62
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsep Pemupukan (4T) BPE Pemupukan bertujuan untuk meningkatkan kandungan dan menjaga keseimbangan hara di dalam tanah. Upaya peningkatan efisiensi pemupukan dapat dilakukan dengan peningkatan ketepatan pemupukan dan perbaikan kondisi lahan. Ketepatan pemupukan harus memperhatikan jenis, dosis, waktu, dan cara, sedangkan perbaikan kondisi lahan dilakukan melalui aplikasi bahan organik dan pengendalian gulma (E. S. Sutarta dan Winarna, 2002). Pemilihan jenis pupuk dilakukan dengan mempertimbangkan aspek ekonomi, kualitas, dan kondisi lahan. Aplikasi dosis pupuk harus dilakukan sesuai dengan rekomendasi pemupukan karena akan mempengaruhi keseimbangan hara tanah dan produksi sawit. Waktu pemupukan dilakukan umumnya dua kali setahun pada awal musim hujan. Cara aplikasi pupuk berkaitan erat dengan penyerapan hara oleh akar aktif.
Jenis Pupuk Pemilihan jenis pupuk sebaiknya mempertimbangkan aspek teknis dan ekonomis. Pengetahuan teknis tentang sifat pupuk dan sifat tanah, dimana pupuk diaplikasikan akan menentukan tingkat efisiensi pemupukan (Pahan, 2008). Sifat penting pupuk yang harus diketahui adalah kandungan hara utama, kandungan hara tambahan, reaksi kimia pupuk di dalam tanah serta kepekaan pupuk terhadap perubahan iklim dan cuaca. Jenis pupuk yang digunakan di Bukit Pinang Estate dapat dibedakan menjadi pupuk organik dan anorganik. Pupuk anorganik yang digunakan berupa pupuk tunggal diantaranya Urea (CO(NH2)2), RP (Ca(PO4) 2), Kalium (KCl), Magnesium (Kieserit atau MgSO4.H2O dan Dolomit atau CaMg(CO3)2), serta Boron (B2O3), sedangkan pupuk organik yang digunakan berupa janjang kosong kelapa sawit (JKS). Pupuk anorganik jika digunakan secara terus-menerus dapat merusak struktur fisik dan kimia tanah. Oleh karena itu, di Bukit Pinang Estate digunakan pula pupuk organik yang kaya materi organik dan nutrisi bagi tanaman sehingga
63
dapat meningkatkan proses dekomposisi sehingga kandungan fisik, kimia, dan biologi tanah meningkat. Aplikasi janjang kosong (JKS) dapat pula mengurangi kehilangan hara melalui pencucian dan aliran permukaan (run off). Kelemahan pupuk tunggal adalah biaya pengaplikasiannya yang tinggi karena hanya satu jenis pupuk yang diaplikasikan pada tiap aplikasi pemupukan, tidak efisien dalam penggunaan tenaga kerja dan waktu, meningkatkan biaya transportasi pemupukan, dan memerlukan gudang penyimpanan yang relatif besar. Sedangkan keuntungan penggunaan pupuk tunggal adalah pada harga yang lebih murah dan cepat larut sehingga dapat mengurangi pencucian hara serta cocok sebagai tambahan hara pada tanaman menghasilkan. Realisasi pemupukan pada periode tahun 2008/2009 di Bukit Pinang Estate dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Realisasi Pemupukan pada Periode Tahun 2008/2009 di Bukit Pinang Estate. Jenis Pupuk Urea KCl RP Dolomit HGF-B Kieserit Total
Rencana Realisasi -------------------------------kg-----------------------------1 155 352 1 155 352 1 393 808 1 393 808 457 678 438 959 311 201 310 152 33 665 33 665 19 571 19 571 3 371 275 3 351 507
Sumber : Olah data sekunder BPE (Juni, 2009)
Dari data di atas terlihat 99.41% rencana pemupukan kebun terealisasi dan hanya 0.59% yang tidak terealisasi, yaitu pada realisasi pupuk RP sebesar 18 719 kg dan pada Dolomit sebesar 1 049 kg. Hal ini diakibatkan curah hujan yang tinggi pada periode tersebut, yaitu 76 hh dan 1 733 mm pada periode Juli-Desember tahun 2008 serta 69 hh dan 1 413 mm pada periode pemupukan Januari-Juni tahun 2009 dengan rata-rata 12 hh dan 262 mm per bulan sepanjang periode pemupukan 2008/2009.
64
Dosis Pupuk Jenis dan rekomendasi pupuk dibuat oleh Departemen Riset Minamas di Riau berdasarkan hasil analisis kimia daun, status hara, kondisi tanah, tingkat produksi yang dicapai, dan analisis tanah pada tiap blok serta ketercapaian target pemupukan tahun lalu. Rekomendasi pupuk Departemen Riset Minamas dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Dosis Rekomendasi Pemupukan Berdasarkan Umur Tanaman di Bukit Pinang Estate Umur (Tahun) 17 16 13 12 11 10
Jenis Pupuk Urea RP KCl Dolomit HGFB Kieserit …………………..kg/pkk/th……………………. 2.52 0.00 3.12 1.67 0.00 0.00 2.67 0.28 3.07 0.36 0.00 0.00 2.55 0.00 3.01 1.75 0.00 0.00 2.52 0.00 3.00 0.31 0.00 0.00 2.26 0.21 2.74 0.79 0.04 0.07 2.26 0.54 2.70 1.14 0.04 0.00
Total 7.31 6.37 7.31 5.83 6.10 6.68
Sumber : Kantor Besar BPE (Juni, 2009)
Berdasarkan pengamatan sederhana yang dilakukan penulis terdapat 16 jenis tipe mangkuk tebar dengan volume tebar pada mangkuk terkecil sebesar 280 gram, volume tebar pada mangkuk terbesar sebesar 940 gram, serta rata-rata volume tebar sebesar 592.5 gram. Jenis dan volume mangkuk tebar dapat dilihat pada Tabel 15.
65
Tabel 15. Jenis dan Volume Mangkuk Tebar Tim Pupuk di Bukit Pinang Estate Jenis Mangkuk 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Rata-rata
Volume Mangkuk (gram) 280 600 680 570 540 440 640 460 780 400 460 940 490 760 780 660 592.5± 171.37
Sumber : Pengamatan Lapang (2009)
Dalam aplikasi pemupukan terlihat dosis pupuk yang didapatkan oleh tiap pokok kelapa sawit tidak sesuai dengan rekomendasi pemupukan yang dibuat oleh Departemen Riset Minamas. Hal ini disebabkan beberapa faktor, yaitu : 1. Penabur pupuk tidak mengetahui dosis pupuk yang harus diaplikasikan pada tiap pokok berbeda sesuai tahun tanam dan jenis pupuk. 2. Penabur pupuk hanya menggunakan alat tabur yang sama pada tiap aplikasi pemupukan 3. Tidak digunakannya alat tabur yang dikalibrasi.
66
Variasi mangkuk tebar yang digunakan penabur pupuk di Bukit Pinang Estate dapat dilihat pada Gambar 19.
Gambar 19. Variasi Ukuran Mangkuk Tebar
Waktu dan Frekuensi Pemupukan Waktu pemupukan sangat ditentukan oleh pengaruh iklim dan cuaca terutama curah hujan dan hari hujan, sifat fisik tanah, logistik pupuk serta sifat sinergis dan antagonis antar unsur hara (Pahan, 2008). Waktu aplikasi pupuk harus disesuaikan dengan kondisi pola hujan setempat. 681
700 600
384 381 362 314 311 280 240 231 227
400 300
100
506
504 467 472
500
200
615
584
196 169 168 169 144 93 106 159 8181 61 54 32
44
399
384
267 228 241 261 230 224 238 221 221 192 185 168 165 178160 159 155 154 160 148 124 123 110 56 74 60 54
0 Jul
Aug
Sep
Oct
Nov
04/05
05/06
Dec 06/07
Jan 07/08
Feb
Mar
Apr
May
Jun
08/09
Gambar 20. Grafik Pola Curah Hujan Bukit Pinang Estate Lima Tahun Pada periode pemupukan Juli 2008-Juni 2009 hanya terdapat satu bulan sangat kering, yaitu pada bulan Juli 2008 dengan curah hujan 93 mm per bulan
67
sedangkan bulan sangat basah (curah hujan lebih dari 250 mm per bulan) terjadi pada bulan Oktober dengan curah hujan 381 mm, November dengan curah hujan 467 mm, Desember dengan curah hujan 384 mm dan, Januari dengan curah hujan 615 mm per bulan. Pemupukan optimal dapat tercapai pada curah hujan antara 100-250 mm per bulan. Pada kondisi ini tanah cukup basah tetapi tidak jenuh sehingga memudahkan penyerapan unsur hara oleh tanaman. Aplikasi jenis pupuk mudah larut seperti Urea, Kieserit, MOP, dan HGFB pada kondisi curah hujan melebihi 250 mm per bulan dapat meningkatkan kehilangan pupuk melalui pencucian oleh run off. Aplikasi pupuk pada bulan dengan curah hujan di bawah 100 mm per bulan meningkatkan potensi kehilangan hara melalui penguapan. Aplikasi pemupukan dilakukan pada pagi hari pukul 08.00-12.00 WIB. Waktu pemupukan dipilih pada pagi hari mengingat efektivitas tenaga kerja, efektivitas penyerapan hara oleh tanaman yang lebih baik pada pagi hari, dan juga untuk mengurangi penguapan pupuk akibat panas. Pada TBM pemupukan dilakukan setelah hari hujan karena kanopi belum menutupi seluruh permukaan tanah, sedangkan pada TM pemupukan dilakukan pada tiap semester. Di PT Bina Sains Cemerlang pemupukan dilakukan dua kali setahun yaitu pada semester 1 (Januari-Juni) dan pada semester 2 (Juli-Desember). Waktu pemupukan kaptan, dolomite, dan abu janjang harus mempunyai selang minimal 2 bulan untuk menghindari reaksi negatif antar pupuk tersebut.
Cara Pemupukan Menurut Pahan (2008) cara penempatan pupuk dalam aplikasi sangat mempengaruhi jumlah pupuk yang dapat diserap akar tanaman. Pemupukan tanaman kelapa sawit dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: 1. Penyebaran secara merata pada lingkar luar dan dalam batang kelapa sawit. 2. Penempatan pupuk pada jalur lingkaran. 3. Penempatan pupuk pada larikan (lubang memanjang) mengelilingi pokok dan pupuk dibenamkan di dalam larikan yang ditimbun dengan tanah.
68
4. Pemupukan melalui daun. 5. Pemupukan melalui infus akar. Pemupukan kelapa sawit di Bukit Pinang Estate dilakukan dengan ditebar merata di luar piringan tepatnya pada pelepah yang disusun membentuk huruf “U” atau sering disebut U-Shape. Penebaran di pelepah dilakukan karena akar tertier dan kwarter yang aktif menyerap hara lebih banyak terdapat di bawah pelepah di gawangan mati dibanding pada piringan (Lubis, 2008). Selain itu, cara ini juga bertujuan untuk mempercepat pelapukan pelepah sehingga dapat lebih cepat tersedia sebagai bahan organik.
Kualitas Pemupukan dan Kondisi Lahan Salah satu metode yang diterapkan Bukit Pinang Estate untuk menjaga kualitas aplikasi pupuk di lapangan adalah dengan melakukan pemeriksaan rutin atau checklist pekerjaan pupuk. Pemeriksaan kualitas merupakan tanggung jawab asisten yang membawahi divisi rayon pupuk. Pengamatan dalam pemeriksaan yang dilakukan mencakup distribusi pupuk pada pokok kelapa sawit, kemerataan penyebaran pupuk, tempat pupuk ditebar, serta kondisi piringan dan gawangan. Tabel 16. Rekap Hasil Pemeriksaan Kualitas Pemupukan di Bukit Pinang Estate Distribusi Pupuk Ulangan
Lokasi Penebaran Pelepah Pelepah Pelepah Piringan Gawangan dan dan Gawangan Piringan
Dipupuk
Tidak dipupuk
1
48
2
24
16
8
34
1
6
3
4
2
49
1
20
22
8
36
1
1
1
10
3
48
2
4
19
25
43
0
0
1
4
4
48
2
9
21
18
36
0
4
2
6
5
44
6
13
21
10
41
0
1
2
0
237
13
70
99
69
190
2
12
9
24
29.5
41.8
29.1
3.8
10.1
Total %
Homogenesis Dosis Pupuk
94.8
5.2
Banyak Wajar
Sedikit
80.2
0.8
5.1
Sumber : Olah Data Primer (2009)
Monitoring kegiatan aplikasi pupuk di lapang dilakukan untuk mengetahui bagaimana kualitas aplikasi pupuk yang sebenarnya terjadi di lapang. Monitoring berguna untuk menjaga kualitas pemupukan. Selain itu, kegiatan ini juga berguna untuk mengetahui kondisi kebersihan piringan dan gawangan mati.
69
5.2%
Pokok di pupuk Pokok Tidak dipupuk
94.8%
Gambar 21. Persentase Hasil Monitoring Distribusi Pupuk Berdasarkan pengamatan penulis dengan didampingi oleh asisten terlihat pada distribusi pupuk terdapat 5.2% pokok pengamatan yang tidak dipupuk dan 94.8% pokok pengamatan dipupuk. Pokok yang tidak dipupuk tersebar di sekitar pasar tengah. Hal ini dikarenakan tidak ada standar berapa mangkuk pupuk yang harus ditebarkan pada tiap pokok. Tidak adanya mangkuk tebar pupuk yang dikalibrasi menjadi salah satu penyebab utama pemupuk dalam melaksanakan pekerjaannya hanya mengandalkan perkiraan saja. Hal ini berpengaruh terhadap jumlah dosis pupuk yang diaplikasikan pada tiap pokok menjadi tidak rata dan tidak cukup sampai ke pasar tengah.
29.0%
29.4%
Pupuk Nampak Banyak Pupuk Nampak Wajar
41.6%
Pupuk Nampak Sedikit
Gambar 22. Persentase Hasil Monitoring Homogenesis Dosis Pupuk Berdasarkan
pengamatan
terhadap
homogenesis
atau
kemerataan
penyebaran pupuk terlihat hanya 41.6% pokok pengamatan jumlah pupuk yang ditebar terlihat wajar, 29.4% pupuk terlihat banyak, dan 29.0% pupuk terlihat
70
sedikit. Penyebaran pupuk yang tidak merata ini disebabkan tidak adanya mangkuk tebar yang dikalibrasi, perkiraan pemupuk yang tidak tepat, serta kesalahan karyawan pemupuk.
3.8%
10.1%
Penebaran di Pelepah
5.1% Penebaran di Piringan
0.8% 80.2%
Penebaran di Gawangan Penebaran di Pelepah dan Gawangan Penebaran di Pelepah dan Piringan
Gambar 23. Persentase Hasil Monitoring Lokasi Penebaran Pupuk Pada pengamatan lokasi penebaran pupuk terlihat 5.1% pupuk ditebar di gawangan, 0.8% di piringan, 3.8% ditebar di pelepah dan gawangan, 10.1% pupuk ditebar pada pelepah dan piringan, serta 80.2% pupuk telah ditebar tepat di pelepah. Kesalahan pada lokasi penebaran ini diakibatkan kurangnya arahan dari asisten dan mandor pupuk serta tidak hati-hatinya pemupuk dalam melakukan penebaran. Tabel 17. Rekap Hasil Pengamatan Kebersihan Kondisi Piringan dan Gawangan di Bukit Pinang Estate Ulangan 1 2 3 4 5 Total % Total
Kondisi Piringan Kondisi Gawangan Bersih Kotor Bersih Kotor ------------------------pokok--------------------------2 48 15 35 34 16 31 19 12 38 49 1 28 22 36 14 13 37 18 32 89 161 149 101 35.6 64.4 59.6 40.4
Sumber : Olah Data Primer (2009)
Sebagai tambahan, dilakukan pula pengamatan terhadap kondisi gawangan dan piringan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kondisi kebersihan lapangan
71
yang sebenarnya. Kebersihan piringan berkaitan erat dengan kegiatan panen. Sedangkan kebersihan gawangan berkaitan erat dengan kehilangan hara pupuk yang dapat diserap tanaman akibat persaingan dengan gulma.
35.6% 64.4%
Kondisi Piringan Bersih Kondisi Piringan Kotor
Gambar 24. Persentase Hasil Monitoring Kondisi Piringan Dari pengamatan kondisi piringan terlihat bahwa 64.4% piringan pada pokok pengamatan dalam kondisi kotor dan 35.6% piringan terlihat bersih. Piringan dikatakan bersih apabila tidak terdapat gulma atau sisa kotoran panen. Piringan wajib bersih karena sangat membantu kegiatan potong buah atau pungut brondolan.
40.4%
Kondisi Gawangan Bersih 59.6% Kondisi Gawangan Kotor
Gambar 25. Persentase Hasil Monitoring Kondisi Gawangan Kondisi gawangan saat pengamatan terlihat 59.6% kondisi gawangan bersih dan 40.4% kondisi gawangan kotor. Kondisi lapangan dikatakan terlihat kotor apabila terdapat gulma yang tidak dapat ditoleransi dan kondisi lapangan bersemak. Kondisi lapangan yang kotor atau bersemak akan mengganggu kegiatan kebun seperti evakuasi buah, pungut brondolan, dan kegiatan perawatan lain.
72
Upaya Peningkatan Efisiensi Pupuk Bukit Pinang Estate merupakan perkebunan dengan area yang didominasi oleh tanah miring (47%) sangat miring (28%) serta curah hujan yang cukup tinggi (2 615.3 mm) dan jumlah hari hujan yang cukup banyak (150.9 hari hujan per tahun). Oleh karena itu, pencucian tanah dan pupuk akibat run off sangat tinggi. Untuk mengurangi dampak run off terhadap pencucian pupuk dilakukan pembuatan shield pits, penyusunan pelepah dengan bentuk U-Shape, serta pengaplikasian bahan organik. Shield pits dibuat dengan dua bentuk utama yaitu, shield pits dan road shield pits. Shield pits dibuat pada areal miring diantara dua pokok sawit. Sedangkan road shield pits dibuat tepat pada sisi jalan-jalan yang miring. Shield pits dibuat dengan tujuan untuk menjebak run off yang membawa kandungan pupuk serta menangkap cadangan air. Susun pelepah dilakukan dengan disusun membentuk huruf “U” atau UShape mengelilingi pokok sawit dan tidak ada pelepah di gawangan hidup. Susun pelepah dengan bentuk U-Shape ini bertujuan untuk meminimalisir aliran hara pupuk yang terbawa oleh run off. Aplikasi bahan organik bertujuan untuk memperbaiki kondisi tanah, dan meningkatkan kandungan hara yang berasal dari bahan organik yang diharapkan mampu menggantikan hara yang tidak dapat dicegah terbawa aliran air serta menghambat aliran air. Aplikasi bahan organik berupa JKS dan LCPKS belum dilaksanakan secara menyeluruh di BPE mengingat sarana transportasi yang tidak memadai dan curah hujan yang tinggi. Realisasi aplikasi JKS pada tahun 2009 sampai dengan bulan Juni adalah 18.65%, sedangkan aplikasi LCPKS tidak dilakukan di BPE. Menurut E.S. Sutarta (2002) aplikasi JKS dengan dosis 40-60 ton/ha dapat menurunkan kebutuhan terhadap penggunaan pupuk anorganik sebesar 20-25%. Sementara aplikasi LCPKS dengan dosis 127 m3/ha/bulan dapat menurunkan kebutuhan pupuk anorganik sebesar 50%, selain dapat pula menurunkan biaya pengolahan limbah cair hingga 50-60%.