Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 4, Nomor 1, Januari 2014
ISSN 2087-9016
MODEL PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS MENDONGENG Made Kerta Adhi IKIP Saraswati Tabanan
[email protected]
ABSTRACT Character education is developed as a representative of the curriculum 2013, through the monolithic and integration approach. One model that can be developed in the process of character education is storytelling. It is an effective way to convey the message and moral values for children to be fun. Storytelling or tell tales, both real and fictions, can be performed during the learning process or before bed time. Submission of fairy tales and stories to the children who performed correctly assumed to be able to shape the character well. Wonderful stories will be entered into the spirit and form a wonderful character as well. Otherwise, it would be dangerous if the stories feeling by the soul that does not really love the kids. Therefore, storytelling is a character education model that could be developed in the learning process at school or in the family, because the substance of the tale or story contains a lot of moral values (local wisdom) are valuable. Key words: character education models, storytelling, local wisdom, the valuable values
PENDAHULUAN Pendidikan tujuan
yang
untuk
memiliki
mencerdaskan
kehidupan bangsa dan budi pekerti
bangsa
yang
bermartabat
rangka
mencerdaskan
dalam
kehidupan
bangsa” (Anonim, 2009: 6). Teks
ideal
tersebut
yang baik dan bermartabat dari
mengandung
peserta didik, tersurat dalam amanat
pendidikan
Undang-undang Sistem Pendidikan
membangun kecerdasan intelektual
Nasional
semata,
Tahun
(Sisdiknas) 2003
“pendidikan
pasal nasional
Nomor 3,
20
bahwa
makna tidak
tetapi
dikembangkan
bahwa
semata-mata
perlu kemampuan
pula non
berfungsi
intelektual sejak anak usia dini agar
mengembangkan kemampuan dan
terbentuk watak peserta didik atau
membentuk watak serta peradaban
karakter bangsa yang bermartabat.
Model Pendidikan Karakter berbasis Mendongeng Made Kerta Adhi
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
adiluhung, namun realitanya kondisi
M Nuh mengatakan, akhlak mulia
daerah, sekolah dan peserta didik
dan moralitas harus menjadi "ruh"
sangat beragam di seantero jagat
atau spirit dalam dunia pendidikan
Indonesia.
nasional.
Akhlak
mulia
harus
budaya lokal yang dimiliki oleh
dijadikan
seperti
oksigen,
yang
masing-masing daerah perlu diadopsi
dalam
semua
mata
untuk memperkuat budaya nasional
Peserta
didik
akan
dan pemertahanan budaya lokal. Jika
nilai-nilai
tidak budaya lokal bisa hilang,
moralitas dan akhlak mulia dalam
seperti permainan tradisional di Bali
kehidupannya, sehingga mendorong
yang diiringi dengan nyanyian, mulai
terwujudnya luaran yang berkarakter
tidak
baik.
meong-meongan,
dimasukkan pelajaran.
menginternalisasi
Kemendikbud
Kearifan
dikenal
lokal
anak-anak,
atau
yakni
megoak-goakan,
dalam
serta mendongeng sebelum tidur.
menyikapi pasal tersebut, antara lain
Orang tua mulai jarang bahkan tidak
diwujudnyatakan
pernah lagi ditemukan bercerita atau
dalam
beragam
praktik pendidikan dan kebijakan
mendongeng
politik
sebelum tidur, bahkan makin sulit
pendidikan
sentralistik memasukkan dalam
dan
yang bersifat
uniform,
pendidikan
seperti karakter
kurikulum nasional dan
melaksanakan ujian nasional. Semua
untuk
anak-anaknya
pula ditemukan guru yang bisa bercerita/mendongeng
untuk
mengapresiasi proses pembelajaran. Perkembangan
dan
struktur yang terlibat dalam dunia
globalisasi
pendidikan
hukumnya
nilai-nilai budaya tradisional, seperti
mengikuti ketentuan dan kebijakan
permainan tradisional, nyanyian dan
tersebut.
mendongeng. Bermunculan berbagai
wajib
Secara normatif teks tersebut
cenderung
Iptek
menggeser
permainan modern yang instan dan
sangat baik untuk menstandardisasi
cerita-cerita
budaya
luar
yang
mutu, dalam rangka meningkatkan
dikemas secara apik, menarik dengan
mutu pendidikan secara nasional dan
sentuhan-sentuhan teknologi, seperti
pembentukan karakter bangsa yang
video games yang dimainkan dari
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 4, Nomor 1, Januari 2014
ISSN 2087-9016
game watch, handphone, play station
sayang dari sang pendongeng (orang
dan melalui internet. Permainan -
tua/guru). Luaran dari aktivitas ini
permainan
cerita-cerita
cenderung membentuk kepribadian
“moderen” yang mengandung nilai-
atau karakter anak menjadi baik dan
nilai tertentu, lambat laun tanpa
secara tidak langsung mengajegkan
disadari
akan
bisa
budaya lokal tersebut sebagai aset
karakter
anak
sesuai
dan
membentuk nilai-nilai
permainan-permainan
yang tidak ternilai harganya.
tersebut,
seperti nilai-nilai kekerasan, horror,
PEMBAHASAN
pornografi dan keangkuhan.
Mendongeng
Melihat fenomena seperti itu, tentu
dapat
mengkikis
secara
Mendongeng
atau
aktivitas
bercerita merupakan praktik budaya
perlahan-perlahan dan pasti budaya
yang
tradisional yang dimiliki oleh entitas
diberikan sejak anak-anak usia dini.
tertentu
dan
alamiah
dan
sangat
baik
suatu
keniscayaan
Tradisi mendongeng atau bercerita di
mengalami
kepunahan.
Bali lebih dikenal dengan mesatua.
Oleh karena itu, perlu dicarikan atau
Mendongeng yang diberikan sesuai
dibangun model pendidikan karakter
minat pendengarnya dan diberikan
yang diadopsi dari kearifan lokal
oleh pendongeng yang memiliki
(local
dapat
taksu, akan membawa pengaruh pada
tersebut
penyimaknya, boleh jadi akan bisa
akhirnya
wisdom),
sehingga
mempertahankan
budaya
sekaligus bisa digunakan sebagai
merubah
sikap,
kebiasaan
media pendidikan karakter yang
karakter
anak.
Sebab
murah
seperti
mendongeng yang diberikan dengan
mendongeng. Mendongeng sebagai
menyenangkan dan tidak menggurui,
salah satu bentuk apresiasi sastra,
bisa saja pesan-pesan atau nilai-nilai
sangat banyak mengandung nilai-
yang disampaikan oleh pendongeng
nilai
Apalagi
meresap ke dalam jiwanya, dan
secara
teresepsi oleh anak sehingga tanpa
variatif
disadari akan membangun bahkan
dan
strategis,
pendidikan
dilaksanakan
sejak
berkesinambungan dengan
moral. dini dan
sentuhan-sentuhan
kasih
merubah kepribadian anak.
dan proses
Model Pendidikan Karakter berbasis Mendongeng Made Kerta Adhi
Mendongeng
semata
dengan meminta sesuatu melalui doa
cerita pengantar tidur tentang mitos
dan usaha, tidak minta kepada jin
atau sejenisnya, tetapi juga kejadian-
(http://edukasi.
kejadian
kompas.com/read/2013/06/07/11441
nyata
tidak
yang
dikemas
sedemikian rupa dengan bantuan
231/Mendongeng
teknologi sehingga menarik dan kaya
Pesan.Kebaikan.dalam.Cerita).
pesan
moral.
Cerita-cerita
yang
nilai-nilai
yang
tentang “sesuatu”, bisa dilakukan
dan
dengan banyak caraagar dongeng
humanisme bisa saja isi atau jalan
lebih menarik dan hidup, misalnya
cerita
dengan
mengandung bertentangan
dengan
diubah,
moral
sesuai
nilai-nilai
budaya lokal, norma atau agama. Dongeng merupakan rangkaian
Mendongeng
animasi
atau
bercerita
suara
melalui
aplikasi teknologi informatika atau bantuan
alat
peraga
tradisional.
peristiwa nyata atau tidak nyata yang
Mendongeng bisa dilakukan oleh
disampaikan secara sederhana dan
anak-anak,
mengandung pesan moral yang baik.
siapapun yang memiliki bakat, seni,
Kisah nyata itu bisa berupa sejarah,
hobi, kemauan dan kemampuan serta
biografi atau testimoni, serta kisah
kepentingan untuk itu.
rekaan seperti fabel, mitos, legenda
orangtua,
Penyampaian
atau
dongeng
cerita
boleh memberi efek samping yang
dilakukan
buruk bagi anak, dan ceritanya tidak
membentuk karakter baik pada anak
boleh mengandung unsur takhayul,
(Sarumpaet). Memperhatikan segi
horor, kekerasan, pornografi, dan
penalaran dan logika cerita dengan
tabu.
pemilihan kata dan kalimat yang
kebaikan, mengubah
menebar
sebuah
disarankan
untuk
jalan
cerita
benar,
anak-anak
dan
atau hikayat. Sebuah dongeng tak
Demi
kepada
guru
dengan
sebab
saat
benar
itu
harus guna
sedang
dongeng
"mengukir" atau "memahat" karakter
klasik. Contohnya cerita Aladin yang
anak. Oleh karena itu, pendidik
mengusap-usap poci lalu keluarlah
maupun orang tua harus
jin untuk mengabulkan permintaan
membedakan secara jelas antara
seseorang. Kisah itu bisa diubah
penyampaian cerita yang bersifat
dapat
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 4, Nomor 1, Januari 2014
ISSN 2087-9016
imajinatif dengan cerita yang bersifat
untuk membangun karakter anak,
realistik. Cerita-cerita indah akan
dan menstimulasi rasa ingin tahu.
masuk
ke
dalam
jiwa
dan
Sinulingga
(2013)
membentuk karakter yang indah
menyatakan,
pula,
(storytelling) bisa menjadi sebuah
menjadi
berbahaya
bila
bahwa
mendongeng dengan cerita yang
seni
datang dari jiwa yang tidak benar-
mendongeng
benar
mendapatkan budaya dan gaya hidup
mencintai
anak-anak
yang
mendongeng
menarik.
Melalui anak-anak
(http://www.republika.co.id/berita/pe
yang
ndidikan
menjelajahi
/education/13/05/28/mni3em-
melibatkan mereka dalam visualisasi
mendongeng-dengan-benar-bentuk-
plot dan karakter. Orang tua yang
karaker-anak.).
dapat
Mendongeng sangat penting
berbeda.
Anak-anak
dunia
baru
mendongeng
akan dan
diketahui
memiliki ikatan emosional yang
diberikan kepada anak-anak baik di
lebih
rumah maupun di sekolah, sebab
mendongeng
melalui dongeng, guru atau orangtua
anak menjadi lebih kreatif dan
bisa
membantu mereka menciptakan daya
menyampaikan
pembelajaran secara
kepada
suatu anak-anak
menyenangkan
sekaligus
pada
anak
mereka
dapat
dan
mengajarkan
imajinasi. Cerita
atau
dongeng
yang
membuat anak-anak merasa terhibur.
mengandung nilai-nilai pendidikan
Mendongeng dapat meningkatkan
karakter , antara lain dapat disimak
kecerdasan anak. Hal seperti ini,
dari cerita atau tradisi Bali, seperti
dinyatakan
mendongeng
dalam cerita I Sugih teken I Tiwas,
imajinasi,
Bawang Kesuna, Siap Selem, dan Ni
dapat
bahwa
merangsang
meningkatkan
kecerdasan,
menambah
Tuung Kuning.
perbendaharaan,
Cerita I Sugih teken I Tiwas
mempererat hubungan, menanamkan
(Orang kaya dan orang Miskin ), ada
cinta
moral,
nilai-nilai kejujuran, perilaku baik,
pengetahuan baru, sebagai sarana
toleransi dan kerja keras yang bisa
buku,
ada
pesan
diadopsi untuk pendidikan karakter
Model Pendidikan Karakter berbasis Mendongeng Made Kerta Adhi
pintar bekerja dan membantu orangtuanya. Dia pintar juga berbicara, tetapi tidak pernah berbicara yang jelek-jelek. Bisa menempatkan diri, sebagai anak perempuan., seperti membantu ibunya memasak, membuat canang, tidak pernah lenpas pada ajaran-ajaran agama serta sangat toleransi pada saudaranya si bawang putih ).
anak, antara lain ditemukan dalam teks ceritanya, sebagai berikut. …Tiwas buka adane tiwas pesan, nanging melah solahne, tusing taen jail teken timpal. Sai-sai I Tiwas ka alase ngalih saang lakar adepa ka peken.( Si miskin memang sesuai dengan namanya bahwa ia betul-betul orang miskin, namun Si miskin memiliki perilaku yang baik, tidak jahil sama temannya. Si Miskin selalu pergi hutan mencari kayu api untuk dijual di pasar).
Cerita Siap selem (ayam hitam) dan
Ni
Tuung
Bawang
Kesuna
(bawang merah dan bawang putih), ada
nilai-nilai
toleransi,
religius,
disiplin,
jujur,
kerjakeras,
mandiri, bersahabat, peduli sosial dan tanggungjawab. Nilai-nilai ini bisa
diadopsi
untuk
pendidikan
karakter anak, seperti yang terdapat dalam
teks
ceritanya,
sebagai
berikut. …Ni Bawang anak jemet, duweg megae nulungin reramanne. Duweg masih ia ngraos, sing taen ne madan ngraos ane jelekjelek. Jemet melajang raga, apaapa ane dadi tugasne dadi anak luh. Marengin meme megarapan di paon, metanding canang, sing taen leb teken ajah-ajahan agamane. Melanan pesan ngajak nyamane Ni Kesuna. (Bawang merah adalah anak yang rajin,
(terung
kuning), ada nilai-nilai religius, jujur, disiplin,
peduli
tanggungjawab. Cerita
Kuning
dengan
teks
Hal
sosial ini
ceritanya,
dan sesuai sebagai
berikut. Teks cerita ayam hitam, sebagai berikut …Dadi mawanan ningeh I Siap Selem teken bakal kaamah, dadiannya ia ngalih upaya mangdene nyidayang matilar uli ditu...(Oleh karena ayam hitam sudah mendengar akan di makan, sehingga ia mencari upaya agar bisa pergi dari rumah itu). Cerita Terung kuning sebagai berikut …Ah kingsanang dogen anake cerik di umah dadongne, arin-arinne dogen tektek bang siap pada abedik… (Ah, dititipkan saja bayinya di rumah neneknya, ariarinya saja yang diramu untuk ayam sama-sama sedikit). Pendidikan Karakter
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 4, Nomor 1, Januari 2014
Anak
dalam
kehidupannya
proses mengalami
perkembangan
fisiologi
dan
ISSN 2087-9016
berkesinambungan manusia
dalam
untuk
internalisasi
diri
mengadakan
nilai-nilai
sehingga
psikologi. Osmald Kroh menyatakan
menghasilkan disposisi aktif, stabil
dalam perkembangan pribadi anak
dalam
akan mengalami kegoncangan, yang
Kemendiknas
dikenal dengan “trotzperiods atau
karakter
trotzalter”.
masa
Perkembangan
diri
individu. (2011)
sebagai
Menurut pendidikan
upaya
yang
terencana untuk menjadikan peserta
anak dimulai dari masa-masa pre-
didik
natal sampai dengan remaja. Pada
menginternalisasi nilai-nilai sehingga
masa-masa
peserta didik berperilaku sebagai
itu
anak
cenderung
agresif, suka berbuat yang negatif
Masa-masa
psikologi
peduli
dan
insan kamil.
agar menarik perhatian bahkan suka melawan (Soemanto, 1990: 66).
mengenal,
Pendidikan
karakter
yang
merupakan kemampuan soft skill, anak
adalah proses tuntunan kepada anak
seperti itu, tentu sangat “rawan” dari
didik
pengaruh-pengaruh
eksternal.
seutuhnya yang berkarakter dalam
menjadi
dimensi hati, pikir, raga serta rasa
Karakter
anak
akan
agar
dan
faktor eksternalnya. Anak-anak perlu
dimaknai sebagai hasil keterpaduan
dibina, diarahkan dan dididik agar
antar olah hati, olah pikir, olah raga
anak tidak terjerumus ke dalam hal-
dan perpaduan olah rasa dan karsa.
hal negatif atau beresiko jelek bagi
Melalui
perkembangan jiwa dan fisik anak.
diharapkan peserta didik memiliki
Untuk itu, anak perlu diberikan
karakter yang baik, seperti jujur,
pendidikan
mandiri, religius, disiplin, kreatif,
secara
menyenangkan, dan terintegrasi.
Karakter
manusia
baik/buruk, tergantung dari bentukan
karakter
karsa.
menjadi
pendidikan
individu
karakter,
toleransi dan bertanggungjawab.
Koesoema (2011) dalam Rai
Karakter sesungguhnya harus
Wisudariani (2013: 121), pendidikan
dikembangkan
karakter
pengetahuan (knowing), pelaksanaan
merupakan
pengembangan
dinamika
kemampuan
yang
(acting)
dan
melalui
kebiasaan
tahap
(habit).
Model Pendidikan Karakter berbasis Mendongeng Made Kerta Adhi
Dengan demikian diperlukan tiga
anak secara perlahan namun pasti
komponen
akan membentuk karakter anak.
karakter
yang
baik
(components of good character), yaitu moral knowing (pengetahuan
Model
tentang
berbasis Mendongeng
moral),
moral
feeling
(perasaan tentang moral) dan moral action
(perbuatan
bermoral)
Pendidikan
Pendidikan merupakan media yang
sangat
(Lickona, 1991 dalam Sirikit, 2011:
membentuk
49).
karakter Karakter
dibentuk
Karakter
strategis dan
anak
dalam
membangun
didik.
Pendidikan
dari
sangat potensial menentukan nasib
lingkungan sekitar kita (around us).
bangsa. Oleh karena itu, melalui
Oleh karena itu, pendidikan karakter
proses
agar disesuaikan dengan budaya
pengetahuan (knowing), pelaksanaan
bangsa, yang mengandung nilai-nilai
(acting)
universal yang dijunjung tinggi oleh
tentang
seluruh agama, suku, tradisi dan
(components of good character),
budaya. Zubaedi (2011) mengurai 18
yaitu moral knowing (pengetahuan
nilai karakter bangsa, yaitu religius,
tentang
jujur, toleransi, disiplin, kerjakeras,
(perasaan tentang moral) dan moral
kreatif, mandiri, demokratis, rasa
action
ingin tahu, semangat kebangsaan,
cenderung
cinta tanah air, menghargai prestasi,
berbudaya baik.
bersahabat/komunikatif,
cinta
damai, gemar membaca, lingkungan,
peduli
tanggungjawab. tersebut
bisa
mendongeng secara
peduli
sosial
Karakter-karater dibentuk kepada
melalui anak-anak
berkelanjutan,
dongengan-dongengan senantiasa
dan
didongengkan
sehingga
pendidikan karakter, yakni
dan
kebiasaan
karakter
moral),
(habit),
yang
moral
(perbuatan
baik
feeling
bermoral)
menjadikan
anak
Pendidikan
itu
pada
posmodernisme adalah pendidikan yang
menyenangkan
dan
pembebasan. Sugiharto (2008: 343) menyatakan, peserta
melalui
didik
emansipasi
dan
pendidikan
mengalami dibebaskan
poses dari
yang
pelbagai bentuk penindasan. Tujuan
kepada
pendidikan bukan mengubah realitas,
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 4, Nomor 1, Januari 2014
melainkan
mencari
makna
atau
ISSN 2087-9016
teknologi,
maka
suasana
mengubah makna tiap-tiap murid.
mendongeng akan menjadi lebih
Pendidikan
hidup dan menyenangkan, sehingga
harus
mampu
membebaskan manusia dari belenggu
proses
ketidak
knowledges) akan menjadi lebih
adilan
dan
penindasan
(Soyomukti, 2010: 482).
alih
nilai
(transfer
of
efektif dan optimal.
Model pendidikan yang bisa
Kemudian materi atau judul
dibangun dari konsep pendidikan
dongeng/cerita
posmoderen adalah pendidikan yang
diberikan/diambilkan/dipilihkan dari
“menyenangkan” dan bebas dari
dongeng
“penindasan”. Satu model alternatif
budayanya
pendidikan
karakter
yang
dimodifikasi dengan pertimbangan
dibangun
adalah
“Pendidikan
Karakter
Berbasis
Mendongeng”.
Model
pendidikan
bisa
bisa
yang
menanamkan
berada
(jika
di
perlu
luar bisa
kebaikan)
yang
diadopsi dari daerah atau budaya
berbasis
lainnya secara berkesinambungan,
melalui
sehingga wawasan dan cakrawala
proses alih nilai (knowing the goods),
anak menjadi luas, tidak fanatik dan
dilaksanakan (acting) dan dibiasakan
anak
(habit).
lainnya.
mendongeng,
dilakukan
Mereka diberikan pengetahuan tentang
karakter
akan
menghargai
Kondisi
ini
budaya
akan
bisa
membangun karakter anak, seperti
melalui
toleransi, demokratis, rasa ingin tahu,
mendongeng dalam suasana yang
semangat kebangsaan, cinta tanah
menyenangkan
air, bersahabat/komunikatif,
dan
penuh
kedamaian. Materi yang diberikan adalah “dongeng/cerita” yang berada
peduli
lingkungan, dan peduli sosial. Mereka
yang
sudah
nilai-nilai
karakter
di lingkungan mereka dan menjadi
mengetahui
milik atau kebiasaan mereka sehari-
melalui
hari. Dongeng yang familiar dengan
cerita, kemudian dibangun suasana
kehidupan
mudah
untuk menyikapi dan melakukan
dicerna, apalagi dikemas dengan
perbuatan-perbuatan sesuai karakter
bantuan
idolanya dalam cerita. Apresiasi
mereka
media
akan
atau
sentuhan
representasi
para
tokoh
Model Pendidikan Karakter berbasis Mendongeng Made Kerta Adhi
dalam
memberi
contoh
perilaku
diukir
melalui
kemasan
kepada anak tetap dibangun dalam
cerita/dongeng
alur cerita yang penuh keakraban,
pada ranah kognitif, tetapi perlu
menyenangkan
kesan
dibangun pula secara integrasi pada
menggurui atau “penindasan”. Anak
ranah afektif dan psikomotornya.
akan
dalam
Dalam artian anak “tahu” (kognitif)
bertindak atau berperilaku dalam
karakter dari para tokoh dalam
tindakan nyata (acting) sesuai tokoh
cerita/dongeng yang didongengkan,
yang menjadi idolanya. Proses ini
anak “merasakan” (afektif) tentang
akan terus berlangsung secara alami
perilaku karakter yang diperankan
sehingga
oleh
tanpa
mengalami
ada
proses
menjadi
kebiasaan
(habitus).
para
atau
membiasakan
indah-indah
tokoh
(karmapala)
Melatih
yang
dari
dan
hasil
perbuatan/peran
para tokoh cerita. Mereka yang
perilaku atau tindakan nyata tentang
berbuat
nilai-nilai karakter, tentu dimulai dari
pahalanya
hal-hal
dulu,
sebaliknya para aktor yang berbuat
misalnya jujur. Karakter jujur tidak
jelek akan memperoleh pahala jelek
saja harus dibangun dan dilakukan
dalam
oleh anak, melalui resepsi yang
anak bisa melakukan (psikomotor)
diketahui dari tokoh dalam cerita,
perbuatan dan tindakan nyata dalam
tetapi hal penting adalah pemberian
kehidupan sehari-hari sesuai aktor
contoh
dan
(pahlawan) dalam cerita yang suka
dilakukan
berbuat baik dan senantiasa melawan
sehari-hari oleh gurunya atau orang
bahkan menumbangkan kelaliman
tuanya.
atau kejahatan.
tindakan
yang
riil
dari
nyata
Anak
sederhana
perbuatan yang
akan
melihat,
menyikapi, bahkan menilai tindakan nyata
yang
dilakukan
oleh
baik
akan
baik,
mendapatkan begitu
kehidupannya.
pula
Kemudian
Contoh sederhananya setelah anak
diberi
dongeng/cerita,
guru/orangtuanya sebagai figur dan
kemudian diapresiasi pada satu nilai
teladan kehidupannya.
karakter,
yakni
jujur.
Anak
Oleh karena itu, tidak cukup
dikondisikan agar tahu, merasakan
karakter anak dibangun atau pun
dan bisa berbuat jujur. Melalui
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 4, Nomor 1, Januari 2014
ISSN 2087-9016
cerita/dongeng yang diberikan anak
atau pun orangtua mendongengkan
menjadi tahu tentang jujur, dapat
sesuatu cerita dalam suasana yang
merasakan
makna
atau
menyenangkan, penuh kasih dan
barangkali
pernah
mempunyai
tidak menggurui baik dalam konteks
pengalaman tidak jujur pada diri
pembelajaran maupun sebelum tidur.
sendiri, sehingga “kebohongan” yang
Dalam mendongeng terjadi proses
pernah
dalam
transformasi nilai melalui perilaku
kehidupannya senantiasa menghantui
dan karakter tokoh dalam cerita.
pikiran dan perasaannya atau pernah
Apalagi dalam mendongeng dibantu
dibohongi orang lain, sehingga anak
dengan media dan teknologi, maka
merasakan
suasana mendongeng menjadi hidup,
jujur,
dilakukan/terukir
“sakitnya”
dibohongi
orang lain. Kemudian anak bisa
menarik
melakukan atau berbuat jujur pada
sosial antara anak dan guru/orangtua.
dirinya
sendiri
Apalagi
dan
anak
mengalami
orang lain.
sudah
pahitnya
dan
terjadi
komunikasi
Dongeng yang kaya akan nilai-
pernah
nilai pendidikan karakter lokal, jika
ketidak
diberikan secara benar cenderung
jujurannya, yang dapat mengganggu
dapat
ketenangan
sehingga
menjadi baik. Oleh karena itu, perlu
pengalaman itu bisa membentuk
diberikan pengetahuan yang benar
jiwanya untuk berbuat baik atau jujur
tentang karakter dalam kemasan
dan akhirnya menjadi habitus dalam
“dongeng”, sehingga anak menjadi
kehidupannya.
tahu tentang karakter (to know), bisa
jiwanya,
membentuk
karakter anak
merasakan suatu nilai karakter (to feel) dan mampu menerapkan suatu
PENUTUP Mendongeng,
karakter (to act) sehingga menjadi dengan
bisa karena biasa dilakukan dalam
memberikan cerita sesuai budaya dan
kehidupannya
habitus anak tentang kisah-kisah
dongeng harus variatif, dikemas
nyata atau fiksi merupakan alternatif
dalam bingkai teknologi atau media
model pendidikan karakter dalam
agar tidak membosankan,
implementasi kurikulum 2013. Guru
(habit).
Materi
Model Pendidikan Karakter berbasis Mendongeng Made Kerta Adhi
serta diberikan secara berkelanjutan dengan
penuh
kasih
sayang.
Konsekuensi logisnya adalah guru atau orang tua harus belajar dan bisa mendongeng secara benar.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. (2009). Himpunan Peraturan Perundangundangan Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Fokus Media. Diunduh dari http://www.facebook.com/note s/buku-cerita-anak/hubungankebiasaan-mendongeng dengan-tingkat-kecerdasananak/168512003171413. Anonim. Hubungan Kebiasaan Mendongeng dengan Tingkat Kecerdasan Anak. Diunduh Tanggal 20 Mei 2013. http://www.republika.co.id/beri ta/pendidikan/berita/10/12/06/1 50784-mendiknasakhlak-mulia-harus-jadi-ruhpendidikan. Anonim. Mendiknas: Akhlak Mulia Harus Jadi ‘Ruh’ Pendidikan. Diunduh Tanggal 27 Mei 2013. http://edukasi.kompas.com/rea d/2013/06/07/11441231/Mend ongeng.Pesan.Kebaikan. dalam.Cerita. Kementerian Pendidikan Nasional. (2011). Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menegah Pertama.
Wisudariani, Ni Made Rai. (2013). Nilai-nilai Kearifan Lokal Sastra Bali Sebagai Pilar Pendidikan Karakter: Kajian Tembang Macepat/Pupuh Ginada. Dalam Prosiding Mengurai Tradisi Lisan Merajut Pendidikan Karakter. Denpasar: Cakra Press. Sinulingga, Erninta Afryani. (2013). Mendongeng, Seni Kuno yang Mampu Tingkat-kan Imajinasi Anak”. dalam http://health.detik.com/read/20 13/06/07/073113/ 2266694/1301/mendongengseni- kuno-yang-mamputingkatkan-imajinasianak. Diunduh tanggal 8 Juni 2013. Sirikit Syah dan Martadi (Edt). (2011). Bunga Rampai Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Generasi Masa Depan. Surabaya: UNESA University Press. Soemanto, Wasty. (1990). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Soyomukti, Nurani. (2010). TeoriTeori Pendidikan: Tradisional, Neo Liberal, Marxis Sosialis, Postmodern. Jogyakarta: ArRuzz Media. Sugiharto, Bambang (Edt). (2008). Humanisme dan Humaniora: Relevansinya Bagi Pendidikan. Jogyakarta: Jalasutra. Zubaedi. (2011). Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya Dalam Lembaga Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group.