18
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Daun Singkong Daun singkong merupakan daun dari tanaman singkong (Manihot utilissima)
yang berbentuk menjari dan berwarna hijau. Daun singkong umumnya berbelah agak dalam seperti jari tangan, jumlah belahan helai atau sirip daun pada satu tangkai berkisar antara 5 sampai 9 buah. Permukaan daun sebelah atas berwarna hijau dengan panjang antara 5-30 cm. Warna tangkai daun bervariasi dari hijau muda ke hijau kekuning-kuningan (Sosrosoedirdjo, 1978). Foto daun singkong dapat dilihat pada Gambar 1.
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
Daun
Batang
Gambar 1. Bentuk Daun Singkong (Dokumentasi Pribadi, 2011)
Daun singkong dalam taksonomi tumbuhan diklasifikasikan sebagai kingdom Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, sub-kelas Rosidae, ordo Euphorbiales, famili Euphorbiaceae, genus Manihot, spesies Manihot utilissima Burn
FTIP001628/018
19
F (Tjitrosoepomo, 2005). Daun yang dihasilkan dapat mencapai 20 ton/Ha pada singkong yang ditanam khusus dan diambil daunnya (Rubatzky, 1998). Daun biasanya dipanen dari kultivar tipe manis yang mengandung glukosida rendah. Daun yang masih muda biasanya dimakan sebagai lalapan baik mentah maupun direbus terlebih dahulu. Daun yang sudah tua dimanfaatkan untuk makanan ternak. Manfaat daun singkong untuk terapi antara lain mencegah anemia, mencegah konstipasi, dan meningkatkan daya tahan tubuh. Daun singkong adalah sumber vitamin C yang baik serta mengandung sekitar 30% protein berdasarkan bobot kering. Daun singkong merupakan sumber karotenoid, protein, dan mineral. Kandungan gizi daun singkong dapat dilihat pada Tabel 1.
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
Tabel 1. Kandungan Energi dan Zat Gizi Daun Singkong dalam 100 g Bdd Kandungan Jumlah Energi (kkal) 50,00 Air (g) 84,40 Protein (g) 6,20 Lemak (g) 1,10 Karbohidrat (g) 7,10 Serat (g) 2,40 Abu (g) 1,20 Kalsium (mg) 166,00 Fosfor (mg) 99,00 Besi (mg) 1,30 7.052,00 Karoten total (g) Tiamin (mg) 0,04 Riboflavin (mg) 0,10 Niasin (mg) 1,80 Vitamin C (mg) 103,00 Sumber : Persagi (2009)
FTIP001628/019
20
2.2.
Bayam Jenis bayam yang paling banyak dikonsumsi di Indonesia adalah Amaranthus
tricolor atau dikenal dengan bayam cabut karena dipanen dengan cara dicabut seluruh bagian tanaman beserta akarnya. Bayam cabut dipanen pada saat tanaman berumur 30-40 hari setelah disebar dengan tinggi sekitar 20 cm (Bandini dan Azis, 1995). Bentuk daun bayam terlihat pada Gambar 2.
Daun
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
Batang
Akar Gambar 2. Bentuk Bayam Cabut (A. Tricolor L.) (Dokumentasi Pribadi, 2011)
Bayam cabut dalam taksonomi tumbuhan diklasifikasikan sebagai divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Amaranthaceae, famili Amarantaceae, genus Amaranthus, spesies Amaranthus tricolor L. Ciri tanaman bayam adalah daunnya berbentuk delta agak bulat dengan ujung agak meruncing dan urat-urat daun yang jelas. Batang tumbuh agak tegak, tebal, berdaging, dan banyak mengandung air (Bandini dan Azis, 1995). Kandungan zat gizi daun bayam secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 2.
FTIP001628/020
21
Tabel 2. Kandungan Energi dan Zat Gizi Daun Bayam dalam 100 g Bdd Kandungan Jumlah Energi (kkal) 16,00 Air (g) 94,50 Protein (g) 0,90 Lemak (g) 0,40 Karbohidrat (g) 2,90 Serat (g) 0,70 Abu (g) 1,30 Kalsium (mg) 166,00 Fosfor (mg) 76,00 Besi (mg) 3,50 2.293,00 Karoten total (g) Tiamin (mg) 0,04 Riboflavin (mg) 0,10 Niasin (mg) 1,00 Vitamin C (mg) 41,00 Sumber : Persagi (2009)
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
2.3.
Pepaya Pepaya (Carica papaya Linn.) dapat tumbuh sangat cepat, sebab pada bulan
ke-5 atau ke-6 setelah ditanam, pohonnya sudah setinggi orang dewasa dan sudah mulai berbuah. Pepaya merupakan tumbuhan yang banyak dibudidayakan di manamana. Bentuk daun pepaya dapat dilihat pada Gambar 3.
Daun
Batang Gambar 3. Bentuk Daun Pepaya
(Dokumentasi Pribadi, 2011)
FTIP001628/021
22
Pepaya termasuk jenis tanaman perdu dengan tinggi sekitar 10 m yang memiliki akar tunggang dan bercabang dengan warna akar putih kekuningan. Batang tumbuhan berwarna putih kotor, tidak berkayu, berbentuk silindris dan berongga. Daun pepaya berwarna hijau tua dengan ujung runcing, tepi bergerigi dengan diameter 25-27 cm, pertulangan menjari, dan pangkal tangkai 25-100 cm (Rukmana, 1995). Tata nama atau sistematika (taksonomi) tanaman pepaya menurut Rukmana (1995) diklasifikasikan sebagai berikut: kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dycotiledonae, ordo Caricales, famili Caricaceae, genus Carica, spesies Carica papaya Linn. Kandungan zat gizi daun pepaya dapat dilihat
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
pada Tabel 3.
Tabel 3. Kandungan Energi dan Zat Gizi Daun Pepaya dalam 100 g Bdd Kandungan Jumlah Energi (kkal) 87,00 Air (g) 75,40 Protein (g) 8,00 Lemak (g) 2,00 Karbohidrat (g) 11,90 Serat (g) Abu (g) 2,70 Kalsium (mg) 353,00 Fosfor (mg) 63,00 Besi (mg) 0,80 18.250,00 Karoten total (g) Tiamin (mg) 0,15 Riboflavin (mg) Niasin (mg) Vitamin C (mg) 140,00 Sumber : Persagi (2009)
FTIP001628/022
23
2.4.
Pigmen Klorofil Klorofil adalah zat warna (pigmen) hijau daun yang terbentuk dari proses
fotosintesa pada tumbuh-tumbuhan, menjadi penyebab warna sayuran berdaun dan beberapa buah. Klorofil dari tanaman hijau akan terurai pada saat senesense dan warna hijau cenderung hilang karena adanya degradasi pigmen klorofil akibat kondisi internal tumbuhan yang semakin matang (Clydesdale et al., 1976). Klorofil berwarna hijau karena menyerap secara kuat daerah merah dan biru dari spektrum cahaya visible (Gross, 1991). Klorofil merupakan porfirin yang mengandung cincin dasar tetrapirol, dimana keempat cincin berikatan dengan ion Mg2+. Klorofil termasuk senyawa organik yang
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
bersifat non polar karena memiliki rantai hidrokarbon gugus fitol yang larut lemak. Walaupun memiliki cincin porfirin yang polar, namun gugus fitol sangat panjang dengan rumus (C20H39OH) sangat mempengaruhi kelarutan klorofil (Socaciu, 2008). Pelarut organik digunakan untuk mengekstrak klorofil yang bersifat non polar salah satunya dengan menggunakan pelarut etanol 96%. Pelarut organik akan menghancurkan senyawa kompleks klorofil-protein dan mengekstrak pigmen terus menerus. Kondisi ekstrak sebaiknya dalam keadaan netral untuk menghindari pembentukan feofitin (Gross, 1991). Klorofil yang terkandung pada tanaman tingkat tinggi umumnya terdiri dari klorofil a dan klorofil b. Klorofil b mirip dengan klorofil a, perbedaannya hanya klorofil b memiliki gugus aldehid pada C-7 tetrapirol sedangkan pada posisi yang sama klorofil a memiliki gugus metil dapat dilihat pada Gambar 4. Rumus empiris klorofil a adalah C55H72O5N4Mg dan klorofil b adalah C55H70O6N4Mg (Setiari, 2009).
FTIP001628/023
24
Gambar 4. Rumus Bangun Klorofil a dan Klorofil b (Winarno, 2008)
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
Perbedaan kecil dalam struktur dari dua klorofil menghasilkan perbedaan dalam penyerapan spektrum, biru-hijau untuk klorofil a, dan kuning-hijau untuk klorofil b (Gross, 1991). Klorofil b lebih tahan terhadap panas dibandingkan klorofil a. Penentuan jumlah klorofil dengan metode spektrofotometri merupakan cara yang paling umum digunakan dalam menentukan kandungan klorofil a dan klorofil b (Fardiaz, 1991). Menurut Eskin (1979), klorofil a dan b biasanya terdapat dalam daun tanaman dengan perbandingan 3:1. Klorofil a terdapat sekitar 75% dari pigmen hijau tanaman, terlihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Kandungan Klorofil Dari Daun Singkong No. Kandungan Klorofil 1. Klorofil a 2. Klorofil b 3. Total klorofil 4. Rasio a:b
Nilai (g/g bahan) 1.493,6 519,9 2.013,5 2,9 : 1
Sumber: Alsuhendra (2004)
FTIP001628/024
25
2.4.1. Faktor yang Pengaruhi Kestabilan Klorofil Reaksi yang umum terjadi pada klorofil yaitu degradasi klorofil yang disebabkan oleh kondisi saat proses pemanenan atau perlakuan pasca panen. Faktor yang mempengaruhi degradasi klorofil yaitu asam, pemanasan, dan aktivitas enzim. Salah satu sifat kimia klorofil yang paling penting adalah ketidakstabilan yang ekstrim. Selain itu, klorofil sangat peka terhadap cahaya. Cahaya dapat menyebabkan reaksi protopigmen pada klorofil. Oleh karena itu, pengerjaan klorofil dan penyimpanan zat warna harus dilakukan dalam ruangan gelap atau ruang redup dengan cahaya yang aman dan sejuk. Degradasi klorofil atau kerusakan klorofil tersebut digambarkan secara skematik pada Gambar 5.
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
Gambar 5. Proses Degradasi Klorofil Oleh Enzim dan Asam (Tranggono dan Sutardi, 1990)
Pemanasan dalam suasana asam akan menyebabkan denaturasi protein sehingga memudahkan terjadinya hidrolisis terhadap gugus fitol dan substitusi inti magnesium dari cincin porfirin dengan hidrogen. Berdasarkan skema di atas dapat
FTIP001628/025
26
terlihat bahwa apabila gugus fitol lepas oleh aktivitas enzim klorofilase, sejenis enzim esterase yang aktif pada pelarut organik dan terikat kuat pada lipoprotein, klorofil akan berubah menjadi klorofilid yang larut dalam air (Fardiaz, 1991). Apabila atom Mg2+ dalam molekul klorofil atau klorofilida disubstitusi oleh ion H+ akibat suasana asam lingkungannya atau terlepas akibat panas, maka akan terbentuk feofitin dan warna hijau akan berubah menjadi warna hijau kecoklatan (Clysdale et al., 1976). Selanjutnya apabila gugus fitol dari feofitin ini lepas, akan terbentuk feoforbida yang bersifat larut air. Klorofil dan feofitin larut dalam pelarut organik namun tidak larut dalam air, sedangkan klorofilid dan feoforbid yang tidak memiliki gugus fitol tidak larut dalam pelarut organik tapi larut dalam air (deMan, 1997).
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
Klorofil terdegradasi secara kimia, yang meliputi reaksi feofitinasi, reaksi pembentukan klorofilid, dan reaksi oksidasi sebagai berikut: a.
Reaksi feofitinasi Reaksi feofitinasi adalah reaksi pembentukan feofitin yang berwarna hijau kecoklatan. Reaksi ini terjadi karena denaturasi protein pelindung dalam kloroplas yang mengakibatkan ion Mg2+ di pusat molekul klorofil terlepas dan diganti oleh ion H+ sehingga membentuk feofitin (Gross, 1991). Feofitin adalah derivat klorofil bebas magnesium yang secara mudah didapat dari klorofil dengan perlakuan asam (Clysdale et al., 1976). Pemanasan merupakan proses fisika yang dapat mengakibatkan kerusakan klorofil. Pemanasan dapat mengakibatkan denaturasi protein sehingga klorofil menjadi tidak terlindungi lagi. Selama pemanasan, asam-asam
FTIP001628/026
27
organik dalam jaringan dibebaskan yang mengakibatkan pembentukan feofitin. Feofitin dapat kehilangan fitol membentuk feoforbid (Gross, 1991). b.
Reaksi pembentukan klorofilid Klorofil dapat dengan mudah dihidrolisis untuk menghasilkan klorofilid dan fitol. Hidrolisis terjadi di bawah kondisi asam maupun basa. Biasanya klorofilid terbentuk secara enzimatik oleh klorofilase, suatu enzim yang sering ditemukan dalam jaringan tanaman hijau (Gross, 1991). Klorofilid merupakan senyawa yang berwarna hijau, mempunyai sifat spektral yang sama dengan klorofil, tetapi lebih larut dalam air. Klorofilid juga dapat kehilangan ion magnesium yang diganti dengan ion hidrogen membentuk feoforbid
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
(Clydesdale et al., 1976). Enzim klorofilase (klorofil klorofilid hidrolase) adalah jenis enzim esterase yang memiliki sifat unik. Enzim ini mengkatalis hidrolisis ikatan ester antara residu asam 7-propionat pada cincin D dari cincin makrosiklik dengan fitol, baik pada klorofil maupun feofitin (Gross, 1991). Enzim ini berada intramembran pada membran tilakoid dan pada suhu kamar, enzim hanya aktif jika ada pelarut-pelarut organik, sedangkan pada pelarut air enzim akan berfungsi optimal pada kisaran suhu 65-75C. Hal ini diakibatkan oleh keadaan enzim yang terikat pada lipoproteinlamela (Clydesdale et al., 1976). Beberapa usaha untuk menstabilkan warna hijau dari jaringan tanaman antara lain dilakukan dengan cara mengubah klorofil menjadi klorofilid. Menurut Clydesdale et al., (1976) surfaktan atau deterjen non-ionik mampu
FTIP001628/027
28
melindungi warna hijau. Perendaman bahan dalam larutan natrium bikarbonat (soda kue) dapat menghambat substitusi magnesium oleh ion H+ dengan membuat suasana alkali karena klorofil stabil dalam suasana basa (deMan, 1997). Klorofilase menghidrolisis hanya 40% klorofil dalam kompleks klorofilprotein. Namun dengan keberadaan deterjen, semua klorofil dapat dihidrolisis (Gross, 1991). Feoforbid a dan b adalah klorofilid yang juga kehilangan magnesium, jadi tidak memiliki gugus fitol maupun Mg. Senyawa ini dapat dibuat dengan cara perlakuan asam pada klorofilid (Gross, 1991). c.
Reaksi oksidasi
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
Reaksi oksidasi dapat dibagi menjadi reaksi oksidasi non-enzimatis dan reaksi oksidasi enzimatik. Reaksi oksidasi non-enzimatik terjadi karena pemanasan dan selama penyimpanan. Reaksi ini menyebabkan warna hijau klorofil semakin memudar karena klorofil sensitif terhadap panas dan oksigen. Selain berpengaruh terhadap feofitin, pemanasan juga berpengaruh terhadap aktivitas enzim klorofilase. Pengaruh blansir pada sayuran hijau terhadap pembentukan klorofilid dan feoforbid menunjukkan bahwa blansir pada suhu 82,2C meningkatkan aktivitas enzim klorofilase, tetapi blansir pada suhu 100C justru membuat klorofilase inaktif (Gross, 1991). Reaksi oksidasi enzimatik terjadi dengan adanya enzim lipoksigenase (linoleat oksidoreduktase) yang mengkatalis reaksi jika diinkubasi dengan asam linoleat atau linolenat (Eskin, 1979).
FTIP001628/028
29
2.4.2. Ekstraksi Pigmen Klorofil Ekstraksi merupakan salah satu pemisahan satu atau lebih komponen dari suatu bahan yang merupakan sumber komponen tersebut. Pemisahan atau pengambilan komponen dari bahan sumbernya dapat dilakukan dengan pengempaan atau penekanan, pemanasan, dan penggunaan pelarut. Metode yang digunakan untuk memperoleh ekstrak pigmen adalah metode yang dapat mempertahankan klorofil sebaik mungkin seperti keadaan alaminya. Ekstraksi yang dilakukan biasanya menggunakan metode maserasi melalui perendaman bagian tanaman dalam larutan. Prosedur ekstraksi pigmen klorofil dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu persiapan bahan baku, penghancuran,
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
ekstraksi dengan pelarut (maserasi), dan pemekatan. Penghancuran dilakukan menggunakan grinder yang secara efektif dapat merusak jaringan tanaman dan mempercepat proses ekstraksi pigmen (Francis, 1982). Proses ekstraksi klorofil ini dilaksanakan dengan cepat dan dalam kondisi sinar yang redup untuk mencegah reaksi degradasi. Menurut Vargas dan Lopez (2003), menciptakan lingkungan yang sedikit alkalis merupakan usaha positif untuk mencegah pelepasan Mg dari klorofil. Menurut Blaire dan Agnes (1943) dikutip Winarno (2008), warna hijau dapat dipertahankan dengan menggunakan natrium bikarbonat. Reaksi natrium bikarbonat dalam air berlangsung sebagai berikut: Na+ + HCO3-
NaHCO3 HCO3- + H2O
H2CO3+ OH-
Na+
NaOH
+
OH-
FTIP001628/029
30
Natrium bikarbonat akan terionisasi dalam air membentuk H2CO3 dan ion OH- yang bersifat basa dapat menetralkan asam-asam yang dilepas dari dalam jaringan daun selama proses pemanasan sehingga dapat mencegah pelepasan ion Mg dari inti porifirin. Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Wulandari (2011), tahapantahapan yang dilakukan pada penelitian utama pembuatan bubuk pigmen klorofil ialah tahapan pembuatan ekstrak cair pigmen klorofil dari proses ekstraksi daun menggunakan pelarut etanol 96% yang telah ditambahkan natrium bikarbonat 1000 ppm. Perbandingan antara daun dan volume larutan pelarut adalah 1:4. Proses ekstraksi berlangsung secara maserasi dengan selama 12 jam.
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
Proses ekstraksi dilakukan dengan menggunakan metode maserasi melalui perendaman bagian tanaman dalam larutan sesuai diagram proses. Pigmen klorofil memiliki gugus fitol yang hanya larut oleh pelarut organik, salah satunya etanol. Etanol merupakan pelarut lemak yang lebih aman digunakan untuk dikonsumsi jika dibandingkan asam organik lainnya yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Selama proses ekstraksi dengan maserasi berlangsung, warna klorofil dari daun perlahan-lahan keluar (Francis, 1982). Natrium bikarbonat ditambahkan untuk menghindari pengaruh kondisi asam. Menurut Vargas dan Lopez (2003), selain natrium bikarbonat secara umum dapat ditambahkan CaCO3, MgCO3, NaHCO3, atau Na2CO3. Menurut Wirakusumah (2006), klorofil memiliki beberapa keuntungan, diantaranya diserap dengan mudah oleh tubuh. Selain itu, klorofil ini mengandung senyawa-senyawa lain dari kloroplas kompleks (termasuk beta karoten dan vitamin
FTIP001628/030
31
K) yang mempunyai manfaat untuk kesehatan. Namun, ekstrak yang dihasilkan masih memiliki kandungan etanol sehingga tidak dapat langsung digunakan apalagi dikonsumsi. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya penghilangan kadar etanol dalam pigmen klorofil tersebut salah satunya dengan penguapan etanol menggunakan evaporator vakum. Tahap ini bertujuan untuk memisahkan pelarut sehingga diperoleh ekstrak murni yang pekat sekitar 2-4% termasuk klorofil, feofitin, klorofilin, feoforbid, klorin, dan purin.
2.5.
Mikroenkapsulasi Pigmen Klorofil Mikroenkapsulasi didefinisikan sebagai teknologi penyalutan zat aktif yang
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
berupa padatan, cairan, maupun gas dalam kapsul yang sangat kecil (diameter kapsul 1-800 m) dengan suatu bahan matriks untuk melindungi sifat-sifat tertentu selama penyimpanan, distribusi, dan penggunaan. Mikroenkapsulasi dapat memberi perlindungan pada bahan inti dan menjaga warna dari faktor-faktor fisik dan kimia (Dubey et. al., 2009). Mikroenkapsulasi sering dilakukan untuk meningkatkan umur simpan dan menjaga kualitas nutrisi, penampilan, serta menghambat pertumbuhan mikroogranisme patogen. 2.5.1
Penggunaan Dekstrin Sebagai Bahan Penyalut Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Nurliasari (2010), bahan
penyalut terbaik pada pembuatan bubuk pigmen klorofil kangkung ialah dekstrin dibandingkan gum arab. Menurut Glicksman (1969), gum arab memiliki berat molekul yang lebih besar dibandingkan dekstrin. Dekstrin memiliki berat molekul 4.500-85.000, sedangkan gum arab memiliki berat molekul 250.000-1.000.000. Berat
FTIP001628/031
32
molekul gum arab yang lebih besar menyebabkan titik didihnya lebih tinggi sehingga sukar larut jika dilarutkan pada suhu ruang (Glicksman, 1969 dikutip Sadikin, 1993). Menurut Fennema (1976), dekstrin mempunyai viskositas yang relatif rendah. Hal tersebut sangat menguntungkan jika pemakaian dekstrin dimaksudkan sebagai bahan penyalut, karena dapat meningkatkan volume produk yang dihasilkan dalam bentuk bubuk. Perpaduan antara viskositas yang rendah dan konsentrasi yang tinggi menghasilkan kekuatan film yang tinggi. Sifat film ini sangat penting dalam enkapsulasi, dimana komponen enkapsulat harus terlindungi dengan kuat oleh lapisan film pengenkapsulat. Berdasarkan hasil penelitian Wulandari (2011), konsentrasi dekstrin terbaik
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
yang ditambahkan sebagai bahan penyalut ialah 50%. Peningkatan konsentrasi bahan penyalut akan meningkatkan berat molekul bahan yang dikeringkan, sehingga suhu transisi gelas bahan dan total padatan pada bahan yang akan dikeringkan meningkat. Transisi gelas merupakan transisi yang terjadi pada kisaran suhu tertentu dimana padatan yang bersifat amorf berubah menjadi liquid dan kental. 2.5.2. Pengeringan Oven Vakum Mikroenkapsulasi dengan pengering oven vakum merupakan metode yang sederhana. Pengering oven vakum terdiri dari suatu kabinet dengan rak berongga yang berlubang. Produk yang akan dikeringkan diletakkan dalam nampan yang ditempatkan di atas rak-rak tersebut. Unit pengering kemudian ditutup rapat kemudian dihampakan. Media pemanas dialirkan melalui rak berongga ini sehingga dapat memanasi produk yang dikeringkan (Desrosier, 1988).
FTIP001628/032
33
Rak pengering
Pengukur tekanan
Tombol penekan kunci pintu oven vakum
Pengatur suhu Tombol nyala
Temperatur
Gambar 6. Alat Pengering Oven Vakum
(Dokumentasi Pribadi, 2011)
Menurut Earle (1983), pengering oven vakum besarnya sama dengan alat pengering oven yang berupa lemari pengering, namun pengering oven vakum
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
beroperasi dalam keadaan hampa udara dan pindah panas yang terjadi secara konduksi dan radiasi (pemancaran). Ruang pengering vakum biasanya menyerupai boks dengan sebuah pintu depan dan dilengkapi pipa penghubung untuk mengeluarkan udara dan uap air dari ruang pengering, serta dilengkapi dengan beberapa lempengan berongga yang menjaga rak bahan yang dikeringkan. Medium pemanas disirkulasikan melalui bagian dalam lempengan atau plat tersebut. Penggunaan pemanas listrik (skala kecil) dan sumber panas lain dapat digunakan untuk mensuplai panas yang diperlukan dalam pengeringan. Kelebihan metode ini dibandingkan dengan oven biasa (tanpa vakum) adalah sirkulasi udara yang terjadi selama proses pemanasan lebih baik karena menggunakan pompa vakum sehingga pengeringan merata selain itu waktu pengeringan lebih cepat sehingga dapat mempertahankan kestabilan material dalam sampel. Biasanya pengeringan dilakukan pada suhu terkontrol. Alat ini digunakan untuk mengeringkan
FTIP001628/033
34
bahan yang sensitif terhadap panas, biasanya menggunakan suhu tidak kurang dari 40°C. Oven vakum biasanya dioperasikan sebagai operasi batch (Hall, 1979). Referensi tekanan oven vakum berkisar antara 22-28 in.Hg dan kelembaban 84,8%.
2.6.
Penentuan Total Klorofil dengan Spektrofotometer Spektrofotometer merupakan cara yang paling umum dalam menentukan
kandungan klorofil. Menurut Khopkar (2000), spektrofotometer adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Jadi, spektrofotometer
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Spektrofotometer memberikan akurasi
yang tinggi
dan kemampuan
pengukuran warna yang absolut serta banyak digunakan dalam riset. Alat ini cocok untuk analisis warna yang rumit karena dapat menentukan spektrum pantul untuk setiap panjang gelombang (MacDougall, 2002). Hasil analisis kadar zat warna hijau diperoleh berdasarkan kurva serapan cahaya (absorbansi) dan panjang gelombang maksimum dengan spektrofotometer. Analisis secara kualitatif dan kuantitatif dengan spektrofotometer UV-visible tersebut dapat memberikan hasil dengan ketelitian yang cukup tinggi dan sampel yang dibutuhkan untuk pengukuran pun tidak banyak. Larutan yang berwarna akan menyerap panjang gelombang sinar tertentu. Setiap larutan akan menyerap panjang gelombang tertentu secara maksimal. Angka serapan terbesar untuk panjang gelombang tertentu menggambarkan panjang
FTIP001628/034
35
gelombang yang paling sesuai untuk larutan tersebut. Angka ini tergantung dari zat terlarut dan pelarutnya. Menurut metode AOAC (1970), tahapan pertama penentuan kandungan klorofil ialah dengan melarutkan ekstrak klorofil dalam pelarut aseton 85% dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 660 dan 642,5 nm lalu dihitung nilai total klorofilnya menggunakan rumus sebagai berikut: Total Klorofil (mg/L) = 7,12 (A660) + 16,8 (A642,5) Klorofil a (mg/L)
= 9,93 (A660) – 0,777 (A642,5)
Klorofil b (mg/L)
= 17,6 (A660) – 2,81 (A642,5)
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
FTIP001628/035