BOD5 dan TSS limbah yang lebih besar daripada koagulan tawas. Akan tetapi persen penurunan kadar Zn dalam limbah lebih besar dengan penambahan koagulan tawas daripada koagulan FeCl3. Endapan hasil koagulasi mengandung senyawa silikat. Zeolit dapat membantu mengurangi nilai COD, BOD5, TSS, dan logam Zn dalam limbah. Perlakuan FeCl3-zeolit menghasilkan persen penurunan COD, BOD5, TSS yang lebih besar daripada perlakuan tawas-zeolit. Akan tetapi persen penurunan kadar Zn dalam limbah lebih besar dengan perlakuan tawaszeolit daripada FeCl3-zeolit. Nilai COD, BOD5, TSS, dan logam Zn yang diperoleh pada setiap perlakuan masih berada di atas baku mutu air limbah yang aman untuk dibuang ke lingkungan.