PEMBAHASAN
Konsep Pemupukan Keefektifan pemupukan berkaitan dengan tingkat hara pupuk yang diserap tanaman. Pupuk dikatakan efektif jika sebagian besar hara pupuk diserap tanaman. Efesiensi pemupukan berkaitan dengan hubungan antara biaya dengan tingkat produksi yang dihasilkan. Efisiensi pemupukan terkait dengan tindakan rekomendasi pemupukan dan manajemen operasional. Peningkatan keefektifan dan efisiensi pemupukan dapat dicapai melalui perbaikan manajemen operasional dan rekomendasi pemupukan. Kehilangan hara pupuk dapat terjadi melalui penguapan, pencucian, aliran permukaan karena erosi. Keefektifan dan efisiensi pemupukan dipengaruhi beberapa faktor penting dalam pemupukan dan juga kualitas dari pemupukan itu sendiri. Kualitas pemupukan dibagi menjadi dua yaitu kualitas pupuk yang ditentukan oleh jumlah kandungan unsur hara utama didalam pupuk tersebut dan kualitas teknik penaburan pupuk di lapangan yang berkaitan dengan pengelolaan dan organisasi kerja serta administrasinya. Menurut Fauzi et al., (2008) dalam pemberian pupuk harus memperhatikan kunci keefektifan dan keberhasilan pemupukan diantaranya: ketepatan jenis pupuk, ketepatan dosis pupuk, ketepatan waktu pemupukan, ketepatan cara pemupukan dan ketepatan tempat pupuk diaplikasikan.
Tepat Jenis Pemilihan jenis pupuk disarankan agar hati-hati mengingat banyak jenis pupuk di pasar dengan berbagai bentuk dan komposisi hara. Jenis pupuk yang digunakan di perkebunan kelapa sawit adalah pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik yang dipakai adalah limbah dari kebun dan limbah dari proses pengolahan kelapa sawit. Limbah yang berasal dari kebun yaitu sisa-sisa tanaman pelepah dan daun kacangan yang ditumpuk di gawangan mati. Limbah pengolahan kelapa sawit yaitu jenjang kosong kelapa sawit. Jenjang kosong ini dari pabrik pengolahan kelapa sawit dikembalikan lagi ke lahan sebagai pupuk
48 organik. Jenjang kosong ini diaplikasikan di antara pokok tanaman di sela-sela gawangan pelepah mati berbentuk U-shape antar pokok tanaman. Pupuk anorganik adalah pupuk buatan yang mengandung garam mineral dan digunakan sesuai umur tanaman. Pupuk ini terdiri dari pupuk mikro dan pupuk makro. Pupuk makro adalah pupuk yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak sedangkan pupuk mikro dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang sedikit. Pada tanaman menghasilkan (TM) pupuk makro yang digunakan adalah pupuk MOP, RP, Urea, Palmo, dan Kiesrite sedangkan pada pupuk mikro digunakan pupuk Borate. Realisasi pemupukan kebun BKLE tahun 2011 dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 17. Realisasi Pemupukan di Kebun BKLE Tahun 2011 Nama Palmo 14 Palmo 16 NPK 15:15:15 NPK 12:12:12 Urea Rock Phosphate MOP Kanada Kieserit HGF-Borate Chelated Zincopper MOP Jerman Total % Teralisasi
Rencana (kg) Realisasi (kg) 570,957 8,704 9,952 480,230 0 4,080 17,379 7,181 358,245 340,041 642,055 659,107 554,123 557,791 261,754 261,251 64,345 62,870 35,410 23,387 6,686 0 2,520,906 2,404,642 95.39%
Sumber: Data Kebun BKLE (2012)
Dari data diatas dapat diketahui bahwa rencana pemupukan kebun terealiasi sebesar 95.39%. Ada beberapa pupuk yang dalam aplikasi di lapang tidak sesuai dengan rencana tetapi pupuk itu digantikan oleh pupuk lain seperti Palmo 14 dan Palmo 16, MOP Kanada dan MOP Jerman, serta NPK15:15:15 dan NPK 12:12:12. Selain itu kenyataan di lapangan menunjukan bahwa pupuk yang diberikan sering diganti dengan jenis lainnya dengan alasan ketidaktersediaan pupuk di pasar atau pertimbangan lain. Penggantian suatu jenis pupuk dengan pupuk lainnya dapat dilakukan dengan memperhatikan kandungan unsur hara serta keseimbangan dan pengaruh bahan ikutannya (Sutarta et al., 2003).
49 Penggantian jenis pupuk yang telah dianjurkan dengan jenis pupuk lain perlu dikonsultasikan dengan PPKS guna mendapatkan pertimbangan secara teknis. Jenis pupuk yang digunakan di kebun BKLE pada tahun 2011 adalah pupuk tunggal dan pupuk majemuk. Pupuk tunggal yang digunakan adalah Urea untuk memenuhi kebutuhan N, MOP untuk memenuhi kebutuhan K, RP untuk memenuhi kebutuhan P, Kieserit untuk memenuhi kebutuhan Mg, HGFB (High Grade Fertilizer Borate) untuk memenuhi kebutuhan B, dan Chelated Zincoper untuk memenuhi kebutuhan Zn dan Cu. Pupuk majemuk yang digunakan yaitu Palmo 14, Palmo 16, NPK 12:12:12, dan NPK 15:15:15. Pupuk majemuk memiliki keunggulan dibandingkan dengan pupuk tunggal, yaitu lebih praktis dalam pemesanan, transportasi, penyimpanan, dan aplikasi di lapangan karena satu jenis pupuk majemuk mengandung keseluruhan atau sebagian besar hara yang dibutuhkan tanaman (Poeloengan et al., 2003). Namun harga pupuk majemuk tegolong lebih mahal dan saat aplikasi di lapangan biasanya tanaman lebih memerlukan salah satu unsur hara dalam jumlah yang lebih besar atau sedikit dibanding kandungan hara pada pupuk majemuk.
Tepat Dosis Pertimbangan yang digunakan dalam penentuan dosis pupuk adalah hasil analisis daun dan tanah, realisasi produksi lima tahun sebelumnya, realisasi pemupukan sebelumnya, data curah hujan lima tahun sebelumnya, dan hasil pengamatan di lapangan seperti gejala defesiensi hara (Winarna et al., 2003). Penentuan dosis pemupukan di kebun BKLE berdasarkan buku rekomendasi pemupukan dari pihak riset BGA yang sebelumnya dilakukan analisis daun dan analisis tanah terlebih dahulu. Penulis mengamati ketepatan dosis untilan dan ketepatan dosis pemupukan di lapangan. Ketepatan dosis untilan dengan mengambil sampel sebanyak 30 karung until pada setiap untilan. Berdasarkan hasil pengamatan bahwa persentase hasil rata-rata ketepatan dosis untilan yang dilakukan oleh tenaga penguntil untuk pupuk RP yaitu 97.6% dan pupuk HGFB yaitu 95.7% (standar kebun ≥95%). Hal ini menunjukan bahwa tenaga penguntil pupuk sudah mengetahui ketepatan dosis untuk jenis pupuk yang berbeda-beda. Selain itu tenaga penguntil pupuk sudah
50 terlatih dan profesional dalam hal ketepatan dosis walaupun belum sampai 100%. Standar kerja untuk tenaga penguntil pupuk yaitu 2,000 kg/HK. Penulis menghitung ketepatan dosis pemupukan di lapangan dengan mengamati pemupukan MOP. Sample yang diambil sebanyak 60 pohon dengan tiga ulangan. Sampel diambil setiap baris pada kelipatan sebelas dengan mengambil 6-7 pohon per baris. Hasil pengamatan menunjukan bahwa ketepatan dosis rata-rata untuk pemupukan MOP yaitu 83.89% (standar kebun ≥90%). Nilai ini cukup tinggi namun masih dibawah standar kebun. Hal ini karena penabur masih menggunakan takaran pupuk yang sama untuk berbagai jenis pupuk yang berbeda. Selain itu juga mereka kurang mengetahui tentang dosis pupuk per pokok. Pelaksanaan pemupukan sebenarnya sudah memperhatikan kondisi areal pemupukan, mengetahui jarak pemupukan dari pokok, dan sebaran pupuk. Akan tetapi, tenaga penabur lebih memperhatikan dan mengutamakan target output yang tercapai. Mereka kurang memperhatikan dosis yang digunakan dan cara penaburan pupuk yang baik. Tenaga penabur hanya mengacu pada prinsip bahwa pupuk harus tertabur pada tanaman. Oleh karena itu ketepatan dosis pupuk MOP di lapangan untuk kebun BKLE kurang memenuhi prinsip tepat dosis pemupukan.
Tepat Waktu Waktu pemupukan ditentukan oleh iklim, sifat fisik, tanah, logistik pupuk, serta adanya sifat sinergis dan antagonis antar unsur hara (Pahan, 2010). Kegiatan pemupukan di kebun BKLE dibagi menjadi dua semester yaitu semester I (Januari-Juni) dan semester II (Juli-Desember). Berdasarkan buku program pemupukan tahun 2012 pada kebun BKLE aplikasi pemupukan RP dan kieserite dilakukan sekali setahun dan pada semester I, sedangkan apliaksi pemupukan MOP, Urea, HGFB, Palmo, dan Chelated Zinkcoper dilakukan dua kali setahun. Urutan aplikasi pemupukan kebun BKLE yaitu RP-HGFB-Chelated ZinkcoperPalmo-Kieserite-MOP-Urea. Penetapan waktu aplikasi pupuk didasarkan pada pola curah hujan (Winarna, 2003). Menurut Adiwiganda (2007) menyatakan bahwa kesulitan pelaksanaan pemupukan tepat waktu diakibatkan terjadinya curah hujan yang sulit diprediksi yaitu kandungan air dalam tanah yang tidak sesuai dengan persyaratan
51 untuk aplikasi pupuk. Data curah hujan Januari-April 2012 dapat dilihat pada Gambar 11, rencana waktu aplikasi pemupukan pada Tabel 18, dan realisasi pemupukan bulan Januari-April 2012 pada Tabel 19. 250
mm
200
206.9
150
156
100
134.5
110
50 0 Januari
Februari
Maret
April
Bulan Gambar 11. Curah Hujan BKLE Bulan Januari-April 2012 Tabel 18. Rencana Aplikasi Pemupukan kebun BKLE Bulan Aplikasi Pupuk Kebun BKLE
Jenis Pupuk
Jan
RP
Feb
Mar
Apr
Mei
Juni
Juli
Agt
Sept
Okt
Nov
Des
1xaplikasi (R1)
HGFB
R1
R2
C.Zinc
R1
R2
Palmo
R1
R2
MOP
R1
R1
R2
R2
Urea
R1
R1
R2
R2
Kieserite
1xapksi(R1)
Keterangan: R1 aplikasi rotasi I R2 aplikasi rotasi II
Tabel 19. Realisasi Aplikasi Pemupukan BKLE Bulan Januari-April 2012 Jenis Pupuk RP HGFB Palmo MOP
Bulan Aplikasi Pupuk Kebun BKLE Jan Feb 1xaplikasi (R1) R1
Mar
Apr
R1 R1
Sumber: Pengamatan Lapang (2012)
Waktu pemupukan yang optimal dilaksanakan pada saat curah hujan antara 100-250 mm/bulan dengan batas minimal curah hujan 60 mm/bulan dan maksimal 300 mm/bulan. Aplikasi pemupukan diusahakan untuk setiap semester
52 selesai dalam waktu dua bulan untuk memberikan keseimbangan hara di dalam tanah sehingga unsur hara tersebut akan mudah diserap oleh tanaman. Aplikasi pupuk urea pada musim kemarau (curah hujan <100mm/bulan) sebaiknya tidak dilakukan karena memiliki potensi penguapan yang tinggi. Sebaliknya pada kondisi curah hujan lebih dari 250 mm/bulan aplikasi pupuk urea, MOP, RP, HGFB, dan kieserit juga sebaiknya tidak dilakukan karena menyebabkan kehilangan tinggi melalui proses pencucian. Hasil pengamatan yang dilakukan oleh penulis rata-rata curah hujan bulan Januari-April 2012 yaitu 151.85 mm/bulan. Sesuai rekomendasi rotasi pemupukan di kebun BKLE dengan curah hujan tersebut tepat untuk aplikasi pupuk RP, HGFB, MOP, dan Palmo. Dalam kondisi curah hujan yang optimal untuk pemupukan dapat mengurangi tingkat kehilangan pupuk akibat pencucian, erosi, dan aliran air. Aplikasi pemupukan dilakukan pada pagi hari mengingat keefektifan tenaga kerja dan penyerapan hara oleh tanaman lebih baik, serta mengurangi penguapan pupuk akibat panas. Berdasarkan Tabel 19 realisasi pemupukan di BKLE mengalami ketidaktepatan dari rencana aplikasi pemupukan. Hal ini terjadi pada beberapa aplikasi pemupukan seperti RP, HGFB, dan Palmo. Aplikasi pupuk tersebut megalami kemunduran dari rencana pemupukan karena hari hujan dan keterlambatan datangnya pupuk ke gudang kebun akibat keterbatasan alat transportasi dan stok gudang sentral yang tidak selalu tersedia. Sebaliknya pada pupuk MOP diaplikasikan lebih cepat karena pemupukan ini menggunakan stok pupuk tahun kemarin yang masih ada di gudang kebun. Oleh karena itu ketepatan waktu pemupukan kebun BKLE berdasarkan curah hujan dapat dikatakan tepat waktu namun secara teknis di lapangan masih belum memenuhi prinsip ketepatan waktu.
Tepat Cara dan Tempat Pada umumnya ada tiga cara aplikasi pupuk yaitu secara manual, mekanis, dan aplikasi melalui udara. Metode yang umum digunakan oleh perkebunan dalam aplikasi pemupukan adalah cara tebar (broadcast) dan dibenam (pocket). Pada dasarnya cara pemupukan yang efektif yaitu bagaimana pupuk itu lebih
53 cepat sampai ke zona perakaran dan seminimum mugkin hilang karena penguapan dan aliran permukaan. Pemupukan di kebun BKLE dilakukan secara manual yaitu dengan sistem tebar dan dibenamkan. Pupuk Chelated Zinkcoper dan Palmo pada areal berpasir diaplikasikan dengan cara dibenamkan dengan jarak 50 cm dari pokok tanaman. Pupuk urea, kieserit, dan MOP diaplikasikan dengan ditebar berbentuk U-shape dengan radius 1.5-2 m dari pangkal pokok (arah dalam piringan) dan pupuk RP berbentuk U-shape dengan ditebar radius >2 m dari pangkal pokok (arah luar piringan). Pupuk HGFB daplikasikan tebar disekeliling pokok dengan radius 0.5-1 m dari pangkal pokok. Penebaran dengan radius 2 m atau pada pelepah dan berbentuk U-shape dilakukan karena akar tertier dan kwarter yang aktif menyerap hara lebih banyak terdapat dibawah pelepah di gawangan mati dibanding pada piringan (Lubis, 2008). Pengamatan yang dilakukan oleh penulis untuk menghitung ketepatan cara/aplikasi pada pemupukan RP didasarkan pada kondisi penyebaran pupuk di piringan, pupuk diecer, pokok yang dipupuk, dosis/takaran pupuk, untilan tinggal, dan karung tinggal. Penulis mengamati 15 penabur pada satu blok. Tanaman yang diamati yaitu tiga baris sampai pasar tengah untuk masing-masing penabur. Berdasarkan hasil pengamatan rata-rata ketepatan aplikasi tenaga penabur untuk pupuk RP adalah 93%. Hal ini menunjukan bahwa tenaga kerja penabur cukup tepat dalam kegiatan aplikasi pupuk yang dilakukan karena standar kebun ≥90%. Tenaga penabur telah mengetahui dan memperhatikan aplikasi pada piringan dan kondisi kemerataan pupuk pada pirirngan. Hasil pengamatan ketepatan aplikasi dapat dilihat pada Gambar 9. Berdasarkan pengamatan penulis pada penempatan aplikasi pupuk RP terdapat 1.2% pokok pengamatan tidak terpupuk dan 98.8% pokok pengamatan terpupuk. Pokok yang tidak terpupuk berada di sekitar pasar tengah. Hal ini karena takaran pupuk yang digunakan tidak dikalibrasi dan hanya mengandalkan perkiraan sehingga ketepatan dosis pupuk yang diaplikasikan pada tiap pokok menjadi tidak rata dan tidak sampai pasar tengah. Selain itu juga karena piringan yang kotor dan tertutup oleh gulma serta kacangan membuat pokok tidak terpupuk.
54 Pada pengamatan penempatan aplikasi pupuk RP terlihat bahwa 2.3% pupuk ditebar di piringan, 6.7% ditebar di gawangan, 5.2% ditebar di susunan pelepah dan gawangan, 9.1 % ditebar di susunan pelepah dan piringan, serta 76.7% (standar kebun ≥95%) pupuk telah ditebar tepat di susunan pelepah. Artinya ketepatan penempatan pupuk masih cukup rendah. Hal ini karena kurangnya arahan dari asisten dan mandor pupuk serta tidak adanya perhatian dari penabur pupuk dalam penebaran menjadi sebab kesalahan dalam penempatan lokasi pemupukan.
Prestasi Tenaga Kerja Pemupuk Prestasi tenaga kerja pemupuk adalah kemampuan seorang pemupuk dalam melakukan pekerjaan penaburan pupuk, dilihat dari output yang dihasilkan. Standar untuk setiap tenaga penabur adalah 550-600 kg/HK pada hari normal kerja (7 jam) sedangkan pada hari jumat 350-400 kg/HK sesuai dengan jenis pupuk dan dosis pupuk yang digunakan. Hasil pengamatan penulis berdasarkan Tabel 12 rata-rata untuk pemupukan RP prestasi tenaga penabur dari bobot yang diaplikasikan telah mencapai standar kebun. Akan tetapi, pada pengamatan hari jumat tanggal 24 Maret 2012 tenaga penabur pupuk tidak mencapai standar kebun. Hal ini karena pada tanggal tersebut output pemupukan distandarkan pada hari normal (7 jam) untuk mengejar target pemupukan RP, agar bulan Maret selesai dan mengurangi persediaan pupuk di gudang pupuk. Prestasi tenaga kerja penabur untuk aplikasi pupuk MOP masih dibawah standar kebun kecuali pada tanggal 5 Maret 2012. Hal ini disebabkan oleh jumlah tenaga penabur yang berlebih. Sebagai contoh pada tanggal 7 Maret 2012 dengan output/HK adalah 550 kg dan jumlah pupuk 4,534 kg maka tenaga kerja yang dibutuhkan seharusnya 8 orang saja. Hal ini berakibat pemupukan lebih cepat selesai tetapi dari segi biaya akan bertambah. Selain itu juga kurang efisiennya tenaga kerja dalam mengatur jam kerja, padahal jika mereka menggunakan jam kerja dengan baik output yang dicapai akan lebih besar dari standar kebun. Penulis juga melakukan pengamatan terhadap sepuluh orang tenaga penabur untuk mengetahui output penabur pupuk berdasarkan umur, lama bekerja
55 sebagai penabur pupuk, dan pendidikan. Data diperoleh dari data sekunder jumlah aplikasi pupuk oleh tenaga pemupuk dalam seminggu dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Profil Pemupuk dan Prestasinya Nama
Umur
Pemupuk
(tahun)
Pendidikan
Lama
Prestasi
Bekerja
kerja
(tahun)
(kg/HK)
ST Dev
Hernita
39
SD
6
786.9
218.50
Rukhayah
40
SD
6
786.6
218.50
Misnah
31
SMP
1
786.9
218.54
Supriatin
35
SMA
1
825.2
210.29
Suharni
38
SMP
1
825.2
210.29
Sutimah
43
SD
6
835.1
197.28
Siti Rahma
29
SMP
2
835.4
197.15
Mahni
31
SD
1
851.8
204.62
Aswi
40
SD
4
851.9
204.57
Riska
21
SMA
0.5
858
209.79
Sumber: Data Kebun (2012)
Data diuji dengan uji korelasi antara umur dengan prestasi, tingkat pendidikan dengan prestasi, lama bekerja dengan prestasi. Hasil menunjukan bahwa tidak terdapat korelasi yang nyata antara pengaruh umur, tingkat pendidikan, dan lama bekerja terhadap prestasi yang dicapai penabur pupuk. Dari hasil ini menunjukan bahwa kualifikasi tenaga penabur pupuk relatif merata.
Hambatan dan Upaya Peningkatan Keefektifan Pemupukan Pemupukan merupakan kegiatan yang sangat penting karena berbanding lurus dengan produksi buah. Jika pemupukan dilakukan tidak sesuai prosedur yang ada, maka akan berakibat menurunnya produktivitas kelapa sawit. Dalam kaitannya dengan kegiatan pemupukan di kebun BKLE terdapat beberapa hambatan diantaranya adalah: a. Gudang penyimpanan pupuk yang kurang memadai sehingga ketika hujan turun akan menyebabkan pupuk yang telah diuntil membatu. Sebaiknya dibuat gudang pemupukan yang sesuai standar penyimpanan pupuk dan
56 dipisahkan antara pupuk yang telah diuntil dengan pupuk yang belum diuntil agar mudah dalam perhitungan kebutuhan pupuk dan stok pupuk digudang. b. Takaran untilan dan takaran penabur yang digunakan untuk berbagai macam jenis pupuk menyebabakan tidak tepatnya dosis untilan dan penaburan. Hal ini karena tidak adanya pengawasan pada kegiatan penguntilan pupuk dan jarang sekali dilakukan penimbangan sampel untilan oleh tenaga penguntil. Perlu adanya pengawasan dalam ketepatan bobot untilan dan sering dilakukan kalibrasi takaran agar sesuai dosis yang direkomendasikan. c. Pelangsir dan pengecer pupuk cukup sulit menentukan jumlah untilan pupuk dengan benar karena perbedaan jumlah pokok antara rekomendasi dengan di lapangan sehingga untilan pupuk tidak sesuai. Oleh karena itu perlu dilakukan sensus pokok yang rutin untuk mengetahui jumlah tanaman dan kondisi blok yang ada. d. Penabur pupuk kurang memperhatikan ketepatan dosis per pokok sehingga masih ada pokok tidak terpupuk dan pupuk tercecer di pasar tengah. Sebaiknya sebelum kegiatan pemupukan, dilakukan penjelasan tentang pentingnya ketepatan dosis kepada penabur agar mereka menyadari bahwa selain bekerja juga harus dituntut kualitas pemupukan. e. Kurangnya simulasi dari mandor atau asisten tentang aplikasi pemupukan yang benar kepada penabur. Oleh karena itu perlu dilakukan simulasi terlebih dahulu sebelum pemupuk masuk ke blok oleh asisten atau mandor pupuk. Oleh karena itu, upaya dalam meningkatkan keefektifan pemupukan dapat dilakukan dengan cara pengaturan transportasi yang baik, penyediaan tenaga kerja yang cukup, akses atau prasarana jalan yang baik, pemupukan dengan berpedoman pada prinsip 5T, pengawasan atau supervisi yang baik, penerapan reward dan punishment yang adil. Apabila upaya diatas dapat dijalankan maka efektivitas pemupukan dapat tercapai.
57 Defisiensi Tanaman Ketersediaan hara dalam tanah yang rendah dapat berakibat tanaman pemupukan tanaman kelapa sawit adalah N, P, K, Mg, Cu, dan B. Masing-masing unsur hara tersebut diharapkan tersedia cukup dalam tanah. Faktor penyebab defesiensi yaitu jumlah pupuk yang diberikan tidak mencukupi, genangan air, aplikasi pupuk yang buruk, dan perkiraan efesiensi pemupukan yang tidak tepat. Menurut Adiwiganda (2007) menyatakan bahwa defisiensi salah satu unsur hara dapat dideteksi secara visual pada daun tanaman kelapa sawit. Pengamatan yang dilakukan oleh penulis secara visual terhadap gejala defisiensi hara yaitu sebanyak 36.16% mengalami defisiensi unsur N, 25.05% mengalami defisiensi unsur K, 7.98% mengalami defisiensi unsur B, 6.36% mengalami defisiensi unsur P, dan 4.14% mengalami defisiensi unsur Mg. Gejala defesiensi N disebabkan oleh berkurangnya mineralisasi N pada tanah dan tidak cukupnya atau tidak efektifnya aplikasi nitrogen. Selain itu juga aplikasi pemupukan yang tidak sesuai dengan rekomendasi yang telah ditentukan. Dampaknya yaitu menurunnya produksi tanaman kelapa sawit pada tahun berikutnya. Peta status hara daun kebun BKLE dapat dilihat pada Lampiran 8.
Biaya Pemupukan dan Cost/Ha Pemupukan Menurut Adiwiganda (2002) biaya pemeliharaan tidak kurang dari 50 % adalah biaya pemupukan dari biaya pengadaan, transportasi, dan pengawasan. Pemupukan pada tanaman kelapa sawit membutuhkan biaya yang sangat besar sekitar 30% terhadap biaya produksi atau sekitar 60% terhadap biaya pemeliharaan. Berdasarkan data yang diperoleh bahwa biaya pemupukan kebun BKLE untuk tahun 2011 tanaman menghasilkan sebesar Rp 10,496,352,201 dan biaya pemeliharaan tanaman menghasilkan sebesar Rp 15,306,286,506. Total cost/ha untuk kegiatan pemupukan adalah Rp 5,030,337. Artinya bahwa rata-rata untuk kegiatan pemupukan dalam 1 ha membutuhkan biaya sebesar Rp 5,030,337. Secara umum untuk biaya pemeliharaan tanaman menghasilkan pada tahun 2011 dapat dilihat pada Lampiran 10.