Edisi 19 O September 2011
Harmonisasi Asean Bidang Kesehatan:
3
Liberalisasi Kesehatan Kawasan Regional
4
AJCCM: Jalan Panjang Menuju Kompetensi Bersama
7
Prof. DR. Dr. Syamsu, SpPD, K-AI, FINASIM:
Setia di Jalur Medis
10
Perjanjian Terapetik Dokter-Pasien:
14
Pelayanan Jantung Terpadu RSCM: One Stop Service Penyakit Jantung
Liberalisasi Jasa Kesehatan di Kawasan Regional
H
armonisasi Asean tidak hanya merambah sektor industri tapi juga jasa, termasuk kesehatan. Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-9 ASEAN di Bali, tahun 2003 lalu telah menyepakati pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN (KEA) yang bertujuan untuk menciptakan pasar tunggal dan basis produksi yang ditandai dengan bebasnya aliran barang, jasa, investasi, dan tenaga kerja. Khusus sektor jasa, bidang ini memberi kontribusi besar terhadap pendapatan negara. Sektor ini rata-rata menyumbang 40% - 50% Produk Domestik Bruto (PDB) negara-negara ASEAN sehingga dinilai memiliki peran strategis dalam perekonomian ASEAN. Sektor ini juga merupakan sektor yang paling cepat pertumbuhannya di kawasan Asean. Kerja sama di bidang jasa ini diatur dalam MRA (Mutual Recognition Arrangement) yang telah disepakati oleh masingmasing negara. MRA memudahkan perpindahan tenaga kerja professional antar negara-negara ASEAN, khususnya dalam rangka integrasi pasar dengan tetap mempertahankan kekhususan masing-masing negara. Hingga saat ini, ada delapan MRA bidang jasa yang telah disepakati, dimana kesehatan termasuk jasa yang diprioritaskan. Liberalisasi sektor jasa seluruhnya ditargetkan pada 2015. Kendati tenggat waktunya telah ditetapkan, namun pada pelaksanaannya boleh jadi molor. Menurut Prof.DR.Dr. Agus Purwadianto, SpF, SH, MSi, DFM, dari Kementerian Kesehatan RI mengatakan hingga kini masih dalam proses penjajakan dari sisi bisnis kesehatan dan penyamaan kurikulum pendidikan kedokteran. Sedangkan, perihal praktik dokter lintas negaranegara Asean masih diwarnai banyak perdebatan, belum ada kata sepakat di antara anggota Asean. “Soal praktik dok-
ter asing tidak perlu tergesa-gesa, karena butuh waktu yang lama untuk mendapatkan titik temunya. Di belahan dunia lain seperti Eropa butuh 15 sampai 20 tahun untuk membahas praktik dokter asing,” tegas Staf Ahli Kementerian kesehatan RI Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi ini. (HI) Susunan Redaksi: Penanggung Jawab: DR. Dr. Aru. W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FINASIM, FACP *Pemimpin Redaksi: Dr. Ika Prasetya Wijaya, SpPD, K-KV, FINASIM *Bidang Materi dan Editing: Dr. lndra Marki, SpPD, FINASIM; Dr. Agasjtya Wisjnu Wardhana, SpPD, FINASIM; Dr. Alvin Tagor Harahap, SpPD; Dr. Nadia A. Mulansari, SpPD *Koresponden: Cabang Jakarta Raya, Cabang Jawa Barat, Cabang Surabaya, Cabang Yogyakarta, Cabang Sumut, Cabang Semarang, Cabang Padang, Cabang Manado, Cabang Sumbagsel, Cabang Makassar, Cabang Bali, Cabang Malang, Cabang Surakarta, Cabang Riau, Cabang Kaltim, Cabang Kalbar, Cabang Dista Aceh, Cabang Kalselteng, Cabang Palu, Cabang Banten, Cabang Bogor, Cabang Purwokerto, Cabang Lampung, Cabang Kupang, Cabang Jambi, Cabang Kepulauan Riau, Cabang Gorontalo, Cabang Cirebon, Cabang Maluku, Cabang Tanah Papua, Cabang Maluku Utara, Cabang Bekasi, Cabang Nusa Tenggara Barat, Cabang Depok, Cabang Bengkulu *Sekretariat: sdr. M. Muchtar, sdr. Husni, sdr. M. Yunus, sdri. Oke Fitia, sdri. Anindya Yustikasari *Alamat: PB PAPDI, Gedung ICB Bumiputera, Ground Floor 2B, Jl. Probolinggo No. 18, Gondangdia, Menteng, Jakarta 10350. Telp. (021) 2300818, Fax. (021) 2300588, 2300755; SMS 085695785909; Email:
[email protected]; Website: www.pbpapdi.org
2
SEKAPUR SIRIH
Halo Internis Q Edisi 19 Q September 2011
BIDANG HUMAS PUBLIKASI DAN MEDIA
OM INTERNIZ
alam jumpa kembali dengan kami Halo Internis. Sebelumnya kami redaksi menghaturkan Minal Aidin wal Faizin Mohon maaf lahir dan bathin. Setelah melalui edisi sebelumnya kali ini kami menyajikan artikel berkaitan dengan masalah kerjasama dan perdagangan antar negara di Asia Tenggara (ASEAN) melalui pendekatan standarisasi pelayanan kesehatan utamanya Penyakit Dalam yang digodok melalui AFIM (ASEAN Federation of Internal Medicine) menyusun adanya regional board examination dalam rangka standar kemampuan kompetensi dokter Spesialis Penyakit Dalam dilingkungan ASEAN agar ke depan mampu dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia bisa berpraktik di sesama negara ASEAN tanpa adanya diskriminasi. Selain itu kami juga menyajikan artikel layanan unggulan yang sedang dikembangkan serta sorotan pendidikan subspesialisasi serta berita dari Konker PAPDI Batam dan kegiatan PAPDI daerah.
S
SOROT UTAMA
Halo Internis Q Edisi 19 Q September 2011
3
Liberalisasi Kesehatan Kawasan Regional
J
Dalam hal ini, tambah Prof. Agus, peran Kemenkes sebagai koordinator yang bekerja lintas sektoral dengan Kementerian Pendidikan Nasional, Konsil Kedokteran Indonesia dan organisasi profesi kedokteran. Sebagai acuan standar pendidikan kedokteran, saat ini sedang dibuat Undang-Undang Pendidikan Kedokteran. “Rancangannya sudah di DPR, diharapkan menjadi salah satu kekuatan kita untuk menyamakan dengan yang ada di Asean,” ujar ahli forensik dan hukum kedokteran ini. Sementara acuan lain bagi Indonesia dalam harmonisasi Asean adalah adalah UU Kesehatan, UU Praktik Kedokter-
Harmonisasi Asean bidang kesehatan baru menjajaki sisi bisnis dan penyeragaman standar pendidikan kedokteran. Perlu perhatian serius menyambut liberalisasi bidang kesehatan ini kalau tidak mau dianggap tamu di negeri sendiri. ra. Dokter lulusan dari suatu negara belum tentu bisa langsung praktik di negara Asean lain. Hingga kini, Singapura masih memproteksi ada dokter-dokter asing yang ingin berpraktik di sana. Be-
syarakat, dan kita akan menjadi tuan rumah di negeri sendiri,” ungkapnya. Hal lain yang mesti dibenahi, menurut Ketua Umum PB IDI, DR. Dr. Prijo Sidipratomo, SpRad adalah sistem ke-
FOTO-FOTO: DOK. PAPDI
asa kesehatan menjadi bagian dalam Komunitas Ekonomi Asean (KEA). Instrumentasi kesehatan, baik sarana dan fasilitas kesehatan hingga sumber daya manusia, akan bebas mengalir keluar masuk dari satu negara ke negara Asia Tenggara lainnya. Pada saat itu, hambatan-hambatan regulasi dan territorial masing-masing negara berangsur tunduk pada kesepakatan bersama negara-negara anggota. Tak pelak, negara-negara yang tergabung dalam Asean berbenah mempersiapkan era liberalisasi tersebut. Lalu, sejauhmana upaya harmonisasi Asean bidang kesehatan saat ini?
Prof. DR. Dr. Agus Purwadianto, SpF, SH, MSi, DFM
Prof. DR. Dr. Agus Purwadianto, SpF, SH, MSi, DFM, dari Kementerian Kesehatan RI mengatakan hingga kini harmonisasi Asean bidang kesehatan masih dalam proses penjajakan dari sisi bisnis kesehatan seperti mendirikan rumah sakit, klinik, alat kesehatan, dan pembahasan soal penyamaan kurikulum pendidikan kedokteran. Sedangkan, tambah Prof. Agus, perihal masuknya dokter asing untuk berpraktik lintas negara-negara Asean masih diwarnai banyak perdebatan, belum ada kata sepakat di antara anggota Asean. “Soal praktik dokter asing tidak perlu tergesa-gesa, karena butuh waktu yang lama untuk mendapatkan titik temunya. Di belahan dunia lain seperti Eropa butuh 15 sampai 20 tahun untuk membahas praktik dokter asing,” tegas Staf Ahli Kementerian kesehatan RI Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi ini. Dari sisi bisnis kesehatan, lanjut Prof. Agus, diperoleh kesepakatan bahwa pemilik modal asing dapat berinvestasi di negara anggota Asean. Di Indonesia, perusahan asing dapat menanamkan modalnya hingga kepemilikan sahamnya 70 persen, bahkan diizinkan mendirikan rumah sakit. “Namun tetap mengikuti regulasi negara setempat, seperti di Indonesia dengan syarat mesti menyediakan 25 % untuk pasien kurang mampu,” ujarnya
DR. Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FINASIM, FACP
an, dan UU Tenaga Kesehatan. Namun bila ditelisik lebih jauh, Indoneisa termasuk negara dengan regulasi yang lebih moderat di banding negara Asia Tenggara lainnya. Thailand, misalnya, Negara ini mensyaratkan dokter asing yang berpraktik mesti berkomunikasi dengan bahasa setempat. Sedangkan Filipina, Undang-Undang Dasarnya tidak memperbolehkan dokter asing berpraktik di sana. “Terpenting adalah pelayanan untuk rakyat lebih baik, dan kedaulatan bangsa jangan sampai terhina di mata bangsa Asean yang lain. Kalau ada dokter merasa tersaingi adalah risiko. Sebenarnya kita tidak perlu takut, karena kita ini disegani oleh negara-negara Asean yang lain,” tutur Prof. Agus.
Berbenah Menuju Komunitas Ekonomi Asean Hal senada juga disampaikan Ketua Umum PB PAPDI, DR. Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FINASIM, FACP. Menurut Dr. Aru, pembahasan harmonisasi ini baru menyentuh penyeragaman standar pendidikan, belum sampai praktik dokter antar negara. Pasalnya, masing-masing negara memiliki sistem pendidikan kedokteran yang berbeda-beda, di samping hambatan regulasi di tiap-tiap nega-
gitu pula, Thailand tidak mengakui dokter lulusan Filipina, meski ia warga negara sendiri yang belajar di Filipina. Sementara Indonesia, menerima dokter asing berpraktik selama sesuai dengan regulasi yang berlaku di negeri ini.
“Pembahasan keluar-masuk dokter asing perlu waktu yang lama, karena terkait dengan perubahan-perubahan regulasi yang ada di masing-masing negara,” tegasnya. Yang menjadi prioritas, lanjut Dr. Aru, adalah penyeragaman standar kualitas pendidikan kedokteran sehingga nantinya ada pengakuan atas hasil pendidikan kedokteran di masing-masing negara. “Keseragaman standar pendidikan mesti didahulukan, sehingga lulusan dokter satu negara diakui di negara-negara Asean lainnya. Dengan begitu, dokter yang mengambil pendidikan di negara tetangga ketika kembali dapat melakukan praktik di negara asal,” ujarnya. Kendati demikian, masuknya dokter asing suatu keniscayaan dalam era globalisasi. Oleh karenanya, menurut Dr. Aru, untuk menjawab tantangan globalisasi ini stakeholder kesehatan, baik pemerintah maupun instansi kesehatan lainnya bersama-sama meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan memperbanyak jumlah dokter. “Ini akan mengembalikan kepercayaan ma-
DR. Dr. Prijo Sidipratomo, SpRad
sehatan dan pembiayaan kesehatan nasional. Saat ini sistem kesehatan di Indonesia belum siap untuk menyambut harmonisasi Asean. Begitu pula dengan belum ditetapkannya sistem jaminan nasional, sehingga masyarakat dapat berobat ke layanan kesehatan mana saja. ”Kita belum siap memasuki era globalisasi karena sistem kesehatan belum tertata rapi. Hendaknya sistemnya di perbaiki dulu, dengan sistem pelayanan berjenjang, primer, sekunder dan tersier. ” ujarnya Dr. Prijo mengatakan, pemerintah harus mengutamakan perbaikan pelayanan kesehatan yang menjadi hak rakyat. Yaitu, membentuk sistem kesehatan yang berorientasi pada kepentingan masyarakat, dimana setiap warga telah memiliki dokter melalui pelayanan primer. Untuk memenuhi jumlah dokter, pemerintah mesti memberi perhatian kepada fakultas kedokteran. “Sebenarnya konsepnya adalah pelayanan primer yang mengutamakan layanan preventif. Dengan layanan ini orang akan dijaga tetap sehat. Diharapkan pemerintah segera mengimplementasikannya. Dengan begitu dalam 20 tahun ke depan kita punya sumber daya manusia yang inovatif dan kreatif. Jadi bisa mengembangkan pembangunan ekonomi jauh lebih baik,” tegas Dr. Prijo. (HI)
4
SOROT UTAMA
Halo Internis Q Edisi 19 Q September 2011
Dr. Agung Sutiyoso, Ketua Bidang Globalisasi Praktik Kedokteran PB IDI
AJCCM: Jalan Panjang Menuju Kompetensi Bersama
H
tuk mendapatkan Surat izin Praktik (SIP). Begitu pula dengan negara Asean yang lain, masuknya dokter asing harus mengikuti regulasi negara tersebut, kecuali Filipina yang undang-undang dasarnya melarang dokter asing praktik di sana. “MRA ini masih on pro-
DOK. PAPDI
armonisasi Asean meliputi barang dan jasa. Untuk jasa meliputi 12 bidang, sesuai dengan GATS. Pada liberalisasi Asean ini jasa kesehatan kedokteran, dokter gigi dan perawat merupakan bidang yang mendapat prioritas untuk segera diimplementasikan. Aturan main untuk bidang jasa, secara umum dipegang oleh Asean Framework Agreement on Services (AFAS). Untuk kesehatan, AFAS merumuskan tiga Mutual Recognition Arrangement (MRA), yaitu MRA praktik kedokteran, dokter gigi, dan perawat. Sementara untuk MRA praktek kedokteran, AFAS membentuk Asean Joint Coordinating Committee On Medical Practitioners (AJCCM) yang anggotanya adalah Professional Medical Regulatory Authority (PMRA), authoritas pemberi izin praktik di masing-masing negara Asean. Delegasi Indonesia dalam AJCCM adalah Prof. DR. Dr. Agus Purwadianto, SpF(K) dari Kementerian Kesehatan dan Prof. Dr. Menaldi Rasmin, SpP(K) dari Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). MRA kesehatan ini target implementasinya 2010. AJCCM telah enam kali pertemuan, terakhir di Ban-
cess, setiap tahun akan di evaluasi dan dilaporkan ke menteri perdagangan kemudian ke kepala negara,” ujar Dr.
Dr. Agung Sutiyoso
dung 24 Mei 2011 lalu. Menurut Dr. Agung Sutiyoso, Ketua Bidang Globalisasi Praktik Kedokteran PB IDI, keluar-masuk dokter antar negara-negara Asean harus mengikuti MRA. Dokter asing yang ingin berpraktik di Indonesia mesti mengikuti MRA yang dibuat berdasarkan undang-Undang yang berlaku, seperti Undang-undang Praktik Kedokteran. Dimana mereka harus memenuhi syarat dari konsil kedokteran Indonesia untuk mendapatkan Surat Tanda Registrasi (STR) dan menyanggupi syarat dari Kementerian Kesehatan un-
Agung menjelaskan. Hambatan-hambatan domestik, lanjut Dr. Agung, ditargetkan sudah hilang pada 2015. Di Indonesia misalnya, hambatan national treatment dan market access sudah tidak ada lagi. Artinya, dokter asing diberlakukan sama dengan dokter lokal dan juga bebas melamar praktik di daerah-daerah ter tentu. Berbeda dengan Indonesia, negara Laos, Vietnam dan Kamboja belum memiliki regulasi yang ditentukan negaranya. Sementara Singapura mematok standar yang tinggi untuk dokter asing. Sedangkan Thailand terbuka dengan dokter asing, cukup mengikuti national board bersama residen. “Kita lihat saja apakah negara-negara Asean siap tahun 2015? Sampai saat ini belum ada dokter asing yang melamar praktik ke negara-negara Asean lain. Ada beberapa negara yang masih belum memiliki regulasi yang jelas dan ada pula yang protektif. Bisa ja-
Prof. DR. Dr. Samsuridjal Djauzi, SpPD, K-AI, FINASIM, FACP Ketua Kolegium Ilmu Penyakit Dalam
Agar Tidak Kecolongan Dokter Asing
DOK. PAPDI
Segera Formalkan Pendidikan Subspesialis
Prof. DR. Dr. Samsuridjal Djauzi, SpPD, K-AI, FINASIM, FACP
H
armonisasi Asean menyentuh berbagai disiplin ilmu kedokteran, termasuk kolegium ilmu penyakit dalam. Kedokteran ilmu penyakit dalam merupakan salah satu disiplin ilmu dari empat spesialis yang ditetap-
kan Asean Joint Coordinating Committee on Medical Practitioners (AJCCM) sebagai kompetensi inti Asean. Untuk membentuk kompetensi bersama ini, kolegium ilmu penyakit dalam dari beberapa negara Asean telah melakuan penjajakan satu sama lainnya. “PAPDI telah mencoba untuk melihat kurikulum dan kompetensi dokter spesialis penyakit dalam di kawasan ASEAN. Bahkan kita juga pernah mengundang kolegium mereka untuk bicara pada pertemuan nasional PAPDI,” ujar Ketua Kolegium Ilmu Penyakit Dalam PB PAPDI Prof. DR. Dr. Samsuridjal Djauzi, SpPD, K-AI, FINASIM, FACP. Menurut Prof. Samsu menyeragamkan kurikulum bukan perkara mudah. Tiap-tiap negara memiliki banyak perbedaan dalam kurikulum pendidikan ilmu penyakit dalam. Masing-masing pola pendidikannya memiliki kelebihan dan kekurangan.” Memang cara pendidikan agak berbeda, namun PAPDI harus menyiapkan diri agar kompetensi
lulusan PAPDI mampu bersaing. Salah satu kelemahan PAPDI mungkin adalah dalam penguasaan ketrampilan menggunakan alat kedokteran, karena pendidikan PAPDI memang mengutamakan ketrampilan klinis dan pemeriksaan penunjang sebagai bantuan diagnostik,” aku mantan Ketua Umum PB PAPDI ini. Di samping lemahnya penguasaan alat, lanjut Prof. Samsu, PAPDI masih menyimpan beberapa pekerjaan rumah untuk mengantisipasi liberalisasi kesehatan di kawasan regional ini. Diantaranya, masih kurangnya jumlah dokter spesialis penyakit dalam serta distribusinya yang tidak merata. PAPDI berharap pemerintah dapat membantu menambah pusat-pusat pendidikan dan meningkatkan kapasitas residen. Dan pemerintah dapat melengkapi saran kesehatan di daerah agar menarik minat internis berpraktik. “Kita berharap dalam waktu tak lama lagi dapat memfasilitasi dua pusat pendidikan baru di Kalimantan,” tuturnya.
di ini akan panjang prosesnya,” ungkap Dr. Agung pesimis.
Menuju Kompetensi Bersama Liberalisasi jasa menuju terbentuknya pasar tunggal di kawasan regional tak mengenal hambatan-hambatan domestik lagi. Aliran barang dan jasa bebas keluar-masuk negara-negara Asia Tenggara. Pada layanan kesehatan, dokter asing cukup memiliki ijasah bersama maka dapat berpraktik di Negara yang dituju. “Ke depan akan dijajaki penyeragaman pendidikan kedokteran sehingga dapat melakukan ujian bersama dan sertifikat bersama. Dengan begitu dokter dapat melamar ke negara lain tanpa mengikuti regulasi di negara tersebut,” ungkap Dr. Agung. Saat ini, lanjutnya, telah disepakati terlebih dahulu empat ilmu dasar, yaitu bedah, penyakit dalam, pediatrik dan obgyn serta dokter umum atau dokter keluarga yang akan segera di implementasikan. Kolegium bedah sudah merintis terlebih dahulu dengan saling tukar menukar dosen dan mahasiswa. Eropa memerlukan waktu 40 tahun untuk membentuk kompetensi bersama. “Di Asean tidak bisa dipastikan. Boleh jadi memerlukan waktu yang lebih singkat atau bisa saja lebih lama dibanding Eropa,” ujar Dr. Agung sambil tertawa. (HI)
Kemudian, hingga kini pendidikan subspesialis belum diformalkan. Hal ini menjadi peluang bagi dokter asing melakukan penawaran untuk mengisi kekurangan konsultan di Indonesia. “Negara Asean akan menawarkan kepada kita dokter subspesialis penyakit dalam,” kata Prof. Samsu. Lebih khawatir lagi, pendidikan subspesialis belum diformalkan menjadi bagian sistem pendidikan kedokteran di Indonesia. Hal ini akan memperkuat dokter asing masuk ke negeri ini karena dianggap Indonesia belum memiliki pendidikan subspesialis. “Pendidik-
an subspesialis ini segera harus diformalkan. Jika belum formal maka teman-teman dari negara Asean dapat mengatakan bahwa Indonesia belum punya tenaga dokter subspesialis dan mereka akan melakukan penawaran,” ujarnya Padahal, kata Guru Besar FKUI ini, peran konsultan bukan hanya pada pelayanan kesehatan tapi juga pada pendidikan spesialis. Pendidikan subspesialis penyakit dalam dikelola oleh kolegium dan sudah dimulai sejak tahun 1986. Kini telah memiliki 11 bidang subspesialis. Jumlah konsultan ini terus bertambah tiap tahun. “Tenaga subspesialis dari berbagai bidang spesialis terus meningkat. Sayangnya pendidikan subspesialis yang dikelola kolegium belum diakomodasi oleh Konsil Kedokteran Indonesia,” ujar Prof. Samsu, menyayangkan. (HI)
SOROT UTAMA
Halo Internis Q Edisi 19 Q September 2011
Dr. Sally A. Nasution, SpPD, K-KV, FINASIM
5
Wakil Sekretaris Jenderal PB PAPDI
DOK. PAPDI
PAPDI tak bisa menolak harmonisasi karena hal ini telah ditetapkan pemerintah. PAPDI turut aktif dalam upaya mewujudkan komunitas regional ini. Perkembangan dari pertemuan AFIM perlu disosialisasikan kepada anggota PAPDI agar lebih siap menghadapi liberalisasi di kawasan Asean ini.
Dr. Sally A. Nasution, SpPD, K-KV, FINASIM (berdiri belakang keempat dari kiri) dan Dr. Chairul Radjab Nasution, SpPD, K-GEH, FINASIM, MKes, FACP (duduk depan kedua dari kiri) pada pertemuan AFIM di Filipina
P
“Tujuannya adalah membentuk regional board examination,” kata Dr. Sally A. Nasution, SpPD, K-KV, FINASIM, Wakil Sekretaris Jenderal PB PAPDI Di antara disiplin ilmu itu, kata Dr. Sally, perwakilan organisasi profesi ilmu penyakit dalam dari beberapa negara Asean telah melakukan beberapa kali pertemuan untuk membahas terkait harmonisasi Asean ini. Wacana ini pertama kali disampaikan pada World Congress of Internal Medicine (WCIM), 2008, di Buenos Aires, Argentina. Kemudian dilanjutkan pada annual meeting Philippine College Physician (PCP) di Manila. Pada pertemuan pertama organisasi profesi ilmu penyakit dalam negara-ne-
DOK. PAPDI
ertemuan Asean Joint Coordinating Committee on Medical Practitioners (AJCCM) menyepakati empat spesialis, yaitu Ilmu penyakit dalam, bedah, pediatrik serta obgyn, dan dokter umum/dokter keluarga untuk segera dibuat standar kompetensi bersama. Ketetapan ini suka tak suka mesti direspon oleh masing-masing organisasi profesi tiap negara-negara Asean. Selanjutnya, perwakilan kolegium masing-masing disiplin ilmu kedokteran tersebut akan saling menjajaki satu sama lainnya. Diharapkan tahun 2015 nanti, komunitas regional Negara-negara Asia Tenggara telah memiliki standar kompetensi bersama disiplin ilmu tersebut.
Pertemuan AFIM di Manila, Filipina, tampak Dr. Sally (kedua dari kanan)
gara Asean di Filipina, dari Indonesia di wakili Ketua Umum PB PAPDI, DR. Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD,K-HOM, FINASIM, FACP; Sekretaris Jenderal PB PAPDI, Dr. Chairul Radjab Nasution, SpPD, K-GEH, FINASIM, MKes, FACP, dan Czeresna Heriawan Soejono, SpPD, K-Ger, FINASIM, MEpid, FACP. Mereka menghidupkan kembali Asean Federation of Internal Medicine (AFIM), yang telah beberapa tahun “mati suri”. Lewat AFIM mereka bertemu membahas amanat harmonisasi Asean ini. Filipina merupakan negara yang aktif memfasilitasi AFIM. Pada pertemuan selanjutnya juga di Filipina, saat itu, Dr. Sally, wakil dari Indonesia, memaparkan kondisi ilmu penyakit dalam yang berjalan di Indonesia. Begitu pula dari negara asean lain. “Masing-masing perwakilan mengelaborasi sistem yang dimiliki. Satu sama lainnya sangat berbeda. Singapura dan Malaysia agak relaktan. Ternyata tak mudah menyatukannya” ujar Kardiolog ini. Pada pertemuan itu, diakui Dr. Sally, Indonesia ditunjuk sebagai first congress of AFIM dalam waktu dekat ini. Namun Dr. Sally keberatan untuk diadakannya kongres di Indonesia. ”Karena pada
PENGUMUMAN Halo Internis edisi mendatang membuka rubrik baru, yaitu : O
O
Pojok Tanya Jawab. Rubrik ini ditujukan bagi sejawat yang ingin berkonsultasi tentang kasus-kasus yang ditemui di tempat praktik sejawat Surat Pembaca. Kami menerima masukan berupa kritik, saran serta tanggapan lain seputar tabloid ini. Disamping itu, kami juga menerima opini seputar hal-hal yang berkaitan dengan kedokteran.
Kirimkan per tanyaan, kritik, saran, tanggapan, atau opini Anda ke: Kantor PB PAPDI Gedung ICB Bumiputera, Ground Floor 2B, Jl. Probolinggo No. 18, Gondangdia, Menteng, Jakarta 10350. Telp. (021) 2300818; Fax. (021) 2300688, 2300755 Website: www.pbpapdi.org E-mail:
[email protected]
tahun 2012 kita sudah ada Kopapdi, our national congress, di Medan. Acara ini merupakan internal PAPDI, jadi tidak mungkin diubah menjadi kongres AFIM,” katanya. “Disepakati hanya pertemuan AFIM di Indonesia, yang bersamaan dengan Kopapdi 2012 di Medan.” Organisasi ilmu penyakit dalam berkoordinasi dengan domestic regulator negara masing-masing untuk menyampaikan perkembangan hasil-hasil pertemuan AFIM. Agenda pertemuan AFIM selanjutnya adalah melakukan inventaris masalah sekaligus melihat potensipotensi yang dapat diselaraskan. Kemudian, melakukan pertukaran dosen untuk memberi kesempatan berbagi pengalaman antar negara Asean. Dan melakukan basic training bersama. “Secepatnya dirampungkan agar memiliki ijasah bersama sehingga negara-negara Asean lebih acceptable,” kata Dr. Sally. Harmonisasi Asean memaksa negara-negara di kawasan Asia Tenggara membuka diri. Tapi untuk membuka hambatan-hambatan, baik territorial dan regulasi domestik, dibutuhkan proses yang panjang, seperti yang pernah dilakukan Eropa. “PAPDI tak bisa menolak harmonisasi karena hal ini telah ditetapkan pemerintah. PAPDI turut aktif dalam upaya mewujudkan komunitas regional ini. Perkembangan dari pertemuan AFIM perlu disosialisasikan kepada anggota PAPDI agar lebih siap menghadapi liberalisasi di kawasan Asean ini,” ujar Dr. Sally, optimis. (HI)
6
SOROT UTAMA
Halo Internis Q Edisi 19 Q September 2011
P
DOK. PAPDI
residen Susilo Bambang Yudhoyono telah menetapkan Indonesia bersama negara Asean yang lain membentuk komunitas ekonomi Asean. Komunitas ini bertujuan, antara lain, untuk menciptakan pasar tunggal dan basis produksi yang ditandai dengan bebasnya aliran barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil dan perpindahan barang modal secara lebih bebas. Pintu liberalisasi semua aspek ekonomi, baik barang maupun jasa termasuk jasa pelayanan medis telah di buka lebar. Era ini membalikan seluruh regulasi di tiap negara Asean yang tertutup terhadap dokter asing. Pada saatnya, regulasi yang tertutup rapat bagi dokter asing lambat laun akan terbuka hingga dokter dari negeri tetangga dapat keluar-masuk dengan bebas. Menurut Direktur Bina Upaya Kesehatan Rujukan Kementerian Kesehatan, Dr. Chairul Radjab Nasution, SpPD, KGEH, FINASIM, MKes, FACP saat ini sedang berlangsung proses ke arah tersebut. Kemenkes dan KKI bersama medical regulatory authority dari negara-negara Asean lain sejak beberapa tahun telah melakukan pertemuan membahas harmonisasi ini. Hingga kini, pembicaraan masih sebatas penjajakan kompetensi profesi kedokteran, terutama kompetensi spesialis ilmu penyakit dalam, bedah, obgyn dan pediatrik serta dokter umum, dari masing-masing negara tersebut. “Baru membicarakan core kompetensi profesi dari negara-negara Asean. Belum membahas Mutual Recognition Arrangement (MRA) kedokteran, apalagi praktik dokter asing.” kata Dr. Chairul yang juga Sekretaris Jenderal PB PAPDI ini. Alotnya pembahasan ini, kata Mantan Direktur RS Fatmawati ini, dikarenakan standar pendidikan kedokteran dan regulasi di negara-negara anggota Asean ini beragam. Dan, mereka memiliki persepsi sendiri-sendiri terkait perdagangan bebas ini. Dengan demikian,
DOK. PAPDI
Benahi Seluruh Lini Kesehatan dan Perkuat Regulasi
Prof. Dr. Menaldi Rasmin, SpP(K)
Dr. Chairul Radjab Nasution, SpPD, K-GEH, FINASIM, MKes, FACP
tiap-tiap negara sangat berhati-hati menyikapi liberalisasi kesehatan di kawasan regional ini. “Masih panjang
prosesnya, perlu penguatan-penguatan seperti persepsi bersama dalam mendefinisikan perdagangan bebas ini dan dibutuhkan leadership yang kuat agar semua negara mau terbuka,” ujarnya Berbeda dengan kompetensi profesi, pembahasan investasi asing di kesehatan sudah lebih maju. Saat ini, tambah Dr. Chairul, rumah sakit asing sudah bisa menanamkan modalnya hingga 70 persen di negara-negara Asean. Namun investasi tersebut mesti mengikuti aturan yang ditetapkan domestic regulatory tiap-tiap negara Asean. “Di Indonesia, Kementerian Kesehatan sebagai domestic regulatory, investai asing boleh mendirikan rumah sakit type B dan direkturnya mesti pribumi. Dan masih ada beberapa kriteria lain yang berorientasi untuk kepentingan masyarakat,” katanya. Hal senada juga disampaikan Prof. Dr. Menaldi Rasmin, SpP(K), Ketua Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). Menurut Prof. Menaldi regulasi yang dibuat berpihak kepada kepentingan negara dengan mempertimbangkan kondisi-kondisi tertentu. Diantaranya, besarnya jumlah penduduk, letak serta luas wilayah geografi, tidak adanya kebijakan pemerintah pusat untuk mengatur penempatan
Catatan Pasien Berobat ke Singapura
Martha Stefanie: Mereka Sangat Tanggap dan Ramah
A
walnya saat usia kehamilan saya delapan bulan dokter sudah melihat kelainan. Dibagian perut bayi sebelah kiri, ada gambar seperti kantong yang menghitam seukuran 8,25 cm. sebelah kanan juga 6,57 cm. Lebih besar dari ginjal anak biasa. Karena itu adalah hasil USG biasa, dokter menyarankan untuk USG 4D. Saat itu dokter sudah menasehati kami untuk saling menguatkan karena ada kemungkinan si bayi sulit survive. Setelah USG 4D, hasilnya tampak dari ginjal ke saluran kencing terdapat pembengkakan. Tapi kata dokter tidak bisa diobati, jadi harus menunggu lahir.
Ketika waktu kelahiran tiba, si bayi malah kelihatan sehat banget. Dari fisik tak ada satu pun yang membedakan dengan anak normal. Kami sangat senang karena dokter juga sempat bilang sebelum lahiran, siapa tahu sehabis lahiran semua hilang dan tidak ada pembengkakan seperti terlihat di USG. Akhirnya seminggu setelah kelahiran, kami bawa Raphael Reigan Yosdianto, nama anak saya, untuk USG lagi. Di situlah terlihat jelas bahwa ginjalnya masih bengkak. Ukurannya sekitar 1/4 perut dia yang bagian kiri. Akhirnya kami dirujuk ke dokter spesialis ginjal. Lalu kami diminta melakukan test kultur ken-
dokter, distribusi dokter yang tidak merata dan belum adanya sistem kesehatan yang dapat menjamin seluruh masyarakat. “Pokoknya regulasi tentang ini harus kita pikirkan bersama sehingga seluruh masyarakat mendapat akses kesehatan. Prinsipnya ikut membantu meningkatkan mutu kesejahteraan kesehatan rakyat,” ujar Prof. Menaldi.
Benahi dari Hulu Dokter asing dapat berpraktik bila telah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan oleh KKI, diantaranya, memiliki standar kompetensi dan pendidikan yang sama. Kemudian, tidak semua jenis layanan kesehatan dapat pegang dokter asing. Hingga kini, ada empat il-
mu kedokteran dasar, yaitu penyakit dalam, ilmu kesehatan anak, ilmu bedah dan ilmu kebidanan, dan kedokteran keluarga yang telah disepakati anggota Asean. Saat ini, baru kolegium ilmu bedah dari negara anggota Asean telah menyeragamkan kompetensinya.” Dokter asing yang masuk tentu dengan kompetensi dan pendidik yang telah terstandar,” tegas mantan Dekan FKUI ini. Prof. Menaldi mengatakan fakultas kedokteran harus mematuhi standar pendidikan dan kompetensi yang telah ditetapkan. Indonesia mempunyai 20 pusat studi spesialis. Sementara ada 15 fakultas kedokteran dengan pendidikan spesialis yang lengkap. “Jadi, di Indonesia pusat studi spesialis masih terbatas. Untuk membatas masuknya dokter asing maka perbanyak pusat studi spesialis, tambah kuantitas dokter spesialis dan distribusikan ke semua daerah,” tutur Guru Besar FKUI bidang Pulmonologi ini. Meski keluar-masuk dokter asing masih sebatas wacana, namun hal tersebut tak bisa ditolak. Seberapa siap kita menghadapinya sangat tergantung pada dokter Indonesia sendiri.” Bila kita ingin mendapatkan keuntungan dari liberalisasi bidang kesehatan ini, maka dokter Indonesia harus berani berkompetisi di kancah regional,” katanya, optimis bisa! (HI)
Alur Regulasi Dokter Asing Depkes mengatur syarat untuk dokter asing yang berpraktik. Syarat-syarat tersebut adalah: O sertifikat kompetensi dari negara asal O STR dari Instansi yang berwenang di negara asal O fotocopy ijasah yang diakui oleh negara asal O surat pernyataan telah mengucapkan sumpah atau janji profesi O surat keterangan sehat fisik dan mental dari negara asal O surat keterangan pengalaman kerja paling singkat 5 (lima) tahun sesuai dengan jabatan yang akan diduduki O letter of performance dari instansi yang berwenang di negara asal O surat keterangan berkelakuan baik dari instansi yang berwenang di negara asal O surat keterangan tidak pernah melakukan pelanggaran etik dari organisasi profesi negara asal O surat izin praktik dari negara asal yang masih berlaku O surat pernyataan bersedia mematuhi peraturan perundang-undangan, sumpah profesi kesehatan, dan kode etik profesi kesehatan yang berlaku di Indonesia O surat pernyataaan bersedia melakukan alih teknologi dan ilmu pengetahuan kepada tenaga kesehatan warga negara Indonesia khususnya tenaga pendamping O surat pernyataan dari fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia dengan menunjukkan bukti bersedia dan mampu menanggung biaya hidup minimal untuk jangka waktu dua tahun di Indonesia O mampu berbahasa Indonesia dengan baik yang dibuktikan dengan sertifikat bahasa Indonesia dari lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah
cing dulu sebelum bisa melakukan pemeriksaan lebih lanjut lewat MCU. Selama satu bulan kami melakukan test kultur juga diberi antibiotik tetap saja bakterinya tidak hilang. Dan anak saya juga mulai sering demam tinggi. Sebagai seorang ibu, saya sangat cemas dengan keadaan anak saya. Akhirnya sambil tetap berobat di Jakarta. Kami mulai mencari-cari tahu informasi soal penyakit ini di Singapura. Awalnya kami masih menghitung-hitung karena biayanya sangat mahal, namun kondisi anak semakin mencemaskan. Kami memutuskan mengirim hasil pemeriksaan ke spesialis ginjal di National University Hospital (NUH), Singapura. Dokter di sana sangat kaget dan dia bilang mestinya jangan sampai ukurannya segitu. Akhirnya kami buru-buru membawa anak kami ke NUH. Sampai di sana, dokter minta lang-
sung segera di MCU dan sebagainya. Sebelumnya sempat disuntik antibiotik lewat IV selama 7 hari untuk mematikan bakteri, sehingga langsung bisa MCU biar tidak fatal. Dalam hati saya sempat menyayangkan waktu satu bulan yang terbuang. Saya berpikir tahu begini, dari awal akan saya bawa kesana. Ternyata mereka lebih cepat tanggap, semuanya serba cepat dan perhatiannya juga tinggi. Mereka mendiagnosisnya Hydronefrosis kidney + Hydronefrosis ureter. Dan akhirnya menjalani operasi billateral Implantation. Sampai sejauh ini sudah operasi 2 kali Kami sekeluarga angkat jempol. Kami tahu biayanya mahal, kalau tidak salah perhari itu 326$ belum termasuk obat dan lainnya. Tapi bagi kami yang penting anak saya sembuh. Sampai sekarang tiap dua minggu saya masih kontrol ke sana.
PROFIL
Halo Internis Q Edisi 19 Q September 2011
7
Prof. DR. Dr. Syamsu, SpPD, K-AI, FINASIM
Setia di Jalur Medis
D
DOK. PAPDI
i sebuah hotel di Batam, kami bertemu. Malam telah menjelang saat kami memulai perbincangan dengan Prof. Dr. dr. Syamsu, SpPD, K-AI, FINASIM ahli alergi imunologi dari Makasar. Meski baru saja mengikuti serangkaian acara PAPDI yang cukup padat, tak nampak kelelahan pada wajah pria kelahiran Sengkang, 28 Agustus 1946 ini. Matahari sudah terbenam, acara berangsur sepi, Prof. Syamsu, begitu biasa disapa, tampak rileks di salah satu ruang hotel. Professor ini justru menarik kami dalam sebuah perbincangan santai tentang berbagai hal. Medis, pendidikan, politik, dan organisasi termasuk Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). HMI? Ya, Prof Syamsu tidaklah asing dan asal bicara tentang organisasi ini. Ia pernah menjadi orang nomor satu
HMI di Makasar. Tahun-tahun terbaiknya saat usia kuliah, justru banyak ia habiskan untuk organisasi ini. Ketika ia duduk di tingkat empat Fakultas Kedokteran Universitas (Unhas) Hasanuddin, ia telah menjabat sebagai Ketua HMI di lingkungan Unhas, dan selanjutnya menjadi sekretaris HMI cabang Makasar. Ketika ia naik ke tingkat enam, ia justru menjadi Ketua Umum HMI cabang Makasar. "Maka itu saya lama lulus dari FK," ujarnya mengenang. Prof. Syamsu sempat berkomentar tentang mantan Ketua HMI Akbar Tanjung. "Ia memiliki pendekatan interpersonal yang bagus," ujarnya mengenai Akbar. HMI, menurutnya, memang banyak memberi pelajaran tentang berorganisasi dan berhubungan dengan orang lain. Bukan cuma itu yang membuatnya betah di himpunan ini. Di HMI, ia bisa berbincang dan berdebat soal
pelajari ilmu penyakit dalam," ujar Guru Besar FK Unhas ini mengenang. Rencananya untuk memperdalam ilmu pendidikan, diketahui oleh gurunya, Prof. DR. Dr. HAM. Akil, SpPD, K-GEH, FINASIM yang serta merta langsung memintanya untuk segera memulai pendidikannya. Tapi, Prof. Akil mengajukan syarat yaitu Prof. Syamsu harus melepaskan jabatannya jika ingin melanjutkan sekolah. Syarat itu diterimanya. Namun selama masa transisi, Prof. Syamsu terpaksa harus merangkap menjadi Pudek dan juga mahasiswa selama empat bulan. Saat itu, ia juga menjadi sekretaris pendidikan. Tak ayal, sering ada gurauan yang dilontarkan kepadanya, "Lho, anak sekolah yang membuat kurikulumnya?" Lulus dari penyakit dalam, bidang alergi imunologi ternyata menarik minatnya. Ia pun memperdalam ilmu itu di FKUI. Tamat pendidikan, Prof. Syamsu tetap berkiprah di dekanat Universitas Hasanuddin. Ia juga menjadi pembantu dekan di Universitas Muslim Indonesia (UMI) di Makasar. Prof. Syamsu juga diminta untuk mengelola manajemen rumah sakit. Tahun 2002, ketika RS Wahidin berubah bentuk badan usaha menjadi Perjan, ia diminta untuk menjadi Direktur Pelayanan RS Wahidin. Ia juga tercatat menjadi Direktur Utama RS Universitas Hasanuddin. Ketika ditanya, darimana ia mendapatkan ilmu untuk mengelola rumah sakit, Prof. Syamsu berkata, "Saya tidak punya latar belakang MARS, tapi mengajar (pendidikan) MARS." Bagi Prof. Syamsu, ia tidak mau ngoyo untuk mendapatkan hal apapun dalam hidupnya. "Jabatan tidak perlu dicari, tapi akan datang dengan sendirinya," ujarnya. Demikian pula dengan rezeki. "Sebelum kita lahir, Tuhan sudah atur itu rezeki. Kadang kita mengatakan rezeki di tangan Tuhan, tapi kita tetap melakukan sikut-sikutan." Tuhan pula yang menuntun seseorang untuk berada di suatu jalan. "Perjalanan hidup sudah diatur oleh Tuhan," katanya pasti. Ia mengatakan kalimat itu sambil pikirannya terlempar ke puluhan tahun lalu, ketika orang tuanya sebenarnya menginginkan ia untuk menjadi seorang ahli ekonomi. "Orang tua saya hebat dalam ilmu ekonomi. Mereka menginginkan saya untuk meneruskan sekolah di bidang ekonomi," katanya. Ketika ia mendaftar SMP, ayahnya minta ia meneruskan ke SMEP. Ia tetap pada pendiriannya, dan mengatakan pada ayahnya bahwa nanti saja lulus SMP ia akan meneruskan ke SMEA. Tapi ternyata, lulus SMP, ia mendaftar ke SMA. "Saya merasa kurang berbakat di bidang ekonomi," ujarnya. Tak
Aktif di organisasi Himpunan Mahasiswa Islam semasa kuliah kedokteran, biasa berbincang dan berdebat soal situasi negara. "Ya, kami berdiskusi mengenai negara, tapi saat mau makan, kami bingung apa yang mau dimakan," ujarnya terbahak. situasi negara. "Ya, kami berdiskusi mengenai negara, tapi saat mau makan, kami bingung apa yang mau dimakan," ujarnya terbahak mengenang saat kuliah dan berorganisasi dulu, ia dan teman-temannya kerap menghadapi masalah finansial. Hal yang kerap dialami oleh kebanyakan mahasiswa pada zaman itu. Meski demikian, suami dari Nurlailah Syamsu ini selalu berfikir tentang apa yang bisa ia berikan pada orang lain. Saat menjadi ketua HMI, ia justru membuat bimbingan belajar untuk mahasiswa Islam dengan mengkoordinasi teman-temannya untuk memberi latihan soal, bimbingan praktikum, dan sebagainya tanpa imbalan materi. "Kalau tidak begitu nanti kita ketinggalan," ujarnya.
Pilih Dokter Ketimbang Politikus Ia memang cenderung idealis. Pria ini sama sekali tidak memanfaatkan jabatan atau jaringannya untuk kepentingan diri sendiri. Idealisme itu tetap ia pegang hingga tahun-tahun ke depan dalam kehidupannya. Suatu saat, ia pernah ditawari menjadi anggota DPR provinsi. Ia menolak. "Saya lebih baik menjadi dokter, meskipun miskin tapi tidak terlantar," ujarnya. Pun ia menolak untuk menjadi seorang politikus. Baginya, menjadi dokter lebih merupakan panggilan jiwanya. "Politik itu mudah berubah, bahkan ibaratnya, belum berubah tempat duduknya, pikirannya sudah berubah berkalikali," ujarnya. Ia mantap membaktikan diri di bidang kedokteran dan pendidikan sebagai jalan hidupnya. Otaknya yang encer membuat ia diangkat menjadi dosen tetap di almamaternya, ketika baru lulus sarjana kedokteran. Dengan berbagai kesibukannya, cukup lama pula waktu yang ia habiskan hingga mendapat gelar dokter di tahun 1978. Setelah lulus, ayah dengan tiga anak ini ditawari menjadi Pembantu Dekan tiga di almamaternya. Meski demikian, ia selalu memikirkan kelanjutan studinya sejak ia masih kuliah. "Saat itu saya melihat peluang untuk mem-
8
PROFIL
Halo Internis Q Edisi 19 Q September 2011
DOK. PAPDI
JADWAL KEGIATAN PB PAPDI dan SEMINAT DALAM LINGKUP PENYAKIT DALAM TAHUN 2011 No Tanggal
Nama Kegiatan
Tempat
Sekretariat / Pendaftaran
Jakarta
PB PAPDI /Dexa Medika
34. 8 Oktober
Roadshow Medskup PB PAPDI Medan
PB PAPDI /Darya Varia
35. 8 Oktober
Roadshow Penatalaksanaan Nyeri Kanker PB PAPDI Ke-1
Riau
PB PAPDI /Jannsen
36. 8 Oktober
Roadshow Penatalaksanaan Nyeri Kanker PB PAPDI Ke-2
Jakarta
PB PAPDI /Jannsen
37. 14 - 16 Okt.
PIN IX PB PAPDI
Makassar
PB PAPDI
38. 22 Oktober
Roadshow Medskup PB PAPDI Palembang
PB PAPDI /Darya Varia
39. 22 Oktober
Roadshow Penatalaksanaan Nyeri Kanker PB PAPDI Ke-3
Yogyakarta
PB PAPDI /Jannsen
40. 22 Oktober
Roadshow Penatalaksanaan Nyeri Kanker PB PAPDI Ke-4
Makassar
PB PAPDI /Jannsen
41. 29 Oktober
Roadshow Penatalaksanaan Nyeri Kanker PB PAPDI Ke-5
Jawa Barat
PB PAPDI /Jannsen
Pontianak
PB PAPDI/Kalbe Farma
33. 17-September Roadshow Lipid & Hipertensi PB PAPDI ke 3
42. 29-30 Oktober Roadshow Nutrisi PB PAPDI ke 4 43. 5 Nopember
Prof. DR. Dr. Syamsu, SpPD, K-AI, FINASIM, bersama istri.
pelak, ayahnya kerap memarahi dia karena pilihannya. Namun akhirnya, protes sang ayah tidak lagi terdengar setelah ia telah duduk di fakultas kedokteran. "Banyak yang bisa didapat dari ilmu kedokteran," ujarnya mengapa ia begitu mengagumi ilmu medis. Pasien, harus menjalani anamnesa, baru kemudian dilakukan diagnosa. Sedangkan dalam ilmu ekonomi, ujarnya, banyak mengandalkan asumsi. Di kedokteran, jika ada perbedaan dapat dicari dimana letak salahnya. Sedangkan ilmu hukum misalnya, meski satu guru dan satu sekolah, bisa berbeda pendapat, ujarnya mengibaratkan.
dokteran yang ia hadiri. "Mungkin ini juga salah satu faktor yang membuat mereka tertarik untuk mempelajari ilmu kedokteran," ujarnya. Prof. Syamsu mengakui, ia dan istrinya, Nurlailah Syamsu, memang mendidik anak-anaknya agar tidak meremehkan pendidikan. Rumah mereka di-setting agar seisi rumah fokus belajar. "Kami biasa belajar bersama di meja besar dan masing-masing duduk tenang di kursi," ujar dokter yang hobby membaca ini. Barang yang dominan di rumahnya adalah lemari buku. Satu hal lagi yang menarik. "Sejak anak pertama kami lahir, kami tidak memiliki televisi di rumah," akuinya.
"Saya lebih baik menjadi dokter, meskipun miskin tapi tidak terlantar." Baginya, menjadi dokter lebih merupakan panggilan jiwanya. "Politik itu mudah berubah, bahkan ibaratnya, belum berubah tempat duduknya, pikirannya sudah berubah berkali-kali." Kini, ketika ia telah menjadi dokter, ia tidak membatasi diri pada pasiennya. Pasien bebas meneleponnya. Ia juga berusaha agar dapat memberikan pelayanan medis kepada pasiennya, oleh karena itu ia membatasi jumlah pasien yang bisa ia tangani.
Tidak Mengenal Televisi Apa yang dijalani Prof. Syamsu, rupanya diikuti oleh anak-anaknya. Ketiga anaknya juga berkiprah di jalur medis. Anak pertama adalah dr. Salman Ardi, SpB, sedangkan anak kedua adalah dr. Satriawan Abadi, SpPD, dan yang ketiga adalah dr. Nur Surya Wirawan. Prof. Syamsu mengatakan, ia kerap membawa anak-anaknya ke acara-acara ke-
Televisi baru menjadi penghuni rumah, ketika anak pertama menikah. "Itu pun tantenya yang membelikan." Hingga saat ini, buku lebih dijadikan pilihan ketimbang televisi di rumah. "Saya suka membaca. Dan akhir-akhir ini saya suka membaca tentang pengembangan pribadi, tentang bagaimana mengembangkan etika," ujarnya Di Batam waktu itu, malam makin larut. Menyenangkan menggali pengalaman dari seorang yang telah menjalani banyak hal dalam hidup. Kami saling berpamitan untuk kembali ke kamar masing-masing. Tapi, sungguh, meski perbincangan telah menelan waktu berjam-jam, tetap tak tampak raut lelah di muka professor ini. Ia masih tersenyum sambil berkata, "Sampai ketemu besok ya." (HI)
Roadshow Medskup PB PAPDI Bandung
PB PAPDI/Darya Varia
44. 12 November Roadshow Medskup PB PAPDI Surabaya
PB PAPDI/Darya Varia
45. 12 Nopember Roadshow Lipid & Hipertensi PB PAPDI ke 4
Denpasar
PB PAPDI /Dexa Medika
46. 12 Nopember Roadshow Penatalaksanaan Nyeri Kanker PB PAPDI Ke-7
Sumatera Utara
PB PAPDI /Jannsen
47. 13 Nopember Roadshow Penatalaksanaan Nyeri Kanker PB PAPDI Ke-8
Kalimantan Timur
PB PAPDI /Jannsen
48. 19 Nopember Roadshow Penatalaksanaan Nyeri Kanker PB PAPDI Ke-9
Surabaya
PB PAPDI /Jannsen
49. 19 Nopember Roadshow Penatalaksanaan Denpasar Nyeri Kanker PB PAPDI Ke-10
PB PAPDI /Jannsen
50. 19 Nopember Roadshow Lipid & Hipertensi PB PAPDI ke 5
Cirebon
PB PAPDI /Dexa Medika
51. 3 Desember
Roadshow Lipid & Hipertensi PB PAPDI ke 6
Samarinda
PB PAPDI /Dexa Medika
52. 10 - 11 Des.
Roadshow Penatalaksanaan Lombok Nyeri Kanker PB PAPDI Ke-11
PB PAPDI /Jannsen
53. 11 - 14 Des.
KOPAPDI XV
PB PAPDI
Medan
54. 17 Desember Roadshow Penatalaksanaan Sumatera Nyeri Kanker PB PAPDI Ke-12 Selatan
PB PAPDI /Jannsen
INFO MEDIS
Halo Internis Q Edisi 19 Q September 2011
Patofisiologi Molekuler Perkembangan lesi Mukosa Gaster Tikus pada Hipoksia Sistemik Kronis:
Hubungan Thyroid Receptor Antibody, Thyroid Stimulating Antibody, dan Thyroid Blocking Antibody
Tinjauan Ekspresi Hypoxia Inducible Factor-1a, dan Heat Shock Protein
dengan Tingkat Aktivitas Klinnis dan Derajat Keparahan Oftalmopati Graves
DR. Dr. H. Ari Fahrial Syam, SpPD, K-GEH, FINASIM, MMB, FACP Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM
Latar Belakang
Latar Belakang: ipoksia sistemik merupakan suatu keadaan yang dapat menyebabkan terjadinya lesi pada gaster. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh hipoksia sistemik pada gaster dan beberapa faktor molekuler penting yang teraktifasi akibat terjadinya hipoksia sistemik tersebut.
H Metode:
Penelitian eksperimental ini menggunakan tikus sebagai hewan coba jenis Sprague Dawley bérumur 8 minggu dengan berat badan 150-250 gram. Hewan coba dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Kelompok perlakuan mendapat induksi hipoksia sistemik (10%O2, dan 90%N) terdiri dari 4 kelompok (kelompok hari ke-1, 7, 14, dan 21). Setelah deutanasia sesuai kelompok perlakuan gaster tikus dibagi 2, untuk pemeriksaan histopatologi serta imunohistokimia dan pemeriksaan Western blot HIF-1a, HSF-1, Hsp 70 dan ELISA HIF-1a.
Hasil: Terjadi lesi Pasa gaster berupa ulkus mulai dari hari ke-1 perlakuan dan ulkus terdalam ditemukan pada kelompok tikus hari ke-7. Tetapi selanjutnya pada gaster tikus terdapat epitelisasi, menunjukkan suatu proses penyembuhan pada hari ke-14 dan makin banyak pada hari ke-21. Secara molekuler melalui pemeriksaan western bold kedua faktor aktivasi penting yaitu HIF-1a dan HSF-1 menunjukkan ekpresi yang tampak jelas, mulai dari hari pertama dan meningkat paling jelas pada kelompok tikus hari ke-7 dan menurun pada kelompok hari-14 dan sampai hari-21. Heat Shock Protein yang juga merupakan stress protein secara jelas tampak ekspresinya mulai dari hari ke-1 perlakuan hipoksia dan semakin jelas pada hari ke-7 perlakuan.
Kesimpulan: Hipoksia sistemik menyebabkan terjadinya ulkus gaster dan jika berlangsung kronik menyebabkan terjadinya epitelisasi dan ini sejalan dengan pola ekspresi yang muncul dari HIF-1a, HSF-1, dan Hsp70. Kata Kunci: ipoksia sustemik kronik, HIF-1a, HSF-1m Hsp70, ulkus gaster, epitelisasi
9
DR. Dr. Imam Subekti, SpPD, K-EMD, FINASIM Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM
anisfestasi klinis Oftalmopati Graves (OG) tidak selalu sejalan dengan aktivitas hipertiroidisme Graves.Diduga bahwa antibody terkait reseptor TSH berperan pada aktivitas klinis dan keparahan OG.
M
Tujuan Mempelajari hubungan TRAb, TSAb, TBAb, dan rasio TSAb/TBAB dengan aktivitas klinis dan derajat keparahan oftalmopati, pada OG klinis dan scan.
Metode Studi potong lintang ini melibatkan 74 subjek Graves yang diperoleh secara konsekutif di RSUPN-Ciptomangunkusumo, Jakarta sejak Desember 2009 hingga Januari 2011. Oftalmopati klinis ditegakkan berdasarkan kriteria Bartley, dan oftalmopati scan ditegakkan berdasarkan penebalan otot ekstraokular dan peningkatan volume lemak retroorbita pada CT scan orbita. TSH, FT4, FT3 dan TRAb diperiksa dengan cara Elisa. Sedangkan TSAb dan TBAb diperiksa dengan cara RIA. Tingkat aktivitas klinis ditentukan berdasarkan clinical activity score (CAS), dan derajat keparahan OG ditentukan berdasarkan sistem NOSPECS modifikasi Eckstein.
Hasil Subjek Graves berasal dari berbagai suku bangsa yang ada di Indonesia dengan rentang 20-63 tahun, yang memenuhi kriteria inklusi. Diperoleh 28 (37,3%) subjek OG klinis dan 61 (83,6%) subjek OG Scan.
Proporsi TSAb sebesar 70 (93,3%) dan TBAb sebesar 13 (17,3%) subjeik Graves. Tidak ada korelasi antara TRAb dengan CAS dan derajat keparahan OG klinis dan OG scan. Korelasi TSAb dengan CAS OG klinis, CAS OG scan dan derajat keparahan OG scan juga tidak bermakna. Sedangkan korelasi TSAb dengan derajat keparahan OG klinis bermakna (r = 0,274; p = 0,009). Korelasi TBAb dengan CAS O klinis, derajat keparahan OG klinis dan OG scan tidak bermakna. Terdapat korelasi terbalik kuat bermakna TBAb dengan CAS OG scan ( r = 0,565; p = 0,035). Rasio TSAb/TBAb berkorelasi kuat dengan semua parameter, berturut-turut dengan CAS OG klinis (r = 0,730; p = 0,031), CAS OG scan (r = 0,607; p = 0,024), derajat keparahan OG klinis (r = 0,563; p = 0,0230 dan derajat keparahan OG scan (r = 0,762; p = 0,001)
Kesimpulan TRAb tidak berkorelasi dengan CAS dan derajat keparahan baik OG klinis maupun OG scan, sedangkan TSAb berkorelasi dengan derajat keparahan OG klinis. TBAb berkorelasi negatif dengan CAS OG scan, sementara rasio TSAb/TBAb berkorelasi dengan CAS dan derajat keparahan baik pada OG klinis dan OG scan. Kata kunci: Clinical activity score (CAS), derajat keparahan, oftalmopati Graves, rasio TSAb/TBAb, TBAb, TRAb, dan TSAb.
*Disertasi dalam rangka meraih gelar Doktor di FKUI
*Disertasi dalam rangka meraih gelar Doktor di FKUI
Efek Pemberian Highly Active-Anti-Retroviral Therapy pada Histopatologi Hati Pasien
dengan Infeksi Ganda Virus Hepatits C dan Human Immunodeficiency Virus serta kaitannya dengan imunitas Selular K DR. Dr. Rino Alvani Gani, SpPD, K-GEH, FINASIM Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM
Latar belakang asien dengan koinfeksi virus hepatitis C dan HIV lebih banyak yang menderita penyakit hati kronik, serosis, dan kanker hati terutama setelah era highly active antiretroviral therapy. Sampai saat ini belum diketahui apa penyebab dari perburukan perjalanan penyakit hati pada psien dengan koinfeksi VHC-HIV.
P
Tujuan Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi percepatan perjalanan penyakit hati pada pasien koinfeksi VHC-HIV berkaitan dengan pemberian HAART.
Metode Dilakukan penelitian prospektif kohort pada 38 sunjek pasien koinfeksi VHC-HIV. Data demografi dan perilaku diambil dengan wawancara. Data laboratorium diambil untuk pemerikasaan ALT, CD4 darah, RNAHIV serum, RNA-HVC serum; biopsy hati untuk pemeriksaan nekroinflamasi dan fibrosis hati dengan mikroskop cahaya ser ta pemeriksaan imunohistokimia untuk menghitung jumlah sel CD4 dan CD8
intrahepatik. Subjek penelitian diikuti selama 48 minggu. Diambil data untuk pemeriksaan darah di atas pada minggu ke-4, minggu ke-8, minggu ke-24, kecuali pemeriksaan RNA-VHC dan biopsy hati ke-2 yang dilakukan pada minggu ke-48.
Hasil Subjek penelitian yang berhasil diikuti sampai 48 minggu adalah 34 orang. Pada awal evaluasi subjek peneltian, didapatkan subjek sebagian besar (94%) adalah laki-laki dengan median jumlah CD4 darah yang sangat rendah (26,5 sel/uL). Biopsi hati sebelum diberikan HAART terdapat nekroinflamasi ringan (54,2%) dan fibrosis ringan (87,5 %). Laju fibrosis sebelum diberikan HAART adalah 0,12 ishak fibrosis unit/tahun yang lebih kurang sama dengan laju fibrosis pada infeksi HVC saja. Evaluasi setelah 48 minggu pemberian HAART terdapat kenaikan RNA-VHC dan ALT namun tidak bermakna. Pada biopsy hati setelah 48 minggu pemberian HAART ternayat skor nekroinflamasi tidak berubah bermakna tetapi skor fibrosis meningkat secara bermakna. Peningkatan skor fibrosis berkorelasi dengan meningkatnya jumlah sel CD4 porta intrahepatik.
Kesimpulan Kerusakan hati pada koinfeksi VHC-HIV tidak berkurang walaupun terdapat imonodefisiensi berat dan setelah pemberian HAART terjadi perburukan fibrosis hati yang berkorelasi dengan meningkatnya sel CD4 intrahepatik. Kata kunci: anti-retroviral therapy, fibrosis, HAART, koinfeksi VHC HIV, nekroinflamasi. *Disertasi dalam rangka meraih gelar Doktor di FKUI
10
INFO MEDIS
Halo Internis Q Edisi 19 Q September 2011
Dr. Bambang Subagyo, SpPD, FINASIM, MM Tim Advokasi Medicolegal PAPDI Cabang Jakarta Raya, Dewan Etik dan Pembelaan Anggota PB PAPDI
Perjanjian Terapetik Dokter – Pasien teran masa kini, sebab mengandung konsekwensi hukum yang tidak ringan
Hukum Perjanjian, Wan-prestasi dan Inspaning Verbitennis
Father Known Best, dan Otonomi Pasien
H
ubungan dokter dan pasien dalam penanganan masalah kesehatan pasien adalah hubungan yang unik. Karena akan menimbulkan perjanjian terapetik yang mengikat keduanya. Dimana perjanjian terapetik adalah perjanjian antara dokter dengan pasien, yang memberikan kewenangan kepada dokter untuk memberikan pelayanan dan melakukan tindakan medis kepada pasien ter sebut berdasarkan kewenangan, keilmuan, pengalaman dan ketrampilan yang dimiliki oleh dokter Perjanjian ini sekalipun berdimensi medis tetapi aroma dari disiplin ilmu-ilmu non medis sangat kental didalamnya,khususnya pengaruh dari etika dan ilmu hukum. Hal itu karena di sini terdapat dua unsur penting yang menjadi dasar dari setiap perjanjian terapetik, yaitu persetujuan dan sua sana saling mempercayai dari pihak-pihak yang terlibat didalamya. Di masa lalu saat masyarakat masih belum kompleks, hubungan dokter-pasien masih bertolak dari prinsip ”father known best”, Hubungan itu bersifat vertikal dan paternalistik. Walaupun di masa itu bukannya tidak ada kritik mengenai hubungan ini,namun hal tersebut tidak terlalu dipermasa lahkan,atau tidak menonjol karena pasien pasrah menerima nasibnya. Sehingga di masa itu tidak diperlukan perjanjian terapetik. Tetapi dengan berjalannya waktu dan tumbuhnya kesadaran pada hak azasi manusia, hubungan yang bersifat paternalistik kemudian dirasa sudah tidak cocok lagi Karena dianggap tidak pantas untuk dilakukan oleh seorang dokter dimasa kini, sebab dianggap tidak menghargai otonomi dari pasien. Oleh karena itu dimasa kini sangat dibutuhkan suatu ben tuk kesepakatan baru antara dokter dan pasien, untuk mengakomodasi hal-hal tersenut. Di era etika kedokteran modern, di mana corak hubungannya menjadi horisontal dan penghormat tan dokter terhadap otonomi pasien menjadi salah satu prinsipnya.Telah menyebabkan perubahan paradigma, yang kemudian akan banyak menimbulkan perubahan-perubahan lain, baik yang bersi fat mikro, maupun makro. Adapun perubahan yang terjadi di tingkat mikro diantaranya tercermin pada hubungan hukum antara dokter-pasien, yaitu adanya perjanjian terapetik. Masalah perjanjian terapetik ini kemudian ternyata menjadi hal yang sangat penting untuk dipelajari dan harus dipa hami oleh semua dokter, karena merupakan hal dasar yang esensial dalam praktik kedok-
Ditinjau dari ilmu hukum, perjanjianan terapetik antara dokter pasien termasuk dalam ranah hubungan kontrak atau merupakan hukum perikatan. Sehingga untuk sahnya secara hukum, dalam per janjian tadi harus dipenuhi syarat-syarat untuk sahnya suatu perjanjian, atau unsur-unsurnya harus sesuai dengan hal-hal yang diatur oleh pasal 1320 KUHPerdata : 1. Ada persetujuan bersama yang bersifat sukarela dari pihak-pihak yang membuat persetujuan 2. Pihak-pihak yang membuat persetujuan, mampu (kompeten) membuat persetujuan 3. Ada hal yang halal yang menjadi obyek dari persetujuan tersebut. 4. Ada alasan khusus yang menjadi dasar terjadinya hubungan tersebut. Yang dimaksud dengan istilah penderita dewasa dan kompeten, adalah selain penderitanya telah dewasa, juga penderita tersebut harus memenuhi persyaratan hukum sebagai subyek yang cakap untuk bertindak. Menurut PermenkesNo 585/Menkes/Per/IX/1989, pengertian dewasa adalah telah berumur 21 tahun atau telah menikah. Adapun khusus untuk orang dewasa yang karena sesuatu hal dinyatakan tidak cakap secara hukum, di sini harus diperlukan persetujuan dari pengampunya. Sedang bagi anak di bawah umur, persetujuannya dapat diberikan oleh orang tua atau walinya. Hal-hal yang menjadi akibat hukum yang timbul oleh perjanjian ini, telah diatur dalam pasal 1338 KUH Perdata Sedang menurut hukum kontrak, jika kemudian timbul kegagalan dari pihak pihak yang telah bersepakat dalam memenuhi kewajibannya, adalah dimungkinkan akan jatuh sanksi pada pihak tersebut. Untuk pihak yang gagal ini, bila terjadinya karena disengaja, dalam hukum disebut sebagai pihak yang ingkar janji atau sering disebut sebagai wan-prestasi. Namun karena ilmu kedokteran adalah suatu art and siences, yang sering harus bekerja dalam ketidakpastian dan sangat dipengaruhi oleh banyak faktor yang tidak selalu dapat dikendalikan oleh dokter. Sehingga walaupun dokter telah berusaha semaksimal mungkin, tidak dijamin akan diperoleh out come yang sempurna, atau hasil seperti yang diinginkan. Karena itu tentunya ada lah tidak sepantasnya jika ketidaksempurnaan out come, atau kegagalan upaya yang telah dila kukan dokter, lantas dijadikan alasan untuk menganggap dokter telah melakukan ingkar janji. Karena alasan-alasan tersebut, diperlukan perluasan pandangan hukum, supaya tidak merugikan salah satu pihak (dokter dan pasien) namun tetap mempertimbangkan azas keadilan dan persama an hak di muka hukum. Sehingga tentunya akan dibutuhkan suatu pola hubungan khusus, yaitu suatu hubungan terupetik yang didasarkan pada sifat upaya tertentu yang dilakukan dokter, atau dikenal sebagai inspaning verbitennis. Dimana yang dijadikan tolok ukur dari hubungan terapetik ini, bukan lagi hanya didasarkan pada out come saja, tetapi yang lebih penting adalah bagai mana dokter itu berusaha dalam memberikan upaya terbaiknya pada penanganan masalah medis yang maksimal pada pasiennya.
Jadi upaya dokter konteks dalam inspaning verbitennis bukan sembarang upaya saja, karena didasarkan content di samping harus maksimal, juga masih disertai dengan persyaratan-persyaratan lain. Yang diantaranya adalah upaya tadi harus dilakukan dengan cermat, sungguh-sungguh, hati-hati, dan berdasarkan kaidah ilmu kedokteran, serta memenuhi aturan etika medis dan hukum yang berlaku. Suatu upaya maksimal tetapi dilakukan dengan metode pengobatan yang ketinggalan zaman, bukanlah suatu inspaning verbitennis. Demikian pula penggunaan metode pengobatan yang tidak lazim atau belum teruji kehandalannya tidak dapat digolongkan inspaning verbitennis. Apalagi jika jelas terbukti bahwa upaya yang telah dilakukan dokter, ternyata tidak maksimal, tidak cermat dan tidak hati-hati, di sini pasti telah terjadi pelanggaran pada prinsip inspaning verbitennis. Perlu dipahami bahwa sekalipun telah ada prinsip inspaning verbitennis, dokter tetap dapat diang gap melakukan wan-prestasi. Adapun hal-hal yang dapat menjadikan seorang dokter dianggap telah ingkar janji, diantaranya adalah jika dokter melakukan perbuatan berikut: (a) salah melaku kan apa yang telah dijanjikan olehnya (b)Terlambat melakukan yang telah dijanjikan (c)Tidak melakukan apa yang telah dijanjikan. Jadi biarpun telah ada inspaning verbitennis, apabila terbukti dokter melakukan kelalaian yang mengakibatkan kerugian pada pasien, dokter tetap dapat digugat oleh pasien Sebetulnya dalam ilmu hukum selain inspaning verbitennis,dikenal juga suatu prinsip yang disebut dengan resultaat verbitennis. Namun prinsip ini tidak berlaku pada dunia kedokteran pada umumnya, karena yang dijadikan tolok ukur adalah out come dari upaya tersebut. Di sini pemberi layanan menjanjikan pasti terjadi keberhasilan dari upaya yang dilakukan. Maka prinsip resultaat verbitennis ini secara umum bertentangan dengan prinsip inpaning verbitennis yang dianut oleh dunia kedokteran pada saat ini.
Dokter dan Pasien Sebagai Subyek Hukum Aktor atau pihak-pihak utama yang terlibat dalam perjanjian terapetik dokter pasien adalah dokter dan pasiennya. Dalam ilmu hukum para pelaku utama ini disebut sebagai subyek hukum, yaitu pihak-pihak yang telah setuju mengikatkan diri secara hukum. Pihak pasien adalah yang setuju untuk diobati sakitnya oleh dokter tersebut. Dalam hal ini termasuk pasien yang dikonsultasikan oleh seorang dokter pada dokter lain. Di sini pengertian konsultasi ini adalah konsultasi resmi yang ada bukti formal dari permintaan konsultasi, juga ada bukti jawaban konsultasi tersebut. Dokter yang diminta konsultasi secara infor mal di kantin atau di perpustakaan (secara tidak khusus) atau dimintakan pendapatnya lewat tele pon tidak termasuk dalam kategori ini, kecuali dokter tersebut adalah konsultan rumah sakit itu atau setuju untuk ikut menangani pasien tersebut. Dengan demikian pengertian dokter di sini menjadi luas karena selain dokter yang merawat pasien itu, juga meliputi dokter-dokter lain yang diminta menjawab konsultasi secara resmi, dokter yang sementara menangani seorang pasien, dan lain-lain.. Seorang penderita suatu penyakit, yang menanya-
INFO MEDIS
Halo Internis Q Edisi 19 Q September 2011
kan tentang penyakitnya pada suatu seminar awam, atau melalui kontak pembaca suatu majalah/radio dan lain sebagainya, tidak otomatis menjadi pasien dari dokter yang ditanya, Di sini tidak terjadi perjanjian terapetik antara dokter-pasien, sehingga di sini tidak ada hubungan hukum antara dokter dan orang tersebut. Begitu juga yang terjadi dalam group interaktif lewat internet. Namun masalahnya menjadi lain bila cyber contac tadi memang diniatkan dan didisain oleh dokter memang khusus untuk komunikasi resmi dokter dengan pasiennya, disini dapat dianggap telah terjadi hubungan terapetik antara dokter pasien dengan segala konsekuesi etika dan hukumnya. Seorang dokter yang melakukan pemeriksaan check up karyawan atas permintaan dinas,atau ins tansi tertentu, di sini tidak otomatis terjadi hubungan terapetik dokter pasien, karena pemeriksaan itu bukan atas permintaan pasiennya. Lain halnya kalau dalam pemeriksaan itu, dokter mene mukan suatu kelainan dalam kesehatan pasien ,dan pasien tadi setuju untuk diobati, maka akan terjadi perjanjianan terapetik antara dokter pasien. Dokter yang sedang melakukan suatu penelitian klinis yang menggunakan manusia, maka antara peneliti dan yang menjadi obyek penelitiannya akan terjadi hubungan terapetik dan perjanjian tera petik dokter-pasien. Sehingga dokter harus bertanggung jawab secara medis dan hukum bila terjadi sesuatu pada pasien itu terkait dengan penelitiannya pada pasien. Tetapi dokter yang diminta hakim untuk memberikan kesaksian tentang penyakit seseorang, walau pun orang tersebut adalah pasiennya, sudah tidak terikat lagi pada perjanjiaan terapetik dokter pasien, Karena dokter itu sedang menjalankan kewajiban undang-undang. Bahkan jika dokter tersebut menolak bersaksi, dia akan mendapat sanksi pidana Namun untuk menghindari conflic of interest, akibat benturan etika dan hukum tersebut. Masih dimungkinkan bagi dokter untuk mengajukan permohonan khusus kepada hakim untuk diberikan izin untuk ingkar pada kewajiban hukum itu, sekalipun hak untuk mengabulkan permintaan itu tergantung sepenuhnya pada hakim.
ennya,dan belum menyatakan setuju menangani pasien tadi, belum bisa dikatakan telah memulai hubungan terapetik dokter-pasien. Apalagi seca ra jelas Undang-Undang Praktik Kedokteran menyatakan bahwa : dokter dilarang mengobati tanpa memeriksa pasiennya. Karena itu bila kita menjumpai seseorang
Pernyataan Setuju dan Saat Mulai Perjanjian
Pengaruh Pemberian Pioglitazon terhadap Status Nutrisi pada Pasien Limfoma Malignum Non Hodgkin yang Mendapat Kemotrapi CHOP:
Apakah persetujuanan terapetik dokter pasien harus dinyatakan oleh keduanya dalam suatu per nyataan? Dan bagaimana cara menyatakan persetujuan bahwa dokter dan pasien telah saling setu ju. Betul, persetujuan tadi memang harus dinyatakan, tanpa ada pernyataan tidak bisa dikatakan telah terjadi persetujuan. Akan tetapi bentuk pernyataanya tidak harus secara terbuka (expressed), karena hukum juga memungkinkan pernyataannya diberikan secara tersirat (impressed), jadi hukum membolehkan dengan memakai isyarat atau secara diam-diam menyetujui. Sampai saat ini di Indonesia tidak lazim dibuat suatu surat perjanjian terapetik antara dokter pa sien, yang dibuat secara khusus, walaupun untuk hal itu tidak ada aturan hukum yang melarang dilakukan perjanjian ter tulis. Namun mungkin saja akibat perkembangan hukum di masyarakat, dikemudian hari nanti akan dibuat suatu perjanjian terapetik yang tertulis, tentunya bila situasinya memang menghendaki demikian. Pertanyaan selanjutnya adalah sejak kapan dimulai kontrak terapetik antara dokter-pasien tadi? Jawabannya sejak keduanya bersepakat, jadi saat keduanya bertemu( karena pasien ingin men dapatkan solusi dari dokter tentang masalah medis yang diderita pasien), dan saat dokter menyata kan setuju untuk menanganinya. Jika semua unsur itu telah dipenuhi, khususnya pada saat dokter menyatakan bersedia/ setuju untuk menangani pasien tersebut, maka pada waktu itu perjanjian terapetik dokterpasien telah terjadi. Dan sejak saat itu berlaku kewajiban-kewajiban pasien pada dokter dan kewajiban dokter pada pasien seperti yang telah diatur dalam Undang Undang Praktik Kedokteran. Seorang dokter yang belum bertemu dengan pasi-
11
yang meminta memberikan pengoba tan pada pasien yang belum dapat ber temu muka dengan kita, sebaiknya jangan buru-buru menya takan setuju, apalagi kemudian memberikan obat sebelum bertemu muka dengan pasiennya.
Berakhirnya Perjanjian Dokter Pasien Penentuan saat berakhirnya hubungan terapetik dokter-pasien sangat penting, karena dengan ber akhirnya perjanjian, pada saat itu segala hak dan kewajiban hukum yang dibebankan kepada dok ter oleh perjanjianan terapetik dokter-pasien juga telah berakhir,Tentunya hal ini dengan catatan ke cuali situasi dan kondisi pasien menentukan lain. Saat ini adalah suatu titik kritis yang harus dipa hami oleh para dokter,kapan terjadinya dan apa saja indikasinya, agar dokter tidak dirugikan, atau terjebak dalam situasi yang tidak menyenangkan. Adapun hal-hal yang dapat menjadi penyebab berakhirnya hubungan dokterpasien,diantaranya yaitu : 1. Pasien telah sembuh dari sakit dan tidak memerlukan pengobatan lagi 2. Pasien meninggal dunia 3. Dokter meninggal dunia, atau tidak mampu lagi menjalankan profesinya 4. Dokter mengundurkan diri 5. Pasien mengakhiri hubungan dokter-pasien secara sepihak 6. Atas persetujuan dokter dan pasien, bahwa hubungan keduanya akan diakhiri. 7. Dokter telah selesai melaksanakan kewajibannya.Contohnya adalah permintaan kepada dokter ahli radiologi untuk melakukan BNO-IVP pada seorang pasien, kewajibannya pada pasien tadi akan selesai setelah pemeriksaan BNO-IVP tadi dilakukan 8. Pada ruang emergency suatu RS, hubungan dokter jaga- pasien berakhir saat dokter yang akan mengobati atau dokter pilihan pasien telah datang. Atau terjadi penghentian kedaruratannya 9. Telah berakhirnya jangka waktu kontrak. Dapat terjadi pada dokter yang dikontrak untuk jangka waktu tertentu, atau pasien tersebut sudah tidak tercatat lagi dalam daftar poliklinik pegawai.
Kesimpulan Perjanjian terapetik dokter pasien sangat unik, karena selain berdimensi medis juga sangat dipeng aruhi ilmu-ilmu non medis, terutama ilmu hukum dan etika. Namun karena kekhasan ilmu kedokter an, hukum perikatan dokter-pasien harus mempunyai sifat khusus,sehingga melahirkan prinsip ins paning verbitennis Walaupun telah ada Inspaning verbitennis masih ada beberapa hal dalam hub ungan terapetik dokterpasien, yang dapat menyebabkan dokter dianggap telah melakukan wan-prestasi, sehingga terbuka peluang bagi pasien/keluarganya untuk melakukan gugatan hukum pa da dokter Dokter perlu memahami: kapan perjanjianan terapetik dokter pasien dimulai dan bila mana perjanji an tersebut telah berakhir.Apa yang harus dilakukan dokter untuk memenuhi prinsip inspaning ver bitennis. Dan bagaimana cara dokter menyatakan setuju melakukan perikatan dokter pasien.
Tinjauan terhadap Perubahan Kadar TNF-α, IL-1β, dan IL-6 DR. Dr. Dody Ranuhardy, SpPD, K-HOM Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM
Latar Belakang angguan nutrisi sering terjadi pada penderita kanker, baik sebelum pengobatan, selama pengobatan kanker ataupun pada kanker lanjut. Hal tersebut merupakan penyebab penting terjadinya peningkatan morbiditas dan
G
mortalitas. Berbagai upaya dilakukan untuk memperbaiki status nutrisi pada pasien kanker, namun belum menampakkan hasil yang memuaskan. Pioglitazon, suatu derivat tiazolidindion, merupakan insulin sensitizer diharapkan dapat memperbaiki resistensi insulin pada pasien kanker, khususnya Lymphoma Malignum Non Hodgkin (LMNH). Belum pernah ada penelitian tentang peran Pioglitazon terhadap perbaikan status nutrisi dan perbaikan resistensi insulin serta pengaruhnya terhadap kadar TNF-α, IL-1β, dan IL-6 pada pasien LMNH.
Tujuan Menemukan alternatif terapi suportif pada penurunan berat badan akibat kanker, khususnya pada pasien LMNH, dengan pemberian Pioglitazon. Pemberian Pioglitazon diharapkan dapat memperbaiki status nutrisi, resistensi insulin, calorie intake, dan menurunkan kadar sitokin (TNF-α, IL-1β, dan IL-6).
Metode penelitian Penelitian ini menggunakan desain eksperimental,acak dan parallel terhadap pasien kanker LMNH
sel B (CD20 (+)) stadium I-IV yang mendapat kemotrapi CHOP (cyclophosphamide, doxorubicin, vincristine, prednisone) yang datang ke RS Kanker Dharmais Jakarta mulai November 2009 hingga Februari 2011. Subjek penelitian dibagi dua kelompok, yaitu perlakuan (pioglitazon) dan kontrol (plasebo). Penelitian dilakukan selama 4 siklus kemoterapi CHOP dengan pemantauan parameter klinis (calorie intake, body mass index/BMI) dan parameter laboratories (HOMA-IR index, TNF-α, IL-1β, dan IL-6) yang diukur setelah siklus kemoterapi ke-2 dan ke-4.
Hasil Pada kelompok perlakuan didapatkan kecenderungan perbaikan status nutrisi, perbaikan resistensi insulin, perbaikan calorie intake, dan kecenderungan penurunan kadar sitokin (TNF-α, IL-1β, dan IL-6) bila dibandingkan dengan kelompok kontrol. Tidak ditemukan adanya efek samping hipoglikemia, gangguan fungsi ginjal, fungsi hati yang bermakna pada seluruh pasien selama dalam penelitian.
Kesimpulan Pemberian Pioglitazon belum terbukti namun cenderung memperbaiki status nutrisi pada pasien LMNH yang mendapat kemotrapi CHOP. Pemberian Pioglitazon terbukti memperbaiki resistensi insulin dan calorie intake, namun belum cukup bukti dapat menurunkan kadar sitokin (TNF-α, IL-1β, dan IL-6). Tidak ditemukan hipoglikemia, gangguan fungsi ginjal maupun hati selama dalam penelitian. Kata kunci: IL-1β, dan IL-6, Kemoterapi CHOP, LMNH, Pioglitazon, status nutrisi, TNF-α. *Disertasi dalam rangka meraih gelar Doktor di FKUI
12
SOSOK
Halo Internis Q Edisi 19 Q September 2011
DR. Dr. H. Ari Fahrial Syam, SpPD, K-GEH, MMB, FINASIM, FACP
“Siapa Bilang Hobi Tak Bisa Sejalan dengan Karir” amanya kerap terdengar di berbagai forum kedokteran sebagai pembicara. Ia juga tercatat aktif sebagai ketua bidang advokasi Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB PAPDI). Dengan segala aktivitasnya sebagai klinisi, pengajar, staf di jajaran fakultas kedokteran dan organisasi profesi, pembicara, narasumber ataupun penulis di berbagai media, kita mungkin bertanya-tanya, bagaimana dokter kelahiran Jakarta, 19 Juni 1966 ini menjalani dan mengatur waktunya. “Saya hobi menulis, juga senang meneliti,” demikian aku DR. Dr. H. Ari Fahrial Syam, SpPD, K-GEH, MMB, FINASIM, FACP, dokter yang begitu dikenal dengan gaya kumisnya ini. Tengok saja, namanya bertengger di beberapa jurnal kedokteran dan majalah kesehatan. Diantaranya, di The Indonesian Journal of Gastroenterology, Hepatology and Digestive Endoscopy, Acta Medica Indonesiana, dan di majalah Dokter Kita. Bahkan di kalangan wartawan yang aktif tergabung di milis wartawan kesehatan, akan kerap menjumpai tulisantulisan populer beliau yang menanggapi suatu fenomena atau peristiwa dengan sudut pandang medis. Tak jarang tulisan-tulisan tersebut menjadi sumber rujukan para wartawan dalam menulis berita di media. Atau hampir setiap minggu ada saja wartawan yang menghubunginya untuk menanyakan
Hobi Memuluskan Prestasi Hobi dan karir tak selamanya harus bertentangan. Hal ini dibuktikan oleh dokter yang kini juga menjabat sebagai
FOTO-FOTO: DOK. PAPDI
N
berbagai hal penyakit khususnya topik seputar penyakit dalam. Selain itu, agar informasi kesehatan ini sampai ke masyarakat ia juga aktif meng update artikel-artikel kesehatan di dunia maya. Tulisannya dapat dinikmati dalam blog pribadinya (http://staff.blog.ui.ac.id/ari.fahrial/ ), facebook (Ari Fahrial Syam) bahkan twiter (DokterAri). Belakangan, beberapa artikelnya telah dibukukan dengan tajuk “Goresan di Tengah Kesibukan: Tetap Sehat Dalam Berbagai Situasi Peduli Terhadap Kejadian Sekitar”. “Di tengah kesibukan bagaimanapun, saya berupaya selalu memberi pencerahan tentang problem kesehatan yang sedang terjadi di masyarakat. Hal ini sesuai dengan moto hidupnya: peduli terhadap kejadian sekitar,“ ujarnya.
DR. Dr. H. Ari Fahrial Syam, SpPD, K-GEH, MMB, FINASIM, FACP bersama keluarga
Ketika orang lain kerap mengalami kerepotan antara menjalani hobi atau memilih aktivitas karirnya. DR. Dr. H. Ari Fahrial Syam, SpPD, KGEH, MMB, FINASIM, FACP, justru merasa senang karena berkat hobinya, segala pencapaiannya di bidang kedokteran dapat mulus teraih. pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Jakarta ini. Sebagai pengajar di sebuah institusi pendidikan, Dr. Ari menyadari adanya kebutuhan dalam memperkuat basic science dalam bidang yang digelutinya. Memenuhi kebutuhan tersebut akhirnya juga bukan perkara rumit baginya. Ia mengaku suka menggeluti bidang penelitan, baik penelitian klinis maupun eksperimental. Sejak Januari 2009 lalu, ia mulai melakukan penelitian laboratorium mengenai patofisiologi molekuler perkembangan lesi mukosa gaster tikus pada hipoksia sistemik kronis. Alasan Ia mengambil topik tak jauh dari latar belakang yang Ia bidani di bidang penyakit lambung dan pencernaan. “Saya ingin mengetahui alasan/lesi gangguan pada lambung, sehingga saya mengetahui secara patofisiologi bagaimana proses terjadinya luka pada ulkus hingga proses penyembuhannya atau bagaimana sampai terjadinya regenerasi,” ujarnya. Dan untuk kepentingan tersebut, Dr. Ari harus mendisain suatu organ hidup yang dalam kesempatan tersebut menggunakan tikus sebagai hewan coba. Tikus yang digunakan adalah jenis
Sprague Dawley yang berumur 8 minggu dan berat badan 150-250 gram. Dengan tinjauan ekpresi Hypoxia Inducible Factor-1α, Heat Shock Factor-1 dan Heat Shock Protein, Ia mulai mengamati bagaimana pengaruh hipoksia pada sistemik pada gaster dan beberapa faktor molekuler penting yang teraktivasi akibat terjadinya hipoksia sistemik tersebut. Setelah kurang lebih dua tahun berkutat meneliti tikus di laboratorium, pada Desember 2010, penelitian tersebut akhirnya menuai hasil. Di mana dia menemukan bahwa hipoksia sistemik memang menyebabkan terjadinya ulkus gaster dan jika berlangsung kronik dapat menyebabkan epitelisasi. “Ini sejalan dengan pola ekspresi yang muncul dari HIF-1 α, HSF-1 dan Hsp70,” ujarnya. Hasil penelitian ini pula yang akhirnya mengukuhkan gelar doktornya di bidang ilmu biomedik FKUI pada 15 Juli 2011 lalu. Ingin mengetahui dasar terjadinya penyakit. Inilah alasan dasar Dr. Ari melakukan penelitian eksperimental ini. “Sebagai praktisi medis yang juga mengajar, hal ini bagi saya penting, dalam kasus apapun saya ingin melihat basic-nya apa, itu penting buat saya
SOSOK
Halo Internis Q Edisi 19 Q September 2011
agar kalau berbicara sesuatu tidak asal bicara,” ungkap dokter yang saat ini juga menjabat sebagai Wakil Ketua I PAPDI Jaya ini dan juga Ketua Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia (PGI) cabang Jakarta.
Besarnya Peran Keluarga Penelitian eksperimental berbasis laboratorium, bukanlah tergolong penelitian yang murah. Hal ini juga diakui oleh Dr. Ari. Namun dia mengaku adanya beasiswa serta bantuan berbagai pihak sangat membantu progress penelitiannya. Meski sebagian dia terpaksa harus merogoh kocek pribadinya. Selain itu, dukungan pihak keluarga diakuinya sangat besar dalam mewujudkan segala prestasi termasuk menyelesaikan penelitian doktoralnya tersebut. Sang isteri yang juga seorang dokter gigi, serta anak pertama yang kini juga tengah menjalani pendidikan akademiknya di Fakultas Kedokteran, banyak berperan sebagai “editor” yang banyak mengoreksi kesalahan ataupun kata-kata yang kurang tepat. “Dukungan mereka terutama sangat besar dalam tiga bulan terakhir, anak-anak yang lain juga maklum kalau dalam masa itu sangat sibuk sehingga waktu untuk mereka berkurang,” katanya.
Di Balik Gelar Panjang Membaca nama sang dokter, akan terlihat berderet panjang gelar baik tertera di depan atau di belakang namanya. Tak hanya dokter yang sudah menjadi doktor, tapi berderet-deret gelar seperti KGEH (Konsultan Gastroenterologi Hepatologi), MMB (Master of Molecular Biology), FINASIM (Fellow of
DR. Dr. H. Ari Fahrial Syam, SpPD, K-GEH, MMB, FINASIM, dan istri
Indonesian of Internal Medicine), hingga FACP (Fellow of American College of Physician). Tak terbayang bagaimana dia mengatur waktu dan aktivitas untuk mendapatkan segala hal itu. Padahal jadwalnya juga padat dengan berbagai aktivitas mengajar, praktisi medis, menjadi pembicara, aktif di organisasi hingga menyempatkan waktu berdiskusi rutin dengan wartawan media kesehatan di milis. Bahkan dia mengaku masih sempat mengantar anak-anaknya ke sekolah setiap pagi, serta tak pernah melewatkan waktu untuk selalu berkumpul dengan keluarga di hari Minggu. “Waktunya di atur-aturlah, kalau untuk jadwal mengajar dan pembimbingan relatif sudah tetap, kalau untuk masalah menjadi pembicara baik untuk awam ataupun di kalangan profesi, kalau sedang ada jadwal kosong saya pasti mau, tapi kalau memang lagi
tidak ada waktu saya jelaskan lagi tidak ada waktu,” terangnya. Selain aktif menulis buku, Ia tetap menyempatkan diri membaca koran setiap hari di sela waktu senggangnya. “Itu untuk mengasah kepekaan saya terhadap lingkungan tentunya sesuai kapasitas kemampuan, keilmuan dan bidang saya,” ujarnya. Mengenai gelar yang didapatnya, diakui Dr . Ari tak lepas dari keaktifannya dalam keanggotaan organisasi medis internasional seper ti Indonesian of Internal Medicine dan America College of Medicine. Gelar MMB juga Ia dapat dari University of Queensland, Australia. Dengan sekian jadwalnya yang sibuk, Dr. Ari tetap tak pernah melewatkan waktu memberikan makan ikan koi yang dipeliharanya di rumah selama 10-15 menit setiap hari. Ini juga salah satu hobi lainnya. (HI)
Dokter Indonesia Harus Siap Kondisi Apapun
M
13
enghadapi Global ASEAN, di mana masyarakat Indonesia tak bisa membendung masuknya barang ataupun tenaga asing ke tanah air, termasuk tenaga medis asing, Dr Ari mengatakan, dokter-dokter Indonesia harus bersiap menghadapi kondisi apapun. Tenaga dokter Indonesia menurutnya harus mampu bekerja seprofesional mungkin sehingga dapat menjadi tuan di rumah sendiri. “Dengan begitu, masyarakat bisa lebih mempercayai kita dan akhirnya memilih kita, sebaliknya jika kita tidak professional ya mereka akan memilih dokter asing,” ungkapnya. tapi di sisi lain, Dr Ari juga berharap masyarakat bisa lebih logis dalam membuat penilaian, terutama ketika melihat adanya dokter-dokter tanah air yang baik sehingga tak harus selalu ke luar negeri. Apalagi pengobatan di luar negeri pasti berhubungan dengan pembiayaan yang tidak murah. Selain itu menurut Dr Ari, pelayanan luar negeri juga tak selalu berhubungan dengan pelayanan yang baik. “Kalau bisa dibayar lebih rendah dan baik kenapa harus mahal,” tuturnya.
14
BILIK PAPDI
Halo Internis Q Edisi 19 Q September 2011
One Stop Service
Penyakit Jantung
R
umah Sakit Cipto Mangunkusumo tak henti-hentinya mengembangkan fasilitas dan sarana medis untuk memberikan layanan kesehatan nan prima. Beberapa unit pelayanan kesehatan telah menjadi rujukan nasional dan terstandar international. Pelayanan Jantung Terpadu (PJT) RSCM misalnya. Unit ini dengan mengusung konsep one stop service menawarkan pelayanan kesehatan secara paripurna. Seperti di ketahui penyakit jantung tak berdiri sendiri. Penyakit yang menjadi pembunuh nomor satu di dunia ini selalu disertai penyakit lain, seperti hipertensi, diabetes dan gangguan vaskular lainnya. Untuk itu PJT RSCM hadir bukan sekadar tatalaksana jantung semata, tapi juga pengobatan penyakit
Dr. Dono Antono, SpPD, K-KV, FINASIM
dak dikonsul. Padahal, pasien penyakit ini mengalami nyeri pada kaki yang biasa dianggap reumatik. Padahal, sebenarnya manifestasi dari critical limb ischemia. Beberapa diantaranya sampai mengalami pembusukan semisal di jemari tangan dan kakinya yang kemudian terpaksa diamputasi. “Pasien seperti itu terlambat dirujuk. Kami akan meme-
Unit Pelayanan Jantung Terpadu (PJT) RSCM menawarkan pelayanan yang lebih terpadu. Tak Hanya Jantung, tapi semua kasus yang terkait dengannya serta dengan segala pendukungnya. yang terkait dengan jantung. ”Tak hanya jantung saja yang ditangani, tapi penyakit penyertanya juga,” ujar Dr. Dono Antono SpPD, K-KV, FINASIM, salah satu staf ahli jantung PJT RSCM. Dengan begitu, PJT RSCM selain diperkuat ahli jantung, juga oleh ahli-ahli dari berbagai disiplin ilmu kedokteran. Hal ini tentu memberi kemudahan bagi pasien. Keluarga pasien tidak perlu repot membawa si sakit pindah dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain. “Semua alat dan dokter ahlinya kami sediakan di sini. Dalam pemeriksaan pasien tak perlu pergi kemana-mana. Begitu
riksanya dengan CT angiografi dan arteriografi, setelah mengetahui posisi penyumbatan, biasanya kami lakukan pembalonan dan pemasangan stent di pembuluh yang tersumbat sehingga darah bisa mengalir kembali dengan lancar. Ini akan mempercepat penyembuhan dan tidak mesti diamputasi. Untuk memperbaiki jaringan, kami telah melakukan stem cell sejak beberapa tahun lalu,” ungkapnya.
Tindakan PTA pada kasus perifer arteri
Sebelum PTA
Pasca PTA
FOTO-FOTO: DOK. PJT RSCM
Tim dokter PJT RSCM
Gedung CMU tempat pelayan PJT RSCM
pula dengan dokternya, tak perlu merujuk ke tempat lain,” kata Dr. Dono ketika ditemui di ruang praktiknya. Hal senada diakui oleh Kepala Unit Pelayanan Jantung Terpadu RSCM, Dr. Yusuf Rahmat, SpBTKV, Mars. Ia mengatakan PJT RSCM ini memberi layanan komprehensif dalam satu atap. Untuk itu, kata Dr. Yusuf, managemen berupaya menghadirkan dokter-dokter ahli dari masing-masing disiplin ilmu kedokteran beserta berbagai fasilitas dan sarana alat kesehatan yang mendukung aktivitas pelayanan kesehatan. “Pasien jantung tak perlu lagi dirujuk ke luar RSCM,” ujar Dr. Yusuf Malah yang terjadi sebaliknya. PJT RSCM, kata Dr. Dono, menjadi tempat rujukan pasien jantung dari berbagai rumah sakit di Indonesia. Bahkan untuk beberapa kasus berat, pusat-pusat jantung di Indonesia merujuk ke PJT RSCM untuk kasus jantung dengan penyakit penyerta lain, seperti penyakit jantung dengan kelainan ginjal, usus, hati dan penyakit penyerta lain di bidang penyakit dalam maupun non penyakit dalam: kebidanan, syaraf, bedah dan lain-lain. Kasus penyakit arteri perifer misalnya, Dr. Dono mencontohkan. Beberapa dokter kerap salah diagnosis. Tak sedikit, pasien dengan kasus ini akhirnya ti-
Lima bulan kemudian
Layanan Jantung dan Pembuluh Darah Komprehensif Komitmen PJT RSCM untuk memberikan tatalaksana terbaik bagi pasiennya tak perlu diragukan. Saat ini, PJT RSCM memberikan layanan kesehatan berupa: konsultasi dokter ahli, pemeriksaan jantung diagnostik non invasif dan invasif, pemeriksaan dan pengobatan jantung dengan menggunakan tindakan intervensi maupun pembedahan jantung, dan perawat jantung. Sedangkan untuk perawatan pasien jantung telah tersedia layanan inap jantung, rawat inap intermediate (IW), Cardiac Intensive Care Unit (CICU), dan One Day Care (ODC).
BILIK PAPDI
Halo Internis Q Edisi 19 Q September 2011 Sejak diresmikan oleh Dirjen Yanmed Depar temen kesehatan, September 2003 lalu, PJT RSCM terus melakukan pengembangan. Awalnya, PJT RSCM hanya memiliki 5 ruang poliklinik, 7 bed ruang rawat, 3 bed CICU, 1 ruang kateterisasi laboratorium. Pada akhir tahun 2006 dilaksanakan renovasi dan pengembangan fasilitas PJT-RSCM, menjadi 18 bed ruang rawat, 10 bed CICU, 1 ruang kateterisasi laboratorium, 1 ruang operasi. Akhir tahun 2008, unit ini mengalami penambahan kamar operasi sehingga saat ini PJT-RSCM memiliki 2 kamar operasi dan 7 bed CICU. Dan di awal tahun 2009 PJT-RSCM menambah
fasilitas poliklinik. Kinerja yang baik menghantarkan PJT juga sukses meraih pengakuan ISO 9001 pada tahun 2008. Untuk lebih mendekatkan diri kepada masyarakat, PJT mulai gencar berbagi informasi seputar kesehatan jantung kepada khalayak awam lewat media maupun talkshow untuk khalayak. Ini untuk mengedukasi masyarakat agar memahami pentingnya menjaga kesehatan jantung dan bagaimana pengobatan jantung yang benar. Dengan begitu masyarakat tidak salah memilih tempat layanan jantung yang paripurna.
Cath Lab PJT RSCM
Semua layanan di atas diperuntukan bagi pasien dewasa dan anak. Tapi, kasus jantung pada anak-anak berbeda dengan orang dewasa. Pada pasien jantung anak, PJT RSCM memberi layanan berupa tindakan diagnostik invasif dengan kateter jantung anak. Selain itu juga melakukan diagnostik inter vensi yang meliputi: penutupan VSD, ASD, PDA, PFO transkateter, perobekan sekat serambi (BAS), pelebaran katup pembuluh darah, dan pemasangan alat pacu jantung. Sedangkan pada pasien dewasa, PJT RSCM menyediakan layanan tindakan diagnostik invasif meliputi: coroner angiography dan angiography perifer. Di samping itu, PJT RSCM memberi layanan tindakan intervensi, seperti : Percutaneous Transcateter Angioplasty (PTCA), primary PCI, PTCA stent, dan Balloon Mitral valvulopasty (BMV), Percutaneous Transluminal Angioplasty (PTA), Temporary Pace Maker (TPM), Permanent Pace Maker (PPM), Implantable Cardioverter defibrilation, (ICD) dan Cardiac Resyncronize Therapy (CRT). Sebagian besar layanan jantung di atas telah sukses dilakukan dan memberi perbaikan hidup pasien yang signifikan. Unit ini tercatat dalam satu tahun menerima kasus dengan tindakan kateterisasi dan pemasangan stent lebih da-
15
ri 1000 pasien dari berbagai kalangan masyarakat.
Raih ISO 9001 Menjadi bagian rumah sakit rujukan nasional RSCM, PJT RSCM tak dapat berjalan sendiri. Meski dilengkapi alatalat diagnostik yang canggih serta fasilitas kesehatan nan mahal, PJT RSCM diperuntukan untuk semua lapisan masyarakat. Seperti diketahui, masalah utama pasien jantung adalah soal biaya yang seringkali membutuhkan dana tak sedikit. Hal ini akan menambah berat bagi lapisan masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah. Namun Dr. Dono menegaskan PJT RSCM menerima semua jenis pembiayaan baik dari asuransi swasta ataupun pemerintah. Bahkan pembiayaan dengan jaminan seperti Jamkesmas dan Jamkesda hingga pembiayaan melalui SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) juga diterima. Meski menerima pasien tidak mampu, namun kesan layanan kesehatan “murahan” tak tampak disini. Seluruh ruangan di kelas manapun termasuk ekonomi didesain secara nyaman. Unit ini juga menyediakan ruang perawatan VIP dan VVIP bagi mereka yang menginginkan layanan kelas satu.
PAPDI Merchandise PAPDI Store menyediakan pernak-pernik dengan berlogokan PAPDI. Merchandise ini untuk mensosialisasikan logo PAPDI sebagai suatu merek yang telah dipatenkan, di kalangan sejawat, terutama internis. Dengan begitu semoga PAPDI lebih dekat lagi di hati anggotanya.
Untuk pemesanan
Hubungi (021) 2300818
(HI)
16
KABAR PAPDI
Halo Internis Q Edisi 19 Q September 2011
Konferensi Kerja (KONKER) XII
Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia DOK. PAPDI
A Nasution, SpPD,K-KV,FINASIM, Ketua PAPDI Cabang Batam, Dr. Soritua Sarumpaet, SpPD dan Ketua Panitia Pelaksanan KONKER XII. Dr. Dindin Hardiono Hadim, SpPD. Di samping pertemuan organisasi, dalam rangkaian Konferensi Kerja PAPDI juga dilaksanakan pertemuan ilmiah yang berisi simposium tentang perkembangan penyakit. Di antaranya penyakit tekanan darah tinggi, jantung, kencing manis, infeksi dan workshop rekam jantung (EKG) ser ta terapi insulin. Kegiatan simposium dan workshop ini dibuka oleh Walikota Batam Drs. Ahmad Dahlan dan dihadiri oleh Dinas Pariwisata Batam, IDI kota Batam dan beberapa unsur pemerintahan kota Batam lainnya. Dalam sambutannya Dahlan mengucapkan terimakasih atas terpilihnya
DOK. PAPDI
P
Pembukaan simposium dan workshop oleh walikota Batam, Drs. Ahmad Dahlan
DOK. PAPDI
engurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB PAPDI) menggelar Konferensi Kerja (KONKER) XII di Hotel Planet Holiday, Batam, 8 – 11 Juni 2011 lalu. Konker kali ini diikuti sekitar 600 orang peserta dari seluruh Indonesia sebagai utusan cabang maupun peserta pertemuan ilmiah. Acara didahului dengan rapat organisasi selama dua hari kemudian dilanjutkan dengan simposium ilmiah. Konferensi Kerja PB PAPDI merupakan agenda rutin yang dilaksanakan di antara Kongres PAPDI. Kegiatan yang dilaksanakan per tiga tahun ini dilakukan dalam rangka meningkatkan peran organisasi dalam menghadapi berbagai tantangan yang terjadi selama ini, serta untuk mengevaluasi program dan kegiatan yang telah dilakukan sebelumnya. Sidang organisasi dibuka oleh Ketua Umum PB PAPDI, DR. Dr. Aru W Sudoyo, SpPD, K-HOM, FINASIM, FACP yang dilanjutkan dengan pemaparan laporan kegiatan yang telah dijalankan selama dua tahun. Sidang Pleno I dipimpin oleh Sekretaris Jenderal PB PAPDI, Dr. Chairul Radjab Nasution, SpPD, K-GEH, M.Kes, FINASIM, FACP. Pada KONKER ini disepakati dibentuk lima komisi yang terdiri dari utusan dari setiap PAPDI cabang dan pengurus besar PAPDI.
Para Pimpinan Sidang pada KONKER XII PB PAPDI
Di sela-sela sidang organisasi, PB PAPDI berkesempatan mengadakan konferensi pers yang dihadiri oleh media cetak dan elektronik di kota Batam. Konferensi press ini dilaksanakan pada 8 Juni 2011 dan hadir sebagai narasumber adalah Ketua Umum PB PAPDI, Sekretaris Jenderal PB PAPDI, Wakil Sekretaris Jenderal PB PAPDI, Dr. Sally
DOK. PAPDI
Sidang Komisi KONKER XII, PB PAPDI, Batam, • Komisi 1 : Organisasi dan Advokasi • Komisi 2 : Humas, Publikasi dan Media serta Kemitraan termasuk kebijakan organisasi • Komisi 3 : Pengembangan Profesi, CPD/P2KB,FELLOW dan EIMED • Komisi 4 : Bidang Sp 1 (KIPD) • Komisi 5 : Bidang Sp 2 (KIPD)
DOK. PAPDI
Foto bersama peserta KONKER XII PB PAPDI
Konferensi Pers KONKER XII PB PAPDI
Batam sebagai tempat pelaksanaan KONKER PAPDI XII. Ia pun memaparkan kondisi sistem kesehatan di sana. Menurutnya laju pertumbuhan penduduk Batam sangat tinggi. Dengan demikian masalah kesehatan pun kompleks. “Namun sayangnya, tenaga kesehatan khususnya dokter spesialis sangat kurang,” katanya. Salah satu langkah pemerintah Kota Batam, kata Dahlan, yakni baru disahkannya Peraturan Daerah (Perda) terkait tunjangan dokter spesialis. “Mudah-mudahan peraturan ini bisa membuat dokter spesialis nyaman di Batam dan bisa mengabdikan dirinya untuk masyarakat,” paparnya. Dahlan menambahkan, salah satu tantangan tenaga kesehatan di Batam yakni banyaknya masyarakat yang berobat ke luar negeri. Wilayah tujuan untuk pengobatan yakni, Singapura, Penang, Malaka dan Johor. “Kita akui karena pemerintah daerah kurang memberikan fasilitas yang lengkap di rumah sakit di Batam,” akunyan. Melalui konferensi ini, ungkap Dahan, diharapkan peserta yang merupakan para dokter spesialis mampu menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat. Dahlan secara pribadi mengungkapkan rasa terima kasih bagi para dokter yang telah mengabdi di Batam. “Semoga dari konfrensi ini bisa mendapatkan hasil yang terbaik untuk sumbangsih bagi bangsa dan negara,” ujarnya dipenghujung sambutan. (HI)
KABAR CABANG
Halo Internis Q Edisi 19 Q September 2011
PAPDI Cabang Bogor
P
rupakan pembicara nasional dari Jakarta, Surabaya, Malang, Padang dan Bogor. “Kegiatan ini merupakan media bagi peningkatan ilmu dan profesionalitas anggota PAPDI dan dokter umum dalam bidang penyakit dalam, sekaligus sebagai media aktualisasi, interaksi dengan sejawat dokter umum dan dokter spesialis lain dan eksistensi PAPDI Cabang Bogor,” kata Ketua PAPDI Cabang Bogor, Dr. Taolin Agustinus, SpPD, FINASIM. Rencananya kegiatan semacam ini akan dilaksanakan secara berkesinambungan setiap tahun dan menjadi agenda utama PAPDI cabang bogor. Untuk mengetahui respon peserta, panitia mengadakan evaluasi. Dan hasilnya menunjukkan 99 % peserta menilai topik yang disajikan ataupun narasumber cukup dan baik. Topik yang paling diminati berturut-turut adalah: hipertensi (21%), DM (18%,), infeksi-tifoid(16%), hepatitis (7%), gastroenterologi (7%), serta berbagai topik yaitu reumatik,
Foto bersama panitia Bogor update in internal medicine
lipid, Kardiovascular, ISK, CAP, dan CAM.
Sekilas PAPDI Cabang Bogor PAPDI Cabang Bogor didirikan pada 2003 atas izin PB PAPDI sesuai amanat Kongres PAPDI. Cabang ini menjadi salah satu perintis berdirinya cabang-cabang PAPDI di kota dan kabupaten di Indonesia. Hingga kini PAPDI Cab. Bogor telah melalui tiga kepengurusan yang pertama kali diawali kepemimpinan Dr. H.M. Sedijono, SpPD, FINASIM yang sehari-hari bekerja di RS Karya Bhakti Bogor. Kini kepemimpinan cabang ini diketuai Dr. Taolin Agustinus, SpPD, yang terpilih pada 27 Juni 2010. Pada awal berdiri, PAPDI Cabang Bogor berangotakan 11 orang dokter spesialis yang bekerja diwilayah Bogor. Saat ini PAPDI Cabang Bogor memiliki 27 orang anggota. Melalui Rapat kerja yang digelar pada Desember 2010, beberapa agenda kegiatan tahunan disusun termasuk agen-
DOK. PAPDI
ada 6-8 Mei 2011, bertempat di IPB International Convention Center, Botani square Bogor, PAPDI Cabang bogor mengadakan workshop dan somposium bertema “Bogor update in internal medicine”. Meski baru pertama kali digelar, kegiatan ternyata sukses dan diikuti 565 peserta dari dokter umum maupun spesialis. Tak hanya menfokuskan pada dokterdokter di wilayah Bogor, Depok, Sukabumi, dan Cianjur, kegiatan juga diikuti oleh dokter dari wilayah lain seperti Jakarta dan Bekasi. Workshop membahas dua topik utama mengenai intensifikasi terapi insulin dan optimalisasi manajemen terapi DM Tipe II dengan oral anti diabetik. Simposium diawali plenary lecture oleh prof DR. Dr. Samsurizal D., SpPD, KAI, tentang update in HIV Management, dan membahas 29 topik dari berbagai bidang dalam ilmu penyakit dalam. Berbagai narasumber dari seluruh Indonesia dihadirkan dan sebagian me-
Cardiometabolic Syndrome Update
S DOK. PAPDI
etelah sukses menggelar simposium nasional pertama pada November 2010 lalu, untuk kali kedua PAPDI Cabang Pur woker to kembali menyelenggarakan Workshop EKG dan
DOK. PAPDI
Pembicara Bogor update in internal medicine
PAPDI Cabang Purwokerto
simposium nasional dengan tema “Cardiometabolic Syndrome Update”. Acara workshop yang juga dalam rangkaian peringatan Dies Natalis ke 4 FKIK Universitas Jenderal Soedirman
Pembicara Cardiometabolic Syndrome Update
Para pembicara Cardiometabolic Syndrome Update
da utama kegiatan simposium dan workshop regional dan RTD setiap bulan. Semua kegiatan tersebut akan membahas topik-topik serta kasus-kasus aktual dalam praktek sehari-hari, serta berbagai perkembangan terbaru dalam bidang ilmu penyakit dalam. “Kami akan mengundang narasumber yang kompeten di-
DOK. PAPDI
Gelar Bogor Update in Internal Medicine
17
Pur woker to ini, dibatasi hanya 50 orang. Sedangkan peserta simposium nasional sekitar 150 orang yang terdiri dari anggota PAPDI Cabang Pur wokerto, dokter umum dan tenaga medis dari beberapa kota di sekitar Kabupaten Banyumas. Kegiatan ini diselenggarakan pada 16-17 Juli 2011 di Aula Pringgondani, Paviliun Abiyasa dan Pusat Geriatri RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo Pur-
bidangnya dan mendapat bobot akreditasi dari IDI dalam setiap kegiatan ini,” ujar Dr. Taolin. Sebagai ketua terpilih, Dr. Taolin berharap seluruh anggota dapat berpartisipasi aktif dalam semua kegiatan yang sudah direncanakan serta mengikuti perkembangan organisasi PAPDI dan perkembangan/kemajuan ilmu penyakit Dalam. “Kami ingin semua anggota memiliki kompetensi keilmuan sesuai yang diharapkan dan aktif dalam memikirkan dan mengembangkan organisasi PAPDI di wilayah Bogor,” ungkapnya. Untuk lebih meningkatkan peran sosial bagi masyarakat, khususnya di wilayah Bogor, dalam waktu dekat PAPDI Cabang bogor akan mendirikan yayasan bantuan sosial bagi masyarakat yang membutuhkan. Rencananya, yayasan tersebut akan mengalokasikan kegiatan dan bantuan medis bagi pasien atau masyarakat yang mengalami masalah atau bencana yang besaran dan lokasinya akan ditetntukan sesuai kebutuhan dan kemampuan PAPDI Cabang Bogor. (HI)
wokerto. Beberapa pembicara berasal tidak hanya dari wilayah Jawa Tengah tapi juga Yogyakarta. Di antara para narasumber tersebut adalah Prof. Dr. Bambang Irawan, SpPD, K-KV, Sp.JP(K) dari FK UGM/RSU dr. Sardjito Yogyakarta, Dr. Tony Suhartono, SpPD, K-EMD dari FK UNDIP/RSUP dr. Karyadi Semarang, Dr. R. Bowo Pramono, SpPD, K-EMD dari FK UGM/RSU dr. Sardjito Yogyakar ta, Dr. Bambang Poernomo, SpPD, Dr. Pugud Samodro, SpPD, dan Dr. Aditiawarman, SpPD, yang ketiganya dari FKIK UNSOED/RSUD Margono Soekarjo Purwokerto. “Kami mengadakan acara ini dengan tujuan agar dapat meningkatkan kemampuan dan ketrampilan para praktisi medis dalam menangani pasien dengan keluhan yang mengarah pada penyakit jantung,” papar ketua PAPDI Cabang Purwokerto, Dr. I Gede Arinton, SpPD, K-GEH, FINASIM. Sejak dibuka pada tahun 2005, PAPDI Cabang Purwokerto saat ini sudah beranggotakan 26 dokter. (HI)
18
KABAR CABANG
Halo Internis Q Edisi 19 Q September 2011
S
ebagai perwujudan soliditas dan tanggung jawab ilmiah PAPDI Cabang Cirebon kembali menyelenggarakan kegiatan ilmiah yang diberi tajuk “ 3rd Cirebon Symposium in Internal Medicine “ atau disingkat “3rd CSIM”. Event ilmiah ke-3 kali yang diselenggarakan selama 2 hari yang terdiri dari kegiatan simposium 2 hari penuh dari berbagai divisi di bagian penyakit dalam dan aneka workshop setengah hari serta pameran farmasi. Event kali ini diselenggarakan di Hotel Grage Cirebon, 25-26 Juni 2011, dengan menyuguhkan 10 sesi simposium dan 3 topik workshop yaitu EKG Dasar, Terapi Insulin, dan Penatalaksanaan Hiper/Hipo Tiroid. Event yang diikuti oleh 297 peserta simposium dan 73 peserta workshop, dari wilayah Cirebon dan sekitarnya (Brebes, Tegal hingga Tasikmalaya) ini menghadirkan beragam topik yang disampaikan oleh para pakar hingga guru besar penyakit dalam dari Medan, Yogyakarta, Jakarta, Bandung dan Cirebon. Sementara pameran farmasi diikuti oleh 13 stand pameran farmasi. Diha-
PAPDI Cabang Cirebon
DOK. PAPDI
Cirebon Symposium in Internal Medicine
3rd Cirebon Symposium in Internal Medicine
PAPDI Cabang Jakarta Raya
Sessi selanjutnya, peserta menyimak presentasi yang bertema “Rationalization for Statin Long Term Treatment, Focus on Atorvastatin” yang dibawakan oleh DR. Dr. Imam Subekti, SpPD, KEMD, FINASIM. Hadir sebagai pembicara penutup Dr. Ika Prasetya Wijaya, SpPD, K-KV, FINASIM dengan tema “Role of NHDP CCB in Cardio and Renal Protection”. Sessi ilmiah di tutup dengan diskusi
DOK. PAPDI
DOK. PAPDI
Roadshow Lipid dan Hipertensi Comprehensive Management of Lipid disorders and Hypertension in Daily Practice 2011
rapkan kegiatan ini mampu semakin meningkatkan kompetensi sejawat dokter umum dan spesialis sesuai dengan tema yang dipilih “Up Date in Internal Medicine for Optimizing Quality Service“. Ketua PAPDI Cabang Cirebon, Dr. Dedi Nuralamsyah, SpPD, FINASIM, mengatakan CSIM ini merupakan program dilaksanakan dua tahunan dan diharapkan menjadi brandmark kegiatan ilmiah PAPDI Cabang Cirebon. Selain CSIM, PAPDI cabang Cirebon juga mengadakan simposium sehari untuk spesifik sub divisi tertentu saja. Yang sudah berjalan adalah sub divisi tropik infeksi tahun 2008 dan metabolik (diabetes) tahun 2010. Sedang untuk masalah internal organisasi, Sekretaris PAPDI Cirebon, Dr. Wizhar Syamsuri, SpPD, mengatakan secara rutin PAPDI Cabang Cirebon juga mengadakan RTD sekaligus rapat organisasi dan setahun sekali mengadakan family gathering keluarga besar PAPDI Cabang Cirebon sebagai media komunikasi, konsolidasi dan up grading internal anggota PAPDI Cabang Cirebon. (HI)
Para pembicara Seminar dan Lokakarya Sehari
S
etelah di Yogyakar ta April 2011 lalu, kembali Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam (PB PAPDI) roadshow mengadakan lipid dan hipertensi. Kali ini roadshow diselenggarakan bekerjasama dengan PAPDI cabang Jakar ta, di Hotel swiss Bell, Jakarta pada 17 September 2011 silam. Acara ini merupakan rangkaian program PB PAPDI yang masih akan berlangsung dibeberapa cabang PAPDI selama tahun ini. Seminar dan lokakarya sehari ini mengusung tema “Comprehensive Management of Lipid disorders and Hyper tension in Daily
DR. Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FINASIM, FACP
Dr. Dono Antono, SpPD, K-KV, FINASIM; menyambangi peserta seminar
Practice 2011”. Seminar ilmiah ini diawali dengan kata sambutan oleh Ketua Umum PB PAPDI DR. Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FINASIM, FACP dan Ketua PAPDI Cabang Jakar ta DR.Dr. Idrus Alwi, SpPD, K-KV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC. Kemudian tampil sebagai pembicara pertama Dr.Dono Antono, SpPD, K-KV, FINASIM dengan memaparkan tema tentang “Interpretasi EKG pada Praktek sehari-hari”. Dr. Dono mempresentasikan dengan gamblang dan atraktif sambil menyambangi beberapa peserta seminar. Pada sessi kedua, podium diisi DR. Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FINASIM, FACP yang mengulas tentang “Management of Thrombosis in Daily Practice”. Paparan Dr. Aru yang sistematis menarik perhatian 150 peserta yang memenuhi ruang tersebut.
yang menghadirkan para pembicara dengan DR. Idrus sebagai moderator. Pada kesempatan ini, peserta sangat interaktif dengan melempar berbagai pertanyaan kepada narasumber. Sebelum acara berakhir, Dr. Idrus memamdu diskusi suatu kasus yang telah disiapkan panitia. Menurut Dr. Idrus seminar ini dimaksudkan untuk memberikan penyegaran terhadap kasus lipid dan hipertensi yang kian meningkat jumlahnya. Sejawat, baik dari dokter umum maupun spesialis dapat mengenal lebih dalam kasus-kasus ini sehingga diharapkan dapat memberikan penatalaksanaan yang terbaik buat pasien dan mengurangi kekambuhan. “Dengan begitu dapat mengurangi angka kesakitan dan kematian kasus cerebrovaskular,” ujarnya. (HI)
PROFIL SEKRETARIAT
Halo Internis Q Edisi 19 Q September 2011
19 DOK. PAPDI
Muhammad Muchtar:
Berupaya Memberikan yang Terbaik
B
telah ia lewati. Suami Endang Suswantini ini mengaku banyak belajar dari sosok dokter di penyakit dalam, diantaranya Prof. DR. Dr. Asman Boedi Santosa Ranakusuma, SpPD, K-EMD, FINASIM. Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam ini baginya bukan sekadar pimpinan tapi sebagai orang tua asuh. “Prof. Asman bukan cuma atasan, namun sebagai bapak asuh. Beliau yang telah mendidik dan menempa saya untuk bisa bekerja, disiplin dan harus punya prinsip yang kuat,” ujarnya. Di samping itu, pria yang pengalaman di bidang travel dan event organizer ini berterima kasih kepada Prof. Dr. Slamet Suyono, SpPD, K-EMD, FINASIM, Prof. DR. Dr. Sidartawan Soegondo, SpPD, K-EMD, FINASIM, FACE dan Prof. DR. Dr. Suhardjono, SpPD, KGH, FINASIM, Prof. DR. Dr. Samsuridjal Djauzi, SpPD, K-AI, FINASIM dan Prof. Dr. H. Aziz Rani, SpPD, K-GEH, FINASIM dapat bergabung dan bekerja di sekretariat PB PAPDI. Sejak sekolah tingkat per tama Muchtar telah dididik mandiri. Apalagi
Muhammad Muchtar
sejak keluar STMP, kedua orang tua sudah tidak ada. Berbagai pengalaman kerja telah ia lewati. Ia sempat bekerja di pabrik tekstil selama dua tahun, lalu terlibat di proyek kontraktor selama enam bulan, dan pernah menjadi pegawai honor di PU Tangerang selama satu tahun. Kemudian, selama sembilan tahun di perusahaan biro perjalanan dan event organizer Vaya Tour – MICE. Karirnya cukup lama dijalani di tata usaha Penyakit Dalam FKUI/RSCM selama 10 tahun. Dari 1998 bergabung di Sekretariat PB PAPDI sampai sekarang. Tahun 1983, pria yang merupakan satu dari sepuluh bersaudara ini, menikahi Endang Suswantini di Jakarta. Dari pernikahannya tersebut, Muchtar dikaruniai delapan orang anak. Putra pertama, Muhammad Syahrir Azizi, telah sukses menyelesaikan pendidikan di bidang kedokteran di UNS – Surakarta dan kini tengah menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Putra keduanya, Muhammad Syahrur Azhari memilih profesi sebagai wirastawan. Anak ketiga, Izzatinnisa sedang menyelesaikan skripsi sarjana gizi. Sementara yang lain: Nurunnisa Muchtar, Aisyah Muthi’ah, Muhammad Syaikhu Al-Farisi, Muhammad Salafi Asy-Syiddiq dan Muhammad Syamsi Al-
DOK. PAPDI
icara staff sekretariat Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Dalam (PB PAPDI) saat ini tak lepas dari sosok Muhammad Muchtar. Pria berperawak tambun yang murah senyum ini cukup popular di lingkungan penyakit dalam. Apalagi dengan gaya dan karakter khasnya, membuat ia mudah dikenali meski baru pertama bertemu. Ya, Muchtar, begitu biasa ia disapa, adalah staff senior di sekretariat PB PAPDI. Pria kelahiran 51 tahun lalu mulai bergabung di lingkungan PAPDI sejak 1998. Pada awalnya, PB PAPDI belum memiliki tenaga sekretariat sendiri dan masih memakai tenaga sekretariat dari tata usaha penyakit dalam. Bahkan kantor sekretariat pun masih memakai ruang hibah Departemen Penyakit Dalam RSCM. Namun sejak awal 2011, sekretariat PB PAPDI telah terpisah dari Gedung Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM dan berkantor di Gedung ICB Bumiputera, Cikini, Jakarta Pusat. Hingga kini, berbagai peran di PAPDI
Muhammad Muchtar dan para staff sekretariat PB PAPDI di lobby kantor PB PAPDI
Fathih, sedang menjalani masa pendidikan di SMA, SMP dan SD. Berbicara tentang organisasi tak bisa lepas dari andil sebuah sekretariat dan tim yang terlibat di dalamnya. Ibarat sebuah pertunjukan mereka adalah kru yang memberi support dari balik layar sehingga pertunjukan berjalan sesuai skenario. Begitu pula dengan PB PAPDI, yang mendapat dukungan dari tim sekretariat, seperti Muchtar. Muchtar tak sendiri. Saat ini sekretariat PB PAPDI saat ini telah memiliki lima tenaga sekretariat tetap: Husni, Yunus, Oke Fitia, Ninda, dan memiliki dua orang tenaga kontrak, Yunita dan Indah. Masing-masing menjalankan tugasnya di bagian sumber daya manusia dan operasional, tata usaha, administrasi, accounting, teknologi informatika dan data base, bagian umum, staff CME online dan staff khusus PIN PB PAPDI. Kepengurusan PB PAPDI periode sekarang telah menerapkan tertib administrasi. Tim staff sekretariat saat ini merasa banyak perubahan, seperti status karyawan dan pembagian tugas yang jelas dan peningkatan kesejahteraan. Ke depan, diharapkan PB PAPDI akan lebih baik lagi dalam menata organisasi maupun dalam mengembangkan disiplin ilmu kedokteran. Bravo Sekretariat PB PAPDI. (HI)
SEREMONI
A
DOK. DR. ARU
DOK. PAPDI
DOK. PAPDI
Happy Birthday Dr. Aru
da kejutan untuk DR. Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, KHOM, FINASIM, FACP. Pada Jumat, 1 Juli 2011 Dr. Sally A. Nasution SpP, K-KV, FINASIM beserta anggota dan staf PB PAPDI mengadakan syukuran dalam rangka Hari Ulang Tahun Ketua Umum PB PAPDI, yang ke – 60 yang tepat jatuh pada 29 Juni. Perayaan sederhana ini ditandai dengan peniupan lilin yang kemudian pemotongan tumpeng oleh DR. Aru. Acara berlangsung dengan suka cita penuh tawa. Happy Birthday, semoga sukses selalu. (HI)
Pemotongan tumpeng oleh DR. Aru
DR. Aru sedang meniup lilin
Aru usia 1 tahun dengan kendaraan pertamanya
20
ALBUM PAPDI
Halo Internis Q Edisi 19 Q September 2011
DOK. PAPDI
PAPDI Forum:
Ibadah Berkualitas Selama Puasa Tanpa Gangguan Kesehatan
T
DOK. PAPDI
ren permasalahan penyakit tidak menular kini semakin meningkat seiring dengan perkembangan zaman. Oleh karena itu, Kementrian Kesehatan perlu melakukan sosialisasi dan edukasi dengan lebih intens kepada para stakeholder kesehatan terutama para dokter di berbagai tingkat pelayanan. Untuk itu, Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) dan Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (PERKI), bersama-sama mendukung Residual Risk Reduction Initiative (R3i) melaksanakan event CardioMetabolic Conference 2011 (CMC 2011) dengan tema “From Metabolic Syndrome to Cardiometabolic Risk”, pada 29 April – 1 Mei 2011 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta. Pada cara pembukaan CardioMetabolic Conference 2011 kali ini, Ketua Umum Pengurus Besar PAPDI diwakili oleh Dr. Ika Prasetya Wijaya, SpPD,K-KV,FINASIM untuk memberikan kata sambutan pada pembukaan acara CMC 2011 kali ini. Kegiatan ini menghadirkan berbagai pembicara yang berasal dari PAPDI dan PERKI. Tercatat jumlah perserta yang hadir pada kegiatan CMC 2011 ini lebih dari 600 orang peserta yang berasal dari anggota PAPDI, anggota PERKI, PPDS, dokter umum dan masyarakat awam. Selain praktisi kedokteran, acara ini juga dihadiri sejumlah insan media. Pada kesempatan ini, digelar konferensi pers dengan nara sumber Dr. Ika Prasetya Wijaya, SpPD,K-KV,FINASIM dari PB PAPDI, Dr. Anna Ulfah Rahajoe, SpJP(K), FIHA dari PP PERKI dan Dr. Anwar Santoso, SpJP, FIHA dari Anggota R3i. Pada kegiatan CMC 2011 ini, stand PAPDI kembali menjual berbagai macam merchandise PAPDI dan juga membagikan buku Standar Profesi PAPDI, serta informasi seputar kegiatan PAPDI.
DOK. PAPDI
CardioMetabolic Conference 2011: From Metabolic Syndrome to Cardiometabolic Risk
PAPDI Forum
Kiat Menghadapi musim Pancaroba dalam Mengatasi Penyakit
Stand PAPDI di PIT IPD 2011
P
ada acara Petemuan Ilmiah Tahunan (PIT) 2011 Ilmu Penyakit Dalam, Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM/FKUI, di Hotel Sahid, 21-24 Juli 2011, PB PAPDI kembali berpartisipasi dengan membuka stand di acara tersebut. Stand PAPDI ini dimaksudkan untuk menjallin komunikasi anntara organisasi dengan anggota PAPDI seluruh Indonesia. Lewat stand ini infomasi terbaru dari pusat langsung dapatt diakses oleh anggotanya sekaligus mempermudah anggota dan cabang mengurus kelengkapan administrasi. Di samping itu, stand PAPDI juga menjual berbagai macam merchandise PAPDI dan juga membagikan buku Standar Profesi PAPDI, serta informasi seputar kegiatan PAPDI seperti. PIN ke-9 PAPDI di Makassar tahun 2011 dan KONKER di Batam pada bulan Juni 2011. Beberapa jenis merchandise yang banyak diminati oleh peserta PIT IPD 2011 diantaranya T-Shirt Polo PAPDI, Kaos PAPDI serta beberapa merchandise lainnya.
DOK. PAPDI
K
embali PB PAPDI mengadakan PAPDI Forum. Pada PAPDI FORUM kali ini mengambil topick tentang “ Ibadah Berkualitas Selama Puasa Tanpa Gangguan Penyakit”. Tujuannya tak lain adalah memberikan pengetahuan , pemahaman serta kiat untuk mampu melaksanakan ibadah puasa dengan keterbatasan yang dimiliki tanpa mengurangi nilai esensi ibadah itu sendiri. Hadir nara sumber pada acara ini adalah pakar Diabetes Dr. Tri Juli Edi Tarigan SpPD, Konsultan Geriatri, DR. Dr. Siti Setiati SpPD, K-Ger, FINASIM, MEpid, dan Konsultan Gastroenterologi, DR. Dr. Ari Fahrial Syam, SpPD, K-GEH, FINASIM, MMB, FACP serta uraian hikmah puasa Ramadhan untuk mencapai Ketaqwaan oleh Ustadz M Rubiul Yatim SE. SS .MA serta skrining laboratorium pada penyandang penyakit yang akan menjalani ibadah puasa dari PRODIA. Melalui PAPDI Forum ini diharapkan mampu terjadi interaksi positif serta perubahan cara pandang dan bersikap pada penyandang penyakit tertentu agar tetap memahami dan mematuhi aturan selama berpuasa agar penyakit yang disandang tetap dapat terkendali dengan baik dan diakhir puasa dapat predikat orang yang bertaqwa . Karena dapat menyelesaikan ibadah puasa dengan baik. Dan informasi yang didapat diharapkan dapat disebar luaskan kepada lingkungan terdekat agar memberi manfaat seluas-luasnya.
I
ndonesia adalah negeri indah berhawa tropis yang terletak di daerah khatulistiwa. Dengan keunikan ini maka mengalami perubahan musim yang hanya 2 musim yaitu Kemarau dan Penghujan. Namun ada saat peralihan antara kemarau dan hujan yang dikenal musim pancaroba. Musim Pancaroba ini adalah periode dimana kondisi ketahanan serta adaptasi manusia terhadap lingkungan sangat berperan terhadap penyakit baik yang disebabkan oleh vector maupun cuaca. Beberapa penyakit yang kerap mengancam padamusim pancaroba yaitu, Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue , ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas) , Diare serta Asma Bronchiale. Sehingga perlu adanya pemahaman kepada masyarakat awam khususnya juga tokoh masyarakat baik formal maupun informal menghadapi musim Pancaroba ini. Untuk itu, PAPDI Forum kali ini membahas antisipasi gangguan kesehatan pada musim pancaroba. Hadir sebagai nara sumber yaitu: Dr. Widayat Djoko Santoso, SpPD, K-PTI, FINASIM, DR. Dr. Ari Fahrial Syam, SpPD, K-GEH, FINASIM, MMB, FACP, DR. Dr. Cleopas Martin Rumende, SpPD, K-P, FINASIM dan DR. Dr. Iris Rengganis SpPD, K-AI, FINASIM. “Menjadi tugas kita bersama untuk nantinya ikut menyumbangkan peran serta sumbangsih meningkatkan kualitas hidup, menurunkan angka kematian, menurunkan angka kesakitan melalui tindakan nyata lewat pencegahan,” kata Koordinator PAPDI Forum, Dr. Agasjtya Wisjnu Wardhana, SpPD, FINASIM.