JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
JANUARI 2014
Profil Metakognisi Siswa SMP Dalam Memecahkan Masalah Terbuka Ditinjau Dari Perbedaan Gender The Profile of Metacognition of Junior High School Students in Solving Open Problem that is Viewed from Sex Difference Muhammad Sudia (Dosen Matematika pada Jurusan PMIPA FKIP UHO e-mail:
[email protected] ) Abstrak: Penelitian ini ingin mengungkapkan profil metakognisi siswa SMP dalam memecahkan masalah terbuka ditinjau dari perbedaan gender. Penelitian ini dilakukan di kelas VII SMP dengan subjek satu siswa laki-laki dan satu siswa peempuan dan keduanya memiliki kemampuan matematika relatif sama. Data dikumpulkan dengan cara pemberian tes dan wawancara. Analisis data dilakukan melalui reduksi data, penyajian data, penafsiran data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek laki-laki dan subjek perempuan memiliki profil metakognisi yang sama pada tahap memahami masalah, tahap membuat rencana pemecahan masalah serta tahap melaksanakan rencana pemecahan masalah dan berbeda profil metakognisinya pada tahap memeriksa kembali hasil pemecahan masalah. Kata Kunci: Profil metakognisi, masalah terbuka dan perbedaan gender.
Abstract: This research objective is to reveal the profile of metacognition of junior high school students in solving
open-problem that is viewed from sex difference. This research is conducted at seventh grade of Junior High School and the subjects are two students, one boy and one girl, and all of them have relatively similar mathematics ability. The data is collected through test and interview. The data analysis technique is conducted by using data reduction, data presentation, data analysis, and research conclusion. The boys and the girls have similar profile of metacognition in the stage understanding the problem, arranging the plan of problem solving and executing the plan of problem solving, and they are different in the step of re-evaluating the result of the problem solving. Keywords: Metacognition profile, open problem and gender difference. PENDAHULUAN Salah satu pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran matematika adalah pendekatan pemecahan masalah. Pendekatan pemecahan masalah digunakan untuk memberikan bekal yang cukup kepada siswa agar memiliki kemampuan memecahkan berbagai bentuk masalah matematika. Selain itu juga akan berguna untuk memperoleh pengetahuan dan pembentukan cara berpikir serta bersikap dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Karena pentingnya pemecahan masalah matematika, maka kemampuan memecahkan
masalah harus diajarkan karena merupakan keterampilan dasar yang harus dimiliki setiap orang agar dapat menempuh kehidupannya dengan lebih baik (Kirkley, 2003). Untuk memperoleh hasil dan manfaat yang optimal dalam memecahkan masalah matematika, harus dilakukan melalui langkahlangkah pemecahan yang terorganisir dengan baik. Salah satu bentuk pengorganisasian pemecahan masalah matematika adalah seperti yang dikemukakan Polya (1973) yang meliputi 4 langkah, yakni: (1) memahami 37
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
masalah; (2) menentukan rencana pemecahan masalah; (3) mengerjakan sesuai rencana; (4) memeriksa kembali hasil pemecahan masalah. Untuk memecahkan masalah dalam penelitian ini menggunakan pentahapan Polya. Melalui langkah-langkah pemecahan masalah yang dikemukakan Polya di atas memungkinkan terlaksananya pemecahan masalah yang sistematis dan hasilnya tidak saja berupa pemecahan yang benar, tetapi juga terbentukya pola pikir yang terstruktur dengan baik pada diri seseorang pada saat menghadapi masalah yang harus dipecahkan. Memecahkan masalah matematika merupakan aktivitas mental tingkat tinggi, sehingga pengembangan keterampilan pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika tidak mudah. Hal ini disebabkan karena dalam memecahkan masalah matematika memerlukan visualisasi, imajinasi, manipulasi, analisis, abstraksi dan penyatuan ide (Johnson dan Rising, 1972). Suherman (2001) menyebutkan bahwa pemecahan masalah masih dianggap hal yang paling sulit bagi siswa untuk mempelajarinya dan bagi guru untuk mengajarkannya. Misalnya masalah-masalah tidak rutin yang penyajiannya berkaitan dengan situasi nyata atau kehidupan sehari-hari. Hal ini diperkuat Siswono (2006) bahwa salah satu masalah dalam pembelajaran matematika adalah rendahnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah tidak rutin atau masalah terbuka. Salah satu faktor penyebab rendahnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah adalah dalam merencanakan pemecahan masalah tidak dibahas strategi-strategi yang bervariasi untuk mendapatkan jawaban masalah. Polya (1973) menyebutkan bahwa kemampuan memecahkan masalah ada pada ide penyusunan rencana. Sedangkan Orton (1992) menyebutkan bahwa tahap-tahap yang sangat sulit dan rumit adalah tahap dua (membuat rencana pemecahan masalah) dan
JANUARI 2014
tahap tiga (melaksanakan rencana). Dari kedua pendapat di atas, jelas bahwa pada saat merencanakan pemecahan masalah perlu dilatihkan kepada siswa berbagai cara yang mungkin untuk mendapatkan jawaban suatu masalah. Masalah matematika dalam penelitian ini adalah masalah terbuka. Untuk memecahkan masalah terbuka dibutuhkan berbagai strategi serta menggabungkan beberapa konsep untuk memunculkan berbagai alternatif jawaban benar atau memunculkan berbagai cara untuk mendapatkan satu jawaqban benar. Ada beberapa pendapat tentang pengertian masalah terbuka, misalnya Silver dan Kilpatrick (Webb, 1992) menamakan masalah terbuka dalam penilaian pembelajaran jika siswa menghasilkan dugaan-dugaan berdasarkan sekumpulan data atau kondisi yang diberikan. Sutawidjaja (2000) mengatakan bahwa masalah terbuka adalah masalah yang memiliki lebih dari satu jawaban atau masalah yang memiliki satu jawaban tetapi memerlukan berbagai strategi pemecahan. Billstein (1998) mengatakan bahwa masalah terbuka mempunyai banyak pemecahan atau banyak cara untuk mendapatkan suatu pemecahan. Jawaban dari pertanyaan tidak tunggal melainkan terdapat variasi jawaban yang tepat. Selanjutnya dijelaskan bahwa pembelajaran yang melibatkan masalah terbuka dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa dan membantu mereka untuk berpikir dari sudut pandang yang berbeda. Menurut Takahashi (2006), masalah terbuka (openproblem) adalah masalah yang mempunyai banyak solusi atau cara penyelesaian. Sedangkan menurut Syaban (Mahmudi, 2008), dipandang dari strategi bagaimana materi pelajaran disampaikan, pada prinsipnya pembelajaran dengan memanfaatkan masalah terbuka dapat dipandang sebagai pembelajaran berbasis masalah, yaitu suatu 38
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
pembelajaran yang dalam prosesnya dimulai dengan memberi suatu masalah kepada siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Becker dan Shimada (1997) bahwa pembelajaran yang melibatkan masalah terbuka adalah pembelajaran yang menyajikan suatu permasalahan yang memiliki metode atau penyelesaian yang benar lebih dari satu. Pembelajaran yang melibatkan masalah terbuka dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk memperoleh pengetahuan/pengalaman menemukan, mengenali, dan memecahkan masalah dengan beragam teknik. Becker dan Shimada (1997) mengatakan bahwa aspek keterbukaan pada masalah terbuka dapat diklasifikasikan ke dalam tiga tipe, yaitu: (1) terbuka hasil akhirnya, yakni masalah itu memiliki banyak jawaban yang benar, (2) terbuka proses penyelesaiannya, yakni masalah itu memiliki beragam cara penyelesaian, dan (3) terbuka pengembangan lanjutannya, yakni ketika siswa telah menyelesaikan suatu masalah terbuka, selanjutnya mereka dapat mengembangkan masalah baru dengan mengubah syarat atau kondisi pada masalah yang telah diselesaikan. Aspek keterbukaan masalah terbuka dalam penelitian ini adalah terbuka hasil akhirnya atau terbuka poses penyelesaiannya. Dalam hubungannya dengan pembelajaran, pemecahan masalah perlu diajarkan kepada siswa karena memiliki tujuan tertentu. Charles, Lester dan O’Daffar (1997) menyebutkan bahwa tujuan diajarkan pemecahan masalah matematika antara lain adalah: (1) untuk mengembangkan keterampilan berpikir siswa; (2) mengembangkan kemampuan menyeleksi dan menggunakan strategi-strategi pemecahan masalah; (3) mengembangkan sikap dan keyakinan dalam menyelesaikan masalah; (4) mengembangkan kemampuan siswa menggunakan pengetahuan yang saling berhubungan; (5) mengembangkan
JANUARI 2014
kemampuan siswa untuk memonitor dan mengevaluasi pemikirannya sendiri dari hasil pekerjaannya selama menyelesaikan masalah; (6) mengembangkan kemampuan siswa menyelesaikan masalah dalam suasana kooperatif. Keenam tujuan diajarkan pemecahan masalah yang disebutkan ini terkait dengan metakognisi. Metakognisi berhubungan dengan berpikir siswa tentang cara berpikir mereka sendiri dan kemampuan siswa menggunakan strategi-strategi belajar tertentu dengan tepat. Secara umum metakognisi berkaitan dengan dua dimensi berpikir, yaitu: (1) self-awareness of cognition, yaitu kesadaran yang dimiliki seseorang tentang berpikirnya; (2) self-regulation of cognition, yaitu kemampuan seseorang menggunakan kesadarannya untuk mengatur proses berpikirnya (Bruning, Schraw dan Ronning, 1995). Kedua dimensi metakognisi tersebut memiliki sifat saling ketergantungan satu sama lainnya. Metakognisi merujuk pada cara untuk meningkatkan kesadaran mengenai proses berpikir dan belajar yang dilakukan dan kesadaran ini akan terwujud apabila seseorang dapat mengawali berpikirnya dengan merencanakan (planning), memantau (monitoring) dan mengevaluasi (evaluating) hasil dan aktivitas kognitifnya (Wolfolk, 1998). Metakognisi diartikan sebagai berpikir tentang berpikir, yang berarti pengetahuan tentang berpikir dan pengaturan proses pembelajaran (Weinert, 1987, Bichler dan Snowmen, 1997 dalam Hurme dan Jarvela, 2000). Hal yang sama Santrock (2007) mengatakan bahwa metakognisi berarti “berpikir tentang berpikir.” Selanjutnya dijelaskan bahwa siswa yang mengelola kegiatan kognitifnya dengan baik memungkinkan dapat menangani tugas dan menyelesaikan masalah dengan baik pula. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa metakognisi memainkan peranan penting dalam memecahkan masalah. Misalnya hasil 39
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
penelitian Heylighen dan Joslyn (1993) menunjukkan bahwa metakognisi memberi dampak positif kepada siswa yang belajar melalui pemecahan masalah, karena menyajikan cara efisien untuk memperoleh, menyimpan dan menyampaikan informasi dan keterampilan. Berdasarkan alasan itu, para ahli psikologi kognitif memandang strategi metakognitif perlu diberikan kepada siswa melalui pengalaman belajar matematika (Desoete, 2007). Hasil penelitian McLoughlin dan Hollingworth (2003) menunjukkan bahwa pemecahan masalah yang efektif dapat diperoleh dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk menerapkan strategi metakognitif ketika memecahkan masalah. Penelitian Erskine (2009) menunjukkan tiga elemen kunci metakognisi dalam memecahkan masalah, yaitu perencanaan, pemantauan dan mengevaluasi. Dari hasil-hasil penelitian yang telah disebutkan di atas menunjukkan bahwa untuk memecahkan masalah dengan baik diperlukan metakognisi. Oleh sebab itu, maka peneliti memandang perlu untuk mengetahui profil metakognisi siswa dalam memecahkan masalah terbuka. Profil metakognisi dalam memecahkan masalah pada penelitian ini adalah gambaran apa adanya tentang kognisi siswa yang melibatkan kesadaran dan pengaturan berpikirnya dalam hal merencanakan (planning) proses berpikirnya, memantau (monitoring) proses berpikirnya dan mengevaluasi (evaluation) proses dan hasil berpikirnya ketika memecahkan masalah berdasarkan pentahapan Polya. Gender merupakan istilah untuk menjelaskan perbedaan laki-laki dan perempuan yang mempunyai sifat bawaan (ciptaan Tuhan) dan bentukan budaya (konstruksi sosial) termasuk perbedaan dalam memecahkan masalah. Laki-laki dan perempuan memang terlihat beda dan memiliki organ-organ serta hormon-hormon seks yang berbeda, dan oleh sebab itu ada
JANUARI 2014
anggapan bahwa laki-laki dan perempuan tentunya juga berbeda dalam cara mereka berpikir, bertindak dan merasakan sesuatu (Kartono, 2006). Heymans (dalam Kartono, 2006) menyebutkan bahwa perbedaan antara lakilaki dan perempuan terletak pada sifat-sifat sekunderitas, emosionalitas dan aktivitas fungsi-fungsi kejiwaan. Pada perempuan, fungsi sekunderitasnya tidak terletak di bidang intelek, akan tetapi pada perasaan, sehingga nilai perasaan dari pengalamanpengalamannya jauh lebih lama mempengaruhi struktur kepribadiannya jika dibandingkan dengan nilai perasaan kaum laki-laki. Pada umumnya perempuan akurat dan lebih detail. Umpamanya pada masalahmasalah ilmiah, perempuan biasanya lebih konsekuen dan lebih akurat daripada kaum laiki-laki. Perempuan akan membuat catatan dan diktat-diktat pelajaran lebih lengkap dan teliti daripada laki-laki, tetapi biasanya catatancatatan tadi kurang kritis. Hal ini disebabkan perempuan kurang mampu membedakan antara bagian-bagian yang penting dengan bagian yang kurang pokok. Lebih lanjut Kartono (2006) menyatakan adanya perbedaan-perbedaan antara laki-laki dan perempuan: pada umumnya perhatian perempuan tertuju pada hal-hal yang bersifat konkret, praktis, emosional dan personal, sedangkan laki-laki tertuju pada hal-hal yang intelektual, abstrak dan objektif. Friedman dan Schustack (2008) menyebutkan bahwa perempuan kerap dideskripsikan sebagai makhluk yang emosional, berwatak pengasuh, mudah menyerah, mudah bergaul, lemah dalam matematika, subjektif, pasif, mudah dipengaruhi dan memiliki dorongan seks yang lebih rendah dibandingkan laki-laki. Laki-laki dideskripsikan sebagai makhluk yang rasional, mandiri, agresif, objektif, dominan, berorientasi pada prestasi, aktif, memiliki dorongan seks yang kuat. 40
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
Gunarsah (1990) mengemukakan perbedaan khusus laki-laki dan perempuan dari segi psikis. Kepribadian seorang perempuan merupakan kesatuan yang terintegrasi antara aspek emosi, rasio dan suasana hati, yang erat hubungannya satu sama lain. Hal inilah yang menyebabkan kaum perempuan cepat mengambil keputusan atas dasar emosional, karena logika berpikirnya dikuasai oleh kesatuan tersebut. Sedangkan kepribadian seorang laki-laki menunjukkan adanya pembagian dan pembatasan yang jelas antara emosi, rasio dan suasana hati, sehingga jalan pemikirannya tidak mudah dikuasai oleh emosi maupun suasana hatinya. Kemampuan memecahkan masalah matematika, ketelitian dan keterampilan setiap orang berbeda-beda. Maccoby dan Jacklin (1974) mengatakan bahwa anak laki-laki dan anak perempuan mempunyai perbedaan dalam beberapa hal: (1) that girls have greater verbal ability than boys; (2) that boys excel in visualspatial ability. Male superiority on visual-spacial tasks is fairly consistently found in adolescence and adulthood, but not in childhood; (3) the two sexes similar in their early acquisition of quantitative concepts, and their mastery of arithmetic during the grade-school year, beginning at about age 12 – 13, boys’ mathematical skills increase faster than girls’. Kutipan di atas menunjukkan bahwa: (1) anak perempuan memiliki kemampuan verbal lebih baik daripada anak laki-laki selama periode awal sekolah sampai awal masa remaja, dan kedua jenis kelamin sama kemampuan verbalnya kira-kira umur 11 tahun; (2) anak laki-laki lebih unggul dalam kemampuan visual spasial dan ditemukan secara konsisten pada masa remaja dan dewasa tetapi tidak pada masa anak-anak; (3) kedua jenis kelamin sama dalam konsep kuantitatif dan penguasaan aritmetika pada masa sekolah dasar, dan kira-kira umur 12-13 tahun, keterampilan matematika laki-laki meningkat lebih cepat dari pada perempuan.
JANUARI 2014
Krutetskii (1976) mengatakan bahwa: (1) boys surpassed girls in finding ideas and principles of creative problem solving; (2) boys actually show mathematical abilities (as well as mechanical ones), this is almost unnoticeable in the primary grades; in the upper grades it becomes quite marked. Kutipan di atas menunjukkan bahwa: (1) anak laki-laki melebihi anak perempuan dalam menemukan ide-ide dan prinsip pemecahan masalah secara kreatif; (2) anak laki-laki mempunyai kemampuan matematika dan mekanika lebih baik dari pada perempuan dan perbedaan ini hampir tidak mencolok pada tingkat sekolah dasar, namun pada tingkat lebih tinggi mulai tampak. Hasil penelitian Halpern (1986) menunjukkan bahwa kemampuan matematika dan sains didominasi laki-laki. Sedangkan hasil penelitian Hightower (2003) menunjukkan bahwa perbedaan gender tidak berperan dalam kesuksesan belajar, dalam arti tidak dapat disimpulkan dengan jelas apakah lakilaki atau perempuan lebih baik dalam belajar matematika, fakta menunjukkan bahwa banyak perempuan yang sukses karir matematikanya. Hasil penelitian Zheng Zhu (2007) menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan memecahkan masalah matematika antara siswa laki-laki dan perempuan. Siswa perempuan lebih menyukai penyelesaian masalah konvensional dengan menggunakan strategi algoritma daripada siswa laiki-laki. Siswa laki-laki lebih menyukai penyelesaian masalah tidak konvensional menggunakan strategi estimasi. Siswa perempuan menggunakan strategi algoritma dan siswa laki-laki menggunakan strategi estimasi menunjukkan strategi metakognitif yang digunakan ketika memecahkan masalah. Hasil-hasil penelitian di atas menunjukkan adanya perbedaan gender dalam beberapa hal, akan tetapi tidak satupun yang menyatakan perbedaan profil metakognisi dalam memecahkan masalah matematika. 41
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian tentang profil metakognisi dalam memecahkan masalah terbuka dengan memperhatikan perbedaan gender. Dengan mengetahui profil metakognisi siswa dalam memecahkan masalah berdasarkan perbedaan gender, maka dapat dirancang model pembelajaran pemecahan masalah yang
JANUARI 2014
melibatkan metakognisi ditinjau dari perbedaan gender. Tujuan penelitian ini adalah: (1) untuk mengungkapkan profil metakognisi siswa SMP laki-laki dalam memecahkan masalah terbuka; dan (2) untuk mengungkapkan profil metakognisi siswa SMP perempuan dalam memecahkan masalah terbuka.
METODE
Penelitian ini adalah penelitian eksploratif yang bertujuan untuk mendeskripsikan secara mendalam tentang profil metakognisi siswa SMP dalam memecahkan masalah terbuka ditinjau dari perbedaan gender. Untuk mendapatkan deskripsi data secara mendalam tentang profil metakognisi siswa dalam memecahkan masalah terbuka, siswa diberi tugas pemecahan masalah matematika yang diikuti wawancara. Data hasil tugas pemecahan masalah dan data hasil wawancara digabung, kemudian dideskripsikan secara kualitatif dan hasilnya berupa kata-kata tertulis, lisan atau uraian dari subjek penelitian dan selanjutnya dianalisis. Oleh sebab itu, maka penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif. Subjek penelitian ini adalah siswa-siswa kelas VII SMPN 5 Kendari yang berjenis kelamin laki-laki dan yang berjenis kelamin perempuan. Proses pemilihan subjek penelitian adalah memilih minimal 1 (satu) orang siswa laki-laki dan minimal 1 (satu) orang siswa perempuan. Kriteria siswa yang dijadikan subjek dalam penelitian ini adalah: (1) subjek yang dipilih mampu mengkomunikasikan pendapat/jalan pikirannya secara lisan atau tertulis; (2) subjek yang dipilih memiliki kemampuan matematika relatif sama. Instrumen dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu instrumen utama dan instrumen bantu. Insrumen utama adalah peneliti sendiri, sedangkan instrumen bantu ada 2 (dua) macam, yaitu: tugas pemecahan masalah dan
pedoman wawancara. Tugas pemecahan masalah (TPM) yang digunakan dalam penelitian ini adalah masalah terbuka materi geometri bangun datar, yang terdiri dari dua soal yang setara. Tujuan diberikan soal setara adalah untuk mentriangulasi data profil metakognisi siswa dalam memecahkan masalah. Kedua masalah yang dimaksud disajikan berikut ini: Masalah 1: Pak Lukman memiliki sebidang tanah datar yang akan dipagari keliling dengan kawat ram yang panjangnya 180 meter. Berapakah ukuran sisi dan ukuran luas tanah pak Lukman yang mungkin, yang kelilingnya sesuai dengan panjang kawat ram yang tersedia? Masalah 2: Suatu tempat parkir sepeda motor di pinggiran pasar memiliki keliling 120 meter. Berapakah ukuran sisi dan ukuran luas yang mungkin dari tempat parkir tersebut? Pedoman wawancara digunakan untuk menggali secara mendalam profil metakognisi siswa dalam memecahkan masalah terbuka yang ditinjau dari perbedaan gender. Pedoman wawancara dalam penelitian ini tidak dilakukan proses pengembangan karena masih sangat dimungkinkan pertanyaanpertanyaan akan berkembang pada saat wawancara berlangsung. Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini digunakan teknik pemberian tes dan wawancara. Pemberian tes digunakan untuk mengumpulan data tentang profil 42
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
metakognisi siswa dalam memecahkan masalah, sedangkan wawancara digunakan untuk menelusuri lebih mendalam profil metakognisi siswa dalam memecahkan masalah. Pelaksanaan kedua teknik ini dilakukan secara simultan, yaitu pemberian tes diikuti wawancara. Analisis data dalam penelitian ini mengikuti langkah-langkah: (1) reduksi data, yaitu proses merangkum, memilih hal-hal
JANUARI 2014
yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya; (2) penyajian data adalah data tereduksi disajikan dan melalui penyajian data, data terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan semakin mudah dipahami; dan (3) penafsiran dan penarikan kesimpulan, yaitu data yang telah disajikan kemudian ditafsirkan dan disimpulkan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis data dalam penelitian ini dilakukan untuk setiap pentahapan Polya, yaitu: (1) tahap memahami masalah; (2) tahap membuat rencana pemecahan masalah; (3) tahap melaksanakan rencana pemecahan masalah; dan (4) tahap memeriksa kembali hasil pemecahan masalah dari masing-masing subjek penelitian. Berdasarkan hasil analisis pada tahap memahami masalah, terlihat bahwa subjek laki-laki menyadari pentingnya cara memahami masalah; yaitu, dilakukan dengan cara membaca masalah beberapa kali. Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa subjek laki-laki telah melibatkan metakognisinya melalui aktivitas perencanaan saat memikirkan cara memahami masalah. Subjek laki-laki juga menyadari pentingnya memonitor pemahaman terhadap masalah; yaitu, dilakukan dengan cara mengecek apa yang dipahami pada masalah; menyadari pentingnya memonitor adanya hal lain yang dipahami selain yang diungkapkan dan dilakukan dengan cara mengecek adanya hal lain yang dipahami. Berdasarkan kedua hal di atas dapat disimpulkan bahwa subjek laki-laki telah melibatkan metakognisinya melalui aktivitas monitoring saat mengecek pemahaman terhadap masalah dan saat mengecek adanya hal lain yang dipahami. Subjek laki-laki juga terlihat menyadari pentingnya memeriksa pemahaman terhadap
masalah dan memeriksa kesesuaian yang diungkapkan dari apa yang dipahami pada masalah dan dilakukan dengan cara memperhatikan kembali masalah. Berdasarkan kedua hal di atas dapat disimpulkan bahwa subjek laki-laki telah melibatkan metakognisinya melalui aktivitas evaluasi saat memeriksa pemahaman terhadap masalah dan memeriksa kesesuaian yang diungkapkan dari apa yang dipahami pada masalah. Dari hasil analisis data pada tahap membuat rencana pemecahan masalah telihat bahwa subjek laki-laki menyadari pentingnya memikirkan rencana alur pemecahan masalah, memikirkan rumus dan waktu yang akan digunakan dalam memecahkan masalah, memikirkan berbagai kemungkinan pemecahan dan cara pemecahan masalah. Berdasarkan beberapa hal di atas dapat disimpulkan bahwa subjek laki-laki telah melibatkan metakognisinya melalui aktivitas perencanaan saat memikirkan rencana alur pemecahan masalah, memikirkan rumus dan waktu yang akan digunakan untuk memecahkan masalah, memikirkan berbagai kemungkinan pemecahan dan cara pemecahan masalah. Subjek laki-laki juga menyadari pentingnya mengecek kemungkinan bentuk bidang yang sesuai masalah, mengecek adanya rumus dan waktu yang akan digunakan untuk memecahkan 43
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
masalah. Berdasarkan kedua hal di atas dapat disimpulkan bahwa subjek laki-laki telah melibatkan metakognisinya melalui aktivitas monitoring saat mengecek kemungkinan bentuk bidang yang sesuai masalah, mengecek adanya rumus dan waktu yang akan digunakan untuk memecahkan masalah. Subjek laki-laki juga terlihat menyadari pentingnya memeriksa kesesuaian rencana alur pemecahan masalah; yaitu, dilakukan dengan cara memperhatikan kembali masalah; menyadari pentingnya memeriksa kesesuaian bentuk bidang yang dimaksudkan pada masalah, menyadari pentingnya memeriksa kesesuaian rumus dan waktu yang akan digunakan untuk memecahkan masalah yang semuanya dilakukan dengan cara memperhatikan kembali masalah. Berdasarkan hal-hal di atas dapat disimpulkan bahwa subjek laki-laki telah melibatkan metakognisinya melalui aktivitas evaluasi saat memeriksa kesesuaian bentuk bidang sesuai masalah, saat memeriksa kesesuaian rencana alur pemecahan masalah, saat memeriksa kesesuaian rumus dan waktu yang akan digunakan untuk memecahkan masalah. Pada tahap membuat rencana pemecahan masalah, subjek laki-laki merencanakan proses berpikirnya, memonitor proses berpikirnya dan mengevaluasi proses dan hasil berpikirnya dengan baik sehingga lebih beragam pemecahan dan cara pemecahan yang dipikirkan ketika membuat rencana pemecahan masalah. Hasil analisis data pada tahap melaksanakan rencana pemecahan masalah terlihat bahwa subjek laki-laki menyadari pentingnya memikirkan dan mengungkapkan apa yang dipikirkan ketika melaksanakan rencana berbagai kemungkinan pemecahan dan cara pemecahan masalah. Berdasarkan hal di atas dapat disimpulkan bahwa subjek lakilaki telah melibatkan metakognisinya melalui aktivitas perencanaan saat memikirkan cara pelaksanaan rencana berbagai kemungkinan pemecahan dan cara pemecahan masalah.
JANUARI 2014
Sebagai akibat dari beragamnya pemecahan dan cara pemecahan yang dipikirkan pada tahap membuat rencana pemecahan masalah, subjek laki-laki menghasilkan beragam pemecahan dan cara pemecahan dari masalah yang diberikan pada tahap melaksanakan rencana pemecahan masalah. Pada saat melaksanaan rencana pemecahan masalah, subjek laki-laki tidak melakukan aktivitas monitoring. Jadi dapat dikatakan bahwa subjek laki-laki tidak melibatkan metakognisinya saat melaksanakan rencana pemecahan masalah. Subjek laki-laki juga menyadari pentingnya memeriksa kesesuaian pelaksanaan rencana berbagai kemungkinan pemecahan dan cara pemecahan masalah. Berdasarkan hal di atas dapat dikatakan bahwa subjek laki-laki telah melibatkan metakognisinya melalui aktivitas evaluasi saat memeriksa kesesuaian pelaksanaan rencana berbagai kemungkinan pemecahan dan cara pemecahan masalah. Pada saat melaksanakan rencana pemecahan masalah, subjek laki-laki selalu memberikan alasan yang tepat terhadap kesesuaian pelaksanaan rencana pemecahan masalah setiap pemecahan dan cara pemecahan yang dihasilkan. Berdasarkan hasil analisis data pada tahap memeriksa kembali hasil pemecahan masalah terlihat bahwa subjek laki-laki menyadari pentingnya memikirkan dan mengungkapkan cara memeriksa kebenaran hasil berbagai kemungkinan pemecahan dan cara pemecahan masalah dengan cara memperhatikan kembali perhitungan. Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa subjek laki-laki telah melibatkan metakognisinya melalui aktivitas perencanaan saat memikirkan dan mengungkapkan cara memeriksa kebenaran hasil berbagai kemungkinan pemecahan dan cara pemecahan masalah. Ketika melakukan aktivitas perencanaan saat memeriksa kembali hasil pemecahan masalah, subjek laki-laki mengungkapkan secara jelas apa yang 44
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
dipikirkan. Saat memeriksa kembali hasil pemecahan masalah, subjek laki-laki tidak melakukan aktivitas monitoring. Jadi dapat dikatakan bahwa subjek laki-laki tidak melibatkan metakognisinya melalui aktivitas monitoring saat memeriksa kembali hasil pemecahan masalah. Subjek laki-laki juga menyadari pentingnya memeriksa kebenaran hasil berbagai kemungkinan pemecahan dan cara pemecahan masalah. Berdasarkan hal di atas dapat disimpulkan bahwa subjek laki-laki telah melibatkan metakognisinya melalui aktivitas evaluasi saat memeriksa kebenaran hasil berbagai kemungkinan pemecahan dan cara pemecahan masalah. Pada saat memeriksa kembali hasil pemecahan masalah, subjek laki-laki selalu memberikan alasan yang tepat terhadap kebenaran hasil setiap pemecahan dan cara pemecahan yang dihasilkan. Dari hasil analisis data pada tahap memahami masalah terlihat bahwa subjek perempuan menyadari pentingnya memikirkan cara memahami masalah; yaitu, dilakukan dengan cara membaca masalah beberapa kali sampai masalah benar-benar dipahami dengan baik. Berdasarkan hal di atas dapat disimpukan bahwa subjek perempuan telah melibatkan metakognisinya melalui aktivitas perencanaan saat memikirkan cara memahami masalah. Subjek perempuan juga menyadari pentingnya mengecek pemahaman terhadap masalah; yaitu dilakukan dengan cara mengungkapkan apa yang dipahami pada masalah, menyadari pentingnya mengecek adanya hal lain yang dipahami pada masalah; yaitu, dilakukan dengan cara memperhatikan kembali masalah. Berdasarkan kedua hal di atas dapat disimpulkan bahwa subjek perempuan telah melibatkan metakognisinya melalui aktivitas monitoring pada saat mengecek pemahaman terhadap masalah dan mengecek adanya hal lain yang dipahami. Subjek perempuan juga menyadari pentingnya memeriksa pemahaman
JANUARI 2014
terhadap masalah dan menyadari pentingnya memeriksa kesesuaian yang diungkapkan dari yang dipahami pada masalah; yaitu, dilakukan dengan cara memperhatikan kembali masalah. Berdasarkan kedua hal di atas dapat disimpulkam bahwa subjek perempuan telah melibatkan metakognisinya melalui aktvitas evaluasi saat memeriksa pemahaman terhadap masalah dan memeriksa kesesuaian yang diungkapkan dari apa yang dipahami pada masalah. Hasil analisis data pada tahap membuat rencana pemecahan masalah terlihat bahwa subjek perempuan menyadari pentingnya memikirkan rencana alur pemecahan masalah, menyadari pentingnya memikirkan rumus dan waktu yang akan digunakan dalam memecahkan masalah dan menyadari pentingnya memikirkan berbagai kemungkinan pemecahan dan cara pemecahan masalah. Berdasarkan hal-hal di atas dapat disimpulkan bahwa subjek perempuan telah melibatkan metakognisinya melalui aktivitas perencanaan saat memikirkan rencana alur pemecahan masalah, memikirkan rumus dan waktu yang akan digunakan untuk memecahkan masalah dan memikirkan berbagai kemungkinan pemecahan dan cara pemecahan masalah. Hasil analisis data pada tahap membuat rencana pemecahan masalah terlihat bahwa subjek perempuan menyadari pentingnya mengecek kemungkinan bentuk-bentuk bidang sesuai masalah, menyadari pentingnya mengecek adanya rumus dan waktu yang akan digunakan untuk memecahkan masalah. Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa subjek perempuan telah melibatkan metakognisinya melalui aktivitas monitoring saat mengecek kemungkinan bentuk-bentuk bidang sesuai masalah, mengecek adanya rumus dan waktu yang akan digunakan untuk memecahkan masalah. Subjek perempuan juga menyadari pentingnya memeriksa kesesuaian alur pemecahan masalah, 45
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
menyadari pentingnya memeriksa kesesuaian bentuk-bentuk bidang sesuai masalah, menyadari pentingnya memeriksa kesesuaian rumus dan waktu yang akan digunakan untuk memecahkan masalah; yaitu, dilakukan dengan cara memperhatikan kembali masalah. Berdasarkan hal-hal di atas, dapat disimpulkan bahwa subjek perempuan telah melibatkan metakognisinya melalui aktivitas evaluasi saat memeriksa kesesuaian alur pemecahan masalah, memeriksa kesesuaian bentukbentuk bidang sesuai masalah, memeriksa kesesuaian rumus dan waktu yang akan digunakan untuk memecahkan masalah. Pada tahap membuat rencana pemecahan masalah, subjek perempuan merencanakan proses berpikirnya, memonitor proses berpikirnya dan mengevaluasi proses dan hasil berpikirnya dengan baik sehingga beragam pemecahan dan cara pemecahan yang dipikirkan ketika membuat rencana pemecahan masalah. Hasil analisis data yang pada tahap melaksanakan rencana pemecahan masalah terlihat bahwa subjek perempuan menyadari pentingnya memikirkan dan mengungkapkan apa yang dipikirkan ketika melaksanakan rencana berbagai kemungkinan pemecahan dan cara pemecahan masalah. Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa subjek perempuan telah melibatkan metakognisinya melalui aktivitas perencanaan saat melaksanakan rencana berbagai kemungkinan pemecahan dan cara pemecahan masalah. Sebagai akibat dari beragamnya pemecahan dan cara pemecahan yang dipikirkan pada tahap membuat rencana pemecahan masalah, subjek perempuan menghasilkan beragam pemecahan dan cara pemecahan pada tahap melaksanakan rencana pemecahan masalah. Pada tahap melaksanakan rencana pemecahan masalah, subjek perempuan tidak melakukan aktivitas monitoring. Jakdi dapat dikatakan bahwa subjek perempuan tidak melibatkan metakognisinya melalui aktivitas monitoring saat melaksanakan rencana pemecahan
JANUARI 2014
masalah. Subjek perempuan juga menyadari pentingnya memeriksa kesesuaian pelaksanaan rencana berbagai kemungkinan pemecahan dan cara pemecahan masalah. Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa subjek perempuan telah melibatkan metakognisinya melalui aktivitas evaluasi saat memeriksa kesesuaian pelaksanaan rencana berbagai kemungkinan pemecahan dan cara pemecahan masalah. Berdasarkan hasil analisis data pada tahap memeriksa kembali hasil pemecahan masalah terlihat bahwa subjek perempuan menyadari pentingnya memikirkan dan mengungkapkan cara memeriksa kembali kebenaran hasil berbagai kemungkinan pemecahan dan cara pemecahan masalah yang akan dilakukan dengan cara memeriksa kembali hasil perhitungan. Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa subjek perempuan telah melibatkan metakognisinya melalui aktivitas perencanaan saat memikirkan dan mengungkapkan cara memeriksa kembali kebenaran hasil berbagai kemungkinan pemecahan dan cara pemecahan masalah. Ketika melakukan aktivitas perencanaan saat memeriksa kembali hasil pemecahan masalah, subjek perempuan mengungkapkan secara jelas apa yang dipikirkan. Subjek perempuan juga menyadari pentingnya mengecek kebenaran hasil setiap langkah berbagai kemungkinan pemecahan dan cara pemecahan masalah. Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa subjek perempuan telah melibatkan metakognisinya melalui aktivitas monitoring saat mengecek kebenaran hasil setiap langkah berbagai kemungkinan pemecahan dan cara pemecahan masalah. Subjek perempuan juga menyadari pentingnya memeriksa kebenaran hasil berbagai kemungkinan pemecahan dan cara pemecahan masalah; yaitu, dilakukan dengan cara memeriksa kembali perhitungan. Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa subjek perempuan telah melibatkan 46
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
metakognisinya melalui aktivitas evaluasi saat memeriksa kembali hasil berbagai kemungkinan pemecahan dan cara pemecahan masalah. Pada saat melakukan aktivitas evaluasi ketika memeriksa kembali
JANUARI 2014
hasil pemecahan masalah, subjek perempuan selalu memberikan alasan yang tepat terhadap kebenaran hasil setiap pemecahan dan cara pemecahan yang dihasilkan.
PEMBAHASAN Subjek laki-laki dan perempuan memiliki profil metakognisi yang sama pada saat memahami masalah; yaitu, melakukan aktivitas perencanaan, monitoring dan evaluasi. Dalam melakukan aktivitas perencanaan saat memahami masalah, subjek laki-laki dan subjek perempuan mulai dengan membaca masalah beberapa kali sampai masalah benar-benar dipahami dengan baik, kemudian mereka mengungkapkan apa yang dipahami dengan benar. Dalam memonitor pelaksanaan saat memahami masalah, subjek laki-laki dan subjek perempuan mengecek adanya hal lain yang dipahami selain yang ungkapkan. Dalam mengevaluasi saat memahami masalah, subjek laki-laki dan subjek perempuan memeriksa pemahaman terhadap masalah dan memeriksa kesesuaian yang diungkapkan dari apa yang dipahami. Pada tahap membuat rencana pemecahan masalah, subjek laki-laki dan subjek perempuan melakukan aktivitas perencanaan, melakukan aktivitas monitoring dan aktivitas evaluasi dan keduanya memiliki profil metakognisi yang sama. Subjek laki-laki dan subjek perempuan merencanakan proses berpikirnya, memonitor proses berpikirnya dan mengevaluasi proses dan hasil berpikirnya dengan baik sehingga menghasilkan beragam pemecahan dan cara pemecahan masalah. Oleh sebab itu, banyaknya ragam pemecahan dan cara pemecahan yang dihasilkan seseorang ketika memecahkan masalah terbuka akan sangat ditentukan seberapa baik seseorang membuat rencana pemecahan masalah. Selain itu juga akan tergantung dari seberapa baik seseorang
menguasai konsep-konsep matematika yang akan digunakan dalam melaksanakan rencana pemecahan masalah. Ungkapan ini menunjukkan bahwa tahapan yang sulit dalam memecahkan masalah adalah tahap membuat rencana pemecahan masalah dan tahap melaksanakan rencana pemecahan masalah. Hal ini sejalan yang dikemukakan Orton (1992) bahwa tahap-tahap yang sangat sulit dan rumit dalam memecahkan masalah adalah tahap membuat rencana pemecahan masalah dan tahap melaksanakan rencana pemecahan masalah. Pada saat melaksanakan rencana pemecahan masalah, subjek laki-laki dan subjek perempuan hanya melakukan aktivitas perencanaan dan evaluasi. Ketika melakukan aktivitas perencanaan, subjek laki-laki dan subjek perempuan mengungkapkan apa yang dipikirkan sehingga menjadi lebih jelas apa yang akan dilakukan pada saat melaksanakan rencana pemecahan masalah. Pada saat melaksanakan rencana pemecahan masalah, subjek laki-laki dan subjek perempuan melakukan aktivitas evaluasi, yaitu keduanya memeriksa kesesuaian pelaksanaan rencana berbagai kemungkinan pemecahan dan cara pemecahan masalah. Pada saat memeriksa kembali hasil pemecahan masalah, antara subjek laki-laki dan subjek perempuan memiliki profil metakognisi yang berbeda. Hal ini tampak terlihat pada bagian hasil penelitian yang dikemukakan di atas. Subjek laki-laki hanya melakukan aktivitas perencanaan dan aktivitas evaluasi, sedangkan subjek perempuan melakukan aktivitas perencanaan, aktivitas monitoring dan aktivitas evaluasi. Ketika 47
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
JANUARI 2014
melakukan aktivitas perencanaan saat memeriksa kembali hasil pemecahan masalah, subjek laki-laki dan subjek perempuan mengungkapkan secara jelas apa yang dipikirkan, sehingga menjadi lebih jelas pula apa yang akan dilakukan ketika melakukan aktivitas evaluasi saat memeriksa kembali hasil pemecahan masalah. Subjek perempuan memonitor setiap langkah berbagai kemungkinan pemecahan dan cara pemecahan yang dihasilkan. Hal ini menunjukkan bahwa subjek perempuan memiliki profil metakognisi yang baik dalam hal memonitor saat memeriksa kembali hasil pemecahan masalah jika dibandingkan dengan
subjek laki-laki. Ketika melakukan aktivitas evaluasi saat memeriksa kembali hasil pemecahan masalah, subjek laki-laki dan subjek perempuan memeriksa setiap pemecahan yang dihasilkan. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan di atas, dapat dikatakan bahwa subjek laki-laki dan subjek perempuan memiliki profil metakognisi yang sama pada tahap memahami masalah, tahap membuat rencana pemecahan masalah dan tahap melaksanakan rencana pemecahan masalah akan tetapi berbeda profil metakognisinya pada tahap memeriksa kembali hasil pemecahan masalah.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penelitian ini menghasilkan profil metakognisi siswa SMP dalam memecahkan masalah terbuka materi geometri bangun datar ditinjau dari perbedaan gender berdasarkan pentahapan Polya. 1. Pada tahap memahami masalah, siswa lakilaki dan siswa perempuan memiliki profil metakognisi yang sama, yaitu melakukan aktivitas perencanaan, monitoring dan evaluasi terhadap proses berpikirnya. 2. Pada tahap membuat rencana pemecahan masalah, siswa laki-laki dan siswa perempuan memiliki profil metakognisi yang sama, keduanya merencanakan proses berpikirnya, memonitor proses berpikirnya dan mengevaluasi proses dan hasil berpikirnya dengan baik ketika membuat rencana pemecahan masalah, sehingga lebih beragam pemecahan dan cara pemecahan yang dihasilkan.
3. Pada tahap melaksanakan rencana pemecahan masalah, siswa laki-laki dan siswa perempuan memiliki profil metakognisi yang sama dan keduanya hanya melakukan aktivitas perencanaan dan aktivitas evaluasi terhadap proses berpikirnya ketika melaksanakan rencana pemecahan masalah. 4. Pada tahap memeriksa kembali hasil pemecahan masalah, siswa laki-laki hanya melakukan aktivitas perencanaan dan aktivitas evaluasi terhadap proses berpikirnya, sedangkan siswa perempuan melakukan aktivitas perencanaan, monitoring dan evaluasi terhadap proses berpikirnya. Subjek perempuan melakukan monitoring pada setiap langkah pemecahan dan cara pemecahan yang dihasilkan
Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, dikemukakan beberapa saran sebagai berikut, yaitu: (1) setiap pentahapan Polya dalam memecahkan masalah terbuka, sebaiknya melibatkan
aktivitas metakognisi (perencanaan, monitoring dan evaluasi); (2) pada tahap memeriksa kembali hasil pemecahan masalah saat memecahkan masalah terbuka sebaiknya 48
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
siswa dilatihkan untuk melibatkan aktivitas metakognisi (perencanaan, monitoring dan evaluasi) pada setiap pemecahan dan cara
JANUARI 2014
pemecahan yang dihasilkan agar benar-benar dapat dipastikan bahwa ragan pemecahan cara pemecahan yang dihasilkan sudah tepat.
DAFTAR RUJUKAN
with CSCL in Mathematics, Finlandia, Fin-University of Oula. Johnson & Rising. 1972. Guidelines for Teaching Mathematics. Boston, Wadsworth Publishing Company. Kartono, Kartini. 2006. Psikologi Wanita Jilid I: Wanita sebagai Gadis Remaja dan Wanita Dewasa, Bandung, Penerbit Bandar Maju. Kirkley, J. 2003. Principle for Teaching Problem Solving, Technical Paper, Plato Learning Inc. Krutetskii. 1976. The Psychology of Mathematics Abilities in School Children, USA, University of Chicago. Maccoby, E. E. & Jacklin, C. N. 1974. The Psychology of Sex Differences, California, Stanford University Press. Mahmudi, Ali. 2008. Mengembangkan Soal Terbuka (Open-Ended Problem) dalam Pembelajaran Matematika (Makalah Disampaikan pada Seminar Nasional
Billstein, R. 1998. Assessment: The Stem Model, Mathematics Teaching in The Middle School. Becker J.P & Shimada, S. 1997. The OpenEnded Approach. A New Proposal for Teaching Mathematics, Reston, NCTM. Bruning, R. H., Schraw, G. J., Ronning, R. R. 1995. Cognitive Psychology and Instruction, Second Edition, New Yersey, Prentice Hall. Charles, Randall, Frank Lester & Phares O’Daffer. 1997. How to Evaluate Progress in Problem Solving, Reston VA: NCTM, Inc. Desoete, Anemi. 2007. Evaluating and Improving the Mathematics Teaching-Learning Process Through Metacognition, Electronic Journal of Research in Educational Psychology, N. 13 Vol 5. ISSN. 1696-2095. Erskine, Dana L. 2009. Effect of Prompted Reflection and Metacognitive Skill Instruction on University Freshmen’s use of Metacognition, Brigham Young University. Friedman, Howard S., Schustack, Miriam W. 2008. Kepribadian (Teori Klasik dan Riset Modern), Alih Bahasa: Benedictine Widyasinta, Edisi Ketiga, Jakarta, Erlangga. Gunarsah, Singgih D. 1990. Dasar dan Teori Perkembangan Anak, Penerbit PBK Gunung Mulia. Halpern, D. F. 1986. Sex Differences in Cognitive Ability. Hillsdale, N. J. Lawrence Erlbaum Association. Heylighen, F., and Joslyn C., 1993, MetacognitiveStrategies, http://www./ thinking cognitive and memory/ metacognitive.htm. Hightower, M. W. 2003. “The Boy-Turn in Reseach on Gender and Education”. Review of Educational Research. 73, 471-498. Hurme, Tarja-Ritta & Jarvela. 2000. Metacognitive Processes in Problem Solving
Matematika dan Pendidikan Matematika yang Diselenggarakan oleh Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY Yogyakarta pada 28 Nopember 2008), Yogyakarta, FMIPAUNY.
McLoughlin, C. & Hollingworth, R. 2003. Exploring a Hidden Dimension of Online Quality: Matacognitive Skill Development, 16th ODLAA Biennial Forum Conference Proceedings .http://www.signadou.acu.edu.au, diakses tanggal 16 Nop 2009. Orton, Anthony. 1992. Learning Mathematics, Issues, Theory and Classroom Practise. Second Edition. Geat Britain, Printed and Bound by Dotesios Ltd. Trowbrigde, Wilts.
Polya, G. 1973. How To Solve It, Second Edition, New Yersey, Princeton University Press. Santrock, John W. 2007. Psikologi Pendidikan. Edisi ke Kedua. Jakarta, Kencana Prenada Media Grup. 49
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
Siswono, Tatag Yuli Eko. 2006. Desain Tugas untuk Mengidentifikasi Kemampuan Berpikir Kreatif dalam Matematika, Pancaran Pendidikan Tahun XIX No. 6 April 2006, Jember, FKIP Universitas Jember. Suherman, Erman, 2001, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Bandung, Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UPI. Sutawidjaya, Akbar. 2000. Konstruktivisme dan Implikasinya dalam Pembelajaran Matematika, Bandung, JICA-UPI. Takahashi, A., 2006, Communication as Process for Students to Learn Mathematical. http://www.criced.tsukuba.ac.jp/math/ apec/, diakses tanggal 16 Januari 2013.
JANUARI 2014
Webb, N. L. 1992. Assessment of Students’ Knowledge of Mathematics: Step Toward A Theory. University of Wisconsin, Madison. Woolfolk, A. E., 1998, Educational Psychology, Seventh Edition, Boston, Allyn and Bacon. Zheng Zhu. 2007. Gender Differences in Mathematical Problem Solving. Patterns: A review of Literature. International Education Journal, Vol 8 No. 2. Pp. 187-203. ISSN 1443-1475 © 2007 Shannon Reseach Press. http:// www.ehlt.flinders. Diakses tanggal 15 Juli 2013.
50