Gema Pendidikan Volume 21 Nomor 1, JANUARI 2014 Terbit dua kali setahun pada bulan Januari dan Juli. Berisi tulisan yang diangkat dari hasil penelitian dan konseptual di bidang Pendidikan. ISSN : 0854 ? 9044
Penanggung Jawab Dekan FKIP Unhalu Pemimpin Redaksi Pembantu Dekan I FKIP Redaktur Pelaksana Kepala Perpustakaan FKIP Penyunting Ahli H. Zalili Sailan (UHO) H. Barlian Usman (UHO) H. Hilaluddin Hanafi (UHO) La Maronta Galib (UHO) Amiruddin (UHO) Nurlansi (UHO) La Harudu (UHO) Moh. Salam (UHO) Muh. Yuris (UHO) Albert (UHO) Darnawati (UHO) La Sawali (UHO) Pelaksana Layout La Rudi Muh. Abas Pendais Haq Rahmat
DAFTAR ISI Pengantar Redaksi Penerapan Perangkat Pembelajaran Sains Berbasis CTL dan E-Learning di SD 01 Poasia Kendari sebagai Model Praktikum Pembelajaran Bagi Mahasiswa P.MIPA FKIP UHO Arisona, Yuris?? .?.1 Tumbuhan Berkhasiat Obat yang dimanfaatkan oleh Etnis Lokal Sulawesi Tenggara Asmawati Munir, M.Si??..??. 8 Studi Karakteristik Adsorpsi Ion Logam Pb (II) menggunakan Arang Aktif Tempurung Kemiri Ratna, Muh. Zakir Muzakkar ...................13 Penerapan Penilaian Kinerja (Performance Assessment) dalam Pembelajaran IPA di Kelas V SD Negeri Kota Kendari Dorce B. Pabunga??..?..??.?19 Keterampilan Sosial Mahasiswa Baru Angkatan 2013 Program Studi Bimbingan Konseling FKIP Nani Restati Siregar??..?? 26 Pengaruh Budaya Organisasi, Kepemimpinan, dan Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Guru Nanik Hindaryatiningsih??.?..??.36 Distribusi Konsentrasi Nitrat dan Fosfat di Perairan Teluk Kendari Indra Purnama Iqbah, Arifin, Arniah ?. 43 Pemetaan Kompetensi Dasar Capaian Siswa pada Matapelajaran Fisika di Kabupaten Konawe Selatan tahun 2011 La Harudu??.? ? .48 Analisis Kemapuan Pelaksanaan Keterampilan Dasar Mengajar Guru dalam Proses Pembelajaran oleh Guru Fisika yang Belum Seritfikasi pada SMPN se-Kota Kendari La Sahara................................................56 Peningkatkan Keaktifan Mahasiswa Mata Kuliah Fisiologi Tumbuhan melalui Pembelajaran Problem Solving Damhuri?.? ? .? .. .? .65 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Game Tournament) dalam Pembelajaran Kimia Pokok Bahasan Stoikiometri Pada Siswa SMAN 2 Kendari La Rudi, Saefuddin, Syamsuwarni ?..?. 69 Kohesif Grammatikal Tulisan Mahasiswa Jurusan Bahasa Inggris Universitas Halu Oleo La Ode Nggawu......................................76 Sistem Pemerintahan di Indonesia Wa Ode Reni? ? 84 ?? Meningkatkan hasil Belajar IPA Fisika siswa Kelas VIII3 SMPN 4 Kendari Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigastion dengan Media Pictorial Riddle pada Materi Pokok Alat-Alat Optik La Ode Nursalam ? ...91 Identifikasi Peluang Kemitraan dalam Usaha Pengolahan Buah Kelapa di Kec. Abeli Murni Nia?9?.? ? 6
Alamat JurnaL : Kantor Perpustakaan FKIP UHO, laman web: www.gemapendidikanfkipuho.wordpress.com
Gema Pendidikan diterbitkan sejak 01 Januari 1994 oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari Penyunting menerima sumbangan tulisan yang belum pernah diterbitkan oleh media lain. Naskah diketik di atas kertas HVS kuwarto dengan persyaratan seperti yang tercantum pada halaman belakang (Petunjuk bagi penulis Gema Pendidikan). 1 Naskah yang masuk dievaluasi dan disunting untuk keseragaman format, istilah dan sebagainya.
DAFTAR ISI Daftar isi ? ? ? Pengantar Redaksi ? ? ? . ii
? ?
i
Bagian
Judul Artikel/Penulis
Halaman
1
Penerapan Perangkat Pembelajarn Sains Berbasis CTL dan E-Learning di SD 01 Poasia Kendari sebagai Model Praktikum Pembelajaran Bagi Mahasiswa P.MIPA FKIP UHO. (Arisona, Yuris)?? ..?? .
1
Tumbuhan Berkhasiat Obat yang dimanfaatkan oleh Etnis Lokal Sulawesi Tenggara. (Asmawati Munir) ?.. ?? ?.
8
Studi Karakteristik Adsorpsi Ion Logam Pb (II) menggunakan Arang Aktif Tempurung Kemiri. (Ratna, Muh. Zakir Muzakkar) ? ? ?
13
Penerapan Penilaian Kinerja (Performance Assessment) dalam Pembelajaran IPA di Kelas V SD negeri Kota Kendari. (Dorce B. Pabunga)??..?..?? ..??
19
Keterampilan Sosial Mahasiswa Baru Angkatan 2013 Program Studi Bimbingan Konseling FKIP UHO. (Nani Restati Siregar) .? . .? .?? ..?.
26
Pengaruh Budaya Organisasi, Kepemimpinan, dan Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Guru. (Nanik Hindaryatiningsi) ? .. ? ..?? ? ..
36
Distribusi Konsentrasi Nitrat dan Fosfaat di Perairan Teluk Kendari (Indra Purnama Iqbah, Arifin, Arniah) ? ? ?
43
2 3 4 5 6 7 8 9
10 11
12 13 14
15
?
Pemetaan Kompetensi Dasar Capaian Siswa pada Matapelajaran Fisika di Kabupaten Konawe Selatan tahun 2011. (La Harudu)??.? .?? ?
48
Analisis Kemapuan Pelaksanaan Keterampilan Dasar Mengajar Guru dalam Proses Pembelajaran oleh Guru Fisika yang Belum Seritfikasi pada SMPN seKota Kendari. (La Sahara) .........................................................................
56
Peningkatkan Keaktifan Mahasiswa Mata Kuliah Fisiologi Tumbuhan melalui Pembelajaran Problem Solving. (Damhuri) ? ? ? ? ? ?
65
.?
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Game Tournament) dalam Pembelajaran Kimia Pokok Bahasan Stoikiometri Pada Siswa SMAN 2 Kendari. (La Rudi, Saefuddin, Syamsuwarni) ?
69
Kohesif Grammatikal Tulisan Mahasiswa Jurusan Bahasa Inggris Universitas Halu Oleo. (La Ode Nggawu) .................................................................................
76
Sistem Pemerintahan di Indonesia (Wa Ode Reni) ? ..
84
?
....
Meningkatkan hasil Belajar IPA Fisika siswa Kelas VIII3 SMPN 4 Kendari Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigastion dengan Media Pictorial Riddle pada Materi Pokok Alat-Alat Optik (La Ode Nursalam ? ? .?
91
Identifikasi Peluang Kemitraan dalam Usaha Pengolahan Buah Kelapa di Kec. Abeli Kota Kendari. (Murni Nia) .? . ? ???
96
i
?
PENGANTAR REDAKSI Alhamdulillah, Segala Puji kepada Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga Jurnal Gema Pendidikan Volume 21 Nomor 1, Januari 2014 dapat diterbitkan kembali tepat waktu. Tak lupa juga tim redaksi jurnal Gema Pendidikan mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang mendukung terbitnya kembali Jurnal Gema Pendidikan Volume 21 Nomor 1, Januari 2014. Gema Pendidikan Volume 21 Nomor 1, Januari 2014 memuat 15 (lima belas artikel) yang merupakan ringkasan hasil penelitian, yang membahas berbagai permasalahan aktual baik dibidang pendidikan dan kependidikan serta dibidang ilmu sains. Para penulis dalam edisi kali ini adalah dosen dan Alumni Fakultas keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Halu Oleo (UHO). Artikel yang dimuat adalah artikel yang memenuhi persyaratan format dari jurnal Gema Pendidikan FKIP Universitas Halu Oleo. Pada Edisi kali ini, Tampilan Jurnal Gema Pendidikan berbeda dengan edisi-edisi yang lalu. Pada edisi kali ini, selain warna sampul yang berubah, pada bagian isi jurnal, ditambahkan dengan lembar daftar isi. Warna sampul berubah dari warna merah bata berubah menjadi warna hijau, warna hijau merupakan warna dari FKIP. Meskipun telah dilakukan upaya perbaikan dan pembenahan yang optimal, akan tetapi pasti masih ada kekurangan-kekurangan dalam segala hal, oleh karena itu tim redaksi “Gema Pendidikan” mengharapkan kritik, saran dan masukan dari berbagai pihak demi kesempurnaan untuk terbitan berikutnya. Semoga pada terbitan-terbitan selanjutnya “Gema Pendidikan” tampil lebih baik lagi utamanya dari kualitas keilmuan dan relevansinya dengan pembangunan dalam dunia pendidikan.
Kendari, Januari 2014
Tim Redaksi
ii
PENERAPAN PERANGKAT PEMBELAJARAN SAINS BERBASIS CTL dan E-LEARNING di SD 01 POASIA KENDARI SEBAGAI MODEL PRAKTIKUM PEMBELAJARAN BAGI MAHASISWA P.MIPA FKIP UNIVERSITAS HALU OLEO1 Oleh: Arisona2,Yuris3
Abstrak. Telah dilakukan penelitian Penerapan perangkat pembelajaran berbasis CTL (Contekstual Teaching And Learning) dan E-Learning untuk meningkatkan kualitas pembelajaran Sains di SD 01 Poasia sebagai Sekolah Unggulan (sebelumnya Sekolah Rintisan Bertaraf Internasional) di Kota Kendari, dengan menerapkan Four-D Model dengan beberapa adaptasi kerangka berfikir yang sesuai. Instrumen yang digunakan adalah lembar observasi, pengelolaan pembelajaran dan persepsi siswa terhadap penerapan perangkat pembelajaran. Data-data dianalisis dengan statistik deskriptif kualitatif yang dapat memberikan informasi tentang efektivitas dan keterbacaan perangkat pembelajaran, serta kemampuan guru Sains dalam mengelola pembelajaran sesuai yang diinginkan KTSP. Berdasarkan hasil deskriptif terhadap hasil belajar yang diperoleh siswa kelas IV & V SD Negeri 1 Poasia sebelum dan sesudah penerapan perangkat pembelajaran, nampak bahwa hasil belajar siswa cenderung mengalami peningkatan rata-rata. Hal ini nampak pada nilai rata-rata siswa kelas IV melalui pre-test sebesar 46,05 dimana siswa yang tuntas sebesar 7,89 atau perolehan nilai siswa sama atau lebih besar dari nilai 65, sedang pada post test nilai rata-rata menjadi 75,53 dengan ketuntasan belajar secara individu menjadi sebesar 84,21 % atau terjadi peningkatan rata-rata penguasaan konsep/hasil belajar siswa sebesar 64.53 %.; sedangkan rata-rata pre-test siswa kelas V sebesar 59,36 dimana siswa yang sudah tuntas atau perolehan nilai siswa sama atau lebih besar dari skor 65 sebanyak 35,29%, dan pada pada post test nilai rata-rata menjadi 73,15 dengan ketuntasan belajar secara individu menjadi sebesar 79% atau terjadi peningkatan rata-rata penguasaan konsep/hasil belajar Sains siswa sebesar 23,23 %. Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar pengambilan kebijakan bagi Dinas Diknas Kota Kendari untuk mencoba menerapkan perangkat pembelajaran tersebut pada sekolah lain dalam lingkup Kota Kendari. Kata Kunci :CTL ,E-Learning,Perangkat Pembelajaran.
sebagai warga masyarakat dan nantinya sebagai tenaga kerja. Selain itu,untuk memperkuat pemahaman konsep dan proses pembelajaran lebih interaktif maka dikembangkan E-learning yang merupakan sebuah proses pembelajaran yang berbasis elektronika. Salah satu media yang digunakan adalah jaringan komputer. Dengan dikembangkannya di jaringan komputer memungkinkan untuk dikembangkan dalam bentuk berbasis web, sehingga kemudian
PENDAHULUAN Pendekatan pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, dan
1
Ringkasan hasil Penelitian Dosen Pendidikan Fisika FKIP UHO
2 ,3
1
dikembangkan ke jaringan komputer yang lebih luas yaitu internet. Penyajian e-learning berbasis web ini bisa menjadi lebih interaktif. Materi pengajaran dan pembelajaran yang disampaikan melalui media ini berbentuk teks, grafik, animasi, simulasi, audio dan video, serta ruang diskusi yang memudahkan siswa untuk berinteraktif dengan guru. Perbedaan pembelajaran tradisional dengan e-learning yaitu pada kelas tradisional, guru dianggap sebagai orang yang serba tahu dan ditugaskan untuk menyalurkan ilmu pengetahuan kepada pelajarnya. Sedangkan di dalam pembelajaran elearning fokus utamanya adalah pelajar. Pelajar mandiri pada waktu tertentu dan bertanggungjawab untuk pembelajarannya. Suasana pembelajaran e-learning akan memaksa pelajar memainkan peranan yang lebih aktif dalam pembelajarannya. Pelajar membuat perancangan dan mencari materi dengan usaha, dan inisiatif sendiri. Sebagai upaya meningkatkan kompetensi mahasiswa di LPTK, khususnya di FKIP Unhalu Kendari Jurusan Pendidikan MIPA, maka peneliti tertarik untuk mencoba menerapkan perangkat pembelajaran berbasis CTL dan Elearning dalam pembelajaran, khususnya pada SD 01 Poasia sebagai sekolah Unggulan (sebelumnya bernama Sekolah Rintisan Bertaraf Internasional ) di Kota Kendari. Peneliti berasumsi bahwa Pembelajaran Sains Berbasis CTL dan E-Learning, akan membuat siswa disekolah terutama pada tingkat Sekolah Dasar akan mampu mengembangkan konsep-konsep Sains yang selama ini merupakan suatu mata pelajaran yang susah difahami (banyak rumus dan hafalan) disamping mata pelajaran lainnya (matematika.) Disisi lain banyak guru yang beranggapan bahwa apabila siswa dapat mengahafal semua materi, maka siswa akan dapat memahami isi materi pelajaran Sains. Hal ini diduga disebabkan oleh guru yang senantiasa menerapkan metode ceramah dalam pembelajaran Sains di sekolah?. Metode ini menciptakan proses belajar mengajar yang terpusat pada guru dan menciptakan ketergantungan siswa siswa pada guru sangat besar. Akhirnya siswa tidak terlatih untuk
mandiri dalam mencari dan menemukan pengetahuan sendiri. Sehingga perlu mengembangkan perangkat pembelajaran Elearning yang bertujuan akan membuat siswa lebih interaktif dan dapat secara mandiri menggali pengetahuan dan menghubungkan segala kejadian yang ada diingkungan mereka sendiri. TINJAUAN PUSTAKA Hakikat Sains (IPA) Sains (IPA) dengan bidang Biologi, Fisika, dan Kimia dengan kajian meliputi bendabenda alam semesta, kegiatan mencari untuk menemukan fakta-fakta tentang benda-benda dan menjadikan fakta-fakta menjadi pola konseptual yang disebut Teori atau Hukum. Teori atau Hukum inilah yang akan menjelaskan hubungan antara fakta dan benda-benda alam semesta. Pembelajaran Kontekstual Pendekatan pembelajaran konstektual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) berkembang dari faham konstruktivisme (Haston, 1999). Ide utamanya ialah mengaitkan kegiatan dan persoalan pembelajaran dengan konteks keseharian anak (Blankchard, 2000). Anak belajar dari dunia nyata dimana ilmu pengetahuan yang dipelajari bakal digunakan. Teori belajar bermakna (meaningful learning) dari Ausubel (1979) menyarankan agar siswa belajar dari persoalan kesehariannya agar bermanfaat bagi kehidupannya. Ide-ide tersebut dipakai dalam kontekstual learning, dimana siswa diajak belajar dari persoalan yang nyata dalam konteks kehidupan sehari-hari. Berdasarkan uraian di atas, disimpulkan bahwa pendekatan kontektual (Contextual Teaching and Learning/ CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari hari.
2
Model-Model Pembelajaran Kontekstual Pengembangan CTL di sekolahsekolah dilaksanakan melalui pengembangan model-model pengajaran. Ada 3 (tiga) modelmodel pengajaran ditambah dengan 1 (satu) strategi-strategi belajar yang dikembangkan dalam CTL, yaitu: (1) model pengajaran langsung (direct instruction), (2) model pembelajaran kooperatif (cooperative learning), (3) model pengajaran berbasis masalah (problem based instruction) dan (4) strategi-strategi belajar (learning strategy).
METODOLOGI PENELITIAN
Pembelajaran Berbasis E-Learning E-learning adalah sebuah proses pembelajaran yang berbasis elektronika. Salah satu media yang digunakan adalah jaringan komputer. Dengan dikembangkannya di jaringan komputer memungkinkan untuk dikembangkan dalam bentuk berbasis web, sehingga kemudian dikembangkan ke jaringan komputer yang lebih luas yaitu internet. Penyajian e-learning berbasis web ini bisa menjadi lebih interaktif. Materi pengajaran dan pembelajaran yang disampaikan melalui media ini berbentuk mempunyai teks, grafik, animasi, simulasi, audio dan video. Perbedaan pembelajaran tradisional dengan elearning yaitu pada kelas tradisional, guru dianggap sebagai orang yang serba tahu dan ditugaskan untuk menyalurkan ilmu pengetahuan kepada pelajarnya. Sedangkan di dalam pembelajaran e-learning fokus utamanya adalah pelajar. Pelajar mandiri pada waktu tertentu dan bertanggung-jawab untuk pembelajarannya. Bahan-bahan belajar dan tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh mahasiswa di tempat tertentu di dalam websites untuk diakses oleh para mahasiswa. Bahan belajar yang tempatkan di dalam websites dapat terdiri dari teks, grafik, audio, vidio, animasi, dan simulasi yang bersifat interaktif. Bahan-bahan belajar yang tersimpan dalam komputer dapat diakses oleh siswa/mahasiswa setiap saat dan memudahkan dosen dalam melakukan pembaharuan dari sisi kontens materi sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
1. Rancangan Penerapan perangkat pembelajaran Sains berbasis CTL dan ELearning Dalam penelitian pengembangan ini, metode yang akan digunakan untuk mengembangkan model dan perangkat pembelajaran Sains adalah menggunakan Four-D Model dengan beberapa adaptasi kerangka berfikir yang sesuai (Fida, 2004) yaitu : Define, Design, Develop, Implementation
Tahap 1: Define: Analisis Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Dalam analisis kurikulum, kegiatan yang dilakukan adalah pengkajian terhadap masalah dan kebutuhan yang dijumpai dalam pembelajaran Sains di SD 01 Poasia Kendari pada siswa kelas IV dan V. Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah mengembangkan Silabus dan RPP berdasarkan KTSP yang telah dikembangkan di SD 01 Poasia Kendari selama ini. Pada tahap analisis, kegiatan yang dilakukan adalah menganalisis kemampuan dasar matematika siswa SD 01 Poasia Kendari yaitu sisw kelas IV dan V, melalui analisis tugas-tugas yang akan diberikan kepada siswa dengan mempertimbangkan aspek kognitif, psikomotor dan sikap yang dimiliki siswa. Analisis materi/konsep mata pelajaran Sains, dilakukan untuk menelusuri konsep-konsep yang ada menurut KTSP dengan mengklasifikasikan materi kedalam tingkat mudah, sedang dan sukar/kompleks. Selanjutnya perumusan tujuan pembelajaran didasarkan pada analisis tugas, analisis konsep, analisis siswa yang telah dijabarkan pada SK dan SKD. Tahap 2: Design Kegiatan yang dilakukan pada tahap design adalah perancangan dan penulisan model perangkat pembelajaran. Pemilihan format ditempuh dengan mengkaji perangkat pembelajaran yang sedang dikembangkan di
3
sekolah menurut KTSP dengan beberapa adaptasi yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif siswa SD 01 Poasia Kendari yang sudah berada pada fase berpikir formal. Perangkat pembelajaran tersebut meliputi: Silabus, bahan ajar siswa, pemilihan media, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang mengacu pada model pembelajaran kontekstual, lembar kerja keterampilan proses siswa (LKKPM), dan lembar penilaian (asessment) berbasis kelas (produk dan proses).
Tahap 1: Define: Analisis Kurikulum Dalam analisis kurikulum, kegiatan yang dilakukan adalah pengkajian terhadap masalah dan kebutuhan yang dijumpai dalam pembelajaran Sains pada kelas IV,dan V. Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah mengembangkan Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) berdasarkan format Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Pada tahap analisis siswa, kegiatan yang telah dilakukan adalah melakukan observasi awal di SD 01 Poasia. Hal ini dimaksudkan untuk menganalisis kemampuan dasar matematika siswa mulai dari jenjang kelas IV dan V. Berdasarkan kondisi kemampuan dasar yang dimiliki siswa tersebut, maka dapat dilakukan analisis tugastugas yang akan diberikan kepada siswa dengan mempertimbangkan aspek kognitif, psikomotor dan sikap yang dimiliki siswa. Analisis materi/konsep mata pelajaran Sains dilakukan untuk menelusuri konsep-konsep yang ada menurut KTSP dengan mengklasifikasikan materi mulai dari tingkat mudah, sedang dan sukar/kompleks. Selanjutnya perumusan tujuan pembelajaran didasarkan pada analisis tugas, analisis konsep, analisis siswa yang telah dijabarkan pada Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD). Adapun materi/konsep yang akan dikembangkan model dan perangkat pembelajarannya adalah materi/konsep mata pelajaran Sains, dari kelas IV dan V dengan masing-masing KD dan materi pokoknya : Sebaran Konsep Pengembangan Perangkat Pembelajaran Sains Siswa kelas IV SD 01 Poasia Kendari: Standar Kompetensi : 9. Memahami perubahan kenampakan bumi dan benda langit .Kompetensi Dasar (KD) : 9.1 Mendeskripsikan perubahan kenampakan bumi dan 9.2 Mendeskripsikan posisi bulan dan kenampakan bumi dari hari ke hari. Materi Pokok dan Uraian Materi :Perubahan kenampakan bumi dan benda langit : Perubahan kenampakan bumi, Perubahan kenampakan benda-benda langit. Sedangkan Sebaran Konsep Pengembangan Perangkat Pembelajaran Sains Siswa kelas V SDN 01 Poasia Kendari: Standar Kompetensi 7.
Tahap 3: Develop Kegiatan yang dilakukan pada tahap develop adalah menelaah model dan perangkat pembelajaran yang telah dikembangkan, baik hasil telaah secara terbatas dari Tim Dosen Peneliti dan tim guru, maupun hasil telah/revisi dari beberapa pakar (bidang pengajaran dan subtansi materi) dan/atau dari hasil refleksi ujicoba terbatas atau simulasi melalui peer teaching. Uji coba terbatas dilakukan dengan melibatkan mahasiswa sebanyak 3 orang. Pada tahap ini akan dihasilkan laporan pengembangan perangkat pembelajaran yang ditulis berdasarkan analisis data ujicoba terbatas dan hasil revisi dari para pakar. Setelah serangkaian revisi dilakukan terhadap perangkat pembelajaran Sains yang telah dikembangkan, maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji coba perangkat untuk skala luas, yaitu menerapkan dalam ruang kelas secara nyata, atau real teaching. Selanjutnya melakukan lagi revisi terhadap kelemahan-kelemahan yang ada dari perangkat tersebut pasca uji coba, dan diterapkan pada skala luas, misalnya pada semua sekolah pada tingkatan yang sama dalam Kota Kendari. HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Hasil Pengembangan Perangkat Pembelajaran Setelah dilakukan serangkaian kegiatan dan tahapan dalam pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA-Fisika, maka dapat diuraikan sebagai berikut:
4
Memahami perubahan yang terjadi di alam dan hubungannya dengan penggunaan sumber daya alam ;Kompetensi Dasar (KD) :7.4 Mendeskripsikan proses daur air dan kegiatan manusia yang dapat mempengaruhinya, 7.5 Mendeskripsikan perlunya penghematan air ; Materi Pokok dan Uraian Materi Bumi dan Alam Semesta (Daur Air).
Ilmiah Siswa (LKIS), dan lembar penilaian (asessment) berbasis kelas (produk dan proses). Tahap 3: Develop Kegiatan yang dilakukan pada tahap develop adalah menelaah model dan perangkat pembelajaran yang telah dikembangkan, baik hasil telaah secara terbatas dari Tim Dosen Peneliti dan juga dari Tim guru mata pelajaran Sains di SD Negeri 1 Poasia, maupun hasil telah/revisi dari beberapa pakar (bidang pengajaran dan subtansi materi) dan/atau dari hasil refleksi ujicoba terbatas atau simulasi melalui peer teaching. Melalui tahap uji coba terbatas ini dihasilkan laporan pengembangan perangkat pembelajaran IPA-Fisika yang akan dipakai pada tahap uji coba produk perangkat pembelajaran pada siswa kelas IV dan V SD Negeri 1 Poasia Kendari semester ganjil tahun akademik 2012/2013. Berdasarkan hasil analisis deskriptif terhadap hasil pre-test serta post-test dapat dirangkumkan pada Tabel 1 sebagai berikut:
Tahap 2: Design Kegiatan yang dilakukan pada tahap design adalah perancangan dan penulisan model perangkat pembelajaran. Pemilihan format ditempuh dengan mengkaji perangkat pembelajaran yang sedang dikembangkan di sekolah menurut KTSP dengan beberapa adaptasi yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif siswa SD 01 Poasia Kendari yang sudah berada pada fase berpikir formal. Perangkat pembelajaran tersebut meliputi: Silabus, bahan ajar, pemilihan media, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) atau skenario pembelajaran yang mengacu pada model pembelajaran kontekstual, Lembar Kerja
Tabel 1. Profil Distribusi Penguasaan Konsep Sains siswa SD 1 Poasia Kelas IV dan Kelas V sebelum dan sesudah Penerapan Perangkat Pembelajaran PARAMETER PENILAIAN
NILAI SISWA SETIAP KELAS KELAS IV KELAS V Pre- Test
Post- Test
Pre-Test
Post- Test
25 75 46,05 14,34 7,89
45 95 75,53 13,04 84,21
25 90 59,36 17.23 35.29
20 95 73,15 18,24 79,0
92,11
15,79
64.71
21.0
Skor minimum Skor maksimal Rata-rata Standar deviasi Persentase jumlah siswa yang masuk kategori belajar Tuntas (Nilai 65 - 100) Persentase jumlah siswa yang masuk kategori Tidak Tuntas belajar (Nilai < 65) Untuk melihat apakah perangkat pembelajaran dikembangkan memiliki keterbacaan yang memadai, maka dapat dilihat dari peningkatkan penguasaan konsep dan aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan cara membandingkan
keadaan sebelum dan sesudah penerapan perangkat pembelajaran di dalam kelas. Disamping itu juga digunakan kelulusan secara individu 65 dan Prosentase secara klasikal 75%.
5
Test ke Post-Test selama uji coba perangkat pembelajaran berbasis CTL dan E-Learning
Jika kita melihat dari hasil analisis deskriptif terhadap hasil belajar yang diperoleh siswa kelas IV dan V SD Negeri 01 Poasia sebelum dan sesudah penerapan perangkat pembelajaran, seperti telah diuraikan pada Tabel 1 di atas, nampak bahwa hasil belajar siswa cenderung mengalami peningkatan rata-rata dengan persentase peningkatan rata-rata dari pre-test ke post-test sebesar 75.53 dan 73.15 untuk masing-masing kelas; dan secara lengkap dapat dipaparkan seperti pada Gambar berikut:
Dari gambar ke-3 gambar tersebut, nampak adanya peningkatan penguasaan konsep/hasil belajar Sains siswa SD 01 Poasia dari nilai Pre-Test ke Post-Test. Disamping itu juga terjadi peningkatan jumlah siswa yang tuntas dengan perolehan nilai 65-100. Pada siswa kelas IV diperoleh 7,89 % siswa yang tuntas melalui pre-test dan pada hasil post-test sudah mencapai 84,21 % siswa yang dikategorikan tuntas. Demikian juga untuk siswa kelas V, dari 35,29 % saja siswa yang berada dalam kategori tuntas pada pres-test menjadi 79% siswa dikategorikan tuntas pada hasil post-test. Berdasarkan hasil analisis data yang ditampilkan pada Tabel 1 di atas, nampak bahwa rata-rata penguasaan konsep/hasil belajar IPAFisika siswa kelas IV dan V SD 01 Poasia setelah dilakukan uji coba penerapan perangkat pembelajaran yang berbasis CTL dan E-Learning diperoleh bahwa terjadi kecenderungan peningkatan rata-rata penguasaan konsep/hasil belajar Sains siswa dari 46,05 pada Pre-Test menjadi 75,53 pada siswa kelas IV. Demikian juga pada siswa kelas V terjadi peningkatan ratarata dari 59,36 pada Pre-Test menjadi 73,15 pada Post-Test ; hal ini berarti bahwa indikator ketuntasan belajar secara individu 65 dan persentase secara klasial 75 % telah tercapai. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara umum penerapan perangkat pembelajaran Sains yang telah dikembangkan dan telah diujicobakan pada siswa kelas IV dan V SD Negeri 1 Poasia Kendari cenderung dapat meningkatkan penguasaan konsep/ hasil belajar siswa pada Mata Pelajaran Sains. Jika kita kaitkan antara hasil penelitian ini dengan teori motivasi dapat dijelaskan bahwa seorang siswa yang menggunakan banyak indra dalam melakukan aktivitas belajar, akan cenderung lebih mudah memahami karakteristik terhadap obyek yang diamati, karena bertinteraksi secara langsung dengan media pembelajaran ( web) yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran.
Gambar 1. Profil peningkatan rata-rata penguasaan konsep Sains Siswa Kelas IV melalui pre-test ke post-tes selama Uji Coba Perangkat
Gambar 2. Profil peningkatan rata-rata penguasaan konsep IPA-Fisika Siswa Kelas V melalui pre-test ke post-test selama Uji Coba Perangkat
Gambar 3. Profil peningkatan rata-rata penguasaan konsep Sains Siswa Kelas IV dan V melalui re-
6
2. Kepada guru-guru Sains di sekolah Dasar dalam lingkup Kota Kendari secara khusus dan umumnya sekolah-sekolah di Sulawesi Tenggara agar dalam mengembangkan Perangkat Perbaikan Pembelajaran yang berbasis CTL dan E-Learning dengan kegiatan pembelajaran yang lebih banyak diarahkan kepada siswa untuk belajar melalui berbuat dengan kegiatan kerja ilmiah dan penugasan secara terstruktur berdasarkan KTSP.
KESIMPULAN DAN SARAN Setelah dilakukan tahap Define (Analisis kurikulum), Design dan Develop terhadap terhadap perangkat pembelajaran Sains berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di SD 01 Poasia Kendari, sesuai dengan tujuan penelitian pada tahun I (2012), maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Penerapan Perangkat pembelajaran Sains berupa Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) setiap materi pokok untuk siswa kelas IV dan V, yang telah dikembangkan oleh Tim Peneliti bekerjasama dengan guru-guru mitra Sains cenderung telah mengacu pada pembelajaran yang berbasis Contextual Teaching and Learning (CTL) sehingga SD 1 Poasia Kendari dapat dijadikan sebagai sekolah Model Praktikum Pembelajaran bagi mahasiswa Jurusan Pendidikan MIPA-FKIP Unhalu, 2. Perangkat pembelajaran Sains berupa materi ajar dan penilaian (asessment) telah dikembangkan pula penilaian yang berbasis kelas (proses dan hasil) yang sesuai dengan karakteristik materi pokok/sub-materi pokok yang ada di dalam KTSP.
DAFTAR PUSTAKA Anonim, (2004a). Hakikat Sains (SN-1). Materi Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi . Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta. Slamet, S., (2002), Pendekatan Pembelajaran Sains Kontekstual dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Makalah dalam pelatihan TOT guru SLTP se Indonesia di FMSAINS, Universitas Negeri Yogyakarta pada 1-14 Oktober 2002. Blankchard, A. (2000). Contextual Teaching and Learning. diakses dari http://www.horizonshelpr.org/contextual/.
Saran Berdasarkan hasil analisis terbatas terhadap pengembangan dan penerapan perangkat pembelajaran Sains yang telah direvisi secara terbatas antara Tim Peneliti dan Tim Ahli bidang Pendidikan Sains (IPA), maka dapat diberikan beberapa saran, yaitu: 1.
Clifford, M. dan Wilson, M. (2000), Contextual teaching, professional learning and student experiences: Lessons learned from implementation. Educational Information Serries no. 2. Madison: Center on Education and Work.
Dalam mengembangkan perangkat pembelajaran pada mata pelajaran Sains, khususnya pada konsep/materi yang memiliki karakteristik abstrak agar merancang suatu media Pembelajaran Model E-Learning berbasis Web melalui program simulasi komputer yang interaktif, sehingga guru-guru dalam menjelaskan materi/konsep tersebut menjadi lebih mudah dan tenatunya siswasiswa akan lebih cepat memahami konsep/materi tersebut,
Fida,
R., (2004). Pengembangan Perangkat Pembelajaran. Disajikan dalam pelatihan model-model pembelajaran, penyusunan SAP dan bahan ajar, Program Hibah Kompetisi A1, Kendari: Jurusan PMSAINS FKIP Unhalu.
Joice, B., Weil, M., (1992). Models of Teaching Fith Edition. Singapore, Tokyo: Allyn and Bacon.
7
TUMBUHAN BERKHASIAT OBAT YANG DIMANFAATKAN OLEH ETNIS LOKAL SULAWESI TENGGARA Oleh : Asmawati Munir, M.Si1 ABSTRAK Abstrak. Telah dilakukan penelitian inventarisasi jenis-jenis tumbuhan berkhasiat obat yang dimanfaatkan oleh etnis lokal Sulawesi Tenggara. Tujuan jangka panjang lebih diarahkan pada upaya pemanfaatan tumbuhan obat lokal Sulawesi Tenggara sebagai bahan ramuan obat berbagai jenis penyakit tropis. Penelitian ini dilaksanakan selama satu tahun. Penelitian ini merupakan kelanjutan dari riset peneliti untuk menginventarisasi jenis-jenis tanaman obat pada etnis Tolaki, Buton dan Muna yang merupakan etnis lokal dominan. Penelitian ini selain bertujuan sebagai proses inventarisasi jenisjenis tanaman berkhasiat obat, juga diarahkan pada pengumpulan informasi mengenai jenis organ tanaman yang dimanfaatkan dan cara pemanfaatannya. Hasil penelitian berhasil mengidentifikasi 50 famili dan 102 spesies tumbuhan berkhasiat obat yang dimanfaatkan oleh etnis Muna, Buton dan Tolaki. Hasil penelitian juga menunjukan kemiripan yang tinggi antara kearifan lokal masyarakat etnis Muna dan Buton dalam pemanfaatan tanaman sebagai obat-obatan. Di sisi lain terdapat perbedaan kearifan lokal masyarakat etnis Tolaki dengan etnis Muna ataupun Buton dalam penggunaan tanaman obat. Penelitian selanjutnya diarahkan pada identifikasi senyawa kimia yang terkandung dalam organ tumbuhan obat dan upaya pemanfaatannya. Kata kunci : Tanaman obat, identifikasi, etnis lokal Sultra
kemiskinan memanfaatkan prinsip “back to nature” sebagai solusi terhadap mahalnya biaya pengobatan modern. Selain itu, masyarakat cenderung memanfaatkan tumbuhan alami sebagai obat karena efek sampingnya relatif kecil dibandingkan dengan obat modern (Mursito, 2002). Selain itu, obat-obatan yang berasal dari alam tidak memerlukan perawatan intesif serta murah dan cepat (Jarvis, 1991). Pemanfaatan tanaman sebagai obat-obatan juga telah berlangsung ribuan tahun yang lalu di Indonesia, tetapi penggunaan belum terekomendasi dengan baik (Lubis, 1983: 212). Lebih lanjut Gunawan (2004: 140) mmengemukakan bahwa pada pertengahan abad ke XVII seorang botanikus bernama Jacobus Rantius (1592-1631) mengumumkan khasiat tumbuh-tumbuhan dalam bukunya “De Indiae Untriusquere Naturali et Medica”. Meskipun hanya 60 jenis tumbuh-tumbuhan yang diteliti, tetapi buku ini merupakan dasar penelitian tumbuh-tumbuhan obat oleh N.A van Rheede tot
PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi dan menduduki urutan kedua keanekaragaman tumbuhan tertinggi setelah Brazil. Sebanyak 30.000 spesies tumbuhan telah berhasil diidentifikasi dan 1.260 spesies di antaranya merupakan tumbuhan berkhasiat obat. (Wirakusumah, 2004). Keanekaragaman jenis-jenis tumbuhan yang tumbuh di wilayah Indonesia merupakan kekayaan hayati yang menunjang kehidupan masyarakat di dalamnya. Banyak manfaat yang diperoleh dari tumbuh-tumbuhan, diantaranya adalah pemanfaatan sebagai obat tradisional. Penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia telah dilakukan sejak berabad-abad yang lalu. Prinsip back to nature yang kembali diangkat ke permukaan pada saat ini berakibat pada peningkatan upaya pemenuhan kebutuhan hidup dengan meanfaatkan sumberdaya alami. Masyarakat pedesaan atau masyarakat yang berada di bawah garis 1
Dosen Pend. Biologi FKIP UHO 8
Draakestein (1637-1691) dalam bukunya, “Horticus Indicus Malabaricus”. Menurut catatan Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat yang berpusat di Bogor dilaporkan, terdapat lebih dari 1000 jenis tanaman obat yang tumbuh di Indonesia. Namun, baru dimanfaatkan sekitar 50 jenis, itupun karena digunakan oleh industri jamu, sedangkan selebihnya tumbuh liar (Purwadaksi, 2007). Tanaman berkhasiat obat adalah salah satu diantara obat tradisional yang paling banyak digunakan secara empirik oleh masyarakat dalam rangka menanggulangi masalah-masalah kesehatan yang dihadapinya, baik dengan maksud pemeliharaan, pengobatan, maupun pemulihan kesehatan lainnya (Kusuma dan Dalimartha, 1994: 2). Sulawesi Tenggara memiliki sejumlah etnis lokal yang telah mendiami daerahnya dalam jangka waktu yang lama. Etnis lokal yang dominan di Sulawesi Tenggara adalah etnis Tolaki, Muna dan Buton. Mayoritas etnis Tolaki mendiami daerah Konawe dan Konawe Selatan, etnis Buton mendiami pulau Buton dan kepualauan Wakatobi, sedangkan etnis Muna mendiami pulau Muna dan Buton Utara. Masyarakat etnis lokal sebagai etnis yang mendiami wilayah Sulawesi Tenggara memiliki budaya spesifik termasuk dalam pemanfaatan tumbuhan sebagai obat. Oleh karena itu, pengkajian terhadap pemanfaatan tumbuhan obat pada etnis lokal Sulawesi Tenggara sangat diperlukan sebagai bentuk pelestarian kearifan budaya lokal dan sumber informasi awal dalam pengembangan tumbuhan sebagai bahan obatobatan alternatif.
nama lokal, bagian tumbuhan yang dimanfaatkan dan cara pemanfaatan ditindak lanjuti dengan pengambilan sampel tanaman untuk diidentifikasi. Hasil identifikasi dilaporkan sebagai langkah awal untuk penelitian lebih lanjut mengenai identifikasi senyawa berkhasiat obat pada jenis-jenis tanaman tertentu. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada informan (tabib) diperoleh informasi bahwa penggunaan tanaman sebagai ramuan obat tradisional telah dilakukan oleh masyarakat Sulawesi Tenggara sejak dahulu kala dan masih dipertahankan sampai saat ini. Hal ini dilakukan oleh masyarakat karena persepsi masyarakat terhadap penggunaan obat tradisional masih memenuhi fungsinya sebagai penyembuh, nilai ekonomis yang lebih murah dan aman terhadap efek samping. Hal ini sesuai dengan pendapat Aziddin dan Syarifuddin (1990) yang menyatakan bahwa masyarakat tradisional lebih memilih penggunaan tanaman sebagai obat tradisional karena telah diakui fungsinya secara empirik sebagai sarana penyembuhan berbagai penyakit yang dikenal secara khusus oleh masyarakat. Hal ini didukung dengan kondisi masyarakat lokal yang memiliki kepercayaan yang kuat terhadap tradisi yang diwariskan oleh nenek moyangnya. Fakta adanya pusat pelayanaan kesehatan masyarakat yang mulai masuk sampai di pelosok-pelosok sampai saat ini belum mampu menggeser eksistensi penggunaan tanaman obat dalam masyarakat karena masyarakat lebih cenderung memilih bahan-bahan alami yang dianggap lebih aman dan murah. Sebagian besar tanaman yang digunakan sebagai tanaman obat oleh masyarakat lokal Sulawesi Tenggara merupakan tanaman liar yang dijumpai pada hutan di sekitar perkampungan warga seperti Spondias malayana, Plumeria rubra, Alastonia scholaris, Alocasia macrorrizos, Arenga pinnata, Elephantopus scaber, Synedrella nodiflora, Wedelia trilobata, Eupatorium odorata, Crassocephalum crepidiodes, Blumea balsimifera, Blumea lacera, Ceiba petandra, Heliotrophium indicum, Cassia alata, Christensenia aesculifolia, Terminalia copeladii, Trichosanthes tricuspidata, Henslowia frutescens,
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini terdiri atas 3 tahap utama, yakni wawancara dengan informan untuk mendapakan data awal mengenai jenis-jenis tanaman berkhasiat obat dan cara penggunaannya, pengumpulan sampel tanaman obat di lapangan dan identifikasi sampel di laboratorium. Inventarisasi diawali dengan pengumpulan informasi dari masyarakat mengenai jenis-jenis tanaman berkhasiat obat pada tiga etnis dominan di Sulawesi Tenggara, yakni Muna, Buton dan Tolaki. Informasi berupa 9
Melanolepsis multiglandulosa, Hibiscus tiliaceus, Arcangelisia flava, Ficus septica, Averrhoa bilimbi, Abrus precatorius, Sesbania grandiflora, Drynaria sparsisora, Ziziphus mauritina, Schleichera oleosa, Santalum album, Kleinhovia hospita, Clerodendron paniculatum, Premna serratifolia, Vitex cofassus, Lee indica dan Lee aquea. Beberapa jenis tanaman yang digunakan sebagai bahan obat-obatan merupakan tanaman pekarangan dan dibudidayakan oleh masyarakat sebagai tanaman oabat keluarga seperti Kaempferia galanga, Zingiber officinale, Costus speciosus, Curcuma domestica, Lantana camara, Tinospora crispa, Lawsonia inermis, Ocimum tenuiflorum, Hyptis spicigera, Philanthus urinata, Jatropa miltifida, Pedilanthus tithymaloides, Euphorbia hirta, Jatropa curcas, Phyllanthus niruri, Kalanchoe pinnata, Ipomea quamoclit, Bidens pilosa dan Acorus calamus. Selain itu, beberapa spesies tumbuh liar di pekarangan dan ada pula yang meruapakan tanaman budidaya seperti Ruellia tuberosa, Centella asiatica, Amaranthus spinosus, Anacardium occidentale, Annona muricata, Areca catechu, Cocos nucifera, Ageratum conyzoides, Tidax procumbens, Crassocephalum crepidiodes, Ananas comosus, Carica papaya, Ipomoea batatas, Cucurbita moschata, Momordica charantia, Manihot uttilissima, Euphorbia prunifolia, Moringa oleifera, Musa paradisiaca, Lansium domesticum, Psidium guajava, Peperomia pelucida, Piper betle, Imperata cylindrica, Zea mays, Morinda citrifolia, Physalis minima, Nicotiana tabacum, Pilea microphylla, Hedyotis corymbosa, Borreria latifolia dan Premna serratifolia. Tinjauan ilmiah terhadap jenis-jenis tanaman yang digunakan sebagai tanaman obat oleh masyarakat tradisional memberikan kebenaran ilmiah terhadap pengetahuan empirik yang dimiliki oleh masyrakat tradisional. Jenis tumbuhan tertentu dapat bermanfaat sebagai obat tradisional mengandung senyawa bioaktif yang mempengaruhi sel-sel hidup suatu organisme seperti daar, tanin, minyak atsiri, flavanoid dan alkaloid. Adanya senyawa bioaktif dalam tanaman obat menyebabkan tanaman obat bersifat konstruktif, yakni membangun dan
memperkuat organ-organ dan sistem dalam tubuh sehingga tahan terhadap serangan penyakit dan mampu menanggulangi penyakit yang sudah menyerang. Beberapa jenis tumbuhan yang termasuk dalam famili Euphobiaceae, Zingiberacea, Asteraceae dan Moraceae memiliki senyawa metabolit yang bersifat sebagai antimikroba sehingga mampu membunuh bibit penyakit pada luka ataupun yang masuk ke dalam tubuh. Di sisi lain, kandungan senyawa bioaktif yang dimiliki oleh tumbuhan dapat memacu peningkatan sistem imun sehingga tubuh mampu melawan bibit-bibit penyakit yang masuk ke dalam tubuh dan mampu meregenerasi kembali jaringan yang telah rusak. Penggunaan tanaman obat pada masyarakat lokal Sulawesi Tenggara tidak terbatas pada penyakit yang disebabkan oleh organismeorganisme parasit seperti jamur, Protozoa, bakteri, virus ataupun cacing-cacingan, tetapi juga pada jenis-jenis penyakit yang disebabkan oleh kelainan metabolisme seperti panas dalam, penyakit ginjal, sakit kepala, sariawan, demam dan sebagainya. Sejumlah tanaman tertentu seperti alang alang (Imperata cylindica), meniran (Phyllantus niruri L.) dan Sambiloto (Andrographis paniculata) merupakan jenis-jenis tanaman yang sering digunakan untuk mengobati penyakit tersebut. Menurut Kartasapoetra (2004), rimpang alang-alang mengandung asam kersik, damar dan logam alkali yang memiliki sifat sejuk sehingga dapat digunakan sebagai obat diuretika (peluruh kencing), menghentikan pendarahan dan menghilangkan panas dalam. Tanaman Sambiloto (Andrographis paniculata) memiliki kandungan laktone, andrographolida, polymethoxyflavone, panicolin, andrographin, keton kalium, asam kersik, damar, kalmegin, hablur kuning. Tanaman ini bersifat antibiotik, menurunkan panas dalam, antiradang dan antidiare (Winarto, 2003). Selanjutnya, Kartasapoetra (2004) menyatakan bahwa meniran (Phyllanthus niruri) mengandung minyak atsiri, timol, karvakol, zat penyamak dan zat pahit . Selain itu, Dalimartha (2005) menyatakan bahwa meniran mengandung filatin, hipofilatin, kalium, damar dan tanin yang berfungsi sebagai pembersih racun di hati, antiradang, pereda demam, peluruh kencing, peluruh haid dan penambah nafsu makan).
10
Masyarakat lokal Sulawesi Tenggara dapat menggunakan tanaman sebagai obat tradisional sebagai ramuan tunggal ataupun dalam bentuk campuran dari berbagai jenis tanaman. Penggunaan tanaman obat sebagai ramuan tunggal terbatas pada pengobatan penyakit ringan seperti Acorus calamus, Phyllantus urinata, Hyptis spicigera, Ocimum tenuiflorum, dan Pilea microphylla sebagai obat cacingan; Amaranthus spinosus, Spondias malayana, Alocasia macrorrhizos, Ageratum conyzoides, Bidens pilosa, Casia alata, Cucurbita moscahata, Euphorbia hirta, Allium sativum dan Kleinhovia hospita sebagai obat pada berbagai jenis penyakit kulit (bisul, cacar, kurap, panu, dll). Pengobatan terhadap penyakit berat seperti malaria, hipertensi, diabetes, liver dan infeksi paru-paru pada umumnya menggunakan campuran berbagai jenis tanaman. Hal ini dimaksudkan untuk memberi efek saling menguatkan. Selain itu, penggunakan organ dari berbagai jenis tanaman dapat pula membawa efek meniadakan toksin yang dihasilkan oleh jenis tanaman tertentu. Bagian tumbuhan yang sering digunakan sebagai ramuan obat tradisional pada masyarakat lokal Sulawesi Tenggara meliputi akar, batang, daun, bunga dan buah. Bahkan tidak jarang masyarakat langsung memanfaatkan bagian tanaman secara utuh. Pada bagian tanaman ini terdapat senyawa bioaktif seperti alkaloid, tanin, minyak atsiri dan flavanoid yang dapat berfungsi sebagai penyembuh penyakit ataupun berperan secara tidak langsung dalam perbaikan jaringan. Senyawa-senyawa tersebut dapat berada bersama-sama dalam satu organ ataupun terpisah-pisah pada berbagai organ. Oleh karena itu, pada beberapa kasus tertentu masyarakat menggunakan bagian tanaman secara keseluruhan untuk mengoptimalkan khasiat yang terkandung pada tanaman tersebut. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan informan diperoleh informasi bahwa ketiga etnis lokal di Sulawesi Tenggara memiliki kemiripan relatif dalam penggunaan tanaman sebagai bahan obat tradisional. Kemiripan yang tinggi dijumpai pada etnis Buton dan Muna. Hal ini disebabkan secara geografis kedua etnis ini lebih dekat
dibandingkan dengan etnis Tolaki yang mendiami wilayah daratan Sulawesi. Selain itu, sebagian etnis Muna mendiami wilayah daratan Buton, begitupula etnis Buton ada pula yang mendiami wilayah daratan Muna. Hal ini memungkinkan pertukaran informasi dari kedua etnis tersebut lebih mudah terjadi. Meskipun demikian, masih dijumpai adanya perbedaan tradisi pengobatan yang merupakan identitas dari tiap-tiap etnis. Sebagai contoh etnis tolaki menggunakan pegagan (Centella asiatica L.) sebagai obat wasir, penambah stamina dan awet muda, sedangkan etnis Muna menggunakan daun awar-awar (Ficus septica L.) sebagai obat wasir dan etnis Buton menggunakan akar alang-alang (Imperata cylindrica L.) sebagai ramuan obat kuat. Contoh lain adalah penggunaan kunyit (Curcuma domestica) sebagai ramuan perawatan persalinan bagi masyarakat Buton sedangkan bagi etnis Muna Kunyit (Curcuma domestica) digunakan sebagai perawatan wajah dan penyembuh untuk penyakit trahom. Pada etnis Muna perawatan persalinan menggunakan campuran dari pelepah daun pisang (Musa paradisiaca), pinang (Areca catechu L.), sembung (Blumea balsamifera)dan bunga raja (Ipomoea quamoclit L.). Begitu pula penggunaan sembung kuwuk (Blumea lacera Dc.) sebagai obat haid tidak teratur, sawi langit (Veronia cinerea L.) sebagai penawar bisa ular, sangketan (Heliotrophium indicum L.) sebagai obat infeksi paru-paru dan radang buah zakar pada masyarakat etnis Tolaki yang tidak dijumpai pada etnis Muna dan Buton ataupun penggunaan Ipomoea quamoclit L. sebagai ramuan persalinan dan penyakit dalam, Trichosanthes tricuspidata sebagai obat penyakit kudis, Euphorbia prunifolia Jack. sebagai obat sembelit akut, Hibiscus tiliaceus sebagai obat sesak napas dan Sesbania grandiflora Pers.sebagai obat infeksi saluran pernapasan dan paru-paru pada masyarakat Muna yang tidak dijumpai pada masyarakat Tolaki dan Buton. Hal serupa dijumpai pada penggunaan rimpang Christensenia aesculifolia sebagai penguat akar rambut, akar alang-alang (Imperata cylindrica L.) sebagai obat kuat, Eupatorium odorata L. sebagai obat maag dan penghilang bau badan pada etnis Buton yang tidak dijumpai pada etnis Muna dan Tolaki. Hal ini merupakan
11
warisan budaya secara turun temurun dari tiaptiap etnis.
Jarvis, P.C, 1991. Pengobatan Tradisional dengan Madu dan Apel. Pionir Jaya. Bandung. Kusuma
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Jenis-jenis tanaman berkhasiat obat yang dimanfaatkan oleh etnis lokal Sulawesi Tenggara yang berhasil teridentifkasi adalah 50 famili dan 102 jenis. Dalam penggunaan tanaman obat, ada perbedaan kearifan lokal dalam pemanfaatan tanaman sebagai bahan pengobatan antara etnis Muna-Buton dengan etnis Tolaki, sebaliknya terdapat kemiripan yang tinggi antara etnis Buton dengan Muna.
dan Dalimartha, 1994. Ramuan Tradisional untuk Pengobatan Darah Tinggi. Penebar Swadaya. Jakarta.
Lubis, S. 1983. Mengenal Apotik Hidup Obat Asli Indonesia. Bahagia. Pekalongan.
Mursito, B., 2003. Ramuan tradisional untuk Kesehatan Anak. Penebar Swadaya. Jakarta. Purwodaksi, R., 2007. Memanfaatkan Pekarangan Untuk tanaman Obat Keluarga. Agromedia Pustaka. Jakarta
DAFTAR PUSTAKA Achmad, S.A., 1995. Eksplorasi Tumbuhan Hutan Tropis Indonesia : Beberapa Data Mikromolekuler Tumbuhan Laurenceae Sebagai Komplemen Botani. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani. Jakarta.
Sastramidjojo, S., 2001. Obat Asli Indonesia. Dian Rakyat, Jakarta Siswanto, 1997. Penanganan Hasil Panen Tanaman Obat Tradisional. Trubus Agrawidya. Jakarta. Widiyastuti, S., 2004. Penanganan Hasil Panen Tanaman Obat Komersial. Trubus Agrawidya. Jakarta.
Aziddin., Y., Syarifuddin, R., 1990. Pengobatan Tradisional Daerah Kalimantan timur. Depdikbud. Jakarta.
Winarto, W.P., 2003. Tanaman Obat untuk Mencegah SARS. Penebar Sawadaya. Jakarta.
Dalimartha, S., 1999. Atlas Tanaman Obat Indonesia jilid I. Pustaka Pembangunan swadaya Nusantara. Jakarta Dalimartha, S., 2005. Resep Tumbuhan Obat untuk Asam Urat. Penebar swadaya. Jakarta.
12
STUDI KARAKTERISTIK ADSORPSI ION LOGAM Pb(II) MENGGUNAKAN ARANG AKTIF TEMPURUNG KEMIRI Oleh: Ratna1, Muh. Zakir Muzakkar2 Abstrak. Telah dilakukan penelitian Adsorpsi ion logam Pb(II) menggunakan arang aktif tempurung kemiri. Tujuan penelitian adalah menentukan waktu kontak optimum, kapasitas adsorpsi, dan energi adsorpsi arang aktif tempurung kemiri terhadap ion logam Pb(II), serta menentukan jenis kinetika adsorpsi yang terjadi. Penelitian ini meliputi pembuatan arang aktif dengan tiga tahap yaitu dehidrasi, karbonasi dan aktivasi dengan aktivator ZnCl2, penentuan waktu kontak optimum dengan cara mengontakkan arang aktif dengan larutan ion logam Pb(II) 100 mg/L dengan variasi waktu 30, 60, 90 dan 120 menit, serta penentuan jenis dan kapasitas adsorpsi dengan cara mengontakkan arang aktif dengan larutan ion logam Pb(II) dengan konsentrasi 5, 10, 25, 50 dan 100 mg/L. Konsentrasi ion logam Pb(II) ditentukan dengan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 217 nm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu optimum yang diperlukan oleh arang aktif tempurung kemiri untuk mengadsorpsi ion logam Pb(II) adalah 90 menit. Jenis adsorpsi yang terjadi antara arang aktif tempurung kemiri terhadap ion logam Pb(II) cenderung mengikuti jenis adsorpsi isotermal Langmuir. Energi untuk adsorpsi dengan arang aktif tempurung kemiri adalah sebesar 8687,749 J/mol dan kapasitas adsorpsi arang aktif tempurung kemiri adalah 116,28 mg/g.
Kata Kunci : Adsorpsi, ion logam Pb(II), tempurung kemiri, energi adsorpsi, kapasitas adsorpsi.
contoh logam berat yang berbahaya dan bersifat toksis terhadap tubuh. Gejala yang diakibatkan dari keracunan logam timbal adalah kurangnya nafsu makan, kejang, muntah, dan pusing-pusing. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka pemisahan limbah industri dari zat pencemar logam berat sangat penting dilakukan. Beberapa metode seperti penukar ion dan pengendapan secara elektrolisis telah dilakukan untuk menyerap bahan pencemar beracun, tetapi metode ini membutuhkan biaya yang tinggi. Salah satu metode alternatif yang dapat digunakan adalah metode adsorpsi. Beberapa jenis adsorben yang sering digunakan adalah: lempung, zeolit, mikroorganisme saccharomyces cerevisiae dan arang aktif. Proses adsorpsi oleh arang aktif dapat berlangsung karena adanya sejumlah situs aktif pada permukaan arang. Arang aktif yang sering digunakan dapat berasal dari arang aktif ampas sagu, tempurung kelapa, tempurung kemiri, kulit biji mete. Hal ini disebabkan karena ampas sagu, tempurung kelapa, tempurung kemiri, dan kulit biji jambu
PENDAHULUAN Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi telah mendorong berkem-bangnya kegiatan industri. Perkembangan sektor industri yang sangat pesat di berbagai bidang di satu sisi memberikan manfaat besar bagi manusia, yaitu: memberikan kemu-dahan dalam beraktivitas, dalam pemenuhan kebutuhan hidup, dan juga dapat memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Namun, di sisi lain membawa dampak negatif bagi kehidupan manusia. Hal ini terkait dengan sistem pengolahan limbah industri yang kurang baik yang mengakibatkan lingkungan menjadi tercemar sehingga menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia. Limbah sebagai hasil samping industri sangat berpotensi mencemari lingkungan, yang dapat membawa dampak negatif bagi manusia, hewan dan tumbuhan. Limbah tersebut dapat berasal dari bahan-bahan organik, anorganik dan logam berat. Logam timbal merupakan salah satu 1 2
Dosen Pend. Kimia FKIP UHO Dosen Jurusan Kimia FMIPA UHO 13
mete memiliki kandungan lignin dan selulosa yang tinggi, sehingga kadar karbonnya tinggi pula. Selain arang aktif digunakan sebagai adsoben, juga digunakan berbagai keperluan diantaranya untuk bahan bakar briket dan sebagai filter. Berdasarkan uraian di atas, maka pada penelitian ini merupakan penelitian aplikasi adsorpsi ion logam Pb(II) dengan menggunakan arang aktif tempurung kemiri.
netral. Setelah itu dikeringkan dalam oven pada suhu 115C selama 1 jam, lalu disimpan dalam desikator. Bubuk arang kemiri ini siap untuk dianalisis sesuai dengan keperluan. 2.
Analisis Arang Aktif Tempurung Kemiri
Pembuatan larutan induk ion logam Pb(II) Larutan induk ion logam Pb(II) 500 mg/L dibuat dengan melarutkan 0,799 g Pb(NO3)2 dalam gelas kimia dengan akuades, lalu dituang ke dalam labu takar 1000 mL. Selanjutnya ke dalam larutan ditambahkan 15 mL HNO3 pekat, dikocok hingga bening, kemudian ditambahkan akuades hingga tanda tera.
METODE PENELITIAN Prosedur Penelitian 1.
Pembuatan Arang Aktif Tempurung Kemiri Pembuatan arang tempurung kemiri dilakukan dalam tiga tahap, yaitu: 1) dehidrasi, merupakan proses penjemuran tempurung kemiri di bawah sinar matahari. 2) karbonasi, pada proses ini tempurung kemiri yang telah didehidrasi ditempatkan dalam drum tertutup berbentuk standar yang telah diberi lubang di atasnya untuk mengontrol asap yang dihasilkan. Selanjutnya drum karbonasi diletakkan di atas tungku pemanas yang terbuat dari tanah liat dengan bahan bakar bongkahan kayu/arang yang biasa diperoleh di pasaran. Karbonasi ini dilakukan dengan pembakaran selama ± 3-5 jam sampai diperoleh arang tempurung kemiri (pembakaran dihentikan saat asap putih telah habis). Arang tempurung kemiri yang dihasilkan digerus dan diayak dengan ayakan 50 dan 100 mesh, sehingga diperoleh arang dengan diameter antara 50–100 mesh. 3) aktivasi, proses ini dilakukan melalui perendaman arang kemiri dengan aktivator ZnCl2. Masing-masing arang kemiri direndam dalam aktivator dengan konsentrasi 2 M selama 6 jam. Arang yang telah direndam, selanjutnya dididihkan selama 90 menit, lalu disaring. Residu kemudian diaktivasi dengan pemanasan dalam tanur listrik, arang kemiri dipanaskan pada suhu 1000C selama 60 menit [14]. Selanjutnya dicuci dengan 25 mL larutan HCl 10% sebanyak 3 kali, kemudian dicuci kembali dengan 25 mL HCl panas untuk melarutkan sisa-sisa bahan pengaktif yang tidak larut dalam HCl dingin. Selanjutnya dicuci kembali dengan akuades berulang kali sampai filtratnya memiliki pH 6 atau mendekati pH
Pembuatan larutan standar ion logam Pb(II) Larutan standar dibuat dari larutan induk ion logam Pb(II) 500 mg/L, dengan variasi konsentrasi 0, 5, 10, 15 dan 20 mg/L. Pembuatan kurva standar Larutan standar yang dibuat pada point diukur absorbansnya dengan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 217 nm. Selanjutnya data absorbansi yang diperoleh diplotkan dengan konsentrasi larutan standar dalam suatu kurva standar. 3.
Penentuan waktu kontak optimum Arang aktif tempurung kemiri sebanyak 0,1 g dimasukkan ke dalam 4 buah labu erlenmeyer, kemudian dikontakkan dengan 50 mL larutan ion logam Pb(II) 100 mg/L dengan variasi waktu 0, 30, 60, 90, dan 120 menit, dimana larutan dikocok dengan shaker sesuai dengan waktu kontak tersebut. Setelah itu, setiap larutan disentrifus dengan kecepatan 3500 rpm selama 5 menit, disaring lalu diencerkan. Selanjutnya konsentrasi ion logam Pb(II) sisa ditentukan dengan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 217 nm. 4. Penentuan jenis dan kapasitas adsorpsi arang aktif terhadap ion logam Pb(II) Sebanyak 0,1 g arang aktif tempurung kemiri dimasukkan ke dalam 5 buah labu erlenmeyer, kemudian dikontakkan dengan 50 mL larutan ion logam Pb(II) dengan variasi konsentrasi 5, 10, 25, 50 dan 100 mg/L, dimana tiap larutan dikocok dengan shaker selama 90
14
menit. Setelah itu, setiap larutan disentrifus dengan kecepatan 3500 rpm selama 5 menit lalu disaring. Selanjutnya konsentrasi ion logam Pb(II) sisa ditentukan dengan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 217 nm.
adalah supaya ZnCl2 dalam bentuk oksidanya (ZnO) dapat masuk di antara gugus-gugus arang, yang akan melapisi permukaan arang dan memperluas permukaan arang tersebut. Pada proses ini, seng klorida (ZnCl2) sebagai aktivator akan bereaksi dengan karbon monoksida (CO) yang dihasilkan dari pembakaran pada proses karbonasi. Reaksinya sebagai berikut:
5. Uji reversibilitas dengan metode desorpsi Arang aktif yang telah dipakai untuk penentuan jenis dan kapasitas adsorpsi arang aktif tempurung kemiri, masing-masing disaring dengan kertas saring whatman lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 115oC. Selanjutnya residu yang telah kering dimasukkan ke dalam gelas kimia yang berbeda, lalu ditambahkan 50 mL akuades, kemudian dishaker selama 90 menit, disentrifus dengan kecepatan 3500 rpm selama 5 menit lalu disaring. Selanjutnya konsentrasi ion logam Pb(II) yang terdesorpsi ditentukan dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 217 nm.
panas (C6H12O6)n Arang + nCO + nH2O + Pengotor Arang + nCO + ZnCl2 → ZnO + Arang aktif + Cl2↑
2. Pengaruh Waktu Kontak Larutan Ion Logam Pb(II) terhadap Adsorpsi Arang Aktif Tempurung Kemiri Hubungan antara waktu kontak terhadap daya adsorpsi ion logam Pb(II) oleh arang aktif tempurung kemiri dapat dilihat pada Gambar berikut.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Daya Adsorpsi (mg Pb(II) / g Arang Aktif)
1. Pembuatan arang aktif tempurung kemiri Proses pembuatan arang aktif tempurung kemiri dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu: a) Dehidrasi, proses dehidrasi merupakan proses penghilangan air (H2O) yang terkandung dalam tempurung kemiri. Proses ini dilakukan dengan bantuan sinar matahari, dimana tempurung kemiri dijemur kurang lebih selama 2 minggu (sampai kering). b) Karbonasi, proses karbonasi/pengarangan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode konvensional. Tempurung kemiri yang telah kering ditempatkan pada wadah tertutup (kaleng), yang di setiap sisinya diberi beberapa lubang udara. Reaksi karbonasi secara umum sebagai berikut:
45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 0
20
40
60
80
100
120
140
Waktu Kontak (menit)
Daya Adsorpsi (mg Pb(II)/g Arang aktif)
Gambar 1. Kurva pengaruh waktu kontak terhadap adsorpsi ion logam Pb(II) oleh arang aktif tempurung kemiri
(C6H12O6)n Arang (karbonasi) + nCO + nH2O + Pengotor panas
Dari penelitian ini, karbonasi tempurung kemiri menghasilkan arang sebanyak 450 g (rendemen = 45%) dari 1 kg tempurung kemiri. c) Aktivasi, arang tempurung kemiri yang telah diperoleh dari proses karbonasi, kemudian diaktivasi menggunakan aktivator ZnCl2, kemudian dipanaskan pada suhu 1000C selama 1 jam (Suryani, 2007). Maksud pemanasan ini
45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 0
20
40
60
80
100
120
Konsentrasi Pb(II) (mg/L)
Gambar 2. Kurva pengaruh konsentrasi ion logam Pb(II) terhadap daya adsorp-si arang aktif tempurung kemiri
15
Pada Gambar 1 menunjukkan bahwa daya adsorpsi ion logam Pb(II) oleh arang aktif tempurung kemiri mengalami kenaikan seiring dengan semakin lamanya waktu kontak, yang menunjukkan semakin banyak ion logam Pb(II) yang teradsorpsi oleh arang. Akan tetapi setelah waktu kontak 90 menit, nampak daya adsorpsi tidak mengalami kenaikan tetapi mengalami penurunan, yang menunjukkan bahwa arang aktif sudah mulai jenuh, sehingga ion logam Pb(II) yang teradsorpsi sudah mulai terlepas kembali. Berdasarkan penelitian sebelumnya, diketahui bahwa luas permukaan arang aktif melalui aktivasi kimia untuk arang aktif tempurung kemiri adalah 985,3711 m2/g dan waktu kontak optimum yang diperoleh untuk arang aktif tempurung kemiri adalah sama yaitu 90 menit. Pada waktu kontak 120 menit penurunan daya adsorpsi hampir konstan sehingga dengan penambahan waktu kontak/interaksi setelah 90 menit tidak efektif.
persamaan isotermal Freundlich. dimana hasil adsorpsi diplotkan pada suatu kurva linearitas. Persamaan Isotermal Freundlich:
1 log qe log K F log Ce n Persamaan Isotermal Langmuir:
1 1 qe K L q m
1 1 Ce qm
Dimana: Co = Konsentrasi [Pb(II)]awal, Ce =Konsentrasi [Pb(II)]sisa [Pb(II)]sisa = [Pb(II)]awal–[Pb(II)]teradsorpsi, qe = Daya adsorpsi hasil dari {berat Pb(II)teradsorpsi (mg)/berat arang aktif (g)}, Berat Pb(II)teradsorpsi diperoleh dari {CawalCsisa} (mg/L) x Volume sampel (L)
Dari data yang diperoleh dibuat kurva untuk Freundlich antara log qe dan log Ce dan untuk langmuir antara 1/qe dan 1/Ce, seperti diperoleh Gambar 3 dan 4. Kedua gambar tersebut menunjukkan bahwa baik linearitas (R2) isotermal Langmuir maupun linearitas isotermal Freundlich mendekati nilai satu (R2IL = 0,9996 dan R2IF = 0,997). Dengan demikian proses adsorpsi ion logam Pb(II) oleh arang aktif tempurung kemiri mengikuti kedua model isotermal adsorpsi pada kondisi penelitian ini.
3. Penentuan Jenis dan Kapasitas Adsorpsi Ion Logam Pb(II) oleh Arang Aktif Tempurung Kemiri Kapasitas adsorpsi ion logam Pb(II) oleh arang aktif tempurung kemiri ditentukan dengan menghitung daya adsorpsi kedua arang aktif tersebut berdasarkan banyaknya ion logam Pb(II) yang teradsorpsi pada tiap gram arang aktif. Data persentase ion logam Pb(II) yang teradsorpsi oleh arang aktif dapat dilihat pada Gambar 2. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar konsentrasi ion logam Pb(II), maka jumlah ion logam Pb(II) yang teradsorpsi semakin besar pula sehingga daya adsorpsinya meningkat. Pada Gambar 2 menunjukkan pula bahwa apabila arang aktif tempurung kemiri dengan jumlah massa yang sama dikontakkan dengan larutan ion logam Pb(II) dengan konsentrasi yang semakin besar, akan menghasilkan daya adsorpsi yang semakin besar dan meningkat secara linear sampai konsentrasi 100 ppm. Penentuan jenis adsorpsi isotermal arang aktif tempurung kemiri dilakukan dengan menggunakan dua jenis persamaan isotermal yang umum digunakan untuk adsorpsi padat-cair yaitu persamaan isotermal Langmuir dan
2
log qe
1.5 1 0.5
y = 0.8874x + 0.8716 R2 = 0.9971
0 -0.5
0
0.5
1
1.5
log Ce
Gambar 3. Kurva Isotermal Freundlich untuk Arang Aktif Tempurung kemiri
16
1/qe
0.5 0.45 0.4 0.35 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0
Energi adsorpsi dapat ditentukan dengan memasukkan harga K yang diperoleh dari persamaan isotermal Langmuir maupun isotermal Freundlich ke dalam persamaan ∆E = -RT lnK. Dari Gambar 3 dan 4 di atas dipeoleh nilai KF = 7,44 L/mg dan KL = 0,03 L/mg. Dengan demikian diperoleh energi adsorpsi arang aktif tempurung kemiri adalah EF = 4972,167 J/mol dan EL = 8687,749 J/mol. Besar energi adsorpsi ini erat kaitannya dengan kekuatan ikatan dan reversibilitas (desorpsi) yang terjadi pada peristiwa adsorpsi ion logam Pb(II) oleh arang aktif tempurung kemiri.
y = 0.2579x + 0.0086 R2 = 0.9996
0
0.5
1
1.5
2
1/Ce
Gambar 4. Kurva Isotermal Langmuir untuk Arang Aktif Tempurung kemiri
Tabel 1. Perbandingan Adsorpsi-Desorpsi untuk Arang Aktif Tempurung Kemiri
ADSORPSI
DESORPSI
[Pb(II)]awal (mg/L)
Adsorpsi (mg/L)
Persentase Adsorpsi (%)
[Pb(II)]awal (mg/L)
Desorpsi (mg/L)
Persentase Desorpsi (%)
5 10 25 50 100
4,42 8,81 21,85 43,31 83,39
88,40 88,10 87,42 86,61 83,39
4,42 8,81 21,85 43,31 83,39
1,42 2,23 2,33 2,76 3,14
32,12 25,31 10,66 6,37 3,77
Berdasarkan data pada Tabel tersebut diatas, konsentrasi ion logam Pb(II) yang terdesorpsi atau terlepas kembali dari arang aktif sangat kecil. Hal ini menunjukkan bahwa ikatan antara arang aktif tempurung kemiri dengan ion logam Pb(II) adalah ikatan yang cukup kuat. Dari data tersebut, juga menunjukkan adanya kecenderungan makin besar konsentrasi awal ion Pb(II), maka makin kecil persentase (%) desorpsinya.
untuk arang aktif tempurung kemiri adalah 116,28 mg/g. Energi adsorpsi untuk arang aktif tempurung kemiri adalah sebesar 8687,749 J/mol. DAFTAR PUSTAKA Palar, H., 1995, Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat, Rineka Cipta, Jakarta. Syarif, H., Pranoto dan Masykur, A., 2002, Alternatif Pemanfaatan Karbon Aktif Bagase untuk Menurunkan Kadar Ion Pb2+ dan Zat Warna Tekstil. J. Kimia Lingkungan. Vol. 4 (1): 45–54. Bandung. Onrizal, 2005, Restorasi Lahan terkontaminasi Logam Berat, Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, dalam www.usu-library.co.id, diakses 20 Maret 2007.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu waktu kontak optimum arang aktif tempurung kemiri untuk mengadsorpsi ion logam Pb(II) adalah 90 menit. Adsorpsi yang terjadi antara arang aktif tempurung kemiri terhadap ion logam Pb(II) cenderung mengikuti model isotermal Langmuir dengan kapasitas adsorpsi (qm) yang diperoleh 17
Marganof, 2003, Potensi Limbah Udang Sebagai Penyerap Logam Berat (Timbal, Kadmium dan Tembaga) di Perairan, http//rudyct.topcities.com/pps702_7103 4/marganof.htm_9 1k. Diakses: 20 Januari 2006. Nemes, Z, dan Konya, J., 2005, Kinetics of Strontium Ion Adsorption On Natural Clay Sample, J. Radioanalycal and NuclearChemistry, 266 (2) : 289 – 293. Widayat, Suherman dan Haryani, K., 2006, Optimasi Proses Adsorpsi Minyak goreng Bekas dengan Adsorbent Zeolit Alam, J. Teknik Gelagar, 17 : 77 – 82. Wahyuni, 2006, Pemanfaatan Saccharomyces Cerevisiae Sebagai Adsorben ion Pb(II) Air Laut Sekitar Pelabuhan Nusantara Kendari. Skripsi, Jurusan Kimia, FMIPA UNHALU, Kendari. Alimin, 2007. Pembuatan Dan Karakterisasi Arang Aktif Dari Ampas Sagu Menggunakan Aktivator MgCl2. Paradigma: Majalah Ilmiah Sains dan Matematika, 11(1), FMIPA Unhalu, Kendari.
Muzakkar, M. Z. 2001. Studi Absorpsi Arang Aktif Tempurung Kelapa yang Diaktivasi dengan ZnCl2. Paradigma: Majalah Sains dan Matematika, 5(2), FMIPA Unhalu, Kendari. Jayadin, 2006, Pembuatan dan Karakterisasi Arang Aktif dari Tempurung Kemiri (Aleurites moluccana willd), Skripsi, Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Haluoleo, Kendari. Anas, M., Ratna, 2008. Studi Kualitas Arang Aktif Kulit Biji Mete yang Dibuat dengan Metode Fisik, Paradigma: Majalah Ilmiah Sains dan Matematika, 12(2), FMIPA Unhalu, Kendari. Suryani, 2006, Karakterisasi dan Penentuan Kondisi Optimum Aktivasi Arang Tempurung Kemiri Dengan Aktivator ZnCl2, Skripsi, Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Haluoeo, Kendari. Fathnur, 2006, Karakterisasi dan Penentuan Kondisi Optimum Aktivasi Arang Kulit Biji Mete dengan Aktivator ZnCl2, Skripsi, Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Haluoeo, Kendari.
18
PENERAPAN PENILAIAN KINERJA (PERFORMANCE ASSESESSMENT) DALAM PEMBELAJARAN IPA DI KELAS V SD NEGERI KOTA KENDARI Oleh: Dorce B. Pabunga1 Abstrak. Penilaian kinerja (performance assessment) dilakukan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam merancang dan membuat karya benda. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan tiga siklus, dengan tahapan; perencanaan, pelaksanaan, observasi/evaluasi dan refleksi. Subyek penelitian ini adalah guru kelas V SD dan siswa kelas V SD Negeri 3 Baruga kota Kendari. Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui wawancara dan observasi. Hasil yang dicapai dalam penelitian ini difokuskan pada penilaian kinerja dan tugas membuat karya benda melalui pembelajaran materi pokok energy angin (udara), keterlibatan siswa sangat aktif, kreatif dan sangat serius. Guru mengatakan sangat puas menyaksikan siswanya mulai dari merancang, melakukan proses sampai pada pemanjangan hasil karya. Kemampuan imajinasi dan daya cipta siswa berkembang sangat baik yang terlihat pada hasil karyanya. Ciri-ciri penilaian kinerja yang tepat untuk siswa SD meliputi tugas yang bersifat nyata, menarik, dekat dengan kehidupan siswa, bersifat spesifik, mudah dikerjakan siswa dan biayanya relatif murah. Kata kunci: penilaian kinerja dalam pembelajaran IPA SD, kemampuan merancang dan kemampuan membuat hasil karya
Kenyataan di lapangan bahwa walaupun sudah sebagian besar guru IPA telah melaksanakan proses pembelajaran dengan mengembangkan keterampilan proses, tetapi masih sangat kurang yang melakukan penilaian terhadap kinerja siswa. Melalui wawancara terhadap guru SD Negeri 3 Kendari mengatakan bahwa penilaian yang dilakukan lebih banyak menekankan pada aspek kognitif melalui tes sebagai alat ukur karena tes hasil belajar (EBTANAS) hanya menekankan pada konsep dan sangat kurang memunculkan aspek sikap dan keterampilan. Hal inilah merupakan salah satu penyebab guru jarang melakuakan penilaian knerja siswa. Dalam kurikulum berbasis kompetensi (KBK) keterampilan proses Sains dimunculkan sebagai materi yang harus dinilai dan berada dalam lingkup pembelajaran “bekeja ilmiah” (Kurikulum SD, 2006). Keterampilan proses sains dalam bekerja ilmiah sebagai materi pokok memperjelas pentingnya keterampilan proses sains dikembangkan dan diukur keberhasilannya. Seperti yang dikemukakan oleh Nuryani (2011:51) bahwa pengukuran keberhasilan siswa di kelas dapat dilakukan oleh guru baik secara tertulis maupun melalui kinerja.
PENDAHULUAN Salah asatu masalah yang dihadapi sistem pendidikan dewasa ini adalah masalah mutu. Tinggi rendahnya mutu pendidikan umumnya dikaitkan dengan mutu lulusan. Indikator utama yang digunakan untuk menilai kualitas suatu lembaga pendidikan salah satunya adalah hasil belajar siswa yaitu EBTANAS (NEM). Dampak dari pandangan bahwa indikator keberahilan siswa seperti yang tertera pada hasil belajar atau NEM mendorong guru berlomba-lomba menyampaikan materi sebanyak-banyaknya untuk mempersiapkan siswa mengikuti EBTANAS. Akibatnya siswa dipaksa melahap semua informasi yang disampaikan guru dan hanya sedikit peluang untuk mengembangakan pengetahuannya melalui keterampilan proses. Dalam kurikulum berbasis kompetensi, khususnya dalam pembelajaran sains keterampialn proses dimunculkan sebagai salah satu materi yang harus diukur dan berada dalam lingkup pembelajaran “bekerja ilmiah” dan keterampilan proses sains sebagai materi pokok yang memperjelas perlunya keterampilan proses sains dikembangkan dan diukur keberhasilannya
1
Dosen PGSD FKIP UHO 19
Selanjutnya Nuryani mengatakan bahwa kajian mendalam tentang asesmen sangat tepat untuk aspek-aspek keterampilan dalam bekerja ilmiah yang diujikan dengan prosedur atau teknik kinerja yang disebut: performent assessment. Selanjutnya Stiggins (dalam Sri Estu 2000: 3) menegaskan bahwa penilaian kinerja merupakan salah satu bentuk penilain yang dapat digunakan untuk menilai kinerja dan hasil karya siswa. Melalui penilaian kinerja siswa dapat mengumpulkan bukti-bukti kemajuan siswa secara aktual yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pembelajaran untuk memperbaiki proses pembelajaran selanjutnya. Selain itu penilaian kinerja dapat meningkatkan motivasi belajar siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran agar penguasaan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik terbentuk pada diri siswa secara seimbang maka alat ukur hasil belajar siswa tidak cukup jika hanya berupa tes, tetapi juga perlu melalui tes kinerja. Penilaian merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan oleh guru setelah berlangsung proses pembelajaran untuk mengetahui sejauh mana ketercapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Menurut Nana Sudjana (1989), penilaian adalah proses untuk penentukan nilai dari suatu obyek atau peristiwa dalam konteks situasi tertentu, di mana proses penentuan nilai berlangsung dalam bentuk interpretasi yang kemudian diahkiri dengan suatu “ judgment”. Dalam pedoman penilaian (Depdiknas, 2004) ditegaskan bahwa tujuan dan fungsi penilaian untuk memberikan umpan balik baik bagi siswa, guru, maupun lembaga pendidikan yang berkepentingan serta untuk menentukan nilai hasil belajar siswa. Fungsi penilaian bagi siswa untuk memberikan motivasi agar lebih giat belajar, juga sebagai informasi tentang sejauhmana tingkat penguasaan bahan pelajaran yang telah diberikan guru juga penentuan status siswa. Fungsi penilaian bagi guru untuk memberikan pertanggungjawaban secara obyektif kepada atasan, dan sebagai dasaruntuk mengintrospeksi diri terhadap proses pembelajaran yang telah berlangsung dan sebagai dasar pengambilan
keputusan dalam melakukan tindakan yang berkaitan dengan proses pembelajaran secara keseluruhan. Fungsi penilaian bagi lembaga pendidikan; merupakan masukan yang dapat digunakan sebagai bahan kajian untuk membantu guru dalam meningkatkan kemampuan profesionalnya khususnya di bidang penilaian. IPA menanamkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai ilmiah pada siswa serta mencintai dan menghargai kebesaran Tuhan Yang Maha Esa (Depdiknas, 2004). Pernyataan ini mencerminkan bahwa IPA memiliki dua dimensi yaitu proses dan produk. Sasaran dari segi proses adalah kemampuan yang dapat dialihgunakan (bernalar, keterampilan proses, dan penerapan konsep dalam kehidupan sehari-hari), sikap ilmiah dan kemampuan dasar teknologi. Kemampuan dasar teknologi diantaranya adalah merancang dan membuat suatu karya, mangujicoba dan memodifikasi karyanya berdasarkan hasil uji coba. Target pembelajaran IPA yang ditetapkan seperti yang diuraikan di atas mempunyai kontribusi terhadap pembelajaran siswa untuk melatih kemampuan dan keterampilan melalui pengalaman langsung. Cara ini selain mengembangkan aspek kognisi juga meningkatkan keterampilan proses, sikap ilmiah, kreativitas, dan kemampuan aplikasi konsep. Penilaian kinerja menuntut kompetensi dan kreativitas yang lebih luas serta inisiatif dari diri siswa. Karena itu diharapkan guru mampu merencanakan sekaligus melaksanakan proses penilaian terhadap kinerja siswa. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang bentuk penerapan penilaian kinerja pada pembelajaran IPA di SD dalam merancang, membuat serta memperindah hasil karya berdasarkan konsep energy. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan 2 siklus. Tahapan setiap siklus adalah: perencanaa, tindakan, observasi dan evaluasi, refleksi.
20
Subyek Penelitian Yang menjadi subyek dalam penelitian ini adalah guru yang mengajarkan IPA kelas IV dan seluruh siwa SDN 3 Baruga pada semester genap 2009/2010.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian 1.
Teknik pengumpulan data Pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh melalui : wawancara, observasi, dengan menggunakan instrument.
Proses Penilaian yang Dilakukan Guru Sebelum Penerapan Penilaia Kinerja
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi secara ringkas kegiatan yang dilakukan guru sebelum tindakan, dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 1. Tanggapan Siswa Terhadap Pelaksanaan Penilaian Sebelum Penerapan Penilaian Kinerja.
No
Aspek yang Ditanyakan
Kategori jawaban
%
1
Persiapan sebelum mengikuti tes
1. Belajar dengan menghafal supaya nilainya bagus. 2. Belajar dengan tanya jawab supaya bisa mengerjakan soal
90 10
2
Perasaan saat akan mengikuti tes
1. Tegang, takut, kawatir tidak hafal 2. Tenang karena sudah belajar
80 20
3
Jika nilai rapornya hanya ditentukan oleh hasil tes?
1. Tidak setuju, sebab merugikan karena kegiatan sehari-hari tidak dinilai 2. Setuju, terserah guru
90
1. Dinilai dan dibahas supaya menambah nilai rapor dan mengetahui jawabannya 2. Dibahas agar mengetahui langsung jawabannya
85
4
Untuk PR dinilai atau dibahas
10
15
Berdasarkan analisis data di atas dapat disimpulkan bahwa proses penilaian yang diterapkan mempengaruhi cara belajar siswa. Penilaian yang hanya dengan tes kurang mendorong siswa untuk berproses dan berpikir kritis.
Tabel di atas menunjukkan bahwa penilaian yang dilakukan dengan tes mendorong sebagian besar (90%) siswa belajar dengan cara menghafal materi. Jika tes yang dibuat guru hanya pada kategori ingatan (C1) atau ranah kognitif hanya menuntut kemampuan siswa untuk mengingat (Bloom dalam Nana Sudjana 1995: 22). Sedangkan untuk jenis tes pada jenjang yang lebih tinggi siswa belum siap sehingga siswa merasa tegang dan takut. Selanjutnya siswa mengatakan bahwa tidak setuju jika nilai rapornya hanya ditentukan oleh hasil tes, karena itu sangat merugikan sebab ada serangkaian proses yang berkaitan dengan pembelajaran teramsuk pekerjaan di luar kelas (PR)
2. Pelaksanaan Penilaian Kinerja Siswa Penilaian kinerja siswa dilakukan terhadap proses maupun produk atau hasil. Dari segi proses, penialian ditekankan pada aspek: 1) kinerja siswa dalam merancang, membuat dan memperindah serta menerbangkan pesawat dari kertas; 2) kinerja siswa dalam merancang, membuat dan melayangkan parasut. Dari segi produk, penilaian difokuskan pada hasil karya
21
siswa, yaitu berupa pesawat dari kertas dan parasut dari kantong plastik. Penilaian secara keseluruhan ditujukan pada kinerja siswa secara kelompok. Sebagai acuan siswa dalam mengerjakan tugas, guru membagikan criteria penilaian yang telah ditetapkan disertai dengan penjelasannya. Tugas pertama; setiap kelompok merencanakan proses pembuatan pesawat dari kertas yang dulakukan melalui diskusi. Masing-masing kelompok merinci alat dan bahan yang diperlukan dalam pembuatan pesawat termasuk pembagian tugas antar anggotanya. Selama siswa bekerja dalam kelompok semua siswa nampak termotivasi untuk mencapai hasil yang terbaik. Kegiatan ini diakhiri dengan pengumpulan hasil diskusi kelompok berupa perencanaan secara tertulis tentang pembuatan pesawat dari kertas. Tugas kedua; guru memberi pekerjaan rumah pada masing-masing kelompok untuk membuat sketsa tahap-tahap pembuatan pesawat. Tugas ini bertujuan agar siswa lebih mengembangkan proses berpikirnya dalam merancang langkahlangkah pembuatan pesawat.
membuat pesawat, (2) mengembangkan proses berpikir sains, (3) meningkatkan aktivitas siswa, meningkatkan motivasi kinerja siswa, (5) menilai kemampuan dan aktivitas siswa dalam membuat dan memperagakan cara menerbangkan pesawat. Penilaian pada siklus II dimaksudkan untuk mengembangkan aspek-aspek: (1) memperjelas pemahaman siswa tentang hubungan antara konsep energi angin (udara) dengan tugas membuat parasut, (2) mengembangkan proses berpikir sains, (3) meningkatkan aktivitas siswa, meningkatkan motivasi kinerja siswa, (5) menilai kemampuan dan aktivitas siswa dalam membuat dan memperagakan cara menerbangkan parasut. 3. Hasil Observasi Selama kegiatan pembelajaran pada siklus I maupun pada siklus II nampak siswa (1) sangat aktif berdiskusi dan semua siswa tidak sabar ingin mencoba menerbangkan hasil karyanya, (2 ) setiap kelompok siswa muncul motivasi untuk bersaing, (3) kreativitas siswa sangat menonjol dalam mendesain dan memperindah karyanya, (4) proses berpikir sains masih perlu bimbingan guru, (5) siswa sangat bangga menampilkan karyanya.
Pelaksanaan Penilaian Kinerja Penelitian ini dilakukan pada penilaian kinerja siswa pada materi energi angin (udara) di kelas V SDN 3 Baruga kota Kendari Pada tindakan I, penilaian difokuskan pada kemampuan siswa dalam merancang, membuat dan memperindah serta cara penerbangkan pesawat dari kertas. Pada tindakan II, penilaian difokuskan pada kemampuan siswa dalam merancang, membuat dan memperindah serta cara penerbangkan parasut dari plastik. Hasil penilaian kinerja siswa siklus I dan siklus II secara lengkap ditulis pada tabel berikut.
4. Hasil Refleksi Mengacu pada hasil penilaian kinerja siswa pada umumnya belum memuaskan mengingat sebagian besar siswa mengalami kesuliatan dalam memilih bahan yang tepat baik pada pembuatan pesawat dari kertas maupun pada pembauatan parasut dari bahan plastik. Penilaian kinerja siswa hendaknya mempertimbangkan tingkat kesulitan dari tugas yang diberikan kepada siswa termasuk biaya bahan. 5. Tanggapan Guru Guru memberikan tanggapan yang positif terhadap penilaian kinerja siswa. Guru sangat senang melihat siswa antusias dan sangat kreatif, dan tidak ada siswa yang merasa bosan di kelas. Hasil penilaian kinerja dapat membantu guru dalam memberi nilai akhir pada siswa. Kendala yang dirasakan guru adalah sulit menetapkan criteria penilaian yang tepat.
Tabel 2. Rata-Rata Hasil Penilaian Kinerja Siswa pada Siklus I dan II
No
Kemampuan
Siklus I
Siklus II 1 Membuat 7,2 9,1 2 Memperindah 7,4 8,6 3 Memperagakan 7,5 8,8 Penilaian pada siklus I dimaksudkan untuk mengembangkan aspek-aspek: (1) memperjelas pemahaman siswa tentang hubungan antara konsep energi angin (udara) dengan tugas 22
Anderson (dalam Nuryani , 2010: 79) mengemukakan bahwa salah satu karakteristik dari penilaian kinerja adalah adanya tuntutan bagi siswa untuk melakukan aktivitas berdasarkan kriteria yang jelas bagi guru maupun siswa. Dari pendapat tersebut menunjukkan bahwa tugas merupakan bagian utama dari penilaian kinerja siswa. Tugas yang menarik dan menantang serta sesuai dengan kemampuan siswa menunjang terciptanya kondisi pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa. Dengan memberi tugas yang menuntut kinerja siswa berarti memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kreativitasnya dan mendorong siswa untuk terampil, mencipta dan memproduksi hasil akhir. Hasil penilaian kinerja siswa selama penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan kemampuan siswa dalam membuat, memperindah dan memperagakan (menerbangkan pesawat) seperti pada Tabel 2 diatas. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan siswa dari tindakan I meningkat pada tindakan berikutnya. Peningkatan hasil kinerja siswa lebih menonjol pada kemampuan merencanakan/membuat sedangkan pada tahap memperindah dan memperagakan peningkatannya hampir sama.
Siswa Siswa secara umum siswa memberikan tanggapan positif terhadap penerapan penilaian kinerja. Persiapan siswa untuk mengikuti tes dalam penerapan penilaian kinerja pada umumnya siswa merasa tenang karena suasananya seperti bermain. Penilaian kinerja memberi peluang kepada siswa untuk mengembangkan kreativitasnya. Pemberian tugas secara kelompok dapat mengembangkan sikap kerja sama dan saling bertukar pikiran. Adanya kriteria yang digunakan sebagai pedoman untuk mengerjakan tuggas sangat membantu siswa dalam menyelesaikan sebuah karya. PEMBAHASAN 1. Penerapan Penilaian Kinerja Siswa Temuan-temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama berlangsungnya proses penilaian kinerja dan wawancara yang dilakukan setelah selesai pembelajaran, yaitu penerapan penilaian kinerja siswa meningkatkan keterlibatan siswa secara aktif. Kriteria penilaian yang ditetapkan memotivasi kinerja siswa, menciptakan kondidsi yang menyenangkan serta memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kreativitasnya. Kemampuan siswa dalam mengerjakan tugas dari tindakan pertama ke tindakan berikutnya mengalami peningkatan yang signifikan. Tidak ada siswa yang duduk pasip. Hal ini disebabkan karena penilaian kinerja memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperlihatkan kebenaran dan pemahamannya dalam mengaplikasikan penegetahuan maupun keterampilannya dalam berbagai konteks. (Wiggins dalam Sri Estu, 2000: 82). Kriteria penilaian ditetapkan untuk mengurangi faktor subyektivitas guru dalam melakukan penilaian . Adanya kriteria penilaian membantu guru dalam melakukan penilain dan memotivasi siswa dalam mencapai indikator kinerja yang ditargetkan. Selama mengerjakan tugas, siswa bersungguh-sungguh dan berusaha memenuhi kriteria yang ditetapkan. Fakta ini didukung oleh pendapat Nidhi Kattri (dalam Nuryani, 2010: 11) bahwa dengan penilaian kinerja siswa lebih termotivasi dalam belajar.
2. Tanggapan Guru terhadap Pererapan Penilaian Kinerja Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada akhir kegiatan penelitian ini diperoleh gambaran bahwa guru memberikan tanggapan yang positip terhadap penerapan kinrerja. Selama berlangsungnya kegiatan penilaian guru tidak mengalami hambatan yang berarti. Guru mengatakan senang melihat keaktifan siswa yang sangat berbeda jika dibandingkan dengan saat berlangsungnya kegiatan penilaian maupun pembelajaran yang diterapkan guru sebelumnya. Berdasarkan pengalaman ini guru berminat untuk menerapkan penilaian kinerja pembelajaran berikutnya pada konsep yang sesuai. 3. Tanggapan Siswa terhadap Pererapan Penilaian Kinerja Dari hasil wawancara dengan siswa yang diberikan melalui angket diperoleh temuan bahwa siswa memberikan tanggapan yang positip 23
terhadap penerapan penilaian kinerja. Tidak ada siswa yang merasa cemas, semua siswa menjawab sangat senang diberi tugas membuat karya (pesawat), khususnya saat siswa mendapat kesempatan menunjukkan kemampuannya dengan memperagakan hasil karyanya. Fenomena ini menunujukkan bahwa tugas membuat karya (pesawat) sesuai dengan tingkat perkembangan siswa SD. Sejalan dengan pendapat Kartini (2008 : 138) mengatakan bahwa minat anak pada usia SD tercurah pada segala sesuatu yang dinamis atau bergerak. Bermain tidak hanya sekedar untuk mengembangkan otot, melainkan melalui eksperimentasi dalam bermain anak menemukan bahwa merancang sesuatu yang baru dapat menimbulkan kepuasan (Hurlock dalam , Endang Purwati 2009 ) Selain perasaan senang, ternyata ada pula siswa yang menyatakan cemas dan takut tidak dapat membuat parasut. Rasa cemas dan takut timbul pada hal-hal yang belum dikenalnya, karena kurangnya pengetahuan menyebabkan kurang percaya diri. Menghadapi kenyataan kurang percaya diri pada anak menuntut guru untuk selalu memberikan bimbingan dan keyakinan pada diri anak. Siswa secara keseluruhan menyatakan senang mengerjakan tugas secara kelompok. Menurut Harlen (2008: 158) melalui kerja kelompok memberi kesempatan kepada anak bekerjsama, anak dapat memperoleh pengetahuan dari teman kelompoknya tanpa merasa terintimidasi. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tugas kelompok dapat menumbuhkan rasa sosialisasi antar individu dan pada akhirnya berpengaruh pada kepribadiannya. Karena itu dalam kegiatan pembelajaran guru hendaknya member kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas secara kelompok.
menimbulkan rasa senang pada diri anak. Penetapan criteria penilaian yang dilakukan sebelum mengerjakan tugas memotivasi kinerja siswa. Dari beberapa descriptor yang ditetapkan dalam criteria penilaian, menurut siswa ada yang sulit untuk dipenuhi yaitu menggambar sketsa tahap-tahap pembuatan pesawat maupun parasut. Langkah awal yang harus dilakukan guru sebelum melakukan penilaian terhadap kinerja siswa, adalah merumuskan tujuan pembelajaran khusus. Tujuan pembelajaran hendaknya menggambarkan proses dan hasil yang diharapkan dicapai oleh siswa sesuai dengan kompetensi dasar ( Kurikulum KTSP SD, 2011: 81). Kesesuaian tugas dengan tujuan pembelajaran mencerminkan bahwa tugas tersebut mempunyai validitas dari segi isi. Tugas yang sesuai dengan pelajaran akan dirasakan oleh siswa lebih bermakna. Sealin itu siswa senang terhadap tugas yang dikerjakan secara kelompok. Hal ini sesuai dengan karakteristik siswa yang tingkat perkembangan berpikirnya masih berada pada jenjang konkrit operasional dan anak pada jenjang ini senang bergaul. Untuk melakukan penilaian yang lebil adil dan fair, dituntut adanya kriteria penilaian yang disepakati bersama antara siswa dan guru. Penetapan kriteria penilaian selain digunakan sebagai acuan guru dalam melakukan penilaian dan menafsirkan hasil kinerja siswa, juga bermanfaat bagi siswa untuk mengembangkan kreativitas dan kemandirian siswa. Dalam melakukan penilaian kinerja sebaiknya memberitahukan kepada siswa tentang criteria yang akan digunakan, agar siswa terdorong melakukan tugas secara bersungguh-sungguh dan berusaha mencapai hasil sesuai dengan kriterianya. Untuk meminimalkan factor subyektifitas dalam penilaian kinerja siswa maka perlu ada pedoman penskoran (guide scoring).
4. Penilaian Kinerja yang Tepat untuk Sekolah Dasar Berdasarkan data yang dihimpun melalui wawancara, angket da observasi selama berlangsungnya penilaian kinerja, diperoleh temuan bahwa tujuan pembelajaran khusus mengarahkan dalam menentukan cara penilaian. Pemberian tugas yang sesuai dengan kehidupan anak sehari-hari dan dikerjakan secara kelompok
KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis, temuan dan pembahasan maka hasil penelitian ini dapat disimpulakan sebagai berikut: 1. Dalam melaksanakan penilaian kinerja siswa, guru mengawali kegiatannya dengan merencanakan penilaian kemudian menerapkannya dalam pembelajaran.
24
Sebelum proses penilaian dilakukan terlebih dahulu guru menginformasikan kepada siswa tentang tugas-tugas yang akan dikerjakan siswa dan kriteria penilaiannya. 2. Penerapan penilaian kineja mendapat tanggapan positif dari guru dan siswa. Bagi guru, penilain kinerja memberikan wawasan dan pengalaman dalam mengembangkan penilaian. Bagi siswa, penilaian kinerja memberikan semangat dan kegembiraan yaitu pada saat siswa memperagakan. Mereka juga sangat puas dengan hasil karyanya. 3. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara serta kajian pustaka, penilaian kinerja siswa yang tepat untuk SD mempunyai cirri-ciri: a. Tugas yang diberikan nyata, menarik dan dekat dengan kehidupan siswa. b. Tugas yang diberikan bersifat spesifik dan dapat dikerjakan oleh siswa biayanya murah. c. Tugas yang diberikan tidak mempunyai bias ?gender ”, artinya tugas tersebut dapat dikerjakan oleh laki-laki maupun perempuan. d. Tugas dapat dinilai dari beberapa segi, contohnya dalam membuatt pesawat penilainnya difokuskan pada kemampuan meranrang, memperindah dan memperagakan. e. Penilaiannya didasarkan atas criteria yang terdefinisikan dengan jelas dan dapat dipenuhi oleh setiap siswa serta ada petunjuk penskorannya.
Balitbang Depdiknas, (2006). Model Penilaian Kelas. Jakarta, Pusat Kurikulum. Depiknas Depdiknas, (2006), Pedoman Penilaian Kelompok Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Jakarta,BSNP. Depdiknas, (2004). Pedoman Penilaian Hasil Belajar di SD. Jakarta, Diejendikti. Endang Purwanti, (2009). Asesmen Pembelajaran Sekolah Dasar. Jakarta, Depdiknas. Hendro Darmodjo, (1998). Pendidikan IPA PGSD. Jakarta, Dirjendikti. Harlen, (2008). A Practical Guide To Alternatif Assessment. California. ASCD Nana Sudjana, (1989). Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung, Sinar Baru. Nana Sudjana, (1995). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung, Rosdakarya. Nuryani Rustaman, (2010). Pembelajaran IPA Sekolah Dasar. Jakarta, Universitas Terbuka. Sri Estu Winahyu, (2000). Penilaian Kinerja untuk Menilai Kemampuan Siswa Berdasdarkan Konsep Udara pada Pelajaran IPA SD. Tesis IKIP Bandung. Tidak Diterbitkan.
DAFTAR PUSTAKA Amalia Sapriati, (2011). Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di SD. Jakarta, Universitas Terbuka
Kementerian Pendidikan Nasional, (2011). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD. Jakarta
25
KETERAMPILAN SOSIAL MAHASISWA BARU ANGKATAN 2013 PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING FKIP UNIVERSITAS HALU OLEO Oleh : Nani Restati Siregar1 Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan keterampilan sosial mahasiswa baru program studi Bimbingan dan Konseling FKIP UHO. Keterampilan sosial sangat penting dimiliki oleh mahasiswa baru agar mampu dan terampil dalam melakukan penyesuaian diri secara adaptif dengan masalah-masalah psikologisnya, juga terampil dalam penyesuaian sosial mengingat bahwa salah satu karakteristik mahasiswa di UHO adalah bervariasi dalam hal latar belakang budaya (suku), sehingga keberhasilan dalam penyesuaian sosial termasuk juga prestasi akademik salah satunya dipengaruhi oleh kemampuan membina hubungan sosial yang memadai dengan teman sebaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa dari 20 butir pernyataan tentang keterampilan sosial pada umumnya pada setiap butir pernyataan keterampilan sosial mahasiswa baru program studi Bimbingan dan Konseling FKIP UHO adalah baik, namun ada beberapa aspek termasuk kategori kurang. Secara keseluruhan menunjukkan bahwa 80 persen mahasiswa baru memiliki kemampuan keterampilan sosial yang baik, 14,29 persen sangat baik, dan 5,71 persen yang memiliki kategori kurang, serta tida ada mahasiswa baru yang memiliki keterampilan sosial sangat kurang. Kata kunci : Keterampilan social
pendidikan yang sementara ditempuh yaitu lingkungan perguruan tinggi dan lingkungan tempat tinggal yang baru bagi mahasiswa yang jauh dari orang tua. Di awal-awal tahun kehidupan sebagai mahasiswa, tugas perkembangan seperti jauh dari orang tua dan lebih bebas dan pengambilan keputusan, perbenturan antara nilai yang dipelajari di keluarga dan nilai yang mereka kenal di dunia perkuliahan, berbaur dengan tuntutan-tuntutan untuk berprestasi sekaligus disukai oleh temanteman baru (Stalman, 2009). Universitas Halu Oleo (UHO) pada setiap tahun menerima mahasiswa baru dari berbagai daerah (kabupaten) yang ada di Sulawesi Tenggara, bahkan dari luar Provinsi Sulawesi Tenggara. Beraneka ragam latar belakang budaya bahkan sosial dan ekonomi yang dimiliki oleh masing-maing mahasiswa baru menuntut kemampuan terampil secara sosial agar mampu menyesuaikan diri dengan kehidupan baru sebagai mahasiswa. Berdasarkan hasil observasi saat berinteraksi dengan mahasiswa baik dalam proses perkuliahan yang membutuhkan keaktifan dari mahasiswa, misalnya diskusi atau pemberian
PENDAHULUAN Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk mampu mengatasi segala masalah yang timbul sebagai akibat dari interaksi dengan lingkungan sosial dan harus mampu menampilkan diri sesuai dengan norma atau aturan yang berlaku. Untuk itulah setiap individu dituntut untuk menguasai beberapa keterampilan seperti keterampilan pribadi, keterampilan sosial, keterampilan akademik dan keterampilan dalam bidang tertentu. Dunia perguruan tinggi mempunyai tantangan bagi siapa saja yang memasukinya terutama bagi mahasiswa baru. Sistem perkuliahan, cara belajar, lingkungan belajar dan lingkungan sosial yang sangat berbeda dibandingkan selama di Sekolah menengah Atas (SMA) merupakan tantangan yang akan dihadapi oleh mahasiswa baru di awal perkuliahan. Di perguruan tinggi, mahasiswa dituntut untuk belajar mandiri dan meraih pencapaian yang telah ditentukan. Masa Perkuliahan adalah masa-masa yang penuh dengan tuntutan. Mahasiswa harus menjalani proses adaptasi pada lingkungan 1
Dosen FKIP UHO 26
tugas secara kelompok. Maupun dalam kegiatankegiatan lain yang melibatkan kerjasama dan keaktifan sesama mahasiswa terdapat beberapa mahasiswa yang mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan teman-temannya. Mengingat bahwa keterampilan sosial sangat penting dimiliki oleh mahasiswa baru agar mampu dan terampil dalam melakukan penyesuaian diri secara adaptif dengan masalahmasalah psikologisnya, juga terampil dalam penyesuaian sosial mengingat bahwa salah satu karakteristik mahasiswa di UHO adalah bervariasi dalam hal latar belakang budaya (suku), sehingga keberhasilan dalam penyesuaian sosial termasuk juga prestasi akademik salah satunya dipengaruhi oleh kemampuan membina hubungan sosial yang memadai dengan teman sebaya yang berbeda suku ( Cartledge & Milburn,1995).
lingkungan. Keterampilan sosial baik secara langsung maupun tidak langsung membantu remaja untuk dapat menyesuaikan diri dengan standar harapan masyarakat dalam norma-norma yang berlaku di sekelilingnya (Matson, dalam Gimpel & Merrel,1998). Mu‟tadin (2006) mengemukakan bahwa salah satu tugas perkembangan yang harus dikuasai remaja yang berada dalam fase perkembangan masa remaja madya dan akhir adalah memiliki keterampilan sosial (social skill) untuk dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan sehari-hari. Keterampilan-keterampilan sosial tersebut meliputi kemampuan berkomunikasi, menjalin hubungan dengan orang lain, mendengarkan pendapat atau keluhan orang lain, memberi atau menerima feedback , memberi atau menerima kritik, bertindak sesuai norma dan aturan yang berlaku, dsb. Apabila keterampilan sosial dapat dikuasai oleh remaja pada fase tersebut maka ia akan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Hal ini berarti pula bahwa sang remaja tersebut mampu mengembangkan aspek psikososial dengan maksimal. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa keterampilan sosial merupakan kemampuan seseorang untuk berani berbicara, mengungkapkan setiap perasaan atau permasalahan yang dihadapi sekaligus menemukan penyelesaian yang adaptif, memiliki tanggung jawab yang cukup tinggi dalam segala hal, penuh pertimbangan sebelum melakukan sesuatu, mampu menolak dan menyatakan ketidaksetujuan terhadap pengaruh-pengaruh negatif dari lingkungan.
Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan keterampilan sosial mahasiswa baru angkatan 2013 program studi Bimbingan dan konseling FKIP UHO. KAJIAN PUSTAKA Keterampilan Sosial Secara verbal maupun nonverbal sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada pada saat itu, di mana keterampilan ini merupakan perilaku yang dipelajari. Remaja dengan keterampilan sosial akan mampu mengungkapkan perasaan baik positif maupun negatif dalam hubungan interpersonal, tanpa harus melukai orang lain ( Hargie, Saunders, & Dickson dalam Gimpel & Merrel, 1998). Libet dan Lewinsohn (dalam Cartledge dan Milburn,1995) mengemukakan bahwa keterampilan sosial sebagai kemampuan yang kompleks untuk menunjukan perilaku yang baik dinilai secara positif atau negatif oleh lingkungan, dan jika perilaku itu tidak baik akan diberikan punishment oleh lingkungan. Kelly (dalam Gimpel & Merrel, 1998) mendefinisikan keterampilan sosial sebagai perilaku-perilaku yang dipelajari, yang digunakan oleh individu pada situasi-situasi interpersonal dalam
Ciri-ciri Keterampilan Sosial Gresham & Reschly (dalam Gimpel dan Merrell, 1998) mengidentifikasikan keterampilan sosial dengan beberapa ciri, antara lain: 1) Perilaku Interpersonal. Perilaku interpersonal adalah perilaku yang menyangkut keterampilan yang digunakan selama melakukan interaksi sosial yang disebut dengan keterampilan menjalin persahabatan. 2) Perilaku yang berhubungan dengan diri sendiri. Perilaku ini merupakan ciri dari seorang yang dapat mengatur dirinya sendiri
27
dalam situasi sosial, seperti : keterampilan menghadapi stres, memahami perasaan orang lain, mengontrol kemarahan dan sebagainya. 3) Perilaku yang behubungan dengan kesuksesan akademis. Perilaku ini berhubungan dengan hal-hal yang mendukung prestasi belajar di sekolah, seperti : mendengarkan guru, mengerjakan pekerjaan sekolah dengan baik dan mengikuti aturan-aturan yang berlaku di sekolah. 4) Penerimaan teman sebaya. Hal ini didasarkan bahwa individu yang mempunyai keterampilan sosial yang rendah akan cenderung ditolak oleh teman-temannya, karena mereka tidak dapat bergaul dengan baik. Beberapa bentuk perilaku yang dimaksud adalah: memberi dan menerima informasi, dapat dengan tepat menangkap emosi orang lain dan sebagainya. 5) Keterampilan berkomunikasi. Keterampilan ini sangat diperlukan untuk menjalin hubungan sosial yang baik, berupa pemberian umpan balik dan perhatian terhadap lawan bicara dan menjadi pendengar yang responsif. Adapun ciri-ciri individu yang memiliki keterampilan sosial, menurut Hurlock (1994) adalah orang yang berani berbicara, memberi pertimbangan yang mendalam, memberikan respon yang lebih cepat, memberikan jawaban secara lengkap, mengutarakan bukti-bukti yang dapat meyakinkan orang lain, tidak mudah menyerah, menuntut hubungan timbal balik, serta lebih terbuka dalam mengekspresikan dirinya.
peraturan dan batasan-batasan yang ada, dapat menerima kritikan dengan baik. 3) Kemampuan akademis (academic), ditunjukan melalui pemenuhan tugas secara mandiri, meyelesaikan tugas individual, menjalankan arahan guru dengan baik. 4) Kemampuan (compliance), menunjukanremaja yang dapat mengikuti peraturan dan harapan, menggunakan waktu dengan baik, dan membagikan sesuatu. 5) Perilaku assertive (assertion), didominasi oleh kemampuan-kemampuan yang membuat seorang remaja dapat menampilkan perilaku yang tepat dalam situasi yang diharapkan. Pola perilaku keterampilan sosial mahasiswa seperti pada tabel berikut. Tabel 1. Dimensi Umum Keterampilan Sosial Dimensi
Pola Perilaku
Hubungan dengan teman sebaya (peer relation)
Interaksi sosial, prososial, empati, partisipasi sosial, sociability-leadership, kemampuan sosial pada teman sebaya. Kontrol diri, kompetensi sosial, tanggung jawab sosial, peraturan, toleransi terhadap frustasi. Penyesuaian sekolah, kepedulian pada peraturan sekolah, orientasi tugas, tanggung jawab akademis, kepatuhan di kelas, murid yang baik. Kerjasama secara sosial, kompetensi, cooperationcompliance. Keterampilan sosial asertif, social initiation, social activator, gutsy
Manajemen Diri (selfmanagement) Kemampuan akademis (academic)
Dimensi Keterampilan Sosial Caldarella dan Merrel (dalam Gimpel & Merrel,1998) mengemukakan 5 (lima) dimensi paling umum yang terdapat dalam keterampilan sosial yaitu : 1) Hubungan dengan teman sebaya (peer relation), ditunjukkan melalui perilaku yang positif terhadap teman sebaya seperti memuji atau menasehati orang lain, menawarkan bantuan kepada orang lain, dan bermain bersama orang lain. 2) Manajemen diri (self-management), merefleksikan remaja yang memiliki emosional yang baik, yang mampu untukmengontrol emosinya, mengikuti
Kepatuhan (compliance) Perilaku Asertif
Mahasiswa Baru Mahasiswa sangat erat kaitannya dengan perguruan tinggi. Istilah „mahasiswa „ ditujukan bagi orang-orang yang menuntut ilmu di perguruan tinggi. Ketika seseorang memasuki dunia perkuliahan, maka akan muncul sebutan sebagai mahasiswa baru. Gunarsa (2004)
28
menjelaskan bahwa jika seseorang mengikuti pendidikan dari sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas (SMA) sesuai dengan usia normal (usia seharusnya), maka pada umur 18 tahun maka ia akan masuk perguruan tinggi. Namun ada juga mahasiswa yang masuk pergurun tinggi lebih awal atau terlambat dari usia yang seharusnya. Sehingga mahasiswa yang masuk di perguruan tinggi digolongkan pada remaja akhir. Menurut Santrock (2007) bahwa mahasiswa baru merupakan status yang disandang oleh mahasiswa ditahun pertama kuliahnya.
diri), A (agak menggambarkan diri), STS (sangat tidak sesuai menggabarkan diri). Teknik Analisis Data Data yang telah terkumpul selanjutnya dianalisis secara deskriptif dalam bentuk persentase, yaitu menampilkan jumlah responden pada kategori keterampilan sosial tertentu baik skor pada setiap butir pernyataan maupun skor keseluruhan. Adapun skor untuk butir favorable adalah sebagai berikut : SS (sangat sesuai menggambarkan diri) skor 4 S (sesuai menggambarkan diri) skor 3 A (agak menggambarkan diri) skor 2 STS (sangat tidak menggambarkan diri) skor 1
METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Halu Oleo. Waktu penelitian dilaksanakan selama 1 (satu) bulan yaitu dimulai dari tanggal 15 November sampai 15 Desember 2013.
Untuk skor unfavorable adalah sebagai berikut : SS (sangat sesuai menggambarkan diri) skor 1 S (sesuai menggambarkan diri) skor 2 A (agak menggambarkan diri) skor 3 STS (sangat tidak menggambarkan diri) skor 4 Selanjutnya skor keseluruhan menggambarkan kemampuan keterampilan sosial atas keseluruhan aspek dengan kategori sebagai berikut :
Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah semua mahasiswa baru angkatan 2013 Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP UHO yang berjumlah 87 orang. Besarnya ditentukan sebesar 40 persen dari jumlah populasi, sehingga diperoleh jumlah sampel sebanyak 35 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik acak sederhana.
Tabel 2. Kategori Kemampuan Keterampilan Sosial Berdasarkan Skor Total Interval Skor Keterampilan Kategori Keterampilan Sosial Sosial 20 - 35 Sangat Kurang 36 - 50 Kurang 51 - 65 Baik 66 - 80 Sangat Baik
Instrumen Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan angket berbentuk skala likert. Metode angket berdasarkan pada asumsi bahwa : (a) subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya; (b) apa yang diketahui oleh subjek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya; (c) interpretasi subjek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepadanya adalah sama. Angket keterampilan sosial berisi 20 butir, yang terdiri dari butir favorable dan butir unfavorable. Berbentuk skala likert dengan kategori pilihan antara lain SS (sangat sesuai menggambarkan diri), S (sesuai menggambarkan
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Keterampilan Sosial Berdasarkan Tiap Butir Pernyataan Berdasarkan hasil penelitian tentang keterampilan sosial mahasiswa baru angkatan tahun 2013 pada Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Halu Oleo diperoleh data dari 20 butir pernyataan sebagaimana pada tabel berikut ini.
29
Tabel 3.
Butir
Data Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Pernyataan Tentang Keterampilan Sosial. Skor 4 JumPersenlah tase
Skor 3 JumPersenlah tase
Skor 2 Jum- Persenlah tase
Skor pada Masing-masing Butir
Skor 1 Jum- Persenlah tase
Total JumPersenlah tase
1 2
9 11
25.70 31.40
23 22
65.70 62.90
3 2
8.6
0
0
35
100
5.7
0
0
35
100
3
17
48.60
10
28.60
6
17.1
2
5.7
35
100
4
7
20.00
21
60.00
7
20
0
0
35
100
5
5
14.30
11
31.40
15
42.9
4
11.4
35
100
6
9
25.70
10
28.60
11
31.4
5
14.3
35
100
7 8
18 9
51.40 25.70
10 23
28.60 65.70
7 3
20
0
0
35
100
8.6
0
0
35
100
9 10
12 13
34.30 37.10
16 15
45.70 42.90
7 7
20
0
0
35
100
20
0
0
35
100
11
3
8.60
12
34.30
19
54.3
1
2.9
35
100
12
17
48.60
16
45.70
2
5.7
0
0
35
100
13
5
14.30
15
42.90
13
37.1
2
5.7
35
100
14
18
51.40
12
34.30
5
14.3
0
0
35
100
15 16
17 7
48.60 20.00
14 21
40.00 60.00
4 7
11.4
0
0
35
100
20
0
0
35
100
17 18
3 4
8.60 11.40
16 18
45.70 51.40
11 11
31.4
5
14.3
35
100
31.4
2
5.7
35
100
19
6
17.10
10
28.60
14
40
5
14.3
35
100
20
6
17.10
11
31.40
14
40
4
11.4
35
100
Sumber : Data Primer (diolah), 2013. Tabel di atas menunjukkan bahwa pada butir 1 sebahagian besar responden atau 65,70 persen menyatakan sesuai menggambarkan diri dengan pernyataan mendahulukan dalam memberikan perhatian kepada teman yang mengalami musibah, daripada kepentingan pribadi yang tidak cukup penting, 25,70 persen menyatakan sangat sesuai menggambarkan diri, 8,60 persen responden menyatakan agak sesuai menggambarkan diri, dan tidak satupun responden yang menyatakan sangat tidak sesuai menggambarkan diri. Hal ini menunjukkan hal yang positf bagi keterampilan sosial, karena pada umumnya responden memilih untuk mengeyampingkan kepentingan pribadi yang tidak cukup penting, artinya keterampilan sosial mahaiswa baru program studi Bimbingan dan Konseling termasuk dalam kategori baik.
Pada butir 2 menunjukkan bahwa sebesar 62,90 persen responden menyatakan sesuai menggambarkan diri dengan pernyataan berusaha untuk menjaga hubungan pertemanan dan persahabatan dengan baik, walaupun bagi saya teman (ataupun sahabat) tersebut kadang menyebalkan, 31,40 persen responden menyatakan sangat sesuai menggambarkan diri, 5,70 persen responden menyatakan agak sesuai menggambarkan diri, dan tidak satupun responden yang menyatakan sangat tidak sesuai menggambarkan diri. Hal ini menunjukkan bahwa pada umumnya responden membutuhkan dan selalu menjaga hubungan pertemanan dengan orang lain (hubungan sosial) dengan baik. Dengan demikian keterampilan sosial mahasiswa baru program studi Bimbingan dan Konseling dari aspek ini dapat dikatakan pada umumnya baik. 30
Butir 3 yaitu mencari teman atau sahabat atas dasar bisa mendapatkan keuntungan bagi saya hal tersebut wajar menunjukkan sebesar 48,60 persen responden menyatakan sangat tidak sesuai menggambarkan diri, sebesar 28,60 persen responden menyatakan agak sesuai menggambarkan diri, 17,1 10 persen menyatakan sesuai menggambarkan diri, dan hanya 5,70 persen yang menyatakan sangat sesuai menggambarkan diri. Hal ini menunjukkan bahwa pada umumnya mahasiswa baru program studi Bimbingan dan Konseling dalam menjalin hubungan sosial (pertemanan) lebih mengutamakan adanya hubungan sosial yang baik tanpa didasari oleh peroleh keuntungan pribadi, sehingga dapat dikatakan bahwa keterampilan sosial mahasiswa baru program studi Bimbingan dan Konseling pada aspek ini pada umumnya berada dalam kategori baik. Butir 4 yaitu saya mampu menjadi teman yang dapat memberikan pengaruh yang positif bagi teman atau sahabat saya menunjukkan sebesar 60 persen responden menyatakan sesuai menggambarkan diri, 20 persen menyatakan sangat sesuai menggambarkan diri, dan 20 persen lainnya menyatakan agak sesuai menggambarkan diri, serta nol persen yang menyatakan sangat tidak sesuai menggambarkan diri. Kondisi ini menunjukkan bahwa pada umumnya mahasiswa baru program studi Bimbingan dan Konseling memiliki keterampilan sosial yang baik pada aspek ini. Butir 5 yaitu di masa sekarang saya mudah mengalami stres, dikarenakan masalah yang saya rasakan lebih berat dan saya kesulitan untuk menemukan cara mengatasinya menunjukkan sebesar 42,90 persen responden menyatakan sesuai menggambarkan diri, 31,40 persen responden menyatakan agak sesuai menggambarkan diri, 14,30 persen responden menyatakan sangat tidak sesuai menggambarkan diri, dan hanya 11,40 persen yang menyatakan sangat sesuai menggambarkan diri. Hal ini menunjukkan bahwa keterampilan sosial mahasiswa baru program studi Bimbingan dan Konseling pada aspek ini dengan kategori kurang masih cukup tinggi. Butir 6 yaitu bagi saya sulit mengemban tugas sebagai mahasiswa, karena harus mampu
menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan tidak menjadi kekanakan lagi, menunjukkan sebesar 31,40 persen responden menyatakan sesuai menggambarkan diri, 28,60 persen menyatakan agak sesuai menggambarkan diri, 25,70 persen menyatakan sangat tidak sesuai menggambarkan diri, dan hanya 14,30 persen yang menyatakan sangat sesuai menggambarkan diri. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun secara keseluruhan keterampilan sosial mahasiswa baru program studi Bimbingan dan Konseling pada aspek ini termasuk dalam kategori baik dan sangat baik yaitu 28,60 persen dan 25,70 persen), namun yang masuk dalam kategori kurang dan sangat kurang masih cukup tinggi yaitu 31,40 persen dan 14,30 persen. Butir 7, yaitu saya terlebih dulu mencoba berpikir manfaat positifnya, jika ada suatu tindakan yang akan saya lakukan, menunjukkan sebesar 51,40 persen responden menyatakan sangat sesuai menggambarkan diri, 28,60 persen menyatakan sesuai menggambarkan diri, 20 persen menyatakan agak sesuai menggambarkan diri, dan nol persen yang menyatakansangat tidak sesuai menggambarkan diri. Hal ini menunjukkan bahwa sebahagian besar mahasiswa baru program studi Bimbingan dan Konseling memiliki keterampilan sosial yang sangat baik pada aspek ini, dan tidak ada responden yang sangat kurang. Butir 8, yaitu saya sadar bahwa tidak semua tingkah laku saya adalah benar, sehingga jika ada teman atau sahabat yang menegur dan memberikan saran untuk kebaikan saya berusaha untuk mengikuti. Untuk pernyataan ini sebesar 65,70 persen responden menyatakan sesuai menggambarkan diri, 25,70 persen menyatakan sangat sesuai menggambarkan diri, 8,60 persen menyatakan agak sesuai menggambarkan diri, dan tidak seorangpun responden yang menyatakan sangat tidak sesuai menggambarkan diri. Hal ini menunjukan bahwa pada umumnya mahasiswa baru program studi Bimbingan dan Konseling memiliki keterampilan sosial yang baik pada aspek ini. Butir 9, yaitu saya merasa kesulitan mengikuti aturan-aturan perkuliahan, menunjukkan bahwa sebesar 45,70 persen responden menyatakan agak sesuai
31
menggambarkan diri, 34,30 persen menyatakan sangat tidak sesuai menggambarkan diri, 20 persen menyatakan sesuai menggambarkan diri, dan tidak seorangpun responden yang menyatakan sangat sesuai menggambarkan diri. Hal ini mengisyarakatkan bahwa pada umumnya mahasiswa baru program studi Bimbingan dan Konseling dapat mengikuti aturan-aturan perkuliahan yang berarti bahwa keterampilan sosial responden pada umumnya baik pada aspek ini. Butir 10 yaitu Saya berusaha menyelesaikan tugas kuliah dengan baik dan tepat waktu, menunjukkan sebesar 42,90 persen responden menyatakan sesuai menggambarkan diri, 37,10 persen menyatakan sangat sesuai menggambarkan diri, 20 persen menyatakan agak sesuai menggambarkan diri, dan tidak seorangpun responden yang menyatakan sangat tidak sesuai menggambarkan diri. Hal ini menunjukkan bahwa pada umumnya responden dapat menyelesaikan tugas kuliah dengan baik dan tepat waktu yang berarti bahwa pada umumnya keterampilan sosial responden pada aspek ini adalah baik. Butir 11 yaitu saya lebih menyenangi mengisi waktu luang di kampus dengan mengerjakan tugas, membaca catatan kuliah atau ke perpustakaan mencari bahan materi kuliah daripada melakukan hal-hal lain yang kurang bermanfaat. Untu pernyataan ini sebesar 54,30 persen responden menyatakan agak sesuai menggambarkan diri, 34,30 persen responden menyatakan sesuai menggambarkan diri, 8,60 persen responden menyatakan sangat sesuai menggambarkan diri, dan hanya 2,90 persen responden yang menyatakan sangat tidak sesuai menggambarkan diri. Hal ini mengisyaratkan bahwa sebahagian besar mahasiswa baru program studi Bimbingan dan Konseling belum dapat memanfaatkan waktu luangnya untuk keperluan perkuliahannya. Dengan demikian pada aspek ini keterampilan sosial responden masih kurang. Butir 12 yaitu saya telah merencanakan target untuk menyelesaikan kuliah dan menjadi sarjana, sehingga memotivasi saya selama ini dalam belajar. Untuk pernyataan ini menunjukkan sebesar 48,60 persen responden menyatakan sangat sesuai menggambarkan diri, 45,70 persen menyatakan sesuai menggambarkan diri, 5,70
persen menyatakan agak sesuai menggambarkan diri, dan tidak seorangpun responden yang menyatakan sangat tidak sesuai menggambarkan diri. Hal inimemgisyarakatkan bahwa motivasi responden untuk menyelesaikan studi sesuai target pada umumnya sangat tinggi, sehingga dapat dikatakan bahwa pada aspek ini keterampilan sosial responden termasuk sangat baik. Butir 13 yaitu saya mampu menunjukan kerjasama yang baik dalam mengerjakan tugastugas kuliah bersama teman-teman. Untuk pernyataan ini menunjukkan sebesar 42,90 persen responden menyatakan sesuai menggambarkan diri, 37,10 persen menyatakan agak sesuai menggambarkan diri, 14,30 persen menyatakan sangat sesuai menggambarkan diri, dan 5,70 persen responden menyatakan sangat tidak sesuai menggambarkan diri. Kondisi ini mengisyarakatkan bahwa pada umumnya mahasiswa baru program studi Bimbingan dan Konseling dapat bekerja sama dengan baik dalam penyelesaian tugas-tugas kuliah, yang berarti umumnya mahasiswa baru program studi Bimbingan dan Konseling memiliki keterampilan sosial yang baik, namun yang memiliki keterampilan sosial yang kurang juga masih cukup tinggi yang mencapai 37,10 persen. Butir 14 yaitu saya merasa kesulitan bekerjasama dengan teman kelompok dalam menyelesaikan tugas, karena pendapat saya diterima. Untuk butir ini menunjukkan sebesar 51,40 persen responden menyatakan sangat tidak sesuai menggambarkan diri, 34,30 persen menyatakan agak sesuai menggambarkan diri, 14,30 persen menyatakan sesuai menggambarkan diri, dan tidak seorangpun responden yang menyatakan sangat sesuai menggambarkan diri. Keadaan ini mengisyaratkan bahwa pada umumnya mahasiswa baru program studi Bimbingan dan Konseling dapat bekerja sama dengan teman kelompok dalam menyelesaikan tugas, yang berarti bahwa pada aspek ini keterampilan sosial mahasiswa baru program studi Bimbingan dan Konseling sangat baik. Butir 15 yaitu saya mampu dengan mudah menyesuaikan diri pada lingkungan tempat tinggal sekarang. Untuk pernyataan ini sebesar 48,60 persen responden menyatakan
32
sangat sesuai menggambarkan diri, 40 persen menyatakan sesuai menggambarkan diri, 11,40 persen menyatakan agak sesuai menggambarkan diri, dan tidak seorangpun responden yang menyatakan sangat tidak sesuai menggambarkan diri. Hal ini menunjukkan bahwa pada umumnya mahasiswa baru program studi Bimbingan dan Konseling memiliki keterampilan sosial yang sangat baik dari aspek penyesusian diri pada lingkungan tempat tinggal. Butir 16 yaitu walaupun ada teman yang memusuhi saya, tetapi jika teman tersebut mengalami musibah saya tetap akan memberikan perhatian. Untuk pernyataan ini sebesar 60 persen responden menyatakan sesuai menggambarkan diri, 20 persen menyatakan sangat sesuai menggambarkan diri, 20 persen menyatakan agak sesuai menggambarkan diri, dan tidak seorangpun responden yang menyatakan sangat tidak sesuai menggambarkan diri. Hal ini menunjukkan bahwa keterampilan sosial mahasiswa baru program studi Bimbingan dan Konseling dari aspek ini pada umumnya baik. Butir 17 yaitu saya berusaha menolak dengan cara yang baik, jika ada seorang teman mengajak untuk menyontek saat ujian di kelas. Untuk pernyataan ini menunjukkan sebesar 45,70 persen responden menyatakan sesuai menggambarkan diri, 31,40 persen menyatakan agak sesuai menggambarkan diri, 14,30 persen menyatakan sangat tidak sesuai menggambarkan diri, dan hanya 8,60 persen yang menyatakan sangat sesuai menggambarkan diri. Hal ini menunjukkan bahwa pada umumnya mahasiswa baru program studi Bimbingan dan Konseling memiliki keterampilan sosial yang baik ditinjau dari aspek ini, namun yang memiliki keterampilan sosial kurang juga relatif masih cukup tinggi. Butir 18 yaitu saya sulit menampilkan tingkah laku sebagai orang dewasa yang bertanggung jawab. Untuk pernyataan ini sebesar 51,40 persen responden menyatakan agak sesuai menggambarkan diri, 31,40 persen menyatakan sesuai menggambarkan diri, 11,40 persen menyatakan sangat tidak sesuai menggambarkan diri, dan hanya 5,70 persen yang menyatakan sangat sesuai menggambarkan diri. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa
baru program studi Bimbingan dan Konseling memiliki keterampilan sosial yang baik dari aspek ini, dan yang memiliki keterampilan sosial kurang masih relatif cukup tinggi yang mencapai 31, 40 persen. Butir 19 yaitu jika dalam kelompok diskusi, saya diminta oleh teman-teman kelompok untuk memimpin diskusi, maka saya akan lakukan dengan penuh rasa tanggung jawab. Untuk pernyataan ini sebesar 40 persen responden menyatakan agak sesuai menggambarkan diri, 28,60 persen menyatakan sesuai menggambarkan diri, 17,10 persen menyatakan sangat sesuai menggambarkan diri, dan hanya 14,30 persen menyatakan sangat tidak sesuai menggambarkan diri. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa baru program studi Bimbingan dan Konseling memiliki keterampilan sosial yang baik dan sangat baik dari aspek ini, namun demikian yang memiliki keterampilan sosial kurang relative masih cukup tinggi yang mencapai 40persen. Butir 20 yaitu saya ragu untuk mengatakan IYA pada sesuatu yang saya anggap baik dan benar. Untuk pernyataan ini sebesar 40 persen responden menyatakan sesuai menggambarkan diri, 31,40 persen menyatakan agak sesuai menggambarkan diri, 17,10 persen menyatakan sangat tidak sesuai menggambarkan diri, dan hanya 11,40 persen yang menyatakan sangat sesuai menggambarkan diri. Hal ini menunjukkan bahwa pada umumnya mahasiswa baru program studi Bimbingan dan Konseling memiliki keterampilan sosial yang kurang dari aspek ini. Keterampilan Sosial Mahasiswa Baru Tahun 2013 Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP UHO. Berdasarkan hasil analisis data penelitian tentang keterampilan sosial mahasiswa baru program studi Bimbingan dan Konseling, di mana skor keseluruhan butir pernyataan dijumlahkan sehingga diperoleh skor total keterampilan sosial diperoleh data kemampuan keterampilan sosial berdasarkan kategori kemampuan keterampilan sosial sebagaimana pada tabel di bawah ini.
33
Tabel 4. Klasifikasi Kemampuan Keterampilan Sosial Mahasiswa Baru tahun 2013 Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP UHO. Interval Skor Keterampilan Kategori Jumlah Persentase Sosial Keterampilan Sosial Responden 20 – 35 Sangat Kurang 0 0 36 – 50 Kurang 2 5.71 51 – 65 Baik 28 80.00 66 – 80 Sangat Baik 5 14.29 Jumlah 35 100.00 Berdasarkan tabel 4 di atas tampak bahwa jika dilihat dari keseluruhan aspek keterampilan sosial menunjukkan 80 persen responden memiliki keterampilan sosial dengan kategori baik, kemudian sebesar 5 persen responden yang memiliki keterampilan sosial yang sangat baik, dan hanya 5,71 persen responden yang memiliki keterampilan sosial yang kurang, dan tidak terdapat responden yang memiliki keterampilan sosial sangat kurang. Hal ini menunjukan bahwa secara umum mahasiswa baru program studi bimbingan dan konseling memiliki keterampilan sosial yang memadai ( kategori baik ) dalam menghadapi situasi dan lingkungan yang baru mereka hadapi, antara lain : kemampuan hubungan dengan temansebaya, kemampuan manajemen diri, kemampuan dalam akademik, kemampuan mematuhi aturan dan nilai yang berlaku dan kemampuan menyatakan pikiran dan pendapat secara terbuka dan tegas (Caldarella dan Merrel dalam Gimpel & Merrel,1998).
Cartledge, G dan Milburn,J.F, 1995, Teaching Social Skills to Children and Youth. Allyn & Bacon, Massachussetts. Hadi, S, 2000. Statistik II. Cetakan ke 17.Andi Offset, Yogyakarta. , 2002. Metodologi Research II. Cetakan ke 27. Andi Offset Yogyakarta. Hurlock, E, 1973. Adolescence Develpoment. Fourth Edition. McGraw – Hill Kogakusha, Tokyo. ,
,1994. Psikologi Perkembangan. Suatu Perkembangan Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi ke Lima.Erlangga, Jakarta.
Jersild, Arthur, 1978. Psichology of Adolescence. Third Edition. McMillan International Edition. Kerlinger, F.N, 1990. Asas-Asas Penelitian Behavioral. Edisi ke 3 (terjemahan). Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sebagian besar mahasiswa baru program studi Bimbingan dan Konseling FKIP UHO termasuk dalam kategori baik, dan hanya sebagian kecil yang memiliki keterampilan sangat baik dan kurang, serta tidak ada mahasiswa yang memiliki keterampilan sosial sangat kurang.
Merrel, K.W dan Gimpel,G.A, 1998. Social Skills of Childre and Addlesseat : Conseptualization, Assesment, Treatment. Mahwan, NJ : Elbaum. Monks, F.J.Knoers, A.M.P & Haditono, S.R, 1994. Psikologi Perkembangan. Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Cetakan kesembilan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
DAFTAR PUSTAKA
Mu‟tadin, Zainun, 2006. Pengantar Psikologi Sosial. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Azwar, S, 1997. Reliabilitas dan Validitas. Pustaka Pelajar, Yogyakarta
34
Nirwani,
Nura Puspa, 2012. Perbedaan Keterampilan Sosial Anak Laki-Laki dan Perempusn (Skripsi USU), tidak diterbitkan.
Thornburg, H.D, 1982. Development in Adolescence. Second Editon. Cole Publishing Company Monterey, California.
Santrock, J.W, 1999. Life ? Span Development. Seventh Edition. McGraw –HillInc, New York.
Pikunas, J, 1976. Human Development :An Emergent Science. Third Edition. McGraw – Hill Kogakusha LTD, Tokyo.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Administrasi. Alfabeta, Bandung.
35
PENGARUH BUDAYA ORGANISASI, GAYA KEPEMIMPINAN, KEPUASAN KERJA TERHADAP KINERJA GURU (Studi Kausal Pada SMP Negeri Di Kota Baubau) Oleh: Nanik Hindaryatiningsih1 Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh budaya organisasi, gaya kepemimpinan, kepuasan kerja terhadap kinerja guru. Penelitian ini dilaksanakan selama 2 (dua) bulan yaitu bulan Oktober sampai dengan Nopember 2013 di SMPN di Kota Baubau. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode survey. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen penelitian berbentuk kuesioner, kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis jalur. Sampel penelitian sebanyak 123 orang guru yang dipilih secara simple random sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) budaya organisasi berpengaruh langsung terhadap kepuasan kerja, (2) gaya kepemimpinan berpengaruh langsung terhadap kepuasan kerja, (3) budaya organisasi berpengaruh langsung terhadap kinerja (4) gaya kepemimpinan berpengaruh langsung terhadap kinerja, (5) kepuasan kerja berpengaruh langsung terhadap kinerja, (6) budaya organisasi berpengaruh tidak langsung terhadap kinerja melalui kepuasan kerja, (7) gaya kepemimpinan berpengaruh tidak langsung terhadap kinerja melalui kepuasan kerja. Temuan ini meyakinkan bahwa perubahan atau variasi kinerja guru dipengaruhi oleh budaya organisasi, gaya kepemimpinan, dan kepuasan kerja. Kata Kunci: Budaya Organisasi, Gaya Kepemimpinan, Kepuasan Kerja, Kinerja.
optimal seperti yang diharapkan. Kondisi ini terjadi, tentu saja bukan tanpa sebab. Tidak hanya faktor yang berkaitan dengan masalah-masalah kepegawaian yang menjadi penyebabnya, tetapi menyangkut keseluruhan sistem yang ada. Beberapa faktor yang potensial secara teoretik seperti model “integratif perilaku organisasi” yang dikembangkan oleh Colquitt et al (2009:8)., kinerja seorang pegawai atau individual outcome dipengaruhi oleh mekanisme organisasi, karakteristik individu, mekanisme group, dan mekanisme individual Mekanisme organisasi antara lain, seperti: budaya organisasi dan struktur organisasi. Mekanisme group, terdiri dari: gaya kepemimpinan, perilaku pemimpin, kerja tim, dan karakteristik tim. Sedangkan karakteristik individu, meliputi: nilai budaya dan kemampuan individu. Mekanisme individu, antara lain berupa kepuasan kerja, stres, motivasi kerja, trust, dan decision making. Berangkat dari model “integratif perilaku organisasi” Colquitt et al. tersebut, dapat disimpulkan bahwa secara langsung atau tidak
PENDAHULUAN Kemajuan suatu pembangunan bangsa, salah satunya ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia. Pendidikan memiliki peran sangat penting dalam menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Di era globalisasi yang penuh persaingan, guru dituntut bekerja secara profesional dan mengembangkan kemampuannya sesuai kompetensi yang dimiliki. Kinerja guru merupakan tolok ukur dari hasil prestasi yang telah diraih oleh seorang yang berprofesi sebagai guru. Menurut Qolquitt, et al (2009:37)., kinerja diartikan sebagai “ the value of the set of employee behaviors that contribute, either positively or negatively, to organizational goal accomplishment? (nilai dari seperangkat perilaku karyawan yang berkontribusi baik positif atau negatif terhadap tercapainya tujuan organisasi). Saat ini masalah-masalah pendidikan semakin kompleks, sehingga pemerintah terus mengoptimalkan kinerja guru. Namun demikian, kinerja guru sampai dengan saat ini masih belum 1
Dosen FKIP Universitas Halu Oleo 36
langsung kinerja guru dipengaruhi oleh faktorfaktor seperti budaya organisasi, gaya kepemimpinan, dan kepuasan kerja. Faktor-faktor tersebut perlu mendapat perhatian para pemimpin pendidikan dalam upaya untuk meningkatkan kinerja guru. Dengan demikian, penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui pengaruh budaya organisasi, gaya kepemimpinan, dan kepuasan kerja terhadap kinerja.
Sekolah adalah sebuah organisasi. Sebagai organisasi, sekolah tentu memiliki budaya organisasi yaitu budaya sekolah yang berupa sekumpulan nilai-nilai, keyakinan, pola perilaku yang membentuk ciri khas dari sebuah organisasi sekolah. Maslowski (2001:8-9), menyatakan bahwa budaya sekolah adalah asumsi dasar, norma, nilai-nilai, dan artefak budaya yang dihayati semua anggota sekolah yang mempengaruhi fungsinya di sekolah Selanjutnya, Maslowski menjelaskan budaya sekolah mencakup tiga aspek, yaitu isi (content), keseragaman (homogenity), kekuatan (strength) Isi budaya menunjuk pada tipologi budaya seperti kolaboratif, berorientasi prestasi dan sebagainya. Keseragaman budaya berupa asumsi norma dan nilai serta warisan budaya yang dihayati oleh anggota organisasi. Keseragaman budaya hanya terjadi jika para anggota organisasi memilki asumsi yang sama terhadap norma dan nilai-nilai serta segala bentuk budaya sekolah. Kekuatan budaya ditandai dengan kontrol sosial dan formal pada ketaatan terhadap norma dan nilai-nilai yang ada. Jika kekuatan budaya lemah maka kontrol sosial dan sangsi terhadap pelanggaran norma/nilai juga lemah. Dari analisa teori Maslowski, budaya organisasi berpengaruh langsung terhadap kinerja guru. Budaya sekolah berhubungan dengan perilaku guru. Sekolah yang memiliki budaya sekolah yang kuat untuk maju, maka dengan sendirinya anggota organisasi sekolah akan berupaya untuk bekerja dan memberikan pelayanan yang terbaik dalam upaya meningkatkan kinerjanya.
PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian singkat pada pendahuluan, maka dapat dikemukakan beberapa permasaalahan penelitian, yaitu: (1) Apakah terdapat pengaruh langsung budaya organisasi terhadap kepuasan kerja? (2) Apakah terdapat pengaruh langsung gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja? (3) Apakah terdapat pengaruh langsung budaya organisasi terhadap kinerja? (4) Apakah terdapat pengaruh langsung gaya kepemimpinan terhadap kinerja? (5) Apakah terdapat pengaruh langsung kepuasan kerja terhadap kinerja? (6) Apakah terdapat pengaruh tidak langsung budaya organisasi terhadap kinerja melalui kepuasan kerja? (7) Apakah terdapat pengaruh tidak langsung gaya kepemimpinan terhadap kinerja melalui kepuasan kerja? TINJAUAN PUSTAKA Budaya Organisasi Menurut Robbins dan Judge (2007:511)., organizational culture is a system of shared meaning held by members that distinguishes the organization from other organizations (sistem berbagi nilai yang dilakukan oleh para anggota organisasi yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lain) Dari pendapat ahli tersebut, dapat disintesiskan bahwa budaya organisasi adalah asumsi dasar yang dianut dan dilaksanakan oleh anggota organisasi yang berhubungan dengan norma, nilai-nilai, dan aturan yang menjadi pedoman dan kontrol sosial perilaku anggota organisasi sehingga membedakan organisasi tersebut dengan yang lain.
Gaya Kepemimpinan Menurut Plunkett, Raymond dan Gemmy (2008:444), gaya kepemimpinan adalah suatu tindakan pendekatan dan perilaku pemimpin yang digunakan untuk mempengaruhi orang lain dalam mencapai cita-cita yang diinginkan. Luthans (2008:421) mengelompokkan gaya kepemimpinan menjadi empat, yaitu: (1) kepemimpinan direktif, gaya ini diekspresikan oleh seorang pemimpin yang memberikan pengarahan spesifik agar semua bawahannya mengetahui apa yang diharapkan,(2) kepemimpinan suportif, pemimpin dengan gaya
37
ini memiliki sikap ramah, mudah didekati, dan menunjukkan perhatian yang tulus pada bawahan, (3) kepemimpinan partisipatif, dalam gaya ini seorang pemimpin lebih banyak meminta saran/pendapat dari bawahan dalam setiap pengambilan keputusan, (4) kepemimpinan yang berorientasi pada prestasi, dalam gaya ini pemimpin menetapkan tujuan-tujuan yang bersifat menantang dengan keyakinan karyawan akan memilki kepercayaan diri dalam mencapai tujuan dan memiliki kinerja yang lebih baik. Dari pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan terkait dengan perilaku atau cara seorang pemimpin dalam upaya mempengaruhi dan menggerakkan bawahan untuk melaksanakan segala aktivitas dalam mencapai tujuan organisasi. Gaya kepemimpinan kepala sekolah sangat berperan terhadap keberhasilan guru dalam melaksanakan tugas-tugasnya baik tugas pokok ataupun di luar tugas pokok. Dengan demikian, gaya kepemimpinan berhubungan dengan kinerja guru.
METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menegah Pertama Negeri Baubau. Proses pengumpulan data dilaksanakan selama dua bulan, yaitu Oktober dan Nopember 2013. Sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey dengan teknik analisis data “path analysis? (analisis jalur). Penelitian survey ini mengkaji dan menganalisis keterkaitan antar variabel, serta mengukur pengaruh satu variabel terhadap variabel lainnya. Variabel yang dikaji terdiri dari empat, yaitu: budaya organisasi (X1), gaya kepemimpinan (X2), kepuasan kerja (X3), dan kinerja (X5). Pola hubungan antara variabel bebas dan terikatnya dapat digambarkan sebagai berikut: X 1
X3
Kepuasan Kerja
X4
X2
Menurut Newstrom (2007:204)., “job satisfaction is a set of favorable or unfavorable feelings and emotions with which employeesview their work. Job satisfaction is affective attitude-a feeling of relative like or dislike fowart something? Kepuasan kerja adalah seperangkat perasaan dan emosi menyenangkan dan tidak menyenangkan seseorang dalam memandang pekerjaannya. Kepuasan kerja merupakan sikap afektif, suatu perasaan suka atau tidak suka terhadap sesuatu. Menurut Robbins(2005:85), secara umum karakateristik kepuasan kerja antara lain adalah karaktereristik pekerjaan, pengawasan, gaji, kesempatan promosi, dan hubungan dengan rekan kerja Dari uraian yang disampaikan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan yang dimiliki individu terhadap pekerjaannya. Sedangkan dimensi dalam mengukur kepuasaan kerja terdiri dari perasaan terhadap hubungan dengan rekan kerja, karakteristik pekerjaan, kondisi kerja, dan orientasi pekerjaan.
Gambar 2. Model Hubungan Antar Variabel Populasi bersifat homogen yaitu seluruh guru SMP yang berstatus pegawai negeri Sipil di Kota Baubau. Alasan pemilihan guru-guru SMP karena jumlah komunitasnya cukup banyak, yaitu 659 orang. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara acak sederhana simple random sampling), yaitu berjumlah 123 orang guru. Sedangkan untuk uji coba instrumen diambil sebanyak 30 orang guru. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner yang disusun dalam bentuk butir-butir pernyataan/pertanyaan yang dibangun berdasarkan landasan teori atau indikator ke empat variabel yang hendak diukur (budaya organisasi, gaya kepemimpinan, kepuasan kerja dan kinerja). Skala penilaian yang digunakan menggunakan skala likers yang terdiri dari lima katagori, yaitu: (1) selalu, (2) sering, (3) kadang-kadang, (4) jarang, dan (5) tidak pernah. Instrumen penelitian yang berupa kuesioner terlebih dahulu diuji keabsahan (validity) dan uji keandalan (realibility). Instrumen yang tidak valid dibuang. Kuesioner diedarkan secara langsung pada seluruh guru 38
SMP Negeri yang berstatus PNS di Kota Baubau untuk diisi kemudian di serahkan kembali kepada peneliti. Data penelitian dianalisis dengan menggunakan statistika deskriptif (untuk penyajian data masing-masing dari empat variabel yang diteliti) dan statistika inferensial (untuk menguji hipotesis penelitian) dengan memakai analisa jalur yang sebelumnya dilakukan uji normalitas dan uji linearitas data.
Sesuai dengan variabel yang diteliti, maka deskripsi data berdasarkan data dalam penelitian, terdiri dari: budaya organisasi, gaya kepemimpinan, kepuasan kerja dan knerja. Data tersebut merupakan hasil jawaban responden terhadap kuesioner yang disebarkan. Dengan menggunakan program SPSS for Windows release 17.0, dihasilkan data deskriptif, yaitu: rata-rata (median), variansi, skor maksimum dan minimum. Skor rata-rata, variansi, skor maksimum dan minimum dari masing-masing variabel disajikan pada Tabel 1.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Hasil Penelitian
Tabel 1. Rangkuman Hasil Perhitungan Statistik Deskriptif Variabel
N (Sampel)
X1 X2 X3 X4
123 123 123 123
Min 44 37 45 48
Max 105 90 98 110
SKOR Median 84 70 77 83
Variance 185.230 96.766 155.798 198.209
Setelah dilakukan uji nomalitas dan linearitas yang merupakan persyaratan analisa data dengan path analysis, maka diperoleh hasil populasi berdistribusi normal serta hubungan antara variabel-variabel dalam model signifikan dan linear. Adapun hasil perhitungan koofesien jalur, pengaruh langsung dan tak langsung serta uji signifikansi terlihat dalam tabel 2 dan 3 dibawah ini:
Pengujian Hipotesis Untuk mengetahui pengaruh masingmasing variabel dilakukan analisis hipotesis dengan cara mencari koefisien tiap lintasan dari variabel eksogen ke variabel endogen dengan menggunakan program Lisrel 8.00. Selanjutnya, melakukan uji keberartian koofisien jalur dengan uji-t. Kriteria yang digunakan dalam pengujian adalah jika thitung>ttabel maka dikatakan “signifikan”.
Tabel 2. Hasil Perhitungan Nilai Koofisien Jalur dan Uji Signifikansi Koofisien Jalur Pengaruh X1 X3 X2 X3 X1 X4 X2 X4 X3 X4
Koofisien Jalur 0,281 0,603 0,302 0,363 0,402
t-hitung 2,28 3,54* 3.00* 2,51 5,47*
Ttabel 0,05 0,01 1,98 2,62 1,98 2,62 1,98 2,62 1,98 2,62 1,98 2,62
Kesimpulan Signifikan Sangat Signifikan Sangat Signifikan Signifikan Sangat Signifikan
Tabel 3. Rangkuman Hasil Perhitungan Pengaruh Langsung dan Tak Langsung Pengaruh X1 X3 X2 X3
Pengaruh Langsung 0,281 0,603
Pengaruh Tidak Langsung
Pengaruh Total 0,281 0,603
39
Pengaruh X1 X4 X2 X4 X3 X4
Pengaruh Langsung 0,302 0,363 0,402
Pengaruh Tidak Langsung 0,281x0,402=0,112 0,603x0,402=0,242
Dari tabel 2 dan 3 di atas menunjukkan bahwa: a. Variabel budaya organisasi (X1) berpengaruh langsung positif terhadap kepuasan kerja (X3), hal ini ditunjukkan pada koofisien jalur budaya organisasi terhadap kepuasan kerja sebesar 0,281 mempunyai nilai thitung > ttabel pada α=0,05 atau 2,28>1,98. b. Variabel gaya kepemimpinan (X2) berpengaruh langsung positif terhadap kepuasan kerja (X3), hal ini ditunjukkan pada koofisien jalur budaya organisasi terhadap kepuasan kerja sebesar 0,603, mempunyai nilai thitung >t tabel pada α=0,05 atau 3,54>1,98 dan 3,54> 2,62 pada α=0,01. c. Variabel budaya organisasi (X1) berpengaruh langsung positif terhadap kinerja (X4), hal ini ditunjukkan pada koofisien jalur budaya organisasi terhadap kinerja sebesar 0,302 mempunyai nilai thitung>ttabel pada α=0,05 atau 3,00>1,98 dan 3,00>2,62. Sedangkan pengaruh tidak langsungnya melalui kepuasan kerja (X3) sebesar 0,414 mempunyai nilai t hitung>t tabel pada α=0,05 atau 2,11>1,98 d. Variabel gaya kepemimpinan (X2) berpengaruh langsung terhadap kinerja (X4), hal ini ditunjukkan pada koofisien jalur gaya kepemimpinan terhadap kinerja sebesar 0,363 mempunyai nilai thitung>ttabel pada α=0,05 atau 2,51>1,98. Sedangkan pengaruh tidak langsungnya melalui kepuasan kerja (X3) sebesar 0,605 dengan t hitung>t tabel pada α=0,05 atau 2,97>1,98. e. Variabel kepuasan kerja (X3) berpengaruh langsung terhadap kinerja (X4), hal ini ditunjukkan pada koofisien jalur kepuasan kerja terhadap kinerja sebesar 0,402, mempunyai nilai thitung > ttabel pada α=0,05 atau 5,47 > 1,98 dan 5,47 > 2,62 pada α=0,01. Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui kelima koofisien jalur signifikan, antar variabel eksogen dan endogen terdapat pengaruh langsung
Pengaruh Total 0,414 0,605 0,402
dan tidak langsung. Model akhir dari analisis jalur dapat dilihat pada gambar berikut.
0,302
X1 0,281
0,402
X3
X4
0,603
X2
0,363
Gambar 2. Model Hubungan Antar Variabel PEMBAHASAN Dari hasil pengujian hipotesis ditemukan bahwa budaya organisasi berpengaruh langsung positif terhadap kepuasan kerja. Hasil penelitian ini menemukan besar koofisien jalur antara budaya organisasi terhadap kepuasan kerja sebesar 0,281. Hal ini sesuai dengan model teoretik yang dikatakan Robbins (2006:748), bahwa budaya organisasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Jika dukungan organisasi tinggi maka kepuasan kerja tinggi, begitu pula halnya jika dukungan organisasi rendah maka kepuasan kerja juga rendah Gaya kepemimpinan berpengaruh langsung positif terhadap kepuasan kerja. Hasil penelitian ini menemukan besar koofisien jalur antara gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja sebesar 0,603. Hal ini sesuai dengan model teoretik yang dikembangkan Gibson et al (2006:106), bahwa terdapat lima dimensi yang berkaitan dengan kepuasan kerja yaitu: upah, kesempatan promosi, atasan dan rekan kerja Pemimpin yang memperlakukan bawahannya dengan manusiawi akan berdampak pada terciptanya perasaan positif dalam diri bawahan terhadap atasannya. Perasaan positif yang terbentuk dalam diri bawahan merupakan bentuk
40
kepuasan kerja yang dimiliki atasannya. Hal ini berarti gaya kepemimpinan mempengaruhi kepuasan kerja. Budaya organisasi berpengaruh langsung terhadap kinerja guru-guru SMP Negeri. Hal ini ditunjukkan pada besarnya koofisien jalur antara budaya organisasi terhadap kinerja sebesar 0,281. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendekatan perilaku “integratif model” Colquitt, LePine dan Wesson (2009:9), yang menyatakan bahwa kinerja hubungannya erat dengan perilaku individu dalam organisasi. Organicational culture merekomendasikan bahwa dalam rangka meningkatkan kinerja, disarankan agar setiap organisasi untuk berbagi pengetahuan tentang peraturan-peraturan, norma, dan nilai-nilai yang mengidentifikasi perilaku dan sikap pekerja Gaya kepemimpinan berpengaruh langsung terhadap kinerja guru-guru SMP. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya koofisien jalur antara gaya kepemimpinan terhadap kinerja sebesar 0,363. Temuan penelitian ini sesuai dengan model Daft (1999:93), gaya kepemimpinan berhubungan dan berpengaruh pada peningkatan kinerja Begitu pula Qolquitt (2009:496) menyatakan bahwa kepemimpinan transformational mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja Dari hasil pengujian hipotesis ditemukan besarnya koofesien jalur kepuasan kerja terhadap kinerja guru SMP sebesar 0,402. Ini menunjukkan kepuasan kerja berpengaruh langsung terhadap kinerja guru SMP. Hal ini sesuai dengan pendapat Ebert dan Griffin bahwa “job satisfaction as degree of enjoyment that people drive from performing their jobs” (kepuasan kerja adalah tingkat kepuasan yang dirasakan pekerja yang mendorongnya untuk menghasilkan kinerja. Artinya jika orang terpuaskan dengan keadaan di mana dia bekerja, maka orang tersebut akan meningkatkan kinerjanya. Dari hasil pengujian hipotesis ditemukan besarnya koofesien jalur budaya organisasi terhadap kinerja melalui kepuasan kerja guru SMP sebesar 0,302+0,112=0,414. Ini menunjukkan bahwa budaya organisasi berpengaruh tidak langsung terhadap kinerja melalui kepuasan kerja para guru SMP. Mendukung pendapat Kreitner dan Kinicki
(2000:90), bahwa budaya organisasi berhubungan positif dengan perilaku karyawan Budaya organisasi sekolah yang baik memungkinkan terciptanya suasana kerja yang kondusif, penuh menyenangkan, loyalitas, tanggung jawab terhadap pekerjaannya dan semua itu merupakan indikator kepuasan kerja. Guru yang bekerja dengan suasana batin yang menyenangkan, maka akan semakin giat bekerja untuk meningkatkan kinerjanya. Gaya kepemimpinan berpengaruh tidak langsung terhadap kinerja melalui kepuasan kerja para guru SMP. Dari hasil pengujian hipotesis ditemukan besarnya koofesien jalur gaya kepemimpinan terhadap kinerja melalui kepuasan kerja guru SMP sebesar 0,363+0,242=0,605. Mendukung pendapat Cunningham and Cordeiro (2003:140-141), gaya kepemimpinan mempengaruhi perilaku bawahan Pemimpin yang memperlakukan bawahan dengan baik akan berdampak pada terciptanya perasaan positif bawahan yang merupakan indikator kepuasan kerja. Jika karyawan puas atau merasa senang maka karyawan tersebut lebih semangat bekerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan kinerjanya. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis penelitian dapat disampaikan kesimpulan sebagai berikut: 1. budaya organisasi berpengaruh langsung terhadap kepuasan kerja guru SMP Negeri. 2. gaya kepemimpinan berpengaruh langsung terhadap kepuasan kerja guru SMP. 3. budaya organisasi berpengaruh langsung terhadap kinerja guru SMP. 4. gaya kepemimpinan berpengaruh langsung terhadap kinerja guru SMP. 5. kepuasan kerja berpengaruh langsung terhadap kinerja guru SMP. 6. budaya organisasi berpengaruh tidak langsung terhadap kinerja melalui kepuasan kerja guru SMP. 7. gaya kepemimpinan berpengaruh tidak langsung terhadap kinerja melalui kepuasan kerja guru SMP.
41
DAFTAR PUSTAKA Colquitt, Jason A., Jeffery A. Lepine, and Michael J. Wesson. Organizational Behavior, Improving Performance and Comitment in the Workplace. New York: McGrawHill, 2009. Cunningham, William G. And Paula A. Cordeiro, Educational Leadership. New York:Pearson Education, Inc.,2003. Daft, Richhard L. Leadership: Theory and Practice. Orlando: The Dryden Press,1999. Gibson James L., et al. Organizations:Behavior, Structure, Processes, Twelfth Edition. New York: McGraw-Hill Irwin, 2006. Kreitner Robert and Kinicki Angelo, Organizational Behavior: Perilaku Organisasi, terjemahan Erly Suandy. Jakarta: Salemba Empat, 2003. Luthans, Fred. Organizational Behavior, eleventh edition. Boston: McGraw-Hill International Edition, 2008. _____, Organizational Behavior. New York: McGraw-Hill, 2005. Maslowski, R.School Culture and School Performance. 2001 (http://www.tuputwente.nl/ukcataloque/e ducational/school-culture). Newstrom John W. Organizational Behavior: Human Behavior At Work, Twelfth Edition. New York: Mc.Graw-Hill,2007. Plunkett Warren R., Attner Raymond F. dan Allen Gemmy S. Management: Meeting and Exceeding Customer Expectation, Ninth Edition. Mason Ohio:Thomson South-Western, 2008. Robbins, Stephen P. Organizational Behavior. New Jersey: Pearson Prentice Hall, 2005. _______. Perilaku Organisasi Edisi ke-10, Terjemahan Benyamin Molan. Jakarta: PT.Gramedia,2006.
42
DISTRIBUSI KONSENTRASI NITRAT DAN FOSFAT DI PERAIRAN TELUK KENDARI Oleh: Indra Purnama Iqbah1, Arifin2, Arniah3 Abstrak. Telah dilakukan penelitian pengamatan Kadar Nitrat dan Fosfat di Perairan Teluk Kendari pada bulan Agustus 2013. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar nitrat dan fosfat yang terdistribusi pada perairan Teluk Kendari. Metode Penelitian menggunakan tipe experimental dimana kadar nitrat dianalisis dengan menggunakan metode Brusin sedangkan kadar fosfatnya dianalisis menggunakan metode asam askorbat. Pengambilan sampel dilakukan di empat lokasi perairan Teluk Kendari yang sebagai berikut lokasi I yaitu perairan sekitar Jembatan Triping, lokasi II yaitu perairan sekitar Pasar Kota, lokasi III yaitu perairan sekitar Teluk Bagian Tengah dan lokasi IV yaitu Perairan sekitar Pulau Bungkutoko. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kadar nitrat dan fosfat di empat lokasi sebagai berikut untuk lokasi I konsentrasi nitrat dan fosfat berturut-turut sebesar 1.572 mg NO3-N/L ; 0.075 mg PO3-P/L, lokasi II sebesar 1.899 mg NO3-N/L ; 0.050 mg PO3-P/L, lokasi III sebesar 1.532 mg NO3-N/L ; 0.038 mg PO3-P/L dan untuk lokasi IV sebesar 1.324 mg NO3-N/L ; 0.025 mg PO3-P/L. Dengan demikian rata-rata kadar nitrat dan fosfat di perairan Teluk Kendari adalah 1.582 mg NO3-N/L dan 0.103 mg PO3-P/L. Berdasarkan pada standar baku mutu perairan, kadar nitrat dan fosfat di perairan sebaiknya 0.008 mg NO3-N/L dan 0.015 mg PO3-P/L sehingga diketahui bahwa kadar nitrat dan fosfat di perairan Teluk Kendari telah melampaui ambang batas. Kata Kunci : Nitrat, Fosfat dan Teluk Kendari
sungai induknya yaitu Sungai Wanggu, dan anakanak sungai seperti Sungai Konda, Sungai Lapulu, Sungai Numanggere, Sungai Lamomea, Sungai Ambololi, Sungai Lambusa, Sungai Amohalo, Sungai Lepo-Lepo, dan Sungai Ea dan hulu sungai berada di kabupaten lain, seperti Kabupaten Konawe Selatan dan Kabupaten Konawe. (Apriyanto, 2007). Melihat dari letaknya maka teluk secara langsung menjadi tempat penimbunan limbah dari keseluruhan aktivitas penduduk sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada ekosistem perairan yang diikuti dengan menurunnya produktivitas biota perairan. Nitrat dan fosfat merupakan unsur yang memiliki peran vital bagi pertumbuhan fitoplankton atau alga yang biasa digunakan sebagai indikator kualitas air dan tingkat kesuburan suatu perairan. Ini sependapat dengan Yulisman (2010) yang mengatakan zat hara merupakan zat-zat yang diperlukan dan
PENDAHULUAN Teluk Kendari yang terletak di tengah Kota Kendari diperkirakan memiliki luas ±10,84 km2 dan memiliki panjang garis pantai ± 35,85 km dengan batasan wilayah yaitu sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Kendari Barat, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Poasia dan Kecamatan Abeli, sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Mandonga dan Kecamatan Kambu dan sebelah Timur berbatasan dengan Bungkutoko (Atlas Pesisir Teluk Kendari, 2000). Pulau Bungkutoko yang kecepatan arusnya sangat lemah dengan pola pergerakan arus pada lapisan permukaan dan pertengahan yang hampir sama (Dishidros, 2010) memungkinkan limbah dari seluruh akivitas penduduk akan terkumpul di kawasan teluk. Teluk Kendari juga merupakan muara dari beberapa sungai besar maupun kecil dimana 1
Alumni Pend. Kimia FKIP UHO Dosen Pend. Kimia FKIP UHO
2,3
43
mempunyai pengaruh terhadap proses dan perkembangan hidup organisme seperti fitoplankton, terutama zat hara nitrat dan fosfat. Nitrat adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrient utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil (Bahri, 2006). Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Nitrat adalah proses yang penting dalam siklus nitrogen dan berlangsung pada kondisi aerob. Oksidasi amoniak menjadi nitrit dilakukan oleh bakteri nitrosomonas, sedangkan oksidasi nitrit menjadi nitrat dilakukan oleh bakteri nitrobacter. Kedua jenis bakteri tersebut merupakan bakteri kemotrofik, yaitu bakteri yang yang mendapatkan energi dari proses kimiawi. Oksidasi amoniak menjadi nitrit ditunjukan dalam persamaan berikut (a). Sedangkan oksidasi nitrit menjadi nitrat ditujukan dalam persamaan (b). 2NH3 + 3O2 nitrosomonas 2NO2– + 2H+ + 2H2O
(a)
2NO2- + O2 nitrobacter
(b)
2NO3-
Menurut Chaniago (1994), sumber utama fosfat terlarut dalam perairan adalah hasil pelapukan, mineral yang mengandung fosfor serta bahan organik seperti hancuran tumbuhtumbuhan. Fosfat yang terdapat dalam air laut berasal dari hasil dekomposisi organisme, run-off dari daratan (erosi tanah). Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi nitrat dan fosfat yang terdistribusi pada perairan Teluk Kendari. METODE PENELITIAN Pengambilan sampel dilaksanakan di perairan Teluk Kendari pada bulan Agustus 2013. Pengambilan sampel dilakukan di empat lokasi sebagai berikut; lokasi I yaitu di perairan sekitar Jembatan Triping (Daerah Aliran Sungai Wanggu), lokasi II yaitu peraian sekitar Pasar Kota, lokasi III yaitu perairan sekitar Teluk Bagian Tengah dan di lokasi IV yaitu perairan sekitar Pulau Bungkutoko. Sampel air laut diambil secara langsung di Perairan Teluk Kendari menggunakan alat water sampling. Tempat pengambilan sampel ditentukan sebanyak 4 tempat dan titik pengambilan ±1 meter dibawah permukaan. Sampel yang telah diambil dimasukkan dalam botol. Botol sampel berupa bahan gelas atau plastik yang tidak menimbulkan reaksi antara bahan wadah dengan sampel. Dimasukkan kedalam ice box kemudian dibawa ke laboratorium untuk dianalisis. Analisis selanjutnya adalah sebagai berikut untuk nitrat: 1) Sebanyak 10 mL contoh dimasukkan kedalam labu enlemeyer 50 mL, 2) Tambahkan 10 mL larutan asam sulfat, kemudian di aduk perlahan-lahan dan dibiarkan sampai dingin, 3) Tambahkan 0,50 mL larutan campuran brusin-sulfanilic acid, kemudian diaduk secara perlahan dan dipanaskan di atas penangas air pada suhu tidak melebihi 95ºC selama 20 menit kemudian didinginkan, 4) Lakukan pengukuran dengan menggunakan Spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 400 nm. Sedangkan analisis untuk fosfat adalah sebagai berikut: 1) Sebanyak 10 mL contoh dan dimasukkan ke dalam gelas kimia 100 mL, 2) Ditambahkan 1 tetes indikator fenoftalein, jika terbentuk warna merah muda ditambahkan tetes demi tetes H2SO4
Masuknya nitrat kedalam badan sungai disebabkan manusia yang membuang kotoran (tinja) dalam air sungai. Penyebab lain yang membuat konsentrasi nitrat menjadi tinggi ialah pembusukan sisa tanaman dan hewan, hasil buangan industri, dan kotoran hewan. Seperti halnya nitrogen, fosfor merupakan unsur penting dalam suatu ekosistem air. Fosfor di alam tidak dijumpai dalam keadaan bebas, akan tetapi berada dalam bentuk terikat dengan unsur lain membentuk senyawa. Di laut fosfor dijumpai dalam keadaan terlarut dan tersuspensi atau terikat di dalam sel organisme dalam air. Fosfor terlarut hampir semuanya ditentukan oleh presentase ion-ion ortofosfat yaitu H2PO4-, HPO42-, dan PO43-. Adapun reaksi reaksi ionisasi asam ortofosfat adalah sebagai berikut : H3PO4 ↔ H+ + H2PO4H2PO4- ↔ H+ + HPO42HPO42- ↔ H+ + PO43-
44
5 N sampai warna hilang, 3) Ditambahkan 8 mL reagen campuran (campuran antara Asam Sulfat, Kalium Antimoniltartarat, Ammonium Molibdat, dan Asam Askorbik) dikocok dan dibiarkan selama beberapa menit sampai keruh hilang, 4) Lakukan pengukuran dengan menggunakan Spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 600 nm. Hal yang sama juga dilakukan untuk larutan blanko. Konsentrasi nitrat dan fosfat dihitung dengan menggunakan kurva standar, satuan konsentrasi dinyatakan dalam mg/L.
perdagangan ikan. Adanya pembusukan ikan menyebabkan penguraian bahan organik yang dilakukan bakteri menghasilkan amoniak. Amoniak merupakan hasil dari perombakan protein oleh bakteri dan merupakan produk dari hasil metabolisme organisme dan pembusukan oleh bakeri. Amoniak yang dihasilkan ini dengan bantuan bakteri Nitrosomonas akan dioksidasi menjadi senyawa nitrit yang bentuknya tidak stabil di perairan dan bersifat racun bagi organisme perairan. Nitrit yang dihasilkan akan segera lagi dioksidasi dengan bantuan bakteri Nitrococcus menghasilkan senyawa nitrat yang stabil yang lebih mudah diserap oleh fitoplankton dan tumbuhan air lainnya. Perairan berikutnya yang mempunyai konsentrasi nitrat terbesar kedua adalah perairan di sekitar Jembatan Triping (Daerah Aliran Sungai Wanggu) dengan konsentrasi nitrat sebesar 1.572 mg/L. Sungai Wangggu merupakan sungai induk dari beberapa sungai yang ada di Kota Kendari sehingga semua limbah hasil dari aktivitas masyarakat yang menghasilkan limbah dosmetik akan terkumpul di Sungai Wanggu dan selanjutnya akan menuju ke Teluk Kendari. Sebagai contoh adalah sumber makanan manusia dan hewan umumnya berupa karbohidat, lemak, dan protein. Penguraian karbohidrat tidak menjadi masalah yang serius bagi ekosistem perairan, karena berbagai jenis bakteri dan jamur dapat mengkomsumsinya. Yang dapat menimbulkan masalah adalah penguraian lemak dan protein yang berupa amoniak yang selanjutnya akan dioksidasi menjadi nitrit dan nitrat dengan bantuan bakteri. Sumber nitrat di perairan laut pada wilayah pesisir adalah sungai. Karena sungai membawa hanyutan sampah maupun sumber nitrat, sehingga sumber nitrat dimuara sungai lebih besar dari sekitarnya. Hal ini sesuai dengan Hutagalung dan Rozak (1997) yang menyatakan bahwa konsentrasi nitrat akan semakin tinggi menuju ke arah pantai dan konsentrasi nitrat tertinggi biasanya ditemukan di perairan muara. Konsentrasi nitrat terendah terdapat di sekitar perairan Teluk Bagian Tengah dan Pulau Bungkutoko (Mulut teluk) yang berturut turut sebesar 1.532 mg/L dan 1.324 mg/L.
HASIL DAN PEMBAHASAN Nitrat Hasil pengukuran konsentrasi nitrat pada air laut di empat lokasi perairan di Teluk Kendari dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Konsentrasi Nitrat dari Empat Lokasi di Perairan Teluk Kendari Lokasi perairan Sekitar Jembatan Triping Sekitar Pasar kota Sekitar Teluk Bagian Tengah Sekitar Pulau Bungkutoko
Konsentrasi (mg/L) 1.572 1.899 1.532 1.324
Dari tabel 1, konsentrasi nitrat dari yang tertinggi sampai dengan konsentrasi yang terendah di perairan sekitar Teluk Kendari berturut – turut adalah Pasar Kota, Jembatan Triping (Daerah Aliran Sungai Wanggu), Teluk Bagian Tengah dan Pulau Bungkutoko. Konsentrasi nitrat tertinggi terdapat pada lokasi perairan di sekitar Pasar Kota sebesar 1.899 mg/L, sedangkan konsentrasi nitrat terendah diperoleh pada lokasi pengambilan sampel di perairan sekitar Pulau Bungkutoko sebesar 1.324 mg/L. Tingginya konsentrasi nitrat di perairan sekitar Pasar Kota di sebabkan karena banyaknya sumber pencemar yang berupa sampah-sampah organik dari kegiatan pemasaran seperti
45
Rendahnya konsentrasi nitrat di kedua perairan disebabkan kedua perairan ini letaknya sangat jauh dari sumber pencemar sehingga nitrat yang dihasilkan dari sampah-sampah pembuangan rumah tangga, baik secara langsung maupun secara tidak langsung dibuang ke perairan akan terdistribusi ke berbagai penjuru lautan. Konsentrasi nitrat di perairan sekitar Teluk Bagian Tengah dan Pulau Bungkutoko dipengaruhi pula oleh kerasnya ombak dan arus lautan lepas sehingga akan terjadi pertukaran air dikarenakan arus lautan yang lebih besar dibanding lokasi lainnya yang jauh dari lautan lepas.
Perbandingan konsentrasi fosfat ini jauh lebih rendah dibandingankan dengan konsentrasi nitrat. Senyawa fosfat sebagian besar mengendap di dasar laut. Fosfat akan naik ke permukaan air laut ketika pada musim hujan yang disertai dengan ombak atau adanya pergerakan dari dasar bumi sehingga senyawa fosfat yang terletak di dasar perairan akan naik ke permukaan. Naiknya fosfat dari dasar perairan ke permukaan disebut dengan upwelling. Upwelling merupakan proses yang penting untuk mengembalikan zat-zat hara dari lapisan air dekat dasar ke daerah permukaan. Tingginya konsentrasi fosfat di sekitar Jembatan Triping dikarenakan banyak terdapat aktivitas atau kegiatan masyarakat yang akan menghasilkan limbah dan semuanya akan terkumpul di Sungai Wanggu yang sebagaimana fungsinya sebagai sungai induk. Salah satu contoh kegiatan masyarakat adalah mencuci pakaian dengan menggunakan detergen yang limbahnya langsung di buang ke badan air. Bahan pembentuk detergen yang umum digunakan adalah polifosfat, misalnya natrium tripolifosfat, Na3P3O10. Namun demikian fosfat tidak beracun terhadap hewan air dan tidak mengganggu kesehatan manusia. Sungai wanggu akan membawa hanyutan sampah maupun sumber fosfat dari daratan lainnya, sehingga sumber fosfat di muara sungai lebih besar dari sekitarnya. Selain di sekitar perairan Jembatan Triping, di perairan Pasar Kota juga mengandung konsentrasi fosfat yang cukup tinggi. Tingginya konsentrasi fosfat disekitar pasar kota disebabkan terdapat kawasan pemukiman penduduk yang hampir padat yang dapat berpotensi menyumbangkan limbahnya yang akan menambah konsentrasi fosfat di perairan tersebut. Disamping itu juga banyaknya sisa-sisa ikan yang langsung dibuang ke perairan dimana senyawa fosfat ini dapat berasal dari feses hewan (aves) dan dapat juga berasal dari jaringan tumbuhan dan hewan yang sudah mati. Untuk konsentrasi fosfat terendah terdapat pada dua perairan yaitu Teluk Bagian Tengah dan perairan Bungkutoko. Rendahnya konsentrasi fosfat di dua perairan ini disebabkan kedua perairan tersebut jaraknya cukup jauh dari pusat-pusat aktivitas masyarakat yang dapat menyumbangkan limbah fosfat. Selain itu kedua perairan tersebut
Fosfat Untuk hasil pengukuran konsentrasi fosfat di empat lokasi perairan Teluk Kendari dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Konsentrasi Fosfat dari Empat Lokasi di Perairan Teluk Kendari Lokasi perairan Sekitar Jembatan Triping Sekitar Pasar kota Sekitar Teluk Bagian Tengah Sekitar Pulau Bungkutoko
Konsentrasi (mg/L) 0.075 0.050 0.038 0.025
Dari tabel 2, lokasi pengambilan sampel yang memiliki konsentrasi fosfat terkecil sampai dengan konsentrasi terbesar berturut-turut adalah perairan sekitar Pulau Bungkutoko, perairan sekitar Teluk Bagian Tengah, perairan sekitar Pasar Kota dan perairan sekitar Jembatan Triping. Konsentrasi fosfat tertinggi di empat lokasi perairan Teluk Kendari terdapat pada perairan sekitar Jembatan Triping sebesar 0.075 mg/L dan konsentrasi fosfat yang terendah terdapat pada perairan sekitar Pulau Bungkutoko sebesar 0.250 mg/L. Untuk perairan di sekitar Teluk Kendari yang memliki konsentrasi fosfat tertinggi adalah perairan di sekitar Jembatan Triping (Daerah Aliran Sungai Wanggu) sebesar 0.075 mg/L. 46
berinteraksi dengan lautan lepas yang belum tercemar, khususnya untuk perairan Bungkutoko yang memiliki arus yang relatif besar sehingga terjadi pertukaran air akibat arus lautan yang lebih besar dibanding lokasi lainnya yang jauh dari lautan lepas.
Berdasarkan data konsentrasi yang diperoleh di empat titik lokasi perairan maka dapat dibuatkan tabel konsentrasi rata-rata nitrat dan fosfat pada perairan di Teluk Kendari seperti pada Tabel 3 berikut ini.
Tabel 3. Konsentrasi Rata-Rata Nitrat dan Fosfat Dari Empat Lokasi Pada Perairan Teluk Kendari. Konsentrasi Konsentrasi Rata-rata Lokasi Perairan Nitrat Fosfat (mg/L) (mg/L) (mg/L) Sekitar Jembatan 1.572 0.075 Triping Sekitar Pasar Kota Sekitar Teluk Bagian Tengah Sekitar Pulau Bungkutoko
1.899
Rata-rata (mg/L)
0.050 1.582
0.103
1.532
0.038
1.324
0.250
Dari tabel 3 diatas dapat dilihat bahwa konsentrasi fosfat di empat lokasi perairan di Teluk Kendari lebih kecil dibandingkan dengan konsentrasi nitrat, dimana konsentrasi fosfat pada pada perairan Teluk Kendari sebesar 0.103 mg/L. Sedangkan konsentrasi nitrat pada perairan Teluk Kendari sebesar 1.582 mg/L. Secara keseluruhan dari berbagai titik pengambilan sampel di perairan Teluk Kendari konsentrasi nitrat dan fosfat di perairan Teluk Kendari menunjukan kondisi yang sudah tercemar. Konsentrasi nitrat dan fosfat di perairan Teluk Kendari berturut-turut sebesar 1.582 mg NO3-N/L dan 0.103 mg mg PO3-P/L. Konsentrasi ini telah melewati standar baku mutu yang diperbolehkan sebagai kriteria tingkat kesuburan lingkungan perairan yang sebaiknya berturutturut sebesar 0,008 mg NO3-N/L dan 0.015 mg PO3-P/L.
dan fosfat di perairan Teluk Kendari telah melampaui ambang batas. DAFTAR PUSTAKA Bahri, Andi Faizal. 2006. Analisis Kandungan Nitrat dan Fosfat pada sedimen mangrove yang termanfaatkan di Kecamatan Mallusetasi Kabupaten Barru. Asosiasi Konservator Lingkungan : Makassar. Apriyanto, H, 2007. Jurnal Kebijakan Pengelolaan Teluk Berbasis Daerah Aliran Sungai (Studi Kasus Teluk Kendari). Vol. 9 No. 3. Hutagalung, Horas dan Abdul Rozak. 1997. Metode Analisis Air Laut, Sedimen dan Biota. Buku Kedua. Puslitbang Oseanologi-LIPI. Jakarta.
KESIMPULAN Distribusi rata-rata kadar nitrat dan fosfat di perairan Teluk Kendari adalah berturutturut sebesar 1.582 mg NO3-N/L dan 0.103 mg PO3-P/L. Berdasarkan pada standar baku mutu perairan, kadar nitrat dan fosfat di perairan sebaiknya 0.008 mg NO3-N/L dan 0.015 mg PO3-P/L sehingga diketahui bahwa kadar nitrat
47
PEMETAAN KOMPETENSI DASAR CAPAIAN SISWA PADA UN MATA PELAJARAN FISIKA DI KABUPATEN KONAWE SELATAN TAHUN 2011 Oleh: La Harudu1 Abstrak Telah dilakukan penelitian analisis pemetaan kompetens dasar capaian siswa pada ujian nasional (UN) IPA Fisika yang bertujuan memetakan kompetensi dasar capaian siswa IPA fisika dibawah nilai <6 mempengaruhi rendahnya penguasaan kompetensi dasar yang telah disusun dalam SKL. Pemetaan capaian SKLdibawah nilai <6 dalam tiga tahun menunjukkan 14,99 % tahun 2008, 2,74 % tahun 2009, dan 12,41% tahun 2010, ini menunjukkan bahwa kemampuan kompetensi dasar siswa tidak stabil dan relatif rendah. Ini disebabkan oleh factor pendidik dan tenaga kependidikan 81,82%, proses 77, 78%, pengelolaan 75%, sarana dan prasarana 72,73%, isi 62,50% dan sisanya adalah faktor lain. Kata Kunci: UN Fisika KOnsel 2011, pemetaan kompetensi dasar, faktor penyebab
Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya nilai UN yang dicapai oleh siswa, antara lain: Pertama, kurangnya motivasi siswa didik untuk meraih nilai akademis yang tinggi. Hal itu disebabkan oleh situasi dan kondisi pendidikan dalam lingkungan keluarga yang kurang mendukung. Kedua, merebaknya sikap instan yang melanda kehidupan kaum remaja. Hal ini disebabkan oleh kuatnya sikap permisif masyarakat yang cenderung membiarkan berbagai perilaku anomali sosial berlangsung di tengah-tengah panggung kehidupan sosial. Berdasarkan data Nilai UN Murni tingkatan SMA/MAN dalam kurun waktu 3 tahun terakhir, di Kabupaten Konawe Selatan dengan prestasi siswa yang berada dibawah nilai <6 yakni pada tahun 2007/2008 sebesar 14,99, tahun 2008/2009 sebesar 2,74dan tahun 2009/2010 sebesar 12,41. Berdasarkan data tersebut menunjukkan ketidak stabilan kompetensi yang dimiliki calon siswa yang menghadapi UN. Kenyataan ini menunjukkan indikasi bahwa penguasaan mata pelajaran fisika masih relative rendah. Pada konteks ini salah satu upaya untuk mengeksporasi factor-faktor penyebab tidak tercapainya kompetensi dasar itu adalah memberikan suatu alternative model pemecahan masalah yang bersifat fungsional, aplikatif yang relavan dengan upaya peningkatan mutu
PENDAHULUAN Pendidikan merupakan salah satu persyaratan utama dalam meningkatkan martabat dan kualitas bangsa. Melalui pendidikan pada berbagai tingkatan diharapkan kehidupan masyarakat Indonesia akan berubah menjadi lebih baik, seperti yang telah digariskan dalam peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 bahwa, penyelenggaraan satuan pendidikan formal yang bermutu akan menghasilkan lulusan formal yang dapat membangun dirinya sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara. Masyarakat pengguna dari hasil pendidikan ditentukan oleh hasil ujian akhir nasional (UN). Ujian Nasional (UN) adalah kegiatan pengukuran dan penilaian kompetensi siswa secara nasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Ujian ini bertujuan menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu yaitu ilmu pengetahuan dan teknologi. Hasil UN digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk pemetaan mutu pendidikan, seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya, serta sebagai penentuan kelulusan siswa. Adapun mata pelajaran utama yang diujikan, khususnya pada jenjang SMA adalah: Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Sosiologi, Ekonomi, Geografi, Fisika, Kimia dan Biologi. 1
Dosen Pend. Fisika FKIP UHO 48
pendidikan dijenjang sekolah menengah atas, maka diajukan pemetaan SMA/MAN dalam ujian nasional (UN) dikabupaten Konawe Selatan tahun 2011.
Menurut Sanjaya (2006) ada beberapa factor yang mempengaruhi mutu pendidikan, antara lain: a) Tujuan Tujuan adalah pedoman sekaligus sebagai sasaran yang akan dicapai dalam kegiatan belajar mengajar. b) Guru Guru adalah komponen yang sangat menentukan dalam implementasi suatu strategi pembelajaran. c) Anak Didik (siswa) Menurut Dunkin (1974), faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran dilihat dari aspek siswa meliputi : (1) Latar belakang siswa dan (2) Sifat yang dimiliki siswa d) Sarana dan prasarana Sarana adalah segala sesuatu yang mendukung secara langsung terhadap kelancaran proses pembelajaran. Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang secara tidak langsung dapat mendukung keberhasilan proses pembelajaran. e) Kegiatan pembelajaran Pola umum kegiatan pembelajaran adalah terjadinya interaksi antara guru dan anak didik dengan bahan sebagai perantaranya.
Rumusan Masalah Masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah gambaran kompetensi dasar yang belum tercapai yang berada pada nilai <6 mata pelajaran IPA fisika dalam UN siswa SMA di tiga kabupaten Konawe Selatan tahun 2011? 2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi rendahnya penguasaan kompetensi dasar pada pokok bahasan tertentu semua mata pelajaran dalam UN Jurusan IPA fisika di Kabupaten Konawe Selatan dan Bombana tahun 2011? Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan suatu panduan dalam mengambil kebijakan 1. Gambaran pemetaan kompetensi dasar mata pelajaran dalam UN Jurusan IPA fisika yang berada di bawah nilai <6 di kabupaten Konawe Selatan tahun 2011. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya penguasaan kompetensi dasar pada pokok bahasan tertentu mata pelajaran IPA fisika dalam UN di Kabupaten Konawe Selatan tahun 2011.
f) Lingkungan Dilihat dari dimensi lingkungan ada dua faktor yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran yaitu: (1) Faktor organisasi kelas, dan (2) Faktor iklim sosial–psikologis. g) Bahan dan alat evaluasi Bahan dan alat evaluasi adalah suatu bahan dan alat yang terdapat di dalam kurikulum yang sudah dipelajari oleh anak didik guna kepentingan ulangan. h) Suasana evaluasi
TINJAUAN PUSTAKA Mutu Pendidikan Mutu dalam dunia pendidikan menjadi focus utama akan tetapi ada sebagian orang dianggapnya sebagai sebuah konsep yang penuh teka-teki, membingungkan, sulit untuk diukur. Mutu memiliki presepsi yang berbeda-beda, di sesuaikan dengan pandangan masing-masing orang. Para pakar pendidikan pun memiliki kesimpulan yang berbeda tentang bagaimana cara menciptakan lembaga pendidikan yang bermutu dengan baik. Menurut Depdiknas, (2002) Mutu secara umum di definisikan sebagai gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang di harapkan.
Sekolah Bermutu Sekolah bermutu sangat erat kaitannya dengan adanya keterlibatan masyarakat secara totalitas di dalamnya. Mutu menuntut adanya komitmen pada kepuasaan pelanggan yang memungkinkan adanya perbaikan pada para karyawan, siswa dalam mengerjakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Berkenaan dengan sekolah bermutu, ada beberapa model (karakteristik) sekolah bermutu 49
yang dikemukakan oleh Jerome S. Arcaro, (2007) diantaranya adalah ; Fokus pada kostumer, Keterlibatan total, Pengukuran, Komitmen, Memandang pendidikan sebagai sistem, dan Perbaikan berkelanjutan.
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006' pasal 1 ayat 1). Komponen SKL terdiri atas SKL Satuan Pendidikan, SKL Kelompok Mata Pelajaran' dan SKL Mata Pelajaran (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006). Sedangkan SKL Ujian merupakan representasi dari keseluruhan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran; Standar Kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006' pasal 1 ayat 1).
Kompetensi siswa Kompetensi adalah kemampuan yang harus dikuasai seseorang. Becker, (1977) dan Gordon, (1988) mengemukakan bahwa kompetensi meliputi pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai, sikap dan minat. Dalam dokumen kurikulum (Boediono, 2000:4) mengemukakan bahwa kemampuan dasar diartikan sebagai uraian kemampuan atas bahan dan lingkup ajar secara maju dan berkelanjutan seiring dengan perjalanan siswa untuk menjadi mahir dalam bahan dan lingkup ajar yang bersangkutan. Bahan ajar itu sendiri dapat berupa : lahan ajar, gugus isi, proses, dan pengertian konsep”. Pemerintah telah menyatakan merumuskan standar kompetensi lulusan (SKL) yang merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap pengetahuan dan keterampilan (Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Bab I Pasal 1 butir 4). Standar Kompetensi Lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi standar kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan dasar dan menengah standar kompetensi lulusan minimal kelompok mata pelajaran dan standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006' pasal 1 ayat 2); Selanjutnya, dinyatakan Standar Kompetensi Lulusan pada satuan pendidikan menengah umum bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan pengetahuan kepribadian akhlak mulia serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut (Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 26 ayat 2); Komponen SKL terdiri atas SKL Satuan Pendidikan, SKL Kelompok Mata Pelajaran' dan SKL Mata Pelajaran (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006). Sedangkan SKL Ujian merupakan representasi dari keseluruhan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran; Standar Kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik (Peraturan
METODE PENELITIAN Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian ini menggunakan observasi eksploratif dengan menggunakan desain deskriptif analitis. Proses penelitian menggunakan tahap (1) pra lapangan yang bertujuan untuk mendapatkan peta kompetensi siswa tiap pokok bahasan. Beberapa kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini adalah (a) studi dokumentasi (input): dokumen nilai UN), (b) pengolahan dan analisis data UN, (c) Penjajakan lapangan (pemilihan rayon Kabupaten Konawe Selatan berdasarkan Rayon), (d) Pemilihan dan interaksi dengan subjek dan informan, dan (e) Penyiapan piranti pembantu untuk kegiatan lapangan, tahap (2) pekerjaan lapangan untuk melakukan identifikasi faktor penyebab dari masalah rendahnya pencapaian standar kompetensi mata pelajaran dalam UN IPA Fisika, melalui kegiatan focus group discussion (FGD), Indepth interview, observasi kelas, wawancara dan observasi kompetensi guru, analisis dokumen pendukung, dan kegiatan lain yang mendukung tercapainya tujuan penelitian, dan tahap (3) pasca lapangan dengan kegiatan penentuan prioritas masalah dan pembuatan peta kompetensi siswa tiap pokok bahasan mata pelajaran dalam UN IPA Fisika. Pada tahap ini, juga dilakukan identifikasi alternatif pemecahan masalah dan dilanjutkan dengan kegiatan FG Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian dilaksanakan selama 4 bulan yaitu bulan Juli s.d Oktober 2011. Tempat 50
penelitian mencakup wilayah kerja Pendidikan Kabupaten Konawe Selatan
Dinas
Analisis Data Untuk meningkatkan derajat kepercayaan data perolehan, dilakukan dengan teknik: (1) ketekunan pengamatan, (2) triangulasi, (3) pemeriksaan sejawat, (4) kecukupan referensial, (5) kajian kasus negatif, dan (6) pengecekan anggota.
Jenis dan Sumber Data Data dalam penelitian ini terdiri dari : 1. Data sekunder, yaitu hasil UN tahun 2008, 2009, dan 2010 pada sekolah rayon di Kabupaten Konawe Selatan. 2. Data primer, yaitu hasil kegiatan lapangan yang diperoleh melalui FGD, angket, indepth interview, observasi kelas, dan seluruh hasil pengamatan dari tim peneliti selama melaksanakan penelitian.
HASIL DAN PEMBAHASAN Presentase Kelulusan Siswa di Kabupaten Konawe Selatan. Peningkatan jumlah siswa peserta ujian nasional (UN) kenyataanya belum diikuti dengan meningkatnya presentase kelulusan siswa IPA Fisika dari tahun ketahun. dimana tahun 2008 kelulusan siswa sebesar 98,96%, tahun 2009 sebesar 100% dan tahun 2010 sebesar 86,52% menurun sebesar 13,48%. Deskripsi nilai ujian nasional (UN) murni di kabupaten Konawe Selatan mata pelajaran IPA Fisika disajikan dalam tabel berikut:
Sampel Penelitian Sampel penelitian tersebut meliputi 4 sekolah di kabupaten Konawe Selatan yaitu (1) SMAN 1 Ranomeeto, (2) SMAN 1 Konda, (3) SMAN 1 Andoolo, (4) SMAN 1 Moramo Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian Teknik pengumpulan data menggunakan metode observasi kelas, studi dokumentasi, FGD, indept interview, kuisioner. Tabel 1. Deskripsi Nilai Kelulusan IPA Fisika Klasifikasi
Tahun 2008
Tahun 2009
Tahun 2010
Tertinggi
9,00
9,75
9,00
Terendah
2,500
5,00
0,75
Rata-rata
7,500
8,18
7,02
0,91
1,09
Standar Deviasi 1,28 Sumber: Program PPMP
Pada tahun 2008 PPMP memberikan gambaran bahwa nilai UN Fisika yang berada dibawah nilai < 6,00 adalah 14,99%. Tahun 2009 sebesar 2,74 % dan tahun 2010 sebesar 12,41%. Peningkatan Sekolah Berdasarkan Rerata Mata Pelajaran UN Murni Fisika di Kabupaten Konawe Selatan ditampilkan dalam tabel 2 berikut.
51
Tabel 2. Rerata Nilai IPA Fisika No
Nama Sekolah
Tahun 2008
Tahun 2009
Tahun 2010
1
SMA NEGERI 1 PALANGGA
8,44
8.85
7,37
2
SMA NEGERI 1 TINANGGEA
8,09
7,67
7,54
3
SMA NEGERI 1 RANOMEETO
7,96
8,95
7,14
4
SMA NEGERI 1 LAINEA
8,15
7,95
7,89
5
SMA NEGERI 1 LANDONO
5,45
8,04
6,76
6
SMA NEGERI 1 MORAMO
7,86
6,43
5,61
7
SMA SWASTA ATARI INDAH
8,20
9,16
8,05
8
SMA NEGERI 1 KONDA
7,90
7,3
6,6
9
SMA NEGERI 1 ANDOOLO
7,99
8,02
6,68
10
SMA NEGERI 1 KOLONO
6,66
6,82
5,93
11 SMA NEGERI 1 ANGATA Sumber data : program PPMP
4,40
8,48
7,76
Faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian Kompetensi Dasar Mata Pelajaran UN di Kabupaten Konawe Selatan
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pencapaian Kompetensi Dasar Mata Pelajaran UN di Kabupaten Konawe Selatan
Pada bagian ini akan disajikan faktorfaktor yang mempengaruhi pencapaian kompetensi dasar mata pelajaran UN fisika di kabupaten Konawe Selatan. Faktor-faktor yang dimaksud berdasarkan delapan standar pendidikan yaitu standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian. Faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian kompetensi dasar mata pelajaran UN di kabupaten Konawe Selatan
Berdasarkan hasil temuan data lapangan di SMA sampel dan acuan borang PPMP Dikti Tahun 2011, standar pendidikan yang dimaksud di atas mencakup dua kategori, yaitu sekolah dan mata pelajaran. Berikut disajikan tabel faktor yang mempengaruhi pencapaian kompetensi dasar berdasarkan sekolah. Sedangkan, untuk kategori mata pelajaran disajikan lengkap dalam lampiran.
Tabel 3. Faktor yang mempengaruhi pencapaian kompetensi dasar berdasarkan sekolah di kabupaten Konawe Selatan Sekolah Sampel SMAN 1 Ranomeeto SMAN 1 Konda SMAN 1 Andoolo SMAN 1 Moramo
Isi 50.00 62.50 50.00 50.00
Pros 33.33 55.56 77.78 77.78
KL 33.33 41.67 33.33 33.33
52
P & TK 36.36 81.82 81.82 81.82
SP 63.64 72.73 72.73 72.73
P?ngel 75.00 25.00 25.00 25.00
Biaya 33.33 33.33 33.33 33.33
Penil. 46.15 46.15 46.15 46.15
Grafik 1. Faktor penyebab berdasarkan standar pendidikan Dari grafik terlihat bahwa pencapaian kompetensi dasar umumnya dipengaruhi oleh standar pendidik dan tenaga kependidikan (81.82%), standar proses (77.78%), standar pengelolaan (75%), standar sarana dan prasarana (72.73%), standar isi (62.50%), dan sisanya oleh faktor lainnya. Kompetensi Dasar Siswa yang Belum Tercapai Nilai < 6 Tabel 4. Kompetensi Dasar Siswa yang Belum Tercapai IPA Fisika di Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2008 No. soal A –B
Kelas Cawu
PB/SPB Tema/Sub
14-0
XI/1
Impuls/M omentum
32-0
XII/2
Gaya Magnetik
12- 0
XI/1
Elastisitas
31-0
XII/2
28-0
XII/1
21-0
X/2
Induks Magnetik Kapasitor Keping Alat Optik
38-0
XII/2
Radiasi
36-0
XII/2
Teori Atom
6- 0
X/1
4-0
X/1
18- 0
X/2
Gerak Melingkar Gerak Lurus Fluida Statis
Kemampuan Yang Diuji Menganalisis tumbukan dgn menerapkan hukum kekekalan momentum Formlsi gy magntik yg dialmi kwt brarus listrk yg brgerak di dlm mdn magnit Menganalisis pngaruh gy pd sstm pegas u/ tentukan salah satu besaran trkait Analiss sistm kwt brarus listrik u/ tentukn induksi magnetik b yg dihasilkn Memformulasikan kapasitas kapasitor keping sejajar Menganalisis sistem alat optik Menganalisis scr kualitatif gejala kuantum (hakikat/sifat – sifat radiasi) Mengidentifikasi karakter atom (jj thompson/ernest rutherford/niels bohr) Mngidntfkasi besaran fisis grk melingkar u/ tentukan salah 1 besaran trkait Menganalisis grafik & diagram gerak utk mnentukan besaran kinematik terkait Menganalisis fluida statis utk menentukan salah satu besaran terkait
Sumber: data penelitian diolah
53
Rayon
Prop
Nas
6.91
22.20
57.69
11.57
11.79
41.97
26.94
19.33
65.87
32.12
66.76
63.00
35.75
52.92
32.23
37.13
34.16
55.98
47.15
27.67
64.04
50.78
40.08
58.05
56.30
52.80
74.86
57.51
64.27
60.50
58.20
45.18
63.65
Tabel 5. Kompetensi Dasar Siswa yang Belum Tercapai Jurusan IPA Mata Pelajaran Fisika di Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2009 No. soal A-B
Kemampuan Yang Diuji
6-6
Disajkn gbr benda (berupa batang/bidang), siswa dpt menentukan letak berat benda
7.02
5.46
70.71
30-31
Menentukan faktor-faktor yg mempengaruhi besarnya induksi magnetik disekitar kawat berarus listrik
43.97
48.59
56.00
8-9
Siswa dpt menjelaskan hubungan konsep torsi, momen inersia, dlm gerak rotasi
46.11
62.37
69.51
Rayon
Prop
Nas
Tabel 6. Kompetensi Dasar Siswa yang Belum Tercapai Jurusan IPA Mata Pelajaran Fisika di Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2010 No
Soal A
Kemampuan Yang Diuji
17
Menentukan berbagai besaran termodinamika pd mesin kalor
25
Rayon
fisis
dlm
proses
Prop
Nas
20.91
32.92
75.25
Membandingkan gaya Coulomb dr 1 muatan yg jaraknya diubah-ubah dg muatan lainnya
21.52
24.43
50.06
35
Membedakan model atom Rutherford dg model lain dr pernyataan berbagai model atom
26.36
32.26
61.56
22
Menghitung nilai besaran terkait pd gbr difraksi benda pd celah ganda/kisi
32.73
31.85
82.65
26
Menentukan kuat medan yg baru jk titik diantara 2 muatan digeser (medan listrik)
38.48
46.14
59.20
33
Menghitung salah satu besaran terkait berdasarkan gbr rangkaian RLC
39.09
25.87
80.55
11
Menentukan besaran-besaran yg terkait dg hukum kekekalan energi mekanik
48.48
35.16
70.74
6
Menentukan kordinat titik berat benda 2 dimensi dr benda2 brbentuk batang/luasan
58.18
46.98
83.73
13
Menentukan proses perpindahan kalor & azas Black
58.79
54.57
85.13
Sumber: data penelitian diolah dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam standar pendidikan, yang meliputi: standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian. Ketiga faktor yang ditengarai sebagai penyebab utamanya adalah faktor pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, dan standar proses.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Dalam tiga tahun terakhir ini, nilai UN IPA Fisika siswa SMA di kabupaten Konawe Selatan cenderung menurun. Meskipun pada tahun 2009 sedikit mengalami peningkatan, namun secara keseluruhan adanya kecenderungan penurunan nilai UN. 2. Penurunan nilai UN siswa tersebut 54
3. Model peningkatan mutu pendidikan yang dapat diadopsi untuk mengatasi kendala yang dihadapi dilaksanakan melalui pendekatan kegiatan pengabdian kepada masyarakat, antara lain: (1) Model Pelatihan Guru Pemandu Bidang Studi melalui Revitalisasi Program Kelompok Kerja Guru di Kabupaten Konawe Selatan ; (2) Pembinaan Kelompok Kerja Guru (KKG) dalam Mendukung Kualitas Pembelajaran di Kabupaten Konawe Selatan
Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta : Kencana Semiawan, Conny R., dan Soedijarto, 1991. Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional Menjelang Abad XXI, PT. Grasindo, Jakarta. Suseno,
Saran 1)
2)
Dalam upaya peningkatan mutu pendidikan khususnya di kabupaten Konawe Selatan, kiranya dapat mengadopsi model penelitian ini. Dengan diadopsinya model yang dipergunakan dalam penelitian ini, maka di harapkan kabupaten Konawe Selatan akan terbebas dari masalah UN.
Muchlas, 1998. Percepatan Pembelajaran Menjelang Abad 21 (makalah hasil analisis dari Accelerated Learning for 21st Century oleh Colin Rose and Malcolm J. Nicholl), Pasca Sarjana IKIP Jakarta, Jakarta
Tim Teknis Bappenas, 1999. School-Based Management di Tingkat Pendidikan Dasar, Naskah kerjasama Bappenas dan Bank Dunia, Jakarta.
Untuk dapat menerapkan model peningkatan mutu secara komprehensif, perlu berkoordinasi dengan pemerintah agar memiliki acuan bersama. Tanpa adanya koordinasi itu, akan sulit bagi pihak terkait untuk mengimplementasi dan menindaklanjuti evaluasi hasil UN
DAFTAR PUSTAKA Dikmenum, 1999. Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah: Suatu Konsepsi Otonomi Sekolah (paper kerja), Depdikbud, Jakarta. …...., 1998. Upaya Perintisan Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah (paper kerja), Depdikbud, Jakarta. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta. Roger, Everett M.,1995. Diffusion of Innovations, The Free Press, New New York, USA. 55
ANALISIS KEMAMPUAN PELAKSANAAN KETERAMPILAN DASAR MENGAJAR GURU DALAM PROSES PEMBELAJARAN OLEH GURU IPA FISIKA YANG BELUM SERTIFIKASI PADA SMPN SE-KOTA KENDARI La Sahara1 Abstrak: Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan gambaran keterlaksanaan aspek-aspek keterampilan dasar mengajar guru yang diterapkan oleh guru IPA Fisika yang belum sertifikasi dalam melaksanakan proses pembelajaran di kelas. Metode penelitian yang digunakan adalah studi observasi keterlaksanaan keterampilan dasar mengajar yang dilakukan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran. Subjek penelitian adalah satu orang perwakilan guru IPA fisika yang belum sertifikasi disetiap sekolah pada SMP Negeri Se-Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara yang berjumlah 11 orang. Kajian difokuskan pada 6(enam) aspek dari 9 (sembilan) komponen keterampilan dasar mengajar guru yakni: (1) membuka dan menutup pelajaran, (2) memberi penguatan, (3) menjelaskan, (4) mengadakan variasi, (5) bertanya dasar, dan (6) bertanya lanjut. Data penelitian dikumpulkan melalui pedoman observasi yang disusun dengan mengacu komponen dari aspek-aspek keterampilan dasar mengajar guru, yang diamati oleh 3(tiga) orang pengamat pada saat guru melaksanakan proses pembelajaran di kelas. Analisis data dilakukan dengan analisis kualitatif yang selanjutnya dikuantitatifkan, untuk menentukan kategori penguasaan keterampilan dasar mengajar yang diterapkan oleh guru IPA fisika yang belum sertifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) kemampuan guru IPA fisika yang belum sertifikasi pada SMP Negeri Se Kota Kendari dalam menerapkan aspek keterampilan dasar mengajar guru adalah sebagian besar atau 73% masih berada pada kategori cukup dan hanya 9% yang berada pada kategori baik. Aspek keterampilan dasar mengajar guru yang optimal dilaksanakan oleh guru IPA fisika yang belum sertifikasi pada SMP Negeri Se-Kota Kendari adalah keterampilan bertanya dasar, sedangkan aspek keterampilan yang masih kurang adalah keterampilan membuka dan menutup pelajaran dan keterampilan memberi penguatan. Hal ini mengisyaratkan guru sertifikasi IPA fisika SMP Negeri Se-Kota Kendari masih perlu meningkatkan perannya untuk menerapkan berbagai aspek keterampilan dasar mengajar guru dalam proses pembelajaran di kelas sebagai tanggung jawab guru profesional atau telah memperoleh sertifikat pendidik. Kata Kunci: Guru IPA Fisika yang Belum Sertifikasi, Keterampilan Dasar Mengajar.
Keterampilan dasar mengajar sebagai keterampilan yang mutlak harus dimiliki oleh guru untuk dapat mengoptimalkan peranannya di kelas (Bahri, 2005: 99). Selain itu menurut Sanjaya (2006: 32) menjelaskan bahwa keterampilan dasar mengajar diperlukan agar guru dapat melaksanakan perannya dalam pengelolaan proses pembelajaran (learning manajer), sehingga pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan efisien. Hal ini menunjukkan bahwa keterampilan dasar mengajar sangat penting bagi guru sehingga analisis bagaimana kemampuan guru dalam mempraktekkan berbagai komponen keterampilan mengajar tentu menjadi penting pula. Penelitian Iriyani (2008) menyimpulkan bahwa supervisi klinis kepala sekolah dapat meningkatkan keterampilan dasar
PENDAHULUAN Pendidikan merupakan salah satu komponen penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Untuk itu pemerintah melakukan berbagai upaya diantaranya adalah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang program pembangunan nasional yang berisi pembentukan badan akreditasi dan sertifikasi mengajar di daerah dengan tujuan meningkatkan kualitas tenaga kependidikan secara nasional khususnya gurusebagai tenaga profesional yang mensyaratkan penguasaan kompetensi yang meliputi kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi profesional dan kompetensi sosial yang dibuktikan dengan sertifikat sebagai pendidik (Muslich, 2007: 3-5). 1
Dosen Pend. Fisika FKIP UHO 56
dan prasarana belajar –mengajar yang tersedia agar terjadi proses belajar yang optimal.
mengajar guru. Selanjutnya penelitian Maria (2013) menyimpulkan kemampuan mahasiswa PPL berada pada kategori baik dengan total ratarata 70,8%. Demikian pula penelitian Atikah, dkk (2013) menjelaskan bahwa ada hubungan yang positif antara keterampilan dasar mengajar guru dalam mengajar dengan hasil belajar siswa sebesar Y^ =12,53+0,349X. Mengacu pada hasil penelitian tersebut maka analisis bagaimana kemampuan guru dalam mengajar khususnya bagi guru IPA fisika yang belum sertifikasi dalam menerapkan keterampilan dasar mengajar dalam proses pembelajaran sangat penting dan diperlukan untuk peningkatan mutu pendidikan. Artikel ini menganalisis dan mendeskripsikan hasil studi observasi tentang kemampuan pelaksanaan aspek-aspek keterampilan dasar mengajar yang diterapkan oleh guru IPA fisika yang belum sertifikasi pada SMP Negeri Se Kota Kendari.
Keterampilan Dasar Mengajar Keterampilan mengajar merupakan kompetensi profesional guru yang cukup kompleks, integrasi berbagai kompetensi guru secara utuh dan menyeluruh yang memerlukan latihan yang sistematis melalui micro teaching (Mulyasa, 2005). Selain itu juga merupakan puncak keahlian guru yang profesional yang menerapkan semua kemampuan yang telah dimilikinya dalam hal bahan pengajaran, komunikasi dengan siswa, metode mengajar, dan terampil mengajukan pertanyaan baik lisan maupun tertulis (Sudjana, 2006). Menurut Bahri (2005), Bahri dan Zain (2006), dan Sanjaya (2006) menjelaskan bahwa keterampilan dasar mengajar didefinisikan sebagai keterampilan yang mutlak harus guru miliki dalam proses pembelajaran agar guru dapat mengoptimalkan peranannya di kelas. Keterampilan yang mutlak tersebut terdiri atas 9 (sembilan) aspek diantaranya yakni: 1. Keterampilan bertanya dasar, merupakan keterampilan yang sangat penting untuk dikuasai bagi seorang guru karena dengan bertanya maka proses pembelajaran akan lebih bermakna, sebaliknya tanpa bertanya maka pembelajaran akan membosankan. Petunjuk teknis bagi seorang guru dalam menerapkan aspek ini adalah: (a) antusias dan kehangatan, (b) pemberian waktu berpikir, (c) pemusatan, (d) pindah gilir, (e) pemberian tuntunan, (f) penyebaran. 2. Keterampilan bertanya lanjut, merupakan komponen bertanya yang bertingkat yang mengacu pada taksonomi Bloom yakni: (1) Mengingat kembali, (2) pemahaman, (3) aplikasi, (4) analisis, (5) sintesis, dan (6) evaluasi 3. Keterampilan memberi penguatan (reinforcement), merupakan segala bentuk respon guru terhadap tingkah laku siswa sebagai suatu dorongan atau koreksi. Ada dua jenis penguatan yaitu verbal (dengan katakata) dan nonverbal (dengan bahasa isyarat atau tingkah-laku). Prinsip penggunaan: (1) hangat dan antusias, (2) bermakna, (3) bervariasi, dan (4) dengan segera.
KAJIAN TEORITIK Konsep Dasar Mengajar Mengajar (to teach) dari asal usul katanya berarti memperlihatkan sesuatu kepada seseorang melalui tanda atau symbol dengan maksud untuk membangkitkan atau menumbuhkan respons mengenai kejadian, seseorang, observasi, penemuan dan lain sebagainya (Sanjaya, 2006). Definisi tentang mengajar dalam Fathurrohman dan Sutikno (2007) dikemukakan bahwa mengajar telah banyak dijelaskan oleh para ilmuwan diantaranya: (1) Bohar Suharto (1997) bahwa mengajar adalah suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur (mengelola) lingkungan sehingga tercipta suasana yang sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan peserta didik sehingga terjadi proses belajar yang menyenangkan, (2) Oemar Hamalik (1992) mendefinisikan bahwa mengajar merupakan proses menyampaikan pengetahuan dan kecakapan kepada siswa. Dengan kata lain definisi mengajar menurut pengertian mutakhir adalah penciptaan sistem lingkungan yang terdiri dari komponen-komponen yang saling mempengaruhi yakni tujuan instruksional yang ingin dicapai, materi yang diajarkan, guru dan siswa, jenis kegiatan yang dilakukan, serta sarana 57
4. Keterampilan mengadakan variasi, komponen keterampilan ini terdiri tiga jenis variasi yakni: (1) Variasi saat proses pembelajaran seperti: suara, pemusatan perhatian, kesenyapan guru, kontak pandang, gerak guru. (2) Variasi pengunaan alat/media pembelajaran, dan (3) Variasi interaksi dan aktifitas siswa 5. Keterampilan menjelaskan, yakni pemberian informasi secara lisan yang diorganisasi secara sistematis untuk menunjukkan adanya hubungan sebab-akibat, yang dialami, generalisasi konsep, antara konsep dengan data, atau sebaliknya. Prinsip penggunaannya: kejelasan, penggunaan contoh, penekanan, dan balikan. 6. Keterampilan membuka dan menutup pelajaran yakni perbuatan guru untuk menciptakan siap mental dan menimbulkan perhatian siswa agar terpusat pada apa yang akan dipelajari. Komponen membuka pelajaran: (1) menarik perhatian dan menimbulkan motivasi, (2) membuat acuan dan kaitan. Sedangkan komponen menutup pelajaran yakni: (1) review, (2) evaluasi dan tindak lanjut.
termasuk penyesuaian sambil jalan (midourse) berdasarkan on going transactional decisions berhubungan dengan adjustments dan reaksi unik dari peserta didik terhadap tindakan guru. Sertifikasi guru diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan. Rasionalnya bila kompetensi guru bagus yang diikuti dengan penghasilan bagus, diharapkan kinerjanya bagus. Apabila kinerjanya bagus maka pembelajarannya juga bagus. Inilah yang mendasari perlunya guru sertifikasi (Muslich, 2007: 8). METODE PENELITIAN 1. Jenis, Waktu dan Tempat Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif tentang keterlaksanaan aspek-aspek keterampilan dasar mengajar dari guru IPA fisika yang belum sertifikasi yang dilaksanakan mulai tanggal 15 Januari 2013 sampai dengan 28 Februari 2013 yang bertempat di SMP Negeri Se Kota Kendari. 2. Subjek Penelitian ini adalah guru IPA fisika yang belum sertifikasi pada SMP Negeri Se Kota Kendari yang berjumlah 11 orang, dimana setiap sekolah diwakili oleh satu orang guru yang ditunjuk oleh kepala sekolahnya sebagai perwakilan dari guru IPA fisika yang belum sertifikasi dari 17 SMP Negeri Se Kota Kendari. 3. Teknik Pengambilan Data Data yang dikumpulkan berupa data kualitatif aspek-aspek keterampilan dasar mengajar yang dilaksanakan oleh guru pada saat proses pembelajaran, yang pelaksanaannya secara alamiah disesuaikan dengan kelas dimana guru mengajar baik kelas VII, kelas VIII maupun kelas IX.
Sertifikasi Guru Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 pasal 1 butir 11 bahwa sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru dan dosen. Selanjutnya pasal 11 butir 1: sertifikat pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan; dan pasal 16: Guru yang memiliki sertifikat pendidik memperoleh tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok, baik guru negeri maupun swasta yang dibayar oleh pemerintah. Dari kutipan tersebut, sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru yang telah memenuhi persyaratan tertentu yaitu kualifikasi akademik, kompetensi, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujutkan tujuan pendidikan nasional, yang dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan yang layak (Muslich, 2007: 2) Salah satu komponen kompetensi profesional guru adalah menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik yang mencakup diantaranya implementasi program pembelajaran
4. Teknik Analisis Data Data pengamatan dikuantitatifkan dengan menggunakan rentang skor 0 – 4 yang didasarkan pada jumlah deskriptor yang muncul dengan mengadopsi panduan penilaian APKG 2 (Anonim, 2001). Selanjutnya dikonversi menjadi skala nilai 0100. Untuk menentukan kategori keterlaksanaan aspek dengan menggunakan pendekatan Penilaian Acuan Patokan dari Pedoman Akademik FKIP Universitas Haluoleo (2010) seperti pada Tabel 1 berikut. 58
Pada penelitian ini, aspek keterampilan dasar mengajar guru yang diobservasi sebagai berikut: 1) keterampilan membuka dan menutup pelajaran; 2) keterampilan memberi penguatan; 3) keterampilan menjelaskan; 4) keterampilan mengadakan variasi; 5) keterampilan bertanya dasar; dan 6) keterampilan bertanya lanjut. Berdasarkan hasil observasi keterlaksanaan pada setiap aspek keterampilan dasar mengajar oleh guru IPA fisika yang belum sertifikasi pada SMP Negeri se Kota Kendari dapat ditunjukkan seperti pada Tabel 2 berikut.
Tabel 1. Konversi Nilai dan Kategori Aspek Keterampilan Dasar Mengajar Angka (Huruf) 4 ( A)
Nilai (Skala 100) 86 – 100
Baik Sekali
3(B)
76 – 85
Baik
2(C)
60 – 75
Cukup
1(D)
50 – 59
Kurang
0(E)
< 50
Gagal
Kategori
HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 2. Skor Pengamatan Keterampilan Dasar Mengajar oleh Guru IPA Fisika yang Belum Sertifikasi pada SMP Negeri Se- Kota Kendari No A
Komponen Keterampilan dan Aspek Keterampilan Membuka dan Menutup Pelajaran (KM2P)
Membuka Pelajaran 1 Menarik perhatian siswa 2 Menimbulkan Motivasi 3 Memberi Acuan 4 Membuat kaitan a. Menutup Pelajaran 1 Meninjau Kembali 2 Mengevaluasi 3 Tindak Lanjut Rerata Sub A B Keterampilan Memberi Penguatan (KMP) 1 Komponen Keterampilan 2 Cara penggunaan 3 Prinsip Penggunaan Rerata Sub B C Keterampilan Menjelaskan (KM) 1 Kejelasan
Guru IPA Fisika SMP Negeri ..... Kendari 1
2
3
4
5
6
7
8
10
12
13
3,0
2,8
3,8
3,5
2,8
3,0
3,8
3,3
2,8
3,0
3,8
2,0
1,3
2,3
1,3
2,7
2,7
0,3
2,0
1,0
3,0
3,7
1,0
1,3
4,0
2,3
3,3
2,8
1,8
2,8
1,5
3,5
3,8
0,3
0,0
3,0
1,3
2,0
0,3
0,3
1,0
1,7
2,3
3,3
3,5 1,0 2,5 1,9
0,0 1,8 2,0 1,3
0,0 2,8 1,0 2,4
1,5 0,8 3,5 2
3,5 1,3 3,0 2,6
0,0 2,3 3,0 2
1,0 0,0 1,5 1,2
4,0 0,0 3,5 2,4
0,0 0,0 1,5 1,2
3,0 1,8 2,0 2,7
2,5 2,3 4,0 3,3
1,3
0,7
1,3
1,3
0,7
1,3
0,0
0,7
0,2
0,8
1,3
2,0 3,7 2,3
1,0 2,7 1,4
1,8 4,0 2,4
3,3 2,7 2,4
1,8 4,0 2,1
2,0 4,0 2,4
0,0 1,3 0,4
2,3 3,3 2,1
0,0 1,3 0,5
1,0 3,0 1,6
1,8 2,7 1,9
3,0
3,0
4,0
4,0
3,0
2,5
2,5
4,0
3,0
4,0
2,5
59
No 2 3 4 5 D
1 2 3
E
1 2 3 4 5 6 F
1
2 3 4
Komponen Keterampilan dan Aspek Penggunaan contoh dan ilustrasi Pengorganisasian Penekanan Balikan Rerata Sub C Keterampilan Memberikan Variasi (KMV) Variasi Gaya Mengajar Guru Variasi media atau alat bantu pelajaran Variasi interaksi dan kegiatan siswa Rerata Sub D Keterampilan Bertanya Dasar (KBD) Ungkapan pertanyaan jelas & singkat Pemusatan Pemindahan Giliran Penyebaran Pertanyaan Pemberian waktu berpikir Pemberian tuntunan Rerata Sub E Keterampilan Bertanya Lanjut (KBL) Pertanyaan sesuai dgn tuntunan tingkat kognitif (C1- C6) Pertanyaan dari sederhana ke kompeks Pemberian pertanyaan pelacak Mendorong terjadinya interaksi siswa Rerata Sub E Rerata Akhir Keterampilan Guru
Guru IPA Fisika SMP Negeri ..... Kendari 1
2
3
4
5
6
7
8
10
12
13
2,7
4,0
4,0
2,0
3,7
2,7
2,3
1,3
1,0
1,7
3,7
1,5 2,0 3,5 2,5
2,0 3,0 3,5 3,1
2,0 2,3 1,0 2,7
3,5 2,0 3,5 3
3,5 2,8 3,5 3,3
2,0 4,0 3,5 2,9
1,0 0,3 1,0 1,4
3,5 3,5 3,5 3,2
2,0 3,0 2,0 2,2
0,5 3,5 2,0 2,3
1,0 4,0 3,5 2,9
3,2
3,3
4,0
3,2
3,0
3,5
2,3
4,0
3,3
3,3
3,7
0,3
0,7
2,3
2,3
2,0
2,7
0,7
0,3
1,3
1,3
1,3
4,0
4,0
4,0
4,0
4,0
4,0
3,0
4,0
2,5
4,0
4,0
2,5
2,7
3,4
3,2
3
3,4
2
2,8
2,4
2,9
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
2
4
3 3 4
4 3 4
4 4 4
4 4 4
4 4 4
4 3 4
4 4 4
4 4 4
3 4 4
4 4 4
4 4 4
1
4
3
3
4
3
3
1
1
4
3
4 3,2
4 3,8
4 3,8
4 3,8
4 4,0
0 3,0
1 3,3
3 3,3
4 3,3
2 3,3
4 3,8
3
4
4
4
4
4
4
4
0
4
4
1
4
1
3
1
0
3
3
0
0
3
1,7
3
0,3
1,6
2,1
1,6
0,6
0,9
0,6
0
2,7
4
4
4
4
4
4
0
3
0
4
4
2,6
3,8
2,6
3,3
3,0
2,5
2,2
2,8
0,8
2,3
3,5
2,4
2,5
2,7
2,8
2,8
2,7
1,5
2,6
1,4
2,4
2,9
Tabel 2 diatas menunjukkan skor hasil observasi keterlaksanaan aspek-aspek dari 6(enam) komponen keterampilan dasar mengajar guru yang nampak atau yang dilaksanakan oleh setiap guru IPA fisika yang belum sertifikasi
pada SMP Negeri se Kota Kendari dalam proses pembelajaran di kelas selama tiga kali pertemuan yang berjumlah 11 orang. Dengan mengacu pada Tabel 1.2 tersebut, kemudian dikonversi menjadi nilai keterampilan dasar mengajar guru dengan
60
interval 0 – 100 (Pedoman Akademik, 2010) dan dikaitankan dengan pengkategorian keterampilan
dasar mengajar guru maka dapat diperlihatkan seperti pada Gambar 1a, 1b dan 1c berikut:
Keterangan: KM2P = Keterampilan Membuka dan Menutup Pelajaran, KMP = Keterampilan Memberi Penguatan; KM = Keterampilan Menjelaskan; KMV = Keterampilan Memberikan Variasi, KBD = Keterampilan Bertanya Dasar; dan KBL = Keterampilan Bertanya Lanjut
61
Dari Gambar 1a,1b, dan 1c tersebut menunjukkan bahwa masih terdapat guru yang sangat minim (nilai ≤ 49) yang menerapkan salah satu komponen keterampilan dasar mengajar guru dalam proses pembelajaran seperti: KM2P berjumlah 4 orang; KMP berjumlah 5 orang; KM dan KBL masing-masing berjumlah 1 orang selama 3(tiga) kali pertemuan. Namun demikian terdapat pula beberapa guru yang sudah optimal (nilai ≥ 76) dalam menerapkan keterampilan dasar mengajar guru yakni pada komponen KM2P berjumlah 1 orang; KM berjumlah 3 orang, KMV berjumlah 3 orang, dan KBD berjumlah 10 orang serta KBL berjumlah 3 orang. Dari Gambar 1a,1b, dan 1c, nampak juga bahwa hampir semua guru IPA fisika yang belum sertifikasi telah menerapkan KBD secara optimal, itupun hanya 1 orang dengan nilai yang mendekati 76 yakni 75. dan bahkan ada 1 orang guru yang menerapkan salah satu komponen keterampilan secara maksimal yakni pada komponen KBD.
59) dalam menerapkan keterampilan dasar mengajar yakni Guru SMP Neg. 7 Kendari dan Guru SMP Neg. 10 Kendari. Bersadarkan Gambar 2a tersebut mengisyaratkan bahwa perlunya guru mengoptimalkan penerapan keterampilan dasar mengajar agar terjadi interaksi timbal balik secara optimal antara guru dan siswa, serta hal tersebut merupakan salah satu tanggung jawab sebagai guru agar menjadi guru profesional khususnya kompetensi pedagogik, yang secara tidak langsung dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Gambaran persentase kategori keterampilan dasar mengajar guru, jika dikaitkan kategori dari Pedoman Akademik FKIP Universitas Haluoleo (2010) dapat dinyatakan seperti pada Gambar 2b berikut:
Jika ditinjau dari segi nilai rata-rata keterampilan dasar mengajar guru oleh setiap guru IPA fisika yang belum disertifikasi pada SMP Negeri Se Kota Kendari dapat dilihat seperti pada Gambar 2a berikut:
Dari grafik pada Gambar 2b tersebut menunjukkan bahwa persentase tingkat kemampuan guru IPA fisika yang belum sertifikasi dalam menerapkan keterampilan dasar mengajar pada proses pembelajaran adalah sebagian besar yakni 73% berada pada kategori cukup, sementara persentase tingkat kemampuan guru yang diharapkan yakni kategori baik dan baik sekali adalah sangat rendah yakni hanya 9% pada kategori baik dan bahkan tidak ada yang berada pada berkategori baik sekali. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan tingkat kemampuan guuru IPA fisika yang telah sertifikasi yang sebagian besar berada pada kategori cukup (47%), dan tingkat kemampuan yang diharapkan yakni kategori baik (20%) serta tidak ada guru yang berkategori baik sekali (Sahara, 2013). Demikian halnya jika ditinjau dari keterlaksanaan setiap aspek keterampilan dasar mengajar juga belum sesuai dengan yang diharapkan sebagaimana ditunnjukkan grafik pada Gambar 3 berikut:
Sesuai grafik rata-rata keterampilan dasar mengajar guru IPA fisika yang belum sertifikasi pada Gambar 2a menunjukkan bahwa hanya 1 orang guru yang menerapkan keterampilan dasar mengajar secara optimal (nilai ≥76) yakni guru SMP Neg. 13 Kendari, meski demikian ada juga guru yang hampir optimal menerapkan keterampilan dasar mengajar guru yakni Guru SMP Neg. 5 Kendari dan Guru SMP Negeri 4 Kendari dengan nilai masing-masing 75 dan 74. Demikian pula masih terdapat 2 orang yang masih kurang (nilai ≤ 62
aspek dari keterampilan dasar mengajar dan berupaya menerapkan secara sungguh-sungguh dalam proses pembelajaran, karena hal ini merupakan sesuatu yang mutlak dimiliki oleh seorang guru dalam melaksanakan interaksi pembelajaran di kelas (Bahri, 2005). Selain itu keterampilan dasar mengajar sangat penting bagi seorang guru agar dapat melaksanakan perannya dalam pengelolaan proses pembelajaran, sehingga pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan efisien. Selain itu keterampilan dasar mengajar berkaitan erat dengan implementasi berbagai strategi pembelajaran di kelas (Sanjaya, 2006).
Berdasarkan Gambar 3 tersebut menunjukkan bahwa dari 6 (enam) komponen hanya 1 komponen keterampilan yang terlaksana secara optimal yakni KBD, dan 3 komponen keterampilan berada pada kategori cukup yakni KM, KMV, dan KBL serta 1 komponen keterampilan yang kurang dan sangat kurang masing-masing berturut-turut KM2P dan KMP, dengan rata-rata nilai keterampilan dasar mengajar sebesar 65 yang berada pada kategori cukup. Hasil yang sama sebelumnya menunjukkan bahwa keterampilan memberi penguatan merupakan aspek yang masih kurang diterapkan oleh guru IPA fisika dalam pembelajaran (Sahara, 2009; 2013; dan Maria, 2013 ). Hasil-hasil penelitian ini mengisyaratkan bahwa keterampilan dasar mengajar guru masih kurang diterapkan oleh guru dalam proses pembelajaran khususnya guru IPA fisika baik yang belum sertifikasi maupun yang telah disertifikasi. Hal ini tentu harus menjadi perhatian bagi lembaga pencetak guru yakni Lembaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan (LPTK) dan juga pihak yang mengeluarkan sertifikat pendidik profesional yakni Pendidikan Sertifikasi Guru (PSG) dengan program Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG). Selain itu dengan wacana perubahan program dari PLPG menjadi Pendidikan Profesi Guru (PPG) dengan waktu yang relatif lama diharapkan dapat terwujud sehingga dapat menjadi salah satu alternatif solusi permasalahan guru dalam menerapkan berbagai keterampilan dasar mengajar karena keterampilan ini sesungguhnya salah satu aspek yang mudah dan harus dilakukan oleh guru dalam proses pembelajaran agar dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Berdasarkan hasil observasi dan analisis dari hasil penelitian ini, maka bagi guru kiranya perlu memahami dan menelaah kembali berbagai
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data secara deskriptif dapat disimpulkan bahwa penerapan keterampilan dasar mengajar oleh guru IPA fisika yang belum sertifikasi pada SMP Negeri Se Kota Kendari adalah sebagian besar atau 73% berada pada kategori cukup atau sedang dan masih perlu ditingkatkan lagi. Aspek keterampilan dasar mengajar yang sudah baik diterapkan adalah keterampilan bertanya dasar sedangkan aspek keterampilan dasar mengajar yang masih kurang adalah keterampilan memberikan penguatan, keterampilan membuka dan menutup pelajaran,. Guru IPA fisika yang belum sertifikasi yang sudah baik menerapkan berbagai aspek keterampilan dasar mengajar adalah Guru IPA fisika SMP Negeri 13 Kendari dan SMP Negeri 5 Kendari. a. Saran Keterampilan dalam mengajar perlu dipahami, ditelaah dan diterapkan secara sungguh-sungguh oleh guru IPA fisika yang belum sertifikasi sebagai bentuk tanggung jawab guru profesional dan menjadi perhatian bagi lembaga pencetak guru atau LPTK serta Pendidikan Profesi Guru sebagai lembaga yang diberi wewenang memberikan sertifikat pendidik bagi guru sebagai guru profesional.
63
Muslich, M. (2007). Sertifikasi Guru Menuju Profesionalisme Pendidik. Jakarta: PT Bumi Aksara.
DAFTAR PUSTAKA Anonim, (2001). Panduan Pelaskanaan PPL FKIP Universitas Haluoleo Kendari 2000/2001.UPT PPL FKIP Unhalu
Sahara, L. (2009). “Deskripsi Pelaksanaan Keterampilan Dasar Mengajar Guru dalam Proses Pembelajaran oleh Guru Fisika SMA Negeri 4 Kendari?. Jurnal Humanika, No.2 Tahun I Juli 2009, Volume (1), 102-107.
Anonim. (2010). Pedoman Akademik 2010. Kendari: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Atikah, N, dkk. (2013). “Hubungan antara Keterampilan Dasar Guru dalam Mengajar dengan Hasil Belajar PKN Siswa?. Jurnal PPKN UNJ Online, No.2 Tahun 2013, Volume (1). Tersedia di: http://skripsippknunj.com/wpcontent/uploads/2013/06/Tamplate-JurnalOnline-Mahasiswa2.pdf. [diakses 2 Februari 2014]. Bahri S.D. (2005). Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif (Edisi Revisi). Jakarta: Rineka Cipta
................ (2013). “Deskripsi Pelaksanaan Keterampilan Dasar Mengajar Guru dalam Proses Pembelajaran oleh Guru Sertifikasi IPA Fisika SMP Negeri Se-Kota Kendari?. Jurnal MIPMIPA, No.2, Agustus 2013, Volume (12), 162-172. Sanjaya W. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media. Sudjana, N. (2006). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya
Bahri S.D, dan Zain, A (2006). Strategi Belajar Mengajar (Edisi Revisi). Jakarta: Rineka Cipta Fathurrohman P dan Sutikno S. (2007). Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami. Bandung: Refika Aditama Iriyani, D. (2008). “Pengembangan Supervisi Klinis untuk Meningkatkan Keterampilan Dasar Mengajar Guru?. Jurnal Didaktika, No.2 Tahun 2008, Volume (2), 278-285. Maria, E.G. (2013). ?Analisis Kemampuan Pelaksanaan Keterampilan Dasar Mengajar pada Mahasiswa PPL Program Studi Pendidikan Biologi Di SMA Negeri Se Kota Jambi? . Tersedia di: Error! Hyperlink reference not valid. [diakses 2 Februari 2014]. Mulyasa. (2005). Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kretiatif dan Menyenangkan. Bandung: Remaja Rosdakarya
64
Peningkatkan Keaktifan Mahasiswa Mata Kuliah Fisiologi Tumbuhan melalui Pembelajaran Problem Solving Oleh : Damhuri1 Abstrak. Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk meningkatkan aktivitas belajar mahasiswa di Program Studi Pendidikan Biologi pada mata kuliah Fisiologi Tumbuhan melalui pembelajaran problem solving . Hasil akhir yang diharapkan adalah semua tujuan pembelajaran dicapai. Aktivitas belajar yang diharapkan meningkat terutama adalah (1) kemampuan berpikir kritis, (2) kemampuan berkomunikasi lisan, (3) kemampuan bekerja sama dalam tim, (4) kedisiplinan. Pembelajaran dilakukan dengan menerapkan problem solving dalam perkuliahan dan dilakukan dalam 4 kali siklus dilakukan oleh dosen pengampuh mata kuliah Fisiologi Tumbuhan untuk menganalisis kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi dalam perkuliahan dan mempersiapkan semua instrumen dan perangkat kuliah yang diyakini mampu membelajarkan mahasiswa secara efektif serta membangkitkan partisipasi aktif Berdasarkan hasil pelaksanaan pembelajaran selama 4 siklus didapatkan bahwa penggunaan model problem solving pada pembelajaran F i s i o l o g i T u m b u h a n dapat meningkatkan aktivitas belajar mahasiswa pada setiap tahapan siklus, yang ditunjukkan dengan meningkatnya (1) kemampuan berpikir kritis, (2) kemampuan berkomunikasi lisan, (3) kemampuan bekerja sama dalam tim, dan (4) kedisiplinan. Selain itu juga terdapat peningkatan kualitas pembelajaran yang dilakukan oleh dosen baik dalam persiapan pembelajaran maupun keterampilan melaksanakan pembelajaran. Walaupun demikian,pembelajaran ini masih perlu dilanjutkan dan ditingkatkan agar pembelajaran yang berkualitas tetap terjaga. Kata kunci: Problem solving, Fiaiologi Tumbuhan
kelas, sebab mahasiswa dapat belajar dari sumber lain selain dosennya. Mengantisipasi hal ini dosen harus memiliki keunggulan kompetitif. Prinsip survival of the fittest juga bisa berlaku bagi profesi pendidik. Setiap perguruan tinggi harus mampu menghasilkan lulusan yang mandiri dan memiliki keunggulan kompetitif, sehingga harus ada perubahan yang sistematik baik dilihat dari segi tujuan, metode maupun materi pembelajaran itu sendiri. Proses pembelajaran baik di kelas, di laboratorium, maupun praktek lapangan perlu disesuaikan sesuai dengan tuntutan dan persyaratan persaingan global pada milenium ketiga. Untuk mengantisipasi perubahan itu, dosen dan mahasiswa bisa melakukan studi banding secara pribadi maupun kelompok baik secara internal ataupun eksternal. Hasil pengamatan terhadap pelaksanaan pembelajaran Fisiologi Tumbuhan menunjukkan bahwa pembelajaran yang selama ini
PENDAHULUAN Kegiatan pembelajaran merupakan inti dari proses pendidikan, sehubungan dengan hal ini perguruan tinggi harus senantiasa meningkatkan kualitasnya dan mengembangkan sikap adaptif terhadap perubahan pemangku kepentingan dalam berkehidupan bermasyarakat. Kehidupan di abad 21 menghendaki dilakukannya perubahan pendidikan tinggi yang bersifat mendasar. Perubahan dari pandangan kehidupan masyarakat lokal ke masyarakat global, perubahan dari kohesi sosial menjadi partisipasi demokratis dan perubahan dari pertumbuhan ekonomik ke perkembangan kemanusiaan (Dirjen Dikti, 2008). Hal itulah yang sekarang menjadi tantangan profesionalisme dosen. Informasi yang dimiliki dosen menjadi kuno jika tidak diperbaharui secara terus menerus. Di sisi lain, dosen tidak lagi selalu bisa menjadi yang paling pintar di 1
Dosen Pendidikan Biologi FKIP Universitas Haluoleo 65
dilakukan ternyata lebih menekankan pada aspek kognitif tingkat sedang saja, baik cakupan materinya maupun dalam proses pembelajarannya sehingga mahasiswa belum optimal dalam mengembangkan daya nalarnya dan sering mengalami kesulitan dalam memahami apa yang diajarkan oleh dosen, padahal penalaran dan pemahaman merupakan kemampuan yang sangat penting bagi siapa saja yang ingin menjadi profesional dalam bidangnya. Metode yang dipergunakan selama ini membuat situasi pembelajaran diarahkan pada learning to know, dan permasalahan yang disampaikan cenderung bersifat akademik (book oriented) sehingga pembelajaran menjadi kurang bermakna bagi mahasiswa. Berdasarkan observasi yang dilakukan, tidak dapat dipungkiri bahwa mahasiswa belum memiliki kemandirian belajar walaupun dosen telah mengalokasikan waktu menugaskan mahasiswa untuk melakukan belajar secara mandiri, baik dengan penugasan maupun pemberian motivasi. Mahasiswa juga cenderung enggan menggali sumber belajar di luar yang diberikan dosen, terutama jika sumber materi menggunakan bahasa Inggris, padahal dalam menghadapi tantangan global, mahasiswa dituntut untuk meningkatkan kompetensi materi dan sekaligus kompetensi pembelajaran dengan bahasa Inggris. Sebagian besar mahasiswa hanya menggantungkan diri pada materi yang diberikan dosen. Akibatnya mahasiswa mengalami kesulitan jika harus menjawab soal yang menuntut kemampuan berpikir tingkat tinggi, kompleks apalagi berpikir kritis. Hal ini diperparah dengan rendahnya aktivitas belajar mahasiswa di dalam kelas, hanya beberapa mahasiswa saja yang aktif bertanya dan menjawab, sisanya cenderung pasif. Sesuai dengan hakikat pembelajarannya, seharusnya dengan kelengkapan piranti multimedia yang ada, calon guru biologi dapat mengembangkan kemampuan memahami konsep-konsep biologi melalui proses berpikir tingkat tinggi sehingga dapat membentuk sikap ilmiah. Pembelajaran yang diprediksi dapat menjadi alternatif solusi terhadap permasalahan pembelajaran Fisiologi Tumbuhan adalah dengan penerapan problem solving. Dalam hal ini mahasiswa melakukan problem solving dengan
sebanyak mungkin menelaah dan membuat review jurnal hasil penelitian yang berkaitan dengan materi Fisiologi Tumbuhan, khususnya pada Pertumbuhan dan Perkembangan Tumbuhan di lingkungan khusus. Hal ini jelas tidak akan dapat diperoleh jika mahasiswa hanya mengandalkan catatan atau materi dari dosen, sehingga mau tidak mau mereka termotivasi mencari sumber belajar lain. Problem solving dipilih karena merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasinya ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan mahasiswa. Problem Solving tidak mengharapkan mahasiswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi juga aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan. Dalam hal ini aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Artinya, tanpa masalah maka tidak mungkin ada proses pembelajaran. Penerapan problem solving yang pada saat proses p e mb e l a j a r a n diharapkan mampu mengakomodasi semua kebutuhan mahasiswa dan dosen sehingga semua konsep yang disampaikan dosen dapat diserap secara maksimal oleh mahasiswa. Diharapkan kendala mahasiswa dalam memahami konsep-konsep Fisiologi Tumbuhan dapat teratasi dan kemampuan berpikir kritis mahasiswa dapat dikembangkan. Selain itu diharapkan semua aktivitas belajar mahasiswa meningkat sehingga kesenjangan antara mahasiswa aktif dan mahasiswa pasif bisa diperkecil. Johnson (2000), mengemukakan keterampilan berpikir dapat dibedakan menjadi berpikir kritis dan berpikir kreatif. Kedua jenis berpikir ini disebut juga sebagai keterampilan berpikir tingkat tinggi (Liliasari,2002). Berpikir kritis merupakan proses mental yang terorganisasi dengan baik dan berperan dalam proses mengambil keputusan untuk memecahkan masalah dengan menganalisis dan menginterpretasi data dalam kegiatan inkuiri ilmiah. Sedangkan berpikir kreatif adalah proses berpikir yang menghasilkan gagasan asli atau orisinal, konstruktif, dan menekankan pada aspek intuitif dan rasional (Johnson, 2000).
66
Pembelajaran dengan P r o b l e m S o l v i n g ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan aktivitas belajar mahasiswa di Program Studi Pendidikan Biologi pada mata kuliah Fisiologi Tumbuhan. Hasil akhir yang diharapkan adalah semua tujuan perkliahan dan uraian materi dapat tercapai. Aktivitas belajar yang diharapkan meningkat terutama adalah (1) kemampuan berpikir kritis, (2) kemampuan berkomunikasi lisan, (3) kemampuan bekerja sama dalam tim, dan (4) kedisiplinan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pendekatan kontekstual dengan penerapan problem solving dalam pembelajaran memungkinkan mahasiswa terbiasa mencari sumber belajar di luar dosen sehingga mereka bisa mengaitkan antara materi yang diberikan dosen dengan hasil penelitian terkini sehingga mereka memahami bahwa pengetahuan biologi, khususnya fisiologi tumbuhan selalu berkembang. Dalam hal ini pengetahuan yang diperoleh dan disampaikan mahasiswa akan menjadikan fakta-fakta preposisi yang mencerminkan ketrampilan yang dapat diterapkan. Dalam proses pembelajaran tugas dosen mengelola kelas sebagai tim yang bekerja sama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi mahasiswa. Peningkatan aktivitas pembelajaran mahasiswa melalui pendekatan kontekstual dengan penerapan problem solving mata kuliah Fisiologi Tumbuhan dapat dilihat pada gambar berikut.
METODE PENELITIAN Materi pokok yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah Pertumbuhan dan Perkembangan tumbuhan di lingkungan khusus. Subjek yang dikaji sebagai sumber data adalah mahasiswa yang menempuh mata kuliah Fisiologi Tumbuhan di Pendidikan.Biologi FKIP Universitas Halu Oleo semester genap tahun akademik 2012/2013. Data diperoleh dari observasi langsung terhadap kegiatan pembelajaran, hasil tes serta unjuk kerja mahasiswa. Instrumen yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah jurnal penelitian internasional mengenai fisiologi tumbuhan, silabus, rencana perkuliahan, lembar observasi serta tes uji kompetensi. Kemampuan berpikir kritis, dinilai dari kemampuan mahasiswa menjawab permasalahan gambar di LKM, dengan materi Sel dan Jaringan pada tumbuhan. Kemampuan berkomunikasi lisan, dinilai dari kemampuan bertanya dan menjawab pertanyaan dalam diskusi kelas terkait materi yang d i j a w a b dari pertanyaan L K M . Kemampuan kerja sama dalam tim, dinilai saat mahasiswa bersinergi dalam menyelesaikan permasalahan yang dialami ketika menjawab pertanyaan LKM dan diskusi, sedangkan kedisiplinan dinilai dari ketepatan mahasiswa dalam mengumpulkan tugas jawaban LKM sesuai ketentuan dosen. Analisis data dilakukan sejak awal sampai berakhirnya kegiatan pengumpulan data. Datadata dari hasil penelitian di lapangan diolah dan dianalisis secara deskriptif.
Gambar 1. Grafik peningkatan aktivitas
mahasiswa dalam pembelajaran Keterampilan berpikir kritis dipengaruhi oleh banyak faktor, baik intrinsik misalnya kepribadian, kegigihan serta motivasi, maupun ekstrinsik misalnya kebudayaan atau lingkungan. Pembelajaran dengan problem solving ini memang diarahkan untuk membentuk suatu kebiasaan bagi mahasiswa untuk tidak hanya mengandalkan materi dari dosen saja serta memandang konsep materi secara dangkal, tapi mereka bisa melihat dari berbagai sudut pandang sehingga ada ketertarikan untuk senantiasa mencari tahu dan meningkatkan pengetahuan yang telah mereka miliki sebelumnya. Hassoubah (2007) menyatakan bahwa kecenderungan berpikir kritis, antara lain 67
ditandai dengan adanya kebiasaan untuk mencari pernyataan yang jelas dari setiap pertanyaan, mencari alasan, berusaha mencari informasi dengan baik, memakai sumber yang memiliki kredibilitas dan menyebutkannya, memperhatikan situasi dan kondisi secara keseluruhan, berusaha tetap relevan dengan ide utama, mengingat kepentingan yang asli dan mendasar, mencari alternatif, bersikap dan berpikir terbuka, mengambil posisi ketika ada bukti yang cukup kuat untuk melakukan sesuatu, mencari penjelasan sebanyak mungkin apabila memungkinkan, bersikap secara sistematis dan teratur dengan bagian-bagian dari keseluruhan masalah, dan peka terhadap tingkat keilmuan dan keahlian orang lain. Hal inilah yang diupayakan oleh dosen ketika memberi masalah pada mahasiswa. Dalam hal ini dosen memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada mahasiswa untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang diberikan oleh dosen pengampuh mata kuliah. Tugas membuat review jurnal penelitian internasional yang dibuat secara individu tetapi dipresentasikan secara kelompok memungkinkan mahasiswa bisa berinteraksi melalui forum diskusi interaktif dan tanya jawab di kelas. Problem solving yang diterapkan dalam pembelajaran memacu mahasiswa dalam mencari sumber belajar yang akurat. Masing-masing mahasiswa terlihat antusias dalam kegiatan bertanya, memberikan pendapat ataupun mempertahankan pendapat karena mereka menjawab berdasarkan literatur yang mereka dapatkan secara individu. Kebanyakan mahasiswa terlihat mempersiapkan diri dengan baik sehingga mereka bisa menjawab semua pertanyaan dan menanggapi masukan yang diberikan, sedangkan sisanya mendengarkan dan mencatat hasil diskusi kelas. Fokus pembelajaran yang terpenting dan yang utama adalah bagaimana membuat para mahasiswa bisa menyukai dan menikmati pembelajaran yang dilakukan. Dengan tercapainya hal ini diharapkan mahasiswa bisa lebih berkonsentrasi dalam menerima dan memahami konsep yang diberikan dengan sebaik mungkin dan melatih daya nalar dan kreativitas masing-masing. Adanya kebiasaan memberikan semua
materi hanya dari satu sumber belajar saja hanya akan mengerdilkan pikiran mahasiswa sedangkan kebebasan dalam menggali informasi dan sumber materi akan dapat mendorong terciptanya iklim pembelajaran (learning climate) yang kondusif. Hal ini agaknya yang mendorong mahasiswa untuk lebih menikmati pembelajaran, sehingga selain selain aktivitas belajar di kelas terlihat meningkat, kemampuan berpikir kritis terasah, ketrampilan psikomotor dan afektifpun juga meningkat. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil pembelajaran di mata kuliah fisiologi tumbhan bahwa penggunaan model problem solving dapat meningkatkan aktivitas belajar mahasiswa pada setiap pertemuan, yang ditunjukkan dengan meningkatnya (1) kemampuan berpikir kritis, (2) kemampuan berkomunikasi lisan, (3) kemampuan bekerja sama dalam tim, dan (4) kedisiplinan. Selain itu juga terdapat peningkatan kualitas pembelajaran yang dilakukan oleh dosen,baik dalam persiapan pembelajaran maupun keterampilan melaksanakan pembelajaran. Walaupun demikian, ini masih perlu dilanjutkan dan ditingkatkan agar pembelajaran yang berkualitas tetap terjaga. DAFTAR PUSTAKA Hassoubah, Z. I. (2007). Mengasah Pikiran Kreatif dan Kritis: Disertai Ilustrasi dan Latihan. Terjemahan Bambang Suryadi. Developing Creative & Critical Thinking Skills: A Handbook for Students. 2002. Nuansa. Bandung. Johnson. E.B. (2000). Contextual Teaching and Learning. Corwin Press Inc. California. Liliasari. (2001). Model Pembelajaran IPA untuk Meningkatkan Ketrampilan Berpikir Tingkat Tinggi Calon Guru sebagai Kecenderungan Baru pada Era Globalisasi. Jurnal Pengajaran MIPA 2 (1). Juni 2001. Permendiknas No. 22 Tahun 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta. 68
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT (TEAMS GAMES TOURNAMENT) DALAM PEMBELAJARAN KIMIA POKOK BAHASAN STOIKIOMETRI PADA SISWA KELAS X IPA SMAN 2 KENDARI Oleh: ,1
La Rudi , Saefuddin2, Syamsuwarni3 Abstrak. Telah dilakukan penelitian dengan judul Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament) dalam Pembelajarn Kimia pada pokok Bahasan Stoikiometri di SMAN 2 Kendari. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil belajar kimia siswa kelas X SMA Negeri 2 Kendari pada materi Stoikiometri yang diajar menggunakan metode kooperatif tipe teams game Tournament (TGT). Instrumen yang digunakan berupa tes hasil belajar yang diberikan setelah pelaksanaan pembelajaran dengan TGT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar kimia siswa kelas X SMA Negeri 2 Kendari yang diajar menggunakan metode kooperatif tipe TGT pada materi stoikiometri diperoleh nilai tertinggi 93,3 dan nilai terendah 46,7 dengan nilai rata-rata adalah 69,3, dengan standar deviasi sebesar 11,7. Dari data yang diperoleh dibandingkan dengan nilai siswa pada kelas yang diajar dengan metode yang umum digunakan oleh guru (metode ceramah). Rata-rata nilai siswa yang diajar dengan metode yang biasa digunakan oleh guru diperoleh nilai tertinggi siswa 86 dan nilai terendah 33 dengan nilai rata-rata adalah 63,3. Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa materi Stoikiometri matapelajaran Kimia kelas X SMA lebih bagus perolehan nilai siswa jika diajar dengan metode Kooperatif tipe TGT dibandingkan dengan metode ceramah seperti yang umum digunakan oeh guru dalam mengajarkan materi Stoikiometri. Kata Kunci : Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ; Hasil Belajar Kimia
Salah satu faktor yang sangat mendukung keberhasilan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran adalah penguasaan dan kemampuan guru dalam menerapkan metode pembelajaran. Artinya guru dituntut untuk menguasai dan mampu menerapkan metode pembelajaran sesuai dengan karakteristik materi dan tingkat perkembangan siswa. Hal ini sangat relevan dengan tugas seorang guru dalam mengenali perbedaan individu siswanya. Pada umumnya di sekolah masih banyak digunakan model pembelajaran konvensional. Pengajaran yang bersifat konvensional pada umumnya di dominasi oleh guru sedangkan siswa hanya dapat mendengarkan, melihat dan mencatat penjelasan guru. Akibatnya pengembangan
PENDAHULUAN Proses pencapaian keberhasilan dalam pendidikan sebagian besar ditentukan oleh mutu kegiatan belajar mengajar. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk meningkatkan kualitas kegiatan belajar mengajar, khususnya peningkatan kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar yaitu dengan mutu guru sehingga memiliki tingkat kemampuan profesional yang digunakan. Guru sebagai pendidik haruslah berupaya untuk selalu memperhatikan dan memelihara serta mengembangkan minat atau kesiapan siswa dalam menerima pelajaran yang nantinya diharapkan akan berdampak positif dalam pencapaian prestasi hasil belajar yang maksimal. 1
Alumni Pend. Kimia FKIP UHO Dosen pend. Kimia FKIP UHO 3 Alumni/Mahasiswa Pend. Kimia FKIP UHO 2
69
aktivitas dan hasil belajar siswa menjadi berkurang. Proses pembelajaran seperti ini akan membentuk siswa cenderung mengoptimalkan dirinya dengan menerima apa saja yang diajarkan oleh guru. Selanjutnya berdasarkan hasil wawancara peneliti terhadap guru kimia bahwa nilai ratarata ulangan harian siswa pada materi pokok stoikiometri adalah masih sangat rendah dan belum memenuhi standar KKM dari sekolah. Oleh karena itu guru tentunyan perlu perhatian untuk melakukan alternatif baru dalam rangka perbaikan proses belajar mengajar untuk meningkatkan hasil belajar siswa khususnya Mengacu pada hal tersebut perlu dikembangkan teknik belajar yang dapat mengatasi kurangnya keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar. Oleh karena itu, salah satu alternatif model pembelajaran adalah model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament). Model pembelajaran ini dapat menghasilkan pencapaian hasil belajar siswa yang maksimal, sebab didalamnya terdapat interaksi dimana siswa saling membantu mempelajari dan memahami isi materi pelajaran yang telah dibahas. Adanya anggota dalam kelompok, siswa lebih mudah untuk mengeluarkan pendapat, belajar mendengar pendapat orang lain, mencatat hal-hal yang bermanfaat untuk kepentingan bersama, siswa yang lambat berpikir dapat dibantu untuk menambah ilmu pengetahuanya. Hadiah atau penghargaan yang diberikan akan memberikan dorongan dan motivasi bagi siswa untuk mencapai hasil belajar yang lebih maksimal.
metode kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament). Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar kimia utamanya pada materi stoikiometri serta memperluas pengetahuan tentang inovasi-inovasi baru dalam pembelajaran. TINJAUAN PUSTAKA Hasil Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya Menurut Arifin (2009), hasil belajar merupakan gambaran tentang apa yang harus digali, dipahami, dan dikerjakan peserta didik. Hasil belajar merupakan unsur dari proses belajar mengajar. Hasil belajar dihasilkan dari proses penilaian atau evaluasi untuk mengukur pencapaian siswa dalam penguasaan materi pelajaran seperti yang dikatakan Sudjana (2009), bahwa kegiatan penilaian adalah suatu tindakan atau kegiatan untuk melihat sejauh mana tujuan-tujuan instruksional telah dapat dicapai atau dikuasai siswa dalam bentuk hasil belajar. Benyamin S. Bloom mengklasifikan hasil belajar ke dalam tiga domain, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Domain kognitif berhubungan dengan intelektual, afektif berhubungan dengan sikap, dan psikomotor berhubungan dengan keterampilan. Dalam setiap domain tersebut tersusun dari beberapa jenjang kemampuan yaitu dari hal yang mudah sampai dengan hal yang sulit, dan dari hal yang kongkrit sampai hal yang abstrak (Arifin, 2009). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Sukmadinata (2002) menyatakan bahwa usaha dan keberhasilan belajar dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor
Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk engetahui hasil belajar kimia siswa kelas X SMA Negeri 2 Kendari pada materi Stoikiometri yang diajar menggunakan
70
tersebut dapat bersumber pada dirinya atau diluar dirinya atau lingkunganya. Faktorfaktor yang terdapat dalam diri individu atau si pelajar menyangkut aspek jasmaniah dan rohaniah sedangkan faktor-faktor dari lingkunganya meliputi faktor fisik, sosial psikologis yang berada pada lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dibedakan atas dua kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktorfaktor yang berasal dari dalam diri individu, yang meliputi faktor fisiologis dan psikologis. Faktor fisiologis adalah faktorfaktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu, sedangkan faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat mempengaruhi proses belajar meliputi keceradasan siswa, motivasi, minat, sikap dan bakat. Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa. Faktor eksternal yang mempengaruhi belajar dibagi menjadi dua golongan yaitu faktor lingkungan sosial (lingkungan sosial sekolah, lingkungan sosial masyarakat, lingkungan sosial keluarga) dan faktor lingkungan non-sosial (lingkungan alamiah, lingkungan instrumental, faktor materi pelajaran) (Baharudin, 2007). Model TGT
Pembelajaran
Kooperatif
diberi angka dan berusaha untuk menjawab pertanyaan yang sesuai dengan angka tersebut. Turnamen ini memungkinkan bagi siswa dari semua tingkat untuk menyumbangkan dengan maksimal bagi skorskor kelompoknya bila mereka berusaha dengan maksimal (Wartono, 2004). Model pembelajaran kooperatif tipe TGT merupakan model pembelajaran yang menggambarkan kelompok belajar dan kompetisi tim, dimana kompetisi tim dimainkan di meja-meja turnamen oleh masing-masing anggota kelompok yang berbeda. Setiap siswa akan berlomba untuk memperoleh tambahan poin pada skor tim mereka. Langkah-langkah pembelajaran TGT menurut Slavin 2009 terdiri dari 4 komponen utama yaitu penyajian kelas, kelompok belajar, permainan dan turnamen. 1. Penyajian kelas Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung dengan metode ceramah atau diskusi yang dipimpin oleh guru. Pada saat penyajian ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru karena hal ini akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat melakukan game dan skor game akan menentukan keberhasilan tim mereka 2. Kelompok (Teams) Kelompok biasanya terdiri dari 4 atau 5 orang siswa yang anggotanya heterogen dilihat dari semua aspek (kinerja akademik, jenis kelamin, ras, etnis). Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompoknya agar bekerja lebih baik dan optimal pada saat game
Tipe
Salah satu tipe pembelajaran kooperatif adalah TGT. Dalam TGT, siswa memainkan permainan dengan anggotaanggota tim yang lain untuk memperoleh tambahan poin pada skor tim mereka. Permainan disusun dari pertanyaanpertanyaan yang relevan dengan pelajaran yang dirancang untuk mengetes pengetahuan yang diperoleh siswa dari penyampaian pelajaran di kelas. Permainan ini berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulis pada kartu-kartu yang diberi angka. Tiap-tiap siswa akan mengambil sebuah kartu yang 71
3.
Permainan (Game) Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang kontennya relevan yang dirancang untuk menguji pengetahuan siswa yang diperoleh dari penyajian kelas dan pelaksanaan kerja kelompok. Game tersebut dimainkan dimeja-meja turnamen dengan beberapa orang siswa, yang masing-masing mewakili tim yang berbeda. Kebanyakan game hanya berupa nomor-nomor pertanyaan yang ditulis pada kartu bernomor. Seorang siswa mengambil sebuah kartu bernomor dan
harus menjawab pertanyaan sesuai dengan nomor yang tertera pada kartu tersebut. Sebuah aturan tentang penantang memperbolehkan para pemain saling menantang jawaban masingmasing 4. Turnamen (Tournament) Turnamen adalah sebuah struktur dimana game berlangsung Berdasarkan uraian di atas maka disimpulkan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe TGT disajikan dlaam tabel berikut.
Tabel 1. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT No
Guru
Siswa
1 2
Membuka pelajaran Memberikan apersepsi dengan bertanya kepada siswa tentang materi yang berhubungan dengan materi yang akan di ajarkan Memotivasi siswa Menyampaikan tujuan pembelajaran Menyampaikan konsep tentang materi Membentuk kelompok belajar
Memberikan perhatian penuh Terlibat dalam membangkitkan pengetahuan prasyarat siswa
3 4 5 6 7
Guru memberi LKS kepada masingmasing kelompok
8
Guru meminta setiap kelompok menyelesaikan soal-soal LKS Guru memantau kerja dari kelompok selama diskusi berlangsung
9
10
11 12 13
Guru menjelaskan aturan permainan, dimana permainan dibagi dalam dua tahap, yaitu menjawab soal giliran dan menjawab soal rebutan Guru menyiapkan dan mengacak kartu soal Guru membacakan soal-soal yang telah dipilih masing-masing kelompok Guru memberikan penghargaan pada kelompok yang memperoleh skor tinggi 72
Memberi perhatian penuh Memberi perhatian penuh Memberi perhatian penuh Terlibat dalam pembentukan kelompok belajar Siswa menerima dan memastikan setiap anggota kelompoknya sudah memiliki LKS Siswa secara kelompok menyelesaikan LKS Siswa aktif dalam kelompoknya ketika diskusi dalam menyelesaikan soal Siswa memperhatikan penjelasan guru
Siswa memilih kartu yang telah diacak Siswa mempersentasekan jawaban dari soal yang dipilih Siswa menyambut dengan penuh antusias
No
Guru
Siswa
14
Guru meminta siswa bersama-sama menyimpulkan materi pembelajaran
15
Guru melaksanakan evaluasi
16
Mengakhiri/menutup pembelajaran
Siswa terlibat dalam menyimpulkan materi pembelajaran Siswa terlibat dalam pelaksanaan evaluasi Siswa terlibat dalam mengakhiri pembelajaran = rata-rata hasil belajar kimia siswa (Depdikbud, 1997)
METODE PENELITIAN Tempat Penelitian
HASIL PENELITIAN Deskripsi Hasil Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 2 Kendari pada semester ganjil tahun ajaran 2012/2013
Berdasarkan hasil analisis deskriptif terhadap hasil belajar kimia siswa pada pokok bahasan Stoikiometri baik yang diajar melalui model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) maupun pembelajaran konvesional dapat dilihat pada Gambar berikut:
Populasi dan Sampel Penelitian Populasi penelitian ini adalah semua siswa kelas X SMA Negeri 2 Kendari yang tersebar dalam 9 kelas paralel yang terdiri dari kelas X1, s/d kelas X9. Sampel Penelitian Semua kelas memiliki kemampuan awal yang relatif sama sehingga pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik random sampling. Dari 9 kelas yang ada, diperoleh dua kelas yang dijadikan sampel penelitian yaitu satu sebagai kelas eksperimen dan satu sebagai kelas kontrol. Analisis Statistik Deskriptif Penggunaan analisis deskriptif bertujuan untuk mengetahui karakteristik distribusi skor dari masing-masing variabel, nilai maksimum dan minimum, rata-rata, median, modus dan standar deviasi. Nilainilai tersebut akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Menentukan tingkat penguasaan siswa terhadap suatu materi dibagi menjadi 3 (tiga) kategori yaitu rendah, sedang dan tinggi digunakan kriteria : 85 ≤ ≤ 100 : kategori tinggi 65 ≤ ≤ 80 : kategori sedang < 65 : kategori rendah Keterangan
Gambar. Perbedaan Hasil Belajar Siswa yang diajar dengan Tipe TGT (kelas experimen) dan yang diajar dengan metode biasa (kelas Kontrol) Analisis Inferensial Hasil Pengujian Normalitas Data hasil pengujian normalitas dapat dilihat pada Tabel 2 berikut: Tabel 2. Hasil Uji Normalitas Data Hasil Belajar Kelas Nilai Xhit Nilai Xtab Kontrol eksperimen 73
3,60 4,91
7,81 7,81
Dalam proses pembelaajaran dengan TGT, setiap kali pertemuan guru mengawali kegiatan dengan menyampaikan indikator pencapaian hasil belajar, mengecek pemahaman siswa, serta membagi siswa dalam beberapa kelompok diskusi. Pada setiap kali pertemuan setiap kelompok mempersiapkan diri untuk mengerjakan LKS yang diberikan oleh guru dan setiap kelompok mempersiapkan perwakilanya untuk maju kemeja turnamen. Dalam pembelajaran dengan model kooperatif tipe TGT setiap siswa dalam kelompoknya selalu aktif untuk belajar bekerja sama dengan anggota kelompoknya untuk mengeluarkan pikiran dan pendapat dalam memecahkan masalah. Berbeda halnya dengan proses belajar mengajar pada kelas yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT. Pada kelas yang diajar dengan pembelajaran biasa (konvesional), guru terus membahas materi yang disajikan sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran yang telah disusun dalam rencana pembelajaran. Siswa diminta memperhatikan dengan seksama materi yang dijelaskan oleh guru sambil mencatat pokok-pokok materi yang menjadi penekanan guru. Sesekali dalam pembelajaran guru diselingi dengan pengajuan pertanyaan kepada siswa namun hanya beberapa siswa yang tampak memberikan jawaban atas pertanyaan guru. Hal ini kemungkinan disebabkan karena mereka belum memahami tentang materi yang diajarkan oleh guru, seperti cara penentuan masa molekul relatif dalam suatu senyawa. Sehingga meskipun guru selalu memberikan contoh soal dalam menjelaskan materi, namun hanya siswa yang pintar-pintar saja yang lebih banyak menjawab pertanyaan guru, sementara siswa yang lain masih malu dan ragu untuk menjawab pertanyaan guru, melainkan hanya menunggu jawaban serta arahan dari teman yang lebih pintar tersebut
Berdasarkan Tabel 2 di atas diketahui bahwa data pada kelas kontrol maupun pada kelas aksperimen diperoleh nilai Xhit lebih rendah dari nilai Xtab. Hal ini berarti pada taraf = 0,05, data hasil belajar kimia siswa pokok bahasan stoikiometri pada kelas kontrol dan kelas eksperimen berdistribusi normal. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pengolahan data secara deskriptif, hasil belajar kimia siswa pada kelas eksperimen mempunyai pencapaian yang berbeda dengan kelas kontrol. Selain adanya perbedaan nilai ratarata hasil belajar kimia siswa juga dapat dilihat dari nilai standar deviasi antara siswa di kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Nilai standar deviasi di kelas eksperimen lebih kecil S2 = 11,7 dari kelas kontrol S2 = 12,9. Hal ini menunjukan bahwa sebaran kesenjangan nilai siswa antara kelas kontrol lebih tinggi dibanding dengan kelas eksperimen. Semakin rendah nilai standar deviasi, maka semakin kecil nilai kesenjangan antar siswa yang berarti kemampuan siswa dalam memahami materi hampir sama. Ini menunjukan bahwa hasil belajar yang diperoleh siswa pada kelas eksperimen lebih baik dibandingkan hasil belajar yang diperoleh siswa pada kelas kontrol. Perbedaan hasil belajar kimia antara kedua kelas tersebut dikarenakan oleh beberapa faktor yaitu melalui pembelajaran kooperatif, setiap siswa berkompetisi dan berpartisipasi dalam kelompok, dapat mengeluarkan pikiran dan pendapat untuk memecahkan masaalah, terjalinya sikap sosial antara siswa, terbentuknya sikap siswa untuk saling hormat menghormati, bekerja sama dalam memecahkan masalah. Hal ini dapat memberi motivasi belajar kepada siswa untuk berprestasi lebih baik. 74
digunakan oleh guru (metode ceramah). Rata-rata nilai siswa yang diajar dengan metode yang biasa digunakan oleh guru diperoleh nilai tertinggi siswa 86 dan nilai terendah 33 dengan nilai ratarata adalah 63,3. Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa materi Stoikiometri matapelajaran Kimia kelas X SMA lebih bagus perolehan nilai siswa jika diajar dengan metode Kooperatif tipe TGT dibandingkan dengan metode ceramah seperti yang umum digunakan oeh guru dalam mengajarkan materi Stoikiometri.
Hasil pengamatan terhadap kinerja siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih baik dari pada kinerja siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran konvesional. Siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajarn TGT dapat melakukan peran pada masing-masing kelompoknya, yaitu siswa sangat antusias menjawab soal dalam LKS dan mempersentasekan jawaban pada saat permainan dan turnamen dan cara seperti ini belum pernah dilakukan oleh siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran umum. Pada pembelajaran kooperatif siswa lebih mengacu pada belajar secara aktif, bertanya serta mampu mengemukakan pendapatnya dalam menanggapi pertanyaan yang diberikan oleh guru atau teman kelasnya sehingga siswa mengembangkan kemampuan memecahkan masalah secara berkelompok tidak semata-mata bergantung kepada guru. Pada kelas kooperatif siswa dapat belajar satu sama lain, berdiskusi dan berargumen, menilai pengetahuan yang diperoleh serta mengisi kesenjangan pemahaman antar siswa. Dan kegiatan tersebut tidak nampak dalam pembelajaran konvesional siswa tidak termotivasi untuk belajar aktif dalam mengembangkan sikap dan prilaku serta mengemukakan pikiran dan pendapatnya. Siswa hanya duduk dan pasif menerima materi oleh guru dan mencatat pokok-pokok materi yang menjadi penekanan guru.
SARAN Untuk menerapkan model pembelajaran TGT, guru sebaiknya memperhatikan waktu yang diperlukan dalam proses belajar mengajar sehingga sesuai dengan alokasi waktu yang telah ditentukan. DAFTAR PUSTAKA Arifin.2009. Evaluasi Kependidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Baharudin dan Wahyu. EN. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Ar-Rozz Media. Yogyakarta. Slavin, R. 2009. Cooperatve Learning. Nusa Media. Bandung. Sudjana N., 1989. Metode Statistika. Tersito. Bandung. Sudjana, Nana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sukmadinata, N. 2002. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Remaja Rosdakarya. Bandung.
KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar kimia siswa kelas X SMA Negeri 2 Kendari yang diajar menggunakan metode kooperatif tipe TGT pada materi stoikiometri diperoleh nilai tertinggi 93,3 dan nilai terendah 46,7 dengan nilai rata-rata adalah 69,3, dengan standar deviasi sebesar 11,7. Dari data yang diperoleh dibandingkan dengan nilai siswa pada kelas yang diajar dengan metode yang umum
Wartono, 2004. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Rineka Cipta. Jakarta.
75
KOHESIF GRAMATIKAL TULISAN MAHASISWA JURUSAN BAHASA INGGRIS UNIVERITAS HALU OLEO Oleh: La Ode Nggawu1 Abstrak. Kemampuan untuk menulis sebuah teks dinilai penting bagi seorang peserta didik. Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat kemampuan menulis mahasiswa Jurusan Bahasa Inggris Universitas Halu Oleo dalam penggunaan kohesif, tatabahasa dalam esai, dan juga hubungan antara kohesif gramatikal dan kualitas tulisan . Sesuai hasil penelitian, dari tiga puluh esai yang didiskusikan yang ditulis oleh tiga puluh mahasiswa semester IV Jurusan Bahasa Inggris yang mengambil mata kuliah Writing III menunjukkan bahwa mahasiswa sudah akrab dengan berbagai perangkat kohesif gramatikal dan menggunakannya dalam tulisan-tulisan mereka. Di antara perangkat kohesif yang digunakan oleh mahasiswa, yang memiliki persentase terbesar dari jumlah perangkat gramatikal adalah conjunction diikuti oleh perangkat referensi dan perangkat ellipsis. Sementara itu, substitusi tidak ditemukan di antara tulisan semua mahasiswa. Selain itu, ditemukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara jumlah perangkat gramatikal yang digunakan dan kualitas tulisan. Temuan dari penelitian ini memiliki beberapa implikasi penting bagi EFL(English for Foreighner language) dalam kegiatan menulis. Kata kunci : Diskusi, fitur kohesif gramatikal , Tulisan Mahasiswa
dengan ini, Burnab (1984) menyatakan bahwa menulis adalah aktivitas yang sangat kognitif yang membutuhkan kontrol dari sejumlah variabel secara simultan. Ketika mahasiswa menulis, mereka bekerja secara intensif dengan bahasa baru di tingkat teks, tingkat paragraf, tingkat kalimat dan tingkat kata. Pada setiap tingkat, mereka membutuhkan alat. Mahasiswa perlu kosa kata yang baik untuk pilihan kata yang tepat yang penting untuk membuat tulisan. Selain itu, mereka membutuhkan pengetahuan tentang struktur gramatikal dan tanda baca untuk membuat tulisan-tulisan mereka dapat dimengerti pembaca. Fakta-fakta ini kadang-kadang menulis mendapatkan perhatian yang kurang dari keterampilan bahasa lain seperti mendengarkan, berbicara, dan membaca. Saat ini, kesadaran akan pentingnya menulis semakin meningkat karena kebutuhan dan kompleksitas penulisan itu sendiri. Inilah yang membuat keterampilan menulis mendapatkan perhatian yang lebih dalam pengajaran bahasa Inggris terutama di Indonesia . Selain itu, fokus utama pengajaran Writing adalah untuk mengembangkan kompetensi, meningkatkan atau membangun sebuah tulisan
PENDAHULUAN Keterampilan menulis merupakan suatu tantangan dalam kegiatan belajar dan mengajar untuk penggunaan sebuah target bahasa. Disaat keterampilan menulis memunculkan kemampuan untuk mengartikulasikan gagasan, perbedaan pendapat, dan mensintesis berbagai perspektif , McNamara (2010:2). Senada dengan hal tersebut, Harmer (2001) menyatakan bahwa ada beberapa alasan penting dalam pengajaran dan pembelajaran keterampilan menulis. Pertama, keterampilan menulis membutuhkan waktu berpikir lebih bagi mahasiswa untuk mengekspresikan ide-ide mereka dalam menulis sesuatu . Kedua, keterampilan menulis membantu mahasiswa untuk berlatih penggunaan target bahasa mereka. Ketiga, keterampilan menulis sangat penting dari kegiatan menulis sehari- hari mahasiswa. Meskipun bukti dalam proses belajar mengajar dalam menulis membutuhkan proses yang panjang untuk kegiatan yang kompleks atau proses yang melibatkan sejumlah keterampilan cukup canggih yang meliputi berpikir kritis dan perkembangan logis dari ide-ide . Sehubungan 1
Dosen Pend. Bahasa Inggris FKIP UHO 76
yang baik . Sebuah tulisan yang baik menurut Corbett dalam Sutama (1997) memerlukan tiga komponen penting yang harus dipenuhi yaitu kesatuan, koherensi, dan pengembangan yang memadai dengan koherensi sebagai komponen yang paling penting . Ini berarti paragraf bisa bersatu tapi mungkin masih tidak koheren, Corbett (dalam Sutama 1997) . Selanjutnya, Kohesi dan koherensi merupakan dua unsur penting (Halliday dan Hasan, 1976; Halliday, 2000) telah lama dikenal sebagai fitur penting dalam menulis. Seperti dikatakan Halliday dan Hasan mengemukakan bahwa koherensi mengacu pada unsur-unsur internal dalam sebuah teks. Sebuah teks merupakan bagian dari wacana yang koheren dalam dua hal yaitu koheren yang berhubungan dengan konteks situasi. Kohesi mengacu pada hubungan makna yang ada dalam teks , dengan kata lain , kohesi dapat didefinisikan sebagai perangkat linguistik yang digunakan untuk menghubungkan satu bagian dari teks yang lain . Ilmu tentang kohesi dalam teks juga menunjukkan bahwa kohesi membuat kontribusi besar untuk pembaca dan ini adalah alasan studi kohesi yang menarik Horning (2009). Dua hasil penelitian, satu oleh sarjana Inggris Chapman (1987), menjelaskan pentingnya kohesi untuk membaca dan memahami. Temuan menunjukkan, pertama, bahwa pandangan tentang hubungan kohesif dalam teks berkembang dari waktu ke waktu sebagai mahasiswa yang telah matang sebagai pembaca. Selain itu, meningkatkan tingkat kohesi dalam teks meningkatkan pemahaman bacaan yang diukur dengan waktu membaca dan mengingat konten. Banyak peneliti telah meneliti hubungan antara penggunaan perangkat kohesif dan kualitas tulisan yang dihasilkan. Namun, hasil dari berbagai penelitian yang ada terlihat tidak konsisten. Dalam rangka untuk memberi penjelasan tentang hal ini, peneliti mencoba untuk meneliti mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris pada mahasiswa yang menggunakan perangkat kohesif gramatikal dalam mempelajari teks dan hubungan antara jumlah perangkat kohesif dan kualitas tulisan mereka.
Tujuan Penelitian Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis kohesi gramatikal yang digunakan oleh mahasiswa semester IV Program studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Halu Oleo pada tahun 2013 dalam hal menulis dan juga mengetahui hubungan antara jumlah kohesi gramatikal yang digunakan dan kualitas tulisan yang dihasilkan. KAJIAN PUSTAKA Perangkat kohesif Mengenai perangkat kohesif secara tertulis, Halliday dan Hasan (1987) mendefinisikan perangkat kohesif sebagai satu perangkat alat bahasa yang memiliki fungsi untuk menandai hubungan setiap bagian dari kalimat dalam menulis sesuatu (hal.228). Selain itu, Halliday dan Hasan (1987) mengidentifikasi lima jenis khas dari perangkat kohesif yaitu referensi, substitusi, ellipsis, konjungsi, dan organisasi leksikal kohesif (pengulangan, kelalaian, menggunakan kata-kata tertentu atau kejadian konstruksi tertentu menulis komposisi). Perangkat kohesif adalah alat kohesi untuk menciptakan kesatuan makna dalam teks . Dalam teks, perangkat kohesif dalam bentuk kata-kata, ungkapan, frase yang ada dalam teks berkorelasi satu elemen ke elemen lainnya. Millward (Dalam Muslimah, 2007: 13) mengatakan bahwa : Perangkat kohesif kata-kata tertentu atau frase dan keberadaanya dalam wacana akan melahirkan sejumlah asumsi mengenai makna dari apa yang ada sebelumnya atau akan menghasilkan satu harapan apa yang mungkin mengikuti. Sehingga, kata atau frasa dapat membuat link melintasi batas-batas fragmen belaka atau rantai item terkait dapat bersama-sama Dari penjelasan di atas, ini menunjukkan bahwa perangkat kohesif adalah kata-kata, ucapan, atau frase yang maknanya tergantung pada kata lain, ucapan, atau frase mendahului atau mengikuti mereka. Maknanya terkait satu sama lain dan merupakan satu kesatuan.
77
Beberapa penelitian dalam menganalisis perangkat kohesif dilakukan oleh para ahli,
Halliday dan Hasan (1976). Teori Halliday dan Hasan ditunjukkan pada Gambar berikut.
COHESIVE DEVICES
GRAMMATICAL COHESION
LEXICAL COHESION
EXOPHORA REFERENCE
REITERATION ENDOPHORA
SUBTITUTION COLLOCATION ELLIPSIS
CONJUNCTION
Gambar. Diagram dari Halliday dan Hasan Teori tentang kohesif Devices (Sumber : Haliday dan Hasan : Kohesi dalam bahasa Inggris , 1976) Teori Halliday dan Hasan, pada gambar 1, menceritakan bahwa perangkat kohesif dibagi menjadi dua karakteristik yaitu cohesions gramatikal dan leksikal yang memiliki beberapa kategori dan sub - kategori. Dalam teori mereka, kohesi gramatikal terdiri dari beberapa unsur, yaitu: referensi, substitusi, ellipsis, dan konjungsi, sedangkan kohesi leksikal terbagi menjadi dua, pengulangan dan kolokasi. Setiap elemen kohesi gramatikal melebur menjadi beberapa aspek : pertama, referensi dikategorikan menjadi referensi pribadi, demonstratif, dan komparatif, kedua, substitusi diklasifikasikan menjadi nominal, verbal, dan klausul substitusi, ketiga, ellipsis memerintahkan ke nominal, verbal, dan elips klausul dan yang terakhir adalah hubungannya dikategorikan ke dalam aditif, yang berlawanan, klausul, temporal dan barang-barang lainnya penghubung, sedangkan kohesi leksikal juga memiliki klasifikasi tersendiri. Pengulangan terdiri dari lima aspek, pengulangan, synonim, hyponim, metonimi, dan antonim. Sebaliknya kolokasi tidak memiliki kategorisasi.
Namun demikian, penelitian ini difokuskan pada kohesi gramatikal. McCarthy (1991) menyatakan "kohesi gramatikal dapat diklasifikasikan dalam empat jenis yaitu referensi, elipsis, substitusi, dan kohesi konjungsi Aspek gramatikal Kohesi Halliday dan Hasan (1976) dan Halliday ( 2004) konsep kohesi gramatikal yang digunakan untuk menganalisis esai. Menurut mereka kohesi dapat berupa gramatikal atau leksikal. Referensi, Pergantian dan Ellipsis serta Konjungsi adalah jenis kohesi gramatikal atau hubungan kohesif. Penelitian ini hanya difokuskan pada kohesi gramatikal dan tidak menganalisis kohesi leksikal. Referensi memiliki sifat semantik kepastian atau kekhususan. Personal, demonstratif dan comparatives adalah jenis referensi. Referensi pribadi mencakup kata ganti pribadi, penentu posesif dan kata ganti posesif. Referensi demonstratif adalah dengan cara lokasi sementara komparatif tidak langsung referensi melalui identitas atau kesamaan. Substitusi adalah penggantian satu item dengan yang lain, 78
dalam kata-kata. Contoh: kapak saya terlalu tumpul. Saya harus mendapatkan yang baru Halliday (1976). Nominal , verbal dan klausul adalah jenis substitusi. Elipsis adalah penghilangan item. Tiga jenis elipsis arenominal, elipsis verbal dan klausul. Ellipsis Nominal berarti penghilangan kata benda. Sebagai contoh, ini adalah ruang yang baik yang Anda miliki di sini. Saya tidak pernah mengajar di tempat yang lebih luas (aula), ruang adalah kata benda dihilangkan dalam hal ini. Elipsis verbal penghilangan kata kerja , misalnya, Anda telah berenang ? - Ya, saya (berenang) adalah frase kata kerja dihilangkan dalam contoh ini. Ellipsis klausul adalah penghilangan klausul misalnya, John tidak memberitahu saya [ (bahwa) dia akan datang ] , bahwa ia akan datang adalah klausul dihilangkan dalam hal ini. Konjungsi merupakan elemen kohesif tidak dengan sendirinya tetapi dengan makna khusus mereka. Mereka mengekspresikan makna tertentu yang mengandaikan adanya komponen lain dalam wacana. Konjungsi adalah salah satu jenis kohesi, yang menentukan aditif, yang berlawanan, kausal atau hubungan temporal antara apa yang telah dikatakan sebelumnya dan apa yang berikut. Elaborasi, perluasan dan peningkatan adalah jenis hubungannya. Sub jenis yang aposisi, klarifikasi. Selain itu, variasi, spatio-temporal, cara, dan kausal- kondisional.
Inggris Halu Oleo Universitas tahun akademik 2012/2013 yang mengambil Writing III. Mereka terdiri dari dua kelas. Total populasi adalah 87 mahasiswa, dengan 43 mahasiswa di setiap kelas. Sementara, para peserta penelitian ini terdiri dari 30 mahasiswa dari kelas yang mengambil Writing III. Prosedur Penelitian Penelitian ini dilakukan pada hari biasa selama jam pelajaran. Hal itu dilakukan pada semester keempat dari bahkan kelas di jurusan Bahasa Inggris yang mengambil Writing III. Pertama, peneliti memberikan selembar kertas kosong dan membiarkan mahasiswa memutuskan topik di bawah teks diskusi. Selanjutnya, peneliti meminta mereka untuk menulis dengan total komposisi kalimat sekitar 150-200 kata dalam waktu 90 menit. Terakhir, peneliti mengumpulkan hasil pekerjaan mahasiswa. Untuk mengetahui jenis penggunaan kohesi gramatikal pada tulisan mahasiswa, peneliti mengadopsi prosedur analisis kohesi gramatikal dari Sattayathan dan Ratanapinyorug ( 2008). Berikut ini adalah: Identifikasi kohesi gramatikal, klasifikasi kohesi gramatikal, perhitungan dan Tabel analisis data. Sementara, Untuk mengetahui kualitas tulisan yang dihasilkan, peneliti menggunakan skema penilaian oleh Jacob dan Heaton (1981) yang terdiri dari konten, organisasi, kosakata, penggunaan bahasa / tata bahasa dan mekanik
METODE PENELITIAN Desain Penelitian
HASIL PENELITIAN
Desain penelitian ini adalah desain metode campuran. Menurut Gay et al. (2006:490), desain metode penelitian campuran menggabungkan approarches kuantitatif dan kualitatif dengan mencampur data kuantitatif dan kualitatif dalam studi tunggal. Tujuan dari desain penelitian ini adalah untuk membangun sinergi dan kekuatan yang ada antara metode penelitian kuantitatif dan kualitatif untuk memahami fenomena lebih lengkap daripada yang mungkin menggunakan metode kuantitatif atau kualitatif saja.
Kohesi gramatikal Yang Digunakan dalam Tulisan Mahasiswa Bagian ini menyajikan jenis-jenis kohesi gramatikal bahwa mahasiswa yang digunakan dalam teks diskusi. Setelah melakukan penelitian, peneliti menganalisis data. Dari data yang telah ditemukan di semua tulisan mahasiswa, dapat jelas terlihat bahwa hanya tiga kategori kohesi gramatikal ada di tulisan mahasiswa, yakni; referensi, elipsis dan konjungsi. Konjungsi terjadi di tempat pertama dengan 481 kali terjadi (87,14%), artinya hubungannya sering digunakan dalam menulis mahasiswa. Di tempat kedua, ada referensi dengan 69 kali terjadi (12,50 % ). Ini terjadi
Subjek Penelitian Partisipan dalam penelitian ini diambil dari mahasiswa semester IV Jurusan Bahasa 79
sebagai dominan kedua karena mahasiswa ingin berhubungan satu elemen teks satu sama lain untuk interpretasinya. Tempat ketiga, ada ellipsis dengan 2 kali terjadi (0,36 %), sedangkan, substitusi tidak ditemukan di antara tulisan semua mahasiswa. Untuk keterangan lebih jelas, data di atas dapat dibentuk menjadi tabel di bawah ini untuk membuat perbedaan dipahami dalam tingkat menulis mahasiswa.
Pergantian dalam Tulisan Mahasiswa Pergantian terjadi ketika sebuah kata atau kelompok kata pengganti dengan item leksikal. Dari semua mahasiswa menulis peneliti yang menyelidiki tidak ada perangkat substitusi ditemukan. Elipsis dalam Tulisan Mahasiswa Elipsis adalah penghilangan item. Tiga jenis elipsis yang nominal, verbal dan elipsis klausul. Berdasarkan hasil analisis, peneliti menemukan bahwa mahasiswa menggunakan ellipsis klausul dalam tulisan mereka. Ellipsis klausul berarti penghilangan klausul misalnya, "John tidak memberitahu saya"[ (bahwa) dia akan datang ], bahwa dia akan datang adalah klausul dihilangkan dalam hal ini. Sementara itu, ellipsis Nominal yang memiliki berarti kelalaian kata benda. Misalnya, "Ini adalah ruang yang baik yang Anda miliki di sini. Saya tidak pernah mengajar lebih halus. "( Aula), ruang adalah kata benda dihilangkan dalam hal ini . Kemudian, elipsis verbal adalah kelalaian dari kata kerja, misalnya, "Apakah Anda telah berenang? - Ya, saya (berenang) adalah frase kata kerja dihilangkan dalam contoh ini. Di antara elipsis nominal dan verbal yang tidak ditemukan dalam tulisan mahasiswa.
Tabel 1. Persentase Kohesi gramatikal Digunakan dalam tulisan Mahasiswa NO
GRAMMATICAL COHESION
TOTAL
%
1 2 3 4
Reference 69 12,50 Subtitution 0 0 Elipsis 2 0,36 Conjunction 481 87,14 TOTAL 552 100 Deskripsi ini berarti bahwa lebih dari 50 % dari kohesi gramatikal yang digunakan adalah konjungsi, dan hanya sebagian kecil dari referensi dan ellipsis ditemukan dalam tulisan mahasiswa, bahkan substitusi tidak muncul. Referensi dalam Menulis Mahasiswa Data ditampilkan dalam tabel 2 berikut menunjukkan bahwa antara tiga sub - kategori perangkat referensi, perangkat referensi pribadi (92,75 %) menduduki persentase terbesar digunakan dalam menulis mahasiswa, diikuti oleh demonstratif (4,35 %), dan referensi comparatives (2,9%) yang memiliki persentase paling digunakan.
Tabel 3. Elipsis Devices Digunakan dalam Tulians Mahasiswa
Tabel 2. Perangkat Referensi Digunakan dalam tulisan Mahasiswa NO
1 2
3
KINDS OF REFERENCE
Personal Reference (we, they, it) Demonstrative Reference (this, these) Comparative Reference (the others) TOTAL
TOTAL
%
64
2.75
3
4.35
2
9
69
100
NO
JENIS ELIPSIS
TOTAL
%
1
Nominal Ellipsis Verbal Ellipsis Clausal Ellipsis TOTAL
0
0
0 2 2
0 100 100
2 3
Konjungsi dalam Tulisan Mahasiswa Berdasarkan hasil analisis, peneliti menemukan bahwa di antara empat subkategori perangkat bersama, perangkat aditif (65,7%) telah paling terjadi di menulis mahasiswa, diikuti oleh perangkat berlawanan (16,2%), kemudian, perangkat kausal (14,8%), yang terakhir tapi tidak kala pentingnya adalah perangkat temporal (3,3%) yang memiliki persentase paling sering digunakan. 80
dominan kedua karena mahasiswa ingin berhubungan satu elemen teks satu sama lain untuk interpretasinya. Tempat ketiga, ada ellipsis dengan 2 terjadi (0,36 % ), sedangkan substitusi tidak ditemukan di antara tulisan semua mahasiswa. Dalam penelitian ini yang digunakan oleh mahasiswa untuk mengungkapkan makna tertentu yang mengandaikan adanya komponen lain dalam konteks. Mahasiswa ingin menghubungkan kata atau kalimat satu sama lain, berfungsi untuk memajukan topik wacana. Di antara subkategori ini dari hubungannya, Berdasarkan analisis, peneliti menemukan bahwa di antara empat subkategori perangkat, perangkat aditif (65,7 %) memiliki paling banyak terjadi di tulisan mahasiswa, diikuti oleh perangkat berlawanan (16,2 %), perangkat kausal (14,8 %). Dalam hal perangkat bersama yang paling sering digunakan, sangat menarik untuk menemukan bahwa dalam setiap kategori, mahasiswa dalam penelitian ini sangat disukai menggunakan kata-kata sederhana untuk frase yang lebih panjang untuk menghubungkan bagian yang berbeda dari tulisan mereka bersama-sama. Item kohesif dengan frekuensi tertinggi di antara perangkat aditif yang sering digunakan adalah 'dan', 'atau', dan 'juga'. Di antara perangkat yang berlawanan, yang sering digunakan para mahasiswa 'tapi' dan 'namun', sedangkan mereka jarang menggunakan item seperti ' sebaliknya ' dan ' di sisi lain '. Dalam hal perangkat kausal , item 'karena', ' karena ' , dan 'untuk' memiliki persentase tertinggi. Seperti temporal, mahasiswa bekerja dengan kata kata 'pertama', ' kedua ', 'akhirnya ', dan ' pada akhirnya ' lebih dari yang lain untuk menunjukkan urutan penalaran mereka. Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa sebagian besar dari mereka tidak memiliki keakraban atau memiliki kesulitan dengan menggunakan perangkat bersama lainnya. Komponen berikutnya adalah referensi. Alasan menggunakan referensi adalah untuk menghindari pengulangan sehingga, pembaca dengan mudah mendapatkan informasi yang ditandai untuk pengambilan atau item yang menunjukkan identitas dari apa yang dibicarakan dari konteks. Temuan ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Liu & Brain (2005), tetapi berbeda dari Neuner (1987) di mana jumlah
Tabel 4. Perangkat Konjungsi Yang Digunakan dalam Tulisan Mahasiswa NO
1
2
3 4
KINDS OF CONJUNCTION
TOTAL
%
Additive Conjunction (and, also, or, nor, in addition, besides) Adversative Conjunction (but, however) Clausal Conjunction (so, because, then) Temporal Conjunction (first, second, lastly,) TOTAL
316
65,7
78
16,2
71
14,8
16
3,3
481
100
PEMBAHASAN Jenis Kohesi gramatikal Digunakan dalam Menulis Mahasiswa Setelah peneliti memberikan selembar kertas kosong dan membiarkan mahasiswa memutuskan topik dalam teks diskusi, peneliti meminta mereka untuk menulis dengan total komposisi sekitar 150-200 kata dalam waktu 90 menit. Kemudian, peneliti mengumpulkan hasil tulisan mahasiswa. Selanjutnya, peneliti mengambil semester keempat sebagai subjek penelitian ini karena mahasiswa telah belajar tentang kosakata, tata bahasa, dan telah diajarkan Writing. Jadi, disini mengharapkan mereka untuk menulis karya tulisan yang bagus. Selain itu, penulis memilih teks diskusi karena dianggap untuk menyajikan pendapat yang berbeda mahasiswa pada khususnya masalah atau topik dan hal yang penting adalah jenis genre saat ini dipelajari di semester Empat program studi pendidikan Bahasa Inggris . Dari data yang telah ditemukan di semua tulisan mahasiswa, dapat jelas terlihat bahwa hanya tiga kategori kohesi gramatikal ada di tulisan mahasiswa, yakni; referensi, elipsis dan konjungsi. Konjungsi terjadi di bagian pertama dengan 481 terjadi (87,14 %), artinya hubungannya sering digunakan dalam tulisan mahasiswa. Di tempat kedua, ada referensi dengan 69 terjadi (12,50 %). Ini terjadi sebagai 81
demonstratif sedikit lebih tinggi daripada artikel yang pasti. Dalam penelitian ini, yang paling sering digunakan adalah reference kata ganti orang. 'Mereka' digunakan paling bayak dan diikuti dengan 'kita'. Ini mencerminkan bahwa sebagian besar mahasiswa lebih nyaman dalam menggunakan pertama dan kedua untuk membuat tulisan-tulisan mereka lebih subyektif dan pribadi. Pengamatan ini menunjukkan bahwa mahasiswa harus diajarkan untuk menggunakan kata ganti orang ketiga untuk membuat tulisantulisan diskusi mereka lebih obyektif dan berwibawa . Di antara demonstratif, mahasiswa menggunakan 'ini' dan 'itu' lebih dari' ini 'dan' mereka. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa lebih suka menggunakan demonstratif tunggal dari pada yang plural. Contoh 1 Yang kedua adalah mahasiswa memiliki pekerjaan paruh waktu , tentu saja mereka akan mendapatkan beberapa pengalaman di dunia kerja, dan itu hal yang sangat penting karena kita sebagai mahasiswa tentu memiliki ambisi untuk mendapatkan pekerjaan setelah selesai studi. Contoh 2 Merokok benar-benar memiliki efek buruk bagi konsumen dan lingkungan. Selain semua kerugian, merokok membawa keuntungan bagi beberapa orang. Jadi , ini penting bagi perokok untuk menjadi bijaksana apakah merokok berguna bagi anda atau tidak . Selanjutnya, unsur terakhir yang dapat ditemukan dalam penelitian ini adalah elipsis. Alasan menggunakan ellipsis adalah untuk menghindari pengulangan secara tertulis oleh kelalaian dari item yang diganti dengan apa-apa di kalimat. Kedua jenis kohesi gramatikal, substitusi (0 %) dan ellipsis (0,36 %), yang jarang digunakan. The elipsis ditemukan dalam tulisan mahasiswa yang dipilih adalah sebagai berikut Contoh 1 Banyak orang percaya bahwa seragam sekolah harus diterapkan tapi yang lain tidak. (Klausul elipsis) Bahkan, ellipsis dan substitusi jarang digunakan dalam penulisan mahasiswa karena alat-alat kohesi gramatikal yang biasa muncul dalam percakapan lisan. Halliday (2000:337) mengatakan bahwa dua kategori perangkat
kohesif, substitusi dan elipsis , tidak dianalisis karena mereka lebih khas ditemukan dalam dialog . Liu & Braine (2005:647) juga menunjukkan ellipsis dan substitusi jarang digunakan dalam penulisan formal. Hubungan antara Kohesi gramatikal Yang Digunakan dan Kualitas Tulisan Yang Dihasilkan Penelitian ini juga membahas tentang hubungan antara kohesi gramatikal yang digunakan dalam tulisan mahasiswa dan kualitas tulisan. Berdasarkan analisis data, peneliti menemukan bahwa ada korelasi positif. Namun, korelasi menunjukkan hubungan yang lemah dengan nilai rcounted adalah 0.179. Beberapa penelitian telah berpendapat bahwa ada korelasi positif antara jumlah perangkat kohesif dan tulisan yang baik (Liu & Braine, 2005; Ferris, 1994) . Namun, seperti dapat dilihat dari Tabel 4, koefisien korelasi antara jumlah perangkat kohesi gramatikal dan skor komposisi dengan rcounted adalah 0.179 yang diperoleh dalam analisis korelasi juga tidak tinggi, menunjukkan hubungan yang lemah antara jumlah gramatikal perangkat kohesi yang digunakan dan kualitas komposisi mahasiswa, Meskipun hubungan kohesif mungkin akhirnya mempengaruhi kualitas menulis dalam beberapa hal . Mengacu pada hasil, peneliti menemukan perangkat kohesi gramatikal pada tulisan mahasiswa tidak selalu memberikan kontribusi dalam tatacara penulisan yang baik. Mungkin perangkat kohesi gramatikal bahwa mahasiswa tidak sebanding dengan tugas writing. Oleh karena itu, dapat diindikasikan bahwa mahasiswa dalam penelitian ini, mereka memiliki kohesi gramatikal yang baik dalam menggunakan tingkat bahasa Inggris yang sederhana, tetapi ketika mereka melakukan dalam tingkat advance seperti penelitian ini, hasilnya menunjukkan bahwa hubungan yang lemah antara jumlah gramatikal perangkat kohesi yang digunakan dan nilai komposisi. Dengan demikian, hasil penelitian ini menegaskan bahwa secara umum penggunaan perangkat kohesi gramatikal dalam menulis mahasiswa tidak dapat diterapkan pada semua situasi. 82
komposisi. Dengan demikian, studi ini menegaskan bahwa secara umum penggunaan perangkat kohesi gramatikal dalam menulis mahasiswa tidak dapat diterapkan pada semua situasi.
KESIMPULAN Penelitian ini menemukan bahwa para mahasiswa di semester Empat menggunakan berbagai perangkat kohesi gramatikal dalam tulisan mereka, persentase tertinggi perangkat dengan (7,15%), diikuti oleh kategori referensi dengan (12,50%), kemudian elipsis dengan (0,36%) dan substitusi (0%) yang jarang digunakan. Selain frekuensi dan persentase penggunaan perangkat kohesif, studi ini juga disajikan beberapa masalah menulis bahwa sebagian besar dari 30 orang Mahasiswa Ptogram studi pendidikan Bahasa Inggris memiliki: penyalahgunaan kohesi gramatikal dan penggunaan bahasa. Masalah-masalah ini dapat dianggap sebagai kesalahan umum dalam menulis. Dengan demikian, analisis tersebut sangat berharga dalam memahami masalah menulis pada mahasiswa. Selain itu, ada korelasi antara kohesi gramatikal yang digunakan dalam penulisan mahasiswa dan kualitas tulisan. Kesimpulan ini ditarik berdasarkan nilai koefisien korelasi dari perhitungan SPSS. rcounted adalah 0.179. Namun, hasil analisis kuantitatif juga menunjukkan adanya hubungan yang lemah antara jumlah perangkat kohesi gramatikal yang digunakan dan nilai komposisi. Mengacu pada hasil, peneliti menemukan perangkat kohesi gramatikal pada mahasiswa tidak selalu memberikan kontribusi dalam penulisan yang baik. Mungkin perangkat kohesi gramatikal mahasiswa tidak sebanding dengan tugas writing bahwa mereka telah menulis. Oleh karena itu, dapat diindikasikan bahwa mahasiswa dalam penelitian ini, mereka memiliki kohesi gramatikal yang baik dalam menggunakan tingkat bahasa Inggris yang sederhana, tetapi ketika mereka digunakan dalam tingkat advance seperti penelitian ini, hasilnya menunjukkan bahwa hubungan yang lemah antara jumlah gramatikal perangkat kohesi yang digunakan dan nilai
DAFTAR PUSTAKA Gay, L.R, Geoffrey E. Mills and Peter Airasian. 2006. Educational Research: Competencies for Analysis and Applications. Eight Edition. Ohio: Pearson. Halliday, M. A. K., &Hasan, R. 1976.Cohesion in English. London and NY: Longman. Halliday, M. A. K., &Hasan, R. 1987.An introduction to functional grammar.London: Edward Arnold. Harmer, J. 2001.The practice of English language teaching. England: Pearson Longman. Jacobs, et al. 1981.Testing ESL composition practical approach.English Composition Program. USA: Newbury Housepublisher. Liu, M., & Braine, G. 2005.Cohesive features in argumentative writing produced by Chinese undergraduates. System, 33, pp.623-636. McCarthy. 1991. Discourse analysis for language teachers. New York: Cambridge University Press. McNamara, D. S. 2010. Cohesion, coherence, and expert evaluations of writing proficiency.In S. Ohlsson& R. Catrambone (Eds.), Proceedings of the 32nd Annual Conference of the Cognitive Science Society. 984-989. Austin, TX: Cognitive Science Society. Sutama, I Made. 1997. PerkembanganKoherensiTulisanMahasis waSekolahDasar . Unpublished Dissertation, IKIP Malang
83
SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA Oleh Wa Ode Reni1 Abstrak. Sistem pemerintahan mempunyai sistem dan tujuan untuk menjaga suatu kestabilan negara itu. Namun di beberapa negara sering terjadi tindakan separatisme karena sistem pemerintahan yang dianggap memberatkan rakyat ataupun merugikan rakyat. Sistem pemerintahan mempunyai fondasi yang kuat dimana tidak bisa diubah dan menjadi statis. Jika suatu pemerintahan mempunya sistem pemerintahan yang statis, absolut maka hal itu akan berlangsung selama-lamanya hingga adanya desakan kaum minoritas untuk memprotes hal tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk-bentuk pemerintahan di dunia dan untuk mengetahui sistem pemerintahan yang berlaku di Indonesia. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptiv kualitatif. Sistem pemerintahan di Dunia adalah Aristokrasi, demokrasi, demokrasi totaliter, emirat, federal, meritokrasi, monarkisme, Negara kota, oligarki, otokrasi, dan plutokrasi. Sedangkan system pemerintahan yang berlaku di Indonesia adalah system pemerintahan parlementer dan system pemerintahan presidensial.
Kata Kunci: Sistem pemerintahan
dilakukan oleh negara baik dibidang eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Karena itu membicarakan sistem pemerintahan adalah membahas bagaimana membagi kekuasaan, dan hubungan antara lembaga-lembaga negara yang menjalankan kekuasaan-kekuasaan negara itu. Pada garis besarnya, sistem pemerintahan yang berlaku, pada negara-negara demokrasi adalah sistem parlementer dan sistem presidensil. Namun diantara kedua sistem ini, masih terdapat beberapa bentuk lainnya sebagai variasi yang disebabkan situasi dan kondisi yang berbeda yang melahirkan bentuk-bentuk semu (quasi). Bentuk-bentuk semu ini memiliki kemiripan dengan salah satu dari keduasistem tersebut sehingga disebut kuasi parlementer atau kuasi presidensil. Namun disini yang dibahas adalah hanya sistem pemerintahan yang ada di Indonesia yaitu sistem presidensil. Tujuan pemerintahan negara pada umumnya didasarkan pada cita-cita atau tujuan negara. Misalnya, tujuan pemerintahan negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta
PENDAHULUAN Secara luas berarti sistem pemerintahan itu menjaga kestabilan masyarakat, menjaga tingkah laku kaum mayoritas maupun minoritas, menjaga fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan politik, pertahanan, ekonomi, keamanan sehingga menjadi sistem pemerintahan yang kontiniu dan demokrasi dimana seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam pembangunan sistem pemerintahan tersebut. Hingga saat ini hanya sedikit negara yang bisa mempraktikkan sistem pemerintahan itu secara menyeluruh. Secara sempit,Sistem pemerintahan hanya sebagai sarana kelompok untuk menjalankan roda pemerintahan guna menjaga kestabilan negara dalam waktu relatif lama dan mencegah adanya perilaku reaksioner maupun radikal dari rakyatnya itu sendiri. Ditinjau dari pengertiannya maka sistem pemerintahan adalah suatu keseluruhan yang terdiri dari bagian-bagian yang mempunyai hubungan fungsional baik antara bagian-bagian yang satu maupun dengan bagian-bagian yang lain. Hal ini mencangkup segala urusan yang 1
Dosen PPKn FKIP UHO 84
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social. Lembaga-lembaga yang berada dalam satu system pemerintahan Indonesia bekerja secara bersama dan saling menunjang untuk terwujudnya tujuan dari pemerintahan di negara Indonesia. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Untuk mengetahui bentuk-bentuk pemerintahan. b. Untuk mengetahui sistem pemerintahan yang berlaku di Indonesia.
perbandingan atau model yang dapat diadopsi menjadi bagian dari sistem pemerintahan negara lain. Amerika Serikat dan Inggris masing-masing telah mampu membuktikan diri sebagai negara yang menganut sistem pemerintahan presidensial dan parlementer seara ideal. Sistem pemerintahan dari kedua negara tersebut selanjutnya banyak ditiru oleh negara-negara lain di dunia yang tentunya disesuaikan dengan negara yang bersangkutan ( Ass Tambunan: 2001 ). Sistem pemerintahan Negara RI Menurut UUD 1945 Sistem Pemerintahan menurut UUD ‟45 sebelum diamandemen: 1. Kekuasaan tertinggi diberikan rakyat kepada MPR. 2. DPR sebagai pembuat UU. 3. Presiden sebagai penyelenggara pemerintahan. 4. DPA sebagai pemberi saran kepada pemerintahan. 5. MA sebagai lembaga pengadilan dan penguji aturan. 6. BPK pengaudit keuangan. Sistem Pemerintahan setelah amandemen (1999 – 2002) 1. MPR bukan lembaga tertinggi lagi. 2. Komposisi MPR terdiri atas seluruh anggota DPR ditambah DPD yang dipilih oleh rakyat. 3. Presiden dan wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat. 4. Presiden tidak dapat membubarkan DPR. 5. Kekuasaan Legislatif lebih dominan.
KAJIAN PUSTAKA Sistem pemerintahan negara-negara didunia ini berbeda-beda sesuai dengan keinginan dari negara yang bersangkutan dan disesuaikan dengan keadaan bangsa dan negaranya. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, sistem pemerintahan presidensial dan sistem pemerintahan parlementer merupakan dua model sistem pemerintahan yang dijadikan acuan oleh banyak negara. Amerika Serikat dan Inggris masing-masing dianggap pelopor dari sistem pemerintahan presidensial dan sistem pemerintahan parlementer. Dari dua model tersebut, kemudian dicontoh oleh negara-negar lainnya. Sistem pemerintahan suatu negara berguna bagi negara lain. Salah satu kegunaan penting sistem pemerintahan adalah sistem pemerintahan suatu negara menjadi dapat mengadakan perbandingan oleh negara lain. Suatu negara dapat mengadakan perbandingan sistem pemerintahan yang dijalankan dengan sistem pemerintahan yang dilaksakan negara lain. Negara-negara dapat mencari dan menemukan beberapa persamaan dan perbedaan antarsistem pemerintahan. Tujuan selanjutnya adalah negara dapat mengembangkan suatu sistem pemerintahan yang dianggap lebih baik dari sebelumnya setelah melakukan perbandingan dengan negara-negara lain. Mereka bisa pula mengadopsi sistem pemerintahan negara lain sebagai sistem pemerintahan negara yang bersangkutan. Dengan demikian, sistem pemerintahan suatu negara dapat dijadikan sebagai bahan
Perbandingan Satu Sistem Pemerintahan yang dianut Satu Negara terhadap Negara Lain Berdasarkan penjelasan UUD ‟45, Indonesia menganut sistem Presidensial. Tapi dalam praktiknya banyak elemen-elemen Sistem Pemerintahan Parlementer. Jadi dapat dikatakan Sistem Pemerintahan Indonesia adalah perpaduan antara Presidensial dan Parlementer. Kelebihan Sistem Pemerintahan Indonesia : 1. Presiden dan menteri selama masa jabatannya tidak dapat dijatuhkan DPR. 2. Pemerintah punya waktu untuk menjalankan programnya dengan tidak dibayangi krisis kabinet. 3. Presiden tidak dapat memberlakukan dan atau membubarkan DPR. 85
Kelemahan Sistem Pemerintahan Indonesia 1. Ada kecenderungan terlalu kuatnya otoritas dan konsentrasi kekuasaan di tangan Presiden. 2. Sering terjadinya pergantian para pejabat karena adanya hak perogatif presiden. 3. Pengawasan rakyat terhadap pemerintah kurang berpengaruh. 4. Pengaruh rakyat terhadap kebijaksanaan politik kurang mendapat perhatian. Sistem Pemerintahan Indonesia 1. Sistem Pemerintahan Negara Indonesia Berdasarkan UUD 1945 Sebelum Diamandemen. Pokok-pokok sistem pemerintahan negara Indonesia berdasarkan UUD 1945 sebelum diamandemen tertuang dalam Penjelasan UUD 1945 tentang tujuh kunci pokok sistem pemerintahan negara tersebut sebagai berikut : Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat). Sistem Konstitusional. Kekuasaan negara yang tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Presiden adalah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi dibawah Majelis Permusyawaratan Rakyat. Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Menteri negara ialah pembantu presiden, menteri negara tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas.
1. Negara Indonesia berdasarkan atas hukum, tidak berdasarkan kekuasaan belaka. 2. Pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas) . 3. Kekuasaan Negara yang tertinggi berada di tangan majelis permusyawaratan rakyat. 4. Presiden adalah penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi dibawah MPR. Dalam menjalankan pemerintahan Negara kekuasaan dan tanggung jawab adalah ditangan prsiden. 5. Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR. Presiden harus mendapat persetujuan dewan perwakilan rakyat dalam membentuk undang – undang dan untuk menetapkan anggaran dan belanja Negara. 6. Menteri Negara adalah pembantu presiden yang mengangkat dan memberhentikan mentri Negara. Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR. 7. Kekuasaan kepala Negara tidak terbatas. presiden harus memperhatikan dengan sungguh – sungguh usaha DPR. METODE PENELITIAN 1. Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptiv. Jenis penelitiaannya adalah Jenis penelitian deskriptiv kualitatif. 2. Teknik pengumpulan datanya adalah dengan menggunakan wawancara mendalam dan studi dokumen. 3. Teknik analisis data adalah deskriptiv yaitu dengan hanya menggambarkan dan menjelaskan apa-apa yang terkait dengan sistem pemerintahan yang ada di Indonesia.
2. Sistem pemerintahan Negara Indonesia Berdasarkan UUD 1945 Setelah Diamandemen. Sekarang ini sistem pemerintahan di Indonesia masih dalam masa transisi. Sebelum diberlakukannya sistem pemerintahan baru berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen keempat tahun 2002, sistem pemerintahan Indonesia masih mendasarkan pada UUD 1945 dengan beberapa perubahan seiring dengan adanya transisi menuju sistem pemerintahan yang baru. Sistem pemerintahan baru diharapkan berjalan mulai tahun 2004 setelah dilakukannya Pemilu 2004. Berdasarkan undang – undang dasar 1945 sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut :
PEMBAHASAN Bentuk Pemerintahan Bentuk-bentuk Pemerintahan yaitu : a. Aristokrasi Berasal dari bahasa Yunani kuno aristo yang berarti “terbaik” dan kratia yang berarti “untuk memimpin”. Aristokrasi dapat diterjemahkan menjadi sebuah sistem pemerintahan yang dipimpin oleh individu yang terbaik.
86
tersebut dapat merujuk secara umum kepada provinsi apapun dari sebuah negara yang diperintah anggota kelompok pemerintah. Contoh penggunaan dalam arti yang terakhir disebut adalah Uni Emirat Arab, yang merupakan sebuah negara yang terdiri dari tujuh emirat federal yang masing-masing diperintah seorang emir.
b. Demokrasi Demokrasi yaitu bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances. Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.
e. Federal adalah kata sifat (adjektif) Dari kata Federasi biasanya kata ini merujuk pada pemerintahan pusat atau pemerintahan pada tingkat nasional. Federasi dari bahasa Belanda, federatie, berasal dari bahasa Latin; foeduratio yang artinya “perjanjian”. federasi pertama dari arti ini adalah “perjanjian” daripada Kerajaan Romawi dengan suku bangsa Jerman yang lalu menetap di provinsi Belgia, kira-kira pada abad ke 4 Masehi. Kala itu, mereka berjanji untuk tidak memerangi sesama, tetapi untuk bekerja sama saja. f. Meritokrasi Meritokrasi Berasal dari kata merit atau manfaat, meritokrasi menunjuk suatu bentuk sistem politik yang memberikan penghargaan lebih kepada mereka yang berprestasi atau berkemampuan. Kerap dianggap sebagai suatu bentuk sistem masyarakat yang sangat adil dengan memberikan tempat kepada mereka yang berprestasi untuk duduk sebagai pemimpin, tetapi tetap dikritik sebagai bentuk ketidak adilan yang kurang memberi tempat bagi mereka yang kurang memiliki kemampuan untuk tampil memimpin. Dalam pengertian khusus meritokrasi kerap di pakai menentang birokrasi yang sarat KKN terutama pada aspek nepotisme.
c. Demokrasi Totaliter Demokrasi Totaliter yaitu sebuah istilah yang diperkenalkan oleh sejarahwan Israel, J.L. Talmon untuk merujuk kepada suatu sistem pemerintahan di mana wakil rakyat yang terpilih secara sah mempertahankan kesatuan negara kebangsaan yang warga negaranya, meskipun memiliki hak untuk memilih, tidak banyak atau bahkan sama sekali tidak memiliki partisipasi dalam proses pengambilan keputusan pemerintah. Ungkapan ini sebelumnya telah digunakan oleh Bertrand de Jouvenel dan E.H. Carr.
g. Monarkisme Monarkisme adalah sebuah dukungan terhadap pendirian, pemeliharaan, atau pengembalian sistem kerajaan sebagai sebuah bentuk pemerintahan dalam sebuah negara. h. Negara Kota Negara Kota adalah negara yang berbentuk kota yang memiliki wilayah, memiliki rakyat,dan pemerintahan berdaulat penuh. Negara kota biasanya memiliki wilayah yang kecil yang meiliki luas sebesar kota pada
d. Emirat (bahasa Arab: imarah, jamak imarat) Sebuah wilayah yang diperintah seorang emir, meski dalam bahasa Arab istilah 87
umumnya. Negara-negara kota dewasa ini adalah Singapura, Monako dan Vatikan.
Kedua negara tersebut disebut sebagai tipe ideal karena menerapkan ciri-ciri yang dijalankannya. Inggris adalah negara pertama yang menjalankan model pemerintahan parlementer. Amerika Serikat juga sebagai pelopor dalam sistem pemerintahan presidensial. Kedua negara tersebut sampai sekarang tetap konsisten dalam menjalankan prinsip-prinsip dari sistem pemerintahannya. Dari dua negara tersebut, kemudian sistem pemerintahan diadopsi oleh negara-negara lain dibelahan dunia. Klasifikasi sistem pemerintahan presidensial dan parlementer didasarkan pada hubungan antara kekuasaan eksekutif dan legislatif. Sistem pemerintahan disebut parlementer apabila badan eksekutif sebagai pelaksana kekuasaan eksekutif mendapat pengawasan langsung dari badan legislatif. Sistem pemerintahan disebut presidensial apabila badan eksekutif berada di luar pengawasan langsung badan legislatif. Untuk lebih jelasnya, berikut ini ciri-ciri, kelebihan serta kekurangan dari sistem pemerintahan parlementer. Ciri-ciri sistem pemerintahan parlementer adalah sebagai berikut : 1. Badan legislatif atau parlemen adalah satusatunya badan yang anggotanya dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Parlemen memiliki kekuasaan besar sebagai badan perwakilan dan lembaga legislatif. 2. Anggota parlemen terdiri atas orang-orang dari partai politik yang memenangkan pemiihan umum. Partai politik yang menang dalam pemilihan umum memiliki peluang besar menjadi mayoritas dan memiliki kekuasaan besar di parlemen. 3. Pemerintah atau kabinet terdiri dari atas para menteri dan perdana menteri sebagai pemimpin kabinet. Perdana menteri dipilih oleh parlemen untuk melaksakan kekuasaan eksekutif. 4. Kabinet bertanggung jawab kepada parlemen dan dapat bertahan sepanjang mendapat dukungan mayoritas anggota parlemen. Hal ini berarti bahwa sewaktu-waktu parlemen dapat menjatuhkan kabinet jika mayoritas anggota parlemen menyampaikan mosi tidak percaya kepada kabinet. 5. Kepala negara tidak sekaligus sebagai kepala pemerintahan. Kepala pemerintahan adalah
i. Oligarki (Bahasa Yunani: Ὀλιγαρχία, Oligarkhía) adalah bentuk pemerintahan yang kekuasaan politiknya secara efektif dipegang oleh kelompok elit kecil dari masyarakat, baik dibedakan menurut kekayaan, keluarga, atau militer. Kata ini berasal dari kata bahasa Yunani untuk “sedikit” (ὀλίγον óligon) dan “memerintah” (ἄρχω arkho). j. Otokrasi Otokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan yang kekuasaan politiknya dipegang oleh satu orang. Istilah ini diturunkan dari bahasa Yunani autokratôr yang secara literal berarti “berkuasa sendiri” atau “penguasa tunggal”. Otokrasi biasanya dibandingkan dengan oligarki (kekuasaan oleh minoritas, oleh kelompok kecil) dan demokrasi (kekuasaan oleh mayoritas, oleh rakyat). k. Plutokrasi Plutokrasi merupakan suatu sistem pemerintahan yamg mendasarkan suatu kekuasaan atas dasar kekayaan yang mereka miliki. Mengambil kata dari bahasa Yunani, Ploutos yang berarti kekayaan dan Kratos yang berarti kekuasaan. riwayat keterlibatan kaum hartawan dalam politik kekuasaan memang berawal di kota Yunani, untuk kemudian diikuti di kawasan Genova, Italia SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA Sistem pemerintahan negara dibagi menjadi dua klasifikasi besar, yaitu: a. Sistem pemerintahan parlementer Pada umumnya, negara-negara didunia menganut salah satu dari sistem pemerintahan tersebut. Adanya sistem pemerintahan lain dianggap sebagai variasi atau kombinasi dari dua sistem pemerintahan diatas. Negara Inggris dianggap sebagai tipe ideal dari negara yang menganut sistem pemerintahan parlemen. Bahkan, Inggris disebut sebagai Mother of Parliaments (induk parlemen), sedangkan Amerika Serikat merupakan tipe ideal dari negara dengan sistem pemerintahan presidensial.
88
perdana menteri, sedangkan kepala negara adalah presiden dalam negara republik atau raja/sultan dalam negara monarki. 6. Sebagai imbangan parlemen dapat menjatuhkan kabinet maka presiden atau raja atas saran dari perdana menteri dapat membubarkan parlemen. Selanjutnya, diadakan pemilihan umum lagi untuk membentukan parlemen baru. Kelebihan Sistem Pemerintahan Parlementer 1. Pembuat kebijakan dapat ditangani secara cepat karena mudah terjadi penyesuaian pendapat antara eksekutif dan legislatif. Hal ini karena kekuasaan eksekutif dan legislatif berada pada satu partai atau koalisi partai. 2. Garis tanggung jawab dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan public jelas. 3. Adanya pengawasan yang kuat dari parlemen terhadap kabinet sehingga kabinet menjadi barhati-hati dalam menjalankan pemerintahan.
6. Presiden tidak berada dibawah pengawasan langsung parlemen. Sistem pemerintahan Presidensial merupakan system pemerintahan di mana kepala pemerintahan dipegang oleh presiden dan pemerintah tidak bertanggung jawab kepada parlemen (legislatif). Menteri bertanggung jawab kepada presiden karena presiden berkedudukan sebagai kepala Negara sekaligus kepala pemerintahan. Contoh Negara: AS, Pakistan, Argentina, Filiphina, Indonesia. KESIMPULAN Sistem pemerintahan negara menggambarkan adanya lembaga-lembaga yang bekerja dan berjalan saling berhubungan satu sama lain menuju tercapainya tujuan penyelenggaraan negara. Lembaga-lembaga negara dalam suatu sistem politik meliputi empat institusi pokok, yaitu eksekutif, birokratif, legislatif, dan yudikatif. Selain itu, terdapat lembaga lain atau unsur lain seperti parlemen, pemilu, dan dewan menteri. Pembagian sistem pemerintahan negara secara modern terbagi dua, yaitu presidensial dan ministerial (parlemen). Pembagian sistem pemerintahan presidensial dan parlementer didasarkan pada hubungan antara kekuasaan eksekutif dan legislatif. Dalam sistem parlementer, badan eksekutif mendapat pengwasan langsung dari legislatif. Sebaliknya, apabila badan eksekutif berada diluar pengawasan legislatif maka sistem pemerintahannya adalah presidensial. Dalam sistem pemerintahan negara republik, lebagalembaga negara itu berjalan sesuai dengan mekanisme demokratis, sedangkan dalam sistem pemerintahan negara monarki, lembaga itu bekerja sesuai dengan prinsip-prinsip yang berbeda. Sistem pemerintahan suatu negara berbeda dengan sistem pemerintahan yang dijalankan di negara lain. Namun, terdapat juga beberapa persamaan antar sistem pemerintahan negara itu. Misalnya, dua negara memiliki sistem pemerintahan yang sama. Perubahan pemerintah di negara terjadi pada masa genting, yaitu saat perpindahan kekuasaan atau kepemimpinan dalam negara. Perubahan pemerintahan di
Sistem pemerintahan Presidensial Dalam sistem pemerintahan presidensial, badan eksekutif dan legislatif memiliki kedudukan yang independen. Kedua badan tersebut tidak berhubungan secara langsung seperti dalam sistem pemerintahan parlementer. Mereka dipilih oleh rakyat secara terpisah. Untuk lebih jelasnya, berikut ini ciriciri, kelebihan serta kekurangan dari sistem pemerintahan presidensial. Ciri-ciri dari sistem pemerintahan presidensial adalah sebagai berikut 1. Penyelenggara negara berada ditangan presiden. Presiden adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Presiden tidak dipilih oleh parlemen, tetapi dipilih langsung oleh rakyat atau suatu dewan majelis. 2. Kabinet (dewan menteri) dibentuk oleh presiden. Kabinet bertangungjawab kepada presiden dan tidak bertanggung jawab kepada parlemen atau legislatif. 3. Presiden tidak bertanggungjawab kepada parlemen. Hal itu dikarenakan presiden tidak dipilih oleh parlemen. 4. Presiden tidak dapat membubarkan parlemen seperti dalam sistem parlementer. 5. Parlemen memiliki kekuasaan legislatif dan sebagai lembaga perwakilan. Anggota parlemen dipilih oleh rakyat. 89
Indonesia terjadi antara tahun 1997 sampai 1999. Hal itu bermula dari adanya krisis moneter dan krisis ekonomi. DAFTAR PUSTAKA Algemeene Secretarie, Regeringsalmanaak voor Nederlandsch-Indie 1942, eerste gedeelte: Grondgebied en Bevolking, Inrichting van het Bestuur van Neder¬landsch-Indie, Batavia: Landsrukkerij Tambunan, Ass. Hukum Tata Negara Perbandingan Puporis Publisher. Jakarta.2001 Bagehot, Walter, The English Constitution, London: Oxford University Press, second ed., eighth printed, 1955 Bonar Sidjabat, 'Notulen Rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia', Majalah Ragi Buana, 52, 1968 Budiyanto.2006.Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA kelas XII. Jakarta : Erlangga Clive Day, The Policy and Administration of the Dutch in Java, Kuala Lumpur: Oxford University Press, 1972. Cst Cansil Prof. Drs. Pengantar Ilmu Hukum Untuk Perguruan Tinggi. Sinar Grafika. Jakarta. 2001. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 5 (1) (Pra Amandemen) Undang-Undang Dasar 1945 pasal 4 (1) (Hasil Amandemen) Undang-Undang Dasar 1945 pasal 6 (2) (Hasil Amandemen) Undang-Undang Dasar 1945 pasal 20 (1) (Hasil
Amandemen)
90
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA SISWA KELAS VIII3 SMPN 4 KENDARI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION DENGAN MEDIA PICTORIAL RIDDLE PADA MATERI POKOK ALAT-ALAT OPTIK Oleh: La Ode Nursalam1 Abstrak: Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 4 Kendari pada semester genap tahun ajaran 2012/2013 dengan subyek penelitian siswa kelas VIII3 yang berjumlah 32 orang. Faktor yang diselidiki dalam penelitian ini adalah siswa dan guru, dengan instrumen yang digunakan berupa lembar observasi dan tes hasil belajar siswa. Prosedur penelitian tindakan yang digunakan berupa siklus yang terdiri dari dua siklus tindakan, dimana setiap siklus tindakan mencakup (1) perencanaan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi dan evaluasi, dan (4) refleksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar IPA Fisika siswa kelas VIII3 SMP Negeri 4 Kendari pada materi alat-alat optik dapat ditingkat melalui model pembelajaran kooperatif tipe group investigation dengan media pictorial riddle. Kata Kunci: Pembelajaran kooperatif, tipe group investigation, pictorial riddle, hasil belajar IPA
menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitarnya. Dengan demikian proses pembelajaran IPA Fisika hendaknya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar memahami alam sekitar secara ilmiah. Hasil observasi terhadap proses pembelajaran IPA Fisika di kelas VIII3 SMP Negeri 4 Kendari diperoleh bahwa pembelajaran yang dilakukan oleh guru masih menggunakan model pembelajaran yang lama dimana proses pembelajaran hanya terpaku pada guru, siswa hanya bisa menerima materi yang disampaikan oleh guru, sehingga siswa cenderung pasif dan menganggap pelajaran IPA identik dengan hafalan belaka. Masalah lainnya adalah kurangnya penggunaan media pembelajaran dalam proses pembelajaran IPA. Hal ini dapat dilihat dari persentase ketuntasan belajar siswa kelas VIII3 SMP Negeri 4 Kendari pada tahun ajaran 2011/2012 materi pokok alat-alat optik yang hanya mencapai 38,5% dengan nilai ratarata sebesar 63. Pemilihan media pembelajaran juga
PENDAHULUAN Upaya peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia tidak pernah berhenti. Berbagai terobosan baru terus dilakukan oleh pemerintah melalui Kemendikbud. Upaya itu antara lain dalam pengelolaan sekolah, peningkatan sumber daya tenaga pendidikan, pengembangan/penulisan materi ajar, serta pengembangan paradigma baru dengan metodologi pengajaran. Pendidikan yang berkualitas akan menentukan tingkat tingkat keberhasilan pembangunan. Sehubungan dengan upaya tersebut, guru IPA Fisika dituntut untuk memiliki kemampuan dan keterampilan dalam memilih model dan media pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik IPA Fisika serta tingkat perkembangan mental peserta didik. IPA Fisika merupakan ilmu yang berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep dan prinsip saja, tetapi juga merupakan satuan proses penemuan. Pembelajaran IPA Fisika diharapkan dapat 1
Dosen Pend. Fisika FKIP UHO 91
sangat erat kaitannya dengan keberhasilan suatu model pembelajaran. Media merupakan bentuk perantara yang digunakan dalam penyajian materi, sehingga materi tersebut sampai pada penerima. Media Gambar adalah salah satu media pembelajaran yang dapat merangsang minat atau perhatian siswa. Gambar yang dipilih harus tepat agar dapat membantu siswa dalam memahami dan mengingat isi informasi yang disajikan oleh guru. Untuk mengatasi permasalahan dalam pembelajaran IPA Fisika sebagaimana diuraikan di atas, maka dilakukan penelitian dengan menerapkan alternatif tindakan berupa model pembelajaran kooperatif tipe group investigation dengan media pictorial riddle. Rusman (2010 : 222) mengatakan penggunaan media pictorial riddle dalam pembelajaran kooperatif tipe group investigation dapat meningkatkan hasil belajar siswa baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Berdasarkan latar belakang sebagaimana yang diuraikan di atas, maka peneliti mengangkat judul “Meningkatkan Hasil Belajar IPA-Fisika Siswa Kelas VIII3 SMP Negeri 4 Kendari Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation Dengan Media Pictorial Riddle Pada Materi Pokok AlatAlat Optik”
penerapannya dalam kehidupan mereka seharihari. Pembelajaran IPA terpadu adalah pembelajaran yang memiliki hubungan erat dengan pengalaman sesungguhnya. Konsep Pembelajaran Kooperatif Menurut Anita Lie (2002: 57) cooperative learning adalah kelompok kecil siswa yang saling bekerja sama untuk menyelesaikan suatu masalah, atau suatu tugas dalam mencapai tujuan bersama. Selanjutnya Jonshon dalam Saputra (2005: 50) mengungkapkan bahwa, cooperative learning adalah model pembelajaran yang sistematis yang mengelompokkan siswa agar tercipta pendekatan pembelajaran yang efektif dan mengintegrasikan keterampilan sosial yang bermuatan akademis. Sejalan dengan itu, David dan Johnson (2003:1) menyatakan bahwa, cooperative learning adalah model pembelajaran dengan kelompok kecil sehingga siswa bekerjasama guna memaksimalkan kemampuan mereka dalam belajar satu sama lain. Dari beberapa pendapat ahli di atas terlihat bahwa cooperative learning tidaklah cukup dengan siswa duduk berkelompok kemudian mengerjakan tugasnya secara individual, atau menugaskan seseorang dalam kelompoknya untuk menyelesaikan seluruh tugas kelompoknya. Pelaksanaan model ini haruslah didasari oleh filosofis getting better together, yang artinya untuk mendapatkan hasil belajar yang terbaik hendaklah dilakukan secara bersama-sama
KAJIAN PUSTAKA Proses Pembelajaran IPA Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran (Oemar Hamalik, 2003:57). Ilmu Pengetahuan alam (IPA) dalam arti sempit merupakan disiplin ilmu terdiri atas phisical sciences dan life sciences. Physical sciences terdiri dari ilmu-ilmu astronomi, kimia, geologi, mineralogi, meteorologi dan fisika; sedangkan life sciences meliputi biologi, zoologi, dan fisiologi (Sumaji, Dkk, 1998:31).
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) Model pembelajaran kooperatif tipe group investigation merupakan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari buku pelajaran atau siswa dapat mencari melalui internet. Siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Tipe ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan
Pembelajaran IPA terpadu merupakan konsep pembelajaran sains dengan situasi lebih “alami” dan situasi dunia nyata siswa, serta mendorong siswa membuat hubungan antar cabang sains dan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan 92
proses kelompok. Model group investigation dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran. Model ini dapat dipakai guru untuk mengembangkan kreativitas siswa, baik secara perorangan maupun kelompok. Model pembelajaran kooperatif dirancang untuk membantu terjadinya pembagian tanggung jawab ketika siswa mengikuti pembelajaran dan berorintasi menuju pembentukan manusia sosial. Model pembelajaran kooperatif dipandang sebagai proses pembelajaran yang aktif, sebab siswa akan lebih banyak belajar melalui proses pembentukan (contructing) dan penciptaan, kerja dalam kelompok dan berbagi pengetahuan serta tanggung jawab individu tetap merupakan kunci keberhasilan pembelajaran (Rusman, 2010 : 222).
Pictorial riddle adalah dapat merangsang siswa untuk berfikir lebih kritis terhadap permasalahan yang disajikan dalam bentuk tekateki bergambar.Hal tersebut karena teka-teki bergambar dapat menggugah keingintahuan siswa terhadap permasalahan yang dihadirkan, sehingga siswa terdorong untuk lebih dalam lagi mempelajari permasalahan tersebut. METODE PENELITIAN Setting Penelitian Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian tindakan kelas (PTK) atau classroom action research (CAR) yang dilaksanakan di SMP Negeri 4 Kendari pada semester genap tahun ajaran 2012/2013 dengan subyek penelitian siswa kelas VIII3. Dalam pelaksanaannya pada tiap siklus mencakup kegiatan sebagai berikut: (1) Perencanaan, (2) Pelaksanaan tindakan, (Observasi dan evalusai, (4) Refleksi (Arikunto, 2008:74). Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa data kualitatif dan kuantitatif yang bersumber dari guru dan siswa, yang diperoleh dari lembar observasi, tes hasil belajar yang diberikan setelah pelaksanaan tindakan pada setiap siklus.
Media Pictorial Riddle Pictorial riddle merupakan media gambar dalam proses pembelajaran yang dapat ditempatkan sebagai berikut: (a). alat untuk memperjelas bahan pembelajaran pada saat guru menyampaikan pelajaran. Dalam hal ini, riddle digunakan guru sebagai variasi penjelasan verbal mengenai bahan pembelajaran. (b). alat untuk mengangkat atau menimbulkan persoalan untuk dikaji lebih lanjut dan dipecahkan oleh para peserta didik dalam proses belajarnya. Paling tidak guru dapat menempatkan media sebagai sumber pertanyaan atau simulasi belajar siswa. (c). Sumber belajar bagi siswa. Artinya media tersebut adalah bahan-bahan yang harus dipelajari para peserta didik baik individual maupun kelompok. Media berbasis visual (image atau perumpamaan) memegang peran yang sangat penting dalam proses belajar. Media visual dapat memperlancar pemahaman dan memperkuat ingatan.Visual dapat pula menumbuhkan minat siswa dan dapat memberikan hubungan antara isi materi pelajaran dengan dunia nyata. Agar menjadi efektif, visual sebaiknya ditempatkan pada konteks yang bermakna dan siswa harus berinteraksi dengan visual (image) itu untuk meyakinkan terjadinya proses informasi (Arsyad, 2009:91).
Indikator Kinerja Indikator keberhasilan penelitian ini dilihat dari dua segi yaitu dari segi proses dan hasil (nilai) yang diperoleh siswa. a) segi proses, pelaksanaa tindakan dikategorikan berhasil apabila serendahrendahnya 80% pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran. b) segi hasil, pelaksanaan tindakan dikategorikan berhasil apabila minimal 75% siswa telah mencapai nilai serendahrendahnya 65 (KKM dari sekolah). HASIL DAN PEMBAHASAN Data yang diperoleh pada setiap siklus berupa data hasil belajar siswa, pencapaian ketuntasan belajar, aktivitas siswa dan guru dianalisis secara statistik deskriptif berupa ratarata, persentase, dan distribusi frekuensi. Rincian 93
hasil analisis terhadap semua data setiap siklus tindakan dijelaskan sebagai berikut. 1. Segi Proses Berikut disajikan profil pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru pada setiap siklus
Berikut disajikan profil ketuntasan belajar siswa pada setiap siklus
Gambar 2. Profil Ketuntasan Belajar Siswa Pada Setiap Siklus Grafik di atas menunjukkan bahwa indikator keberhasilan tindakan pada siklus II telah tercapai baik dari segi proses maupun dari segi hasil. Hal ini berarti bahwa model pembelajaran kooperatif tipe group investigation dengan media pictorial riddle dapat meningkatkan hasil belajar IPA Fisika siswa kelas VIII3 SMP Negeri 4 Kendari. Ketercapaian indikator ini merupakan bukti bahwa hasil belajar siswa dapat ditingkatkan setelah diajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation dengan media pictorial riddle. Keberhasilan dimaksud terlihat juga dari kemampuan siswa dalam menentukan langkahlangkah sistematis dalam menyelesaikan masalah. Kesemua hasil ini merupakan hasil pembimbingan yang sangat terencana sesuai skenario yang dibuat peneliti atas hasil observasi dan evaluasi yang dilakukan. Hasil ini juga mendukung hasil penelitian sebelumnya tentang penggunaan model pembelajaran ini dalam pembelajaran IPA di sekolah. Peningkatan hasil belajar siswa kelas VIII3 disebabkan karena dalam pembelajaran kooperatif tipe group investigation dengan media pictorial riddle, memberi peluang bagi siswa untuk lebih leluasa dalam belajar secara mandiri, saling bertukar pikiran dengan sesamanya dan saling membantu dalam menyelesaikan setiap tugas yang diberikan oleh guru. Hal tersebut sejalan dengan pandangan yang dikemukakan oleh Tobin (1995) yang menyatakan bahwa pembelajaran yang menitik beratkan pada aktivitas siswa dalam proses pembelajaran akan memberi kesempatan bagi siswa dalam
Gambar 1. Profil Pelaksanaan Pembelajaran Oleh Guru Pada Setiap Siklus Berdasarkan grafik di atas terlihat bahwa secara umum persentase ketuntasan pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru pada setiap siklus cenderung mengalami peningkatan serta perubahan kearah yang lebih baik. Jika pada siklus pertama masih dijumpai beberapa aktivitas yang perlu ditingkatkan kualitasnya, seperti guru belum maksimal menyampaikan tujuan pembelajaran dan kaitannya dengan materi sebelumnya, kurang melakukan evaluasi selama proses pembelajaran, kurang mampu memimpin diskusi dan memberikan penguatan, serta kesimpulan masih agak dipaksakan karena guru belum mengarahkan agar siswa membuat kesimpulan sendiri, serta waktu yang direncanakan masih belum digunakan secara efisien sesuai dengan rencana pembelajaran yang sudah disusun. Pada siklus kedua kelemahan-kelemahan yang terjadi pada pelaksanaan pembelajaran sudah mulai diminimalisir yang berdampak pada membaiknya hasil belajar siswa pada siklus II. Segi hasil belajar Ditinjau dari segi hasil belajar siswa, pada siklus I diperoleh bahwa dari 32 siswa kelas VIII3 SMP Negeri 4 Kendari hanya 18 orang (56,3%) yang mencapai ketuntasan belajar dengan nilai rata-rata sebesar 63,5. Pada siklus II persentase ketuntasan belajar siswa meningkat menjadi 81,3% dengan nilai rata-rata sebesar 79,6.
94
mendapatkan konsep esensial melalui episode pengetahuan, mempermudah siswa dalam menguji, memodifikasi, mengubah ide awal yang telah dimiliki dan mengadopsi ide yang baru. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data secara deskriptif maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar IPA Fisika siswa kelas VIII3 SMP Negeri 4 Kendari pada materi alat-alat optik dapat ditingkat melalui model pembelajaran kooperatif tipe group investigation dengan media pictorial riddle.
DAFTAR PUSTAKA Arsyad. 2009. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Hamalik, O. 2003. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Akasara. Lie,
A. 2002. Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Grasindo
Rusman. 2010. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada. Saputra. 2005. Pembelajaran Kooperatif Untuk Meningkatkan Keterampilan Anak TK. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Sardiman. 1990. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: CV Rajawali.
95
IDENTIFIKASI PELUANG KEMITRAAN DALAM USAHA PENGOLAHAN BUAH KELAPA DI KECAMATAN ABELI Oleh : Murni Nia1 Abstrak. Telah dilakukan penelitian Identifikasi Peluang Kemitraan dalam Usaha Pengolahan Buah Kelapa di Kecamatan Abeli Kota Kendari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon petani kelapa tentang usaha pengolahan buah kelapa dengan pola kemitraan. Metode penelitian ini menggunakan demonstrasi, dengan penyuluhan dan diskusi. Hasil penelitian menunjukkan dari 38 orang petani kelapa yang mengikuti demonstrasi, penyuluhan tentang pentingnya produk-produk olahan buah kelapa dalam kehidupan sehari-hari hanya 9 orang petani atau 21,95 % yang menyatakan kesedian bekerjasama dalam pengolahan buah kelapa. Kemitraan yang disepakati oleh petani kelapa dan Mitra Usaha Bersama adalah kemitraan jual beli. Kata kunci : Identifikasi, pola kemitraan, buah kelapa
kesejahteraan petani dan keluarganya, antara lain: 1. Kemampuan sumberdaya manusia petani sebagai pelaku utama maupun pelaku usaha dalam memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia masih sangat terbatas. 2. Kemampuan penyuluh pertanian sebagai fasilitator dan atau pendamping masyarakat tani dalam pembangunan pertanian secara berkelanjutan masih perlu ditingkatkan. 3. Ketersediaan sarana dan prasarana baik ditingkat penyuluh maupun ditingkat petani belum memadai. 4. Belum ada model usaha yang dapat dijadikan rujukan bagi petani khususnya petani kelapa. Oleh karena itu, salah satu pendekatan untuk mengoptimalkan peningkatan kesejahteraan petani kelapa melalui penaganan pascapanen buah kelapa dengan pola kemitraan. Pada kondisi ini petani diajak bermitra dengan industry dalam pengolahan uah kelapa. Pola kemitraan merupakan hubungan strategik yang sengaja dirancang atau dibangun antara mitra untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, manfaat bersama dan saling kebergantungan yang tinggi (Mohr dan Spekman, 1994). Dalam pola kemitraan kerjasama usaha yang dilakukan bersifat financial antara dua orang atau lebih mendapatkan keuntungan (Taqiyuddin An-Nabani, 2010). Melalui pola kemitraan kedua
PENDAHULUAN Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan petani kelapa saat ini belum mendapat perhatian. Buah kelapa yang diperoleh setelah pascapanen hanya dimanfaatkan untuk bahan baku kopra dan menjadi kelapa parut untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Padahal banyak produk olahan buah kelapa lain yang bernilai ekonomi seperti minyak goreng, minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil), asap cair, briket arang. cocofiber, nata de coco, dan pupuk organic, asam lemak dan lain-lain belum mendapat perhatian dari pemerintah. Kondisi ini menyebabkan harga buah kelapa relative murah di kalangan petani yaitu Rp. 500 per buah bahkan ditemukan harga Rp.1000 per tiga buah. Aktivitas jual beli yang dilakukan oleh tengkulak hampir tidak dapat dihindari. Petani cenderung menjual buah kelapa walaupun pohon kelapa baru memunculkan tandan, dengan waktu yang tidak ditentukan. Pola pemasaran seperti ini bertentangan dengan hukum islam (fitrah) manusia, karena merugikan salah satu pihak. Di samping itu, ada beberapa faktor yang mempengaruhi belum optimalnya pengelolaan sumberdaya alam pertanian khususnya buah kelapa sehingga belum memberi kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan pendapatan dan 1
Dosen pend. Ekonomi Koperasi FKIP UHO 96
mitra dapat mengakses teknologi baru atau pasar baru; kemampuan untuk menawarkan produk atau jasa yang lebih luas; skala ekonomi dalam riset atau produksi bersama; akses terhadap pengetahuan; berbagi resiko dan akses atas komplementari skill (Powel 1987 dalam Mohr and Spekman, 1994). Pola kemitraan diharapkan akan mampu mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam pertanian, menstabilkan harga pasar, membangun kebersamaan dalam berusaha, dan menghindari praktek tengkulak. Hal ini akan mendorong pembangunan di sector pertanian berkelanjutan (sustainable development) dan berwawasan pendidikan karakter dalam masyarakat. Dengan kata lain, pola kemitraan dimaksudkan untuk mendorong kegiatan dan pertumbuhan ekonomi sehingga terciptanya pemerataan pembangunan melalui perluasan lapangan kerja dan kesempatan kerja. Disisi lain sumber daya manusia merupakan faktor penting bagi setiap usaha termasuk juga di sektor usaha kecil. Keberhasilan industri skala kecil untuk menembus pasar global atau menghadapi produk-produk impor di pasar domestik ditentukan oleh kemampuan pelakupelaku dalam industri kecil tersebut untuk mengembangkan produk-produk usahanya sehingga tetap dapat eksis. Kelemahan utama pengembangan usaha kecil menengah di Indonesia adalah karena kurangnya ketrampilan sumber daya manusia dan manajemen yang ada relatif masih tradisional. Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan penelitian awal untuk mengidentifikasi peluang usaha yang dapat diterapkan utnuk meningkatkan kesejahteraan petani kelapa. Dengan demikian dapat diperoleh estimasi seberapa besar harapan masyarakat khususnya petani kelapa dalam mengolah buah kelapa dengan pola kemitraan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui respon petani kelapa terhadap system pemasaran buah kelapa dengan pola kemitraan.
hanya akan berkembang kalau ada yang industry kecil dan menengah, dan yang kecil akan berkembang kalau ada yang besar dan menengah. Demikian kata lain industry besar dan kecil atau menengah memiliki ketergantungan yang tinggi. Demikian pula dengan jaringan komunikasi yang luas (complex communication) untuk pemberdayaan masyarakat juga ditunjang oleh fenomena social dan politik yang berkembang. Interaksi ini akan menghasilkan sumberdaya manusia yang memiliki daya saing yang tinggi. Oleh sebab itu, melalui kemitraan dalam bidang permodalan, kemitraan dalam proses produksi, kemitraan dalam distribusi, masingmasing pihak akan diberdayakan. Kemitraan diperlukan sebagai hubungan informal dimana para mitra secara efektif mengakui dan mengejar kepentingan bersama (Shipley dan Egan, 1992 dalam Ahmad, 2006). Dalam ajaran islam kemitraan disebut syirkah (kerjasama usaha). Syirkah merupakan akad (transaksi) antara dua orang atau lebih yang bersepakat untuk melakukan kerja yang bersifat financial dengan maksud mendapatkan keuntungan. Akad Syirkah mengharuskan adanya ijab dan qabul sekaligus sebagaimana layaknya akad yang lain. Saya bersyirkah dengan Anda dalam urusan ini (ijab), kemudian dijawab saya terima (qabul)/boleh menggunakan ungkapan lain yang memiliki makna yang sama. Ada 5 (lima) bentuk kerjasama di dalam islam yaitu syirkah „inan, syirkah „abdan, syirkah mudharabah, syirkah wujuh dan syirkah mufawadhah Syirkah „inan merupakan kerjasama dua orang dengan menyertakan harta masing-masing untuk dikelola secara bersama-sama dengan melibatkan tenaga mereka dan keuntungannya dibagi dua diantara mereka. Syirkah „abdan merupakan kerjasama usaha (kemitraan bisnis) antara dua orang atau lebih dengan tenaga masing-masing pihak tanpa menyertakan harta, yakni dalam bidang usaha yang mereka upayakan dengan tenaga mereka untuk melakukan kerja tertentu baik kerja pemikiran maupun kerja fisik. Pembagian laba dalam syirkah ini sesuai dengan apa yang menjadi kesepakatan mereka, bias sama bias juga berbeda. Syirkah mudharabah merupakan kerjasama (kemitraan bisnis) antara badan dengan harta. Artinya seseorang menyertakan
KAJIAN PUSTAKA Kemitraan Pemberdayaan masyarakat dalam bidang ekonomi adalah penguatan bersama, dimana masyarakat yang memiliki usaha besar 97
harta kepada orang lain untuk dikelola dalam suatu usaha dengan ketentuan keuntungan laba yang diperoleh akan dibagi dua diantara mereka sesuai dengan syarat-syarat yang mereka sepakati. Syirkah wujuh merupakan kerjasama (kemitraan bisnis) antara dua badan dengan modal dari pihak lain. Artinya salah seorang memberikan modalnya kepada dua orang atau lebih secara mudharabah. Dan syikah mufawadah merupakan penggabungan dari syirkah yang ada. (Taqiyuddin an-Nabhani, 2010). Lain halnya dengan kemitraan bisnis yang dijalankan saat ini. Menurut Oprah (2011) dalam Hoffman & Schlosser (2001) mengelompokkan kemitraan yang sering digunakan oleh perusahaan dikategorikan dalam dua bentuk yaitu melalui aliansi strategis dan joint venture. Aliansi strategis merupakan kemitraan bisnis yang melibatkan perusahaan dengan mitra dalam rangka meningkatkan daya saing dengan memanfaatkan sumberdaya-sumberdaya eksternal secara sinergis dan melalui proses perubahan dan pembelajaran. Sedangkan joint venture merupakan salah satu bentuk kemitraan bisnis yang bertujuan memperkuat kemampuan perusahaan untuk bersaing (Oprah 2011 dalam Thompson, Stricland and Gamble, 2010). Dengan demikian, joint ventura dan aliansi strategis menjadi salah satu tools penting bagi perusahaan dalam membangun keunggulan daya saingnya dan dalam rangka memenangkan persaingan di industrinya. Hal ini jelas bahwa persaingan dalam bidang perekonomian sangat menguntungkan mitra usaha dengan modal besar. Berbeda dengan kemitraan bisnis syariah dimana mengutamakan akad (ijab-kabul) sebagaimana akad lainnya. Harta yang diakadkan dan pengelola usaha jelas, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.
diekstrak dari daging kelapa segar, atau diekstrak dari daging kelapa yang telah dikeringkan (Hasbullah, 2001). b. Minyak Kelapa Murni (Virgin coconut oil) Virgin Coconut Oil dibuat dari kelapa segar tanpa melalui proses pemanasan, mengandung lauric acid atau asam laurat yang menurut hasil penelitian secara ilmiah membuktikan bahwa asam laurat dalam tubuh manusia dirubah menjadi monolaurin dan yang menjadi paling kuat dalam membunuh virus, bakteri, cendawan dan protozoa sehingga dapat menanggulangi serangan virus seperti HIV, herpes, influenza dan berbagai bakteri patogen termasuk listeria monocytogenes dan helicobacter pyloryd. Hasil analisis kimia, menunjukkan minyak ini mengandung asam lemak jenuh rantai menengah atau medium chain saturated fatty acids (MCFA) sebanyak 60-62 %. Minyak ini mempunyai sifat yang unik tidak seperti lemak jenuh yang lain sehingga akan lebih menyehatkan apabila dikonsumsi. Asam lemak jenuh rantai menengah sangat mudah diabsorbsi oleh tubuh karena hanya membutuhkan sedikit energi dan enzim sehingga dapat melancarkan pencernaan, berbeda dangan asam lemak jenuh rantai panjang. Asam lemak rantai pendek dan menengah ini di dalam tubuh akan langsung dibawa ke hati dimana di sini akan secara cepat dikonversikan ke bentuk energi.(Hanafiah, dkk., 2011). c. Arang Tempurung dan Asap Cair Tempurung merupakang limbah industry kopra. Bila tempurung kelapa dibakar dalam ruang hampa (pirolisator) menghasilkan banyak asap yang kemudian dikondensasikan menghasilkan asap cair. Arang tempurung dapat diolah menjadi briket arang (BPMD Sulteng), sedangkan asap cair dapat digunakan sebagai pengawet bahan makanan, bahan pangan karena mengandung komponen senyawa anti bakteri, anti jamur, dan antioksidan (Widiatsuti dkk, 2012).
Peluang Industri Rumah Tangga dari Buah Kelapa. a. Minyak Kelapa Minyak kelapa merupakan bagian paling berharga dari buah kelapa. Kandungan minyak pada daging buah kelapa tua adalah sebanyak 34,7%. Minyak kelapa digunakan sebagai bahan baku industri, atau sebagai minyak goreng. Minyak kelapa dapat 98
METODE PENELITIAN
Tabel. Distribusi peserta kegiatan pengabdian di BP3K Kecamatan Abeli.
Penelitian ini dilaksanakan di Kantor Badan Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Kecamatan Abeli Kota Kendari pada bulan September – Nopember 2013. Populasi penelitian ini adalah petani kelapa yang bermukim di Kecamatan Abeli, Sampel ditentukan bersama penyuluh pertanian yang ada di setiap kelurahan se-Kecamatan Abeli, dan atas undangan oleh Kepala Kelurahan Abeli. Penelitian ini dilaksanakan secara bersamaan dengan Pengabdian Masyarakat oleh Tim Pengabdian dari Jurusan Kimia FMIPA dan Tim IbM FKIP Universitas Haluoleo (UHO). Jenis penelitian ini adalah deskritif kuantitatif, dimana peneliti akan memberikan gambaran tentang minat petani kelapa memasarkan buah kelapa dengan pola kemitraan. Tahapan penelitian dimulai dari penyuluhan tentang produk-produk olahan buah kelapa dan strategi pemasaran dengan pola kemitraan; kemudian demonstrasi tentang pembuatan produk-produk olahan buah kelapa bernilai ekonomi,; Dan tahapan akhir adalah diskusi dan pemberian angket/form kesepakatan bekerjasama dengan Mitra Usaha Bersama yaitu Industri Rumah Tangga yang bergerak di bidang pengolahan buah kelapa. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara deskriptif kuantitatif dalam bentuk persentasi dan kesepakatan kerjasama dianalisis secara kualitatif.
No 1 2 3 4 5 6 7
Asal Peserta Kelurahan Sambuli Kelurahan Bungkutoko Kelurahan Anggalomelai Kelurahan Petoaha Kelurahan Nambo Kelurahan Benua Nirae Kelurahan Abeli Jumlah
Jumlah peserta 2 1 1 2 2 2 28 38
Berdasarkan Tabel diatas, diketahui bahwa aparatur pemerintah dalam hal ini penyuluh pertanian dan pemerintah daerah senantiasa berupaya secara optimal untuk meningkatkan wawasan berpikir petani untuk mengoptimalkan hasil panen dan penanganan pasca panen buah kelapa mereka. b. Demonstrasi Olahan Buah Kelapa dan Tanya Jawab Tujuan demonstrasi ini adalah (1) menunjukkan kepada peserta, metode pengolahan buah kelapa untuk menghasilkan produk yang bernilai ekonomi, (2) memotivasi peserta untuk memikirkan cara pemasaran produk olahan kelapa, dan (3) mengetahui masalah-masalah pemasaran buah kelapa, dan (4) mengetahui respon peserta bila pengolahan buah kelapa bila diterapkan pola kemitraan. Produk olahan yang didemonstrasikan kepada peserta meliputi cara pembuatan minyak goreng yang berkualitas, pembuatan VCO, pemanfaatan blondo, dan briket arang, Secara visual kualitas minyak goreng yang dihasilkan lebih bening dan aromanya lebih harum bila dibandingkan dengan minyak goreng tradisional. Demikian pula VCO. Sedangkan blondo berupa bubur cairan yang mengandung protein dan karbohidrat tanpa lemak, produk ini memiliki peluang untuk digunakan sebagai makanan bayi atau sambal untuk industi rumah makan berbeda dengan yang dihasilkan oleh pembuat minyak kelapa pada umumnya, demikian juga briket arang peserta pada umumnya baru mengetahui produk arang tempurung yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi.
HASIL DAN PEMBAHASAN a. Peserta Kegiatan Peserta kegiatan berjumlah 38 orang dan berasal dari tujuh kelurahan se-Kecamatan Abeli. Ketujuh kelurahan tersebut Kelurahan Abeli mengikutkan peserta dengan jumlah yang besar. Hasil wawancara dengan Kepala Kelurahan Abeli diketahui bahwa pemerintah daerah setempat sangat respon dengan pola pengabdian yang diselenggarakan oleh Tim Pengabdian Masyarakat UHO guna memacu pertumbuhan ekonomi masyarakat demi terwujudnya kesejahteraan petani di lingkungannya. Secara rinci, peserta kegiatan dapat dilihat pada Tabel 1.
99
Hasil Tanya jawab dengan peserta diketahui bahwa mereka pada dasarnya dapat berbagai produk olahan tersebut, masalahnya adalah keterampilan yang dimiliki belum maksimal walaupun telah mengikuti kegiatan dan masalah yang utama adalah bagaimana menghasilkan produk yang berkualitas dan strategi apa yang harus diterapkan dalam memasarkan produk yang dihasilkan. Produkproduk olahan buah kepala dapat dilihat pada Gambar berikut.
c. Bentuk Kemitraan yang Sepakati Bentuk kemitraan yang ditawarkan dalam penelitian ini adalah akad/perjanjian jual beli. Contoh bunyi kemitraan yang akan dikembangkan sebabagi berikut :
Gambar 1. Santan Kepala untuk Sebagai minyak goreng
Dari 38 peserta kegiatan hanya 9 orang (23,68%) yang menyatakan kesediaan bekerjasama dalam pengolahan buah kelapa dengan pola kemitraan. Prosentasi kemitraan ini relative kecil. Hasil wawancara dengan beberapa peserta di setiap kelurahan diketahui bahwa mereka belum yakin dengan pola kemitraan yang ditawarkan oleh mitra mengingat usaha belum berjalan dengan baik. Petani sudah sering mengikuti kegiatan yang serupa namun tidak berkelanjutan dan hasilnya tidak optimal. Kondisi ini merupakan tantangan bagi Mitra Usaha Bersama untuk menjawab kondisi sosial masyarakat setempat. Hasil pemantauan peneliti terhadap aktivitas Mitra Usaha Bersama dalam mengolah buah kelapa masih pematangan usaha.
Gambar 2. Santan dibuat menjadi VCO
Gambar 3. Tempurung kelapa sebagai Briket
100
Pendanaan yang besar terhadap penyiapan unit usaha, pembelian mesin parut, dan pembuatan alat pirolisis merupakan indikasi bahwa pengolahan buah kelapa yang akan dilakukan oleh Mitra Usaha Bersama merupakan kesungguhan yang sangat luar biasa. Butir-butir kesepakatan di atas dapat diuraikan sebagai berikut : a. Kesepakatan yang dibangun adalah kesepakatan jual beli, dimana petani kelapa dan mitra Usaha Bersama melakukan aktivitas jual beli buah kelapa dengan harga yang tidak mengikat. b. Petani kelapa menyatakan kesediaan menyiapkan buah kelapa sedangkan Mitra Usaha mengolah buah kelapa. Artinya aktivitas pengolahan buah kelapa berjalan secara kontinyu sehingga petani kelapa termotivasi menanam/merawat dan menjual buah kelapa secara berkelanjutan. c. Petani dan Mitra Usaha Bersama menjadi pihak yang berkompeten menjaga usaha mereka dengan menjadi konsumen dari produk yang dihasilkan serta menjadi agen diwilayahnya. Tujuannya adalah sebagai media promosi dalam pengolahan buah kelapa sehingga dapat menghasilkan kesadaran bagi petani kelapa lainnya untk bergabung dan berusaha secara bersamasama. d. Petani kelapa dan Mitra Usaha Bersama memiliki ruang untuk menyambung silaturahmi, sehingga persoalan yang dihadapi dapat diselesaikan atau meminta pihak lain yang berkopeten seperti Tim pengabdian UHO untuk membantu menyelesaikan masalah produksi dan pemasaran yang dihadapi. e. Produk samping yang selama ini belum termanfaatkan seperti briket arang dan asap cair menjadi komoditi tambahan, sehingga masing-masing pihak mendapatkan konstribusi yang dihasilkan sebagai keuntungan tambahan dan kedua pihak mendapatkan keuntungan bersama yang akan dibagikan secara merata setelah mengeluarkan biaya produksi dan biaya operasional lainnya secara transparan. Berdasarkan isi kesepakatan tersebut petani memiliki peluang yang lebih besar dalam
memanfaatkan pola kemitraan dalam mengolah buah kelapa, disamping harga buah kelapa tidak fluktuasi juga memperoleh nilai tambah dalam bentuk keuntungan hasil penjualan produk briket arang dan asap cair. Sementara itu, menurut Tuten dan Urban (2001) dalam Orpha (2011), keberhasilan sebuah kemitraan dipengaruhi oleh komunikasi yang baik diantara para mitra. Komunikasi yang baik akan mendorong pihakpihak yang bermitra memperoleh manfaat dari kemitraan yaitu pembiayaan yang lebih murah, peningkatan produk dan kualitas layanan. Faktor determinan lain pembentuk keberhasilan sebuah program kemitraan adalah aspek kepercayaan dan tanggungjawab diantara para mitra. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Respon petani kelapa terhadap pengolahan buah kelapa dengan pola kemitraan relative kecil yaitu 23,68%. Pola kemitraan yang dilakukan adalah pola mitraan jual beli dengan pendekatan simbiosis mutualisma (saling menguntungkan sesuai kesepakatan). DAFTAR PUSTAKA Ahmad, S., 2006. Strategi Kemitraan dalam Saluran Distribusi untuk Meningkatkan Kinerja Bisnis, Tesis. Program Magister Manajemen PPs Universitas diponegoro. Anonim. Badan Penanaman Modal Daerah Sulawesi Tengah, website: www.bkpmdsulteng.go.id. Diakses tanggal 20 April 2011. Hasbullah, 2001. Minyak Kelapa. Teknologi Tepat Guna Agroindustri. BPPT. Jakarta Mohr, J. R. Spekman. 1994. Characteristics of partnership success: partnership attributes, communication behavior and conflict resolution technique. Strategic Management Journal. Vol. 15, 135 152 Orpha J., 2011. Analisis Potensi Partnership sebagai Moda untuk meningkatkan Kapabilitas Inovasi dan Teknologi. Jurnal Administrasi Bisnis (2011),
101
Vol.7, No.2: hal. 192? 205, (ISSN:0216? 1249) Taqiyuddin An-Nabani, 2010. Sistem Ekonomi Islam (Edisi Mu?tadamah) , HTI Press, Jakarta. Hanafiah, AW, Eva M.W., dan Nanny K.O., 2011. Pembuatan, pemurnian dan stabilitas Virgin coconut oil (vco) bertanda radioiodium-131. Jurnal Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia Indonesian Journal of Nuclear Science and Technology Vol. XII, No.2, Agustus 2011; 75-84. Widiastuti, S., Satriji S., Murad dan Rosmilawati, 2012. Optimasi Pembuatan Asap cair dari tempurung Kelapa sebagai Pengawet makanan dan Prospek Ekonominya., Agroteksos Vol. 22 No. 1 April 2012.
102
PETUNJUK BAGI PENULIS GEMA PENDIDIKAN 1. 2.
3.
Artikel yang dimuat harus berupa hasil penelitian dan belum pernah dimuat dijurnal lain Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia/Bahasa Inggris, kertas ukuran A4, maksimal 12 halaman dengan spasi 1.5. Format Artikel sebagai berikut : Judul Penelitian* Nama Penulis, E-mail ** (*=catatan Kaki) Abstrak : maksimal 150 kata (Bahasa Indonesia/Bahasa Inggris) Kata-kata kunci : A.
PENDAHULUAN (memuat latar belakang masalah dan tujuan penelitian) B. KAJIAN PUSTAKA C.
METODE PENELITIAN
D.
HASIL DAN PEMBAHASAN
E.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA (Pustaka yang dimasukkan hanya yang dirujuk dalam uraian) 4. 5.
6.
Artikel disetor kepada pengelola dalam bentuk CD atau Copy File di Sekretariat dan satu rangkap print out. Artikel yang diusulkan harus sudah diterima oleh Pengelola selambatlambatnya satu bulan sebelum penerbitan (terbit : Januari dan Juli setiap tahun). Artikel yang diproses adalah yang memenuhi persyaratan di atas.
Informasi lain dapat diperoleh di Sekretariat Gema Pendidikan dengan alamat:. d/a: Kantor Perpustakaan FKIP Universitas Halu Oleo, Kampus Bumi Tridharma Anduonohu Kendari atau Dapat dilihat pada laman jurnal Gema Pendidikan : d/a: www. gemapendidikanfkipuho.wordpress.com E-mail:
[email protected]
x
Alamat Sekretariat Jurnal Gema Pendidikan: Kantor Perpustakan FKIP Universitas Halu Oleo (UHO) Penerbit: Perpustakaan FKIP UHO Dicetak: Percetakan Ramai Kendari d/a. Jl. MT. Haryono, No….. Wua-wua Kendari x